menometroragia print

35
BAB I PENDAHULUAN Saat ini gangguan haid merupakan keluhan tersering bagi wanita yang datang ke poliklinik ginekologis dan menoragia merupakan salah satu diantaranya yang tersering. Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama hidupnya bahkan banyak diantaranya harus mengalami gangguan ini setiap bulannya. Gangguan ini dapat terjadi dalam kurun waktu antara menarche dan menopause. Gangguan haid atau perdarahan abnormal menjadi masalah menarik sehubungan dengan makin meningkatnya usia harapan hidup perempuan. Penelitian ginekologis terbaru melaporkan bahwa sekitar 30% wanita premenopause mengeluhkan menstruasi yang berlebihan. World Health Organizations (WHO) baru-baru ini melaporkan bahwa 18 juta wanita golongan usia 30-55 tahun merasa bahwa perdarahan dalam menstruasinya berlebihan. Menorrhagia harus dapat dibedakan dari diagnosis ginekologis lainnya, termasuk metroragia, menometroragia, polimenorea dan perdarahan karena disfungsi uterus (dysfunctional uterine bleeding). Menoragia sendiri merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi dalam interval yang normal tapi memiliki durasi yang memanjang dan perdarahan yang berlebihan. 1

Upload: kirana-budhiarta

Post on 25-Jul-2015

789 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menometroragia Print

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini gangguan haid merupakan keluhan tersering bagi

wanita yang datang ke poliklinik ginekologis dan menoragia

merupakan salah satu diantaranya yang tersering. Hampir semua

wanita pernah mengalami gangguan haid selama hidupnya bahkan

banyak diantaranya harus mengalami gangguan ini setiap bulannya.

Gangguan ini dapat terjadi dalam kurun waktu antara menarche dan

menopause. Gangguan haid atau perdarahan abnormal menjadi

masalah menarik sehubungan dengan makin meningkatnya usia

harapan hidup perempuan.

Penelitian ginekologis terbaru melaporkan bahwa sekitar 30%

wanita premenopause mengeluhkan menstruasi yang berlebihan.

World Health Organizations (WHO) baru-baru ini melaporkan bahwa

18 juta wanita golongan usia 30-55 tahun merasa bahwa perdarahan

dalam menstruasinya berlebihan. Menorrhagia harus dapat dibedakan

dari diagnosis ginekologis lainnya, termasuk metroragia,

menometroragia, polimenorea dan perdarahan karena disfungsi

uterus (dysfunctional uterine bleeding). Menoragia sendiri merupakan

suatu keadaan dimana siklus menstruasi dalam interval yang normal

tapi memiliki durasi yang memanjang dan perdarahan yang

berlebihan.

Perdarahan yang berlebihan pada menstruasi merupakan

keluhan yang subjektif, sehingga menyulitkan penegakan diagnosis

menoragia. Regimen terapi sebaiknya mengacu pada siklus

menstruasi yang dianggap tidak normal oleh pasien, yaitu lamanya

menstruasi dan jumlah perdarahan. Keberhasilan terapi pun lagi-lagi

1

Page 2: Menometroragia Print

berdasarkan penilaian subjektif pasien sehingga pengukuran

keberhasilan pun menjadi lebih sulit.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Menstruasi

Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-

hormon yang paralel dengan pertumbuhan lapisan rahim untuk

mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses kehamilan).

Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan

kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas

menstruasi merupakan salah satu alasan seorang wanita berobat ke

dokter.

Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari

adalah waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari.

Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus menstruasi normal

hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia

reproduksi yang ekstrim (setelah menarche <pertama kali terjadinya

menstruasi> dan menopause) lebih banyak mengalami siklus yang

tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur. Siklus

menstruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.

2

Page 3: Menometroragia Print

Siklus Menstruasi Normal

Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan

membaginya atas dua fase dan satu saat, yaitu fase folikuler saat

ovulasi dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar hormon

sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik

antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen

menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan

terhadap LH, estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika

kadarnya rendah dan jika kadarnya tinggi maka akan terjadi umpan

balik positif. Tempat utama umpan balik terhadap hormon

gonadotropin ini mungkin ada pada hipotalamus.

Tidak lama haid dimulai, pada fase folikuler dini, beberapa folikel

berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH

ini disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid

berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen

meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan

berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia. Sedangkan

folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini, LH juga

meningkat namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu

pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat

pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukkan

bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka terhadap FSH.

Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma

jelas meninggi. Estrogen ada mulanya meninggi secara berangsur-

angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini

memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik yaitu yang

terletak dibagian depan hipotalamus di bagian suprakiasmatik dan

dengan lonjakan LH (LH surge) pada pertengahan siklus,

mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu memetap

3

Page 4: Menometroragia Print

kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunya

LH tersebut belum jelas, Dalam beberapa jam setelah LH meningkat,

estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH itu

menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan

morfologik pada folikel. Mungkin menurunnya LH itu, disebabkan

umpan balik yang pendek dari LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH

yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi; folikel hendaknya

pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk

berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16-24 jam setelah lonjakan LH.

Pada manusia biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme

terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan

dalam folikel, namun oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen

pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga

prostaglandin F2, memegang peranan dalam peristiwa itu pada fase

luteal, stelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar, membentuk

vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korus

luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulosa juga bertambah dan

mencapai puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi.

Luteinized granulosa cells dalam korpus luteum itu membuat

banyak progesteron, dan luteinized theca cells membuat pula

estrogen yang banyak sehingga kedua hormon itu meningkat tinggi

pada fase luteal. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi, korpu luteum

mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya

kapiler-kapiler dan diikuti dengan menurunnya sekresi proesteron dan

estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung

pada hormon gonadotropin dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri

(autonom) namun akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus

luteum, diperlukan sedikit LH terus menerus. Steroidegenesis pada

ovarium tidak mungkin tanpa LH mekanisme degenerasi korpus

luteum jika tiak terjadi haid kehamilan belum diketahui. Empat belas

4

Page 5: Menometroragia Print

hari sesudah ovulasi, terjadi haid pada siklus haid normal, umunya

terjadi variasi dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam

fase folikular.

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh

adanya Human Chorionic Gonadotrpin (HCG), yang dibuat oleh

sinsitiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan

korpus 8 hari pasca ovulasi waktu yang tepat untuk mencegah

terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada

korpus luteum hingga 9-10 minggu kemudian dipastikan fungsi itu

diambil alih oleh plasenta dari uraian diatas maka kunci siklus haid

tergantung dari perubahan kadar estrogen. Pada ermulaan siklus

haid, meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada

fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa

terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh

folikel ang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen

meningkat pada pertengahan siklus, yang menyebabkan lonjakan LH.

Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar minimum LH

yang terus menerus jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus

bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan

berupa umpan balik positif atau negatif segala keadaan yang

menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan

mempengaruhi siklus reproduksi yag normal.

2.2 Definisi

Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan

dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan

siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan

pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik

(polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks),

5

Page 6: Menometroragia Print

kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen. Menoragia

adalah perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan

jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan

pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea. Menometroragia,

yaitu perdarahan yang terjadi dengan interval yang tidak teratur

disertai perdarahan yang banyak dan lama.

2.3.Penyebab

Sebab-sebab organik perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium

disebabkan oleh kelainan pada:

Serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis

uteri, ulkus pada portio uteri, karsinoma servisis uteri.

Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens,

abortus insipiens, abortus incompletus, mola hidatidosa,

koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korpus

uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.

Tuba fallopii; kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,

tumor tuba.

Ovarium; radang overium, tumor ovarium.

Sebab fungsional perdarahan dari uterus yang tidak ada

hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan

disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap

umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan ini lebih

sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi

ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di

rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun,

dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula

perdarahan disfungsional dalam masa pubertas,akan tetapi karena

6

Page 7: Menometroragia Print

keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan

perawatan di rumah sakit.

Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional belum

diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan

perdarahan rahim disfungsional, antara lain: Kegemukan (obesitas),

faktor kejiwaan, alat kontrasepsi hormonal alat kontrasepsi dalam

rahim (intra uterine devices). Beberapa penyakit dihubungkan dengan

perdarahan rahim, misalnya: trombositopenia (kekurangan trombosit

atau faktor pembekuan darah), kencing manis (diabetus mellitus),

dan lain-lain. Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi

karena: tumor organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary

disease), infeksi vagina, dan lain-lain.

2.4 Patogenesis

Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi

(pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun

keadaan lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten).

Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim)

terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus

ovulasi.

Pada siklus ovulasi, perdarahan rahim yang bisa terjadi pada

pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu

menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon

estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk. Pada

siklus tanpa ovulasi (anovulation), perdarahan rahim sering terjadi

pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini karena tidak

terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan

sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim

(endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa

diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang

7

Page 8: Menometroragia Print

memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim

karena dinding rahim yang rapuh. Di lain pihak, perdarahan tidak

terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru

sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah

perdarahan rahim berkepanjangan.

2.5 Gambaran klinik

Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus

menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus

atau banyak dan berulang. Kejadian tersering pada menarche (atau

menarke: masa awal seorang wanita mengalami menstruasi) atau

masa pre-menopause.

Perdarahan Ovulatori

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan

disfungsional dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang

(oligomenore). Untuk menegakan diagnosis perdarahan ovulatori

perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena

perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,

maka kadang-kadang bentuk survei suhu badan basal dapat

menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari

endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus

dipikirkan sebagai etiologinya:

1. Korpus Luteum Persisten

Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan

dengan ovarium yang membesar. Sindrom ini harus dibedakan

dari kelainan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil

pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan

antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat menimbulkan

pelepasan endometrium yang tidak teratur (irregular shedding).

Diagnosis ini dibuat dengan melakukan kerokan yang tepat

8

Page 9: Menometroragia Print

pada waktunya, yaitu menurut Mc. Lennon pada hari ke-4

mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium

dalam tipe sekresi disamping nonsekresi.

2. Insufisiensi Korpus Luteum.

Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia

atau polimenore. Kurangnya produksi progesteron disebabkan

oleh gangguan LH realizing factor. Diagnosis dibuat, apabila

hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan

gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari

siklus yang bersangkutan.

3. Apopleksia Uteri

Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya

pembuluh darah dalam uterus.

4. Kelainan Darah

Seperti anemia, purpura trombositopenia, dan gangguan dalam

mekanisme pembekuan darah.

Perdarahan Anovulatoir

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium.

Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu timbul

perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklik, kadang-kadang tidak

teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya

dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel–

folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan

kemudian diganti oleh folikel – folikel baru. Endometrium dibawah

pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-

mula proliferasi dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.

Jika gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan

adanya perdarahan anovulatoir.

9

Page 10: Menometroragia Print

Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi

paling sering pada masa permulaan yaitu pubertas dan masa

pramenopause. Pada masa pubertas perdarahan tidak normal

disebabkan oleh karena gangguan atau keterlambatan proses

maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan

realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses

terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada

masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan

lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi

ovulatoir, pada seorang dewasa dan terutama dalam masa

pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan

kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan

disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan

penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit

umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan

tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan

disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu

faktor psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan,

kematian, pemberian obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat

menyebabkan perdarahanan ovulatoir.

2.6.Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan

dalam pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik

menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh

mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus

diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan

siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia,

kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh,

perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung bersifat

10

Page 11: Menometroragia Print

ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan

interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan – bulan,

kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3

– 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan

atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada

biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya

merupakan bukti ovulasi. Diagnosis DUB setelah eksklusi

penyakit organik traktus genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan

karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik,

dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk

menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40

tahun memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma

endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium tidaklah

merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat digunakan sebagai

pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif

dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma

endometerium pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1

persen. Maka dari itu, pengambilan sampel endometrium penting

dilakukan.

2.7. Pemeriksaan Penunjang:

1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid, dan kadar

HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau

skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah

kesana.

2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan

kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan

menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau

wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap

11

Page 12: Menometroragia Print

pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan

endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin

terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk

melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada

seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat.

Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih

sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi

abnormalitas endometrium.

3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang

tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.

2.8. Penatalaksanaan

Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai

kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit

lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip

pengobatan sebagai berikut:

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mengatur menstruasi agar kembali normal.

3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

Menghentikan Perdarahan

Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai

berikut:

Kuret (curettage)

Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita

menikah tapi belum sempat berhubungan intim. Obat (medikamentosa)-golongan

estrogen. Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama

generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak

12

Page 13: Menometroragia Print

menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi

obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.

Dosis dan cara pemberian: Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5

mg diminum selama 7-10 hari. Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan

intramuskuler (melalui bokong). Jika perdarahannya banyak,

dianjurkan untuk opname, dan diberikan estrogen konyugasi

(estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang

infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak

boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi (estrogen

konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti) akan

mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium

dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan

fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat

menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometrium

atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB

sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera). Keberatan terapi

ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.

Obat Kombinasi

Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan

paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan

perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah

beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan

kontrasepsi oral, obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan

dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola

menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi

kronik dan diperlukan pengobatan berkelanjutan. Paparan estrogen

kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarah banyak

selama penarikan progestin. Speroff menganjurkan pengobatan

dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen

13

Page 14: Menometroragia Print

menurun secara bertahap.

Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga

duabelas jam, selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan

akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24

hingga 48 jam, penghentian obat akan menimbulkan perdarahan

berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral

siklik dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi

teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis

pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3

kali sehari, kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan

kemudian dilanjutkan sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral

menginduksi atrofi endometrium, karena paparan estrogen progestin

kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat

steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana

DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan

manfaat tambahan yaitu mencegah kehamilan. Khususnya untuk

pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat

mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif

terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan

dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia

intrauterin (sindrom Asherman) jika endometrium basal dikuret. OC

aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang tidak obese,

tidak merokok dan tidak hipertensi.

Golongan Progesterone

Pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan

fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat

progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap

endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain: Medroksi progesteron

asetat (MPA) 10-20mg per hari, diminum selama 7-10 hari.

14

Page 15: Menometroragia Print

Norethisteron 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari. Kaproas

hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuscular.

OAINS

Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid.

Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika

diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang

diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada

onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan

berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama

menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling

besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling

tinggi. Mengatur menstruasi agar kembali normal setelah perdarahan

berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur

siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian progesteron 2×1

tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-

15 menstruasi. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.

Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit

atau klinik. Satu kantong darah (250 cc) diperkirakan dapat

menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb

ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong

darah.

2.9 Prognosis

Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit

(patofisiologi). Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal

secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 90 %. Pada

15

Page 16: Menometroragia Print

wanita muda, yang sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi,

dapat diobati dengan hasil baik.

BAB II

LAPORAN KASUS

16

Page 17: Menometroragia Print

I. IDENTITAS

Nama : WBD

Usia : 38 tahun

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Br. Abasan Singapadu

Masuk RS tanggal : 18 Juni 2011

No. Rekam Medis : 34.16.14

Suami : Tidak punya

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Keluar darah dari kemaluan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari Prof. DR.dr Suwiyoga,

Sp.OG dengan Adenomiosis, datang dengan keluhan

keluar darah terus menerus dari kemaluan sejak 3 bulan

SMRS. Dikatakan haidnya tidak teratur dengan darah

keluar lebih banyak pada hari haid. Darah yang keluar

terkadang bergumpal-gumpal, dan disertai rasa nyeri

pada perut bagian bawah hingga mengganggu aktivitas

sehari-hari. Pada saat haid, pasien menghabiskan kurang

lebih 5 tela dalam sehari. Sedangkan pada hari biasa,

17

Page 18: Menometroragia Print

pasien menghabiskan kurang lebih 3 tela. Keluhan lainnya

seperti pusing-pusing, mual dan muntah disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa sebelumnya.

Akan tetapi, pasien sering mengeluh keputihan sejak

dua tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit

yang sama seperti pasien, dan tidak ada yang memiliki riwayat

tekanan darah tinggi, kencing manis,

maupun asma.

Riwayat Menstruasi

Penderita menarche pada usia 13 tahun dengan siklus

haid teratur setiap 28-30 hari, lamanya 3-5 hari, setiap

kali menstruasi mengganti pembalut hingga 3-4 kali

sehari dan tidak disertai nyeri haid. Nyeri haid yang

selama menstruasi baru dirasakan sejak usia 35 tahun.

Riwayat Perkawinan

Pasien belum pernah kawin namun telah aktif secara seksual

sejak usia 20 tahun.

Riwayat Kehamilan

Pasien belum pernah hamil maupun keguguran.

Riwayat Kontrasepsi

KB pil 3 bln yang lalu selama setengah bulan darah

yang keluar sedikit-sedikit. KB suntik (DMPA) sejak 2,5

bulan yang lalu, disuntik setiap 1 bulan, dan telah

disuntikan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 19 Mei 2011

18

Page 19: Menometroragia Print

dan 21 Juni 201 setelah disuntik darah yang keluar

banyak-banyak.

III. PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum : Tampak lemas

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Suhu : 36,3oC

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Status Umum

Kulit : Pucat (+)

Kepala : Normochepal

Leher : Pembesaran KGB -, Pembesaran tyroid

-

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Dalam batas normal

Thoraks :

19

Page 20: Menometroragia Print

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS 5 midklavikula sinistra

Perkusi : Batas jantung dekstra Linea parasternalis dextra

IV

Batas jantung sinistra Linea midclavicularis sinistra

V

Auskultasi : S1 / S2 (+), murmur sistolik (-), gallop (-).

Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris

palpasi : Vokal fremitus (-/-), nyeri tekan -

perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

auskultasi : Vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen :

Inspeksi : Simetris, bentuk datar

Palpasi : Nyeri tekan -

Auskultasi : Peristaltik normal

Ekstremitas: Edema -, sianosis -, hangat + pada ke-empat

ekstrimitas

IV. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

Abdomen :

TFU : 3 jari bawah pusat

20

Page 21: Menometroragia Print

Teraba masa padat, permukaan rata, nyeri (-), mobilisasi

terbatas

Tanda cairan bebas (-)

Vulva/vagina :

Inspeksi : Flx (+), fluor (-), pembukaan (-), darah +

Pemeriksaan Dalam : Fluksus (+), Fluor (+)

Pembukaan (-)

CUAF b/c sesuai 10-12 minggu

APCD taa

V. Diagnosis Kerja

Menometrorrhagia ec suspek adenomiosis dd mioma uteri

VI. Penatalaksanaan

Pdx : USG Abdomen

Pengambilan jaringan PA

Tx : Perbaikan KU

Dilatasi dan Kuretase

Jika tetap berlangsung perdarahan, lakukan transfus

Mx : Obs. Pre Op

KIE : Pasien dan keluarga

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

21

Page 22: Menometroragia Print

Darah lengkap, urinalisis, kimia darah, elektrolit (21/6/2011)

Hb : 10,9 gr/dL ( n 11,7- 15,5)

Wbc : 4,5 gr/dL

Plt : 375

Urinalisis (protein) : (-)

Na /k : 139/4,2

Alb : 4,2

SGOT/SGPT : 18/20

BUN/SC : 12/0,72

BT/CT : 4’/7’

Bs : 100

Pemeriksaan radiologi (22/6/2011) : Foto Thorax PA

Mediastinum tidak melebar/deviasi

Cor : CTR < 50 %, bentuk normal

Pulmo : Hilus tak menebal, corakan bronkovaskuler normal,

infiltrat (-)

Sinus kostofrenikus dan diaphragma normal.

Skeletal tak tampak kelainan

Kesan : cor, pulmo tak tampak kelainan.

Pemeriksaan USG (16/3/2011)

Kesan : Adenomiosis

Tanggal 21 Juni 2011

S : Tampak pucat, keluar darah dari kemaluan sedikit, nyeri perut

bagian bawah(-), pusing (-), mual, muntah (-)

22

Page 23: Menometroragia Print

O : TD 120/80, N 84 x/ m, RR 18 x/ m, S 36,50C,

A : Menometrorrhagia ec suspek adenomiosis dd mioma uteri

P : Asam tranexamat 3x1, SF 2x1

Tanggal 22 Juni 2011

S : Tampak pucat, keluar darah dari kemaluan sedikit

O : TD 120/80, N 84 x/ m, RR 20 x/ m, S 36,60C,

A : Menometrorrhagia ec suspek adenomiosis dd mioma uteri

P : Asam tranexamat 3x1, SF 2x1

Tanggal 23 Juni 2011

S : Tampak pucat, keluar darah dari kemaluan sedikit

O : TD 120/80, N 84 x/ m, RR 18 x/ m, S 36,0C,

A : Menometrorrhagia ec suspek adenomiosis dd mioma uteri

P : Asam tranexamat 3x1, SF 2x1

Tanggal 24 Juni 2011

S : Tampak pucat, keluar darah dari kemaluan sedikit

O : TD 110/70, N 78 x/ m, RR 20 x/ m, S 36,40C,

A : Menometrorrhagia ec suspek adenomiosis dd mioma uteri

P : Asam tranexamat 3x1, SF 2x1

Tanggal 25 Juni 2011

S : Tampak pucat, keluar darah dari kemaluan sedikit

23

Page 24: Menometroragia Print

O : TD 120/80, N 80 x/ m, RR 20 x/ m, S 36,70C,

A : Menometrorrhagia ec suspek adenomiosis dd mioma uteri

P : Asam tranexamat 3x1, SF 2x1

Tanggal 26 Juni 2011

S : Tampak pucat, keluar darah dari kemaluan sedikit

O : TD 120/80, N 84 x/ m, RR 20 x/ m, S 36,60C,

A : Menometrorrhagia ec suspek adenomiosis dd mioma uteri

P : Asam tranexamat 3x1, SF 2x1

24

Page 25: Menometroragia Print

BAB IV

PEMBAHASAN

Definisi menometroraia adalah perdarahan yang terjadi dengan

interval yang tidak teratur disertai perdarahan yang banyak dan

lama. Pada kasus ini, didapatkan pasien mengeluhkan

keluar darah pervaginam terus menerus selama 3 bulan

terakhir. Darah dikatakan lebih banyak keluar saat

tanggal-tanggal haid dan haid dikatakan tidak teratur.

Menometroragia dapat disebabkan oleh sebab-sebab organik

perdarahan dari uterus, tuba maupun ovarium dan sebab

fungsional perdarahan dari uterus atau disebut juga perdarhan

disfungsional. Pada kasus ini, dicurigai adanya

menometroragia yang dikeluhkan oleh pasien

disebabkan oleh penyebab organik yakni adenomiosis

sebagaimana

25

Page 26: Menometroragia Print

Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi

(mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan

tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen) lebih cenderung

bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi

dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore

berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Pada kasus

ini, pasien mengeluhkan nyeri perut bersamaan

dengan keluarnya darah. Pasien tidak ada mengeluhkan

amenorea sebelumnya. Perdarahan pada pasien ini

cenderung bersifat ovulatori.

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis dari keluhan menometroragia yakni; pemeriksaan

darah, deteksi patologi endometrium melalui ( dilatasi dan kuretase

dan histeroskopi), laparos opi. Pada kasus ini, pasien berusia

41 tahun, tidak ditemukan kelainan pada darah pasien.

Telah dilakukan dilatasi dan kuretase dan mengirimkan

hasilnya untuk PA. Adapun hasil PA menyarankan pasien

untuk melakukan pap smear setiap 6 bulan.

Prinsip penatalaksanaan menometroragia yakni; menghentikan

perdarahan, mengatur menstruasi agar kembali normal dan

transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%. Pada

kasus ini telah dilakukan kuretase sebagai upaya

menghentikan perdarahan sekaligus pengambilan

sampel untuk patologi anantomi. Pemberian asam

tranexamat juga dimaksudkan guna menghentikan

perdarahan pada pasien. Pasien juga diberikan DMPA

sebagai upaya mengembalikan siklus haidnya.

26

Page 27: Menometroragia Print

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi K Unud/RS Sanglah. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004

2. B, Achmad, Ilmu Kesehatan Reproduksi Ginekologi. Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.2003

3. Brooks, MB. (2006), “Mentrorraghia”, E-medicine from WebMD, Available : http:/www.emedicine.com.fastsplash.obgyn (Accessed : 2011, Juni 21).

27

Page 28: Menometroragia Print

4. Manuaba Ida Bagus, Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. 2005

5. Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005

6. Wiknjosastro, H. Ilmu Kandungan. Edisi 4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010

28