panduan manajemen nyeri 2014
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
1/39
PANDUAN
MANAJEMEN NYERI
RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014
RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO - BATU
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
2/39
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan .............................................................................................. iii
I. DEFINISI........................................................................................................... 1
II. RUANG LINGKUP ......................................................................................... 2
III. TATA LAKSANA .......................................................................................... 4
3.1. MANAJEMEN NYERI AKUT ..................................................................... 4
3.2. MANAJEMEN NYERI KRONIK ................................................................. 15
3.3. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT
(GERIATRI) .................................................................................................. 33
IV. DOKUMENTASI ........................................................................................... 37
REFERENSI ......................................................................................................... 38
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
3/39
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PENGESAHAN DOKUMEN RS. BAPTIS BATU
NAMA KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL
Dr. Rogatus Trawotjo,Sp.An. Pembuat Dokumen
Dr. Imanuel Eka Tantaputra Authorized Person
Dr. Arhwinda PA,Sp.KFR.,MARS. Direktur RS. Baptis Batu
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
4/39
1
I. DEFINISI
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat yang
hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang
lain,mencakup pola pikir,aktifitas seseorang secara langsung,dan perubahan
hidup seseorang.Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat
menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiological, Menurut beberapa tokoh
atau sumber:
IASP 1979 (International for the Study of Pain)nyeri adalah”Suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi
untuk menimbulkan kerusakan jaringan”dari definisi tersebut dapat di
simpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari
apa itu nyeri,melalaui pengalaman yang langsung berhubungan dengan
luka (injuri),yang dimulai dari awal masa kehidupannya.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak “ yang
merujuk pada sensasi pribadi tentang sakit,suatu stimulus berbahaya yang
menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan,suatu pola respon
untuk melindungi organism dari bahaya. McCafferi (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang
nyeri ketika dia mengatakan tentang nyeri “apapun yang di katakan
tentang nyeri dan di manapun ketika dia mengatakan,hal itu ada.
Tamsuri (2007) nyeri di definisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya di ketahui bila seseorang
pernah mengalaminya.
Pada tahun 1999,the Veteran‟s Health Administrasion mengeluarkankebijakan untuk memasukkan nyeri sebagai tanda vital ke lima,jadi perawat
tidak hanya mengkaji suhu tubuh,nadi,tekanan darah,dan respirasi tetapi juga
harus mengkaji tentang nyeri.
Saat ini telah di akui bahwa manajemen nyeri merupakan komponen
penting dalam perawatan pasien.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
5/39
2
II. RUANG LINGKUP.
Ruang lingkup pelayanan nyeri yaitu semua pasien dengan kondisi
nyeri yang membutuhkan pelayanan manajemen nyeri, pengobatan dan
observasi nyeri. Pada tahun 1986, The Nasional Institutes of Health Consensus
Conference on Pain mengkategorikan nyeri menjadi 2 tipe yaitu :
1.
Nyeri Akut, merupakan hasil dari injuri acut,penyakit dan pembedahan.
Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas,
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau
penyakit.
2. Nyeri Kronik :
Non keganasan di hubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam
masa penyembuhan atau tidak progresif
Keganasan adalah nyeri yang di hubungkan dengan kanker atau
proses penyakit lain yang progresif.
Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang
lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi
proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang
pasti
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
6/39
3
7/6/2012Lidya SHLV
Karakteristiknyeriakutdankronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Peredaan Nyeri Sangat diinginkan Sangat diinginkan
Ketergantunganterhadap
obat
Tidak biasa Sering
Komponen psikologis Umumnya tidak ada Sering merupakan masalah
utama
Penyebab organik sering Seringkali tidak ada
Kontribusi lingkungan
dan keluarga
kecil Signifikan
Insomnia jarang Sering
Tujuan pengobatan kesembuhan fungsionalisasi
Depresi jarang sering
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
7/39
4
III. TATA LAKSANA
3.1. MANAJEMEN NYERI AKUT
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan
penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Nyeri somatik:
i. Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang
menyebabkan pelepasan zat kima dari sel yang cedera
dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor
kulit.
ii.
Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik,
dan nyeri bersifat tajam, menusuk, atau seperti ditikam.
iii. Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.
b. Nyeri visceral:
i. Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic,
sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri
yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul,
seperti ditekan benda berat.
ii. Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan
ligament, spasme otot polos, distensi organ berongga /
lumen.
iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual,
muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
8/39
5
c. Nyeri neuropatik:
i. Berasal dari cedera jaringan saraf
ii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia
(nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat
cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada
tempat cederanya)
iv.
Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple
sclerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani
kemoterapi / radioterapi.
4.
Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.7
a.
Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO
i. OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk
nyeri sedang-berat.
ii.
Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1
dan 2) dnegan pemberian intermiten ( pro re nata-prn) opioid
kuat yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
iii.
Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang-
berat, dapat ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan
opioid kuat dan prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam
setelah langkah 1).
iv. Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering
digunakan adalah morfin, kodein.
v. Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat
diberikan opioid ringan.
vi.
Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan
dosis secara bertahap
• Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
• Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin,
anxiolytic, kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS,
opioid, tramadol.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
9/39
6
• Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid,
fenotiazin
• Topical: lidokain patch, EMLA
•
Subkutan: opioid, anestesi lokal7
3-Step WHO Analgesic Ladder 8
*Keterangan:
• patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena
tidak sesuai indikasi dan onset kerjanya lama.
• Untuk nyeri kronik: pertimbangkan pemberian terapi analgesik
adjuvant (misalnya amitriptilin, gabapentin).
*Istilah:
• NSAID: non-steroidal anti-inflammatory drug
•
S/R: slow release
• PRN: when required
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
10/39
7
vii. Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn)
intravena untuk nyeri akut, dengan syarat:
• Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat
instruksi
• Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di
ruang rawat inap biasa
• Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama
15 menit sehingga semua pasien harus diobservasi
dengan ketat selama fase ini.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
11/39
8
Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut8
Apakah pasien nyeri
sedang/berat? tidak Observasi rutin
ya
tidak
•
Saat!dosis!telah!diberikan,!lakukan! Apakah!diresepkan!opioid!IV?! Minta!untuk!diresepkan!
monitor!setiap!5!menit!selama!
minimal!20!menit.!
Tunggu!hingga!30!menit!dari!
Gunakan!spuit!10ml!
pemberian!dosis!terakhir!sebelum!
ya!
Ambil!10mg!morfin!sulfat
!
mengulangi!siklus.
!
dan!campur!dengan!NaCl!
!
Dokter!mungkin!perlu!untuk! 0,9%!hingga!10ml!(1mg/ml)!
meresepkan!dosis!ulangan! Berikan!label!pada!spuit!
Siapkan!NaC
l!
U$
Ya,!tetapi!
Gunakan!spuit!10ml!
Ambil!100mg!petidin!dan!
telah!campur!dengan!NaCl!!0,9%!
Observasi!ruti
n!
diberikan
! hingga!10ml!(10mg/ml)!
dosis!total
! tidak! ya!
Berikan!label!pada!spuit!
ya! Nyeri!!
Skor!sedasi!0!atau!
1?! Minta!saran!ke!dokter!senior!Tun a! os s! ngga!s or!se as !!8!kali/me
nit.!
Kecepatan!pernapasan!
Pertimbangkan!nalokson!IV!(100
ug)!
>!8!kali/menit?!
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
12/39
9
ya!
tidak!Tunggu!selama! Tekanan!darah!sistoli
k! Minta!saran!
5!menit! ≥!100!mmHg?*!
ya!
tidak
!
Jika!skor!nyeri!7X10:!berikan!
2ml!
Usia!pasien!
Jika!skor!nyeri!4X6:!berikan!1
!ml!
ya!• Jika!skor!nyeri!7X10:!berikan!3ml!
•
Jika!skor!nyeri!4X6:!berikan!2!ml!
Keterangan:
Skor nyeri: Skor sedasi:
0 = tidak nyeri 0 = sadar penuh
1-3 = nyeri ringan 1
= sedasi ringan, kadang mengantuk,
mudah
4-6
= nyeri
sedang dibangunkan
7-
10 = nyeri berat 2
= sedasi sedang, sering secara konstan
mengantuk,
mudah dibangunkan
3
= sedasi berat, somnolen, sukardibangunkan
*Catatan:
• Jika tekanan darah
sistolik < 100mmHg:
haruslah dalam
rentang 30% tekanan
darah sistolik normal
pasien (jika diketahui),
atau carilah
saran/bantuan.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
13/39
10
S = tidur normal
Gunakan tabel obat-obatan antiemetic (jika diperlukan)
Teruskan penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.
viii.
Manajemen efek samping:
• opioid
− Mual dan muntah: antiemetic
− Konstipasi: berikan stimulant buang air besar,
hindari laksatif yang mengandung serat karena
dapat menyebabkan produksi gas-kembung-
kram perut.
− Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid
jenis lain, dapat juga menggunakan antihistamin.
− Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti
opioid, atau berikan benzodiazepine untuk
mengatasi mioklonus.
− Depresi pernapasan akibat opioid: berikan
nalokson (campur 0,4mg nalokson dengan NaCl
0,9% sehingga total volume mencapai 10ml).
Berikan 0,02 mg (0,5ml) bolus setiap menit
hingga kecepatan pernapasan meningkat. Dapat
diulang jika pasien mendapat terapi opioid
jangka panjang.
• OAINS:
− Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton
pump inhibitor)
− Perdarahan akibat disfungsi platelet:
pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang
tidak memiliki efek terhadap agregasi platelet.
b.
Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di
tempat nyeri.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
14/39
11
c. Non-farmakologi:
i. Olah raga
ii. Imobilisasi
iii. Pijat
iv. Relaksasi
v.
Stimulasi saraf transkutan elektrik
5. Follow-up / asesmen ulang
a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur.
b. Panduan umum:
i. Pemberian parenteral: 30 menit
ii.
Pemberian oral: 60 menit
iii. Intervensi non-farmakologi: 30-60 menit.
6. Pencegahan
a.
Edukasi pasien:
i. Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.
ii.
Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk
pasien
iii. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai
kondisinya.
iv.
Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun
manajemen nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan
analgesik, dan jadwal control). b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik
7.
Medikasi saat pasien pulang
a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat
beraktivitas seperti biasa / normal.
b.
Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
15/39
12
8. Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:
Pasien Mengeluh Nyeri
Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik
Asesmen Nyeri
Apakah Etiologi nyeri
bersifat reversibel ?
Prioritas utama :
Identifikasi dan atasi
etiologi nyeri
Apakah nyeri
berlangsung > 6 minggu?
1. Lihat manajemen
nyeri kronik
2.
Pertimbangkan
untuk merujuk ke
spesialis yang sesuai
Tentukan mekanisme
nyeri
(pasien dapat mengalami
> 1 jenis nyeri)
Nyeri Viseral
Nyeri bersifat difus
seperti ditekan benda
berat, nyeri tumpul
Nyeri Neuropatik
Nyeri bersifat menjalar,
rasa terbakar,
kesemutan, tidak spesifik
Nyeri Somatic
Nyeri bersifat tajam,
menusuk, terlokalisir,
seperti ditikam
Ya
YaTidak
Tidak
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
16/39
13
Algoritma Manajemen Nyeri
Akut7
Nyeri$somatic$
Cold%packs !
!
Kortikosteroid!
Anestesi!lokal!(topical!/!infiltra
si)!
OAINS!
Opioid!
Stimulasi!taktil!
Pilih!alternatif!terapi!
yang!lainnya!
tidak!
•
Lihat!manajemen!
ya! nyeri!kronik.!
• Pertimbangkan! Apakah!nyeri!untuk!merujuk!ke! >!6!minggu?!
spesialis!yang!sesuai!
ya!
Kembali!ke!kotak!
Mekanisme
!
„tentukan! nyeri!sesuai?!mekanisme!
tidak!
nyeri‟!
!
Nyeri$viseral$ Nyeri$neuropatik$
! ! Kortikosteroid! Antikonvulsan!
Anestesi!lokal!intraspinal!
! Kortikosteroid!
OAINS! Blok!neuron!
!Opioid! OAINS!
Opioid!
Antidepresan!trisiklik!
(amitriptilin)!
Pencegahan$$
!
•
Edukasi!pasien!
• Terapi!farmakologi!
•
Konsultasi!(jika!perlu)!
• Prosedur!pembedahan!• NonXfarmakologi!
!
tidak!
Analgesik!adekuat?!
ya!
ya!
Efek!samping! Manajemen!
pengobatan?! efek!samping!
tidak!
FollowXup!/!
nilai!ulang!
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
17/39
14
3.2. MANAJEMEN NYERI KRONIK
1. Lakukan asesmen nyeri:
a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya)
b. pemeriksaan penunjang: radiologi
c.
asesmen fungsional:
i. nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan /
disabilitas
ii. buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan
pasien
iii.
nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan
2. tentukan mekanisme nyeri:
a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis:
i. Nyeri neuropatik:
• disebabkan oleh kerusakan / disfungsi sistem
somatosensorik.
• Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia
pasca-herpetik.
• Karakteristik: nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat
penjalaran nyeri sesuai dengan persarafannya, baal,
kesemutan, alodinia.
• Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada
musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung
selama > 3bulan
ii. Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial
•
mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah,
panggul, dan ekstremitas bawah.
• Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot,
berakibat kelemahan, keterbatasan gerak.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
18/39
15
• Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang
repetitive.
•
Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan
fisioterapi, identifikasi dan manajemen faktor yang
memperberat (postur, gerakan repetitive, faktor
pekerjaan)
iii. Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):
• Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri
pasca-operasi
• Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada
tempat nyeri. Terdapat riwayat cedera / luka.
• Tatalaksana: manajemen proses inflamasi dengan
antibiotic / antirematik, OAINS, kortikosteroid.
iv. Nyeri mekanis / kompresi:
• Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang
dengan istirahat.
•
Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan
strain/sprain ligament/otot), degenerasi diskus,
osteoporosis dengan fraktur kompresi, fraktur.
• Merupakan nyeri nosiseptif
• Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau
stabilisasi.
3.
Nyeri kronik: nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu
4. Asesmen lainnya:
a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri
(depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat
penganiayaan secara seksual/fisik.verbal, gangguan tidur)
b.
Masalah pekerjaan dan disabilitas
c.
Faktor yang mempengaruhi:
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
19/39
16
i. Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang
buruk
ii.
Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri
kronik pasien
d.
Hambatan terhadap tatalaksana:
i. Hambatan komunikasi / bahasa
ii. Faktor finansial
iii.
Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh
terhadap fasilitas kesehatan
iv. Kepatuhan pasien yang buruk
v.
Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman
5. Manajemen nyeri kronik
a. Prinsip level 1:
i. Buatlah rencana perawatan tertulis secara
komprehensif (buat tujuan, perbaiki tidur,
tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stress,
kurangi nyeri).
ii. Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk
meningkatkan fungsi
iii. Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku
kognitif dengan restorasi fungsi untuk membantu
mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi.
• Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik
adalah masalah yang rumit dan kompleks.
Tatalaksana sering mencakup manajemen stress,
latihan fisik, terapi relaksasi, dan sebagainya
•
Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah
manajemen nyerinya
• Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam
manajemen nyeri
• Berikan medikasi nyeri yang teratur dan
terkontrol
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
20/39
17
• Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan
biarkan penjadwalan untuk control dipengaruhi
oleh peningkatan level nyeri pasien.
•
Bekerjasama dengan keluarga untuk
memberikan dukungan kepada pasien
• Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja
secara bertahap
•
Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena
takut nyeri.
iv. Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan,
ketakutan pasien)
b. Manajemen level 1: menggunakan pendekatan standar dalam
penatalaksanaan nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi,
non-farmakologi, dan tetapi pelengkap / tambahan.
i. Nyeri Neuropatik
• Atasi penyebab yang mendasari
timbulnya nyeri: − Control gula darah
pada pasien DM
− Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk
pasien tumor dengan kompresi saraf
− Control infeksi (antibiotic)
• Terapi simptomatik:
− antidepresan trisiklik (amitriptilin)
− antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin
− obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi)
− OAINS, kortikosteroid, opioid
− anestesi regional: blok simpatik, blok epidural /
intratekal, infus epidural / intratekal
− terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi
spinal, pijat
− rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu,
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
21/39
18
latihan mobilisasi, metode ergonomis
− prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf
dengan radiofrekuensi
− terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi
(mengurangi tegangan otot dan toleransi
terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif
(mengurangi perasaan terancam atau tidak
nyaman karena nyeri kronis)
ii. nyeri otot
•
lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius,faktor psikososial yang dapat menghambat pemulihan
• berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari
latihan dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap.
• Rehabilitasi fisik:
− Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular,
fleksibilitas, keseimbangan
− mekanik
− pijat, terapi akuatik
• manajemen perilaku:
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
22/39
19
− stress / depresi −
teknik relaksasi −
perilaku kognitif
− ketergantungan obat− manajemen amarah
•
terapi obat:
− analgesik dan sedasi
− antidepressant
− opioid jarang dibutuhkan
iii.
nyeri inflamasi• control inflamasi dan atasi penyebabnya
• obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid
iv. nyeri mekanis / kompresi
• penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan
kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri,
dislokasi, fraktur.
•
Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan
atau stabilisasi, bidai, alat bantu.
• Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan
untuk mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.
c. Manajemen level 1 lainnya
i. OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri
non-neuropatik
ii. Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi
opioid jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker.9
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
23/39
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
24/39
21
Dukungan 1 = hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman dekat, kehilangan
sosial peran dalam kehidupan normal
2 = kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam sosisl
3 = keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam kerja/sekolah, tidak ada
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
25/39
22
isolasi sosial
Efikasi 1 = fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan penggunaan
dosis obat sedang-tinggi
2 = fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak menggunakan opioid dosissedang-tinggi)
3 = perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup tercapai dengan dosis
yang stabil.
Skor total = D + I + R + E
Keterangan:
Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
iii. Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus
intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epidural
iv. Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal
d. Manajemen level 2
i.
meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri
dan rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator
spinal atau infus intratekal).
ii. Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif /
manajemen level 1.
iii.
Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada
perbaikan dengan manajemen level 1.9
Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik:
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
26/39
23
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik 9
Pasien!mengeluh!nyeri!
Asesmen$nyeri$
$
Anamnesis!
Pemeriksaan!fisik!!
Pemeriksaan!fungsi
! Pasien!dapat!mengalami!
jenis!nyeri!dan!faktor!yan
g!
mempengaruhi!yang!
Tentukan!mekanisme!nye
ri! beragam! !
Nyeri$neuropatik$
!
• Perifer!(sindrom!nyeri!
regional!kompleks,!
neuropati!HIV,!ganggua
n!
metabolik)!
• Sentral!(Parkinson,!multi
ple%
sclerosis,!mielopati,!nye
ri!
pascaXstroke,!sindrom!
fibromyalgia)!
Nyeri$otot$ Nyeri$inflamasi$
Nyeri$mekanis/kompresi$
! ! !
Nyeri!miofasial! Artropati!inflamasi!
Nyeri!punggung!bawah!
(rematoid!artritis)!
Nyeri!leher! Infeksi!
Nyeri!pascaXopara
si! N eri!musculoskeletal!
(bahu,!siku)!
Cedera!jaringan! Nyeri!viseral!
tidak!
Apakah!nyeri!kronik?! Pantau!dan!observasi!
ya!
ya!
Atasi!etiologi!nyeri!sesuai
! Apakah!etiologinya!da
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
27/39
24
pat!
dikoreksi!/!diatasi?! indikasi!
tida
k!
Asesmen$lainnya$
$
• Masalah!pekerjaan!dan!disabilitas!
• Asesmen!psikologi!dan!spiritual!•
Faktor!yang!mempengaruhi!dan!
hambatan!
Algoritma$Manajemen$
Nyeri$
Kronik !
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
28/39
25
Algoritma Manajemen Nyeri Kronik 9
Prinsip$level$1$
$
• Buatlah!rencana!dan!tetapkan!tujuan$
•
Rehabilitasi!fisik!dengan!tujuan!fungsional$ •
Manajemen!psikososial!dengan!tujuan!fungsional$
Manajemen$level$1:$ Manajemen$level$1:$$ Manajemen$level$1:$ Manajemen$level$1:$
Nyeri$neuropatik$ Nyeri$otot$ Nyeri$inflamasi$ Nyeri$mekanis/kompresi$
Manajemen$level$1$lainnya$
$
• Farmakologi!(skor!DIRE)!
•
Intervensi!•
Pelengkap!/!tambahan!
Layanan!primer!untuk!mengukur!
pencapaian!tujuan!dan!meninjau!
ulang!rencana!perawatan!
tidak
! ya!Tujuan!terpenuhi
?! Telah!melakukan!
Manajemen$level$2$
$
Fungsi!mana emen eve1!
Rujuk!ke!tim! Kenyamanan! dengan!adekuat?! interdisiplin,!atau!
hambatan!
Rujuk!ke!klinik!khusu
s!
ya! manajemen!nyeri!
perawatan$selanjutnya
$ tidak!
Rencana$ oleh$pasien!
Asesmen$hasil!
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
29/39
26
MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK
1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala kronik,
trauma, sakit perut dan faktor psikologi
2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang berbeda terhadap
kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
3.
Neonates lebih sensitif terhadap stimulus nyeri
4. Berikut adalah algoritma manajemen nyeri mendasar pada pediatrik:
Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik 10
1. Asesmen nyeri pada anak
•
Nilai!karakteristik!nyeri!
•
Lakukan!pemeriksaan!medis!dan!penunjang!yang!sesuai!• Evaluasi!kemungkinan!adanya!keterlibatan!mekanisme!
nosiseptif!dan!neuropatik!
• Kajilah!faktor!yang!mempengaruhi!nyeri!pada!anak!
2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder
• Komponen!nosiseptif!dan!neuropatik!yang!ada!saat!ini!
• Kumpulkan!gejalaXgejala!fisik!yang!ada!
•
Pikirkan!faktor!emosional,!kognitif,!dan!perilaku!
3. Pilih terapi yang sesuai
Obat$ NonEobat$
$
$
Analgesik! Kognitif!
Analgesik!adjuvant! Fisik!
anestesi! perilaku!
4. Implementasi rencana manajemen nyeri
• Berikan!umpan!balik!mengenai!penyebab!dan!faktor!yang!mempengaruhi!nyeri!kepada!orang!tua!(dan!a
nak)!
• Berikan!rencana!manajemen!yang!rasional!dan!terintegrasi!
• Asesmen!ulang!nyeri!pada!anak!secara!rutin!
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
30/39
27
• Evaluasi!efektifitas!rencana!manajemen!nyeri!
• Revisi!rencana!jika!diperlukan!
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
31/39
28
5. Pemberian analgesik:
a. ‘By the ladder‟: pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan
level nyeri anak (ringan, sedang, berat).
i. Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1).
ii. Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah
ke level 2 (pemberian analgesik yang lebih poten).
iii. Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian
parasetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant.
iv.
Analgesik adjuvant
• Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan
untuk nyeri tetapi dapat berefek analgesik dalam
kondisi tertentu.
• Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan
analgesik adjuvant sebagai level 1.
• Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk
mengatasi nyeri neuropatik.
• Kategori:
− Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis
adrenergic alfa-2, kortikosteroid, anestesi
topical.
− Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant,
antikonvulsan, agonis GABA, anestesi oral-
lokal
− Analgesik untuk nyeri musculoskeletal: relaksan
otot, benzodiazepine, inhibitor osteoklas,
radiofarmaka.
b. ‘By the clock’: mengacu pada waktu pemberian analgesik.
i. Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam
(disesuaikan dengan masa kerja obat dan derajat keparahan
nyeri pasien), tidak boleh prn (jika perlu) kecuali episode nyeri
pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat diprediksi.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
32/39
29
c. ‘by the child’: mengacu pada peemberian analgesik yang sesuai
dengan kondisi masing-masing individu.
i.
Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur
ii. Sesuaikan dosis analgesik jika perlu
d. ‘By the mouth’: mengacu pada jalur pemberian oral.
i. Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak
invasive, dan efektif; biasanya per oral.
ii.
Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat
menyangkal bahwa mereka mengalami nyeri atau tidak
memerlukan pengobatan.
iii. Untuk mendapatkan efek analgesik yang cepat dan langsung,
pemberian parenteral terkadang merupakan jalur yang paling
efisien.
iv. Opioid kurang poten jika diberikan per oral.
v. Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular
karena nyeri dan absorbsi obat tidak dapat diandalkan.
vi. Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan
IM, IV, dan subkutan intermiten, yaitu: tidak nyeri, mencegah
terjadinya penundaan/keterlambatan pemberian obat,
memberikan control nyeri yang kontinu pada anak.
•
Indikasi: pasien nyeri di mana pemberian per oral dan
opioid parenteral intermiten tidak memberikan hasil
yang memuaskan, adanya muntah hebat (tidak dapat
memberikan obat per oral)
e. Analgesik dan anestesi regional: epidural atau spinal
i.
Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut
yang sulit diatasi dengan terapi konservatif.
ii.
Harus dipantau dengan baik
iii.
Berikan edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera
obat-obatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan akurat
mengenai tanda vital / skor nyeri.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
33/39
30
f. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat
melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik
i.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh
ii. Pemeriksaan penunjang yang sesuai
iii. Evaluasi faktor yang mempengaruhi
iv.
Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif,
fisik, dan perilaku).
v.
Lakukan pendekatan multidisiplin
g. Berikut adalah tabel obat-obatan non-opioid yang sering digunakan
untuk anak:
Obat-obatan non-opioid
Obat Dosis Keterangan
Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi kecil, efek gastrointestinal dan
4-6 jam hematologi minimal
Ibuprofen 5-10mg/kgBB oral, setiap 6- Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan
8 jam gangguan hepar/renal, riwayat perdarahangastrointestinal atau hipertensi.
Naproksen 10-20mg/kgBB/hari oral, Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan
terbagi dalam 2 dosis disfungsi renal. Dosis maksimal 1g/hari.
Diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8-12 Efek antiinflamasi. Efek samping sama dengan
jam ibuprofen dan naproksen. Dosis maksimal
50mg/kali.
h. Panduan penggunaan opioid pada anak:
i.
Pilih rute yang paling sesuai. Untuk pemberian jangka panjang,
pilihlah jalur oral.
ii. Pada penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja
singkat dengan dosis 50%-200% dari dosis infus perjam
kontinu prn.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
34/39
31
iii. Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam,
naikkan dosis infus IV per-jam kontinu sejumlah: total dosis
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
35/39
32
opioid prn yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif
lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus sebesar
50%.
iv.
Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya.
v. Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas , tingkatkan
dosis sebesar 50%.
vi. Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien yang
menerima opioid >1 minggu, harus dilakukan tapering-off ( untuk
menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari,
lalu kurangi sebesar 25% setiap 2 hari. Jika dosis ekuivalen dengan
dosis morfin oral (0,6 mg/kgBB/hari), opioid dapat dihentikan.
vii.
Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat
terakumulasi dan menimbulkan mioklonus, hiperrefleks, dan kejang.
i.
Terapi alternatif / tambahan:
i. Konseling
ii.
Manipulasi chiropractic
iii. Herbal
3.3. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT (GERIATRI)
1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang – orang≥ 65 yang
berusia tahun.
2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkat hingga dua kali lipatnya
dibandingkan dewasa muda.
3.
Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis,
kanker, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, reumatika
polimialgia, dan penyakit degenerative.
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri: sendi utama / penyangga tubuh,
punggung, tungkai bawah, dan kaki.
5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah:
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri
pada geriatric. b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
36/39
33
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid
6. Intervensi non-farmakologi
a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area
nosiseptif untuk menginduksi pelepasan opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan, dan akupuntur
c. Blok saraf dan radiasi area tumor
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif: terapi relaksasi,
umpan balik positif, hypnosis.
e. Fisioterapi dan terapi okupasi.
7.
Intervensi farmakologi (tekankan pada keamanan pasien)
a.
Non-opioid: OAINS, parasetamol, COX-2 inhibitor, antidepressant
trisiklik, amitriptilin, ansiolitik.
b. Opioid:
i. risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka
pendek).
ii. Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat / bulking agent untuk
mencegah konstipasi (preparat senna, sorbitol).
iii.
Berikan opioid jangka pendekiv. Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesik yang lebih
baik daripada pemberian intermiten.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
37/39
34
v. Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan.
vi. Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan
opioid sebesar 50-100% dari dosis semula.
c. Analgesik adjuvant
i. OAINS dan amfetamin: meningkatkan toleransi opioid dan
resolusi nyeri
ii. Nortriptilin, klonazepam, karbamazepin, fenitoin, gabapentin,
tramadol, mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik
iii. Antikonvulsan: untuk neuralgia trigeminal.
•
Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg
sehari dan dapat ditingkatkan menjadi 300 mg/hari
8.
Risiko efek samping OAINS meningkat pada lansia. Insidens perdarahan
gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 65 tahun.
9. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh penuaan, termasuk absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi.
10.
Pasien lansia cenderung memerlukan pengurangan dosis analgesik.
Absorbs sering tidak teratur karena adanya penundaan waktu transit atau
sindrom malabsorbsi.
11. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia.
12.
Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih
singkat.
13.
Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis
pengobatan.
14.
Efek samping penggunaan opioid yang paling sering dialami: konstipasi.
15.
Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya
pasien mengkonsumsi analgesik, antidepressant, dan sedasi secara rutin
harian.)
16.
Prinsip dasar terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu
naikkan perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan.
17.
Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan:
a.
Penurunan / keterbatasan mobilitas. Pada akhirnya dapat mengarah ke
depresi karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya danmenurunnya kemampuan fungsional.
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
38/39
35
b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat
menurunkan imunitas tubuh
c.
Control nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya
agitasi dan gelisah.
d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak.
Polifarmasi dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium.
19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia:
a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan
efek samping gastrointestinal lebih besar)
b. Opioid: pentazocine, butorphanol (merupakan campuran antagonis dan
agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia);
metadon, levorphanol (waktu paruh panjang)
c. Propoxyphene: neurotoksik
d. Antidepresan: tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik)
20.
Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnya harus diberikan
kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents).
21.
Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO (sama denganmanajemen pada nyeri akut).
a. Nyeri ringan-sedang: analgesik non-opioid
b. Nyeri sedang: opioid minor, dapat dikombinasikan dnegan OAINS dan
analgesik adjuvant
c. Nyeri berat: opioid poten
22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dosis
dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi
IV. DOKUMENTASI.
Semua pasien dilakukan pengkajian yang komprehensif tentang nyeri,
termasuk lokasi,karakteristik,onset/durasi,frekuensi,kualitas,intensitas,atau
beratnya nyeri dan faktor presipitasi pada saat assesment awal dan assesmen
ulang, dilakukan implementasi, dievaluasi dan semua hasil pengkajian,
implementasi dan evaluasi didokumentasikan dalam rekam medis pasien
-
8/19/2019 Panduan Manajemen Nyeri 2014
39/39
REFERENSI
1. Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain: current
understanding of assessment, management, and treatments. National
Pharmaceutical Council, Inc; 2001.
2.
Wallace MS, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts.
McGraw-Hill; 2005.
3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain
intensity instruments: numeric rating scale; 2003.
4. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St.
Louis: C.V. Mosby Company; 1986. h. 373.
5. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assessing distress in pediatric
intensive care environments: the COMFORT Scale. J Paed Psych. 1992;17:95-
109.
6. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari:
www.hospitalsoup.com
7. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008.
8.
Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy
Forum. Adult pain management guidelines. NHS; 2006.
9. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of chronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011.
10. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be
asked. Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009.