optimasi jarak elektroda dan voltase pada … · g. penetapan kadar magnesium dalam ekstrak cair...
TRANSCRIPT
OPTIMASI JARAK ELEKTRODA DAN VOLTASE PADA DEKLOROFILASI SECARA ELEKTROKOAGULASI
PADA EKSTRAK DAUN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertonii M) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Ferri Ariya Yanu Pribadi
NIM : 058114163
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
ii
OPTIMASI JARAK ELEKTRODA DAN VOLTASE PADA DEKLOROFILASI SECARA ELEKTROKOAGULASI
PADA EKSTRAK DAUN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertonii M) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Ferri Ariya Yanu Pribadi
NIM : 058114163
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
vi
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “ Optimasi Jarak Elektroda dan Voltase pada Deklorofilasi secara
Elektrokoagulasi pada Ekstrak Daun Stevia (Stevia rebaudiana Bertonii M)
dengan Metode Desain Faktorial ”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) pada program studi Farmasi di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan ini merupakan bagian dari penelitian Payung
yang dibiayai Hibah PHK A3 Dikti dengan judul “Optimasi Proses Ekstraksi dan
Studi Preformulasi Steviosida sebagai Pemanis Pengganti Gula”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-
banyaknya kepada berbagai pihak yang telah banyak memberi dukungan,
bimbingan, dorongan, maupun sarana selama penulis melaksanakan dan
menyusun skripsi. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Bapak Yohanes Dwiatmaka. M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran dan dukungan baik selama pelaksanaan
maupun penyusunan skripsi.
viii
3. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak memberikan saran, bimbingan dan dukungan baik selama pelaksanaan
maupun penyusunan skripsi.
4. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk menyempurnakan karya tulis
ini.
5. Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk menyempurnakan karya tulis
ini.
6. Bapak dan ibuku yang tersayang, mas Wawan dan adikku Aji, dan om Tusia
terima kasih atas doa, dukungan dan cinta yang besar yang telah diberikan
selama ini.
7. Teman-teman team Stevia Maniez: Tyas, Retha, Totok, Febrian, Diana, Nia,
Natalia dan Siska terima kasih atas kerjasama, diskusi dan kebersamaannya
selama penelitian ini.
8. Mas Arian, terima kasih banyak atas segala bantuan, saran, dan dukungannya
selama penelitian ini.
9. Mas Wagiran, mas Sigit, mas Sarwanto, mas Bimo dan segenap laboran
fakultas Farmasi yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
10. Agus, Hendra, Vian, Yoyok, Berto, Donal, Bayu, Alfa dan teman-teman
Farmasi Sains dan Teknologi (FST) angkatan 2005 yang tidak mungkin saya
sebut satu per satu.
ix
11. Teman-teman KKN-ku kelompok 6 angkatan XXXVII yang selalu
mendukung dan memberi semangat.
12. Semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan untuk
penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
x
xi
INTISARI
Penelitian ini merupakan optimasi metode deklorofilasi secara elektrokoagulasi pada ekstrak daun stevia (Stevia rebaudiana Bert.) dengan metode desain faktorial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan diantara jarak elektroda, voltase, atau interaksi antara keduanya dalam menentukan deklorofilasi yang optimal, dan untuk memperoleh area optimum dari jarak elektroda dan voltase yang diteliti.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan aplikasi desain faktorial. Pada penelitian dilakukan proses ekstraksi, deklorofilasi dengan elektrokoagulasi, dan validasi metode. Optimasi metode elektrokagulasi dalam menghilangkan klorofil dilakukan dengan menggunakan desain faktorial dengan kombinasi perlakuan 1, a, b dan ab, dengan kombinasi jarak elektroda dan voltase yang berbeda-beda pada tiap perlakuan. Parameter optimasi dari metode elektrokoagulasi dapat diketahui dari % deklorofilasi yang diperoleh dengan pengukuran menggunakan metode spektrofotometri serapan atom. Analisis secara spektrofotometri serapan atom didasarkan pada kandungan magnesium di dalam klorofil. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa jarak elektroda, voltase dan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang dominan dalam menentukan besar % deklorofilasi. Berdasarkan contour plot diperoleh area optimum yang diprediksi mampu menghasilkan % deklorofilasi yang optimal hingga lebih dari 90,90%.
Kata kunci : deklorofilasi, elektrokoagulasi, ekstrak cair daun stevia, desain
faktorial, spektrofotometer serapan atom
xii
ABSTRACT
This research was about optimization of dechlorophyllation methode by electrocoagulation in stevia (Stevia rebaudiana Bert.) leaf extracts with factorial design methode. The aims of the research were to observe the dominant effect among electrode distance, voltage, and the interaction of both on determining the optimal dechlorophyllation, and to obtain the optimum area of electrode distance and voltage which observed.
This research was pure experimental research based on factorial design application. The research involved some process, such as extraction, dechlorophyllation by electrocoagulation, and methode validation. Electrocoagulation methode optimization in eliminating chlorophyll using factorial design with combination of treatment 1, a, b, and ab, with different combination of electrode distance and voltage in each treatment. Optimization parameter of electrocoagulation methode was evaluated from % dechlorophyllation which it was obtained from the measurement by atomic absorption spectrophotometry methode. Analysis by atomic absorption spectrophotometry relied on magnesium in chlorophyll compound. Statistic analysis used in this research is Yate’s treatment with 95% level of confidence.
The result showed that electrode distance, voltage and the interaction of both do not give the dominant effect in determining the % dechlorophyllation. Based on contour plot, the optimum area was obtained, it was predicted can yield the % dechlorophyllation more than 90,90%.
Keyword : dechlorophyllation, electrocoagulation, liquid extract of stevia leaf,
factorial design, atomic absorption spectrophotometry
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .. vi
PRAKATA ................................................................................................... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... x
INTISARI ..................................................................................................... xi
ABSTRACT .................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xviii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xx
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 2
C. Keaslian Penelitian ............................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 3
E. Tujuan Penelitian .................................................................. 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................... 5
A. Stevia .................................................................................... 5
xiv
1. Keterangan botani ........................................................... 5
2. Kandungan kimia ............................................................ 5
B. Maserasi ................................................................................ 6
C. Isolasi Steviosida ................................................................... 7
D. Ekstrak .................................................................................. 8
E. Klorofil .................................................................................. 8
F. Deklorofilasi .......................................................................... 10
G. Elektrokoagulasi .................................................................... 10
H. Spektrofotometri Serapan Atom ........................................... 14
1. Prinsip metode spektrofotometri serapan atom ............... 14
2. Bagian-bagian spektrofotometri serapan atom ............... 15
3. Interferensi pengukuran dengan menggunakan
spektrofotometri serapan atom ....................................... 18
4. Kelebihan dan kekurangan metode
spektrofotometri serapan atom ....................................... 18
5. Aplikasi spektrofotometri serapan atom untuk
penetapan kadar klorofil dalam sampel ekstrak
cair .................................................................................. 19
I. Validitas Metode .................................................................. 19
1. Akurasi ............................................................................ 19
2. Presisi .............................................................................. 20
3. Linearitas ........................................................................ 20
xv
4. Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of
Quantitation (LOQ) .…………………………………… 20
5. Range ………………………………………………….. 21
J. Desain Faktorial ................................................................... 22
K. Landasan Teori ...................................................................... 23
L. Hipotesis .............................................................................. 25
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................ 26
B. Variabel dan Definisi Operasional ........................................ 26
1. Klasifikasi variabel ......................................................... 26
2. Definisi operasioanal ...................................................... 27
C. Bahan-bahan Penelitian ......................................................... 27
D. Alat-alat Penelitian ............................................................... 28
E. Tata Cara Penelitian .............................................................. 28
1. Determinasi tanaman ...................................................... 28
2. Pembuatan serbuk simplisia tanaman ............................. 28
3. Pembuatan ekstrak cair daun stevia ................................ 29
4. Deklorofilasi ekstrak cair daun stevia ............................. 29
5. Destruksi sampel ............................................................. 30
6. Analsis kualitatif dengan spektrofotometer
serapan atom .................................................................. 30
7. Penetapan kadar magnesium dalam ekstrak cair
daun stevia ...................................................................... 31
xvi
8. Validasi metode penetapan kadar magnesium
dalam ekstrak cair daun stevia ........................................ 32
9. Optimasi metode elektrokoagulasi pada ekstrak
cair daun stevia ............................................................... 33
F. Analisis Data dan Optimasi .................................................. 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 36
A. Determinasi Tanaman ........................................................... 36
B. Pembuatan Serbuk Simplisa Daun Stevia ............................. 36
C. Pembuatan Ekstrak Cair Daun Stevia ................................... 37
D. Deklorofilasi Ekstrak Cair Daun Stevia ................................ 39
E. Destruksi Sampel .................................................................. 42
F. Analisis Kualitatif Menggunakan Spektrofotometer
Serapan Atom ....................................................................... 43
G. Penetapan Kadar Magnesium dalam Ekstrak Cair
Daun Stevia ........................................................................... 44
1. Optimasi kondisi spektrofotometer serapan atom ........... 44
2. Pembuatan kurva baku ................................................... 46
3. Validitas metode ............................................................. 47
4. Perhitungan % Deklorofilasi ........................................... 49
H. Optimasi Metode Elektrokoagulasi pada Ekstrak
Cair Daun Stevia .................................................................. 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 58
A. Kesimpulan .......................................................................... 58
xvii
B. Saran .................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 59
LAMPIRAN ................................................................................................. 62
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 82
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Parameter validitas metode yang dipersyaratkan untuk
setiap kategori .......................................................................... 22
Tabel II. Desain faktorial pada elektrokoagulasi .................................... 30
Tabel III. Konsentrasi, absorbansi, dan koefisien korelasi dari
kurva baku ............................................................................... 46
Tabel IV. Kadar magnesium dalam ekstrak cair daun stevia
awal .......................................................................................... 47
Tabel V. Hasil perhitungan recovery dan koefisien variasi .................... 48
Tabel VI. Kadar magnesium dalam ekstrak cair daun stevia
setelah deklorofilasi ................................................................. 50
Tabel VII. Persentase deklorofilasi setelah perlakuan
elektrokoagulasi ....................................................................... 51
Tabel VIII. Efek jarak elektroda, voltase dan interaksi keduanya
dalam menentukan % deklorofilasi ......................................... 53
Tabel IX. Analisis Yate`s Treatment % deklorofilasi .............................. 55
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Steviosida ................................................................ 6
Gambar 2. Struktur kimia klorofil a, b, c1, c2, dan d .............................. 9
Gambar 3. Deskripsi metode elektrokoagulasi ....................................... 11
Gambar 4. Pengabut ................................................................................ 15
Gambar 5. Bagian-bagian dalam nyala .................................................. 16
Gambar 6. Hollow cathode lamp ............................................................ 17
Gambar 7. Bagian-bagian alat spektrofotometer serapan atom .............. 18
Gambar 8. Berkas sinar melewati interzonal combustion zone ............... 45
Gambar 9. Kurva hubungan antara kadar larutan baku
magnesium dan absorbansi (replikasi I) ................................ 47
Gambar 10. Hubungan pengaruh voltase (a) dan jarak elektroda
(b) terhadap % deklorofilasi .................................................. 54
Gambar 11. Contour plot % deklorofilasi secara elektrokoagulasi .......... 57
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi .............................................. 62
Lampiran 2. Penimbangan baku magnesium dan perhitungan seri
larutan baku magnesium ...................................................... 64
Lampiran 3. Tabel perhitungan persamaan kurva baku ............................ 68
Lampiran 4. Hasil perhitungan kadar magnesium pada maserat
awal, Recovery, Koevisien Variasi (KV) .............................. 69
Lampiran 5. Tabel pengukuran dan perhitungan kadar
magnesium sisa dalam ekstrak cair daun stevia
setelah perlakukan elektrokoagulasi ...................................... 71
Lampiran 6. Tabel perhitungan % deklorofilasi pada ekstrak cair
daun stevia setelah perlakukan elektrokoagulasi .................. 72
Lampiran 7. Perhitungan efek ................................................................... 73
Lampiran 8. Persamaan regresi ................................................................. 74
Lampiran 9. Data analysis of variance (ANOVA) Yate`s
treatment ............................................................................... 76
Lampiran 10. Spesifikasi Alat Elektrokoagulasi (modifikasi
Farmasi USD) ....................................................................... 78
Lampiran 11. Dokumentasi ......................................................................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stevia (Stevia rebaudiana Bert) telah lama digunakan sebagai pemanis
alami. Ekstrak daun dari tanaman ini sering digunakan secara tradisional dalam
treatment diabetes. Senyawa yang bertanggung jawab terhadap sifat pemanis
pada tanaman stevia adalah steviosida. Steviosida memiliki tingkat kemanisan
110-270 kali dibandingkan sukrosa (Phillips, 1989).
Pada proses isolasi untuk mendapatkan kristal steviosida yang baik,
terdapat satu langkah penting yang perlu dilakukan, yakni menghilangkan warna
hijau atau pigmen daun (klorofil) dari ekstrak cair. Penghilangan klorofil ini
ditujukan agar dapat diperoleh senyawa steviosida yang murni. Selain itu juga
dimaksudkan supaya warna hijau dari klorofil daun nantinya tidak mempengaruhi
warna kristal steviosida yang diperoleh, sehingga visualisasi dari kristal steviosida
akan menjadi baik (Moraes dan Machado, 2001).
Metode konvensional yang biasanya digunakan untuk deklorofilasi
adalah dengan ekstraksi pelarut atau dengan kromatografi kolom. Namun pada
dasarnya kedua metode ini menggunakan satu atau lebih pelarut organik yang
toksik dan pada umumnya dalam jumlah yang banyak. Pada penggunaan metode
kromatografi, selain mahal, juga mempergunakan zat penjerap (adsorbent) dalam
jumlah banyak. Disamping itu, deklorofilasi dengan menggunakan kedua metode
tersebut pada umumnya dapat dikatakan kurang efisien (Jumpatong et al, 2006).
2
Oleh karena nantinya serbuk kristal steviosida digunakan secara oral
sebagai pemanis, maka penggunaan pelarut organik yang toksik harus
diminimalkan atau bahkan tidak dipergunakan sama sekali dalam proses
isolasinya sehingga metode yang tepat untuk deklorofilasi pada ekstrak cair daun
stevia adalah dengan metode elektrokoagulasi. Proses deklorofilasi secara
elektrokoagulasi ini dilakukan dengan cara menempatkan ekstrak cair tanaman
stevia ke dalam bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua lempeng
elektroda aluminium, yang selanjutnya dialirkan arus listrik searah. Faktor-faktor
yang dapat berpengaruh pada proses elektrokoagulasi antara lain jarak elektroda,
voltase, suhu, waktu proses, luas permukaan elektroda dan jenis elektroda.
Meskipun metode elektrokoagulasi untuk deklorofilasi pada ekstrak cair
telah diteliti pertama kali oleh Miwa pada tahun 1978, namun belum terdapat data
yang memadai mengenai pengaruh jarak elektroda dan voltase pada metode
elektrokoagulasi untuk deklorofilasi pada ekstrak cair daun stevia. Melalui
penelitian ini diharapkan dapat diperoleh optimasi jarak elektroda dan voltase
pada metode elektrokoagulasi yang dapat menghilangkan klorofil dalam ekstrak
cair daun stevia secara optimal dengan desain faktorial.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Diantara jarak elektroda, voltase dan interaksi antara keduanya, faktor
manakah yang dominan dalam menentukan % deklorofilasi yang optimal ?
3
2. Apakah dapat ditemukan area optimum pada contour plot yang diprediksi
menghasilkan % deklorofilasi yang optimal ?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh peneliti, penelitian mengenai
optimasi jarak elektroda dan voltase pada deklorofilasi secara elektrokoagulasi
pada ekstrak daun stevia dengan metode desain faktorial belum pernah dilakukan
sebelumnya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di
bidang farmasi dan fitokimia, khususnya mengenai optimasi jarak elektroda dan
voltase pada deklorofilasi secara elektrokoagulasi pada ekstrak daun stevia
dengan metode desain faktorial.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui jarak elektroda
dan voltase untuk memperoleh proses deklorofilasi yang optimal.
4
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan % deklorofilasi yang
optimal.
2. Mengetahui area optimum pada contour plot yang diprediksi menghasilkan %
deklorofilasi yang optimal.
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Stevia
1. Keterangan botani
Stevia (Stevia rebaudiana Bert) merupakan salah satu anggota dari 154
jumlah spesies stevia dan salah satu dari dua yang menghasilkan glikosida steviol
(Soejarto, Douglas, Farnsworth, 1982).
Tanaman stevia telah sukses ditanam di Jepang, Korea, Taiwan dan di
negara-negara lain di dunia. Ketika tanaman ini tumbuh maksimal maka tingginya
mencapai 80 cm dan mengandung 9 jenis senyawa pemanis yang umumnya
diklasifikasikan sebagai gula steviosida (Nabors, 1986).
2. Kandungan kimia
Dua macam glikosida utama dalam tanaman stevia adalah steviosida,
sekitar 5-10% dari berat kering daun, dan rebaudiosida A, sekitar 2-4%; keduanya
merupakan komponen termanis. Selain itu juga ada komponen lain termasuk
rebaudiosida C (1-2%) dan dulkosida A & C, glikosida minor termasuk glikosida
flavonoid, kumarin, asam sinamat, fenilpropanoid dan beberapa minyak esensial
(Midmore dan Rank, 2002).
Steviosida merupakan pemanis utama (60-70%) dari pemanis total dalam
tanaman stevia dan diketahui mempunyai tingkat kemanisan 110-270 kali
kemanisan gula. Steviosida inilah yang bertanggung jawab terhadap after taste
yang seringkali dilaporkan (licorice after taste) (Midmore dan Rank, 2002).
6
Gambar 1. Struktur Steviosida (Srimaroeng, 2005)
Impurities yang terdapat pada ekstrak daun stevia merupakan ciri khas
dari material tanaman, seperti pigmen dan sakarida. Senyawa-senyawa non fraksi
glikosida dari ekstrak daun stevia terdiri dari : spathulenol; decanoic acid;
8,11,14-ecosatrienoic acid; 2-methyloctadecane; pentacosane; octacosane;
stigmasterol; bsitosterol; a- and b-amyrine; lupeol; b-amyrin acetate; and
pentacyclic triterpene. Senyawa-senyawa tersebut merupakan substansi non polar
mewakili 56% dari total ekstrak non glikosida, 44% lainnya masih belum
teridentifikasi (Kuznesof, 2007).
B. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan terpekat didesak
7
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan diluar sel dan didalam sel (Anonim, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Penyarian dengan
cara maserasi perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk
meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan
pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi antara
larutan di dalam dengan di luar sel (Anonim, 1986).
C. Isolasi Steviosida
Secara umum, tahapan untuk mengisolasi steviosida dari daun stevia
adalah sebagai berikut:
1. Ekstraksi atau penyarian, bertujuan untuk mendapatkan ekstrak yang
mengandung glikosida steviol dari daun stevia
2. Purifikasi, bertujuan untuk menghilangkan impurities. Permasalahan utama
dalam proses isolasi produk alam dari tanaman adalah material organik yang
tidak diinginkan (impurities) yang juga ikut terekstraksi dari tanaman, seperti
bermacam pigmen tanaman (klorofil, karoten), tannin, dan biopolymer
(karbohidrat dan protein) dan senyawa non polar lainnya. Material organik
seperti ini menyebabkan isolat produk menjadi tidak murni. Purifikasi
merupakan proses penghilangan impurities dalam ekstrak. Proses purifikasi
dapat dilakukan dengan cara filtrasi, ekstraksi solven, fraksinasi dan
elektrokoagulasi (Jumpatong et al, 2000).
8
3. Kristalisasi steviosida dan pengeringan (Midmore dan Rank, 2002).
D. Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan
yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan penyari yang cocok, kemudian semua atau hampir semua dari
penyarinya diuapkan dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan
standarnya (Ansel, 1989).
E. Klorofil
Klorofil ditemukan di dalam kloroplas tanaman hijau dan membuat
tanaman berwarna hijau. Struktur dasar molekul klorofil adalah cincin porfirin,
koordinat dengan atom sentral. Strukturnya sangat mirip dengan heme yang
terdapat pada hemoglobin, kecuali atom sentral pada heme adalah besi, sedangkan
pada klorofil adalah magnesium (May, 2002).
Ada 4 macam tipe klorofil yaitu a, b, c (1, 2) dan d. Namun kandungan
klorofil yang paling banyak dalam tanaman adalah klorofil a dan klorofil b.
Antara klorofil a dan klorofil b perbedaannya tipis, pada komposisis rantai
camping (pada klorofil a adalah –CH3, dan klorofil b adalah CHO). Kedua tipe
klororfil ini merupakan fotoreseptor yang sangat efektif karena mereka
mengandung jaringan ikatan tunggal dan rangkap yang bergantian. Poliena yang
terlokalisir memiliki absorpsi yang sangat kuat pada spektrum visible, sehingga
tanaman dapat mengabsorpsi energi dari cahaya matahari. Klorofil memiliki sifat
9
tidak larut di air, larut di etanol, dietil eter, kloroalkana, hidrokarbon dan fixed oil
(May, 2002).
Klorofil a
Klorofil b Klorofil d
Klorofil c1
Klorofil c2
Gambar 2. Struktur Kimia Klorofil a, b, c1, c2, dan d (May, 2002)
10
F. Deklorofilasi
Pada produk alam dari tanaman, terutama dari bagian daun, juga akan
mengandung klorofil yang merupakan pigmen tanaman. Secara umum, klorofil ini
harus dihilangkan dari ekstrak agar metabolit sekunder yang diperoleh dalam
bentuk murni. Proses penghilangan klorofil disebut dengan deklorofilasi
(Jumpatong, 2006).
Proses deklorofilasi dapat dilakukan dengan cara ekstraksi pelarut,
kromatografi kolom dan elektrokoagulasi (Jumpatong, 2006).
G. Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan suatu teknik elektrokimia dimana dapat
menghilangkan secara efektif berbagai partikel terlarut dan bahan tersuspensi,
baik organik maupun anorganik, dari suatu larutan dengan cara elektrolisis
(Jumpatong et al, 2006).
Elektrokoagulasi adalah teknik elektrokimia yang akan meningkatkan
koagulasi, dengan pembentukan ion metal secara in-situ oleh reaktor kimia, yang
akan membentuk kompleks metal oksida atau hidroksida yang disertai
elektrofloatation untuk menghilangkan impurities (Ghosh et al, 2008).
Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan
antara energi listrik dengan reaksi kimia. Proses elektrokimia adalah proses yang
mengubah reaksi kimia menjadi energi listrik (sel galvani) atau energi listrik
menjadi reaksi kimia (sel elektrolisis). Semua proses elektrokimia adalah reaksi
redoks. Dalam reaksi redoks, elektron-elektron dipindahkan dari zat yang
11
dioksidasi ke zat yang direduksi. Proses elektrokimia terjadi di dalam sel
elektrokimia (Petrucci, 1999).
Elektrolisis berasal dari kata elektro (listrik) dan lisis (penguraian) yang
berarti penguraian suatu senyawa oleh arus listrik. Alat yang digunakan untuk
menghasilkan reaksi elektrolisis adalah sel elektrolisis. Sel elektrolisis ini
memerlukan energi listrik untuk mengeluarkan elektron. Dalam sel ini harus ada
partikel (ion, molekul, atom) yang dapat menerima elektron dan melepaskan
elektron (Marta, 2007).
Bila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus
listrik searah, maka akan terjadi reaksi elektrokimia. Reaksi ini merupakan gejala
dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima
elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan
menyerahkan elektron yang dioksidasi (Sunardi, 2007).
Gambar 3. Deskripsi metode elektrokoagulasi (Ni`am et al, 2007)
Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda
(anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat senyawa yang
mengandung logam. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis
12
yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut
elektroda, yang tercelup dalam larutan sebagai elektrolit (Sunardi, 2007).
Arus listrik dilewatkan pada elektroda logam, kemudian logam akan
teroksidasi menjadi bentuk kationnya. Secara bersamaan, air direduksi
membentuk gas hidrogen dan ion hidroksil. Elektrokoagulasi menghasilkan kation
logam in-situ secara elektrokimia, dengan “mengorbankan” anoda. Kation akan
bereaksi dengan ion hidroksil membentuk logam hidroksida. Ada berbagai variasi
cara penghilangan impurities dalam larutan :
1. Terjadi penetralan muatan polutan dan membentuk agregasi.
2. Kation logam berinteraksi dengan ion hidroksil membentuk logam hidroksida
yang memiliki sifat adsorpsi yang tinggi dan mengikat polutan.
3. Reaksi oksidasi polutan menjadi kurang toksik.
4. Penghilangan polutan dengan electrofloatation dan terikat pada gelembung
gas (Holt, Barton, dan Mitchell, 1999).
Kelebihan elektrokoagulasi :
1. Penggunaan peralatan yang sederhana dan mudah untuk dijalankan.
2. Flok hasil elektrokoagulasi berukuran lebih besar daripada pembentukan flok
dengan bahan kimia, lebih stabil, tahan terhadap asam sehingga dapat
dipisahkan dengan cepat menggunakan filtrasi.
3. Elektrokoagulasi dapat menghilangkan partikel koloidal terkecil.
4. Penggunaan elektrokoagulasi menghindari pemakaian bahan kimia, sehingga
tidak menimbulkan limbah yang berbahaya.
13
5. Pembentukan gelembung gas selama proses elektrokoagulasi dapat
mengapungkan polutan sehingga mudah untuk dikumpulkan dan dihilangkan
(Holt, Barton, dan Mitchell, 1999).
Proses elektrolisis merupakan proses yang tidak spontan. Untuk
berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan arus listrik dari luar. Hubungan
antara besarnya energi listrik yang dialirkan dengan banyaknya zat yang
dihasilkan dalam sel elektrolisis dirumuskan oleh Michael Faraday.
Hukum Faraday I berbunyi: “ Jumlah perubahan kimia yang dihasilkan
sebanding dengan besarnya muatan listrik yang melewati suatu sel elektrolisis .“
FtieW ..
=
Dengan: W = massa zat yang dihasilkan (gram).
e = bobot ekivalen = Ar atau Mr / n.
n = jumlah elektron yang diikat atau dilepaskan.
i = arus dalam amper.
t = waktu dalam satuan detik.
F = tetapan Faraday, 1F = 96500 C.
i.t/F = arus dalam satuan Faraday.
Hukum Faraday II berbunyi: “Sejumlah tertentu arus listrik
menghasilkan jumlah ekivalen yang sama dari benda apa saja dalam suatu
elektrolisis” (Petrucci,1999).
Tahanan R dalam ohm dari setiap penghantar logam uniform atau
penghantar listrik sebanding dengan panjang l dalam cm dan berbanding terbalik
dengan luas penampang A dalam cm2.
14
AlR ρ=
dimana ρ adalah tahanan antar permukaan penghantar yang berhadapan dengan
volume 1 cm3 dan disebut tahanan spesifik (tahanan jenis) (Martin et al, 1990).
Menurut Martin (1990), besarnya tegangan suatu sel bergantung pada
besarnya tahanan sel terhadap arus yang menurut hukum Ohm adalah :
V = R.. I
Keterangan : V = tegangan (v) I = arus (ampere)
R = tahanan sel (ohm)
H. Spektrofotometri Serapan Atom
1. Prinsip metode spektrofotometri serapan atom
Spektrofotometri serapan atom merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk analisis logam dan mineral, secara kualitatif dan kuantitatif.
Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar logam dan mineral yang
sangat kecil dalam sampel, mencapai kadar ppb.
Prinsip yang mendasari analisis kuantitatif menggunakan
spektrofotometri serapan atom adalah dengan mengukur besarnya serapan sinar
dari transmitan. Dimana besarnya serapan yang diberikan sebanding dengan
jumlah atom yang terdapat di dalam sampel. Sampel yang berbentuk cairan
diubah ke dalam bentuk kabut, kemudian diubah ke dalam bentuk atom di dalam
nyala api. Di dalam spektrofotometer serapan atom terdapat sumber sinar berupa
lampu katoda (Hollow Cathode Lamp), yang memiliki panjang gelombang
tertentu untuk setiap unsur (Khopkar, 1990).
15
Atom-atom keadaan dasar mampu menyerap energi cahaya yang panjang
gelombang resonansinya khas untuk setiap atom, pada umumya panjang
gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom-atom itu bila tereksitasi dari
keadaan dasar. Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu
dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom logam, maka sebagian cahaya itu
akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya
atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Inilah prinsip yang mendasari
spektrofotometri serapan atom (Khopkar, 1990).
2. Bagian-bagian spektrofotometri serapan atom
Instrumentasi dari spektrofotometri serapan atom terdiri dari bagian-
bagian sebagai berikut :
a. Pengabut. Fungsi pengabut adalah untuk menghasilkan kabut atau
aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan ditarik ke dalam pipa kapiler
oleh kerja venture dari semprotan udara yang bertiup melintasi ujung kapiler.
Untuk mengkabutkan sampel yang berupa cairan diperlukan gas bertekanan tinggi
untuk menghasilkan aerosol yang halus. Aerosol kemudian dibawa ke dalam
nyala, dimana logam-logam di dalam larutan sampel akan diubah ke dalam bentuk
atom.
Gambar 4. Pengabut (Khopkar, 1990)
16
b. Pembakar. Terdapat dua tipe pembakar, yaitu pembakar pracampur
dan pembakar konsumsi total. Pada pembakar pracampur, aerosol yang dihasilkan
dalam bilik penguap tidak langsung menuju nyala. Aerosol yang besar akan jatuh
dan dibuang. Campuran gas-gas dan aerosol itu mengalir ke bagian atas pembakar
(nyala). Pada pembakaran tipe konsumsi total larutan sampel disalurkan lewat
pipa kapiler langsung ke dalam nyala. Gas pembakar dan oksidan disalurkan lewat
pipa-pipa terpisah sehingga mereka bercampur hanya pada ujung pembakar.
Ketika sampel yang telah berubah menjadi uap dibawa menuju api,
pelarut menguap di primary combustion zone. Hasil dari tahap ini adalah
pemisahan partikel padat yang dibawa menuju interzonal region. Daerah ini
merupakan daerah dengan suhu tertinggi, disini gas atom dan ion akan terbentuk
dari partikel padat. Exitasi dari spectra emisi atom juga terjadi di daerah ini.
Tahap terakhir atom dan ion akan dibawa menuju lapisan terluar atau secondary
combustion zone, dimana akan terjadi oksidasi sebelum hasil atomisasi dibuang
menuju atmosfer (Khopkar, 1990).
Gambar 5. Bagian-bagian dalam nyala (Khopkar, 1990)
c. Gas pembakar. Gas pembakar terdiri dari propana, asetilena dan
hidrogen. Oksidan adalah zat yang digunakan untuk mengoksidasi bahan bakar
dalam nyala (Price, 1972). Campuran udara dan asetilen menghasilkan temperatur
17
sebesar 2026,85°C. Temperatur yang dihasilkan cukup tinggi untuk membuat
atomisasi yang baik (Price, 1972).
d. Sumber radiasi. Sumber radiasi yang digunakan pada SSA adalah
lampu katoda berongga (hollow cathode lamp) yang memiliki 2 elektroda. Salah
satunya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang
dianalisis. Lampu ini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan
pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom
logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi
kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Suatu garis
yang diinginkan dapat diisolasi dengan suatu monokromator (Khopkar, 1990).
Gambar 6. Hollow Cathode Lamp (Khopkar, 1990)
e. Monokromator. Fungsi monokromator adalah untuk memilih garis
dan memencilkan garis resonansi tertentu dari garis-garis lain yang tidak diserap,
yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Ada dua jenis monokromator, yaitu
monokromator celah dan kisi difraksi. Kebanyakan instrument komersil
menggunakan kisi difraksi karena sebaran yang dilakukan oleh kisi dapat
memelihara daya pisah yang lebih tinggi sepanjang rentang panjang gelombang
yang lebih lebar.
18
f. Detektor. Detektor berguna untuk mendeteksi adanya perubahan
akibat adanya unsur dalam sampel yang memberikan serapan tersendiri. Hasil
perubahan tersebut akan diteruskan untuk diinterpretasikan, sehingga dapat
digunakan untuk mengukur jumlah logam daolam sampel.
Gambar 7. Bagian-bagian alat
spektrofotometer serapan atom (Khopkar, 1990)
3. Interferensi pengukuran dengan menggunakan spektrofotometri serapan
atom
Interferensi dalam metode spektrofotometri serapan atom meliputi
interferensi kimia dan fisika. Interferensi kimia meliputi pembentukan komponen
yang stabil dari unsur-unsur yang akan dianalisis. Gangguan ini mengakibatkan
penurunan nilai serapan. Interferensi fisika meliputi volatilisasi yang tidak
sempurna dari sampel yang juga menyebabkan penurunan nilai serapan karena
jumlah atom pada keadaan ground state sedikit (Price, 1972).
4. Kelebihan dan kekurangan metode spektrofotometri serapan atom
Metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini
adalah tidak perlu adanya pemisahan dari sampel. Hal ini berarti unsur yang
terdapat dalam sampel dapat dianalisis tanpa memisahkan dengan unsur lain,
19
sebab digunakan sumber radiasi yang khusus sesuai dengan unsur yang akan
dianalisis. Kekurangan metode ini adalah kurang sensitif untuk penentuan sampel
bukan logam (Mulja dan Suharman, 1995).
5. Aplikasi spektrofotometri serapan atom untuk penetapan kadar klorofil
dalam sampel ekstrak cair
Pada molekul senyawa klorofil mengandung atom sentral magnesium.
Oleh karena senyawa klorofil memiliki atom pusat yang merupakan suatu atom
logam, yakni magnesium (Mg) maka penetapan kadarnya dapat dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri serapan atom. Satu molekul klorofil
mengandung 1 atom magnesium. Dari dasar inilah maka indikasi pengukuran
kandungan klorofil dapat juga dilakukan dengan mengukur kandungan
magnesiumnya (Khader dan Rama, 2003).
I. Validitas Metode
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004). Parameter-parameter validasi dari metode analisis yaitu :
1. Akurasi
Akurasi adalah ketelitian suatu metode analisis atau kedekatan antara
nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau
nilai rujukan. Akurasi dapat ditunjukkan dengan persen perolehan kembali
(recovery). Akurasi untuk zat analit sebesar 1 ppm dalam sampel matriks hingga
20
80-120% masih bisa diterima (Harmita, 2004). Kriteria recovery ini harus
ditentukan, semakin kompleks dan semakin sulit metode analisis yang digunakan
maka recovery diperbolehkan semakin rendah atau kisarannya semakin lebar
(Rohman, 2007).
2. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
dinyatakan dalam simpangan baku relatif atau koefisien korelasi (KV) dari
sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Rohman, 2007). Suatu
metode dapat dinyatakan memiliki presisi yang bagus bila memilki KV < 2 %
(Mulja dan Hanwar, 2003). Kriteria ini harus ditentukan tergantung dari kondisi
analit yang diperiksa. Pada kadar 1% atau lebih, KV antara laboratorium adalah
sekitar 2,5%, untuk satu per seribu adalah 5%. Sedangkan untuk kadar satu per
satu juta (ppm) dan untuk kadar part per billion secara berturut – turut yaitu 16%
dan 32% (Harmita, 2004).
3. Linearitas
Linearitas suatu metode analisis merupakan kemampuan untuk
mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi
analit pada kisaran yang diberikan (Rohman, 2007). Persyaratan data linearitas
yang biasa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,99 (Christian,
2004).
4. Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantitation (LOQ)
Limit deteksi (Limit of Detection) adalah konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dikuantitasi.
21
LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio signal
terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya 2 atau 3 dibanding 1
(Rohman, 2007).
Sedangkan LOQ (Limit of quantitation) merupakan konsentrasi analit
terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang
dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Rasio signal to
noise LOQ umumnya 10:1 (Rohman, 2007).
5. Range
Range adalah interval antara kadar terendah sampai kadar tertinggi dari
suatu analit yang masih dapat diukur secara kuantitatif menggunnakan metode
tertentu yang masih dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang mencukupi.
Biasanya range memiliki satuan yang sama dengan satuan yang digunakan pada
metode analisis, misalnya persen atau ppm (Rohman, 2007).
Menurut The United States Pharmacopea (USP) (2005), metode Analisis
dapat dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Kategori 1
Mencakup metode – metode analisis kuantitatif, untuk menetapkan
kadar komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi.
b. Kategori 2
Mencakup metode – metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang
digunakan untuk menganalisis impurities ataupun degradation compounds
dalam sediaan farmasi.
22
c. Kategori 3
Mencakup metode – metode analisis yang digunakan untuk
menentukan karakteristik penampilan suatu sediaan farmasi.
d. Kategori 4 (tes identifikasi)
Meliputi metode analitik yang digunakan untuk mengidentifikasi
sediaan farmasi.
Tabel I. Parameter validitas metode yang dipersyaratkan untuk setiap kategori
Parameter analisis
Kategori 1 Kategori 2
Kategori 3 Kategori 4 Kuantitatif Kualitatif
Akurasi Ya Ya * * Tida Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak LOD Tidak Tidak Ya * Ya LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak Range Ya ya * * Tidak
* = mungkin tidak diperlukan (tergantung sifat spesifik tes)
J. Desain Faktorial
Metode factorial design adalah sistem desain eksperimental dimana
faktor-faktor yang terlibat dalam suatu reaksi atau proses dapat dievaluasi secara
simultan dan mengukur efek dari faktor-faktor tersebut. Teknik ini bisa diterapkan
dalam masalah farmasi, dan menjadi dasar bagi berbagai macam percobaan atau
penelitian untuk mencari pemecahan yang optimum (Armstrong dan James,
1996).
Penelitian desain faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan level
yang diteliti. Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian
dengan dua faktor dan dua level (Amstrong dan James,1996).
23
Optimasi dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two
level factorial design) dilakukan berdasarkan:
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X1, X2 = level bagian A, level bagian B
bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan
bo = rata-rata hasil semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Jumlah percobaan untuk penelitian desain faktorial dihitung dari jumlah
level yang digunakan dalam penelitian, dipangkatkan dengan jumlah faktor yang
digunakan. Jumlah percobaan untuk penelitian dengan 2 level dan 2 faktor adalah
22 = 4. Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk
percobaan I, formula a untuk percobaan II , formula b untuk percobaan III, dan
formula ab untuk percobaan IV (Bolton,1990).
K. Landasan Teori
Klorofil merupakan molekul yang terdapat di dalam kloroplas tanaman
hijau yang dapat membuat tanaman berwarna hijau. Klorofil memiliki struktur
kimia yang mirip dengan heme yang terdapat pada hemoglobin, kecuali atom
sentral pada klorofil adalah magnesium.
Elektrokoagulasi didasarkan pada teknik elektrokimia untuk
menghilangkan senyawa organik maupun anorganik seperti senyawa logam
dengan cara elektrolisis. Karena klorofil memiliki atom sentral yang berupa logam
24
magnesium, maka dapat dilakukan deklorofilasi atau penghilangan klorofil
dengan cara elektrokoagulasi.
Proses elektrokoagulasi dilakukan pada sel elektrolisis yang di dalamnya
terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda. Dengan adanya
arus listrik di anoda maka akan mengakibatkan reaksi oksidasi terhadap anion
sehingga akan teroksidasi menjadi ion Al3+ dan mengikat ion (OH)- membentuk
flok Al(OH)3. Flok Al(OH)3 inilah yang mampu mengikat senyawa logam hasil
reduksi klorofil pada katoda sehingga memungkinkan deklorofilasi pada ekstrak
cair.
Jarak elektroda dan voltase dalam proses elektrokoagulasi dapat
memberikan pengaruh pada penurunan suatu zat dalam larutan atau ekstrak.
Pengaruh jarak elektroda terhadap penurunan konsentrasi suatu zat dalam larutan
dapat terjadi karena jarak elektroda memberikan efek terhadap besarnya arus yang
mengalir. Hal ini dapat terjadi karena dengan semakin dekat jarak elektroda, maka
semakin baik proses perpindahan muatan sehingga rapat listrik menjadi semakin
meningkat yang menyebabkan meningkatnya proses penghilangan atau penurunan
konsentrasi suatu zat dalam larutan.
Sedangkan pada tegangan listrik atau voltase pada prinsipnya tidak
berpengaruh langsung terhadap penurunan konsentrasi suatu zat dalam larutan.
Tegangan listrik berpengaruh secara langsung terhadap besarnya arus yang
mengalir. Besarnya arus yang mengalir akan mempengaruhi besarnya konsentrasi
zat yang tersisihkan dari larutannya yang dihubungkan oleh persamaan Faraday.
25
Sehingga jumlah zat (atom, senyawa atau ion) yang tereduksi pada elektroda
berbanding lurus dengan jumlah arus yang mengalir dalam sel elektrolisis.
Optimasi proses deklorofilasi secara elektrokoagulasi dilakukan pada
tahap isolasi steviosida menggunakan variasi perlakuan jarak elektroda dan
voltase.
L. Hipotesis
1. Respon jarak elektroda level tinggi berbeda dengan respon jarak elektroda
level rendah.
2. Respon voltase level tinggi berbeda dengan respon voltase level rendah.
3. Respon jarak elektroda level rendah dengan voltase level tinggi dan rendah
berbeda dengan respon jarak elektroda level tinggi dengan level tinggi dan
rendah.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain
penelitian secara desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari faktor
yang dominan dan area yang optimum pada deklorofilasi secara elektrokoagulasi
pada ekstrak cair daun stevia yang menghasilkan % deklorofilasi yang optimal.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jarak elektroda dengan level
rendah 1,5 cm dan level tinggi 5cm dan voltase dengan level rendah 17
V dan level tinggi 32 V.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah % deklorofilasi.
c. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kandungan
logam magnesium dari tanah, suhu, luas permukaan elektroda, jenis
elektroda dan waktu proses elektrokoagulasi.
27
2. Definisi Operasional
a. Ekstrak cair daun stevia adalah ekstrak cair yang diperoleh dari
penyarian secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% dan
air dengan perbandingan 50:50.
b. % Deklorofilasi adalah parameter yang menyatakan efektifitas metode
elektrokoagulasi dalam menghilangkan klorofil dari ekstrak cair daun
stevia.
% deklorofilasi %100×=sisa
hilang
kadarMgkadarMg
c. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon. Dalam penelitian ini
digunakan 2 faktor, yaitu jarak elektroda dan voltase.
d. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor yang digunakan, yaitu jarak
elektroda (1,5 cm dan 5 cm) dan voltase (17 V dan 32 V).
e. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, yaitu %
deklorofilasi
C. Bahan-bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : simplisia
berupa herba stevia diperoleh dari dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T), baku MgCl2.6H2O p.a.
(E.Merck), asam nitrat p.a. (E.Merck), asam sulfat p.a. (E.Merck), etanol 96%
teknis (Brataco Chemika), heksan teknis (Brataco Chemika), aquabidest (Aqua
28
Bidestilata Steril) pro injection 500ml (PT. Ikapharmindo Putramas), HNO3 p
(E.Merck), H2SO4 (E.Merck), NaCl.
D. Alat-alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu : Alat-alat gelas (Beaker
glass, gelas ukur, Erlenmeyer, flakon, labu ukur), neraca analitik, neraca ayakan
dengan no.mesh 50, seperangkat alat soxhlet, seperangkat alat maserasi,
seperangkat alat elektrokoagulasi (modifikasi, Farmasi USD), hotplate, oven,
waterbath, magnetic stirer merk Cenco Instrumen.b.v, mikropipet 100 – 1000 µl
merek Biohit, spektrofotometer serapan atom SpectrAA 50/55 VARIAN-
Australia.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman stevia dilakukan oleh B2P2TO2T Tawangmangu.
2. Pembuatan serbuk simplisia tanaman
a. Pengumpulan bahan. Penelitian ini menggunakan simplisia stevia
yang diperoleh dari B2P2TO2T Tawangmangu.
b. Sortasi kering. Sortasi kering dilakukan dengan cara dipisahkan dari
benda-benda asing seperti batang, bunga, dan juga dari pengotor lain yang masih
tertinggal sehingga hanya didapatkan daun tanaman stevia.
c. Pembuatan serbuk. Simplisia daun tanaman stevia yang telah kering
diserbuk menggunakan mesin penyerbuk, kemudian serbuk diayak dengan ayakan
29
mesh 50. Proses pengayakan untuk setiap 500 gram serbuk selama 5 menit hingga
diperoleh derajat kehalusan partikel yang dikehendaki.
3. Pembuatan ekstrak cair daun stevia
a. Defatisasi. Lima puluh gram sampel yang telah halus, dipisahkan
dari senyawa-senyawa non polar menggunakan pelarut heksan sejumlah 2 kali
sirkulasi menggunakan soxhlet selama 2 x 8 jam dengan range suhu 55-65 0C.
Residu sampel kemudian siap untuk diekstraksi.
b. Maserasi. Sebanyak 32 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam
Erlenmeyer (1 Liter) bertutup, ditambahkan larutan penyari etanol : aquabidest
(50:50) sebanyak 800 mL dan diletakkan dalam waterbath dengan suhu 500 C.
Kemudian digojog selama 1 menit tiap selang waktu 15 menit selama 6 jam.
Setelah 6 jam, ekstrak keruh disaring hingga diperoleh ekstrak cair daun stevia.
4. Deklorofilasi ekstrak cair daun stevia
Sebanyak 500 mL ekstrak cair daun tanaman stevia dimasukkan ke
dalam bejana elektrokoagulasi 500 mL. Kemudian dimasukkan sepasang lempeng
aluminium berukuran 15 x 3 cm sedalam 7 cm kedalam larutan ekstrak cair. Jarak
antar kedua lempeng aluminium juga diatur. Kemudian larutan ekstrak cair diaduk
dengan menggunakan magnetik stirrer dengan kecepatan 150 rpm dan dengan
perlakuan suhu 500C. Selanjutnya ditambahkan NaCl ke dalam ekstrak cair
sebagai elektrolit pendukung. Tegangan listrik dialirkan secara langsung dari
power suplai DC ke dua buah elektroda. Proses deklorofilasi ini dilakukan selama
2,5 jam.
30
Pada prosedur deklorofilasi diatas dilakukan optimasi terhadap 2 faktor,
yakni jarak elektroda dan voltase (tabel II).
Tabel II. Desain faktorial pada elektrokoagulasi Faktor 1 A B Ab
Jarak Elektroda 1,5 cm 5 cm 1,5 cm 5 cm Voltase 17 Volt 17 Volt 32 Volt 32 Volt
Pada masing-masing perlakuan dilakukan replikasi 3 kali.
5. Destruksi sampel
Sebanyak 1 ml maserat awal maupun filtrat hasil elektrokoagulasi
didestruksi dengan penambahan 5 ml H2SO4 p dan 20 ml HNO3. Kemudian
dipanaskan mencapai suhu 3000C hingga jernih dan tidak berasap kuning.
Selanjutnya didinginkan dan diencerkan dalam labu ukur 10 ml hingga tanda.
6. Analisis kualitatif dengan spektrofotometer serapan atom
a. Analisis kualitatif. Analisis kualitatif menggunakan
spektrofotometer serapan atom dilakukan dengan melihat ada tidaknya absorbansi
pada pengukuran sampel.
b. Pengaturan spektrofotometer serapan atom (SSA). Pengaturan dan
optimasi kondisi instrument spektrofotometer serapan atom untuk penetapan
kadar magnesium diatur oleh pihak Laboratorium Tanah Departemen Pertanian
Yogyakarta. Kondisi optimasi adalah sebagai berikut:
Sumber cahaya : hollow cathode lamp (magnesium)
Arus lampu : 7,5 mA
Panjang gelombang : 285,2 nm
Celah : 1,3 nm
31
Pengatom : standar burner
Oksidan : udara
Tekanan oksidan : 3,5 L/menit
Bahan bakar : C2H2
Tekanan bahan bakar : 1,5 L/menit
Tinggi burner : 13,5 mm
7. Penetapan kadar magnesium dalam ekstrak cair daun stevia
a. Pembuatan larutan baku induk Mg 100 ppm. Timbang secara
seksama MgCl2.6H2O yang setara dengan 5 mg Mg. Larutkan dalam labu ukur 50
ml dengan aquabidest hingga tanda.
b. Pembuatan larutan intermediet. Dibuat larutan intermediet
konsentrasi 10,00 ppm dengan cara mengambil 1,000 ml dari larutan induk dan
diencerkan hingga 10 ml.
c. Pembuatan kurva baku. Dari larutan intermediet, buat 7 macam
konsentrasi yaitu 0,10; 0,25; 0,50; 1,00; 1,50; 2,00; dan 2,50 ppm dengan cara
mengambil 0,100; 0,250; 0,500; 1,000; 1,500; 2,000; dan 2,500 ml dari larutan
intermediet dan diencerkan dalam labu ukur 10 ml hingga tanda. Absorbansi
larutan di atas diukur menggunkaan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 285,2 nm. Kurva baku magnesium direplikasi 3 kali. Selanjutnya dari
absorbansi yang diperoleh dibuat persamaan regresi linier.
d. Penetapan kadar magnesium dalam ekstrak cair daun stevia. Ekstrak
atau maserat awal dan filtrat setelah elektrokoagulasi di saring. Sebanyak 1 ml
ekstrak diambil dan didestruksi dengan penambahan larutan H2SO4 p dan HNO3 p.
32
Kemudian didinginkan dan diencerkan dalam labu ukur 10 ml hingga tanda,
selanjutnya didegasing selama 15 menit. Absorbansinya diukur dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm
dan hitung konsentrasi Mg dalam filtrat dengan menggunakan persamaan regresi
linear yang diperoleh dari kurva baku.
Y = bx + a
Keterangan : Y = absorbansi x = konsentrasi Mg (ppm)
a = tetapan regresi b = koefisien regresi
e. Perhitungan % deklorofilasi. Konsentrasi Mg yang didapatkan dari
maserat sebelum perlakuan elektrokoagulasi merupakan konsentrasi Mg awal,
sedangkan konsentrasi Mg yang didapatkan dari filtrat setelah perlakuan
elektrokoagulasi merupakan konsentrasi Mg. Untuk mengetahui konsentrasi Mg
yang hilang selama perlakuan elektrokoagulasi, didapatkan dengan rumus :
Konsentrasi Mg hilang = konsentrasi Mg awal – konsentrasi Mg sisa
Perhitungan % deklorofilasi dengan menggunakan rumus :
% Deklorofilasi %100×=awalMgikonsentras
hilangMgikonsentras
8. Validasi metode penetapan kadar magnesium dalam ekstrak cair daun
stevia
Validitas dari metode yang digunakan dalam penetapan kadar
magnesium dalam ekstrak cair daun stevia secara spektrofotometri serapan atom
dapat ditentukan berdasar parameter berikut:
a. Akurasi. Akurasi metode analisis dinyatakan dengan recovery yang
dihitung dengan cara berikut:
33
%100cov ×=diketahuikadarterukurkadareryre
Rentang recovery yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 – 110% karena
konsentrasi analit pada sampel berkisar pada kadar 1 ppm. Penetapan recovery ini
bertujuan agar metode analisis yang dilakukan dapat memiliki akurasi yang baik.
b. Presisi. Presisis suatu metode analisis dinyatakan dengan koefisien
variasi (KV) yang dihitung dengan cara berikut:
%100×=terukurkadarrerata
terukurkadarsimpanganKV
Metode dapat dikatakan baik bila memiliki presisi yang baik. Dipilih standar 16%
karena konsentrasi analit pada sampel berkisar pada kadar 1 ppm.
c. Linearitas. Linearitas dilihat dari harga r (koefisien korelasi) dari
pengukuran seri baku pada panjang gelombang pengamatan. Suatu metode dapat
dikatakan memiliki linearitas yang baik jika r > 0,99.
d. Range. Range adalah interval antara kadar terendah sampai kadar
tertinggi dari suatu analit yang masih dapat diukur secara kuantitatif
menggunnakan metode tertentu yang masih dapat menghasilkan akurasi dan
presisi yang mencukupi. Biasanya range memiliki satuan yang sama dengan
satuan yang digunakan pada metode analisis, misalnya persen atau ppm (Rohman,
2007).
9. Optimasi metode elektrokoagulasi pada ekstrak cair daun stevia
Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode optimasi desain
faktorial untuk memperoleh % deklorofilasi yang optimal ditinjau dari banyaknya
magnesium yang hilang dari ekstrak cair daun stevia atau maserat. Dari desain ini
34
dapat dipilih jarak elektroda dan voltase yang menghasilkan % deklorofilasi yang
optimal.
F. Analisis Data dan Optimasi
Data yang terkumpul dianalisis sesuai dengan metode desain faktorial
dan Yate`s treatment. Dari data yang diperoleh dilakukan perhitungan desain
faktorial untuk melihat besarnya efek jarak elektroda, efek voltase dan efek
interaksi antara keduanya sehingga dapat diketahui efek yang dominan dalam
menentukan deklorofilasi. Selanjutnya, dibuat contour plot dari jarak elektroda
dan voltase terhadap % deklorofilasi.
Analisis data secara Yate`s treatment dilakukan untuk menegaskan faktor
dominan dalam menentukan respon % deklorofilasi pada ekstrak cair daun stevia.
Berdasarkan analisis statistik ini, maka dapat ditentukan ada atau tidaknya faktor
yang dominan dalam menentukan respon. Terlebih dahulu ditentukan
hipotesisnya. Hipotesis alternatif (Hi) menyatakan adanya perbedaan respon yang
dihasilkan dari kedua faktor maupun interaksinya, sedangkan Hnull merupakan
negasi dari Hi yang menyatakan tidak ada perbedaan respon yang dihasilkan dari
kedua faktor maupun interaksinya. Hal ini dapat dilihat dari harga F hitung dan F
tabel. Nilai F yang diperoleh (F hitung) dari perhitungan dengan analisis Yate`s
treatment dibandingkan dengan F tabel. Hi diterima dan Hnull ditolak apabila
nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel (F0,005( 1, 8 ) = 5,32), yang berarti
bahwa faktor tersebut memberikan pengaruh yang bermakna dalam menentukan
suatu respon. Dipilih nilai F tabel dengan derajat kepercayaan 95%. F tabel
35
diperoleh dari Fα (numerator, denominator). Sebagai numerator (v1) adalah derajat
bebas faktor dan interaksi (experiment) yaitu 1, dan sebagai denominator (v2)
adalah derajat bebas experimental error yaitu 8.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi dilakukan untuk mendapatkan kebenaran identitas tanaman
yang akan digunakan dalam penelitian. Determinasi tanaman dilakukan dengan
mencocokkan deskripsi tanaman dengan kunci determinasi yang berpedoman
pada acuan baku menurut Backer (1968).
Hasil determinasi yang dilakukan oleh B2P2TO2T Tawangmangu, Jawa
Tengah, menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Stevia rebaudiana Bertonii M.
B. Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Stevia
Simplisia yang digunakan untuk penelitian ini adalah simplisia kering
yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TO2T) Tawangmangu, Jawa Tengah yang dipanen setiap 2
bulan sekali. Pemilihan sampel simplisia di daerah tersebut selain karena
merupakan lembaga resmi pemerintah juga karena stevia yang dihasilkan
merupakan tanaman budidaya, sehingga faktor-faktor seperti umur, asal, dan
waktu panen dapat dikendalikan.
Dari simplisia kering, selanjutnya dilakukan proses sortasi kering yang
bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti batang, bunga, dan juga
dari pengotor lain, seperti bebatuan kecil sehingga hanya diperoleh daun tanaman
37
stevia saja. Kemudian dilakukan pengeringan dengan oven agar dapat diperoleh
daun stevia yang benar-benar kering, yang siap dan mudah untuk diserbuk.
Selanjutnya simplisia daun stevia kering diserbuk dengan mesin penyerbuk,
kemudian diayak dengan ayakan mesh 50. Hasil dari pengayakan ini akan
diperoleh ukuran partikel serbuk yang kecil dan seragam sehingga proses
ekstraksi berjalan baik, karena ukuran partikel serbuk yang kecil akan
memperluas area kontak dengan cairan penyari sehingga meningkatkan penyarian.
C. Pembuatan Ekstrak Cair Daun Stevia
Selanjutnya dilakukan defatisasi serbuk daun stevia menggunakan
pelarut heksan. Defatisasi ini bertujuan untuk menghilangkan senyawa larut lipid
(non polar) yang terdapat dalam serbuk Pada dasarnya, prinsip defatisasi sama
dengan prinsip ekstraksi. Hanya saja yang membedakannya adalah jika pada
ekstraksi maka larutan ekstraknya yang digunakan dan serbuk sisa ekstraksi
dibuang. Sedang pada defatisasi, serbuk hasil defatisasi justru diambil dan larutan
defat-nya yang dibuang. Hal ini sesuai dengan tujuan defatisasi, yakni untuk
menghilangkan senyawa larut lipid (non polar) yang terdapat dalam serbuk,
karena adanya senyawa larut lipid akan mempersulit dalam memperoleh
steviosida dalam bentuk murni. Sehingga setelah didefatisasi maka jumlah
senyawa lipid pada serbuk akan berkurang dan serbuk inilah yang kemudian akan
diekstraksi untuk memperoleh ekstrak cair daun stevia.
Defatisasi serbuk daun stevia dilakukan secara soxhletasi dengan
menggunakan pelarut heksan. Sebanyak 50 gram sampel yang telah halus,
38
dipisahkan dari senyawa-senyawa non polar menggunakan pelarut heksan
sejumlah 2 kali sirkulasi menggunakan soxhlet selama 2 x 8 jam, dengan range
suhu 55-65 0C. Soxhletasi dilakukan selama 2 x 8 jam, dengan penggantian
pelarut setelah 8 jam. Tujuan penggantian pelarut ini adalah untuk menghindari
terjadinya kejenuhan pelarut. Apabila pelarut telah jenuh maka kemampuan untuk
menarik senyawa-senyawa nonpolar menjadi berkurang sehingga proses defatisasi
tidak berjalan efektif. Waktu dan jumlah sirkulasi ini telah dioptimasi yang dapat
menghasilkan titik akhir defatisasi, yakni ketika cairan penyari telah terlihat jernih
(indikator visual sudah habisnya senyawa yang terlarut oleh heksan). Residu
sampel kemudian dikeringkan selama satu hari dan selanjutnya siap untuk
diekstraksi.
Setelah didefatisasi, selanjutnya adalah mengekstraksi serbuk daun stevia
dengan menggunakan metode maserasi. Metode maserasi yang digunakan adalah
metode maserasi dengan aplikasi panas, yakni dengan merendam serbuk daun
stevia dengan cairan penyari aquabidest : etanol 96% (50:50) di bejana
Erlenmeyer dan ditempatkan dalam waterbath pada suhu 500C selama 6 jam dan
dilakukan pengadukan secara manual. Kondisi meserasi diatas merupakan kondisi
maserasi yang optimal karena dapat diperoleh kadar steviosida tertinggi, hal ini
berdasarkan pada optimasi penelitian sebelumnya. Pengadukan dilakukan secara
manual karena tidak terdapat maserator dengan pemanas yang mampu
menampung ekstrak 800 ml. Pengadukan yang dilakukan bertujuan untuk
membantu cairan penyari menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
39
konsentrasi antara zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan yang terpekat
terdesak keluar. Peristiwa ini berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi.
Panas yang diaplikasikan bertujuan untuk menambah daya penyarian karena
dengan adanya panas maka akan terjadi peningkatan energi kinetik sehingga
proses penyarian akan meningkat.
Setelah proses maserasi selesai, selanjutnya disaring untuk mendapatkan
maserat. Penyaringan dilakukan berulang untuk mendapatkan ekstrak yang bersih
dan jernih. Maserat yang dihasilkan berupa maserat cair berwarna coklat jernih
sebanyak 600 ml.
D. Deklorofilasi Ekstrak Cair Daun Stevia
Deklorofilasi secara elektrokoagulasi ini merupakan salah satu cara atau
proses penghilangan kandungan klorofil dari suatu ekstrak. Warna hijau pada
klorofil ini dipengaruhi oleh adanya ikatan kovalen koordinasi ion magnesium
pada cincin porfirin dalam struktur klorofil. Tujuan deklorofilasi secara
elektrokoagulasi dalam ekstrak cair daun stevia agar diperoleh kristal steviosida
yang murni selain itu juga agar visualisasi kristal akhir steviosida menjadi lebih
baik. Metode elektrokoagulasi dapat digunakan untuk menghilangkan kandungan
klorofil dalam ekstrak cair. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor jarak elektroda dan voltase yang dominan serta area yang optimal pada
deklorofilasi secara elektrokoagulasi karena metode ini belum banyak diketahui
dan kebanyakan aplikasi metode elektrokoagulasi ini masih terbatas pada
penanganan limbah.
40
Elektrokoagulasi merupakan teknik elektrokimia yang didasarkan pada
reaksi oksidasi dan reduksi untuk menghilangkan secara efektif berbagai partikel
terlarut dan bahan tersuspensi dari suatu larutan dengan cara elektrolisis.
Hasil elektrolisis yang optimal dapat diperoleh dengan terlebih dahulu
mengetahui besarnya rapat arus yang optimal mengalir di dalam sel elektrolisis.
Rapat arus untuk menghasilkan elektrolisis yang optimal sebaiknya tidak dibawah
0,02 ampere/cm2 untuk mencegah terjadinya pembentukan lapisan di katoda
(Marta cit Plenderleith, 2007). Dalam penelitian ini digunakan arus sebesar 0,96 A
dengan luas permukaan elektroda 45 cm2, sehingga secara perhitungan akan
menghasilkan kerapatan arus sebesar 0,0213 ampere/cm2.
Proses elektrokoagulasi dalam penelitian ini menggunakan sepasang
lempeng aluminium yang berfungsi sebagai plat elektroda yang menghantarkan
arus listrik yang dialirkan. Elektroda inilah yang nantinya akan teroksidasi
sehingga melepaskan ion Al3+. Kemudian lempeng elektroda dicelupkan hingga
kedalaman 7 cm ke dalam ekstrak, hal ini bertujuan untuk memperluas kontak
area dengan ekstrak. Selanjunya ekstrak diaduk dengan menggunakan bantuan
stirrer magnetic. Pengadukan ini bertujuan untuk meningkatkan energi kinetik
sehingga dapat mempercepat reaksi. Selain itu juga ditambahkan NaCl yang
berfungsi sebagai elektrolit pendukung. Elektrolit ini dapat menambah daya
penghantaran arus listrik dari anoda ke katoda. Pada saat proses elektrokimia
berlangsung, yakni ketika arus listrik telah dialirkan maka pada anoda akan terjadi
reaksi oksidasi dimana elektroda aluminium akan melepaskan Al3+ dan mengikat
ion (OH) - membentuk flok Al(OH)3. Sedangkan pada katoda akan terjadi reaksi
41
reduksi, dimana larutan yang mengalami reduksi adalah pelarut (air dalam
ekstrak) dan terbentuk gas hidrogen (H2).
Reaksi yang terjadi pada anoda dan katoda :
Anoda : Al (s) Al 3+ (aq) + 3e –
Al 3+ (aq) + 3 OH – (aq) Al(OH)3 (s)
Katoda : 3 H2O (l) + 3e – H2 (g) + 3 OH- (aq)
Al (s) + 3 H2O (l) Al(OH)3 (s) + H2 (g)
Alumunium hidroksida akan membentuk suatu flok dan memiliki sifat
adsorpsi yang tinggi. Senyawa Al(OH)3 inilah yang akan mengikat koloid klorofil
dalam maserat dan menyebabkan koagulasi dan cenderung untuk mengendap.
Pengikatan klorofil oleh Al(OH)3 terjadi melalui net surface charge. Semakin
banyak coagulant agent Al(OH)3 yang terbentuk maka akan semakin banyak pula
klorofil yang diikat. Banyaknya Al(OH)3 yang terbentuk sebanding dengan
banyaknya arus yang dialirkan, hal ini sesuai dengan Hukum Faraday I (Petrucci,
1999).
Adanya gelembung-gelembung gas H2 yang terbentuk selama proses
elektrokoagulasi akan menyebabkan flok-flok yang terbentuk terangkat ke
permukaan air. Flok-flok yang mengandung klorofil dapat dengan mudah
dipisahkan dari maserat dengan cara filtrasi.
Pada saat proses elektrokoagulasi, timbul reaksi panas yang merupakan
efek dari penggunaan arus listrik yang besar. Adanya panas ini harus dikontrol
sama pada semua perlakuan, yakni 500 C. Adanya panas akan meningkatkan
energi kinetik dalam ekstrak cair. Peningkatan energi kinetik pada suatu sistem
mengakibatkan partikel-partikel yang ada dalam sistem akan bergerak lebih cepat
42
sehingga menyebabkan terjadinya transfer massa. Transfer massa yang meningkat
dapat menghasilkan proses deklorofilasi yang semakin meningkat pula.
E. Destruksi Sampel
Destruksi sampel ini bertujuan untuk memperoleh logam Mg bebas dan
tidak terikat dalam senyawa klorofil. Selain itu destruksi ini digunakan agar
sampel dapat dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom. Destruksi sampel
ini dilakukan secara digesti basah (wet digestion) dengan penambahan larutan
H2SO4 p dan HNO3 p ke dalam sampel ekstrak. Penambahan larutan asam-asam
kuat ini akan menghasilkan Mg2+ yang mudah larut dan lepas ikatannya dengan
senyawa klorofil. Reaksinya:
(C32H30ON4Mg)(COOCH3)(COOC30H30) + H2SO4
Klorofil Asam sulfat
(C32H32ON4) (COOCH3)(COOC30H30) + MgSO4
Feofitin Magnesium sulfat
Asam sulfat pekat yang ditambahkan akan menguraikan klorofil dalam
suhu tinggi dan akan melarutkan magnesium menjadi magnesium sulfat.
Meningkatnya suhu akan meningkatkan kerja H2SO4 p dalam menguraikan
senyawa klorofil. Pada pemanasan terbentuk uap berwarna jingga kemerahan
yang merupakan gas NO2 hasil peruraian dari asam nitrat. Reaksi yang terjadi:
2HNO3 (aq) → 2NO2 (g) + H2O (l) + 21 O2 (g)
Selanjutnya setelah penambahan larutan H2SO4 p dan HNO3 p maka
sampel dipanaskan hingga jernih, tidak berasap kuning dan mendekati kering
43
untuk menguapkan pereaksi-pereaksi tersebut. Sampel hasil destruksi yang
diperoleh merupakan larutan jernih, karena kejernihan menjadi tanda bahwa
seluruh material organik sudah terdestruksi.
F. Analisis Kualitatif Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom
Walaupun pada dasarnya penelitian ini adalah melakukan optimasi
metode deklorofilasi dengan cara elektrokoagulasi, dimana pengukuran efektifitas
penghilangan klorofil dilakukan dengan mengukur besarnya klorofil yang hilang,
namun yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah magnesium. Hal ini
dikarenakan senyawa klorofil memiliki atom pusat yang merupakan suatu atom
logam, yakni magnesium (Mg). Pada satu molekul klorofil, mengandung 1 atom
magnesium. Dari dasar inilah maka pengukuran kandungan klorofil dapat
dilakukan dengan mengukur kandungan magnesiumnya. Pengukuran magnesium
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom. Keunggulan lain
dari pengukuran kandungan magnesium adalah dapat mengukur kandungan
klorofil total, yakni klorofil a, klorofil b, klorofil c, dan klorofil d. Hal ini
dikarenakan semua jenis klorofil tersebut memiliki atom pusat magnesium. Jika
dilakukan dengan metode spektrofotometri visible, maka akan menjadi terlalu
sulit karena akan membutuhkan 4 macam baku agar dapat menganalisis klorofil
total dalam sampel ekstrak cair daun stevia. Selain itu sensitifitas dari
spektrofotometri visible tidak sebaik spektrofotometer serapan atom karena
spektrofotometer serapan atom mampu mengukur kadar zat analit dari ppm
(parts-per-million) hingga ppb (parts-per-billion). Sensitifitas yang sangat bagus
44
ini dikarenakan pada SSA memiliki monokromator dan detektor yang sangat
bagus (Skoog, 1985).
Analisis kualitatif magnesium dalam ekstrak cair daun stevia dilakukan
dengan membaca adanya absorbansi dari ekstrak cair daun stevia dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom. Sumber cahaya yang digunakan
adalah Hollow-Cathode Lamp yang dapat memancarkan cahaya dengan panjang
gelombang 285,2 nm, merupakan panjang gelombang yang digunakan untuk
eksitasi atom magnesium dalam nyala. Panjang gelombang 285,2 nm merupakan
panjang gelombang yang spesifik untuk eksitasi atom magnesium. Sehingga
hanya atom magnesium saja yang mampu mengabsorbsi cahaya pada panjang
gelombang 285,2 nm. Jika tidak terdapat magnesium dalam sampel ekstrak cair
daun stevia, maka tidak terdapat absorbansi pada pengukuran.
Adanya absorbansi dari hasil pembacaan dengan spektrofotometer
serapan atom (tabel IV), dapat disimpulkan bahwa terdapat magnesium dalam
sampel ekstrak cair daun stevia. Hal tersebut mengindikasikan juga bahwa dalam
ekstrak cair daun stevia terdapat kandungan klorofil.
G. Penetapan Kadar Magnesium dalam Ekstrak Cair Daun Stevia
1. Optimasi kondisi spektrofotometer serapan atom
Pada tahap awal analisis dilakukan optimasi kondisi pengukuran pada
spektrofotometer serapan atom. Lampu yang digunakan dalam pengukuran
magnesium adalah Hollow-Cathode Lamp. Sumber cahaya Hollow-Cathode Lamp
memiliki katoda yang terbuat dari bahan yang sama sehingga dengan pemberian
45
arus listrik maka magnesium pada katoda akan teruapkan dengan pemercikan.
Atom akan tereksitasi dan mengemisikan radiasi pada panjang gelombang 285,2
nm sehingga dapat digunakan untuk mengeksitasi atom sampel dalam nyala.
Digunakan bahan bakar (asetilen) dan oksidan (udara), karena temperatur
nyala yang dihasilkan dari campuran udara dan asetilen adalah 22000C.
Magnesium merupakan logam yang mudah diuapkan, karena memiliki titik didih
yang rendah (6500C) sehingga magnesium dapat diatomkan dengan pembakaran
menggunakan campuran udara dan asetilen.
Laju asetilen (1,5 L/menit) dan udara (3,5 L/menit) dengan tinggi
pembakar 13,5 mm merupakan hasil optimasi untuk kondisi pengukuran
magnesium. Ketiga kondisi tersebut telah disesuaikan sehingga dapat memberikan
serapan sinar pada atom dalam nyala dengan maksimal. Besarnya laju bahan
bakar dan oksidan mempengaruhi besar kecilnya nyala api.
Gambar 8. Berkas sinar melewati
Interzonal combustion zone (Khopkar, 1990)
Semakin besar nyala api, maka semakin luas pula zona nyala (primary
combustion zone, interzonal combustion zone, secondary combustion zone).
Tinggi pembakar diatur ketinggiannya untuk menempatkan posisi tepat dari nyala,
agar berkas sinar dari lampu dapat melewati interzonal combustion zone (tempat
46
sampel berada dalam bentuk atom), sehingga berkas sinar tersebut dapat
digunakan untuk mengeksitasi atom.
2. Pembuatan Kurva Baku
Pada pembuatan kurva baku digunakan suatu seri larutan magnesium
dengan konsentrasi yang berbeda yakni 0,10; 0,25; 0,50; 1,00; 1,50; 2,00; dan
2,50 ppm. Seri konsentrasi larutan baku magnesium tersebut kemudian diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 285,2 nm, sehingga diperoleh kurva baku yang memiliki hubungan
antara konsentrasi dengan absorbansi (tabel III).
Tabel III. Konsentrasi, absorbansi, dan koefisien korelasi dari kurva baku
No Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kadar (ppm) Absorbansi Kadar
(ppm) Absorbansi Kadar (ppm) Absorbansi
1 0,1030 0,0465 0,1016 0,0378 0,1046 0,0315 2 0,2574 0,0789 0,2541 0,0711 0,2614 0,0673 3 0,5148 0,1344 0,5082 0,1491 0,5228 0,1226 4 1,0296 0,2413 1,0164 0,2481 1,0456 0,2324 5 1,5444 0,3472 1,5246 0,3257 1,5684 0,3400 6 2,0592 0,4525 2,0328 0,4358 2,0912 0,3873 7 2,5740 0,5277 2,5410 0,5294 2,6140 0,5182
r 0,999 r 0,998 r 0,996 A 0,0317 A 0,0305 A 0,0220 B 0,1988 B 0,1985 B 0,1883
Berdasarkan data diatas, selanjutnya dibuat hubungan antara kadar
dengan absorbansi sehingga dapat diperoleh tiga persamaan garis regresi, dengan
nilai koefisien korelasi (r) pada masing-masing replikasi sebagai berikut : rI =
0,999 ; rII = 0,998 ; rIII = 0,996. Dari nilai koefisien korelasi dari ketiga replikasi
kurva baku diatas, nilai koefisien korelasi ketiganya melebihi r tabel, hal tersebut
menunjukkan adanya hubungan antara kadar dengan serapan pada panjang
gelombang pengamatan.
47
Gambar 9. Kurva hubungan antara kadar larutan
baku magnesium dan absorbansi (replikasi I)
Berdasarkan linearitas koefisien korelasi yang mendekati 1, maka kurva
baku replikasi pertama dipilih dan digunakan untuk menghitung kadar
magnesium. Persamaan kurva baku yang digunakan adalah y = 0,1988 x + 0,0317
dengan y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi magnesium. Hasil
pengukuran pada maserat awal menunjukkan bahwa kadar magnesium dalam
ekstrak cair daun stevia dengan replikasi 6 kali adalah 29,3846 ppm (tabel IV).
Tabel IV. Kadar magnesium dalam ekstrak cair daun stevia awal
Replikasi Absorbansi Kadar (ppm)
Kadar sebelum pengenceran
(ppm) I 0,3186 1,4431 28.8632 II 0,4156 1,9311 38.6217 III 0,3808 1.7560 35.1207 IV 0,2712 1,2047 24.0946 V 0,3395 1,5483 30.9658 VI 0,2170 0,9321 18.6419
Mg total 176,3078 Rata-rata 29,3846
3. Validitas Metode
Validasi yang dilakukan pada penelitian ini termasuk dalam kategori II
menurut USP 28 karena penelitian yang dilakukan merupakan analisis kuantitatif
untuk menetapkan senyawa degradasi dari ekstrak. Suatu metode penetapan kadar
48
yang sudah dikatakan baik apabila telah memenuhi kriteria akurasi, presisi,
linearitas dan range yang baik.
Akurasi suatu metode menunjukkan seberapa dekat hasil yang diperoleh
dengan hasil sebenarnya. Menurut Harmita (2004), suatu metode penetapan zat
analit pada kisaran 1 ppm dapat dikatakan memiliki akurasi yang baik jika
recovery yang diperoleh masih dalam rentang 80-110%. Pada penelitian
pengukuran kadar magnesium dalam ekstrak cair daun stevia dengan penggunaan
metode adisi dengan tingkat kadar rendah (low concentration/ LC) digunakan
konsentrasi 80%, sedang (medium concentration/ MC) digunakan konsentrasi
100%, dan tinggi (high concentration/HC) digunakan konsentrasi 120%. Merujuk
pada tabel V, Recovery yang diperoleh masih berada dalam rentang 80-110 %.
Sehingga penggunaan metode spektrofotometri serapan atom untuk penetapan
kadar magnesium dalam ekstrak cair memiliki akurasi yang baik.
Tabel V. Hasil Perhitungan Recovery dan Koefisien Variasi
Kons. Kadar Mg
terukur (ppm)
Kadar Mg terhitung
(ppm)
Recovery (%) Rata-rata KV (%)
LC (80%)
1.2042 1.22 98.7 101.17 ± 6.91 6.83 1.3677 1.255 108.98
1.1846 1.236 95.84
MC (100%)
1.4748 1.525 96.71 97.56 ± 1.11 1.14 1.5493 1.568 98.81
1.5000 1.544 97.15
HC (120%)
1.7399 1.83 95.08 96.86 ± 2.62 2.70 1.8000 1.882 95.64
1.8506 1.853 99.87
Presisi menunjukkan keterulangan hasil yang diperoleh. Parameter
presisi pada umumnya ditunjukkan dengan Koefisien Variasi (KV). Jika nilai KV
49
semakin kecil maka semakin bagus pula hasil keterulangan metode yang
digunakan, begitu juga sebaliknya. Menurut Harmita (2004), untuk pengukuran
zat analit pada kisaran 1 ppm dapat dikatakan memiliki presisi yang baik jika KV
yang diperoleh tidak lebih dari 16 %.
Berdasarkan tabel V, nilai KV yang diperoleh tidak lebih dari 16 %.
Sehingga penggunaan metode spektrofotometri serapan atom untuk penetapan
kadar magnesium dalam ekstrak cair memiliki presisi yang baik.
Linearitas menunjukkan adanya korelasi hubungan antara kadar dengan
absorbansi yang dihasilkan. Menurut Christian (2004), suatu metode dikatakan
linear jika memiliki nilai koefisien korelasi (r) > 0,99. Nilai r yang diperoleh dari
ketiga replikasi kurva baku lebih besar dari 0,99. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan metode spektrofotometri serapan atom untuk penetapan kadar
magnesium memiliki linearitas yang baik.
Kriteria range merupakan rentang kadar analit terukur yang telah
memenuhi parameter akurasi dan presisi. Range untuk kadar magnesium berkisar
antara 0,1030 - 2,5740 ppm
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode spetrofotometri
serapan atom telah optimal untuk digunakan menganalisis kadar magnesium
dalam sampel ekstrak cair daun stevia, karena telah memenuhi ketentuan
persyaratan suatu metode yang valid.
4. Perhitungan % Deklorofilasi
Pengukuran % deklorofilasi dilakukan dengan cara mengukur nilai
absorbansi dari ekstrak cair daun stevia yang belum di-elektrokoagulasi dan yang
50
telah di-elektrokoagulasi pada spektrofotometer serapan atom.Nilai absorbansi
yang diperoleh kemudian diplotkan pada persamaan kurva baku y = 0,1988 x +
0,0317, sehingga dapat diperoleh kadar magnesium yang merupakan magnesium
awal dan magnesium sisa karena ekstrak telah mengalami perlakuan
elektrokoagulasi. Untuk mengetahui kadar Mg yang hilang selama perlakuan
elektrokoagulasi, digunakan rumus :
Kadar Mg hilang = kadar Mg awal – kadar Mg sisa
Dari hasil perhitungan, didapatkan kadar magnesium sisa dalam ekstrak cair daun
stevia perlakuan elektrokoagulasi (tabel VI).
Tabel VI. Kadar magnesium dalam ekstrak cair daun stevia setelah deklorofilasi
Jarak elektroda
(cm) Voltase Absorbansi Kadar Mg sisa
(ppm) RI RII RIII RI RII RIII
1,5 17 0,0548 0,1090 0,0693 1,1620 3,8883 1,89135 17 0,0729 0,0718 0,0710 2,0724 2,0171 1,9769
1,5 32 0,0995 0,0713 0,0848 3,4105 1,9920 2,67105 32 0,0732 0,0658 0,0841 2,0875 1,7153 2,6358
Setelah diperoleh kadar magnesium dari masing-masing perlakuan
elektrokoagulasi, selanjutnya dilakukan perhitungan % deklorofilasi dari masing-
masing perlakuan elektrokoagulasi. Perhitungan % deklorofilasi dilakukan dengan
membandingkan kadar magnesium setelah perlakuan elektrokoagulasi dengan
kadar magnesium sebelum perlakuan elektrokoagulasi atau maserat awal.
Perhitungan % deklorofilasi dengan menggunakan rumus :
% Deklorofilasi %100×=awalMgikonsentras
hilangMgikonsentras
Hasil % deklorofilasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui
51
efektivitas dari tiap perlakuan elektrokoagulasi dalam menghilangkan klorofil.
Berdasarkan rumus diatas, didapatkan persentase deklorofilasi ekstrak cair daun
stevia setelah perlakuan elektrokoagulasi (tabel VII).
Tabel VII. Persentase deklorofilasi setelah perlakuan elektrokoagulasi
Perlakuan
Kadar Mg dalam
maserat awal (ppm)
Kadar Mg sisa
(ppm)
Kadar Mg yang hilang
(ppm)
% deklorofilasi
Rata-rata % deklorofilasi
1,5 cm 17 V
29,3846
1,1620 28,2226 96,05 92,12 3,883 25,4963 86,77
1,8913 27,4933 93,56
5 cm 17 V
2,0724 27,3122 92,95 93,12 2,0171 27,3675 93,14
1,9769 27,4077 93,27
1,5 cm 32 V
3,4105 25,9741 88,39 90,84 1,9920 27,3926 93,22
2,6710 26,7136 90,91
5 cm 32 V
2,0875 27,2971 92,90 92,70 1,7153 27,6693 94,16
2,6358 26,7488 91,03
Pada tabel VII dapat dilihat pengaruh jarak elektroda dan voltase.
Besarnya tegangan dan arus listrik yang digunakan pada saat proses
elektrokoagulasi berpengaruh pada besarnya % deklorofilasi. Semakin besar
tegangan dan arus listrik maka penurunan klorofil dalam ekstrak akan semakin
besar. Penurunan klorofil yang besar akan menghasilkan % deklorofilasi yang
besar pula. Tetapi hubungan tegangan dengan % deklorofilasi tidak linear,
padahal menurut hukum Faraday bahwa semakin besar arus listrik (yang berarti
semakin besar voltase) akan berbanding lurus dengan banyaknya zat yang
dihilangkan. Ketidaklinearan hubungan ini dapat disebabkan dari efisiensi arus.
52
Efisiensi arus cenderung menurun (90%-92%) dengan semakin besarnya arus
(atau voltase) listrik yang digunakan, demikian juga sebaliknya. Menurunnya
efisiensi arus ini berkaitan dengan rapat arus yang semakin meningkat. Rapat arus
yang justru semakin meningkat pada anoda dengan luas permukaan anoda yang
kecil menyebabkan ketidakseimbangan, sehingga arus akan lewat dengan cepat
menghasilkan reaksi reduksi yang cepat pula. Reaksi reduksi yang cepat ini
menyebabkan semakin meningkatnya pelepasan gas hidrogen. Pelepasan gas H2
yang berlebih akan menyebabkan timbulnya fraksi kosong, yakni adanya
resistensi antar elektroda akibat dari gelembung-gelembung gas H2 yang
dihasilkan. Fraksi kosong yang terjadi ini dapat menurunkan % deklorofilasi.
Pada faktor jarak elektroda diketahui bahwa semakin besar jarak
elektroda maka % deklorofilasi semakin meningkat. Hal ini berbanding terbalik
dengan teori yang menyatakan bahwa semakin dekat jarak elektroda, maka
semakin baik proses perpindahan muatan sehingga rapat arus yang mengalir
menjadi semakin meningkat yang menyebabkan meningkatnya proses
penghilangan atau penurunan konsentrasi suatu zat dalam larutan.
Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena adanya difusivitas larutan. Apabila jarak
elektroda terlalu sempit dan pada satu kondisi dimana antara elektroda terbentuk
endapan yang kemudian jenuh dan “ terjebak” diantaranya, maka difusivitas ion
akan terganggu, luas permukaan elektroda yang efektif menjadi berkurang dan
ion-ion akan sulit menangkap elektron dari permukaan katoda yang berhadapan
terlalu dekat dengan anoda.
53
Berdasarkan hasil perhitungan % deklorofilasi maka dapat dilakukan
analisis perhitungan efek untuk mengetahui pengaruh dari tiap faktor dalam
menentukan besarnya % deklorofilasi (tabel VIII).
Tabel VIII. Efek jarak elektroda, voltase, dan interaksi keduanya dalam menentukan % deklorofilasi
Faktor Efek Jarak elektroda 2,86 Voltase 1,70 Interaksi 0,86
Berdasarkan hasil perhitungan efek, dapat diketahui faktor yang dominan
dalam menentukan besarnya % deklorofilasi, yakni dengan melihat nilai efek
yang terbesar tanpa memperhatikan notasi positif maupun negatif. Faktor yang
diketahui memiliki efek terbesar maka faktor tersebut berpengaruh dalam
meningkatkan respon. Menunjuk pada tabel VIII, diketahui bahwa jarak elektroda
memiliki efek terbesar, maka dapat diketahui bahwa faktor yang berpengaruh
dalam meningkatkan respon adalah jarak elektroda.
Untuk melihat hubungan pengaruh peningkatan level jarak elektroda dan
voltase dapat dilihat pada grafik hubungan pengaruh faktor terhadap respon.
54
Gambar 10. Hubungan pengaruh voltase (a) dan jarak elektroda (b) terhadap % deklorofilasi
Pada grafik hubungan pengaruh faktor terhadap respon, melihat grafik
hubungan pengaruh voltase terhadap % deklorofilasi (gambar 10) menunjukkan
bahwa semakin kecil voltase yang digunakan akan berefek meningkatkan %
deklorofilasi pada level tinggi jarak elektroda. Demikian juga pada level rendah
jarak elektroda, semakin besar voltase yang digunakan maka akan menurunkan %
deklorofilasinya. Pada penggunaan voltase yang semakin besar, perubahan %
deklorofilasi lebih besar pada penggunaan level rendah jarak elektroda. Hal ini
dapat dilihat dari grafik hubungan dimana terlihat grafik yang lebih curam pada
level rendah jarak elektroda.
Pada grafik hubungan pengaruh jarak elektroda terhadap % deklorofilasi
dapat dilihat bahwa semakin besar jarak elektroda yang digunakan akan berefek
meningkatkan % deklorofilasi baik pada level rendah maupun level tinggi voltase.
55
Grafik ini dapat diinterpretasikan penafsirannya secara visual. Interaksi
yang terjadi ditandai dengan adanya dua garis yang tidak sejajar pada grafik.
Metode ini memiliki kelebihan, yakni mempermudah melihat arah perubahan
respon akibat perubahan faktor-faktornya. Kelemahan dari metode ini adalah
karena penafsirannya hanya secara visual sehingga perlu dilakukan perhitungan
lebih lanjut dengan menggunakan perhitungan Yate`s treatment agar dapat ditarik
kesimpulan dari hasil yang diperoleh.
Analisis statistik dengan perhitungan Yate`s treatment dilakukan untuk
melihat perbedaan respon yang terjadi pada level rendah dan level tinggi pada
kedua faktor yaitu jarak elektroda dan voltase serta melihat adanya interaksi
antara kedua faktor terhadap % deklorofilasi.
Hnull dapat ditolak jika dari perhitungan F diperoleh hasil yang lebih
besar dari nilai F tabel. Nilai F(1,8) tabel dengan taraf kepercayaan 95% adalah
sebesar 5,32. Analisis dengan menggunakan perhitungan Yate`s treatment dengan
taraf kepercayaan 95% untuk respon % deklorofilasi disajikan dalam tabel IX.
Tabel IX. Analisis Yate`s treatment % deklorofilasi
Source of variation
Degrees of
freedom
Sum of Squares Mean Squares F hitung F tabel
a (jarak elektroda) 1 18,275625 18,275625 4,654362 5,32 b (voltase) 1 6,579225 6,579225 1,675570
ab (interaksi) 1 1,677025 1,677025 0,427098 Experimental error 8 31,41247 3,926558
Berdasar analisis Yate`s treatment diperoleh bahwa Hi ditolak dan Hnull
diterima karena nilai F hitung untuk efek jarak elektroda, voltase dan interaksi
antara keduanya menunjukkan nilai yang lebih kecil daripada nilai F tabel (1,8)
56
yaitu 5,32. Berdasarkan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa faktor jarak
elektroda, voltase dan interaksi antara jarak elektroda dan voltase tidak
memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik dalam menentukan besar %
deklorofilasi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya jumlah replikasi secara
statistik ataupun adanya overlap dari respon yang dihasilkan pada perlakukan satu
dengan yang lain sehingga merendahkan tingkat signifikasi.
H. Optimasi Metode Elektrokoagulasi pada Ekstrak Cair Daun Stevia
Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode optimasi desain
faktorial untuk memperoleh % deklorofilasi yang optimum ditinjau dari
banyaknya magnesium yang hilang dalam ekstrak cair daun stevia. Perhitungan
secara desain faktorial menggunakan 2 faktor, yaitu jarak elektroda dan voltase;
dan 2 level yakni level tinggi dan level rendah. Perhitungan secara desain faktorial
ini digunakan untuk mengetahui faktor yang dominan antara jarak elektroda dan
voltase dalam menentukan % deklorofilasi pada ekstrak cair daun stevia, serta
dapat diamati adanya interaksi dari kedua faktor tersebut. Kelebihan dari metode
desain faktorial adalah dapat diamatinya interaksi antara dua faktor yang diteliti
dan arah perubahan responnya akibat dari faktor atau interaksinya.
Berdasarkan hasil dari perhitungan persamaan desain faktorial maka
selanjutnya dapat dibuat contour plot. Contour plot yang dihasilkan selanjutnya
dapat digunakan untuk menetapkan daerah yang memenuhi standar respon sesuai
yang diinginkan. Persamaan desain faktorial yang diperoleh dari hasil eliminasi
57
Gauss yaitu : Y = 93,581525 + 0,007237 X1 - 0,109905 X2 + 0,016381 X1X2. Dari
persamaan ini maka dapat dibuat contour plot (gambar 11).
Gambar 11. Contour plot % deklorofilasi secara elektrokoagulasi
Melihat dari contour plot, maka dapat ditentukan area optimum %
deklorofilasi untuk memperoleh metode elektrokoagulasi yang dapat
menghilangkan kandungan klorofil dari dalam ekstrak seperti yang dikehendaki.
Menunjuk pada gambar 11, area yang diarsir memperlihatkan bahwa jarak
elektroda dan voltase pada level yang diteliti dapat menghasilkan % deklorofilasi
yang optimum berkisar antara 90% hingga 93%.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tidak ditemukan adanya faktor yang berpengaruh secara statistik dalam
menentukan % deklorofilasi yang optimal.
2. Diperoleh area % deklorofilasi yang optimal berdasarkan contour plot pada
level dan faktor yang diprediksi menghasilkan % deklorofilasi hingga lebih
dari 90,90%.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai desain optimasi jarak elektroda pada
rentang yang lebih besar.
2. Perlu dilakukan uji penetapan kadar steviosida pada ekstrak hasil deklorofilasi
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh elektrokoagulasi pada penurunan
kadar steviosida dalam ekstrak.
3. Perlu dilakukan penetapan kadar aluminium untuk mengukur kemungkinan ada
tidaknya trace dari Al(OH)3 setelah proses elektrokoagulasi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, N.A., James, K.C., 1996, Pharmaceutical Experimental Design and Interpretation,131-165, Taylor and Francis, USA
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 25-26, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta Anonim, 2007, Stevia rebaudiana, http://www.free.vlsm.org/v12/artikel/ttg_
tanaman_obat/depkes/buku1/1-274.pdf, diakses pada tanggal 25 Oktober 2008
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi III, 605-612,
Universitas Indonesia Press, Jakarta Backer, C.A., Bakhuizen van den Brink R.C., 1968, flora of Java, volume I & II,
2, Warta Tumbuhan Obat, vol I Bolton, 1990, Pharmaceutical Statistic Practical and Clinical Aplications, 3rd Ed,
611-614, Marcel Dekker Inc., New York Christian, G. D., 2004, Analytical Chemistry, 107, Edisi 6, John Wiley, United
States America Ghosh, D., Medhi, C. R., Solanki, H., Purkait, M. K., 2008, Decolorization of
Crystal Violet Solution by Electrocoagulation , Journal of Environmental Protection Science, vol. 2, 25-35
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya, 5-7,8, Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok, Jakarta Holt, P., Barton, G., Mitchell, C., 1999, Electrocoagulation as a Wastewater
Treatment, Laporan Penelitian, Department of Chemical Engineering, The University of Sydney, New South Wales
Jumpatong, K, Phutdhawong ,W., and Budhasukh, 2006, Dechlorophyllation by
Electrocoagulation, Molecules., 11, 156-162 Khader, V., and Rama, S., 2003, Effect of Maturity on Macromineral Content of
Selected Leafy Vegetables, Asia Pasific J Clin Nutr., 12(1), 45-49 Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, 275-285, UI Press, Jakarta
60
Kuznesof, 2007, Report to JECFA: Steviol Glycosides: Chemical and Technical Assessment, revised, I, Interntional Association for Stevia Research e.v., Germany
Marta, D., 2007, Efisiensi Pengendapan Perak dari Limbah Cair Fixer Film
dengan Menggunakan Metode Elektrolisis dengan Variasi Tegangan Listrik, Waktu, dan Jarak Elektroda, ITB Central Library, http:/jbptitbpp-gdl-donalmarta-27670-2-2007ta-1.pdf, diakses pada tanggal 21 Desember 2008
Martin, et al, 1990, Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu
Farmasetik, 343, 509, UI Press, Jakarta
May, P., 2002, Chlorophyll, http://www.chm.bris.ac.uk/motm/chlorophyll/ chlorophyll_h.htm, diakses tanggal 27 Oktober 2008
Midmore, D.J., and Rank, A.H., 2002, A New Rural Industry – Stevia – to Replace
Imported Chemical Sweeteners, RIRDC Rural Industries Research & Development Corporation
Moraes, E.P., and Machado, N.R.C.F., 2001, Clarification of Stevia rebaudiana
(Bert.) Bertoni Extract by Adsorption in Modified Zeolites, Maringa, Vol.23, No.6, 1375-1380
Mulja, H.M., Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik
(Good Laboratory Practise), Majalah Farmasi Indonesia Airlangga, Vol III, No. 2, 71-76
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 26-60, Airlangga
University Press, Surabaya Nabors, Lyn’O Brien, Gelardi, R. C., 1986, Alternative Sweeteners, edited by
Abraham I. Bakal, 296-297, 302, Marcel Dekker. Inc, New York, USA Ni`am, Moh. F., Othman, F., Sohaili, J., Fauzia, Z., 2007, Removal of Cod
Turbidity to Improve Wastewater Quality Using Electrocoagulation Technique, The Malaysian Journal of Analytical Sciences, Vol. XI, No.1, 198-205, Environmental Dept., Civil Engineering Faculty, Universiti Teknologi Malaysia, Johor, Malaysia
Petrucci, R. H., 1999, Kimia Dasar, alih Bahasa Achmadi, S., 31-35, Erlangga,
Jakarta Phillips, K.C., 1989, Stevia: steps in developing a new sweetener, 1-43, vol 3,
Elsevier Applied Science, London
61
Price, W.J., 1972, Analitical Atomic Absorption Spectrometry, 71-114, Heyden and Son, England
Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 229-250, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3th edition, 250-288, CBS
College Publishing, USA Soejarto, D.D., Douglas, K., and Farnsworth, N.R., 1982, Potencial Sweetening
Agent of Plant Origin, III, Organoleptic Evaluation of Stevia Leaf Herbarium sample for Sweetness, Journal Nat., 45(5), 590-599
Srimaroeng, C., Chatsudthipong, V., Aslamkhan, A.G., and Pritchard, J. B., 2005,
Transport of the Natural Sweetener Stevioside and Its Aglycone Steviol by Human Organic Anion Transporter (hOAT1; SLC22A6) and hOAT3 (SLC22A8), Department of Physiology, Faculty of Science, Mahidol University, Bangkok, Thailand, and Laboratory of Pharmacology and Chemistry, National Institute of Enviromental Health Science, National Institutes of Health, Research Triangle Park, North Carolina
Sunardi, 2007, Pengaruh Tegangan Listrik dan Kecepatan Alir Terhadap Hasil
Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Logam Pb,Cd dan TSS Menggunakan Alat Elektrokoagulasi, BATAN, http:/www.jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/44-sunardi-ptapb-441-446.pdf,diakses pada tanggal 20 Oktober 2008
Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi,edisi ke-5, diterjemahkan
oleh Soendani Noerono, 165-169, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
62
Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi
63
64
Lampiran 2. Penimbangan baku magnesium dan perhitungan seri larutan
baku magnesium
1. Tabel penimbangan baku magnesium
Replikasi I 0,04305 g Replikasi II 0,04250 g Replikasi III 0,04372 g
Ar Mg = 24,305
Mr MgCl2.6H2O = 203,23
Bobot Mg replikasi I gg 005149,023,203
305,2404305,0 =×= = 5,1485 mg
Bobot Mg replikasi II gg 005083,023,203
305,2404250,0 =×= = 5,0827 mg
Bobot Mg replikasi III gg 005229,023,203
305,2404372,0 =×= = 5,2286 mg
2. Perhitungan seri larutan baku magnesium
Replikasi I
Perhitungan stok Mg konsentrasi 100 ppm :
ppmmlmgml
mg 97,102/10297,050
1485,5==
Perhitungan intermediet Mg konsentrasi 10 ppm :
Vstok . Cstok = V1 . C1
1 ml . 102,97 ppm = 10 ml . C1
C1 = 10,30 ppm
Perhitungan seri larutan baku :
Seri 1 : Vinter . Cinter = V1 . C1
0,1 ml . 10,30 = 10 ml . C1
C1 = 0,1030 ppm
Seri 2 : Vinter . Cinter = V2 . C2
0,25 ml . 10,30 = 10 ml . C2
65
C2 = 0,2575 ppm
Seri 3 : Vinter . Cinter = V3 . C3
0,50 ml . 10,30 = 10 ml . C3
C3 = 0,5150 ppm
Seri 4 : Vinter . Cinter = V4 . C4
1,00 ml . 10,30 = 10 ml . C4
C4 = 1,0300 ppm
Seri 5 : Vinter . Cinter = V5 . C5
1,50 ml . 10,30 = 10 ml . C5
C5 = 1,5450 ppm
Seri 6 : Vinter . Cinter = V6 . C6
2,00 ml . 10,30 = 10 ml . C6
C6 = 2,0600 ppm
Seri 7 : Vinter . Cinter = V7 . C7
2,50 ml . 10,30 = 10 ml . C7
C7 = 2,5750 ppm
Replikasi II
Perhitungan stok Mg konsentrasi 100 ppm :
ppmmlmgml
mg 65,101/10165,050
0827,5==
Perhitungan intermediet Mg konsentrasi 10 ppm :
Vstok . Cstok = V1 . C1
1 ml . 101,65 ppm = 10 ml . C1
C1 = 10,16 ppm
Perhitungan seri larutan baku :
Seri 1 : Vinter . Cinter = V1 . C1
0,1 ml . 10,16 = 10 ml . C1
C1 = 0,1016 ppm
Seri 2 : Vinter . Cinter = V2 . C2
0,25 ml . 10,16 = 10 ml . C2
C2 = 0,2541 ppm
66
Seri 3 : Vinter . Cinter = V3 . C3
0,50 ml . 10,16 = 10 ml . C3
C3 = 0,5082 ppm
Seri 4 : Vinter . Cinter = V4 . C4
1,00 ml . 10,16 = 10 ml . C4
C4 = 1,0164 ppm
Seri 5 : Vinter . Cinter = V5 . C5
1,50 ml . 10,16 = 10 ml . C5
C5 = 1,5246 ppm
Seri 6 : Vinter . Cinter = V6 . C6
2,00 ml . 10,16 = 10 ml . C6
C6 = 2,0328 ppm
Seri 7 : Vinter . Cinter = V7 . C7
2,50 ml . 10,16 = 10 ml . C7
C7 = 2,5410 ppm
Replikasi III
Perhitungan stok Mg konsentrasi 100 ppm :
ppmmlmgml
mg 57,104/10457,0502286,5
==
Perhitungan intermediet Mg konsentrasi 10 ppm :
Vstok . Cstok = V1 . C1
1 ml . 104,57 ppm = 10 ml . C1
C1 = 10,46 ppm
Perhitungan seri larutan baku :
Seri 1 : Vinter . Cinter = V1 . C1
0,1 ml . 10,46 = 10 ml . C1
C1 = 0,1046 ppm
Seri 2 : Vinter . Cinter = V2 . C2
0,25 ml . 10,46 = 10 ml . C2
C2 = 0,2614 ppm
67
Seri 3 : Vinter . Cinter = V3 . C3
0,50 ml . 10,46 = 10 ml . C3
C3 = 0,5228 ppm
Seri 4 : Vinter . Cinter = V4 . C4
1,00 ml . 10,46 = 10 ml . C4
C4 = 1,0456 ppm
Seri 5 : Vinter . Cinter = V5 . C5
1,50 ml . 10,46 = 10 ml . C5
C5 = 1,5684 ppm
Seri 6 : Vinter . Cinter = V6 . C6
2,00 ml . 10,46 = 10 ml . C6
C6 = 2,0912 ppm
Seri 7 : Vinter . Cinter = V7 . C7
2,50 ml . 10,46 = 10 ml . C7
C7 = 2,6410 ppm
68
Lampiran 3. Tabel perhitungan persamaan kurva baku
REPLIKASI I REPLIKASI II REPLIKASI III Kadar (ppm)
Absorbansi Kadar (ppm)
Absorbansi Kadar (ppm)
Absorbansi
0,1030 0,0465 0,1016 0,0378 0,1046 0,0315 0,2575 0,0789 0,2541 0,0711 0,2614 0,0673 0,5150 0,1344 0,5082 0,1491 0,5228 0,1226 1,0300 0,2413 1,0164 0,2481 1,0456 0,2324 1,5450 0,3472 1,5246 0,3257 1,5684 0,3400 2,0600 0,4525 2,0328 0,4358 2,0912 0,3873 2,5750 0,5277 2,5410 0,5294 2,6140 0,5182
r 0,999 r 0,998 r 0,996 A 0,0317 A 0,0305 A 0,0220 B 0,1988 B 0,1985 B 0,1883
Kurva baku yang digunakan adalah Kurva baku replikasi I, karena memiliki
koefisien korelasi (r) yang mendekati 1, yakni 0,999
Persamaan regresi linear yang digunakan :
y = 0,1988 x + 0,0317
69
Lampiran 4. Hasil perhitungan kadar magnesium pada maserat awal,
Recovery, Koevisien Variasi (KV)
a. Tabel hasil pengukuran absorbansi magnesium dalam ekstrak cair daun stevia awal pada panjang gelombang 285,2 nm
Replikasi Absorbansi Kadar (ppm) Kadar sebelum
pengenceran (ppm) I 0,3186 1,4431 28.8632 II 0,4156 1,9311 38.6217 III 0,3808 1.7560 35.1207 IV 0,2712 1,2047 24.0946 V 0,3395 1,5483 30.9658 VI 0,2170 0,9321 18.6419
Mg total 176,3078 Rata-rata 29,3846
Rata-rata konsentrasi Mg dalam maserat awal = 29,3846 ppm
b. Tabel hasil perhitungan % Recovery magnesium dalam ekstrak cair daun stevia dengan Recovery 80%
Absorbansi Kadar pengenceran
Kadar Mg total
Kadar terukur (ppm)
Kadar seharusnya
(ppm)
Recovery (%)
0.4435 2.0713 4.1426 1.2042 1.22 98.7 0.4415 2.0615 4.1230 1.1846 1.236 95.84 0.4597 2.1530 4.3061 1.3677 1.255 108.98
rata2 101.17 SD 6.91CV 6.83%
70
c. Tabel hasil perhitungan % Recovery magnesium dalam ekstrak cair daun stevia dengan Recovery 100%
Absorbansi Kadar pengenceran
Kadar Mg total
Kadar terukur (ppm)
Kadar seharusnya
(ppm)
Recovery (%)
0.45237 2.20658 4.41316 1.47480 1.525 96.71 0.45487 2.21918 4.43836 1.50000 1.544 97.15 0.45977 2.24383 4.48766 1.54930 1.568 98.81
rata2 97.56 SD 1.11 CV 1.14%
d. Tabel hasil perhitungan % Recovery magnesium dalam ekstrak cair daun stevia dengan Recovery 120%
Absorbansi Kadar pengenceran
Kadar Mg total
Kadar terukur (ppm)
Kadar seharusnya
(ppm)
Recovery (%)
0.47872 2.33913 4.67826 1.73990 1.83 95.08 0.48972 2.39448 4.78896 1.85060 1.853 99.87 0.48469 2.36918 4.73836 1.80000 1.882 95.64
rata2 96.86 SD 2.62 CV 2.70%
71
Lampiran 5. Tabel pengukuran dan perhitungan kadar magnesium sisa
dalam ekstrak cair daun stevia setelah perlakukan
elektrokoagulasi
Jarak elektroda
(cm) Voltase Absorbansi
Kadar Mg sisa(ppm)
Kadar Mg Hilang (ppm)
1,5 17
RI 0,0548 1,1620 28,2226
RII 0,1090 3,8883 25,4963
RIII 0,0693 1,8913 27,4933
5 17 RI 0,0729 2,0724 27,3122 RII 0,0718 2,0171 27,3675 RIII 0,0710 1,9769 27,4077
1,5 32 RI 0,0995 3,4105 25,9741 RII 0,0713 1,9920 27,3926 RIII 0,0848 2,6710 26,7136
5 32 RI 0,0732 2,0875 27,2971 RII 0,0658 1,7153 27,6693 RIII 0,0841 2,6358 26,7488
Kadar Mg yang hilang = kadar Mg awal – kadar Mg yang tersisa
% deklorofilasi %100×=awalMgikonsentras
hilangMgikonsentras
72
Lampiran 6. Tabel perhitungan % deklorofilasi pada ekstrak cair daun
stevia setelah perlakukan elektrokoagulasi
Jarak elektroda
(cm) Voltase
Kadar Mg dalam maserat
awal (ppm)
Kadar Mg yang hilang
(ppm)
% deklorofilasi
Rata-rata % deklorofilasi
1,5 17
29,3846
28,2226 96,05 92,12 25,4963 86,77
27,4933 93,56
5 17 27,3122 92,95
93,12 27,3675 93,14 27,4077 93,27
1,5 32 25,9741 88,39
90,84 27,3926 93,22 26,7136 90,91
5 32 27,2971 92,90
92,70 27,6693 94,16 26,7488 91,03
73
Lampiran 7. Perhitungan efek
NOTASI Level tinggi : + Level rendah : - Interaksi : jarak elektroda x voltase
Formula Jarak elektroda Voltase Interaksi Respon
1 - - + 92,12
a + - - 93,12
b - + - 90,84
ab + + + 92,70 Efek Jarak Elektroda = - 92,12 + 93,12 – 90,84 + 92,70 = 2,86 Efek Voltase = - 92,12 - 93,12 + 90,84 + 92,70 = [-1,70] = 1,70 Efek Interaksi = 92,12 - 93,12 - 90,84 + 92,70 = 0,86
74
Lampiran 8. Persamaan regresi
PLOT Persamaan Umum :
y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b12X1X2 Keterangan Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 = level bagian X1, bagian X2 b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan b0 = rata-rata hasil semua percobaan (1) 92,12 = b0 + b1(1,5) + b2(17) + b12 (1,5)(17)
92,12 = b0 + 1,5 b1 + 17 b2 + 25,5 b12 (a) 93,12 = b0 + b1(5) + b2(17) + b12 (5)(17) 93,12 = b0 + 5 b1 + 17 b2 + 85 b12 (b) 90,84 = b0 + b1(1,5) + b2(32) + b12 (1,5)(32) 90,84 = b0 + 1,5 b1 + 32 b2 + 48 b12 (ab) 92,70 = b0 + b1(5) + b2(32) + b12 (5)(32) 92,70 = b0 + 5 b1 + 32 b2 + 160 b12 Eliminasi (1) dan (a) (1) 92,12 = b0 + 1,5 b1 + 17 b2 + 25,5 b12 (a) 93,12 = b0 + 5 b1 + 17 b2 + 85 b12 -1 = - 3,5 b1 - 59,5 b12……………………….(I) Eliminasi (b) dan (ab) (b) 90,84 = b0 + 1,5 b1 + 32 b2 + 48 b12 (ab) 92,70 = b0 + 5 b1 + 32 b2 + 160 b12 -1,86 = - 3,5 b1 - 112 b12………………………(II) Eliminasi (I) dan (II) (I) -1 = - 3,5 b1 - 59,5 b12 (II) -1,86 = - 3,5 b1 - 112 b12 0,86 = 52,5 b12 b12 = 0,016381 Substitusi b12 ke (I) (I) -1 = - 3,5 b1 - 59,5 b12 -1 = - 3,5 b1 - 59,5 (0,016381) b1 = 0,007237
75
Masukkan b1 dan b12 dalam persamaan (1) dan (b) (1) 92,12 = b0 + 1,5 b1 + 17 b2 + 25,5 b12
92,12 = b0 + 1,5 (0,007237) + 17 b2 + 25,5 (0,016381) 92,12 = b0 – 0,010855 + 17 b2 + 0,417715 91,71314 = b0 + 17 b2 ..........................................................(III)
(b) 90,84 = b0 + 1,5 b1 + 32 b2 + 48 b12
90,84 = b0 + 1,5 (0,007237) + 32 b2 + 48 (0,016381) 90,84 = b0 – 0,010855 + 32 b2 + 0,786288 90,06457 = b0 + 32 b2 ..........................................................(IV)
Eliminasi persamaan (III) dan (IV) (III) 91,71314 = b0 + 17 b2 (IV) 90,06457 = b0 + 32 b2 1,64857 = - 15 b2 b2 = - 0,109905 Substitusi ke persamaan (III) (III) 91,71314 = b0 + 17 b2
91,71314 = b0 + 17 (-0,109905) b0 = 93,581525
Y = 93,581525 + 0,007237 X1 - 0,109905 X2 + 0,016381 X1X2
76
Lampiran 9. Data analysis of variance (ANOVA) Yate`s treatment
a. Tabel hasil respon % deklorofilasi faktor jarak elektroda dan voltase pada level tinggi dan rendah
b. Tabel hasil perhitungan Mean Square untuk faktor jarak elektroda, voltase dan interaksi antara keduanya
RI RII RIII Total 1 2 3 4
1 96,05 86,77 93,56 276,38 555,74 1106,35 - -
a 92,95 93,14 93,27 279,36 550,61 8,55 4,275 18,275625
b 88,39 93,22 90,91 272,52 2,98 -5,13 -2,565 6,579225
ab 92,9 94,16 91,03 278,09 5,57 2,59 1,295 1,677025
c. Tabel hasil perhitungan Sum of Square Experimental Error
RI RII RIII Mean X1 X2 X3 Σ(Xm-X)2 Σ(Xm-X)2
n-1 1 96,05 86,77 93,56 92,13 -3,92 5,36 -1,43 46,1409 23,07043
a 92,95 93,14 93,27 93,12 0,17 -0,02 -0,15 0,0518 0,0259
b 88,39 93,22 90,91 90,84 2,45 -2,38 -0,07 11,6718 5,8359
ab 92,9 94,16 91,03 92,70 -0,20 -1,46 1,67 4,9605 2,4802
Total 31,41247
Faktor A1(rendah) A1(rendah) A2(tinggi) A2(tinggi) Replikasi B1(rendah) B2(tinggi) B1(rendah) B2(tinggi)
I 96,05 88,39 92,95 92,90 II 86,77 93,22 93,14 94,16
III 93,56 90,91 93,27 91,03
77
d. Tabel hasil perhitungan Yate`s treatment
Source of variation Degrees
of freedom
Sum of Squares
Mean Squares F
Treatment 3 8.8440 2.948 a (jarak elektroda) 1 18,275625 18,275625 4,654362
b (voltase) 1 6,579225 6,579225 1,67557 ab (interaksi) 1 1,677025 1,677025 0,427098Experimental error 8 31,41247 3,926558
Fa = errorerimentalforsquaresMean
effectaforsquaresMeanexp
= 926558,3
18,275625
= 4,654362
Fb = errorerimentalforsquaresMean
effectbforsquaresMeanexp
= 926558,3
6,579225
= 1,67557
Fab = errorerimentalforsquaresMean
effectabforsquaresMeanexp
= 926558,3
1,677025
= 0,427098
F tabel (1,8) dengan tingkat kepercayaan 95% adalah 5,32
78
Lampiran 10. Spesifikasi alat elektrokoagulasi (modifikasi Farmasi USD)
1. Power Supply : merk Statron type 226
kapasitas 40 V – 5 A
2. Lempeng elektroda : 15 x 3 cm
3. Bejana Elektrolisis : Beaker Glass 600 ml
4. Hot plate
5. Magnetic stirrer : 4 cm
6. Termometer : 1000 C
7. Wadah / panci pemanas dan pendingin
8. Penutup sterofoam
79
Lampiran 11. Dokumentasi
1. Simplisia kering daun tevia
2. Defatisasi secara soxhletasi
3. Serbuk sebelum defatisasi dan setelah defatisasi
Sebelum defatisasi
Setelah defatisasi
80
4. Deklorofilasi secara elektrokoagulasi
5. Endapan pada elektroda
6. Endapan hasil elektrokoagulasi
81
7. Ekstrak hasil elektrokoagulasi
82
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Ferri Ariya Yanu
Pribadi dilahirkan di Yogyakarta, 12 Januari 1987, anak
kedua dari tiga bersaudara. Penulis telah menempuh
pendidikan di TK Sang Timur Yogyakarta pada tahun
1991 – 1993. Pada tahun 1993 – 1999, penulis
melanjutkan sekolah di SDK Sang Timur Yogyakarta.
Pada tahun 1999 – 2002 penulis melanjutkan sekolah di
SLTP N 4 Yogyakarta. Penulis melanjutkan ke tingkat
sekolah menengah umum pada tahun 2002 – 2005 di SMU N 5 Yogyakarta. Pada
tahun 2005, penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Semasa aktif sebagai mahasiswa, penulis memiliki pengalaman menjadi
asisten praktikum Biokimia (tahun 2008) dan asisten praktikum Farmakologi (tahun
2008). Selain itu, penulis juga pernah ikut dalam penelitian payung dosen.
Selain kegiatan akademik, penulis juga mengikuti beberapa kegiatan
kemahasiswaan, antara lain aktif sebagai anggota JMKI (Jaringan Mahasiswa
Kesehatan Indonesia) Komisariat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada
tahun 2005 – 2007, ikut dalam kepanitiaan Titrasi (tahun 2006 dan 2007), Maserasi
Pharmacy Performance (tahun 2006), peringatan hari HIV/AIDS sedunia (tahun 2006
dan 2007).