optimalisasi keputusan untuk inap truk atau tidak inap
TRANSCRIPT
1
Optimalisasi Keputusan untuk Inap Truk atau Tidak Inap Truk pada Jasa Transportasi Truk Semi-Trailer Peti Kemas: Studi Kasus PT. D
Heru Purnomo, Helman Arif
Manajemen, Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Kota Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh penjelasan mengenai faktor apa yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan yang optimal dan untuk mengetahui pilihan mana yang lebih menguntungkan antara inap truk atau tidak inap truk. Disain penelitian ini adalah studi kasus deskriptif kuantitatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam optimalisasi keputusan inap truk atau tidak inap truk adalah jarak tempuh dan kondisi jalan, energi (bahan bakar minyak), empty travel, kompetisi dan regulasi, serta waktu tempuh/waktu transportasi (transport time). Dan mengenai manakah yang lebih menguntungkan antara inap truk atau tidak inap truk dapat disimpulkan bahwa untuk peti kemas ukuran 20’ dan lokasi truk saat ini berada di A atau B, keputusan tidak inap truk (risk order) lebih menguntungkan. Untuk lokasi truk saat ini berada di C atau D, keputusan inap truk lebih menguntungkan, namun demikian jika jumlah minimal certain order dipenuhi maka lebih menguntungkan tidak inap truk (certain order). Untuk lokasi truk saat ini berada di E, F dan G, keputusan inap truk lebih menguntungkan. Untuk peti kemas ukuran 40’/45’ dan lokasi truk saat ini berada di A, B atau C, keputusan tidak inap truk (risk order) lebih menguntungkan. Untuk lokasi truk saat ini berada di D atau E, keputusan inap truk lebih menguntungkan, namun demikian jika jumlah minimal certain order dipenuhi maka lebih menguntungkan tidak inap truk (certain order). Untuk lokasi truk saat ini berada di F dan G, keputusan inap truk lebih menguntungkan.
Decision Optimalisation for Overnight Truck or Not Overnight Truck in Semi-Trailer
Truck Container Transportation Service: Case Study PT. D
Abstract
The purpose of this research is to obtain explanation on what factor to be considered in optimal decision making and to find out which decision is more profitable between overnight truck and not overnight truck. This research design is quantitative descriptive case study. From the research result it can be concluded that factors to be considered in decision optimalisation of overnight truck or not overnight truck are travel distance and road condition, energy (fuel), empty travel, competition and regulation, and travel time/transport time. And regarding which one is more profitable between overnight truck and not overnight truck it can be concluded for container size 20’ and current truck location is in A or B, decision of not overnight truck (risk order) is more profitable. For current truck location in C or D, decision of overnight truck is more profitable, however if minimum certain order amount is fulfilled then not overnight truck (certain order) is more profitable. For current truck location in E, F or G, decision of overnight truck is more profitable. For container size 40’/45’ and current truck location is in A, B or C, decision of not overnight truck (risk order) is more profitable. For current truck location in D or E, decision of overnight truck is more profitable, however if minimum certain order amount is fulfilled then not overnight truck (certain order) is more profitable. For current truck location in F or G, decision of overnight truck is more profitable.
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
2
Keyword: Decision optimalisation; decision tree; overnight truck; container transportation; semi-trailer truck
Pendahuluan
Dalam proses pengiriman barang ekspor atau impor menggunakan peti kemas, setiap
kali truk semi-trailer peti kemas melayani pesanan (order) pelanggan, ada dua kemungkinan
yang bisa terjadi terhadap terjadi terhadap order tersebut, yaitu muatan langsung diisi
kedalam peti kemas (stuffing) atau dibongkar dari peti kemas (stripping) pada saat truk dan
peti kemas yang diangkutnya tiba dilokasi bongkar muat, sehingga tidak akan terjadi inap
truk. Dan proses bongkar muat tertunda sehingga ada kemungkinan terjadinya inap truk
karena truk harus menunggu dilaksanakannya proses bongkar muat.
Jika inap truk maka kepala truk akan menginap bersama ekor truk semi-trailer-nya
(chassis) sampai kapan pun nanti tiba waktunya angkut dan kirim ke tujuan sesuai order
pelanggan. Jika tidak inap truk, maka kepala truk punya dua pilihan tambahan yang mungkin
terjadi, yaitu tidak inap truk (certain order) dan tidak inap truk (risk order).
Tidak inap truk (certain order) terjadi ketika ada order lain yang sudah pasti dari
pelanggan pada saat truk sedang menunggu proses bongkar-muat muatan. Sehingga jika truk
memilih untuk tidak inap truk yang mana berarti melepas ekor truk semi-trailer-nya (chassis)
dan meninggalkan lokasi muat saat ini maka truk tersebut sudah memiliki kepastian bahwa
akan mendapatkan tugas untuk melayani order baru tersebut (certain order).
Tidak inap truk (risk order) adalah ketika truk memilih untuk melepas chassis dan
kembali ke garasi untuk menunggu order berikutnya muncul berdasarkan instruksi petugas
Dispatcher. Dipilihnya pilihan tidak inap truk (risk order) ini memungkinkan perusahaan
untuk bisa secara maksimal memanfaatkan keberadaan truk untuk melayani order berikutnya
dengan segera sehingga bisa meningkatkan utilisasi atau produktivitas per unit truk
dibandingkan harus menunggu lama untuk waktu yang tidak tentu di lokasi pelanggan
sebelumnya
Permasalahan yang dihadapi dari situasi ini adalah ketika petugas Dispatcher atau tim
manajemen dihadapkan pada pilihan inap truk atau tidak inap truk, pengambilan keputusan
tidak inap truk dilakukan lebih kepada usaha untuk memenuhi order pelanggan yang muncul
pada saat itu, tanpa melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap semua alternatif pilihan
yang ada pada saat itu, yang mana termasuk didalamnya adalah proyeksi laba-rugi yang
mungkin timbul akibat serangkaian pilihan yang akan dilakukan. Pada situasi yang terlihat
acak tersebut keputusan sering diambil secara acak dan reaktif yang hanya menekankan pada
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
3
kecepatan respon dalam memenuhi order. Sehingga berdasarkan uraian latar belakang ini kita
melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang harus
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan inap truk atau tidak inap truk dan untuk
mengetahui pilihan mana yang lebih menguntungkan antara inap truk atau tidak inap truk.
Tinjauan Teoritis
Berdasarkan Rahardja dan Manurung (2008, h. 133), laba bisa didapat dengan
menghitung total revenue (TR, pendapatan keseluruhan) dikurangi total cost (TC, biaya
keseluruhan) dengan kondisi TR > TC sehingga bisa dirumuskan sebagai berikut:
Laba (π) = TR – TC
Total revenue (TR) atau total pendapatan adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual
(Q) dikalikan harga output per unit (P), dengan rumus sebagai berikut:
TR = P x Q
Harga output per unit (P) contohnya adalah harga atau tarif layanan untuk transportasi dari
Jakarta ke Cikarang. Sedangkan jumlah unit output yang terjual (Q) contohnya adalah
banyaknya order dalam setahun untuk rute transportasi dari Jakarta ke Cikarang.
Total cost (TC) terdiri dari fixed cost (FC) dan variable cost (VC), dengan rumus sebagai
berikut:
TC = FC + VC
Yang dimaksud dengan fixed cost (biaya tetap) adalah biaya yang besarnya tidak
tergantung pada jumlah produksi, contohnya biaya barang modal, gaji pegawai, bunga
pinjaman dan sewa gedung kantor.
Sedangkan variable cost (biaya variabel) adalah biaya yang besarnya tergantung pada
tingkat produksi, contohnya upah buruh, dan biaya bahan baku.
Berdasarkan beberapa penelitian dan uraian dalam bentuk literatur dari para ahli
bidang transportasi diketahui bahwa biaya transportasi dan pendapatan transportasi adalah hal
yang penting untuk diperhatikan dan dan harus dioptimalkan (Rodrigue, J-P et al., 2013; Han
dan Murphy, 2011; Russel et al., 2014). Komponen biaya transportasi atau kondisi yang
mempengaruhi biaya transportasi sehingga mempengaruhi rate (porsi biaya transportasi yang
ditagihkan ke pelanggan) menurut Rodrigue, J-P et al., (2013) adalah terdiri dari:
1. Geografi. Faktor yang mempengaruhi adalah jarak, fisiografi (geografi mengenai kondisi
fisik alam), keterjangkauan (accessibility). Contohnya pengiriman dari Perancis ke Belanda.
Dan pengiriman dari Perancis ke Inggris.
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
4
2. Jenis produk. Banyak produk membutuhkan pengemasan dan penanganan khusus. Faktor
yang mempengaruhi adalah pengemasan (packaging), berat (weight) dan kesegaran produk
(perishable). Contohnya pengiriman batu bara dan pengiriman bunga atau daging segar.
3. Energi. Kegiatan transportasi membutuhkan konsumsi bahan bakar minyak. Biaya
transportasi tergantung kepada harga bahan bakar minyak yang fluktuatif.
4. Skala ekonomis. Semakin besar kuantitas yang dikirim, semakin rendah biaya kirim
satuannya (unit cost). Faktor yang mempengaruhi adalah ukuran barang kiriman (shipment
size). Contohnya kapal ukuran besar dibandingkan kapal ukuran kecil.
5. Ketidakseimbangan perdagangan (trade imbalance). Faktor yang mempengaruhi adalah
perjalanan kosong/tanpa muatan (empty travel). Contohnya hubungan dagang antara China
dan Amerika Serikat.
6. Infrastruktur. Faktor yang mempengaruhi adalah kapasitas, keterbatasan, dan kondisi
operasional. Contohnya adalah jalan raya antar kota.
7. Moda (Mode of transport). Faktor yang mempengaruhi adalah kapasitas, keterbatasan, dan
kondisi operasional. Contohnya sebuah bus dibandingkan dengan sebuah mobil.
8. Kompetisi dan regulasi. Faktor yang mempengaruhi adalah tarif, larangan, keselamatan,
dan kepemilikan. Contohnya keberadaan Uni Eropa atau tarif Organda (Organisasi Angkutan
Darat) di Indonesia.
9. Surcharges. Adalah biaya tambahan yang ditagihkan secara sepihak (arbitrary) kepada
pelanggan karena situasi dan kondisi khusus. Contohnya biaya tambahan bagasi, biaya
tambahan bahan bakar (fuel surcharge), biaya keamanan (security fee).
10. Waktu transportasi. Sebuah komponen yang penting karena terkait dengan faktor layanan
dari sebuah transportasi. Termasuk didalamnya adalah transport time, order time, timing,
punctuality dan frequency. Waktu transportasi (transport time), contohnya adalah lama waktu
tempuh untuk mengirim barang dari kota A ke kota B. Waktu pemesanan (order time),
contohnya pesanan harus 2x24 jam sebelum keberangkatan barang. Waktu pelaksanaan
(timing), contohnya berangkat dan tiba pada waktu tertentu. Ketepatan waktu (punctuality),
contohnya rata-rata jam keterlambatan. Frekuensi (frequency), contohnya seberapa sering
kapal melayani atau singgah di pelabuhan kota A.
Russel et al., (2014) menyatakan bahwa penentu utama (key driver) biaya transportasi
adalah jarak (distance) yang berdampak langsung kepada biaya yang dipicu-jarak (distance-
driven cost) misalnya proses produksi dilakukan di China karena biaya produksinya murah
sementara konsumen berada di Amerika Serikat sehingga menyebabkan biaya transportasinya
tinggi karena tergantung kepada harga minyak dunia yang tidak stabil, kepadatan (density)
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
5
dan ukuran barang kiriman (shipment size) menjadi pertimbangan karena terkait economies of
scale, yaitu skala ekonomis yang timbul karena mengirim barang dalam jumlah lebih banyak
sehingga tidak-sering/jarang melakukan pengiriman barang (larger and less-frequent
shipments).
Sedangkan struktur biaya operasional perusahaan truk sebagaimana dinyatakan oleh
Han dan Murphy (2011), adalah terdiri dari komponen biaya tetap (fixed cost) dan tidak tetap
(variable cost) sebagai berikut:
1. Depreciation (Depresiasi)
2. Interest (Bunga)
3. Insurance (Asuransi kendaraan)
4. Registration (Registrasi kendaraan)
5. Fuel (Bahan bakar)
6. Oil (Oli pelumas)
7. Tires (Ban)
8. Repairs & Maintenance (Perbaikan dan Perawatan)
9. Road User Charge (Uang jalan, tol, biaya lain-lain)
Bahan bakar minyak pada penelitian tersebut terlihat sangat menonjol dengan total
biaya setahun sebesar 43% dari total biaya keseluruhan biaya operasional truk dan trailer,
diluar biaya overhead dan biaya tenaga kerja (labor) yang juga termasuk dalam penelitian
tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Baykasoglu & Kaplanoglu (2007), sebuah studi kasus
mengenai kerangka biaya-jasa pada perusahaan logistik yang memberikan layanan
transportasi menggunakan truk yang dilakukan di Turki, menunjukkan bahwa komponen
biaya overhead perusahaan logistik tersebut terdiri dari 19 macam biaya sebagai berikut:
1. Biaya depresiasi
2. Biaya asuransi karyawan
3. Biaya tenaga kerja tidak langsung
4. Pemotongan pajak oleh pembeli (Withholding tax)
5. Pajak kendaraan bermotor
6. Asuransi gedung
7. Biaya lisensi supir truk
8. Biaya suku cadang dan ban
9. Biaya tiket kepabeanan
10. Biaya telepon
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
6
11. Biaya uang makan supir
12. Biaya parkir dan administrasi dokumen
13. Biaya pergudangan
14. Biaya listrik
15. Biaya transportasi karyawan
16. Biaya perjalanan luar negeri
17. Biaya perbankan dan konsultasi
18. Biaya periklanan
19. Sumbangan
Komponen biaya transportasi truk semi-trailer peti kemas sebagaimana dinyatakan
dalam laporan riset tahunan American Transportation Research Institute di tahun 2012,
Fender & Pierce, (2012), adalah sebagai berikut:
Vehicle-based (berbasis kendaraan)
1. Fuel (bahan bakar)
2. Truck/trailer lease or purchase payments (biaya sewa atau pembelian)
3. Repair and maintenance (perbaikan dan perawatan)
4. Truck insurance premiums (premi asuransi)
5. Tires (ban)
6. Permits and special licenses (biaya perijinan)
7. Tolls (biaya tol)
Driver-based (berbasis supir)
1. Wages (biaya upah)
2. Benefits (biaya tunjangan)
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transportasi dan pendapatan transportasi, dari
beberapa hasil penelitian dan pendapat para peneliti dan ahli diatas dapat dirangkum
berdasarkan kesamaan arti dan makna sebagaimana berikut:
1. Jarak tempuh dan kondisi jalan.
2. Jenis produk (kemasan, berat, dan kesegaran produk).
3. Skala ekonomis( ukuran, kepadatan dan volume).
4. Energi (bahan bakar minyak).
5. Empty travel.
6. Infrastruktur (biaya overhead).
7. Moda transportasi.
8. Kompetisi dan regulasi.
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
7
9. Biaya tambahan (surcharges).
10. Waktu tempuh atau waktu transportasi (transport time). Yang terdiri dari
waktu pemesanan (order time), waktu pelaksanaan (timing), ketepatan waktu (punctuality)
dan Frekuensi (frequency).
Dalam menghadapi pilihan pengambilan keputusan, pengambil keputusan harus
membuat Decision Tree dan menggunakan nilai Expected Monetary Value (EMV) untuk
mengukur resiko, Emblemsvåg dan Kjølstad (2006).
Sementara itu menurut Heizer dan Render (2011), “decision tree adalah gambaran
grafis dari sebuah proses keputusan yang mengindikasikan pilihan keputusan, kondisi alami
dan probabilitas mereka, dan imbalan (payoffs) untuk tiap kombinasi pilihan keputusan
(decision) dan kondisi alami (state of nature)”. Sedangkan “expected monetary value (EMV)
adalah kriteria yang paling sering digunakan untuk analisis decision tree”. Pengambilan
keputusan dalam suatu resiko (risk), tergantung kepada asumsi probabilita untuk setiap state
of nature atau peristiwa atau kondisi yang terjadi atau muncul. State of nature tersebut harus
eksklusif satu sama lain dan total probabilitanya berjumlah 1. Sehingga bisa ditentukan nilai
EMV untuk tiap alternatif pilihan. Rumus penghitungan EMV tersebut adalah sebagai berikut:
EMV (Alternative i) = (Payoff of 1st state of nature) x (Probability of 1st state of nature)
+ (Payoff of 2nd state of nature) x (Probability of 2nd state of nature)
+ … + (Payoff of last state of nature) x (Probability of last state of
nature)
Jenis pengambilan keputusan tersebut diatas disebut juga sebagai pengambilan keputusan
dalam resiko (decision making under risk). Sedangkan jika ada jaminan kepastian bahwa
peristiwa (state of nature) tersebut akan terjadi maka jenis pengambilan keputusan tersebut
disebut pengambilan keputusan dalam kepastian (decision making under certainty).
Metode Penelitian
Disain penelitian ini adalah studi kasus deskriptif kuantitatif. Model penelitian ini
mengacu kepada model lane operations sebagaimana dinyatakan oleh Taylor dan Whicker
(2010), dimana layanan transportasi dilakukan antar service area yang ada.
Adopsi dari bentuk dasar model lane operations diatas terhadap penelitian ini adalah
sebagaimana terlihat pada gambar 1, yaitu adanya penambahan entitas garasi dan depot peti
kemas kosong pelayaran untuk menggambarkan situasi yang sebenarnya dalam serangkaian
proses transportasi peti kemas. Yang mana tiap wilayah adalah service area sebagaimana
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
8
sevice area dalam lane operations dengan adanya proses pengiriman yang mungkin terjadi
didalam service area tertentu atau antar service area.
Gambar 1. Bentuk layanan trasnsportasi oleh PT. D saat ini.
Sumber: Data studi kasus PT. D, telah diolah kembali oleh penulis
Simbol A, B dan C pada bagian luar tiap kurva adalah menyatakan batas wilayah layanan.
Kurva dibentuk berdasarkan klasifikasi jarak tempuh dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta. Simbol lingkaran C1, C2, C3 dan C4 adalah simbol untuk tiap pelanggan yang berada
pada wilayah layanan yang berbeda. Simbol P adalah untuk pelabuhan laut Tanjung Priok,
Jakarta. Simbol G adalah untuk garasi truk. Simbol D adalah untuk depot peti kemas kosong
pelayaran peti kemas.
Data dikumpulkan dari dua sumber data, yaitu data primer dan sekunder. Metode yang
digunakan untuk pengumpulan data primer adalah dengan melakukan wawancara sedangkan
data sekunder diperoleh dari studi literatur dan data operasional perusahaan tempat studi
kasus.
Data diolah dengan cara dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu agar didapatkan
data yang sudah terbagi dalam kelompok data yang mempunyai kriteria sama. Untuk data set
peti kemas ukuran 20’ pengolahan datanya dibedakan dengan peti kemas ukuran 40’ dan 45’
disebabkan harga jual yang berbeda antara pengiriman peti kemas ukuran 20’ dengan 40’ dan
45’. Sementara peti kemas ukuran 40’ digabungkan pengolahan datanya dengan peti kemas
ukuran 45’ karena harga jual jasa transportasi peti kemas ukuran 40’ dan 45’ adalah sama.
Untuk mendapatkan nilai probabilita data diolah dengan cara disaring dan
dikelompokkan sehingga menampilkan berapa banyak peti kemas yang dikirimkan per
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
9
wilayah layanan untuk peti kemas ukuran 20’ dan 40’/45’. Dari tabel frekuensi pengiriman
peti kemas dalam setahun bisa kita ketahui proporsi pengiriman peti kemas per kelompok data
dan probabilita pengiriman per kelompok data lokasi layanan. Probabilita terjadinya
pengiriman per truk per hari per wilayah layanan per ukuran peti kemas ditentukan dengan
cara mengkombinasikan jumlah order maksimum yang bisa dilayani oleh satu unit truk dalam
1 hari dengan data jumlah hari dalam setahun terjadinya pengiriman oleh truk.
Biaya operasional didapatkan dari data biaya operasional PT. D yang sudah
menunjukkan struktur biaya operasional dan besaran biaya untuk tiap ukuran peti kemas
untuk tiap rute layanan. Nilai rata-rata biaya didapatkan dari menjumlahkan seluruh biaya
dibagi dengan banyaknya biaya yang dijumlahkan. Besarnya biaya operasional baik peti
kemas ukuran 20’ atau 40’ atau 45’ mempunyai besaran biaya dan struktur biaya yang sama.
Laba didapat dari data operasional pengiriman dari PT. D. bersamaan dengan data
besarnya pendapatan tiap rute layanan. Nilai rata-rata laba didapat dengan cara menjumlahkan
seluruh nilai laba kemudian dibagi dengan banyaknya laba yang dijumlahkan. Dengan cara
yang sama kita bisa mendapatkan rata-rata pendapatan. Untuk menghitung EMV diperlukan
informasi mengenai berapa besarnya probabilita untuk tiap state of nature yang ada. Dengan
mengalikan nilai laba dengan nilai probabilitasnya maka kita akan mendapatkan nilai EMV.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan decision tree. Decision tree disusun
diawali dengan menggambarkan simpul keputusan awal apakah inap truk atau tidak inap truk.
Kemudian digambarkan garis percabangan keputusan berikutnya antara inap truk dan tidak
inap truk. Karena ada dua jenis kondisi tidak inap truk yang mungkin terjadi, maka keduanya
digambarkan sebagai pilihan keputusan, yaitu tidak inap truk (risk order) dan tidak inap truk
(certain order). Sehingga keseluruhan ada 3 pilihan keputusan yang tersedia pada tahapan
keputusan berikutnya ini, yaitu tidak inap truk (certain order), tidak inap truk (risk order) dan
inap truk. Selanjutnya dibuat simpul state of nature atau peristiwa atau situasi yang timbul
yang menyertai tiap keputusan. Kemudian dibuat garis penghubung yang menghubungkan
simpul keputusan yang didapat sebelumnya dengan simpul state of nature ini. EMV dan
probabilita tiap state of nature dituliskan pada tiap simpul state of nature kemudian payoff
yang berupa laba dituliskan pada bagian ujung paling kanan gambar cabang decision tree.
Sehingga jika mulai membaca dari bagian paling kanan gambar cabang decision tree akan
terlihat keterkaitan antara payoff dan probabilita didapatnya payoff tersebut pada tiap state of
nature atau peristiwa atau kondisi. EMV sebagai nilai imbalan yang akan kita bandingkan
dengan laba dari keputusan pembanding. Pilihan keputusan tidak inap truk (risk order) akan
menggunakan EMV sebagai nilai imbalan karena nilainya tergantung dengan besarnya
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
10
probabilita terjadinya peristiwa tersebut. Sementara pilihan keputusan tidak inap truk (certain
order) tidak perlu memperhitungkan probabilita terjadinya peristiwa karena order yang
didapat atau akan dilayani sudah pasti keberadaannya, cukup memperhitungkan laba
operasional saja. Seperti halnya tidak inap truk (certain order), pilihan keputusan inap truk
adalah sebuah hal yang pasti sehingga juga hanya memperhitungkan laba operasional. Oleh
karena itu pada tiap simpul state of nature pada gambar decision tree yang dibuat harus
menyertakan hitungan EMV untuk tiap cabang state of nature dari pilihan keputusan tidak
inap truk (risk order). Nilai laba dan EMV pada tiap simpul state of nature digunakan untuk
menentukan pilihan mana yang optimal untuk dipilih.
Hasil Penelitian Hasil optimalisasi keputusan inap truk atau tidak inap truk setelah dilakukan analisis data
adalah sebagaimana terlihat dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Rangkuman EMV dan laba optimalisasi keputusan
Sumber: Data studi kasus PT. D, telah diolah kembali oleh penulis
Uraian penjelasan dari tiap-tiap pilihan keputusan diatas adalah sebagai berikut:
a) Untuk peti kemas ukuran 20’ dan lokasi truk saat ini berada di A atau B, pilihan keputusan
yang optimal adalah tidak inap truk (risk order).
b) Untuk peti kemas ukuran 20’ dan lokasi truk saat ini berada di C atau D, pilihan keputusan
yang optimal adalah inap truk. Namun demikian jika jumlah minimal certain order dipenuhi
(tanda v*) maka pilihan keputusan yang optimal adalah tidak inap truk (certain order).
20' A - v Rp. 1.609.05420' B - v Rp. 1.088.32520' C v Rp. 896.119 - v* Rp. 3.295.91720' D v Rp. 1.034.409 - v* Rp. 2.214.72520' E v Rp. 1.258.046 - -20' F v Rp. 1.454.500 - -20' G v Rp. 1.739.125 - -
40'/45' A - v Rp. 2.003.88840'/45' B - v Rp. 1.569.93540'/45' C - v Rp. 1.228.67940'/45' D v Rp. 1.129.864 - v* Rp. 4.226.27340'/45' E v Rp. 1.364.864 - v* Rp. 2.383.27840'/45' F v Rp. 1.755.500 - -40'/45' G v Rp. 2.012.250 - -
Tanda v artinya pilihan keputusanTanda - artinya bukan pilihan keputusan
a)
b)
c)
d)
e)
g)
PILIHAN KEPUTUSAN INAP TRUK ATAU TIDAK INAP TRUKUKURAN PETI
KEMAS
LOKASI TRUK
SAAT INITIDAK INAP TRUK
RISK ORDER CERTAIN ORDERINAP TRUK
NOMOR PILIHAN
KEPUTUSAN
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
11
c) Untuk peti kemas ukuran 20’ dan lokasi truk saat ini berada di E, F atau G, pilihan
keputusan yang optimal adalah inap truk.
d) Untuk peti kemas ukuran 40’/45’ dan lokasi truk saat ini berada di A, B atau C pilihan
keputusan yang optimal adalah tidak inap truk (risk order).
e) Untuk peti kemas ukuran 40’/45’ dan lokasi truk saat ini berada di D atau E, pilihan
keputusan yang optimal adalah inap truk. Namun demikian jika jumlah minimal certain order
dipenuhi (tanda v*) maka pilihan keputusan yang optimal adalah tidak inap truk (certain
order).
f) Untuk peti kemas ukuran 40’/45’ dan lokasi truk saat ini berada di F atau G, pilihan
keputusan yang optimal adalah inap truk.
Pada tabel 2 dibawah ini diurutkan nilai EMV dari yang tertinggi ke yang terendah
sehingga terlihat bahwa EMV tidak inap truk (risk order) dengan nilai paling tinggi adalah
untuk lokasi truk saat ini di A. Lokasi truk saat ini di B adalah lokasi dengan EMV tertinggi
kedua setelah A.
Tabel 2. Rangkuman EMV tidak inap truk (risk order) dan laba.
Sumber: Data studi kasus PT. D, telah diolah kembali oleh penulis
Lokasi truk saat ini Rute relokasi
Total EMV tidak inap truk
Tambahan biaya relokasi
EMV tidak inap truk
Laba inap truk di lokasi truk
saat ini
Ukuran peti
kemasA Tidak ada 2,003,888Rp -Rp 2,003,888Rp 768,292Rp 40'/45'A Tidak ada 1,609,054Rp -Rp 1,609,054Rp 691,209Rp 20'
B B --> A dan A --> B
2,090,664Rp 520,729Rp 1,569,935Rp 905,869Rp 40'/45'
C C --> A dan A --> C
2,003,888Rp 775,209Rp 1,228,679Rp 976,834Rp 40'/45'
B B --> A dan A --> B
1,609,054Rp 520,729Rp 1,088,325Rp 834,290Rp 20'
D D --> A dan A --> D
2,003,888Rp 929,665Rp 1,074,223Rp 1,129,864Rp 40'/45'
C C --> A dan A --> C
1,609,054Rp 775,209Rp 833,845Rp 896,119Rp 20'
E E --> A dan A --> E
2,003,888Rp 1,192,950Rp 810,938Rp 1,364,864Rp 40'/45'
D D --> A dan A --> D
1,609,054Rp 929,665Rp 679,389Rp 1,034,409Rp 20'
F F --> A dan A --> F
2,003,888Rp 1,427,920Rp 575,968Rp 1,755,500Rp 40'/45'
E E --> A dan A --> E
1,609,054Rp 1,192,950Rp 416,104Rp 1,258,046Rp 20'
F F --> A dan A --> F
1,609,054Rp 1,427,920Rp 181,134Rp 1,454,500Rp 20'
G G --> A dan A --> G
2,003,888Rp 1,985,787Rp 18,101Rp 2,012,250Rp 40'/45'
G G --> A dan A --> G
1,601,958Rp 1,985,787Rp (383,829)Rp 1,739,125Rp 20'
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
12
Lokasi truk saat ini di lokasi C dan D adalah lokasi yang kurang menguntungkan yang perlu
ditinjau lebih lanjut. Untuk lokasi truk saat ini di lokasi E dan F adalah lokasi dengan nilai
EMV terendah kedua setelah G. Dan lokasi truk saat ini di G adalah lokasi dengan nilai EMV
tidak inap truk (risk order) terendah dan bahkan merugi.
Pembahasan Tahap pengolahan data menghasilkan data yang sudah diklasifikasikan dengan kriteria jarak
tempuh dari dan ke pelabuhan serta sudah memiliki nilai probabilita untuk tiap wilayah
layanan termasuk probabilita pengiriman per n jumlah truk dalam satu hari dan sudah
memiliki nilai perhitungan laba operasional untuk tiap pilihan keputusan sehingga siap untuk
dianalisis menggunakan decision tree.
Gambar 2. Decision tree untuk peti kemas ukuran 20’ dan lokasi truk saat ini di A
Sumber: Data studi kasus PT. D, telah diolah kembali oleh penulis
KEPUTUSAN LOKASI PENGIRIMAN BERIKUTNYA LABA
Π = Rp. 5.830.020
A
B
C
D
E
F
G
Π = Rp. 0
Π = Rp. 2.332.008
Π = Rp. 3.498.012
Π = Rp. 4.664.016
Inap truk
Tidak inap atau inap
truk
Π = Rp. 0
Π = Rp. 1.250.850
Π = Rp. 2.501.700
Π = Rp. 3.752.550
Lokasi pengiriman C, (0,3626)
Π = Rp. 691.209
Π = Rp. 691.209
n = 0, (0,5642)
Π = Rp. 0
Π = Rp. 0
Π = Rp. 0
Π = Rp. 0
Π = Rp. 1.242.153
Π = Rp. 2.484.306
Π = Rp. 1.426.141
Π = Rp. 1.584.080
Π = Rp. 1.595.463
Σ EMVn = Rp. 2.488.344
Tidak inap (risk order)
Total EMV = Rp. 1.609.054
Π = Rp. 1.166.004
n = 0, (1)
Π = Rp. 0
Π = Rp. 1.120.029
Π = Rp. 2.240.058
Σ EMVn = Rp. 772.173
Σ EMVn = Rp. 1.576.801
Σ EMVn = Rp. 676.592
Σ EMVn = Rp. 621.447
Σ EMVn = Rp. 0
Σ EMVn = Rp. 200.547
Tidak inap (certain orders)
Π = Rp. 1.584.080
Π = Rp. 1.166.004
Π = Rp. 1.120.029
Π = Rp. 1.242.153
Π = Rp. 1.426.141
Π = Rp. 1.250.850
Total Π = Rp. 9.384.720
Π = Rp. 1.595.463
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
13
Decision tree disusun untuk tiap wilayah layanan yang terbentuk, mulai dari wilayah layanan
A sampai dengan G, dengan pasangan kombinasi keputusan untuk truk dari wilayah tertentu
ke wilayah lainnya, untuk tiap ukuran peti kemas. Masing-masing wilayah layanan memiliki
pilihan keputusan inap truk, tidak inap truk (risk order) dan tidak inap truk (certain order).
Contoh decision tree yang disusun untuk truk dari wilayah layanan A ke wilayah layanan B
untuk peti kemas ukuran 20’ adalah sebagaimana terlihat pada gambar 2 diatas. Dengan cara
yang sama decision tree untuk tiap pilihan keputusan yang ada disusun dan digunakan untuk
melakukan analisis optimalisasi keputusan.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
optimalisasi keputusan inap truk atau tidak inap truk dan pilihan manakah yang lebih
menguntungkan antara keputusan inap truk atau tidak inap truk didapat kesimpulan sebagai
berikut:
• Faktor-faktor penentu dalam optimalisasi keputusan inap truk atau tidak inap truk adalah
jarak tempuh dan kondisi jalan, energi (bahan bakar minyak), empty travel, kompetisi dan
regulasi, serta waktu tempuh/waktu transportasi (transport time).
• Untuk peti kemas ukuran 20’ dan lokasi truk saat ini berada di A atau B, keputusan tidak
inap truk (risk order) lebih menguntungkan. Untuk lokasi truk saat ini berada di C atau D,
keputusan inap truk lebih menguntungkan, namun demikian jika jumlah minimal certain
order dipenuhi maka lebih menguntungkan tidak inap truk (certain order). Untuk lokasi truk
saat ini berada di E, F dan G, keputusan inap truk lebih menguntungkan.
• Untuk peti kemas ukuran 40’/45’ dan lokasi truk saat ini beradai di A, B atau C, keputusan
tidak inap truk (risk order) lebih menguntungkan. Untuk lokasi truk saat ini berada di D atau
E, keputusan inap truk lebih menguntungkan, namun demikian jika jumlah minimal certain
order dipenuhi maka lebih menguntungkan tidak inap truk (certain order). Untuk lokasi truk
saat ini berada di F dan G, keputusan inap truk lebih menguntungkan.
Saran
Tingginya nilai EMV dan tingginya tingkat permintaan di wilayah A dan didukung
dengan pengetahuan terhadap faktor-faktor penentu yang mempengaruhi biaya transportasi
dan pendapatan maka dalam rangka memaksimalkan laba yang didapat dan sekaligus
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
14
mengurangi biaya transportasi atau mengurangi resiko kerugian yang lebih tinggi sebaiknya
fokus layanan pada wilayah A lebih ditingkatkan dibandingkan wilayah lainnya dengan cara
melakukan pembelian armada truk baru sehingga perusahaan bisa memperoleh pendapatan
yang maksimal dari wilayah layanan A dengan tetap mempertahankan wilayah layanan
lainnya. Atau sebaiknya upaya peningkatan fokus layanan pada wilayah A ini dimulai dengan
melakukan review terhadap wilayah layanan lain yang kurang menguntungkan misalnya
wilayah layanan D dan E, yang mempunyai nilai EMV lebih rendah dibandingkan laba inap
truk, diikuti dengan pengalihan armada truk dari wilayah D dan E yang kurang
menguntungkan tersebut ke wilayah A. Untuk wilayah layanan yang merugi seperti wilayah
G, sebaiknya wilayah layanan ini ditutup dan memindahkan kapasitas layanan wilayah G ke
wilayah A yang lebih menguntungkan sehingga membantu tercapainya hasil peningkatan
fokus layanan pada wilayah A.
Penelitian ini dilakukan menggunakan data yang terbatas pada data tahun 2013
sehingga karakteristik yang ada hanya terbatas pada keadaan dan kondisi pada tahun 2013
tersebut. Perubahan yang mungkin terjadi pada komposisi pelanggan saat ini akan
memberikan pengaruh perubahan kepada hasil klasifikasi data dan akan berdampak juga
kepada nilai probabilitasnya sehingga akan mempengaruhi hasil hitung laba dan EMV.
Keterbatasan ini menyebabkan hasil penelitian ini tidak bisa digunakan dalam jangka panjang
tanpa mengerjakan ulang keseluruhan tahapan penelitian karena tergantung kepada keadaan
dan kondisi tertentu dari karakteristik data yang diteliti.
Kepustakaan Andries, Melky Herry (2013). Wawancara pribadi. Baykasoglu, A,. & Kaplanoglu, V., (2007). A service-costing framework for logistics companies and a case study. Management Research News. 30 (9), 621-633. Cooper, D., R., & Schindler, P., S., (2006). Business Research Methods (Edisi internasional, edisi ke-9). McGraw-Hill Education. Emblemsvåg, J., & Kjølstad, L. E., (2006). Qualitative risk analysis: some problems and remedies. Management Decision, 44 (3), 395-408. Fender, K., J., & Pierce, D., A., (2012). An Analysis of the Operational Costs of Trucking: 2012 Update. American Transportation Research Institute. Han, S-K., & Murphy, G., (2011). Trucking Productivity and Costing Model for Transportation of Recovered Wood Waste in Oregon. Forest Products Journal, 61 (7), 552-560. Mei, 2011.
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014
15
Heizer, J., & Render, B., (2011). Operation Management (Edisi global, edisi ke-10). New Jersey: Prentice Hall, Pearson Education. Kusnadi, Muhamad (2013). Wawancara pribadi. PT. D (2013). VAS trial [Data komputer]. Jakarta, PT. D. PT. D (2013). Biaya operasional truk [Data komputer]. Jakarta, PT. D. Rahardja, P., & Manurung, M., (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi (Edisi ke-3). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Russell, D., Coyle, J., Ruamsook, K., & Thomchick, E., (2014). The real impact of high transportation costs. CSCMP's Supply Chain Quarterly (Edisi Quarter 1 2014). http://www.supplychainquarterly.com/topics/Logistics/20140311-the-real- impact-of-high-transportation-costs/ Rodrigue, J-P et al., (2013). The Geography of Transport Systems. Hofstra University. Department of Global Studies & Geography. http://people.hofstra.edu/geotrans Taylor, G. D., & Whicker, G. L., (2010). Extended Regional Dispatch for Truckload Carriers. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, 40 (6), 495-515. April, 2010.
Optimalisasi Keputusan..., Heru Purnomo, FE UI, 2014