ott betamethason 0,675% - ismi - (bu rahma)
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
“Sediaan Obat Tetes Telinga Betamethason 0,675%”
Disusun oleh :
Ismi Fildzah Putri
P17335114055
Dosen Pembimbing :
Hanifa Rahma, M.Si., Apt
PROGRAM STUDI D-III FARMASI
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2015
Obat Tetes Telinga Betamethason 0,675%
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Dapat menentukan formula yang tepat, membuat sediaa dan mampu megevaluasi
sediaan steril berupa obat tetes telinga dengan bahan aktif Betamethason 0,675%
dengan teknik aseptik.
II. PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata dan
iritasi. Dalam pengembangan obat tersebut dibuatlah sediaan yang ditunjukkan
untuk telinga berdasarkan adanya gangguan pada telinga yakni berupa
penyumbatan akibat kotoran telinga, infeksi dan lain-lain.
Sediaan telinga kadang-kadang dikenal sebagai sediaan otic atau aural.
Sediaan-sediaan yang digunakan pada permukaan luar telinga, hidung, rongga
mulut termasuk macam-macam dari sediaan farmasi dalam bentuk larutan, suspensi
dan salep yang semuanya dibuat dalam keadaan steril sehingga disebut dengan
sediaan steril. Tujuannya untuk memperlihatkan lebih dekat tipe-tipe bentuk
sediaan yang digunakan dengan tempat pemakaiannya dan untuk menentukan dari
komponen dalam formulasi (Ansel, 2005).
Guttae atau obat tetes merupakan salah satu dari bagian sediaan farmasi
yang termasuk ke dalam sediaan steril. Guttae adalah sediaan cair berupa larutan
emulsi atau suspensi yang dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar digunakan
dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara
dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope
Indonesia.
Definisi tetes telinga menurut berbagai sumber yaitu:
1. FI III : 10
Guttae Auriculares, tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan
untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali
dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air.
Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok
agar obat mudah menempel pada dinding telinga, umumnya digunakan gliserol
dan propylenglikol. Dapat juga digunakan etanol 90%, heksilenglikol dan
minyak nabati. Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau
surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan kecuali dinyatakan lain pH
5,0–6,0 penyimpanan, kecuali dinyatakan lain dalam wadah tertutup rapat.
2. Ansel : 567
Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan
pada telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke
dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau
untuk mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit.
3. DOM King : 153
Tetes telinga adalah bahan obat yang dimasukkan ke dalam saluran
telinga, yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan-bahan obat tersebut
dapat berupa anestetik lokal, peroksida, bahan-bahan antibakteri dan fungisida,
yang berbentuk larutan, digunakan untuk membersihkan, menghangatkan, atau
mengeringkan telinga bagian luar.
4. Farmakope Indonesia Edisi IV
Larutan tetes telinga atau larutan otic adalah larutan yang mengandung
air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan
pada telinga luar misalnya larutan otic benzokain dan antipirin, larutan otic
neomisin dan polimiskin sulfat dan larutan otic hidrokortison.
Guttae atau obat tetes terdiri dari guttae atau obat tetes yang digunakan
untuk obat luar dilakukan dengan cara meneteskan obat ke dalam makanan
atau minuman. Kemudian guttae oris atau tetes mulut, guttae auriculars atau
tetes telinga, guttae opthalmicae atau tetes mata dan guttae nasals yaitu tetes
hidung.
Dari semua obat tetes hanyalah obat tetes telinga yang tidak
menggunakan air sebagai zat pembawanya. Karena obat tetes telinga harus
memperhatikan kekentalan. Agar dapat menempel dengan baik kepada dinding
telinga. Guttae auriculars ini sendiri merupakan obat tetes yang digunakan
untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Zat pembawanya
biasanya menggunakan gliserol dan propilenglikol. Bahan pembuatan tetes
telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan
atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak sengaja bila wadah
dibuka pada waktu penggunaan dikatakan bersifat bakteriostatik.
Jika terkena cahaya matahari atau cahaya yang lainnya akan merusak
sediaan tetes telinga tersebut. Karena guttae auriculars ini merupakan salah
satu sediaan obat dalam bidang farmasi, maka seorang farmasis wajib
mengetahui bagaimana cara pembuatannya dan bagaimana pula cara
pemakaiannya.
Betamethason sodium fosfat diindikasikan untuk Antiinflamasi.
Betametason sodium fosfat termasuk golongan kortikosteroid, dapat mengatasi
gejala inflamasi. Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang
yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi
dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya
terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya
permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala
panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang
dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, Prostaglandin dan PAF.
Obat-obat anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Obat ini terbagi atas-dua golongan,
yaitu golongan anti inflamasi non steroid (AINS) dan anti inflamasi steroid
(AIS). Kedua golongan obat ini selain berguna untuk mengobati juga memiliki
efek samping yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas kronis bagi tubuh
(Katzung, 1992).
Anti Inflamasi Steroid
Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Karena Obat-obat
ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam
arakidonat. Asam arakidonat tidak terbentuk berarti prostaglandin juga tidak
akan terbantuk. Namun, obat anti inflamasi golongan ini tidak boleh digunakan
seenaknya. Karena efek sampingnya besar. Bisa menyebabkan moon face,
hipertensi, osteoporosis dll.
Senyawa teroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur
kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin
siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks
adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid.
Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan
aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid
memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan
mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia, glukortikoid
alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan
mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak
disintetis glukokortikoid sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting
karena secara luas digunakan terutama untuk pengobatan penyakit-penyakit
inflasi.
Contoh antara lain adalah deksametason, prednison, metil prednisolon,
triamsinolon dan betametason (Ikawati, 2006). Aldosteron adalah hormon
steroid dari golongan minera lkortikoid yang disekresi dari bagian terluar zona
glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh
terhadap tubulus distal dan collecting ductsdari ginjal sehingga terjadi
peningkatan penyerapan kembali
partikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi potasium pada saat yang
bersamaan. Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah.
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis
protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara
difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor
protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-
steroid. Kompleks ini mengalami perubahan komformasi, lalu bergerak menuju
nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi
RNA dan sintetis protein spesifik.bInduksi sintetis protein ini yang akan
menghasilkan efek fisiologik steroid (Darmansjah, 2005).
Berdasarkan masa kerjanya golongan kortikosteroid dibagi menjadi :
o Kortikosteroid kerja singkat dengan masa paruh < 12 jam, yang termasuk
golongan ini adalah kortisol/hidrokortison, kortison, kortikosteron,
fludrokortison
o Kortikosteroid kerja sedang dengan masa paruh 12 – 36 jam, yaitu
metilprednisolon, prednison, prednisolon, dan triamsinolon.
o Kortikosteroid kerja lama dengan masa paruh >36 jam, adalah parametason,
betametason dan deksametason.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Betamethason sodium fosfat (OTM dan OTT)
Betamethason sdium fosfat 0,1% digunakan 2-3 tetes setiap 2-3 jam (NHS
Border Patient Group Direction, Betamethason-drops-pgd-jan-2011.pdf)
1 mg Betamethason setara dengan 1,3 mg Betamethason sodium fosfat
(Sweetman, 2009)
Betamethason 0,675%
0,675 g100 ml
x60 ml=0,405 g
= 0,405 g x 0,0013 g = 0,000526 g
= 0,876%
0,1% . 3 = 0,876% . X
0,3 % = 0,876% x
x = 0,34 tetes
Dosis : 0,34 tetes setiap 2-3 jam
pada penyakit telinga, di saluran telinga - 2-3 tetes 0,1% solusi setiap 2-3 jam,
selanjutnya, tergantung pada efek terapi mengurangi banyaknya aplikasi (Anonim,
2015)
FI IV, hal 15
Larutan otik (tetes telinga) adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau
pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI IV, hal 18)
• The Pharmaceutical Codex, hal 158
Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif
dalam air, dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa lain yang
cocok.
• BP 2002, hal 1865
Tetes telinga adalah larutan, emulsi, atau suspensi dari satu atau lebih bahan aktif
dalam cairan pembawa yang sesuai untuk digunakan pada ‘auditory meatus’ tanpa
menghasilkan tekananyang berbahaya pada gendang telinga.
2. BENTUK SEDIAAN
Bentuk sediaan tetes telinga bisa berupa larutan, suspensi, dan emulsi. Bentuk
sediaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk larutan (Ansel, 567).
3. PENGGUNAAN (Repetitorium hal.45, Husa’s hal. 272-276, Ansel hal. 568-
569)
a. Melepaskan/melunakkan kotoran telinga
Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea
dari saluran telinga bagian luar. Pengeluaran kotoran ini kalau didiamkan akan
menjadi kering, setengah padat yang lekat dan menahan sel-sel epitel, bulu
yang terlepas serta debu atau benda-benda lain yang masuk telinga. Tumpukan
kotoran ini bila berlebihan dapat menimbulkan gatal, rasa sakit, gangguan
pendengaran, dan merupakan penghalang pemeriksaan otologik.
Bahan yang biasanya digunakan adalah minyak mineral encer, minyak nabati,
H2O2,
kondensat TEA polipeptida oleat dalam propilenglikol, dan karbamida
peroksida serta natrium bikarbonat dalam gliserin anhidrat. (Petunjuk
Praktikum Steril, 15; Ansel, 567-568)
b. Anti infeksi ringan
Antara lain kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat, dan
nistatin (Ansel, hal 567). Umumnya diformulasikan dalam propilenglikol atau
gliserin anhidrat dan dikombinasikan dengan bahan analgetik dan anestesi
lokal. Untuk infeksi akut diobati dengan antibiotika sistemik (Repetitorium, hal
45).
c. Antiseptik dan anestesi
Antara lain fenol, AgNO3, lidokain HCl, dibukain, benzokain (Petunjuk Praktikum
Steril, 15; Ansel, 568)
d. Anti radang
Antara lain : hidrokortison dan deksametason natrium fosfat (Ansel, 569)
e. Membersihkan telinga setelah pengobatan
Antara lain spiritus (Petunjuk Praktikum Steril, 15)
f. Mengeringkan permukaan dalam telinga yang berair .Contoh : Al-asetat sebagai
adstringen (Petunjuk Praktikum Steril, 15)
4. FAKTOR PENTING
a. Kelarutan
Data kelarutan menentukan jenis sediaan yang dibuat, jenis zat aktif yang
dipilih, dan tonisitas larutan (jika pembawanya air).
b. pH stabilita
Beberapa zat aktif akan terurai pada pH larutannya sehingga pH larutan diatur
sampai mencapai pH stabilita zat aktif. pH stabilita adalah pH dimana
penguraian zat aktif paling minimal sehingga diharapkan kerja
farmakologi optimal dengan kerja sampingan minimal tercapai. pH
stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer seperti HCL encer atau
asam bikarbonat, atau basa lemah.
c. Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa,
metoda sterilisasi atau cara pembuatan. Zat aktif dapat terurai, diantaranya
oleh berbagai faktor seperti oksigen(oksidasi), air (hidrolisa), suhu
(oksidasi), karbondioksida (turunnya pH larutan), cahaya (oksidasi),
pelepasan alkali wadah (naiknya pH larutan), sesepora ion logam berat
sebagaikatalisator reaksi oksidasi. Jika zat aktif teroksidasi oleh oksigen,
setelah air suling dididihkan dialiri gas nitrogen dan ke dalam larutan
ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air maka alternatifnya :
• Dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH
stabilita atau dengan penambahan dapar. Jangka waktu penyimpanan
sebaikanya diperhatikan.
• Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air
• Sediaan dibuat dalam bentuk kering
d. Tak tersatukannya zat aktif
Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh perbedaan pH
stabilitas, keasaman atau kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH
disarankan agar sediaan dibuat terpisah. Secara fisika umumnya berupa
campuran eutektik, kristalisasi kembali zat aktif dari larutan jenuhnya,
perbedaan kelarutan (diatasi dengan mensuspensikan salah satu zat aktif ke
dalam zat aktif lainnya dengan asumsi bahwa kombinasi keduanya
memang dibutuhkan). Secara farmol, dapat berupa kerja antagonis atau
sinergis dengan kemungkinan tercapainya efek toksik. 2 zat aktif antagonis
terkadang tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis keduanya terpaut
jauh. Kombinasi antagonis dipisahkan pembuatannya jika dosis
yang diminta sama banyak.
e. Dosis
f. Bahan pembantu
Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana disesuaikan dengan kelarutan
zat aktif. pH eksipien juga disesuaikan dengan pH stabilita zat aktif agar
efek optimal.
B. FORMULASI
1. FORMULA UMUM
R/ Zat aktif
Bahan tambahan : - Pengental
- Pensuspensi (untuk bentuk sediaan suspensi)
- Pengawet
- Antioksidan
- Dll
2. TEORI BAHAN PEMBANTU
a. Cairan pembawa/pelarut
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah
menempel pada dinding telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau
gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karenaviskositas yang cukup tinggi
hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama (Art of
Compounding him 257).
Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya prosespenarikan
lembab sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan
mikroorganisme dengan cara membuang lembab yang tersedia untuk proses
kehidupan mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga dipakai etanol
90%, heksilen glikol, dan minyak lemak nabati (Ansel him 569).
(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam
propilenglikol 1 : 7), maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh
larutan obat tetes telinga yang efektif dan cukup kental.
b. Pensuspensi (FI III, hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang
cocok
c. Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas
larutan yang meninggi membantu memperkuat kontak antara sediaan dengan
permukaan yang terkena infeksi/mukosa telinga.
d. Pengawet (The Pharmaceutical Codex; Ansel, 569)
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, kecuali
sediaan itu sendiri memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex
hlm 158). Pengawet yang biasanyadigunakan adalah klorobutanol (0,5%),
timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben (Ansel him 569). Bila
aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan
pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain.
e. Antioksidan (Ansel hal. 569)
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga,
misalnya Nadisulfida/Na-bisulfit.
f. Keasaman-kebasaan
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal 10)Sedangkan
pada “The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa pH optimum
larutan air untuk pengobatan telinga adalah 5-7,8. Umumnya tidak
dikenhendaki dalam suasana basa karena tak fisiologis dan malah
memberikan medium optimum untuk pertumbuhan bakteri/terjadi infeksi.
g. Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril.
h. Viskositas
Harus kental agar dapat lebih lama bertahan di telinga.
C. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN
Disesuaikan dengan jenis sediaannya (larutan, suspensi, atau emulsi).
Prosedur pembuatan tetes telinga
1. Semua zat ditimbang pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera
dilarutkan dengan aqua bidestilata (hati-hati bila pembawa OTT yang
akan digunakan bukan aquabidest, mungkin tampak lebih cocok bila
dilarutkan dalam pembawa) secukupnya. Jika terdapat beberapa zat,
maka segera dilarutkan sebelum menimbang zat berikutnya. (Sangat
tidak memungkinkan pada ujian praktek coz ruang timbang ada di luar
ruangan steril, so tampak harus timbang semua zat dulu, baru dicampur-
campur di ruang steril disesuaikan dengan metide sterilisasi yang akan
digunakan)
2. Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas piala yang dilengkapi dengan
batang pengaduk, dan dilarutkan dalam aqua bidestilata. Kaca arloji
dibilas dengan aqua bidestilata minimal sebanyak dua kali.
3. Setelah zat larut, larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur hingga
volume tertentu di bawah volume yang seharusnya dibuat (contoh : jika
dibuat 100 mL larutan, larutan dalam gelas ukur diatur tepat hingga 75
mL _ ini maksudnya + 25mL digunakan untuk membilas-bilas wadah
yang digunakan, sehingga bisa meminimalkan kehilangan zat aktif, misal
melekat pada wadah; selengkapnya bisa dilihat di Buku Petunjuk
Praktikum Steril hlm 25) Suspensi tetes telinga secara aseptis, diisikan
langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi.
Tutup dengan pipet tetesnya kemudian dipasang. (mengacu pada
pembuatan suspensi tetes mata di Petunjuk Praktikum Steril hlm 36).
Petunjuk Praktikum Likuida & Semisolida, hal 34 ; Pembuatan sediaan
suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua bahan yang akan
dibuat sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian
dicampur di bawah Laminar Air Flow.
Penandaan pada etiket harus juga tertera ’Tidak boleh digunakan lebih
dari 1 bulan setelah tutup dibuka’
D. EVALUASI DAN PENYIMPANAN
Evaluasi untuk sediaan obat tetes telinga disesuaikan dengan bentuk
sediaannya, apakah larutan,suspensi, atau emulsi. Untuk itu dapat dilihat pada
evaluasi sediaan larutan, suspensi, atau emulsi. Jika dipersyaratkan
steril,maka dilakukan juga uji sterilitas (FI IV hal. 855).Lihat evaluasi OTM!
E. WADAH/PENGEMASAN
Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik berukuran
kecil (5-15mL) dengan memakai alat penetes. (Ansel, 569)
IV. FORMULASI
1. Bahan aktif
Bahan aktif Betamethason sodium fosfat (TPC 12th Ed. p. 765)
Pemerian Serbuk; putih hingga praktis putih; tidak berbau;
higroskopis (FI IV hlm. 229)
Kelarutan Larut dalam 1:2 air, sedikit mudah larut dalam etanol
95%, mudah larut dalam metanol. Praktis tidak larut
dalam aseton, eter, dan kloroform.
(TPC 12th Ed. p. 766)
Stabilita
Panas
Hidrolisis/Oksidasi
Cahaya
pH sediaan injeksi
Tidak ditemukan pada pustaka TPC, FI, BP, JP, USP,
msds, ncbi.
Tidak ditemukan pada pustaka TPC, FI, BP, JP, USP,
msds, ncbi.
Terlindung dari cahaya. (TPC 12th Ed. p. 767)
8,0 – 9,0 (USP 30)
pH stabilitas zat aktif : 7,5 – 9,0 (TPC 12th Ed. p. 767)
Kesimpulan
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Garam
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : Larutan
Cara sterilisasi sediaan : Radiasi Sinar gamma dengan cobalt 60 25kgy.
Kemasan : Wadah gelas tipe 1, terlindung dari cahaya (USP 30)
Daftar Pustaka :
- Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta. Departemen
Kesehatan.
- The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. The
Pharmaceutical Codex, 12th ed., Principles and Practice of
Pharmaceutics. 1994. London: The Pharmaceutical Press.
- Sweetman, S.C., 2009. Martindale : The Complete Drug Reference
36thedition, Pharmaceutical Press: London.
- USP 30
- European Pharmacopeia
2. Benzalkonium klorida (HOPE 6th Ed. p. 55)
Pemerian Serbuk amorf putih keungingan,higroskopik, memiliki
bau aromatik ringan dan rasa sangat pahit. (HOPE 6 th
Ed. p. 56)
Kelarutan Praktis tidfak larut dalam eter;nsangat larut dalam
aseton, etanol (95%), metanol, propanol dan air.
(HOPE 6th Ed. p. 56)
Stabilitas
Panas
Hidrolisis/oksidasi
Cahaya
pH sediaan injeksi
Stabil terhadap panas. (HOPE 6th Ed. p. 51)
Stabil, dapat disterilisasi dengan autoklaf. (HOPE 6th Ed.
p. 57)
Tidak ditemukan di literatur HOPE, FI.
Tidak ditemukan di literatur HOPE, FI.
Kegunaan Pengawet (HOPE 6th Ed. p. 56)
Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan aluminium, surfaktan anionik,
sitrat, kapas, fluorescein, hidrogen peroksida,
hypromellose, (9) iodida, kaolin, lanolin, nitrat, surfaktan
nonionik dalam konsentrasi tinggi,permanganates,
protein, salisilat, garam perak, sabun,
sulfonamid,oksalat, seng oksida, seng sulfat, beberapa
campuran karet, danbeberapa campuran plastik.
Benzalkonium klorida telah terbukti teradsorpsi ke
berbagai membran penyaringan, terutama yang
hidrofobik atau anionik. ((HOPE 6th Ed. p. 57)
3. Dinatrium EDTA (HOPE 6th ed, p. 243)
Zat Dinatrium EDTA
Pemerian Kristal putih, serbuk tidak berwarna, rasa sedikit asam.
(HOPE 6th ed, p. 243)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, sedikit
larut dalam etanol (95%), larut dalam air 1:11 bagian.
(HOPE 6th ed, p. 243)
Stabilita
Panas
Hidrolisis/oksidasi
Cahaya
pH sediaan injeksi
Dapat disterilisasi dengan autoklaf. (HOPE 6th ed, p.
243)
EDTA dihidrat kehilangan air dari kristalisasi ketika
dipanaskan sampai 120oC.dengan autoklaf.
Tidak ditemukan di pustaka HOPE, FI.
Tidak ditemukan di pustaka HOPE, FI.
Inkompatibilitas Dinatrium EDTA besifat seperti asam lemah,
menggantikan karbok dioksida sari karbonat dan
bereaksi dengan logam untuk membentuk hydrogen.
Kompatibel dengan oksidator kuat, basa kuat, ion
logam, dan paduan logam. (HOPE 6th ed, p. 243)
4. Garam fosfat (HOPE 6th ed, p. 650)
Pemerian Putih atau hampir putih, berbentuk kristal, tidak berbau
(HOPE 6 th Ed. p. 655)
BM : 141,96 (HOPE 6th ed. p. 656)
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendididh, praktis tidak larut dalam etano (95%)
(HOPE 6 th Ed. p. 656)
Stabilitas
Panas
Hidrolisis/oksidasi
Cahaya
pH sediaan injeksi
Pada suhu 100oC kehilangan kristal air, dapat disterilkan
(Tidak ditemuakn pada literatur FI, USP, HOPE, JP, BP)
Kegunaan Zat pendapar (HOPE 6 th Ed. p. 656)
Inkompatibilitas Dibasic sodium fosfat tidak sesuai dengan alkaloid,
antipyrine, kloral hidrat, asetat memimpin, pirogalol,
resorsinol dan kalsium glukonat, dan ciprofloxacin. (4)
Interaksi antara kalsium dan fosfat, yang mengarah pada
pembentukan endapan kalsium fosfat larut, mungkin di
parenteral admixtures. (HOPE 6 th Ed. p. 656)
5. Asam fosfat
Pemerian Kristal putih tidak berwarna, tidak berbau, serbuk
kristal.
(HOPE 6 th Ed. p. 659)
BM : 119,98 (HOPE 6 th Ed. p. 656)
pKa : 7,20 (HOPE 6th ed. p. 656)
Kelarutan Larut dalam 1:1 air, sedikit larut dalam etanol (95%),.
(HOPE 6 th Ed. p. 659)
Stabilitas
Panas
Hidrolisis/oksidasi
Cahaya
pH sediaan injeksi
Pada suhu 100oC Asam fosfat ini kehilangan kristalnya
(HOPE 6 th Ed. p. 659)
Stabil, dapat disterilisasi dengan autoklaf. (HOPE 6 th Ed.
p. 659)
(tidak ditemukan pada pustaka HOPE, FI)
(tidak ditemukan pada pustaka HOPE, FI)
Kegunaan Zat pendapar (HOPE 6 th Ed. p. 659)
Inkompatibilitas Tidak kompatible dengan bahan alkali dan karbonat;
larutan air dari monobasa natrium fosfat adalah asam dan
akan menyebabkan karbonat untuk membuih. Monobasa
natrium fosfat tidak boleh diberikan bersamaan dengan
garam aluminium, kalsium, atau magnesium karena
mereka mengikat fosfat dan bisa mengganggu
penyerapan dari saluran pencernaan. Interaksi antara
kalsium dan fosfat, yang mengarah pada pembentukan
endapan kalsium fosfat tidak larut. (HOPE 6 th Ed. p.
659)
6. Air/Aqua pro injeksi
Pemerian Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa. Aqua pro injeksi adalah air yang dimurnikan
dengan cara destilasi/reverse osmotik, tidak mengandung
bahan tambahan lain. (HOPE 6 th Ed. p. 769)
Kelarutan Terlarut dalam sebagian besar pelarut organik.
(HOPE 6 th Ed. p. 769)
Stabilitas
Panas
Hidrolisis/oksidasi
Cahaya
pH sediaan injeksi
Stabil terhadap panas. (HOPE 6 th Ed. p. 769)
Stabil disemua keadaan fisiknya. (HOPE 6 th Ed. p. 769)
(tidak ditemukan pada pustaka HOPE, FI)Stabil terhadap
cahaya. (HOPE 6 th Ed. p. 639)
5,0-7,0 (HOPE 6 th Ed. p. 769)
Kegunaan Pelarut, pembawa (HOPE 6 th Ed. p. 769)
Inkompatibilitas Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan bahan
tambahan lain yang rentan terhadap hidrolisis
(dekomposisi dalam adanya air atau uap air) pada suhu
yang tinggi. Air juga dapat bereaksi dengan logam alkali
seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Selain itu
air juga bereaksi dengan garam anhidrat untuk
membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan
bahan organik tertentu dan kalsium karbida. (HOPE 6 th
p.766-770)
7. Gliserin
Pemerian Cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau, kental,
higroskopis, rasa manis (HOPE 6th, p 283)
Kelarutan Larut dalam air, etanol (95%), aeton, methanol; praktis
tidak larut dalam benzene, kloroform, minyak; 1:500
dalam eter; 1:11 dalam etil asetat (HOPE 6th, p 284)
Stabilitas
Panas
.
Stabil terhadap panas (HOPE 6th, p 285)
Reaksi berlangsung pada tingkat lebih lamban dengan
beberapa produk oksidasi yang terbentuk.
Hidrolisis/oksidasi
Cahaya
pH sediaan injeksi
(HOPE 6th, p 285)
Hitam perubahan warna gliserin terjadi di hadapan
cahaya, atau kontak dengan seng oksida/dasar bismut
nitrat. HOPE 6th, p 285)
Tidak ditemukan pada pustaka HOPE, FI, PBL.
Kegunaan Pembawa (HOPE 6 th Ed. p. 283)
Inkompatibilitas Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan zat
pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida, potesium
klorat, atau kalium permanganat. Dalam larutan encer,
reaksi berlangsung pada tingkat lebih lamban dengan
beberapa produk oksidasi yang terbentuk. Hitam
perubahan warna gliserin terjadi di hadapan cahaya, atau
kontak dengan seng oksida/dasar bismut nitrat. Gliserin
membentuk kompleks asam borat, asam glyceroboric,
yang merupakan asam kuat dari asam borat (HOPE 6th, p
285)
V. PENDEKATAN FORMULA
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Betamethason sodium fosfat 0,675% Bahan aktif
2. Benzalkonium klorida 0,02% Pengawet
3. Na2.EDTA 0,1% Pengisotonis
4. Asam fosfat 0, 055% Pendapar
5. Natrium fosfat 1,3% Pendapar
6. Aqua pro injeksi Qs Pelarut
7.
B Gliserin Ad 100% Pembawa
VI. PERHITUNGAN TONISITAS, OSMOLARITAS, DAPAR
a. Perhitungan Dapar
pH target = 8,5
pKa = 7,2 (HOPE 6th Ed. p. 182)
volume = 60 ml = 0,06 L (stok air)
BM Asam fosfat : 119,98
BM Na. Sitrat : 141,96
pH=pKa+log [ garam ][ asam ]
8,5=7,2+ log [garam ][asam]
1,3 = log [ garam][asam]
19,95 = [ garam][asam]
, [garam] = 19,95 [asam]...................I
β = 2,303 . C ¿
0,01 = 2,303 . C [ [10−7,2 x 10−8,5][10−7,2+10−8,5]2 ]
0,01 = 2,303 . C[ [10−4,7 x10−4,761][10−4,7+10−4,761]2 ]
0,01 = 2,303 . C [ 0,045 ]
0,01 = 0,1036 C C= 0,010,1036 = 0,0965 M
C = garam + asam
0,0965 M = 19,965 asam + asam
0,0965 M = 20,965 asam
Asam = 0,096520,965
=0,0046 M
Garam = 19,95 asam = 19,95 x 0,0046 = 0,0918 M
Massa asam sitrat = 0,0046 M x 0,060 L x 119,98 = 0,033 gram
Massa garam sitrat = 0,0918 M x 0,060 L x 141,96 = 0,78 gram
% Asam sitrat = 0,033 g60 ml
x100 %=0,055 %
% Garam sitrat = 0,7860 ml
x 100 %=1,3 %
b. Perhiungan Tonisitas dan Osmolaritas
- Tonisitas
(tidak dihitung, karena sediaan yang dibuat sediaan gel steril.
VII. PENIMBANGAN
Penimbangan
Betamethason sodium fosfat 0,675%
Betamethason sod.fosfat 0,675% ¿0,675 g100 ml
x60 ml=0,405 g gram
Sediaan larutan injeksi Betamethason sodium fosfat mengandung Betamethason
sodium fosfat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% (USP 30)
0,405 g + (10% x 0,405 g) = 0,405 g + 0,0405 g
= 0,4455 g
% Betamethason sodium fosfat : ¿0,4455 g
60mlx100 %=0,7425 gram
Dibuat 3 vial (@ 10 ml) = 30 ml
Volume tiap vial dilebihkan 0,7 ml = 10,7 ml
V = (n.c) + 6
= (10,7 ml x 3)+6
= 38,1 ml
Dilebihkan 10% 38,1 ml + (10% x 38,1 ml)
37,5 ml + 3,75 ml
41,25 ml ~ 50 ml
Stok air yang dibuat = 75 ml
Penimbangan dibuat sebanyak 50 ml berdasarkan pertimbangan
volume terpindahkan dan kehilangan selama proses produksi.
No. Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang
1.
Betamethason sodium fosfat
0,7425%0,7425 g100 ml
x60 ml=0,4455 g,
2. Benzalkonium klorida 0,02%0,02 g100 ml
x 60 ml=0,012 g
3. Na2.EDTA 0,1%0,1 g
100 mlx 60 ml=0,06 g
4. Natrium fosfat 1,3%1,3 g
100 mlx 60 ml=0,78 g
5. Asam fosfat 0,055%0,055 g100 ml
x60 ml=0,033 % g
6. Aqua pro injeksi q.s
7. Gliserin Ad 60 ml
VIII. STERILISASI
a. Alat
No
.
Nama Alat Jml Cara Sterilisasi Waktu Sterilisasi
1. Beaker glass 100 ml1
Panas lembab (Autoklaf,
121oC, 15 psi)
15 menit
2. Beaker glass 50 ml1
Panas lembab (Autoklaf,
121oC, 15 psi)
15 menit
3. Gelas ukur 25 ml1,1
Panas lembab (Autoklaf,
121oC, 15 psi)
15 menit
4. Buret1
Panas lembab (Autoklaf,
121oC, 15 psi)
15 menit
5. Spatel logam3
Panas kering (Oven,
170oC)
1 jam
6. Pipet tetes3
Panas kering (Oven,
170oC)
1 jam
7. Batang pengaduk3
Panas kering (Oven,
170oC)
1 jam
8. Corong gelas 1 Panas kering (Oven, 1 jam
170oC)
9. Kaca arloji1
Panas kering (Oven,
170oC)
1 jam
10. Karet pipet3
Desinfeksi (wadah berisi
alkohol 70%)
24 jam
11. Kertas perkamen Panas lembab (Autoklaf,
121oC, 15 psi)
15 menit
12. Membran filter 0,22 µm1
Panas lembab (Autoklaf,
121oC, 15 psi)
15 menit
13. Membran filter 0,45 µm1
Panas lembab (Autoklaf,
121oC, 15 psi)
15 menit
14 Cawan Uap1
Panas lembab (Autoklaf,
121oC, 15 psi)
1 jam
b. Wadah
No. Nama alat Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)
1. Botol wadah OTT3
Desinfeksi
(Wadah bersisi kotoran dan lanel)
2. Tutup wadah OTT3
Desinfeksi
(Wadah bersisi kotoran dan lanel)
c. Bahan
No. Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)
1.
Betamethason sodium
fosfat 0,7425% 0,4455 g Radiasi sinar gamma, 25 kgy,
2.
Benzalkonium klorida
0,02% 0,012 g
Panas lembab (Autoklaf, 121oC, 15 psi,
15 menit)
3. Na2.EDTA 0,1% 0,06 gPanas kering (Oven, 170oC, 1 jam)
4. Natrium fosfat 1,3% 0,78 gPanas kering (Oven, 170oC, 1 jam)
5. Asam fosfat 0,055% 0,033 gPanas kering (Oven, 170oC, 1 jam)
6. Aqua pro injeksi q.s
Panas lembab (Autoklaf, 121oC, 15 psi,
15 menit)
7. Gliserin Ad 60 ml
Panas lembab (Autoklaf, 121oC, 15 psi,
15 menit)
IX. PROSEDUR PEMBUATAN
RUANG PROSEDUR
Grey Area
(Sterilisasi alat
dan wadah)
1. Semua wadah dan alat dicuci bersih dan dikeringkan.
2. Beaker glass utama dan beaker glass untuk stok gliserin dikalibrasi
sebanyak 60 ml.
3. Wadah dan alat yang akan disterilisasi dibungkus menggunakan kertas
perkamen dan direkatkan dengan selotip
4. Sterilisasi dilakukan dengan. :
a) Sterilisasi panas lembab
Sterilisasi dilakukan untuk beaker glass, cawan uap, gelas ukur,
buret, dengan autoklaf pada suhu 121ºC, pada 15 psi, selama 15 menit.
b) Sterilisasi panas kering
Sterilisasi dilakukan untuk pipet tetes, corong gelas, tutup vial
alumunium, kaca arloji, spatel logam, batang pengaduk dengan oven pada
suhu 170ºC selama 1 jam.
c) Desinfeksi
Karet pipet, botol OTT, dan tutup wadah OTT direndam dalam
wadah berisi alkohol 70% selama 24 jam.
5. Alat & wadah yang telah disterilisasi disimpan dalam lemari steril.
Grey Area
(Penimbangan)
1. Ditimbang bahan-bahan yang menggunakan kaca arloji steril :
- Betamethason sodium fosfat : 0,577 g
- Benzalkonium kloirda : 0,012 g
- Na2EDTA : 0,06 g
- Asam fosfat : 0,055 g
- Garam fosfat : 0,78 g
2. Kaca arloji yang berisi bahan ditutup dengan alumunium foil dan
diberi nama dan jumlahnya.
3. Aqua pro injeksi qs dan gliserin 60 ml.
4. Dibawa ke White Area dan dimasukkan ke dalam pass box steril.
White Area,
Grade C
(Pembuatan
aqua pro
injeksi)
1. Sebanyak 100 ml aquadest disterilkan dengan metode panas lembab
menggunakan Autoklaf pada suhu 121ºC pada 15 psi, selama 15 menit.
White Area,
Grade A
Background B
1. Sebanyak 0,055 g asam sitrat dilarutkan dengan 2 ml aqua pro injeksi
di dalam beaker glass untuk stok gliserin, aduk ad larut.
2. Sebanyak 0,78 g garam sitrat dilarutkan dengan 2 ml aqua pro injeksi
(Pembuatan
gliserin dapar)
didalam beaker glass 50 ml aduk ad larut, masukkan ke dalam beaker
glass untuk stok air, bilas beakes glas 50 ml dengan 2x 2 ml aqua pro
injeksi, hasil bilasan dimasukkan ke dalam beaker glass stok air, aduk
ad homogen.
3. Gliserin ditambahkan ke dalam beaker glass untuk stok air hingga
tanda batas kalibrasi aduk ad homogen.
4. Beaker glass tersebut ditutup dengan alumunium foil.
White Area,
Grade A
Backgrond B
(Pencampuran
bahan
1. Sebanyak 0,577 g Betamethason sodium fosfat dilarutkan dengan 2 ml
aqua pro injeksi di dalam beaker glass utama, aduk ad larut.
2. Sebanyak 0,012 g benzalkonium klorisa dilarutkan dengan 2 ml air
dapar di dalam beaker glass 50 ml, aduk ad larut masukkan ke dalam
beaker glass utama, aduk ad homogen. Bilas beaker glass 50 ml
dengan 2 x sedikit aqua pro injeksi, hasil bilasan dimasukkan ke dalam
beaker glass utama aduk ad homogen.
3. Sebanyak 0,06 g Na2EDTA dilarutkan dengan 2 ml air dapar di dalam
beaker glass 50 ml, aduk ad larut masukkan ke dalam beaker glass
utama, aduk ad homogen. Bilas beaker glass 50 ml dengan 2x sedikit
aqua pro injeksi, hasil bilasan dimasukkan ke dalam beaker glass
utama aduk ad homogen.
4. Gliserin dapar ditambahkan ke dalam beaker glass utama hingga tanda
batas kalibrasi, aduk ad homogen.
5. pH sediaan dicek menggunakan pH meter, pH sediaan yang terbaca
pada pH meter dicatat.
6. Sediaan disaring menggunakan kertas saring ke dalam beaker glas
steril.
White Area,
Grade A
Background B
(Filling)
1. Buret steril disiapkan.
2. Buret steril dibilas dengan 2x3 ml larutan sediaan. Pembilasan
dilakukan hingga seluruh bagian dinding buret terbasahi.
3. Sediaan dimasukkan ke dalam buret steril menggunakan corong gelas,
bagian atas buret ditutup dengan alumunium foil.
4. Jarum buret dibersihkan dengan alkohol 70%.
5. Setiap botol diisi dengan 10,5 ml larutan sediaan. (lakukan untuk ke-3
botol)
6. Masing-masing botol ditutup dengan tutup boto OTT
Grade C
(Evaluasi
Sediaan)
1. Dilakukan evaluasi sediaan pada 2 sediaan OTT
X. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN
No Jenis Prinsip evaluasi Jumlah HasilSyarat
evaluasi sampel pengamatan
EVALUASI FISIKA
1. Organoleptik
Pngujian secara visual
dengan melihat warna
dan bau. 3
Tidak berbau,
tidak berwarna
Tidak
berbau, tidak
berwarna
2.
Penentuan
volume
terpindahkanAmbil isi tiap wadah
dengan spuit
2 -
Volumes
sediaan tidak
kurang dari
10,0 ml3.
3.
3. Uji kejernihan
Dilakukan dengan
menggunakan latar putih
dan hitam di bawah
lampu untuk melihat
ada/tidaknya partikel
2
Jernih dan
tidak terdapat
partikel visible
Jernih,
terdapat
partikel
visible
4.
Penentuan
bahan
partikulat
Dengan cara
memanfaatkan sinar
penghamburan cahaya
jika tidak memenuhi
batas yang dilakuakn
maka melakukan
penelitian mikroskopik.
2Terdapat
partikulat
Sediaan tidak
boleh
mengandung
partikulat
5.
P
Penentuan
bobot jenis
Dengan menggunakan
piknometer kosong (w1),
piknometer+air (w2) dan
piknometer-sediaan (w3)
2 -BJ =
W 3−W 1W 2−W 1
6.
Penentuan
viskositas dan
aliran
Pengukuran kekenalan
sediaan menggunakan
viskometer kapiler
3 - -
7. Uji kebocoran Pengujian dilakukan 1 Tidak terjadi Tidak
wadah
dengan menaruh vial
dalam posisi terbalik
diatas kertas selama 1
menit. Jika vial bocor
maka kertas akan basah.
kebocoran
pada wadah
terdapat
kebocoran
8. Penentuan pHPengukuran pH sediaan
menggunakan pH meter3
pH dapar :
5,73
pH sediaan :
5.45
7,5 – 9,0
EVALUASI KIMIA
9.Identifikasi zat
aktif
Dengan menggunakan
serapan IR atau
kromatografi lapis tipis
(USP 30)
3 - -
10
.
Penetapan
kadar
Lakukan penetapan kadar
dengan cara kromatografi
cair kinerja tinggi seperti
tertera pada kromatografi
(FI V hlm. 230)
3 - -
EVALUASI BIOLOGI
11
.Uji Sterilitas
Melihat ada/tidak adanya
partikel mikroba dengan
inokulasi mikrobiologi
langsung/filtrasi secara
aseptik
- -
Tidak terjadi
pertumbuhan
mikroba
selama atau
setelah
inokulasi
selama 14
hari.
12
.
Uji efektifitas
pengawet
Pilih mikroba uji, pilih
media yang sesuai untuk
pertumbuhan mikroba uji,
pembuatan inokulasi (FI
V hlm 1355)
3 - Tidak terjadi
peningkatan
pengawet
lebih tinggi
dari log 0,6
unit terhadap
nilai log
mikroba awal
(FI V hlm
1355)
13
.
Ui zat
kandungan
antimikroba
Dengan kromatografi gas 3 -
Mengandung
sejumlah
pengawet
antimikroba
seperti tertera
pada etiket.
XI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, sediaan yang dibuat adalah sediaan Obat Tetes
Telinga. Obat Tetes Telinga (OTT) sebaiknya steril karena sediaan ini memerlukan
perhatian khusus seperti pada Obat Tetes Mata dan Obat Tetes Hidung. Sediaan
OTT diperlukan pembawa yang cukup kental yaitu gliserin agar dapat kontak lama
dengan bagian telinga. Sehingga zat pembawa ini sudah sekaligus menjadi bahan
pengental. pH sediaan tidak sesuai dikarenakan adanya kesalahan dalam
perhitungan dapar.
Larutan tetes telinga atau larutan otic adalah larutan yang mengandung air
atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan pada
telinga luar misalnya larutan otic benzokain dan antipirin, larutan otic neomisin dan
polimiskin sulfat dan larutan otic hidrokortison.
Guttae atau obat tetes terdiri dari guttae atau obat tetes yang digunakan
untuk obat luar dilakukan dengan cara meneteskan obat ke dalam makanan atau
minuman. Kemudian guttae oris atau tetes mulut, guttae auriculars atau tetes
telinga, guttae opthalmicae atau tetes mata dan guttae nasals yaitu tetes hidung.
Dari semua obat tetes hanyalah obat tetes telinga yang tidak menggunakan
air sebagai zat pembawanya. Karena obat tetes telinga harus memperhatikan
kekentalan. Agar dapat menempel dengan baik kepada dinding telinga. Guttae
auriculars ini sendiri merupakan obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan
cara meneteskan obat ke dalam telinga. Zat pembawanya biasanya menggunakan
gliserol dan propilenglikol. Bahan pembuatan tetes telinga harus mengandung
bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang
masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan dikatakan
bersifat bakteriostatik
Obat tets telinga tidak harus berupa larutan, dapat berupa suspensi, namun
untuk sediaan kali ini dibat larutan ibat tetes mata karena sediaan dalam bentuk
larutan lebih homogen daripada bentuk suspensi. Karena ke homogenan itu
mempengaruhi akseptabilitas pasien dalam menggunakan sediaan tersebut. Dalam
bentuk larutan juga lebih homogen sehingga akan meningkatkan bioavailabititas
obat tersebut. Fungsi penambahan Na2EDTA pada formula ini juga dapat
meningkatkan aktivitas kerja dari Benzalkonium klorida sebagai pengawet.
Meskipun pembawa dari sediaan ini bukan air, namun sediaan ini tetap
mengandung air yang bisa saja menjadi media untuk bertumbuhnya
mikroorganisme.
Pada evaluasi sediaan terhadap bahan partikulat, sediaan ini mengandung
partikulat yang sebaiknya dihindari untuk sediaan steril ini. Karena salah satu
karakeristik sediaan steril ini adalah bebas partikulat. Bahan partikulat yang terlihat
bisa saja mengganggu dalam pemakaina sediaan obat tetes telinga ini.
Betamethason sodium fosfat diindikasikan untuk Antiinflamasi.
Betametason sodium fosfat termasuk golongan kortikosteroid, dapat mengatasi
gejala inflamasi. Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang
yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi
dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya
terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya
permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala
panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu.
XII. KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi/ infus adalah sebagai berikut.
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1.
Betamethason sodium fosfat
0,7425% 0,4455 g Bahan aktif
2. Benzalkonium klorida 0,02% 0,012 g Pengawet
3. Na2.EDTA 0,1% 0,06 g Peningkat aktivitas benxal
4. Natrium fosfat 1,3% 0,78 g Pendapar
5. Asam fosfat 0,055% 0,033 g Pendapar
6. Aqua pro injeksi q.s Pelarut
7. Gliserin Ad 60 ml Pembawa
Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan Obat Tetes Telinga
Betamethason ini adalah dengan teknik Aseptik
Dari evaluasi didapatkan bahwa sediaan Obat Tetes Telinga ini tidak memenuhi
syarat. Karena ada beberapa aspek yang tidak memenuhi syarat.
XIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. http:// www.drugs.com/pro/betamethasone-sodium-phosphate-and-
betamethasone-acetate.html, Diakses pada 1/12/2015 pk. 17.00
Anonim 2 (2007). British Pharmacopoeia 2007. Volume I. Electronic Version.
London: hal. 843.
Anonim 2 (2007). The United States Pharmacopoeia 30- The National Formulary
25. United States Pharmacopoeial Convention, Inc. Electronic version. hal.1266,
2327.
(Benny Logawa, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal
9-14)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed.,
London : Pharmaceutical Press. .
Sweetman, S.C., 2009. Martindale : The Complete Drug Reference 36th
edition, Pharmaceutical Press: London.
The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. The
Pharmaceutical Codex, 12th ed., Principles and Practice of Pharmaceutics. 1994.
London: The Pharmaceutical Press.
ETIKET
KEMASAN
BROSUR
B e t a s o n®
Betamethason sod.fosfat 0,675%
Betason®
Betamethason sodium fosfat 0,675%
Obat Tetes Telinga
Mengandung Betamethason sodium fosfat 0,675%
Mekanisme kerja:Menurunkan tekanan intraokular, kontraksi sfinkter iris dan otot iris sehingga kontriksi pupilIndikasi:Midriasis karena Atropin,Untuk glaukoma dan sebelum pembedahan glaucoma sudut terbuka.Kontraindikasi:Pasien resiko retinal detachmentEfek samping:Iritasi dan efek miosis awalPeringatan dan Perhatian:Jangan digunakan bila larutan berubah warna dan keruh, Untuk mencegah kontaminasi jangan memegang ujung mulut tube, tube ditutup rapat, jauhkan dari jangkauan anak-anak, bila terasa sakit, gangguan penglihatan, pemerahan (iritasi lanjut) yang makin parah lebihdari 72 jam hentikan pemakaian dan segera hubungi dokter.Dosis:1 tetes pada mata setiap 2-3 jamPenyimpanan:Simpan pada suhu kamar, terlindung dari cahaya, ruang bersih dan kering.
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
No.Reg : DKL1505500249A1Meg. Date : November 2015Exp. Date : November 2016
PT.PHARAFAM FARMABandung - Indonesia