pandu budiman linda waty zen -...
TRANSCRIPT
VALUASI EKONOMI KAWASAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI PADANG
LAMUN DI DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN
RIAU
Pandu Budiman
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Linda Waty Zen
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Diana Azizah
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai ekonomi ekosistem padang lamun di
kawasan konservasi perairan daerah Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau dan
mengetahui cara pengembangan kawasan ekowisata berbasis konservasi padang lamun di Desa
Malang Rapat. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei dan wawancara.
Pengamatan terhadap nilai ekonomi padang lamun dilakukan dengan menggunakan pendekatan
responden nelayan sebanyak 45 orang dan pengamatan pengunjung ekowisata sebanyak 35
responden.
Hasil Pengamatan terhadap penilaian ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Malang
Rapat diperoleh Nilai Manfaat Langsung (DUV) sebesar Rp 47.015.136.000/tahun (86,4 %), Nilai
Manfaat Tidak Langsung (IUV) sebesar Rp 2.304.000.000/tahun (4,2 %), Nilai Manfaat Pilihan
(OV) sebesar Rp 371.328.015/tahun (0,68 %), Nilai Manfaat Keberadaan (EV) sebesar Rp
47.786.667/tahun (0,09 %) dan Nilai Manfaat Warisan (BV) sebesar Rp 4.701.513.600/tahun (8,64
%). Nilai Total Ekonomi (TEV) di Desa Malang Rapat diperoleh sebesar Rp
54.439.764.281/tahun. Nilai biaya total perjalanan pengunjung dari Tanjung Pinang Rp 8.285.000
/kunjungan dan biaya rata-rata Rp 236.715/orang.
Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan yang
diterapkan untuk pengembangan kawasan ekowisata Desa Malang Rapat dan memberikan
pemahaman pada masyarakat tentang pentingnya melestarikan padang lamun
Kata Kunci : Desa Malang Rapat,Valuasi Ekonomi, Ekowisata, Konservasi Padang Lamun
Economic Valuation of Conservation Based Ecotourism Area of Seagrass in the Malang
Rapat Village Bintan Regency of Riau Island
Pandu Budiman
Student of Aquatic Resource Management Department, FIKP UMRAH,
Linda Waty Zen
Lecturer of Aquatic Resource Management Department, FIKP UMRAH, [email protected]
Diana Azizah
Lecturer of Aquatic Resource Management Department, FIKP UMRAH,
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine economic value of seagrass ecosystems in
conservation rural areas Malang Rapat village Bintan regency of Riau Islands and to investigate
the development of ecotourism area based on seagrass conversation in malang Rapat Village. The
method used in this research is of survey and interview. There are 45 respondent for observations
assessment of the economic valuation of seagrass and there are 35 respondent for observation
visitors ecotourism.
This study found that of Total Economic Value (TEV) in the Malang Rapat consistef
Direct Use Value (DUV) was Rp 47.015.136.000/year (86,4 %), Indirect Use Value (IUV) was Rp
2.304.000.000/year (4,2 %) , Option Value (OV) was Rp 371.328.015/year (0,68 %), Existence
Value (EV), was Rp 47.786.667/year (0,09 %) and Bequest Value (BV) was Rp
4.701.513.600/year (8,64 %). Total Economic Value (TEV) in the Malang Rapat village was Rp
54.439.764.281/year. The total traveling cost of traveler from Tanjung Pinang Rp 8.285.000/visit
and the average cost Rp 236.715/person.
Community based management is one approach in order to development of poor rural
ecotourism meeting and to provide insight to the public community awareness for the importance
of conserving seagrass ecosystem.
Keywords: Malang Rapat Village, Economic Value, Ecotourism, Seagrass Conservation
I. PENDAHULUAN
Kabupaten Bintan merupakan salah
satu Kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau
yang terdiri dari 240 pulau-pulau kecil serta
memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang
sangat potensial (DKP, 2007). Di Kabupaten
Bintan terdapat Kawasan Konservasi Laut
Daerah (KKLD) yang secara keseluruhan
mempunyai luas 472.905 Ha, yang terdiri
dari Kawasan Pesisir Timur Kecamatan
Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan
Timur seluas 356.905 Ha (SK Bupati
No.36/VIII/2007). Pengelolaan kawasan
konservasi laut diperlukan zonasi tertentu
untuk menunjang mata pencaharian
masyarakat, maupun kegiatan lainnya sesuai
dengan azas kelestarian. Pengelolaan yang
dilakukan harus didasari pada tiga aspek
konservasi, yaitu perlindungan ekosistem
penyangga kehidupan, pengawetan plasma
nutfah dan pelestarian ekosistem.
Dilihat dari potensinya, lamun
merupakan salah satu sumberdaya pesisir
dan laut yang sangat potensial dan
mempunyai nilai produktivitas primer yang
tinggi (Kordi, 2011). Berdasarkan SK
No.36/VIII/2007 Bappeda Kabupaten Bintan
2007 tentang KKLD Kabupaten Bintan,
salah satu kawasan konservasi komunitas
padang lamun terdapat di Desa Malang
Rapat. Desa Malang Rapat hampir
keseluruhan masyarakatnya adalah nelayan
yang memanfaatkan ekosistem padang
lamun baik ekologi maupun ekonomi.
Adapun upaya untuk memperoleh
valuasi ekonomi yang akurat terhadap
sumberdaya dan lingkungan yang
sesungguhnya yakni harus ada kebijakan
untuk menyempurnakan pengelolaan
sumberdaya dan lingkungan. Menurut
Hadad (2012) dalam Agustina (2014),
valuasi ekonomi merupakan komponen
penting dalam perencanaan dan pengelolaan
sumberdaya pesisir laut karena mengaitkan
dimensi-dimensi ekonomi dan ekologi.
Dilihat dari potensinya, lamun
merupakan salah satu sumberdaya pesisir
dan laut yang sangat potensial dan
mempunyai nilai produktivitas primer yang
tinggi. Sebagai sebuah ekosistem yang
berada di pesisir maupun laut, padang lamun
memiliki fungsi ekologi yang tidak bisa
tergantikan. Adapun fungsi ekologi
ekosistem padang lamun diantaranya
sebagai habitat (tempat hidup) berbagai
biota-biota laut, tempat pemijahan
(spawning ground), tempat pengasuhan
(nursey ground), tempat pembesaran
(rearing ground), dan tempat mencari
makan (feeding ground) dari berbagai biota
laut (Kordi, 2011).
Disamping itu, ekosistem padang
lamun memiliki fungsi ekonomi yang dapat
dilihat dari berbagai biota laut yang bernilai
ekonomi tinggi seperti ikan, teripang, kima,
siput, bulu babi dan sebagainya. Selain itu,
lamun merupakan salah satu sumber pangan
dan obat-obatan penting bagi kehidupan
manusia (Kordi,2011). Secara ekonomi,
kegiatan wisata bahari memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap
pertumbuhan suatu Negara. Sektor
pariwisata menurut beberapa perkiraan telah
menjadi kegiatan usaha terbesar di dunia
lebih lanjut dikatakan bahwa ekowisata
menyumbangkan peran ekonomi secara
makro dan mikro.
Dilihat dari manfaat dan fungsi lamun
baik secara ekologi maupun ekonomi maka
perlu adanya kajian mengenai valuasi
ekonomi kawasan ekowisata berbasis
konservasi padang lamun di KKPD Desa
Malang Rapat, Kabupaten Bintan, Provinsi
Kepulauan Riau. Penelitian ini dapat
memberikan data dan informasi baik
masyarakat mengenai keadaan ekosistem
lamun agar masyarakat dapat ikut
memperhatikan dan menjaga ekosistem
padang lamun.
II. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada
bulan April-Juli 2016 di Kawasan
Konservasi Padang Lamun Desa Malang
Rapat Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan
Riau Metode penentuan titik sampling
menggunakan metode purposive sampling,
yaitu penentuan responden masyarakat
nelayan dilakukan berdasarkan tujuan
tertentu dan untuk menentukan jumlah
sampel pengunjung dengan menggunakan
kuota sampling dimana jumlah sampel telah
ditentukan sebelum melakukan penelitian.
Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yakni GPS,
kamera digital, kalkulator dan alat tulis.
Bahan yang digunakan yaitu lembaran
kuesioner.
C. Sumber Pengambilan Sampel
Sumber data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang
di dapatkan secara langsung dari lokasi
penelitian melalui observasi, wawancara
maupun dokumentasi yang terkait dengan
tujuan penelitian seperti wawancara melalui
kuisioner dan kemudian data yang telah
didapat diolah untuk mencari hasil dari
penelitian. Data sekunder merupakan data
pendukung data primer yang diperoleh dari
literatur-literatur maupun instansi terkait
yang mendukung penelitian yang
berhubungan dengan permasalahan yang
dikaji.
D. Metode Pengupulan Data
1. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini
adalah pengumpulan data dengan cara
menanyakan secara langsung kepada
masyarakat nelayan dan masyarakat di
sekitar kawasan wisata, dengan pedoman
pertanyaan yang disusun secara sistematik
sebelumnya. Wawancara tersebut dilakukan
secara langsung yang dilakukan kepada
responden melalui kuisioner.
Metode pengambilan sampel
dilakukan secara sengaja (purposive
sampling) Metode purposive merupakan
metode yang memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk menentukan sendiri
sampel yang diambil karena ada
pertimbangan tertentu seperti masyarakat
nelayan dengan memanfaatkan padang
lamun untuk menangkap biota, sehingga
sampel diambil tidak secara acak tapi
ditentukan sendiri oleh peneliti.
a. Responden
Responden dalam penelitian ini yaitu:
Wisatawan yang mengunjungi kawasan
ekowisata konservasi padang lamun. Untuk
menentukan jumlah sampel pengunjung
dengan menggunakan kuota sampling
dimana jumlah sampel telah ditentukan
sebelum melakukan penelitian. Sampel
responden dilakukan dengan observasi
lapangan dengan melihat jumlah pengunjung
setiap minggu sehingga didapat 35
responden. Ketetangan :
-Minggu ke-1 didapat 33 pengunjung
-Minggu ke-2 didapat 37 pengunjung
∑= 33 + 37 = 70 ÷ 2
∑ = 35 responden
Masyarakat yang berada di kawasan wisata
konservasi padang lamun yaitu masyarakat
pemilik usaha ekonomi dan nelayan (RTP).
Sampel responden masyarakat pengelola dan
nelayan yakni menggunakan metode
purposive sampling, jumlah responden
nelayan sebanyak 45 orang.
b. Kuesioner
Kelompok pertanyaan kuesioner
mengenai :
1.Pengetahuan responden mengenai Padang
Lamun.
2.Pemanfaatan Padang Lamun di lokasi
Konservasi.
3.Tanggapan responden terhadap wilayah
konservasi Padang Lamun.
5.Tanggapan responden terhadap
pengeluaran ekonomi dengan adanya
kawasan konservasi padang lamun.
2. Observasi
Observasi adalah pengambilan data
dengan cara pengamatan langsung di
lapangan untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang kondisi atau keadaan
objek kajian dengan cara mengunjungi
seluruh kawasan wisata dan melihat
keseluruhan kondisi kawasan secara
langsung, baik kondisi fisik, sarana dan
prasarana, aktifitas pengunjung serta
sumberdaya manusia pengelolaannya
Observasi dilakukan di Desa Malang Rapat
kawasan konservasi Padang Lamun. Lokasi
yang dijadikan tempat penelitian ini yakni di
zonasi kawasan konservasipadang lamun
Desa Malang Rapat tepat berada di zona
pemanfaatan.
Zona Pemanfaatan merupakan zona
yang sumberdayanya hanya dapat
dimanfaatkan secara tidak langsung. Zona
pemanfaatan mempunyai fungsi sebagai
penyangga habitat dan ekosistem penting
(zona inti dan zona perikanan berkelanjutan)
agar keseimbangan tetap terjaga. Zona
pemanfaatan mempunyai fungsi yakni
sebagai tempat perlindungan habitat dan
populasi sumberdaya ikan, pariwisata dan
rekreasi (DKP, 2007).
E. Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk
menyederhanakan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dipahami dan
diinterpretasikan. Metode analisis data yang
akan digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1. Daftar Teknik Pengumpulan Data
dan Metode Analisis
Metode Analisis
Analisis Valuasi Ekonomi
Analisis Deskriptif
1. Valuasi Ekonomi
Nilai ekonomi suatu sumberdaya
padang lamun dibagi menjadi nilai
penggunaan dan nilai non penggunaan. Nilai
penggunaan dibagi menjadi dua, yaitu nilai
manfaat langsung dan nilai manfaat tidak
langsung. Nilai non penggunaan dibagi
menjadi tiga, yang meliputi nilai manfaat
pilihan, nilai manfaat keberadaan dan nilai
manfaat warisan.
a. Nilai Manfaat Langsung (Direct
Use Value)
Nilai manfaat langsung adalah nilai
yang dihasilkan dari pemanfaatan
sumberdaya secara langsung. Nilai manfaat
langsung padang lamun dihitung dengan
persamaan (Susana et al., 2011 dalam
Agustina, 2014) yaitu:
DUV =∑
Dimana:
DUV = Manfaat langsung
(direct use value)
DUVi = Manfaat langsung ke- i
DUV1 = Manfaat penangkapan
ikan
DUV2 = Manfaat penangkapan
kerang
DUV3 = Manfaat penangkapan
kepiting
DUV4 = Penangkapan udang
n = Jumlah jenis pemanfaatan
I = Jenis pemanfaatan ke- i
Hasil tangkapan, harga jual dan
biaya operasional pengelolaan, ikan, kerang
kepiting, dan udang di dapat dari hasil
kuisioner dan wawancara terhadap nelayan
yang melakukan penangkapan secara
langsung di daerah tersebut.
Nilai manfaat langsung
pengelolaan, ikan, kerang, kepiting, dan
udang di hitung berdasarkan jumlah hasil
tangkapan pertahun dikalikan dengan harga
jual.
Nilai ikan = (T x H) – B
(Rp/ha/th)
Dimana:
T = Tangkapan ikan (kg/ha/th)
H = Harga jual (Rp/kg)
B = Biaya operasional (Rp)
Nilai manfaat langsung diperoleh dari
rumus sebagai berikut (Widiastuti, 2011):
Nilai Ekonomi Perikanan
= rente ekonomi (ikan, kerang, kepiting,
udang) x jumlah RTP
= (Penerimaan - (Laba layak - Laba kotor) x
jumlah RTP
Dimana : Penerimaan = hasil tangkapan ×
jumlah RTP
Laba kotor = penerimaan – biaya
operasional
Laba layak = discount rute × biaya
operasional
Rente ekonomi = penerimaan – (laba
layak – laba kotor)
b. Nilai Manfaat Tidak Langsung
(Indirect Use Value)
Menggunakan teknik pendekatan
Contingent Valuation Method (CVM) yaitu
teknik valuasi yang didasarkan pada survei
dimana keinginan menerima atau WTA
(Willingness To Accept), jika terjadi
kerusakan atau penurunan atas sumberdaya
(padang lamun). Penilaian ini diperoleh
langsung dari responden yang diungkapkan
secara lisan maupun tertulis (Fauzi, 2004).
Membuat hipotesis pasar terhadap
sumberdaya yang akan di evaluasi.
Mendapatkan nilai lelang melalui
teknik permainan lelang (bidding
game).
Menghitung rataan WTP.
Memperkirakan kurva lelang.
Mengagretkan data dengan
mengalikan rataan WTP dengan
jumlah RTP.
c. Nilai Manfaat Pilihan (Option
Value)
Nilai manfaat pilihan yaitu nilai
ekonomi yang diperoleh dari potensi
pemanfaatan langsung maupun tidak
langsung dari sumberdaya. Menurut
Ruitenbeek (1991) dalam Agustina (2014),
besarnya nilai cadangan keanekaragaman
hayati adalah sebesar US$ 15/ha/tahun.
Dalam hal ini untuk padang lamun
menggunakan metode benefit transfer, yaitu
dengan cara menilai perkiraan benefit dari
tempat lain lalu benefit ini ditransfer untuk
memperoleh perkiraan yang kasar mengenai
manfaat dari lingkungan (Agustina, 2014).
Kemudian untuk mengetahui nilai manfaat
pilihan ini diperoleh dengan persamaan
(Widiastuti, 2011) yaitu :
Option Value = luas padang lamun
(Ha) x nilai keanekaragaman hayati
Luas padang lamun diperoleh dari
metode digitasi yaitu pemetaan
menggunakan software arcview 3.3 dan citra
spot Pulau Bintan, kemudian melakukan
cross check di lapangan menggunakan
Global Possition System (GPS) agar tidak
terjadi error atau bias yang terlalu jauh.
d. Nilai Manfaat Keberadaan
(Existence Value)
Nilai manfaat keberadaan dihitung
menggunakan teknik pengukuran langsung
dengan menanyakan kepada masyarakat
mengenai kesediaan mereka membayar
(willingness to pay) barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sumber daya alam (Fauzi,
2004). Metode yang digunakan adalah
Contigent Valuation Method (CVM).
(Adrianto et al., 2007).
Penilaian ini diperoleh langsung dari
responden yang diungkapkan secara lisan
maupun tertulis (Fauzi, 2004) antara lain:
Membuat hipotesis pasar terhadap
sumberdaya yang akan di evaluasi.
Mendapatkan nilai lelang melalui
teknik permainan lelang (bidding
game).
Menghitung rataan WTP.
Memperkirakan kurva lelang.
Mengagretkan data dengan
mengalikan rataan WTP dengan
jumlah RTP.
e. Nilai Manfaat Warisan (Bequest
Value)
Nilai warisan ekosistem padang
lamun yang dimiliki tidak dapat dinilai
dengan pendekatan nilai pasar. Oleh karena
itu, nilai warisan dapat dihitung dengan
pendekatan perkiraan. Sehubungan dengan
hal tersebut maka diperkirakan bahwa nilai
warisan tidak kurang 10% dari manfaat
langsung (Ruitenbeek, 1991 dalam
Marhayana, 2012). Dengan rumus sebagai
berikut:
BV= 10% x Total Nilai Manfaat
Langsung
Nilai warisan tidak kurang dari
10% mengacu pada teori Ruitenbeek yang
memperkirakan bahwa nilai warisan tidak
kurang dari 10%, sedangkan total nilai
manfaat langsung di dapat dari hasil
perhitungan dari nilai manfaat langsung
(Direct Use Value).
f. Nilai Ekonomi Total (Total
Economic Value)
Nilai Ekonomi Total adalah NET atau
Total Economic Value (TEV) Total nilai
ekonomi yang dimiliki suatu sumberdaya.
Dapat ditulis dengan persamaan matematis
sebagai berikut (CSERGE, 1994 dalam
Irmadi, 2004) :
TEV = (DUV +IUV + OV) + (EV+ BV)
Dimana :
TEV = Nilai ekonomi total
DUV = Nilai manfaat langsung
DUV1 = Manfaat penangkapan
ikan
DUV2 = Manfaat penangkapan
kerang
DUV3 = Penangkapan kepiting
DUV4 = Penangkapan udang
IUV = Nilai manfaat tidak
langsung (Dapat dillihat
dari fungsi padang
lamun yaitu sebagai
tempat pemijahan, daerah
asuhan, dan mencari
makan biota)
OV = Nilai pilihan
EV = Nilai Keberadaan
BV = Nilai warisan
Direct Use Value adalah nilai
ekonomi yang diperoleh dari
pemanfaatan langsung sebuah
sumberdaya atau ekosistem
seperti Penangkapan ikan,
penambangan batu karang.
Indirect Use Value adalah nilai
ekonomi yang diperoleh dari
pemanfatan tidak langsung
sebuah sumberdaya atau
ekosistem, seperti nursery
ground, produksi primer,
natural barrier dan pariwisata
dari suatu sumberdaya.
Option Value adalah nilai
ekonomi yang diberikan oleh
masyarakat atas adanya pilihan
untuk menikmati barang dan
jasa dari sumberdaya dimasa
depan merupakan nilai
pemeliharaan sumberdaya
untuk memanfaatkan
sumberdaya yang masih
tersedia untuk masa yang akan
datang, nilai ini mengandung
makna ketidakpastian. Jika kita
yakin akan preferensi dan
ketersediaan sumberdaya alam
dimasa mendatang, maka nilai
pilihan akan nol, atau
sebaliknya, maka nilai pilihan
positif.
Exsistence Value Nilai adalah
nilai ekonomi yang diberikan
atas keberadaan atau
terpeliharanya sumberdaya
alam dan lingkungan
meskipun ekosistem atau
sumberdaya itu dimanfaatkan
atau tidak oleh masyarakat.
Bequest Value adalah nilai
ekonomi yang diberikan oleh
generasi kini dengan
menyediakan atau mewariskan
sumberdaya untuk generasi di
masa depan.
F. Analisis Deskriptif
Metode deskriptif ini adalah suatu
metode dalam meneliti status manusia, suatu
objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
yang akan datang. Metode deskriptif
menurut Whitney (1960) dalam Nazir
(2003), merupakan pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Selain itu, metode
deskriptif ini memilki tujuan membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Valuasi Ekonomi (Total Economi
Value)
1. Manfaat langsung (Direct Use
Value)
Dari hasil penelitian di lapangan didapat
total nilai manfaat langsung yaitu Rp
4.701.513.600/bulan dan Rp
47.015.136.000/tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa biota-biota yang berassosiasi di
ekosistem lamun di Desa Malang Rapat
sangat banyak dan berlimpah. Dengan
demikian, nilai manfaat langsung di Desa
Malang Rapat sangat banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat nelayan dan mendukung
perekonomian secara berkelanjutan
(sustainable).
2. Manfaat Tidak Langsung(Indirect
Use Value)
Dari hasil penelitian di Desa Malang
Rapat didapat nilai manfaat tidak langsung
(Indirect Use Value) dari setiap nelayan
yaitu Rp 1.200.000/bulan atau Rp
12.000.000/tahun, maka diperoleh nilai
manfaat tidak langsung sebesar Rp
2.304.000.000/tahun. Jumlah nelayan di
Desa Malang Rapat berjumlah 192 jiwa.
Jumlah nelayan ini mencakup nelayan
kelong, nelayan laut lepas dan nelayan tepi
pantai, dikarenakan pada umumnya sebagian
biota-biota yang hidup di laut hanya
memijah, bertelur dan dijadikan tempat
mencari makan di kawasan padang lamun,
namun setelah besar sebagian ikan tersebut
berpindah ke laut lepas. Selain itu, bahwa
dengan nilai manfaat tidak langsung di Desa
Malang Rapat tersebut memiliki penilaian
tersendiri bagi ekologi lamun sehingga
potensi padang lamun (seagrass bads)
sangat memungkinkan untuk
keberlangsungan biota-biota yang
berasosiasi disekitarnya. Nilai manfaat tidak
langsung tersebut adalah nilai yang akan
diberikan kepada masyarakat nelayan
sebagai pengganti dari nilai kerusakan
ekosistem padang lamun.
G. Manfaat Pilihan (Options Value)
Nilai manfaat pilihan diartikan
sebagai nilai yang diberikan oleh masyarakat
atas adanya pilihan untuk menikmati barang
dan jasa dari sumberdaya alam di masa yang
akan datang (Ruitenbeek, 1991 dalam
Agustina, 2014). Penilaian terhadap nilai
pilihan mengacu pada rumus Widiastuti
(2011) didapat dengan mengalikan luas area
padang lamun (Ha) terhadap nilai cadangan
keanekaragaman hayati (padang lamun) di
Desa Malang Rapat. Luas padang lamun
yang diperoleh dari seluruh luas area padang
lamun Desa Malang Rapat yakni 1.871
hektar (Ha) atau 18.710.000 m2dan besarnya
nilai keanekaragaman hayati adalah sebesar
15 US$/ha/tahun (nilai tukar rupiah tanggal
9 Juni 2016 yaitu Rp 13.231). Menurut
Wahyuningsih (2015), Hasil perhitungan
nilai kerapatan pada stasiun 1 memiliki
kerapatan jenis lebih tinggi, stasiun 2
memiliki kerapatan jenis sedang dan stasiun
3 memiliki kerapatan jenis 3 lebih sedikit.
Hal ini menunjukkan pada stasiun 1 dan 2
kondisi lamun baik.
Nilai manfaat pilihan merupakan nilai
ekonomi yang diperoleh dari potensi
pemanfaatan langsung maupun tidak
langsung dari sumberdaya, berdasarkan hasil
dari penelitian didapat nilai manfaat pilihan
sebesar Rp 371.328.015/tahun (nilai tukar
rupiah tanggal 9 Juni2016 yaitu Rp. 13.231).
Nilai tukar, waktu dan tempat sangat
mempengaruhi nilai manfaat pilihan.
Semakin tinggi nilai tukar dan besarnya
luasan padang lamun di Desa Malang Rapat
maka diperoleh nilai manfaat pilihan dan
sebaliknya semakin kecil luas padang lamun
maka akan semakin kecil pula nilai manfaat
pilihan yang didapat. Kesadaran masyarakat
nelayan akan pentingnya ekosistem padang
lamun untuk masa mendatang tanpa merusak
dan menjaga ekologi demi pengelolaan yang
berkelanjutan (sustainable) harus tetap
ditingkatkan, peduli dan sadar akan
pentingnya padang lamun demi masa yang
mendatang. Disamping itu, nelayan padang
lamun di Desa Malang Rapat mengunakan
alat tangkap yang ramah lingkungan seperti
bubu, pancing dan jaring. Jika dimasa akan
datang ekosistem padang lamun tetap terjaga
dengan baik, maka ini akan sangat
berdampak positif bagi perkembangan
ekowisata di Desa Malang Rapat. Selain
bermanfaat bagi peningkatan penghasilan
masyarakat nelayan juga bermanfaat bagi
pengunjung wisata yang berasosiasi dengan
padang lamun.
H. Manfaat Keberadaan (Existence
Value)
Hasil penelitian didapat nilai rata-rata
nilai keberadaan yaitu sebesar Rp
24.888.889/org/bulan atau Rp
248.888.889/orang/tahun kemudian dikali
dengan jumlah RTP sebanyak 192 orang
masyarakat nelayan di Desa Malang Rapat,
sehingga di dapat jumlah nilai manfaat
keberadaan ekosistem padang lamun di Desa
Malang Rapat yaitu sebesar Rp
47.786.667/tahun. Nilai ini menunjukkan
kesanggupan nelayan membayar dan
kesadaran mereka karena telah
memanfaatkan sumberdaya yang ada.
Nelayan di Desa Malang Rapat memberikan
nilai manfaat keberadaan dengan
membayarnya kepada kelompok nelayan
Desa Malang Rapat. Setiap bulannya
membayar uang kas yang dipergunakan dan
dikelola untuk keberlanjutan perekonomian
nelayan dan keberlanjutan pengelolaan hasil
tangkap nelayan.
Kesadaran masyarakat akan betapa
pentingnya mengelola padang lamun
sangatlah penting untuk ditingkatkan,
dengan adanya pengelolaan padang lamun di
Desa Malang Rapat akan sangat
berpengaruh terhadap pendapatan nelayan
setempat. Selain itu, kondisi lamun yang
baik akan sangat bagus untuk perkembangan
ekowisata Desa Malang Rapat karna kondisi
lamun yang baik akan menarik wisatawan
untuk melakukan kegiatan wisata di daerah
ini terutama di kawasan konservasi padang
lamun.
I. Manfaat Warisan (Bequest Value)
Dari hasil penelitian di Desa Malang
Rapat, diperoleh dari 10% x total nilai
manfaat langsung diperoleh manfaat warisan
sebesar Rp 4.701.513.600/orang/tahun. Nilai
ini menunjukkan kepedulian mereka
terhadap anak cucu mereka di masa akan
datang dan disertai dengan kepedulian
mereka menjaga ekosistem padang lamun
secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dengan pengelolaan yang baik dan
tepat suatu daerah konservasi dapat di
manfaatkan sesuai dengan pembagian zona
keperuntukannya. Peran masyarakat sangat
penting di dalam keberhasilan pengelolaan
dan pemanfaatan di suatu tempat secara
berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat
dan matapencaharian bidang pariwisata
dapat dijadikan solusi dalam
mengurangi tekanan terhadap sumberdaya
hayati laut.
J. Total Nilai Ekonomi (Total
Economic Value)
Dari hasil penelitian di Desa Malang
Rapat diperoleh nilai ekonomi total (TEV)
yaitu sebesar Rp 54.439.764.281/tahun.
Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan
nilai ekonomi total Desa Malang Rapat
berdasarkan hasil penelitian dari
(Wahyuningsih, 2015) diperoleh nilai
ekonomi total Desa Malang Rapat sebesar
Rp44.356.746.178,00,-/tahun, meningkatnya
nilai ekonomi total Desa Malang Rapat ini
menunjukkan bahwa Desa Malang Rapat
masih memiliki nilai padang lamun baik
dilihat dari segi ekologinya maupun
ekonominya.
Ekosistem padang lamun di Desa
Malang Rapat baik, dengan kondisi padang
lamun yang baik maka nilai ekonomi akan
semakin tinggi, karna ekosistem padang
lamun merupakan tempat bermain, tempat
tinggal dan sebagai tempat mencari makan
bagi sebagian biota perairan, sebaliknya jika
ekosistem padang lamun rusak maka dapat
menyebabkan berkurangnya pendapatan
masyarakat karena masyarakat sumber
matapencarian berasal dari hasil tangkapan
dari biota yang ada disekitar padang lamun.
Rusaknya ekosistem padang lamun di
Desa tersebut disebabkan kurangnya
pengetahuan masyarakat akan fungsi
ekosistem padang lamun itu sendiri. Hal ini
dibuktikan dengan hasil wawancara yang
menunjukkan nilai manfaat langsung lebih
besar dari pada nilai ekonomi yang lain,
sedangkan keinginan masyarakat untuk
menyumbang jika terjadi kerusakan sangat
kecil dan tidak seimbang. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai ekonomi
ekosistem padang lamun di Desa Malang
Rapat sangat tinggi dan mendukung untuk
dijadikan tempat mata pencaharian ekonomi
masyarakat secara berkelanjutan serta dapat
dijadikan desa binaan disektor perikanan dan
berkelanjutan demi kesejahteran masyarakat
di Desa Malang Rapat dengan melihat,
mempertimbangkan, dan mempertahankan
kondisi ekologinya seperti keterkaitan antara
ekosistem lamun dengan ekosistem
mangrove dan terumbu karang. Selain itu,
tingginya nilai ekonomi ekosistem padang
lamun akan sangat berdampak positif bagi
perkembangan ekowisata di Desa Malang
Rapat terutama di kawasan konservasi
padang lamun dan berpotensi menarik
wisatawan untuk berasosasi dengan padang
lamun.
B. Nilai Ekonomi Wisata Malang
Rapat
Penentuan nilai ekonomi untuk suatu
kawasan wisata dilakukan secara tidak
langsung dengan pendekatan metode biaya
perjalanan (travel cost method). Pendekatan
ini untuk menilai manfaat yang diberikan
dengan adanya suatu kawasan wisata hutan,
danau, pantai, dan sebagainya (Bambang,
2009).
nilai total biaya perjalanan ke Obyek
wisata padang lamun Desa Malang Rapat
yaitu sebesar Rp 8.285.000 /kunjungan yang
didapat dari 35 responden, rata-rata
pengunjung berasal dari Tanjung Pinang
untuk menikmati wisata padang lamun. Data
biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh
responden dalam melakukan kegiatan wisata
menurut total biaya perjalanan, maka
diperoleh nilai rata-rata biaya perjalanan
Wisata padang lamun adalah sebesar Rp
236.715/orang.
Kondisi ini dapat dilihat dari kecilnya
biaya perjalanan rata-rata yang dikeluarkan
pengunjung dari Tanjung Pinang, keadaan
ini menunjukkan bahwa kegiatan wisata
merupakan suatu barang dan jasa yang
bersifat ekonomis. Keadaan ini juga
berhubungan dengan permintaan wisata
dimana jika semakin tinggi biaya perjalanan
yang dikeluarkan oleh pengunjung untuk
menuju suatu obyek wisata, maka
pengunjung memiliki kecenderungan untuk
memilih obyek wisata alternatif dengan
biaya perjalanan yang lebih rendah (Fanita,
2012).
Berdasarkan perhitungan nilai ekonomi
ini, dapat dilihat bahwa keberadaan Obyek
Wisata Padang Lamun memiliki daya tarik
yang sangat besar untuk dikunjungi oleh
para wisatawan. Nilai tersebut dapat
meningkat dengan dilakukannya
pembenahan dan peningkatan obyek wisata
ini dari berbagai aspek, mulai dari aspek
internal tempat wisata ini seperti pelayanan
dan fasilitas serta aspek eksternalnya seperti
aksesibilitas menuju lokasi, publikasi dan
dukungan dari pemerintah kota maupun
masyarakat setempat. Sehingga dengan
demikian, permintaan rekreasi yang tinggi
akan selalu diperlihatkan dari keberadaan
obyek wisata ini yang pada akhirnya kondisi
tersebut dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi Desa Malang Rapat itu sendiri.
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai ekonomi total ekosistem padang
lamun yang dilihat dari berbagai nilai di
Desa Malang Rapat yaitu sebesar Rp
54.439.764.281/tahun. Nilai manfaat
langsung merupakan nilai tertinggi sebesar
Rp 47.015.136.000/tahun atau 86,4% dari
nilai ekonomi total Desa Malang Rapat dan
nilai terendah yaitu nilai manfaat keberadaan
yaitu sebesar Rp 47.786.667/tahun atau
0,09%. Biaya total perjalanan yang
dikeluarkan pengunjung dari Tanjung
Pinang sebesar Rp 8.285.000/kunjungan dan
biaya rata-rata Rp 236.715/orang.
Kawasan Ekowisata Desa Malang
Rapat harus dikelola dengan sangat baik
karena dengan keindahannya banyak
menarik pengunjung untuk datang di
kawasan wisata ini, sehingga harus
diterapkan beberapa aturan untuk membuat
kawasan ini tetap terjaga keasliannya.
Terjaganya kelestarian ekosistem padang
lamun di Desa Malang Rapat sangat
berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah
pengunjung dan perekonomian masyarakat
setempat untuk itu perlu adanya peran serta
pemerintah dan masyarakat untuk bekerja
sama dalam melestarikan ekosistem padang
lamun di KKPD.
Pengelolaan berbasis masyarakat
merupakan salah satu pendekatan
pengelolaan yang diterapkan untuk
pengembangan kawasan ekowisata Desa
Malang Rapat sebagai dasar pengelolaannya
dan memberikan pemahaman pada
masyarakat tentang pentingnya melestarikan
padang lamun untuk dimasa yang akan
datang dengan didukung supportpemerintah
untuk mengatur kebijakan yang tepat dan
berkelanjutan demi terjaganya keindahan
ekowisata alam terutama di KKPD Desa
Malang Rapat.
B. Saran
Berdasarkan penelitian terkait dengan
valuasi ekonomi ekosistem padang
lamun di KKPD Desa Malang Rapat,
maka diharapkan dapat dikaji lebih
lanjut mengenai pengelolaan ekosistem
padang lamun di Desa Malang Rapat
untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat.
Perlu juga dikaji lebih lanjut terkait
dengan data pengunjung ekowisata di
Desa Malang Rapat karena belum
akuratnya data pengunjung untuk
kawasan Kabupaten Bintan khususnya
Desa Malang Rapat.
Jika dilihat dari nilai manfaat langsung
yang tinggi maka perlu adanya kajian
mengenai keberlangsungan
pemanfaatan ekosistem padang lamun
untuk dijadikan tempat zonasi
pemanfaatan hasil perikanan di KKPD
Desa Malang Rapat.
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H. 2000. Struktur dan Fungsi
pada Komunitas Lamun. Jurnal
Oseana Volume XXV Nomor 3:
9-17
Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan
produksi lamun, Enhalus
acoroides di rataan terumbu di pari
Pulau Seribu. Dalam: P30-LIPI,
Teluk Jakarta: Biologi, Budidaya,
Oseaografi, Geologi dan perairan.
Jakarta: Balai Penelitian Biologi
Laut, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Agustina, L. 2014. Struktur Komunitas dan
Valuasi Ekonomi Ekosistem
Padang Lamun di Kawasan
Konservasi Laut Daerah Desa
Berakit Bintan. Skripsi: UMRAH,
Tanjungpinang
Adrianto. 2007. Metode Valuasi Ekosistem
Sumberdaya Alam. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan
Lautan.Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Bappeda Kabupaten Bintan, 2007.
Keputusan Bupati Bintan Nomor :
36/VIII/2007 Tentang Kawasan
Konservasi laut Daerah Kabupaten
Bintan. Kabupaten Bintan
Barbier EB, Acfeman M, Knowler D. 1997.
Economic Valuation of Wetlands:
a guide for policymakers and
planners”. Ramsar Convention
Burau, IUCN. Geneva.
Bengen, D. G. 2001. Pedoman teknis
pengenalan dan pengelolaan
ekosistem mangrove.Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan –
Institut Pertanian Bogor.
Bakosurtanal.2005. Pedoman Penyusunan
Neraca dan Valuasi Ekonomi
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Pusat Survei Sumberdaya Alam
Laut BAKOSURTANAL Cibinong
Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber.
2006. Perencanaan Ekowisata:
Dari Teori ke Aplikasi. PUSPAR
UGM dan Penerbit
Andi.Yogyakarta.
Fanita. Analisis Permintaan obyek Wisata
Pemandian Air Panas Kalianget,
Kabupaten Wonosobo dengan
Pendekatan Travel Cost. Skripsi S1,
Program Sarjana Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Diponegoro
Tahun 2012
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan. PT
GramediaPustaka Utama. Jakarta.
Fauzi ,2006. Ekonomi sumberdaya
alam.PT.Gramedia pustaka.
Utama, Jakarta.
Fandelli, C dan Mukhlison. 2000.
Pengusahaan Ekowisata. Fakultas
Kehutanan Universitas Gadjah
Mada dan Unit Konservasi
Sumberdaya Alam
D.I.Yogyakarta.Yogyakarta.
Hartog, C.D. 1977. Structur, Function. And
Classification in Seagrass
Ecosystem: A Scientific Perspective
(eds. Mc.Roy and Helfferich).
Marcel Dekker Inc.p.53-87.
Hufschmidt.MM. 1987. Lingkungan, Sistem
Alami, dan Pembangunan –
PedomanPenilaian Ekonomis.
Terjemahan : Sukanto
Reksohadiprodjo. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Indah, P.P. 2011. Profil Desa Malang Rapat
Kabupaten Bintan, Kepulauan
Riau.
Irmadi. 2004. Neraca dan valuasi ekonomi
sumberdaya hutan mangrove.
http://perpustakaan.big.go.id/lib/car
ipustaka.php?kategori=4&jenis=11
&kata kunci=irmadi%20Nahib/
diakses 19 April 2016
Terrados, J. and C.M. Duarte. 2003.
Southeast Asian Seagress
Ecosystem Under Stress:have we
omproved?
Kantor Desa Malang Rapat Kabupaten
Bintan.2004.Profil Kantor Desa
Malang Rapat Kabupaten Bintan
Tahun 2004. Kabupaten Bintan.
Kordi, K.M. Ghufran, 2011. Ekosistem
lamun (seagrass). PT: Rineka
cipta. Jakarta Kurnia,.
Nybakken J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu
pendekatan ekologis.
Diterjemahkan oleh : M. Eidman,
D. G. Bengen, Malikusworo, dan
Sukristiono. Marine Biology an
Ecological Approacch. PT.
Gramedia, Jakarta.
Munangsihe, M. 1993. Environmental
Economics and Sustainable
Development.World Bank
Environment Paper Number 2.
Marhayana, 2012. Manfaat Ekonomi
Ekosistem Mangrove Di Taman
Wisata Perairan Padaido
Kabupaten Biaknumfor, Papua.
Skripsi. Unhas makassar.
McNeely, J.A., 1992. Ekonomi dan
Keanekaragaman Hayati.
Mengembangkan dan
Memanfaatkan Perangsang
Ekonomi untuk Melestarikan
Sumberdaya Hayati.Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta
Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial Dan
Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di
Teluk Bakau Kepulauan Riau.
Nazir. 2003. Metode Penelitian, Penerbit
PT. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Pearce, D., and Moran, D. 1994. The
Economic Value of Biodiversity.
Earthscan Publications Limited.
London, UK.
Raharjo, Y. 1996. Community Based
Management di Wilayah Pesisir
secara Terpadu.Pusat Kajian Pesisir
dan Lautan, Institut Pertanian
Bogor.
Supriharyono. 2009. Konservasi ekosistem
sumberdaya hayati. Pustaka
pelajar.Yogyakarta.
Suzana, B.O., Jean Timban, Rine Kaunang
dan Fandi Ahmad. 2011.
ValuasiEkonomi Sumberdaya
HutanMangrove di Desa Palaes
KecamatanLikupang Barat
Kabupaten MinahasaUtara. ASE
Vol 7 nomor 2; 29-38
Tietenberg, T. 2001. Environtmental
Economic Policy 3rd
edition.Addison Wesley.
Widiastuti, A. 2011. Kajian nilai ekonomi
produk dan jasa ekosistem lamun
sebagai pertimbangan dalam
pengelolaannya. Tesis:Universitas
Indonesia
Wahyuningsih, D.S. 2015. Komunitas dan
Valuasi Ekonomi Ekosistem
Padan Lamun di Kawasan
Konservasi Perairan Desa Malang
Rapat Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau.