pbl fix

66
LAPORAN PBL BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEM (NSS) “ Pak Ogah jadi Ogah Angkat Tangan” dr. Wiwiek Fatchurohmah Kelompok 10 1. Andika Pratiwi G1A010037 2. Khairisa Amrina Rosyada G1A010039 3. Danny Amanati Aisya G1A010050 4. Mey Harsanti G1A010065 5. Keyko Lampita Mariana S. G1A010074 6. Sania Nadianisa M. G1A010083 7. Handika Reza A. G1A010100 8. Khoirur Rijal A. G1A010106 9. Eka Rizki Febriyanti G1A010111 10. Bellindra Putra H. G1A009136

Upload: andiicha-andiiche-tomaat

Post on 13-Aug-2015

443 views

Category:

Documents


32 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL fix

LAPORAN PBL BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEM (NSS)

“ Pak Ogah jadi Ogah Angkat Tangan”

dr. Wiwiek Fatchurohmah

Kelompok 10

1. Andika Pratiwi G1A010037

2. Khairisa Amrina Rosyada G1A010039

3. Danny Amanati Aisya G1A010050

4. Mey Harsanti G1A010065

5. Keyko Lampita Mariana S. G1A010074

6. Sania Nadianisa M. G1A010083

7. Handika Reza A. G1A010100

8. Khoirur Rijal A. G1A010106

9. Eka Rizki Febriyanti G1A010111

10. Bellindra Putra H. G1A009136

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2011

Page 2: PBL fix

I. PENDAHULUAN

Info 1

Pak Ogah berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar olah keluarganya

dengan keluhan utama anggota gerak sebelah kanan lemah secara mendadak

ketika sedang beristirahat 3 jam yang lalu. Jika dipaksakan pasien hanya mampu

mengangkat tangan namun hanya sebentar. Pada anamnesis selanjutnya

didapatkan pasien pelo dan mulutnya menceng ke kiri. Pasien tidak mengeluh

mual maupun muntah dan tetap dalam keadaan sadar sebelum, saat, maupun

sesudah kejadian. Pasien tidak mengeluh ada riwayat demam maupun kejang

sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma kepala sebelumnya. Pak

Ogah baru pertama mengalami sakit seperti ini. Pak Ogah selalu merokok sejak

35 tahun yang lalu, 1 bungkus/hari. Ayah penderita dahulu juga sakit seperti ini.

Pak Ogah suka makanan bersantan, cek kolesterol minggu lalu =313mg/dl.

Riwayat Pasien tidak memiliki riwayat DM, tidak ada penyakit jantung.

Info 2

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Kuantitatif : GCS E4 M6 V5

Vital sign : TD : 160/90 mmHg

N : 88x/menit, regular

RR : 20x/menit

S : 36,3 C

Kepala : mesochepal, tanda trauma (-)

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, Reflek cahaya +/+,

pupil isokor diameter 2mm/2mm

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)

Jantung : batas kiri 2cm lateral midclavicular line, lainnya dalam batas

normal

Paru : I : simetris, statis dan dinamis

Pal : stem fremitus kanan = kiri

Page 3: PBL fix

Per : sonor diseeluruh lapang paru

Aus : suara dasar : vesikuler

Suara tambahan : (-)

Abdomen : I : datar

Aus : Bising usus (+) normal

Pal :supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

Per : tympani

Info 3

Pemeriksaan Neurologis

Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal

N. Cranialis : Parese N VII kanan tipe sentral

Parese N XII kanan tipe sentral

Fungsi Motorik Superior D/S Inferior D/S

Gerak T/B T/B

Kekuatan 3/5 3/5

Reflek Fisiologis + / +N + / +N

Reflek Patologis +/- +/-

Tonus N/N N/N

Trofi E/E E/E

Pemeriksaan sensibilitas : kanan = kiri, tidak didapatkan hipotesi

Siriraj stroke score

= (2,5 x 0) + (2x0) +( 0,1x90)-(3x0)-12=13

=-3 stroke non hemoragik

Info 4

Hasil Laboratorium

Hb : 13 gr/dl

Leukosit : 12000/mm3

Hematokrit : 40%

LED : 12mm

Trombosit : 410.000/mm3

Page 4: PBL fix

GDS : 150mg/dl

Kolesterol total: 170 mg/dl

HDL : 45mg/dl

LDL : 175mg/dl

Trigliserida : 155 mg/dl

Asam Urat : 5,2 mg/dl

BUN : 25mg/dl

Kreatinin Serum : 1,1 mg/dl

Pemeriksaan Penunjang Lain

EKG: hipertrofi

Ro thorax : kardiomegali ringan

CT scan kepala : gambaran hipodens pada hemisfer kiri.

Info 5

Asessment

Diagnosis Klinis I : hemiparese dextra, parese NVII dextra sentral, parese N

XII dextra sentral

Diagnois Klinis II : Hipertensi

Diagnois Topik : Kpasula Interna sinistra

Diagnois Etiologi : Stroke Non Hemoragik

Diagnosis Banding : stroke hemoragik

Info 6

Penatalaksanaan

Farmakologi

- Tirah baring

- O2 kanul nasal 3lt/menit

- IVFD Asering 20 tpm

- Cilostazol 2x100 mg PO atau ASA 1x100 mg atau clopidogrel 1x75 mg

(antiplatelet)

- Piracetam 4x3 gram IV

Page 5: PBL fix

Monitoring

- Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital

- Awasi 5B (breathing, blood, brain, bowel, Bladdeer)

Rehabilitasi

- Komunikasi

- Mobilisasi

- Aktifitas sehari-sehari

Edukasi

- Mengatur pola makan yang sehat

- Menghentikan rokok

- Melakukan olahraga teratur

- Menghindari stress dan beristirahat yang cukup

Prognosis

Fungsional : dubia ad bonam prognosis fungsionalitas tubuh cenderung

baik.

Vitam : bonam- prognosis untuk hidup adalah baik.

Sanam : bonam prognosis untuk sembuh adalah baik

Page 6: PBL fix

II. PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah

1. Kejang dan jenis kejang

Kejang adalah gangguan periodic system neurologic seringkali

disertai denggan gangguan kesadaran,disebabkan oleh letusan-letusan

listrik yang abnormal didalam otak.

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara

sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan sebagai

pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Mardjono,2009)

Kejang mencerminkan gangguan system saraf yang terjadi akibat

lepas muatan listrik yang abnormal, mendadak, dan berlebihan. Kejang

dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar tergantung pada sumber lepas

muatan listrik, yaitu kejang fokal dan kejang umum primer. Kejang fokal

lepas muatan listrik dimulai dari daerah focus kejang di otak unilateral :

lobus temporalis, lobus frontalis, korteks motorik, dan lain-lain. Kejang

umum primer tidak terdapat komponen fokal baik secara klinis maupun

rekaman EEG. Kejang ini menunjukkan suatu epilepsy idiopatik dan

biasanya terjadi sebelum usia 20 tahun (Weiner, 2000).

2. Hemiparesis adalah kekuatan otot yang berkurang pada separuh bagian

tubuh, timbulnya mendadak dan progresif (Mardjono,2009).

Penyebab hemiparesis berdasarkan onset terjadinya :

a. Onset yang cepat dan diikuti gejala lain secara statis memberikan

kesan adanya suatu kejadian gangguan vascular, yaitu adanya

perdarahan atau infark dalam otak.

b. Hemiparesis dengan progresi yang lambat menunjukkan adanya massa

di dalam otak.

c. Adayan kejadian yang berulang, biasanya mengarah pada proses

inflamasi atau demielinisasi kronik dalam otak.

(Lionel, 2007).

3. Paresis :Lemahnya otot tubuh pada manusia disebut dengan parese atau

Paresis. Paresis ini dibagi menjadi 4 yaitu

Page 7: PBL fix

a. Monoparesis : Lemah salah satu anggota gerak. Bisa tangan kanan

saja, tangan kiri saja, kaki kanan saja atau hanya lemah kaki kiri saja.

b. Paraparesis : Lemah sepasang anggota gerak. Bisa kedua tangan

lemah atau hanya kedua kaki saja yang lemah.

c. Tetraparesis : Lemah semua anggota gerak. Semua anggota gerak

sepasang kaki dan juga sepasang tangan lemah.

d. Hemiparesis : Lemah satu sisi anggota gerak. Bisa tangan dan kaki

kanan saja. Bisa tangan dan kaki kiri saja.

B. Batasan Masalah

1. Identitas

Nama : Tn. Ogah

Usia : 62 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

2. RPS

Keluhan utama : angota gerak sebelah kanan lemah mendadak

Onset : 3 jam yang lalu sebelum ke IGD RSMS

Kronologis : ketika sedang beristirahat 3 jam yang lalu, Tn.

Ogah mendadak anggota gerak sebelah

kanan lemah, jika dipaksa hanya mampu

mengangkat hanya sebentar

Kuantitas : -

Kualitas : sadar sebelum, saat maupun sesudah kejadian

Faktor memperberat : -

Faktor memperingan : -

Gejala penyerta : Tn. Ogah pelo dan mulutnya menceng ke kiri

3. RPD

a. Riwayat hiperkolesterolemi karena cek kolesterol minggu lalu 313

mg/dl.

b. Riwayat mual dan muntah disangkal

c. Riwayat DM disangkal

d. Riwayat demam atau kejang disangkal

e. Riwayat trauma kepala disangkal

Page 8: PBL fix

f. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal

g. Riwayat penyakit jantung disangkal

4. RPK

Ayah Tn. Ogah dahulu pernah mengalami sakit yang sama

5. RPSos

a. Merokok sejak 35 tahun yang lalu, 1 bungkus/hari

b. Suka makanan bersantan

C. Sasaran Belajar

1. Perbedaan afasia dan disartia

Disartria dan Afasia

Disartria atau ganggan artikulasi merupakan gangguan pengucapan

yang terganggu. Berbeda dengan afasia motorik yang disebabkan oleh

kerusakan pada daerah broca, tatabahasa yang dikeluarkan oleh penderita

afasia masih baik hanya pengucapannya saja yang tidak jelas (pelo). Pada

penderita afasia motorik, penderita mengerti apa yang akan diucapkannya

namun tidak dapat mengucapkan kata-kata yang terkandung dalam

pikirannya. Umumnya pada afasia motorik kemampuan menulis kata-kata

masih utuh, namun bisa juga terjadi agrafia (hilangnya kemampuan untuk

ekspresi dengan tulisan) (Mardjono & Sidharta, 2010).

2. Anatomi ot ak

Encephalon (Martini&Nath, 2009)

Page 9: PBL fix

Cerebrum pada otak orang dewasa dapat dibagi menjadi 2 bagian

besar hemisfer, dekstra dan sinistra. Bagian kortex hemisfer disusun oleh

substansia grisea yang banyak mengandung badan sel saraf sedangkan

bagian medulanya tersusun atas substansia alba yang mengandung akson.

Bagian korteks membentuk bagian yang menonjol yang disebut girus.

Girus-girus tersebut dipisahkan oleh cekungan yang disebut sebagai

sulcus. Fungsi fisiologis cerebrum yang utama yaitu berperan penting

dalam fungsi mental. Pikiran sadar, sensasi, intelektual, memori dan

pergerakan kompleks seluruhnya diatur di cerebrum (Martini&Nath,

2009).

Cerebellum sebagian tersembunyi oleh hemisfer cerebri, namun

merupakan bagian terbesar kedua pada otak. Sama halnya dengan

cerebrum, cerebellum juga memiliki 2 hemisfer dengan korteks yang

disusun oleh substansia grisea dan medulla oleh substansia alba. Fungsi

dari cerebellum adalah koordinasi dari gerakan tubuh (Martini&Nath,

2009).

Regio anatomi lain dari otak setelah cerebrum dan serebellum

adalah diencephalon. Struktur ini terdiri dari thalamus dekstra dan sinistra

dengan dasarnya yaitu hypothalamus. Masing-masing thalamus berfungsi

dalam memproses informasi sensorik. Sedangkan hipotalamus berfungsi

dalam pengaturan emosi, fungsi otonom, dan produksi hormone

(Martini&Nath, 2009).

Batang otak terdiri atas mesenchephalon, pons dan medulla

oblongata. Mesenchephalon terdiri atas nucleus yang memproses informasi

visual dan auditori dan mengontrol reflex yang timbul karena stimulus ini.

Pons menghubungkan cerebellum dengan batang otak. Pons mengandung

nucleus yang berperan dalam control motorik somatic dan visceral. Bagian

terakhir batang otak, medulla oblongata, menghubungkan medulla spinalis

dengan otak. Medula oblongata sendiri memiliki fungsi penyampaian

informasi sensorik menuju thalamus. Selain itu merupakan pusat utama

dala mengendalikan fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah

dan fungsi digestif (Martini&Nath, 2009).

Page 10: PBL fix

3. Anatomi saraf kranial

a. N. I (N. olfactorius), berjalan masuk ke dalam bulbus olfactorii,

berlanjut ke traktus olfactorius sepanjang bawah lobus frontalis ke area

periamygdaloidea dan prepiriformis menuju cortex olaktorius primus.

b. N.II (N. opticus) dari lapisan ganglionik retina menuju chiasma

opticum berlanjut ke traktus opticus sekitar pedunculus cerebri dan

diteruskan ke corpus geniculatum lateral eke radio optica yang

merupakan akson sel saraf corpus geniculatum laterale dan berakhir di

korteks visual pada area 17, di bagian atas dan bawah sulcus

calcarinus.

c. N. III (N. occulomotorius) mempunyai 2 nukeli motorik, utama dan

parasimpatis aksesoris. Nucleus utama terletak di anterior substansia

grisea yang mengelilingi aqueductus cerebri setinggi colliculus

superior. Nukleus parasimpatis accesorius terletak di belakang nucleus

utama.

d. N. IV (N. trochlearis) nucleus saraf ini terletak di bawah N. III setinggi

colliculus inferior. Pada permukaan posterior mesencephalon, muncul

dari sisi posterior batang otak dan menyilang melewati fissure orbitalis

superior dan mempersarafi muskulus obliquus superior bola mata.

e. N. V (N. trigeminus) meniggalkan aspek anterior pons sebagai radiks

motorik yang kecil dan radiks sensorik yang besar.

f. N. VI (N. abducens) nucleus nervus ini terletak di bawah lantai

ventrikulus lateralis bagian atas, dekat garis tengah dan bawah

colliculus facialis.

g. N. VII (N. facialis) memiliki tiga nucleus, motorik utama, sensorik dan

parasimpatis. Nucleus motorik utama terletak di formation reticularis

bagian bawah pons. Bagian nucleus yang mempersarafi wajah bagian

atas, menerima serabut kortikonuklearis dari kedua hemisfer cerebri.

Bagian nucleus yang mempersarafi wajah bagian bawah, hanya

menerima serabut kortikonuklearis dari hemisfer cerebri sisi

kontralateral.

Page 11: PBL fix

h. N. VIII (N. vestibulocochlearis) bagian saraf ini meninggalkan

permukaan anterior otak di antara pinggir bawah pons dan medulla

oblongata. Semua berjalan ke lateral di fossa crania posterior da masuk

lewat meatus akustikus internus.

i. N. IX (N. glossofaringeus) meniggalkan pemukaan anterolateral

bagian atas medulla oblongata sebagai rangkaian akar kecil dalam alur

antara olive dan peduncularis cerebellaris inferior.

j. N. X (N. vagus) meniggalkan pemukaan anterolateral bagian atas

medulla oblongata sebagai rangkaian akar kecil dalam alur antara oliva

dan peduncularis cerebellaris inferior.

k. N. XI (N. accesorius) merupakan saraf motorik gabungan antara radix

kranialis dan radix spinalis.

l. N. XII (N. hipoglossus) serabut saraf ini muncul dari permukaan

anterior medulla oblongata di antara pyramis medullae oblongata dan

oliva.

Saraf kranialis merupakan saraf perifer yang berpangkal pada otak

dan batang otak. Fungsi saraf cranial adalah sensorik, motorik dan khusus.

Yang dimaksud dengan fungsi khusus adalah fungsi yang bersifat

pancaindra seperti, penghiduan, penglihatan, pengecapan, pendengaran

dan keseimbangan. Saraf kranialis terdiri atas 12 pasang. Saraf kranialis

pertama langsung berhubungan dengan otak. Saraf kranialis kedua dan

ketiga berpangkal di mesensefalon, saraf kranialis keempat, kelima,

keenam dan ketujuh berpangkal di pons dan saraf kranialis kedelapan

sampai keduabelas berasal dari medula oblongata (Martini dan Nath,

2009).

Page 12: PBL fix

Gambar 3. Nervus kranialis beserta fungsinya (Sumber : Martini dan

Nath, 2009)

Fungsi dan sifat nervus kranialis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel . Nervus kranialis, sifat dan fungsinya (Martini dan Nath, 2009)

Nervus Cranial Sifat Fungsi

Olfactorius (N. I) Sensorik Penghidung

Opticus (N. II) Sensorik Penglihatan

Occulomotorius

(N. III)

Motorik Pergerakan bola mata,

pergerakan pupil

Trochlear (N. IV) Motorik Pergerakan bola mata

Trigeminus (N.

V)

Sensorik dan motorik Mengatur refleks kornea,

otot – otot pengunyah

Abducens (N. VI) Motorik Pergerakan bola mata

Facial (N. VII) Sensorik dan motorik Persarafi 2/3 anterior lidah,

otot – otot ekspresi wajah,

sekresi kelenjar ludah

Vestibulocochlea

r (N. VIII)

Sensorik Keseimbangan dan

pendengaran

Glossopharyngeal Sensorik dan motorik Persarafi 1/3 posterior lidah,

Page 13: PBL fix

(N. IX) sebagai reseptor tekanan

darah

Vagus (N. X) Sensorik dan motorik Hearth rate, sistem digestif

Accessorius (N.

XI)

Motorik Musculus trapezius,

musculus

sternocleidomastoideus

Hypoglossus (N.

XII)

Motorik Pergerakan otot intrinsik

lidah

4. Fungsi korteks serebri

a. Lobus Frontalis

1) Kontrol motorik gerak volunter

2) Kontrol berbagai emosi, moral, tingkah lagu, dan etika.

Terdapat 2 kortek :

1) Korteks somato motorik primer : mengawali emua gerak

volnter

2) Korteks premotor : pusat sistem ekstrapiramidal

b. Lobus temporalis

Punya ungsi pendengaran, keseimbangan, dan sebagian emosi-

memori. Terdapat korteks auditivus primer.

c. Lobus oksipitalis

Memiliki korteks visual primer yaitu sebgaai pusat visualisasi.

d. Lobus parietalis

Untuk evaluasi sensorik umum, dan rasa kecap, dimana selanjutnya

akan di intergrasi dan diproses untuk menimbulkan kesiagaan

tubuh terhadap lingkungan eksternal. Terdapat korteks somato

sensorik primer.

e. Lobus insula

Diduga mempunyai peranan pada organ gastrointestinal dan organ

viseral lain.

5. Fungsi saraf kranial

Page 14: PBL fix

Berbagai komponen saraf otak, fungsi, serta celah di cranium yang

dilewati oleh saraf-saraf tersebut untuk meninggalkan cavum crania

diringkas sebagai berikut:

Saraf-Saraf Kranial (Nervi Craniales)

No Nama Komponen Fungsi Tempat keluar di

otak

I Olfactorius Sensorik (SVA) Penghidu Celah-celah di

lamina cribrosa ossis

ethmoidalis

II Opticus Sensorik (SSA) Penglihatan Canalis opticus

III Oculomotorius Motorik (GSE,

GVE)

Mengangkat kelopak

mata atas,

menggerakkan bola

mata ke atas, bawah,

dan medial; konstriksi

pupil; akomodasi mata

Fissura orbitalis

superior

IV Trochlearis Motorik (GSE) Membantu

menggerakkan bola

mata ke bawah dan

lateral

Fissura orbitalis

superior

V Trigeminus

Divisi ophtalmicus Sensorik (GSA) Kornea, kulit dahi, kulit

kepala, kelopak mata,

dan hidung; juga

membran mukosa sinus

parasanal dan rongga

hidung

Fissura orbitalis

superior

Divisi maxillaris Sensorik (GSA) Kulit wajah di atas

maxilla; gigi geligi

rahang atas; membrane

mukosa hidung, sinus

dan lempeng maxilla

Foramen rotundum

Page 15: PBL fix

Divisi mandibularis Motorik (SVE)

Sensorik (GSA)

Otot-otot pengunyah,

M. mylohyoideus, m.

digastricus venter

anterior, m. tensor veli

palatini, dan m. tensor

tympanicum.

Kulit pipi; kulit di atas

mandibula dan sisi

kepala, gigi geligi

rahang bawah dan

articulation temporo

mandibularis;

membrane mukosa

mulut dan bagian

anterior lidah

Foramen ovale

VI Abducens Motorik (GSE) M. rectus lateralis

menggerakkan mata ke

lateral

Fissura orbitalis

superior

VII Facialis Motorik (SVE)

Sensorik (SVA)

Sekretomotorik

parasimpatis (GVE)

Otot-otot wajah dan

kulit kepala, m.

stapedius, m. digastricus

venter posterior, dan m.

stylohyoideus.

Pengecapan dari dua-

pertiga bagian anterior

lidah, dari dasar mulut

dan palatum.

Kelenjar ludah

submandibula dan

sublingual, kelenjar

lakrimalis, dan kelenjar

hidung dan palatum.

Meatus acusticus

interna, canalis

facialis, foramen

sylomastoideus

Page 16: PBL fix

VIII Vestibulocochlear

Vestibular Sensorik (SSA) Dari utriculus, sacculus,

dan canalis

semicircularis- posis

dan gerakan kepala

Meatus acusticus

internus

Cochlear Sensorik (SSA) Organ Corti-

pendengaran

Meatus acusticus

internus

IX Glossopharyngeus Motorik (SVE)

Sekretomotorik

parasimpatis (GVE)

Sensorik (GVA,

SVA, GSA)

M.stylopharingeus-

membantu menelan.

Kelenjar parotis.

Sensasi umum dan

pengecap dari dua

pertiga bagian posterior

lidah dan faring; sinus

carotis (baroreseptor);

corpus carotis

(kemoreseptor)

Foramen jugulare

X Vagus Motorik (GVE,

SVE)

Sensorik (GVA,

SVA, GSA)

Jantung dan pembuluh

darah besar di toraks;

laring, trakea, bronkus,

dan paru; traktus

alimentary dari faring ke

fleksura splenicus

kolon; hepar, ginjal, dan

pankreas

Foramen jugulare

XI Accessorius

Radix cranialis

Motorik (SVE) Otot-otot palatum molle

(kecuali m. tensor veli

palatini), faring (kecuali

m. stylopharyngeus),

dan laring (kecuali m.

Foramen jugulare

Page 17: PBL fix

cricothyroid) di cabang-

cabang n. vagus

Radiks spinalis Motorik (SVE) M.

sternocleidomastoideus

dan m. trapezius

Foramen jugulare

XII Hypoglossus Motorik (GSE) Otot-otot lidah (kecuali

m. palatoglossus)

mengatur bentuk dan

pergerakan lidah

Canalis hypoglossus

Keterangan: GSA: aferen somatik umum, SSA: aferen somatik khusus,

GVA: aferen viseral umum, SVA: aferen visceral khusus, GSE: eferen

somatik umum, GVE: eferen viseral umum, SVE: eferen viseral khusus.

( snell, 2007)

6. Jaras piramidalis

a. Tractus Corticospinal

Serabut tractus corticospinal berasal dari sel pyramidal di cortex

cerebri. Dua pertigaserabut ini berasal dari gyrus precentralis dan

sepertiga dari gyrus postcentralis. Serabutdesendens tersebut lalu

mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan melalui

crusposterius capsula interna. Pada medulla oblongata tractus

corticospinal nampak padapermukaan ventral yang disebut pyramids.

Pada bagian caudal medulla oblongata tersebut85% tractus

corticospinal menyilang ke sisi kontralateral pada decussatio

pyramidalissedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun

akhirnya akan tetap bersinaps padaneuron tingkat tiga pada sisi

kontralateral pada medulla spinalis. Tractus corticospinalisyang

menyilang pada ducassatio akan membentuk tractus corticospinal

lateral dan yangtidak menyilang akan membentuk tractus corticospinal

anterior (Snell, 2006).

Page 18: PBL fix

b. Tractus Corticobulbar

Serabut tractus corticobulbar mengalami perjalanan yang

hampir sama dengan tractuscorticospinal, namun tractus

corticobulbar bersinaps pada motor neuron nervus cranialisIII, IV,

V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Tractus coricobulbar menjalankan

fungsi kontrolvolunter otot skelet yang terdapat pada mata, dagu,

muka dan beberapa otot pada faringdan leher. Seperti halnya

dengan tractus corticospinal, tractus corticobulbar punmengalami

persilangan namun persilangannya terdapat pada tempat keluarnya

motorneuron tersebut. (Martini&Nath, 2009).

c. Medial Pathway

Medial Pathway (jalur medial) mempersarafi dan

mengendalikan tonus otot dan pergerakan kasar dari leher, dada

dan ekstremitas bagian proksimal. Upper motor neuron jalur

Page 19: PBL fix

medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus superior dan

formasio retikularis. (Martini&Nath, 2009).

Nukleus vestibularis menerima informasi dari N VIII dari

reseptor di vestibulumuntuk mengontrol posisi dan pergerakan

kepala. Tractus descendens yang berasal darinukleus tersebut ialah

tractus vestibulospinalis. Tujuan akhir dari sistem ini ialah

untuk menjaga postur tubuh dan keseimbangan. (Martini&Nath,

2009).

Colliculus superior menerima sensasi visual. Tractus

descendens yang berasal daricolliculus superior disebut tractus

tectospinal. Fungsi tractus ini ialah untuk mengaturrefleks gerakan

postural yang berkaitan dengan penglihatan (Snell, 2006).

Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut

saraf yang membentuk  jejaring (retikular). Jaring ini membentang

ke atas sepanjang susunan saraf pusat darimedulla spinalis sampai

cerebrum. Formatio reticularis menerima input dari hampir

semuaseluruh sistem sensorik dan memiliki serabut eferen yang

turun memengaruhi sel-sel saraf di semua tingkat susunan saraf

pusat. Akson motor neuron dari formatio retikularis turunmelalui

traktus retikulospinal tanpa menyilang ke sisi kontralateral. Fungsi

dari tractusreticulospinalis ini ialah untuk menghambat atar

memfasilitasi gerakan voluntar dankontrol simpatis dan

parasimpatis hipotalamus (Martini&Nath, 2009) (Snell, 2006).

Page 20: PBL fix

d. Lateral Pathway

Lateral Pathway (jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol

tonus otot dan presisipergerakan dari ekstremitas bagian distal.

Upper motor neuron dari jalur lateral ini terletak dalam nukleus

ruber (merah) yang terletak dalam mesencephalon. Akson motor

neurondari nukleus ruber ini turun melalui tractus rubrospinal.

Pada manusia tractus rubrospinalkecil dan hanya mencapai corda

spinalis bagian cervical. (Martini, 2006).

7. Pemeriksaan neurologi umum

a. Menguji tingkat kesadaran

1) Secara Kualitatif

a) ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar

sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan

sekelilingnya.

b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan

dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat

Page 21: PBL fix

pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur

lagi, mampu memberi jawaban verbal.

e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi

ada respon terhadap nyeri.

f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun

reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap

cahaya).

b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )

1) Menilai respon membuka mata (E)

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya

menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

2) Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang

) disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,

namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

3) Menilai respon motorik (M)

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat

diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh

menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas

dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

Page 22: PBL fix

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi

tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi

rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan

dalam simbol E…V…M… Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS

yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu

E1V1M1 Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :

(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) /

Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3)

c. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak

Adalah Peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, kaku kuduk, mual – muntah,

kejang

1) Pemeriksaan Kaku kuduk

2) Pemeriksaan Kernig

3) Pemeriksaan Brudzinsky

d. Pemeriksaan nervus cranialis

1) Nervus I, Olfaktorius (pembau)

2) Nervus II, Opticus (penglihatan)

3) Nervus III, Oculomotorius

4) Nervus IV, Trochlearis

5) Nervus V, Trigeminus

6) Nervus VI, Abducent

7) Nervus VII, Facialis

8) Nervus VIII, Auditorius/vestibulococlearis

9) Nervus IX, Glosopharingeal

10) Nervus X, Vagus

11) Nervus XI, Accessorius

12) Nervus XII, Hypoglosus

e. Memeriksa fungsi motorik

1) pengamatan

a) Gaya berjalan dan tingkah laku

Page 23: PBL fix

b) Simetri tubuh dan extermitas

c) Kelumpuhan badan dab anggota gerak

2) Gerakan volunter

Yang di periksa adalah pasien atas pemeriksa, misalnya

a) Mengangkat kedua tangan dan bahu

b) Fleksi dan extensi artikulus kubiti

c) Mengepal dan membuka jari tangan

d) Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul

e) Fleksi dan ekstansi artikulus genu

f) Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki

g) Gerakan jari-jari kaki

3) Palpasi

a) Pengukuran besar otot

b) Nyeri tekan

c) Kontraktur

d) Konsistensi (kekenyalan)

e) Konsistensi otot yang meningkat : meningitis, kelumpuhan

f) Konsitensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat

lesi, kelumpuhan akibat denerfasi otot

f. Memeriksa fungsi sensorik

Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan mata

1) Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang di

patahkan atau ujung kayu aplikator kapasdigoreskan pada beberapa area

kulit, Minta klien untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi tumpul

atau tajam.

2) Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan Dua tabung tes,

satu berisi air panas dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung

tersebut minta klien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.

3) Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas,

Beri sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang

permukaan kulit minta klien untuk bersuara jika merasakan sensasi

Page 24: PBL fix

4) Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang

sedang bergetar di bagian distal sendi interfalang darijari dan

sendiinterfalang dari ibu jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta

klien untuk bersuara pada saat dan tempat di rasakan vibrasi.

g. Memeriksa reflek kedalaman tendon

a. Reflek fisiologis

b. Reflek patologis

h. Siriraj sccore

( (2,5 xderajat kesadaran )+(2 xmuntah )+(2 xnyeri kepala )+(0,1 xtekanandarah diastolik )−(3 xtanda ateroma )−12 )

(Bahrudin,2009)

8. Diagnosis Banding dan alasan

a. Stroke Non Hemoroid

b. Stroke Hemoroid

c. Transient Ischemic Attack

Stroke mungkin didahului oleh serangan iskemik transien

(TIA) yang serupa dengan keadaan angina pada jantung. TIA

merupakan serangan defisit neurologik fokal yang mendadak dan

singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan

kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam

waktu kurang dari 24 jam (Price& Lorraine, 2005).

Tanda dan gejala umum TIA, yaitu:

1) Defisit neurologic fokal

Page 25: PBL fix

2) Sembuh sempurna

3) Biasanya berlangsung selama beberapa menit (atau kurang dari

24 jam)

Keadaan TIA merupakan suatu peringatan penting akan

kemungkinan datangnya stroke karena kejadian TIA ini mendahului

stroke trombotik pada 50-75% pasien yang terkena(Price& Lorraine,

2005).

Keadaan lain dengan gejala yang mirip TIA adalah Reversible

Ischaemic Neurologic Deficit (RIND). Istilah ini sudah jarang

digunakan, kadang disebut juga dengan istilah stroke ringan.

Perbedaannya dengan TIA adalah deficit neurologic berlangsung

selama lebih dari 24 jam (Price& Lorraine, 2005).

Transient Ischaemic Attack (TIA / Serangan Iskemik Transien)

sering disebut sebagai stroke ringan atau mini stroke dengan gejala

yang sama dengan yang terjadi pada stroke.

TIA terjadi ketika supply darah menuju ke otak terputus untuk

sementara.Hal ini biasanya disebabkan karena adanya blokade pada

pembuluh darah yang membawa oksigen menuju otak, baik karena

penyempitan maupun karena sumbatan yang berasal dari bagian lain

tubuh. Sebagai hasilnya, otak tidak mampu memberikan sinyal yang

tepat kepada tubuh dan akan mengalami gejala sementara dari stroke.

Hal-hal yang menjadi factor resiko utama terjadinya TIA adalah:

1) Kolesterol tinggi

2) Tekanan darah tinggi (hipertensi)

3) Merokok

4) Diabetes

5) Alkoholik

6) Penyakit yang akibatkan jendalan darah, misalnya atrial fibrilation

(heart flutter)

Pada saat dating ke dokter, tanda dan gejala yang dialami

bisa jadi sudah hilang dan penetapan TIA hanya didasari pada hasil

anamnesis yang dilakukan.

Page 26: PBL fix

Subclavian steal syndrome, suatu bentuk TIA adalah contoh

klasik obstruksi di arteri ekstrakranium yang mengganggu aliran

darah melalui system arteri vertebrobasilaris. Bila arteri subklavia

tersumbat di dekat pangkalnya, maka aliran darah menuju arteri

basilaris yang akan menuju sirkulus wilisi akan terganggu dan

perdarahan otak akan terganggu. Pada pemeriksaan fisik mungkin

dapat ditemui perbedaan amplitudo denyut dan tekanan darah

(>20mmHg) di antara kedua lengan. Diagnosis pasti dapat

ditegakkan dengan angiografi (Price& Lorraine, 2005).

Pemeriksaan yang dapat diperlukan yaitu:

1) CT scan atau MRI.

2) Pemeriksaan darah lengkap (termasuk di dalamnya profil lipid

serta pemeriksaan diabetes).

3) Pemeriksaan tekanan darah.

4) Scanning Doppler dari pembuluh darah di leher.

5) ECG untuk mengetes fungsi jantung.

d. Tumor Otak

Tumor otak dapat disebabkan oleh :

1) Herediter : seperti meningioma

2) Radiasi

3) Virus

4) Sisa-sisa embrional

5) Substansi karsinogenik

6) Trauma kepala (Mahar, 2000).

Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa :

a. Nyeri kepala hebat, biasanya pada pagi hari

b. Kejang

c. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : pandangan kabur,

mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, afasia.

d. Dapat pula dikenal dengan trias klasik berupa pupil edema,

muntah proyektil, nyeri kepala.

e. Perubahan kepribadian

Page 27: PBL fix

f. Gangguan memori

g. Penurunan kesadaran (Mahar, 2000).

Pemeriksaan neurologis tumor otak :

a. Pemeriksaan motorik : ditemukan kelemahan sendi, hiperekstensi.

b. Pemeriksaan visual : didapatkan pandangan kabur atau penurunan

fungsi penglihatan.

c. Pemeriksaan pendengaran : ditemukan tinitus, fungsi pendengaran

berkurang.

d. Pemeriksaan saraf cranial : kadang ditemukan kerusakan pada

nervus fascialis yang kemudian menyebabkan kelemahan otot

wajah (Reeves, 2001).

9. Interpretasi Info 3

e. Parese N. VII Kanan Tipe Sentral

Penjelasan anatomi N.VII

Korteks serebri akan memberi persarafan bilateral pada nucleus N. VII

yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya menberikan persarafan

kontralateral pada otot wajah bagian bawah. Sehingga pada lesi LMN

akan menimbulkan paralisis otot wajah ipsilateral bagian atas dan

bawah, sedangkan pada lesi LMN akan menimbulkan kelemahan otot

wajah sisi kontralateral. Sudut mulut sisi lumpuh akan tampak lebih

rendah. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka hanya sudut

mulut yang sehat saja yang akan terangkat.

f. Parese N. XII kanan tipe sentral

Yaitu nervus hipoglosus yang berjalan kontralateral sehingga ketika

yang terkena parese kanan tipe, kelemahan otot terjadi sebelah kanan

dan kemungkinan lesi sebelah kiri. Gambaran klinis ketika penderita

menjulurkan lidah, akan menceng ke arah yang lemah sehingga

akibatkan kesulitan mengucap kata.

g. Fungsi motorik

1) Gerak : ruang gerak ektremitas kanan terbatas ,sedangkan kiri

normal (bebas).

Page 28: PBL fix

2) Kekuatan:terjeadi kelemahan otot ekstremitas kanan dan normal

pada ektremitas kiri.

3) Reflek Fisiologi : Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah

perangsangan meluas, respon gerak reflektorik meningkat dari

keadaan normal, jadi pada kasus terdapat adanya hipereflek pada

ekstrimitas superior dan inferior dextra (Tim Blok NSS).

4) Reflak Patologis

5) Tonus kedua sisi ekstremitas superior dan inferior memiliki tonus

yang masih normal.

6) Trofi : kedua sisi ekstremitas superior dan inferior memiliki trofi

yang masih normal dikarenakan serangan termasuk akut sehingga

belum memberikan efek pada trofi otot.

10. Eliminasi diagnosis dan alasan

a. Tumor otak : Pengeliminasian diagnosis tumor otak :

1) Keluhan lumpuh yang dirasakan pasien datang secara mendadak,

sedangkan onset tumor otak memerlukan waktu yang lebih lama

oleh karena perkembangan sel tumornya, yang nanti dapat

menimbulkan manifestasi klinis.

2) Pasien tidak mengeluh kejang.

3) Pasien tidak mengeluh mual maupun muntah.

4) Pasien menyangkal adanya trauma kepala, karena trauma kepala

dapat menjadi salah satu etiologi dari tumor otak.

5) Pada pemeriksaan mata, didapatkan hasil pupil isokor dan diameter

2mm/2mm, yang artinya dalam keadaan normal dan tidak ada pupil

edema.

b. Stroke Hemoragik

pada stroke hemoragik terjadi peningkatan tekanan intracranial

sehingga cenderung menyebabkan sakit kepala dan mual muntah pada

penderita serta terjadi penurunan kesadaran. Cara yang paling akurat

untuk membedakan stroke hemoragik dengan non hemoragik adalah

dengan CT scan dan pungsi lumbal (Prigurna, 2009)

c. TIA

Page 29: PBL fix

TIA dimasukkan dalam jenis stroke non hemoragik sehingga

diagnosis TIA dihilangkan.

11. Alasan Monitoring GDS pada penderita stroke: sebagai faktor resiko

12. Penegakan diagnosis neurologis

Untuk mendiagnosis neurologis, harus berdasarkan 3 diagnosis, yaitu:

a. Diagnosis etiologi

b. Diagnosis klinis

c. Topis

Apabila diterapkan ke kasus, akan menjadi sebagai berikut:

a. Diagnosis etiologi : Stroke non Hemorragik

b. Diagnosis klinis : Parase nervus VII dextra tipe sentral

Parase nervus XII dextra tipe sentral

Hemiparase ekstrimitas dextra superior et inferior

c. Topis : Lesi capsula interna

Ganglion basalis (nukleus basalis) terletak di area subkorteks.

Secara khusus ganglia basalis penting dalam: (1) menghambat tonus otot

seluruh tubuh, (2) memilih dan mempertahankan aktivitas motorik yang

diinginkan dan menekan pola motorik yang tidak diinginkan, (3)

mengkoordinasi kontraksi-kontraksi menetap yang lambat. Secara umum

ganglia basalis berfungsi dalam inhibisi aktivitas motorik (Sherwood,

2006).

Pada aktivitas UMN (jaras koltikospinalis), apabila terdapat lesi

pada area subkorteks maka fungsi inhibisi akan terganggu sehingga akan

terjadi hiperrefleks. Sedangkan pada aktivitas LMN (jaras di perifer), lesi

tidak akan mempengaruhi fungsi inhibisi di ganglia basalis sehingga

manifestasi klinis yang terjadi pada pasien akan terjadi hiporefleks.

Pada pasien, hasil pemeriksaan fisik menunjukkan hiperefleks

sehingga disimpulkan bahwa lesi yang terjadi adalah lesi UMN.

Perbedaan lesi korteks dan subkorteks

Korteks Subkortex

Afasia

Astereogenesis

++

++

-

-

Page 30: PBL fix

2 point discrimination

terganggu

Kelumpuhan lengan dan

tungkai yang tidak sama

Gangguan sensibilitas

++

++

-

-

-

++

Pada pasien ditemukan kelumpuhan lengan dan tungkai yang sama

menunjukkan lesi berada pada daerah subkortex.

Area subkortex terdiri atas (Sherwood, 2011):

1) Thalamus : berfungsi menerima seluruh impuls sensorik

2) Hipothalamus : fungsional dalam aktivitas endokrin tubuh

3) Ganglia basalis : dilalui oleh serabut sensorik maupun motorik

pada area kapsula interna.

Pada kasus, manifestasi klinis yang dapat dilihat adalah pada aktivitas

motorik. Kemungkinan yang terjadi adalah terjadi iskemia/infark pada

kapsula interna hemisfer sinistra.

13. Larutan Asering adalah cairan isotonis untuk reussitasi dehidrasi berat.

Pada kasus strike juga dapat menjaga agar tetap hipotermi sehingga

mencegah edem cerebri.

14. Cilostazol 2x100 mg PO atau ASA 1x100 mg atau clopidogrel 1x75 mg

(antiplatelet) : kombinasi ketiganya meningkatkan efektifitas kerja

masing-masing dalam mencegah agregasi trombosit yang dapat akibatkan

aterotrombosis.

15. Semua tentang Stroke Non Hemoragik

a. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun,

tetapi jumlah stroke setiap tahunnya meningkat. Sampai dengan tahun

2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada

perempuan dengan usia > 18 tahun diantara orang kulit hitam dan

orang kulit putih paling banyak didominasi oleh orang berkulit hitam.

(Misbach dkk,2007)

Page 31: PBL fix

Berdasarkan survey ASNA di 28 RS seluruh Indonesia diperoleh

gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan

dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8% usia 45-64 tahun berjumlah

54,2% dan di atas 65 tahun 33,5%. Data-data ini dari ASNA stroke

collaborative study diperoleh angka kematian sebesar 24,5%. (Misbach

dkk,2007)

Di Indonesia, penyebab kematian utma pada semua umur adalah

stroke (15,4). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia

ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis

oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Prevalensi stroke

tertinggi di Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6

per 1000 penduduk) daj terendah di Papua (3,8 per 1000 penduduk)

(Depkes,2009).

b. Etiologi

Pada stroke iskemik penyumbatan biasanya terjadi di sepanjang jalur

arteri yang menuju ke otak. Misalnya, suatu ateroma (endapan lemak)

bisa terbentuk di dalam arteri karotis, sehingga menyebabkan

berkurangnya aliran darah. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta

percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang

berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya.

Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi

pada penderita kelainan katup jantung atau irama jantung.

(Air,E.L,2007)

Emboli lemak yang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk

dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan

akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Obat-obatan (misalnya

kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di

otak yang menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-

tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang

biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Hal ini terjadi jika

seseorang mengalami kehilangangan darah yang banyak karena cedera

Page 32: PBL fix

atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

(Air,E.L,2007)

c. Faktor resiko

Faktor risiko stroke dapat dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak

dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi, dan sangat dapat dimodifikasi.

1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

a. Hipertensi

b. Hiperlipidemia

c. Merokok

d. Diabetes mellitus

e. Arterial fibrillation

f. Kenaikan kadar kolesterol atau lemak darah

g. Kurangnya aktivitas fisik

h. Riwayat stroke

i. Peminum alcohol

j. Obesitas

k. Obat-obat kontrasepsi

l. Diet yang buruk

b) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

a) Usia

b) Ras, orang amerika keturunan afrika kulit hitam memiliki

angka yang lebih tinggi daripada orang kulit putih

c) Jenis Kelamin, pria lebih banyak daripada wanita (sebelum

menopause)

d) Faktor keturunan

c) Faktor yang sangat bisa dimodifikasi

a) Metabolic sindrom

b) Pemakaian alcohol

c) Drug abuse

d) Pemakaian obat-obat kontrasepsi

e) Gangguan pola tidur

f) Kenaikan hemocystein

Page 33: PBL fix

g) Kenaikan lipoprotein

(Goldstein, dkk, 2006)

d. Gejala Klinis

Gejala ini tergantung pada area otak yang mengalami ischemik (Baehr,

2010) :

1. Arteri serebri anterior

a. Gangguan BAK

b. Paresis dan hilangnya kemampuan sensoris tungkai kontra

lateral

2. Arteri serebri media (superior)

a. Hemiparesis kontra lateral wajah, lengan, tangan

b. Hemisensorik kontra lateral

c. Jika mengenai hemisfer dominan maka terjadi afasia broca

3. Arteri serebri media (inferior)

a. Homonimus hemianopia

b. Gangguan sensoris kontra lateral : agraphestesia dan

stereognosis

c. Gangguan visuospasial, anosognosia

d. Dressing apraxia, contructional apraxia

e. Afasia wernicke

4. Bifurcatio

a. Hemiparesis dan gangguan sensoris kontra lateral

b. Homonim hemianopsia

c. Jika terjadi di Hemisfer dominan maka akan terjadi afasia

global

5. Pangkal arteri serebri media

a. Paresis kontra lateral pada wajah, lengan, tungkai, tangan

b. Hemianestesi, defek lapang pandang

6. Arteri serebelli inferior

a. Ataksia ipsilateral

Page 34: PBL fix

b. Hilang sensai pada wajah ipsilateral dan ekstermitas

kontralateral

c. Vertigo, nistagmus, tuli

d. Paresis N VII dan sindroma Horner ipsilateral

e. Pemeriksaan penunjang

1) CT Scan kepala

Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan stroke

hemoragik dan non hemoragik. Pada stroke non hemoragik

stadium awal sampai 6 jam biasanya tidak tampak kelainan.

Setelah itu terdapat lesi hipodens (warna hitam) tetapi batas

belum tegas. Pada fase lanjut gambaran semakin hipodens

dengan batas semakin tegas.

2) Angiografi otak

Dengan menyuntikan suatu bahan yang tampak dalam

citra sinar x ke dalam arteri-arteri otak. Gambaran dapat

memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher.

Pemeriksaan ini digunakan untuk mencari penyempitan atau

perubahan patologis lain pada arteri dan vena.

3) EKG

Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua penderita

stroke akut. Biasanya terdapat perpanjangan interval QT pada

38% penderita stroke non hemoragik.

4) Kadar gula darah

Pemeriksaan ini penting karena diabetes mellitus

merupakan salah satu factor resiko utama stroke.

5) Profil lipid

LDL merupakan komponen utama kolesterol serum

yang menyebabkan peningkatan resiko atherosclerosis.

6) Darah lengkap

7) Ronsen Thorax

Pemeriksaan ini untuk menilai besar jantung, adanya

kalsifikasi katup jantung maupun edema paru (Bahrudin, 2009).

Page 35: PBL fix

8) Pungsi Lumbal

a) menunjukan adanya tekanan normal

b) tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah

menunjukan adanya pendarahan.

(Marilynn, 2000).

f. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan Fungsi Motorik

a) Ketangkasan gerak, pada penderita stroke akan terjadi

gangguan ketangkasan gerak.

b) Tenaga/ kekuatan otot. Derajat kekuatan motorik dapat dinilai

sebagai berikut :

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.

1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan

gerakan pada persendian yang harus digerakkan oleh otot

tersebut.

2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu

melawan gaya berat (gravitasi).

3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.

4 : Di samping dapat melawan gaya berat, dapat pula

mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.

5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).

c) Trofi/ ukuran otot : eutrofi/ atropi / hipertropi

d) Tonus otot : kekejangan, kekakuan, kelemahan

Reflek fisiologis

1. Refleks Biceps

Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada

tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada

sendi siku.

Respon : fleksi lengan pada sendi siku.

2. Refleks Triceps

Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi

pada sendi siku dan sedikit pronasi.

Page 36: PBL fix

Respon : ekstensi lengan bawah ada sendi siku.

3. Refleks Periostoradialis

Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi

lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi.

Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena

kontraksi m.brachiradialis.

4. Refleks Periostoulnaris

Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi

lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.

Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus

5. Refleks Patela

Cara : ketukan pada tendon patella.

Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep

femoris.

6. Refleks Achilles

Cara : ketukan pada tendon achilles.

Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius.

7. Refleks Klonus Lutut

Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal.

Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama

stimulus berlangsung.

8. Refleks Klonus Kaki

Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi

di sendi lutut.

Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus

berlangsung.

Reflek patologis

1. Refleks Babinsky

Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke

anterior.

Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki

lainnya.

Page 37: PBL fix

2. Refleks Chadock

Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar

maleolus lateralis dari posterior ke anterior.

Respon : seperti Babinsky.

3. Refleks Oppenheim

Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal.

Respon : seperti Babinsky.

4. Refleks Gordon

Cara : penekanan betis secara keras.

Respon : seperti Babinsky.

5. Refleks Schaefer

Cara : memencet tendon achilles secara keras.

Respon : seperti Babinsky.

6. Refleks Gonda

Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4.

Respon : seperti Babinsky.

7. Refleks Stransky

Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5.

Respon : seperti Babinsky.

8. Refleks Rossolimo

Cara : pengetukan pada telapak kaki.

Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal.

9. Refleks Mendel-Beckhterew

Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os. coboideum.

Respon : seperti Rossolimo.

10. Refleks Hoffman

Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien.

Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi.

11. Refleks Trommer

Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien.

Respon : seperti Hoffman.

12. Refleks Leri

Page 38: PBL fix

Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap

lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas.

Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.

13. Refleks Mayer

Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak

tangan.

Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari.

g. Patomekanisme

Mekanisme stroke (Price, 2005)

h. Tatalakasana

Prinsip penangan Stroke Non Hemoragik:

1) Menetapkan diagnosis iskemi dan etiologinya seceoat mungkin.

2) Menyadari suatu periode iskemi besifat reverisble, rencanakan

terapi atas dasar tersebut.

3) Pemberian terapi spesisfik sesuai patogenesis iskemi.

4) Mencari dan menangani keadaan-keadaan lain yang

memperberat iskemi.

Manajemen terhadap pasien SNH di rumah sakit (medika

mentosa)

1) Stabilisasi pasien dengan ABC

Page 39: PBL fix

a) Airway, hidung dan mulut, cegah lidah turun pake

gudel/mayo

b) Breathing. Tidak nafas pernafasan buatan dengan metode

lift chin dan open jaw

c) Circulation

2) Terapi umum (5B)

a) Breathing jagta jalan nafas bebas. Berikan O2 bila kadar O2

darah kurang

b) Brain. Atasi dan cegah :

Edema otak : mengantuk, bradikardi, dengan funduskopi,

berikan manitol.

Kejang diphenylhydantoin atau carbamazepin

c) Blood

Jaga tekanan darah adekuat. Pengobatan hipertensi yang

adekuat akan mengurangi tekanan perfusi menuju otak, hal

ini dapat menyebabkan memperburuknya iskemik. Kadar Hb

dan glukosa harus dijaga mcukup baik untuk metabolism

otak. Cegah infuse glukosa >> asidosis daerah infark

mempermudah edema.

Jaga elektrolit

Tekanan darah diturunkan bila mencapai lebih dari 180/100

mmHg pada stroke hemoragik,dan lebih dari 220/120 mmHg

pada sroke iskemik.

d) Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan

Obstipasi

Nutrisi harus cukup

e) Bladder

Jangan sampai terjadi retensio urun, berikan kateter

(Kwon & Sandercock, 2004).

Indikasi pasien SNH boleh pulang dari rumah sakit

a) Faktor resiko sudah dapat dikendalikan

Page 40: PBL fix

b) Tidak ada perburukan

c) Tidak ditemukan adanya komplikasi.

Terapi yang diberikan kepada pasien SNH rawat jalan/rawat di rumah?

Jawab:

Keluarga pasien sering mengira meminum obat yang diresepkan

oleh dokter sudah cukup menyelesaikan masalah dan melupakan bagian-

bagian penting dalam pemulihan stroke seperti fisioterapi, nutrisi, dan

kesehatan jiwa penderita stroke . fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin

baik oleh fisioterapis maupun keluarga dirumah sesering mungkin.

Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan dan

keluarga menganggap pasien tidak mau makan dan membiarkannya

sehingga pasien jatuh dalam kondisi gizi buruk bahkan dehidrasi yang

dapat mengganggu pemulihan, pasien-pasien ini dapat dibantu dengan

sonde di rumah sambil dilatih untuk dapat menelan. Pasien stroke karena

disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan, dukungan,serta

semangat dari keluarga akan sangat menolong pemulihan.

1) Bila penderita mengalami lumpuh sebelah:

a. Lakukan latihan gerak secara rutin, terutama bagian yang

lemah dengan 2 cara, yaitu:

1. Tekuk dan luruskan siku tangan yang lemah

2. Duduk tegak, tangan yang lemah diganjal bantal’

b. Latih penderita untuk mandiri melakukan kegiatan sehari-hari

(makan, minum, dll)

2) Bila pasien sulit menelan:

a. Duduk tegak lurus di kursi atau di tempat tidur saat makan

b. Gunakan sendok kecil

c. Letakkan makanan pada sisi yang sehat

d. Leher dan kepala agak ditekuk

e. Saat menelan, kepala menengok kearah sisi yang lemah

f. Minum dengan sendok, jangan minum dengan gelas langsung

atau sedotan

Page 41: PBL fix

3) Makananan yang dianjurkan untuk pasien stroke

a. Banyak makan ikan, tempe, sayur dan buah

b. Batasi konsumsi lemak, minyak goreng dan santan

c. Minum 8 gelas perhari (kecuali ada gangguan jantung dan

gagal ginjal)

d. Hilangkan lemak yang ada pada daging

e. Pilih susu rendah lemak

f. Batasi penggunaan garam

4) Jaga kebersihan mulut

5) Cegah terjadinya komplikasi radang paru:

a. Berhenti merokok

b. Ubah posisi tidur pasien (miring kanan, terlentang, miring kiri)

setiap 2 jam sekali

c. Seimbangkan antara duduk, berjalan dan berbaring

6) Bila penderita mempunyai kencing manis:

a. Pakailah sepatu dengan ukuran yang cocok dan hak sepatu

yang datar

b. Periksa kaki setiap hari, bila ada luka diobati sesegera mungkin

c. Kenakan alas kaki anti selip (alas karet) baik didalam maupun

diluar rumah

7) Bila pasien sulit bicara:

a. Gunakan kalimat langsung

b. Beri kesempatan pasien untuk berbicara

c. Gunakan alat bantu dalam berkomunikasi (berkomunikasi

dengan tulisan)

8) Minum obat dan periksa kesehatan secara teratur

9) Hindari kondisi stress

(Kwon & Sandercock, 2004).

i. Komplikasi

1) Trombosis vena dalam

2) Emboli paru

3) Disfagia

Page 42: PBL fix

4) Pneumonia

5) Infeksi traktus urinarius

6) Disfungsi urologis

7) Disfungsi seksual

8) Clinical depression

9) Stroke rekurens (Langhorne, et al., 2000).

j. Prognosis

Tergantung pada:

1) Tipe stroke

2) Seberapa luas jaringan otak yang terkena

3) Seberapa banyak fungsi tubuh yang terganggu

4) Seberapa cepat stroke tersebut ditindaklanjuti (Furie, et al., 2011).

Manifestasi klinis berupa gangguan gerak, berpikir dan bicara

biasanya dapat sembuh setelah beberapa minggu atau bulan. Pasien

stroke non-hemoragik memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi

daripada stroke hemoragik (Furie, et al., 2011). Selain beberapa point

tersebut, prognosis dari stroke juga tergantung dari tingkat keparahan

stroke, usia pasien, basal disability, jenis kelamin dan onset admission

interval (OAI). Tingkat keparahan stroke berhubungan dengan

imobilitas yang merupakan konsekuensi dari kerusakan neurologis.

Penambahan usia yang semakin tua serta OAI dengan interval pendek

telah diketahui sebagai faktor yang memperburuk prognosis stroke

(Paolucci, et al., 2003).

Page 43: PBL fix

III. KESIMPULAN

1. Diagnosis Klinis I : hemiparese dextra, parese NVII dextra sentral, parese N

XII dextra sentral

2. Diagnois Klinis II : Hipertensi

3. Diagnois Topik : Kpasula Interna sinistra

4. Diagnois Etiologi : Stroke Non Hemoragik

5. Diagnosis Banding: stroke hemoragik

6. Penatalaksanaan kasus ada 2 bagian : di IGD (suportif) dan Bangsal

7. Farmakoterapi : pemberian anti platelet, oksigenasi, cairan rahidrasi, obat

untuk kausa (hipertensi), dan neuroprotektan.

8. Non Farmakologi : rehiabilitatif fungsi gerak, tirah baring, pengendalian

faktor resiko.

Page 44: PBL fix

DAFTAR PUSTAKA

Air,E.L., and Kissela, B.M. 2007. Diabetes the Metabolic Syndrome and Ischemic Stroke: Epidemiolgoy and Possible Mechanisms. Diabetes Care.Bahrudin, Moch. 2009. Diagnosa Stroke. Staf Akademik Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang.Baehr, Mathias. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS : anatomi, fisiologi,

tanda, gejala. Edisi 4. Jakarta: EGCDepkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. JakartaFredirich;Nath, Judi. 2009. Fundamental of Anatomy and Physiology. Pearson

Education Inc.Furie, K.L., Kasner S.E., Adams R.J., et al. 2011. Guidelines for the prevention of

stroke in patients with stroke or transient ischemic attack: a guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. Vol. 42 : 227-76.

Goldstein, D.E., Little, R.R., Lorenz, R.A., Malone, J.I., Nathan, D., and Peterson, C.M. 2006. Iskandar, Japardi. 2004. Nervus Facialis. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.Kwon,S., Hatzema, A.G., Duncan, P.W., and Lai S.M. 2004. Disability Measures in Stroke. Stroke. 35:918-23.Langhorne, P., D.J. Stott, L. Robertson, et al. 2000. Medical Complications After

Stroke. Stroke. Vol. 31 : 1223-9.Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta.2001Mahar, M. 2000. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.Martini, Mardjono, M dkk, 2009. Neurologi Klinis Dasar. PT.Dian Rakyat, Jakarta.

Misbach, J. 2007. Pandangan umum mengenai stroke. Dalam : Rasyid, A., Soertidewi, L. (eds). Unit Stroke. Manajmen Stroke Secara Komphresif. pp. 1-9. Balai Penerbit Universitas Indonesia.Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana asuhan keperawatan edisi 3. Jakarta :

EGC.Martini, Frederic H., Nath, Judi L. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology

Eighth Edition. San Francisco: Pearson Education. Paolucci, Stefano, Gabriella Antonucci, Maria Grazia Grasso, et al. 2003.

Functional Outcome of Ischemic and Hemorrhagic Stroke Patients After Inpatient Rehabilitation. Stroke. Vol. 34 : 2861-5.

Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Reeves, C. J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba MedikaSherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta :

EGC.Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar. 2009. Jakarta : Dian RakyatSmeltzer C Suzanne. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC.Snell, Richard. 2010. Neuroanatomi Klinik Edisi 7. Jakarta:EGCSnell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 5.

Jakarta : EGC

Page 45: PBL fix

Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: EGC Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke? You Must Know Before You Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tim blok NSS, 2013. Buku Petunjuk Skill Lab. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Ilmu Kesehatan

.