obligasi beres
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 Obligasi beres
1/58
1
AB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendanaan Pembangunan Daerah selama ini bersumber dari pendapatan
asli daerah. Dana Perimbangan/Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana
Perimbangan/Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketiga sumber pendanaan tersebut
dapat dikatakan relatif sedikit untuk memicu pertumbuhan pengembangan daerah.
Dari sisi pendapatan misalnya, pencapaian target pendapatan daerah khususnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus didukung oleh kemampuan Pemerintah
Daerah dalam menggali potensi PAD, sedangkan disisi lain, belanja daerah harus
seimbang komposisinya sesuai dengan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 dan PP
No. 105 tahun 2000.
Hal ini di karenakan ketiga sumber pendanaan tersebut banyak terserap pada
belanja rutin. Dengan kondisi keuangan tersebut tentunya sulit bagi pemerintah
daerah untuk melaksanakan berbagai proyek pembangunan karena keterbatasan
anggaran. Oleh sebab itu berbagai terobosan harus dilakukan oleh pemerintah
daerah dalam upaya mencari sumber-sumber pembiayaan pembangunan demi
tercapainya kesuksesan pelaksanaan otonomi daerah.
Adanya Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 yang menggantikan Undang-
Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan sebuah peluang kepada pemerintah
daerah untuk menggali dana ( Fund Raising) dalam rangka pembangunan dan
pengembangan daerah melalui penerbitan obligasi daerah seperti yang dituangkan
dalam pasal 57 Undang-Undang tersebut yang lebih rinci mengatur obligasi
daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan daerah.
Obligasi daerah sebagai sumber dana, sudah lama dijadikan wacana dan bahan
pembicaraan, baik di forum-forum formal baik didaerahnya maupun dipusat. Jika
-
8/17/2019 Obligasi beres
2/58
2
penerbitan obligasi daerah dapat direalisasikan, maka dalam struktur APBD
obligasi daerah merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan dan tentunya
dapat pula menjadi dukungan keuangan bagi pemerintah daerah.
Secara resmi pemerintah daerah sudah dapat mempersiapkan penerbitan dan
penjualan obligasi daerah kemasyarakat sejak ditetapkannya ketentuan itu dalam
rapat Paripurna DPR yang mengesahkan amandemen pasal 51 UU Nomor 25
tahun 1999. Walaupun peraturan pemerintah yang mengatur tentang mekanisme
penerbitan dan penjualan obligasi daerah baru diterbitkan tahun 2006.
Menyikapi peluang penerbitan obligasi daerah tersebut, beberapa Pemerintah
Propinsi di Indonesia bahkan telah melakukan kajian persiapan untuk menerbitkan
obligasi, diantaranya pemerintah Propinsi Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa Pemerintah Propinsi lainnya. Untuk Pemerintah Propinsi Sumatera
Utara sudah seharusnya melakukan kajian yang sama tentang kemungkinan
penerbitan obligasi daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan.
Kajian ini menjadi sangat urgen, karena pada pasal 59 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004 diatur bahwa pemerintah pusat tidak menjamin obligasi
daerah, sehingga jika Pemerintah Propinsi Sumatera Utara ingin menggunakan
instrumen obligasi sebagai sumber pembiayaan, maka harus benar-benarmemperhatikan aspek kemampuan keuangan dan manajemen keuangan
pemerintah daerah.
Untuk menjawab pertanyaan apakah Pemerintah Propinsi layak untuk
menerbitkan obligasi daerah, maka diperlukan suatu kajian yang hasilnya perlu
dipertimbangkan sebagai dasar kebijakan bagi Pemerintah Propinsi Sumatera
Utara dalam menerbitkan obligasi daerah.
-
8/17/2019 Obligasi beres
3/58
3
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut :
a.
Permasalahan-permasalahan apakah yang terkait dengan penerbitan obligasi
daerah.
b. Bagaimana kemampuan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam
menerbitkan obligasi daerah.
c.
Adakah peluang dan potensi penerbitan obligasi daerah oleh Pemerintah
Propinsi Sumatera Utara.
C. TUJUAN
Adapun tujuan, dari kegiatan ini adalah :
a.
Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan
penerbitan obligasi daerah
b.
Mengidentifikasi kemampuan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalammenerbitkan obligasi daerah.
c.
Mengidentifikasi peluang dan potensi penerbitan obligasi daerah oleh
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.
D. Sasaran
Adapaun sasaran dari penelitian ini adalah :
a.
Teridentifikasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan penerbitan
obligasi daerah.
b.
Teridentifikasi kemampuan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalammenerbitkan obligasi daerah.
c.
Teridentifikasi peluang dan potensi penerbitan obligasi daerah oleh
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.
E. Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan ini adalah :
a.
Memberikan masukan bagi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam
merumuskan kebijakan yang terkait dengan penerbitan obligasi daerah.
b.
Menemukan rumusan konseptual peluang penerbitan obligasi daerah
-
8/17/2019 Obligasi beres
4/58
4
c. Menemukan rumusan konseptual prospek penerbitan obligasi daerah
d.
Memperoleh informasi dan wacana seputar penerbitan obligasi daerah.
-
8/17/2019 Obligasi beres
5/58
5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Desentralisasi Sebagai Suatu Konsep
Secara harfiah desentralisasi adalah lawan dari kata sentralisasi yang dapat
diartikan sebagai suatu pemusatan (adjective) berkaitan dengan suatu kewenangan
(authority) pemerintah. Desentralisasi mengenai kewenangan pemerintah
menyangkut berbagai aspek misalnya bidang politik, urusan pemerintah, sosial
dan pembangunan ekonomi dan aspek fiskal. Machfud (2002) menjelaskan
beberapa konsep yang terkait dengan desentralisasi seperti :
• Administration decentralization
•
Political decentralization
•
Economic or market decentralization• Fiscal decentralization
Desentralization administrative adalah pelimpahan sebagai wewenang dan
pertanggungjawaban yang diikuti dengan pemberian wewenang untuk mengelola
sumber-sumber keuangan untuk membiayai kegiatan operasional dan penyediaan
pelayanan public ( public service). Pelimpahan wewenang tersebut berkaitan
dengan fungsi-fungsi manajemen urusan pemerintah dan bidang keuangan
( financial management ) dari pemerintah pusat kepada pemerintah di daerah (local
goverment ). Dalam sistem desentralisasi administrative yang terjadi di Indonesia
terdapat tiga bentuk yaitu :
• Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada
kantor-kantor departemen yang ada didaerah artinya pelaksanaan kegiatan
yang terjadi urusan departemen disuatu daerah.
• Desentralisasi atau otonomi, yaitu pelimpahan wewenang yang lebih luas
dari departemen kepada pemerintah lokal dan didukung dengan dana. Jadi
secara tegas ada tugas kegiatan dan biayanya (budget ).
-
8/17/2019 Obligasi beres
6/58
6
•
Bantuan (medebewind ), yaitu pelaksanaan urusan atau kegiatan tertentu
oleh daerah yang memperoleh pelimpahan wewenang dan pembiayaan
dari pusat, namun decision terakhir berada pada pihak pemberi wewenang.
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu mekanisme transfer dana dari
APBN dalam kaitan dengan kebijakan keuangan Negara yaitu untuk
mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (f iscal sustanability) dan
memberikan stimulasi terhadap aktifitas perekonomian masyarakat, maka
dengan kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan akan menciptakan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang sepadan dengan
besarnya kewenangan urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah
otonom.
Salah satu isu penting yang terkait dengan pengukuran kemampuan keuangan
daerah untuk meminjam dan kemampuannya untuk membayar hutang,tercantum dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000, bahwa
untuk melakukan pinjaman jangka panjang (jangka waktu lebih dari satu
tahun anggaran) Daerah harus memenuhi ketentuan bahwa jumlah komulatif
pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75 % dari jumlah
penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
PU = PD – (DAK + DD + DP + PL)
Dimana :
PU = Penerimaan Umum
PD = Jumlah Penerimaan Daerah
DAK = Dana Alokasi Khusus
DD = Dana Darurat
DP = Dana Pinjaman
PL = Penerimaan Lain
Rasio yang menunjukkan kapasitas jangka panjang negara pengutang untuk
membayar kembali utangnya dapat dilihat dari struktur rasio utang luar negeri
outstanding terhadap PDB (Debt-Income Ratio, DIR). Jika angka rasio
tersebut makin besar maka kemampuan negara pengutang untuk memenuhi
kewajiban
-
8/17/2019 Obligasi beres
7/58
7
utangnya kian menurun. (Tambunan, 1996). Sedangkan rasio yang
mencerminkan likuidasi jangka pendek dari Negara peminjam dapat dilihat dari
struktur Debt Service Ratio (DSR) yang merupakan nisbah antar kewajiban
membayar cicilan pokok dan bunga utang luar negeri dalam penerimaan ekspor.
Dalam Pemerintah Daerah, ditentukan bahwa dalam persyaratan membayar utang,
kemampuan daerah harus paling sedikit 2,5 kali jumlah seluruh pendapatan
dikurangi dengan belanja dan biaya-biaya yang wajib dikeluarkan atau
diprioritaskan oleh Pemda, misalnya gaji pegawai, cicilan utang dan bunganya.
(Bachrul, 2002). Selanjutnya ia menyatakan bahwa kemampuan daerah yang
dimaksud adalah PAD + Dana Perimbangan minus DAK dikurangi gaji pegawai
dibagi kewajiban pembayaran utang serta biaya bunga dan commitmen fee.
Artinya bagi daerah yang membutuhkan uang 100 juta dipersyaratkan sekurang-kurangnya memiliki pendapatan bersih sebesar 250 juta.
B. Perkembangan dan Tantangan Otonomi Daerah
Otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun
2004 dilaksanakan pada tingkat Kabupaten/Kota dengan perkembangan
pemerintah Kabupaten/Kota adalah yang terdekat dengan masyarakat. Tantangan
implementasi otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
terkait dengan :
1.
Posisi Pemerintah Kabupaten/Kota yang sejajar dengan PemerintahPropinsi, sehingga menimbulkan peluang arogansi Bupati/Walikota.
2.
Posisi legislatif (DPRD) yang terbesar diatas ekskutif
(Gubernur/Bupati/Walikota), sehingga menimbulkan peluang arogansi
legislatif.
3.
Sumber Keuangan Daerah terbesar pada : Dana perimbangan (bagi hasil,
DAU dan DAK), PAD, Pinjaman Daerah, pendapatan lain yang sah,
sehingga sulit melakukan pembiayaan pembangunan daerah yang
mendesak.
Permasalahan tantangan implementasi otonomi daerah perlu diatasi
memulai amandemen terhadap Undang-Undang No. 22 dan No. 25 tahun 1999
-
8/17/2019 Obligasi beres
8/58
8
yang menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah.
Posisi kewenangan pemerintah daerah setelah Undang-Undang No. 32
tahun 2004 dibandingkan dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2004 pada aspek
posisi daerah, Kepala Daerah/DPRD dan Sumber Keuangan Daerah dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 1: Perbandingan Posisi dan Wewenang Pemerintah Daerah. Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999 dengan Undang-Undang No. 32 tahun
2004.
AspekUndang-Undang No. 22
Tahun 1999Undang-Undang No. 32
Tahun 2004
1. Posisi Daerah • NKRI terdiri dari daerah
Propinsi dan daerahKabupaten/Kota yang bersifat otonomi (UU 22 ps. 2,1)
• Daerah berdiri sendiri,tidak mempunyaihubungan satu sama lain(UU 22 ps. 4,2)
• (ArogansiBupati/Walikota)
• NKRI terdiri dari
Propinsi dan Propinsiterdiri dariKabupaten/Kota (UU32 ps. 2,1)
• Daerah berdiri sendiri,tidak mempunyaihubungan satu samalain (UU 22 ps. 4,2)
• (Mengurangi arogansiBupati/Walikota)
2. Kepala Daerah
dan DPRD
• Gubernur, Bupati dan
Walikota dipilih olehDPRD, DPRD dapatmengusulkan
pemberhentian GubernurBupati/Walikota (UU. 22Ps. 18)
• Gubernur,Bupati/Walikota
bertanggung jawabkepada DPRD (UU 22.Ps. 31, 32)
•
Arogansi Kepala Daerah
• Kepala Daerah
(Gubernur Bupati danWalikota dipilihlangsung oleh rakyatdaerah (UU 32. Ps.24,5)
•
Laporan penyelenggaraan pemerintah daerahdisampaikan kepada
pemerintah (ke DPRD)(UU 32 Ps. 27, 2)
•
DPRD dapatmengusulkan usulan
pemberhentian Kepala
-
8/17/2019 Obligasi beres
9/58
9
dan DPRD) Daerah kepada Presidenmelalui keputusan MA.
•
Presiden dapatmemberhentikanKepala Daerah tanpausulan DPRD, apabiladaerah diputuskanmelakukan tindakan
pidana oleh peradilan(UU 32 Ps. 30,31)
• (Mengurangi arogansiKepala Daerah danDPRD)
3.
SumberKeuanganDaerah
• Sumber pendapatandaerah (UU 22 Ps 79)
- Dana perimbangan(bagi hasil DAU, dan
DAK)-
PAD- Pinjaman Daerah
dalam negeri dan luarnegeri
-
Pendapatan lainnyayang sah
• Sumber penerimaandaerah (UU 32 Ps. 157dan UU 33 Ps. 5)1.
Pendapatan daerah
yang meliputi :-
PAD- Dana
perimbangan(bagi hasil,DAU dan DAK)
- Lain-lain pendapatanyang sah
2.
Pembiayaan yangmeliputi :
-
Selisih lebih
perhitunganAPBD
- PinjamanDaerah
- Dana cadangandaerah
- Hasil penjualankekayaandaerah yangdipisahkan
• Pemerintah daerahdapat melakukan
pinjaman dari pusat,daerah lain, bank dan
bukan bank,masyarakat (UU 32 Ps.
-
8/17/2019 Obligasi beres
10/58
10
169)
•
Pemerintah dapatmelakukan pinjamanluar negeri melalui(IndentureContinuation Debt)(UU 32 Ps. 170)
Sumber : Workshop National : Prospek dan Peluang Obligasi Daerah BagiKeberhasilan Pembangunan di Daerah Surabaya. 6-7 Juli 2005.
Prinsip kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah merupakan sub system keuangan Negara sebagai konsekwensi
tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemberian sumber
keuangan Negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
merupakan suatu system yang menyeluruh dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Kewenangan pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang No. 32
tahun 2004 dalam penyelenggaraan pemerintah daerah dalam mewujudkan
pembangunan semakin tergantung kepada pemerintah daerah. Untuk itu
pemerintah daerah perlu tindakan pro aktif terhadap Undang-Undang No. 33
tahun 2004 agar dapat merepleksikan terhadap usaha pemerintah dalam
membangun untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat .
C. KAJIAN KONSEPTUAL
Keterbatasan sumber pembiayaan dalam negeri yang berasal dari pemerintah
pusat, dihadapkan pada semakin meningkatnya kebutuhan pembiayaan
pembangunan daerah. Memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk
mencari alternatif sumber-sumber untuk memperoleh hutang jangka panjang dari
luar negeri dan sumber hutang dalam negeri non pemerintah. Salah satu sumber pembiayaan pembangunan daerah setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 25
tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang berkaitan dengan penerbitan obligasi daerah, secara
-
8/17/2019 Obligasi beres
11/58
11
konseptual kajian penerbitan obligasi daerah sebagai salah satu sumber
pembelanjaan pembangunan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dapat
digambarkan sebagai berikut.
Bagan : Sumber Pembiayaan Daerah dan Mekanisme Penerbitan ObligasiDaerah.
Penerbitan Obligasi Daerah
PemerintahDaerahKabupaten/Kota
PemerintahPropinsi
Masa lalu
Penerimaan APBDDianggarkan
proyek
pembangunan
Masa
sekarang danmasa datang
Masyarakat
dan investor
Obligasi
Daerah
Membiayai Proyek
Pembangunan
Mekanisme otorisasi penerbitan obligasi
Daerah UU No. 3Tahun 2004
Persetujuan
DPRDTingkat II dan
Pemerintah
Pusat
Persetujuan
DPRDTingkat I danPemerintah
Pusat
Bupati
Walikota
Pengajuan
Gubernur
Pengajuan
-
8/17/2019 Obligasi beres
12/58
12
D. Pinjaman Daerah Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
Kepastian pelaksanaan desentralisasi, kebijakan perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah telah diatur dengan Undang-Undang No.
33 tahun 2004 yang mencakup :
•
Bagian Kesatu
- Batasan Pinjaman
Pasal 49
(1)
Pemerintah pusat menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan memperhatikan keadaan
dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional.
(2)
Batas maksimal kumulatif pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak melebihi 60 % (enam puluh persen) dari produk domestik bruto
tahun bersangkutan.
(3) Menteri keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman
pemerintah daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus
untuk tahun anggaran berikutnya.
(4) Pengadilan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1)
Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar
negeri.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana di maksud pada ayat (1)
dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan
atas penyaluran dana perimbangan oleh menteri keuangan.
• Bagian Kedua
- Sumber Pinjaman
Pasal 51(1) Pinjaman Daerah bersumber dari :
a. Pemerintah Pusat ;
-
8/17/2019 Obligasi beres
13/58
13
b. Pemerintah Daerah lain ;
c.
Lembaga Keuangan Bank;
d.
Lembaga Keuangan bukan bank ; dan
e. Masyarakat
(2) Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan Menteri Keuangan
(3)
Pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e berupa obligasi daerah yang diterbitkan melalui
pasar modal.
• Bagian Ketiga
- Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman
Pasal 52(1)
Jenis Pinjaman terdiri atas :
a. Pinjaman jangka pendek
b. Pinjaman jangka menengah ; dan
c.
Pinjaman jangka panjang
(2)
Pinjaman jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama
dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali
pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, dalam tahun anggaran yang
bersangkutan.
(3)
Pinjaman jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan pinjaman daerah dalam waktu lebih dari satu tahun anggaran
dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang
tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan.
(4) Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun
anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun
-
8/17/2019 Obligasi beres
14/58
14
anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang
bersangkutan.
• Bagian keempat
- Penggunaan Pinjaman
Pasal 53
(1)
Pinjaman jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup
kekurangan arus kas.
(2) Pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan
layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan
(3)
Pinjaman jangka panjang dipergunakan untuk membiayai proyek
investasi yang menghasilkan penerimaan.
(4) Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan
persetujuan DPRD.
• Bagian Kelima
- Persyaratan Pinjaman
Pasal 54
Dalam melakukan pinjaman, daerah wajib memenuhi persyaratan :
- Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik
tidak melebihi 75 % (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan
umum ABPD tahun sebelumnya.
-
Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman
ditetapkan oleh pemerintah pusat.
- Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal
dari pemerintah pusat.
Pasal 55
(1) Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain
(2)
Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan
jaminan pinjaman daerah.
-
8/17/2019 Obligasi beres
15/58
15
(3) Proyek yang dibiayai dari obligasi daerah, beserta barang milik daerah
yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan obligasi
daerah.
• Bagian Keenam
- Prosedur Pinjaman Daerah
Pasal 56
(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah
daerah yang dananya berasal dari luar negeri.
(2)
Pinjaman kepada Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui perjanjian penerusan pinjaman kepada pemerintah
daerah.
(3)
Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan antara Menteri Keuangan dan kepala daerah.
(4) Perjanjian penerusan pinjaman sebagimana dimaksud pada ayat (3)
dapat dinyatakan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing.
•
Bagian Ketujuh
- Obligasi Daerah
Pasal 57
(1)
Daerah dapat menerbitkan obligasi daerah dalam mata uang rupiah di
pasar modal domestik
(2) Nilai obligasi daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal
obligasi daerah pada saat diterbitkan.
(3)
Penerbitan obligasi daerah wajib memenuhi ketentuan pasal 54 dan pasal
55 serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.
(4) Hasil penjualan obligasi daerah digunakan untuk membiayai investasi
sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat
bagi masyarakat.
-
8/17/2019 Obligasi beres
16/58
16
(5) Penerimaan dari sektor publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
digunakan untuk membiayai kewajiban bunga dan pokok obligasi daerah
terkait dan sisanya disetorkan ke kas daerah.
Pasal 58
(1)
Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan obligasi daerah, kepada
daerah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan DPRD dan Pemerintah
Pusat.
(2) Penerbitan obligasi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah
(3)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas nilai
bersih maksimal obligasi daerah yang akan diterbitkan pada saat
penetapan APBD.
Pasal 59
Pemerintah pusat tidak menjamin obligasi daerah
Pasal 60
Setiap obligasi daerah sekurang-kurangnya mencantumkan :
-
Nilai nominal
-
Tanggal jatuh tempo
-
Tanggal pembayaran bunga.
-
Tingkat bunga (kupon)-
Frekwensi pembayaran bunga ;
-
Cara perhitungan pembayaran bunga
- Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali obligasi daerah sebelum
jatuh tempo ; dan
-
Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan
Pasal 61
(1)
Persetujuan DPRD mengenai penerbitan obligasi daerah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) meliputi pembayaran semua
-
8/17/2019 Obligasi beres
17/58
17
kewajiban bunga dan pokok yang timbul sebagai akibat penerbitan obligasi
daerah dimaksud.
(2)
Pemerintah daerah wajib membayar bunga dan pokok setiap obligasi
daerah pada saat jatuh tempo
(3) Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan
berakhirnya kewajiban tersebut.
(4) Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan dana
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada daerah melakukan
pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada
DPRD dalam pembahasan perubahan APBD.
Pasal 62(1)
Pengolahan obligasi daerah diselenggarakan oleh kepala daerah ;
(2)
Pengolahan obligasi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi :
a. Penetapan strategi dan kebijakan pengolahan obligasi daerah
termasuk kebijakan pengendalian resiko ;
b.
Perencanaan dan penetapan struktur porfologi pinjaman daerah ;
c.
Penerbitan obligasi daerah ;
d.
Penjualan obligasi daerah melalui lelang ;e.
Pengendalian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo ;
f.
Pelunasan pada saat jatuh tempo ; dan
g. Pertanggung jawaban.
•
Bagian Kedelapan
- Pelaporan Pinjaman
Pasal 63
(1)
Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan
kewajiban pinjaman kepada pemerintah pusat setiap semester dalam
tahun anggaran berjalan.
-
8/17/2019 Obligasi beres
18/58
18
(2) Dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan, pemerintah pusat dapat
menunda penyaluran dana perimbangan.
Pasal 64
(1)
Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib
dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan
(2) Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya
kepada pemerintah pusat, kewajiban membayar pinjaman tersebut
diperhitungkan dengan DAU dan/atau dana bagi hasil dari penerimaan
negara yang menjadi daerah tersebut.
Pasal 65Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman daerah termasuk obligasi daerah
diatur dengan peraturan pemerintah.
E. Pengertian dan Jenis Obligasi
Secara umum obligasi adalah merupakan surat pengukuhan hutang atas
pinjaman yang diterima oleh perusahaan penerbit obligasi dari masyarakat
pemodal (Sunariyah : 2004 : 214). Obligasi daerah adalah “Pinjaman daerah yang
ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal” (Undang-Undang No. 33 tahun 2004).
Obligasi daerah pada dasarnya adalah surat berharga yang berupa surat
pengakuan hutang dalam mata uang rupiah yang disetujui oleh DPRD dan
pemerintah pusat. Surat pengakuan hutang dalam mata uang rupiah maupun valuta
asing yang dijamin pembayaran bunganya dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia yang disebut dengan Surat Utang Negara (SUN). Obligasi daerah yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah yang merupakan pengakuan utang pemerintah
daerah dengan persetujuan oleh DPRD dan pemerintah pusat dapat juga disebut
dengan istilah SUPD (Surat Utang Pemerintah Daerah) atau OBD (Obligasi
Daerah)
-
8/17/2019 Obligasi beres
19/58
19
(1) Jenis Obligasi
Kontrak perjanjian (bond indenture) antara pembeli dan penjual obligasi
menentukan jenis obligasi sebagai mana dikemukakan Sunariyah : 2004)
1. Callateral
Perusahaan penerbit obligasi apabila menjamin sejumlah aset milik
perusahaan untuk menutup pembayaran jatuh tempo obligasi.
2.
Debenture
Perusahaan penerbit obligasi apabila tidak menjamin dengan sejumlah
aset tertentu, akan tetapi dijamin dengan tingkat kwalitas perusahaan.
3.
Subordinate Debenture
Perusahaan penerbit obligasi menentukan siapa yang terlebih dahulu
prioritas dibayar apabila perusahaan bangkrut. Subordinate debenture
dibayar setelah debenture.4.
Obligasi Pendapatan (Income Bonds)
Obligasi jenis ini, tidak dijamin dengan aset tertentu, tidak mempunyai
kewajiban bunga secara periodik membayar bunga apabila mencapai
laba yang cukup dan tidak ada utang lainnya, apabila periode yang lalu
tidak mampu membayar.
Secara umum obligasi daerah dapat diarahkan pada dua jenis sebagaimana
dikemukakan Subiyanto H. (2004)1.
General Obligation Bonds
General obligation bonds adalah obligasi yang dikeluarkan untuk membiayai
pelayanan publik yang tidak dapat diharapkan pembayarannya, melalui fee
pada pemakaiannya dan dibayar kembali dengan pajak dan sumber dana lain
(jalan umum, sekolah, bangunan publik)
2.
Revenue Bonds
Revenue Bonds adalah obligasi yang dikeluarkan untuk proyek-proyek yang
menghasilkan pendapatan kemudian hari dan menjadi sumber pembayaran
kembali hutang tersebut melalui retribusi pada pemakaiannya (jalan tol,
listrik, air minum, sanitasi, pelabuhan)
-
8/17/2019 Obligasi beres
20/58
20
F. Variabel Ekonomi Makro yang Mempengaruhi Obligasi Daerah
Di beberapa Negara obligasi daerah dikenal sebagai “Municipal Bonds”
kepada “Issuer” atau penerbit (Pemerintah Daerah) berjanji membayar bunga
tertentu (kupon) dan mengembalikan sesudah obligasi tersebut jatuh tempo.
Penerbitan obligasi daerah harus dipertimbangkan, dipersyaratkan kepada
penerbit yang menyangkut aspek kemampuan, kapasitas ekonomi dan aspek
kelembagaan.
Perubahan atau perkembangan yang terjadi pada kepastian ekonomi suatu
daerah yang terdeteksi dari berbagai variable ekonomi akan memberikan
pengaruh terhadap keberadaan obligasi daerah. Apabila suatu variabel
ekonomi (inflasi) mengalami kenaikan, maka akan berdampak buruk terhadap
keberadaan obligasi daerah.
Tingkat inflasi yang tinggi, menggambarkan tingkat harga barang/jasakecenderungan meningkat terus. Tingkat harga barang meningkat membawa
dampak negatif terhadap daya beli masyarakat dan merupakan signal negatif
bagi investor. Upaya perusahaan meningkatkan profil maximum melalui
volume penjualan, kandas oleh kemampuan daya beli masyarakat yang
menurun akibat tingkat inflasi. Sehingga profitabilitas perusahaan menurun
dan penerimaan pemerintah dari pajak juga menurun. Sedangkan andalan
kemampuan untuk melunasi kewajiban obligasi yang telah jatuh tempo, salah
satunya adalah pajak.Berdasarkan suara Merdeka (Senin, 17 Januari 2005) yang disetir,
menjelaskan bahwa parameter-parameter ekonomi juga merupakan faktor
penting dalam kapasitas ekonomi daerah terhadap keberadaan obligasi daerah,
antara lain : variabel makro ekonomi daerah terhadap keberadaan obligasi
daerah, antara lain : variabel makro dimaksud.
-
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
-
PDRB Per Kapita
-
Struktur Ekonomi
-
Basis Aktivitas Ekonomi Daerah
-
Distribusi Pendapatan
-
8/17/2019 Obligasi beres
21/58
21
- Tingkat Kemiskinan
-
Tingkat pengangguran dan
-
Upah Regional
Sunariayah (2004) menjelaskan indikator ekonomi suatu daerah
memberikan pengaruh pada pasar ekuitas. Variabel ekonomi yang dimaksud dapat
dilihat pada table berikut ini :
Tabel 2 : Variabel Ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Pasar Ekonomi
No Variabel Ekonomi Penjelasan
1 Pertumbuhan PDB Meningkatnya PDB akan berpengaruh positif
terhadap pendekatan konsumen karena dapat
meningkatkan permintaan terhadap permintaan
produk perusahaan, hal ini akan memberikan
optimis yang tinggi dan juga memacu sentimen pasar sehingga mempunyai pengaruh yang
positif terhadap pasar ekuitas.
2 Pertumbuhan Produksi
Industri
Naiknya indeks produksi yang terus menerus,
menunjukkan suatu tanda kekuatan, sehingga
akan memberikan pengaruh positif terhadap
pasar.
3 Inflasi Inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya
profitabilitas suatu perusahaan, sehingga akan
menurunkan pembagian deviden dan daya beli
masyarakat juga menurun. Sehingga inflasi yang
tinggi, mempunyai hubungan negatif dengan
pasar ekuitas.
4 Tingkat Bunga Meningkatnya tingkat bunga akan meningkatkan
harga capital sehingga memperbesar biaya
perusahaan, sehingga terjadi perpindahan
investasi dari saham ke depesito atau fixed
investasi lainnya. Apabila faktor lain dianggap
tetap (cateris paribus) profitabilitas perusahaan
akan menurun. Tingkat bunga yang tinggi adalah
-
8/17/2019 Obligasi beres
22/58
22
signal negatif bagi harga saham.
5 Kurs Rupiah Menurunnya kurs dapat meningkatnya biaya
impor bahan baku dan meningkatnya suku bunga
walaupun dapat meningkatkan nilai ekspor.
Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang
asing memiliki pengaruh negatif terhadap
ekonomi dan pasar modal.
6 Pengangguran Meningkatnya pengangguran berarti bisnis mulai
melemah, berarti dunia usaha menjadi kurang
menarik bagi investor. Sehingga memberi
dampak yang negatif terhadap harga saham.
7 Anggaran Defisit Anggaran defisit mendorong konsumsi daninvestasi pemerintah dapat meningkatkan
permintaan terhadap produk perusahaan. Akan
tetapi, anggaran defisit akan meningkatkan
jumlah uang yang beredar, akibatnya akan
mendorong inflasi.
Sumber : Sunariyah (2004)
G. Manfaat Berinvestasi Pada Obligasi Daerah
Penerbitan obligasi daerah pada nominal yang terjangkau oleh masyarakat
umum akan memberikan manfaat kepada pemerintah memperoleh dana yang
bersumber dari “Idle money” yang ada pada masyarakat dan secara tidak langsung
mengikut sertakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Tingkat manfaat bagi masyarakat berinvestasi pada obligasi daerah sebagaimana
pada obligasi umumnya :
1. Kupon
Kupon adalah besarnya biaya yang dibayarkan secara regular yang dinyatakan
dalam persentase terhadap nilai nominal obligasi daerah. Misalnya tingkat
kupon 12 %, artinya setiap tahun jumlah bunga yang dibayarkan kepada
-
8/17/2019 Obligasi beres
23/58
23
pemegang obligasi sebesar 12 % dikalikan besarnya nominal (Rp. 500.000) =
Rp. 60.000.
2. Capital gain
Capital gain adalah selisih antara harga jual dengan harga beli obligasi
daerah. Jika harga jual lebih tinggi dari pada harga beli maka investor
memperoleh capital gain, sebaliknya investor bisa-bisa capital loss, apabila
harga jual obligasi lebih rendah dibandingkan dengan harga beli. Jika nominal
obligasi daerah Rp. 500.000 dan dibeli dengan harga pasar Rp. 475.000, maka
capital loss adalah Rp. 25.000 (Rp. 500.000 – Rp. 475.000).
3. Resiko yang kecil
Hal yang membedakan obligasi daerah dengan sekuritas lainnya adalah padasangat kecilnya bahkan hampir tidak adanya resiko gagal bayar baik kupon
maupun pokok obligasi daerah.Jika membeli obligasi korporasi/swasta atau
sekuritas lainnya, ada kemungkinan terjadinya gagal bayar kupon maupun
pokok yang jatuh tempo akibat kondisi keuangan atau bisnis yang tidak
menguntungkan. Obligasi daerah merupakan sekuritas yang bebas resiko
gagal bayar, karena daerah di anggaran pemerintah pada APBD. Sesuai
dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004.
4.
Sebagai Jaminan
Obligasi daerah dapat dijadikan sebagai agunan dan dapat dijual setiap saat
apabila pemegang obligasi membutuhkan dana, dengan menjualnya kepasar.
5.
Partisipasi dalam Pembangunan
Dengan adanya obligasi daerah yang nominalnya dapat terjangkau oleh
masyarakat umum, investasi masyarakat pada obligasi daerah merupakan
wujud nyata partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.
-
8/17/2019 Obligasi beres
24/58
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Kegiatan
Kegiatan ini dilakukan di Propinsi Sumatera Utara dengan lokasi kegiatan di
Kota Medan.
B. Ruang Lingkup Studi
1. Tahapan Studi
Metode yang digunakan pada penelitian/pengkajian ini meliputi beberapa
langkah, antara lain :
a.
Pengambilan data ke instansi-instansi terkait dengan keuangan daerah. b.
Melakukan tabulasi dan analisa data dengan menggunakan metode-
metode statistik yang ada kaitannya dengan ruang lingkup studi.
c. Melaksanakan kegiatan diskusi dengan para pakar untuk mendapatkan
pendapat ahli.
d.
Menyusun rekomendasi
2. Lingkup Kajian
Sesuai dengan tujuan dan, sasaran kegiatan ini, maka lingkup kajian penelitian dan sumber daya manusia, pemerintah daerah.
a. Pengkajian permasalahan penerbitan obligasi daerah dari aspek
kelembagaan dan sumber daya manusia, pemerintah daerah.
b. Pengkajian permasalahan penerbitan obligasi daerah dari aspek
kemampuan keuangan daerah.
c.
Pengkajian permasalahan penerbitan obligasi daerah dari aspek makro
ekonomi.
d.
Pengkajian permasalahan penerbitan obligasi daerah dari aspek
manajemen dan akuntansi keuangan daerah.
-
8/17/2019 Obligasi beres
25/58
25
3. Analisa Data
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kwantitatif dan
kwalitatif. Pendekatan kwantitatif digunakan untuk menguji model analisa
yang digunakan untuk melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
penerbitan obligasi daerah dan mengidentifikasi kemampuan Pemerintah
Propinsi Sumatera Utara dalam menerbitkan Obligasi Daerah. Sedangkan
pendekatan kwalifikasi digunakan untuk mendapatkan opini para pakar/ahli
dalam penerbitan obligasi daerah.
Sedangkan pendekatan kwalitatif digunakan untuk mendapatkan opini para
pakar/ahli dalam penerbitan obligasi daerah. Tahapan analisa penelitian yang
akan dilaksanakan dalam kajian ini meliputi beberapa langkah sebagai berikut:
Studi pendahuluan, dimana pada tahap ini akan dilaksanakan kegiatan
pengambilan data-data keuangan Propinsi Sumatera Utara serta data lainnyayang mendukung model analisa dan pembuatan instrumen penelitian,
pelaksanaan pengumpulan data dilapangan.
§ Teknik analisa data, dimana dalam melakukan analisa data yang dihimpun
dilakukan dua pendekatan :
Pertama pendekatan diskriptif pendahuluan kwantitatif
-
Analisa deskriptif, menjelaskan permasalahan-permasalahan yang
dihadapi pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam penerbitan
obligasi dan membuat konsep terminologi sehubungan denganobligasi daerah Propinsi Sumatera Utara
-
Analisa Kwantitatif. Menjelaskan variabel makro ekonomi yang
mempengaruhi obligasi daerah mencakup variabel
- Variabel dependen : Obligasi daerah
Variabel Independen : - Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
-
Tingkat kemiskinan
-
Tingkat pengangguran
-
Income Perkapita
-
Tingkat Ekspor
-
Pendapatan Asli Daerah
-
Tingkat Inflasi
-
8/17/2019 Obligasi beres
26/58
26
-
Realisasi Penerimaan Pemerintah
Modul Estimasi :
Y = 0 + 1 x1 + 2 x2 + 3 x3 + 4 x4 + 5 x5 + e
Keterangan :
Y = PDRB (60 % x PRRB)
X1 = Realisasi Penerimaan Pemerintah
X2 = Tingkat Pengangguran
X3 = Pendapatan Perkapita
X4 = Tingkat Ekspor
X5 = Tingkat inflasi
-
8/17/2019 Obligasi beres
27/58
27
2,59
4,83
3,724,07
4,42
5,9 5,95
0
1
2
3
4
5
6
7
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Kondisi Ekonomi Propinsi Sumatera Utara
Sumatera Utara salah satu propinsi yang ada di Negara kesatuan Republik
Indonesia yang memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota. Kondisi ekonomi Sumatera
Utara mengalami krisis sama seperti Propinsi lain pada tahun 1997 yang lalu
Recovery ekonomi Propinsi Sumatera Utara dapat digambarkan dari indikator
tertentu sebagai berikut :
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara pada tahun 1999mengalami pertumbuhan 2,59 % tahun 2000 mengalami pertumbuhan
4,83 %, tahun 2001 mengalami perubahan 3,72, turun sebesar 1,11 %
dibandingkan dengan tahun 1999. Tahun 2002 mengalami pertumbuhan
sebesar 4,07 %, mengalami kenaikan sebesar 0,35 % dibandingkan dengan
ekonomi 4,42 %. Mengalami kenaikan sebesar 5,79 % dan mengalami
kenaikan sebesar 1,37 % dibandingkan dengan tahun 2003. Tahun 2005
diperlukan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara 5,95 %.
-
8/17/2019 Obligasi beres
28/58
28
1,37
5,73
14,79
9,59
4,23
6,8 7
0
2
46
8
10
12
14
16
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
2. PDRB Sumatera Utara
Perkembangan PDRB Sumatera Utara dari tahun 1994 sampai dengan tahun
2004 mengalami kenaikan dari tahun ke tahun baik berdasarkan atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan. Kondisi perkembangan PDRB
Sumatera Utara dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 3 : PDRB Sumatera Utara. Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan.
Tahun 1999 – 2004
TahunAtas Dasar Harga Berlaku
(Milyar Rupiah)Atas Dasar Harga Konstan
(Milyar Rupiah)
1999200020012002
200320042005
61.957.5668.260.7778.501.3588.117.50
93.233.39107.507.73121.880.00*)
22.910.0924.013.6024.911.0525.925.36
27.71.2528/.638.5328.640.000*)
Sumber : BPS. Propinsi Sumatera Utara 2005
*) Angka Sementara
3. Inflasi
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara secara perlahan diikuti
perkembangan inflasi juga yang berlahan inflasi Sumatera Utara yang bersumber
dari gabungan 4 kota, yaitu Medan, Pematang Siantar, Padang Sidempuan, dan
Sibolga. Pada Tahun 2004 mencapai 6,80 persen, mengalami kenaikan sebesar
2,57 % dibandingkan dengan tahun 2003. Tahun 2005 tingkat inflasi Sumatera
Utara diperlukan sebesar 7.00 persen.
-
8/17/2019 Obligasi beres
29/58
29
4. Ekspor
Kinerja perekonomian Sumatera Utara tahun 1999 – 2004 berdasarkan
kegiatan ekspor menunjukkan secara relatif terus menyangkut baik di dasarkan
pada volume fisik maupun berdasar nilai ekspor. Pada tahun 2004 volume ekspor
mencapai 7.512.899 ton, meningkat sebesar 2.022.77 ton dibandingkan dengan
tahun 2003. Tahun 2005 volume ekspor Sumatera Utara diperlukan US $ sebesar
US$ 4.239.410, meningkat nilai volumenya sebesar US$ 1.551.534 dibandingkan
dengan tahun 2003 dan pada tahun 2005 diperkirakan mencapai US $ 4.340.000,.
Kondisi perkembangan ekspor Sumatera Utara dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4 : Ekspor Sumatera Utara Berdasarkan Volume
(Ton) dan Nilai FUB (ribu US $) Tahun 1999 – 2004.
Tahun Atas Dasar Harga Berlaku(Milyar Rupiah) Atas Dasar Harga Konstan(Milyar Rupiah)
1999200020012002200320042005
5.150.9935.166.6545.492.3416.622.5735.490.1127.512.889
7.610.000*)
2.606.2162.437.7642.294.7962.891.9962.687.8764.239.410
4.350.000*)
Sumber : BPS. Propinsi Sumatera Utara 2005
*) Diperkirakan
5. Impor
Kegiatan pembangunan Propinsi Sumatera Utara diberbagai sektor
ekonomi tidak terlepas dari kebutuhan bahan baku, barang, modal dan kebutuhan
barang. Konsumsi untuk masyarakat. Penyediaan kebutuhan ini belum dapat
dipenuhi oleh sektor ekonomi di Propinsi Sumatera Utara dan melakukan impor
untuk kebutuhan tersebut. Perkembangan impor Propinsi Sumatera Utara dari
tahun 1999 – 2004, mengalami naik turun baik didasarkan pada volume maupun
di dasarkan pada nilai (CIF). Pada tahun 2003 volume maupun nilai impor
Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2005 mencapai 3.310.000 ton. Pada tahun
2004 nilai impor Propinsi Sumatera Utara mencapai 953.360 dan mengalami
peningkatan sebesar US$ 273.550 dibandingkan dengan periode tahun 2003.
-
8/17/2019 Obligasi beres
30/58
30
1,96
1,631,44
2,07 2,08
3,29 3,39
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Diperkirakan volume impor Sumatera Utara tahun 2005 mencapai US $ 960.000
Kondisi perkembangan impor Propinsi Sumatera Utara, dapat dilihat pada table
berikut ini.
TahunAtas Dasar Harga Berlaku
(Milyar Rupiah)Atas Dasar Harga Konstan
(Milyar Rupiah)
1999200020012002200320042005
2.601.0422.620.1662.830.2422.681.0562.343.1123.221.857
3.310.000*)
699.577775.287860.758819.298679.810953.360
960.000*)
Sumber : BPS. Propinsi Sumatera Utara 2005
*) Angka Sementara
6. Neraca Perdagangan
Perkembangan ekspor dan impor Propinsi Sumatera Utara dari tahun
1999-2004 menunjukkan posisi nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor
yang positif. Dengan demikian perdagangan luar negeri Sumatera Utara
mengalami surplus. Pada tahun 2004 nilai ekspor Sumatera Utara sebesar US $
239.410 dan nilai impor sebesar US $ 953.360 mengalami surplus sebesar US $
3.283.050 pada tahun 2003. Nilai ekspor Propinsi Sumatera Utara sebesar US $
2.687.876 dan nilai impor sebesar US $ 679.810, mengalami surplus sebesar US $
2.008.006. Surplus neraca perdagangan diperkirakan neraca perdagangan luar
negeri pada tahun 2005 sebesar US $ 3.380.000, mengalami pertumbuhan sebesar
US $ 277.984 (63,64 %). Perkembangan neraca perdagangan luar negeri Propinsi
Sumatera Utara dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Gambar : Neraca Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara.
Tahun 1999 – 2004 (Ribu US $)
-
8/17/2019 Obligasi beres
31/58
31
5,485,99
6,777,49
3,07
8,91
9,98
0
2
4
6
8
10
12
7. PDRB Perkapita Sumatera Utara
PDRB perkapita menggambarkan distribusi PDRB terhadap jumlah Propinsi
Sumatera Utara. Perkembangan PDRB perkapita Propinsi Sumatera Utara dari
tahun 1999 – 2004 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2004
PDRB perkapita mencapai Rp. 8.910.397 dan mengalami peningkatan sebesar Rp.
839.426 atau (10,40 %) dibandingkan dengan PDRB. perkapita Propinsi Sumatera
Utara tahun 2003. Diperkirakan tahun 2005 PDRB Propinsi Sumatera Utara
mencapai Rp. 9.980.000. Perkembangan PDRB Propinsi Sumatera Utara dapat
dilihat pada grafik berikut ini :
8. Struktur Ekonomi Propinsi Sumatera Utara
Struktur ekonomi Propinsi Samatera Utara dari tahun 1999 – 2004menunjukkan tugas sektor lapangan usaha yang dominan yang memberikan
kontribusi terhadap PDRB, yaitu sektor pertanian, industri dan perdagangan
(termasuk hotel dan restoran). Perkembangan ketiga sektor tersebut dari tahun ke
tahun yang paling dominan kontribusinya sektor pertanian dan disusul dengan
sektor industri. Kondisi perkembangan sektor pertanian, industri dan perdagangan
dapat dilihat pada table berikut ini.
-
8/17/2019 Obligasi beres
32/58
32
Tabel 5 : Kontribusi Sektor Pertanian, Industri dan PerdaganganTerhadap PDRB Tahun 1999 – 2004 (Persen)
Lapangan Usaha/SektorTahun
Pertanian IndustriPerdagangan,
Hotel dan Restoran
1999200020012002200320042005
30.6230.3030.6730.2329.3328.98
28.54*)
27.1326.6526.5126.3325.8325.9125.51
19.7419.2418.9219.0118.4918.6418.31
Sumber : BPS. Propinsi Sumatera Utara 2005*) Angka Sementara
9. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Perkembangan PAD Propinsi Sumatera Utara dari tahun 1999 sampai dengantahun 2004 terus mengalami peningkatan. Tahun 2004 realisasi PAD
mencapai Rp. 1.081.371.912.888 lebih besar 19,06 % di bandingkan realisasi
PAD pada tahun 2003 Rp. 908.262.191.068. Perkembangan PAD Propinsi
Sumatera Utara dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 6 : Perkembangan PAD Propinsi Sumatera Utara Tahun 1999 – 2004
TahunPADRp.
Persentase
199920002001200220032004
187.738.013.162255.078.480.009423.075.216.370614.459.380.064908.262.191.068
1.081.371.912.888
-38.8765.8345.2448.8119.06
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara 2004.
10. Peluang dan Potensi Penerbitan Obligasi Daerah
Amandemen UU No. 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang No. 33
tahun 2004 yang memberikan peluang bagi daerah untuk membiayai
pembangunan Infrastruktur melalui penerbitan obligasi. Penerbitan obligasi
(Municipal Bond) memiliki aspek politis dan aspek ekonomis. Aspek Politik,
secara tidak langsung melibatkan masyarakat untuk membantu pemerintah dalam
-
8/17/2019 Obligasi beres
33/58
33
pembiayaan pembangunan. Sedangkan aspek ekonomis adanya multiplier effect
akibat pembiayaan pemerintah melalui penerbitan obligasi daerah. Sehingga akan
meningkatkan aktivitas ekonomis yang lebih baik.
Penerbitan obligasi daerah merupakan salah satu alternatif sumber
pembiayaan pada struktur APBD yang mengalami defisit. Dengan adanya
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 peluang penerbitan obligasi daerah Propinsi
Sumatera Utara memungkinkan dengan menyikapi penilai secara kelayakan dari
proyek-proyek yang dibiayai melalui penerbitan obligasi.
Peluang secara aspek keuangan daerah Undang-Undang No. 33 tahun
2000 memungkinkan Pemerintah Daerah Sumatera Utara menerbitkan obligasi
daerah dalam membiayai proyek-proyek fasilitas publik yang menghasilkan
benefit. Namun persyaratan lainnya harus dapat mengkondisikan peluang daerah
untuk menerbitkan obligasi daerah, seperti Peraturan Pemerintah (PP), PeraturanBapepam, Peraturan Daerah (Perda) dan sebagainya.
Potensi penerbitan obligasi daerah sangat tergantung kepada sektor
ekonomi daerah yang perlu mendapatkan biaya untuk merespon kegiatan
pembangunan dalam upaya peningkatan pelayanan. Keberadaan sektor publik
Sumatera Utara yang tidak dapat terlepas dengan ekonomi global yang tersedia
dan di perlukan masyarakat maupun dunia usaha masih terbatas. Upaya
pengembangan pelayanan publik bagi pemerintah Propinsi Sumatera Utara
menjadi potensi penerbitan obligasi daerah. Seperti sektor transportasi untuk jalanTol, dan Kereta Api, Air Minum, Pelabuhan udara dan laut.
Upaya peningkatan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara kedepan dalam
rangka mengadakan dan meningkatkan fasilitas publik yang sesuai dengan
tuntutan era globalisasi terkendala oleh pembiayaan terutama pembangunan
infrastruktur transportasi jalan Tol, jalan Kereta Api, pelabuhan udara dan laut
antar kota Pemerintah Kabupaten/Kota, serta pelabuhan-pelabuhan udara dan laut.
Dengan adanya Undang-Undang No. 33 tahun 2004 upaya pemerintah Sumatera
Utara dalam menyediakan dan meningkatkan infrastruktur dapat direalisasi
dengan pembiayaan penerbitan obligasi daerah.
Dengan adanya penerbitan obligasi daerah memungkinkan pemerintah
menyatakan masyarakat untuk partisipasi dalam pembangunan dan memberikan
-
8/17/2019 Obligasi beres
34/58
34
peluang alternatif bagi investor untuk melakukan investasi. General income
perkapita Propinsi Sumatera Utara setelah krisis ekonomi tahun 1997
menunjukkan prospek yang membaik. Tahun 1998 setelah krisis income perkapita
Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 3.732.761.61. Tahun 2004 income perkapita
Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 8.489.290 yang mengalami kenaikan sebesar
Rp. 4.756.528.39 (127.43 %). Kondisi ini merupakan potensi peluang pemerintah
daerah dalam penerbitan obligasi daerah, penerbitan obligasi daerah dengan
nominal Rp. 500.000 memungkinkan masyarakat yang berpenghasilan sedang
keatas untuk mencari pada obligasi daerah.
Pemerintah Sumatera Utara dalam upaya pembangunan sektor ekonomi
dengan mengadakan atau meningkatkan sarana dan prasarana yang dapat
mendatangkan profit merupakan potensi penerbitan obligasi daerah.
11. Konsep Terminologi Obligasi Daerah
Secara teoritis banyak terminology / istilah umum yang berhubungan dengan
obligasi yang dapat dilihat pada berbagai literatur. Istilah umum yang berkaitan
dengan obligasi daerah yang mengacu pada istilah umum yang berkaitan dengan
Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan Direktorat Pengolahan Surat Utang
Negara. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan dalam bentuk
brosur. Istilah tersebut antara lain :
1.
Nilai Nominal adalah Nominal Value
Nilai nominal harga pokok, nilai pecahan pada unit yang dicantumkan pada
obligasi daerah. Nilai nominal ini dapat diidentik seperti uang kertas rupiah
yang diterbitkan dalam pecahan nominal Rp. 1.000,- Rp. 5.000,- Rp. 10.000,-
dan Rp. 100.000,- . untuk obligasi daerah/surat utang pemerintah daerah yang
dapat terjangkau oleh masyarakat luas sebaiknya diterbitkan dalam pecahan
nominal per unit sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Nilai nominal
ini akan dibayar pemerintah daerah pada saat jatuh tempo Obligasi Daerah
yang bersangkutan dan nilai nominal ini juga sebagai dasar perhitungan kupon
yang akan dibayar pemerintah daerah.
-
8/17/2019 Obligasi beres
35/58
35
500.000)x2
10%(25.000.Rp
nominalxPrice
nominalxKuponYieldCurrent
=
.500.000Rpx%95
.500.000Rpx%10
=
2. Kupon (Coupon)
Kupon adalah besarnya tingkat bunga yang dibayarkan oleh penerbit
obligasi kepada pemegang obligasi yang dinyatakan dalam persentase terhadap
nilai nominal sesuai dengan kontrak. Persentase tingkat bunga kupon ini tertera
pada halaman muka suatu obligasi atau sekuritas lain. Suatu contoh, obligasi
dengan tingkat bunga kupon 10 %. Artinya setiap tahun jumlah yang dibayarkan
kepada investor adalah sebesar 10 % dikalikan dengan nilai nominal perusahaan
unit, jika nilai nominal per unit sebesar Rp. 500.000,- maka kupon yang diterima
per tahun oleh investor adalah sebesar Rp. 50.000,- (10 % x Rp. 500.000,).
Apabila dalam “Turn and conditions” periode pembayaran kupon di tetapkan 2
kali setahun, maka pembayaran kupon jatuh tempo 6 bulan pertama adalah
sebesar
3. Tingkat keuntungan (Yield)
Tingkat keuntungan adalah imbal hasil berupa bunga yang diperoleh investor
atas obligasi diinvestasi pada waktu tertentu. Ada dua macam keuntungan
(yield) yaitu keuntungan sekarang (current yield) dan yield to maturity.
a.
Current Yield
Current yield dihitung dengan cara ratio bunga kupon obligasi tahunandibagi dengan harga beli obligasi tersebut. Contoh, jika kupon 10 % yang
nominalnya Rp. 500.000,- yang dibeli pada harga 95 % (artinya 95 % dari
nominalnya), maka current yield adalah sebesar :
= 10,526 %
Dengan demikian, tingkat keuntungan investor atas obligasi yang dibeli
sebenarnya adalah sebesar 10,526 % bukan 10 % (kuponnya).
b.
Yield to Maturity
-
8/17/2019 Obligasi beres
36/58
36
000.500.5%)(1
500.000
5%)(1
.500.000Rpx5%
5%)(1
.500.000Rpx5%
5%)(1
.500.000Rpx5%
5%)(1
.500.000Rpx5%
5%)(1
.500.000Rpx5%P
55
4321
Rp=+
++
++
+
+
+
+
+
+
=
16,938.478.%)61(
000.500.
%)61(
000.500.%5
6%)(1
.500.000Rpx%5
6%)(1
.500.000Rpx%5
6%)(1
.500.000Rpx%5
6%)(1
.500.000Rpx%5P
55
4321
Rp Rp xRp
=+
++
++
+
+
+
+
+
+
=
t n
t Y Y
It
)1()1(P
1 +
ΟΒΛ+
+=∑
−
1.522.259,1Rp4%)(1
500.000
4%)(1
.500.000Rpx5%
4%)(1
.500.000Rpx%5
4%)(1
.500.000Rpx5%
4%)(1
.500.000Rpx5%
4%)(1
.500.000Rpx5%P
55
4321
=+
++
++
+
+
+
+
+
−
=
Yield to Maturity adalah keuntungan dari kupon dan pokok obligasi yang
akan diterima pada hari jatuh tempo yang dikonversikan dengan nilai
sekarang.
Contoh : obligasi dengan nominal Rp. 500.000,- dibayar bunga kupon
setiap tahun sebesar 5 % dan obligasi tersebut jatuh tempo setelah lima
tahun. Berapa yield to Maturity jika kupon obligasi 5 %, 4 % dan 6 %.
1.
2.
3.
Dari hasil perhitungan Yield To Maturity dengan tingkat bunga obligasi
yang beredar dapat ditentukan bahwa tingkat keuntungan Yield to maturity
berbanding terbalik dengan obligasi. Jika tingkat bunga obligasi naik, maka hanya
obligasi menurun dan jika tingkat bunga obligasi turun, maka hanya obligasi akan
naik.
Harga premium, discount dan par. Pada obligasi daerah, hasil perhitungan
Yield to maturity suatu obligasi dapat menentukan kondisi premium, discount dan
par.
1.
Harga Premium
Harga premium terjadi apabila pada saat pembeli obligasi daerah harus
membayar lebih besar dari pada nominal obligasi daerah tersebut. Contoh
-
8/17/2019 Obligasi beres
37/58
37
Nominal obligasi per unit Rp. 500.000 dan dibayar pembeli sebesar
Rp 522.259.11, yang didasarkan Yield to maturity 4 %, maka dengan
kondisi seperti ini disebut harga premium. Besar premium adalah
Rp. 522.259.11 - Rp 500.000 = Rp 22.259.11
2.
Harga Discount
Harga discount terjadi apabila pada saat pembeli obligasi daerah
membayar lebih rendah dari pada nominal obligasi daerah tersebut contoh
nominal obligasi daerah per unit Rp. 500.000 dibayar pembeli sebesar
Rp. 478.938.16 yang didasarkan yield to maturity 6 %, maka dengan
kondisi seperti ini disebut harga discount : Besar discount adalah
Rp. 500.000 – Rp. 478.938.16 = Rp. 21.061.84
3.
Harga ParHarga par, terjadi apabila pada saat pembeli obligasi daerah membayar.
Sama dengan dari pada nominal obligasi daerah tersebut. Contoh :
nominal obligasi daerah per unit Rp. 500.000 dan dibayar pembeli sebesar
Rp. 500.000 yang didasarkan Yield to maturity 5 %, maka kondisi seperti
ini disebut harga par.
4.
Capital Gain/Loss
Capital gain/loss adalah selisih antara harga jual dengan harga beli obligasi
daerah, jika harga jual lebih tinggi dari pada harga beli, maka pemegangobligasi memperoleh capital gain. Sebaliknya perancang obligasi bisa
memperoleh Capital Loss apabila harga jual lebih rendah dari pada harga
belinya. Capital gain dapat dilakukan oleh pemegang obligasi pada saat
membeli obligasi daerah pada harga discount dan menahannya sampai
jatuh tempo, maka investor tersebut memperoleh capital gain. Karena pada
saat jatuh tempo, emiten akan membayar sebesar nilai par nya.
5.
Accrued Interest
Accrued interest (bunga berjalan) ialah jumlah bunga berjalan yang harus
di bayar pembeli obligasi kepada penjual obligasi. Bunga berjalan, timbul
-
8/17/2019 Obligasi beres
38/58
38
jika transaksi jual beli obligasi terjadi di antara tanggal pembayaran kupon
obligasi dan di hitung dari tanggal pembayaran kupon sebelumnya sampai
dengan tanggal transaksi.
6. Clean Price dan Durty Price
Clean price adalah harga obligasi daerah sebelum memperhitungkan bunga
berjalan, sedangkan Durty Price adalah harga obligasi daerah setelah
memperhitungkan bunga berjalan (accrued interest), yang dapat dibuat
dalam persamaan sebagai berikut :
Durty Price = Clean Price + Accrued Interest
7. Coupon Bonds dan Zerocoupon Bonds
Coupon Bonds adalah obligasi daerah yang dibayar oleh emiten ataskupon secara regular dan membayar pokok saat jatuh temponya. Zero
Coupon Bonds adalah obligasi daerah yang pembayaran kupon secara
periodik. Namun harga membayar pokok saat jatuh tempo.
12. Tingkat Bunga Obligasi Yang Beredar
Tingkat bunga/kupon merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan
investor. Dalam melakukan investasi pada suatu obligasi tertentu, tingkat bunga obligasi tertarik bagi investor paling tidak diatas tingkat bunga umum
dengan menganggap faktor lain tidak berubah dan tingkat resiko yang kecil
sekali.
Penerbitan obligasi di Indonesia oleh pihak swasta jauh lebih berkembang dari
pada Pemerintah, penerbitan obligasi oleh pemerintah seperti “Surat Utang
Negara” (SUN), jauh lebih tidak beresiko dibandingkan dengan obligasi yang
diterbitkan perusahaan swasta karena SUN dijamin oleh Pemerintah begitu
juga obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jauh lebih tidak
beresiko jika dibandingkan dengan Surat Utang Negara, maupun obligasi yang
diterbitkan oleh perusahaan swasta. Karena berdasarkan Undang-Undang No.
33 tahun 2004, obligasi tersebut dijamin oleh pemerintah daerah yang
-
8/17/2019 Obligasi beres
39/58
39
dianggarkan pada APBD, dan obligasi tersebut dinilai dalam mata uang
rupiah. Tingkat resiko ini dapat juga menentukan tingkat bunga obligasi yang
diterbitkan, dan sebagai acuan atau pertimbangan bagi investor untuk
melakukan investasi pada obligasi daerah.
Menentukan tingkat bunga obligasi daerah, tentu mempertimbangkan
tingkat bunga obligasi yang beredar dan mempertimbangkan faktor beresiko, yang
didasarkan kepada kemampuan daerah dan perkembangan ekonomi. Hasil studi
literatur terbaru. Perkembangan tingkat bunga dari obligasi swasta bervariasi
sekitar 10 % - 17 % pertahun.
Kondisi ini dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 7 : Tingkat Bunga Obligasi yang Beredar
No Jenis Isuer Nama Perusahaan
Tingkat Bunga
(Kupon %) Sumber1 Obligasi Invomobil Finance
penerbitan obligasi II Rp.2,2 triliun tahun 2005
Dengan tingkat bunga yangditawarkan 13 %
Media 4 Mei2005
2 Obligasi PT. Bank Ekspor Indonesia(BEI) Penerbitan ObligasiRp. 500 milyar
Seri A jangkawaktu 370harikisarannya7,625 %-8,25%.Seri B. Jangkawaktu 3 tahun10, 375%-11%
MediaIndonesia 30Maret 2005
3 Obligasi PT. Citra Marga NusaphalaPersada (MNP).Menerbitkan obligasi Rp.400 miliar
Menawarkantingkat suku
bunga yangrelatif lebihtinggi dari padasuku bunga
perbankan dansertifikat bankIndonesia(SBI)12 – 12,75%
MediaIndonesia29-3-2005
4 Surat Utang
Negara (SUN)
Pemerintah, menyalurkan
Surat Utang Negara (SUN)Rp. 3 triliun
Tingkat imbalan
hasil rata-rata10,4 %
Media
Indonesia 9-3-2005
-
8/17/2019 Obligasi beres
40/58
40
5 SuratPerbendaharaan
Negara (SPN)
Pemerintah akanmenerbitkan surat utang
jangka pendek SPN padatahun 2005
- MediaIndonesia10-3-2005
6 Obligasi ValutaAsing (ObligasiValas)
Pemerintah Indonesiamenerbitkan obligasi .Valuta asing RI senilai US$1 milyar sekitar Rp. 9,4triliun
- MediaIndonesia
13 - 4 - 2005
7 Obligasi Bank Danamon akanmenerbitkan obligasisenilai Rp. 2,5 triliun
Seri A, jangkawaktu 3 tahuntingkat bungayang ditawarkan8,54 % - 9,4 %.Seri B, jangkawaktu 5 tahundengan tingkat
bunga 10,115 %- 10,615 %
MediaIndoneisa
10-3 – 2005
8 Obligasi Astra Swadaya terbitkanobligasi Rp. 1 triliun(obligasi VI seri A-K)
Seri A-Imemiliki tingkat
bunga 8 % -10,375 %. Seri Jmemiliki tingkat
bunga 10,625 %
MediaIndonesia28-2-2005
9 Obligasi Bank BPD Sulawesi Utaraakan menerbitkan obligasiIII bernilai Rp. 200 miliar
Tingkat bungayang ditawarkan12,250 %-12,875%
MediaIndonesia29-3-2005
10 Obligasi Bank NTB I (2005) Seri A, 11,875 %Seri B, 12,875 %
Work Shop National 6-7
Juli 2005
11 Obligasi Bank Lyonnaise (2005) Seri A,B,C dan D13,375 %
Work Shop National 6-7
Juli 2005
12 Obligasi Bank Jabar (2005) Seri A, 11, 75 %Seri B, 12,50 %
Work Shop National 6
13 Obligasi Bank PT. BPD Jawa Timur(2003)
Seri A, 13, 45% Work Shop National 6
14 Obligasi PT. BPD Sumatera Selatan(2003)
14,375 % Work Shop National 6-7
Juli 2005
15 Obligasi Bank Nagaris Seri A & B16,75%
Work Shop National 6-7
Juli 2005
16 Obligasi Polytama 500 milyar(2005)
Imbali hasilobligasi 14 % -
Medan12 - 8 –
-
8/17/2019 Obligasi beres
41/58
41
14,75 % 2005
13. Kendala Penerbitan Obligasi Daerah
Kendala proses penerbitan obligasi daerah terutama menyangkut peraturan
administrasi, institusi dan keberadaan kwalitas sumber daya manusia yang
menangani obligasi tersebut.
Kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola pinjaman telah diatur
dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004, namun Undang-Undang atau
peraturan yang melibatkan instansi tertentu dalam penerbitan obligasi daerah
tersebut belum diatur seperti : peraturan-peraturan (PP) BAPEPAM belum
mengatur tentang obligasi daerah (yang diperkirakan tahun 2005 telah
diterbitkan). Kepmen keuangan tentang obligasi daerah bank Indonesia dan
Departemen Dalam Negeri. Undang-undang atau peraturan tertentu merupakan
acuan kegiatan proses penerbitan obligasi daerah yang harus ada sebagai dasar
hukum proses penerbitan obligasi daerah.
Peraturan Bapepam yang mengatur obligasi daerah menentukan
pemerintah daerah dalam menerbitkan obligasi daerah harus menerapkan suatu
kondisi atau syarat yang mana pemerintah daerah belum memiliki atau belum
menerapkan kondisi syarat tersebut pada kegiatan pengelolaan pemerintah daerah.
Banyak faktor yang terlebih dahulu dibenahi untuk proses penerbitan obligasi.
Pemerintah Daerah Sumatera Utara antara lain :
1.
Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah
2.
Debt Management Unit (DMU) Obligasi Daerah
3. SDM Pengelolaan DMU
4. Pengetahuan masyarakat tentang seluk beluk obligasi daerah
5.
Menentukan lembaga Rating Agincy (RA)
6.
Lembaga Penjamin
Hambatan yang utama penerbitan obligasi daerah Propinsi Sumatera Utara
adalah belum lengkap Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Pemerintah
Daerah (Perda) sehingga tidak mungkin dalam waktu dekat ini untuk melakukan penerbitan obligasi daerah Propinsi Sumatera Utara.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang memuat neraca laba rugi,
laporan surplus defisit dan laporan realisasi anggaran, belum menganut standar
Akuntansi Keuangan Pemerintah, perlu diperlakuan dengan sistem yang
-
8/17/2019 Obligasi beres
42/58
42
dianjurkan Bapepam, yang merupakan salah satu syarat suatu institusi dalam
penerbitan obligasi. Penerapan standar Akuntansi Keuangan. Pemerintah Daerah
perlu disiapkan agar persyaratan yang diterbitkan Bapepam dapat dipenuhi.
Kegiatan pengelolaan dan administrasi penyelenggaraan pemerintah sudah
padat di tambah lagi dengan pengelolaan dan administrasi kegiatan obligasi
daerah, tidak memungkinkan secara administrasi, untuk itu perlu di bentuk suatu
badan yang khusus mengelola kegiatan penerbitan obligasi daerah. (Debt
Management Unit Obligasi Daerah). Pengelolaan utang yang disebabkan
penerbitan obligasi tidak perlu ditangani bagian anggaran, akan tetapi ditangani
oleh Debt Management Unit (DMU). DMU mempunyai tugas menyusun level
utang, merencanakan kebutuhan biaya, mengkaji alternatif pembayaran pokok dan
bunga, dan menyiapkan administrasi penerbitan obligasi daerah.
Badan yang mengelola utang (obligasi) diperlukan kwalifikasi sumber dayamanusia (SDM) yang mempunyai kwalifikasi professional tertentu dan
berpengalaman. Untuk itu mendudukkan SDM tertentu pada DMU perlu direkrut
dari instansi dilingkungan pemerintah atau dari instansi lain dan melakukan
pendidikan terhadap SDM. Keberadaan kwalifikasi SDM yang professional pada
DMU sangat urgen dalam menjalankan fungsi DMU yang berhubungan dengan
obligasi daerah. Persiapan SDM yang berkwalitas perlu dilakukan pemerintah
daerah dalam melakukan persiapan proses penerbitan obligasi daerah.
Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah sehubungan dengan penerbitan obligasi daerah, perlu dipahami oleh masyarakat untuk merespon yang
positif. Pengetahuan masyarakat tentang seluk beluk obligasi daerah perlu ada,
agar kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam pembiayaan pembangunan
melalui penerbitan obligasi mendapat respon yang positif maupun koreksi dan
saran sehubungan dengan penerbitan obligasi tersebut. Tanpa memahami seluk
beluk penerbitan obligasi daerah, bagaimana bisa melakukan respon, koreksi dan
saran terhadap kebijakan penerbitan obligasi dalam pembiayaan pembangunan
daerah.
Pemerintah dalam persiapan penerbitan obligasi, perlu menentukan suatu
lembaga peringkat (Rating Agincy) yang independent menentukan peringkat atas
obligasi yang akan diterbitkan. Misalnya obligasi BEI II tahun 2005 ini mendapat
-
8/17/2019 Obligasi beres
43/58
43
peringkat BBB + dari PT. Pefindo. (Media Indonesia 30-3-2005). Moody’s
menggunakan area untuk rating tertinggi, diikuti Aa, A, Baa, Ba, Caa, Ca, C dan
D untuk rating terendah. Peringkat ini menggambarkan keberadaan resiko yang
dihadapi obligasi daerah, yang dinilai dari kapasitas ekonomi, dan hukum terkait
sehubungan dengan kapasitas ekonomi, dan hukum terkait dengan penerbitan
obligasi daerah (standard and Poor’s di AS).
Semakin tinggi obligasi, semakin rendah resiko yang dihadapi investor
semakin rendah rating obligasi semakin tinggi resiko yang dihadapi. Pemerintah
daerah harus dapat menentukan lembaga peringkat untuk persiapan menentukan
obligasi yang akan diterbitkan.
Masa berlakunya obligasi daerah ditentukan pada perjanjian antara
Pemerintah Daerah yang menerbitkan obligasi daerah dengan wali amanat yang
mewakili investor. Namun peran penting sehubungan dengan sukses atau tidaknya penerbitan obligasi daerah dijamin oleh lembaga penjamin (underwriting).
Lembaga penjamin dapat berfungsi membantu emiten dalam pendaftaran obligasi
dibursa efek. Persiapan underwriten sangat diperlukan dalam memenuhi ketentuan
peraturan Bapepam.
14. Pengaruh Variabel Makro Ekonomi
Banyak variable ekonomi yang mempengaruhi penerbitan obligasi daerah
baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagaimana yang diungkapkan
pada uraian tinjauan pustaka. Penerbitan obligasi pemerintah Propinsi Sumatera
Utara mencoba mengamati variable realisasi penerimaan pemerintah (X1),.
Tingkat pengangguran (X2). Pendapatan perkapita (X3), tingkat ekspor (X4) dan
tingkat inflasi (X5).
Berdasarkan data time series yang diperoleh dan diolah dengan program
SPSS 13 untuk menghitung besarnya masing-masing koefisien variable yang
disertakan pada model estimasi yang diajukan dapat dilihat pada table berikut ini :
-
8/17/2019 Obligasi beres
44/58
44
Tabel 8 : Hasil Variabel Realisasi Penerimaan Pemerintah. TingkatKomunikasi Pendahulu, Tingkat Pengangguran, PendapatanPerkapita, Tingkat Ekspor dan Inflasi Terhadap ObligasiDaerah.
Variabel Koefisien t Statistik t Sig
KonstanteRealisasi penerimaan pemerintah (X1)Tingkat Pengangguran (X2)Pendapatan Perkapita (X3)Tingkat Ekspor (X4)Tingkat Inflasi (X5)
-4E+0090,024
-7683,326522,5753,040
2E+008
2,392-0,3250,9520,6841,095
0,6580,0270,7490,3530,5020,287
Variabel Dipenden, Obligasi Daerah (Y) = 5 %n = 25F hitung = 12,205, dan nilai Sig = 0,000R 2 = 0,763
Sumber : Lampiran 1Berdasarkan table diatas dapat ditentukan 1 hasil model estimasi sebagai
berikut : -4E+009 + 0,024 (X1) + -7683,326 (X2) + 522,575 (X3) + 3,040 (X4) +2E+008 (X5).
Hasil model estimasi ini, dapat memberikan informasi, bahwa variabel realisasi
penerimaan pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap penerbitan
obligasi daerah dan ke efisiennya menunjukkan sebesar 0,24 Artinya apabila
realisasi penerimaan pemerintah (X1) meningkat sebesar Rp. 1 miliar, cateris
paribus, maka akan meningkat penerbitan obligasi daerah sebesar Rp 0,24 miliar,tingkat pengangguran (X2) berpengaruh negatif terhadap penerbitan obligasi
daerah dan ke efisiennya menunjukkan sebesar -7683,33, artinya apabila tingkat
pengangguran penduduk meningkat sebesar 1 orang cateris paribus, maka akan
berkurang penerbitan obligasi sebesar Rp. 7.683,33 Variabel pendapatan perkapita
(X3) berpengaruh positif terhadap penerbitan obligasi daerah, dan ke efesiennya
menunjukkan 522,58, artinya, apabila tingkat pendapatan perkapita meningkat
Rp 1 cateris paribus, maka akan meningkat penerbitan obligasi sebesar
Rp. 522,58.
Variabel tingkat ekspor (X4) mempunyai pengaruh yang positif terhadap
penerbitan obligasi daerah dan ke efisiennya menunjukkan sebesar 3,040 artinya,
-
8/17/2019 Obligasi beres
45/58
45
apabila tingkat ekspor meningkat sebesar US$ 1 cateris paribus, maka akan
meningkat penerbitan obligasi daerah sebesar Rp. 3,040. Variabel tingkat inflasi
mempunyai pengaruh yang positif terhadap penerbitan obligasi daerah dan
koefisiennya menunjukkan sebesar 2E + 008, artinya, apabila tingkat inflasi,
meningkat sebesar 1 %, cateris paribus, maka akan meningkat penerbitan obligasi
sebesar Rp. 2E + 008.
Variabel ekonomi realisasi penerimaan pemerintah secara parsial berpengaruh
nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat kepercayaan
95 % dan pendapatan perkapita, tingkat ekspor dan inflasi tidak berpengaruh
nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat kepercayaan
95 %. Berdasarkan kolom Sig (Lampiran 2 pada bagian koefisien) nilai Sig
Realisasi Penerimaan Pemerintah lebih kecil dari nilai toleransi dengan
= 5 %(0,05) dengan demikian HA berarti realisasi penerimaan pemerintah signifikan.
Variabel ekonomi tingkat pengangguran (X3) secara parsial tidak berpengaruh
nyata secara negatif terhadap penerbitan obligasi daerah. Pada tingkat
kepercayaan 95 % karena nilai Sig tingkat pengangguran (lampiran 2. Pada bagian
koefisien) lebih besar dari nilai toleransi kesalahan pada = 5 % (0,05) dengan
demikian diterima HO. Artinya variabel tingkat pengangguran tidak signifikan.
Variabel ekonomi realisasi penerimaan pemerintah (X1), tingkat pengangguran
(X2) Tingkat pendapatan perkapita (X3), tingkat ekspor (X4) dan tingkat inflasi
(X5) secara serentak berpengaruh nyata terhadap penerbitan obligasi daerah. Pada
tingkat kepercayaan 95%.
Koefisien determinasi (R 2) menunjukkan nilai sebesar 0,763 yang memberikan
informasi bahwa secara bersama variable independent, realisasi penerimaan
pemerintah (X1), tingkat pengangguran penduduk (X2), pendapatan perkapita
(X3), Tingkat ekspor (X4) dan tingkat inflasi (X5) mampu memberikan
penjelasan.. Variasi variabel penerbitan obligasi daerah sebesar 76,30 %.
Sedangkan sisanya sebesar 23,70 %, dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
disertakan dalam model estimasi yang diajukan
-
8/17/2019 Obligasi beres
46/58
46
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
2. Kesimpulan
Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dan analisis yang
dilakukan, maka kesimpulan kajian penerbitan obligasi daerah sebagai salah satu
sumber pemberdayaan Propinsi Sumatera Utara sebagai berikut :
1. Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam
proses penerbitan obligasi daerah menyangkut Aspek, Politik,
keberadaan SDM yang professional. Dalam mengelola, Penerbitan
obligasi (Debt management Unit), pengetahuan masyarakat tentang
obligasi daerah.2.
Kemampuan Pemerintah berdasarkan variable makro ekonomi realisasi
penerimaan pemerintah, tingkat pengangguran, pendapatan perkapita,
tingkat ekspor dan tingkat inflasi menunjukkan respon yang positif
terhadap penerbitan obligasi daerah.
3.
Variabel ekonomi realisasi penerimaan pemerintah berpengaruh nyata
secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat
kepercayaan 95 %.
4.
Variabel pendapatan perkapita, tingkat ekspor dan variabel inflasi tidak berpengaruh nyata secara positif terhadap penerbitan obligasi daerah
pada tingkat kepercayaan 95 %.
5. Variabel ekonomi tingkat pengangguran tidak berpengaruh nyata secara
negatif terhadap penerbitan obligasi daerah pada tingkat kepercayaan
95 %.
6.
Variabel realisasi penerimaan pemerintah. Tingkat pengangguran
pendapatan perkapita, tingkat ekspor dan tingkat inflasi secara bersama
mampu memberikan penjelasan variasi variabel penerbitan obligasi
sebesar 76,70 %. Sedangkan sisanya sebesar 23,70 % dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak di masukkan pada estimasi modal.
-
8/17/2019 Obligasi beres
47/58
47
7. Kinerja ekonomi Propinsi Sumatera Utara memberikan dorongan
peluang positif terhadap penerbitan obligasi daerah.
8.
Potensi peluang penerbitan obligasi daerah dalam mengarahkan
pembangunan Propinsi Sumatera Utara, melalui pembangunan fasilitas
publik sektor transportasi (jalan tol, jalan kereta api, pelabuhan udara,
pelabuhan laut).
9.
Besarnya nominal obligasi daerah Propinsi Sumatera Utara per unit
sebaiknya Rp. 500.000,-
-
8/17/2019 Obligasi beres
48/58
48
2. Rekomendasi
Perubahan Undang-Undang No. 32 dan No. 33 tahun 2004 memberikan
peluang bagi daerah inflasi melakukan otonomi pembiayaan sektor ekonomi
dalam mengadakan sarana dan prasarana untuk meningkatkan pelayanan publik
yang dapat memberikan profit. Tindakan proaktif terhadap Undang-Undang No.
32 dan No. 33 perlu diimplementasikan agar jangan terjadi bagi Pemerintah
Daerah keterlambatan tindakan dalam memperoleh peluang ekonomi yang
dijabarkan Undang-Undang tersebut. Atau menghilangkan peluang ekonomi atau
kesepakatan yang diamanahkan Undang-Undang.
Proaktif Pemerintah Propinsi Sumatera Utara terhadap Undang-Undang No.
32 dan No. 33 tidak dapat diinstankan segera, akan tetapi perlu persiapan
perangkat hukum lainnya seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Perda,
Kelembagaan Pengelolaan obligasi daerah mengadakan SDM yang professional, pemahaman masyarakat tentang liku-liku obligasi daerah.
Sehubungan persiapan implementasi Undang-Undang No. 32 tahun 2004
dalam rangka penerbitan obligasi daerah. Untuk sumber pembiayaan
pembangunan Propinsi Sumatera Utara, maka direkomendasikan langkah-langkah
strategi sbb :
1.
Melakukan sosialisasi obligasi daerah kepada masyarakat.
2.
Mempersiapkan Perda sehubungan dengan Pemerintah Obligasi
Daerah.3.
Membantu lembaga pengelolaan obligasi (Debt Management Unit)
4.
Mengadakan lokakarya untuk mempersiapkan tenaga ahli yang
akan duduk di Debt Management Unit.
5. Menerapkan standar Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah
-
8/17/2019 Obligasi beres
49/58
49
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka 1980 Tahun2001
Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka 1981 Tahun2002
Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka 1982 Tahun2003
Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka 1983 Tahun2004
Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka 1984 Tahun2005
Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka 2004 Tahun
2005Badan Pusat Statistik (BPS) Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Propinsi
Sumatera Utara Tahun 1999 – 2004.
Departemen Keuangan Republik Indonesia (2005) “Workshop National : Prospekdan peluang Obligasi Daerah Kebersihan Pembangunan Didaerah”.Gardux Place Simbaya 6 – 7 Juli 2005. Kerja sama DepartemenKeuangan Republik Indonesia dengan PT. Mitra Gemilang.
Fokus Media (2004) Undang-Undang Otonomi Daerah Bandung
Media Indonesia “Indomobil Finance Terbitan Obligasi Untuk Biaya Kredit”(4 Mei 2005)
Media Indonesia “ Pemerintah Akhirnya Kupas Obligasi Valas” (13 – April2005)”
Media Indonesia “ Dua Perusahaan Terbitan Obligasi Rp. 2,5 Triliun” (30 – Maret2005)
Media Indonesia “ MNP Terbitan Obligasi Ketiga” (29 Maret 2005)
Media Indonesia “ Penerbitan Suar Utang Jangka Pendek di mulai April 2005” (9Maret 2005)
Media Indonesia “ Danamon Terbitan Obligasi Senilai Rp. 2,5 Triliun” (10 Maret2005)
Media Indonesia “ Astra Sedaya Terbitan Obligasi Rp. 1 Triliun” (28 Pebruari2005)
Media Indonesia “ Polytama Tawarkan Obligasi Rp. 500 Miliar” (17 Agustus2005)
Suara Merdeka “Analisa Persiapan Matang Sebelum Penerbitan Obligasi Daerah(Senin 17 JAnuari 2005)
-
8/17/2019 Obligasi beres
50/58
50
Subiyantoro H. (2004) “Obligasi Daerah Sebagai Terobosan PembiayaanPengembangan Ekonomi Daerah” Makalah disampaikan PadaWorkshop Pengembangan Kemitraan Usaha Daerah dan InvestasiDaerah. Departemen Dalam Negeri. Jakarta.
Suanriyah (2004) “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Keempat UPPAMP YKPN Yogyakarta
-
8/17/2019 Obligasi beres
51/58
51
Lampiran 1. Data Variabel Makro Ekonomi Propinsi Sumatera UtaraTahun
1980 – 2004
Lampiran 2. Print out Hasil Regresi Berganda
Keterangan :
Y = Obligasi Daerah (60 % x PDRB)
X1 = Reaksi Penerimaan Pemerintah (Rp)
X2 = Tingkat Pengangguran (Orang)
X3 = Pendapatan Perkapita (Rp)
X4 = Tingkat Ekspor (US$)
X5 = Tingkat Inflasi (%)
-
8/17/2019 Obligasi beres
52/58
52
DRAFT
KAJIAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH
SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
PEMERINTAH PROPINSI SUMATERA UTARA
LITBANG PROPINSI SUMATERA UTARA
MEDAN
2005
-
8/17/2019 Obligasi beres
53/58
53
DAFTAR ISI
Abstrak ……………………………………………………………………… i
Kata Pengantar ……………………………………………………………… ii
Daftar Isi…………………………………………………………………….. iii-iv
DaftarTabel………………………………………………………………….. v
Daftar Lampiran …………………………………………………………….. vi
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………… 1
A. Latar Belakang………………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah…………………………………………… 3
C. Tujuan…………………………………………………………. 3
D. Sasaran………………………………………………………... 3
E. Manfaat……………………………………………………….. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 5A. Desentralisasi Sebagai Suatu Konsep………………………… 5
B. Perkembangan dan Tantangan Otonomi Daerah……………… 7
C. Kajian Konseptual ……………………………………………. 10
D. Pinjaman Daerah Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun
2004………………………………………………………….. 12
E. Pengertian dan Jenis Obligasi………………………………… 18
F. Variabel Ekonomi yang mempengaruhi Obligasi
Daerah………............................................................................ 20G. Manfaat Investasi Pada Obligasi Daerah……………………... 22
BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………………. 24
A. Lokasi Kegiatan………………………………………………. 24
B. Ruang Lingkup Studi…………………………………………. 24
1. Tahap Studi……………………………………………….. 24
2. Lingkup Kajian…………………………………………… 24
3. Analisa Data……………………………………………… 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………… 27
A. Hasil………………………………………………………….. 27
1. Kondisi Ekonomi Propinsi Sumatera Utara……………… 27
2. PDRB Sumatera Utara…………………………………… 28
iii
-
8/17/2019 Obligasi beres
54/58
54
3. Inflasi……………………………………………………. 28
4. Ekspor……………………………………………………. 29
5. Impor……………………………………………………… 29
6. Neraca Perdagangan………………………………………. 30
7. PDRB Perkapita Sumatera Utara…………………………. 31
8. Struktur Ekonomi Propinsi Sumatera Utara………………. 31
9. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)………….. 32
10. Peluang dan Potensi Penerbitan Obligasi Daerah………… 33
11. Konsep Terminologi Obligasi Daerah……………………. 34
12. Tingkat Bunga Obligasi Yang beredar…………………. 38
13. Kendala Penerbitan Obligasi Daerah……………………. 41
14. Pengaruh Variabel Makro Ekonomi………………