paper politik dan demokrasi

55
POLITIK DAN DEMOKRASI Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Tingkat Pemilihan Nasional dan Daerah yang di bina oleh Bapak Mochamad Rozikin.Drs,MAP Oleh: Mega Fataya 125030100111087 Arina Dinal Khaq 125030100111068 Yunita Rahmawati 125030100111070 Wulan Fitriawati 125030107111105 FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

Upload: indah-setyo

Post on 03-Dec-2015

244 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Politik Dan Demokrasi

POLITIK DAN DEMOKRASI

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Tingkat Pemilihan

Nasional dan Daerah yang di bina oleh Bapak Mochamad Rozikin.Drs,MAP

Oleh:

Mega Fataya 125030100111087

Arina Dinal Khaq 125030100111068

Yunita Rahmawati 125030100111070

Wulan Fitriawati 125030107111105

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

A. Ilmu Politik

Page 2: Paper Politik Dan Demokrasi

1. Perkembangan Ilmu Politik

Ilmu politik lahir pada abad ke-19 dan dipandang semata-mata sebagai salah

satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memilki dasar, rangka, fokus, dan ruang

lingkup yang jelas. Pada abad tersebut, ilmu politik berkembang secara pesat

berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi,

antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam perkembangan ini ilmu-ilmu tersebut

saling mepengaruhi antara satu dengan yang lain. Selain itu, ilmu politik ditinjau

dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasional dari berbagai

aspek negara dan kehidupan politik. Hal tersebut kemudian ilmu politik sendiri sering

dinamakan sebagai ilmu sosial yang tertua di dunia.

Pada taraf perkembangan seperti demikian itulah kemudian, ilmu politik

banyak bersandar pada sejarah dan filsafat. Seperti hal nya di Yunani Kuno,

pemikiran mengenai sejarah sudah dimulai pada tahun 459 S.M, hal tersebut terbukti

dalam karya-karya ahli sejarah Herodotus, atau filsuf-filsuf seperti Plato, Aristoteles,

dan sebagainya. di Asia ada beberapa pusat kebudayaan, antara lain India dan China

yang telah mewariskan berbagai tulisan politik yang bermutu. Tulisan-tulisan dari

India terkumpul antara lain dalam kesusastraan Dharmasastra dan Arthasastra yang

berasal dari masa kira-kira pada tahun 500 S.M. Diantara filsuf China yang terkenal

ialah Confucius (± 350 S.M) dan mazhab Legalist, seperti Shang Yang (± 350 S.M).

Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulis yang membahas mengenai

masalah sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada

masa Majapahit sekitar abad ke-13 dan ke -15 Masehi dan Babad Tanah Jawi.

Sayangnya di negara-negara Asia tersebut kesusastraan yang mencakup bahasan

politik mulai akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran karena terdesak oleh

pemikiran barat yang dibawa oleh negara-negara seperti Inggris, Jerman, Amerika

Serikat, dan Belanda dalam rangka imperialism. Dinegara-negara benua Eropa seperti

Jerman, Austria, dan Perancis bahasan mengenai politik dalam abad ke-18 dan ke-19

banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum dan karena itu fokus perhatiannya adalah

semata-mata hanya tertuju pada negara. Di Inggris permasalahn politik dianggap

termasuk filsafat, terutama moral philosophy, dan bahasanya tidak dapat terlepas dari

sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libredes Politiques di Paris (1870)

dan London School of Economics and Political Science (1895), meupakan ilmu

pertama kali di negara-negara tersebut yang dianggap sebagai displin tersendiri yang

patut dan mendapat tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian,

Page 3: Paper Politik Dan Demokrasi

pengaruh dari ilmu hukum, filsafat, dan sejarah sampai Perang Dunia II masih tetap

terasa.

Perkembangan yang berbeda terdapat di Amerika Serikat. Dimana hal tersebut

bermula dari adanya tekanan yuridis seperti yang terdapat di Eropa yang sangat

menginginkan untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis itu, dan lebih

mendasarkan diri pada kumpulan data empiris. Pada perkembangan yang bertepatan

dengan perkembangan sosiologi dan psikologis, sehingga kedua cabang ilmu sosial

ini banyak mempengaruhi metodologi dan terminologi ilmu politik pada tahun 1858.

Kejadian di Amerika tersebut dianggap sebagai pengakuan pertama terhadap ilmu

politik sebagai ilmu tersendiri. Perkembangan selanjutnya berjalan secara cepat, yang

dapat dilihat juga dari didirikannya American Politic Science Assosiation (APSA)

pada tahun 1904.

Sesudah Perang Dunia II perkembangan ilmu politik semakin pesat lagi.

Dinegeri Belanda, dimana sampai saat itu penelitian mengenai politik negara

dimonopli oleh fakultas hukum, didirikan Faculteit Sociale en Politieke

Wetenschappen (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik) pada tahun 1947 (sekarang

namanya Faculteit der Sociale Wetenschappen – Fakultas Ilmu Sosial) yang berada di

Amesterdam. Seperti pulan di Indonesia yang terdapat fakultas-fakultas serupa, yang

dinamakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) seperti di Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta. Disini ilmu politik menjadi jurusan tersendiri akan tetapi

karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila

pada awal perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh secara kuat oleh

ilmu tersebut. Namun demikian, dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang baru

berangsur-angsur mulai dikenal, dan sudah diterima baik oleh masyarakat.

Sementara itu, perkembangan ilmu-ilmu politik di Eropa Timur

memperlihatkan bahwa pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan yuridis

yang sudah lama digunakan, masih berlaku hingga dewasa ini. Tapi kemudian

perkembangan ilmu politik mengalami kemajuan dengan pesat setelah runtuhnya

komunisme pada akhir dekade 1990-an. Ini dicirikan dengan masih berlakunya

pendekatan tradisional tapi ditambah dengan pendekatan-pendekatan lain yang tengah

berkembang di negara-negara Barat. Pesatnya perkembangan ilmu politik sesudah

Perang Dunia II tersebut juga disebabkan karena mendapat dorongan kuat dari

beberapa badan Internasional, terutama UNESCO.

Page 4: Paper Politik Dan Demokrasi

Terdorong oleh tidak adanya keseragaman dalam terminology dan metodologi

dalam ilmu politik, UNESCO pada tahun 1948 menyelenggarakan suatu survei

mengenai kedudukan ilmu politik di kira-kira 30 negara. Proyek ini yang di pimpin

oleh W.Ebenstain dari Princeton University Amerika Serikat, kemudian dibahas oleh

beberapa ahli dalam suatu pertemuan di Paris dan menghasilkan buku Contemporary

Political Science (1948).Sebagai tindak lanjutnya UNESCO bersama International

Political Science Assosiation (IPSA) yang didirikan pada tahun 1949,

menyelenggarakan suatu penilitian mendalam yang mencakup kira-kira sepulu

negara, di antaranya negara-negara Barat besar, disamping India, Mexico, dan

Polandia. Pada tahun 1952 laporan-laporan ini dibahas dalam suatu konferensi di

Cambridge, Inggris, dan hasilnya disusun oleh W.A. Robson dari London School of

Economics and Political Sciences dalam buku The University Teaching of Social

Sciences: Political Sciences. Buku ini merupakan bagian dari suatu rangkaian

penerbitan UNESCO mengenai pengajaran beberapa ilmu sosial (termasuk ekonomi,

antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya ini merupakan

usaha Internasional untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempersatukan

beberapa pandangan yang berbeda-beda.

Selanjutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan dari

antropologi, psikologi, ekonomi, dan sosiologi, dan dengan demikian ilmu politik

telah dapat meningkatkan mutu dengan banyak mengambil model dari cabang-cabang

ilmu sosial lainnya. Hal ini telah banyak mengubah wajah ilmu politik. Berkat

berbagai usaha tersebut diatas, ilmu politik telah menjadi ilmu politik terpandang

yang perlu dipelajari untuk mengerti kehidupan politik.

2. Definisi Ilmu Politik

Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau

kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Politik mempunyai

arti penting karena sejak dulu kala masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan

baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber alam, atau perlu

dicari satu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas.

Pemikiran mengenai politik di dunia barat banyak dipengaruhi oleh filsuf Yunani

Kuno pada abad ke-5 S.M. Filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap bahwa

politics sebagai suatu usaha untuk mencapai masyrakat politik (polity) yang terbaik.

Dimana, dalam masyarakat tersebut nantinya masing-masing individu (manusia) akan

Page 5: Paper Politik Dan Demokrasi

hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan

rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi.

Namun demikian, pengertian politik sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat

yang lebih baik daripada yang dihadapinya. Seperti yang dikemukakan oleh Peter

Merkl: “Politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan

sosial yang baik dan berkeadilan.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah usaha untuk menetukan

peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk

membawa masyarakat kea rah kehidupan bersama yang harmonis. Usaha untuk

menggapai the good life ini terdiri dari berbagai macam kegiatan yang antara lain

menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem, serta cara-cara melaksanakan tujuan

itu. Utuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang

menyangkut pengaturan dan alokasi (allocation) dari sumber daya alam, perlu dimiliki

kekuasaan (power) serta wewenang (authority). Kekuasaan ini diperlukan baik untuk

membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul

dalam proses pengambilan keputusan. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi

(meyakinkan) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa adanya unsur

paksaan, kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent)

belaka. Di pihak lain, di negara demokrasi, kegiatan ini memerlukan kerja sama

karena kehidupan manusia bersifat kolektif. Dalam rangka ini politik pada dasarnya

dapat dilihat sebagai usaha penyelesaian konflik (conflict resolution) atau konsensus

(consensus).

Akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa dalam pelaksanaanya, disamping

adanya beberapa dampak positif, juga terdapat beberapa dampak negatif yang

ditimbulkan dari adanya kegiatan politik. Hal ini disebabkan karena politik

mencerminkan tabiat manusia, baik nalurinya yang baik maupun nalurinya yang

buruk. Perasaan manusia yang beraneka ragam sifatnya, sangat mendalam dan sering

saling bertentangan. Tidak heran jika dalam realitas sehari-hari kita sering kali

berhadapan dengan banyak kegiatan yang tidak terpuji, seperti yang telah dirumuskan

oleh Peter Merkl sebagai berikut; “Politik, dalam bentuk yang paling buruk, adalah

perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri.

Singkatnya, politik adalah perebutan kuasa, tahta, dan harta. Dibawah ini ada dua

sarjana yang menguraikan definisi politik yang berkaitan dengan masalah konlik dan

consensus.

Page 6: Paper Politik Dan Demokrasi

1. Menurut Rid Hague et al; “Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara

bagiamana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang

bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan

perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.

2. Menurut Andrew Heywood; “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang

betujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen

peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti

tidak dapat terlepas dari gejala konflik kerja sama.

Disamping itu terdapat beberapa definisi-definisi lain yang lebih bersifat

pragmatis. Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai disebabkan karena

ini diperlukan sebagai konsep pokok yang akan dipakai untuk meneropong unsur-

unsur lain. Dari uraian diatas dapat kita disimpulkan bahwa konsep-konsep pokok itu

adalah:

1. Negara (State)

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memilki kekuasaan

tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Para sarjana yang menekankan negara

sebagai inti dari politik, memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga kenegaraan

serta bentuk formalnya. Definisi-definisi ini bersifat tradisional dan agak sempit ruang

lingkupnya. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan institusional (institutional

approach).

2. Kekuasaan (Power)

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk

mempengaruhi seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.

Sarjana yang melihat kekuasaan inti dari politik beranggapan bahwa politik adalah

semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan

kekuasaan. Bisanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan (power struggle) ini

mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Pada

pendekatan ini banyak terpengaruh oleh sosiologi, yang memilki ruang lingkup lebih

luas dan juga mencakup gejala-gejala sosial seperti serika buruh, organisasi

keagamaan, organisasi kemahasiswaan, dan kaum militer. Pendekatan ini lebih

dinamis daripada pendekatan institusional karena memperhatikan proses.

Page 7: Paper Politik Dan Demokrasi

3. Pengambilan keputusan (Decision making)

Keputusan (decision) adalah hasil dari membuat pilihan di antara beberapa

alternatif, sedangkan istilah pengambilan kemputusan (decision making) menunjuk

pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan

sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan yang diambil

secara kolektif mengikat seluruh masyarakat. Keputusan-keputusan itu dapat

menyangkut tujuan masyarakat, serta dapat pula menyangkut kebijakan-kebijakan

untuk mencapai tujuan itu. Setiap proses membentuk kebijakan umum atau kebijakan

pemerintah adalah hasil dari suatu proses mengambil keputusan, yaitu memilih

beberapa alternatif yang akhirnya ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah. Misalnya

jika Indonesia memutuskan untuk memberi prioritas kepada pengembangan pertanian

(seperti dalampelita I), maka hal ini merupakan suatu keputusan yang diambil sesudah

mempelajari beberapa alternatif lain misalnya memprioritaskan industri.

4. Kebijakan (Policy, Beleid)

Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh

seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk

mencapai tujuan itu. Pada prinsinya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu

mempunyai kekuasaan untuk melaksanaknnya. Para sarjana menekankan aspek

kebijakan umum (public policy, beleid), menganggap bahwa setiap masyarakat

mempunyai beberapa tujuan bersama dan cita-cita bersama yang ingin dicapai melalui

usaha bersama, dan untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat, yang

dituang dalam kebijakan (policies) oleh pihak yang berwenang dalam hal ini adalah

pemerintah.

5. Pembagian (Distribution) atau alokasi (allocation)

Pembagian (distribution) dan alokasi (allocation) ialah pembagian dan nilai-

nilai (values) dalam masyarakat. Sarjana yang menekankan pada pembagian dan

alokasi beranggapan bahwa politik tidak lain dan tidak bukan adalah membagikan dan

menglokasikan nilai-nilai secara mengikat. Yang ditekankan oleh mereka adalah

bahwa pembagian ini sering tidak merata dan karena itu menyebabkan konflik.

Masalah tidak meratanya pembagian nilai-nilai perlu diteliti dalam hubungannya

dengan kekuasaan dan kebijakan pemerintah. Dalam ilmu sosial, suatu nilai (value)

Page 8: Paper Politik Dan Demokrasi

adalah sesuatu yang dianggap baik dan benar. Sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang

mempunyai harga dan oleh karenanya dianggap baik dan benar, sesuatu yang ingin

dimiliki oleh manusia. Nilai ini dapat bersifat abstrak seperti penilaian (judgement)

atau suatu asas seperti misalnya kejujuran, kebebasan berpendapat dan kebebasan

mimbar. Nilai juga bersifat konkret (material) seperti rumah, kekayaan, dan

sebagainya.

3. Konsep-konsep Politik

Dalam perkembangan konsep ilmu politik terdapat lima pandangan yang

meliputinya. Yaitu Pertama, politik dipandang sebagai usaha-usaha yang ditempuh

oleh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua,

politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan

pemerintahan. Ketiga, politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari

dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik sebagai kegiatan

yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik

sebagai konflik dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan sumber-sumber

yang dianggap penting. Pandangan-pandangan dalam ilmu politik tersebut dijelaskan

lebih lanjut sebagai berikut:

1. Pandangan Klasik

Aristoteles mengemukakan bahwa pandangan klasik melihat politik

sebagai suatu asosiasi warga negara yang berfungsi membicarakan dan

menyelenggarakan hal ihwal yang menyangkut kebaikan bersama seluruh

anggota masyarakat. Ia membedakan urusan-urusan yang menyangkut

kebaikan bersama (kepentingan publik) dengan urusan-urusan yang

menyangkut kepentingan individu atau kelompok masyarakat (swasta).

Urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama memiliki nilai moral

yang lebih tinggi dari pada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan

individu atau swasta.

Konsep politik menurut pandangan klasik ini nampak sangat kabur.

Ketidakjelasan ini akan menghadapkan kita kepada kesukaran dalam

menentukan patokan kepentingan umum yang disetujui bersama dalam

masyarakat. Namun, satu hal yang patut mendapatkan perhatian dari

pandangan klasik berupa penekanan yang diberikan pada “apa yang

seharusnya” dicapai demi kebaikan bersama seluruh warga negara polis,

Page 9: Paper Politik Dan Demokrasi

dan “dengan cara apa sebaiknya” tujuan-tujuan itu dicapai. Dengan kata

lain, pandangan klasik lebih menekankan aspek filosofis (idea dan etik)

dari pada aspek politik.

Dalam pengertian politik terkandung tujuan dan etik masyarakat

yang jelas. Berpolitik ialah membicarakan dan merumuskan tujuan-tujuan

yang hendak dicapai dan ikut serta dalam upaya mengejar tujuan bersama.

Barangkali aspek filosifis ini yang merupakan kelebihan, dan arena itu

menjadi ciri khas pandangan klasik. Dalam hal ini aspek-aspek filosofis

lebih ditekankan dari pada aspek politik. Oleh karena itu metode kajian

yang digunakan bukan empirisme, melainkan metode spekulatif-normatif.

2. Pandangan Kelembagaan

Pandangan ini melihat politik sebagai hal yang berkaitan dengan

penyelenggaraan negara. Max Weber melihat politik merupakan

persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk

mempengaruhi pembagian kekuasaan antarnegara maupun antar kelompok

di dalam suatu Negara. Dalam hal ini, Max Weber merumuskan negara

sebagai komunitas manusia yang secara sukses memonopoli penggunaan

paksaan fisik yang sah dalam wilayah tertentu.

Negara dipandang sebagai sumber utama hak untuk menggunakan

paksaan fisik yang sah. Oleh karena itu, politik bagi Weber merupakan

persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk

mempengaruhi pembagian kekuasaan antar negara maupun antar

kelompok di dalam suatu negara. Menurutnya, negara merupakan suatu

struktur administrasi atau organisasi yang kongkret, dan ia membatasi

pengertian negara semata-mata sebagai paksaan fisik yang digunakan

untuk memaksakan ketaatan.

Berdasarkan pendapat Weber tersebut di atas dapat disimpulkan

tiga aspek sebagai ciri negara, yaitu:

a. Berbagai struktur yang mempunyai fungsi yang berbeda,

seperti jabatan, peranan, dan lembaga-lembaga yang memiliki

tugas yang jelas batasnya, yang bersifat kompleks, formal, dan

permanen.

Page 10: Paper Politik Dan Demokrasi

b. Kekuasaan untuk menggunakan paksaan dimonopoli oleh

negara. Negara yang memiliki kewenangan yang sah untuk

membuat keputusan yang final dan mengikat seluruh warga

negara. Para pejabatnya mempunyai hak untuk menegakkan

keputusan itu seperti menjatuhkan hukuman dan menanggalkan

hak milik. Dalam hal ini, untuk melaksanakan kewenangan

maka negara menggunakan aparatnya seperti polisi, militer,

jaksa, hakim, dan petugas lembaga pemasyarakatan.

c. Kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik hanya

berlaku dalam batas-batas wilayah negara tersebut.

Sebelum perang dunia kedua, para sarjana ilmu politik

mengidentifikasikan politik sebagai studi mengenai negara.

Dalam hal ini, ada berbagai literatur yang berjudul “pengantar

ilmu politik” yang diawali dengan pernyataan ilmu politik

bermula dan berakhir dengan negara.

Akan tetapi, saat ini para sarjana ilmu politik tidak lagi

menggunakan konseptualisasi itu, sebab mereka berpendapat bahwa politik

merupakan gejala serba hadir dalam masyarakat apa saja, yang tidak

terbatas pada masyarakat negara atau negara modern. Lalu mereka mencari

dan merumuskan konsep politik yang sejauh mungkin dapat diterapkan

dalam sebanyak mungkin tempat dan waktu. Pandangan Kelembagaan

menimbulkan empat kritik, yaitu: Pertama, konsep itu terlalu sempit, ciri-

ciri negara yang disebutkan itu berlaku pada masyarakat yang berbentuk

negara, khususnya negara-negara industri maju seperti Eropa Barat, dan

Amerika Utara. Sebagaimana diketahui ada berbagai masyarakat suku atau

masyarakat yang baru merdeka, yang sekalipun belum memenuhi ciri-ciri

negara modern akan tetapi sudah malaksanakan proses dan kegiatan

politik.

Masyarakat yang disebutkan terakhir ini belum memenuhi ciri-ciri

negara modern, hal tersebut disebabkan antara lain :

a. Belum ada diferensiasi struktur dan spesialisasi peranan yang

jelas. Satu struktur melaksanakan lebih dari satu fungsi.

Page 11: Paper Politik Dan Demokrasi

Dengan kata lain struktur masyarakatnya masih bersifat

sederhana dan informal, akan tetapi kegiatan politik sudah

berlangsung.

b. Tidak memiliki struktur yang memonopoli kewenangan dalam

menggunakan paksaan fisik sebab kekuasaan terpencar atau

terdistribusi kepada seluruh anggota masyarakat. Sanksi

biasanya lebih kepada sanksi moral dan psikologis seperti

pengucilan dari pergaulan, sindiran, teguran, dan gossip.

c. Batas wilayah masyarakat belum jelas sebab penduduk

cenderung berpindah, termasuk apabila mereka tidak senang

kepada pemimpin mereka.

Kedua, di negara-negara industri maju kekuasaan tidak terpusat

pada negara melainkan terdistribusikan pada negara-negara bagian, dan

kepada berbagai kekuatan politik dalam masyarakat. Ketiga,

konseptualisasi di atas terlalu melihat negara dari sudut pandang yuridis-

formal sehingga negara cenderung dilihat sebagai gejala yang statis.

Keempat, yang melakukan kegiatan bukan lembaga negara (yang tidak

memiliki nilai dan kepentingan), tetapi elit yang memegang jabatan

tersebut yang ternyata memiliki nilai dan kepentingan sendiri. oleh karena

itu, perilaku elit yang memiliki jabatan pada lembaga tersebut yang

dipelajari, bukannya lembaganya. Demikian kritik yang diajukan oleh

kaum behavioralist.

Akan tetapi, pada tahun 1980-an sejumlah ilmuwan politik

Amerika Serikat kembali menjadikan negara sebagai fokus kajian. Mereka

memandang negara tidak lagi sekadar arena persaingan kepentingan di

antara berbagai kepentingan dalam masyarakat, tetapi juga sebagai

lembaga yang memiliki otonomi (terlepas dari pengaruh masyarakat), dan

memiliki kemampuan (yang melaksanakan kebijakan yang dibuat sendiri).

negara dilihat sebagai lembaga yang memiliki kepentingan yang berbeda

dari berbagai kepentingan yang bersaing atau bertentang yang ada di

dalam masyarakat. Pandangan ini disebut juga statist perspective

(perspektif negara).

Page 12: Paper Politik Dan Demokrasi

3. Pandangan Kekuasaan

Pandangan ketiga, melihat politik sebagai kegiatan mencari dan

mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, ilmu

politik dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari hakikat, kedudukan,

dan penggunaan kekuasaan di manapun kekuasaan itu ditemukan. Robson

dalam (Surbakti : 1999 : 5), merupakan salah seorang yang

mengembangkan pandangan tentang kekuasaan mengatakan bahwa, ilmu

politik sebagai ilmu yang memusatkan perhatian pada perjuangan untuk

memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan,

mempengaruhi pihak lain, ataupun menentang pelaksanaan kekuasaan.

Ilmu politik mempelajari hal ihwal yang berkaitan dengan kekuasaan

dalam masyarakat, yakni sifat, hakikat, dasar, proses-proses, ruang

lingkup, dan hasil-hasil kekuasaan.

Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah yang dimaksud

dengan kekuasaan? Menurut pandangan ini, kekuasaan merupakan

kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berfikir dan berperilaku

sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi. Kekuasaan dilihat sebagai

interaksi antara pihak yang dipengaruhi dan mempengaruhi, atau yang satu

mempengaruhi dan yang lain mematuhi. Hubungan ini selalu diamati dan

dipelajari oleh ilmuwan politik yang mengikuti pandangan ketiga ini.

Konsep politik sebagai perjuangan mencari dan mempertahankan

kekuasaan juga memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, konseptualisasi

tersebut tidak membedakan kekuasaan yang beraspek politik dari

kekuasaan yang tidak beraspek politik. Misalnya, kemampuan para kiyai

atau pendeta untuk mempengaruhi jamaah agar melaksanakan ajaran

agama tidaklah beraspek politik.

Hal itu karena tidak berkaitan dengan pemerintah selaku pemegang

kewenangan yang mendistribusikan nilai-nilai, melainkan menyangkut

lingkungan masyarakat yang lebih terbatas. Namun, apabila

konseptualisasi di atas diikuti maka kemampuan para pemimpin agama

untuk mempengaruhi cara berfikir dan perilaku anggota jamaah termasuk

dalam kategori kegiatan politik. Kedua, kekuasaan hanya salah satu

konsep dalam ilmu politik. Selain kekuasaan, ilmu politik masih memiliki

konsep-konsep yang lain seperti kewenangan, legitimasi, konflik,

Page 13: Paper Politik Dan Demokrasi

konsensus, kebijakan umum, integrasi politik, dan ideologi. Jadi politik

sebagai kegiatan mencari dan mempertahankan kekuasaan semata dalam

ilmu politik merupakan konseptualisasi yang sempit dan kurang tajam.

Walaupun harus diakui bahwa konsep kekuasaan politik merupakan salah

satu konsep yang tidak terpisahkan dari ilmu politik.

4. Pandangan Fungsionalisme

Fungsionalisme memandang politik sebagai kegiatan merumuskan

dan melaksanakan kebijakan umum. Menyimpang dari pandangan

kelembagaan tersebut di atas. Dewasa ini para sarjana politik memandang

politik dari kacamata fungsional. Menurut mereka, politik merupakan

kegiatan para elit politik dalam membuat dan melaksanakan kebijakan

umum. Di antara sarjana politik yang menggunakan pandangan fungsional

dalam mempelajri gejala politik ialah David Easton dan Harold Lasswell.

David Easton merumuskan politik sebagai the authoritative allocation of

values for a society, atau alokasi nilai-nilai secara otoritatif, berdasarkan

kewenangan, dan karena itu mengikat untuk suatu masyarakat.

Oleh karena itu, yang digolongkan sebagai perilaku politik berupa

setiap kegiatan yang mempengaruhi (mendukung, mengubah, menentang)

proses pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Sementara

itu, Lasswell menyimpulkan proses politik sebagai masalah who gets

what, when, how, atau masalah siapa yang mendapatkan apa, kapan, dan

bagaimana. “Mendapatkan apa” artinya mendapatkan nilai-nilai, “Kapan”

berarti ukuran pengaruh yang digunakan untuk menentukan siapa yang

akan mendapatkan nilai-nilai terbanyak, “Bagaimana” berarti dengan cara

apa seseorang mendapatkan nilai-nilai. Kemudian yang menjadi

pertanyaan, apa yang dimaksud dengan nilai-nilai sebagai hal-hal yang

diinginkan, hal-hal yang dikejar oleh manusia, dengan derajat kedalaman

upaya yang berbeda untuk mencapainya.

Nilai-nilai itu ada yang bersifat abstrak berupa prinsip-prinsip

hidup yang dianggap baik seperti keadilan, keamanan, kebebasan

persamaan, demokrasi, kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa,

kemanusiaan, kehormatan, dan nasionalisme. Di samping yang bersifat

abstrak, ada pula nilai-nilai yang bersifat kongkret seperti pangan,

sandang, perumahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, sarana

Page 14: Paper Politik Dan Demokrasi

perhubungan, komunikasi, dan rekreasi. Nilai-nilai itu ada yang berupa

kebutuhan spiritual, ada pula yang berupa kebutuhan materi-jasmaniah.

Nilai yang abstrak dan kongkrit itu dirumuskan dalam bentuk kebijakan

umum yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Jadi, kegiatan

mempengaruhi pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan

kebijakan umum berarti mempengaruhi pembagian dan penjatahan nilai-

nilai secara otoritatif untuk suatu masyarakat.Kelemahan pandangan

fungsionalisme adalah menempatkan pemerintah sebagai sarana dan wasit

terhadap persaingan di antara berbagai kekuatan politik untuk

mendapatkan nilai-nilai yang terbanyak dari kebijakan umum.

Fungsionalisme mengabaikan kenyataan bahwa pemerintah juga

memiliki kepentingan sendiri, baik berupa kepentingan yang melekat pada

kepentingan lembaga pemerintah (yang mewakili kepentingan umum),

maupun kepentingan para elit yang memegang jabatan (melaksanakan

peranan).

Di samping itu, fungsionalisme cenderung melihat nilai-nilai secara

instrumental bukan sebagai tujuan seperti yag ditekankan pandangan

klasik. Bagi fungsionalisme nilai-nilai sebagai tujuan bersifat sangat relatif

karena berbeda dari satu tempat dan waktu ke tempat dan waktu yang lain.

Dalam hal ini, politik tidak dapat pernah bersifat netral, bahwa politik

secara ideal seharusnya menyangkut kebaikan bersama.

5. Pandangan Konflik

Menurut pandangan ini, kegiatan untuk mempengaruhi proses

perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum tiada lain selain upaya untuk

mendapatkan dan/atau mempertahankan nilai-nilai. Dalam

memperjuangkan hal itu seringkali terjadi perbedaan pendapat, perdebatan,

persaingan, bahkan pertentangan yang bersifat fisik di antara berbagai

pihak. Dalam hal ini di antara pihak yang berupaya mendapatkan nilai-

nilai, dan pihak yang berupaya keras mempertahankan apa yang selama ini

telah mereka dapatkan, antara pihak yang sama-sama berupaya keras untuk

mendapatkan nilai-nilai yang sama dan pihak yang sama-sama

mempertahankan nilai-nilai yang selama ini mereka kuasai.

Perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan

dan perebutan dalam mendapatkan dan/atau mempertahankan nilai-nilai

Page 15: Paper Politik Dan Demokrasi

disebut konflik. Oleh karena itu menurut pandangan konflik, pada

dasarnya politik adalah konflik. Pandangan ini ada benarnya sebab konflik

merupakan gejala yang serba hadir dalam masyarakat, termasuk dalam

proses politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yang melekat dalam

setiap proses politik. Akan tetapi, konseptualisasi ini tidak seluruhnya

tepat. Hal tersebut disebabkan selain konflik, konsensus, kerja sama, dan

integrasi juga terjadi dalam hampir semua proses politik. Perbedaan

pendapat, perdebatan, persaingan, dan pertentangan untuk mendapatkan

dan/atau mempertahankan nilai-nilai itu justru diselesaikan melalui proses

dialog sehingga sampai pada suatu konsensus maupun diselesaikan lewat

kesepakatan dalam bentuk keputusan politik yang merupakan pembagian

dan penjatahan nilai-nilai.

Oleh karena itu, keputusan politik merupakan upaya menyelesaikan

konflik politik. Kelemahan lain dari konseptualisasi ini ialah konflik tidak

semua berdimensi politik sebab selain konflik politik terdapat pula konflik

pribadi, konflik ekonomi, konflik agama yang tidak selalu diselesaikan

melalui proses politik. Apabila konflik-konflik yang disebutkan terakhir

ini berkaitan dengan pemerintah atau diselesaikan melalui proses politik

maka konflik-konflik yang semula tidak berdimensi politik berkembang

menjadi konflik politik. Dari segi metodologi, kelima pandangan ini

acapkali dikelompokkan menjadi dua kategori umum, yakni tradisionalme

dan behavioralisme. Ilmu politik tradisionalisme memandang gejala politik

dari segi normatif, dan menganggap tugas ilmu politik untuk memahami

dan memberikan gejala politik, bukan menjelaskan apalagi memperkirakan

apa yang akan terjadi. Ilmu politik tradisional melihat politik sebagai

perwujudan tujuan masyarakat-negara. Termasuk ilmu politik tradisional

dalam hal ini berupa pandangan klasik dan pandangan kelembagaan.

Behavioralisme memandang politik dari segi apa adanya (what it

is) yang berupaya menjelaskan mengapa gejala politik tertentu terjadi,

kalau mungkin juga memperkirakan gejala politik apa yang akan terjadi.

Behavioralisme memandang politik sebagai kegiatan (perilaku), yang

berawal dari asumsi terdapat keajegan atau pola dalam perilaku manusia.

Oleh karena itu, politik sebagai pola perilaku dapat dijelaskan dan

Page 16: Paper Politik Dan Demokrasi

diperkirakan. Termasuk behavioralisme dalam hal ini berupa pandangan

kekuasaan, pandangan konflik, dan pandangan fungsionalisme.

4. Pendekatan-pendekatan dalam Politik

Didalam ilmu politik terdapat enam macam pendekatan yaitu:

1. Pendekatan Legal/institusional

Negara menjadi fokus utama dalam pendekatan ini, terutama pada aspek

yuridis dan konstitusional. Pada pendekatan ini Negara menjadi fokus utama,

terutama konstitusional dan yurisidisnya. Pendekatan Legal/Rasional menjelaskan

mengenai sifat dari undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan dan

kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan seperti

parlemen, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Pendekatan ini sering disebut

sebagai pendekatan Tradisional. Pendekatan tradisional mencakup unsur illegal

maupun unsur institusional.

Pendekatan Legal/Rasional lebih sering bersifat normatif dengan

mengasumsikan norma-norma demokrasi baratserta Negara lebih di tafsirkan

sebagai suatu badan dari norma-norma konstitusional yang formal. Pada

pertengahan 1930-an para sarjana di amerika serikat mulai mengemukakan suatu

pandangan yang lebih melihat politik sebagai proses, dan negara sarana perebutan

ktujuanekuasaan antara berbagai kelompok. Serta bagi mereka politik adalah

kekuasaan, terutama kekuasaan yang menentukan kebijakan publik.

2. Pendekatan Perilaku

Pendekatan ini muncul dan berkembang di amerika pada tahun 1950-an.

Kemunculannya disebabkan oleh sifat deskriptif dari ilmu politikdianggap tidak

memuaskan, adanya kekhawatiran bahwa jika ilmu politik tidak akan maju dengan

pesat, dan munculnya keraguan mengenai kemampuan para sarjana ilmu politik

untuk menerangkan fenomena politik di kalangan pemerintah Amerika.

Pendekatan ini tidak menganggap lembaga-lembaga formal sebagai sentral atau

actor independen, tetapi sebagai kerangka. Prilaku ini mempelajari prilaku

anggota parleman seperti pola pemberian suara rancangan undang-undang. Salah

satu ciri khas dari pendekatan prilaku ini adalah pandangan bahwa masyarakat

dapat melihat sebagai suatu sistem sosial, dan Negara sebagai sistem politik yang

menjadi subsistem dari sistem sosial.

Page 17: Paper Politik Dan Demokrasi

3. Pendekatan Neo-Marxis

Kalangan Neo-Marxis berasal dari kalanagan cendekiawan yang berasal

dari Kalangan “Bor juis. Seprti cendekiawan lainnya mereka enggan bergabung

debgan partai politik atau organisasi. Para Neo-Marxis ini, disatu sisi menolak

komunisme dari uni-soviet, di pihat lain tidak setuju dengan kapitalisme. Salah

satu kelemahan pada golongan ini adalah bahwa mereka mempelajari Marx dalam

keadaan dunia yang banyak berubah. Marx meninggal pada tahun 1883.

pemikirannyalah yang yang ditafsirkan menjadi Marxisme.Secara holistik, mereka

berpendapat bahwa keseluruhan gejala sosial merupakan gejala kesatuan yang

tidak boleh dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tersendiri. Politik adalah

perjuangan antar kelompok sosial khususnya kelas sosial. Pandangan ini Setia

untuk terlibat dalam perjuangan kelompok sosial atau kelas yang tertindas.

4. Pendekatan Ketergantungan

Bertolak belakang dengan konsep Lenin mengenai imprealisme, mereka

beranggapan bahwa imprealisme masih hidup tapi dalam bnetuk lain seprti

ekonomi yang didominasi Negara-negara kaya. Pembangunan Negara kurang

maju selalu berkaitan dengan kepentingan pihak lain seperti:

1) Negara jajahan dapat menyediakan sumber daya manusia atau sumber daya

alam.

2) Negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil produksi Negara maju.

Pendekatan ini berpendapat bahwa gejala ini sudah menjadi gejala seluruh

dunia. Pendekatan ketergantungan juga memandang akibat dari dominasi ekonomi

yang mana dapat dilihat dari membumbungnya hutang dan kesenjangan sosial.

5. Pandangan Pilihan Rasional

Pendekatan ini muncul dan berkembang setelah pertentangan anatara

pendekatan-pendekatan sebelumnya. Inti dari politik menurut pendekatan ini

adalah individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik. Sebagai mahkluk

rasional mereka selalu memiliki tujuan tersendiri. Pelaku rasional ini terutama

politisi, birokrat, pemilih, dan aktor ekonomi, pada dasrnya egois dan segalanya

tindakannya berdasarkan kecenderungan ini. Dasar dari pendekatan ini adalah :

1) Tindakan manusia adalah instrument agar perilaku manusia dapat dijelaskan

sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan yang sedikit banyak jarak jauh.

2) Para aktor merumuskan perilakunya melalui perhitungan rasional mengenai

aksi mana yang akan memaksimalkan keuntungannya.

Page 18: Paper Politik Dan Demokrasi

3) Proses sosial berkala besar termasuk hal-hal seperti ratings, institusi dan

praktik-praktik merupakan hasil dari kalkulasi seperti itu.

6. Pandangan Institusional Baru

Institusionalisme baru melihat institusi Negara sebagi hal yang dapat

diperbaiki kearah tujuan tertentu. Pendekatan ini sebenarnya dipicu oleh

pendekatan behavioralis yang melihat politik dari kebijakan public sebagai hasil

dari perilaku dari kelompok besar atau massa, dan pemerintahan sebagai institusi

yang hanya mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari institusi

tergantung dari aktornya. Ada semacam konsensus bahwa inti dari institusi politik

adalah rules or the game (Aturan main). Institusi tidak hanya merupakan refleksi

dari kekuatan sosial. Institusi seperti pemerintahan, parlemen, parpol, dan

birokrasi. Dapat dikatakan suatu institusi adalah organisasi yang tertata melalui

pola prilaku yang diatur oleh peraturan.

B. Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos artinya rakyat

dan kratein artinya pemerintah. Secara sederhana, demokrasi berarti pemerintahan

oleh rakyat, dalam hal ini kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Menurut

Abraham Lincoln demokrasi secara sederhana berarti pemerintahan dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sedangkan menurut Koentjoro Poerbopranoto

demokrasi adalah sebuah sistem dimana rakyat ikut berpartisipasi secara aktif

dalam pemerintahan negara. Dalam pengertian yang lebih kompleks, demokrasi

berarti suatu sistem pemerintahan yang mengabdi kepada kepentingan rakyat

dengan tanpa memandang partisipasi mereka dalam kehidupan politik, sementara

pengisian jabatan-jabatan publik dilakukan dengan dukungan suara rakyat dan

merekan memiliki hak untuk memilih dan dipilih.

Pada masa kini, ketika jumlah penduduk semakin banyak, kita

membutuhkan demokrasi perwakilan untuk memutuskan berbagai persoalan

bersama. Maka dibentuklah pemerintahan dan dewan perwakilan yang dipilih oleh

rakyat. Dengan demikian, lembaga-lembaga tersebut memiliki mandat dari rakyat

untuk menjalankan tugas eksekutif dan legislatif. Karena dipilih dan memperoleh

Page 19: Paper Politik Dan Demokrasi

mandat dari rakyat, maka merekapun harus mempertanggungjawabkan

penyelenggaraan pemerintahan tersebut kepada rakyat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi.

2. Ciri-ciri Pemerintahan Demokrasi

Sebuah Negara bisa di sebut sebagai Negara demokrasi manakala memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kedaulatan rakyat

Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi. Dalam Negara demokrasi,

pemilik kedaulatan adalah rakyat bukan penguasa. Kekuasaan tertinggi

ada pada rakyat. Kekuasaan yang dimiluki oleh penguasa berasal dari

rakyat.

b. Pemerintahan didasarkan pada persetujuan rakyat

Prinsip ini menghendaki adanya pengawasan rakyat terhadap

pemerintahan. Dalam hal ini, penguasa Negara tidak bisadan tidak

boleh menjalankan kehidupan  Negara berdasarkan kemauannya

sendiri.

c. Pemerintahan mayoritas dan perlindungan hak-hak minoritas

Prinsip ini menghendaki adanya keadilan dalam keputusan. Keputusan

yang sesuai dengan kehendak rakyat. Dalam kenyataan, kehendak

rakyat bias berbeda-beda, tidak sama. Dalam hal demikian, berlaku

prinsip majority rule . maksudnya keputusan diambil sesuai kehendak

mayoritas rakyat. Namun, keputusan tersebut hatus menghormati hak-

hak minoritas (minority rights).

d. Jaminan hak-hak asasi manusia

Prinsip ini menghendaki adanya jaminan hak-hak asasi. Jaminan

tersebut dinyatakan  dalam konstitusi. Jaminan hak asasi itu sekurang-

kurangnya meliputi hak-hak dasar. Hak-kah tersebut meliputi: hak

mengemukakan pendapat, berekspresi, dan pers bebas; hak beragama;

hak hidup, hak berserikat dan berkumpul; hak persamaan perlindungan

hokum; hak atas proses peradilan yang bebas. Namun demikian. Di

Page 20: Paper Politik Dan Demokrasi

sini berlaku prinsip: hak asasi manusia harus senantiasa dikembangkan

(diperbaiki, dipertajam, dan ditambah hak-hak lainnya).

e. Pemilu yang bebas dan adil

Prinsip ini menghendaki adanya pergantian pimpinan pemerintahan

secara damai dan teratur. Hal ini penting untuk menjaga agar

kedaulatan rakyat tidak di selewengkan. Untuk itu

diselenggarakanpemilihan umum (pemilu).

f. Persamaan di depan hukum

Prinsip ini menghendaki adaanya persamaan politik. Maksudnya,

secara hukum (didepan hukum) setiap warga Negara mempunyai

kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan

keputusan politik. Jadi, siapa saja memiliki kesempatan yang sama

untuk berpartisipasi. Itu berarti tidak boleh ada sikap membeda-

bedakan (diskriminasi), entah berdasarkan suku, ras, agama,

antargolongan maupun jenis kelamin.

g. Perlindungan hukum

Prinsip ini menghendaki adanya perlindungan hukum warga Negara

dari tindakan sewenang-wenang oleh Negara. Misalnya warga Negara

tak boleh di tangkap tanpa alasan hukum yang jelas; warga Negara tak

boleh dipenjarakan tanpa melalui proses hukum yang terbuka.

h. Pemerintahan di batasi oleh konstitusi

Prinsip ini menghendaki adanya pembatasan kekuasaan pemerintah

melalui hokum. Pembatasan itu di tuangkan dalam konstitusi.

Selanjutnya konstitusi itu menjadi dasar penyelenggaraan Negara yang

harus di patuhi oleh pemerintah. Itulah sebabnya pemerintahan

demokrasi sering di sebut “demokrasi konstitusional” dengan

demikian, pemerintahan demokrasi dijalankan sesuai prinsip supremasi

hukum (rule of law). Itu berarti kebijakan Negara harus didasarkan

pada hukum.

i. Penghargaan pada keberagaman

Prinsip ini menghendaki agar tiap-tiap kelompok social-budaya,

ekonomi, ataupun politik diakui dan dijamin keberadaannya. Masing-

masing kelompok memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk

berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan Negara.

Page 21: Paper Politik Dan Demokrasi

j. Penghargaan terhadap nilai-nilai demokrasi

Prinsip ini menghendaki agar kehidupan Negara senantiasa diwarnai

oleh toleransi, kemanfaatan, kerja sama dan konsesus. tolenrasi berarti

kesedian untuk menahan diri, bersikap sabar, membiarkan dan berhati

lapang terhadap orang-orang yang berpandangan berbeda.

Kemanfaatan berarti demokrasi haruslah mendatangkan manfaat

konkret, yaitu perbaikan kehidupan rakyat. kerja sama berarti semua

pihak bersedia untuk menyumbangkan kemampuan terbaiknya dalam

mewujudkan cita-cita bersama. Kompromi berarti ada komitmen untuk

mencari titik temu di antara berbagai macam pandangan dan perbedaan

pendapat guna mencari pemecahan untuk kebaiakn bersama.

3. Prinsip Demokrasi

Dalam prinsip negara demokrasi, tidak terdapat dominasi pemerintah yang

berlebihan, maksudnya tidak setiap aspek kehidupan dikendalikan secara

monopolistik dan terpusat oleh negara. Karena itu warga negara seharusnya

terlibat dalam hal tertentu seperti pembuatan keputusan-keputusan politik, baik

secara langsung melalui wakil-wakil pilihan mereka. Selain itu, mereka memiliki

kebebasan untuk berpartisipasi dan memperoleh informasi serta berkomunikasi.

Prinsip-prinsp demokrasi mencakup :

a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik

Keterlibatan warga negara dalam pemerintahan, terutama ditujukan

mengandalkan tindakan para pemimpin politik. Dalam hal ini, pemilu menjadi

salah satu cara untuk melakukan persiapan. Selain itu, masyarakat pula

menyampaikan kritik, mengajukan usul, atau memperjuangkan kepentingan

melalui saluran-saluran lain yang demokratis sesuai dengan undang-undang.

Ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga negara, yaitu teori elitis dan

partisipatori.

1. Pendekatan Elitis, menegaskan bahwa demokrasi adalah suatu metode

administrasi pembuatan kebijaksanaan umum menuntut adanya kualitas

ketanggapan pihak penguasan/kaum elit terhadap pendapat umum. Dalam

prakteknya hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan.

2. Pendekatan partisipatori, menegaskan bahwa demokrasi menuntut adanya

tingkat keterlibatan yang lebih tinggi, karena itu untuk mendapatkan

Page 22: Paper Politik Dan Demokrasi

keuntungan seperti ini kita harus menegakkan kembali demokrasi

langsung.

b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu diantara warga negara.

Masalah persamaan, hal ini menjadi kepentingan utama dalam teori dan

praktek politik. Untuk membuktikan hal tersebut tidak sulit, karena baik

negara yang demokratis maupun bukan, selalu berusaha mencapai tingkat

persamaan yang lebih besar. Pada umumnya tingkat persamaan yang dituju

antara lain: persamaan politik, persamaan dimuka hukum, persamaan

kesempatan, persamaan ekonomi, dan persamaan sosial atau persamaan hak.

c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai

oleh para warga negara.

Kebebasan dan kemerdekaan pada awalnya timbul dalam kehidupan politik

sebagai reaksi terhadap absolutisme. Kedua hal ini diperlukan untuk memberi

kesempatan kepada warga negara agar dapat memperjuangkan kepentingan

dan kehendaknya serta melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara.

Kebebsan tersebut terutama menyangkut hak-hak kebebasan yang telah

tercakup dalam hak asasi manusia (seperti hak politik, ekonomi, kesetaraan di

depan hukum dan pemerintahanm ekspresi kebudayaan, dan hak pribadi).

Dalam pemahaman yang sangat mendasar hak-hak tersebut harus diakui dan

dilindungi oleh negara.

d. Penghormatan terhadap supremasi hukum. Penghormatan terhadap

hukum harus dikedepankan baik oleh pihak penguasa maupun oleh

rakyat.

Tidak terdapat kesewenang-wenangan yang bisa dilakukan atas nama hukum,

karena itu pemerintahan harus didasarkan kepada hukum yang berpihak

kepada keadilan (Rule Of Low). Segala warga negara berdiri setara di depan

hukum tanpa ada kecualinya. Jika hukum dibuat atas nama keadilan dan

disusun dengan memperhatikan pendapat rakyat, maka tidak ada alasan untuk

mengabaikan apalagi melecehkan hukum dan lembaga hukum. Dengan

demikian, keadilan dan ketaatan terhadap hukum merupakan salah satu syarat

mendasar bagi terwujudnya masyarakat yang demokratis.

4. Asas Demokrasi

Page 23: Paper Politik Dan Demokrasi

Suatu negara dapat disebut sebagai negara demokrasi apabila memiliki dua

asas yaitu:

a. Pengakuan Hak Asasi Manusia sebagai penghargaan martabat manusia

Pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia diwujudkan dalam tindakan-

tindakan negara/

pemerintah untuk melindungi Hak Asasi Manusia tanpa melupakan

kepentingan umum. Negara yang menyatakan dirinya sebagai negara

demokrasi wajib mencantumkan Hak Asasi Manusia di dalam Undang-

Undang Dasar negara tersebut, penyusunan peraturan perundang-

undangan wajib menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), negara

berkewajiban meratifikasi (mengakui dan mengesahkan) berbagai

bentuk instrumen HAM internasional. Di dalam negara demokrasi juga

dibentuk lembaga perlindungan HAM yang bertugas melindungi

pihak-pihak yang menderita akibat pelanggaran HAM.

b. Pengakuan partisipasi rakyat pemerintahan

Dalam negara demokrasi pemerintahan yang berkuasa merupakan

pemerintahan yang dibentuk oleh rakyat. Pemerintah yang mengatur

negara harus mendapat dukungan dan partisipasi dari rakyat. Apabila

pemerintahan yang ada sudah tidak mendapat dukungan/partisipasi

dari rakyat, maka pemerintahan itu akan runtuh. Antara rakyat dan

pemerintah terjadi hubungan timbal balik dan saling

ketergantungan.Pemerintah hanya menjalankan amanat dan mandat

dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan/kekuasaan. Pemerintah

berfungsi melindungi rakyat, tanpa ada pemerintah, rakyat tidak bisa

hidup dengan teratur, dan mudah dihancurkan bangsa lain sebaliknya

pemerintah tanpa dukungan rakyat tidak dapat berbuat apa-apa,

program-program pemerintah tidak akan dapat dijalankan dengan baik.

5. Konsep Demokrasi

a. Demokrasi Konstitusional/Demokrasi Parlementer

Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa

pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya

dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya

(Miriam Budiarjo,2010:107). Pembatasan kekuasaan tersebut adalah

berdasarkan konstitusi dan terdapat peranan yang menonjol terhadap para

Page 24: Paper Politik Dan Demokrasi

anggota parlemen. Berdasarkan UUD 1950 menyatakan bahwa demokrasi

parlementer adalah dimana badan eksekutif yang terdiri atas presiden sebagai

kepala negara konstitusional dan menteri-menterinya mempunyai tanggung

jawab politik. Demokrasi ini sendiri berlangsung dari tahun 1945-1959

(Miriam Budiarjo,2010:128).

b. Demokrasi Terpimpin

Demokrasi ini memiliki ciri adanya dominasi dari presiden,

terbatasnya peranan partai politik, berkembang pengaruh komunis dan

meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial-politik. Demokrasi ini sendiri

di Indonesia berlangsung dari tahun 1959-1965 (Miriam Budiarjo,2010:129).

c. Demokrasi Pancasila

Demokrasi ini adalah demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia.

Demokrasi ini adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila. Latar belakang

munculnya demokrasi Pancasila adalah adanya berbagai penyimpangan dan

persoalan yang dialami oleh bangsa Indonesia pada masa berlakunya

demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin. Demokrasi Pancasila hingga

kini tetap digunakan. Akan tetapi, ada beberapa perbedaan antara demokrasi

Pancasila Era Orde Baru dan demokrasi Pancasila pada era setelah reformasi.

Beberapa perubahannya dapat terlihat dengan adanya pemilihan Umum yang

lebih demokratis dan pengaturan hak asasi manusia yang lebih jelas.

6. Perubahan Bentuk Pemerintahan Teokrasi, Autokrasi, Aristokrasi, Ke

Demokrasi

a. Perubahan Bentuk Pemerintahan Teokrasi ke Autokrasi

Kata “teokrasi” berasal dari bahasa Yunani theokratia. Theos artinya

“tuhan” dan kratein “memerintah”. Teokrasi artinya “pemerintahan oleh

tuhan”. Teokratisme didasarkan pada suatu pandangan bahwa segala sesuatu

yang ada di atas dunia ini adalah ciptaan Tuhan, termasuk negara, karena

negara diciptakan dan dibentuk atas kehendak Tuhan, maka pemimpin-

pemimpinnyapun adalah orang-orang yang ditunjuk dan dikehendaki Tuhan.

Oleh karena itu, kekuasaan para raja dan pemimpin negara adalah suci.

Pelanggaran terhadap kekuasaan raja dan pemimpin negara berarti

Page 25: Paper Politik Dan Demokrasi

pelanggaran terhadap kehendak Tuhan. Dengan demikian, raja dan segenap

pemimpin negara hanya bertanggung jawab kepada Tuhan.

Pada abad pertengahan di Eropa, agama Kristen mendominasi segala

aspek kehidupan di Eropa. Menurut paham ini, kehidupan negara didasarkan

pada moralisme yang berorientasi kepada agama. Para gerejawan sebagai

pemimpin agama mempunyai kekuasaan yang besar dalam menentukan setiap

kebijaksanaan negara. Para raja dan pemimpin negara hanya merupakan

pelaksana pemerintahan yang terlebih dahulu mendapat restu dan legalitas dari

gereja. Demikian pula dalam hal pewarisan kekuasaan, gerejalah yang

mengesahkan penggantinya. Dengan demikian, gereja menjadi pelaksana

kekuasaan di dunia, yang dalam prakteknya diserahkan kepada raja atau para

pemimpin dunia.

Seiring dengan perkembangan bentuk pemerintahan ini, rakyat merasa

bahwa tidak seharusnya para gerejawan yang memimpin dunia, karena pada

hakikatnya pemuka agama tetaplah pemuka agama yang harus mengajarkan

nilai-nilai agama kepada masyarakat, sedangkan seharusnya yang memerintah

adalah penguasa atau raja, yaitu pihak yang memang diembankan untuk

memegang tampuk pemerintahan. Autokrasi adalah suatu bentuk

pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang. Istilah ini

diturunkan dari bahasa Yunani autokratôr yang secara literal berarti “berkuasa

sendiri” atau “penguasa tunggal”.

Autokrasi pada hakikatnya merupakan suatu sistem dimana seorang

raja atau kaisar merupakan penguasa tunggal yang kadang-kadang dianggap

sebagai utusan Tuhan yang tidak boleh dilanggar. Dalam sistem ini kekuasaan

itu mutlak yaitu tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun dan seorang

pemimpin itu tidak pernah salah. Salah satu contoh pemerintahan yang

Autokrasi ini dapat kita lihat pada pemerintahan di Rusia pada abad 18-19.

Pada masa itu Rusia dipimpin oleh Tsar (kaisar) yang punya kekuasaan penuh

dan tidak ada prinsip check and balance antara pemimpin dan parlemen

karena parlemen harus tunduk pada Tsar.

Perkembangan sistem Autokrasi ini lama-kelamaan ditentang oleh

berbagai pihak karena sistem ini jauh dari kata keadilan dan berpeluang

munculnya Otoriterisme dan diktator yang ditandai dengan Infrastruktur dan

fasilitas dikendalikan oleh satu orang, aturan datang dari satu orang,

Page 26: Paper Politik Dan Demokrasi

kekuasaan seolah-olah hanya milik raja, tidak boleh menentang raja,

kekuasaan tidak terbatas dsb. Oleh karena itu maka munculah sistem

Aristokrasi atau bentuk pemerintahan yang dipegang oleh kaum yang paling

baik yaitu kaum bangsawan.

b. Perubahan Bentuk Pemerintahan Aristokrasi ke Demokrasi

Aristokrasi diambil dari kata yunani ARISTOKRATIA (aristos = best

+ kratia = rule), yang berarti pemerintahan terbaik yang dipimpin oleh orang-

orang terpilih. Tetapi kata–kata terbaik disini terkesan samar dengan istilah

terbaik dimasa yunani kuno. Penjelasan yang benar bahwa yang terbaik adalah

mereka yang memiliki kecakapan yang tinggi, berpendidikan, berpengalaman

dan bermoral tinggi. Namun, hal ini tidak bisa dijadikan atau dipastikan

menjadi yang terbaik.

Aristotle membedakan aristokrasi dan oligarchy ( pemerintahan oleh

sekelompok kecil ). Dia menegaskan bahwa pemerintahan yang dipimpin oleh

sekelompok kecil, dengan dasar kepentingan mereka sendiri; dan telah terjadi,

maka dari hal ini, membuktikan bentuk pemerintahan aristokrasi yang

dipimpin oleh orang – orang terbaik didalam Negara adalah sesat. Akan tetapi,

pada masa modern perbedaan ini sering diabaikan. Tetapi seiring dengan

berkembangnya zaman, kesemua bentuk pemerintahan tersebut tidaklah

beerlaku lagi, hal itu dikarenakan semakin tingginya tingkat pendidikan

membuat masyarakat semakin rasional, sehingga perlu dibentuk sebuah

bentuk pemerintahan baru yang mengatasnamakan rakyat, yaitu dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat dimana pemerintahan seperti ini disebut

pemerintahan demokrasi.

C. Perkembangan Demokrasi Di Indonesia

Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi

dalam empat masa, yaitu:

1. Masa Republik Indonesia I (1945-1959), Masa Demokrasi

Konstitusional

Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah

kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1949

dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Persatuan yang dapat

digalangkan untuk menghadapi musuh bersama menjadi kendor dan tidak

Page 27: Paper Politik Dan Demokrasi

dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan

tercapai. Lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi

peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR.

UUD 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana

badan eksekutif yang terdiri dari presiden sebagai kepala negara

konstitusional dan menteri-menterinya mempunyai tanggungjawab politik.

Karena fragmentasi partai-partai politik, setiap kabinet berdasarkan koalisi

yang berkisar pada satu atau dua partai besar dengan beberapa partai kecil.

Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai dalam koalisi tidak

segan-segan untuk menarik dukungannya sewaktu-waktu sehingga kabinet

seringkali jatuh karena keretakan dalam koalisi sendiri. Dilain pihak

partai-partai dalam barisan oposisi tidak mampu berperan sebagai oposisi

yang konstruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi hanya

menonjolkan segi-segi negatif dari tugas oposisi. Umumnya kabinet dalam

masa pra peralihan umum yang diadakan pada tahun 1955 tidak dapat

bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan, dan hal ini menghambat

perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak

mendapat kesempatan untuk melaksanakan programnya.

Faktor-faktor semacam in, ditambah dengan tidak adnya anggota

partai-partai yang tergabung dalam konstituante untuk mencapai

konsensus mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru,

mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan Dekrit

Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya kembali Undang-Undang

dasar 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem

parlementer berakhir.

2. Masa Republik Indonesia II (1959-1965): Masa Demokrasi

Terpimpin.

Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk

mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan

kepemimpinan yang kuat. UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang

presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan

tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno

sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima

Page 28: Paper Politik Dan Demokrasi

tahun ini yang ditentukan oleh UUD. Tindakan menyimpang lainnya yaitu

pada tahun 1960 Ir. Soekarno membubarkan DPR hasil pemilihan umum,

padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa

presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.

Selain itu terjadi penyelewengan di bidang perundang-undangan

dimana pelbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan

Presiden yang memakai Dekrit 5 Juli sebagai sumber hukum. Tambahan

pula didirikan badan-badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional

yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai

dengan taktik komunisme Internasional yang menggariskan pembentukan

front nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.

Partai politik dan pers yang dianggap menyimpang dari rel revolusi

ditutup, tidak dibenarkan dan dibreidel, serta politik mercusuar dibidang

hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan

keadaan ekonomi menjadi bertambah suram. G 30 S/PKI telah mengakhiri

periode ini dan membuka peluang untuk dimulainya masa demokrasi

Pancasila.

3. Masa Republik Indonesia III (1965-1998): Masa Demokrasi Pancasila

Landasan formal dari periode ini adalah pancasila, UUD 1945,

serta ketetapan-ketetapan MPRS. Dalam usaha untuk meluruskan kembali

penyelewengan terhadap UUD yang telah terjadi dalam masa dmokrasi

terpimpin, telah diadakan sejumlah tindakan korektif. Ketetapan MPRS

No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir.

Soekarno telah dibatalkan dan jabatan kembali menjadi jabatan elektif

setiap lima tahun. Ketetapan MPRS NO. XIX /1966 telah menentukan

ditinjaunya kembali produk-produk legislatif dari masa Demokrasi

Terpimpin dan atas dasar itu UU no 19/1964 telah diganti dengan suatu

undang-undang baru (No. 14/1970) yang menetapkan kembali ke asas

kebebasan badan-badan pengadilan.

Perkembangan lebih lanjut pada masa Republik Indonesia III

menunjukkan peranan presiden yang semakin besar. Secara lambat laun

tercipta pemusatan kekuasaan ditangan presiden karena Presiden Soeharto

telah menjelma sebagai seorang tokoh paling dominan dalam sistem

politik Indonesia. Keberhasilan memimpin penumpasan G 30 S/PKI dan

Page 29: Paper Politik Dan Demokrasi

kemudian membubarkan PKI dengan menggunakan Surat Perintah 11

maret (Super Semar) memberikan peluang yang besar kepada Jenderal

Soeharto untuk tampil sebgai tokoh yang paling berpengaruh di Indonesia.

Status ini membuka peluang bagi jenderal Soeharto untuk menjadi

presiden berikutnya.

Perlunya menjaga kestabilan politik, pembangunan nasional, dan

integrasi nasional telah digunakan sebagai alat pembenaran bagi

pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan politik, termasuk yang

bertentangan dengan demokrasi. Contohnya yaitu prinsip monoloyolitas

PNS, yaitu dengan mewajibkan semua PNS untuk memilih Golkar dalam

setiap pemilu sehingga mencegah partai politik lain keluar sebagai

pemenang dalam pemilu sehingga Golkar dan Orde baru dapat terus

berkuasa. Masa Republik Indonesia III menunjukkan keberhasilan dalam

penyelenggaraan pemilu. Namun nilai-nilai demokrasi tidak diberlakukan

karena tidak ada kebebasan memilih bagipara pemilih dan tidak ada

kesempatan yang sama bagi ketiga organisasi partai pemilu untuk

memenangkan pemilu.

Keberhasilan pemerintahan presiden Soeharto untuk menjadikan

Indonesia swasembada beras pada pertengahan dasawarsa 1980-an dan

pembangunan ekonomi pada masa-masa setelah itu ternyata tidak diikuti

dengan kemampuan untuk memberantas korupsi. KKN berkembang

dengan sangat pesat seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi.

Keberhasilan pembangunan ekonomi malah dianggap sebagai peluang

untuk melakukan KKN yang dilakukan oleh para anggota keluarga dan

kroni para penguasa, baik di pusat maupun di daerah.

Di bidang politik, dominasi presiden Soharto telah membuat

presiden menjadi penguasa mutlak karena tidak ada satu institusi/lembaga

pun yang dapat menjadi pengawas presiden dan mencegahnya melakukan

penyelewengan kekuasaan. Menjelang berakhirnya orde baru, elite politik

semakin tidakpeduli dengan dengan aspirasi rakyat dan semakin banyak

membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan para kroni dan

merugikan negara dan rakyat banyak.

Akibat dari semua ini adalah semakin menguatnya kelompok-

kelompok yang menentang Presiden Soeharto dan Orde Baru. Gerakan

Page 30: Paper Politik Dan Demokrasi

mahasiswa yang berhasil menduduki Gedung MPR/DPR di Senayan pada

bulan Mei 1998 merupakan langkah awal kejatuhan Presiden Soeharto dan

tumbangnya Orde Baru. Pimpinan DPR secara terbuka meminta presiden

turun. Kemudian 14 orang menteri Kabinet Pembangunan menyatakan

penolakan mereka untuk bergabung dengan kabinet yang akan dibentuk

oleh Presiden Soeharto yang berusaha untuk memenuhi tuntuan

mahasiswa. Melihat perkembangan politik seperti ini, presiden Soeharto

merasa yakin bahwa ia tidak mendapat dukungan yang besar dari rakyat

dan orang-orang dekatnya sendiri, sehingga ia kemudian memutuskan

untuk mudur sebagai Presiden RI pada tanggal 20 Mei 1998.

4. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang): Masa Reformasi

Tumbangnya Orde Baru membuka peluang terjadinya reformasi

politik dan demokratisasi di Indonesia. Pengalaman Orde Baru

mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap

demokrasi membawa kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh

karena itu bangsa Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan

demokratisasi, yakni proses pendemokrasian sistem politik Indonesia

sehingga kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan,

dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga

perwakilan rakyat.

Presiden Habibie dilantuk sebagai presiden untuk menggantikan

presiden Soeharto dapat dianggap sebagai presiden yang akan memulai

langkah-langkah demokratisasi dalam Orde Reformsi. Oleh karena itu,

langkah yang dilakukan pemerintahan Habibie adalah mempersiapkan

pemilu dan beberapa langkah penting dalam demokratisasi. UU politik

yang meliputi UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Susunan dan

Kedudukan MPR, DPR dan DPRD yang baru disahkan pada awal 1999.

UU politik ini jauh lebih demokratis dibandingkan dengan UU politik

sebelumnya sehingga pemilu 1999 menjadi pemilu yang demokratis yang

diakui oleh dunia internasional. Selain itu dilakukannya penghapusan

dwifungsi ABRI, sehingga fungsi sosial-politik dihapuskan dan fungsi

pertahanan menjadi fungsi satu-satunya.

Langkah terobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi

adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil Pemilu

Page 31: Paper Politik Dan Demokrasi

1999 dalam empat tahun (1999-2002). Beberapa perubahan penting

dilakukan terhadap UUD 1945 agar mampu menghasilkan pemerintahan

yang demokratis. Peran DPRD sebagai lembaga legislatif diperkuat,

semua anggota DPR dipilih dalam pemilu, pengawasan terhadap presiden

lebih diperketat, dan hak asasi manusia memperoleh jaminan yang

semakin kuat. Amandemen UUD 1945 juga memperkenalkan pemilihan

umum untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pilpres

pertama dilakukan pada tahun 2004 setelah pemilihan umum untuk

lembaga legislatif.

Langkah demokratis selanjutnya adalah pemilu untuk memilih

kepala daerah secara langsung yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah. Hal ini berbeda dengan pemilihan kepala

daerah sebelumnya yang bersifat tidak langsung karena dipilih oleh

DPRD. Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada tahun

2004 merupakan tonggak sejarah politik penting dalam sejarah politik

Indonesia modern karena terpilihnya presiden dan wakil presiden yang

didahului oleh terpilihnya anggota-anggota DPR, DPD, dan DPRD telah

menuntaskan demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik di

Indonesia. Dapat dikatakan bahwa demokratisasi telah berhasil

membentuk pemerintahan Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai

demokrasi yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan

perundangan mulai dari UUD 1945.

D. Kesimpulan

Politik merupakan salah satu konsep ilmu yang pada dewasa ini menjadi

sangat penting untuk dipelajari, karena berdasarkan fenomena yang ada di dalam

kehidupan kita politik selalu berdampingan dengan lingkungan kehidupan sekitar kita.

Seperti apa yang dikatakan oleh Aristoteles yaitu bahwa politik adalah master of

science,yang dapat diartikan secara garis besarnya bahwa politik itu adalah berkaitan

dengan apa yang akan dan tidak akan kita lakukan. Maka dari itulah berarti politik

selalu berhubungan dengan apa yang akan kita lakukan dalam kehidupan kita.

Kemudian disis lain yang tidak kalah penting selain politik adalah demokrasi.

Demokrasi adalah salah satu bentuk atau sistem dalam pemrintahan suatu negara yang

menekankan pada prinsip partisipatif. Di Indonesia sendiri sudah sejak lama sekali

kita membudayakan hidup berdemokrasi. Jika dikaji dari sistem pemerintahan

Page 32: Paper Politik Dan Demokrasi

negaranya bentuk demokrasi yang kita anut adalah demokrasi Pancasila,yaitu

demokrasi yang berdasarkan pada nilai-nilai pancasila.

Jika dikaitkan dengan politik maka salah satu konsep politik yang dapat

berkaitan sangat erat dengan demokrasin adalah konsep kekuasaan. Karena politik

sendiri dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dapat digunakan untuk dapat

mempertahankan atau mendapatkan kekuasaan di masyarakat. Untuk itu apabila kita

telah berhasil menjadi sebgai seorang penguasa alangkah baiknya jika tetap

menjalankan kehidupan berdemokrasi agar rakyat atau masyarakat yang kita pimpin

dapat dengan bebas berpartisipasi dalam menentukan jalan hidup mereka yang dapat

dicapai melalui perantara seorang pemimpin atau wakil rakyat. Untuk itulah budaya

berdemokrasi dan berpolitik yang baik, dalam arti bukan hanya digunakan untuk

mendapatkan kekuasaannya saja tetapi apabila telah mendaptkan kekuasaan sudah

seharusnya tetap untuk memperhatikan aspirasi masyarakat lewat buday berdemokrasi

yang jujur dan adil.

Page 33: Paper Politik Dan Demokrasi

Daftar Pustaka

Surbakti,Ramlan.2010.Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Indonesia

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Data Studi. 2011. Proses Demokrasi Menuju Masyarakat Madani. Melalui

https://datastudi.files.wordpress.com/2011/04/proses-demokrasi-menuju-masyarakan-

madani.pdf. Diakses pada tanggal 21/02/2015 jam 10:05

Amanah. 2013. Ciri-ciri Pemerintan demokrasi. Melalui https://amanahtp.

wordpress.com/2013/01/31/ciri-ciri-pemerintahan-demokrasi/ Diakses pada tanggal

21/02/2015 jam 10:15

Tauhid, Enda. 2014. Asas Demokrasi. (Online),(http://bloglegendatauhid.blogspot.com/

2014/04/asas-demokrasi.html), diakses pada tanggal 21/02/2015 jam 10:30

Achmadi,Indra.2012. Konsep Politik.(Online),(

http://indraachmadi.blogspot.com/2012/04/konsep-politik.html),diakses pada tanggal 22

Februari 2015.

Page 34: Paper Politik Dan Demokrasi