penanganan kegawatan penyakit dekompresi pada penyelam
DESCRIPTION
anesTRANSCRIPT
PENANGANAN KEGAWATAN PENYAKIT DEKOMPRESI PADA PENYELAM
Andrew Lie*, Wahyu Hendarto**
ABSTRACT : Decompression illness is caused by intravascular or extravascular bubbles
that are formed as a result of reduction in environmental pressure (decompression). This
syndromes mostly occur in recreational divers and divers who does not follow instructions
from dive table. Manifestations range from itching and joint pain to neurological symptoms,
cardiac collapse, and death. First-aid treatment is 100% oxygen and definitive treatment is
recompression to increased pressure, breathing 100% oxygen.
Keywords: Decompression Illness, Hyperbaric Oxygen Therapy, Divers
ABSTRAK : Penyakit dekompresi disebabkan oleh gelembung-gelembung intravaskular
maupun ekstravaskular yang terbentuk akibat penurunan tekanan atmosfir . Sindrom ini
paling sering terjadi pada penyelam rekreasional maupun penyelam yang tidak mengikuti
tabel menyelam. Manifestasi yang timbul bervariasi, mulai dari nyeri persendian, gatal-gatal
sampai gejala neurologis, kolaps jantung, dan kematian. Pertolongan pertama adalah dengan
oksigen 100% dan terapi definitifnya dengan rekompresi pada tekanan tinggi sambil bernafas
dengan oksigen 100%.
Kata kunci: Penyakit Dekompresi, Terapi Oksigen Hiperbarik, Penyelam
PENDAHULUAN
Penyakit dekompresi (PDK; juga dikenal sebagai penyakit penyelam atau penyakit caisson)
merupakan sebuah kondisi yang diakibatkan saat gas terlarut di dalam tubuh berubah menjadi
gelembung-gelembung di dalam pembuluh darah ketika terjadi penurunan tekanan. PDK
paling sering menunjuk pada suatu tipe bahaya menyelam tapi dapat juga pada pada keadaan
depresurisasi lainnya seperti caisson working, terbang dengan pesawat terbang yang tidak
*Koasisten Anestesi FK Universitas Tarumanagara
** Dokter Spesialis Anestesiologi di BLU RSUD Kota Semarang
1
diatur tekanan kabinnya, dan penjelajahan menggunakan kendaraan khusus di angkasa.
Berhubung gelembung dapat terbentuk dimana saja dan dapat bermigrasi kemana
saja, PDK dapat menyebabkan berbagai gejala, dan bervariasi akibatnya mulai dari nyeri
sendi dan ruam, hingga paralisis dan kematian. Tingkat kekebalan tubuh seseorang juga dapat
berubah dari hari ke hari, dan orang yang berbeda pada kondisi yang sama dapat memiliki
respon tubuh yang berbeda atau malah tidak sama sekali. Klasifikasi jenis PDK berdasarkan
gejalanya terus berkembang sejak pertama kali ia telah dikenal, lebih dari 100 tahun yang
lalu.
Meskipun angka kejadian PDK jarang, tingkat keparahan kasus yang mungkin terjadi
membuatnya banyak diteliti dalam usaha menemukan cara untuk mencegahnya, dan
penyelam menggunakan tabel selam atau komputer selam untuk menentukan batas paparan
mereka terhadap tekanan dan kecepatan mereka naik ke permukaan dengan aman.
Penanganannya dengan terapi oksigen hiperbarik di dalam bilik rekompresi. Penanganan dini
akan memperbesar tingkat keberhasilan terapi dan pemulihan yang baik.1
A. DEFINISI
Penyakit dekompresi merupakan kondisi berbahaya dan mematikan yang disebabkan
oleh gelembung nitrogen yang terbentuk di dalam darah dan jaringan tubuh seorang
penyelam akibat naik ke permukaan terlalu cepat.2
2
Gambar 1. Diagram sebuah caisson terbuka yang diciptakan oleh Jules Triger pada tahun
1846.3
Gambar 2. Potongan melintang skematis sebuah pressurized caisson.3
3
Gambar 3. Grecian Bend.4
B. Epidemiologi
Frekuensi
Amerika Serikat
Resiko kejadian PDK tipe 2 adalah 2,28 kasus per 10.000 penyelaman. Angka kejadian pada
tipe 1 tidak diketahui karena banyak penyelam tidak mencari pertolongan medis. Resika PDK
meningkat pada penyelam dengan asma atau lepuh paru. Resiko PDK tipe 2 akan meningkat
2,5 x pada pasien dengan foramen oval paten. Kematian akibat PDK di pesawat militer
dilaporkan sebesar 0,0024/1 juta jam terbang. Sedangkan angka kejadian pada masyarakat
yang naik pesawat sekitar 35 kasus/tahun, dan kurang dari setengahnya yang signifikan.
Ras
Tidak ada perbedaan signifikan antar ras satu dengan lainnya.
Seks
Karena wanita memiliki persentase lemak tubuh yang lebih banyak, wanita beresiko lebih
tinggi terkena penyakit ini, namun belum ada data yang mendukung teori hipotesis ini.
Umur
4
Meskipun tidak ada korelasi langsung antara umur dengan frekuensi kejadian barotrauma,
kelompok umur yang paling sering terkena penyakit ini berkisar antara 21 – 40 tahun. Namun
demikian, terdapat korelasi langsung antara umur dengan efek residual barotrauma yang
mana meningkat secara signifikan setelah umur 50 tahun.5
C. Klasifikasi
PDK tipe 1 dapat terjadi bila gelembung udara terbentuk pada jaringan sekitar sendi
kerangka tubuh. Gejala biasanya berupa nyeri pada 1 atau beberapa sendi sisi unilateral.
Tempat yang paling sering terkena adalah lutus, siku dan bahu.
Penyakit dekompresi juga dapat bermanifestasi sebagai kelainan pada kulit. Gelembung
nitrogen dapat menyebabkan bintik-bintik, benjolan maupun ruam. Biasanya gejala pada kulit
menunjukkan adanya masalah pada daerah lain. Tanda khusus pada kulit yang
menggambarkan PDK serius adalah kutis marmorata, dimana terdapat belang berwarna gelap
yang dikelilingi area pucat di sekelilingnya pada kulit. Ini menandakan terbentuknya
gelembung udara yang cukup banyak di dalam tubuh.
Gambar 4. Cutis Marmorata in Decompression Sickness.6
5
Gambar 5. Cutis marmorata akibat Penyakit Dekompresi.7
Jika dibiarkan tanpa penanganan, PDK tipe 1 dapat menjadi tipe 2.
PDK tipe 2 menandakan terlibatnya sistem saraf pusat (SSP) dan / atau sistem kardio-
respirasi. Lebih dari setengah yang terdiagnosis dengan PDK akan masuk ke dalam tipe 2.
Gejala serebral timbul karena adanya gangguan pasokan darah pada bagian utama otak, di
antaranya kebingungan, fungsi mental yang menurun dan ketidaksadaran. Bila serebelum
terkena akan muncul tremor, kehilangan keseimbangan dan kurangnya fungsi koordinasi
(ataksia). Keseimbangan juga dapat terganggu bila terjadi cedera pada bagian vestibuler
telinga dalam. PDK spinal memiliki gejala nyeri punggung, parestese, paralisis dan hilangnya
kontrol sfingter perkemihan – hasilnya bisa inkontinensia maupun retensio urin.8
D. Patofisiologi
Pada cedera yang disebabkan oleh perubahan tekanan, berlaku hukum fisika Boyle dan
Henry.
Hukum Boyle menyatakan “Setiap gas dengan suhu yang konstan, memiliki volum
yang berbanding terbalik dengan tekanannya,” atau P1xV1 = P2xV2. Tekanan meningkat 1
atm untuk setiap 10 m kedalaman air laut. Ini artinya sebuah balon (atau paru) yang
mengandung gas dengan volum 1 m3 pada kedalaman 10 m dari permukaan laut, akan
memiliki volum 2 m3 di permukaan. Bila udara ini terperangkap, seperti yang terjadi bila
6
seseorang menahan nafasnya saat naik ke permukaan dengan cepat, ia akan mengembang
dengan hebatnya dan memberi tekanan pada dinding ruang yg ditempatinya (reverse
squeeze). Saat naik dengan cepat, insiden pnemotoraks dan pnemomediastinum, sinus
squeeze dan cedera telinga dalam dapat terjadi. Sinus squeeze terjadi dengan disfungsi tuba
eustachii, yang dapat menyebabkan perdarahan telinga dalam, robeknya membran labirin
atau fistula perilimfatik.
Hukum Henry menyatakan bahwa kelarutan gas dalam cairan berbanding lurus
dengan tekanan yang didapat gas dan cairan tersebut. Ketika nitrogen di dalam tangki udara
penyelam larut ke jaringan lemak atau cairan sinovial di kedalaman laut, nitrogen akan
dilepaskan dari jaringan-jaringan tersebut seraya dengan naiknya penyelam ke lingkungan
dengan tekanan yang lebih rendah. Hal ini terjadi perlahan dan bertahap bila penyelam juga
naik dengan perlahan dan bertahap, lalu nitrogen akan masuk ke sirkulasi menuju paru dan
keluar saat ekspirasi. Namun bila penyelam naik dengan cepat, nitrogen keluar dari jaringan
dengan cepat juga lalu terbentuklah gelembung-gelembung udara.
Bila gelembung sudah terbentuk, mereka dapat merusak jaringan dengan beberapa
cara. Pertama, mereka dapat menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan cedera iskemik.
Hal ini dapat sangat berbahaya bila mengenai area kritis seperti di otak. Lalu, gelembung
udara juga dapat membentuk semacam lapisan pada pembuluh darah yang mana akan
ditempeli oleh protein, terlepas dan memulai rangkaian inflamasi/proses pembekuan.
Rangkaian ini dapat menyebabkan kerusakan endotelial dan kerusakan permanen jaringan.
Gas jenis tertentu lebih larut dalam lemak. Misalnya nitrogen yang 5 kali lebih larut
dalam lemak dibanding dalam air. Kurang lebih 40 – 50% cedera serius Penyakit Dekompresi
melibatkan sistem saraf pusat. Wanita mungkin memiliki resiko lebih tinggi terkena PDK
karena mereka memiliki porsi lemak yang lebih banyak pada tubuhnya. PDK juga dapat
terjadi pada ketinggian tinggi. Orang yang menyelam di danau gunung atau naik pesawat
setelah menyelam memiliki peningkatan resiko.9
7
Gambar 6. Grafik komposisi udara.10
E. Tanda dan Gejala
Gejala PDK
Symptoms Frequency
local joint pain 89%
arm symptoms 70%
leg symptoms 30%
dizziness 5.3%
paralysis 2.3%
shortness of breath 1.6%
extreme fatigue 1.3%
collapse/unconsciousness 0.5%
Tabel 1. Symptoms by frequency.11
Tanda PDK
- Terdapat ruam kotor pada kulit
- Paralise, kelemahan otot 8
- Kesulitan berkemih
- Bingung, perubahan sikap, perilaku aneh
- Amnesia, tremor
- Sempoyongan
- Batuk berdarah dan berbusa
- Jatuh pingsan atau tidak sadarkan diri
Catatan: Tanda dan gejala biasanya muncul 15 menit – 12 jam setelah penyelam naik ke
permukaan; tapi pada kasus berat, gejala dapat timbul sebelum sampai ke permukaan atau
segera setelahnya. Terlambatnya onset ini jarang terjadi, tapi mungkin terutama bila
dilanjutkan dengan naik pesawat terbang.12
Tabel 2. Signs and symptoms of decompression sickness.13
DCS type Bubble locationSigns & symptoms (clinical
manifestations)
MusculoskeletalMostly large joints
(elbows, shoulders, hip, wrists, knees, ankles)
Localized deep pain, ranging from mild to excruciating. Sometimes a dull ache, but rarely a sharp pain.
Active and passive motion of the joint aggravates the pain.
The pain may be reduced by bending the joint to find a more comfortable position.
If caused by altitude, pain can occur immediately or up to many hours later.
Cutaneous Skin Itching, usually around the ears, face, neck, arms, and upper torso
9
Sensation of tiny insects crawling over the skin (formication)
Mottled or marbled skin usually around the shoulders, upper chest and abdomen, with itching
Swelling of the skin, accompanied by tiny scar-like skin depressions (pitting edema)
Neurologic Brain
Altered sensation, tingling or numbness paresthesia, increased sensitivity hyperesthesia
Confusion or memory loss (amnesia)
Visual abnormalities
Unexplained mood or behaviour changes
Seizures , unconsciousness
Neurologic Spinal cord
Ascending weakness or paralysis in the legs
Girdling abdominal or chest pain
Urinary incontinence and fecal incontinence
Constitutional Whole body
Headache
Unexplained fatigue
Generalised malaise, poorly localised aches
Audiovestibular Inner ear [10][a] Loss of balance
Dizziness , vertigo, nausea, vomiting
10
Hearing loss
Pulmonary Lungs
Dry persistent cough
Burning chest pain under the sternum, aggravated by breathing
Shortness of breath
F. Tatalaksana
Pertolongan Pertama untuk Penyakit Dekompresi
Pertolongan awal untuk penyakit dekompresi maupun embolisme gas arterial sama. Ingat :
Airways – Breathing – Circulation (Defibrillation)
Berikan oksigen 100% (dengan masker tight fitting).
Gambar 7. An example of a DAN O2 kit for divers.14
Baringkan penderita dan biarkan tetap dalam posisi horizontal. Hal ini untuk
mencegah berpindahnya gelembung-gelembung udara ke otak dan menyebabkan
perburukan kondisi pasien. Jika penyelam tidak sadarkan diri, buat penyelam dalam
posisi pemulihan
Berikan cairan intravena untuk rehidrasi sampai jumlah urin yang keluar 1-2 mL/jam.
Rehidrasi akan meningkatkan sirkulasi dan perfusi.
Buat pasien nyaman.
11
Lindungi pasien dari hipotermia. Tutup dengan selimut atau thermal shields.
Terapi gejala simtomatik pasien seperti mual, muntah, nyeri, dan sakit kepala.
Hubungi fasilitas hiperbarik terdekat untuk merujuk dan usahakan agar semua
perlengkapan menyelam pasien tetap pada pasien.
Pasien dengan tipe 1 atau tipe II PDK ringan dapat membaik dengan cepat dan
gejalanya hilang sama sekali. Namun perbaikan ini sebaiknya jangan menghalangi
dokter untuk merujuk ke fasilitas Terapi Oksigen Hiperbarik, karena bila sampai
terjadi relaps prognosisnya akan lebih buruk.14
Terapi Oksigen Hiperbarik (OHB)
Pasien dengan PDK ringan tipe 1 mungkin tidak memerlukan terapi selain oksigen
murni dengan tekanan permukaan laut dalam waktu yang singkat. Namun pasien jenis
ini memerlukan observasi ketat, karena gejala yang timbul mungkin pertanda awal
akan munculnya masalah yang lebih serius dan membutuhkan rekompresi hiperbarik.
Terdapat beberapa jenis bilik hiperbarik, mulai dari yang kecil (memuat 1 orang)
sampai yang dapat memuat beberapa penderita. Semua jenis bilik memiliki monitor
perawatan kritis dan ventilasi mekanik.
Konsep dasar terapi OHB adalah pertama-tama dengan mengkondisikan pasien
kembali pada tekanan dimana gelembung nitrogen atau udara kembali larut ke dalam
jaringan dan cairan tubuh. Kemudian dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi,
gradient difusi yang lebih tinggi tercipta. Pasien perlahan-lahan dikembalikan ke
tekanan atmosfir normal. Hal ini akan membuat udara dapat berdifusi secara perlahan
dari dalam tubuh. Tambahan helium memiliki keuntungan lebih.
Tabel terapi memberikan kombinasi waktu dan kedalaman yang tepat. Paling sering
digunakan table 6. Namun 38,5% kasus akan mengalami relaps, setengahnya dalam
24 jam. Oleh karena itu observasi dalam 24 jam setelah terapi OHB sangat
dianjurkan.
12
Penelitian baru-baru ini mendapati bahwa pendekatan secara liniar tanpa bertahap
dalam “membawa pasien ke tekanan atmosfir” lebih efektif dalam mengobati
penderita.
Dengan pengenalan dan penanganan dini, lebih dari 75% pasien akan membaik.
Meskipun dengan diagnosis dan penanganan yang terlambat, hasil positif tetap
didapatkan.
Penanganan segera juga sangat penting pada kasus EGA. Penderita dengan EGA yang
mendapat rekompresi dalam 5 menit memiliki angkat mortalitas hanya 5%. Namun
bila tertunda hingga 5 jam, angkat mortalitas mendekati 10%. Lebih dari 50%
penderita ini akan memiliki sekuele.15
G. Kesimpulan
Penyakit dekompresi merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan paling sering
mengenai penyelam, SCUBA maupun rekreasional. Gejalanya sangat variatif, mulai dari
yang ringan seperti nyeri pada persendian, ruam dan gatal-gatal pada kulit, sampai yang
dapat membahayakan jiwa misalnya kesulitan bernafas, kejang dan penurunan kesadaran.
Pengenalan dini dan penanganan yang tepat merupakan kunci untuk mencegah
terjadinya perburukan kondisi pasien maupun sekuele dari penyakit di kemudian hari,
terutama pada penyakit dekompresi tipe ke-2. Pertolongan pertamanya dengan penilaian
ABC, yaitu dengan menjaga patensi jalan nafas (airways), penanganan bila terdapat
gangguan pada pernafasan (breathing) maupun sirkulasi (sirkulasi) berupa resusitasi
jantung paru dan defibrilasi bila diperlukan, serta pemberian oksigen 100% dengan
masker tight fitting bila tersedia.
Setelah pasien stabil, segera rujuk penderita ke fasilitas terdekat untuk mendapatkan
terapi definitif penyakit ini, yaitu dengan pemberian oksigen hiperbarik (HBO therapy).
Kesulitan yang sering ditemukan dalam penanganan kasus ini antara lain terbatasnya
fasilitas kesehatan yang memiliki bilik oksigen hiperbarik, serta kurangnya sosialisasi
maupun aplikasi dive table 6 sebagai acuan untuk menyelam dengan aman di pulau-pulau
dengan mata pencaharian utama perikanan dan objek wisata menyelam.
Daftar Pustaka
13
1. “Decompression Sickness.” http://en.wikipedia.org/wiki/Decompression_sickness
(diakses tanggal 24 Agustus 2013)
2. The Free Dictionary by Farlex. “Decompression Sickness.” http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/decompression+sickness (diakses tanggal 27
Agustus 2013)
3. “Caisson (engineering).” http://en.wikipedia.org/wiki/Caisson_(engineering) (diakses
tanggal 27 Agustus 2013)
4. Michelle. “The Grecian Bends: Ladies’ Corsets and Henry’s Law.”
http://cultureofchemistry.fieldofscience.com/2008/04/grecian-bends-ladies-corsets-
and-henrys.html (diakses tanggal 24 Agustus 2013)
5. Pulley, S.A & Alcock, J. “Decompression Sickness.”
http://emedicine.medscape.com/article/769717-overview#a0199 (diakses tanggal 25
Agustus 2013)
6. “Decompression sickness.” http://www.lookfordiagnosis.com/mesh_info.php?
term=Decompression+Sickness&lang=1 (diakses tanggal 27 Agustus 2013)
7. “Decompression sickness.”
http://download.thelancet.com/images/journalimages/0140-6736/PIIS0140673610610
859.gr3.lrg.jpg (diakses tanggal 27 Agustus 2013)
8. Scottish Diving Medicine. “Decompression Illness.”
http://www.sdm.scot.nhs.uk/decompression_illness/index.htm (diakses tanggal 24
Agustus 2013)
9. Kaplan, J & Adler, J. “Barotrauma in Emergency Medicine”
http://emedicine.medscape.com/article/768618-overview#a0199 (diakses tanggal 25
Agustus 2013)
10. Scottish Diving Medicine. “Gas Laws & Physics.”
http://www.sdm.scot.nhs.uk/gas_laws/ (diakses tanggal 27 Agustus 2013)
14
11. “Decompression Sickness.” http://en.wikipedia.org/wiki/Decompression_sickness
(diakses tanggal 27 Agustus 2013)
12. Thalmann, E.D. “Decompression Illness: What Is It and What Is The Treatment?”
http://www.diversalertnetwork.org/medical/articles/Decompression_Illness_What_Is_
It_and_What_Is_The_Treatment (diakses tanggal 26 Agustus 2013)
13. “Decompression Sickness.” http://en.wikipedia.org/wiki/Decompression_sickness
(diakses tanggal 27 Agustus 2013)
14. NHS. “First Aid & Decompression Illness Treatment.”
http://www.londonhyperbaric.com/decompression-illness/first-aid-decompression-
illness-treatment (diakses tanggal 27 Agustus 2013)
15. Pulley, S.A & Alcock, J. “Decompression Sickness Treatment & Management.”
http://emedicine.medscape.com/article/769717-treatment#a11269 (diakses tanggal 27
Agustus 2013)
15