paper skp kel 6 edit fiscal space
DESCRIPTION
fdfdfsdfdTRANSCRIPT
0
Diploma IV Kurikulum Khusus BPKPKelas 8B
Ardiles PanggabeanGilang PerdanaM. Mafrukh H.Tien Saputri K.
KEBIJAKAN PENGELUARAN
PEMERINTAH
KEBIJAKAN PENGELUARAN PEMERINTAH
I. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, kebijakan dan alokasi anggaran belanja
negara, termasuk kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat, menempati posisi yang sangat
strategis untuk mendukung akselerasi pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan berdimensi
kewilayahan dalam mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan visi, misi dan
platform Presiden terpilih, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010 - 2014. Melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara,
pemerintah dapat secara langsung berperan aktif dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran-
sasaran program pembangunan di segala bidang kehidupan, termasuk dalam mempengaruhi
alokasi sumber daya ekonomi antarkegiatan, antarprogram, antarsektor dan antarfungsi
pemerintahan, mendukung stabilitas ekonomi, dan menunjang distribusi pendapatan yang lebih
merata.
Selain itu, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat juga dapat berperan sebagai
stabilisator bagi perekonomian atau menjadi kebijakan countercyclical yang efektif dalam
meredam siklus bisnis atau gejolak ekonomi. Apabila kondisi perekonomian sedang mengalami
kelesuan usaha dan perlambatan aktivitas bisnis akibat resesi, besaran dan kebijakan alokasi
anggaran belanja negara, termasuk belanja pemerintah pusat, perlu dirancang lebih ekspansif agar
mampu berperan dalam memberikan stimulasi pada pertumbuhan ekonomi serta menjaga stabilitas
dan memperkuat fundamental ekonomi makro. Sebaliknya, pada saat kondisi ekonomi terlalu
ekspansif (overheating), kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat sebagai salah
satu instrumen utama kebijakan fiskal, dapat dijadikan alat kebijakan yang efektif dalam
mendinginkan roda kegiatan perekonomian menuju kondisi yang lebih kondusif.
A. Teori Pengeluaran
1. Musgrave dan Rostow
Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari
suatu negara. Demikian gagasan yang dikemukakan Musgrave dan Rostow yang kemudian
populer sebagai teori pengeluaran negara. Ada perbedaan fokus alokasi sumber daya
antara negara pada tahap awal perkembangan, tahap menengah pembangunan, dan tahap
lanjut yang kemudian tercermin dalam pengeluaran negara. Masing-masing berawal dari
kebutuhan yang berbeda, sehingga arah kebijakannya juga berbeda. Ini berkaitan dengan
seberapa lama negara itu telah merdeka dan kualitas sumber daya manusianya. Ada
tahapan-tahapan yang harus dilalui negara pada awal perkembangan ekonomi sebelum
menuju tingkat yang lebih tinggi. Begitu juga, ada beberapa hal yang sudah terpenuhi oleh
1
negara pada tahap lanjut pembangunan, sehingga tidak perlu lagi terfokus pada penyediaan
prasarana layaknya negara pada tahap awal perkembangan, dengan rincian berikut:
• Pada tahap awal perkembangan ekonomi, diperlukan pengeluaran negara yang besar
untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana
jalan, kesehatan, dan pendidikan.
• Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk
pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai
berkembang
• Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan,
utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan
pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial.
2. Teori Wagner
Wagner menyatakan berdasarkan pengamatan dari negara-negara maju, disimpulkan
bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan
dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju,
kegagalan pasar bisa saja terjadi, menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut.
Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di
sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri,
hukum, pendidikan, dll
3. Teori Peacock dan Wiseman
Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu berusaha
memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak, sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar. Peacock dan wiseman
menyatakan sebagai berikut: masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak yaitu
suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang
dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Perkembangan
ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak
tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah
juga semakin meningkat. Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian
suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun
pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Apabila keadaan normal terganggu misalnya
disebabkan oleh perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus
memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Konsekuensinya
menimbulkan tuntutan untuk memperoleh penerimaan dari pajak yang lebih besar.
Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana waktu swasta untuk investasi dan
modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut sebagai efek pergantian (displacement
effect) yaitu adanya suatu gangguan social menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada
2
aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak cukup dibiayai semata-mata dengan
pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan
teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah
yang semakin bertambah, bukan hanya karena GNP meningkat, tetapi karena adanya
kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke
tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu banyak aktivitas pemerintah
yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection
effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan
ke tangan pemerintah, efek ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect).
Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah
sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum
terjadi perang.
Dari beberapa teori para ahli tentang pengeluaran negara dapat disimpulkan bahwa
kegiatan dan pengeluara pemeritah/negara selalu meningkat setiap tahun yang disebabkan
antara lain meningkatnya pendapatan per kapita, dan tujuan pemerintah yang selalu
berusaha meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat sehingga cara yang dianggap
paling efektif adalah dengan meningkatkan pengeluaran negara.
B. Sifat pengeluaran pemerintah
Pengeluaran pemerintah dapat bersifat:
1. Exhaustive yaitu pembelian barang-barang dan jasa-jasa dalam perekonomian yang dapat
langsung dikonsumsi maupun dapat pula untuk menghasilkan barang lain lagi.
dapat berupa pembelian barang-barang yang dihasilkan oleh swasta atau oleh pemerintah
sendiri.
2. Transfer yaitu berupa pemindahan uang kepada individu-individu untuk kepentingan social,
kepada perusahaan-perusahaan sebagai individu atau mungkin pula kepada negara-negara
sebagai hadiah (grants). Contoh transfer payment yaitu menggeser tenaga beli dari unit-unit
ekonomi yang satu kepada unit- unit yang ekonomi yang laindan membiarkan yang terakhir
ini menentukan pengguna dari uang tersebut.
II. JENIS-JENIS PENGELUARAN PEMERINTAH
Secara Umum Klasifikasi Belanja Pemerintah dapat diklasifiksikan menjadi:
A. Pengeluaran Khusus
1. Transfer pembayaran :
a. Untuk orang termasuk pensiun publik dan transfer ke amal dan organisasi nirlaba,
b. untuk bisnis
2. Pembelian barang dan jasa :
a. Pendidikan,
3
b. Kesehatan,
c. Lainnya
B. Pengeluaran umum
1. Pembelian barang dan jasa :
a. administrasi umum,
b. pertahanan nasional,
c. Perlindungan orang dan properti,
d. lainnya
C. Bunga atas utang publik
Tetapi Ketika individu atau kelompok-kelompok tertentu dari penerima manfaat tidak bisa
diidentifikasi melalui kriteria seperti yang dijelaskan di atas karena program pengeluaran
pemerintah memberikan manfaat bagi penduduk secara keseluruhan, program-program
diklasifikasikan sebagai pengeluaran.
Dalam dua kategori utama dari pengeluaran pemerintah khusus dan pengeluaran umum - terdapat
perbedaan besar dalam hubungan antara biaya dan manfaat dan kemudahan identifikasi penerima
manfaat. Oleh karena itu, alokasi rinci berbagai komponen pengeluaran pemerintah memerlukan
kajian dari masing-masing program utama.
Untuk analisis pengaruh, pengeluaran pemerintah dapat dipisahkan menjadi empat kategori utama:
pembayaran transfer, pembelian barang dan jasa, pengeluaran umum, dan bunga atas utang publik.
A. Pembayaran Transfer
Pembayaran transfer dapat dipisahkan menjadi transfer ke orang dan transfer untuk bisnis.
1. Transfer Ke Orang
Transfer ke orang terdiri dari dua komponen utama: transfer langsung ke individu dan
transfer tidak langsung. Komponen pertama mencakup semua pembayaran tunai pemerintah
ke individu. Komponen kedua mencakup semua hibah tunai ke lembaga-lembaga non-
bisnis, seperti lembaga-lembaga amal dan nirlaba, yang menggunakan dana tersebut untuk
memberikan uang tunai dan manfaat non kas untuk kelompok sasaran individu dan
keluarga. Transfer ini melibatkan hubungan langsung antara biaya pemerintah dan manfaat
untuk individu karena dolar yang dihabiskan oleh pemerintah menambahkan dolar
pendapatan untuk individu. Selain itu, penerima manfaat dari transfer mudah diidentifikasi
karena program ini biasanya ditargetkan untuk kelompok tertentu. Misalnya, transfer ke
orang tua dialokasikan untuk individu berumur 65 tahun atau lebih tua. Demikian pula,
transfer kepada anak-anak yang dialokasikan untuk keluarga di mana mereka berasal.
Alokasi lebih kompleks dalam kasus transfer tidak langsung karena, dalam kasus ini,
lembaga-lembaga sektor swasta bertindak sebagai perantara antara pemerintah dan
4
penerima manfaat yang dimaksudkan dan karena manfaat yang diterima mungkin dalam
bentuk barang dan jasa, bukan pendapatan.
2. Transfer Ke Bisnis
Transfer ini adalah subsidi pemerintah untuk perusahaan di sektor-sektor ekonomi yang
dipilih. Alokasinya menimbulkan masalah yang sama dengan transfer langsung kepada
orang. Pemerintah ingin memberikan manfaat khusus kepada individu yang mengkonsumsi
barang dan jasa tertentu, dan menggunakan produsen sebagai perantara subsidi. Apakah
manfaat subsidi ini dinikmati oleh penerima atau diteruskan kepada konsumen sangat
tergantung pada tingkat fleksibilitas harga untuk produk yang disubsidi.
B. Pembelian barang dan jasa
Pembelian barang dan jasa sering disebut dalam bentuk transfer karena penerima dapat
diidentifikasi namun manfaat yang mereka terima dalam bentuk barang dan jasa bukan uang
tunai. Hubungan antara kas dan dalam bentuk transfer paling baik dijelaskan oleh kasus
pendidikan. Pemerintah dapat memberikan voucher pendidikan untuk setiap anak usia sekolah.
Atau, pemerintah dapat membangun sekolah dan membayar guru untuk memberikan layanan
pendidikan gratis kepada anak-anak usia sekolah. Terkecuali masalah yang terkait dengan
perbandingan antara swasta dan publik sekolah, para siswa menerima manfaat yang sama dari
program pengeluaran publik ini, hanya mekanisme pengiriman berbeda. Dalam kasus pertama
ada pembayaran transfer langsung, sedangkan dalam kasus kedua ada transfer nonkas. Seperti
disebutkan sebelumnya, item yang termasuk dalam kategori memenuhi kriteria yang
diperlukan untuk identifikasi penerima manfaat. Dalam bagian ini kita akan membahas dua
komponen terbesar dari kategori pengeluaran publik: pendidikan dan pelayanan kesehatan.
1. Pendidikan
Untuk tujuan pengaruh pengeluaran, dilakukan pemisahan siswa sekolah dasar dan sekolah
menengah dari siswa pasca sekolah menengah (mahasiswa) karena dua alasan: (a) biaya per
siswa bervariasi untuk setiap tingkat pendidikan; dan (b) sedangkan kelompok pertama
termasuk anak-anak sepenuhnya tergantung pada orang tua, kedua kelompok mungkin
berisi rumah tangga yang terpisah atau unit keluarga.
Alokasi belanja pendidikan menyoroti kelemahan utama pengaruh pengeluaran tahunan
ketika manfaat dari belanja publik masih dirasakan setelah waktu pengeluaran dibuat.
Tujuan utama pendidikan umum adalah untuk membekali kaum muda dengan keterampilan
yang diperlukan untuk menjadi angkatan yang produktif. Efek yang dimaksud adalah untuk
meningkatkan kekuatan potensi penghasilan siswa selama kehidupan kerja mereka.
Idealnya, manfaat belanja pendidikan harus dialokasikan secara langsung kepada siswa dan
atas dasar pendapatan seumur hidup mereka.
5
2. Kesehatan
Pengeluaran publik untuk perawatan kesehatan dapat dilihat sebagai manfaat yang
diberikan kepada semua orang mencakup rencana perawatan kesehatan masyarakat. Nilai
manfaat ini akan berbeda antara individu karena kebutuhan perawatan kesehatan mungkin
berbeda sesuai dengan usia, jenis kelamin, atau bahkan level pendapatan. Dalam kasus
kesehatan, alokasi manfaat ini membutuhkan dua langkah. Pada langkah pertama,
keuntungan rata-rata untuk setiap kelompok yang dipilih adalah dihitung dengan membagi
biaya layanan perawatan kesehatan yang dipilih dengan jumlah orang dalam setiap
kelompok usia dan gender. Biaya ini, yang disamakan dengan keuntungan rata-rata yang
diterima, kemudian dialokasikan ke rumah tangga atau unit keluarga. Yang dialokasikan
dalam pendekatan ini adalah rata-rata manfaat anggota dalam setiap kelompok usia-jenis
kelamin, secara independen dari tingkat pemanfaatan aktual masing-masing anggota
individu. Semakin rinci breakdown pengeluaran perawatan kesehatan menjadi komponen-
komponen dan pemilahan dari penduduk, semakin akurat alokasi manfaat pengeluaran
publik pada perawatan kesehatan.
C. Pengeluaran Umum
Kategori belanja publik mencakup semua pengeluaran untuk penerima yang spesifik namun
manfaat tidak dapat diidentifikasi. Komponen utamanya adalah pengeluaran administratif
pusat, belanja di eksekutif dan legislatif pemerintah, pengeluaran pada perlindungan
lingkungan, pengeluaran pertahanan nasional, dan pengeluaran pada perlindungan orang dan
properti, yang mencakup pengeluaran polisi, sistem peradilan, dan lembaga pemasyarakatan.
Masalah utama yang diciptakan oleh kategori belanja publik pada penelitian pengaruh
pengeluaran adalah bahwa hal itu berisi barang-barang publik. Karena manfaat dari barang-
barang ini dinikmati oleh penduduk pada umumnya dan manfaat diterima oleh individu A
tidak mempengaruhi manfaat yang diterima oleh individu B, tidak mungkin untuk
mengalokasikan pengeluaran tersebut kepada penerima manfaat tertentu. Oleh karena itu,
seseorang harus menemukan beberapa aturan umum untuk mendistribusikan pengeluaran
untuk semua anggota masyarakat.
D. Bunga atas utang publik
Pengeluaran utang publik meningkatkan masalah konseptual dan metodologi. Pengeluaran ini
adalah pembayaran tunai kepada individu atau lembaga, tidak seperti transfer langsung ke
individu. Pengeluaran ini untuk membayar obligasi pemerintah. Karena pengeluaran tersebut
bersifat kondisional, seseorang mungkin berpendapat bahwa pengeluaran tersebut tidak
memberikan manfaat bagi penerima oleh karena itu tidak harus disertakan dalam pengaruh
pengeluaran. Alokasi bunga atas utang lebih rumit karena dana pinjaman dapat digunakan
untuk membiayai pengeluaran sekarang dan pengeluaran modal. Jika dana pinjaman digunakan
6
untuk membiayai investasi publik pemerintah, manfaat dari pengeluaran tersebut termasuk
akan menguntungkan generasi mendatang.
Jika melihat dari sudut pandang anggaran, maka pengeluaran dibagi menjadi dua, yaitu:
A. Anggaran Operasional
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam
menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran
operasional adalah “belanja rutin”. Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya
untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi penmerintah.
Disebut “rutin” karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang ada setiap tahun. Secara
umum, pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain belanja
Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan pemeliharaan.
B. Anggaran Modal / Investasi
Anggaran modal menunjukan rencana jangka panjang dan pembelnjaan atas aktiva tetap
seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar
biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja investasi/modal adalah
pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah
aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya
operasional dan pemeliharaan. Anggaran berfungsi sebagai alat politis yang digunakan untuk
memutuskan prioritas dan kebutuhan keuangan pada sektor tersebut.
Sedangkan menurut APBN/APBN-Propinsi Pengeluaran pemerintah dapat dibagi menjadi:
A. Pengeluaran Pemerintah Pusat
1. Pengeluaran untuk Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pemerintah Pusat, Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang
digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah.
a. Belanja Pegawai, adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai
kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai
Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri
maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali
pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
b. Belanja Barang, pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis
pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan,
dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada
masyarakat dan belanja perjalanan.
7
c. Belanja Modal, adalah belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan,jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
d. Pembayaran Bunga Utang, adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk
membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang, baik utang dalam negeri maupun
luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan dari utang yang sudah
ada dan perkiraan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.
e. Subsidi, adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi
hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh
masyarakat.
f. Belanja Hibah, adalah belanja Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa
dari Pemerintah kepada BUMN, pemerintah negara lain, lembaga/organisasi
internasional, pemerintah daerah, khususnya pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang
diterushibahkan ke daerah, yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan
tidak mengikat, tidak secara terus menerus, bersifat sukarela dengan pengalihan hak,
dan dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah.
g. Bantuan Sosial, adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang
yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko
sosial, yang dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga
kemasyarakatan, termasuk di dalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah di
bidang pendidikan dan keagamaan.
h. Belanja Lain-lain, adalah semua pengeluaran atau belanja Pemerintah Pusat yang
dialokasikan untuk membiayai keperluan lembaga yang belum mempunyai kode bagian
anggaran, keperluan yang bersifat ad hoc (tidak terus menerus), kewajiban pemerintah
berupa kontribusi atau iuran kepada organisasi/lembaga keuangan internasional yang
belum ditampung dalam bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga, dan dana
cadangan risiko fiskal serta mengantisipasi kebutuhan mendesak.
2. Dana yang dialokasikan ke Daerah
a. Dana Perimbangan, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan
dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah
b. Dana bagi hasil, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah
8
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah.
c. Dana alokasi umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, dihitung dari pendapatan dalam negeri neto.
3. Pengeluaran untuk Pembiayaan
a. Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah
b. Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri
c. Pembiayaan lain-lain
B. Pengeluaran Propinsi
Dalam APBD Propinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
1. Pengeluaran untuk Belanja
a. Belanja Operasi, yang terdiri dari
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan jasa
Belanja Pemeliharaan
Belanja perjalanan Dinas
Belanja Pinjaman
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Operasi Lainnya
b. Belanja Modal, terdiri dari:
Belanja Aset Tetap
Belanja aset lain-lain
Belanja tak terduga
2. Bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota/desa, terdiri dari
a. Bagi hasil pajak ke Kabupaten/Kota
b. Bagi hasil retribusi ke Kabupaten/Kota
c. Bagi hasil pendapatan lainnya ke Kabupaten/Kota
3. Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari
a. Pembayaran Pokok Pinjaman
9
b. Penyertaan modal pemerintah
c. Belanja investasi Permanen
d. Pemberian pinjaman jangka panjang
Dan jika melihat Jenis pengeluaran pemerintah menurut sifatnya, maka pengeluaran dibagi atas:
A. Pengeluaran investasi
Pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di
masa datang
Misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, satelit,
peningkatan kapasitas SDM, dll
B. Pengeluaran penciptaan lapangan kerja
Pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan
perekonomian masyarakat
C. Pengeluaran kesejahteraan rakyat
Pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat,
atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira
Misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan
langsung tunai, bantuan korban bencana, dll
D. Pengeluaran penghematan masa depan
Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila
dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa
yang akan datang
Pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, pengeluaran untuk anak-
anak yatim, dll
E. Pengeluaran yang tidak produktif
Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat,
namun diperlukan oleh pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk biaya perang
III. PENGARUH PENGELUARAN NEGARA TERHADAP PEREKONOMIAN
Dengan volume Rp1.722 triliun, APBN 2013 setidaknya memiliki dua peran penting dalam
peningkatan Perekonomian/kesejahteraan rakyat. Pertama, dampak yang signifikan terhadap
peningkatan permintaan agregat yang merupakan faktor penting pertumbuhan ekonomi dan
pengaruhnya terhadap alokasi serta efisiensi sumberdaya perekonomian. Kedua, tersedianya dana
untuk melaksanakan tiga fungsi ekonomi Pemerintah yang tidak dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta secara optimal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
10
Terkait dengan belanja Pemerintah Pusat, fungsi alokasi dilakukan antara lain melalui pendanaan
pada berbagai program dan investasi produktif, seperti pendanaan pembangunan infrastruktur atau
belanja barang dan jasa. Pada APBN 2013, anggaran belanja infrastruktur mencapai Rp187
triliun. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan keterhubungan antar-wilayah.
Sementara itu, fungsi distribusi dilakukan melalui dukungan untuk pemberdayaan berbagai
kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dalam APBN 2013, fungsi ini tercermin dalam
bentuk: bantuan langsung seperti program keluarga harapan; program nasional pemberdayaan
masyarakat (PNPM) perdesaan dan perkotaan; serta perluasan kesempatan atas layanan dasar di
bidang pendidikan dan kesehatan seperti bantuan operasional sekolah (BOS) dan jaminan
kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
Anggaran untuk fungsi alokasi dan distribusi yang tidak kalah pentingnya adalah untuk transfer ke
daerah yang dalam tahun 2013 mencapai Rp528,6 triliun.
Fungsi stabilisasi dilakukan melalui penyediaan berbagai jenis subsidi, baik subsidi harga barang-
barang kebutuhan pokok, maupun subsidi langsung ke obyek sasaran. Pada 2013, alokasi subsidi
mencapai Rp358 triliun untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan energi (BBM, gas, dan
listrik), maupun memperluas kesempatan masyarakat atas komoditi lain berupa beras, pupuk,
benih, dan lain-lain.
Pelaksanaan ketiga fungsi ekonomi tersebut secara sinergis berperan besar bagi perbaikan dan
penguatan fundamental perekonomian, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan; menjaga stabilitas ekonomi khususnya stabilitas harga; menciptakan dan
memperluas lapangan kerja produktif untuk menurunkan tingkat pengangguran; serta memperbaiki
distribusi pendapatan dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Peran APBN tidak hanya bersumber dari besarnya volume belanja negara yang mencapai 18,2
persen dari PDB. Melalui kualitas pelaksanaan alokasi anggaran yang semakin baik, persepsi
positif yang ditimbulkan, serta harapan rasional positif dari masyarakat, peran ini bisa semakin
besar.
Peran yang lebih besar lagi dari pelaksanaan anggaran dapat diperoleh melalui alokasi pada
beberapa komponen pengeluaran pembiayaan, yang antara lain mencakup kredit usaha rakyat,
dana bergulir, kewajiban penjaminan dan penerusan pinjaman, serta dukungan untuk membantu
pengadaan tanah yang sering menjadi kendala dalam pembangunan infrastruktur.
Alokasi pada beberapa komponen pengeluaran pembiayaan tersebut antara lain berupa dukungan
untuk penguatan modal dalam rangka keberlangsungan dan perkembangan kegiatan sektor riil oleh
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); dukungan pembiayaan kegiatan awal proyek
pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal); serta dukungan bagi
pembangunan infrastruktur, berupa penerusan pinjaman kepada Pemerintah Daerah atau BUMN,
dan jaminan kepada kreditur atas kegiatan pembangunan infrastruktur (misal proyek 10.000 MW
Tahap I, proyek penyediaan air minum, dan pembangunan PLTU Jawa Tengah).
11
Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan infrastruktur, Pemerintah juga dapat
menyediakan dukungan dalam bentuk tunai (Viability Gap Fund/VGF) bagi proyek infrastruktur
yang dikerjasamakan dengan pihak badan usaha. Dukungan ini diperuntukkan bagi proyek
infrastruktur yang layak secara ekonomi namun marginal secara finansial. Dalam APBN 2013
dukungan ini dianggarkan Rp341,3 miliar dalam pos belanja lain-lain, dan akan diberikan kepada
badan usaha pemenang lelang proyek.
Selain Pengaruh diatas, Ada beberapa sektor perekonomian yang umumnya terpengaruh oleh besar
atau kecilnya pengeluaran negara, antara lain
– Sektor produksi
– Sektor distribusi
– Sektor konsumsi masyarakat
– Sektor keseimbangan perekonomian
A. Pengaruh Pengeluaran Negara terhadap Sektor Produksi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sektor
produksi barang dan jasa. Dilihat secara agregat pengeluaran negara merupakan faktor
produksi (money), melengkapi faktor-faktor produksi yang lain (man, machine, material,
method, management). Pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa akan
berpengaruh secara langsung terhadap produksi barang dan jasa yang dibutuhkan pemerintah.
Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan akan berpengaruh secara tidak langsung
terhadap perekonomian, karena pendidikan akan menghasilkan SDM yang lebih berkualitas.
Dengan SDM yang berkualitas produksi akan meningkat.
B. Pengaruh Pengeluaran Negara terhadap Sektor Distribusi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sektor
distribusi barang dan jasa. Misalnya, subsidi yang diberikan oleh masyarakat menyebabkan
masyarakat yang kurang mampu dapat menikmati barang/jasa yang dibutuhkan, misalnya
subsidi listrik, pupuk, BBM, dan lain-lain. Pengeluaran pemerintah untuk biaya pendidikan
SD-SLTA membuat masyarakat kurang mampu dapat menikmati pendidikan yang lebih baik
(paling tidak sampai tingkat SLTA). Dengan pendidikan yang lebih baik, diharapkan
masyarakat tersebut dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Apabila
pemerintah tidak mengeluarkan dana untuk keperluan tersebut, maka distribusi pendapatan,
barang, dan jasa akan berbeda. Hanya masyarakat mampu saja yang akan menikmati tingkat
kehidupan yang lebih baik, sementara masyarakat kurang mampu tidak memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan tara hidupnya.
C. Pengaruh Pengeluaran Negara terhadap Sektor Konsumsi
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sektor
konsumsi masyarakat atas barang dan jasa. Dengan adanya pengeluaran pemerintah untuk
subsidi, tidak hanya menyebabkan masyarakat yang kurang mampu dapat menikmati suatu
12
barang/jasa, namun juga menyebabkan masyarakat yang sudah mampu akan mengkonsumsi
produk/jasa lebih banyak lagi. Kebijakan pengurangan subsidi, misalnya BBM, akan
menyebabkan harga BBM naik, dan kenaikan harga BBM akan menyebabkan konsumsi
masyarakat terhadap BBM turun.
D. Pengaruh Pengeluaran Negara terhadap Sektor Keseimbangan Perekonomian
Untuk mencapai target-target peningkatan PDB, pemerintah dapat mengatur alokasi dan
tingkat pengeluaran negara. Misalnya dengan mengatur tingkat pengeluaran negara yang
tinggi (untuk sektor-sektor tertentu), pemerintah dapat mengatur tingkat employment (menuju
full employment). Apabila target penerimaan tidak memadai untuk membiayai pengeluaran
tersebut, pemerintah dapat membiayainya dengan pola defisit anggaran.
IV. PENGELUARAN PEMERINTAH PUSAT NEGARA INDONESIA
A. Belanja pemerintah pusat
Tabel berikut memberikan gambaran mengenai belanja pemerintah pusat
BELANJA PEMERINTAH PUSAT,2013-2014
(Triliun rupiah)
No
.
Uraian
2013 2014% thd
PDB
% thd
PDB
% thd
PDB1. Belanja Pegawai 241, 2,6 233,0 2,5 276, 2,72. Belanja Barang 200,7 2,2 206,5 2,2 203,7 2,03. Belanja Modal 184, 2,0 192, 2,0 205,8 2,04. Pembayaran Bunga 113, 1,2 112, 1,2 119, 1,25. Subsidi 317, 3,4 348, 3,7 336,2 3,26. Belanja Hibah 3,6 0,0 2,3 0,0 3,5 0,07. Bantuan Sosial 73,6 0,8 82,5 0,9 55,9 0,58. Belanja Lain-lain 20,0 0,2 19,3 0,2 28,9 0,3
Jumlah 1.154,4 12,5 1.196,8 12,7 1.230,3 11,9
Sumber: Kementerian Keuangan
1. Belanja Pegawai
Dalam RAPBN tahun 2014, alokasi anggaran belanja pegawai direncanakan sebesar
Rp276,7 triliun atau 2,7 persen terhadap PDB, atau meningkat sekitar 18,8 persen
(Rp43,7 triliun) bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2013 yang
mencapai Rp233,0 triliun (2,5 persen terhadap PDB). Peningkatan ini terjadi pada semua
komponen belanja pegawai yaitu alokasi anggaran untuk belanja gaji dan tunjangan,
alokasi anggaran untuk honorarium, vakasi, lembur dan lain-lain, serta alokasi anggaran
untuk kontribusi sosial. Peningkatanalokasi anggaran belanja pegawai dalam RAPBN
tahun 2014 tersebut terutama berkaitan dengan langkah kebijakan yang ditempuh
Pemerintah dalam kerangka reformasi birokrasi, baik dalam memperbaiki dan menjaga
13
kesejahteraan pegawai pemerintah yang berdasarkan kinerja, maupun dalam
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
2. Belanja Barang
Dalam RAPBN tahun 2014, alokasi anggaran belanja barang direncanakan sebesar
Rp203,7 triliun, atau 2,0 persen terhadap PDB. Jika dibandingkan dengan pagu belanja
barang yang ditetapkan dalam APBNP tahun 2013 sebesar Rp206,5 triliun (2,2 persen
terhadap PDB), maka alokasi anggaran belanja barang dalam RAPBN tahun 2014
tersebut berarti mengalami penurunan sebesar Rp2,9 triliun atau 1,4 persen. Penurunan
anggaran tersebut dipengaruhi oleh: (1) penerapan flat policy untuk belanja operasional;
(2) pengendalian perjalanan dinas dan konsinyering; dan (3) pengalihan anggaran ke
kegiatan yang lebih produktif.
Secara umum, alokasi anggaran belanja barang tersebut, terutama diarahkan untuk
mendukung pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk melayani
kepentingan masyarakat luas, yaitu: (1) menjaga kelancaran penyelenggaraan operasional
pemerintahan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat; (2)
meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja barang K/L melalui pengendalian belanja
barang operasional, dan melakukan efisiensi belanja perjalanan dinas serta kegiatan
seminar dan konsinyering sesuai kebutuhan dan tugas fungsi masing-masing K/L; dan (3)
menjaga terpeliharanya nilai dan kualitas aset negara melalui dukungan alokasi dana yang
memadai untuk pemeliharaan; serta (4) meningkatkan capacity building SDM dalam
rangka mendukung pelaksanaan program pembangunan nasional.
3. Belanja Modal
Alokasi anggaran belanja modal dalam RAPBN tahun 2014 direncanakan mencapai
Rp205,8 triliun atau 2,0 persen terhadap PDB. Alokasi anggaran belanja modal ini
termasuk alokasi anggaran dari belanja jenis lainnya (belanja barang dan bantuan sosial)
tetapi berkarakteristik sebagai belanja modal karena menghasilkan aset, tetapi tidak
menjadi milik Pemerintah, antara lain biaya untuk pelaksanaan tugas pembantuan, biaya
pemeliharaan untuk mempertahankan nilai aset, dan biaya pengadaan aset yang
diserahkan kepada masyarakat. Alokasi anggaran tersebut menunjukkan peningkatan
Rp13,2 triliun, atau 6,9 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja modal
yang ditetapkan dalam APBNP tahun 2013 sebesar Rp192,6 triliun (2,0 persen terhadap
PDB). Peningkatan alokasi anggaran belanja modal dalam RAPBN tahun 2014 tersebut
dilakukan dalam rangka mengakomodasi keperluan anggaran untuk: (1) menjamin
ketersediaan infrastruktur dasar, termasuk infrastruktur energi, ketahanan pangan dan
komunikasi; (2) upaya peningkatan domestic connectivity (keterhubungan antarwilayah);
(3) meningkatkan kemampuan pertahanan menuju Minimum Essential Forces (MEF); (4)
14
mendukung pendanaan kegiatan multiyears; (5) meningkatkan kapasitas mitigasi dan
adaptasi terhadap dampak negatif akibat perubahan iklim (climate change), dan
meningkatkan kesiagaan dalam menghadapi bencana.
Dalam rangka mendukung tercapainya sasaran-sasaran pembangunan sesuai dengan arah
kebijakan, tema dan prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2014, maka kebijakan
pengalokasian belanja modal pada K/L juga mempertimbangkan beberapa hal yaitu:
kontribusi (multiplier effect) K/L bersangkutan terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan, serta kemampuan penyerapan (kapasitas K/L) anggaran; dan
komposisi sumber pendanaannya: jika dibiayai dengan pinjaman luar negeri (PLN) harus
mempertimbangkan posisi utang dan kesiapan proyeknya. Hal lain yang dipertimbangkan
adalah prioritas dialokasikannya, yaitu untuk program dan kegiatan yang sudah siap
proposal atau rancangan kegiatannya; (4) jika dialokasikan untuk program pembentukan
aset tetap yang akan diserahkan kepada BUMN, maka dilakukan melalui skema
penyertaan modal negara (PMN) atau subsidiary loan agreement (SLA); dan (5)
mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) dan Metropolitan Priority Area (MPA).
4. Pembayaran Bunga Utang
Beban pembayaran bunga utang merupakan bagian dari konsekuensi yang harus dipenuhi
oleh Pemerintah secara tepat waktu dan tepat jumlah, selain pembayaran pokok utang
yang telah jatuh tempo. Kemampuan anggaran Pemerintah untuk memenuhi kewajiban
utang secara tepat waktu dan tepat jumlah tersebut sangat penting untuk meningkatkan
kredibilitas Pemerintah di mata publik, investor, kreditor maupun masyarakat
internasional. Untuk itu, perlu dilakukan perencanaan utang yang baik, hati-hati (prudent)
dan efisien sehingga kewajiban atas utang di masa mendatang masih dalam batas
kemampuan ekonomi dan tidak menimbulkan tekanan berlebihan terhadap APBN
maupun neraca pembayaran.
Dalam memperhitungkan beban pembayaran bunga utang, beberapa faktor yang
berpengaruh, antara lain: (a) outstanding utang yang berasal dari akumulasi pembiayaan
utang Pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya (legacy debts); (b) rencana pembiayaan
utang Pemerintah dalam tahun berjalan; (c) besaran tingkat bunga dan nilai tukar pada
tahun berjalan; (d) rencana pengelolaan portofolio utang; (e) rata-rata nilai tukar rupiah
terhadap USD dan beberapa mata uang kuat lainnya; (f) rata-rata tingkat bunga SPN 3
bulan yang digunakan sebagai referensi bunga instrumen SBN seri VR; dan (g) asumsi
tingkat bunga LIBOR yang digunakan sebagai referensi untuk menghitung instrumen
pinjaman. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, pembayaran bunga utang pada RAPBN
tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp119,5 triliun atau 1,2 persen terhadap PDB. Ilustrasi
15
mengenai alokasi anggaran pembayaran bunga utang dalam RAPBN tahun 2014 disajikan
pada Tabel berikut:
PEMBAYARAN BUNGA
UTANG, 2013-2014
(triliun Rupiah)
Uraian
2013 2014
APBN APBNP RAPBN
Pembayaran Bunga Utang 113,2 112,5 119,5a. Utang Dalam negeri 80,7 96,8 107,7
b. Utang Luar Negeri 32,5 15,8 11,8
Faktor-faktor yang
9.300,0 9.600,0 9.750,0a. Rata-rata nilai tukar (Rp/USD)
b. Rata-rata SPN 3 bulan (%) 5,0 5,0 5,5c. Outstanding 2.146,2 2.199,8 2.369,8
a. Penerbitan SBN (neto) 180,4 231,8 182,7
b. Penarikan Pinjaman Dalam
Negeri (Neto)
0,5 0,5 1,0
c. Penarikan Pinjaman Luar
Negeri (Neto)
(19,5) (16,9) (19,0)
Su m ber : Kementerian Keuangan
Beban pembayaran bunga utang tersebut terdiri dari pembayaran bunga utang dalam
negeri yang diperkirakan mencapai Rp107,7 triliun atau 1,0 persen terhadap PDB, dan
pembayaran bunga utang luar negeri diperkirakan mencapai Rp11,8 triliun atau 0,1
persen terhadap PDB. Pembayaran bunga utang dalam negeri dalam RAPBN tahun 2014
mengalami kenaikan sebesar Rp10,9 triliun atau 11,3 persen jika dibandingkan dengan
pagunya dalam APBNP tahun 2013. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh
meningkatnya outstanding SBN, perubahan asumsi tingkat suku bunga SPN 3 bulan dari
5,0 persen dalam APBNP tahun 2013 menjadi 5,5 persen dalam RAPBN tahun 2014, dan
perubahan asumsi rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD dari Rp9.600/USD dalam
APBNP tahun 2013 menjadi Rp9.750/USD dalam RAPBN tahun 2014 yang berpengaruh
terhadap pembayaran bunga utang dari instrumen SBN valas.
Di sisi lain, pembayaran bunga utang luar negeri mengalami penurunan dari Rp15,8
triliun dalam APBNP tahun 2013 diperkirakan menjadi Rp11,8 triliun dalam RAPBN
tahun 2014
atau menurun 24,8 persen jika dibandingkan dengan beban tahun sebelumnya. Penurunan
pembayaran bunga utang luar negeri ini disebabkan oleh reklasifikasi akun pembayaran
16
bunga utang SBN valas dari pembayaran bunga utang luar negeri berubah menjadi akun
pembayaran bunga utang dalam negeri dan menurunnya referensi bunga pinjaman luar
negeri.
Kebijakan Pemerintah untuk pembayaran bunga utang dalam RAPBN tahun 2014 masih
tetap diarahkan untuk: (a) memenuhi kewajiban Pemerintah secara tepat waktu dan tepat
jumlah dalam rangka menjaga kredibilitas dan kesinambungan pembiayaan; dan (b)
meminimasi pembayaran bunga utang melalui fleksibilitas pengalihan instrumen
pembiayaan utang yang biaya bunganya lebih rendah, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
5. Belanja Subsidi
Belanja subsidi dialokasikan dalam rangka meringankan beban masyarakat untuk
memperoleh kebutuhan dasarnya, dan sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu
menghasilkan produk, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan
harga yang terjangkau. Pemberian subsidi juga ditujukan untuk menjaga stabilitas harga
barang dan jasa di dalam negeri, memberikan perlindungan pada masyarakat
berpendapatan rendah, meningkatkan produksi pertanian, serta memberikan insentif bagi
dunia usaha dan masyarakat. Dengan subsidi tersebut diharapkan bahan kebutuhan pokok
masyarakat tersedia dalam jumlah yang mencukupi, dengan harga yang stabil, dan
terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi belanja subsidi yang lebih tepat sasaran menuju
pencapaian belanja yang berkualitas, maka arah kebijakan subsidi dalam tahun 2014
mencakup antara lain: (1) peningkatan efisiensi subsidi energi serta ketepatan target
sasaran dalam rangka peningkatan kualitas belanja; (2) pengendalian konsumsi BBM
bersubsidi; (3) penyaluran subsidi nonenergi secara lebih efisien; dan (4) penajaman
penetapan sasaran dan penyaluran dengan memanfaatkan data kependudukan yang lebih
valid.
Berdasarkan berbagai kebijakan tersebut, maka alokasi anggaran subsidi dalam RAPBN
tahun 2014 direncanakan mencapai Rp336,2 triliun. Jumlah tersebut menurun Rp11,9
triliun bila dibandingkan dengan pagu belanja subsidi yang ditetapkan dalam APBNP
tahun 2013 sebesar Rp348,1 triliun. Sebagian besar dari alokasi anggaran belanja subsidi
dalam RAPBN tahun 2014 tersebut direncanakan akan disalurkan untuk subsidi energi
(Rp284,7 triliun), yaitu subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar Rp194,9
triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp89,8 triliun. Sementara itu, anggaran untuk subsidi
nonenergi Rp51,6 triliun, yang meliputi: (1) subsidi pangan sebesar Rp18,8 triliun; (2)
subsidi pupuk sebesar Rp21,0 triliun; (3) subsidi benih sebesar Rp1,6 triliun; (4) subsidi
PSO sebesar Rp2,2 triliun; (5) subsidi bunga kredit program sebesar Rp3,2 triliun; dan (6)
subsidi pajak sebesar Rp4,7 triliun .
17
SUBSI DI BBM, BBN, LPG TABUNG 3 KG DAN LGV, 2013-2014
No URAI AN 2013 2014
Su bsidi BBM, BBN, LPG T abu ng 3 kg
dan LGV (m iliar Rp)
- Subsidi BBM dan BBN (miliar Rp)
- Premium dan BBN
- Miny ak Tanah
- Miny ak Solar dan
BBN
1 99 . 8 5 0 ,0
1 49.7 84,4
83.484,5
6.65 3,6
5 9.646,3
31 .5 23,7
1 00,0
1 94 . 8 9 3 ,
1
1 31 .222,9
68.81 4,4
6.1 06,6
5 6.301 ,9
36.7 7 0,8
1 Param eter :
108,0 106,0ICP (US$/barel)
2 Kurs (Rp/US$) 9.600,0 9.7 5 0,0
3 A lpha BBM (Rp/liter) 666,60-7 15 ,35 7 18,4
4 V olume BBM + Bio BBM (ribu KL) 4 8 . 000 , 0 5 0 . 5 00 , 0
- Premium dan BBN 30.7 67 ,0 32.960,0
- Miny ak tanah 1 .200,0 1 .1 00,0
- Miny ak solar dan BBN 1 6.033,0 1 6.440,0
5 V olume Elpiji (juta kg) 4.394,2 4.7 83,0
Sumber: Kementerian Keuangan
SUBSIDI LISTRIK, 2013-2014
No URAI AN 2013 2014
S u b s i d i L i s t r i k ( M i l i a r R p )
- Subsidi tahun berjalan (miliar Rp)
- Carry over ke Tahun berikutnya (miliar
Rp)
99 . 9 7 9 ,7
87.236,7
(7.822,8)
7.310,7
8 9 . 7 66 ,5
86.266,5
-
-18
Parameter:
1 ICP (US$/bbl) 108,0 106,0
2 Kurs (Rp/US$) 9.600,0 9.750,0
3 TTL (%) 15,0 -
4 Growth Sales (%) 9,0 9,0
5 Energy sales (TWh) 187,7 204,6
6 Losses (%) 8,5 8,5
7 Fuel Mix- High Speed Diesel/HSD (juta KL) 4,9 4,5
- Marine Fuel Oil/MFO (juta KL) 1,4 1,6
- IDO (juta KL) - -- Batu Bara (juta ton) 47,7 58,0
- Gas (MBBTU) 0,4 0,4
- Panas Bumi (TWh) 4,0 4,1- Bio Diesel (juta KL) 0,01 0,01
8 Margin (%) 7,0 7,0
Sumber: Kementerian Keuangan
SUBSIDI NONENERGI, 2013-2014
(miliar rupiah)
No URAI AN
2013
A PBNP
2014
RA PBN
Selisih th d
A PBNP 2013
1 . Subsidi Pangan 21 .497 ,4 1 8.822,5 (2.67 4,9)2. Subsidi Pupuk 1 7 .932,7 21 .048,8 3.1 1 6,23. Subsidi Benih 1 .454,2 1 .5 64,8 1 1 0,64. PSO 1 .521 ,1 2.1 97 ,1 67 6,0
a. PT KA I 7 04,8 1 .224,3 51 9,5b. PT Pelni 7 26,5 87 2,8 1 46,3d. LKBN A ntara 89,8 1 00,0 1 0,2
5. Subsidi Bunga Kredit
Program
1 .248,5 3.235,8 1 .987 ,36. Subsidi Pajak 4.635,5 4.7 1 3,2 7 7 ,7
Sumber: Kementerian Keuangan
6. Belanja Hibah
Dalam RAPBN tahun 2014, anggaran belanja hibah dialokasikan sebesar Rp3,5 triliun,
yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1,2 triliun bila dibandingkan dengan pagu
19
anggaran belanja hibah dalam APBNP tahun 2013 sebesar Rp2,3 triliun. Kebijakan
alokasi anggaran belanja hibah kepada daerah tersebut diarahkan untuk mendukung
peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan layanan dasar umum pada
bidang perhubungan, pembangunan sarana air minum, pengelolaan air limbah, irigasi,
sanitasi, dan eksplorasi geothermal.
Sumber dana hibah kepada daerah berasal dari luar negeri baik berupa pinjaman yang
diterushibahkan maupun hibah yang diterushibahkan, dengan rincian sebagai berikut:
Pertama, belanja hibah yang bersumber dari pinjaman luar negeri Pemerintah, yaitu: (1)
program Mass Rapid Transit (MRT) sebesar Rp2,9 triliun, yang bersumber dari Japan
International Cooperation Agency (JICA); dan (2) Water Resources and Irrigation Sector
Management Project-Phase II (WISMP-2) sebesar Rp146,3 miliar, yang bersumber dari
World Bank.
Kedua, belanja hibah yang bersumber dari hibah luar negeri Pemerintah, yaitu (1) Hibah
Air Minum sebesar Rp206,0 miliar yang berasal dari Pemerintah Australia; (2) Hibah Air
Limbah sebesar Rp29,8 miliar yang berasal dari Pemerintah Australia; (3) Development
of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Rp54,6 miliar yang berasal dari
Pemerintah Jerman; (4) Hibah Australia-Indonesia untuk pembangunan sanitasi sebesar
Rp93,4 miliar yang berasal dari Pemerintah Australia; (5) Provincial Road Improvement
and Maintenance (PRIM) sebesar Rp122,0 miliar yang berasal dari Pemerintah Australia;
(6) Hibah Air Minum Tahap I sebesar Rp3,5 miliar yang berasal dari Pemerintah
Australia; dan (7) Infrastructure Enhancement Grant sebesar Rp7,8 miliar.
7. Belanja Bantuan Sosial
Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat, Pemerintah terus berupaya
menjamin dan berkomitmen untuk terus meningkatkan pelaksanaan social security system
bagi seluruh rakyat Indonesia. Terkait dengan itu, kebijakan bantuan sosial dalam
RAPBN tahun 2014 difokuskan pada upaya-upaya: (1) memperluas cakupan dan
meningkatkan efisiensi pelaksanaan program-program perlindungan sosial (BOS, BSM,
PKH), serta melanjutkan kesinambungan dan penajaman pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat (PNPM Mandiri); (2) mendukung pelaksanaan SJSN
Kesehatan, melalui pengalokasian anggaran iuran BPJS Kesehatan bagi kelompok
penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan; serta (3) menanggulangi risiko sosial
akibat bencana alam melalui pengalokasian dana cadangan penanggulangan bencana
alam.
Dalam RAPBN tahun 2014, anggaran bantuan sosial direncanakan sebesar Rp55,9 triliun
(0,5 persen terhadap PDB). Jumlah ini, menunjukkan penurunan sebesar Rp26,6 triliun
(32,3 persen) apabila dibandingkan dengan pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan
20
dalam APBNP tahun 2013 sebesar Rp82,5 triliun (0,9 persen terhadap PDB). Penurunan
tersebut, terutama berkaitan dengan penyempurnaan kaidah akuntansi yang menyebabkan
sebagian alokasi anggaran bantuan sosial yang pada tahun 2013 dicatat dalam akun
bantuan sosial, dalam RAPBN tahun 2014 direalokasi ke akun belanja barang (belanja
barang yang diserahkan ke masyarakat). Selain hal tersebut, juga dikarenakan dalam
tahun 2013 terdapat alokasi anggaran program BLSM, yang merupakan program
kompensasi penyesuaian harga BBM bersubsidi. Alokasi anggaran bantuan sosial dalam
RAPBN tahun 2014 disalurkan melalui: (1) K/L sebesar Rp52,9 triliun, dan (2) non K/L,
yaitu berupa dana cadangan penanggulangan bencana alam melalui BA BUN sebesar
Rp3,0 triliun.
8. Belanja Lain-Lain
Kebijakan belanja lain-lain dalam RAPBN tahun 2014 antara lain menampung: (1)
antisipasi perubahan asumsi ekonomi makro melalui penyediaan dana cadangan risiko
fiskal; penyediaan biaya operasional lembaga negara yang belum mempunyai kode
bagian anggaran (BA) sendiri; (3) mendukung ketahanan pangan melalui penyediaan
dana cadangan beras Pemerintah (CBP), cadangan benih nasional (CBN), dan cadangan
stabilisasi harga pangan; (4) penyediaan alokasi anggaran untuk ongkos angkut beras
PNS di distrik pedalaman Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (5) penyediaan
alokasi anggaran pelaksanaan dan pengamanan Pemilu tahun 2014; dan (6) penyediaan
anggaran untuk kegiatan operasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2014.
Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam RAPBN tahun 2014 direncanakan sebesar
Rp28,9 triliun (0,3 persen terhadap PDB), terdiri atas dua kelompok alokasi, yaitu
cadangan risiko fiskal sebesar Rp6,5 triliun dan belanja lainnya sebesar Rp22,4 triliun.
Jumlah alokasi belanja lain- lain ini menunjukkan peningkatan sebesar Rp9,7 triliun, atau
50,2 persen jika dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja lain-lain pada
APBNP tahun 2013 sebesar Rp19,3 triliun (0,2 persen terhadap PDB). Lebih tingginya
alokasi belanja lain-lain dalam tahun anggaran 2014 antara lain disebabkan ditampungnya
alokasi cadangan untuk pengamanan dan pelaksanaan Pemilu tahun 2014 beserta siklus 5
tahunan terkait dengan persiapan dan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Presiden tahun
2014, pembayaran tunggakan bahan bakar minyak dan pelumas (BMP) Kementerian
Pertahanan (Kemhan)/Tentara Nasional Indonesia (TNI) kepada PT Pertamina tahun
2006-2012 sesuai dengan hasil audit dari lembaga auditor Pemerintah, dan cadangan
BMP Kemhan/TNI tahun 2014 guna memperbaiki baseline anggaran BMP Kemhan/ TNI
sesuai dengan kebutuhan riilnya sehingga diharapkan setelah tahun 2014 tidak ada lagi
kekurangan (utang) anggaran BMP Kemhan/TNI.
21
V. ANALISIS FISKAL SPACE INDONESIA TAHUN 2014
Dalam Perekonomian Negara sedang berkembang seperti Indonesia, Negara sebagai salah satu
pelaku ekonomi memegang peranan penting dalam menngerakkan perekonomian nasional, salah
satunya dengan fiskal Space. Fiskal Space adalah ketersediaan sumberdaya keuangan bagi
pemerintah untuk membiayai kebijakan yang diinginkan melalui anggaran. Kapasitas fiskal selama
ini masih terbatas, disebabkan oleh anggaran belanja negara yang setiap tahunnya lebih besar
digunakan untuk membiayai belanja yang bersifat mengikat berupa pos belanja rutin antara lain
belanja pegawai, belanja subsidi, dan pembayaran bunga utang.
Dengan adanya mandatory spending yang menyebabkan fiskal space makin terbatas, khususnya
untuk alokasi anggaran ke jenis belanja yang dapat lebih produktif, hal ini berisiko membuat
APBN tidak dapat berfungsi secara optimal. Selain itu, fungsi APBN sebagai stabilisator bagi
perekonomian yang bersifat countercyclical menjadi kurang fleksibel untuk antisipasi perubahan
asumsi ekonomi global. Padahal sebagai alat kebijakan fiskal, APBN harus dapat bermanuver,
yaitu pada saat ekonomi sedang dalam kondisi stabil, pemerintah dapat menjalankan anggaran
surplus, dan sebaliknya, pada saat krisis, pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal dengan
menjalankan anggaran defisit.
Adapun jumlah perkiraan Fiskal Space Indonesia dapat dihitung dengan mengurangi perkiraan
pendapatan Pemerintah Tahun 2014 dengan Jumlah total belanja mengikat yang terdiri atas belanja
pegawai, belanja subsidi, pembayaran bunga utang dan Transfer ke daerah. Dengan perhitungan
tersebut maka dapat diketahui bahwa jumlah Fiskal Space Indonesia Tahun 2014 diperkirakan
sebesar 343,624 Trilyun Rupiah atau hanya sekitar 20,6% dari total penerimaan pemerintah.
Fiskal Space Indonesia Tahun 2014 diprioritaskan Untuk Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur,
Penerapan SJSN(Sistem Jaminan Sosial Nasional), Dukungan terhadap penyediaan Transportasi
Publik, dan Pengembangan Sumber Energi Terbarukan.
Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur difokuskan untuk mengakomodasi keperluan anggaran
untuk: (1) menjamin ketersediaan infrastruktur dasar, termasuk infrastruktur energi, ketahanan
pangan dan komunikasi; (2) upaya peningkatan domestic connectivity (keterhubungan
antarwilayah); (3) meningkatkan kemampuan pertahanan menuju Minimum Essential Forces
(MEF); (4) mendukung pendanaan kegiatan multiyears; (5) meningkatkan kapasitas mitigasi dan
adaptasi terhadap dampak negatif akibat perubahan iklim (climate change), dan meningkatkan
kesiagaan dalam menghadapi bencana.
Pembiayaan untuk Penerapan SJSN diperlukan karena mulai tahun 2014 Pemerintah akan
melaksanakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) secara bertahap, yang bertujuan untuk
memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
terutama melalui pelaksanaan jaminan sosial di bidang kesehatan yang merupakan pengganti
22
Program Jamkesmas dan Jampersal. Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Untuk mendukung implementasi dari kedua undang-
undang tersebut, maka alokasi anggaran iuran BPJS Kesehatan bagi PBI akan menggantikan pola
jaminan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu yang dijalankan selama ini. Selain itu,
dialokasikan juga dukungan anggaran melalui K/L untuk supply side pelayanan kesehatan pada
pos belanja modal.
Salah satu fokus penggunaan fiskal space untuk mendukung ketersediaan Transportasi Publik
Diantaranya dengan melakukan Hibah atas Program Mass Rapid Transit (MRT). Proyek MRT
diharapkan dapat mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas di Jakarta, menunjang dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota Jakarta dengan membangun sistem transportasi kota
yang efisien, penciptaan lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas lingkungan kota Jakarta dan
mendukung mitigasi dampak perubahan iklim.
Dalam rangka pengembangan green energy, Pemerintah telah menetapkan dukungan kepada badan
usaha terkait untuk pengembangan proyek-proyek pembangkit listrik panas bumi (geothermal),
salah satu diantaranya adalah dengan membentuk fasilitas dana geothermal (FDG). FDG adalah
dukungan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah untuk mengurangi risiko usaha panas bumi
dalam rangka mendukung usaha pemanfaatan panas bumi bagi pengembangan pembangkit listrik.
Dengan FDG tersebut, diharapkan pengembangan pembangkit panas bumi di masa depan dapat
lebih menjaga kesinambungan keuangan negara dari pengaruh negative gejolak harga minyak dan
batubara yang dapat membebani APBN.
Dengan Keterbatasan Fiskal Space yang dimiliki Oleh Pemerintah, Maka empat fokus pembiayaan
diatas merupakan suatu kebijakan yang tepat karena memiliki tingkat urgensi yang tinggi. Akan
tetapi Dimasa yang akan datang, diharapkan adanya peningkatan efektifitas di sektor belanja,
khususnya belanja bersifat mengikat yang menjadi penyebab utama keterbatasan fiskal space.
Belanja subsidi merupakan faktor pengurang terbesar terhadap fiskal space sehingga diupayakan
dikurangi secara bertahap agar fiskal space bisa tetap terjaga, diantaranya melalui pengendalian
penggunaan BBM bersubsidi dan listrik bersubsidi.
Selain belanja subsidi, faktor pengurang lainnya adalah belanja pegawai, pembayaran bunga utang,
dan alokasi transfer ke daerah. Selain itu, perlu pembaharuan kebijakan belanja dengan
mempercepat penerapan penganggaran berbasis kinerja (PBK) yang lebih berorientasi kepada
output dan outcome. Ketentuan peraturan perundangan yang akan diterbitkan diupayakan
menghindari terciptanya mandatory spending baru, dan lebih berpihak pada ruang gerak
pemerintah yang longgar dalam meningkatkan multiplier effect perekonomian, misalnya dalam
bidang infrastruktur.
23
PENGEMBANGAN MODEL KEUANGAN NEGARA UNTUK PENETAPAN RUANG
FISKAL
Pengembangan Ruang Fiskal bertujuan mengkaji model keuangan Negara yang dapat digunakan
untuk menganalisi permasalahan yang berkaitan dengan ruang fiskal, yang meliputi sisi
penerimaan, pengeluaran, dan defisit anggaran.
Secara umum Karakteristik/Syarat Ruang Fiskal adalah:
1. Kebijakan pemerintah saat ini tidak mempengaruhi ruang fiskal dan keberlangsungan
fiskal di masa mendatang.
2. Terjaganya stabilitas Makro Ekonomi.
3. Pemerintah mampu menjawab pertanyaan berikut:
a) Dalam kondisi apa, perusahaan public tidak dimasukkan dalam target fiskal.
b) Bagaimana suatu Negara dapat mengatur cara baru untuk membiayai investasi
termasuk risiko fiskal.
c) Bagaimana suatu Negara mengatur implikasi makro ekonomi dari masuknya arus
dana yang besar ke dalam negeri.
Sedangkan secara khusus, Bank dunia menambahkan syarat sebagai berikut:
1. Pertanyaan yang harus dijawab pemerintah yaitu bagaimana kebijakan fiscal dapat
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan ruang fiscal.
2. Pengeluaran pemerintah yang baik dapat menciptakan ruang sendiri.
Hal hal yang mempengaruhi penetapan ruang fiscal:
1. Apakah Negara tersebut kaya akan sumberdaya ekonomi atau tidak.
2. Apakah rasio pajak cukup tinggi, atau masih mungkin dinaikkan.
3. Apakah keberlangsungan fiscal telah memperhatikan risiko dan apakah penyesuaian fiskal
dibutuhkan untuk mengamankan fluktuasi keuangan pemerintah.
4. Apakah situasi makro ekonomi dan pasar keuangan dapat meningkatkan pinjaman dan arus
modal masuk.
Pengembangan model keuangan ini menggunakan dua model ekonomi yaitu, model Financial
Programming (FP) dan Model Ekonometrika Simultan.
A. Model Financial Programming (FP)
Model Financial Programming merupakan model yang diguanak untuk menhitung,
memproyeksikan dan mensimulasikan berbagai shock yang mungkin muncul dalam
perekonomian terhadap APBN serta menyusun berbagai kebijakan untuk menghadapi
berbagai permasalahan perekonomian melalui instrument fiscal.
Model ini awalnya dikembangkan oleh IMF untuk mengalisa kebijakan makro
ekonomi suatu Negara dalam keseimbangan pasar uang, yang terdiri dari permintaan,
penawaran sektor internal dan sektor eksternal. Setelah itu model ini terus
24
dikebangkan dan digunakan untuk menganalisa kebijakan makro ekonomi terutama di
sektor fiscal, sehingga digunakan beberapa Negara termasuk Indonesia dalam
menyusun financial programming. Model yang sudah dikembangkan ini menganailsa
hampir semua blok sektor ekonomi makro yaitu, sektor riil, pasar barang, pasar uang,
neraca pembayaran, sektor public dan inflasi.
Beberapa hal yang dilakukan dalam pengembangan model FP antara lain:
1. Melaukan updating terhadap berbagai data yang relevan dan digunakan dalam
permodelan FP.
2. Menyaring Variabel- Variabel yang memeng khusus digunakan dalam
perhitungan, simulai, dan proyeksi APBN.
3. Memformulasikan dalam suatu dokumentasi tentang model FP dalam bentuk
persamaan-persamaan.
4. Merapihkan struktur data dalam model FP, diaman secara umum data terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu data input, data proses, dan data output.
5. Menyesuaikan struktur model FP dengan struktur APBN yang baru.
6. Menambahkan persamaan ruang gerak fiscal dalam struktur model FP.
Dimana persamaan ruang gerak fiscal adalah total pengeluaran dikurangi
pengeluaran pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan transfer ke daerah.
B. Model Ekonometrika Simultan
Model ini ditujukan sebagai pelengkap dari model Financial programming. Oleh
sebab itu model ini hanya memetakan 2 persamaan agregat dalam anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN) yaitu model Penerimaan Dalam negeri dan
Model Belanja Negara. Selain itu dalam model ini semua persamaan diintegrasikan
dalam satu sistem, dan terdapat pengujian statistik. Model ini menggambarkan
berbagai variable ekonomi makro yang diperkirakan dapat mempengaruhi
keseimbangan di sektor rill, sektor fiscal, dan tingkat harga dalam negeri. Hasil dari
mode Ekonometrika simultan ini diharapkan memberikan alternative dari hasil yang
diperoleh dalam Model FP, sebagai salah satu upaya untuk check and balance
terhadap hasil yang diperoleh.
Model ini terdiridari 3 blok yaitu:
1. Blok Riil
Aktivitas perekonomian pada sektor Rill yang dianalisis dari sisi permintaan
Produk Domestik Bruto (PDB). PDB tersusun atas penjumlahan pengeluaran
rumah tangga dan swasta, pengeluaran pemerintah, investasi pemerintah ,
investasi swasta,ekspor dan impor.
2. Blok Fiskal
25
Penerimaan dalam Negeri (PDN) yang diformulasikan dari penjumlaahn
Penerimaan Pajak dan PNBP.
3. Blok Harga
Blok ini diwakili oleh Model inflasi.
Biasanya hasil Proyeksi yang didapat dari Model Ekonometrika simultan sangat Berbeda dengan
Model FP karena asumsi yang digunakan oleh kedua model sangat berbeda. Model
Ekonometrika simultan bisa dikatakan tidak stabil digunakan sebagai alat forecasting. Sehingga
dibutuhkan berbagai penyesuaian tiap tahun sehingga hasil proyeksi tidak terlalu menyimpang.
Berkenaan dengan hal ini maka Model Ekonometrika simultan tidak cukup memadai sebagai alat
proyeksi untuk menentuakn besaran-besaran dalam APBN.
VI. MANAJEMEN PENGELUARAN PUBLIK
Public Expenditure Management (PEM) adalah suatu pendekatan baru dalam permasalahan
pengalokasian uang negara melalui pilihan-pilihan kolektif. PEM bekerja melalui mekanisme
kebijakan anggaran yang berbeda dengan penganggaran conventional. Perbedaan ini dapat dilihat
dalam dua kategori, pertama PEM melengkapi aturan-aturan prosedural yang konvensional
dengan norma-norma kebijakan yang substantif, hasil dari PEM berhubungan dengan total
penerimaan dan pengeluaran, alokasi sumber daya antara beberapa sektor dan program, dan
efisiensi terhadap pekerjaan insititusi pemerintah.
Secara umum, Manajemen Pengeluaran Publik ( PEM ) cenderung untuk mendorong pencapaian
tiga hasil , yaitu , disiplin fiskal agregat (Aggregate Fiskal Dicipline), efisiensi alokasi (Allocative
Efficiency), dan efisiensi operasional (Operational Efficiency). Disiplin fiskal agregat mengacu
pada keselarasan dari pengeluaran publik dengan total pendapatan ( pendapatan domestik ditambah
tingkat yang berkelanjutan dari pinjaman luar negeri ) , yang berarti menjaga pengeluaran
pemerintah dalam batas-batas yang berkelanjutan atau dengan kata lain tidak menghabiskan lebih
dari apa yang pemerintah mampu . Efisiensi alokasi di sisi lain mengacu pada keseimbangan antara
alokasi anggaran dengan prioritas strategis : apakah sumber daya anggaran yang dialokasikan
untuk program dan kegiatan yang mempromosikan prioritas strategis negara ? Sederhananya,
adalah pemerintah menghabiskan uang pada "benar" ? Dan, efisiensi operasional mengacu pada
penyediaan layanan publik di kualitas yang wajar dan biaya . Pertanyaan yang relevan di sini
adalah apakah negara ini mendapatkan pembelian terbaik untuk uang nya .
PEM mencakup pengaturan institusional dan manajemen yang luas. Maksudnya adalah bagaimana
pengeluaran publik diatur agar mencapai hasil yang positif. Untuk mencapai hasil tersebut juga
diperlukan kesesuaian yang cukup akan informasi, insentif, dan pengaturan institusi.
Unsur utama dari manajemen pengeluaran publik, adalah:
26
a. Aggregate Fiskal Dicipline. Total anggaran harus merupakan hasil yang eksplisit, keputusan
yang berkekuatan, dimana tidak hanya mengakomodasi penempatan kebutuhan. Total anggaran ini
harus dibuat sebelum penetapan rinciannya, dan harus bertahan pada jangka waktu menengah.
b. Allocative Efficiency. Pengeluaran harus didasarkan pada prioritas pemerintah dan keefektifan
dari program publik yang dijalankan. Sistem anggran harus mendorong relokasi dana dari program
dengan prioritas yang rendah ke priorotas yang tinggi dan dari program yang keefektifannya
rendah sampai yang tinggi.
c. Operational Efficiency. Agen-agen harus menghasilkan barang-barang dan jasa pada
tingkat cost untuk mencapai tujuan yang efisien dan pada tingkat biaya yang kompetitif dengan
pasar.
Sejak awal pertumbuhannya, budgeting (penganggaran) telah ditetapkan sebagai suatu bentuk
prosedur yang berulang kali terjadi, dan biasanya dengan perubahan sedikit dari tahun ke tahun
dengan menggunakan rasio sumber daya pemerintah diantara agen-agennya dan pengawasan setiap
jumlah yang dikeluarkan. Jadi penganggaran adalah pekerjaan pilihan runtinisasi yang
berhubungan dengan keuangan publik. Karakteristik ini membedakan penganggaran dari tindakan
pemerintahan yang lain yang mempengaruhi pengeluaran publik, seperti perencanaan nasional dan
kebijakan kabinet.
Terdapat beberapa prinsip dasar dalam penganggaran, yakni comprehensiveness (anggaran harus
mencakup pendapatan dan pengeluaran), accuracy ( anggaran harus mencerminkan transaksi dan
aliran yang aktual), annuality ( anggaran harus mencakup periode waktu yang tetap, biasanya pada
satu waktu fiskal), authoritativeness (dana publik yang dibelanjakan harus dibawah kuasa hukum),
dan terakhir adalahtransparency (pemerintah harus memperlihatkan informasi anggaran baik yang
berupa estimasi maupun pengeluaran yang sebenarnya secara berkala). Prinsip-prinsip
penganggaran ini adalah untuk diterapkan dan dijalankan melalui aturan-aturan prosedural yang
detail, mencakup lingkup anggaran, informasi didalamnya, timetable untuk pengambilan tindakan
tertentu, bentuk-bentuk untuk digunakan, otorisasi diperlukan sebelum dana-dana publik
dikeluarkan, dst. Setiap prinsip ini di latar belakangi oleh aturan formal yang dijalankan oleh
pengendali anggaran di pemerintahan pusat dan di departemen yang terkait. Akumulasi dari
prinsip-prinsip dan prosedur merupakan bagian due process in budgeting.
Istilah ”due process” berkonotasi dengan penilaian, dan jika prosedur-prosedur ini disuarakan
maka outcomes (hasilnya) adalah yang benar. Jadi, hasil-hasil ini harus dapat diperkirakan dalam
kaitannya dengan prosedur yang menghasilkan outcomes tersebut dan bukan yang berkaitan
dengan kriteria yang substantif. Proses dalam penganggaran mendorong pemerintah untuk men-
sentralisasikan manajemen dan pengawasan dari pengeluaran publik. Sentralisasi ini berjalan
bersamaan dengan keseragaman dalam prosedur anggaran. Semua unit pengeluaran harus
menggunakan bentuk yang sama, beroperasi menurut dalam waktu yang sama dan mengikuti
langkah yang sama dalam penerapan anggaran. Dalam suatu pemerintahan yang kecil, proses
27
anggaran dikerjakan oleh kantor pusat yang membuat peraturan, pengawasan izin, menyiapkan
budget dan mengawasi pengeluaran.
Pendekatan “due process”dalam penganggaran memiliki beberapa manfaat yang penting, yaitu
membentuk basis pengawasan keuangan dalam pemerintahan, memastikan bahwa informasi
keuangan rasional-akurat, seragam, dan tepat waktu. Pemerintah tidak dapat mengatur
pengeluarannya sendiri secara efektif jika due process dilanggar secara material. Namun, due
process merupakan basis yang kurang memadai untuk mengatur pengeluaran publik karena secara
sistematis akan membawa pada hasil yang bertentangan dan tidak diinginkan.
Manajemen pengeluaran pemerintah (PEM) berhubungan dengan fokus insentif pada aspek
informal penganggaran, sikap partisipan, dan perilaku yang dipengaruhi aturan anggaran. Kedua,
PEM juga dipengaruhi oleh informasi pembuat kebijakan dan para manajer yang mengeluarkan
uang publik. Kondisi informasi ini dipengaruhi dari dua faktor yang berkaitan : yaitu biaya dalam
menghasilkan dan menyebarluaskan informasi yang relevan, dan manfaat-manfaat dimana
penghasil informasi (agen) memiliki informasi pengguna yang lebih (prinsipil). Ketiga, PEM
berkaitan dengan peran formal dimana pengawas pusat memiliki wewenang resmi untuk
memutuskan segalanya mulai dari total anggaran hingga beragam pengeluaran.
Manajemen Pengeluaran Publik (PEM) yang Modern
Manajemen pengeluaran publik (PEM) pada saat ini lebih mengacu pada proses budgeting
karena aturan-aturan yang prosedural sangat mempengaruhi outcomes (hasil) dari pengeluaran.
Aspek kunci daribudgeting yang mempengaruhi hasil pengeluaran adalah pengaturan institusional,
jenis informasi yang tersedia untuk membuat dan menjalankan kebijakan pengeluaran, insentif
yang menyediakan cara untuk mempromosikan keinginan akan outcomes, serta jaminan dan
implementasi substanstif.
PEM terbagi dalam tiga basis objektif dari Manajemen Pengeluaran Publik yang Modern, yaitu:
1. Aggregate Fiskal Dicipline
Disiplin fiskal memerlukan pengawasan pengumpulan anggaran yang efektif yaitu : penerimaan
total dan pengeluaran serta keseimbangan diantara total ini. Pada saat kendali aggregat bekerja
secara efektif,outcomes ini akan menjadi lebih disiplin daripada akomodasi, hasilnya mereka
peroleh dari keputusan yang dijalankan secara eksplisit pada aggregatnya oleh pemerintahan. PEM
juga mencari efisiensi alokatif, yaitu suatu gabungan pengeluaran yang responsif terhadap
perubahan prioritas pemerintah dan juga temuan evaluatif yang bernilai pada keefektifan
pengeluaran alternatif yang komparatif. Efisiensi alokatif bergantung pada kapasitas dalam
menggeser sumber daya dari program yang lama ke yang baru dan dari penggunaan produktif dari
yang sedikit ke yang lebih besar, sesuai dengan perubahan obyektif kebijakan publik. Pada
akhirnya, PEM mencari efisiensi dalam pengoperasian administratif, pengurangan progresif
melalui perolehan produktivitas dalam mengelola biaya agensi pemerintahan dan dalam unit biaya
jasa.
28
Pengaturan Kelembagaan bagi Aggregate Fiskal Dicipline
a. Rules
Penetapan (pembatasan) pengeluaran total dan sektoral ditetapkan sebelum pembuatan rinciannya.
Pengeluaran total ini harus konsisten dengan batasan yang telah ditentukan, yakni dalam kerangka
waktu jangka menengah antara 3-5 tahun (Medium-Term Expenditure Framework).
b. Roles
Peran Departemen keuangan harus kuat dalam penetapan total anggaran dalam negosiasi dengan
departemen teknis dan dalam rapat kabinet. Dalam tahap implementasi anggaran, Departemen
Keuangan dapat melakukan suatu tindakan tegas jika ternyata terjadi pelanggaran dalam batas
total.
c. Information
Medium Term Expenditure Framework memberikan suatu garis batas untuk mengukur dampak
anggaran dari adanya perubahan kebijakan. Dalam tahap implementasi anggaran, pengeluaran
diawasi untuk memastikan bahwa aggregate fiskal dipenuhi.
2. Allocative Efficiency
Efisiensi alokatif dapat di kembangkan hanya bila permintaan informational dapat diatur, konflik
mengenai penganggaran dapat diredam dan para pembuat kebijakan pengeluaran tidak melakukan
sabotase pengaturan prioritas dan proses pengimplementasian anggaran.
Pengaturan Kelembagaan bagi Allocative Efficiency
a. Rules
Penetapan batas pengeluaran bagi sektor/departemen dan menteri didorong untuk mere-alokasi
dananya pada batas yang telah ditetapkan. Proses re-alokasi harus didasarkan pada temuan yang telah
dievaluasi terhadap keberhasilan program.
b. Roles
Pemerintah pusat harus memiliki kapasitas untuk mendefiniskan tujuan dan prioritas nasional dan
melakukan alokasi antar sektor secara konsisten dengan Medium-Term Expenditure Framework.
Menteri teknis yang kuat dengan otoritas yang memadai untuk mere-alokasi dana pada area tanggung
jawabnya melalui masukan dari kabinet atau parlemen.
c. Information
Para menteri dan manager menyiapkan informasi atau menerima informasi mengenai kebejasilan
program yang direncanakan dan yang sesungguhnya dapat dicapai. Mereka juga menerima informasi
mengenai dampak dari pengeluaran yang dilakukan dalam perspektif medium-term framework.
3. Operational Efficiency29
Salah satu tujuan penganggaran adalah membuat ekonomis suatu pengoperasian pemerintahan dengan
mengendalikan items pengeluaran, yaitu pegawai, suplai, peralatan, dll yang dibeli oleh agen-agen
pemerintah. Pada banyak negara, penganggaran terus difokuskan pada jumlah input yang beragam.
Kendali input ini memperlambat efisiensi operasional karena tidak memberikan insentif-insentif yang
ekonomis yang dibuat oleh para pembuat kebijakan pengeluaran dan tidak ada hubungannya dengan
jumlah yang telah dikeluarkan pada output yang dihasilkan.
Pengaturan Kelembagaan bagi Operational Efficiency
a. Rules
Biaya operasional sangat terbatas karena itu para manajer diberikan diskresi dalam menggunakan
sumber daya. Biaya operasional ini sebisa mungkin dikurangi secara progrsif untuk meningkatkan
efisiensi.
b. Roles
Manajer tingkat menengah berperan menetapkan bagaimana berbagai sumber daya yang terbatas
digunakan. Diskrsi operasional diberikan kepada manajer berkaitan dengan hal tersebut.
c. Information
Output anggaran dispesifikkan lebih lanjut dan output actual diperbandingkan dengan target yang
telah ditetapkan sebelumnya. Informasi akan keuangan dan organisasi yang mengatur anggaran
dipublikasikan dalam laporan berkala dan pada dokumen-dokumen lainnya.
VII. PUBLIC EXPENDITURE ANALYST
Salah satu kebijakan pengeluaran pemerintah adalah pengeluaran yang bertujuan memberikan
pelayanan publik demi kesejahteraan rakyat. Pada buku Public Expenditure Analyst disebutkan
bahwa pelayanan publik pada negara berkembang dianggap kurang memuaskan, tidak memberi
perlindungan kepada warga miskin, wanita dan lansia. Serta kurang responsif kepada preferensi
masyarakat. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana menciptakan desain organisasi dengan
insentif yang tepat agar tercipta sektor publik yang responsif dan bertanggungjawab. Untuk
mengetahuinya terdapat analisis melalui pertanyaan sebagai berikut :
Uji beban public (Public burden test) : Siapa yang menanggung pajak dan siapa yang
mendapatkan keuntungan dari program publik?
Uji pengurangan kemiskinan (Reduction poverty test) : Apakah program yang yang ada
bertujuan mengurangi kemiskinan? Apakah program tersebut dilaksanakan dengan baik?
Uji perlindungan social (Social protection test) :apakah ada jaminan yang memadahi untuk
keamanan penghasilan bagi lansia dan orang miskin?
30
Uji perlindungan gender (gender safeguard test) : apakah program yang ada menjamin
kesetaraan akses terhadap wanita?
Uji responsiveness : Apakah program yang ada responsif terhadap preferensi warga Negara?
Uji Akuntabilitas : Apakah warga ikut andil dalam upaya meminta pertanggungjawaban dari
pejabat terpilih dan diangkat.
A. Uji Beban Publik
Dimaksudkan untuk menganalisis pertanyaan tentang siapa yang mendapatkan keuntungan
dari program publik. Literatur tentang kegiatan fiskal secara tradisional berfokus pada kegiatan
pajak – siapa yang membayar pajak - dan mengabaikan isu kegiatan pengeluaran. Pada bagian
ini mencoba untuk mengisi kesenjangan dan meneliti utama isu metodologi yang timbul dalam
pengukuran kejadian pengeluaran, atau bagaimana pengeluaran pemerintah mempengaruhi
posisi ekonomi keluarga dan individu .
Estimasi kegiatan pengeluaran membutuhkan tiga langkah utama, yaitu :
1. Menetapkan waktu, kerangka analisis, unit analisis, dan pengukuran penerimaan yang
akurat. Sebuah perbedaan penting harus terlihat antara dampak langsung pengeluaran
publik (analisis ekulibrium parsial) dan dampak tidak langsung melalui perubahan harga
relatif (analisis ekulibrium umum). Pengukuran dari dampak tidak langsung tidak dapat
terlihat dari analisis kegiatan pengeluaran secara tradisional. Karena itu digunakan konsep
pendapatan yang mengasumsikan bahwa manfaat dari belanja pemerintah dialokasikan
dengan cara distribusi netral pada individu. Ketika fokus analisis kegiatan adalah efek
distribusi dari sistem fiskal keseluruhan, konsep pendapatan yang paling tepat adalah
pendapatan komprehensif, yang meliputi pendapatan pribadi ditambah dengan pendapatan
yang berasal dari belanja pemerintah (transfer, gaji pemerintah, belanja barang dan jasa
pemerintah, dan bunga atas utang publik) dikurangi pajak. Satu tambahan pertimbangan
metodologis adalah apakah akan melakukan analisis kegiatan secara tahunan atau secara
berkesinambungan, karena kegiatan tahunan tidak dapat menjelaskan dengan tepat manfaat
multiyear yang berasal dari pengeluaran investasi.
2. Alokasi pengeluaran pemerintah kepada unit keluarga yang dipilih. Secara teori, nilai dari
manfaat yang diberikan oleh pengeluaran publik selain transfer tunai adalah jumlah nilai
yang bersedia dibayar oleh individu. Namun, kesediaan untuk membayar tidak diketahui
dalam kasus barang yang disediakan untuk umum tanpa melalui mekanisme pasar,
sehingga biaya yang dikeluarkan pemerintah hanya sebuah perkiraan. Pengeluaran
pemerintah dapat diklasifikasikan oleh kemudahan mengidentifikasi penerima manfaat.
Pengeluaran tertentu seperti transfer dan pembayaran beberapa pelayanan pemerintah
(seperti kesehatan dan pendidikan) dapat ditujukan untuk individu tertentu, dan biaya
program tersebut dapat ditambahkan ke pendapatan rumah tangga. Pengeluaran umum
31
(seperti pertahanan , hukum dan ketertiban , dan administrasi) memberikan manfaat
kepada seluruh masyarakat dan sulit untuk menetapkan ke penerima manfaat individu..
3. Pilih dan terapkan indeks redistribusi. Langkah terakhir pada kegiatan pengeluaran adalah
untuk merangkum hasil menggunakan beberapa indeks redistribusi. Indeks ini dapat
diterapkan untuk pengeluaran total pemerintah atau untuk komponen yang tertentu. Indeks
lokal (seperti penyesuaian saham relatif, atau RSA) mengukur tingkat redistribusi untuk
setiap kelompok pendapatan. Indeks global mengukur redistribusi, seperti indeks tunggal
untuk negara, yang didasarkan pada perbandingan koefisien Gini.
B. Uji Penanggulangan Kemiskinan
Pada bahasan ini akan disajikan diskusi tentang berbagai konsep empiris yang dapat digunakan
untuk memeriksa apakah program-program publik yang ada memiliki efek positif dalam
mengurangi kemiskinan. Pendekatan analitis kemudian diterapkan pada Rakyat Republik
Demokratik Laos(PDR) dan Filipina untuk menunjukkan kegunaannya untuk tujuan kebijakan.
Bagian ini menyajikan tinjauan singkat tentang langkah-langkah ketidaksetaraan dan
kemiskinan
dan implikasi kesejahteraan mereka. Langkah-langkah utama ketidaksetaraan dan kemiskinan
dibahas dalam bagian ini meliputi analisis kurva Lorenz, indeks Gini, Indeks Generalized Gini,
ukuran entropi ketidaksetaraan, dan Atkinson langkah-langkah ketidaksetaraan.
Hasil empiris dari studi Lao PDR menunjukkan bagaimana mengukur ketidaksetaraan,
pertumbuhan ekonomi yang cepat telah menyebabkan peningkatan ketidaksetaraan secara
substansial. Besarnya peningkatan ketidaksetaraan meningkat secara monoton dengan
parameter penghindaran risiko relatif, dan dapat disimpulkan bahwa manfaat relatif terhadap
orang yang sangat miskin adalah kurang dibandingkan dengan manfaat relatif terhadap mereka
yang tidak begitu miskin. Namun, pada periode yang sama, semua indikator kemiskinan
mengungkapkan penurunan luar biasa dalam kemiskinan -menyiratkan bahwa meskipun
keuntungan yang kaya lebih dari yang miskin, manfaat dari pertumbuhan ekonomi tidak
menetes ke bawah kepada orang miskin.
Bagian ini juga memberikan dua kontribusi besar. Pertama, mengembangkan umum
metodologi untuk menilai implikasi ekuitas kebijakan fiskal. Kedua, menggunakan metodologi
ini untuk menilai ekuitas keseluruhan dari sistem fiskal di Filipina. Sebagai alat metodologis,
indeks reformasi kesejahteraan (berdasarkan kelas fungsi kesejahteraan sosial homothetic)
berasal dan diterapkan pada data kemiskinan yang telah dikumpulkan di Filipina untuk
memberikan peringkat perubahan kebijakan yang member dampak pada kesejahteraan sosial.
Dalam analisis ini, kesejahteraan sosial bergantung pada pendapatan rata-rata dan
ketimpangan. Penulis menggunakan ukuran elastisitas kesejahteraan dan indeks reformasi
kesejahteraan pada dua kategori kebijakan fiskal : (a) kebijakan yang mempengaruhi
32
komponen pendapatan (misalnya, pendapatan dari manufaktur, jasa, dan pertanian tanaman
pangan) dan (b) kebijakan yang mengubah harga. Sekali tindakan ini dihitung, kedua jenis
kebijakan dievaluasi untuk dampak relatif pada rumah tangga miskin dan kaya .
1. Kebijakan yang mempengaruhi pendapatan. Dengan menggunakan data dari Filipina,
penulis menemukan bahwa kebijakan yang meningkatkan pendapatan keluarga
(misalnya,penghasilan dari pertanian) adalah jenis kebijakan yang akan memiliki dampak
terbesar pada masyarakat miskin. Kebijakan yang menaikkan upah dan gaji, dana pensiun
dan jaminan sosial lebih memberikan keuntungan kepada masyarakat kaya daripada orang
miskin.
2. Kebijakan yang mempengaruhi pengeluaran. Disimpulkan bahwa pajak pada makanan
sama dengan pajak non-pangan (seperti alkohol dan tembakau) sangat regresif.
Pengeluaran pribadi untuk kesehatan dan pendidikan menjadi regresif, pada masyarakat
miskin menghabiskan secara proporsional lebih dari orang kaya. Hal tersebut
menunjukkan kebutuhan untuk melakukan yang lebih baik pada pengeluaran pemerintah
untuk pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin. Akhirnya, pajak penghasilan
pribadi menjadi progresif dan pajak penghasilan badan (beban yang juga akan dibagi oleh
tenaga kerja) menjadi hanya sedikit progresif.
Penulis menyimpulkan bahwa ada ruang yang cukup untuk membuat kebijakan fiskal
Filipina lebih adil, karena sistem saat ini sebagian besar regresif dan manfaat untuk orang
kaya lebih banyak daripada manfaat untuk orang miskin.
C. Uji Perlindungan Sosial
Pada bagian ini terdapat kerangka kerja untuk menilai program pensiun publik sebagai
perlindungan untuk jaminan penghasilan untuk lansia dan orang miskin. Kebijakan publik
untuk menjamin bahwa pensiunan memiliki rasa aman dan pendapatan yang memadai adalah
yang paling penting dari implementasi pemerintah. Pada sebagian besar negara anggota
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pensiun publik, dan
transfer untuk lansia merupakan proporsi yang signifikan dari total pengeluaran pemerintah.
Mereka terikat menjadi semakin penting di negara-negara berkembang karena alasan politik,
ekonomi, dan demografi.
Bagian ini juga merangkum isu utama dalam pengembangan dan reformasi sistem pensiun,
serta mengkaji alasan untuk intervensi pemerintah pada sektor pensiun dan mengidentifikasi
tiga tujuan utama : (a) untuk mendistribusikan kembali yang kurang baik- orang pensiunan,
yang memiliki kebutuhan yang unik dikaitkan dengan usia mereka, (b) untuk memfasilitasi
tabungan pensiun, baik untuk mengimbangi kecenderungan orang untuk tidak menyimpan
cukup untuk pensiun masa mereka sendiri dan untuk meningkatkan bunga tabungan secara
agregat, dan (c) untuk memastikan lansia dapat menghadapi berbagai risiko yang tidak dapat
33
ditanggulangi oleh sektor swasta. Ini adalah tiga tujuan yang digunakan untuk fokus pada
rangkaian kebijakan yang akan sesuai untuk mengatasi masing-masing tiga isu yang luas,
mengakui keberadaannya, kepastian, mengetahui tumpang tindih kebijakan dan tujuan.
Manfaat dari reformasi pensiun adalah mengurangi kesenjangan, peningkatan dalam
pemenuhan kebutuhan sendiri orang tua, dorongan dari pertumbuhan ekonomi, pengurangan
risiko individu, dan pengembangan pasar modal.
Dari sini terdapat kebijakan atau desain masalah yang paling penting untuk ditangani dalam
memilih sistem pensiun yang cocok adalah sebagai berikut :
1. Peran sektor publik dibandingkan sektor swasta. Beberapa fungsi, seperti memberikan
transfer untuk kebutuhan lansia, hanya dapat diberikan oleh sektor publik. Namun, untuk
banyak aspek kebijakan pensiun, terdapat pilihan antara penyediaan layanan publik dan
swasta. Pensiun dan skema tabungan pensiun dapat diberikan oleh pemberi kerja atau
lembaga keuangan swasta atau dapat diberikan oleh sektor publik. Dalam kasus lain, ada
juga sebuah peran yang dapat dilaksanakan oleh berbagai sektor. Akumulasi dana pensiun
publik dapat dikelola oleh perusahaan investasi swasta, dan skema kerja pensiun dapat
diamanatkan oleh sektor publik. Tingkat peran pemerintah sebagai regulator skema
pensiun pada swasta, pasar modal, dan lembaga keuangan juga harus diputuskan.
2. Keuniversalan dibandingkan target. Dalam komponen redistributif skema pensiun publik,
transfer kepada lansia dapat didasarkan pada faktor demografi yang universal atau mereka
dapat ditargetkan dalam berbagai tingkatan. Target dapat mengambil berbagai bentuk,
termasuk penggunaan dalam bentuk transfer. Sejumlah besar pertimbangan masuk ke
keputusan ini, termasuk kapasitas pengiriman kelembagaan dan biaya administrasi, efek
insentif ekonomi, harga take- up individu, dan pertimbangan ekonomi politik.
3. Didanai dibandingkan tidak didanai. Komponen umum dari sistem pensiun,
termasuk komponen asuransi sosial, dapat didanai atau tidak didanai. Jika didanai, pemberi
dana dana bisa secara kelompok atau tingkat individu. Tingkat pendanaan tersebut
mempengaruhi kesinambungan program, dampak pada tabungan, dan sejauh mana hal itu
terdistribusikan kembali antar generasi. Pengaturan pendanaan juga dapat mempengaruhi
sejauh mana program tahan terhadap manipulasi politik dan birokrasi.
4. Wajib dibandingkan dengan sukarela. Kebijakan pensiun dapat melibatkan berbagai
tingkatan dari kepatuhan akan suatu kewajiban, sebagai lawan mendorong kepatuhan
sukarela. Mewajibkan dapat berlaku pada tingkat individu atau tingkat perusahaan.
5. Struktur pensiun. Tingkat pembayaran pensiun atau transfer pembayaran harus diputuskan,
sebaik bentuk kontribusi dan struktur tingkat bunga berlaku untuk keduanya. Ini akan
melibatkan pertukaran klasik antara efisiensi dan efek ekuitas.
Resolusi masalah desain yang dibahas di sini melibatkan keputusan politik. Tanggung
jawab saat ini terletak pada pembuat kebijakan, baik di negara maju maupun berkembang,
34
untuk memilih berbagai alternatif guna menjamin stabilitas ekonomi dan kesejahteraan
lansia.
D. Uji Persamaan Gender
Berkaitan dengan ketidakadilan gender adalah penting dari perspektif ekonomi dan keadilan
sosial dan perspektif hak asasi manusia. Sejumlah praktisi pembangunan menasihati negara-
negara berkembang untuk mempersiapkan "Anggaran berbasis gender," di mana semua
komponen anggaran diteliti untuk digunakan bagi kesejahteraan perempuan dan disajikan
estimasi sejauh mana wanita mengambil bagian pada manfaat penerimaan bersih perpajakan
dan keputusan belanja publik. Tidak ada kesepakatan seperti belum adanya alat untuk menilai
sejauh mana pemberdayaan perempuan telah dilakukan.
Pada bagian ini dibahas "gender budget " sebuah penilaian yang telah dilakukan di Barbados,
Israel, Afrika Selatan, dan Sri Lanka . Lebih lanjut hal tersebut melihat dari potensi World
Bank’s Public Expenditure Reviews ( PER’s ) sebagai alat advokasi untuk lebih memiliki
bagian dalam anggaran negara untuk meningkatkan akses perempuan terhadap pelayanan
publik dan partisipasi mereka dalam kegiatan ekonomi.
Berbagai alat yang telah dianjurkan untuk digunakan dalam analisis anggaran berbasis gender
yang sensitif ini meliputi (a) penilaian manfaat pemisahan gender (seperti survei), (b) analisis
kegiatan pengeluaran publik terkait pemisahan gender, (c) penilaian kebijakan-sadar gender
(bagaimana kebijakan akan mempengaruhi jenis kelamin ketimpangan), dan (d) laporan
anggaran - sadar gender. Laporan anggaran sadar-gender akan mencakup target pengeluaran
kesetaraan jender, pelayanan publik yang memprioritaskan perempuan, sistem manajemen
gender dalam pemerintahan, prioritas transfer pendapatan untuk perempuan, keseimbangan
gender dalam kontrak kerja sektor publik, keseimbangan gender dalam mendukung bisnis, dan
keseimbangan jenis kelamin dalam kontrak sektor publik.
Dari review "anggaran perempuan" yang disiapkan untuk Bahama, Barbados, Afrika Selatan,
dan Sri Lanka, disimpulkan bahwa dokumen tersebut, sementara cukup komprehensif.
E. Uji Responsiveness dan Akuntabilitas
Sektor publik terus menghadapi krisis kepercayaan publik di negara-negara berkembang.
Reformasi layanan sipil yang kuat dan berkelanjutan dilakukan selama beberapa dekade
terakhir bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis dan kapasitas, memperkenalkan
penambahan manfaat, meningkatkan upah sektor publik, menyederhanakan struktur gaji, dan
memperbaiki manajemen keuangan dan pemantauan serta evaluasi telah yang gagal untuk
memulihkan kepercayaan publik pada pemerintah. Dalam bagian ini dijelaskan atribut
kegagalan reformasi yang berfokus pada model hirarkis tata kelola sektor publik. Mereka
berpendapat bahwa solusi pemerintahan top-down tidak membangun sebuah struktur insentif
35
yang memfasilitasi respon preferensi warga dan akuntabilitas wajib pajak. Selanjutnya,
pendekatan top-down tidak mendorong manajemen publik yang bertanggung jawab karena
manajer publik tidak menghadapi tekanan persaingan dan tidak bertanggung jawab untuk klien
mereka. Untuk mengatasi insentif ini dan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung
untuk responsif, bertanggung jawab, dan akuntabel, diusulkan suatu model kelembagaan baru
sebuah pemerintahan. Pendekatan pemerintahan terpusat menyuarakan warga mereka,
memiliki unsur-unsur yang membedakan berikut :
1. Clien’s charter and sunshine law. Warga diberdayakan melalui piagam klien untuk
menuntut akuntabilitas dari sektor publik. Piagam klien menetapkan standar pelayanan dan
keinginan dan proses ganti rugi jika terjadi ketidakpatuhan. Hukum sinar matahari
memberikan warga hak untuk mengetahui dan hak media untuk memberitahu.
2. Desentralisasi manajemen publik. Pembagian tanggung jawab antara
berbagai tingkat pemerintahan yang didasarkan pada prinsip subsidiaritas, dengan kata
lain, semua pelayanan publik harus diberikan secara lokal kecuali kasus yang meyakinkan
dapat dibuat untuk tugas - tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah daerah
menikmati aturan local pada bidang-bidang tanggung jawab mereka.
3. Partisipasi Demokratis. Warga mempengaruhi pemerintahan dengan mengungkapkan
keinginan mereka pada layanan dari perwakilan terpilih dan menahan tanggung jawab
untuk memastikan bahwa pemerintah menghormati preferensi ini.
4. Demokrasi langsung. Program utama publik harus taat kepada pendapat rakyat banyak.
5. Mandat Legislatif. Badan legislatif menetapkan prioritas anggaran, otorisasi
anggaran, dan menentukan kontrak output untuk berbagai administrasi pemerintah dan
memberikan harapan pada kualitas hasil hidup.
6. Kontrak jasa pengiriman. Eksekutif mengadakan kontrak pengiriman layanan dengan
manajer program dan menyediakan pembiayaan.
7. Fleksibilitas manajerial tetapi akuntabilitas untuk hasil. Manajer terikat dengan beberapa
aturan, tetapi harus bertanggung jawab atas hasil kinerja pelayanan.
8. Anggaran yang diketahui masyarakat dan kartu laporan kinerja pemerintah. Anggaran
tahunan menggunakan format yang diketahui warga dan laporan kinerja tahun lalu sebagai
pembanding bagi pesaing.
9. Akuntabilitas Bottom- up. Warga memberikan umpan balik tentang kinerja pemerintah.
Umpan balik ini memiliki pengaruh pada program pemerintah. Kelompok masyarakat sipil
dan media membantu warga mencapai penilaian informasi tentang
kinerja pemerintah.
Model tata kelola ini berpendapat untuk fleksibel , kompetitif , berbasis hasil , dan tata kelola
publik yang terpusat pada warga, yang bertentangan dengan masukan kontrol top-down
didorong manajemen yang didukung oleh program yang sebagian besar direformasi.
36
Pada bagian selanjutnya, terdapat pertanyaan seberapa baik anggaran dan keuangan
proses manajemen di tingkat lokal melayani warga dan bagaimana mereka bisa
direstrukturisasi untuk melayani warga lebih baik. Pada bagian pertama , meneliti cara-cara
yang konvensional dari proses anggaran dan format di negara berkembang menggagalkan
kemampuan warga negara untuk berkontribusi pada proses tata kelola atau permintaan
pertanggungjawaban atas kinerja pemerintah. Mereka berpendapat meskipun layanan yang
diberikan
lokal cenderung sangat terlihat (dengan warga bisa melihat apakah jalan-jalan
dibangun atau dipertahankan, klinik yang dikelola dengan baik, dan pengiriman air dapat
diandalkan), warga tidak memiliki akses yang cukup untuk penganggaran dan pengelolaan
keuangan, proses untuk mensapatkan kontribusi darimasyarakat melalui debat publik -
misalnya,
tentang jalan apa yang dibangun, menginformasikan perwakilan ketika klinik
tidak efektif dikelola, atau mencari ganti rugi bila air tidak aman untuk diminum. Warga
umumnya dikecualikan dari sebagian besar tahapan proses anggaran sepenuhnya, dan akses
yang merekamiliki biasanya hanya simbolik.
Dalam hal reformasi kelembagaan yang terkait dengan proses anggaran itu sendiri, diusulkan
bahwa anggaran warga negara yang berorientasi harus memenuhi beberapa prinsip - relevansi,
mudah dibaca, tanggung jawab, dan reportability. Prinsip relevansi mensyaratkan bahwa
anggaran harus diklasifikasikan dalam cara yang benar, dengan format anggaran dan laporan
keuangan yang menjawab pertanyaan besar warga (seperti informasi tentang entitas yang
menerima dana, alokasi aktual yang diterima dan ditargetkan output, kinerja terhadap tersebut
target, dan pejabat yang bertanggung jawab untuk mengelola dana dan memproduksi hasil).
Prinsip pembacaan menegaskan bahwa anggaran harus diformat dengan cara yang sangat
dipahami oleh lulusan sekolah dasar, yang memungkinkan mudah memahami informasi dan
mudah membandingkan target dan kinerja. Prinsip tanggung jawab adalah bahwa format harus
mengkomunikasikan tanggung jawab pejabat untuk warga negara terkait hal-hal penting
(kejujuran fiskal dan hasil layanan). Prinsip reportability mensyaratkan bahwa dokumen
anggaran memfasilitasi pemantauan warga pada kinerja pemerintah, umpan balik, dan ganti
rugi.
Sejumlah besar upaya telah dijalankan di seluruh dunia untuk memfasilitasi ekspresi suara
warga negara untuk meningkatkan akuntabilitas sektor publik yang lebih besar. Telah diteliti
dampak dari inisiatif ini pada pemerintahan lokal melalui review lebih dari 50 kasus yang
melibatkan reformasi mekanisme berbasis suara diadopsi oleh pemerintah lokal dan regional
di negara berkembang, dengan penekanan khusus pada pengalaman Afrika Selatan.
Ulasan ini menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil kasus melakukan mekanisme suara baru
untuk meningkatkan akuntabilitas sektor publik untuk warga negara pada umumnya. Pada
37
mekanisme suara untuk mempromosikan akuntabilitas, warga harus diberdayakan untuk
menyatakan suara dalam (a) yang memerintah mereka, (b) bagaimana mereka diatur (proses
governance), (c) apa mandat publik (agenda pemerintahan), dan (d) apa yang dihasilkan
(output dan outcome). Dimana mekanisme suara memfasilitasi partisipasi yang lebih luas dan
tingkat pengaruh suara yang tinggi, pemerintah dibuat lebih responsif dan akuntabel kepada
warga. Hanya segmen sosial tertentu yang memberikan suara melalui mekanisme (misalnya,
kelompok fokus), akuntabilitas akan sempit dan terdapat resiko salah tafsir oleh pemerintah.
Hal ini menunjukkan bahwa struktur politik terpusat dan struktur administratif tertutup
membatasi partisipasi yang lebih luas dan memberikan pengaruh pada aspirasi. Review
ini menyimpulkan bahwa mekanisme suara partisipatif biasanya bekerja kurang baik dalam
daerah miskin karena suara masyarakat miskin diabaikan atau ditangkap oleh kelompok
dengan kepentingan khusus.
VIII. GOVERNMENT BUDGETING AND EXPENDITURE CONTROL
Ruang lingkup budget tergantung dengan ruang lingkup pemerintah dan tujuan anggaran.dimana pemerintah dikategorikan menjadi dua yaitu pemerintah pusat yang terdiri dari seluruh organisasi di pusat, dengan pemerintah secara umum yaitu semua unit pemerintahan baik itu pusat, provinsi, ataupun kabupaten. Anggaran pemerintah juga harus mencakup semua informasi penting pada transaksi sector publik dan sistem penganggaran terpadu memberikan gambaran komprehensif mengenai transaksi sektor publik kepada pengambil keputusan dan bagian administrasi anggaran.
Penganggaran merupakan interaksi dari berbagai bidang, untuk mendapatkan perspektif yang benar maka penganggaran dapat diklasifikasikan berdasarkan control pengeluaran. Penganggaran melibatkan tugas yang berbeda pada sisi penerimaan dan pengeluaran. Pada bagian pengeluaran, melibatkan penentuan besarnya anggaran, besarnya pengeluaran berdasarkan fungsi yang berbeda, dna besarnya pengeluaran pada berbagai program yang merupakan bagian dari fungsi.
Perhatian utama pada pengeluaran adalah alokasi efisiensi sumber daya antara sektor publik dan sector swasta. Penyajian pengeluaran secara total dapat dilakukan dengan dua cara. Dengan model devolution, yaitu semua total anggaran diputuskan oleh bagian keuangan pusat atau bagian perencanaan dan kemudian dikomunikasikan kepada seluruh organisasi. Cara kedua adalah model Agregative yaitu disusun rencana permintaan pengeluaran setiap program, kemudian dikompilasikan dan dikonsolidasikan.
Secara natural penyajian penganggaran tidak dapat menyajikan secara detail seluruh program yang dilaksanakan pemerintah. Dengan berbagai penyesuaian dan perbandingan maka total pengeluaran pemerintah dapat disajikan sebagai berikut :
Pendapatan + Defisit = Total belanja pemerintah
Persamaan tersebut akan berbeda pada Negara yang penganggarannya tergantung pada pnjaman luar negeri, persamaan tersebut akan menjadi :
Pendapatan + Pinjaman Luar Negeri +Defisit = Total belanja pemerintah
38
Sedangkan untuk Negara yang memiliki surplus, persamaan tersebut menjadi :
Pendapatan – Surplus = Total belanja pemerintah
Masih ada beberapa pendekatan lainnya yang dilakukan oleh berbagai Negara.
Formula perkiraan penetapan anggaran belanja biasanya dilakukan dengan :
a. Kebutuhan yang bersifat terus menerus dan bersifat jangka panjangb. Perubahan biaya pelayananc. Pengumuman adanya pengeluaran baru, atau pengeluaran terkait kebijakan legislatif padatahun
tersebutd. Alokasi anggaran untuk proyek tahun jamake. Alokasi anggaran untuk proyek atau program baru
Beberapa estimasi membutuhkan sebuah keputusan dalam rangka pembiayaan aktivitas pemerintah. Aspek penting pada pengambilan keputusan adalah determinasi pengeluaran baru, pola alokasi, dan perubahan alokasi untuk anggaran proyek tahun jamak.
Daftar Pustaka.
39
Heller Peter S., “ Understanding Fiskal Space” March 2005.
Public Expenditure Analysis,edited by Anwar Shah.The World bank, Washington DC,2005.
x
J. Edgardo Campos, "What is Public Expenditure Management (PEM)?," The Governance Brief,
2001. [Online]. HYPERLINK
"http://www.adb.org/sites/default/files/pub/2001/GovernanceBrief01.pdf"
http://www.adb.org/sites/default/files/pub/2001/GovernanceBrief01.pdf
Leonard, "Pengembangan Model Keuangan Negara untuk Penetapan Ruang Fiskal," Bappenas,
Jakarta, 2010.
Allen Schick, "A Contemporary Approach to Pumblic Expenditure Management".
A.Premchand, “government budgeting and expenditure control” International Monetary Fund
Nota Keuangan dan RAPBN 2014
40