metode analisis urin

19
KELAS Q KELOMPOK 1: Renny Tansil 1090005 Ignatasia Melisa Prawiro 1090013 Ricky 1090014 Indarno Chandra 1090024 Resti Pratiwi 1090054 Harum Yunita Wulandari 1090084 Trias Yusanda 1090090

Upload: rezthie-pratiwi

Post on 27-Nov-2015

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KELAS Q

KELOMPOK 1:

Renny Tansil 1090005

Ignatasia Melisa Prawiro 1090013

Ricky 1090014

Indarno Chandra 1090024

Resti Pratiwi 1090054

Harum Yunita Wulandari 1090084

Trias Yusanda 1090090

Rizki Heru Caesarianto 1090096

METODE ANALISIS URIN

Urin merupakan cairan yang dihasilkan oleh ginjal melalui proses penyaringan darah.

Oleh karena itu kelainan darah dapat menunjukkan kelainan di dalam urin. Untuk mengetahui

materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urinalisis, istilah untuk

tes urin umum, dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan seseorang, mendiagnosis kondisi medis

seseorang, atau untuk memonitor penyakit seseorang. Tidak semua tes pada urin disebut

urinalisis, misalnya tes kehamilan dan tes narkoba.

Urin merupakan spesimen yang mudah didapat untuk uji laboratorium dan merupakan

sampel yang paling mudah dianalisa karena frekuensi pengambilan sampel dapat diatur. Cara

pengambilan sampel urin dapat dilakukan dengan kateter, ditampung sampai habis atau

ditampung begitu saja. Dikoleksi pada wadah yang harus memenuhi syarat tertentu, yaitu bersih,

kering, bermulut lebar dan dapat ditutup rapat  misalnya pot atau tempat bekas obat, bebas bahan

kimia, wadah diberi label identitas pasien misalnya nama pasien, nomor register, tanggal, dan

sebaiknya segera dibawa ke Laboratorium dalam waktu tidak kurang dari 30 menit, namun bila

tidak segera dianalisis, dapat disimpan dalam refrigerator, dan dianalisis dalam waktu tidak lebih

8 jam kemudian. Sampel urin perlu diberi preservasi untuk menjaga integritas kandungan analit.

Pemeriksaan urin yang tepat dan teliti memiliki peran yang sangat penting untuk

mendeteksi adanya kelainan pada ginjal atau di luar ginjal. Pemeriksaan urin dilakukan melalui 3

tahap yang saling melengkapi, yaitu Makroskopis, Kimia Urin, Mikroskopis (Sedimen Urin)

Pertama, pemeriksaan visual atau makroskopik. Pemeriksaan makroskopik dapat

dilakukan dengan pengujian kualitatif urine yang meliputi Pemeriksaan Keasaman / pH urin,

kejernihan urin, bau urin, volume urin, warna urin dan berat jenis urin.

1. Pemeriksaan Keasaman / pH urin

Level pH yang mengindikasikan kadar asam di urin. Level pH tidak normal bisa bermakna

gangguan ginjal atau saluran kencing.

Cara pemeriksaan: - Kertas lakmus merah atau biru dibasahi dengan urine yang diperiksa

- Ditunggu selama 1 menit, perhatikan perubahan warna yang terjadi

Pelaporan:

- Nilai normal: 5.0-6.0 (urin pagi), 4.5-8.0 (urin sewaktu)

pH lebih basa: setelah muntah-muntah, infeksi atau batu saluran kemih, dan penurunan

fungsi ginjal. Dari faktor obat-obatan: natrium bikarbonat, dan amfoterisin B.

pH lebih asam: diet tinggi protein atau diet tanpa kalori, diabetes melitus, asidosis

tuberkulosis ginjal, dan fenilketonuria. Dari faktor obat-obatan: diazoksid dan vitamin C

2. Kejernihan urin

Persiapan pasien : Pasien jangan terlalu banyak makan protein

Cara pemeriksaan:

- Masukkan urine kedalam tabung reaksi sebanyak 3/4 bagian tabung

- Dilihat dengan latar belakang hitam dan dengan penerangan cahaya matahari atau lampu

yang terang

- Dilihat kejernihannya apakah terdapat kekeruhan

Pelaporan : Dinyatakan dengan jernih,agak keruh,keruh, atau sangat keruh

3. Bau Urin

Prinsip pemeriksaan: Adanya bau yang ada cukup bermakna dalam membantu diagnose

Cara pemeriksaan: - Masukkan sampel urine kedalam tabung reaksi yang bersih sebanyak 3/4

bagian tabung

- Mencium bau sampel urine yang berada dalam tabung reaksi

4. Volume Urin

Tujuan Pemeriksaan Volume Urin : Mengetahui daya kerja ginjal

Prinsip pemeriksaan : Banyaknya urin yang dikeluarkan ginjal dalam 24 jam. Tergantung dari

beberapa faktor dan pembacaannya pada miniscus bawah dari gelas ukur.

Prosedur pemeriksaan :

a. Pada jam/ waktu hari pertama,pasien kencing dan specimen dibuang, waktu kencing dicatat

pada tempat penampung.

b. Semua specimen setelah itu dikumpulkan dengan hati-hati ke dalam wadah selama 24 jam

berikutnya

c. Specimen yang terakhir tepat 24 jam sesudah kencing yang pertama kali ditampung

d. Ukur volumenya dengan gelas ukur

5. Warna Urin

Prosedur pemeriksaan:

- Masukkan sampel urin kedalam tabung reaksi yang bersih sebanyak 3/4 bagian tabung

- Sampel urine dilihat dengan posisi miring pada cahaya tembus (matahari / lampu yang

terang)

Catatan : a. Nilai normal : warna kuning muda sampai kuning tua dan jernih, bila basa agak

keruh karena adanya endapan fosfat. Bila ada kekeruhan,perlu disentrifuge atau disaring.

b. Zat yang mempengaruhi warna urine

- Kuning : Urobilin urochrom (Bilirubin)

- Hijau : Indicant (Methylene Blue & Evan's Blue)

- Coklat : Urobilin (Bilirubin,Hematin,Porfobilin)

- Merah : Uroeritrin (Hb, Porfirin)

- Putih susu : Urat, Phosphat (Pus, Getah Phosphat)

6. Berat jenis

Nilai normal: 1.003 s/d 1.030 g/mL

Nilai ini dipengaruhi sejumlah variasi, antara lain umur. Berat jenis urin dewasa berkisar pada

1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir) berkisar pada 1.012, dan bayi antara 1.002 sampai 1.006.

Urin pagi memiliki berat jenis lebih tinggi daripada urin di waktu lain, yaitu sekitar 1.026.

Abnormalitas:

Berat jenis urin yang lebih dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal, infeksi

saluran kemih, kelebihan hormon antidiuretik, demam, diabetes melitus, diare / dehidrasi.

Berat jenis urin yang kurang dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal berat,

diabetes insipidus, atau konsumsi antibiotika (aminoglikosida)

Kedua,disamping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan

cara yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, spesifik dan sensitif yaitu memakai reagens

pita. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH, glukosa, protein, keton, bilirubin,

darah,urobilinogen dan nitrit. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimum, aktivitas

reagens harus dipertahankan, penggunaan haruslah mengikuti petunjuk dengan tepat; baik

mengenai cara penyimpanan, pemakaian reagens pita dan bahan pemeriksaan.

Tes ini dimaksudkan untuk memeriksa:

1. pH urine, Bila urin dibiarkan pada suhu kamar, bakteri akan berkembang biak yang

menyebabkan pH menjadi alkali dan menyebabkan hasil positif palsu untuk protein.

2. Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat dilakukan denganmemakai reagens pita. Selain itu

penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengan

cara reduksi mungkin didapati hasil positif palsu pada urin yang mengandung bahan

reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat

dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif

dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin

sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.

3. Protein yang seharusnya tidak terdeteksi. Pertambahan dalam jumlah sedikit tidak terlalu

mengkhawatirkan, namun apabila terjadi dalam jumlah besar mungkin menunjukkan sebuah

masalah di ginjal.Oleh sebab itu, keberadaan sedikit gula akan dilanjutkan dengan tes untuk

diabetes.

4. Bilirubin

Bilirubin berwarna kuning coklat yang ditemukan dalam empedu, yang dihasilkan dari

heme-katabolisme yang normal. Normalnya tidak ditemukan atau ada tapi dalam jumlah

yang tidak terdeteksi dalam urine.

Prosedur uji Billirubin

Uji Hay

Taburkan sedikit bubuk sulfur pada permukaan 2 ml urin. Bila terdapat bilirubin, bubuk

sulfur akan tenggelam di dasar, sedangkan bila tidak terdapat bilirubin, sulfur akan tetap

berada di permukaan urin.

5. Keton yang, bila terdeteksi, menandakan diabetes dan membutuhkan tes lanjutan.

Nilai normal: negatif

Uji ketonuria dimaksudkan untuk mendeteksi adanya produk sampingan penguraian

karbohidrat dalam urin. Ketonuria dulu diperiksa dengan metode Rothera, dan sekarang

digunakan dipstik.

Prosedur: Uji ketonuria dapat dilakukan dengan menggunakan tablet Acetest untuk

mendeteksi dua keton utama, yaitu aseton dan asam asetoasetat. Uji ini dilakukan dengan

cara meletakkan tablet Acetest di atas kertas saring atau tissue, lalu teteskan urin segar di

atas tablet tersebut. Tunggu selama 30 detik. Amati perubahan warna yang terjadi pada

tablet tersebut; jika berubah warna menjadi berwarna lembayung terang – gelap, maka uji

keton dinyatakan positif.

Selain itu dapat digunakan strip reagen (dipstick) Ketostix atau strip reagen multitest (mis.

Combur, Multistix, Arkray, dsb). Celupkan strip reagen ke dalam urin. Tunggu selama 15

detik, lalu amati perubahan warna yang terjadi. Bandingkan dengan bagan warna.

Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil

kesalahan dalam pembacaan secara visual. Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau

strip reagen multitest) lebih sensitif terhadap asam asetoasetat daripada aseton.

Nilai Rujukan : Dewasa dan anak : uji keton negatif (kurang dari15 mg/dl).

6. Pemeriksaan urobilinogen dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal

kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi

urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses

hemolisa yang berlebihan didalam tubuh.

7. Berbagai produk sel darah putih, misalnya nitrit dan lekosit esterase, yang mungkin

menandakan infeksi saluran kencing.

8. Sel darah merah atau komponen darah lain, seperti hemoglobin atau myoglobin, yang

mungkin menandakan kerusakan ginjal, batu ginjal, infeksi, kelainan darah, atau kanker

kandung kemih. Hasil ini tentunya membutuhkan tes lanjutan.

Ketiga, hasil yang datang dari pemeriksaan mikroskopis urin yaitu pemeriksaan sedimen

urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat

ringannya penyakit. Urin yang dipakai ialah urin sewaktu yang segar atau urin yang

dikumpulkan dengan pengawet formalin.

1. Leukosit (sel darah putih) untuk kemungkinan infeksi.

Nilai normal: 2-4 sel per lapang pandang besar

Leukosit yang berlebihan dalam urin (piuria) biasanya menandakan adanya infeksi

saluran kemih atau kondisi inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi ginjal.

2. Eritrosit (sel darah merah) sebagai tanda kelainan ginjal, kelainan darah, atau kondisi

medis lainnya. Dalam keadaan normal tidak dijumpai eritrosit dalam sedimen urin.

3. Silinder adalah endapan protein yang terbentuk didalam tubulus ginjal, Pembentukan

silinder dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain osmolalitas, volume, pH dan adanya

glikoprotein yang disekresi oleh tubuli ginjal.

4. Sel epitelial yang memiliki dua makna: tumor atau sampel urin terkontaminasi, Sel epitel

merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaan normal didapatkan dalam

sedimen urin, dapat dilihat dengan memakai zat warna Sudan III/IV atau diperiksa

dengan menggunakan mikroskop polarisasi.

5. Bakteri dan jamur atau parasit yang mungkin mengindikasikan infeksi

Nilai normal bakteri: negatif. Kecuali untuk urin midstream: < 1000/mL

Nilai normal jamur dan parasit: negatif

Bakteri yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih mungkin ditemukan dalam

urinalisa, antara lain E.coli, Proteus vulgaris, Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas

aeruginosa. Sedangkan parasit yang mungkin ditemukan dalam urin adalah Schistosoma

haematobium dan mikrofilaria spesies tertentu.

6. Kristal untuk kemungkinan batu ginjal.

Nilai normal: ditemukan kristal dalam jumlah kecil

Kristal yang ditemukan dalam urin tergantung pada pH urin yang diperiksa. Pada urin

asam dapat ditemukan kristal asam urat. Pada urin netral ditemukan kristal kalsium

oksalat. Pada urin basa mungkin terlihat kristal kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Ada

juga sejumlah kristal yang dalam keadaan normal tidak ada; antara lain kristal tirosin,

sistin, kolesterol, dan bilirubin.

EKSTRAKSI SAMPEL URIN SECARA UMUM

KETERANGAN:

Fraksi A Glutetimid Fraksi D Metadon

Salisilat Lorazepam(Darah) Amfetamin Metakualon

Fenitoin Klormetiazol Amitriptilin Morfin

Fraksi B Etklorvinol Kofein Nitrazepam

Barbiturat Flurazepam(darah) Klordiazepoksid Orfenadrin

Klorpropamid Meprobamat Klormetiazol Oksprenolol

Glutetimid Metakualon(Darah) Klomipramin Propanolol

Paracetamol Metiprilon Kodein Kinin

Fenil butazon Nitrazepam(darah) Desipramin Temazepam

Fenitoin Parasetamol Diazepam Teofilin

Fraksi C Fenazon Dihidrokodein Trimipramin

Kofein Temazepam(darah) Ergot alkaloid Fraksi E

Benzodiazepin

(sebagai benzopenon)

Karbromal(isi lambung) Teofilin Flurazepam Fraksi F

Klordiazepoksid(darah) Lorazepam Morfin

Kodein

Untuk membedakan obat pada fraksi yang sama, perlu dilakukan uji lebih lanjut sesuai yang

tertera pada penetapan kadar di masing-masing monografi ( Farmakope Indonesia IV ).

Beberapa contoh metode analisis obat-obatan antara lain adalah

1. enzyme multiplied immunoassay (/EMIT) yang dapat digunakan untuk identifikasi penyalah

gunaan obat dan metabolitnya pada urin seperti penggunaan cannabinoids, morfin,

amphetamine dan metabolitnya, marijuana, serta dapat menghasil hasil yang akurat untuk

monitoring beberapa obat-obatan jantung,Teofilin, digoxin, anti epilepsi, antibiotik,dll. EMIT

menggunakan antibodi yang didesain untuk mengikat molekul sampel yang diinginkan,

semakin banyak molekul sampel dalam sampel akan semakin kuat dan banyak ikatan

antibodi.

Prosedur:

1. Campurkan sampel diduga mengandung obat tertentu dengan suatu larutan yang memiliki

konsentrasi antibodi dan substrat enzim yang telah diketahui

2. Dalam waktu yang singkat (biasanya kurang dari satu menit) terjadi pengikatan, dan

penambahan konjugat dengan konsentrasi tertentu.

3. Ukur laju perubahan warna atau fluoresens.

4. Menentukan konsentrasi obat dengan membandingkan tingkat diamati tingkat yang

diproduksi oleh konsentrasi obat yang diketahui.

2. Radio Immunoassay (RIA) yang dapat digunakan untuk identifikasi morfin pada urin. Teknik

ini sangat peka serta spesifik dan biasanya digunakan untuk mengetahui kandungan zat

biologik tertentu dalam tubuh yang jumlahnya sangat kecil. Misalnya, hormon insulin atau

tiroksin, enzim,dan lain-lain. Prinsip pemeriksaan RIA adalah kompetisi antara antigen (bahan

biologi yang diperiksa) dengan antigen radioaktif dalam memperebutkan antibodi yang

jumlahnya sangat terbatas. Namun hasil dari EMIT dan RIA masih harus dipresisikan dengan

gas chromatographic-mass spectrometric (GC-MS) untuk mendapatkan hasil yang paling

tepat

3. Thin Layer Chromatography (TLC) yang dapat digunakan untuk menganalisis metabolite

abnormal pada urin. Kromatografi digunakan untuk memisahkan dan mengidentifikasi

senyawa.Terdapat empat tipe mekanisme kerja dari kromatografi, Partisi, Adsopsi, filtrasi gel,

dan pertukaran ion, TLC merupakan salah satu contoh tipe partisi Spektrofotodensitrometri

adalah salah satu contoh dari TLC

4. Gas Liquid Chromatography (GLC/GC)

Dapat digunakan untuk menganalisis beberapa senyawa yang memiliki karakteristik khusus

seperti senyawa yang mudah menguap, sehingga urin harus diuapkan erlebih dahulu untuk

dianalisa. Gas tersebut akan diantar oleh fase gerak menuju glass column yang mengandung

fase diam cair, kemudian obat tersebut akan diidentifikasi oleh NPD detektor yang sering

digunakan juga untuk mendeteksi bahan-bahan yang mengandung nitrogen seperti penisilin

dan kokain. Salah satu parameter yang digunakan untuk GLC ada waktu retensi.

GLC memiliki beberapa kekurangan yaitu waktu untuk menganalisis yang relatif lambat dan

hanya dapat menganalisis satu sampel setiap prosesnya, memerlukan tenaga ahli, waktu

penyiapan sampel yang cukup lama dapat menyebabkan beberapa obat atau metabolit obat

dapat terderivat sebelum masuk ke dalam kolom dan dianalisis.

5. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Dapat digunakan untuk mendeteksi beberapa logam seperti Pb, reduksi beberapa obat-obatan

seperti reduksi clenbuterol(β2 agonis) dan beberapa obat-obatan (ex:paracetamol) pada

urin,hormon (kortisol dan cortisone). HPLC juga merupakan metode yang sangat sensitif

dibandingkan TLC dan memiliki hasil yang dapat dikonfirmasi dan mengurangi kemungkinan

terjadi hasil positif palsu.

6. Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometer(ICP-MS)

dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa abnormal dalam urin seperti logam-logam

(As,Cu,Pb,dll)

7. Gas Chromatography-Mass Spectrometre (GC-MS)

GC-MS merupakan metode yang mengkombinasikan Kromatografi gas-cair dan

sektrofotometer masa untuk mengidentifikasikan substansi yang berbeda pada sampel.

Mekanisme kerja: Gas chromatograph memanfaatkan kolom kapiler yang tergantung pada

kolom dimensi (panjang diameter, film ketebalan) serta fase properti (misalnya 5% fenil

polysiloxane). Perbedaan dalam sifat-sifat kimiawi molekul yang berbeda dalam sampel akan

memisahkan molekul selama sampel berada dalam kolom. Molekul ditahan oleh kolom dan

kemudian dieluasi dari kolom pada waktu yang berbeda (disebut waktu retensi), dan hal ini

memungkinkan aliran Spektrometer massa untuk menangkap, mengionisasi, mempercepat,

dan mendeteksi molekul terionisasi secara terpisah. Spektrometer massa melakukan hal ini

dengan memecah setiap molekul menjadi fragmen-fragmen yang terionisasi dan mendeteksi

fragmen ini menggunakan massa fragment tersebut untuk menentukan rasio.

Beberapa senyawa yang dapat dideteksi menggunakan GC-MS adalah Ester, asam lemak,

alcohol, ,morphine, codeine, hydromorphone, hydrocodone, dan 6-acetylmorphine. Sampel

diekstraksi dengan cara dicampur dengan fase solid pengekstraksi dan kemudian dianalisis.

Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Deteksi senyawa-senyawa

tersebut secara spektrofotometri tidak dapat dilakukan pada satu panjang gelombang yang sama.

Untuk itu kromatografi lapis tipis (KLT) sangat memungkinkan untuk analisis kualitatif

sekaligus analisis kuantitatif dengan spektrofotodensitometer. Oleh karena itu diperlukan

perbandingan campuran larutan pengembang yang sesuai agar diperoleh pemisahan yang

optimum dalam analisis dengan Kromatografi lapis tipis sebelum dengan

spektrofotodensitometri.

Contoh penentuan kadar morfin secara spektrodensitometri

Cara kerja

Larutan baku

1. Timbang 0,5656g morfin HCL dilarutkan dengan aquadest ad 100,00 ml.

2. Larutkan morfin 5 mcg/ml, totolkan pada pelat dengan volume berturut-turut, 4,8,12,16,20,24,

dan 28 mcL sehingga menghasilkan konsentrasi sebesar 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140 ng.

3. Eluasi dengan eluen toluene: aseton:etanol: amonia (45: 45: 7: 3) hingga batas, keringkan.

4. Amati dengan spektrofotodensitometer dg. Panjang gelombang 287 nm.

Sampel

1. Preparasi sampel

Pelarut untuk ekstraksi sampel urin simulasi yang telah dilakukan adalah etil asetat: isopropanol

(9:1), kloroform-isopropanol (3:1), dan kloroform. Larutan pengembang dipilih toluene : aseton

: etanol:amonia dan pelarut pengekstraksi dipilih etilasetat-isopropanol. Ke dalam 5 mL sample

urin ditambahkan asam fosfat sampai pH 3, kemudian diekstraksi dengan 2x15 mL eter. Ke

dalam lapisan air ditambahkan ammonia sampai pH 8 dan diekstraksi dengan 2x5 mL

kloroform. Lapisan air berikutnya ditambah asam klorida pekat sampai pH 3, kemudian

dipanaskan 100oC selama 30 menit. Setelah larutan didinginkan kemudian diekstraksi kembali

dengan 2x5 mL eter. Lapisan air hasil ekstraksi ditambah NaOH sampai pH 9, lalu diekstraksi

dengan etilasetat-isopropanol (9:1). Lapisan organik hasil ekstraksi diuapkan sampai kering

kemudian ditambah 5 mL metanol.

Analisis sampel yang telah di ekstraksi dengan spektrodensitometer. Berdasarkan

perhitungan diperoleh persamaan garis regresi y = -69,21 + 8,06 x, dengan

koefisien korelasi (r) sebesar 0,992. Yang diperoleh dari metode ekstraksi

morfin dalam sampel urin yang optimum dengan etilasetat-isopropanol.

Penggunaan kloroform untuk mengekstraksi morfin ternyata kurang baik,

mengingat kelarutan etilasetat dalam air adalah 1: 15 sedangkan kelarutan

kloroform dalam air adalah 1: 200. Berdasarkan sifat kelarutan tersebut di

atas dapat dikatakan bahwa etilasetat bersifat lebih polar dibandingkan

kloroform atau lebih tepatnya bersifat semipolar. Demikian juga dengan

penambahan isopropanol (9:1) pada etilasetat dapat menarik larutan

tersebut ke arah polar ternyata menjadikan morfin yang berada pada

keadaan isoelektrik menjadi lebih banyak tertarik ke dalam fase organik

tersebut.

Persentase perolehan kembali kadar morfin dalam urin simulasi adalah 92,31

; 93,14 ; dan 89,68% dengan simpangan baku dan koefisien variasi masing-

masing sebesar 2,55 dan 2,78.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. (2011, 11 18). Dinas Kesehatan Kota Balikpapan. Retrieved juni 3, 2012, from UPTt Laboratorium Dan Radiologi: http://teknik-pengumpulan-sampel-urine.html

Hites, R. (n.d.). Gas Chromatography Mass Spectrometry.

MARTONO, S., MEIYANTO, E., & HAKIM, A. (n.d.). Retrieved juni 3, 2012, from ANALISIS KLINIK: http://edymei.blog.ugm.ac.id

N. M., S., & Suryadhi, M. A. (2007). Penentuan Kuantitatif Morfin Dalam Urin. Jurnal Kimia , 67-79.

Werner, E. (1997). Feasibility of ICP-MS for the assessment of uranium excretion in urine. Journal of Radioanalytical and Nuclear Chemistry , 201-203.

Wirawan, R., Immanuel, S., & Dharma, R. (2012). Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin. Retrieved juni 3, 2012, from makroskopik-mikroskopik-urin.html: http://makroskopik-mikroskopik-urin.html

www.wikipedia.com