micro environment disturbance (med) pada skizofrenia

Upload: muhammad-achin-yasin

Post on 08-Mar-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SKIZOFRENIA

TRANSCRIPT

Tugas I:

MICRO ENVIRONMENT DISTURBANCE (MED) PADA SKIZOFRENIA

I.PendahuluanKonsep gangguan jiwa menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia, edisi III, adalah sindrom perilaku atau psikologis yang signifikan secara klinis atau pola yang muncul pada seorang individu dan berhubungan dengan distres masa sekarang atau disabilitas atau dengan meningkatnya risiko kematian, nyeri, disabilitas atau kehilangan penting kebebasan secara signifikan.

Konsep disabilitas adalah keterbatasan/kekurangan kemampuan untuk melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat personal, yaitu melakukan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil) (PPDGJ III).

Gangguan jiwa, adalah kegagalan adaptasi (mal adaptation) dari jiwa seseorang terhadap berbagai pembangkit stres (stressor) dengan intensitas yang cenderung meningkat dan terjadi secara terus menerus (A.S. Munandar, 2004). Bertolak dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor utama untuk munculnya gangguan jiwa di tempat kerja (gangguan jiwa akibat kerja) adalah stres kerja. Dengan demikian stres kerja merupakan variabel antara untuk timbulnya gangguan jiwa akibat kerja, yang didahului oleh faktor-faktor internal individu maupun faktor eksternal yang terdapat dalam lingkungan pekerjaan.

Skizofrenia (istilah ini perama kali diperkenalkan oleh Eugen Bleuler, seorang psikiater Swiss) adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata dan autisme. Meskipun demikian, memiliki kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu (Arif Mansjoer, dkk, 2001). Penyakit ini ditandai dengan delusi, halusinasi, perilaku yang secara sosial tidak dapat diterima dan atau asosiasi yang tidak adekuat disebut gejala positif. Kekurangan motivasi dan emosi juga sering kali terjadi disebut gejala negatif. Pada beberapa pasien, gejala positif yang mendominasi (tipe I) dan pada pasien lainnya gejala negatif yang mendominasi (tipe II) (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).

Prevalens rate skizofrenia pada populasi umum adalah 1 %, saudara kandung 8%, kembar non identik 18 %, kembar identik 48 %, salah satu orang tua 13 % dan kedua orang tua 45 %. Prevalensinya sama pada kedua jenis kelamin, pada laki-laki dapat muncul lebih awal (pada usia 10-20 tahunan) sedang pada perempuan pada usia 20-30 tahunan (WF. Maramis, 2001; Harold I. Kaplan; Benjamin J. Sadock; Jack A. Grebb, 2002).II.Faktor Risiko/Etiologi Skizofrenia Akibat KerjaPenyebab pasti skizofrenia belum diketahui, diketemukan kelainan pada area otak tertentu (sistem limbik, korteks frontal dan basal ganglia) namun tidak khas. Pendapat lain menyebutkan bahwa terjadi aktivitas Dopamin yang berlebihan, dilaporkan juga bahwa kadar 5-hydroxyindoleacetic acid menurun pada skizofrenia kronis. Faktor genetik (delesi pada kromosom nomor 1, 15 dan 22) dan faktor psikososial juga memegang peranan penting. Dengan demikian etiologinya merupakan kombinasi antara biologis (genetik), psikologis, fisiologis dan lingkungan (Arif Mansjoer, dkk, 2001; Harold I. Kaplan; Benjamin J. Sadock; Jack A. Grebb, 2002).III.Micro Environment Disturbance (MED) Pada SkizofreniaKonsep gangguan jiwa adalah sindrom perilaku atau psikologis yang signifikan secara klinis atau pola yang muncul pada seorang individu dan berhubungan dengan distres masa sekarang. Dari pernyataan ini, dapat dirumuskan bahwa di dalam konsep gangguan jiwa, didapatkan butir-butir :

1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa :

a. Sindrom atau pola perilaku

b. Sindrom atau pola psikologik

2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), antara lain dapat berupa : rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dan lain-lain.3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dan lain-lain) (PPDGJ III).Terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi Micro Environment Disturbance (MED)/gangguan lingkungan mikro/molekuler intermediate phenotype pada Skizofrenia. Jikapun ada, itu merupakan gangguan fisiologis karena mekanisme penyakit itu sendiri, yaitu berupa : penurunan aliran darah dan ambilan glukosa, terutama di korteks prefrontalis, dan pada pasien tipe II juga terdapat penurunan jumlah neuron (penurunan jumlah substansia grisea). Selain itu, migrasi neuron yang abnormal selama perkembangan otak secara patofisiologis sangat bermakna (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).

Atrofi penonjolan dendrit dan sel piramidal celah ditemukan di korteks prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dendrit mengandung sinaps glutamatergik; sehingga transmisi glutamatergiknya terganggu. Selain itu, pada area yang terkena, pembentukan GABA dan atau jumlah neuron GABA ergik tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel piramidal menjadi berkurang (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).

Makna patofisiologis yang khusus dikaitkan dengan dopamin; availibilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan dapat menimbulkan gejala skizofrenia, dan penghambat resepror dopamine D2 telah sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia. Di sisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan di korteks prefrontalis, dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia, seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin yang meningkat dan hal ini tidak memiliki efek patogenetik (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).

Dopamin berperan sebagai transmiter melalui beberapa jalur :

Jalur dopaminergik ke sistem limbik (mesolimbik); dan

ke korteks (sistem mesokorteks) mungkin penting dalam perkembangan skizofrenia.

Pada sistem tubuloinfundibular, dopamin mengatur pelepasan hormon hipofisis (terutama penghambatan pelepasan prolaktin)

Dopamin mengatur aktivitas motorik pada sistem nigrostriatum (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).

Pelepasan dan kerja dopamin ditingkatkan oleh beberapa zat yang meningkatkan perkembangan skizofrenia. Jadi, pengobatan dopaminergik pada penyakit parkinson dapat menimbulkan gejala skizofrenia. Sebaliknya, zat antidopaminergik dapat mengurangi skizofrenia. Penggunaan antagonis dopamin untuk jangka lama pada pasien dengan skizofrenia dapat menyebabkan diskinesia tardif, akibat dari kerja zat ini pada striatum. Komplikasi ini dapat membatasi terapi skizofrenia. Serotonin mungkin juga berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia. Kerja serotonin yang berlebihan dapat menyebabkan halusinasi, dan banyak obat antipsikotik akan menghambat reseptor 5 HT (Silbernagl S., dan Lang F., 2002).

Gambar 1 : Patofisiologi Skizofrenia, diambil dari Silbernagl S., dan Lang F.,

2002IV.Kesimpulan

1. Konsep gangguan jiwa adalah sindrom perilaku atau psikologis yang signifikan secara klinis atau pola yang muncul pada seorang individu dan berhubungan dengan distres masa sekarang.

2. Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata dan autisme.3. Micro Environment Disturbance (MED)/gangguan lingkungan mikro/molekuler intermediate phenotype pada Skizofrenia, antara lain adalah :a. Penurunan aliran darah dan ambilan glukosa, terutama di korteks prefrontalis.

b. Penurunan jumlah neuron (penurunan jumlah substansia grisea).c. Migrasi neuron abnormal selama perkembangan otak secara patofisiologis.

d. Atrofi penonjolan dendrit dan sel piramidal celah pada korteks prefrontalis dan girus singulata.e. Availibilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan.

f. Penurunan reseptor D2 pada korteks prefrontalis.

Daftar Pustaka

Adams RD, Viktor M. 1997. Principles of Neurology 6th ed, New York Mc Graw-Hill.

Ali, Ibrahim. 2010. Toleransi Fisiologi Adaptasi terhadap Pola Shift Kerja Kajian Tentang Kadar Catecholamine dan Cortisol Urine pada Perawat yang Bekerja Shift di RS Casa Medical Centre Batam Disertasi, tidak diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana Ilmu Kedokteran Unhas.Caron, J., Lecomte, Y., Stip, E., & Renaud, S. (2005). Predictors of quality

of life in schizophrenia. Community Mental Health Journal, 41, 399-417.Chien, W. T., Chan, S., Morrissey, J., & Thompson, D. (2004). Effectiveness of a mutual support group for families of patients with schizophrenia. Journal of Advanced Nursing, 51, 595-608.Fraser, T.M. 1985. Stress & Kepuasan Kerja, PT. Pustaka Binaman Pressindo, LPPM, Jakarta.Frazer A, Molinoff PB, Winokur A. 1993. Biological Basic of Brain Function and Disease. 2nd ed. Raven Press. New York.Friedrich, R. M., Lively, S., & Rubenstein, L. M. (2008). Siblings coping strategies and mental health services: A national study of siblings of persons with schizophrenia. Psychiatric Services, 59, 261James, A. (2008, September). Schizophrenia: A case of nature or nurture?. Mental Health Today, Retrieved October 15, 2008, from CINAHL with Full Text database.Jayaratnam J., and Koh, David. 1996. Texbook of Occupational MedicinePractice.: World Scientific publishing Co. Pte. Ltd: Singapore.Kandel ER, Schwarzt JH, Jessel TM, eds.1992. Principles of Neural Science, 3rd ed Stanford, Appleton & Lange.

Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., Grebb, Jack A., Sinopsis psikiatri.

Alih Bahasa Widjaja Kusuma. 2002. Edisi ketujuh. Jakarta. Binarupa Aksara.Kolb L.C., Brodie H.K.H. Modern Clinical Psychiatry. 1982. Tenth edition. Igakushorin/Saunders international Edition.Mansjoer, Arief (Ed), dkk 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Media Aesculapius. Jakarta.Maramis W.F., 2001. Ilmu kedokteran Jiwa. Cetakan IX. Airlangga UniversityPress; Surabaya.

Maslim, R. 2000. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Jakarta. Miner, Ganster, D. C., Fusilier, M. R., & Mayes, B. T. 1992. Role of social

support in the experience of stress at work. Journal of Applied Psychology, 71 (1): 102-110.

Munandar, A.S.2001. Stres dan keselamatan kerja. Dalam Psikologi Industri dan Organisasi. UI Press, Jakarta.

Netter FH, The Ciba Collection of Medical Illustrations Vol. 3 Digestive System, Parts I-III Ciba Pharmaceutical Co, 1999.

Seward J.P. Occupational stress. In: La Dou Joseph (editor). 1990. Occupational medicine. Prentise Hall International Ins. Connecticut.

Silbernagl S., dan Lang F. 2002. Patofisiologi, Teks dan Atlas Bergambar,

Penerbit EGC, Jakarta.

Sleisenger MH, Fordtran JS. 1998. Gastrointestinal Disease. Vol 1 and 2, 5th ed. Philadelphia, Saunders.

Sutherland V.J., and Cooper C.L. 1990. Understanding stress: A psychological perpective for health profesionals. First edition. champan and Hall, Bristol-Britain.Titik Haryani. 2008. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stress Kerja

Pada Tenaga kesehatan Di Rumah Sakit Islam Surakarta. Tesis tidak

diterbitkan. Yogjakarta: Program Pascasarjana UGM.Townsend, M.C. (2008). Essentials of Psychiatric mental health nursing: Concepts of care in evidence-based practice (4th ed.). Philadelphia: F.A. Davis.Townsend, M.C. (2008). Nursing diagnoses in psychiatric nursing: Care plans and psychotropic medications (7th ed.). Philadelphia: F.A. Davis.Wantoro, Bing. 1996. Analisis hubungan stresor kerja dengan gejala gangguan kesehatan jiwa pada karyawan pengawas perbankan sebuah bank di Jakarta. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta. Program Pasca Sarjana, Program Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Kekhususan Hiperkes Medis, UI.Wilson, M. (2007). Cognitive behavioral therapy for risk management in schizophrenia. NursingZenz, Carl., Dickerson, O. Bruce., Horvath, Edward P.1994. Occupational Medicine. Third edition. Mosby. Boston-Chicago-London.

Biddokkes Polda Sulsel. 2011. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan

Berkala personel di Polda Sulsel TA. 2010, Naskah tidak dipublikasikan, Makassar.

Fakultas Psikologi UI. 2006. Laporan penelitian pengembangan sistem rekrutmen Bintara Polri, UI Press, Jakarta.

LM-FEUI dan Set DSM Polri.Reformasi berkelanjutan institusi Kepolisian

Republik Indonesia bidang sumber daya manusia, 2006. UI Press,

Jakarta.

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Surat Keputusan

Kapolri No. Pol. : SKEP/212/IV/2004, tentang Pedoman penerimaan

Taruna AKPOL

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Surat Keputusan

Kapolri No. Pol. : SKEP/213/IV/2004, tentang Pedoman penerimaan

Perwira Polri Sumber SarjanaMarkas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/214/IV/2004, tentang Pedoman penerimaan Bintara Polri

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Surat Keputusan

Kapolri No. Pol. : SKEP/977/XII/2004, tentang Pedoman administrasi

pembinaan karir anggota Polri

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Surat Keputusan

Kapolri No. Pol. : SKEP/992/XII/2004, tentang Pedoman hak-hak

pegawai negeri sipil Polri

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Surat Keputusan

Kapolri No. Pol. : SKEP/997/XII/2004, tentang Pedoman administrasi

dewan pertimbangan karir anggota Polri

Undang-undang No. 2 tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

0