pbl 21 richard
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
Gestational Diabetes Mellitus
Problem Based Learning Blok 21
Oleh:
Richard Antonius
102010035
C4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
November, 2012
Gestational Diabetes Mellitus
Richard Antonius*
Email: richard.antonius@live. com
Pendahuluan
Diabetes Gestational merupakan komplikasi medis yang paling umum terjadi selama
kehamilan tetapi dapat juga berlanjut meski sudah tidak hamil lagi. Diabetes Mellitus
Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang
diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat
insulin atau tidak. Sebagian besar DMG asimtomatis sehingga diagnosis ditentukan secara
kebetulan pada saat pemeriksaan rutin.
Kehamilan sendiri memberikan dampak yang kurang baik bagi ibu hamil. Pada
kehamilan terjadi peningkatan produksi hormon-hormon antagonis insulin, antara lain:
progesterone, estrogen, ³Human Placenta Lactogen´ yang menyebabkan resistensi insulin
dengan akibat gangguan toleransi glukosa. Diabetes Mellitus menyebabkan perubahan
metabolik dan hormonal pada penderita dalam keadaan hamil serta persalinan. Sudah jelas
bahwa metabolisme glukosa akan meningkat dalam kehamilan, hal ini terbukti dengan
meningkatnya lactat dan piruvat dalam darah, akan tetapi kadar gula puasa tidak meningkat.
Diagnosis diabetes sering dibuat untuk pertama kali dalam masa kehamilan karena penderita
datang untuk pertama kalinya ke dokter atau diabetesnya menjadi tambah jelas oleh karena
kehamilan.
Pengendalian kadar glukosa darah adalah hal penting selama kehamilan. Ibu yang
mengalami diabetes mellitus pada kehamilan dapat berlanjut mengidap diabetes mellitus
setelah persalinan. Disarankan agar setelah persalinan pemeriksaan gula darah diulang secara
berkala. Pada pasien yang telah menderita DM sebelumnya jika kemudian hamil maka akan
cukup rawan untuk terjadi komplikasi pada janin yang dikandung, dan juga kesehatan si ibu
dapat memburuk apabilaterjadi komplikasi-komplikasi diabetik. 1
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Anamnesis
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan
Alloanamnesis. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat
dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, pasien sangat lemah atau sangat sakit untuk
menjawab pertanyaan maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya. Anamnesis
yang didapat dari informasi orang lain ini disebut Alloanamnesis. Pada kasus ini dilakukan
kedua jenis anamnesis yang disebutkan karena pasien adalah anak-anak dan dalam keadaan
sadar.
Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada pasien adalah sebagai berikut. Pertama
Identitas yang meliputi Nama ( serta nama keluarga), umur/ usia, jenis kelamin, alamat,
umur/ pendidikan/ pekerjaan serta juga agama dan suku bangsa. Berikutnya menanyakan
riwayat penyakit yang meliputi keluhan utama, keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien
dibawa berobat dan tidak harus sejalan dengan diagnosis utama. Selanjutnya riwayat
perjalanan penyakit yang terdiri dari cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien
sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat, pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam
obat dll), tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran), reaksi alergi, perkembangan penyakit
– gejala sisa/ cacat, riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga dan riwayat penyakit
lain yg pernah diderita sebelumnya. Terakhir menannyakan hal-hal yang perlu ditanyakan
tentang keluhan / gejala yang meliputi lama keluhan, keluhan lokal (lokasi, menetap, pindah-
pindah, menyebar), bertambah berat/ berkurang serta upaya yang dilakukan dan hasilnya.2
Hasil anamnesis berdasarkan skenario adalah identitas pasien yaitu pasien wanita
berusia 31 tahun. Pasien mengeluh sering lemas sejak 3 bulan lalu, sering BAK pada malam
hari, leher sering terasa kering sehingga sering minum. Pada daerah selangkangan dan
kemaluan terasa gatal, perut membuncit dan berat badan naik. Pasien juga sudah empat bulan
tidak menstruasi. Dari anamnesis ini dapat kita kira bahwa ibu tersebut dalam keadaan hamil
dan memiliki gejala DM.
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu yang dapat menunjang diangnosa ibu
mengalami gestational diabetes mellitus (DMG) harus ditanyakan dalam ananmnesis yaitu
gejala-gejala umum dari diabetes mellitus seperti poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat
badan, tidak berenergi dan penglihatan yang kabur.1,3
Selain hal-hal yang umumnya jadi gejala kita tanyakan, kita juga harus menanyakan
riwayat lain seperti menstruasi, persalinan yang lalu, kesehatan pasien, kesehatan keluarga,
dan riwayat pemakaian kontrasepsi. 4,5
Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui kapan pasien menarche, sejak kapan ibu tidak mendapatkan haid, pola
haid, teratur apa tidak. Hal ini penting untuk diagnosis. Karena untuk kepentingan mengukur
umur kehamilan ibu dan menghitung tafsiran persalinannya.
Riwayat persalinan yang lalu
Riwayat ini sangat penting untuk mendukung diagnosa aktual. Untuk mengetahui berapa kali
ibu pernah hamil, jumlah anak yang dimiliki,jumlah persalinan aterm, preterm dan pernah
atau tidak abortus. Lalu umur kehamilan saat lahir, apakah ada penyulit saat hamil, tempat
bersalinnya, penolong persalinan, berat badan bayi saat lahir, jenis kelamin anak, jenis
persalinan, apakah ada penyulit saat nafas, keadaan anak sekarang serta umur anak sekarang.
Kemudian juga perlu ditanyakan untuk mengetahui bagaimana riwayat persalinan ibu
sebelumnya, misalnya pada ibu dengan DMG , komplikasi pada janin mengakibatkan janin
menjadi besar (makrosomia), janin mati, atau kelainan congenital.
Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, untuk mengidentifikasi apakah ibu pernah
menderita penyakit DM.
Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan juga karena ada kemungkinan ada keluarga yang mempunyai riwayat DM
dan berkaitan dengan faktor genetik.5
Riwayat kontrasepsi
Untuk mengetahui alat kontrasepsi apa saja yang pernah digunakan ibu, berapa lama dan
apakah ada keluhan seelama memakai alat kontrasepsi. Misalnya pada pil KB kombinasi
hormone estrogen dan progestin lebih cenderung menyebabkan perubahan dalam kontrol
glukosa darah sehingga pada ibu dengan DM tidak boleh di gunakan karena akan
menyebabkan semakin tingginya glukosa dalam darah ibu.5
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik.
Pemeriksaan Penunjang
Berbeda dengan diabetes mellitus yang sudah mempunyai keseragaman kriteraia
diagnosis, diabetes melitus gestational sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai
kriteria diagnosis mana yang harus digunakan. Pada saat ini ada dua cara pemeriksaan
penunjang untuk diagnosis yang banyak dipakai yaitu yang diperkenalkan oleh American
Diabetes Association dan umunya dipakai di negara bagian Amerika Utara dan kriteria
diagnosis dari WHO yang banyak digunakan di luar Amerika Utara.1
Kriteria American Diabetes Association
ADA menggunakan skrining diabetes melitus gestational melalui pemeriksaan
glukosa darah melalui 2 tahap. Tahap pertama dikenal dengan nama tes tantangan
glukosa yang merupakan tes skrining. Pada semua wanita hamil yang datang di klinik
diberikan minum glukosa sebanyak 50 gram kemudian diambil contoh darahnya satu
jam kemudian. Jika hasil glukosa darah >140 mg/dl disebut tes tantangan positif dan
harus melanjutkan dengan tahap kedua yaitu tes toleransi glukosa oral. Untuk tes
toleransi glukosa oral harus dipersiapkan sama dengan dengan pada pemeriksaan
bukan wanita hamil. Perlu diingat apabila pada pemeriksaan awal ditemukan
konsentrasi glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl atau glukosa plasma sewaktu ≥200
mg/dl, maka mereka hanya dilakukan pengulangan tes darah, apabila hasilnya sama
maka diagnosis diabetes melitus sudah dapat ditegakkan dan tidak diperlukan lagi
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.
Untuk tes toleransi glukosa oral ADA mengusulkan dua jenis tes yaitu yang
disebut tes toleransi glukosa oral tiga jam, dan tes toleransi glukosa oral dua jam.
Perbedaan utama adalah jumlah beban glukosa, yaitu pada yang tiga jam
menggunakan 100 gram sedangkan yang pada dua jam hanya 75 gram.1
Kriteria WHO
WHO menganjurkan untuk diabetes mellitus gestational harus dilakukan tes
toleransi glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram. Kriteria diagnosis sama dengan
yang bukan wanita hamil yaitu puasa ≥ 126 mg/dl dan dua jam pasca beban ≥ 200
mg/dl, dengan tambahan mereka yang tergolong toleransi glukosa terganggu
didiagnosis juga sebagai diabetes melitus gestational.1,3
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengankarbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
airputih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),
dilarutkandalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelahminum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka
dapatdigolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau
GDPT(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125mg/dl.1,3
Differential Diagnosis
Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes melitus Tipe 1(DT1) adalah suatu penyakit autoimun yang mana system
imun pasien merusak sekresi insulin oleh sel beta pancreas. DT1 merupakan penyakit
autoimun multifaktorial yang dikarakteristikkan dengan adanya defisiensi insulin,
dikarenakan perusakan sel beta pancreas yang dimediasi oleh sel T. Hal ini tidak bisa
diklasifikasikan secara tepat kedalam gen dominan, resesif maupun intermediet. Sebagian
besar kasus yang terjadi diduga terjadi sebagai hasil proses interaksi antara genetic-
lingkungan. Sekitar 18 kelompok genom telah diketahui berhubungan dengan
resikoterjadinya DT1. Beberapa kelompok ini, dimana setiap kelompoknya dapat terdiri dari
beberapa gen, yaitu di antaranya IDDM1 sampai IDDM18. Salah satu yang paling dimengerti
sepenuhnya adalah IDDM1, yang mengandung gen HLA (Human Leukocyte Antigen) yang
mengkode protein respon imun. Variasi dari gen-gen HLA merupakan faktor resiko yang
penting. Selain itu, DT1 biasanya juga dikarakteristikkan dengan adanya anti-GAD, sel islet
maupun antibodi insulin yang mengidentifikasi proses autoimun yang menyebabkan
terjadinya perusakan sel beta pancreas. DT1 diklasifikasikan kedalam 2 kategori, yaitu DT
1A (DT1 yang dimediasi imun / immune mediated ) dan DT 1B (DT1 yang tidak dimediasi
imun/non-immune mediated).1,3,4
Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau sering juga disebut dengan Non Insuline Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan penyakit diabetes yang disebabkan oleh karena
terjadinya resistensi tubuh terhadap efek insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas.
Keadaan ini akan menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi naik tidak terkendali.
Kegemukan dan riwayat keluarga menderita kencing manis diduga merupakan faktor resiko
terjadinya penyakit ini.1,3
Pada diabetes tipe ini, faktor genetik memegang peran lebih penitng dibandingkan
dengan pada diabetes tipe 1A. Di antara kembar identik, angka concordance (munculnya sifat
bawaan pada kedua pasangan anak kembar) adalah 60% sampai 80%. Pada aggota keluarga
dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik) risiko menderita penyakit ini
lima hingga sepuluh kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang
tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya
Pada intinya diabetes mellitus tipe 2 ini terjadi akibat predisposisi /kecenderungan
genetik (gangguan sekresi insulin pada sel beta dan resistensi insulin) serta perpaduan
dengan faktor lingkungan (obesitas misalnya). Pada awal perjalanan diabetes tipe 2, sekresi
insulin terlihat normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun, secara kolektif, hal
ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin yang ditemukan
pada awal diabetes tipe 2, bukan defisiensi sintesis insulin. Perjalanan penyakit selanjutnya
terjadi defisiensi absolut insulin yang ringan sampai sedang. Kemudian terjadi kehilangan
20% – 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi
insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun, yang terjadi adalah adanya gangguan dalam
pengenalan glukosa oleh sel beta.1,3
Nefropati Diabetik
Neuropati diabetik merupakan komplikasi tersering pada diabetes mellitus tipe 1 dan
tipe 2. Neuropati secara umum diklasifikasikan menjadi dua yaitu somatic dan autonomic
neuropati. Somatik neuropati ditandai oleh mati rasa, perestesia dan sensasi abnormal.
Sedangkan automatik neuropati tidak didapat gejala sampai stadium lanjut. Automatik
neuropati diabetik menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ, seperti : kardiovaskuler,
gastrointestinal, genitourinari, metabolik dan disfungsi pupil. Diantara hal-hal tersebut,
kardiovaskuler automatik neuropati meningkatnya resiko kematian pada pasien diabetes.
Dalam hal ini diagnosa dan terapi pada autonomik neuropati pada stadium dini sangat penting
pada penderita diabetes mellitus.1
Autonomik neuropati diabetik dapat terjadi pada penderita diabetes melitus jangka
pendek tanpa terjadi somatik neuropati. Selanjutnya fungsi pupil abnormal dapat dideteksi
lebih dini dibandingkan dengan gangguan fungsi autonomik kardiovaskuler dan merupakan
tanda dini terjadinya neuropati automatik diabetik. Dalam hal ini, reflek pupil terhadap
cahaya dapat digunakan untuk menilai neuropati autonomik diabetik.
Patofisiologi terjadinya neuropati diabetik belum jelas. Namun ada beberapa teori
yang menyebabkan terjadinya neuropati diabetik :
1. Teori metabolik. Teori ini menerangkan gangguan metabolik akibat dari
hiperglikemia dan atau defisiensi insulin pada satu atau lebih komponen seluler pada
saraf menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dan struktural. Gangguan ini akan
menyebabkan kerusakan jaringan saraf dan mengakibatkan defisit neurologi.
2. Teori vaskuler . Teori ini menerangkan bahwa neuropati, nefropati dan retinopati
terjadi akibat demyelinasi multifokal dan hilangnya akson ( axonal loss). Pada kapiler
pasien diabetes terjadi penebalan membran basement dan peningkatan ukuran dan
jumlah sel endotel kapiler yang menyebabkan diameter lumen pembuluh darah
menjadi kecil.
3. Teori sorbitol-osmotik. Teori ini menerangkan bahwa kerusakan jaringan saraf
disebabkan oleh akumulasi sorbitol intraseluler, yang berasal dari strees hiperglikemik
isotonic pada diabetes. Myoinositol akan menetralkan efek ini, namun proses ini akan
menjadi hilang, yang mengakibatkan sintesis phosphatidylinositol menjadi terbatas
dan dibentuk phospatydilinositol generasi ke dua. Dengan demikain merubah aktivitas
[Na.sup+]/[K.sup+]ATPase pada saraf.4,6
Etiologi
Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi. Berkurangnya
glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan
menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang
jugadipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan
persalinan. 1
Saat seorang wanita hamil, beberapa hormon tertentu mengalami peningkatan jumlah.
Misalnya saja jumlah hormon kortisol, estrogen dan Human Placental lactogen (HPL).
Peningkatan semua jumlah hormon tersebut saat hamil ternyata mempunyai pengaruh
terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar gula darah. Kondisi ini menyebabkan suatu
kondisi yang kebal terhadap insulin yang disebut sebagai insulin resistance.
Karena fungsi insulin dalam mengatur kadar gula darah terganggu, jumlah gula dalam
darah akan naik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya penyakit diabetes
mellitus gestational.
Faktor yang mempunyai risiko tinggi DM Gestasional:
1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3. Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4. Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6. Adanya glukosuria 5
Patofisiologi
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu keadaan
di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan
resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu
bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).1,3,4
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut
terjadi komposisi sumber energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai
komplikasi). Selain ituterjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan
metabolik (hipoglikemia,hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat
berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin
hampir menyerupai kadar darah ibu.Insulin ibu tak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula
ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh
insulin, disamping beberapa hormone lain sepertiestrogen, steroid dan plasenta laktogen.
Akibat lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemiayang relatif lama dan ini
menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkatsehingga
mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut sebagai tekanan diabetojenik
dalamkehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah
dengan insulin eksogen iatidak mudah menjadi hipoglikemi. Akan tetapi, bila ibu tidak
mampu meningkatkan produksi insulin,sehingga ia relative hipoinsulin yang menyebabkan
hiperglikemia atau diabetes kehamilan.1,4
Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu
dilakukan induksi pada minggu ke 36 – 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat
persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis
kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam. Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula
darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral
sampai jangka waktu tertentu. Pada kehamilan normal terjadi banyak perubahan pada
pertumbuhan dan perkembangan fetus secara optimal.Pada kehamilan normal kadar glukosa
darah ibu lebih rendah secara bermakna.
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-
hormon kehamilan (human placental lactogen/HPL), progesterone, kortisol, prolaktin) yang
mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Pada gestational diabetes mellitus,
patofisiologinya tidak jauh berbeda dari DM tipe 2 yaitu terjadi gangguan sekresi sel beta
pancreas.
Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk
menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum kehamilan
pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua jenis
resistensi insulin ini yaitu kronik dan fisiologis sehingga resistensi insulinnya biasanya lebih
berat dibandingkan kehamilan normal. Kondisi ini akan segera membaik setelah partus dan
akan kembali ke kondisi awal lagi setelah selesai masa nifas, dimana konsentrasi HPL sudah
kembali seperti awal.4
Manifestasi Klinis
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan,tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusaha
mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadanganmakanan yang ada di
tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga pasien dengan DM
walaupun banyak makan akan tetap kurus.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karenainsufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak. 4,5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakti
dalam, spesialis obstetric ginekologi, ahli gizi dan spesialis anak. Tujuan penatalaksanaan
adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu, kesakitan dan kematian
perinatal. Penggunaan obat hipoglikemi oral sejauh ini tidak direkomendasikan. Beberapa
ahli tidak mutlak melarang penggunaan OHO pada kehamilan untuk daerah-daerah terpencil
dengan fasilitas kurang dan belum ada insulin.1
Penatalaksanaan harus dimulai dengan terapi nutrisi medik yang diatur oleh ahli gizi.
Secara umum, pada trimester pertama tidak diperlukan penambahan asupan kalori.
Sedangkan pada ibu hamil dengan berta badan normal secara umum memerlukan tambahan
300 kcal pada trimester kedua dan ketiga. Jumlah kalori yang dianjurkan adalah 30 kcal/ kg
berat badan. Asupan karbohidrat sebaiknya terbagi sepanjang hari untuk mencegah
ketonemia yang berdampak pada perkembangan kognitif bayi.
Aktifitas fisik selama kehamilan sempat menjadi topik yang kontroversial karena
beberapa tipe olahraga seperti sepeda ergometer, senam aerobik dan treadmill dapat memicu
kontraksi uterus. Para ahli menyarankan pada setiap ibu hamil yang sedang berolahraga untuk
meraba perut selama berolahraga agar dapat mendeteksi kontraksi subklinis dan bila ada
segera menghentikan olah raganya. Namun, mengingat dampak positif yang didapat dengan
berolah raga, ADA menyarankan untuk melanjutkan aktifitas fisik sedang pada ibu hamil
tanpa kontra indikasi medis maupun obstetric.
Sasaran glukosa darah yang ingin dicapai adalah konsentrasi glukosa plasma puasa ≤
105 mg/dl dan dua jam setelah makan ≤ 120 mg/dl. Apabila sasaran tersebut tidak tercapai
maka perlu ditambahkan insulin. Beberapa klinik menganjurkan apabila konsentrasi glukosa
plasma puasa > 130 mg/dl dapat segera dimulai dengan insulin.1
Jenis insulin yang dipakai adalah insulin human. Insulin analog belum dianjurkan
untuk wanita hamil mengingat struktur asam aminonya berbeda dengan insulin human.
Perbedaan struktur ini menimbulkan perbedaan afinitas antara insulin analog dengan insulin
human terhadap reseptor insulin dan reseptor IGF-1. Mengingat kerja Human Placental
Lactogen (HPL) melalui reseptor IGF-1, maka perubahan afinitas ini dikhawatirkan dapat
mempengaruhi janin atau kehamilan. Beberapa studi tentang pemakaian insulin lispro
menunjukkan dapat memperbaiki profil glikemia denga episode hipoglikemia yang lebih
sedikit, pada usia kehamilan 14-32 minggu. Namun masih dirasa perlu penelitian jangka
panjang untuk menilai keamanannya pada kehamilan dan FDA mengkategorikan
keamanannya di tingkat B.1
Dosis dan frekuensi pemberian insulin sangat tergantung dari karakteristik rerata
konsentrasi glukosa darah setiap pasien. Berbeda dengan diabetes hamil pragestational,
pemberian insulin pada diabetes melitus gestational selain dosis yang lenih rendah juga
frekuensi pemberian lebih sederhana. Pemberian insulin kombinasi kerja singkat dan kerja
sedang seperti Mixard atau Humulin 30-70 dilaporkan sangat berhasil.
Kendali glikemik ketat sangat dibutuhkan pada semua wanita diabetes melitus dengan
kehamilan. Penting sekali memantau glukosa darah sendiri oleh pasien di rumah, teerutama
pada mereka yang mendapat suntikan insulin. Pasien perlu dibekali dengan alat meter
(reflectance meter) untuk memantau glukosa darah sendiri di rumah. Penggunaan HbA1c
sebagai pemantauan belum menunjukkan dampak yang signifikan dalam kendali glukosa
darah.1
Komplikasi
Dibandingkan dengan diabetes mellitus pragestational, komplikasi pada ibu hamil
diabetes melitus gestational sangat kurang. Komplikasi dapat mengenai baik ibu maupun
bayinya. Komplikasi yang dapat ditemukan pada ibu antara lain infeksi saluran kemih,
persalinan seksio sesaria, dan trauma persalinan akibat bayi besar.1,3
Gestational diabetes juga akan meningkatkan resiko ibu untuk mengalami tekanan
darah yang tinggi selama kehamilan. Hal tersebut juga akan meningkatkan resiko ibu untuk
terkena preeclampsia dan eclampsia,yaitu 2 buah komplikasi serius dari kehamilan yang
menyebabkan naiknya tekanan darah & gejala lain, yang dapat membahayakan ibu maupun
bayinya.
Jika mengalami gestational diabetes, maka kemungkinan besar seorang ibu akan
mengalami kembali pada kehamilan berikutnya. Selain itu, ibu juga beresiko untuk menderita
diabetes tipe 2 di kemudian hari. Akan tetapi dengan mengatur gaya hidup seperti makan
makanan yang bernutrisi & berolahraga dapat mengurangi resiko terkena diabetes tipe 2
nantinya. Untuk wanita dengan riwayat gestational diabetes, yang berhasil menurunkan berat
badan hingga ideal setelah melahirkan, maka resikonya untuk terkena diabetes tipe 2 hanya
kurang dari 1 per 4 wanita.
Komplikasi pada bayi antara lain makrosomia, hambatan pertumbuhan janin, cacat
bawaan, hipoglikemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia, hiperbilirubinemia, polisitemia
hiperviskositas, sindrom gawat napas neonatal. Komplikasi yang paling sering adalah
makrosomia, hal ini mungkin karena pada umumnya diabetes gestational didiagnosis agak
terlambat terutama di Indonesia.
Selain komplikasi jangka pendek, juga terdapat komplikasi jangka panjang. Pada
anak, dapat terjadi gangguan toleransi glukosa, diabetes dan obesitas, sedangkan pada ibu
adalah gangguan toleransi glukosa sampai diabetes mellitus.1,3
Prognosis
Prognosis bagi wanita hamil dengan diabetes pada umumnya cukup baik, apalagi penyakitnya
lekas diketahui dan dengan segera diberikan pengobatan oleh dokter ahli, serta kehamilan dan
persalinannya ditangani oleh dokter spesialis kebidanan. Kematian sangat jarang terjadi,
apabila penderita sampai meninggal biasanya karena penderita sudah mengidap diabetes yang
lama dan berat, terutama yang disertai komplikasi pembuluh darah atau ginjal. Sebaliknya,
prognosis bagi anak jauh lebih buruk dan di pengaruhi oleh berat dan lamanya penyakit
(terutama disertai asetonuria), insufisiensi plasenta, prematuritas, gawat napas (respiratory
distress), cacat bawaan, komplikasi persalinan (distosia bahu).1
Kesimpulan
Setelah melakukan tinjauan pustaka, dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien
menderita gestational diabetes melitus. Hal ini dikarenakan pasien menunjukan gejala-gejala
diabetes dan pasien sedang hamil.
Dengan demikian, hipotesis yang ditentukan bersama sebelumnya benar adanya dan
tidak perlu diperbaiki..
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam., ed.5. Interna Publishing : Jakarta; 2009. hal.1873-1960.
2. Welsby PD. Clinical history taking and examination. Harcourt Publishers Limited: London;
2002.p.18-34
3. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s principles
of internal medicine, 11th Ed. The McGraw-Hill: USA; 2012.p2012-32.
4. Porth CM, Matfin G. Pathophysiology concepts of altered health states. 8th Ed. Lippincott
Williams & Wilkins: Philadelphia; 2009. p.1047-75.
5. Beaser RS, Brown FM. Joslin’s clinical guidelines. Joslin Publication Department: Boston;
2007.p. 573-93
6. Lange O, Scott B R. Diabetes in pregnancy practical strategis in obcetres and gynecology.
WB Saunders Company: Philadelphia ; 2000. p.360-69.