partisipasi masyarakat dalam program bantuan...
TRANSCRIPT
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAMBANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA
DI DESA SIDAMANGURA KECAMATAN KUSAMBIKABUPATEN MUNA BARAT
SKRIPSI
Oleh:
ASRIC1A1 13 007
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2017
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAMBANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA
DI DESA SIDAMANGURA KECAMATAN KUSAMBIKABUPATEN MUNA BARAT
SKRIPSI
Oleh:
ASRIC1A1 13 007
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2017
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAMBANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA
DI DESA SIDAMANGURA KECAMATAN KUSAMBIKABUPATEN MUNA BARAT
SKRIPSI
Oleh:
ASRIC1A1 13 007
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2017
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAMBANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA
DI DESA SIDAMANGURA KECAMATAN KUSAMBIKABUPATEN MUNA BARAT
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelarSarjana program Strata Satu (S1)Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
ASRIC1A1 13 007
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2017
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAMBANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA
DI DESA SIDAMANGURA KECAMATAN KUSAMBIKABUPATEN MUNA BARAT
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelarSarjana program Strata Satu (S1)Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
ASRIC1A1 13 007
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2017
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAMBANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA
DI DESA SIDAMANGURA KECAMATAN KUSAMBIKABUPATEN MUNA BARAT
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelarSarjana program Strata Satu (S1)Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
ASRIC1A1 13 007
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2017
ii
PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa Skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri
dan belum pernah diajukan sebagai Skripsi atau karya ilmiah lainnya pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Apabila dikemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa Skripsi ini hasil jiplakan/ plagiat dari karya orang lain,
maka Saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Kendari, April 2017
ASRINIM. C1A1 13 007
iii
iv
v
ABSTRAK
Asri (C1A1 13 007) “Partisipasi Masyarakat dalam Program Bantuan StimulanPerumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan KusambiKabupaten Muna Barat” di bawah bimbingan Wempy Banga sebagaipembimbing I dan Jopang sebagai pembimbing II.
Penelitian ini dilakukan di Desa Sidamangura, bertujuan untuk mengetahuitahapan partisipasi masyarakat dalam program Bantuan Stimulan PerumahanSwadaya (BSPS) di Desa Sidamangura, mengetahui bentuk partisipasi masyarakatdalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di DesaSidamangura, menganalisis tingkatan partisipasi masyarakat dalam programBantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura, danmenganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalamprogram Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura.Analisis Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis kualitatifdeskriptif, dan analisis kuantitatif dengan menggunakan metode scoring. Datadikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan panduan wawancara dankuisioner, serta melalui pencatatan dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan partisipasi masyarakat dalamprogram Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangurameliputi tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan, tahapan pemantauan danevaluasi serta tahapan pemanfaatan hasil. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakatadalah dalam bentuk buah pikiran dalam tahapan perencanaan, bentuk buahpikiran, tenaga, harta benda, keterampilan dan kemahiran serta bentuk partisipasisosial dalam tahapan pelaksanaan, bentuk buah pikiran dalam tahapanpemantauan dan evaluasi, serta bentuk partisipasi sosial dalam tahapanpemanfaatan hasil. Tingkatan partisipasi masyarakat yaitu tingkatan tokenism(tangga pemberian informasi) pada tahapan perencanaan, tingkatan citizen power(tangga pendelegasian kekuasaan) pada tahapan pelaksanaan, tingkatan tokenism(tangga konsultasi) pada tahapan pemantauan dan evaluasi, serta tingkatan citizenpower (tangga pengawasan masyarakat) pada tahapan pemanfaatan hasil. Adapunfaktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah faktor pendorong(kemauan partisipasi, kemampuan partisipasi, dan kesempatan partisipasi) danfaktor penghambat (usia, tingkat pendidikan, mata pencaharian dan tingkatpenghasilan masyarakat).
Kata Kunci : Partisipasi, Masyarakat, Program BSPS
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang telah memberi
petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Partisipasi Masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di
Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat”.
Seiring dengan terselesaikannya skripsi ini, tidak dapat dipungkiri
kesulitan dan hambatan datang silih berganti, sehingga itu penulis mengucapkan
rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda La Ope dan Ibunda Wa
Kooni atas perhatian, doa, dukungan moril dan materil yang diberikan selama ini.
Terima kasih kepada Prof. Wempy Banga, M.Si sebagai pembimbing I dan Dr.
Jopang, M.Si sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan,
bimbingan, motivasi dan penghargaan sejak perencanaan penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini.
Selain itu, penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah ikut memberi andil dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1. Rektor Universitas Haluoleo;
2. Dekan Fakultas Ilmu Administrasi;
3. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara serta Dosen
di lingkup Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Halu Oleo umumnya
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama mengikuti
pendidikan;
4. Dosen penguji yang telah memberikan saran pada saat pelaksanaan seminar;
vii
5. Pegawai Administrasi Jurusan Ilmu Administrasi Negara dan Fakultas Ilmu
Administrasi atas partisipasinya dalam urusan administrasi yang mendukung
penulis dalam masa pendidikan;
6. Seluruh Jajaran Pemerintah Kabupaten Muna Barat, khsusunya Dinas
Pekerjaan Umum, yang telah menyambut baik dan mengapresisasi kehadiran
saya baik sebagai warga masyarakat Muna Barat maupun sebagai mahasiswa
peneliti;
7. Camat Kusambi dan Seluruh Pelaksana Program BSPS di Desa Sidamangura,
yang meliputi Tenaga Fasilitator Lapangan dan Kepala Desa Sidamangura
beserta stafnya yang telah menyambut dan memberikan waktu untuk
keperluan data dan informasi melalui wawancara sehubungan dengan
penelitian ini;
8. Seluruh masyarakat Desa Sidamangura pada umumnya, dan khususnya
penerima bantuan BSPS yang telah menyambut dengan hangat, meluangkan
waktunya untuk wawancara serta memberikan informasi yang objektif
sehubungan dengan penelitian ini;
9. Saudara-saudaraku tersayang Rasnan, A.Md.,Ars., Risal Dion dan Zainal,
Saudari-saudariku tercinta Asnani dan Yusri, serta keponakanku yang lucu
dan imut Alfani dan Nafila Tulhikmah, yang selama ini memberikan doa,
semangat hidup dan menjadi motivasi terbesar dalam penyelesaian studi,
10. Terkhusus buat Mr. Z yang selalu setia menemani dan mendukung dalam suka
dukanya studi, serta yang senantiasa memberikan do’a, motivasi, semangat
dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi dan studi.
viii
11. Sahabatku Musrati Saidu dan Kasmindah Milly yang selalu menemani
sepanjang perjalan studi, sejak menginjakkan kaki pada jurusan Ilmu
Administrasi Negara.
12. Rekan-rekan seperjuangan yang ada pada jurusan Ilmu Administrasi Negara
Atun Sukma Sejayanti, Astin, Lilis, Efi, Yanti, Fitri, Diana, Nyi Wayan,
Musdalifah Angraeni dan seluruh rekan-rekan mahasiswa yang ada di Jurusan
Ilmu Administrasi Negara pada semua angkatan terkhusus angkatan 2013
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas solidaritas,
bantuan, dukungan dan partisipasinya selama studi dan penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kelemahan
dan kekurangan, namun besar harapan penulis semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan terutama bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Kendari, April 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN SAMPUL......................................................................... iHALAMAN PERNYATAAN .............................................................. iiHALAMAN PERSETUJUAN............................................................. iiiHALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.............................................. ivABSTRAK............................................................................................ vUCAPAN TERIMA KASIH................................................................ viDAFTAR ISI ........................................................................................ ixDAFTAR TABEL ................................................................................ xiDAFTAR GAMBAR............................................................................ xiiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiiiBAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5C. Tujuan Penelitian........................................................................ 5D. Manfaat Penelitian...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Konsep Partisipasi Masyarakat ................................................... 8
1. Defenisi Partisipasi Masyarakat .............................................. 82. Tahapan Partisipasi Masyarakat.............................................. 113. Bentuk Partisipasi Masyarakat................................................ 144. Tingkatan Partisipasi Masyarakat ........................................... 185. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat..... 24
B. Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Sebagai SuatuKonsep Pembangunan Desa ....................................................... 291. Pengertian Pembangunan Desa ............................................... 302. Tujuan Pembangunan Desa .................................................... 323. Pendekatan Partisipatif dalam Pembangunan Desa ................. 344. Peranan Pemerintah Sebagai Stimulator Pembangunan Desa .. 365. Pengertian Swadaya Masyarakat............................................. 386. Bentuk-Bentuk Swadaya Masyarakat...................................... 39
C. Kerangka Pemikiran ................................................................... 41
BAB III METODE PENELITIANA. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 44B. Informan Penelitian .................................................................... 45C. Defenisi Konseptual ................................................................... 45D. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 47E. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 47F. Teknik Analisis Data .................................................................. 48
x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum Wilayah ......................................................... 52
1. Letak Geografis Desa............................................................ 522. Keadaan Penduduk ............................................................... 523. Sarana dan Prasarana Desa.................................................... 534. Potensi Desa (Ekonomi, Sosial, Budaya) .............................. 54
B. Tinjauan Umum Program Bantuan Stimulan PerumahanSwadaya (BSPS) ........................................................................ 541. Maksud dan Tujuan Kegiatan Program BSPS ....................... 552. Prinsip dan Pendekatan Penyelenggaraan Program BSPS...... 553. Ruang Lingkup Kegiatan BSPS ............................................ 584. Penerima BSPS..................................................................... 58
C. Mekanisme Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan PerumahanSwadaya (BSPS) di Desa Sidamangura....................................... 60
D. Partisipasi Masyarakat dalam Program Bantuan StimulanPerumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura .................... 681. Tahapan Partisipasi Masyarakat ............................................ 69
a. Tahap Perencanaan ......................................................... 70b. Tahap Pelaksanaan.......................................................... 80c. Tahap Pemantauan dan Evaluasi ..................................... 88d. Tahap Pemanfaatan Hasil................................................ 92
2. Bentuk Partisipasi Masyarakat .............................................. 943. Tingkatan Partisipasi Masyarakat.......................................... 102
a. Tingkatan Partisipasi pada Tahapan Perencanaan............ 102b. Tingkatan Partisipasi pada Tahapan Pelaksanaan ............ 104c. Tingkatan Partisipasi pada Tahapan Pemantauan dan
Evaluasi .......................................................................... 106d. Tingkatan Partisipasi pada Tahapan Pemanfaatan Hasil .. 108
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat ... 110a. Faktor Pendorong............................................................ 111b. Faktor Penghambat ......................................................... 114
BAB V KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan ................................................................................ 120B. Saran .......................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Wilayah Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadya(BSPS) Kabupaten Muna Barat Tahun Anggaran 2015-2016 .................................................................................... 44
2. Nilai Scoring Pembanding Tingkatan Partisipasi Menurut 8Tangga Arnstein .................................................................. 51
3. Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat pada Program BSPSdi Desa Sidamangura ........................................................... 95
4. Tingkatan Partisipasi Masyarakat pada TahapanPerencanaan......................................................................... 103
5. Tingkatan Partisipasi Masyarakat pada TahapanPelaksanaan ......................................................................... 105
6. Tingkatan Partisipasi Masyarakat pada TahapanPemantauan dan Evaluasi .................................................... 107
7. Tingkatan Partisipasi Masyarakat pada TahapanPemanfaatan Hasil ............................................................... 109
8. Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat PartisipasiMasyarakat dalam Program BSPS di Desa Sidamangura...... 110
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. 8 Tangga Partisipasi Masyarakat Arnstein .............................. 23
2. Skema Kerangka Pemikiran ................................................... 43
3. Mekanisme Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. 61
4. Bagan Alir Kegiatan BSPS..................................................... 62
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Riwayat Hidup..................................................................... 127
2. Panduan Wawancara (Interview Guide) ............................... 128
3. Kuisioner Penelitian............................................................. 140
4. Peta Lokasi Penelitian.......................................................... 142
5. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam ProgramBSPS di Desa Sidamangura ................................................. 143
6. Matriks Hasil Observasi ....................................................... 147
7. Matriks Hasil Penelitian....................................................... 148
8. Dokumentasi Penelitian ....................................................... 150
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang mempunyai perhatian besar terhadap
warga Negaranya, mulai dari keamanan, kesejahteraan, kecerdasan, hingga
keterlibatan dalam dunia global, seperti yang disebutkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Kesejahteraan bagi setiap warga
Negara sebagai salah satu tujuan Negara tersebut ditegaskan kembali dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H
ayat (1), bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah yang terus berusaha
untuk mengentaskan kemiskinan guna peningkatan kesejahteraan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2015 tercatat garis
kemiskinan di Sulawesi Tenggara (kota + desa) sebesar Rp. 257.553,- per
kapita sebulan. Dengan batas garis kemiskinan tersebut, jumlah penduduk
miskin sebanyak 321.880 jiwa atau 12,9 persen. Jika dibandingkan keadaan
Maret 2014, penduduk miskin berkurang 20.380 jiwa. Sementara kondisi
September 2015, garis kemiskinan sebesar Rp. 269.516,- dengan penduduk
miskin tercatat sebanyak 345.020 jiwa atau 13,74 persen. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan apa yang ditunjukan oleh tingkat kesejahteraan keluarga di
Sulawesi Tenggara, dimana pada tahun 2015 sebanyak 158.954 keluarga
2
berada pada kategori pra sejahtera atau sekitar 25 persen dari jumlah keluarga
di Sulawesi Tenggara, sedangkan sisanya sebanyak 466.224 keluarga berada
pada kategori sejahtera. Kabupaten Konawe merupakan Kabupaten dengan
jumlah keluarga pra sejahtera tertinggi yaitu sebesar 22.118 keluarga,
sedangkan jumlah keluarga pra sejahtera terendah berada di Kabupaten
Kolaka Utara. Adapun Kabupaten Muna Barat sebagai lokasi penelitian
memiliki jumlah keluarga yang tergolong pra sejahtera sebesar 7.072 keluarga.
Pemerintah Sulawesi Tenggara salah satunya melalui Kementerian
Pekerjaan Umum telah menghadirkan program-program pembangunan yang
berorientasi pada upaya pengentasan kemiskinan, dimana pada dasarnya
pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Adapun program-pogram yang telah dijalankan antara lain :
Program Konpensasi Pengurangan Subsidi-Bahan Bakar Minyak di bidang
Infrastruktur Perdesaan (PKPS-BBM IP) pada tahun 2005, dan Rural
Infrastructure Support (RISP) pada tahun 2006.
Salah satu yang menjadi fokus dalam peningkatan kesejahteraan yang
dicanangkan oleh Pemerintah adalah kondisi perumahan masyarakatnya. Hal
ini sesuai yang dijelaskan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman yang merupakan hasil revisi UU
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menegaskan
bahwa rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
3
Pada Tahun Anggaran 2016, Pemerintah Sulawesi Tenggara melalui
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di bawah naungan
Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan Provinsi
Sulawesi Tenggara, menghadirkan kembali program baru sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat. Program tersebut adalah
program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Salah satu daerah
yang menjadi sasaran program BSPS adalah Kabupaten Muna Barat, dimana
pada Kecamatan Kusambi diwakili oleh Desa Sidamangura. Program BSPS
ini menargetkan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan pada
prinsipnya berupa penyediaan dana stimulan guna Peningkatan Kualitas (PK)
dan Pembangunan Baru (PB) bagi Rumah Tidak Layak Huni (RLTH).
Tingkat keberhasilan pembangunan melalui program BSPS tersebut
sangat ditentukan oleh sejauhmana pembangunan tersebut mampu melibatkan
partisipasi masyarakat. Semakin besar tingkat partisipasi masyarakat, maka
tingkat keberhasilan pembangunan tersebut akan sesuai dengan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat itu sendiri. Sehingga pada akhirnya masyarakat
sendirilah yang menjadi subjek dan objek dalam pelaksanaan program dan
pemerintah hanya mengawasinya tanpa harus terjun langsung kedalam
lingkup masyarakat.
Penyertaan masyarakat sebagai subjek pembangunan adalah suatu
keniscayaan dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Ini
berarti masyarakat diberi peluang untuk berperan aktif mulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi setiap tahap pembangunan yang
4
diprogramkan. Terlebih apabila kita akan melakukan pendekatan
pembangunan dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal dengan
pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam
melaksanakan pembangunan, karena masyarakat lokal-lah yang mengetahui
apa permasalahan yang dihadapi serta potensi yang dimiliki oleh daerahnya.
Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan orientasi
dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki. Nilai-nilai kedaulatan
selayaknya dibangun sebagai kebutuhan kolektif masyarakat dan bebas dari
kepentingan individu dan atau golongan.
Penyelenggaraan Program BSPS di Desa Sidamangura Kecamatan
Kusambi Kabupaten Muna Barat memerlukan keterlibatan masyarakat di
dalam pelaksanaannya. Dengan adanya program-program pembangunan
partisipatif yang diinisiasikan oleh pemerintah, diharapkan semua elemen
masyarakat dapat secara bersama-sama berpartisipasi dengan cara
mencurahkan pemikiran dan sumber daya yang dimiliki guna memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam setiap tahapan program BSPS mulai dari
tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan, tahapan pemantauan dan evaluasi,
serta tahapan pemanfaatan hasil. Tanpa adanya partisipasi, program BSPS di
Desa Sidamangura menjadi kurang dapat dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan judul penelitian “Partisipasi Masyarakat
dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Desa
Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat”.
5
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana tahapan partsipasi dalam Program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi
Kabupaten Muna Barat?
2. Bagimana bentuk partisipasi dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten
Muna Barat?
3. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan
Kusambi Kabupaten Muna Barat?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa
Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui tahapan partisipasi Program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi
Kabupaten Muna Barat.
6
2. Untuk mengetahui bentuk partisipasi Program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi
Kabupaten Muna Barat
3. Untuk mengetahui tingkatan partisipasi dalam program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi
Kabupaten Muna Barat.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna
Barat.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan memperluas
ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya mengenai partisipasi
masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah informasi empirik
mengenai partisipasi masyarakat dalam program Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS), sehingga akhirnya informasi tersebut dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan oleh Pemerintah terkait dalam menentukan
kebijakan-kebijakan khususnya mengenai program-program pembangunan
7
desa yang menyangkut kepentingan bersama, serta menentukan arah
pembangunan desa lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Partisipasi Masyarakat
1. Defenisi Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat terdiri atas dua suku kata, yaitu partisipasi
dan masyarakat. Secara etimologi, partisipasi berasal dari Bahasa Inggris
“participation” yang berarti mengambil bagian/ pengikutsertaan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan partisipasi adalah keikutsertaan,
peran serta atau turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi
selama ini diperlukan sebagai masukkan bagi proses pembangunan,
sebagai prasyarat mutlak bagi tercapainya tujuan pembangunan.
Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti yang seluas-
luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Menurut Koentjaraningrat (2002:144) masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi. Salam (2007:254)
mengungkapkan bahwa masyarakat dalam konteks kenegaraan pada
dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara Pemerintah dan
perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok
masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
Jadi, partisipasi masyarakat dapat diartikan pula sebagai
sumbangan, keterlibatan, keikutsertaan warga masyarakat baik sebagai
individu, maupun secara kolektif sebagai kelompok dalam berbagai
dimensi pembangunan.
9
Pendapat lain mengenai partisipasi yaitu menurut Hoofsteede yang
dikutip oleh Khairuddin (2000:125) “The taking part in one or more
phases of the process” atau mengambil bagian dalam suatu tahap atau
lebih dari suatu proses, dalam hal ini proses pembangunan.
“Participation is considered a voluntary contribution by the peoplein one or another of the public programmers supposed to contribute tonational development, but the people are not expected to take part inshaping the programme or criticizing its contents” (Oakley and Dillon,1991).
Menurut Oakley dan Dillon (dalam Wulandari, 2013:11), partisipasi
adalah pertimbangan sebuah kontribusi sukarela oleh masyarakat yang
disangka benar untuk berkontribusi kepada pemerintah nasional, tetapi
masyarakat tidak ikut bagian dalam pembentukan program atau mengkritik
isi program tersebut.
Mikkelsen (dalam Soetomo, 2006:438), menafsirkan partisipasi
dalam enam makna yang berbeda-beda, yaitu :
a. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek
tanpa ikut serta dalam pengambilan kebijakan.
b. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi
proyek-proyek pembangunan.
c. Partisipasi adalah proses aktif, yang mengandung arti bahwa orang
atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu.
10
d. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat
dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring
proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan
dampak-dampak sosial.
e. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam
perubahan yang ditentukannya sendiri.
f. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan dan lingkungan mereka.
Fung (dalam Wulandari, 2013:11) menyatakan bahwa partisipasi
adalah keterlibatan aktif dari masyarakat, khususnya kelompok yang
kurang mampu seperti perempuan, anak-anak, lanjut usia, penyandang
cacat dan dari kalangan miskin, dalam pengambilan keputusan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan pembangunan mereka
sendiri.
Menurut Juliantara (2004:84), partisipasi diartikan sebagai
keterlibatan setiap warga Negara yang mempunyai hak dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi
yang mewakili kepentingannya. Di dalam masyarakat berkembang
partisipasi merupakan kebebasan berbicara secara konstruktif. Selanjutnya
Adisasmita (2006:38), mendefenisikan partisipasi masyarakat sebagai
keterlibatan dan perlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan,
meliputi kegiatan perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program
pembangunan.
11
Muluk (2007:52), menyebutkan bahwa partisipasi sebagai suatu
layanan dasar dan bagian integral dari local government, partisipasi publik
merupakan alat bagi good government. Partisipasi dalam pembangunan
didefensikan tidak semata-mata partisipasi dalam pelaksanaan program,
rencana, dan kebijakan pembagunan, tetapi juga partisipasi yang
emansipatif. Artinya sedapat mungkin penentuan alokasi sumber-sumber
ekonomi semakin mengacu pada motto pembangunan dari, oleh, dan untuk
rakyat.
Berdasarkan defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
partisipasi masyarakat memiliki defenisi yang kompleks. Partisipasi
masyarakat merupakan wujud kontribusi sukarela dari kebebasan berbicara
oleh masyarakat baik sebagai individu maupun sebagai sekelompok
individu yang memiliki kepentingan bersama dalam tiap tahapan-tahapan
pembangunan (perencanaan hingga pemanfaatan hasil) baik secara
langsung maupun secara tidak langsung melalui lembaga-lembaga
kemasyarakatan.
2. Tahapan Partisipasi Masyarakat
Pendekatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat
dilakukan melalui 3 tahapan (Slamet, 1994 dalam Wulandari, 2013:16).
Adapun uraian dari ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage)
Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang
pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan
12
kepanitian dan anggaran pada suatu kegiatan atau proyek. Masyarakat
berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran dan kritik melalui
pertemuan-pertemuan yang diadakan.
b. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage)
Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang
pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini
dapat memberikan tenaga, uang ataupun material atau barang serta ide-
ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut.
c. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage)
Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang
pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut selesai
dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan
uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek yang telah
dibangun.
Menurut Isbandi (2007:27) partisipasi adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada
di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif
solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,
dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang
terjadi. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat tahapan partisipasi
masyarakat meliputi, pengidentifikasian potensi, pengambilan keputusan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
13
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan selayaknya mencakup
keseluruhan proses mulai dari awal sampai tahap akhir. Konsep ini
memberikan makna bahwa masyarakat akan berpartisipasi secara sukarela
apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan.
Tahapan-tahapan tersebut meliputi partisipasi dalam proses pembentukan
keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam pemanfaatan
hasil, dan partisipasi dalam evaluasi. Hal ini juga diuraikan oleh
Mardikanto (2010 : 95-97), bahwa tahapan partisipasi masyarakat meliputi
empat hal, yaitu :
a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan
Pada tahapan ini, partisipasi masyarakat dikembangkan melalui
forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi secara
langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-
program di wilayah lokal (setempat).
b. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Pada tahapan ini, partisipasi masyarakat berupa pemerataan
sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja dan uang tunai yang
sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh masing-masing
warga masyarakat yang bersangkutan.
c. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan
Pada tahapan ini, partisipasi masyarakat ditujukan agar tujuan
kegiatan dapat dicapai seperti yang diharapkan dan juga diperlukan
14
untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala
yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.
d. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan
Pada tahapan ini, partisipasi masyarakat ditujukan guna
memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak, dimana dengan
memanfaatkan hasil maka akan merangsang kemauan dan
kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap
program pembangunan yang akan datang.
3. Bentuk Partisipasi Masyarakat
Oakley (1991:1-10) dalam Darmawi (2014:11), menguraikan
partisipasi ke dalam tiga bentuk yaitu sebagai berikut :
a. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari
partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya
sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi
lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan
proyek pembangunan.
b. Partisipasi sebagai organisasi, yaitu meskipun diwarnai dengan
perdebatan yang panjang di antara para praktisi dan teoritisi mengenai
organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun
dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak
pada hakekat bentuk organisasional sebagai sarana bagi partisipasi,
seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang
muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses partisipasi.
15
Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat
melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu:
1) Sumbangan pikiran (ide atau gagasan).
2) Sumbangan materi (dana, barang, alat).
3) Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja).
4) Memanfaatkan/ melaksanakan pelayanan pembangunan.
c. Partisipasi sebagai pemberdayaan, yaitu partisipasi merupakan latihan
pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit didefinisikan.
Akan tetapi, pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan
keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan
ikut terlibat dalam pembangunan.
Dalam kaitannya dengan pelaku-pelaku yang termasuk di dalam
aktivitas pembangunan, Tangkilisan (2007:321) menyebutkan bahwa ada
dua macam bentuk partisipasi yaitu :
a. Partisipasi horizontal, yaitu partisipasi di antara sesama warga atau
anggota masyarakat, di mana masyarakat mempunyai kemampuan
berprakarsa dalam menyelesaikan secara bersama suatu kegiatan
pembangunan.
b. Partisipasi vertikal, yaitu partisipasi antara masyarakat sebagai suatu
keseluruhan dengan pemerintah, dalam hubungan di mana masyarakat
berada pada posisi sebagai pengikut atau klien.
Menurut Holil (dalam Isbandi 2007:21), partisipasi terdiri dari
beberapa bentuk, antara lain :
16
a. Partisipasi dalam bentuk tenaga, yaitu partisipasi masyarakat yang
diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang
dapat menunjang keberhasilan suatu program.
b. Partisipasi dalam bentuk uang, yaitu bentuk partisipasi masyarakat
yang diberikan untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian
suatu program pembangunan.
c. Partisipasi dalam bentuk harta benda, yaitu partisipasi masyarakat yang
diberikan dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa
alat-alat kerja atau perkakas.
Pasaribu dan Simanjuntak (2005:11) membagi partisipasi dalam 5
bentuk, yaitu sebagai berikut :
a. Partisipasi buah pikiran, yaitu memberikan sejumlah ide dan masukan-
masukan mengenai segala keberlangsungan program yang
direncanakan
b. Partisipasi tenaga, yaitu memberikan langsung atau terjun langsung ke
lapangan membantu menjalankan program yang sedang dijalankan.
c. Partisipasi harta benda, yaitu memberikan sejumlah harta maupun
benda yang berfungsi untuk membantu kelancaran pelaksanaan
program.
d. Partisipasi keterampilan dan kemahiran, yaitu diberikan orang untuk
mendorong anggota masyarakat yang belum memiliki keterampilan
dalam menjalankan program.
17
e. Partisipasi sosial, yaitu diberikan seseorang sebagai tanda paguyuban,
melalui turut dalam arisan koperasi, menghadiri kematian, dan
melakukan pendekatan kepada masyarakat dalam rangka memberikan
motivasi.
Hamijoyo (2007:21), mengemukakan 3 bentuk partisipasi, yaitu
sebagai berikut :
a. Partisipasi pikiran, yaitu partisipasi masyarakat dengan
menyumbangkan ide-ide atau gagasan-gagasan, dan atau pendapat-
pendapat yang sifatnya konstuktif (membangun), baik untuk menyusun
program maupun memperlancar program dan juga untuk
mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan
guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
b. Partisipasi tenaga, yaitu partisipasi yang diberikan dalam bentuk
tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang
keberhasilan suatu program.
c. Partisipasi materi, yaitu partisipasi dalam bentuk menyumbang harta
benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas.
Chapin (dalam Deviyanti, 2013:383) menyebutkan bentuk
partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan, yaitu sebagai
berikut :
a. Partisipasi uang, yaitu bentuk partisipasi usaha-usaha bagi pencapai
kebutuhan masarakat yang memerlukan bantuan.
18
b. Partisipasi buah pikiran, yaitu partisipasi berupa sumbangan ide,
pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program
maupun untuk memperlancar pengalaman dan pengetahuan guna
mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
c. Partsipasi representatif, yaitu partisipasi yang dilakukan dengan cara
memberikan kepercayaan/ mandat kepada wakilnya yang duduk dalam
organisasi atau panitia.
d. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, yaitu masyarkat
terlibat dalam setiap diskusi/ forum guna memberikan pertimbangan-
pertimbangan dalam rangka mengambil keputusan yang terkait dengan
pencapaian tujuan bersama.
Berdasarkan uraian-uraian di atas mengenai bentuk partisipasi
masyarakat, maka disimpulkan partisipasi masyarakat dalam program
pembangunan, dapat digolongkan ke dalam dua hal, yaitu partisipasi
langsung dan partisipasi tidak langsung. Partisipasi langsung, meliputi
partisipasi materil (uang dan atau harta benda lainnya), partisipasi tenaga
dan keterampilan, serta partisipasi dalam memelihara dan menikmati hasil
pembangunan. Sedangkan partisipasi tidak langsung, meliputi partisipasi
buah pikiran, partisipasi sosial, dan partisipasi representatif.
4. Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Salah satu teori partisipasi yang terkenal dan sering dipakai dalam
penelitian-penelitian terkait partisipasi adalah teori dari Sherry Arnstein.
Sherry Arnstein adalah yang pertama kali mendefinisikan strategi
19
partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat
(community) dengan badan pemerintah (agency). Dalam teorinya, Arnstein
(1969:217) dalam Wulandari (2013 : 17-21), menggambarkan partisipasi
masyarakat adalah suatu pola bertingkat (ladder pattern). Suatu tingkatan
yang terdiri dari 8 tingkat dimana tingkatan paling bawah merupakan
tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah, kemudian tingkat yang paling
atas merupakan tingkat dimana partisipasi masyarakat sudah sangat besar
dan kuat. Tingkatan partisipasi masyarakat tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Manipulasi (Manipulation)
Pada tingkat ini partisipasi masyarakat berada di tingkat yang
sangat rendah. Bukan hanya tidak berdaya, akan tetapi pemegang
kekuasaan memanipulasi partisipasi masyarakat melalui sebuah
program untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat. Masyarakat
sering ditempatkan sebagai komite atau badan penasehat dengan
maksud sebagai pembelajaran atau untuk merekayasa dukungan.
Partisipasi masyarakat dijadikan kendaraan public relation oleh
pemegang kekuasaan. Frankisha et al (2002 : 1471-1480) menguraikan
bahwa praktek pada tingkatan ini biasanya adalah program-program
pembaharuan desa. Masyarakat diundang untuk terlibat dalam komite
atau badan penasehat dan sub-sub komitenya. Pemegang kekuasaan
memanipulasi fungsi komite dengan pengumpulan informasi,
hubungan masyarakat dan dukungan. Dengan melibatkan masyarakat
di dalam komite, pemegang kekuasaan mengklaim bahwa program
20
sangat dibutuhkan dan didukung. Pada kenyataannya, hal ini
merupakan alasan utama kegagalan dari program-program
pembaharuan pedesaan di berbagai daerah.
b. Terapi (Therapy)
Untuk tingkatan ini, kata terapi digunakan untuk merawat
penyakit. Ketidakberdayaan adalah penyakit mental. Terapi dilakukan
untuk menyembuhkan penyakit masyarakat. Pada kenyataannya,
penyakit masyarakat terjadi sejak distribusi kekuasaan antara ras atau
status ekonomi (kaya dan miskin) tidak pernah seimbang.
c. Pemberian informasi (informing)
Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan transisi
antara tidak ada partisipasi dengan tokenism. Dapat dilihat 2
karakteristik yang bercampur. Pertama, pemberian informasi mengenai
hak-hak, tanggung jawab, dan pilihan-pilihan masyarakat adalah
langkah pertama menuju partisipasi masyarakat. Kedua, pemberian
informasi ini terjadi hanya merupakan informasi satu arah (tentunya
dari aparat pemerintah kepada masyarakat). Akan tetapi tidak ada
umpan balik (feedback) dari masyarakat. Alat yang sering digunakan
dalam komunikasi satu arah adalah media masa, pamflet, poster, dan
respon untuk bertanya.
d. Konsultasi (Consultation)
Konsultasi yaitu mengundang pendapat-pendapat masyarakat
merupakan langkah selanjutnya setelah pemberian informasi. Arnstein
21
menyatakan bahwa langkah ini dapat menjadi langkah yang sah
menuju tingkat partisipasi penuh. Namun, komunikasi 2 arah ini
sifatnya tetap buatan (artificial) karena tidak ada jaminan perhatian-
perhatian masyarakat dan ide-ide akan dijadikan bahan pertimbangan.
Metode yang biasanya digunakan pada konsultasi masyarakat adalah
survai mengenai perilaku, pertemuan antar tetangga, dan dengar
pendapat. Di sini partisipasi tetap menjadi sebuah ritual yang semu.
Masyarakat pada umumnya hanya menerima gambaran statistik, dan
partisipasi merupakan suatu penekanan pada berapa jumlah orang yang
datang pada pertemuan, membawa pulang brosur-brosur, atau
menjawab sebuah kuesioner.
e. Penentraman (Placation)
Strategi penentraman menempatkan sangat sedikit masyarakat
pada badan-badan urusan masyarakat atau pada badan-badan
pemerintah. Pada umumnya mayoritas masih dipegang oleh elit
kekuasaan. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah
dikalahkan dalam pemilihan atau ditipu. Dengan kata lain, mereka
membiarkan masyarakat untuk memberikan saran-saran atau rencana
tambahan, tetapi pemegang kekuasaan tetap berhak untuk menentukan
legitimasi atau fisibilitas dari saran-saran tersebut. Menurut Mircea
(2011 : 5-22), terdapat 2 tingkatan dimana masyarakat ditentramkan
yaitu kualitas pada bantuan teknis yang mereka miliki dalam
22
membicarakan prioritas-prioritas mereka; dan tambahan dimana
masyarakat diatur untuk menekan prioritas-prioritas tersebut.
f. Kemitraan (Partnership)
Pada tingkat kemitraan, partisipasi masyarakat memiliki
kekuatan untuk bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan. Kekuatan
tawar menawar pada tingkat ini adalah alat dari elit kekuasaan dan
mereka yang tidak memiliki kekuasaan. Kedua pemeran tersebut
sepakat untuk membagi tanggung jawab perencanaan dan pengambilan
keputusan melalui badan kerjasama, komite-komite perencanaan, dan
mekanisme untuk memecahkan masalah. Beberapa kondisi untuk
membuat kemitraan menjadi efektif adalah: adanya sebuah dasar
kekuatan yang terorganisir di dalam masyarakat di mana pemimpin-
pemimpinnya akuntabel; pada saat kelompok memiliki sumber daya
keuangan untuk membayar pemimpinnya, diberikan honor yang masuk
akan atas usaha-usaha mereka; dan ketika kelompok memiliki sumber
daya untuk menyewa dan mempekerjakan teknisi, pengacara, dan
manajer (community organizer) mereka sendiri.
g. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power)
Pada tingkat ini, masyarakat memegang kekuasaan yang
signifikan untuk menentukan program-progam pembangunan. Untuk
memecahkan perbedaan-perbedaan, pemegang kekuasaan perlu untuk
memulai proses tawar menawar dibandingkan dengan memberikan
respon yang menekan.
23
h. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)
Pada tingkat tertinggi ini, partisipasi masyarakat berada di
tingkat yang maksimum. Pengawasan masyarakat di setiap sektor
meningkat. Masyarakat meminta dengan mudah tingkat kekuasaan
(atau pengawasan) yang menjamin partisipan dan penduduk dapat
menjalankan sebuah program atau suatu lembaga akan berkuasa penuh
baik dalam aspek kebijakan maupun dan dimungkinkan untuk
menegosiasikan kondisi pada saat dimana pihak luar bisa
menggantikan mereka.
Gambar 1
8 Tangga Partisipasi Masyarakat Arnstein
Delegated Power
Partnership
Placation
Consultation
Informing
Therapy
Manipulation
Citizen Control8
7
6
5
4
3
2
1
Citizen Power
Tokenism
Non Participation
24
Keterangan :
a. Non Participation, yaitu masyarakat hanya sekedar mengikuti kegiatan
tanpa adanya tanggapan (komunikasi 1 arah), disamping itu
komunikasi masih bersifat terbatas sehingga tidak memiliki pengaruh
terhadap proses pengambilan keputusan.
b. Tokenism, yaitu partisipasi masyarakat telah didengar dan berpendapat
tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan
bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang
keputusan.
c. Citizen Power, yaitu masyarakat memiliki pengaruh terhadap proses
pengambilan keputusan partisipasi masyarakat (kelompok masyarakat
miskin/ rentan) sudah masuk dalam ruang penentuan proses.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk
melakukan suatu tindakan, dimana menurut Dorodjatin (dalam Slamet,
2003:18) perwujudan dari perilaku tersebut didorong oleh adanya tiga
faktor utama yang mendukung, yaitu kemauan, kemampuan dan
kesempatan untuk berpartisipasi. Adapun uraian penjelasan dari ketiga
faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kemauan partisipasi
Kemauan partisipasi bersumber pada faktor psikologis individu
yang menyangkut emosi dan perasaan yang melekat pada diri manusia,
faktor-faktor yang menyangkut emosi dan perasaan ini sangat
25
kompleks sifatnya, sulit diamati dan diketahui dengan pasti dan tidak
mudah dikomunikasikan, akan tetapi selalu ada dalam setiap individu
dan merupakan motor penggerak perilaku manusia. Dalam proses
pembangunan, faktor-faktor yang akan mempengaruhi segi emosi itu
adalah objek pembangunan, pemrakarsa pembangunan serta kondisi-
kondisi lingkungan tempat proses pembangunan berlangsung.
b. Kemampuan partisipasi
Tingkat kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan tergantung pada banyak faktor yang saling berinteraksi,
utamanya faktor pendidikan, baik pendidikan formal maupun non
formal, keterampilan, pengalaman dan ketersediaan permodalan.
Tingkat pendidikan tercermin pada tingkat pengetahuan, sikap mental
dan keterampilan. Kemampuan permodalan tercermin pada tingkat
pendapatan rumah tangga dan bantuan dana yang bisa diperoleh,
sedangkan pengalaman tercermin oleh lamanya seseorang
berkecimpungan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan yang telah
berlangsung. Masyarakat sebagai manusia yang rasional sebelum
memutuskan untuk berpartisipasi dalam pembangunan didahului oleh
masa belajar dan menilai manakala partisipasi itu mendatangkan
manfaat bagi dirinya. Jika bermanfaat, mereka akan berpartisipasi, dan
sebaliknya jika tidak bermanfaat mereka tidak bergerak untuk
berpartisipasi.
26
c. Kesempatan berpartisipasi
Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terintegrasi,
terutama faktor ketersediaan sarana dan prasarana fisik yang
diperlukan untuk berlangsungnya proses pembangunan, kelembagaan
yang mengatur integrasi warga masyarakat dalam proses
pembangunan, kelembagaan yang mengatur integrasi warga
masyarakat dalam proses pembangunan, birokrasi yang mengatur
rambu-rambu serta menyediakan kemudahan-kemudahan dan
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan serta faktor sosial budaya masyarakat yang akan sangat
mencerminkan coral perilaku masyarakat dalam proses pembangunan.
Menurut Watson (dalam Soetomo, 2008:214), selain faktor-faktor
yang mendorong timbulnya partisipasi, juga terdapat beberapa kendala
(hambatan) yang dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan antara lain
kendala yang berasal dari kepribadian individu, mislanya ketergantungan.
Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah dalam pelaksanaan
kegiatan pembangunan merupakan hambatan dalam mewujudkan
partisipasi atau keterlibatan masyarakat secara aktif, karena rasa
ketergantungan ini masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk
melaksanakan pembangunan atau prakarsa mereka sendiri.
27
Lebih jauh, faktor-faktor yang dapat menghambat partisipasi
masyarakat tersebut dibedakan dalam faktor internal dan faktor eksternal,
yang diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor internal
Menurut Slamet (2003:137-143), untuk faktor-faktor internal
adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu
individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku
individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis
seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan.
1. Usia
Perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi
masyarakat. Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan
dan derajat atas dasar senioritas, sehingga akan memunculkan
golongan tua dan golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal-
hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil
keputusan.
2. Jenis Kelamin
Partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam
pembangunan adalah berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya
sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang
membedakan kedudukan dan derajat ini, akan menimbulkan
perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita.
28
3. Tingkat Pendidikan
Demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan. Salah satu
karakteristik partisipan dalam pembangunan partisipatif adalah
tingkat pengetahuan masyarakat tentang usaha-usaha partisipasi
yang diberikan masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat
pendidikan. Semakin tinggi latar belakang pendidikannya, tentunya
mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan dan
bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan. Faktor
pendidikan dianggap penting karena dengan pendidikan yang
diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang
luar, dan cepat tanggap terhadap inovasi.
4. Mata Pencaharian
Hal ini berkaitan dengan tingkat penghasilan seseorang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini
disebabkan pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang
seseorang untuk terlibat alam pembangunan, misalnya dalam hal
menghadiri pertemuan, kerja bakti dan sebagainya.
5. Tingkat Penghasilan
Tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi
masyarakat. Penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar
pengeluaran tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri.
29
Sementara penduduk yang berpenghasilan pas-pasan akan
cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga. Besarnya tingkat
penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat
untuk berpartisipasi. Tingkat penghasilan ini mempengaruhi
kemampuan finansial masyarakat untuk berinvestasi.
b. Faktor eksternal
Menurut Sunarti (2003:9), faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dapat dikatakan sebagai petaruh
(stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai
pengaruh terhadap suatu program sebagai upaya internalisasi dan
implementasi lebih lanjut. Dalam hal ini stakeholder yang mempunyai
kepentingan dalam program ini adalah pemerintah daerah, pengurus
desa/ kelurahan (RT/RW), tokoh masyarakat/ adat dan konsultan/
fasilitator. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan
program.
B. Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Sebagai Suatu Konsep
Pembangunan Desa
Masyarakat perdesaan merupakan bagian terbesar dari jumlah
penduduk Indonesia dengan berbagai kegiatan usaha berbasis pertanian dan
sumberdaya lokal lainnya sebagai usaha pencaharian mereka. Oleh karena itu,
peningkatan kesejahteraan kelompok masyarakat tersebut dilakukan secara
menyeluruh baik secara sektoral maupun secara spasial (perdesaan). Pada
30
dasarnya arah kebijakan yang ditempuh adalah untuk mengoptimalkan dan
menggali potensi wilayah serta memberdayakan masyarakat agar mampu
mengelola potensi secara produktif dan efisien untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka peningkatan kesejahteraan tersebut, salah satu program terbaru adalah
program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) merupakan
fasilitas pemerintah berupa bantuan stimulan untuk pembangunan berupa
peningkatan kualitas rumah kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR). Program ini berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Penyediaan
Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia (BSPS, 2016).
1. Pengertian Pembangunan Desa
Berbagai ilmuwan memberikan pengertian yang berbeda-beda
tentang pembangunan. Akibat dari sudut pandang yang berbeda itu, maka
serangkaian pemikiran tentang pembangunan semakin berkembang dengan
berbagai macam sudut pandang, perspektif dan asumsi yang
mendasarinya, mulai dari pandangan modernisasi, struktural, dependensi,
sistem dunia hingga pada pembangunan berkelanjutan. Suaib, dkk
(2014:5-14) mendefenisikan bahwa pembangunan merupakan proses
kompleks karena mencakup perubahan mendasar terhadap struktur sosial,
sikap di masyarakat, dan tentunya juga tetap menggenjot pertumbuhan
31
ekonomi. Pada aspek tersebut, dapat diberi makna bahwa pembangunan
identik dengan perubahan.
Kata kunci pembangunan, orang sering mengidentikkan dengan
pertumbuhan. Dengan kata lain pembangunan sinonim dengan kemajuan.
Myrdal (dalam Suaib dkk, 2014:5-6) mengartikan pembangunan sebagai
pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Dalam konteks ini,
pembangunan berarti transformasi dalam menggerakkan semua potensi-
potensi yang dimiliki baik itu sumber daya alam dan memberdayakan
institusi-institusi sosial (pendidikan, layanan kesehatan, perumahan rakyat,
partisipasi masyarakat) untuk kemajuan dari masyarakat.
Efendi (2002:9) mendefenisikan pembangunan sebagai suatu proses
yang menggambarkan adanya pengembangan, baik meliputi proses
pertumbuhan (growth) ataupun perubahan (change) dalam kehidupan
bersama (organization) sosial dan budaya. Hal ini merupakan gambaran
umum dari masyarakat luas (society). Pembangunan merupakan suatu
proses yang dilakukan secara terus menerus, pembangunan juga
dilaksanakan secara bertahap dan berencana yang berorientasi pada suatu
pertumbuhan dan perubahan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya
serta mencakup seluruh aspek kehidupan, baik lahiriah maupun batiniah.
Pembangunan itu sendiri kepada usaha mencapai tujuan Bangsa dan
Negara yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini sesuai dengan
hakekat pembangunan nasional, ialah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
32
Muara seluruh proses pembangunan adalah desa, sehingga desain
pembangunan harus mengakomodir seluruh aspek yang berkembang
dinamis dan berorientasi membangun desa beserta masyarakatnya.
Pembangunan desa memegang peranan penting yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dan pada hakikatnya bersinergi terhadap
pembangunan daerah dan nasional. Dengan kata lain, sesungguhnya
makna pembangunan negara dan bangsa adalah pembangunan desa
sebagai wajah yang nyata, bersifat lokalitas dan patut dikedepankan
(Purba, 2008:12)
Pembangunan desa pada hakikatnya adalah segala bentuk aktivitas
manusia (masyarakat dan pemerintah) di desa dalam membangun diri,
keluarga, masyarakat dan lingkungan di wilayah desa baik yang bersifat
fisik, ekonomi, sosial, budaya, politik, ketertiban, pertahanan dan
keamanan, agama dan pemerintahan yang dilakukan secara terencana dan
membawa dampak positif terhadap kemajuan desa. Dengan demikian,
pembangunan desa sesungguhnya merupakan upaya-upaya sadar dari
masyarakat dan pemerintah baik dengan menggunakan sumberdaya yang
bersumber dari desa, bantuan pemerintah maupun bantuan organisasi-
organisasi/ lembaga domestik maupun internasional untuk menciptakan
perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik (Hanapiah, 2011:4).
2. Tujuan Pembangunan Desa
Pada masa orde baru secara substansial pembangunan desa
cenderung dilakukan secara seragam (penyeragaman) oleh pemerintah
33
pusat, dimana program pembangunan desa lebih bersifat top-down. Pada
era reformasi secara substansial pembangunan desa lebih cenderung
diserahkan kepada desa itu sendiri, dimana program pembangunan desa
lebih bersifat bottom-up atau kombinasi buttom-up dan top-down. Adapun
uraian dari ketiga jenis program pembangunan desa tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Top-down Planning. Perencanaan pembangunan yang lebih merupakan
inisiatif pemerintah (pusat atau daerah). Pelaksanaannya dapat
dilakukan oleh pemerintah atau dapat melibatkan masyarakat desa di
dalamnya. Namun demikian, orientasi pembangunan tersebut tetap
untuk masyarakat desa.
2. Bottom-up Planning. Perencanaan pembangunan dengan menggali
potensi riil keinginan atau kebutuhan masyarakat desa. Dimana
masyarakat desa diberi kesempatan dan keleluasan untuk membuat
perencanaan pembangunan atau merencanakan sendiri apa yang mereka
butuhkan. Masyarakat desa dianggap lebih tahu apa yang mereka
butuhkan. Pemerintah memfasilitasi dan mendorong agar masyarakat
desa dapat memberikan partisipasi aktifnya dalam pembangunan desa.
3. Kombinasi Bottom-up dan Top-dowm Planning. Pemerintah (pusat atau
daerah) bersama-sama dengan masyarakat desa membuat perencanaan
pembangunan desa. Ini dilakukan karena masyarakat masih memiliki
berbagai keterbatasan dalam menyusun suatu perencanaan dan
melaksanakan pembangunan yang baik dan komprehensif. Pelaksanaan
34
pembangunan dengan melibatkan dan menuntut peran serta aktif
masyarakat desa dan pemerintah.
Menurut Korten (dalam Suaib dkk, 2014:64), pada hakikatnya
pembangunan yang berpusat pada masyarakat bertujuan untuk
menciptakan transformasi pedesaan yang berlandaskan atas nilai-nilai
yang berpusat pada rakyat, dan potensi yang ditawarkan oleh teknologi
yang berbasiskan informasi atau teknologi yang padat informasi.
Wujud dari pembangunan desa adalah adanya berbagai program dan
proyek yang bertujuan menciptakan kemajuan desa. Program dan proyek
itu tidak hanya untuk mencapai kemajuan fisik saja, tetapi juga
meningkatkan kemampuan masyarakat. Dengan demikian, makna
pembangunan tidak semata-mata mengadakan sesuatu yang baru dalam
arti fisik, akan tetapi lebih luas. Selain itu, sasaran pembangunan desa
meliputi perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat desa,
pengerahan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa serta
penumbuhan kemampuan untuk berkembang secara mandiri yang
mengandung makna kemampuan masyarakat (empowerment) untuk dapat
mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi, sehingga dapat dilaksanakan secara efektif
dan efisien (Purba, 2008:14).
3. Pendekatan Partisipatif dalam Pembangunan Desa
Moelyarto (dalam Tangkilisan 2007 : 320) menetapkan partisipasi
sebagai konsep strategis pendekatan pembangunan sosial dengan asumsi
35
dasarnya bahwa rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir dari
pembangunan. Selanjutnya Kaho (2007:125) menyebutkan bahwa
partisipasi masyarakat merupakan bagian intern yang memainkan peranan
penting dalam setiap penyelenggaraan Otonomi Daerah terutama dalam
rangka pembangunan bangsa yang meliputi segala aspek kehidupan.
Hetifah (2009:160), mengungkapkan bahwa partisipasi adalah
wujud kerelaan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang efisien,
dimana dalam pengaplikasiannya memperhatikan:
1. Keterbukaan dan komitmen dari aparat pemerintahan dan penguasa
ditingkat Kabupaten maupun ditingkat lokal mereka tidak saja
memberikan dukungan moral, tetapi betul-betul aktif terlibat dalam
gerak langkah forum. Keterbukaan dari pihak pemerintah ini telah
menciptakan admosfir yang memberikan rasa aman kepada stakeholder
lain untuk berani berpendapat tanpa merasa takut pada efeknya
2. Dukungan pihak luar yang terdiri dari atas komponen LSM dan
perguruan tinggi yang memiliki akses terhadap informasi, keahlian,
dan dana. Dukungan dalam bentuk fasilitasi proses-proses partisipatori
barangkali adalah konstribusi terbesar yang diberikan oleh pihak
pendukung dari luar.
3. Motivasi yang besar dan kesiapan dari warga sendiri untuk
berkonstribusi dalam proses perbaikan kualitas hidup.
Masyarakat akan berpartisipasi dalam pembangunan bila mereka
mengetahui tentang manfaat dan tujuan pembangunan. Hal tersebut sejalan
36
dengan pendapat Kusnaedi (dalam Ramli, 2014:12) bahwa ada enam cara
untuk membangkitkan partisipasi masyarakat, yaitu:
a. Menggunakan prinsip pertukaran dasar, yaitu melalui pendekatan
timbal balik manfaat yang diterima langsung oleh masyarakat;
b. Memberikan bimbingan dan kepercayaan kepada masyarakat melalui
lembaga kemasyarakatan dengan memperhatikan kondisi sosial
sehingga motivasi masyarakat semakin kuat untuk berpartisipasi;
c. Kegiatan pembangunan harus bersifat dan berfungsi sebagai stimulan
yang mampu meningkatkan partisipasi dan swadaya masyarakat untuk
melibatkan diri;
d. Rancangan pembangunan harus sederhana dan mudah dipahami oleh
masyarakat untuk melibatkan diri;
e. Menyelaraskan program-program pembangunan dengan aspirasi yang
berkembang di masyarakat; dan
f. Melibatkan masyarakat dalam membuat suatu rencana dan keputusan.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli di atas mengenai pentingnya
elemen/ unsur partisipasi dalam pembangunan, maka dapat disimpulkan
bahwa konsep partisipasi dalam proses pembangunan desa merupakan
sebuah hal mutlak dalam menunjang keberhasilan dan mencapai tujuan
pembangunan desa.
4. Peranan Pemerintah Sebagai Stimulator Pembangunan Desa
Pembangunan merupakan fungsi dari pemerintah secara umum
karena tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan
37
taraf hidup masyarakat untuk menjadi lebih baik, dimana dalam kajian
ilmu pemerintahan, pembangunan memusatkan perhatian pada dukungan
masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Waluyo (2007:167) tugas
pokok pemerintah dibagi menjadi 4 (empat) fungsi penting yaitu (1)
pelayanan, (2) pemberdayaan, (3) pembangunan, (4) pembina jaringan
bisnis.
Pembangunan desa berkaitan erat dengan permasalahan sosial,
ekonomi, politik, ketertiban, pertahanan dan keamanan dalam negeri.
Dimana masyarakat dinilai masih perlu diberdayakan dalam berbagai
aspek kehidupan dan pembangunan. Pada dasarnya, ada atau tidak ada
bantuan pemerintah terhadap desa, denyut nadi kehidupan dan proses
pembangunan di desa tetap berjalan. Masyarakat desa memiliki
kemandirian yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
mengembangkan potensi diri dan keluarganya, serta membangun sarana
dan prasarana di desa. Namun demikian, kondisi ini yang menyebabkan
pembangunan di desa terkesan lamban dan cenderung terbelakang. Oleh
karena itu, perlu perhatian dan bantuan negara (dalam hal ini pemerintah)
dan masyarakat umumnya untuk menstimulans percepatan pembangunan
desa di berbagai aspek kehidupan masyarakat (Hanapiah, 2011:1-3).
Rasyid (dalam Waluyo 2007:125) mengemukakan bahwa
Pemerintah yang baik akan terus memperkuat legitimasinya dengan cara
memberi inspirasi kepada rakyat tentang bagaimana mengejar kemajuan,
memberi pelayanan yang adil dan menyelesaikan konflik-konflik
38
kepentingan yang besar, serta memberi arahan tentang cara-cara terbaik
untuk mempercepat terwujudnya cita-cita kemasyarakatan yang sejahtera
lahir dan bathin. Adapun menurut Korten (dalam Suaib dkk, 2014:64),
tugas utama pemerintah sebagai fasilitator (enabler) adalah menciptakan
dan menumbuhkan iklim bagi aktualisasi nilai-nilai dan potensi
kemanusiaan dari individu yang bersangkutan.
Menurut Hanapiah (2011:3), dalam program pembangunan desa
pada masa kini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah cenderung
mengambil posisi dan peran sebagai fasilitator, memberi bantuan dana,
pembinaan dan pengawasan. Bantuan masyarakat dapat berasal dari
masyarakat dalam negeri maupun masyarakat internasional. Meskipun
demikian, bantuan internasional melalui organisasi-organisasi
internasional bukanlah yang utama, tetapi lebih bersifat bantuan
pelengkap. Semua bentuk bantuan, baik yang bersumber dari pemerintah,
swasta (dalam bentuk Corporate Social Responsibility, hibah dan
sebagainya), maupun organisasi-organisasi non-pemerintah (Lembaga
Sosial Masyarakat) dalam negeri maupun internasional adalah merupakan
stimulus pembangunan di daerah pedesaan. Hal yang yang semestinya
dikedepankan dalam pembangunan suatu daerah pedesaan adalah
kemampuan swadaya masyarakat desa itu sendiri.
5. Pengertian Swadaya Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam bentuk swadaya merupakan modal
utama dalam potensi yang esensiil dalam pelaksanaan pembangunan desa
39
yang selanjutnya telah tumbuh dan berkembang menjadi dasar bagi
kelangsungan pembangunan nasional.
Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang tinggal di suatu
wilayah dan saling bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan yakni untuk
saling berhubungan dan mengikuti aturan-aturan atau norma-norma yang
ada dalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan “swadaya” dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kekuatan (tenaga) sendiri. Jadi,
swadaya masyarakat dapat didefenisikan sebagai kemampuan atau
kekuatan dalam melakukakan suatu aktivitas sosial kemasyarakatan yang
berasal dari masyarakat itu sendiri guna mencapai suatu tujuan.
Menurut Daryono (dalam Santoso 1988:19), swadaya adalah
kemampuan dari suatu kelompok (masyarakat) dengan kesadaran dan
inisiatif sendiri yang mengadakan ikhtiar ke arah pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang yang dirasakan dalam
kelompok (masyarakat) tersebut.
6. Bentuk-Bentuk Swadaya Masyarakat
Pembangunan Desa dilaksanakan dalam rangka imbangan
kewajiban yang sewajarnya antara Pemerintah dengan masyarakat desa.
Kewajiban Pemerintah adalah memberikan bantuan materiil, menyediakan
prasarana-prasarana, memberikan bimbingan dan pengawasan guna
menghimpun dan mengintensifkan pelaksanaan kerja sedangkan
pembinaan dan pelaksanaan Pembangunan Desa diarahkan kepada adanya
fungsi aktif dan luas dari masyarakat itu sendiri, karena walaupun ada
40
pembinaan dan bantuan dari Pemerintah yang bersifat regional maupun
nasional pada azasnya ia dikerjakan oleh rakyat dan masyarakat sendiri,
karena ia dijiwai dan didorong oleh rasa kesadaran dan keyakinan serta
tanggung jawab mereka untuk membangun atas dasar swadaya masyarakat
(Surianingrat, 1985:165-166).
Menurut Surianingrat (1985:166-167) usaha-usaha yang dilakukan
secara swadaya dalam Pembangunan Desa, meliputi:
1. Mengadakan pendidikan dan latihan pamong desa dan tenaga-tenaga
dari masyarakat.
2. Memperbaiki administrasi dan statistik desa, potensi desa.
3. Memberikan penerangan yang terarah kepada masyarakat untuk
menimbulkan sikap mental dan inisiatif membangun.
4. Usaha perbaikan masyarakat dalam bidang kesehatannya.
5. Mempersatukan dan membina organisasi masyarakat desa di bidang
ekonomi, sosial dan lain sebaginya dan diarahkan pada pembangunan.
6. Membuat pola pembangunan desa yang meliputi pola fisik dan
pembiayannya.
7. Membuat operation room pada setiap desa.
8. Melaksanakan rehabilitasi/ pembangunan prasarana ekonomi, sosial
dan lain-lain yang dalam jangka pendek dapat dirampungkan.
9. Melaksanakan usaha dan kegiatan untuk meningkatkan produksi
pertanian khususnya dalam bidang pangan.
10. Mengusahakan penguasaan dan pemasaran hasil produksi desa.
41
Menurut Hanapiah (2011:4-5) salah satu aspek yang menjadi objek
pembangunan desa adalah pembangunan fisik, yaitu pembangunan yang
objek utamanya dalam aspek fisik (sarana, prasarana dan manusia) di
pedesaan seperti jalan desa, bangunan rumah, pemukiman, jembatan,
bendungan, irigasi, sarana ibadah, pendidikan (hardware berupa sarana dan
prasarana pendidikan, dan software berupa segala bentuk pengaturan,
kurikulum dan metode pembelajaran), keolahragaan, dan sebagainya.
C. Kerangka Pemikiran
Pembangunan desa merupakan pembangunan yang berorientasi pada
masyarakat desa, dimana masyarakat memegang peranan penting dalam
pembangunan, terutama dalam menentukan tujuan pembangunan yang ingin
dicapai. Berbagai program telah dilakukan oleh Pemerintah dan yang terbaru
adalah program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), yang
bertujuan untuk mengadakan Pembangunan Baru (PB) atau Peningkatan
Kualitas (PK) demi terwujudnya Rumah Layak Huni (RLH) bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR). Rumah Layak Huni dalam konsep BSPS
adalah rumah yang layak dan terjangkau, yang dibangun dengan
menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih
memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek keamanan, kenyamanan, dan
kesehatan dalam lingkup heteroginitas potensi-potensi daerah, khususnya
potensi fisik seperti bahan bangunan, kondisi geologis dan iklim setempat,
serta potensi sosial budaya, seperti arsitektur lokal dan cara hidup.
42
Peranan Pemerintah dalam Program BSPS adalah penyelenggara yang
tugas utamanya adalah sebagai fasilitator, dalam hal ini memotivasi/
menginspirasi masyarakat, memberikan bantuan berupa dana dan
pendampingan dalam suatu program pembangunan, serta memantau dan atau
mengevaluasi agar pelaksanaan pembangunan tetap berorientasi pada tujuan
yang dicanangkan.
Penyelenggaran program BSPS di Desa Sidamangura menggunakan
pendekatan partisipatif. Artinya keterlibatan masyarakat dalam program ini
merupakan suatu kegiatan yang berorientasi pada konsep swadaya, atau
masyarakat menggunakan tenaga dan kemampuan sendiri secara mandiri
dalam melaksanakan program pembangunan dan pemerintah bertindak sebagai
fasilitator, dengan memberikan dana stimulan dan pendampingan selama
berjalannya program.
Partisipasi Masyarkat dalam program BSPS dapat dikaji kedalam 3
aspek, yakni tahapan, bentuk dan tingkatan partsipasi.
Pertama, tahapan partisipasi masyarakat yang digunakan dalam kajian
penelitian ini menggunakan 4 kajian tahapan partisipasi, yaitu tahapan
perencanaan, tahapan pelaksanaan, tahapan pemantauan dan evaluasi, serta
tahapan pemanfaatan hasil. Kedua, bentuk partisipasi masyarakat yang akan
digunakan dalam kajian penelitian ini adalah bentuk partisipasi secara
langsung dan tidak langsung. Ketiga, tingkatan partisipasi masyarakat yang
akan digunakan sebagai kajian penelitian ini adalah menggunakan teori
Arnstein dengan konsep 8 tangga partisipasi.
43
Selain mengkaji ketiga hal di atas dalam keberlangsungan program
BSPS, akan dibahas pula faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat, dimana faktor-faktor tersebut dapat berupa dorongan dan atau
hambatan.
Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran yang telah
diuraikan di atas, secara skematisnya dapat dilihat pada gambar 2 berikut :
Gambar 2Kerangka Pemikiran
‘
ProgramBantuanStimulan
PerumahanSwadaya(BSPS)
Peran PemerintahSebagai StimulatorPembangunan Desa
SwadayaMasyarakat Desa
Tingkat PartisipasiMasyarakat :Merujuk pada modelArnstein mengenai 8tangga partisipasi : Manipulasi Terapi Pemberian
informasi Konsultasi Penentraman Kemitraan Pendelegasian
kekuasaan Pengawasan
masyarakat
Tahapan PartisipasiMasyarakat : Perencanaan Pelaksanaan Pemantauan dan
Evaluasi Pemanfaatan Hasil
Bentuk PartisipasiMasyarakat : Partisipasi
langsung :- Materil- Tenaga- Memelihara
hasilpembangunan
- Menikmati hasilpembangunan
Partisipasi tidaklangsung :- Pikiran
PartisipasiMasyarakat
Faktor-FaktorYang
MempengaruhiPartisipasi
Masyarakat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi
Kabupaten Muna Barat. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja
(purposive) berdasarkan pertimbangan teoritis dan praktis. Berdasarkan
pertimbangan teoritis, lokasi tersebut sangat representatif dari segi akses dan
peluang untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti, dimana
Desa Sidamangura mewakili Kecamatan Kusambi sebagai salah satu dari desa
pelaksana program perdana BSPS Tahun 2015-2016, di samping itu dalam
pelaksanaaan pembangunan, masyarakat desa tetap berorientasi pada
sumberdaya lokal yang ada, baik tenaga kerja maupun bahan-bahan bangunan.
Tabel 1
Wilayah Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)Kabupaten Muna Barat Tahun Anggaran 2015-2016.
No Kecamatan Desa Jumlah Bantuan1 Barangka Bungkolo 30 unit2 Barangka Lapolea 30 unit3 Barangka Walelei 30 unit4 Barangka Waulai 30 unit5 Barangka Wuna 30 unit6 Kusambi Sidamangura 30 unit7 Lawa Lapadaku 30 unit8 Lawa Latugho 30 unit9 Lawa Latompe 30 unit10 Lawa Madampi 30 unit11 Wadaga Lindo 30 unit
Sumber : Kabar Buton, 2016
45
Sedangkan pertimbangan praktisnya adalah alasan yang menyangkut
hal-hal yang sifatnya praktis, seperti efektifitas biaya, waktu dan tenaga
mengingat peneliti tinggal di daerah tersebut. Adapun waktu dilaksanakannya
penelitian ini yaitu pada bulan Oktober 2016 – Februari 2017.
B. Informan Penelitian
Untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan, dalam penelitian akan
dilakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara dan
kuisioner terhadap sejumlah informan, yaitu sebagai berikut :
1. Kepala Bidang Perumahan Kabupaten Muna Barat,
2. Camat Kusambi,
3. Kepala Desa Sidamangura,
4. Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) BSPS Desa Sidamangura, dan
5. Ketua Kelompok Penerima Bantuan (KPB).
6. Unsur masyarakat penerima BSPS sebanyak 5 orang.
C. Defenisi Konseptual
Defenisi konseptual merupakan pengertian istilah-istilah dari konsep
yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang ditujukan untuk
mempermudah pengumpulan data dan memperjelas ruang lingkup penelitian.
Adapun defenisi konseptual dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Peranan pemerintah sebagai stimulator pembangunan desa, merupakan
peranan pemerintah Kabupaten Muna Barat dalam menciptakan dan
46
menumbuhkan iklim bagi aktualisasi nilai-nilai dan potensi kemanusiaan
dari masyarakat Desa Sidamangura, melalui pemberian bantuan dana
stimulan, pembinaan dan pengawasan.
2. Swadaya masyarakat desa, merupakan kesadaran dan inisiatif sendiri dari
masyarakat desa Sidamangura dalam rangka mengadakan ikhtiar ke arah
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang
yang dirasakan oleh masyarakat, berupa perumahan yang layak huni.
3. Partisipasi masyarakat, adalah wujud kontribusi sukarela dari kebebasan
berbicara dan bertindak masyarakat Desa Sidamangura dalam progam
bantuan stimulan perumahan swadaya.
4. Tahapan partisipasi masyarakat, adalah tahapan partisipasi masyarakat
Desa Sidamangura dalam progam bantuan stimulan perumahan swadaya,
yang meliputi pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta tahapan
pemanfaatan hasil.
5. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat, merupakan bentuk-bentuk
partisipasi masyarakat Desa Sidamangura dalam progam bantuan stimulan
perumahan swadaya baik partisipasi langsung maupun tidak langsung.
6. Tingkatan partisipasi masyarakat, merupakan tingkatan partisipasi
masyarakat dalam program bantuan stimulan perumahan swadaya yang
dianalisis berdasarkan delapan tangga partisipasi Arnstein.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi, adalah faktor-faktor
yang dapat mendorong ataupun menghambat partisipasi masyarakat Desa
Sidamangura dalam program bantuan stimulan perumahan swadaya.
47
D. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan
atau lokasi penelitian. Data ini bersumber dari hasil observasi dan
wawancara dengan para informan yang telah ditentukan oleh peneliti.
2. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh yang bersumber dari studi
pustaka dan penelusuran dokumen-dokumen pendukung lainnya yang
meliputi catatan-catatan adanya suatu peristiwa atau kejadian, artikel,
majalah, koran, buku-buku bacaan lainnya yang relevan dengan masalah-
masalah yang diangkat dalam penelitian ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh data/ informasi
yang tepat mengenai partisipasi masyarakat dalam program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi
Kabupaten Muna Barat. Adapun metode yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Studi Lapangan (Field Research), yaitu suatu metode pengumpulan data
dengan mengadakan tinjauan langsung pada objek penelitian dengan cara :
a. Observasi, yaitu suatu cara untuk memperoleh data/ informasi yang
dilakukan penulis dengan mendatangi secara langsung lokasi dan
mengadakan pengamatan, mencatat fenomena-fenomena yang
diselidiki melalui penglihatan dan pendengaran.
48
b. Wawancara, yaitu salah satu cara untuk memperoleh data/ informasi
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada informan dengan
menggunakan alat yang dinamakan kuisioner dan pedoman wawancara
(interview guide) yang berupa daftar pertanyaan yang telah disusun
sesuai dengan fokus penelitian.
c. Dokumentasi, yaitu salah satu cara dalam memperoleh data/ informasi
khususnya dalam memperoleh bukti yang akurat, yang dapat
membantu serta mendukung dalam penelitian, dengan jalan
mengumpulkan dokumen-dokumen baik dalam bentuk tertulis,
maupun dalam bentuk gambar.
2. Studi Pustaka (Library Study), yaitu penulis menggunakan pengetahuan
teoritis dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen (buku-
buku teks, jurnal-jurnal penelitian dan bahan penelitian lainnya yang
relevan), baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Tahapan, Bentuk, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi
Untuk mengetahui tahapan dan bentuk partisipasi serta faktor-faktor
yang mempengaruhi partisipasi, maka penelitian ini menganalisis data
secara kualitatif, yaitu analisis dengan cara menghimpun dan menyusun
data secara sistematis kemudian menginterpretasikan dan menganalisisnya,
sehingga diperoleh penjelasan dan pemahaman mengenai gejala yang
diteliti. Dalam penelitian ini, akan digunakan model Miles & Huberman
49
(1992) yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif yang berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, hingga datanya sudah jenuh. Adapun proses datanya mencakup:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan proses mentransformasikan data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, memfokuskan
pada hal-hal yang penting serta memilih hal-hal yang pokok dan
merangkumnya. Dengan demikian data yang sudah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memudahkan untuk
dilakukan pengumpulan data selanjutnya serta memudahkan dalam
mencari data lainnya jika diperlukan. Reduksi data berlangsung secara
terus-menerus selama penelitian di lapangan hingga penulisan laporan
akhir penelitian selesai.
2. Penyajian Data (Data Display)
Setelah proses pereduksian data, selanjutnya data disajikan/
dimunculkan (display). Penyajian data dapat berbentuk bagan,
hubungan antarkategori, dan uraian singkat kalimat yang disusun
secara logis dan sistematis dalam menghafal catatan dilapangan yang
bias. Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah dengan menggunakan teks naratif. Dengan
mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi dan menarik kesimpulan untuk meneruskan langkah selanjutnya
dalam melakukan analisis.
50
3. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification)
Langkah ketiga dalam metode interaktif ini adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Pada tahapan ini, berbagai hal yang telah
ditemukan di lapangan harus telah dipahami yang kemudian membuat
kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya sementara. Kesimpulan-
kesimpulan sementara tersebut kemudian diverifikasi selama penelitian
berlangsung. Kesimpulan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahapan pengumpulan data
selanjutnya dan apabila kesimpulan yang dikemukakan di awal telah
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten, maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
2. Analisis Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Selanjutnya untuk mengetahui kondisi riil di lapangan yang
berkaitan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura,
digunakanlah analisis kuantitatif deskriptif dengan menggunakan teknik
scoring. Semakin besar skor, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat
memiliki pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan atau sudah
masuk dalam ruang penentuan proses (citizen power), begitupun
sebaliknya apabila semakin rendah skor maka masyarakat hanya sekedar
mengikuti kegiatan tanpa adanya tanggapan (komunikasi 1 arah) dan tidak
memiliki pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan (non
participation).
51
Adapun tahapan yang digunakan dalam analisis scoring ini adalah
sebagai berikut :
a. Menghitung total nilai seluruh responden terhadap beberapa indikator
pada setiap tahapan kegiatan dan kemudian di rata-rata. Nilai rata-rata
tersebut kemudian di jumlah.
b. Nilai akhir kemudian dibandingkan dengan tabel scoring delapan
tingkatan partisipasi yang telah disiapkan sebelumnya.
c. Menginterpretasikan secara deskriptif kualitatif nilai akhir tersebut.
Tabel scoring pembanding yang berdasarkan delapan tingkat
partisipasi menurut Arnstein, diperoleh dengan rumus :
I = J/K
Keterangan :
I : Interval kelasJ : Jarak sebaran (skor tertinggi – skor terendah)K : Banyak kelas
Sehingga diperoleh tabel scoring pembanding sebagai berikut:
Tabel 2
Nilai Scoring PembandingTingkatan Partisipasi Menurut 8 Tangga Arnstein
Nilai scoring Tingkatan Partisipasi Menurut Arnstein1,000 – 1,875 Manipulasi Non Participation1,876 – 2,751 Terapi Non Participation2,752 – 3,627 Pemberian informasi Tokenism3,628 – 4,503 Konsultasi Tokenism4,504 – 5,379 Penentraman Tokenism5,380 – 6,255 Kemitraan Citizen power6,256 – 7,131 Pendelegasian kekuasaan Citizen power
> 7,132 Pengawasan masyarakat Citizen power
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah
1. Letak Geografis Desa
Desa Sidamangura merupakan salah satu wilayah administratif
Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat dengan luas wilayah
mencapai 16,07 km2. Jarak Desa Sidamangura ke Ibu Kota Kecamatan
adalah 3 km. Desa Sidamangura terdiri dari 4 (empat) dusun, yaitu Dusun
Pambabu dan Lalege pada dusun satu, Dusun Kabelacu pada dusun dua,
Dusun Rogo atau biasa di kenal dengan Sidamangura Barat sebagai dusun
Tiga dan Dusu Lohodu sebagai dusun empat. Adapun batasan wilayah
Desa Sidamangura adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Guali
b. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Masara
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Pinang
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Konawe
Kondisi topografi Desa Sidamangura yaitu dataran dengan luas
kemiringan lahan yaitu 45,75 Ha, serta dengan ketinggian 84,6 m dari atas
permukaan air laut.
2. Keadaan Penduduk
Data sensus penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa
Sidamangura Tahun 2016 adalah 2.308 jiwa. Sedangkan jumlah rumah
53
tangga yang ada di Desa Sidamangura adalah sebanyak 2.512 rumah
tangga, atau dengan kata lain rata-rata penduduk per rumah tangga adalah
4 jiwa. Jumlah penduduk ini terdiri dari 1.134 jiwa penduduk berjenis
kelamin laki-laki, dan 1.174 jiwa penduduk perempuan.
3. Sarana dan Prasarana Desa
Sarana dan Prasarana Desa sangat dibutuhkan dalam menunjang
keberlangsungan hidup sosial, ekonomi, serta budaya masyarakat Desa
Sidamangura. Desa Sidamangura memiliki sarana pendidikan berupa
Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Sarana kesehatan meliputi Puskesmas, sarana agama
meliputi Masjid, serta sarana ekonomi berupa pasar desa.
Selain sarana dan prasarana yang telah disebutkan sebelumnya,
pada umumnya sarana infrastruktur pedesaan khususnya jalan yang
menghubungkan masyarakat dengan sekolah, kantor dan prasarana lainnya
telah berada pada kategori baik dengan kondisi kurang lebih 90% jalan
desa telah ter-aspal. Kondisi ini tentunya membuat keberlangsungan
kehidupan sosial, ekonomi dapat berjalan dengan baik terutama sebagai
sebuah Kabupaten yang baru terbentuk pada akhir Tahun 2015 yaitu
Kabupaten Muna Barat (MUBAR). Tidak hanya Jalan Desa, jalan yang
menghubungkan masyarakat desa yang matapencaharian utamanya adalah
bertani dengan lokasi pertanian/perkebunan (Jalan Tani) di Desa
Sidamangura telah dibentuk dengan baik dan nyaman untuk dilalui oleh
masyarakat.
54
4. Potensi Desa (Ekonomi, Sosial, Budaya)
Potensi di sektor ekonomi Desa Sidamagura adalah dari segi
pertanian, dimana hasil-hasil pertanian yang sering dijumpai adalah
jagung, kacang tanah dan umbi-umbian. Selain dari hasil-hasil pertanian
tanaman pangan, masyarakat juga memiliki hasil-hasil pertanian subsektor
perkebunan seperti jambu mete dan jati serta hasil subsektor peternakan
seperti sapi, kambing dan unggas (ayam dan bebek). Dari segi sosial
budaya, salah satu ciri khas yang dapat dijumpai di Desa Sidamangura
adalah kentalnya budaya gotong royong. Kegotong royongan dan adat
istiadat masyarakat dalam bingkai musyawarah dan kekeluargaan
merupakan modal dasar pembangunan di Desa Sidamangura Kecamatan
Kusambi.
B. Tinjauan Umum Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS)
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) diatur dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
39/PRT/M Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya. Bantuan stimulan adalah fasilitas pemerintah berupa
sejumlah dana yang diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) penerima manfaat bantuan stimulan untuk membantu pelaksanaan
pembangunan perumahan swadaya. Sedangkan perumahan swadaya adalah
rumah atau perumahan yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat,
55
baik secara sendiri atau berkelompok, yang meliputi perbaikan, pemugaran
atau perluasan atau pembangunan rumah baru beserta lingkungan.
Bantuan stimulan tersebut diberikan kepada Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui Lembaga Keuangan Mikro/ Lembaga
Keuangan Non Bank (LKM/ LKNB) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia.
Pelaksanaan kegiatan tersebut melibatkan berbagai pihak untuk ikut serta di
dalamnya, baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten. Untuk itu
dibutuhkan pemahaman yang sama, sehingga pelaksanaan kegiatan dapat
berjalan dengan baik dan benar.
7. Maksud dan Tujuan Kegiatan Program BSPS
Pemberian stimulan untuk perumahan swadaya dimaksudkan untuk
meningkatkan prakarsa Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam
pembangunan/ peningkatan kualitas rumah beserta prasarana, sarana, dan
utilitas.
Tujuan Kegiatan BSPS adalah terbangunnya rumah yang layak huni
oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang didukung dengan
Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) sehingga menjadikan
perumahan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta berkelanjutan.
8. Prinsip dan Pendekatan Penyelenggaraan Program BSPS
Prinsip-prinsip penyelenggaraan Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS) adalah sebagai berikut :
56
a. Dapat diterima (acceptable), pemilihan kegiatan dilakukan
berdasarkan musyawarah desa sehingga dapat diterima oleh
masyarakat secara luas (acceptable). Prinsip ini berlaku dari sejak
pemilihan lokasi pembangunan infrastruktur,penentuan spesifikasi
teknis, penentuan mekanisme pengadaan dan pelaksanaan kegiatan,
termasuk pada penetapan mekanisme pemanfaatan dan
pemeliharaannya.
b. Transparansi (transparent), penyelenggaraan kegiatan dilakukan
bersama masyarakat secara terbuka dan diketahui oleh semua unsur
masyarakat (transparent). Transparansi antara lain dilakukan melalui
penyebaran informasi terkait program secaraakurat dan mudah diakses
oleh masyarakat.
c. Akuntabel, penyelenggaraan kegiatan yang dilaksanakan masyarakat
harus dapat dipertanggungjawabkan (accountable), dalam hal
ketepatan sasaran, waktu, pembiayaan, dan mutu pekerjaan.
d. Berkelanjutan (sustainable), penyelenggaraan kegiatan dapat
memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan
(sustainable) yang ditandai dengan adanya rencana pemanfaatan,
pemeliharaan dan pengelolaan Rumah terbangun secara mandiri oleh
masyarakat.
Adapun pendekatan dalam program Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS) adalah sebagai berikut :
57
a. Pemberdayaan masyarakat, artinya seluruh proses pelaksanaan
kegiatan (tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
dan pemeliharaan) melibatkan peran aktif masyarakat.
b. Keberpihakan kepada orang miskin, artinya orientasi kegiatan baik
dalam proses maupun pemanfaatan, hasil diupayakan dapat berdampak
langsung bagi penduduk miskin.
c. Otonomi dan desentralisasi, artinya pemerintah daerah dan masyarakat
bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan kegiatan dan
keberlanjutan Rumah terbangun.
d. Partisipatif, artinya masyarakat, khususnya kelompok miskin, kaum
perempuan serta kelompok minoritas, diberikan kesempatan untuk
terlibat secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pemeliharaan dan pemanfaatan, serta
memberikan kesempatan secara luas partisipasi aktif dari.
e. Keswadayaan, artinya kemandirian masyarakat menjadi faktor utama
dalam keberhasilan pelaksanaan tahapan kegiatan BSPS.
f. Penguatan Kapasitas Kelembagaan, artinya pelaksanaan kegiatan
diupayakan dapat mendorong terwujudnya kemandirian pemerintah
daerah, organisasi masyarakat, dan stakeholders lainnya dalam
penanganan permasalahan kemiskinan.
g. Kesetaraan dan keadilan gender, artinya pelaksanaan kegiatan
mendorong terwujudnya kesetaraan antara pria dan perempuan dalam
setiap tahap kegiatan dan pemanfaatannya.
58
9. Ruang Lingkup Kegiatan BSPS
Ruang lingkup kegiatan BSPS meliputi Pembangunan Baru,
Peningkatan Kualitas dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Umum,
dengan uraian sebagai berikut :
a. Pembangunan Baru (PB), meliputi:
1) Pembangunan Baru (PB) pengganti Rumah Tidak Layak Huni
(RTLH) dengan tingkat kerusakan total.
2) Pembangunan Rumah Baru (PB) di atas kavling tanah matang.
b. Peningkatan Kualitas (PK), meliputi :
1) PK Ringan dari RLTH dengan tingkat kerusakan ringan atau tidak
terpenuhi kesehatan bangunan.
2) PK Sedang dari RLTH dengan tingkat kerusakan sedang; dan
3) PK Berat dari RTLH dengan tingkat kerusakan berat.
c. Pembangunan Prasarana dan Sarana Umum (PSU),
Pembangunan PSU dilaksanakan secara swadaya oleh penerima
BSPS dalam bentuk bahan bangunan dengan dukungan pemerintah
kabupaten/ kota yang dapat berupa tenaga pendamping, upah, dan
peralatan kerja yang bersumber dari Anggaran Penerimaan dan
Belanja Daerah (APBD).
10. Penerima BSPS
Penerima BSPS meliputi Perseorangan dan Kelompok Penerima
BSPS, dengan uraian sebagai berikut :
59
a. Perseorangan
Perseorangan dapat menerima bantuan berupa uang, bahan
bangunan, atau rumah. Perseorangan yang dapat menerima bantuan
adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan persyaratan
sebagai berikut :
1) Warga negara Indonesia yang sudah berkeluarga.
2) Memiliki atau menguasai tanah yang dikuasai secara fisik dan
memiliki legalitas, tidak dalam status sengketa, dan sesuai tata
ruang.
3) Belum memiliki rumah, atau memiliki dan menempati rumah satu-
satunya dengan kondisi yang tidak layak huni.
4) Belum pernah memperoleh BSPS dari pemerintah.
5) Berpenghasilan senilai upah minimum provinsi setempat.
6) Diutamakan yang telah memiliki keswadayaan dan berencana
membangun atau meningkatkan kualitas rumahnya.
7) Bersedia membentuk kelompok paling banyak 20 (dua puluh)
orang.
8) Bersedia membuat surat pernyataan yang antara lain berisi
kesediaan bertanggung jawab dalam pemanfaatan bantuan; dan
kesediaan mengikuti ketentuan BSPS.
b. Kelompok
Kelompok penerima BSPS merupakan kumpulan dari
perseorangan penerima BSPS dalam bentuk barang berupa bahan
60
bangunan untuk membangun Prasarana dan Sarana Umum (PSU).
Kelompok penerima BSPS yang mengajukan pembangunan PSU harus
memenuhi persyaratan :
1) Menyelesaikan Pembangunan Baru (PB) atau Peningkatan Kualitas
(PK) tepat waktu dengan kualitas baik.
2) Beranggotakan paling sedikit 15 (lima belas) penerima BSPS.
3) Bersedia menyelesaikan pembangunan Prasarana dan Sarana Umum
(PSU) sesuai kesepakatan.
4) Bersedia memelihara Prasarana dan Sarana Umum (PSU) yang telah
dibangun.
5) Bersedia mengikuti ketentuan BSPS.
6) Memperoleh dukungan dari pemerintah Kabupaten/ Kota setempat.
C. Mekanisme Pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa
Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat dilakukan dalam
bentuk uang yang diberikan kepada perseorangan guna memperoleh bahan
bangunan dan tenaga kerja sebagai upaya Peningkatan Kualitas Rumah agar
tercapai Rumah Layak Huni (RLH).
61
Gambar 3.
Mekanisme Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(Sumber : Laporan Akhir Program BSPS Desa Sidamangura Tahun 2016)
Berdasarkan Panduan Teknis Pembangunan Rumah Swadaya melalui
BSPS Tahun 2016, Rumah Layak Huni didefenisikan sebagai rumah yang
memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas
bangunan, dan kesehatan penghuni. Adapun mekanisme penyaluran kegiatan
BSPS di Desa Sidamangura dalam bentuk uang guna peningkatan kualitas
rumah menjadi rumah layak huni dijelaskan dalam Gambar 3 berikut.
BSPS
61
Gambar 3.
Mekanisme Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(Sumber : Laporan Akhir Program BSPS Desa Sidamangura Tahun 2016)
Berdasarkan Panduan Teknis Pembangunan Rumah Swadaya melalui
BSPS Tahun 2016, Rumah Layak Huni didefenisikan sebagai rumah yang
memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas
bangunan, dan kesehatan penghuni. Adapun mekanisme penyaluran kegiatan
BSPS di Desa Sidamangura dalam bentuk uang guna peningkatan kualitas
rumah menjadi rumah layak huni dijelaskan dalam Gambar 3 berikut.
BSPS
61
Gambar 3.
Mekanisme Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(Sumber : Laporan Akhir Program BSPS Desa Sidamangura Tahun 2016)
Berdasarkan Panduan Teknis Pembangunan Rumah Swadaya melalui
BSPS Tahun 2016, Rumah Layak Huni didefenisikan sebagai rumah yang
memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas
bangunan, dan kesehatan penghuni. Adapun mekanisme penyaluran kegiatan
BSPS di Desa Sidamangura dalam bentuk uang guna peningkatan kualitas
rumah menjadi rumah layak huni dijelaskan dalam Gambar 3 berikut.
BSPS
62
Gambar 4
Bagan Alir Kegiatan BSPS
(Sumber : Panduan Teknis Program BSPS Tahun 2016)
Berdasarkan gambar 3, maka langkah-langkah dalam kegiatan BSPS di
Desa Sidamangura adalah sebagai berikut :
a. Koordinasi dengan Para Pemangku Kepentingan
Setelah Koordintaor Fasilitator dan Fasilitator mendapat pelatihan
kegiatan BSPS dan menerima kopi SK Menteri PUPR tentang Lokasi,
maka Koordintaor Fasilitator mobilisasi ke Kabupaten/Kota/Wilayah
lokasi tugasnya berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan yang
terdiri atas tim teknis kabupaten kota, bank/pos penyalur, PPK dan lain-
lain untuk membahas anta lain tingkat kesulitan penyaluran bahan
bangunan.
62
Gambar 4
Bagan Alir Kegiatan BSPS
(Sumber : Panduan Teknis Program BSPS Tahun 2016)
Berdasarkan gambar 3, maka langkah-langkah dalam kegiatan BSPS di
Desa Sidamangura adalah sebagai berikut :
a. Koordinasi dengan Para Pemangku Kepentingan
Setelah Koordintaor Fasilitator dan Fasilitator mendapat pelatihan
kegiatan BSPS dan menerima kopi SK Menteri PUPR tentang Lokasi,
maka Koordintaor Fasilitator mobilisasi ke Kabupaten/Kota/Wilayah
lokasi tugasnya berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan yang
terdiri atas tim teknis kabupaten kota, bank/pos penyalur, PPK dan lain-
lain untuk membahas anta lain tingkat kesulitan penyaluran bahan
bangunan.
62
Gambar 4
Bagan Alir Kegiatan BSPS
(Sumber : Panduan Teknis Program BSPS Tahun 2016)
Berdasarkan gambar 3, maka langkah-langkah dalam kegiatan BSPS di
Desa Sidamangura adalah sebagai berikut :
a. Koordinasi dengan Para Pemangku Kepentingan
Setelah Koordintaor Fasilitator dan Fasilitator mendapat pelatihan
kegiatan BSPS dan menerima kopi SK Menteri PUPR tentang Lokasi,
maka Koordintaor Fasilitator mobilisasi ke Kabupaten/Kota/Wilayah
lokasi tugasnya berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan yang
terdiri atas tim teknis kabupaten kota, bank/pos penyalur, PPK dan lain-
lain untuk membahas anta lain tingkat kesulitan penyaluran bahan
bangunan.
63
Fasilitator mobilisasi Desa/ Kelurahan yang menjadi tugasnya untuk
melakukan koordinasi dengan Kepala Desa/Lurah selaku Pemangku
Kepentingan antara lain menyiapkan kegaiatan untuk menyiapkan
kegiatan sosialisasi kepada Calon Penerima Bantuan (CPB).
b. Sosialisasi CPB hasil identifikasi
Sosialisasi dilakukan oleh Tenaga Fasilitator Lapangan didampingi
oleh Kepala Desa/Lurah selaku anggota Tim Teknis Kabupaten/Kota yang
dihadiri oleh Calon Penerima Bantuan dengan materi Sosialisasi
mengenai:
1) Kebijakan kegiatan BSPS yang diberikan oleh pemerintah kepada
MBR yang memenuhi kriteria penerima BSPS dan kriteria RTLH.
Agar permohonan BSPS dari CPB dapat diterima maka CPB harus
mengajukan proposal yang disusun bersama-sama Kelompok
Penerima Bantuan (KPB).
2) Model pelaksanaan kegiatan BSPS yang terdiri dari 4 model yaitu;
BSPS dapat berupa Uang; BSPS berupa bahan bangunan; BSPS
berupa Rumah dan BSPS berupa Prasarana dan Sarana Umum (PSU)
dengan kriteria yang ditetapkannya.
3) Persyaratan dan kriteria penerima BSPS dan Rumah Tidak Layak Huni
(RLTH).
Pertemuan Sosialisasi ini dilengkapi dengan Berita Acara
Sosialisasi yang dilengkapi dengan Daftar Hadir dan Dokumentasi/ foto
pertemuan.
64
c. Verifikasi dan Identifikasi Rencana Penanganan RTLH/Kekurangan
Rumah
Identifikasi dan Verifikasi dilakukan oleh TFL didampingi oleh
Kepala Desa/ Lurah atau yang mewakili terhadap Masyarakat
Berpenghasilan Rendah calon pemerima bantuan yang ada dalam data
identifikasi dan kelengkapan By Name By Address (BNBA).
d. Pengorganisasian Calon Penerima Bantuan (CPB)
Kegiatan TFL dalam Pengorganisasian Calon Penerima Bantuan
antara lain adalah:
1) Menyampaikan Hasil Verifikasi Calon Penerima Bantuan ditetapkan
dalam forum Rembug yang dihadiri oleh Calon Penerima Bantuan
yang sudah memiliki Nomor BNBA. Hasil Rembug dimuat dalam
Acara Rembug Penetapan Calon Penerima BSPS yang dilengkapi
dengan daftar hadir dan dokumentasi/ foto forum rembug.
2) Mendampingi Peserta Forum Rembug membentuk Kelompok
Penerima Bantuan (KPB), memilih Ketua, Sekretaris dan Bendahara
KPB, menandatangani kesepakatan sosial, sesuai dengan Berita Acara
Pembentukan Kelompok dan Kesepakatan Sosial.
e. Penyusunan Proposal BSPS bentuk Uang
Sesudah mendapat penjelasan dari TFL mengenai Penyusunan
Proposal, maka TFL mendampingi penerima bantuan bersama dengan
Kelompok Penerima Bantuan (KPB) melakukan penyusunan proposal.
65
f. Pengesahan Proposal oleh Tim Teknis
Setelah diverifikasi oleh Fasiliatator dan Koordinator Fasilitator
Kabupaten/ Kota/ Wilayah, maka Tim Teknis Kabupaten/ Kota melakukan
verifikasi dan mengesahkan proposal.
g. Pengusulan Proposal ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Dokumen Proposal yang sudah diverifikasi oleh Tim Teknis,
kemudian diusulkan oleh Ketua Tim Teknis Kabupaten/ Kota kepada PPK
untuk ditetapkan sebagai penerima BSPS.
h. Penetapan Penerima BSPS
Proposal disampaikan kepada PPK untuk ditetapkan dalam SK
penetapan penerima BSPS.
i. Penyaluran BSPS
Setelah mengeluarkan SK Penetapan Penerima Bantuan, maka PPK
mengeluarkan Surat Perintah Pembayaran (SPP) kepada Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP-SPM). PP-SPM kemudian
mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan menyiapkan Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan dikirim ke Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN). Setelah SP2D ditandatangani, maka dana
BSPS dicairkan ke rekening Satker di Bank/ Pos Penyalur.
j. Pemilihan Toko/ Penyedia Bahan Bangunan dan Penyusunan Daftar
Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2)
Dalam rangka menyiapkan pembelian bahan bangunan dilakukan
kegiatan pemilihan toko bahan bangunan dengan kegiatan meliputi survei
66
legalitas, survei harga bahan-bahan bangunan, menyepakati pemilihan
Toko/ Penyedia bahan bangunan, kontrak pembelian bahan bangunan, dan
penerima bantuan bersama kelompok penerima bantuan menyusun Daftar
Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2).
k. Pemesanan Bahan Bangunan Tahap I
Toko/Penyedia bahan bangunan melakukan pengiriman bahan
bangunan Tahap I berdasarkan Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan
(DRPB2).
l. Pemeriksaan dan Penerimaan Bahan bangunan Tahap I
Penerima BSPS memeriksa jenis, volume dan mutu bahan bangunan
yang dikirim serta menerima bahan bangunan yang dikirim Toko/ Penyedia
bahan bangunan apabila sesuai dengan Daftar Rencana Pembelian Bahan
Bangunan (DRPB2) Tahap 1.
m. Pembangunan Tahap I
Setelah menerima bahan bangunan, maka penerima bantuan
melakukan pembangunan tahap I sampai dengan progress fisik minimal 30
%, bila pembangunan pada tahap I tidak mencapai progress 30% atau tidak
cukup waktu, maka penerima BSPS diminta untuk pengembalian BSPS
dalam bentuk uang yang telah di salurkan pada Tahap I.
n. Pelaporan Fisik 30 %.
Sebagai bukti bahwa dana BSPS sudah digunakan untuk membeli
bahan bangunan dan progress fisik sudah mencapai 30%, maka
disampaikan laporan penggunaan dana.
67
o. Evaluasi dan Pemesanan Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan
(DRPB2) Tahap II
Setelah Pembanguan Tahap I sudah mencapai progres fisik minimal
30%, dan penerima bantuan bersama KPB mengajukan Daftar Rencana
Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2) tahap II dan dilakukan
evaluasi/pemeriksaaan oleh TFL dan Tim Teknis untuk mendapat
persetujuan Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2) Tahap
II.
p. Pemesanan Bahan Tahap II
Toko/ Penyedia bahan bangunan melakukan pengiriman bahan
bangunan tahap II.
q. Pemeriksaan dan Penerimaan Bahan Bangunan Tahap II
Penerima BSPS memeriksa jenis, volume dan mutu bahan bangunan
yang dikirim serta menerima bahan bangunan yang dikirim Toko/ Penyedia
bahan bangunan apabila sesuai dengan Daftar Rencana Pembelian Bahan
Bangunan (DRPB2) tahap II.
r. Pembangunan Tahap II
Setelah menerima bahan bangunan, maka penerima bantuan
melakukan pembangunan tahap II sampai dengan progress fisik 100 %,
bila pembangunan pada tahap II tidak mencapai progress 100% atau tidak
cukup waktu, maka Penerima BSPS diminta untuk pengembalian BSPS
dalam bentuk Uang yang telah di salurkan pada Tahap II.
68
s. Pelaporan Fisik 100 %
Sebagai bukti bahwa dana BSPS sudah digunakan untuk membeli
bahan bangunan dan progress fisik sudah mencapai 100%, maka
disampaikan Laporan Penggunaan Dana Tahap II. Laporan Penggunaan
Dana Tahap II diverifikasi oleh Fasilitator, dan Koordinator Fasilitator
Kabupaten/ Kota/ Wilayah.
D. Partisipasi Masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) diatur dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
39/PRT/M Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya. Berdasarkan peraturan ini, Program BSPS merupakan
sebuah fasilitas pemerintah berupa sejumlah dana yang diberikan kepada
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk membantu masyarakat
dalam melaksanakan pembangunan perumahan swadaya. Perumahan swadaya
sendiri adalah perumahan yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat
baik secara sendiri atau berkelompok. Tujuan dari program ini adalah
memberdayakan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hunian
menjadi layak dalam artian aman, nyaman dan sehat. Hal tersebut sesuai
dengan penuturan Bapak La Bolo, SP., selaku Kepala Bidang Perumahan
Kabupaten Muna Barat:
69
“Jadi begini, BSPS atau Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya itumerupakan salah satu program yang berasal dari Kementerian PekerjaanUmum dan Perumahan Rakyat (dulunya Kemenpera), yang memberikansejumlah dana stimulan kepada masyarakat yang masuk dalam kategorimasyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namanya stimulan berarti, ya…,sifatnya hanya sebagai peransang, agar masyarakat itu mau untukmemperbaiki kualitas hidup mereka melalui kegiatan pembuatan rumah yanglayak. Jenis pembangunannya itu ada Pembuatan Baru, dan ada jugaPeningkatan Kualitas atau untuk renovasi rumah seperti itu. Terus bentukbantuannya itu ada dua, dalam bentuk uang dan ada juga dalam bentukbahan bangunan.” (Hasil Wawancara, 6 Februari 2017)
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak La Halido selaku Kepala
Desa Sidamangura bahwa:
“Bantuan BSPS ini merupakan bantuan yang diberikan pemerintahkepada masyarakat desa berupa uang untuk merenovasi rumah-rumahmasyarakat. Jumlah dananya sendiri cukup besar, kalau tidak salah itu 15juta-an per KK, dan yang saya ketahui dananya itu tidak diterima secaralangsung, tetapi secara bertahap.” (Hasil Wawancara, 23 Januari 2017)
Untuk mengetahui sejauhmana partisipasi masyarakat Desa
Sidamangura dalam program bantuan stimulan perumahan swadaya, maka
analisis dibagi ke dalam empat dimensi, yaitu tahapan partisipasi, bentuk
partisipasi, tingkatan partisipasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat.
1. Tahapan Partisipasi Masyarakat
Pembangunan perumahan merupakan salah satu hal yang perlu
diadakan sebagai salah satu upaya agar masyarakat dapat memperbaiki
kualitas hidupnya. Untuk menunjang keberhasilan program yaitu
tercapainya hunian yang layak, maka melalui konsep pendekatan program
yang diantaranya adalah pemberdayaan dan swadaya, diharapkan
masyarakat mampu menggali segala potensi yang dimiliki, serta secara
70
swadaya dengan dana stimulan yang diberikan, diharapkan pula
masyarakat secara bersama-sama berperan serta dan aktif dalam tiap
proses pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi hingga pemanfaatan hasil.
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahapan awal dari program yang
digalakkan. Tahapan perencanaan yang dimaksud di sini adalah
tahapan ketika program telah mencapai tingkat masyarakat atau desa.
Hal ini ditujukan agar pembahasan lebih fokus kepada partisipasi
masyarakat yang menjadi sasaran program. Dalam mekanisme
program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang
dilakukan di Desa Sidamangura, maka tahapan perencanaan dibentuk
dalam beberapa kegiatan, antara lain:
1. Koordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam hal ini tim
Teknis Kabupaten, serta Kepala Desa/Lurah bersama dengan
bank/pos penyalur dana bantuan untuk membahas dan menyiapkan
kegiatan sosialisasi program kepada Calon Penerima Bantuan
(CPB).
2. Sosialisai program BSPS kepada Calon Penerima Bantuan (CPB),
proses verifikasi dan identifikasi mengenai Rencana Penanganan
Rumah Tidak Layak Huni,
3. Pengorganisasian Calon Penerima Bantuan (CPB),
4. Penyusunan proposal dalam bentuk uang,
71
5. Pengesahan proposal oleh Tim Teknis,
6. Pengusulan Proposal ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
7. Penetapan penerima BSPS,
8. Penyaluran BSPS kepada rekening Satker di Bank/ Pos Penyalur,
9. Pemilihan Toko/ Penyedia Bahan Bangunan dan Penyusunan
Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2),
10. Pembahasan teknis pemesanan dan penerimaan bahan bangunan.
Berdasarkan uraian kegiatan di atas, maka kegiatan awal yang
dilakukan dalam tahapan perencanaan adalah koordinasi yang
dilakukan oleh Tenaga Fasilitator Lapangan (Pendamping Desa)
kepada Tim Teknis dan pemangku kepentingan lainnya termasuk
kepada Kepala Desa beserta perangkatnya mengenai rencana
pelaksanaan sosialisasi program BSPS kepada Calon Penerima
Bantuan (CPB). Pada tahapan ini pula dilakukan penjelasan mengenai
mekanisme pelaksanaan program BSPS di Desa, serta pembinaan
kepala Desa sebagai anggota tim pelaksana lapangan. Hal ini sesuai
yang diutarakan oleh Bapak Rasnan, A.Md,,Ars, selaku Tenaga
Fasilitator Lapangan sebagai berikut:
“Sebagai pendamping desa atau Tenaga Fasilitator Lapangan,kami (seluruh tenaga fasilitor) berkoordinasi terlebih dahulu kepadakoordinator tenaga fasilitator kabupaten dan tim teknis kabupatenuntuk membahas hal-hal teknis seputar keberlangsungan kegiatan dilapangan, yang kemudian kami mobilisasi ke lokasi masing-masingditugaskan untuk berkoordinasi dengan Kepala Desa Setempat. Di sinikami jelaskan terlebih dahulu tentang program BSPS termasuk syaratdan kriteria penerimanya. Selanjutnya kami meminta Kepala Desauntuk mengajukan data calon penerima bantuan yang selanjutnyaakan diseleksi pada waktunya.” (Hasil Wawancara, 21 Januari 2017)
72
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa
koordinasi antara pemerintah melalui tenaga fasilitator lapangan untuk
program BSPS dengan pihak berkepentingan dalam hal ini perangkat
desa telah berjalan sesuai dengan prosedur. Pada tahapan ini juga,
Kepala Desa dan Tim Teknis Kabupaten serta Tenaga Fasilitator
Lapangan menentukan waktu sosialisasi. Selain itu Kepala Desa juga
membentuk tim untuk melaksanakan kegiatan pendataan calon
penerima bantuan.
Setelah koordinasi seperti yang dijelaskan di atas, maka
kegiatan yang masuk dalam tahapan perencanaan selanjutnya adalah
sosialisasi program BSPS kepada Calon Penerima Bantuan (CPB).
Pada tahapan ini, kepala desa, tim teknis kabupaten bersama tenaga
fasilitator lapangan mengadakan sosialisasi langsung ke rumah warga-
warga. Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Bapak La Halido,
selaku Kepala Desa Sidamangura, sebagai berikut:
“Waktu itu setelah ada yang datang ke saya menjelaskantentang adanya bantuan, maka kita tentukan waktu yang tepat untuksosialisasi. Jadi hari selanjutnya saya bersama-sama dengan PakRasnan (TFL) dan tim dari kabupaten untuk sosialisasi ke rumahwarga yang kami anggap tergolong Masyarakat BerpenghasilanRendah (MBR). Pada saat itu juga dijelaskan kepada warga bahwa iniada bantuan dari pemerintah, jadi kami akan data semua sesuaidengan syarat dan kriteria penerima, namun tidak semua pasti akanterima bantuan ini, karena dari sekian banyak yang akan didata,hanya warga yang paling memenuhi syarat dan kriteria yang akanditetapkan sebagai penerima bantuan”(Hasil Wawancara, 23 Januari2017).
Pada saat yang bersamaan ketika melakukan sosialisasi, Tim
Teknis Kabupaten bersama dengan Tenaga Fasilitator Lapangan
73
mengadakan survey atau melihat secara langsung keadaan rumah calon
penerima bantuan yang kemudian akan dilakukan verifikasi lanjutan.
Maksud dari verifikasi lanjutan ini adalah menyeleksi data dari
pengajuan rumah tidak layak huni yang dilakukan oleh desa
Sidamangura (kurang lebih 200 KK) dengan kriteria penerima bantuan
berdasarkan Peraturan Menteri PUPR yang disematkan dalam
pedoman pelaksanaan program BSPS 2016. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan yang disampaikan oleh Tenaga Fasilitator Desa (TFL) Desa
Sidamangura yaitu Bapak Rasnan, A.Md.,Ars., sebagai berikut:
“Kami mensurvey rumah-rumah calon warga penerimabantuan. Rumah-rumah ini telah di data oleh tim dari desa sesuaidengan syarat dan kriteria penerima bantuan. Kami lihat langsungkeadaan mereka termasuk kondisi rumah mereka. Calon-calonpenerima bantuan ini kemudian diinput dalam proposal pengajuandan diajukan kepada Tim Teknis Kabupaten Muna Barat. Selanjutnyadari sana diseleksi lagi di Tingkat Provinsi. Hasil dari seleksiditingkat Propinsi ini ditetapkanlah sebagai penerima bantuan dandisampaikan ke Tingkat Kabupaten dalam bentuk SK penerimabantuan. (Hasil Wawancara, 21 Januari 2017)
Hal tersebut dibenarkan pula oleh Bapak La Halido selaku
Kepala Desa Sidamangura sebagai berikut :
“Iya, kami kunjungi rumah-rumah warga hampir 200 rumah,sesuai dengan yang kami data sebelumnya, kami foto(dokumentasikan) rumah-rumah mereka dan meminta warga untukmenyiapkan kelengkapan berkas sesuai persyaratan seperti foto kopiKTP, KK (Kartu Keluarga) dan masih ada lagi yang lainnya.” (HasilWawancara, 23 Januari 2017).
Informasi di atas menggambarkan bahwa penentuan calon
penerima bantuan harus sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam
Peraturan Menteri yang disematkan dalam panduan pelaksanaan
74
program BSPS, dalam hal ini kriteria tersebut selain objek (keadaan
rumah calon penerima) juga berdasarkan keadaan calon penerima.
Hasil observasi menunjukkan bahwa keadaan penerima BSPS di Desa
Sidamangura adalah memenuhi syarat berupa a) Status Warga Negara
Indonesia yang sudah berkeluarga, b) memiliki atau menguasai tanah
yang dikuasai secara fisik dan memiliki legalitas, tidak dalam status
sengketa, dan sesuai tata ruang, c) belum memiliki rumah, atau
memiliki dan menempati rumah satu-satunya dengan kondisi yang
tidak layak huni, d) Belum pernah memperoleh BSPS dari pemerintah,
e) berpenghasilan senilai upah minimum provinsi setempat, f)
diutamakan yang telah memiliki keswadayaan dan berencana
membangun atau meningkatkan kualitas rumahnya, g) bersedia
membentuk kelompok paling banyak 20 (dua puluh) orang, serta h)
bersedia membuat surat pernyataan yang antara lain berisi kesediaan
bertanggung jawab dalam pemanfaatan bantuan; dan kesediaan
mengikuti ketentuan BSPS.
Tahapan perencanaan selanjutnya adalah pengorganisasian
Calon Penerima Bantuan (CPB), pengajuan proposal dalam bentuk
uang, pengesahan proposal oleh Tim Teknis, dan Pengusulan Proposal
ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pada tahapan ini, kepala desa
menunjuk salah satu warga sebagai sebagai ketua kelompok.
Penunjukkan ketua kelompok ini ditujukan untuk memudahkan
penerima bantuan dalam memperoleh informasi sehubungan dengan
75
proses penerimaan bantuan hingga pelaksanaan pembangunan,
termasuk dalam evaluasi berjalannya program. Selain itu ketua
kelompok dibutuhkan dalam pengajuan propsal bantuan dalam bentuk
uang, dimana ketua kelompok adalah seseorang yang mampu atau
mengetahui tentang pembuatan proposal atau minimal dapat
mengorganisir penerima bantuan lainnya. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Bapak Arwen selaku Ketua Kelompok Penerima
Bantuan, sebagai berikut:
“Saya langsung ditunjuk sebagai ketua kelompok, ya… sayaagak kaget sih. Tapi setelah dijelaskan keadaanya saya coba mengertiaja, katanya dibutuhkan yang bisa membuat proposal, bisa pakaikomputer dan lain-lain lah…., ya sudah, demi kebaikan kita bersamasaya setuju dengan pengajuan tersebut. Lagian dibilangnya ini namaketua kelompok dibutuhkan untuk pengajuan proposal bantuan, danuntuk pembuatan proposalnya sendiri nanti dibantu sama KepalaDesa dan Pendamping Desa.”(Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
Selanjutnya, dibuatlah proposal bantuan dalam bentuk uang
disahkan Tim Teknis Kabupaten dan diajukan kepada Pejabat Pembuat
Komitmen. Proses pembuatan proposal didampingi oleh Kepala Desa
Sidamangura dan Tenaga Fasilitator Lapangan Desa Sidamangura. Hal
ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Bapak La Halido selaku Kepala
Desa Sidamangura, sebagai berikut:
“Saya bantu pak Arwen untuk buat proposal bantuan.Proposalnya sendiri bersamaan dengan kelengkapan berkas yangdikumpulkan pada saat sosialisasi. Sedangkan yang belum sempatterkumpul, pak Arwen langsung ke rumah warga tersebut untukmengmbil kelengkapan berkasnya. Selama pembuatan proposal, adapak Rasnan yang mendampingi kami, membantu memeriksa proposalyang kami buat dan menyarankan hal-hal yang belum lengkap. Setelahproposalnya jadi, kami segera tandatangani, selanjutnya kami mintatanda tangan Pak Rasnan sebagai pendamping desa. Kemudian
76
besoknya porposal kami ajukan ke Kabupaten untuk disahkan olehTim Kabupaten dan dikirim ke provinsi untuk diseleksi.” (Hasilwawancara, 23 Januari 2017)
Hal senada juga diutarakan oleh Bapak Rasnan, A.Md,Ars.,
selaku Tenag Fasilitator Desa sebagai berikut:
“Banyak keluhan yang sempat saya dengar pada waktupembuatan proposal saat itu. Ada masyarakat yang belum temukandimana KTP-nya dismpan, belum temukan dimana kartu keluargadisimpang. Ini belum ditemukan atau tidak ada ya,,,, kendala lainnyakatanya sulitnya menemui calon penerima, ada yang rumahnya jauhdari jalan, ada yang pemilik rumahnya sedang di kebun. Saya pikir iniproposal tidak akan selesai pada waktunya, tapi alhamdulillahakhirnya selesai juga.” (Hasil wawancara, 21 Januari 2017)
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa selama pembuatan
proposal Kepala Desa dan Tenaga Fasilitator terus mendampingi demi
kelancaran dan terlaksananya program bantuan di Desa Sidamangura.
Selain itu dapat diketahui pula bahwa masyarakat penerima bantuan
selain Ketua Kelompok Penerima Bantua tidak terlibat langsung dalam
kegiatan ini. Calon penerima bantuan hanya ikut terlibat ketika proses
melengkapi berkas pengajuan proposal.
Tahapan selanjutnya adalah penetapan penerima bantuan.
Calon Penerima Bantuan yang diusulkan oleh Desa, tidak dapat
ditetapkan seluruhnya sebagai penerima bantuan. Penetapan penerima
bantuan telah melewati proses seleksi ketat dan dilakukan se-objektif
mungkin, dimana seleksi dilakukan dengan melihat kriteria dan
kelengkapan berkas administratif yang diajukan. Hal ini sesuai dengan
yang diutarakan oleh Bapak La Bolo, SP., selaku Kepala Bidang
Perumahan Kabupaten Muna Barat sebagai berikut:
77
“Calon penerima bantuan yang diajukan oleh masing-masingdesa tidak menutup kemungkinan tidak akan diterima seluruhnyasebagai penerima bantuan. Terdapat syarat dan kriteria yang harusdipenuhi oleh masyarakat calon penerima bantuan. Berkas-berkasyang dikirim tentunya telah melewati tahapan seleksi, rumah-rumahmereka (calon penerima bantuan) disurvey. Selain survey yangdilakukan dari Tim Kabupaten Muna Barat sini, ada juga survey dariprovinsi yang dinamakan survey sampel. Tinjauan sampel iniditujukan untuk mengecek kebenaran secara langsung, apakah merealayak atau tidak sebagai penerima bantuan. Untuk Kabupaten MunaBarat sendiri, ada 330 unit rumah yang terima bantuan”. (Hasilwawancara, 6 Februari 2017)
Hal senada diutarakan oleh Bapak La Halido, selaku Kepala
Desa Sidamangura sebagai berikut:
“Di proposal kami ajukan hampir 200 calon penerima. Hampir2 rim kertas yang kami gunakan untuk mem-print dokumen proposal.Walah, hasilnya hanya 30 unit rumah yang tembus. Kecewa sihsebenarnya, tapi mau diapa, yang diatas udah menentukan jumlahnyasegitu, ya segitulah yang harus kita terima” (Hasil wawancara, 23Januari 2017)
Uraian di atas menunjukkan proses seleksi dilakukan dengan
objektif, dimana selain mensurvey kondisi objek (rumah) warga,
seleksi juga dilakukan dengan kelengkapan berkas dan kondisi calon
penerima bantuan. Selanjutnuya calon penerima bantuan yang telah
lolos seleksi, ditetapkan dalam SK penetapan penerima bantuan. Hasil
observasi menunjukkan jumlah masyarakat penerima bantuan di Desa
Sidamangura adalah 30 orang. Adapun cara atau proses dan waktu
pengumuan di Desa, sepenuhnya diberikan kepada aparat Desa. Hal ini
sesuai yang diutarakan Bapak La Halido selaku Kepala Desa
Sidamangura sebagai berikut:
“Setelah SK penetapan penerima BSPS kami terima, kamiarahkan seluruh penerima bantuan yang terdapat dalam daftar untuk
78
datang rapat di Balai Desa. Kami surati mereka (penerima bantuanyang lolos), kalau tidak ada di rumah, kami hubungi mereka melaluitelpon. Tidak hanya warga yang kami undang, ada jgua Tim dariKabupaten, Pendamping Desa, Pak Camat serta tokoh-tokohmasyarakat.” (Hasil wawancara, 23 Januari 2017)
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Alimran, SE., selaku
Camat Kusambi, sebagai berikut:
“Tentunya, menjadi sebuah kesyukuran bagi masyarakatKecamatan Kusambi, khususnya Desa Sidamangura yang memperolehbantuan dari pemerintah ini. Antusias masyarakat Desa Sidamangurapada saat sosialisasi menunjukkan bahwa program-program sepertiini sangat didambakan oleh masyarakat. Program hunian layak(BSPS) ini dapat mengangkat kualitas hidup mereka dan memotivasimereka untuk hidup sehat, aman dan nyaman. Sleanjutnya, harapankami adalah program seperti ini dapat dirasakan juga masyarakatdesa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Kusambi” (HasilWawancara, 4 Februari 2017).
Keterangan-keterangan di atas, selain menunjukkan tentang
situasi pelaksanaan pengumuman peneriman bantuan, juga
menunjukkan antusiasme warga penerima bantuan untuk mengikuti
rapat guna mendengarkan dan mengetahui lebih mendalam tentang
pelaksanaan program bantuan ini.
Antusiasme masyarakat tidak hanya ditunjukkan pada saat rapat
pengumuman penerima bantuan, akan tetapi juga ditunjukkan pada
saat rapat selanjutnya, mengenai pembahasan penyaluran dana BSPS,
Pemilihan toko/ penyedia bahan bangunan serta penyusunan Daftar
Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2). Hal ini sesuai yang
diutarakan oleh Bapak Rasnan, A.Md.,Ars. sebagai berikut:
“Waktu itu kami rapat untuk membahas hal-hal teknis seputarkeberlangsungan program. Rapatnya di balai desa, semua wargadatang pada waktunya. Sebelum saya tiba di lokasi pertemuan mereka
79
semua (penerima bantuan) sudah berkumpul. Rapatnya lama hampirsetenga hari. Di rapat ini kami adakan diskusi seputar penentuan tokobangunan yang akan dijadikan penyalur kebutuhan bahan. Awalnyamasyarakat terkejut, bahwa yang dikiranya bantuan berupa uang,ternyata adalah dalam bentuk bahan bangunan. Tapi setelahdijelaskan mereka-pun mengerti. Diskusipun kami lanjutkan tentangtahapan penyaluran dana dalam bentuk bahan yang melalui dua tahapdan dibuktikan dengan pembuatan laporan. Lagi-lagi mereka agakterkejut dengan bagaimana cara membuat laporan, kami bilangnantilah kami bantu, yang jelas sekarang kita diskusikan mengenaibahan-bahan bangunan apa yang mereka butuhkan untuk membangunrumah mereka, biar kami list untuk dimasukan dalam DRPB2. Merekalagi-lagi bertanya apa itu DRPB2?, ya kami jelaskan kembali bahwaDRPB2 itu salah satu jenis laporan tentang bahan-bahan yang akandigunakan, yang lebih tepatnya itu adalah Daftar RencanaPenggunaan Bahan Bangunan. Banyak istilah-istilah yang merekakurang paham, tapi alhamdulillah mereka tidak hanya diam begitusaja. Bukan hanya itu, tidak hanya aktif bertanya seputar istilah-istilah dalam program dan hal-hal teknis lainnya, mereka pun ikutmenyarankan untuk menyiapkan bahan secara swadaya. Kata merekadananya ini kurang untuk tahap pertama, jadi mereka sepakat untukmenyediakan sendiri bahan berupa Kayu/ Balok ukuran 10x10.”(Hasil wawancara, 21 Januari 2017).
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Bapak Arwen selaku
Ketua Kelompok Penerima Bantuan, sebagai berikut:
“Iya, itu hari kami dipanggil rapat dua kali. Rapat pertamakita diberitahu tentang siapa saja yang menjadi penerima bantuan,rapat selanjutnya kita diskusi tentang jenis bantuan, kita disuruh untukpilih toko bangunan, kita diminta untuk menentukan sendiri bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membangun bangunan. Sebenarnyajumlah uangnya sedikit karena dibagia dua tahap, ya kami sesuaikansaja. Habis itu, kita disuruh untuk membuat gambar kerja pembuatanrumah, dan kita dijelaskan tentang metode penyusunan daftar bahanyang dibutuhkan, yang pembuatan laporannya katanya (TFL) akandibantu.” (Hasil wawancara, 26 Januari 2017).
Pernyataan-pernyataan tersebut, setidaknya dapat menjelaskan
keterlibatan masyarakat pada tahapan perencanaan program BSPS.
Antusias warga penerima bantuan untuk ikut berpartisipasi akan timbul
apabila ada kemauan oleh adanya stimulan, dan apabila masyarakat
80
diberikan kesempatan. Selain itu dapat diketahui bahwa dalam tahapan
perencanaan ini, keterlibatan masyarakat khususnya penerima bantuan
dapat terlihat langsung melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan
oleh para pelaksana kegiatan BSPS baik di lapangan maupun di Balai
Desa Sidamangura. Masyarakat diberikan kebebasan untuk
merencanakan bentuk rumah, menentukan toko penyalur bahan
bangunan, dan menentukan sendiri rencana penggunaan bahan (baik
dengan menggunakanan dana bantuan dan atau keswadayaan
masyarakat). Partisipasi masyarakat dalam tahapan perencanaan ini,
sesuai dengan teori Slamet 1994 (dalam Wulandari, 2003:16), yaitu
pada tahapan perencanaan, masyarakat berpartisipasi dengan
memberikan usulan dan kritik pada saat rapat dilangsungkan.
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS) tidak dapat terlepas dari partisipasi masyarakat. Pada tahap
pelaksanaan ini, partisipasi masyarakat di Desa Sidamangura dapat
diukur dari sejauhmana masyarakat secara nyata terlibat dalam
aktivitas-aktivitas pembangunan rumahnya. Adapun kegiatan-kegiatan
yang termasuk dalam tahapan pelaksanaan, berdasarkan mekanisme
program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa
Sidamangura adalah sebagai berikut:
1. Pemesanan bahan bangunan tahap I
2. Pemeriksaan dan penerimaan bahan bangunan tahap I
81
3. Pembangunan tahap I
4. Pemesanan bahan bangunan II
5. Pemeriksaan dan penerimaan bahan bangunan tahap II
6. Pembangunan tahap II
Berdasarkan uraian kegiatan di atas, maka dapat diketahui
bahwa tahapan pelaksanaan merupakan serangkaian kegiatan yang
termasuk kedalam proses pembuatan, pemugaran atau renovasi hunian
masyarakat penerima bantuan. Partisipasi masyarakat dalam proses ini
bersifat swadaya dengan memaksimalkan budaya gotong royong
masyarakat.
Sifat dana bantuan yang berupa stimulan atau ransangan, maka
ke-swadayaan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan
merupakan langkah yang tepat. Perlu diketahui pula bahwa proses
pencairan dana BSPS meliputi dua tahap, begitupun dengan proses
pembangunan juga dilakukan dalam dua tahap. Pembangunan tahap I
adalah pembangunan dengan progres 0% - 30%. Pembangunan tahap I
ini memiliki batas waktu pengerjaan paling lambat selama 45 hari
sejak hari dicairkannya dana bantuan Tahap I. Adapun Tahap 2, yaitu
pengerjaan pembangunan/ renovasi rumah dengan progres 30% -
100% memiliki batas waktu pengerjaan paling lambat 60 hari sejak
pencairan dana bantuan tahap II. Jadi total pelaksanaan pembangunan
dengan bantuan dana BSPS dilakukan selama 105 hari, dimana tiap
82
akhir tahap pembangunan diwujudkan dengan pengajuan laporan
progres pembangunan.
Tahap pelaksanaan pembangunan rumah penerima bantuan,
sebenarnya dilakukan secara bergantian dengan sistem gotong royong
oleh seluruh anggota Kelompok Penerima Bantuan (KPB). Namun
pembangunan dengan sisitem ini dinilai oleh masyarakat penerima
bantuan akan menggunakan waktu yang relatif lebih lama
dibandingkan pembangunan rumah yang dilakukan dengan sistem
swadaya secara mandiri. Artinya bahwa anggota masyarakat dapat
membangun sendiri rumahnya sesuai dengan rancangan pembangunan
yang mereka tentukan pada saat rapat, serta dengan menggunakan
kemampuan sendiri dan dapat pula dibantu atau digotong dengan
anggota masyarakat yang tidak masuk ke dalam kelompok penerima
bantuan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ny. Wa Samai
salah satu anggota kelompok penerima bantuan sebagai berikut:
“Insaidi talahano inia, dotudukasami taefokataahi lambu ainidapodulu-duluane be baihimani metarimano o bantuan, tamaka inkakalatehamani ini nopokodo-kodohohi,… ane tamekirie wakutu inkanaompona maka nasumelesaia. aaa… djadjihanomo iniatakaradjaemo tamoisa be dobantu kasami basitiehi naini, be posora-sorahamani naini.” (Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
“Kami ini sebenarnya diarahkan untuk renovasi rumah secaragotong royong dengan anggota penerima bantuan lainnya, tapi rumahini berjauhan dengan rumah lainnya, terus kalau kita mengingat waktuakan lama baru selesai. Jadi pembangunan ini rumah kita selesaikansendiri dengan dibantu keluarga/ kerabat serta tetangga-tetanggayang ada di sini”. (Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
83
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak La Manisi selaku
salah satu anggota Kelompok Penerima Bantuan, sebagai berikut:
“Taerabu lambu aini pada inia, dofowagho pamarintah obantua. Tamaka karabuhano lambu aini dobantu kanau anahihiku,awahihiku be kaposora-sorahahi mani naini, mafaane pada inodiakamokulamo minamo amolihi aekaradja”. (Hasil wawancara, 26Januari 2017)
“Kami dirikan rumah ini, menggunakan bantuan yang beri olehpemerintah. Tapi pelaksanaan pembangunannya dibantu dengananak-anak saya, cucu-cucu saya dan tetangga-tetangga yang ada disekitar sini. Saya sendiri sudah tua, sudah tidak kuat bekerja lagi”.(Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
Berdasarkan pernyataan terebut maka dapat diketahui bahwa
masyarakat dianjurkan untuk bergotong royong, akan tetapi hal ini
tidak dapat dilakukan oleh masyarakat mengingat jarak rumah
penerima yang satu dengan penerima yang lain berjauhan. Di samping
itu jumlah penerima bantuan juga yaitu 30 KK dalam 1 Kelompok
Penerima Bantuan, maka sistem gotong royong dengan memanfaatkan
anggota penerima bantuan tidak efisien untuk dilakukan. Olehnya itu
langkah inisiatif dari masyarakat secara swadaya dengan
mengandalkan keahlian sendiri, keahlian sanak saudara, ataupun
bantuan secara sukarela dari tetangga-tetangga sekitar adalah hal yang
tepat. Selain itu dengan mempekerjakan tukang batu dan tukang kayu
menurut Bapak Rasnan,A.Md.,Ars. selaku Tenaga Fasilitator
Lapangan adalah tepat mengingat hal ini juga dapat mempercepat
proses penyelesaian pembangunan rumah.
“Saya rasa masyarakat sudah paham, dengan pengalaman yangmereka miliki masing-masing. Dengan keterbatasan waktu
84
pelaksanaan program, sewa tukang saya rasa sudah tepat. Ini bisamempercepat mereka untuk menyelesaikan pembangunan. Terlebihlagi ada bantuan tenaga dari kerabat dan sanak saudara, termasuktetang-tetangga yang ada di sekitar rumah mereka.” (Hasilwawancara, 21 Januari 2017)
Pencairan dana bantuan yang berupa bahan-bahan bangunan,
mengharuskan masyarakat penerima bantuan memanfaatkan secara
optimal untuk penyelesaian pembangunan rumah. Sedangkan
keperluan dana berupa uang untuk penggunaan lain diserahkan
sepenuhnya oleh masing-masing masyarakat penerima bantuan,
khususnya untuk keperluan pembayaran tukang yang digunakan untuk
membangun rumah. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Ny.
Wa Fea selaku salah satu anggota kelompok penerima bantuan,
sebagai berikut :
“Taerabu lambu mani ini inka tadofowagho kaawu bahanokarabuha lambu be bahano taerabu kakaediuha, tapeda o dopihi, osumehi nagha, o pasohi, o seng,… tangkanomo naho naompona ininando dua pada dofowagho doi, sambado sisano kaegholigha bahan-bahano lambu patatipakeno be nando dua radjuta labi dokonaemo otunjangan.” (Hasil wawancara 27 Januari 2017)
“Kami ini hanya diberikan bahan untuk membangun rumah danuntuk membangun kamar mandi. Seperti papan, semen, paku, atapseng,.. Akan tetapi belum lama ini kami diberikan uang juga yangkatanya adalah sisa pembelian bahan bangunan yang tidak terpakaidan ada juga uang senilai lebih dari dua juta rupiah yang disebuttunjangan.” (Hasil wawancara 27 Januari 2017).
Pernyataan tersebut di atas menggambarkan bahwa penggunaan
tukang kayu ataupun tukang batu telah diprediksi, sehingga pemerintah
mengalokasikan kembali dana tunjangan sebesar Rp.2.250.000,-. Akan
tetapi uang ini tidak dapat diperoleh seluruh anggota penerima bantuan
85
dan hanya penerima yang memenuhi syarat saja yang dapat peroleh.
Hal ini diutarakan oleh Bapak La Bolo, SP, sebagai Kepala Bidang
Perumahan Kabupaten Muna Barat, sebagai berikut :
“Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, bentuk BantuanStimulan Perumahan Swadya (BSPS) itu ada yang dalam bentuk uangdan ada pula dalam bentuk bahan bangunan. Program yangdigalakkan ini dominan adalah dalam bentuk bahan bangunan.Tujuannya tidak lain yaitu agar dana bantuan ini bisa tepat sasaranyaitu untuk pembangunan rumah layak huni. Akan tetapi ada jugapenerima bantuan dalam bentuk bahan, juga dapat memperolehbantuan dalam bentuk uang, dimana dananya paling banyak 15% daritotal dana yang mereka terima. Tapi penerima seperti ini harusmemenuhi syarat terlebih dahulu”. (Hasil wawancara, 6 Februari2017)
Penjelasan lebih lanjut mengenai pernyataan tersebut tertuang
dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 13/PRT/M/2016 Pasal 4 ayat 2 sampai 4, bahwa penerima
bantuan dalam hal tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan
Pembangunan Baru (PB) dan Peningkatan Kualitas (PK), maka BSPS
dalam bentuk uang dapat digunakan sebagai upah kerja. Persyaratan
yang harus penuhi adalah lanjut usia sekurang-kurangnya 58 (lima
puluh delapan tahun) dan/ atau penyandang disabilitas. Upah kerja
yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah paling banyak 15% (lima
belas persen) dari besaran BSPS yang diterima.
Selama pelaksanaan pembangunan, seperti pemesanan bahan
bangunan baik Tahap I maupun Tahap II, Pembangunan Tahap I dan
Tahap II, sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat penerima bantuan.
Para pelaksana program dalam hal ini Tenaga Fasilitator dan Kepala
86
Desa mendampingi mereka, agar pelaksanaan tepat sasaran dan tepat
waktu. Hal ini diutarakan oleh Bapak La Sabara selaku salah satu
anggota penerima bantuan sebagai berikut:
“Waktu itu saya datang pesan sendiri bahan bangunan ketokonya pak La Mada (pemilik toko bahan bangunan yangdisepakati). Saya pesan sesuai yang telah kami sepakati dalam daftarrancangan pembelian bahan pada saat rapat. Setelah bahannya adakita periksa kembali apakah sesuai atau tidak dengan yang kita pesan.Selanjutnya saya kerja rumahnya sendiri, dibantu tetangga-tetanggayang ada di sini termasuk tukang yang kita sewa. Saya minta istriuntuk menyiapkan makanan dan minuman seadanya untuk orang-orang yang kerja. (Hasil wawancara, 27 Januari 2017).
Hal senada diutarakan oleh Bapak Arwen selaku Ketua
Kelompok Penerima Bantuan (KPB), sebagai berikut:
“saya hubungi pak La Mada (pemilik toko bangunan) pada saatsaya dan tukang megerjakan rumah. Waktu itu, saya pesan paku yangkebetulan habis untuk buat dinding rumah. Pada saat pembuatan,kadang kala Pak Rasnan (TFL) datang untuk menyaksikanpembangunan dan menanyakan kendala yang saya hadapi saatpelaksanaan” (Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
Selanjutnya kedua pernyataan di atas dibenarkan oleh Bapak
Rasnan, A.Md.,Ars., selaku Tanaga Fasilitator Lapangan, sebagai
berikut:
“Saya datang lihat proses pembuatan rumah warga, saya fotomereka pada saat kerja, saya tanyakan keluhan mereka. Hal yangsempat saya ingat itu adalah keluhan mereka tentang jumlah danauntuk sewa tukang.” (Hasil wawancara, 21 Januari 2017)
Sifat bantuan yang stimulan, tidak dapat lepas dari keterlibatan
secara langsung dan sawdaya masyarakat. Hasil observasi
menunjukkan bahwa pemesanan bahan bangunan pada toko bangunan
yang ditunjuk (milik pak La Mada) hingga pelaksanaan pembangunan
87
dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat penerima bantuan, dan
pendamping desa hanya meninjau prosesnya. Selanjutnya swadaya dari
penerima bantuan bermacam-macam mulai dari swadaya dalam bentuk
harta benda, sewa tukang, maupun tenaga berupa keahlian untuk ikut
melaksanakan sendiri pembangunan rumahnya. Semua itu digunakan
oleh masyarakat guna terselesaikannya pembangunan rumah yang
layak huni, sehat dan nyaman.
Selama proses pembangunan, penerima bantuan menyewa
tukang yang berasal dari Desa Sidamangura, namun mengingat
pesanan tukang banyak seiring dengan banyaknya yang membangun
rumah dalam program BSPS, para anggota PKB mencari solusi dengan
mempekerjakan tukang yang berasal dari desa lain. Hal ini sesuai
dengan yang diutarakan oleh Bapak La Manisi selaku salah satu
anggota penerima bantuan, sebagai berikut:
“Nobari mepakeno o tuka maeghono naini, djadihanomo insaiditaealamo o tuka maighono we konawe nagha, kapopandehaoha mani.Ka bayarahano tapakeanemo deki hasilino kaeasoha o jatikafembulaha mani. O jati anaghe tapakeane dua so kafoereha lambumani ini sigaa.” (Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
“Banyak yang gunakan tukang di desa sini, jadi saya sendirigunakan tukang yang ada di desa konawe (tetangga desasidamangura), kebetulan tukang itu kami kenal. Untuk biaya sewanyakami gunakan hasil menjual jati yang kami tanam. Selain itu jatitersebut kami gunakan sebagian untuk kebutuhan bahan membuatrumah.” (Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
Hal tersebut juga diutarakan oleh Bapak La Halido selaku
Kepala Desa Sidamangura, sebagai berikut:
88
“Salah satu kentungannya program ini adalah potensi-potensiyang ada di desa Sidamangura ini dioptimalkan. Bahan bangunanpakai bahan-bahan yang ada di Desa, seperti jati yang mereka tanamsendiri di kebun-kebun mereka. Selain itu warga juga menyewa tukangyag ada di sini. Sehingga program ini selain memberikan manfaatkepada penerima bantuan, juga memberikan manfaat kepadamasyarakat di luar penerima bantuan, khususnya mereka yangmemiliki keahlian sebagai tukang.” (Hasil wawancara, 23 Januari2017).
Berdasarkan uraian-uraian pernyatan di atas, dalam tahap
pelaksanaan program masyarakat terlibat secara aktif. Keaktifan
masyarakat dapat dilihat dari partisipasi masyarakat dalam
operasionalisasi pembangunan, mulai dari memesan bahan bangunan,
memeriksa pemesanan bahan, hingga pelaksanaan pembangunan.
Partisipasi masyarakat dalam program BSPS di Desa Sidamangura ini
sesuai dengan teori Mardikanto (2010 : 95-97), bahwa partisipasi
masyarakat dalam tahapan pelaksanaan kegiatan adalah partisipasi
masyarakat berupa pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk
tenaga kerja dan uang tunai yang sepadan dengan manfaat yang akan
diterima oleh masing-masing warga masyarakat yang bersangkutan.
c. Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Tahap pemantauan dan evaluasi dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung oleh penerima bantuan. Adapun kegiatan-
kegiatan yang termasuk dalam tahap pemantauan dan evaluasi,
berdasarkan mekanisme program Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS) yang dilakukan di Desa Sidamangura adalah sebagai
berikut:
89
1. Pelaporan fisik 30%
2. Evaluasi dan pemesanan Daftar Rencana Pembelian Bahan
Bangunan (DRPB2) tahap II
3. Pelaporan fisik 100%
Pemantauan dan evaluasi secara tidak langsung dilakukan
melalui laporan tertulis yang disusun oleh Ketua Kelompok Penerima
Bantuan (KPB) dan unit pelaksana kegiatan BSPS lainnya. Laporan ini
dipertanggungjawabkan untuk dilaporkan kepada Kementerin
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang berisi tentang pelaporan
pembangunan fisik dan pelaporan setiap progres kegiatan BSPS.
Adapun keterlibatan langsung masyarakat dalam tahapan ini adalah
dengan melihat, menyaksikan dan mengevaluasi sendiri proses
pembangunan fisik rumah mereka.
Evaluasi oleh pelaksana kegiatan BSPS dilakukan dalam bentuk
rapat dengan mendengarkan langsung keluhan serta kendala dalam
proses pembangunan fisik rumah masyarakat. Jadi dalam
mekanismenya, laporan-laporan masyarakat berbentuk lisan kepada
pelaksana program BSP khususnya Tenaga Fasilitator untuk
selanjutnya ditindaklanjuti. Hal tersebut sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Bapak Rasnan, A.Md.,Ars., sebagai berikut :
“Dari proses awal perencanaan, proses pengerjaan ataupelaksanaan, masyarakat itu kita libatkan terus. Untuk prosesevaluasinya sendiri dibagi atas progres 0-30% dan progress 30%-100%. Proses evaluasinya itu kita mulai dengan adakan pertemuan diBalai Desa Sidamangura untuk mewawancarai masyarakat penerimabantuan. Hasil dari ini selanjutnya disampaikan dalam pelaporan
90
progres pembangunan, yang pembuatannya sendiri kami dampingimereka. Pada saat rapat ini juga terdapat diskusi mengenai kendaladan hambatan dan solusi serta tindaklanjut dari kendala danhambatan tersebut.” (Hasil wawancara 21 Januari 2017)
Pendapat lain juga diutarakan oleh Bapak La Halido selaku
Kepala Desa Sidamangura, sebagai berikut:
“Evaluasi ini dilakukan oleh tim, tim BSPS dari pusat,kemudian tim teknis BSPS dari kabupaten. Kemudian ke bawah lagiada Camat, ke bawah lagi ada Kepala Desa dan masyarakat sendiri”.(Hasil wawancara, 23 Januari 2017).
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh para pelaksana kegiatan
BSPS mulai dari tingkat atas, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat sampai pada tingkat bawah yaitu masyarakat. Para
pelaksana ini terjun langsung ke lapangan untuk melihat proses dan
progres dari pembangunan fisik rumah penerima bantuan. Keterlibatan
masyarakat khususnya Kelompok Penerima Bantuan (KPB) juga
mengambil peran penting dalam tahapan ini, karena keluhan dan
kendala dari para KPB benar-benar di dengar oleh para pemangku
kepentingan. Tidak hanya itu, pemecahan masalahnya pun merupakan
hasil keterlibatan masyarakat yang berupa kesepakatan bersama dalam
pertemuan tersebut.
Proses pemantauan dan evaluasi sebenarnya telah dilakukan
oleh Tenaga Fasilitator Lapangan setiap minggu selama
berlangsungnya proses pembangunan, seperti yang diutarakan oleh
91
Bapak Arwen selaku Ketua Kelompok Penerma Bantuan sebagai
berikut:
“Bisa dibilang pendamping desa terus memantau berjalannyaprogram, dalam satu bulan bisa 3 sampai 4 kali Pak Rasnan datanguntuk sekedar melihat perkembangan pelaksanaan program. Selain itubeliau juga menanyakan serta menindaklajuti seputar kendala danmasalah yang kami hadapi”. (Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
Senada dengan hal tersebut, pak La Sabara selaku salah satu
anggota penerima bantuan, menuturkan sebagai berikut:
“Saya ditanyai langsung di lapangan dan di Balai Desa. Sayaditanya seputar perkembangan jalannya pembangunan rumah saya.Selain itu saya juga ditanyai seputar kendala atau hambatan yangsaya hadapi selama membangun. Untuk pertemuan di lapangan,rumah saya yang sedang dibangun di foto.”(Hasil wawancara, 27Januari 2017)
Pernyataan-pernyataan tersebut dapat menjelaskan bahwa
pemantauan dan evaluasi juga dilakukan oleh pelaksana kegiatan
(BSPS) dalam hal ini tenaga fasilitator lapangan pada saat
berlangsungnya pembangunan di lapangan. Pemantauan dan evaluasi
tidak hanya dilakukan dengan mendokumentasikan progres
pembangunan, akan tetapi juga dengan mendengarkan keluhan
mengenai kendala dan hambatan yang dihadapi oleh penerima bantuan.
Jadi, masyarakat penerima bantuan selain terlibat dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan, juga terlibat dalam proses pemantauan
dan evaluasinya.
Proses penyampaian kendala dan hambatan dalam tahapan
pemantauan dan evaluasi, sesuai dengan apa yang telah diutarakan
oleh Mardikanto (2010:95-97) bahwa dalam tahapan pemantauan dan
92
evaluasi pembangunan, keterlibatan mayarakat ditujukan agar tujuan
kegiatan dapat dicapai seperti yang diharapkan dan juga keterlibatan
masyarakat diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang
masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan
pembangunan yang bersangkutan.
d. Tahap Pemanfaatan Hasil
Partisipasi masyarakat dalam tahapan pemanfaatan hasil adalah
partisipasi masyarakat dalam fase penggunaan atau pemanfaatan hasil
dari kegiatan program BSPS di Desa Sidamangura. Tahapan ini
merupakan tahapan yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat
baik selaku penerima bantuan maupun masyarakat lainnya yang ada di
sekitar lingkungan/ lokasi pembangunan rumah. Adanya hasil fisk
pembangunan menggambarkan tercapainya tujuan program, yaitu
memberdayakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar
mampu membangun atau meningkatkan kualitas rumah secara
swadaya menjadi sebuah hunian yang layak dalam lingkungan yang
sehat dan aman. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Arwen
selaku ketua Kelompok Penerima Bantuan (KPB) BSPS di Desa
Sidamangura, sebagai berikut:
“Syukur Alhamdulillah, dengan adanya program dariPemerintah ini (BSPS) masyarakat di Desa Sidamangura yangtergolong kurang mampu, rumahnya kini sudah bagus-bagus walapunbelum seluruhnya. Sudah layak huni, sudah tidak kotor lagi lantai nya,dindingnya sudah tidak usang, atapnya pun sudah tidak bocor lagi”(Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
93
Adanya program BSPS di Desa Sidamangura ini, masyarakat
khususnya penerima bantuan sudah mendapatkan manfaatnya secara
fisik. Hasil observasi menunjukkan bahwa kondisi fisik rumah setelah
pembangunan melalui program BSPS adalah atap, dinding, dan lantai
telah berada pada kondisi yang baik, serta rumah telah memiliki sarana
kamar mandi, sehingga layak untuk dihuni. Manfaat lainnya juga yang
dapat dirasakan oleh penerima bantuan adalah lingkungan yang sehat.
Sehingga penerapan pola hidup sehat dapat dilaksanakan oleh
masyarakat. Hal ini sesuai yang diutarakan oleh Bapak Rasnan,
A.Md.,Ars., sebagai berikut:
“Manfaat dengan adanya program BSPS ini bagi masyarakatadalah rumah masyarakat kini telah layak dihuni dengan kondisi yangnyaman, aman dan sehat. Tidak ada lagi kewas-wasan ataukekhawatiran dari masyakat apabila hujan, atapnya sudah baru, danlantai serta dindingnya sudah bagus. Selanjutnya kami serahkansepenuhnya kepada masyarakat, semoga pula dengan ini masyarakatdapat termotivasi untuk menerapkan pola hidup sehat.” (Hasilwawancara, 21 Januari 2017)
Manfaat lain yang juga dapat dirasakan oleh masyarakat adalah
terlaksananya fungsi rumah itu sendiri, seperti yang diutarakan oleh
Bapak La Bolo, SP., selaku Kepala Bidang Perumahan Kabupaten
Muna Barat, sebagai berikut:
“Rumah adalah salah satu cerminan dari terbentuknyakeluarga. Rumah adalah tempat untuk berlindung, beristirahat,mengisi hari-hari dengan suka dan duka, bersua dengan anggotakeluarga, termasuk dalam hal mendidik anak. Olehnya itu, sudahsemestinyalah rumah berada pada kondisi yang selayak-layaknya.Tidak dapat diragukan lagi program-program pemerintah seperti iniyang menjadikan objek (rumah) sebagai sasaran langsung merupakansalah satu wujud dari negara untuk melindungi segenap bangsanya.”(Hasil wawancara, 6 Februari 2017)
94
Rumah layak huni yang merupakan realisasi fisik dari adanya
program bantuan stimulan perumahan masyarakat. Pemanfaatan dari
terbentuknya rumah layak ini sepenuhnya merupakan hak dan
wewenang anggota masyarakat penerima bantuan. Pola hidup sehat
diharapkan mampu timbul di dalam hati anggota masyarakat penerima
bantuan khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya sebagai
realisasi lanjutan dari terselesaikannya pembangunan fisik rumah ini.
Masyarakat pula diharapkan dapat termotivasi untuk semangat dan giat
dalam bekerja serta mencari nafkah, guna hidup dan menghidupi
seluruh anggota keluarga yang mereka miliki.
Partisipasi masyarakat dalam tahapan ini sesuai dengan teori
Mardikanto (2010: 95-97), dimana partisipasi masyarakat dalam
tahapan pemanfaatan hasil ini ditujukan guna memperbaiki mutu hidup
masyarakat banyak, dimana dengan memanfaatkan hasil maka akan
merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu
berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang.
2. Bentuk Partisipasi Masyarakat
Realisasi pengajuan laporan penerima bantuan dengan
ditetapkannya penerima bantuan, membuat warga khususnya penerima
bantuan semakin antusias untuk mengikuti seluruh kegiatan dalam
program BSPS, mulai dari perencanaan hingga pemanfaatan hasil bantuan.
Antusiasme masyarakat terlihat dalam berbagai bentuk partisipasi, dan
95
adapun hasil penelitian mengenai bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Program BSPS
di Desa SidamanguraTahapan Bentuk Partisipasi
1. Perencanaan Tenaga dan buah pikiran2. Pelaksanaan Buah pikiran, tenaga, materi, harta
benda, keterampilan dan kemahiran,serta partisipasi sosial
3. Pemantauan dan Evaluasi Buah pikiran4. Pemanfaatan Hasil Partisipasi sosial
Sumber : Hasil penelitian, 2017
Tabel 3 memperlihatkan bahwa dalam program bantuan stimulan
perumahan swadaya di Desa Sidamangura, masyarakat menunjukkan
eksistensi partisipasinya dalam berbagai bentuk, yaitu buah pikiran,
tenaga, harga benda, keterampilan dan kemahiran termasuk partisipasi
sosial. Tanpa mengesampingkan tahapan lainnya, bentuk partisipasi
masyarakat sangat nampak apabila ditinjau pada tahapan pelaksanaan,
dimana bentuk-bentuk partisipasi masyarakat mencakup dan bahkan
melengkapi semua bentuk partisiapsi yang ada pada tahapan perencanaan,
pemantauan dan evaluasi, serta tahapan pemanfaatan hasil.
a. Bentuk partisipasi dalam tahapan perencanaan adalah tenaga dan buah
pikiran.
Bentuk partisipasi buah pikiran dalam perencanaan program
dapat dilihat pada saat pertemuan yang diadakan oleh pelaksana
kegiatan BSPS, baik secara langsung di lapangan maupun di Balai
Pertemuan Desa Sidamangura. Pada saat pertemuan secara langsung di
96
lapangan, masyarakat menggunakant tenaga sendiri untuk menyiapkan
berkas-berkas keperluan seleksi penerima bantuan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Bapak La Halido selaku Kepala Desa Sidamangura
sebagai berikut :
“…kami meminta warga untuk menyiapkan kelengkapan berkassesuai persyaratan seperti foto kopi KTP, KK (Kartu Keluarga) danmasih ada lagi yang lainnya.” (Hasil Wawancara, 23 Januari 2017).
Adapun pada saat pertemuan untuk diskusi, ada begitu banyak
warga yang bertanya seputar hal-hal yang tidak mereka mengerti
tentang keberlangsungan program. Selain itu penerima bantuan-pun
ikut menentukan sendiri bahan-bahan yang butuhkan dan menyarankan
untuk menyiapkan sendiri beberapa bahan bangunan untuk mengatasi
jumlah dana bahan bangunan yang dirasa masih kurang. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Bapak Arwen selaku Ketua Kelompok
Penerima Bantuan bahwa:
“….kita diskusi, kita disuruh untuk pilih toko bangunan, kitadiminta untuk menentukan sendiri bahan-bahan yang dibutuhkan untukmembangun bangunan. Habis itu, kita disuruh untuk membuat gambarkerja pembuatan rumah, dan kita dijelaskan tentang metodepenyusunan daftar bahan yang dibutuhkan” (Hasil wawancara, 26Januari 2017).
Hal ini senada dengan pernyataan Bapak Rasnan, A.Md., Ars.
sebagai berikut:
“….bukan hanya itu, tidak hanya aktif bertanya seputar istilah-istilah dalam program dan hal-hal teknis lainnya, mereka pun ikutmenyarankan untuk menyiapkan bahan secara swadaya. Kata merekadananya ini kurang untuk tahap pertama, jadi mereka sepakat untukmenyediakan sendiri bahan berupa Kayu/ Balok ukuran 10x10.”(Hasil wawancara, 21 Januari 2017).
97
Pernyataan-pernyataan di atas, menggambarkan bahwa pada
tahapan perencanaan, masyarakat terlibat secara langsung pada saat
pertemuan. Masyarakat menenghadiri rapat, bertanya, memberikan
usulan maupun kritik, dan hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Holil (dalam Isbandi (2007:21) dan teori Pasaribu
dan Simanjuntak (2005:11), bahwa bentuk-bentuk partisipasi yang ada
pada tahapan perencanaan ini adalah tenaga (mengumpulkan
kelengkapan berkas), dan buah pikiran (sumbangan ide-ide pada saat
rapat diadakan).
b. Bentuk partisipasi dalam tahapan pelaksanaan adalah buah pikiran,
tenaga, materi, harta benda, keterampilan dan kemahiran, serta
partisipasi sosial.
Tahapan pelaksanaan merupakan salah satu tahapan yang
sangat membutuhkan keterlibatan langsung masyarakat, khususnya
penerima bantuan. Prinsip program bantuan stimulan perumahan
swadaya yang diantaranya adalah pemberdayaan, partisipatif, dan
swadaya, menuntut posisi masyarakat sebagai sebuah hal yang vital,
sehingga bentuk fisik bangunan rumah layak huni yang akan dihasilkan
adalah oleh masyarakat (pembangunan) dan untuk masyarakat
(pemanfaatan untuk dihuni), sedangkan pemerintah adalah stimulator.
Dalam pelaksanaan pembangunan rumah layak huni, masyarakat
khususnya penerima bantuan menggunakan baik tenaga sendiri, materi
untuk keperluan bahan, harta benda untuk sewa tukang, kemampuan
98
dan keahlian sendiri, maupun peranan gotong royong masyarakat
sekitar untuk ikut terlibat (partisipasi sosial). Hal ini sesuai dengan
yang diutarakan oleh Bapak La Sabara selaku salah satu anggota
penerima bantuan sebagai berikut:
“…… Saya datang pesan sendiri bahan bangunan ke tokonyapak La Mada (pemilik toko bahan bangunan yang disepakati).……saya kerja rumahnya sendiri, dibantu tetangga-tetangga yang adadi sini termasuk tukang yang kita sewa. Saya minta istri untukmenyiapkan makanan dan minuman seadanya untuk orang-orang yangkerja. (Hasil wawancara, 27 Januari 2017).
Ungkapan senada juga diutarakan oleh bapak La Manisi selaku
salah satu anggota Kelompok Penerima Bantuan, sebagai berikut:
“…karabuhano lambu aini dobantu kanau anahihiku,awahihiku be kaposora-sorahahi mani naini…”. (Hasil wawancara, 26Januari 2017)
“…pelaksanaan pembangunan rumah ini dibantu dengan anak-anak saya, cucu-cucu saya dan tetangga-tetangga yang ada di sekitarsini…”. (Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
Lebih jauh Bapak La Manisi mengungkapkan sebagai berikut:
“…insaidi taealamo o tuka maighono we konawe nagha,kapopandehaoha mani. Ka bayarahano tapakeanemo deki hasilinokaeasoha o jati kafembulaha mani. O jati anaghe tapakeane dua sokafoereha lambu mani ini sigaa.” (Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
“…saya sendiri gunakan tukang yang ada di desa konawe(tetangga desa sidamangura), kebetulan tukang itu kami kenal. Untukbiaya sewanya kami gunakan hasil menjual jati yang kami tanam.Selain itu jati tersebut kami gunakan sebagian untuk kebutuhan bahanmembuat rumah.” (Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
Pernyataan-pernyataan di atas dapat menggambarkan bahwa
dalam tahapan pelaksanaan terdapat keaktifan masyarakat yang dapat
dilihat dari partisipasi masyarakat dalam operasionalisasi
99
pembangunan, mulai dari memesan bahan bangunan, memeriksa
pemesanan bahan, hingga pelaksanaan pembangunan. Hal ini sesuai
pula dengan teori yang dikemukakan oleh Pasaribu dan Simanjuntak
(2005:11) dan teori oleh Hamijoyo (2007:21), bahwa bentuk-bentuk
partisipasi yang ada pada tahapan pelaksanaan ini adalah tenaga,
keterampilan dan kemahiran (untuk membangun rumah), materi
(kelengkapan bahan-bahan bangunan) dan harta benda (untuk sewa
tukang), serta partisipasi sosial (gotong royong dalam penyelesaian
pembangunan).
c. Bentuk partisipasi dalam tahapan pemantauan dan evaluasi adalah buah
pikiran.
Tahapan pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu
tahapan yang krusial agar proses pelaksanaan pembangunan sesuai
dengan konsep yang telah direncanakan yaitu konsep layak huni.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan baik oleh pelaksana program
dalam bentuk laporan progres pembangunan maupun masyarakat
sendiri dalam mengevaluasi pelaksanaan pembangunan fisik rumah
mereka. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak La Halido selaku
Kepala Desa Sidamangura sebagai berikut:
“Evaluasi ini dilakukan oleh tim, tim BSPS dari pusat,kemudian tim teknis BSPS dari kabupaten. Kemudian ke bawah lagiada Camat, ke bawah lagi ada Kepala Desa dan masyarakat sendiri”.(Hasil wawancara, 23 Januari 2017).
Hal senada juga diutarakan oleh Bapak Arwen selaku Ketua
Kelompok Penerma Bantuan bahwa:
100
“…pendamping desa terus memantau berjalannyapembangunan…. Selain itu pendamping desa juga menanyakan sertamenindaklajuti seputar kendala dan masalah yang kami hadapi”.(Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
Untuk mempermudah tahapan evaluasi ini, proses pemantauan
dan evaluasi juga berlangsung dalam bentuk rapat/ pertemuan di balai
pertemuan, seperti yang diungkapkan oleh Bapak La Sabara selaku
salah satu anggota penerima bantuan, yang menuturkan sebagai
berikut:
“…saya ditanya seputar perkembangan pembangunan rumahsaya. …saya juga ditanyai seputar kendala atau hambatan yang sayahadapi selama membangun. …rumah saya yang sedang dibangun jugadi foto.”(Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
Hal senada juga diutarakan oleh Bapak Rasnan, A.Md.,Ars.,
sebagai berikut :
“Pelaksanaan pembangunan kami serahkan sepenuhnyakepada penerima bantuan. Selama sesuai dengan rencana itu tidakmasalah. Kami dampingi mereka untuk pembuatan laporan progrespembangunan, kami gunakan data sesuai dengan keadaan dilapangan. Kami pantau di lapangan dan memfoto keadaan rumahselama pembangunan. Kami lihat penggunaan bahan apakah sesuaidengan yang ada DRPB2. Kami juga menanyakan kepada masyarakatapakah kendala dan hambatan selama pelaksanaan pembangunan.(Hasil wawancara 21 Januari 2017)
Pernyataan-pernyataan di atas dapat menggambarkan bahwa
dalam tahapan pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh penerima
bantuan dan pelaksana program BSPS. Selama pelaksanaan
pembangunan, masyarakat mengawasi sendiri pembagunan fisiknya,
sedangkan pelaksana program memantau dan melihat kesesuaian
pembangunan dengan rencana pembangunan. Keaktifan masyarakat
101
juga dibutuhkan pada saat rapat evaluasi untuk memberikan informasi
seputar berlangsungnya pembangunan, baik proses maupun kendala
atau hambatan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh Hamijoyo (2007:21), bahwa bentuk partisipasi dalam
tahapan pemantauan dan evaluasi ini berupa partisipasi buah pikiran
(sumbangan ide atau gagasan yang sifatnya konstruktif), dimana hal ini
terjadi penyampaian informasi keberlangsungan program, kendala dan
hambatan yang dihadapi pada saat wawancara baik di lapangan
maupun di tempat pertemuan (Balai Desa Sidamangura).
d. Bentuk partisipasi dalam tahapan pemanfaatan hasil adalah partisipasi
sosial.
Rangkaian keberlangsungan program bantuan stimulan
perumahan swadaya di Desa Sidamangura terealisasi dengan bentuk
fisik rumah yang berada pada kondisi yang layak huni. Selanjutnya,
pemanfaatan hasil sepenuhnya adalah hak masyarakat. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Ny. Wa Fea selaku salah satu anggota
kelompok penerima bantuan, sebagai berikut:
“aitu o lambu nokesamo, o ghato pada no bughou, karondomiminamo naobentahia, paemo dafokaili-ili ane darumato mie (Hasilwawancara 27 Januari 2017)
“Sekarang rumah sudah bagus, atap dan dinding baru dansudah tidak bocor lagi, jadi sudah tidak menimbulkan rasa malu kalauseandainya ada orang yang datang” (Hasil wawancara 27 Januari2017)
Sesuai dengan pernyataan di atas, hasil observasi juga
menunjukkan bahwa kondisi atap, dinding dan lantai telah berada pada
102
kategori baik dan rumah telah memiliki kamar mandi serta nyaman dan
aman untuk ditinggali. Masyarakat menggunakan rumah untuk
keperluang tinggal, menyambut anggota keluarga, kerabat dan warga
masyarakat lain yang berkunjung serta membuat acara-acara
kekeluargaan. Uraian penjelasan di atas apabila dintinjau dari teori
Pasaribu dan Simanjuntak (2005:11), maka bentuk partisipasi yang
terjadi adalah bentuk partisipasi sosial.
3. Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Ukuran tingkatan partisipasi masyarakat dalam program Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura didasarkan
pada teori Arnstein yang membagi partisipasi ke dalam 8 (delapan)
tingkatan tangga partisipasi. Teori ini lebih dikenal dengan 8 tangga
partisipasi Arnstein. Tingkatan partisipasi dianalisis dengan mengunakan
scoring pada seluruh tahapan dan kegiatan partisipasi.
a. Tingkatan Partisipasi pada Tahapan Perencanaan
Kegiatan partisipasi dalam tahapan perencanaan meliputi
kegiatan koodrinasi dengan pemangku kepentingan, sosialisasi
program BSPS, penyusunan proposal dalam bentuk uang, penetapan
penerima BSPS, penyaluran BSPS dalam bentuk uang, pemilihan toko
bangunan, dan pembahasan teknis pemesanan dan penerimaan bahan
bangunan. Adapun hasil analisis tingkatan partisipasi pada tahapan
perencanaan program BSPS di Desa Sidamangura ditunjukan Tabel 4.
103
Tabel 4
Tingkatan Partisipasi Masyarakat pada Tahapan Perencanaan
Tingkatan Skor(x)
Frekuensi(f) f.x
1 Manipulasi 1 48 482 Terapi 2 9 183 Pemberian informasi 3 5 154 Konsultasi 4 8 325 Penentraman 5 - -6 Kemitraan 6 3 187 Pendelegasian kekuasaan 7 13 918 Pengawasan masyarakat 8 4 32
Jumlah 90 254
Rata-rata 254 = 2,82210Sumber : Hasil penelitian, 2017
Tabel 4 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam
tahapan perencanaan berada pada angka 2,822 yang artinya masyarakat
berada pada tingkatan tokenism (pertanda) atau lebih tepatnya berada
pada tangga pemberian informasi. Masyarakat pada tahapan ini
sebagian besar terlibat langsung ketika sosialisasi prgram BSPS
dilaksanakan maupun pada saat rapat/ pertemuan diadakan oleh
pelaksana BSPS dengan melibatkan masyarakat. Namun apabila tidak
dilibatkan, maksyarakat tentunya tidak dapat berpartisipasi. Seperti
koordinasi dengan pemangku kepentingan, masyarakat hanya dapat
menerima hasil koordinasi, namun sebaliknya apabila dilibatkan seperti
halnya rapat atau pertemuan baik dilapangan maupun di balai desa,
maka masyarakat terlihat keaktifannya baik dengan menyiapkan berkas
kelengkapan penyeleksian penerima bantuan (status masih sebagai
calon penerima bantuan) maupun pada saat bertanya, memberi kritik
104
ataupun saran sehubungan dengan keberlangsungan program (status
telah menjadi penerima bantuan). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Bapak Rasnan, A.Md.,Ars. sebagai berikut:
“Awalnya masyarakat terkejut, bahwa yang dikiranya bantuanberupa uang, ternyata adalah dalam bentuk bahan bangunan. Tapisetelah dijelaskan mereka-pun mengerti. Diskusipun kami lanjutkan…Mereka lagi-lagi bertanya apa itu DRPB2?, kami jelaskan kembali…Banyak istilah-istilah yang mereka kurang paham, tapi alhamdulillahmereka tidak hanya diam begitu saja. Bukan hanya itu, tidak hanyaaktif bertanya seputar istilah-istilah dalam program dan hal-hal teknislainnya, mereka pun ikut menyarankan untuk menyiapkan bahan secaraswadaya. Kata mereka dananya ini kurang untuk tahap pertama, jadimereka sepakat untuk menyediakan sendiri bahan berupa Kayu/ Balokukuran 10x10.
Pada kriteria tingkatan partisipasi ini, masyarakat tidak sekedar
menjadi objek melainkan masyarakat telah dapat memberikan saran,
ide maupun masukkan. Sesungguhnya penyampaian informasi atau
pemberitahuan adalah suatu bentuk pendekatan kepada masyarakat
agar memperoleh legitimasi publik atas segala program yang
dicanangkan. Selain itu pada tahap perencanaan ini, masyarakat
diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan sendiri gambar
kerja didampingi dengan pelaksana kegiatan BSPS (Tenaga Fasilitator
Lapangan), menentukan sendiri bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai
denga gambar kerja dan dana yang akan diterima.
b. Tingkatan Partisipasi pada Tahapan Pelaksanaan
Kegiatan partisipasi dalam tahapan pelaksanaan meliputi
kegiatan pemesanan bahan bangunan tahap I, pemeriksaan dan
penerimaan bahan bangunan tahap I, pembangunan tahap I,
105
pemesanan bahan bangunan tahap II, pemeriksaan dan penerimaan
bahan bangunan tahap II, pembangunan tahap II. Adapun hasil
analisis tingkatan partisipasi dalam tahapan pelaksanaan program
BSPS di Desa Sidamangura ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Tingkatan Partisipasi Masyarakat pada Tahapan Pelaksanaan
Tingkatan Skor(x)
Frekuensi(f) f.x
1 Manipulasi 1 - -2 Terapi 2 - -3 Pemberian informasi 3 - -4 Konsultasi 4 - -5 Penentraman 5 - -6 Kemitraan 6 5 307 Pendelegasian kekuasaan 7 46 3228 Pengawasan masyarakat 8 9 72
Jumlah 60 424
Rata-rata 424 = 7,06760Sumber : Hasil penelitian, 2017
Tabel 5 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam
tahapan pelaksanaan berada pada angka 7,067 yang artinya masyarakat
berada pada tingkatan citizen power (kekuatan masyarakat) atau lebih
tepatnya berada pada tangga pendelegasian kekuasaan. Masyarakat
diberikan stimulan oleh pemerintah berupa dana yang digunakan untuk
bahan bangunan. Melalui ini masyarakat melaksanakan sendiri
pembangunan rumahnya baik hanya dengan menggunakan bantuan
dari pemerintah, maupun dengan keswadayaan sendiri dalam artian
menggunakan bahan bangunan yang disedikan sendiri. Hal ini seperti
106
yang diungkapkan oleh Bapak La Sabara selaku salah satu anggota
Kelompok Penerima Bantuan sebagai berikut:
“…setelah bahannya ada kita periksa kembali apakah sesuaiatau tidak dengan yang kita pesan. Selanjutnya saya kerja rumahnyasendiri, dibantu tetangga-tetangga yang ada di sini termasuk tukangyang kita sewa…” (Hasil wawancara, 27 Januari 2017).
Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang diungkapkan oleh Bapak
La Halido selaku Kepala Desa Sidamangura, sebagai berikut:
“…potensi-potensi yang ada di desa Sidamangura inidioptimalkan. Bahan bangunan pakai bahan-bahan yang ada di Desa,seperti jati yang mereka tanam sendiri di kebun-kebun mereka. Selainitu warga juga menyewa tukang yag ada di sini…” (Hasil wawancara,23 Januari 2017).
Pada kriteria tingkatan partisipasi ini, masyarakat telah
mendapat tempat dalam suatu program pembangunan. Masyarakat
telah dilimpahkan wewenang oleh pemerintah untuk melaksanakan
program pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari proses pelaksanaan
pembangunan, dimana pemesanan dan pemeriksaan bahan bangunan
dilakukan sendiri oleh masyarakat penerima bantuan baik pada tahap I
maupun tahap II. Selain itu pelaksanaan pembangunan baik tahap I
maupun tahap II juga dilakukan sendiri oleh masyarakat penerima
bantuan.
c. Tingkatan Partisipasi pada Tahapan Pemantauan dan Evaluasi
Kegiatan partisipasi dalam tahapan pemantauan dan evaluasi
meliputi kegiatan pelaporan fisik 30%, evaluasi dan penyusunan
daftar rencana pembelian bahan bangunan (DRPB) tahap II, pelaporan
107
fisik 100%. Adapun hasil analisis tingkatan partisipasi dalam tahapan
pemantauan dan evaluasi program BSPS di Desa Sidamangura ini
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6
Tingkatan Partisipasi Masyarakatpada Tahapan Pemantauan dan Evaluasi
Tingkatan Skor(x)
Frekuensi(f) f.x
1 Manipulasi 1 - -2 Terapi 2 10 203 Pemberian informasi 3 - -4 Konsultasi 4 8 325 Penentraman 5 - -6 Kemitraan 6 7 427 Pendelegasian kekuasaan 7 3 218 Pengawasan masyarakat 8 2 16
Jumlah 30 131
Rata-rata 131 = 4,36730Sumber : Hasil penelitian, 2017
Tabel 6 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam
tahapan pemantauan dan evaluasi berada pada angka 4,367 yang
artinya masyarakat berada pada tingkatan tokenism (pertanda) atau
lebih tepatnya berada pada tangga konsultasi. Masyarakat
mengevaluasi sendiri proses pembangunan, adapun proses
pelaporannya adalah berkonsultasi dengan tenaga faslitator lapangan
yang siap dan bersedia mendampingi proses pembuatannya. Konsultasi
ini terutama dilaksanakan pada saat rapat evaluasi dengan
menghimpun seluruh data pada setiap penerima bantuan. Hal ini
diungkapkan oleh Bapak Rasnan, A.Md.,Ars. selaku Tenaga Fasilitator
Lapangan sebagai berikut:
108
“…proses evluasinya itu kita mulai dengan diadalaknpertemuan di Balai Desa Sidamangura. Hasil dari ini selanjutnyadisampaikan dalam pelaporan progres pembangunan, yangpembuatannya sendiri kami dampingi mereka. Pada saat rapat inijuga terdapat diskusi mengenai kendala dan hambatan dan solusiserta tindaklanjut dari kendala dan hambatan tersebut.” (Hasilwawancara 21 Januari 2017)
Kriteria tingkatan partisipasi ini, merupakan tingkatan
selanjutnya dari pemberian informasi dimana masyarakat telah tertarik
untuk mempertajam legitimasi. Hal ini dapat dilihat dari konsultasi
masyarakat penerima bantuan pada saat rapat/ pertemuan terjadi di
Balai Desa Sidamangrura, dimana masyarakat menyampaikan keluhan,
kendala dan hambatan yang dihadapi sehubungan dengan
berlangsungnya pelaksanaan pembangunan rumah mereka. Selain itu,
hasil dari konsultasi ini sendiri menciptakan solusi yang bersumber
dari mufakat atau telah disepakai bersama pada saat rapat/ pertemuan
tersebut.
d. Tingkatan Partisipasi pada Tahapan Pemanfaatan Hasil
Kegiatan partisipasi dalam tahapan pemanfaatan hasil meliputi
seluruh kegiatan pemanfaatan sebagai akibat adanya realisasi fisik
bangunan rumah yang layak huni. Adapun hasil analisis tingkatan
partisipasi dalam tahapan pemantauan dan evaluasi program BSPS di
Desa Sidamangura ini dapat dilihat pada Tabel 7.
109
Tabel 7
Tingkatan Partisipasi Masyarakat pada Tahapan Pemanfaatan Hasil
Tingkatan Skor(x)
Frekuensi(f) f.x
1 Manipulasi 1 - -2 Terapi 2 - -3 Pemberian informasi 3 - -4 Konsultasi 4 - -5 Penentraman 5 - -6 Kemitraan 6 - -7 Pendelegasian kekuasaan 7 - -8 Pengawasan masyarakat 8 10 80
Jumlah 10 80
Rata-rata 80 = 8,00010Sumber : Hasil penelitian, 2017
Tabel 7 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam
tahapan pemanfaatan hasil berada pada angka 8,000 yang artinya
masyarakat berada pada tingkatan citizen power (kekuatan masyarakat)
atau lebih tepatnya berada pada tangga pengawasan masyarakat.
Kegiatan pemanfaatan hasil sesungguhnya diluar wewenang
pemerintah selaku pelaksana kegiatan, dan sepenuhnya adalah hak dan
wewenang masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Bapak Rasnan, A.Md,Ars. selaku Tenaga Fasilitator Lapangan, yaitu:
“…tidak ada lagi kewas-wasan atau kekhawatiran darimasyakat apabila hujan, atapnya sudah baru, dan lantai sertadindingnya sudah bagus. Selanjutnya kami serahkan sepenuhnyakepada masyarakat, semoga pula dengan ini masyarakat dapattermotivasi untuk menerapkan pola hidup sehat.” (Hasil wawancara,21 Januari 2017)
Kriteria tingkatan partisipasi ini yaitu masyarakat telah dapat
melakukan kontrol sepenuhnya terhadap pembangunan. Hal ini jelas
dapat dilihat dengan realisasi hasil pembangunan dalam bentuk fisik
110
rumah yang layak huni. Selanjutnya masyarakat memanfaatkan rumah
sesuai dengan fungsinya menurut mereka masing-masing, baik sebagai
tempat untuk bernaung, berlindung, berkumpul dengan sanak saudara,
maupun tempat terjalinnya silatuhrahmi dengan masyarakat sekitar.
Hasil bentuk fisik rumah ini juga dapat dijadikan oleh masyarakat
penerima bantuan sebagai contoh kepada masyarakat lainnya untuk
melakukan hal yang sama (membangun rumah dengan konsep layak
huni) yang kemudian dampaknya dapat dirasakan lebih luas terhadap
lingkungan masyarakat, tercipta semangat untuk bekerja dan mencari
nafkah serta hidup dengan pola hidup yang sehat.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dalam
keberlangsungannya di Desa Sidamangura memegang teguh pendekatan
swadaya dan partisipastif demi terwujudnya tujuan program yaitu
memberdayakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar mampu
untuk membangun rumah yang layak huni dalam lingkungan yang sehat
dan aman.
Tabel 8.Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat
dalam Program BSPS di Desa SidamanguraFaktor Pendorong Faktor Penghambat
1. Kemauan masyarakat untukberpartisipasi,
2. Adanya kemampuan masyarakatuntuk berpartisipasi,
3. Adanya kesempatan yang untukberpartisipasi
1. Usia,2. Tingkat Pendidikan,3. Mata pencaharian,4. Tingkat penghasilan
masyarakat.
Sumber: Hasil penelitian, 2017
111
Dalam realisasi pelaksanaan program tentu terdapat berbagai faktor
yang mendorong dan atau sebaliknya terdapat pula faktor-faktor yang
menjadi penghambat berlangsungnya porgram.
a. Faktor Pendorong
Faktor pendorong adalah masyarakat dalam pelaksanaan
program BSPS di Desa Sidamangura antara lain adalah diberikannya
kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang
seluas-luasnya mengenai program Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS). Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak La Halido
selaku kepala Desa Sidamangura, sebagai berikut:
“Sosialisasi pada saat itu bertempat di Balai Desa ya, tujuandari sosialisasi ini adalah untuk mengumukan kepada warga tentangpenerima bantuan yang sudah diseleksi di pusat. Nah di sini juga kamimenjelaskan lebih detail mengenai jenis bantuan, bentuk bantuan,pelaksanaan program bantuan, pokoknya yang berhubungan denganBSPS lah. Selanjutnya ada sesi diskusi dengan masyarakat seputarprogram bantuan ini. Ada yang menanyakan mengapa tidak diterimadalam bentuk uang langsung dan dikelola sendiri, ada yangmenanyakan bagaimana dengan biaya tenaga kerjanya, dan masihbanyak lagi.” (Hasil wawancara, 23 Januari 2017)
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Bapak Arwen
selaku Ketua Kelompok Penerima Bantuan (KPB), sebagai berikut:
“Kita Rapat itu hari di Balai Desa dua kali, rapat pertama itutentang pengumuman penerima bantuan yang lolos seleksi, dan rapatkedua tentang evaluasi pelaksanaan program. Di rapat pertama ituhari saya tanyakan tentang kenapa bantuannya tidak dalam bentukuang saja dan nanti kami sendiri yang kelola. Mereka (TFL dan TimTeknis Kabupten) bilangnya sesuai dengan prosedur agar dana tepatsasaran dan tujuan untuk pembangunan rumah dapat terlaksanadengan baik. Kemudian mereka bilang lagi bahwa pencairan dananyaini dua kali, jadi untuk beli bahannya juga dua tahap. Adapun sisa
112
uang yang tidak dipakai katanya nanti dikembalikan.”(Hasilwawancara, 26 Januari 2017)
Pernyataan-pernyataan di atas mengindikasikan bahwa
masyarakat diberkan kesempatan untuk mengakses informasi
sehubungan dengan adaya bantuan melalui program BSPS ini.
Selanjutnya sehubungan dengan perencanaan pelaksanaan
pembangunan, tentunya tidak dapat lepas dari konsep partisipatif dan
swadaya yang harus di stimulasi oleh pemerintah. Olehnya itu untuk
selanjutnya masyarakat yang memiliki keahlian ataupun kemampuan
diberikan wewenang sepenuhnya untuk menentukan bahan-bahan/
material bangunan yang akan dibutuhkan dalam pembangunan rumah
yang mereka miliki. Bukan hanya itu, masyarakat juga dapat
menentukan sendiri gambar rumah yang akan didirikannya tersebut,
dengan syarat rumah tersebut harus memenuhi kriteria layak huni,
misalnya adanya sarana kamar mandi. Semua bentuk perencanaan akan
pembangunan rumah (gambar kerja rumah dan material yang
dibutuhkan) disusun dalam Daftar Rencana Pembelian Bahan
Bangunan (DRPB2). Hal ini sesuai yang diutarakan oleh Bapak La
Sabara selaku salah satu anggota Kelompok Penerima Bantuan (KPB)
sebagai berikut:
“Kami buat sendiri model rumah yang kami inginkan. Setelahitu, kami tentukan bahan-bahan material bangunan dengan jumlahuang yang akan dicairkan yaitu 15.000.000. Tapi katanya itu uangtidak dapat cair sekaligus, jadi untuk tahap pertama kami hanya bolehmemesan terlebih dahulu bahan bangunan sebanyak 7.500.000.Akhirnya bahan-bahan yang kami butuhkan kami sesuaikan denganjumlah itu uang. Oh iya karena mengingat uang yang dikasih segitu,
113
jadi kami putuskan untuk menyumbang beberapa bahan bangunandengan memakai uang kami sendiri, sepert kayu balok ukuran 10x10.”(Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Rasnan, A.Md.,Ars.,
selaku Tenaga Fasilitator Lapangan, sebagai berikut:
“Bahan-bahan bangunan yang mereka butuhkan, kami mintauntuk dicatat. Selanjutnya daftar bahan-bahan yang mereka butuhkantersebut kami bantu susun kedalam draft DRPB2 atau Daftar RencanaPembelian Bahan Bangunan baik pada tahap I maupun tahapII.”(Hasil wawancara, 21 Januari 2017)
Pada proses pelaksanaan program BSPS di Desa Sidamangura,
masyarakat tidak hanya dibutuhkan partisipasi masyarakat berupa soft
skill saja (misalnya sumbangan ide/ pikiran). Pembangunan rumah
yang mereka galakkan juga membutuhkan modal swadaya baik tenaga
ataupun harta benda yang dimiliki untuk diswadayakan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh para
informan di atas, jika dianalisis menurut teori dari Dorodjatin (dalam
Slamet, 2003 : 18), maka faktor-faktor yang menyebabkan
terwujudnya parisipasi masyarakat dalam program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya di Desa Sidamangura adalah sebagai berikut :
1. Adanya kemauan masyarakat untuk ikut terlibat dalam program
bantuan stimulan perumahan swadaya. Hal ini dapat dilihat dari
antusiasme masyarakat mengikuti sosialisasi program serta
antusiasme masyarakat mulai dari tahap perencanaan untuk
diseleksi sebagai penerima bantuan (menyiapkan berkas syarat yang
dibutuhkan), perencanaan pebangunan (membuat gambar kerja dan
114
menyiapkan bahan secara swadaya), pelaksanaan pembangunan
(tenaga mandiri), hingga terselesaikannya pembangunan rumah
masyarakat.
2. Adanya kemampuan masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Hal ini
dapat dilihat dari proses pelaksanaan pembangunan, dimana dengan
adanya keterbatasan modal untuk membangun, masyarakat
menggunakan modal secara swadaya, misalnya dengan menyiapkan
bahan bangunan, menyewa tukang, dan ada pula dengan keahlian
sendiri masyarakat membangun rumah digotong oleh kerabat, sanak
saudara dan tetangga-tetangga yang ada di sekitar rumah yang
dibangun. Selain itu dengan kemampuan yang dimiliki sesuai
dengan bidangya, masyarakat ikut terlibat dalam membantu
masyarakat lainnya yang memiliki kemampuan terbatas.
3. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi. Hal ini dapat dilihat dari ikut terlibatnya masyarakat
dalam menentukan sendiri gambar kerja (rumah), serta menyusun
sendiri bahan-bahan/ material bangunan yang dibutuhkan dalam
Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB).
b. Faktor Penghambat
Partisipasi masyarakat dalam keberlangsungan suatu program,
di samping terdapat faktor yang mendorong, tentunya terdapat juga
faktor yang menghambat partisipasi. Faktor-faktor yang paling umum
dilihat adalah keterbatasan swadaya masyarakat dalam hal uang,
115
tenaga dan keahlian sebagai modal dalam proses pelaksaaan
pembangunan fisik rumahnya. Kondisi ini diperburuk lagi dengan
karena ada beberapa masyarakat penerima bantuan tergolong pada usia
lanjut (lansia). Tidak dapat dipungkiri bahwa usia merupakan salah
satu hal kodrati yang tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun dapat
mempengaruhi aktifitas seseorang. Begitu pula dalam kegiatan
program BSPS ini, dimana dalam pelaksanaanya masyarakat penerima
bantuan yang tergolong lansia, menunggu gotong royong lingkungan
untuk pelaksanaanya. Hal ini sesuai yand diungkapkan oleh Bapak
Rasnan, A.Md.,Ars., sebagai berikut:
“Faktor penghambat ya, saya rasa cukup banyak. Misalnyaterdapat beberapa lokasi pembangunan rumah yang letaknya jauhdari jalan umum, sehingga untuk proses pengiriman bahan bangunanke lokasi agak terhambat. Selan itu ada pula beberapa rumahpenerima bantuan yang pemiliknya telah berusia lanjut. Penerimabantuan tersebut akhirnya menggunakan uangnya sendiri sebelumdana 15% untuk menyewa tukang cair. Penerima bantuan jugamenunggu waktu luang masyarakat sekitar untuk ikut membantupelaksanaan pembangunan. Faktor lainnya yang bisa menghambat itukira-kira adalah penerima bantuan yang mayoritas adalah petani,sehingga ada kesulitan dalam manajemen waktu. Kalau tidakberkebun ya lanjut bangun rumah.” (Hasil wawancara, 21 Januari2017)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Arwen, selaku
Ketua Kelompok Penerima Bantuan (KPB), sebagai berikut:
“Sulit kalau bangun rumah sendiri, butuhnya tenaga banyak.Kalau angkat bahan, pasang dinding bisa sendiri, tapi kalau sudahbuat rangka, pasang atap saya gunakan saja tukang. Bantuan yangdiberikan itu hanya barang, jadi saya harus cari pinjaman untuk biayasewanya”. (Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
116
Pernyataan di atas menunjukkan dalam pelaksanaan program
bantuan terdapat faktor-faktor yang menghambat keberlangsungan
program pembangunan. Mulai dari lokasi pembangunan, hal-hal teknis
seputar pembangunan, keterbatasan keahlian, jumlah tenaga (orang)
yang digunakan untuk mendirikan satu bangunan, serta keterbatasan
dana untuk membiayai tukang. Hal yang sama juga diutarakan oleh
Bapak La Manisi selaku salah satu anggota penerima bantuan sebagai
berikut:
“Dofowagho kawu bahahino kafoereha lambu pada inia.Panahmumunda sakotuhano ane padae pake dua o doi, dahamaisokaebayarahano sokumaradjano?. Tabea paemo nasumelesaikafoereha lambu mani ini” (Hasil wawancara, 26 Januari 2017)
“Kami hanya diberikan bahan bangunan untuk mendirikanrumah. Sebenarnya tidak bisa kalau tidak menggunakan juga uang,terus bagaimana dengan bayar orang yang kerja?. Bisa-bisa tidakselesai ini pembangunan rumah.” (Hasil wawancara, 26 Januari2017)
Tidak hanya itu, beberapa informan juga menyampaikan
kesulitan dalam membagi waktu antara bertani dengan waktu untuk
membangun, seperti yang diutarakan oleh Ny. Wa Wuni selaku salah
satu anggota penerima bantuan, sebagai berikut:
“Kakaradjahano lambu aini nobotu-botu pada ini, dahamaidakumaradja anagha, dahamai dakumala we galu. Paemo takumalategalu inka paemo dua daoma, be kakudohono o galu mani nagha.Tasumpumo lagi we lambu mani ini, maka tapansuruanemokafoghonsehano lambu ini.”(Hasil wawancara, 27 Januari 2017)
“Pekerjaan penyelelasian rumah ini putus-putus. Kita mau pilihselesaikan ini rumah atau berkebun. Kita tidak mau berkebun, kecualikita tidak makan, mana jauh jaraknya itu kebun. Nanti saat kita turundari kebun, baru kita lanjutkan lagi pembangunan rumah ini.” (Hasilwawancara, 27 Januari 2017).
117
Hal senada seputar keterhambatan pelaksanaan program
dibenarkan oleh Bapak La Halido selaku kepala Desa Sidamangura,
sebagai berikut:
“Penerima bantuan banyak yang sudah lanjut usia. Merekasecara fisik sudah sulit untuk bekerja. Pekerjaan mereka sehari-harisebagai petani juga tidak bisa dilepas, apalagi kalau yang tinggalsendiri, sudah tidak beristri atau bersuami lagi. Hanya ada anak-anakmereka, itupun tinggalnya di tempat yang berbeda. Semestinya hal-halseperti ini bisa diatasi kalau ada tambahan sejumlah dana untuk bantumereka sewa pengerjaan rumah. Tapi walaupun seperti itu, semuarumah yang masuk dalam daftar penerima bantuan dapatterselesaikan juga.”(Hasil wawancara, 23 Januari 2017)
Keberlangsungan program tidak dapat lepas dari faktor
pendorong dan penghambat. Faktor usia, pekerjaan, keterbatasan dana,
faktor-faktor internal dan eksternal lainnya seperti yang diuraikan
dalam pernyataan-pernyataan di atas adalah merupakan hal-hal yang
umum menjadi penghambat keberlangsungn program. Namun, bukan
hanya itu, faktor tingkat pendidikan juga merupakan salah satu
masalah tersendiri dalam keberlangsungan program, seperti yang
diutakrakan oleh Bapak Rasnan,A.Md,Ars., sebagai berikut:
“Jujur mereka kurang paham mengenai penyusunan DRPB2 danpelaporan progres pembangunan-nya, jadi kami bantu pembuatannya,kami susun DRPB2-nya sesuai dengan apa yang mereka akan gunakandan yang telah mereka gunakan” (Hasil wawancara, 21 Januari 2017)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah diutarakan oleh
seluruh informan di atas, jika dianalisis menurut teori Slamet
(2003:137-143), maka faktor-faktor yang menyebabkan terhambatnya
118
parisipasi masyarakat dalam program Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya di Desa Sidamangura adalah sebagai berikut:
1. Penerima bantuan berada pada kategori lanjut usia (lansia). Hal ini
menyebabkan keterlambatan dalam pembangunan fisik rumah
mereka. Keaktifan partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga
tampak ulit untuk terwujud, sehingga dalam realisasinya penerima
bantuan yang telah lanjut usia ini, harus mengeluarkan uang lebih
guna membayar tukang, ataupun dengan menunggu bantuan dari
masyarakat lainnya yang tentunya juga memiliki aktifitas masing-
masing.
2. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penerima bantuan. Tingkat
pendidikan yang tergolong rendah dari sebagian besar penerima
bantuan membuat pelaksanan program terhambat, terutama dalam
hal manajemen administrasi termasuk dalam hal penyusunan
Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2).
3. Mata pencaharian penerima bantuan yang mayoritas petani. Hal ini
menyebabkan masyarakat penerima bantuan mengalami kesulitan
dalam memanajemen waktu antara pembuatan rumah dan waktu
utuk mencari nafkah.
4. Tingkat penghasilan masyarakat yang tergolong rendah. Tingkat
penghasilan penerima bantuan yang hanya diperoleh dari hasil
bertani menyebabkan terbatasnya swadaya masyarakat khususnya
119
dalam bentuk uang untuk keperluan proses pelaksanaan
pembangunan rumah.
Selain faktor-faktor internal seperti yang telah disebutkan di atas
tersebut, juga terdapat faktor eksternal-faktor yang secara tidak
langsung menghambat berlangsungnya proses pembangunan. Faktor-
faktor tersebut adalah lokasi perumahan yang dibangun jauh dari jalan
umum, sehingga penyaluran bahan terhambat, di samping itu
kemungkinan kecemburuan sosial akibat tidak adanya pemberitahuan
yang jelas mengenai proses penyeleksian bantuan dapat menjadi salah
satu hambatan tersendiri bagi terlaksananya program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura menghasilkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tahapan partisipasi masyarakat
a. Partisipasi dalam perencanaan, yaitu keikutsertaan masyarakat
penerima bantuan kedalam pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh
para pelaksana kegiatan di Balai Desa Sidamangura. Masyarakat
diberikan kebebasan untuk merencanakan bentuk rumah, menentukan
toko penyalur bahan bangunan, dan menentukan sendri rencana
penggunaan bahan (baik dengan menggunakanan dana bantuan dan
atau keswadayaan masyarakat).
b. Partisipasi dalam pelaksanaan, yaitu masyarakat terlibat secara
langsung dalam aktivitas-aktivitas nyata yang diwujudkan dengan
proses pembangunan fisik, dengan kesukarelaan secara swadaya
membangun dengan menggunakan tenaga yang dimiliki.
c. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi, yaitu masyarakat bersama
dengan pelaksana program BSPS lainnya (Kepala Desa dan
Pendamping Desa) memantau dan mengevaluasi proses pembangunan
rumah layak huni, yang diwujudkan dalam pembuatan laporan progres
121
pembangunan, yang kemudian diajukan kepada tim kabupaten dan
dilaporkan pusat.
d. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil, yaitu dengan adanya bangunan
fisik rumah layak huni maka masyarakat penerima bantuan secara
langsung dapat merasakan kenyamanan untuk hidup pada hunian yang
bersih dan sehat. Selain itu juga, secara tidak langsung melalui
program BSPS ini dapat memupuk semangat gotong royong dan rasa
kepedulian masyarakat, serta mempererat silatuhrahmi antara sesama
masyarakat melalui keikutsertaan dalam kegiatan pembangunan.
2. Bentuk partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura adalah dalam bentuk
tenaga dan buah pikiran pada tahapan perencanaan, dalam bentuk buah
pikiran, tenaga, materi, harta benda, keterampilan dan kemahiran, serta
partisipasi sosial pada tahapan pelaksanaan, dalam bentuk buah pikiran
pada tahapan pemantauan dan evaluasi, serta dalam bentuk partisipasi
sosial pada tahapan pemanfaatan hasil.
3. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Desa Sidamangura yaitu pada tahapan
perencanaan berada pada tingkat tokenism atau tepatnya berada pada
tangga pemberian informasi, pada tahapan pelaksanaan partisipasi
masyarakat berada pada tingkat citizen power atau tepatnya berada pada
tangga pendelegasian kekuasaan, pada tahapan pemantauan dan evaluasi,
tingkat partisipasi masyarakat berada pada tingkat tokenism atau tepatnya
122
berada pada tangga konsultasi, dan tingkat partisipasi masyarakat pada
tahapan pemanfaatan hasil berada pada tingkat citizen power atau tepatnya
berada pada tangga pengawasan masyarakat.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri atas
faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor-faktor pendorong
tersebut adalah adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi, adanya
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dan adanya kesempatan yang
untuk berpartisipasi. Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat
partisipasi adalah usia, tingkat pendidikan, mata pencaharian dan tingkat
penghasilan masyarakat penerima bantuan.
B. Saran
Saran yang dapat diajukan berdasarkan penelitian tentang partisipasi
masyarakat dalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di
Desa Sidamangura adalah sebagai berikut:
1. Sebelum program BSPS dilaksanakan, perlu diadakan pendampingan
dengan yang waktu lebih lama agar masyarakat penerima bantuan dapat
lebih memahami baik teori maupun aplikasi/ praktik mengenai program
bantuan di lapangan.
2. Sifat dana bantuan BSPS yang hanya boleh digunakan sebagai dana
pembelian bahan bangunan, maka perlu adanya program dana yang
dikhususkan untuk pembayaran tukang yang melaksanakan pembangunan
dan diberikan kepada seluruh penerima bantuan. Hal ini mengingat
keterbatasan kemampuan masyarakat penerima bantuan secara materil
123
untuk menyewa tukang maupun secara keahlian untuk mendirikan
bangunan.
3. Perlu adanya pemberian pemahaman program (sosialisasi menyeluruh)
kepada seluruh masyarakat desa, di luar penerima bantuan agar tidak
terjadi keselahpahaman mengenai keberlangsungan program, yang pada
akhirnya dapat menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat bukan
penerima bantuan terhadap masyarakat penerima bantuan.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Graha Ilmu.Yokyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2016. Kendari.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kecamatan Kusambi dalam Angka 2016. Raha.
BSPS. 2016. Panduan Teknis : Mekanisme Pelaksanaan Bantuan StimulanPerumahan Swadaya Tahun 2016. SNVT Penyediaan Perumahan ProvinsiSulawesi Tenggara. Kendari.
Darmawi, E. 2014. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program nasionalPemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) di Desa TalangLeak I Kecamatan Bingin Kuning Kabupaten Lebong. Mimbar JurnalPenelitian Sosial dan Politik, Vol. III (1).
Deviyanti, D. 2013. Studi tentang Patisipasi Masyarakat dalam Pembangunan diKelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan Tengah. e-JournalAdministrasi Negara, Vol. I (2).
Effendi, Bachtiar. (2002). Hal Utama dalam Pembangunan. Andi OffsetYogyakarta.
Frankisha, C.J., Kwanb, B., Ratner, P.A., Higgins, J. W. dan Larsene, C. 2002.Challenges of Citizen Participation in Regional Health Authorities. Jurnalof Social Science & Medicine, No. 54
Hamijoyo. 2007. Partisipasi dalam Pembangunan. Depdikbud RI. Jakarta.
Hanapiah, M.A. 2011. Fenomena Pembangunan Desa. Institut Pemerintahandalam Negeri. Jatinangor. Jawa Barat.
Hetifah, S.J.S. 2009. Inovasi Partisipasi dan Good Governance, (20 PrakarsaInovatif di Indonesia). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Isbandi, R.A. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas : DariPemikiran Menuju Penerapan. FISIP IU Press. Depok.
Juliantara, D. 2004. Pembaharuan Kabupaten. Pembaharuan. Yogyakarta.
Kabar Buton. 2016. Program BSPS 2016, Mubar Kebagian 330 unit.http://www.kabarbuton.com/berita/program-bsps-2016-mubar-kebagian-330-uni.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2016.
Kaho, J.R. 2007. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. RajaGrapindo Persada. Jakarta.
Khaerudin. 2000. Pembangunan Masyarakat, Tinjauan Aspek Sosiologi, Ekonomidan Perencanaan. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta.
Mardikanto. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Penerbit TS. Surakarta.
Miles, M.B dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif. UniversitasIndonesia Press. Jakarta.
Mircea, T. 2011. Community Participation and Involvement in Social Actions.Journal Transylvanian Review of Administrative Sciences, No. 33 E.
Muluk, M.R.K. 2007. Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintah Daerah(Sebuah Kajian Administrasi Publik dengan Pendekatan Berpikir Sistem).Bayu Media Publishing.. Malang.
Pasaribu, C. dan Simanjuntak. 2005. Sosiologi Pembangunan. Transito. Bandung.
Purba, J.N. 2008. Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kecamatan Panobeian PaneiKabupaten Simalungun (Studi tentang Program Bantuan PembangunanNagori/ Kelurahan (BPN /K). Tesis Program Pascasarjana UniversitasSumatera Utara. Medan.
Ramli. 2014. Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional PemberdayaanMasyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) di Desa Mantang LamaTahun 2012. Artikel e-Journal. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. UniversitasMaritim Raja Ali Haji. Tanjung Pinang.
Rasnan. 2017. Laporan Akhir Program BSPS Desa Sidamangura Tahun 2016.Laworo.
Salam, D.S. 2007. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Djambatan. Jakarta.
Santoso, R.A.S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalamPembangunan Nasional. Penerbit Alumni. Bandung.
Slamet. 2003. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Sebelas MaretUniversity Press. Surakarta.
Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.
Soetomo. 2008. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.
Suaib, E., Amir, M., dan Yusuf, M. 2014. Teori-teori Pembangunan. JenggalaPustaka Utama. Surabaya.
Sunarti. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Perumahan secaraKelompok. Jurnal Tata Loka, Vol. V (1).
Surianingrat, B. 1985. Pemerintahan Administrasi Desa dan Keluarga. AksaraBaru. Jakarta.
Tangkilisan, H.N.S. 2007. Manajemen Publik. Grasindo. Jakarta.
Waluyo. 2007. Manajemen Publik. Mandar Maju. Bandung.
Wulandari, P.R. 2013. Analisis Partisipasi Masyarakat dan KepemimpinanTerhadap Tingkat Keberhasilan Proyek Program Nasional PemberdayaanMasyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Kecamatan Gerokgak, Buleleng.Tesis Program Pascasarjana Univerista Udayana. Denpasar.
Lampiran 1. Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1994 di
Kelurahan Konawe Kecamatan Kusambi Kabupaten
Muna Barat. Penulis adalah anak ke-4 dari enam
bersaudara, putri dari ayahanda La Ope dan Wa Kooni.
Penulis memulai masa pendidikan pada Taman Kanak-
Kanak Dharma Wanita Kelurahan Konawe dan selesai
tahun 2001, Selanjutnya penulis menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar
Negeri 6 Kusambi (Sekarang SDN 5 Kusambi) tahun 2001 dan lulus pada tahun
2007, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama
Negeri 6 Kusambi (sekarang SMPN 3 Kusmbi) pada tahun 2007 dan lulus pada
tahun 2010. Penulis kemudian menempuh studi di Sekolah Menengah Atas Negeri
1 Kusambi Tahun 2010 dan lulus tahun 2013. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan dan diterima sebagai mahasiswa S-1 Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Halu Oleo.
Pada Tahun 2017, penulis memenuhi salah satu tuntutan Tridharma
Perguruan Tinggi dengan melakukan Penelitian yang berjudul “Partisipasi
Masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Desa
Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat. Penulis berharap
semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Lampiran 1. Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1994 di
Kelurahan Konawe Kecamatan Kusambi Kabupaten
Muna Barat. Penulis adalah anak ke-4 dari enam
bersaudara, putri dari ayahanda La Ope dan Wa Kooni.
Penulis memulai masa pendidikan pada Taman Kanak-
Kanak Dharma Wanita Kelurahan Konawe dan selesai
tahun 2001, Selanjutnya penulis menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar
Negeri 6 Kusambi (Sekarang SDN 5 Kusambi) tahun 2001 dan lulus pada tahun
2007, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama
Negeri 6 Kusambi (sekarang SMPN 3 Kusmbi) pada tahun 2007 dan lulus pada
tahun 2010. Penulis kemudian menempuh studi di Sekolah Menengah Atas Negeri
1 Kusambi Tahun 2010 dan lulus tahun 2013. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan dan diterima sebagai mahasiswa S-1 Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Halu Oleo.
Pada Tahun 2017, penulis memenuhi salah satu tuntutan Tridharma
Perguruan Tinggi dengan melakukan Penelitian yang berjudul “Partisipasi
Masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Desa
Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat. Penulis berharap
semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Lampiran 1. Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1994 di
Kelurahan Konawe Kecamatan Kusambi Kabupaten
Muna Barat. Penulis adalah anak ke-4 dari enam
bersaudara, putri dari ayahanda La Ope dan Wa Kooni.
Penulis memulai masa pendidikan pada Taman Kanak-
Kanak Dharma Wanita Kelurahan Konawe dan selesai
tahun 2001, Selanjutnya penulis menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar
Negeri 6 Kusambi (Sekarang SDN 5 Kusambi) tahun 2001 dan lulus pada tahun
2007, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama
Negeri 6 Kusambi (sekarang SMPN 3 Kusmbi) pada tahun 2007 dan lulus pada
tahun 2010. Penulis kemudian menempuh studi di Sekolah Menengah Atas Negeri
1 Kusambi Tahun 2010 dan lulus tahun 2013. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan dan diterima sebagai mahasiswa S-1 Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Halu Oleo.
Pada Tahun 2017, penulis memenuhi salah satu tuntutan Tridharma
Perguruan Tinggi dengan melakukan Penelitian yang berjudul “Partisipasi
Masyarakat dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Desa
Sidamangura Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat. Penulis berharap
semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian
Lampiran 6. Matriks Hasil Observasi
MATRIKS HASIL OBSERVASI
AspekObservasi Data yang Diperlukan Temuan Observasi
1. PenerimaBantuan
1. Jumlah Penerima BSPS 30 orang Jumlah masyarakat penerima bantuan di Desa Sidamanguraberjumlah 30 orang
2. Sesuai dengan kriteria dalamPanduan pelaksanaan program BSPS
Penerima bantuan memenuhi kriteria sebagai penerimabantuan, yang antara lain WNI dan telah berkeluarga,berpenghasilan dibawah 2.000.3000 (UMP Sulawesi Tenggara),Memiliki keswadayaan untuk membangun, serta bersediabertanggung jawab dalam pemanfaatan bantuan.
2. RumahPenerimaBantuan
1. Jumlah rumah bantuan BSPS 30 unit Jumlah rumah yang dibangun/ direnovasi (milik penerimabantuan) sebanyak 30 unit
2. Memenuhi syarat untuk ditetapkansebagai penerima bantuan
Rumah berada di tanah milik sendiri, berada pada kondisi tidaklayak huni (khususnya tidak ada sarana kamar mandi), kondisiatap dan dinding serta lantai telah usang,
3. Kondisi rumah setelah pembangunanmemenuhi kriteria layak huni
Kondisi atap, dinding dan lantai telah baik dan rumah telahmemiliki kamar mandi serta nyaman dan aman untuk ditinggali
3. Partisipasi 1. Pemesanan dan pemeriksaan bahanbangunan dilakukan sendiri olehmasyarakat
Pemesanan dilakukan pada toko bangunan (milik pak La Mada)yang telah disepakati dalam rapat dan pemeriksaan bahanbangunan dilakukan sendiri oleh penerima bantuan
2. Proses pembangunan rumahdilakukan secara swadaya
Proses pembangunan dilakukan sendiri dan dengan menyewatukang serta dibantu bersama-sama masyarakat sekitar. Selainitu penerima bantuan menggunakan kayu jati untuk diswadaya.
3. Pelaksana BSPS sebagai fasilitator Pendamping desa melaksanakan tinjauan langsung terhadappenerima bantuan selama proses berlangsungnya pembangunanrumah, minimal 1 kali dalam 1 minggu, serta memfasilitasimasyarakat khususnya dalam penyusunan laporan.
Lampiran 7. Matriks Hasil Penelitian
MATRIKS HASIL PENELITIAN
Partisipasi Aspek KegiatanTemuan/ Analisis
Bentuk Partisipasi TingkatPartisipasi
FaktorPendorong
FaktorPenghambat
1. TahapPerencanaan
1. Koordinasi dengan parapemangku kepentingan
2. Sosialisai program BSPSkepada Calon PenerimaBantuan (CPB)
3. Pengorganisasian CPB4. Penyusunan Proposal
dalam bentuk uang,pengesahan proposal danpengusulan proposal kepejabat pembuatkomitmen
5. Penetapan penerimaBSPS
6. Penyaluran BSPS kepadarekening Satker di Bank
7. Pemilihan TokoBangunan
8. Penyusunan DRPB29. Pembahasan Teknis
pemesanan danpenerimaan bahanbangunan
Tenaga Buah Pikiran
Tokenism(Tanggapemberianinformasi)
1. Kemauanmasyarakatuntukberpartisipasi,
2. Adanyakemampuanmasyarakatuntukberpartisipasi,
3. Adanyakesempatanyang untukberpartisipasi
1. Usia,2. Tingkat
Pendidikan,3. Mata
pencaharian,4. Tingkat
penghasilanmasyarakat.
2. Tahappelaksanaan
1. Pemesanan bahanbangunan tahap I,
2. Pemeriksaan danpenerimaan bahanbangunan tahap I,
3. Pembangunan tahap I,4. Pemesanan bahan
bangunan II,5. Pemeriksaan dan
penerimaan bahanbangunan tahap II,
6. Pembangunan tahap II,
Buah pikiran, Tenaga, Materi Harta benda, Keterampilan
dan kemahiran, Partisipasi
sosial
Citizen power(tanggapendelegasiankekuasaan)
3. TahapPemantauandan Evaluasi
1. Pelaporan fisik 30%,2. Evaluasi dan pemesanan
Daftar RencanaPembelian BahanBangunan (DRPB2)tahap II,
3. Pelaporan fisik 100%
Buah pikiran Tokenism(Tanggakonsultasi)
4. TahapPemanfaatanHasil
1. Pemanfaatan FisikBangunan
Partisipasisosial
Citizen power(Tanggapengawasanmasyarakat)
Lampiran 8. Dokumentasi penelitian
Wawancara dengan Informan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)Di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi
Kabupaten Muna Barat
Proses Pembangunan Rumah Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya(BSPS) Di Desa Sidamangura Kecamatan Kusambi
Kabupaten Muna Barat