pendekatan rasional terapi cairan pada sepsis (1)

24
Pendekatan rasional terapi cairan pada sepsis Abstrak Resusitasi cairan agresif untuk mencapai tekanan vena sentral (central venous pressure—CVP) lebih besar dari 8 mm Hg telah disebut sebagai standar perawatan, dalam pengelolaan pasien dengan sepsis berat dan syok septik. Namun uji klinis terbaru menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak meningkatkan luaran pasien dengan sepsis berat dan syok septik. Secara patofisologis, sepsis ditandai dengan vasoplegia dengan hilangnya tonus arteri, venodilatasi dengan sekuesterasi darah dalam kompartemen darah tanpa stres dan perubahan fungsi ventrikel dengan pengurangan komplians dan pengurangan respon preload. Data tersebut menunjukkan bahwa sepsis bukan merupakan kondisi kurangnya volume dan bukti terbaru menunjukkan bahwa kebanyakan pasien septik kurang responsif terhadap cairan. Selanjutnya, hampir seluruh cairan yang diberikan menumpuk pada jaringan sehingga terjadi edema berat pada organ vital dan dengan demikian, meningkatkan risiko disfungsi organ. Data ini menunjukkan bahwa pedoman pendekatan konservatif secara fisiologi dan hemodinamik untuk terapi cairan pada pasien dengan sepsis diperlukan dan kemungkinan dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan luaran dari penyakit ini. Kata kunci: tekanan vena sentral; terapi cairan; edema paru; sepsis; syok septik Poin kunci dari editor • Penulis melakukan tinjauan secara rinci mengenai fisiologi hipo dan hiperkalemia, serta efek venodilatasi dan arteriodilatasi. • Penulis berpendapat bahwa pemberian cairan pada syok

Upload: rama-fadila

Post on 15-Jul-2016

35 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

TERAPI CAIRAN

TRANSCRIPT

Page 1: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

Pendekatan rasional terapi cairan pada sepsis

Abstrak

Resusitasi cairan agresif untuk mencapai tekanan vena sentral (central venous pressure

—CVP) lebih besar dari 8 mm Hg telah disebut sebagai standar perawatan, dalam

pengelolaan pasien dengan sepsis berat dan syok septik. Namun uji klinis terbaru

menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak meningkatkan luaran pasien dengan sepsis

berat dan syok septik. Secara patofisologis, sepsis ditandai dengan vasoplegia dengan

hilangnya tonus arteri, venodilatasi dengan sekuesterasi darah dalam kompartemen

darah tanpa stres dan perubahan fungsi ventrikel dengan pengurangan komplians dan

pengurangan respon preload. Data tersebut menunjukkan bahwa sepsis bukan

merupakan kondisi kurangnya volume dan bukti terbaru menunjukkan bahwa

kebanyakan pasien septik kurang responsif terhadap cairan. Selanjutnya, hampir seluruh

cairan yang diberikan menumpuk pada jaringan sehingga terjadi edema berat pada

organ vital dan dengan demikian, meningkatkan risiko disfungsi organ. Data ini

menunjukkan bahwa pedoman pendekatan konservatif secara fisiologi dan

hemodinamik untuk terapi cairan pada pasien dengan sepsis diperlukan dan

kemungkinan dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan luaran dari penyakit ini.

Kata kunci: tekanan vena sentral; terapi cairan; edema paru; sepsis; syok septik

Pada abad ke-19, pasien dengan kolera yang sekarat akibat syok hipovolemik

dilakukan venaseksi atau pengambilan darah.1 2 Tatalaksana ini dianggap sebagai

standar perawatan untuk gangguan ini. Pada Awal abad ke-21 pasien dengan syok

septik ditatalaksana dengan kristaloid dalam jumlah masif, mendekati 17 liter dalam 72

jam pertama perawatan.3 4 Pendekatan ini dianggap sebagai standar perawatan dan

Poin kunci dari editor

• Penulis melakukan tinjauan secara rinci mengenai fisiologi hipo dan hiperkalemia, serta efek venodilatasi dan arteriodilatasi.

• Penulis berpendapat bahwa pemberian cairan pada syok septik secara universal dan agresif dapat mendatangkan risiko yang cukup besar, dan panduan pendekatan konservatif hemodinamik dapat memberikan luaranl yang lebih baik.

• Penulis juga berpendapat bahwa terapi norepinefrin dini dapat meningkatkan luaran.

Page 2: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

didukung oleh Pedoman Internasional.5-7 Jelas, pendekatan terapi ini gagal untuk

mengatasi perubahan patofisiologi dari kedua gangguan dan tatalaksana yang diberikan

berbahaya. Kolera adalah penyakit yang berhubungan dengan penurunan volume yang

berat karena diare yang membutuhkan cairan pengganti intravena.1 2 Namun, sepsis

berat dan syok septik tidak terkait dengan kehilangan volume. Sepsis ditandai dengan

dilatasi arteri dan vena secara bersamaan dengan disfungsi mikrosirkulasi dan disfungsi

miokard, dan pasien septik menjadi kurang responsif terhadap pemberian cairan.

Namun demikian, resusitasi cairan agresif untuk mencapai central venous pressure

(CVP) lebih besar dari 8 mm Hg ('Early awal Directed Therapy'-EGDT), telah dianggap

sebagai standar perawatan dalam pengelolaan pasien dengan sepsis berat dan syok

septic.5-7 Namun, uji klinis multisenter terbaru ini (ProCESS, ARISE dan PROMISE)

dan meta-analisis dari EGDT telah menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak

meningkatkan LUARAN pasien dengan sepsis berat dan syok septik.8-11 Artikel ini

meninjau perubahan hemodinamik terkait dengan sepsis dan memberikan pendekatan

rasional untuk manajemen cairan pada gangguan yang kompleks ini.

Fisiologi kardiovaskular

Jumlah darah yang dipompa keluar jantung (cardiac output) setara dengan aliran

aliran balik vena (volume yang memasuki atrium kanan).12 Menurut Guyton, aliran balik

vena ditentukan oleh gradien tekanan antara vena perifer dan atrium kanan (CVP).13

Sistem vena secara teoritis dapat dibagi menjadi dua kompartemen, yaitu volume

dengan stres dan volume tanpa stres.14 Volume intravaskular yang mengisi sistem vena

ke titik di mana tekanan intravaskular mulai meningkat disebut sebagai volume tanpa

stres, sedangkan volume yang mengisi pembuluh darah dan menyebabkan tekanan

intravaskular meningkat disebut sebagai volume dengan stres. Mean circulatory filling

pressure (MCFP) dikonseptualisasikan sebagai tekanan yang melebarkan pembuluh

darah, ketika jantung berhenti (aliran nol) dan tekanan dari seluruh segmen sistem

peredaran darah setara.14 15 Sistem vena dengan stres merupakan kontributor utama

MCFP.14 15 MCFP pada manusia biasanya berada pada kisaran 8-l0 mmHg.14 15 MCFP

merupakan determinan utama dari aliran balik vena.

Sistem vena memiliki kapasitansi vaskular yang besar dan memiliki komplians

dimana peningkatan volume darah berkaitan dengan perubahan MCFP yang relatif

Page 3: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

kecil.14 Namun, karena efek perikardium dan sitoskeleton jantung, komplians diastolik

pada jantung normal (kedua ventrikel kiri dan kanan) berkurang seiring dengan volume

distensi meningkat; akibatnya, dengan volume resusitasi cairan yang besar, tekanan

pengisian jantung (terutama pada sisi kanan, yaitu CVP) meningkat lebih cepat

dibandingkan MCFP, mengurangi gradien untuk aliran balik vena. 16-18 Aliran darah

organ ditentukan oleh perbedaan antara tekanan arteri dan vena pada sirkulasi. Oleh

karena itu rerata tekanan arteri (mean arterial pressure—MAP) dikurangi CVP adalah

kekuatan pendorong untuk aliran darah organ. Maka dari itu CVP yang tinggi

menurunkan gradien aliran balik vena, sementara pada saat yang sama mengurangi

tekanan organ dan aliran darah. Tekanan vena memiliki efek yang jauh lebih besar pada

aliran mikrosirkulasi dibandingkan dengan MAP; asalkan MAP dalam kisaran

autoregulasi organ, CVP menjadi penentu utama aliran darah kapiler.19 20

Menurut prinsip Frank-Starling, jika volume diastolik akhir ventrikel kiri (Left

ventricular end diastolic pressure) (yaitu preload) meningkat, (stroke volume—SV)

ventrikel kiri juga meningkat sampai preload optimal dicapai, di mana titik SV masih

relatif konstan.21 preload optimal Hal ini terkait dengan tumpang tindih maksimal dari

miofibril actinmyosin. Pemberian cairan hanya akan meningkatkan SV jika dua kondisi

terpenuhi, yaitu: i) bolus cairan meningkatkan MCFP lebih dari bolus tersebut

meningkatkan CVP, sehingga meningkatkan gradien untuk aliran balik vena, dan ii)

kedua ventrikel berfungsi pada segmen naik dari kurva Frank-Starling.22 23

Endotel vaskular pada sisi luminal dilapisi oleh selaput dari glikoprotein terikat

membran dan proteoglikan yang dikenal sebagai glikokaliks endotelial.24-26 Glikokaliks

memainkan peran utama sebagai sawar vaskular, mencegah makromolekul bergerak

melewati endotel, mencegah leukosit dan agregasi platelet dan membatasi edema

jaringan. Glikokaliks endotel yang intak merupakan prasyarat berfungsinya sawar

vaskular.27 Peningkatan tekanan pengisian jantung setelah resusitasi cairan agresif

meningkatkan pelepasan peptida natriuretik 28 29 Peptida natriuretik membelah

proteoglikan terikat membran dan glikoprotein (terutama syndecan-1 dan asam

hialuronat) dari glikokaliks endotel.30-32 Kerusakan glikokaliks meningkatkan

permeabilitas endotel. Selain itu, peningkatan peptida natriuretik menghambat aktivitas

motorik propulsi limfe sehingga mengurangi drainase limfatik.33-35

Page 4: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

Disfungsi vaskular dengan sepsis

Syok septik secara umum adalah keadaan vasoplegik dengan dilatasi arteri dan

vena, sebagai akibat dari kegagalan otot polos pembuluh darah untuk konstriksi.36 Syok

vasoplegik diyakini disebabkan oleh peningkatan ekspresi sintetase nitrit oksida (NO),

aktivasi saluran KATP sehingga mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel otot,

peningkatan produksi peptida natriuretik (yang bertindak sinergis dengan NO) dan

defisiensi relatif vasopresin.36 Dilatasi arteri menyebabkan hipotensi sistemik. Namun,

yang lebih penting, venodilatasi berat terjadi pada bantalan vaskular splanknik dan

kutaneus sehingga meningkatkan volume darah tanpa stres, mengurangi aliran balik

vena dan cardiac output.14 15 Sekitar 70% dari volume darah berada dalam sistem vena,

perubahan pada volume vena memainkan peran utama dalam menentukan aliran balik

vena.15

Sepsis ditandai dengan peningkatan ekspresi dan aktivasi molekul adhesi endotel

dengan adhesi dan aktivasi trombosit, leukosit dan sel mononuklear dan aktivasi

kaskade koagulasi.37 Hal ini menyebabkan cedera endotel difus, trombosis

mikrovaskular, kesenjangan antar sel endotel (kebocoran paraselular) dan kebocoran

glikokaliks endotel.38 39 Kombinasi dari mekanisme ini berkontribusi terhadap

penurunan densitas kapiler fungsional, abnormalitas heterogen dalam aliran darah

mikrosirkulatorik dan peningkatan permeabilitas kapiler.40 41

Perubahan jantung pada sepsis

Depresi miokard pada pasien dengan syok septik pertama kali disebutkan pada

1984 oleh Parker dkk42 menggunakan radionuklida sineangiografi. Dalam serial 20

pasien, peneliti tersebut melaporkan kejadian disfungsi sistolik ventrikel kiri sebesar

50%. Dalam penelitian ini, fraksi ejeksi awal dan volume ventrikel normal pada pasien

tidak selamat dan indeks ini tidak berubah selama serial studi; terdapat kemungkinan

bahwa pasien ini memiliki disfungsi diastolik yang signifikan. Studi awal yang

mengevaluasi fungsi jantung pada sepsis fokus pada fungsi sistolik ventrikel kiri.

Namun, disfungsi diastolik ventrikel kiri muncul sebagai temuan umum pada pasien

dengan sepsis berat dan syok septik.43 Pengisian adekuat selama diastolik merupakan

komponen penting dari fungsi pompa ventrikel yang efektif. Disfungsi diastolik

Page 5: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

mengacu pada adanya distensibilitas diastolik ventrikel kiri yang abnormal, pengisian,

atau relaksasi, terlepas dari fraksi ejeksi ventrikel kiri. Disfungsi diastolik secara

predominan dua kali lebih umum dari disfungsi sistolik pada pasien dengan sepsis.43

Dalam studi terbesar sampai saat ini (n=262), Landesberg dkk44 melaporkan disfungsi

diastolik pada 54% dari pasien dengan sepsis, sementara 23% pasien mengalami

disfungsi sistolik. Brown dkk45 melakukan ekokardiogram serial pada 78 pasien dengan

sepsis berat atau syok septik. Dalam penelitian ini, sebanyak 62% pasien mengalami

disfungsi diastolik pada setidaknya satu ekokardiogram. Tidak seperti disfungsi sistolik

ventrikel kiri, disfungsi diastolik merupakan penanda prognostik yang penting pada

pasien dengan sepsis.43-45 Disfungsi diastolik mulai dikenal pada masyarakat, terutama

di antara pasien dengan hipertensi, diabetes, obesitas dan dengan bertambahnya umur.46-

48 Kondisi ini berkaitan dengan peningkatan risiko sepsis dan dapat meningkatkan

prevalensi dan keparahan disfungsi diastolik pada pasien dengan sepsis. Pasien dengan

disfungsi diastolik merespon loading cairan dengan sangat buruk.44 Hal ini ditunjukkan

dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh Ognibene dkk49 tahun 1988, yang

melaporkan peningkatan indeks stroke velume ventrikel kiri yang signifikan dan

peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri pada pasien dengan syok septik yang

mendapat fluid challenge. Pada pasien ini, loading cairan akan meningkatkan tekanan

pengisian jantung, meningkatkan tekanan hidrostatik vena dan pulmoner dengan

peningkatan pelepasan peptida natriuretik dengan peningkatan SV minimal (jika ada).

Selanjutnya, seperti yang diulas di atas, resusitasi cairan agresif dapat menyebabkan

disfungsi diastolik yang akan menambah disfungsi diastolik yang sudah ada dan/atau

disfungsi diastolik yang diinduksi sepsis.

Responsivitas cairan

Alasan yang diterima secara luas dibalik resusitasi pada sepsis adalah untuk

meningkatkan curah jantung dan perfusi organ, sehingga mengurangi disfungsi organ.

Logikanya, satu-satunya alasan untuk melakukan resusitasi cairan pada pasien

(memberikan bolus cairan) akan menyebabkan peningkatan SV yang signifikan secara

klinis. Pasien dengan SV meningkat 10-15% setelah fluid challenge (250-500 ml)

dianggap responsif cairan.50 Meskipun demikian, menurut prinsip Frank-Starling,

dengan meningkatnya preload, SV meningkat sampai preload optimal dicapai, di mana

Page 6: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

titik SV masih relatif konstan.50 Jika fluid challenge tidak meningkatkan SV, volume

loading tidak bermanfaat bagi pasien dan mungkin berbahaya. Efek samping fluid

challenge ketika seorang pasien berada pada bagian datar kurva Frank-Starling,

berkaitan dengan bentuk lengkung kurva volume ventrikel kiri, sebagai akibat dari

perubahan komplians diastolic pada volume pengisian yang lebih besar.16-18 Saatpasien

mencapai plateau kurva Frank-Starling, tekanan atrium meningkat, meningkatkan

tekanan hidrostatik pulmoner dan vena yang dikombinasikan dengan peningkatan

pelepasan peptida natriuretik, menyebabkan pergeseran cairan ke dalam ruang

interstitial, dengan peningkatan edema paru dan jaringan (lihat Gambar 1). Jaringan

edema mengganggu difusi oksigen dan metabolit, mendistorsi arsitektur jaringan,

menghambat aliran darah kapiler dan drainase limfatik, serta mengganggu interaksi

sel.52 53 Peningkatan tekanan atrium kanan (CVP) ditransmisikan mundur sehingga

meningkatkan tekanan vena pada organ vital, dengan efek berat pada aliran

mikrosirkulasi dan fungsi organn.19 Ginjal terutama dipengaruhi oleh peningkatan

tekanan vena, yang menyebabkan peningkatan tekanan subkapsular ginjal dan

berkurangnya aliran darah ginjal serta laju filtrasi glomerulus rate.52

Respon cairan dan efek hemodinamik cairan pada pasien dengan sepsis

Penelitian pada kelompok heterogen pasien dengan sakit kritis dan trauma yang

menjalani operasi telah menunjukkan bahwa hanya sekitar 50% dari pasien dengan

hemodinamik tidak stabil yang responsif cairan.50 54-56 Hal ini adalah konsep mendasar

yang kurang diperhatikan secara luas, 57 58 dan bertolakbelakang dengan gagasan

diterima secara luas bahwa pemberian cairan merupakan landasan resusitasi.5-7 59

Sebagai hasil dari efek sepsis pada kapasitansi vena dan fungsi miokard, kemungkinan

kurang dari 40% pasien hipotensi dengan sepsis berat atau syok septik responsif

cairan.60-62

Tujuan resusitasi cairan adalah untuk meningkatkan volume darah stres dan

MCFP lebih dari CVP, dan dengan demikian meningkatkan gradien tekanan untuk

aliran balik vena. Namun demikian, kemampuan kristaloid (cairan yang paling umum

digunakan untuk resusitasi pasien dengan sepsis) untuk memperluas volume

intravaskularssangat buruk. Chowdhury dkk63 melaporkan bahwa pada relawan sehat,

hanya 15% bolus kristaloid yang tetap pada ruang intravaskular dalam 3 jam, dengan

Page 7: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

50% dari volume yang diinfus berada pada kompartemen ekstraseluler ekstravaskuler.

Pada pasien dengan sepsis dan pada model eksperimental, kurang dari 5% bolus

kristaloid tetap pada intravaskular dalam satu jam setelah infus akhir.64 65 Oleh karena

itu, efek hemodinamik dari bolus cairan (pada pasien responsif cairan) berumur pendek,

dengan efek net pergeseran cairan ke kompartemen interstitial dengan edema jaringan.

Nunes dkk66 menunjukkan bahwa pada pasien responsif cairan, SV kembali pada

baseline 60 menit setelah bolus kristaloid. Glassford dkk67 melakukan tinjauan

sistematis yang meneliti respon hemodinamik dari bolus cairan pada pasien dengan

sepsis. Peneliti melaporkan bahwa mean arterial pressure (MAP) segera meningkat

sebesar 7,8 (3,8) mmHg segera setelah bolus cairan, MAP kembali ke baseline dalam

satu jam tanpa peningkatan output urin. Dalam analisis retrospektif dari ARDSnet Fluid

and Catheter Treatment Trial (FACTT),68 Lammi dkk62 meneliti efek fisiologis dari 569

bolus cairan (15 ml kg-1; 1025±243 ml) pada 127 pasien (mayoritas pasien sepsis),

secara acak terhadap kateter pulmoner lengan. Percibaan FACTT membutuhkan

penilaian ulang dari profil hemodinamik satu jam setelah bolus cairan, jika indikasi

bolus cairan adalah syok, sirkulasi tidak efektif, atau output urine rendah dan 4 h jika

indikasinya adalah pulmonary artery occlusion pressure (PAOP) rendah.68 Sebanya 58%

bolus cairan diberikan untuk syok atau output urine buruk/ sirkulasi ridak efektif,

dengan 42% bolus diberikan untuk PAOP rendah. Dalam penelitian ini, hanya 23% dari

pasien responsif cairan (peningkatan CI>15%). Terdapat peningkatan MAP kecil (78,3

16,4-80,4 16,5 mm Hg) sedangkan output urine tidak berubah dalam 1-4 jam setelah

bolus cairan.

Monge-Garcia dkk69 mengukur efek bolus cairan pada arterial load pada pasien

dengan syok septik. Dalam penelitian ini, 67% dari pasien responsif cairan, namun

MAP meningkat hanya pada 44% dari pasien ini (responden tekanan). Secara

keseluruhan terdapat penurunan yang signifikan dalam elastance arteri (Ea) efektif dan

resistensi vaskuler sistemik (systemic vascular resistance—SVR), efek ini yang paling

menonjol pada responden preload tanpa stres. Studi tambahan telah menunjukkan

penurunan SVR setelah resusitasi cairan pada pasien dengan sepsis.70 71 Hal ini

menunjukkan bahwa bolus cairan harus mempertimbangkan terapi vasodilator, pada

pasien dengan sepsis dan resusitasi cairan yang agresif karena potensi kondisi

hiperdinamik.

Page 8: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

Singkatnya, studi ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien dengan sepsis berat

dan syok septik tidak responsif cairan. Selain itu, perubahan hemodinamik pada pasien

responsive cairan adalah kecil, berumur pendek dan cenderung tidak signifikan secara

klinis. Namun, resusitasi cairan agresif kemungkinan akan memiliki konsekuensi

hemodinamik yang merugikan termasuk peningkatan tekanan pengisian jantung,

kerusakan pada glikokaliks endotel, vasodilatasi arteri dan edema jaringan. Akibatnya,

konsep resusitasi cairan agresif sebagai 'landasan resusitasi' pasien dengan sepsis berat

dan syok septik perlu dipertimbangkan ulang.5-7 59 Memang, terdapat kemungkinan

bahwa resusitasi cairan agresif meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien dengan

sepsis (lihat bagian bawah). Namun demikian, peoman Surviving Sepsis Campaign

terbaru, yang diterbitkan setelah publikasi ProCESS, ARISE dan PROMISE8-10

memberikan mandat pemberian kristaloid 30 ml kg-1 untuk hipotensi atau laktat ≥4

mmol Liter-1 dalam waktu 3 jam setelah masuk rumah sakit.72 Rekomendasi ini

problematik karena mayoritas pasien hipotensi dengan syok septik tidak responsif

cairan; Pendekatan ini cenderung mengarah pada tenggelam di air laut, dengan

peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien.73 Selanjutnya, seperti yang dibahas di

bawah ini, peningkatan laktat darah mungkin tidak berhubungan dengan metabolisme

anaerobik, atau pemberian oksigen yang inadekuat, dan upaya meningkatkan

pengiriman oksigen tidak meningkatkan konsumsi oksigen atau mengurangi konsentrasi

laktat. Pendekatan semacam itu telah terbukti meningkatkan risiko kematian pasien

sakit kritis.74

Data ini menunjukkan bahwa hanya pasien yang responsif cairan yang ditangani

dengan bolus cairan. Selanjutnya, responsivitas cairan pada pasien dan rasio

risiko/manfaat dari pemberian cairan harus ditentukan sebelum pemberian setiap bolus

cairan.75 Dikarenakan respon hemodinamik dari fluid challenge sangat singkat dan bolus

cairan yang besar (20-30 ml kg-1) berhubungan dengan overload cairan yang berat,

pendekatan bolus cairan mini (200-500 ml) untuk terapi cairan direkomendasikan.76

Manuver pengangkatan kaki pasif (passive leg raising manoeuvre—PLR) dan tes bolus

cairan ditambah dengan pemantauan SV real-time, saat ini adalah satu-satunya teknik

yang diterima dengan akurasi klinis, yang dapat digunakan untuk menentukan

responsivitas cairan.51 Karena kemudahan penggunaan, kesederhanaan, akurasi

diagnostik yang tinggi, keamanan dan waktu prosedur yang singkat (kurang dari 5 menit

Page 9: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

untuk melakukan prosedur) PLR adalah metode yang disukai untuk menilai respon

cairan oada departemen gawat darurat, bangsal rumah sakit, dan ICU.51 75 Manuver PLR

dilakukan dengan mengangkat kaki secara pasif dari posisi horisontal dan berhubungan

dengan perpindahan darah secara gravitasi (sekitar 300 ml) dari tungkai bawah dan

perut menuju kompartemen intratorakal.75 77 78 Manuver PLR memiliki keuntungan yaitu

efek reversal dengan mengembalikan tungkai kembali ke posisi horizontal.75 79 80 Oleh

karena itu, manuver PLR dianggap reversibel atau merupakan fluid challenge 'virtual' .

Kemampuan manuver PLR untuk bertindak sebagai uji terhadap responsivitas preload

telah dikonfirmasi dalam beberapa studi yang dilakukan pada pasien sakit kritis. Studi

meta analisis, yang mengumpulkan hasil dari delapan studi, menegaskan nilai PLR yang

sangat baik untuk memprediksi respon cairan pada pasien sakit kritis dengan area global

di bawah kurva ROC 0,95 (95% IK, 0,92-0,95).81 Dalam meta-analisis terbaru yang

mengevaluasi 21 penelitian, peneliti melaporkan ROC AUC sebesar 0,93-0,95 (Monnet

X, Marik P, Teboul JL; dikirimkan untuk publikasi). Karena efek hemodinamik

maksimal PLR terjadi dalam menit pertama setelah levasi kaki, 75 80 penting untuk

menilai efek ini dengan metode dapat melacak perubahan cardiac output atau SV secara

real-time. Penting untuk dicatat bahwa perubahan tekanan darah setelah PLR atau fluid

challenge merupakan panduan buruk untuk responsivitas cairan; SV dapat meningkat

tanpa perubahan signifikan dalam tekanan darah.70 Selanjutnya, tidak seperti teknik

untuk menentukan respon cairan berdasarkan interaksi jantung-paru, manuver PLR

dapat dilakukan dengan pernapasan spontan pasien, pasien dengan aritmia jantung dan

pasien yang mendapat ventilasi volume tidal rendah.75 51

Rontgen dada, CVP, saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) dan ultrasonografi,

termasuk indeks kolapsibilitas vena kava, memiliki nilai terbatas dalam memandu

manajemen cairan dan tidak boleh digunakan untuk tujuan ini.54 82-86 Selain itu, telah

tegak bahwa pemeriksaan fisik tidak dapat digunakan untuk memprediksi respon cairan

dan pemeriksaan fisik tidak dapat diandalkan untuk memperkirakan status volume

intravaskular.87 Oleh karena itu, Surviving Sepsis Campaign Guidelines yang sekarang

diamanatkan secara federal di Amerika Serikat (SEP-1 Early Management Bundle,

#0500 Severe Sepsis and Septic Shock: management Bundle) memerlukan pemeriksaan

khusus oleh praktisi independen dengan lisensi atau pengukuran CVP atau ScvO2, atau

USG kardiovaskular samping tempat tidur, untuk menilai status volume pasien dengan

Page 10: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

sepsis berat dan syok septik.88 Perlu dicatat bahwa area di bawah kurva ROC dari CVP

yang digunakan untuk memprediksi respon cairan adalah sekitar 0,5, yang dianggap

sebagai tes yang tidak bermanfaat.54 89 90 Selanjutnya, penting untuk menekankan bahwa

CVP normal adalah antara 0-2 mmHg; ini diperlukan untuk memastikan aliran balik

vena dan cardiac output yang memadai (seperti dibahas di atas). Selain itu, perubahan

CVP sebagai respon terhadap fluid challange masih banyak dipromosikan sebagai

metode untuk memandu terapi cairan,57 namun teknik ini tidak memiliki dasar fisiologis

dan tidak dapat memprediksi respon cairan dengan akurat.54 91 Selain itu, harus dicatat

bahwa dengan pengecualian pengukuran doppler pada perubahan dinamis kecepatan

puncak karotis,86 92 93 USG samping tempat tidur termasuk indeks distensibilitas vena

kava inferior tidak dapat secara akurat memprediksi responsivitas cairan. 51 82 85 86 Agak

mengherankan bahwa ScvO2 masih dianjurkan untuk memandu resusitasi pasien septik

yang sakit kritis dan digunakan sebagai indikator kualitas perawatan yang diberikan.72 88

Pemantauan ScvO2 pada pasien dengan sepsis tidak memiliki dasar ilmiah, seperti

pasien dengan sepsis biasanya memiliki ScvO2 normal atau meningkat,94 95 dan ScvO2

yang tinggi (ScvO2>90%) dibandingkan ScvO2 rendah telah terbukti menjadi prediktor

independen dari kematian.96 Tiga RCT besar (ProCESS, ARISE, dan PROMISE) telah

menunjukkan bahwa terapi titrasi untuk ScvO2>70% tidak meningkatkan luaran,8-10

melainkan meningkatkan risiko disfungsi organ, lama rawatan ICU, dan peningkatan

penggunaan sumber daya dan biaya.10 Pengamatan ini harus mengarahkan pada

kesimpulan bahwa studi EGDT original tidak valid secara ilmiah dan bahwa tidak ada

aspek studi yang harus digunakan untuk memandu pengelolaan pasien dengan sepsis

berat dan syok septic. 3 97 98

Selain menargetkan CVP yang lebih besar dari 8 mmHg, yang panduan e

Surviving Sepsis Campaign merekomendasikan 'menargetkan resusitasi untuk

menormalkan laktat pada pasien dengan kadar laktat tinggi sebagai penanda hipoperfusi

jaringan'.7 Rekomendasi ini didasarkan pada gagasan bahwa kadar laktat tinggi

merupakan konsekuensi dari hipoksia jaringan dan pengiriman oksigen yang tidak

memadai.95 Namun, pernyataan ini mungkin salah.99 Hotchkiss dan Karl100 dalam

tinjauan seminal yang diterbitkan lebih dari 20 tahun yang lalu, menunjukkan bahwa

hipoksia seluler dan kegagalan bioenergetik tidak terjadi pada sepsis. Sekarang telah

terbukti bahwa epinefrin dilepaskan sebagai bagian dari respon stres pada pasien dengan

Page 11: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

sepsis berat, menstimulasi aktivitas Na+ K+-ATPase. Peningkatan aktivitas Na+ K+-

ATPase menyebabkan peningkatan produksi laktat dalam kondisi teroksigenasi baik

dalam berbagai sel, termasuk eritrosit, otot polos pembuluh darah, neuron, glia, dan otot

skeletal.101 102 Sementara sepsis dianggap sebagai kondisi konsumsi oksigen

'hipermetabolik' dan pengeluaran energi yang besar dibandingkan dengan pada individu

normal, dengan pengurangan pengeluaran energi dan meningkatnya keparahan

sepsis.103-105 Oleh karena itu, tidak ada persyaratan bahwa pengiriman oksigen

meningkat dengan sepsis. Sebenarnya, peningkatan pengiriman oksigen pada pasien

dengan sepsis tidak meningkatkan konsumsi oksigen atau menurunkan konsentrasi

laktat. 106 107 Ambang pengiriman oksigen yang penting bagi manusia (baik septik dan

non septik) adalah sekitar 3,8 (1,5) ml min-1 kg-1 (270 ml min-1 pada pasien 70 kg).108

Nilai ini diterjemahkan dalam cardiac output sekitar 2 liter min-1; kemungkinan bahwa

pasien pra-terminal dengan syok septik akan memiliki curah jantung yang rendah.

Bukti yang mendukung efek buruk resusitasi cairan

Efek berbahaya dari resusitasi cairan agresif pada luaran sepsis didukung oleh

studi eksperimental dan akumulasi data dari berbagai percobaan klinis.109 110 Banyak

studi klinis menunjukkan hubungan independen antara keseimbangan cairan yang

semakin positif dengan peningkatan mortalitas pada pasien dengan sepsis.29 111-120 Data

yang paling menarik mengenai loading cairan pada sepsis berbahaya, berasal dari

penelitian ‘Fluid Expansion as Supportive Therapy (FEAST)’ yang dilakukan pada

3141 anak di sub-Sahara dengan sepsis berat.121 Dalam penelitian acak ini, loading

cairan agresif berkaitan dengan peningkatan risiko kematian yang signifikan. Setelah

percobaan Rivers’ Early Goal Directed Therapy,3 yang membentuk konsep dasar

resusitasi cairan agresif, sejumlah studi EGDT telah dipublikasikan.4 8-10 122 Sebuah

analisis dari studi ini menunjukkan penurunan angka kematian selama periode waktu ini

(lihat Gambar 2). Sementara seluruh studi ini menekankan penggunaan awal antibiotik

yang tepat, penurunan jumlah cairan yang diberikan dalam 72 jam pertama mencolok.

Selanjutnya, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3, terdapat korelasi yang sangat

kuat antara jumlah cairan yang diberikan (dalam 6 jam pertama) dan target CVP. Perlu

dicatat bahwa CVP pada kelompok biasa dari percobaan ARISE (The Australasian

Resuscitation in Sepsis Evaluation) dan ProMISe (Protocolised Management in Sepsis)

Page 12: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

lebih besar dari 10 mmHg, yang hampir identik dengan kelompok EGDT, dan dengan

jumlah cairan diberikan hampir sama pada kelompok biasa, seperti pada kelompok

EGDT aktif pada kedua studi.9 10 Dokter tampaknya didorong untuk memberikan cairan

ketika CVP kurang dari 8 mm Hg; satu-satunya solusi untuk masalah ini adalah untuk

menghentikan pengukuran CVP.

Strategi resusitasi cairan dengan panduan hemodinamik

Data ini sangat mendukung strategi resusitasi cairan dengan panduan

hemodinamik pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik. Selanjutnya, dari sudut

pandang evolusi, manusia telah berevolusi untuk mengatasi hipovolemia dan tidak

hipervolemia. Bolus cairan yang besar dapat melawan mekanisme homeostatis pada

pasien sakit kritis yang tidak stabil, sehingga meningkatkan risiko kematian.123 Pada

beberapa pasien, hipotensi dan takikardia teratasi dengan resusitasi cairan yang terbatas.

Sangat mungkin bahwa banyak dari pasien ini yang mengalami dehidrasi sebagai akibat

dari asupan per oral yang buruk dan keterlambatan dalam mencari pertolongan medis.

Namun, cairan saja tidak akan mengembalikan ketidakstabilan hemodinamik pasien

dengan sepsis yang lebih berat; pada pasien ini, cairan saja cenderung memperburuk

vasodilatasi syok dan meningkatkan kebocoran kapiler dan edema jaringan.

Berdasarkan data tersebut, resusitasi awal pasien dengan syok septik harus logis

mencakup paling banyak 500 ml bolus kristaloid (Ringer laktat), sampai paling

maksimum sekitar 20 ml kg-1.124 Idealnya, resusitasi cairan harus dipandu oleh

responsivitas terhadap cairan.50 51 Saline normal adalah larutan nonfisiologis yang harus

dihindari, kecuali pada pasien dengan cedera neurologis akut. Salin normal

menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik125-128; yang menurunkan aliran darah

ginjal63 sehingga meningkatkan risiko gagal ginjal.129 Pada pasien dengan sepsis,

penggunaan salin normal dibandingkan dengan larutan garam fisiologis, telah dikaitkan

dengan peningkatan risiko kematian.130 Demikian pula, larutan kanji sintesis

meningkatkan risiko gagal ginjal dan kematian pada pasien dengan sepsis dan harus

dihindari.131 132

Pasien sepsis dengan gangguan intra-abdominal, yang memerlukan intervensi

bedah emergensi, merupakan sub kelompok pasien yang mungkin memerlukan

resusitasi cairan lebih agresif. Namun, resusitasi cairan terlalu agresif kemungkinan

Page 13: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

akan mengakibatkan hipertensi intra abdominal, yang berhubungan dengan risiko tinggi

komplikasi dan kematian.133 134 Pada pasien ini pemantauan SV terus menerus adalah

penting dan persyaratan cairan yang dinerikan harus dipandu oleh tren SV dan respon

hemodinamik terhadap bolus cairan mini. Selain itu, , pemantauan tekanan intra

abdominal perioperatif diperlukan.133

Norepinefrin ini harus dimulai pada pasien yang tetap hipotensif (MAP <65

mmHg) meskipun telah diberikan strategi cairan inisial yang terbatas.124 135 Norepinefrin

meningkatkan tonus pembuluh arteri, meningkatkan tekanan darah, dan aliran darah

organ. Kapasitansi pembuluh vena jauh lebih sensitif terhadap stimulasi simpatis

daripada pembuluh arteri yang memiliki resistensi, sehingga dosis rendah α-1 agonis

menyebabkan konstriksi vena yang lebih besar dibandingkan dengan konstriksi

arteri.136 Pada pasien septik, α-1 agonis memobilisasi darah dari reservoir tanpa stres

pada sirkulasi splanknik dan kulit, sehingga meningkatkan aliran balik vena dan curah

jantung. Dalam model syok endotoksik pada babi, Datta dan Magder137 menunjukkan

bahwa norepinefrin meningkatkan MCFP, yang meningkatkan aliran balik vena.

Demikian pula pada pasien dengan syok septik, Persichini dkk138 menunjukkan bahwa

pengurangan dosis norepinefrin, menurunkan MCFP seiring dengan penurunan aliran

balik vena dan curah jantung. Dalam kelompok pasien dengan syok septik Kozieras

dkk139 menunjukkan bahwa norepinefrin meningkatkan indeks jantung, resistensi

vaskuler sistemik dan volume darah sentral (volume darah intratoraks, volume akhir

diastolik global), yang diukur dengan termodilusi transpulmoner. Dalam penelitian ini,

extra-vascular lung water (EVLW) tetap tidak berubah. Hamzaoui dkk140 menunjukkan

bahwa pemberian norepinefrin secara dini meningkat preload, cardiac output dan MAP

sebagian besar mengembalikan kelainan abnormalitas hemodinamik pada syok

vasodilatasi yang berat. Abid dkk141 menunjukkan bahwa penggunaan awal norepinefrin

pada pasien dengan syok septik merupakan prediktor kuat untuk bertahan hidup. Studi

ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan syok septik, penggunaan awal norepinefrin

mengembalikan volume darah dengan stres, meningkatkan MCFP, aliran balik vena dan

cardiac output. Peningkatan volume darah dengan stres adalah sebagai akibat dari

mobilisasi darah, dibandingkan efek volume expander dengan umur pendek. Oleh

karena itu, tidak seperti cairan, efek dari α-1 agonis pada aliran balik vena adalah baik

dan tidak terkait dengan edema jaringan. α-1 agonis tidak boleh digunakan pada pasien

Page 14: Pendekatan Rasional Terapi Cairan Pada Sepsis (1)

dengan syok hipovolemik (misalnya, kolera) yang sudah mengalami konstriksi vena;

dalam keadaan ini, α-1 agonis akan menyebabkan vasokonstriksi berat sehingga

merusak aliran darah organ. Namun, pada pasien septik dengan dilatasi vena dan arteri,

α-1 agonis meningkatkan aliran balik vena, meningkatkan stroke volume dan

meningkatkan tonus arteri sehingga meningkatkan aliran darah organ.142-144 Iskemik jari

dan ekstremitas serta lesi kulit iskemik sangat jarang dengan penggunaan

norepinefrin,145 terjadi biasanya dengan dosis tinggi dan ketika digunakan bersamaan

dengan vasopressin.146 147 Selanjutnya, disseminated intravascular coagulation (DIC)

yang tidak terkontrol memainkan kontribusi pada pasien.148 Peneliti tidak memerhatikan

adanya pasien yang dilaporkan dengan iskemia digital atau anggota tubuh terkait

dengan penggunaan norepinefrin dini. Dalam pengalaman peneliti, penggunaan awal

norepinefrin mengurangi dosis puncak dan dosis total vasopressor yang diberikan. Perlu

dicatat bahwa norepinefrin dapat dengan aman diberikan melalui kateter vena perifer,149

meniadakan kebutuhan untuk kateterisasi vena sentral emergensi, yang umumnya

dianggap sebagai hambatan untuk penggunaan awal norepinefrin. Dalam model sepsis

eksperimental, norepinefrin lebih baik dibandingkan epinefrin dan fenilefrin sebagai

terapi lini pertama dalam pemulihan stabilitas hemodinamik.150 151 Dopamin,

dibandingkan dengan norepinefrin dikaitkan dengan peningkatan risiko aritmia dan

kematian pada pasien dengan sepsis dan harus dihindari.152 -154

Kesimpulan

Ilmu sains dasar dan studi klinis mendukung konsep strategi restriksi resusitasi

cairan pada pasien dengan sepsis berat dan syok septic dengan panduan hemodinamik.

Resusitasi cairan inisial harus dibatasi dan dipandu oleh penilaian respon cairan.

Norepinefrin meningkatkan preload, resistensi pembuluh darah sistemik dan curah

jantung, dan penggunaannya pada pasien dengan hipotensi persisten dianjurkan sebagai

penanganan awal syok septic. Penilaian ekokardiografi samping tempat tidur lebih dini

terhadap fungsi jantung dianjurkan untuk memandu manajemen hemodinamik lebih

lanjut. Percobaan acak, terkontrol, dengan kekuatan adekuat sangat diperlukan untuk

mendemonstrasikan manfaat dari penggunaan awal norepinefrin dan strategi konservati

resusitasi cairan dengan panduan hemodinamik.