modul 4_manusia sebagai mahluk individu dan sosial

64
100 MODUL 4 MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU DAN MAHLUK SOSIAL Pendahuluan Modul ini diberi judul “Manusia sebagai Mahluk Individu dan Mahluk sosial”. Modul ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan manusia sebagai seorang individu yang memiliki kekhasannya masing-masing dan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dengan lingkungannya. Manusia sebagi makhluk individu memiliki identitas tersediri yang berbeda dengan manusia lainnya. Perbedaan ini meliputi berbagai aspek kehidupan yang melekat kepadanya. Sebagai mahluk sosial dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat-akibat hubungan antara manusia dan lingkungannya. Fungsi Manusia Sebagai Mahluk Individu dan Sosial juga menjadi salah satu bahasan dalam modul ini. Dimana sepanjang peradaban manusia, tidak dapat dibuktikan bahwa manusia dapat hidup sendiri, tanpa kawan, tanpa komunikasi. Pada dasarnya terdapat dua keinginan pokok yang mendorong manusia untuk hidup mengelompok yaitu

Upload: diaz-xboy

Post on 06-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Modul 4_Manusia Sebagai Mahluk Individu Dan Sosial

TRANSCRIPT

140

MODUL 4Manusia SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU

DAN MAHLUK SOSIALPendahuluan

Modul ini diberi judul Manusia sebagai Mahluk Individu dan Mahluk sosial. Modul ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan manusia sebagai seorang individu yang memiliki kekhasannya masing-masing dan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dengan lingkungannya. Manusia sebagi makhluk individu memiliki identitas tersediri yang berbeda dengan manusia lainnya. Perbedaan ini meliputi berbagai aspek kehidupan yang melekat kepadanya. Sebagai mahluk sosial dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat-akibat hubungan antara manusia dan lingkungannya.Fungsi Manusia Sebagai Mahluk Individu dan Sosial juga menjadi salah satu bahasan dalam modul ini. Dimana sepanjang peradaban manusia, tidak dapat dibuktikan bahwa manusia dapat hidup sendiri, tanpa kawan, tanpa komunikasi. Pada dasarnya terdapat dua keinginan pokok yang mendorong manusia untuk hidup mengelompok yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dan keinginan menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

Hak dan kewajiban manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial menjadi penting juga untuk dibahas dalam modul ini. Manusia lahir dengan kebutuhan-kebutuhan yang harus mereka penuhi. Mereka kemudian memperoleh dan mengembangkan sejumlah besar kebutuhan lain yaitu kebutuhan sosial dan egoistis.Interaksi sosial membahas tentang manusia yang berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial, baik yang kecil seperti misalnya kelompok keluarga, kelompok siswa-siswa di sekolah, ataupun kelompok-kelompok yang besar seperti umpamanya masyarakat desa, masyarakat kota, bangsa, dan lainSetelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat memahami dan mampu menjelaskan secara lebih terperinci tentang hal-hal berikut.

1. Pengertian Individu dan Masyarakat.2. Fungsi Manusia Sebagai Mahluk Individu dan Sosial.

3. Hak dan Kewajiban Manusia sebagai Mahluk Individu dan Sosial.

4. Interaksi Sosial.

Kegiatan tersebut sebelumnya ini merupakan landasan atau dasar bagi Anda dalam mempelajari modul berikutnya. Tingkat penguasaan Anda dalam Modul 3 ini akan sangat menentukan pencapaian Anda dalam modul-modul berikutnya. Oleh karena itu, kesungguhan dan ketekunan Anda dalam mempelajari Modul 3 ini sangat dituntut.

Sebelum mengerjakan Tes Formatif, Baca dengan cermat setiap uraian, catat kata-kata kunci dari setiap bagian, kerjakan latihan secara disiplin dan cocokkan kata-kata kunci yang telah anda catat dengan rangkuman. Jika petunjuk ini Anda ikuti dengan cermat, mempelajari Modul ini akan menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi Anda dan Anda pasti berhasil.

Selamat Belajar, Semoga Anda Sukses!

Manusia sebagai makhluk individu

dan makhluk sosial

1. Pengertian Individu dan Masyarakat

Pada dasarnya manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna kejadiannya. Manusia diciptakan oleh Allah dengan berbagai perangkat kelengkapannya yang kompleks. Kesempurnaan kejadian manusia difirmankan oleh Allah dalam Surat At Tiin ayat 5, yang artinya: Sungguh Kami ciptakan manusia itu dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Harus diakui dan disyukuri bahwa kejadian manusia dilihat dari dimensi apapun apabila dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan Allah, maka keberadaan wujud manusia sungguh teramat baik. Selain itu keberadaan fisik manusia juga mengandung unsur-unsur keindahan. Meurut teori keindahan suatu benda dikatakan indah kalau mengandung setidaknya 3 unsur, yaitu contrast (pertentangan), simetry (keserasian), dan balance (keseimbangan)

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah memenuhi semua unsur tersebut. Secara anatomis mulai dari bentuk dan ukuran kepala badan, tangan dan kaki tidak ada yang terlepas dari unsur-unsur keindahan tersebut. Kepala dengan ukuran yang tentatif bagi setiap orang mengandung ketiga unsur keindahan, sehingga dapat menampakkan wajah seseorang memiliki daya tarik pada orang lain. Unsur kontras atau pertentangan ditampakkan antara lain dalam: rambut, mata, gigi, bahkan bentuk wajah. Sedangkan simetri dan keseimbangan terdapat pada keberadaan mata, telinga, hidung, dan lainnya.

Bentuk kontras dari rambut misalnya, masing-masing rambut yang tumbuh di tubuh manusia ternyata memiliki tingkat pertumbuhan yang kontras antara satu dan lainnya. Rambut di kepala ternyata bisa tumbuh dengan subur dan bisa memanjang. Sementara rambut lainnya seperti, alis, bulu mata, kumis, dan jenggot tidak bisa tumbuh memanjang sebagaimana rambut di kepala. Hal ini merupakan indikator dari kekontrasan rambut manusia, sehingga membuat penampilan manusia menjadi indah. Kita bisa bayangkan seandainya rambut alis, bulu mata bisa memanjang seperti rambut di kepala, maka hal ini tentu akan mengurangi kualitas keindahan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah.

Mata manusia mengandung unsur kekontrasan pula, yaitu dengan bola mata yang berwarna-warna. Manusia Indonesia dianugerahi oleh Allah bola mata berwarna putih dan hitam. Dengan kekontrasan warna bola mata seperti ini menjadikan penampakan wajah manusia menjadi indah pula. Bisa dibayangkan bagaimana seandainya bola mata manusia itu tidak mengandung kekontrasan, misalnya hanya berwarna hitam saja, atau sebaliknya hanya berwarna putih saja ?. Kalau ada manusia yang memiliki bola mata dengan hanya satu warna saja, maka penampilannya tidak lagi akan memiliki nilai keindahan, mungkin sebaliknya yaitu bisa menakutkan kepada manusia lainnya.

Nilai keindahan seperti dicontohkan di atas akan menjadi lebih konkrit jika ditambah dengan adanya unsur simetri dan keseimbangan. Bola mata ada dua biji, telingga juga dua bagian seimbang dan simetry, hidung walaupun satu tetapi lobangnya dua dan menghadap ke bawah, kesemuanya melengkapi betapa manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang indah. Keberadaan tangan dan kaki juga demikian. Unsur keindahannya berupa kontras sangat tampak sekalipun banyak manusia yang kurang menyadari. Coba perhatikan bagaimana pertentangan yang terjadi antara langkah kaki dan ayunan tangan ketika seseorang sedang berjalan?. Ketika kaki kanan melangkah ke depan, ternyata secara reflektif diikuti oleh ayunan tangan kiri yang ke depan, dan sebaliknya. Dengan gerakan reflektif seperti ini menjadikan penampilan manusia dalam berjalan tampak serasi dan indah. A. Manusia Sebagai Makhluk Individu

Manusia sebagi makhluk individu memiliki identitas tersediri yang berbeda dengan manusia lainnya. Perbedaan ini meliputi berbagai aspek kehidupan yang melekat kepadanya. Mulai dari ukuran bentuk fisik, wajah, sifat, sampai pada identitas yang paling umum yaitu nama. Kalau ada nama yang sama antara satu individu dengan individu lainnya itu bukan berarti bahwa di antara kedua manusia tersebut benar-benar sama atau identik. Nama yang sama yang dimiliki oleh masing-masing individu sifatnya hanyalaha kebetulan saja.

Adakalanya seseorang agak sulit membedakan di antara dua orang yang kembar siam. Mana yang lebih tua atau sebaliknya. Sepintas kalau diamati mungkin di antara keduanya sepertinya tidak terdapat suatu perbedaan yang signifikan. Namun sebagai makhluk individu yang merupakan sunnatullah, pasti di antaranya memiliki perbedaan. Kondisi seperi ini sebenarnya sekaligus juga mengingatkan kepada manusia bahwa Allah itu betapa maha kuasa, maha besar, maha pencipta makhluk yang takkan pernah kehabisan bentuk-bentuk wajah baru. Bisa dibayangkan manusia di dunia yang sudah hampir mencapai dua milliar, tidak ada satupun yang memiliki wajah sama, baik di antara sesam lelaki maupun perempuan. Ketidak samaan tersebut juga sebagai kodrati yang membuat kehidupan manusia menjadi harmoni dan serasi dalam keseimbangan. Bagaimana kira-kira kehidupan di dunia ini seandainya ada manusia yang benar-benar sama antara satu dengfan lainnya, terlebih lagi jika berjumlah banyak. Mungkin bisa terjadi istri orang akan diakui sebagai istrinya, dan sang istripun tidak menolak karena yang mengaku tersebut benar-benar identik dengan suami yang sedang tidak berada di sampingnya.Manusia sebagai mahluk individu memiliki unsur jasmani dan rokhani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut lagi sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jamani dan rokhaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.

Bila seseorang hanya tinggal raga, fisik, atau jasmaninya saja, maka dia tidak dikatakan sebagai individu. Jadi pengertian manusia sebagai mahluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada dalam diri individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan rokhnaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, keutuhan raga dan jiwanya.Seorang individu adalah perpaduan antara faktor genotip dan fenotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Secara fisik seseorang memiliki kemiripan atau kesamaan cirri dari orang tuanya, kemiripan atau persamaan itu mungkin saja terjadi pada keseruluhan penampilan fisiknya, bisa juga terjadi pada bagian- bagian tubuh tertentu saja. Kita bisa melihat secara fisik bagian tubuh mana dari kita yang memiliki kemiripan dengan orang tua kita. Ada bagian tubuh kita yang mirip ibu atau ayah, begitu pula mengenai sifat atau karakter kita ada yang mirip seperti ayah dan ibu.Kalau seorang individu memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukkan karateristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya, baik itu lingkungan buatan seperti tempat tinggal (rumah) dan lingkungan. Sedangkan lingkungan yang bukan buatan seperti kondisi alam geografis dan iklimnya.Karakteristik yang khas dari seseorang ini sering kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang membedakan dirinya dengan yang lain. Kepribadian seseorang itu dipengaruhi faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus menerus. Polak (1979) menjelaskan bahwa kepribadian adalah keseluruhan sikap, kelaziman, pikiran dan tindakan, baik biologis maupun psikologis, yang dimiliki oleh seseorang dan berhubungan dengan peranan dan kedudukannya dalam berbagai kelompok dan mempengaruhi kesadaran akan dirinya. Meskipun dalam pengertian tersebut Mayor Polak tidak memasukkan faktor lingkungan sebagai bagian dari kepribadian, namun dalam pembahasannya dia mengatakan bahwa pembentukkan kepribadian diantaranya dipengaruhi oleh masukan lingkungan sosial (kelompok), dan lingkungan budaya (pendidikan).Menurut Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fisikal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukkan karateristik yang khas dari seseorang.B. Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Manusia pada umumnya, dilahirkan seorang diri; namun demikian mengapa hidupnya harus bermasyarakat? Seperti diketahui, maka manusia pertama yaitu Adam telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia yang lain yaitu istrinya yang bernama Hawa. Banyak cerita-cerita tentang manusia yang hidup menyendiri seperti misalnya cerita Robinson Crousoe yang diceritakan sebagai manusia yang hidup sendiri. Akan tetapi pengarangnya tak dapat membuat suatu penyelesaian tentang hodup seorang diri tadi, karena kalau dia mati maka berarti bahwa riwayatnya pun akan habis pula. Maka kemudian muncullah tokoh Friday sebagai teman Robinson Crousoe. Walaupun temannya pria itu juga, namun hal itu membuktikan bahwa pengarang sudah mempunyai perasaan tentang kehidupan bersama antar manusia. Begitu pula tokoh tarzan di dalam film yang diberi pasangan seorang wanita sebagai teman hidupnya, yang kemudian berketurunan pula, dan seterusnya.

Apabila kita membaca cerita-cerita dari dunia wayang maka tokoh-tokoh seperti arjuna yang sering bertapa dan menyendiri pada akhirnya akan kembali pada saudara-saudaranya. Bertapa dan menyendiri itu, hanyalah untuk semntara waktu saja, dan bersifat temporer.

Memang apabila manusia dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lainnya seperti misalnya hewan, dia tak akan dapat hidup sendiri. Seekor anak ayam misalnya, walaupun tanpa induknya, mampu untuk mencari makan sendiri; demikian pula hewan-hewan lainnya seperti kucing, anjing, harimau, gajah, dan sebagainya. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya, harus diajar makan, berjalan, bermain-main, dan lain sebagainya; jadi sejak lahirnya, manusia berhubungan dengan manusia lainnya. Lagi pula, manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup untuk dapat hidup sendiri. Harimau misalnya, diberi kuku dan gigi yang kuat untuk mencari makan sendiri; burung diberi sayap untuk dapat terbang jauh. Katak diberi alatalat khusus untuk hidup di darat maupun di tempat-tempat berair; ikan diberi alat-alat khusus untuk dapat hidup di air. Akan tetapi manusia tidak demikian; alat-alat fisiknya tidak sekuat hewan, akan tetapi dia diberi alat-alat untuk bertahan yang sangat ampuh dan istimewa yakni jauh lebih sempurna daripada alat-alat fisik hewan, yaitu fikiran. Fikiran tadi tak dapat secara langsung digunakan sebagai alat hidup, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk mencari alat-alat materiil yang diperlukan untuk kehidupan.

Hewan-hewan seperti sapi, kedelai, kuda sanggup hidup di udara dingain tanpa pakaian. Manusia tak mungkin kan tahan sehingga dengan mempergunakan daya fikirannya dia menciptakan pakaian untuk melindungi diri terhadap terik matahari, hujan dan uadar dingin. Dalam menghadapi alam sekeliling, manusia harus hidup berkawan dengan manusia-manusia lain dan pergaulan tadi mendatangkan kepuasan bagi jiwanya. Pabila manusia hidup sendirian, misalnya dalam keadaan terkurung di dalam sebuah ruangan yang tertutup sehingga dia tidak dapat mendengarkan suara orang lain atau tidak dapat melihat orang lain, maka terjadi gangguan dalam perkembangan jiwanya. Naluri dari manusia untuk selalu hidup dengan orang lain, disebut gregariousness dan karena itu manusia disebut juga sosial animal (hewan sosial, hewan yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama).

Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang agaknya paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat-akibat hubungan tadi. Reaksi tersebutlah yang menyebabkan tindakan seseorang menjadi bertambah luas. Misalnya, kalau orang menyanyi dia perlu reaksi, entah yang berwujud pujian atau celaan yang merupakan dorongan bagi tindakan-tindakan selanjutnya. Di dalam memberikan reaksi tersebut ada suatu kecenderungan manusia untuk memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain. Mengapa? Oleh karena sejak dilahirkan, manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu:

1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya (masyarakat)

2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam disekelilingnya

Untuk dapat menghadapi dan menyesaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut di atas, manusia mempergunakan fikiran, perasaan, atau kehendaknya. Di dalam menghadapi alam sekelilingnya seperti udara yang dingin, alam yang kejam dan lain sebagainya, maka manuia menciptakan rumah, pakaian, dan lain-lain. Manusia juga harus makan, agar badannya tetap sehat, untuk itu dia dapat mengambil makanan sebagai hasil dari alam sekitar, dengan mempergunakan akalnya. Di laut, manusia akan menjadi nelayan untuk menangkap ikan; apabila alam sekitarnya hutan, maka manusia akan berburu untuk mencari makanannya. Kesemuanya itu menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau sosial-group di dalam kehidupan manusia ini, karena manusia tak mungkin hidup sendiri. Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbale-balik yang saling pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong menolong. Akan tetapi timbul satu pertanyaan, yaitu apakah setiap himpunan manusia dapat dinamakan kelompok sosial? Untuk itu diperlukan beberapa persyaratan tertentu, antara lain:

1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.

2. ada hubungan timbale balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya, dalam kelompok itu.

3. ada suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama, dan lain-lain. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama misalnya, dapat pula menjadi faktor pengikat/pemersatu.

4. berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.

Selama manusia hidup ia tidak akan lepas dari pengaruh masyarakat, di rumah, di sekolah, dan di lingkungan yang lebih besar manusia tidak lepas dari pengaruh orang lain. Oleh karena itu manusia dikatakan sebagai mahluk sosial, yaitu mahluk yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain.

Menurut kodratnya manusia adalah mahluk sosial atau mahluk yang bermasyarakat, selain itu juga diberikan kelebihan yaitu berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai mahluk sosial, manusia selalu hidup bersama diantara manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, oleh karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya.Dalam konteks sosial yang disebut masyarakat, setiap orang akan mengenal orang lain oleh karena itu perilaku manusia selalu terkait dengan orang lain. Perilaku manusia dipengaruhi orang lain, ia melakukan sesuatu dipengruhi faktor dari luar dirinya, seperti tunduk pada aturan, tunduk pada norma masyarakat, dan keinginan mendapat respon posistif dari orang lain (pujian).

Manusia dikatakan sebagai mahluk sosial, juga dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (sosial need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk mencari kawan atau teman. Kebutuhan untuk berteman dengan orang lain, sering kali didasari atas kesamaan ciri atau kepentingannya masing-masing. Misalnya, orang kaya cenderung berteman lagi dengan orang kaya. Orang yang berprofesi sebagai artis, cenderung untuk mencari teman sesama artis lagi. Dengan demikian, akan terbentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang didasari oleh kesamaan ciri atau kepentingan.2. Fungsi Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial

Sepanjang peradaban manusia, tidak dapat dibuktikan bahwa manusia dapat hidup sendiri, tanpa kawan, tanpa komunikasi. Pada dasarnya terdapat dua keinginan pokok yang mendorong manusia untuk hidup mengelompok yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dan keinginan menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan :

1) Menyimpang dari norma kolektif ; terjadi bila kepribadian individu tidak dominan sedangkann dia tidak mampu atau tidak mau menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2) Kehilangan individualitasnya (resesif) ; terjadi bila kepribadian individu tersebut lemah dan takluk terhadap lingkungannya.

3) Mempengaruhi masyarakat (dominan) ; terjadi bila kepribadian individu kuat dan mampu mempengaruhi dan menaklukkan lingkungannya.

Satuan terkecil dari kehidupan sosial individu adalah keluarga, yang juga merupakan unsur terpenting pembentuk masyarakat. Keluarga merupakan salah satu cermin peran dimana manusia merupakan individu yang juga memiliki tanggungjawab sekaligus fungsi sebagai makhluk sosial.

Keluarga merupakan satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhkluk sosial, yang ditandai adanya kerjasama ekonomi. Fungsi keluarga menurut Goode (1985) antara lain :

1) pengaturan seksual

2) reproduksi

3) sosialisasi [Charlotte Buchler] : proses yang membantu individu melaslui belajar dan menyesuaikan diri bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya, agar ia dapat berfungsi dan berperan dalam kelompoknya.] karena manusia dalam evolusinya lebih tergantung pada kebudayaan dan bukan pada naluri atau insting.

4) pemeliharaan

5) penempatan anak di dalam masyarakat

6) pemuas kebutuhan perseorangan

7) kontrol sosial yang berfungsi dalam mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai masyarakat melalui peran sosial anggota keluarga, berupa ketidaksediaan anggota keluarga untuk bergaul dengan orang yang mereka anggap telah melanggar norma-norma masyarakat

Seiring perkembangan jaman, nilai-nilai ideal keluarga mengalami perubahan. Modernisasi, industrialisasi, kemamkmuran dalam system kapitalisme liberal merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan nilai keluarga dalam masyarakat. Soerjono (2010) mengingatkan bahwa mobilitas penduduk yang semakin tinggi, nilai-nilai yang berubah, kontrak sosial yang longgar, manusia yang semakin individualistik, meripakan tantangan bagi keluarga masa kini dan yang akan datang.

3. Hak dan Kewajiban Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial

Kolektivitas pada manusia disamping bersifat rohaniah, juga karena nalar, menimbulkan kesadaran berbagi peranan dalam hidup berkelompok sehingga perjuangan hidup menjadi ringan. Menurut Durkheim (dalam Soerjono, 1990) kebersamaannya dapat dinilai sebagai mekanistis, merupakan solidaritas organis yaitu atas dasar saling mengatur. Selain kepentingan individu, diperlukan suatu tata hidup yang mengamankan kepentingan komunal demi kesejahteraan bersama, yang disebut sebagai pranata sosial atau abstraksi yang lebih tinggi lagi dinamakan kelembagaan/ institusi.

Pranata sosial, perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal seta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pada intinya lembaga kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Wujud kongret lembaga kemasyarakatan adalah asosiasi.

Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan :

a. dari sudut perkembangannya :

Crescive institutions : lembaga-lembaga primer, misal hak milik, perkawinan.

Enacted institutions : lembaga yang sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tertentu, misal lembaga utang piutang, lembaga pendidikan

b. dari sudut sistem nilai yang diterima masyarakat :

basic institutions : lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat, misal keluarga, sekolah, negara.

Subsidiary institutions : lembaga kemasyarakatan yang dianggap kurang penting, misal kegiatan-kegiatan rekreasi.

c. dari sudut penerimaan masyarakat :

sosial sanctioned institutions : lembaga yang diterima masyarakat, misal lembaga dagang, sekolah.

sosial unsanctioned institutions : lembaga yang ditolak oleh masyarakat, misal kelompok penjahat, pencuri

d. dari sudut penyebarannya :

general institutions, dikenal oleh semua masyarakat dunia, misal agama

restricted institutions, dianut oleh masyarakat tertentu,misalnya Islam, Kristen.

e. dari sudut fungsinya :

operative institutions : berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, misal lembaga industri

regulative institutions : berfungsi untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembsaga itu sendiri, misal kejaksaan, pengadilan.

Tiga asumsi berkaitan dengan perilaku manusia :

1) Pandangan tentang sebab akibat (causalitas), bahwa perilaku manusia itu ada sebabnya, sebagaimana perilaku benda-benda alam yang disebabkan oleh kekuatan yang bergerak pada benda-benda tersebut.

2) Pandangan tentang arah atau tujuan (directedness), yaitu bahwa perilaku manusia tidak hanya disebabkan oleh sesuatu, tetapi juga menuju ke arah sesuatu, atau mengarah pada tujuan tertentu.

3) Konsep tentang motivasi (motivation), yang melatarbelakangi perilaku, yang dikenal sebagai suatu desakan atau keinginan atau kebutuhan, atau dorongan.

Manusia lahir dengan kebutuhan-kebutuhan fisik. Mereka kemudian memperoleh dan mengembangkan sejumlah besar kebutuhan lain yaitu kebutuhan sosial dan egoistis. Kebutuhan psikologis yang baru timbul ini dapat dianggap perkembangan dari :

1) Kebutuhan-kebutuhan fisik

2) Sistem syaraf dan tubuh

3) Ketergantungan kepada orang lain.

Anak bergantung pada orang-orang dewasa. Orang-orang dewasa dapat membuat ketergantungan itu cenderung memuaskan atau justru cenderung menimbulkan frustasi. Kepuasan mengembangkan kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan sosial, sedangkan frustasi mengembangkan kebutuhan-kebutuhan akan rasa tak aman, permusuhan dan egoistis.tetapi kebutuhan yang berlangsung pada orang dewasa mungkin berbeda, karena ada kecenderungan untuk membentuk suatu hierarkhi, dengan kebutuhan fisik mengambil tempat utama apabila mereka sangat terancam. Tetapi apabila secara fisik kita merasa aman, maka kebutuhan sosial diikuti oleh kebutuhan egoistis, dan kemudian diikuti oleh kebutuhan aktualisasi diri, akan menjadi kebutuhan-kebutuhan yang harus dipuaskan.

Beberapa teori yang menjelaskan latar belakang perilaku individu diantaranya :

1) Teori Stimulus-Respon (Watson) menyatakan bahwa obyektifitas perilaku individu hanya berlaku pada perilaku yang nampak. Setiap perilaku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan terhadap rangsang, karena itu rangsangan mempengaruhim tingkah laku, bahkan menentukan tingkah laku tersebut.

2) Teori sikap, dalam hal ini sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertingkahlaku tertentu kalau mendapatkan rangsangan tertentu. Disini individu memiliki potensi berupa Kognisi sosial (pengetahuan), Persepsi sosial, nilai dan konsep.

3) Teori peran, beranggapan bahwa peranan seseorang itu merupakan hasil interaksi dari diri sendiri dengan posisi (status) dengan perannya (menyangkut norma dan nilai)

4) Teori medan, beranggapan bahwa ruang kehidupan merupakan penentu dari perilaku seseorang. Ruang kehidupan ini merupakan interkasi manusia dengan lingkungannya.

4. Interaksi Sosial dan SosialisasiKegiatan belajar ini membahas masalah interaksi sosial yang terjadi antar individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Bentuk- bentuk interaksi sosial itu bermacam-macam, ada yang berbentuk kerjasama, persaingan, ataupun dalam bentuk konflik. Disamping itu dibahas pula mengenai sosialisasi, pola sosialisasi, sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.

A. Interaksi SosialKata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi sosial yang ada di lingkungan masyarakat, diantaranya yaitu:

1. Menurut H. Booner dalam bukunya Sosial Psychology memberikan rumusan interaksi sosial, bahwa: interaksi sosial adalah hubungan antar dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.2. Menurut Gillin and Gillin (1954) yang menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual, antar kelompok orang, dan orang perorangan dengan kelompok3. Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, antar individu dengan kelompok.

Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktifitas-aktifitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.

Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai keasatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok terjadi antara kelompok lazim juga terjadi di dalam masyarakat. Interaksi tersebut terjadi secara lebih menyolok, apabila terjadi pertentangan antara kepentingan-kepentingan orang-orang-perorangan dengan kepentingan-kepentingan kelompok.

Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh factor-faktor : imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru. Banyak perilaku kita sebenarnya diawali dengan meniru. Pada usia kanak-kanak dan dewasa kita melakukan peniruan, seperti meniru potongan model baju, celana, model rambut, dan hal-hal lain. Dalam proses peniruan biasnya lebih mudah terjadi dan mudah berubah, artinya proses peniruan seringkali tidak bertahan lama, karena apabila ada model baru, maka berubah lagi pada model tersebut. Seringkali yang ditiru adalah hal-hal yang artificial, hal-hal yang nampak saja, dan bersifat fisik.Sugesti adalah satu proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa dikritik terlebih dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini ialah pengaruh psychis, baik yang datang dari sirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik.

Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalah hampir sama. Bedanya ialah bahwa dalam imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pendangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain diluarnya.

Orang akan mudah terkena pengaruh (sugesti) orang lain manakala ia berada pada suatu keadaan yang dilematis, yaitu keadaan dimana orang tersebut dihadapkan kepada pilihan yang sama sama sulit.

Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Di sini dapat diketahui, bahwa hubungan sosial yang berlangsung pada identifikasi adalah lebih mendalam daripada hubungan yang berlengsung atas proses-proses sugesti maupun imitasi.

Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba merasa tertarik pada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara tingkah laku menarik baginya.

B. Bentuk-Bentuk Interaksi SosialBentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat bentuk pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontuinitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.

Gillin and Gillin (1954) pernah mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu :a. Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.

b. Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi contravention dan pertentangan pertikaian.

Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:

1. Bentuk Interaksi Asosiatif

a. Kerjasama Sama (cooperation)Beberapa orang sosiolog menganggap bahwa posisi merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok, sebaliknya sosiaolog lainnya menganggap mereka bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan yang terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk interaksi sosial, atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dijumpai pada semua kelompok manusia.

Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerjasama ada tiga bentuk kerjasama yaitu:

Bargaining, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.

Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. b. Akomodasi (accommodation)Isilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan, berarti suatu kenyataan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

Adapun bentuk-bentuk dari akomodasi, diantaranya :

Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.

Compromise, suatu bentuk akomodasi, dimana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.

Arbitration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan, tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.

Mediation, hamper menyerupai arbitration diundang pihak ke tiga yang retial dalam soal perselisihan yang ada.

Concilitation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu persetujuan bersama.

Tolerantion, bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil bentuknya

Stelemate, merupakan suatu ekomodasi dimana pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.

Adjudication, yaitu perselisihan perkara atau sengketa di pengadilan

2. Bentuk Interaksi Disosiatif a. Persaingan (competition)

Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.

b. Kontravensi (contravention)

Kontravensi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontraversi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.

c. Pertentangan (conflict)

Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan.

Pertentangan memiliki bentuk-bentuk yang khusus, antara lain:

1. Pertentangan pribadi, pertentangan antar individu.

2. Pertentangan rasional, pertentangan yang timbul karena perbedaan ras3. Pertentangan kelas sosial, pertentangan yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan antara kelas sosial.

4. Pertentangan politik, biasanya terjadi diantara partai-partai politik

D. SosialisasiBerger dan Luckman (1990) mendefinisikan sosialisasi sebagai a process by which a child learms to be a participant member of society yaitu suatu proses dimana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Definisi ini disajikannya dalam suatu pokok pembahasan berjudul society in man; dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui sosialisasi masyarakat dimasukkan ke dalam manusia.

Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. Dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972), Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui beberapa tahap-tahap play stage, tahap game stage, dan tahap generalized other.

Menurut Mead setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peranan-peranan yang ada dalam masyarakat yaitu proses yang dinamakannnya pengambilan peranan (role taking). Dalam proses ini seseorang belajar untuk mengetahui peranan yang harus dijalankannya serta peranan yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peranan yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain.

Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil mulai beljar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya. Ia mulai menirukan peranan yang dijalankan oleh orang tuanya, misalnya, atau peranan orang dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi. Dengan demikian kita sering melihat anak kecil yang di kala bermain meniru peranan yang dijalankan ayah, ibu, kakak, nenek, polisi, dokter, tukang pos, supir dan sebagainya. Namun pada tahap ini sang anak belum sepenuhnya memahami isi peranan-peranan yang ditirunya itu. Seorang anak dapat meniru kelakuan ayah atau ibu berangkat ke tempat kerja, misalnya, tetapi mereka tidak memahami alasan ayah atau ibu untuk beker ja dan makna kegiatan yang dilakukan ayah atau ibu di tempat kerja. Seorang anak dapat berpura-pura menjadi petani, dokter, polisi tetapi tidak mengetahui mengapa petani mencangkul, dokter menyuntik pasien, polisi menginterograsi tersangka pelaku kejahatan.

Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh seorang lain dengan siapa ia berinteraksi. Contoh yang diajukan Mead ialah keadaan dalam suatu pertandingan : seseorang anak yang bermain dalam suatu pertandingan tidak hanya mengetahui apa yang diharapkan orang lain darinya, tetapi juga apa yang diharapkan dari orang lain yang ikut bermain dalam pertandingan tersebut. Di kala bermain sebagai penjaga gawang dalam suatu pertandingan sepak bola, misalnya, ia mengetahui peranan-peranan yang dijalankan oleh para pemain lain (baik kesebelasan kawan maupun lawan), wasit, penjaga garis dan sebagainya. Oleh Mead dikatakan bahwa pada tahap ini seseorang telah dapat mengambil peranan orang lain.

Pada tahap awal sosialisasi, interaksi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah kecil orang lain biasanya anggota keluarga, terutama ayah dan ibu. Oleh Mead orang-orang yang penting dalam proses sosialisasi ini dinamakan significant others. Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu mengambil peranan-peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat yaitu mampu mengambil peranan generalized others. Ia telah mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Selaku anak ia telah memahami peranan yang dijalankan orang tua; selaku siswa ia memahami peranan guru; selaku anggota Gerakan Pramuka ia memahami peranan para pembinanya. Jika seseorang telah mencapai tahap ini maka menurut Mead orang tersebut telah mempunyai suatu diri. Dari pandangan-pandangan Mead ini nampak jelas pendiriannya bahwa diri seseorang terbentuk melalui interaksi dengan orang lain.

Pandangan lain yang juga menekankan pada peranan interaksi dalam proses sosialisasi tertuang dalam buah pikiran Charles H. Cooley. Menurut Cooley (dalam Ritzer dan Goodman, 2005) konsep diri (sefl-concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh Cooley diberi nama looking-glass self. Nama demikian diberikan olehnya karena ia melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin; kalau cermin memantaukan apa yang terdapat di depannya, maka menurut Cooley, diri seseorang memantaukan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya.

Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Pada tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu (lihat Horton dan Hunt, 1984:94-97).Untuk memahami pendapat Cooley di sini dakan disajikan suatu contoh. Seorang mahasiswa yang cenderung memperoleh nilai-nilai rendah (misalnya nilai D atau E) dalam ujian-ujian semesternya, misalnya bahwa para dosen dalam jurusannya menganggapnya bodoh. Ia merasa pula bahwa karena ia dinilai bodoh maka ia kurang dihargai para dosennya. Karena merasa kurang dihargai, mahasiswa tersebut menjadi murung. Jadi di sini perasaan diri sendiri yang merupakan pencerminan dari penilaian orang lain (looking-glass self). Dalam kasus tersebut di atas, pelecehan oleh dosen ini ada dalam benak si mahasiswa dan mempengaruhi pandangannya mengenai dirinya sendiri, terlepas dari soal apakah dalam kenyataan para dosen memang berperasaan demikian terhadapnya.

Apa yang terjadi bila seorang anak tidak mengalami sosialisasi? Karena kemampuan seseorang untuk berperan sebagai anggota masyarakat tergantung pada sosialisasi, maka seseorang yang tidak mengalami sosialisasi tidak akan dapat berinteraksi dengan orang lain. Hal ini terungkap dari kasus anak-anak yang ditemukan dalam keadaan terlantar (feral children). Giddens (1990) mengisahkan kasus anak-anak yang tidak disosialisasi (olehnya dinamakan unsosialized children), yaitu seorang anak laki-laki berusia sekitar 11-12 tahun yang pada tahun 1900 ditemukan di desa Saint-Serin, Perancis (the wild boy of Avyron) dan kasus gadis berusia tigas belas tahun di California, Amerika Serikat yang disekap ayahnya dalam gudang gelap sejak berusia satu setengah tahun; Light, et al (1989) mengisahkan kasus Anna yang semenjak bayi dikurung ibunya dalam gudang selam lima tahun.

Dari kasus-kasus tersebut terungkap bahwa anak-anak yang ditemukan tersebut tidak berperilaku sebagai manusia. Mereka tidak dapat berpakaian, buang air besar-kecil dengan tertib, atau berbicara. Anna tidak dapat makan sendiri atau mengunyah, dan juga tidak dapat tertawa atau menangis. Genie tidak dapat berdiri tegak. Setelah berkomunikasi dengan masyarakat lambat-laun anak-anak ini dapat mempelajari beberapa di antara kemampuan yang dimiliki manusia sebaya mereka, namun mereka tidak pernah tersosialisasi secara wajar dan cenderung meninggal pada usia muda.

Kasus-kasus ini memberikan pada kita gambaran mengenai apa yang terjadi bila seorang anak tidak disosialisasi, dan menunjuukan bahwa meskipun mereka disosialisasi namun kemampuan mereka tidak dapat menyamai kemampuan anak lain yang sebaya dengan mereka. Kasus-kasus tersebut pun memberikan petunjuk bahwa kemampuan-kemampuan tertentu seperti kemampuan berbahasa hanya dapat diajarkan pada periode tertentu dalam kehidupan anak; bila proses sosialisasinya terlambat dilaksanakan maka proses tersebut atau tidak akan berhasil atau hanya berhasil untuk sebagian saja.

Siapa yang melaksankaan proses sosialisasi? Dalam sosiologi kita berbicara mengenai agen-agen sosialisasi (agents of sosialization) atau pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi. Fuller dan Jacobs (dalam Sunarto, 2004) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama : keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan. Meskipun klasifikasi ini dibuat untuk masyarakat Amerika, namun diterapkan pula pada masyarakat kita.

Pada awal kehidupan manusia biasanya agen sosialisasi atas orang tua dan saudara kandung. Pada masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas (extended family) agen sosialisasi bisa berjumlah lebih banyak dan dapat mencakup pula nenek, paman, bibi dan sebagainya. Pada sistem komunal yang dijumpai di Republik Rakyat Cina atau berbagai negara Eropa Timur sebelum runtuhnya Uni Soviet, pada sistem Kibbutz di Israel, atau pada sistem penitipan anak dalam hal kedua orang tua bekerja sosialisasi terhadap anak di bawah usia lima tahun mungkin dilakukan pula oleh orang lain yang sama sekali bukan kerabat seperti tetangga, babysitter, pekerja sosial, petugas tempat penitipan anak dan sebagainya. Di kalangan lapisan menengah dan atas dalam masyarakat perkotaan kita sering kali pembantu rumah tangga pun sering memegang peranan penting sebagai agen sosialisasi anak, setidak- tidaknya pada tahap awal.

Gertrude Jaeger (dalam Sunarto, 2004) mengemukakan bahwa peranan para agen sosialisasi pada tahap awal ini, terutama orang tua, sangat penting. Sang anak (khususnya pada masyarakat modern Barat) sangat tergantung pada orang tua dan apa yang terjadi antara orang tua dan anak pada tahap ini jarang diketahui orang luar. Dengan demikian anak tidak terlindung terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang sering dilakukan orang tua terhadap mereka seperti penganiyaan (child abuse), perkosaan dan sebagainya. Dalam media massa kita pun berulang kali membaca mengenai kesewenang-wenangan yang dilakukan orang tua masyarakat kita terhadap anak-anak mereka, yang dalam beberapa kasus mengakibatkan kematian si anak.

Apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi dalam masyarakat sepadan dan tidak saling bertentangan melainkan saling mendukung maka proses sosialisasi diharapkan dapat berjalan relatif lancar. Namun dalam masyarakat yang di dalamnya terdapat agen sosialisasi dengan pesan yang bertentangan dijumpai kecenderungan bahwa warga masyarakat yang menjalani proses sosialisasi sering mangalmi konflik pribadi karena diombang-ambingkan oleh agen sosialisasi yang berlainan. Seorang anak sering harus memilih antara menaati orang tua atau mengikuti teman (misalnya dalam hal merokok, keluarga malam tanpa izin orang tua, atau penyalahgunaan narkotika), dan pilihan apapun yang diambilnya akan mempertentangkannya dengan salah satu agen sosialisasi. Konflik pribadi pun akan terjadi manakala seseorang disosialisasi karena mempelajari peranan baru, dan aturan dalam proses sosialisasi ini bertentangan dengan sosialisasi yang pernah dialami dia masa lampau.

Perbedaan hasil belajar karena adanya perbedaan pola sosialisasi masyarakat yang berlainan dikaji secara mendalam oleh Urie Bronfenbrenner (dalam Sunarto, 2004). Dalam tulisannya mengenai dunia anak-anak di Amerika Serikat dan Uni Soviet Bronfenbrenner berdalih bahwa pola sosialisasi anak di Amerika Serikat lebih cenderung menghasilkan anak dengan perilaku antisosial daripada pola sosialisasi semakin menurun, sedangkan peranan agen-agen sosialisasi lain seperti teman bermain yang cenderung menentang orang tua dan televisi yang cenderung memupuk perilaku antisosial. Pola sosialisasi di Uni Soviet, di lain pihak, menampilkan kesepadanan antara pesan-pesan yang disampaikan oleh berbagai agen sosialisasi seperti keluarga, sekolah, dan lingkungan di luar sekolah yang menghasilkan perilaku proposional.

E. Bentuk dan Pola Sosialisasi1. Bentuk Bentuk Sosialisasi.Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak (sosialization after childhood), pendidikan sepanjang hidup (life-long education), atau pendidikan berkesinambungan (continuing education). Light et al. (1989:130) mengemukakan bahwa setelah sosialisasi dini yang dinamakannya sosialisasi primer (primary sosialization) kita jumpai sosialisasi sekunder (secondry sosialization). Berger dan Luckman (1990) mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi sekunder mereka definisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia obyektif masyarakatnya.

Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat ialah apa yang dinamakan proses resosialisasi (resosialization) yang didahului dengan proses desosialisasi (desosialization). Dalam proses resosialisasi seseorang diberi suatu diri yang baru. Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung dalam apa yang oleh Goffman (dalam Sunarto, 2004) dinamakan institusi total (total institutions) : Suatu tempat tinggal dan bekerja yang di dalamnya sejumlah individu dalam situasi sama, terputus dari masyarakat yang lebih luas untuk suatu jangka waktu tertentu, bersama- sama menjalani hidup yang terkungkung dan diatur secara formal.Dalam sosialisasi primer tidak ada masalah identifikasi. Orang-orang yang berpengaruh tidak dapat dipilih. Masyarakat menyediakan sekelompok orang-orang berpengaruh tertentu. Oleh karena itu si anak tidak punya pilihan lain dalam menentukan pengaruh-pengaruhnya, maka pengidentifikasian dirinya dengan mereka berlangsung secara kuasi-otomatis. Karena itulah maka dunia yang diinternalisasikan dalam sosialisasi primer jauh lebih kuat tertanam dalam kesadaran sosialisasi sekunder.

Sudah tentu isi-isi khusus yang diinternalisasi dalam sosialisasi primer berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Tetapi ada juga yang di mana-mana sama. Maka, dalam sosialisasi primerlah, dunia pertama individu terbentuk. Sosialisasi primer menyangkut tahap-tahap belajar yang ditentukan secara sosial. Sifat sosialisasi primer juga dipengaruhi oleh berbagai persyaratan dalam pengalihan cadangan pengetahuan. Legitimasi tertentu mungkin menuntut tingkat kompleksitas linguistik yang lebih tinggi bagi pemahamannya dibandingkan dengan legitimasi lainnya.

Sosialisasi primer berakhir apabila konsep tentang orang lain pada umumnya (dan segala sesuatu yang menyertainya) telah terbentuk dan tertanam dalam kesadaran individu. Pada titik ini ia sudah merupakan anggota efektif masyarakat dan secara subyektif memiliki suatu diri dan sebuah dunia.

Kita bisa membayangkan suatu masyarakat di mana tidak terjadi sosialisasi lebih lanjut setelah sosialisasi primer. Dengan sendirinya, masyarakat seperti itu akan merupakan sebuah masyarakat dengan khazanah pengetahuan yang sederhana sekali. Semua pengetahuan akan relevan secara umum, di mana individu hanya berbeda dalam perspektif mereka mengenai pengetahuan itu. Konsepsi ini berguna untuk menetapkan suatu kasus batas, tetapi sejauh ini kita tidak mengenal suatu masyarakat yang tidak mempunyai suatu tingkat pembagian kerja, dan seiring dengan itu, suatu tingkat distribusi pengetahuan; dan kalau keadaannya sudah demikian maka sosialisasi sekunder menjadi perlu.

2. Pola-Pola Sosialisasi.Pada dasarnya kita mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola yang represi (dengan kekerasan/hukuman), dan pola partisipatori (partisipasi)

Belakangan ini kita dikejutkan oleh beberapa kasus hukuman fisik, yang dilakukan orang tua terhadap anak mereka yang dinilai tidak menaati perintah sehingga mengakibatkan kematian anak tersebut. Kasus ini merupakan contoh ekstrem dari satu pola sosialisasi yang oleh Jaeger (dalam Sunarto, 2004) dinamakan sosialisasi dengan cara represi (repressive sosialization). Sosialisasi dengan cara represi menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Menurut Jaeger sosialisasi dengan cara represi pun mempunyai ciri-ciri lain seperti penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan; penekanan pada kepatuhan anak pada orang tua; penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah; penekanan titik berat sosialisasi pada orang tua dan pada keinginan orang tua; dan peranan keluarga sebagai significant other.Pola kedua yang disebutkan Jaeger ialah sosialisasi dengan cara partisipasi (participatory sosialization). Sosialisasi dengan cara partisipasi menurut Jaeger merupakan pola yang di dalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku baik; hukuman dan imbalan bersifat simbolis; anak diberi kebebasan; penekanan diletakkan pada interaksi; komunikasi bersifat lisan; anak menjadi pusat sosialisasi; kebutuhan anak dianggap penting; dan keluarga menjadi generalized other.3. In-group dan Out-grup

Dalam proses sosialization, orang mendapatkan pengetahuan kami-nya dengan mereka-nya dan bahwa kepentingan-kepentingan suatu kelompok sosial serta sikap-sikap yang mendukungnya terwujud dalam pembedaan kelompok-kelompok sosial tersebut yang dibuat oleh individu. Kelompok-kelompok sosial dengan mana individu mengidentifikasikan dirinya merupakan in-group-nya.8 Jelas, bahwa iapabila suatu kelompok sosial merupakan in-group atau tidak bagi individu, bersifat relative dan tergantung pada situasi-situasi sosial yang tertentu. Out-group diartikan oleh individu sebagai kelompok yang menjadi lawan in-group-nya yang sering dihubungkan dengan istilah-istilah kami atau kita dan mereka seperti misalnya kita warga R.T 001 sedangkan mereka warga R.T 002, kami mahasiswa fakkultas hukum sedangkan mereka mahasiswa Fakultas Ekonomi, kami pegawai negeri dan mereka pedagang.

Sikap-sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota-anggota kelompok.

Sikap-sikap in-group selalu ditandai dengan kelainan yang berwujud suatu antagonisme atau antipati. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnocentrisme. 9 Anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu, sedikit banyaknya akan mempunyai suatu kecenderungan untuk menganggap bahwa segala sesuatu yang termasuk kebiasaan-kebiasaan kelompoknya sendiri sebagai sesuatu yang terbaik apabila dibandingkan denga kebiasaan-kebiasaan kelompok lainnya. Kecenderungan tadi disebut etnocentrisme, yaitu suatu sikap untuk menilai unsure-unsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. 10 Sikap etnosentris tadi sering disamakan dengan sikap mempercayai sesuatu, sehingga kadang-kadang sukar sekali bagi yang bersangkutan untuk mengubahnya, walaupun dia menyadari sikapnya itu salah. Sikap etnosentris termaksud, melalui proses sosialization diajarkan kepada anggota-anggota suatu kelompok sosial, baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai budaya. Di dalam proses tersebut seringkali dipergunakan stereotypen yakni gambaran-gambaran atau anggapan-anggapan yang bersifat mengejek terhadap suatu objek yang tertentu. Keadaan demikian seringkali dijumpai dalam sikap suatu etnic-group terhadap etnic group lainnya seperti misalnya golongan orang-orang berkulit putih terhadap orang-orang negro di Amerika Serikat. Sikap yang demikian ini mempunyai aneka macam dasar yang saling berhubungan atau bahkan kadang-kadang berlawanan satu dengan lainnya. Misalnya seseorang yang tergolong ke dalam etnic group tertentu, sikapnya mungkin berbeda dengan sikap kelompoknya sendiri, oleh karena dia memeluk agama lainatau mungkin pula daerah kelahirannya berbeda.

In-group dan out-group dapat dijumpai disemua masyarakat, walaupun kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama satu dengan lainnya. Dalam masyarakat-masayarakat yang sederhana, mungkin jumlahnya tidak banyak apabila dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat yang kompleks, walaupun dalam masyarakat-masayarakat yang sederhana tadi pembedaan-pembedaannya tak begitu tampak dengan jelas. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa setiap kelompok sosial, merupakan in-group bagi anggota-anggotanya. Konsep tersebut dapat diterapkan baik terhadap kelompok-kelompok sosial yang relative kecil samapi yang terbesar, selama para anggotanya mengadakan identifiasi dengan kelompoknya.

4. Primary Group dan Secondary Group

Dalam klasifikasi kelompok-kelompok sosial, pembedaan yang luas dan fundamental adalah pembedaan antara kelompok-kelompok kecil di mana hubungan antara anggota-anggotanya rapat sekali di satu pihak, dengan kelompok-kelompok yang lebih besar di pihak lain. Sejalan dengan pembedaan tersebut, Charles Horton Cooley (dalam Ritzer dan Goodman, 2005) mengemukakan pendapat antara Primary Group dengan Secondary Group yang ditulisnya dalam karyanya yang berjudul Sosial Organization pada tahun 1909. Primary Group dan Secondary Group mungkin juga dapat diterjemahkan dengan istilah kelompok utama dan kelompok sekunder. Menurut Cooley, primary groups adalah kelompok-kelompok yang ditandai ciri-ciri kenal-mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi tadi, adalah peleburan daripada individu-individu dalam satu kelompok-kelompok, sehingga tujuan individu menjadi juga tujuan kelompoknya. Dari apa yang dikemukakan oleh Cooley tersebut, dua hal yang penting, yaitu pertama-pertama bahwa dia bermaksud untuk menunjuk pada suatu kelas yang terdiri dari keompok-kelompok yang konkrit seperi misalnya keluarga, kelompok-kelompok sepermainan, rukun tetangga dan lain-lain; serta kedua adalah istilah saling kenal- mengenal di mana Cooley terutama menekankan pada sifat hubungan antar individu seperti simpati dan kerjasama yang spontan. Kelompok-kelompok tersebut mempunyai makna utama dalam pelbagai arti, terutama bahwa kelompok-kelompok tersebut sangat penting bagi pembentukan ataupun perwujudan cita-cita sosial daripada individu. Hasil daripada hubungan timbal balik antara anggota kelompok tersebut secara psikologis, sama dengan adalah peleburan individu dengan cita-citanya masing-masing, sehingga tujuan dan cita-cita individu juga menjadi tujuan serta cita-cita kelompoknya. Sudah tentu secara mutlak tak dapat dikatakan bahwa kehidupan serta hubungan antara anggota-anggota kelompok tersebut selalu harmonis. Tentu ada kalanya terjadi perbedaan-perbedaan faham, bahkan pertentangan-pertentangan; namun kesemuanya itu untuk kepentingan kelompoknya juga. Secara singkat dapatlah dikatakan Primary Group adalah kelompok-kelompok kecil yang agak langgeng (permanent) dan yang berdasarkan kenal-mengenal secara pribadi antara sesama anggota kelompoknya.

Teori Cooley tersebut di atas, dapat menyebabkan suatu kebingungan pada mereka yang mempelajarinya. Suatu kenyataan yang tak dapat disangkal adalah bahwa setiap kelompok sosial sampai suatu derajat tertentu, pasti akan memiliki perasaan sebagai kesatuan, hal mana untuk perlu mempertahankan kesatuan kelompok tersbeut. Apabila kenyataannya demikian maka tidak ada alasan untuk membedakan primary group dari secondary group. Lagipula secara mutlak tak dapat dikatakan bahwa anggota-anggota suatu kelompok kecil selalu saling kenal-mengenal (face to face relation). Ada hubungan-hubungan persahabatan yang akrab tanpa adanya hubungan yang langsung, seperti misalnya hubungan antara dua orang sarjana dari dua Negara yang berlainan, hubungan langsung yang bersifat formal seperti misalnya apabila seseorang anggota Angkatan Bersenjata memberi hormat kepada aasannya dan seterusnya. Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai teoti cooley tersebut, maka terutama akan dibicarakan hal-hal sebagai berikut:

1. kondisi-kondisi fisik dari primary group2. sifat hubungan-hubungan primer,

3. kelompok-kelompok yang konkrit dan hubungan-hubungan primer

Konsep Cooley mengenai hubungan saling kenal mengenal, belum cukup untuk menerangkan persyaratan yang penting bagi adanya suatu primary group. Syarat-syarat yang sangat penting adalah pertama-pertama bahwa anggota-anggota kelompok tersebut secara fisik berdekatan antara satu dengan lainnya. Kedua, bahwa kelompok tersebut adalah kecil, yang ketiganya adalah adanya suatu kelanggengan daripada hubungan antara anggota-anggota kelompok yang bersangkutan. Supaya terjadi hubungan yang akrab individu-individu yang bersangkutan mau tak mau secara fisik harus saling kenal mengenal. Saling berbicara dan saling melihat merupakan saluran utama untuk pertukaran pikiran, cita-cita, maupun perasaan. Makan bersama, jalan-jalan bersama, belajar bersama, main-main bersama, merupakan perwujudan suatu persahabatan, walaupun hal-hal tersebut dapat juga bersifat formal seperti misalnya apabila seorang penunjuk jalan mengantarkan seorang wisatawan berjalan-jalan. Kenal-mengenal secara fisik, memberi kemungkinan terbentuknya primary group, akan tetapi hal itu tergantung dari kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Setiap masyarakat mempunyai norma-norma yang mengatur hubungan fisik antara anggota-anggotanya yang kadang-kadang dapat merupakan penghalang bagi terjadinya hubngan tersebut seperti misalnya hubungan antara orang-orang dari kasta-kasta yang berbeda derajatnya, dalam masyarakat yang mempunyai system pelapisan masyarakat yang tertutup (misalnya di India.). Akan tetapi hubugan antara mereka di tempat-tempat umum, misalnya di loket karcis kereta api tidak dilarang. Dalam keadaan demikian, norma-norma masyarakat seolah-olah memberikan suatu kelonggaran. Kecilnya kelompok juga merupakan salah satu syarat yang penting, oleh karena tidak mungkin seseorang pada waktu yang tertentu berhubungan dengan banyak orang sekaligus. Memang dalam keadaan-keadaan tertentu hal itu mungkin terjadi, misalnya apabila seorang guru memberikan pelajaran kepada murid-muridnya. Akan tetapi ternyata kemudian bahwa semakin kecil kelas yang bersangkutan, semakin akrab pula hubungan antara guru dengan murid-muridnya. Dalam suatu kelompok yang kecil, seorang anggota, secara pribadi, dapat ikut serta mengambil bagian dalam membentuk keputusan-keputusan kelompok tersebut. Selanjutnya, suatu sifat kelompok dan keakraban kelompok juga lebih mudah terwujud. Keakraban dalam hubungan antar individu, sebetulnya tergantung dari serinnya individu-individu yang bersangkutan berhubungan dan mendalamnya hubungan tadi. Semakin lama mereka berhubungan satu sama lain, semakin akrab pula hubungan tersebut. Walaupun misalnya sepasang suami istri yang telah berumah tangga selama 10 tahun seringkali bertengkar, namun sangat sukar bagi masing-masing untuk hidup lepas satu sama lainnya. Jadi suatu kelanggengan tertentu merupakan pula suatu faktor dalam pembentukan primary group.

Latihan

1. Jelaskan pengertian kata individu berdasarkan asal usul katanya!2. Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan!

3. Sebutkan dan jelaskan pengertian tentang interaksi sosial menurut para ahli!4. Sebutkan dan jelaskan bentuk-bentuk proses sosialisasi!

PETUNJUK JAWABAN LATIHAN

1. Untuk bisa menjawab secara detail silahkan Anda baca dan pelajari secara cermat bahasan mengenai manusia sebagai mahluk individu.2. Untuk bisa menjawab secara detail silahkan Anda baca dan pelajari secara cermat bahasan fungsi manusia sebagai makhluk individu dan sosial.3. Untuk bisa menjawab secara detail silahkan Anda baca dan pelajari secara cermat sub bahasan mengenai interaksi sosial.

4. Untuk bisa menjawab secara detail silahkan Anda baca dan pelajari secara cermat sub bahasan mengenai sosialisasi.

RANGKUMAN

Manusia sebagai mahluk individu memiliki unsur jasmani dan rokhani, unsure fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur- unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut lagi sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jamani dan rokhaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.

Karakteristik yang khas dari seseorang ini sering kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang membedakan dirinya dengan yang lain. Kepribadian seseorang itu dipengaruhi faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus menerus.

Manusia dikatakan sebagai mahluk sosial, salah satunya dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (sosial need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk mencari kawan atau teman. Kebutuhan untuk berteman dengan orang lain, sering kali didasari atas kesamaan ciri atau kepentingannya masing-masingbudaya yang berbeda-beda pada tingkat keragaman budaya yang berbeda-beda pula.DAFTAR PUSTAKA

Berger, Peter L., dan Thomas Luckman. 1990. Tafsir Sosial dan Kenyataan, LP3ES, Jakarta:Giddens, Anthony, 1990, The Consequences of Modernity, Polity (publisher), Cambridge.Gillin dan Gillin, 1954, Cultural Sociology. A revision of an Introduction to Sociology, The Macmillan Company, New York.Goode, William J., 1985, Sosiologi Keluarga, Bina Aksara, Jakarta.Horton, Paul.B and Chester L.Hunt, 1987, Sosiologi (Edisi keenam). Erlangga (terjemahan), Jakarta.Light, Donald, Suzanne Keller dan Craig Calhoun, 1989, Sociology. Edisi Kelima, Alfred A. Knopf University Press. J, Manheim, New York.Mead, George H., 1972, Mind, Self, and Society : From The Standpoint of A Sosial Behaviorist, The University of Chicago Press, London.Polak, Mayor, 1979, Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas, Ikhtiar Baru, Jakarta.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J., 2005. Teori Sosiologi Modern. Kencana, Jakarta.Soerjono, Soekanto, 2010, Pengantar Sosiologi, PT. Rajawali, Jakarta.Sumaatmadja, Nursid, 2000, Manusia dalam Konteks Sosial Budaya dan Lingkungan Hidup, Alfabeta, Bandung.Sunarto, Kamanto, 2004, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.TES FORMATIF 41. Dibandingkan dengan makhluk lainnya, manusia termasuk makhluk yang paling sempurna, yaitu dilihat dari :

a) Aspek akal

b) Aspek Fisik

c) Aspek Psikis

d) Aspek Jasmani-rohani

2. Manusia sebagai makhluk yang mengandung unsur estetika, karena pada diri manusia ada unsur-unsur sebagai berikut, kecuali satu:

a) Contrast (pertentangan)

b) Beautiful

c) Balance

d) Symetry

3. Ciri manusia sebagai makhluk individu ialah sebagai berikut, kecuali satu, yaitu

a) Kesatuan utuh, beraksi, bereaksi

b) Mengedepankan kepentingan diri

c) Dinamis

d) Memiliki nilai sendiri

4. Faktor penyebab terjadinya perbedaan individu satu dengan lainnya pada diri manusia ialah karena faktor:

a) Internal

b) Eksternal

c) Eksternal dan internal

d) Diri

5. Proses perkembangan manusia dalam kehidupannya ditentukan oleh faktor lingkungannya. Pendapat ini dikemukakan oleh teori:

a) Konstruktivisme

b) Behaviorisme

c) Empirisme

d) Absolutisme

6. Tokoh yang mempelopori teori di atas (soal no. 5) yaitu:

a) John Lock

b) William Stern

c) J. Dewey

d) J.J. Rousseau

7. Menurut Abraham Maslow, manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kebutuhan yang bersifat hirarkis, yaitu:

a) Fisik psikis aktualisasi diri

b) Fisik kasih sayang - rasa aman

c) Rasa aman kasih sayang harga diri

d) Kasih sayang fisik rasa aman

8. Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan, yaitu :a) Menyimpang dari norma kolektif, Kehilangan individualitasnya dan Mengikuti kebiasaan kelompoknya.

b) Menyimpang dari norma kolektif, Kehilangan individualitasnya dan Mempengaruhi masyarakat.c) Mengikuti norma kolektif, Mempertahankan individualitasnya dan Mengikuti keinginan lingkungan sosialnya.

d) Mengikuti norma kolektif, Mempertahankan individualitasnya dan Mempengaruhi masyarakat.

9. Berikut ini adalah pengertian interaksi sosial yang ada di lingkungan masyarakat yang dikemukakan oleh para ahli, kecuali :a) Interaksi sosial adalah suatu kenyataan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

b) Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, antar individu dengan kelompok.c) Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual, antar kelompok orang, dan orang perorangan dengan kelompok.

d) Interaksi sosial adalah hubungan antar dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.

10. Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui beberapa tahap yaitu : a) Play Stage, Game Stage dan Socialized Stage.

b) Play Stage, Game Stage, dan Generalized Other.c) Game Stage, Play Stage dan Generalized Other.

d) Game Stage, Play Stage dan Socialized Other.

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar Modul 1.

Arti tingkat penguasaan:

90 100%= baik sekali

80 89%= baik

70 79%= cukup

< 70%

= kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar Modul 5. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar Modul 4, terutama bagian yang belum dikuasai.

KUNCI JAWABAN1.D -Aspek Jasmani-rohani

2.B -Beautiful

3.B -Mengedepankan kepentingan diri

4.C -Eksternal dan internal

5.C -Empirisme

6.A -John Lock

7.C -Rasa aman kasih sayang harga diri

8.B -Menyimpang dari norma kolektif, Kehilangan individualitasnya dan Mempengaruhi masyarakat

9.A -Interaksi sosial adalah suatu kenyataan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat

10.B -Play Stage, Game Stage, dan Generalized Other

Jumlah Jawaban Benar

Tingkat penguasaan = --------------------------------------- x 100 %

Jumlah Soal

Individu

Keluarga

Lembaga

Komunitas

Masyarakat

Negara

Dunia

PAGE