pendidikan-karakter-kewirausahaan-dan-daya-saing.pdf

17
1 PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN DAYA SAING BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER 1 Oleh Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.Pd., S.E., M.M. 2 Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung 1. Pendahuluan Perlu dipahami bersama bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas No. 20 Th 2003). Amanah dalam UU Sisdiknas tersebut menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya bertujuan mencerdaskan peserta didik akan tetapi juga bertujuan untuk membentuk peserta didik yang berkepribadian dan berakhlak mulia. Secara rinci Pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 Th 2003 menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pembangunan karakter merupakan amanah bangsa dan juga pendiri negara yang telah dimulai sejak bangsa kita merebut kemerdekaan dari penjajah. Amanah tersebut menunjukkan kepada kita bahwa karakter bangsa merupakan pilar yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Karakter bangsa merupakan persyaratan pokok untuk suatu negara dapat tetap berdiri secara kokoh dan disegani oleh negara atau bangsa lain. Suatu bangsa yang telah memiliki karakter yang kokoh menjadikan suatu bangsa tersebut tidak terombang-ambing oleh berbagai arus yang datang dari bangsa lain. Di sisi lain, dalam kehidupan sehari-hari kita selalu disuguhi dengan berbagai perilaku masyarakat yang tidak sejalan dengan karakter bangsa 1 Disampaikan pada sidang luar biasa Senat Universitas Lampung dalam Acara Dies Natalis ke 46 Universitas Lampung, tanggal 22 September 2011. 2 Dosen Pendidikan Ekonomi/Akuntansi, Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1, Gedongmeneng Bandar Lampung.

Upload: trishna-yoeniarti

Post on 16-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN DAYA SAING BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER1

    Oleh Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.Pd., S.E., M.M.2

    Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

    1. Pendahuluan Perlu dipahami bersama bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas No. 20 Th 2003). Amanah dalam UU Sisdiknas tersebut menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya bertujuan mencerdaskan peserta didik akan tetapi juga bertujuan untuk membentuk peserta didik yang berkepribadian dan berakhlak mulia. Secara rinci Pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 Th 2003 menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pembangunan karakter merupakan amanah bangsa dan juga pendiri negara yang telah dimulai sejak bangsa kita merebut kemerdekaan dari penjajah. Amanah tersebut menunjukkan kepada kita bahwa karakter bangsa merupakan pilar yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Karakter bangsa merupakan persyaratan pokok untuk suatu negara dapat tetap berdiri secara kokoh dan disegani oleh negara atau bangsa lain. Suatu bangsa yang telah memiliki karakter yang kokoh menjadikan suatu bangsa tersebut tidak terombang-ambing oleh berbagai arus yang datang dari bangsa lain. Di sisi lain, dalam kehidupan sehari-hari kita selalu disuguhi dengan berbagai perilaku masyarakat yang tidak sejalan dengan karakter bangsa

    1 Disampaikan pada sidang luar biasa Senat Universitas Lampung dalam Acara Dies Natalis ke 46UniversitasLampung,tanggal22September2011.

    2DosenPendidikanEkonomi/Akuntansi,JurusanPendidikanIPSFKIPUniversitasLampung,Jl.Prof.Dr.SumantriBrojonegoroNo.1,GedongmenengBandarLampung.

  • 2

    yang dijiwai oleh Pancasila dan Agama. Dalam kehidupan sehari-hari sangat sering terjadi adanya kekerasan, tawuran, etos kerja yang rendah, ketidak jujuran dalam segala lapisan, tingginya tingkat kecurigaan terhadap sesama, hilangnya rasa saling percaya, dan masih banyak lagi lainnya yang tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan Agama kita. Lickona dalam Sutawi, (2010) menyatakan bahwa ada 10 aspek degradasi moral yang melanda suatu negara yang merupakan tanda-tanda kehancuran suatu bangsa. Kesepuluh tanda tersebut (1) meningkatnya kekerasan pada remaja, (2) penggunaan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, (5) kaburnya batasan moral baik-buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, serta (10) adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama. Mengacu pada pernyataan Lickona tersebut dan apa yang terjadi pada masyarakat Indonesia, maka kita telah berada dalam degradasi moral meski dalam intensitas berbeda yang tentu saja akan membahayakan keberadaan bangsa kita. Menurut pengamatan penulis dari kesepuluh degradasi moral tersebut, yang memiliki intensitas sangat tinggi dan terjadi pada segala lapisan di Indonesia yaitu membudayanya ketidakjujuran dan adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama. Oleh karena itu, persoalan yang sangat serius bagi bangsa kita adalah tingginya intensitas ketidakjujuran dan adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama. Saat ini, kejujuran telah menjadi barang langka dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat pada umunya sedang berlomba-lomba menampilkan kecerdasannya dalam hal ketidakjujuran satu sama lain. Tingginya intensitas ketidakjujuran tersebut tentu akan berdampak pada tingginya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama. Berdasar pada kondisi tersebut sangat diperlukan adanya kestabilan dalam menjaga dan mempertahankan pembangunan karakter bangsa agar diperoleh hasil yang optimal. Dalam kondisi sebagaimana yang kita rasakan saat ini pendidikan karakter dalam segala lapisan menjadi sangat penting. Pendidikan karakter (tidak hanya disekolah/kampus) akan menjadi tumpuan utama bagi bangsa dan negara untuk terhindar dari kehancuran.

    2. Prinsip Pendidikan Karakter Pendidikan karakter yang sedang gencar dikembangkan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru. Para pendahulu kita telah mengingatkan sejak dini tentang arti pentingnya karakter (karakter bangsa). Namun demikian, karena kealpaan dan ketidakmampuan kita menjaga dan mempertahankan pembangunan karakter bangsa secara berkelanjutan mengakibatkan terjadinya degradasi moral. Mudah-mudahan munculnya kesadaran bahwa kita telah hampir kehilangan karakter membuahkan suatu

  • 3

    upaya mengembalikan karakter bangsa dengan hasil yang optimal. Adanya gerakan pendidikan karakter yang tiba-tiba dan belum lama maka sangat wajarlah apabila literatur yang membahas tentang pendidikan karakter tersebut. Hingga saat ini, bangsa kita atau pakar psikologi kita belum ada yang membuat rumusan tentang bagaimana prinsip penyelenggaraan pendidikan karakter yang efektif. Character Education Partnership (CEP), (2010) menyatakan bahwa terdapat sebelas prinsip pendidikan karakter yang dapat diimplementasikan secara efektif. Kesebelas prinsip pendidikan karakter yang efektif menurut CEP dapat dikemukakan sbb. 1) The school community promotes core ethical value and supportive

    performance values as the foundation of good character. 2) The school difines character comprehensively to include thinking, feeling,

    and behavior. 3) The school use a comprehensive, intentional, and proactive approach to

    characterdevelopment. 4) The school creat a caring community. 5) The school provides students with opportunities for moral action. 6) The school offers a meaningful and challenging academic curriculum that

    respects all learners, develops their character, and helps them to succeed.

    7) The school fosters students self-motivation 8) The school staff is an ethical learning community that shares

    responsibility for character education and adheres to the same core value that guide students.

    9) The school fosters shared leadership and long-range support of the character education initiative.

    10) The school engages families and community members as partners in the character-building effort.

    11) The school regularly assesse its culture and climate, the functioning of its staff as character educators, and the extent to which its students manifest good character.

    Berkaitan dengan implementasi sebelas prinsip pendidikan karakter yang efektif tersebut tentu saja perlu memperhatikan tingkat intensitas degradasi moral yang terjadi. Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh penulis yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa degradasi yang paling tinggi adalah membudayanya ketidakjujuran yang selanjutnya berdampak pada tingginya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama. Berdasarkan kondisi tersebut maka nilai kejujuran haruslah mendapatkan prioritas yang utama dan pertama. Adanya tingkat kejujuran yang tinggi dalam bermasyarakat dan bernegara akan memiliki dampak kebaikan dan kebenaran yang sangat luas dalam segala aspek. Gordon Allport menyatakan bahwa kejujuran merupakan mahkota tertinggi dari sistem

  • 4

    kepribadian individu. Oleh karena itu, mengacu pada pernyataan Allport tersebut sehebat apapun kepribadian seseorang apabila di dalamnya tidak ada kejujuran, maka dapat dinyatakan bahwa seseorang tersebut hidup tanpa mahkota. Sistem kepribadian individu yang tidak terdapat kejujuran di dalamnya bisa menjadi manusia yang berbahaya dan membahayakan. Davidson, Lickona, and Khmelkov, (1991) mengemukakan pendekatan secara komprehensif tentang pendidikan karakter yang disebut dengan The Comprehensive Approach To Character Education. Pendekatan pendidikan karakter tersebut memiliki dua belas poin pokok yang terdiri atas (1) Creating a Caring Classroom Community, (2) Character-based Discipline, (3) Creating A Democratic Classroom Environment, (4) Teaching Character Through the Curriculum, (5) Cooperative Learning, (6) Developing the Conscience of Craft, (7) Encouraging Ethical Reflection, (8) Teaching Conflict Resolution, (9) The Teacher As Caregiver, Model, and Mentor, (10) Fostering Caring Beyond the Classroom, (11) Parents and the Community As Partners In Character Education, dan (12) Creating a Positive Moral Culture in the School. Pendekatan komprehensif tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

  • 5

    Gambar 1. Dua belas poin pendekatan komprehensif pendidikan karakter

    (Davidson, Lickona, and Khmelkov, 1991)

    3. Pendidikan Karakter dan Pilar Pendidikan Sebagaimana kita pahami bersama bahwa pendidikan karakter merupakan langkah strategis untuk mengembalikan bangsa kita ke jalan yang seharusnya sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 45 dan juga UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Thomas Lickona dalam Suyanto, (2010) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action), tanpa ketiga aspek tersebut maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Sisi lain empat pilar pendidikan yang dicetuskan oleh UNESCO mencakup (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Proses pembelajaran akan memiliki efektivitas tinggi apabila menekankan pada pemberdayaan peserta didik, bukan sekedar memorisasi dan recall, bukan sekedar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi menenkankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayai (ethos) serta dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). Pembelajaran yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama (learning live together) (Depdiknas, 2001). Konsep learning to know menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai informator, organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator bagi siswanya, sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya (Trimo, 2008). Yusak (2003) mengatakan bahwa secara kreatif menguasai instrumen ilmu dan pemahaman yang terus berkembang, umum atau spesifik, sebagai sarana dan tujuan, dan memungkinkan terjadinya belajar sepanjang hayat. Dalam konsep learning to do menyiratkan bahwa siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Terkait dengan hal tersebut maka proses belajar-mengajar perlu didesain secara aplikatif agar keterlibatan peserta didik, baik fisik, mental dan emosionalnya dapat terakomodasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan (Trimo, 2008). Dalam pilar selanjutnya Trimo, (2008) menyatakan bahwa konsep learning to live together merupakan tanggapan nyata terhadap arus individualisme serta sektarianisme yang semakin menggejala dewasa ini. Fenomena ini bertalian erat dengan sikap egoisme yang mengarah pada chauvinisme pada peserta didik sehingga melunturkan rasa kebersamaan dan harga-menghargai. Memahami, menghormati dan bekerja dengan orang lain, mengakui ketergantungan, hak dan tanggungjawab timbal balik yang

  • mepeKomaKematermemeKedijtogPeluatogmepilbelivakpebe

    elibatkan perdamaian donsep learnampu meepercayaanasyarakat. rus berevemahami enguak keketerkaitan elaskan bagether merendidikan kar sekolah)gether. Keempengaruar lainnya

    erhasil dengve, maka pekan kencedendidikan derikut ini.

    Gambar 2

    artisipasi adan semanning to be, emiliki rasan merupak

    Pengembavolusi, mudan berhu

    kayaan tak empat pila

    ahwa pilar krupakan pilkarakter ya) akan lebihedua pilar (uhi kemam

    (learning tgan baik delaksanaan

    derung lebihdan pendid

    2. Keterka

    aktif warga, gat kerjasamerupakana percayaan modal angan danulai dengaubungan dternilai dalaar pendidikkedua teraklar yang sang telah dih lekat padlearning topuan yangto know da

    dalam melan pembelajah baik dan

    dikan karak

    itan empat k

    tujuan berama demi kn upaya pena diri (se

    utama ban pemenuhan pemahadengan oram diri (Trimkan dengakhir yaitu leaangat dekaikembangka

    da pilar lear be dan lea bersangkuan learningaksanakan aran learni optimal.

    kter dapat

    pilar pendikarakter

    rsama menebaikan bendidik untuelf confideagi siswa han manusaman diri rang lain. mo, 2008).an pendidiarning to be

    at dengan an (baik dirning to bearning to livutan ketikag to do). Klearning to

    ing to knowKeterkaitandiilustrasik

    dikan deng

    uju kerekatersama. k melatih sence) yanuntuk hidu

    sia seutuhsendiri, Sehingga

    kan karake dan learnpendidikani sekolah m

    e dan learnve together

    a melaksanKetika pemo be dan lew dan learnn antara emkan pada G

    gan pemben

    6

    tan sosial,

    siswa agar ng tinggi. up dalam nya yang kemudian

    a mampu

    kter dapat ning to live karakter.

    maupun di ing to live r) ini akan

    nakan dua mbelajaran earning to ning to do mpat pilar Gambar 2

    ntukan

  • 7

    Berdasarkan Gambar 2 di atas terlihat bahwa terdapat dua pilar yang akan memberi warna pada karakter warga belajar yang pada gilirannya akan membentuk atau mewarnai pada dua pilar lainnya. Keberhasilan pada learning to be dan learning to live together akan membentuk suatu karakter yang positif. Terbentuknya karakter positif dalam diri warga belajar pada gilirannya akan memicu optimalisasi dalam learning to know dan learning to do. Mendasarkan pada uraian di atas perlu diingat kembali bahwa pada usia anak-anak (sebelum anak memasuki perguruan tinggi) masih sangat labil dan mencari-cari figur yang akan ditiru oleh anak didik yang sesuai dengan kondisi diri masing-masing. Dalam kondisi sebagaimana dikemukakan, nampak bahwa karakter anak didik pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh bagaimana kondisi lingkungan yang ada (Sudarmanto, 2010). Untuk dapat memberikan kontribusi yang dapat membentuk karakter peserta didik sebagaimana yang diharapkan bersama, maka seluruh pendidik dan tenaga kependidikan harus menciptakan suasana lingkungan yang kondusif. Pendidik dan tenaga kependidikan harus memberi dan menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang mendukung harapan kita semua kepada peserta didik. Ingin kita bentuk seperti apa peserta didik, maka seperti keinginan kita itulah lingkungan harus dibentuk dan tidak dapat bertentangan (tolak belakang) dengan apa harapan kita. Dengan demikian, keberhasilan pada dunia pendidikan, khususnya keberhasilan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen salah satunya ditentukan oleh seberapa besar keteladanan yang diberikan oleh guru/dosen yang bersangkutan (Sudarmanto, 2010).

    4. Pendidikan Karakter dan Kewirausahaan Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Seseorang yang memiliki karakter selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya (Kemdiknas, 2010). Scarborough dan Zimmerer (1993) dalam Kemdiknas (2010), An entrepreneur is one who creates a new business in the face if risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessary resources to capitalze on those opportunities. Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Menurut Peter F. Drucker dalam

  • 8

    Wardoyo, (2010) Kewirausahaan diartikan sebagai suatu kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausaha merupakan orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang lain. Atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Berdasarkan pada pengertian-pengertian di atas, maka dalam kewirausaha-an terdapat ciri-ciri khusus yang tidak terdapat pada orang lain (bukan wirausaha). Beberapa ciri wirausaha yang berhasil dapat ditunjukkan berikut ini (Kasmir, 2007). 1) Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Hal ini berfungsi untuk menebak ke

    manalangkah dan arah yang dituju sehingga dapat diketahui langkah yang harus dilakukan oleh pengusaha tersebut.

    2) Inisiatif dan selalu proaktif. Ini merupakan ciri mendasar di mana pengusaha tidak hanya menunggu sesuatu terjadi, tetapi terlebih dahulu memulai dan mencari peluang sebagai pelopor dalam berbagai kegiatan.

    3) Berorientasi pada prestasi. Pengusaha yang sukses selalu mengejar prestasi yang lebih baik daripada prestasi sebelumnya. Mutu produk, pelayanan yang diberikan, serta kepuasan pelanggan menjadi perhatian utama. Setiap waktu segala aktifitas usaha yang dijalankan selalu dievaluasi dan harus lebih baik dibanding sebelumnya.

    4) Berani mengambil risiko. Hal ini merupakan sifat yang harus dimiliki seorang pengusaha kapanpun dan dimanapun, baik dalam bentuk uang maupun waktu.

    5) Kerja keras. Jam kerja pengusaha tidak terbatas pada waktu, di mana ada peluang di situ dia datang. Kadang-kadang seorang pengusaha sulit untuk mengatur waktu kerjanya. Benaknya selalu memikirkan kemajuan usahanya. Ide-ide baru selalu mendorongnya untuk bekerja kerjas merealisasikannya. Tidak ada kata sulit dan tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan.

    6) Bertanggungjawab terhadap segala aktifitas yang dijalankannya, baik sekarang maupun yang akan datang. Tanggungjawab seorang pengusaha tidak hanya pada segi material, tetapi juga moral kepada berbagai pihak.

    7) Komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan harus ditepati. Komitmen untuk melakukan sesuatu memang merupakan kewajiban untuk segera ditepati dana direalisasikan.

    8) Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun tidak. Hubungan baik yang perlu dlijalankan, antara lain kepada: para pelanggan, pemerintah, pemasok, serta masyarakat luas.

    Gooffrey G. Meredith, (1995) mengemukakan beberapa ciri dan watak kewirausahaan yang berupa; (a) percaya diri, (b) berorientasi tugas dan hasil, (c) pengambil risiko, (d) kepemimpinan, (e) keorisinilan, (f) berorientasi

  • 9

    ke masa depan, dan (g) jujur dan tekun. Thomas W. Zimmerer, (2005) telah mengidentifikasi beberapa karakteristik yang diperlukan untuk sukses dalam kewirausahaan, yaitu (1) memiliki rasa tanggungjawab (desire for responcibility), (2) lebih menyukai risiko yang moderat (preference for moderate risk), (3) percaya akan kemampuan dirinya untuk berhasil (confidence in their ability to succeed), (4) selalu menghendaki umpan balik dengan segera (desire for immediate feedback), (5) berorientasi masa depan (future orientation), (6) memiliki semangat kerja yang tinggi (high level of energy), (7) memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan (skill at organizing), dan (8) menilai kinerja atas dasar uang (value of achievement over money). Joseph Zins, et.al, (2001) dalam Suyanto, (2010) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman dalam Suyanto, (2010) tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Hasil-hasil penelitian di negara-negara maju (Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea) yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak dini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis. Setelah implementasi pengintegrasian pendidikan karakter dan pendidikan kewirausahaan ke dalam pembelajaran mampu meningkatkan sikap dan minat terhadap wirausaha (Sumardiningsih, dkk. 2010). Di sisi lain para penggiat pendidikan karakter mengemukakan sembilan pilar penting dalam pendidikan karakter. Kesembilan pilar penting pendidikan karakter tersebut berupa; (1) tanggung jawab (responsibility), (2) rasa hormat (respect), (3) keadilan (fairness), (4) keberanian (coiurage), (5) kejujuran (honesty), (6) kewarganegaraan (citizenship), (7) disiplin diri (self-dicipline), (8) peduli (caring), dan (9) ketekunan (perseverance) (Santoso, 2010). Suyanto, (2010) menyatakan bahwa terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu (1) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) kemandirian dan tanggungjawab; (3) kejujuran/amanah, diplomatis; (4) hormat dan santun; (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; (6) percaya diri dan pekerja

  • 10

    keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati, dan (9) karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Mendasarkan pada pilar pendidikan karakter baik yang dikemukakan oleh para penggiat pendidikan karakter maupun oleh Suyanto dan ciri-ciri dan watak wirausaha yang sukses sebagaimana disebutkan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat menunjang terhadap semangat kewirausahaan. Pilar-pilar dalam pendidikan karakter yang harus dilaksanakan sangat sejalan dengan ciri-ciri dan watak wirausaha yang sukses. Pilar-pilar pendidikan karakter sebagaimana dikemukakan di atas sangat identik dan satu jiwa dengan ciri dan watak wirausaha yang sukses. Beberapa pilar pendidikan karakter dan ciri-ciri atau watak wirausaha yang sukses secara ringkas dapat ditunjukkan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Beberapa ciri atau karakter yang dapat dipadankan antara pendidikan karakter dan watak wirausaha

    Pilar Pendidikan Karakter Ciri dan Watak Wirausaha

    1) Tanggung jawab (responsibility) 2) Rasa hormat (respect) 3) Keadilan (fairness) 4) Keberanian (coiurage) 5) Kejujuran (honesty) 6) Kewarganegaraan (citizenship) 7) Disiplin diri (self-dicipline) 8) Peduli (caring) 9) Ketekunan (perseverance)

    1) Percaya diri 2) Berorientasi tugas dan hasil 3) Pengambil risiko 4) Kepemimpinan 5) Keorisinilan 6) Berorientasi ke masa depan 7) Jujur dan tekun 8) Bertanggungjawab 9) Inisiatif dan proaktif

    Mendasarkan pada Tabel 1 di atas menunjukkan kepada kita apabila pendidikan karakter dilaksanakan secara terus menerus baik melalui pendidikan formal, informal, dan nonformal maka akan mampu menumbuhkembangkan semangat dan jiwa kewirausahaan. Suksesnya dalam pembentukan karakter peserta didik akan sangat berperan dalam pembentukan jiwa kewirausahaan. Dalam upaya pengembangan pendidikan karakter pada dasarnya sejalan dengan pengembangan semangat atau jiwa kewirausahaan. Pola pengembangan pendidikan karakter dan kaitannya dengan watak kewirausahaan dapat disajikan dalam bentuk matrik berikut ini.

  • 11

    Gambar 3. Matrik pendidikan karakter dalam kaitannya dengan jiwa

    kewirausahaan (Kemdiknas, 2010)

    5. Pendidikan Karakter dan Daya Saing Bangsa Daya saing menurut Michael Porter, (1990) merupakan produktivitas yang didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja. Menurut Michael Porter, (1990) ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi daya saing suatu bangsa yaitu (1) strategi, struktur, dan tingkat persaingan perusahaan, yaitu berkaitan dengan bagaimana unit-unit usaha dalam suatu negara terbentuk, diorganisasikan, dikelola, dan bagaimana tingkat persaingan dalam negeri; (2) sumber daya yang tersedia pada suatu negara, yaitui sumber daya manusia, bahan baku, pengetahuan, modal, dan infrastruktur; (3) permintaan domestik, yaitu bagaimana kondisi permintaan dalam negeri terhadap produk atau layanan industri di negara tersebut; dan (4) keberadaan industri terkait dan pendukung, yaitu bagaimana keberadaan industri pemasok (industri pendukung) dan kemampuannya bersaing secara internasional. Ketika perusahaan memiliki keunggulan kompetitif, maka industri-industri pendukungnya juga akan memiliki keunggulan kompetitif. Keempat faktor yang mempengaruhi daya saing suatu bangsa tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya. Menurut Porter, (1990) keterkaitan faktor-faktor yang berpengaruh pada daya saing suatu bangsa dapat ditunjukkan sbb.

    Intrapersonal

    Interpersonal

    RasaLogika

    OlahPikir/Fatonah

    Thinker/IQ

    (Cerdas,kreatif,terbuka,bervisi,

    orientasimasadepan,kritis,terbuka)

    OlahRaga/Amanah

    Doer/AQ

    (disiplin,kerjakeras,bertanggungjawab,bersih,gigih,sportif,kompetitif,ceria)

    OlahHati/Siddiq

    Billiever/SQ

    (jujur,iklas,religius,adil,berani

    mengambilrisiko,relaberkorban)

    OlahRasa/Karsa/EQ

    Tabligh/Networker

    (sukamembantu,peduli,demokratis,gotongroyong,kerjakeras,beretoskerja,mengutamakanOL)

  • 12

    Gambar 4. Keterkaitan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya saing bangsa (Modifikasi dari Porter, 1990)

    Berbicara tentang daya saing tentu saja yang diharapkan adalah daya saing yang memiliki keunggulan kompetitif tidak hanya sekedar daya saing. Keunggulan kompetitif dapat memiliki dua makna, pertama memenuhi kebutuhan diri sendiri (tidak tergantung kepada negara lain) dan kedua kampu berkompetisi dalam memenuhi kebutuhan negara dan bangsa lain. Keunggulan kompetitif pertama kita sebut sebagai KEMANDIRIAN, sedangkan keunggulan kompetitif kedua kita sebut sebagai KEMANDRAGUNAAN (Suprobo, 2010). Kemandirian sangat diperlukan dalam membangun daya saing bangsa. Suatu bangsa akan berdaya saing tinggi bila bangsa tersebut MANDIRI, baik secara ekonomi maupun budaya (Suprobo, 2010). Suatu bangsa pada dasarnya menganut budaya berdasarkan nilai-nilai anutan yang tidak terinfiltrasi oleh budayang asing yang negatif. Dengan demikian, KEMANDIRIAN suatu bangsa sangat membutuhkan keberanian anak bangsa dalam mempertahankan dan memperjuangkan kekuatan ekonomi dan budaya sendiri. Bila KEMANDIRIAN telah menjadi suatu karakter dan semangat bangsa yang independen dan memiliki keberanian, maka langkah berikutnya adalah menguatkan semangat kemandirian tersebut menjadi keunggulan kompetitif

    Strategi,Struktur,danTingkatPersainganPerusahaan

    SumberDayayangTersediapadaSuatu

    Negara

    PermintaanDomestik

    KeberadaanIndustriTerkaitdanPendukung

    Pemerintah

  • 13

    yang benar-benar riil, yaitu KEMANDRAGUNAAN, suatu keunggulan daya saing yang berbasis Intelectual Capital. Bila daya saing KEMANDIRIAN membutuhkan suatu pembangunan karakter anak bangsa, maka daya saing KEMANDRAGUNAAN membutuhkan pengembangan sistem pendidikan (selain sistem kesehatan dan distribusi pendapatan nasional) yang mampu menghasilkan anak bangsa berkualitas tinggi (Suprobo, 2010). Sebagaimana kita pahami bersama bahwa dalam dunia pendidikan, manusia merupakan pemeran utamanya, baik sebagai subyek maupun sebagai obyek. Di sisi lain dunia pendidikan selalu dituntut memiliki kemampuan menjawab berbagai persoalan yang sifatnya kekinian maupun antisipasi masa depan sebagai keniscayaan. Kondisi tersebut menunjukkan kepada kita bahwa dunia pendidikan merupakan bagian yang sangat kompleks dan menantang akan tetapi sangat disayangkan bangsa kita tidak serius dalam pengelolaannya. Kompleksitas dan tantangan yang dihadapi dunia pendidikan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Kenyataan tersebut menuntut kita semua untuk bersama-sama dan terus-menerus berupaya dengan sungguh-sungguh menangani dunia pendidikan demi kemuliaan manusia, negara, dan bangsa. Nuh, (2011) dalam sambutan pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2011 menyatakan bahwa kita juga memahami dan menyadari tentang tantangan global dan internal yang sedang dihadapi, yang mengharuskan kita semua untuk lebih memperkuat jati diri, identitas dan karakter sebagai bangsa Indonesia. Lebih lanjut Nuh, (2011) menyatakan bahwa untuk dapat memperkuat jati diri bangsa Indonesia maka pendidikan berbasis karakter dengan segala dimensi dan variasinya menjadi penting dan mutlak. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya karakter berbasis kemuliaan diri semata, akan tetapi secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya kesantunan, tetapi secara bersamaan kita bangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi (Nuh, 2011). Apabila kita tengok sejenak tentang apa yang disampaikan Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) tentang acuan operasional penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) didasarkan pada 12 poin yang salah satunya berupa persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Dasar persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan menyiratkan bahwa pendidikan harus diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan sebagai landasan penting bagi upaya menjaga persatuan dan kesatuan. Sumber-sumber nilai penyelenggaraan pendidikan karakter yang mampu meningkatkan daya saing bangsa berupa agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter terdapat tiga fungsi pokok yang dapat dilaksanakan secara simultan, yaitu (1) fungsi penyaring terhadap budaya-budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, (2) fungsi perbaikan yaitu memperkuat peran pendidikan nasional untuk bertanggungjawab

  • 14

    mengembangkan potensi peserta didik menjadi lebih bermartabat, dan (3) fungsi pengembangan terhadap potensi peserta didik untuk menjadi sikap dan perilaku yang baik sebagai sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa. Pendidikan karakter sebagaimana diungkapkan di atas (memunculkan tiga fungsi pokok) yang dapat mendongkrak daya saing bangsa Indonesia. Pendidikan karakter yang tidak bersumber pada agama, nilai-nilai luhur Pancasila, budaya bangsa, dan tujuan pendidikan nasional serta tidak dapat memunculkan fungsi penyaringan, perbaikan, dan pengembangan maka tidak akan mampu meningkatkan daya saing bangsa. Pendidikan karakter yang bersumber pada agama, nilai-nilai luhur Pancasila, budaya bangsa, dan tujuan pendidikan nasional serta mampu memunculkan fungsi penyaringan, perbaikan, dan pengembangan maka akan mampu menciptakan jati diri bangsa yang sejati. Kuatnya jati diri bangsa inilah yang mampu meningkatkan daya saing bangsa.

    6. Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas menunjukkan bahwa keunggulan bangsa akan menjadi puncak dari segala usaha dalam mencapai tujuan bangsa. Keunggulan menjadi aspek paling penting karena setiap bangsa ingin memenangkan persaingan untuk menjadi pemenang. Tidak salah lagi bahwa suatu bangsa dalam mencapai tujuannya selalu melalui pendayagunaan kompetensi orang-orangnya dan nilai unggul suatu bangsa dibentuk melalui keunikan dalam budayanya. Kompetensi sumber daya manusia yang unggul dan keunikan budaya bangsa merupakan jiwa dan watak kewirausahaan. Oleh karena itu, daya saing bangsa atau keunggulan kompetitif bangsa akan dapat terujud apabila mayoritas penduduknya telah memiliki dan mengaplikasikan jiwa dan watak kewirausahaan. Di sisi lain, untuk menumbuhkembangkan jiwa dan watak kewirausahaan dapat dilakukan melalui pendidikan karakter. Pelaksanaan sembilan pilar pendidikan karakter pada gilirannya akan membentuk jati diri bangsa yang sejati, yaitu jati diri yang sesuai dengan agama, nilai-nilai luhur Pancasila, budaya bangsa, dan tujuan pendidikan nasional. Jati diri yang sejati inilah merupakan daya saing bangsa atau keunggulan kompetitif yang tidak tertandingi. Sebagai akhir dari pembahasan ini, perlu disampaikan bahwa pembentukan karakter bangsa akan lebih efektif dengan model keteladanan. Kunci untuk dapat memberikan keteladanan kepada peserta didik, dapat dikemukakan beberapa ajakan sebagai berikut. 1) Apabila kamu menghendaki orang-orang berbuat sesuatu kepadamu,

    maka berbuatlah seperti yang kamu kehendaki kepada mereka. 2) Kita tidak pernah mengetahui seberapa besar cinta guru/dosen kepada

    kita sampai kita sendiri menjadi guru/dosen.

  • 15

    3) Guru/dosen yang belum pernah dimusuhi oleh murid/mahasiswanya, menunjukkan dirinya belum pernah menjadi guru/dosen yang sesungguhnya.

    4) Janganlah mencoba membuat murid/mahasiswa Anda menjadi seperti Anda, cukuplah Anda satu saja (Degeng).

    DAFTAR BACAAN

    Baptiste, Tracey. 2009. Character Education: Overcoming Prejudice. United States: Chelsea House Publishers.

    Character Education Partnership. 2010. Eleven Principles of Effective Character Education. A framework for School Success. United States of America: Character Education Partnership.

    Clark, Kate Stevenson. 2009. Character Education: Handling Peer Pressure. United States: Chelsea House Publishers.

    Davidson, Lickona, and Khmelkov. 1991. A 12-Point Comprehensive Approach to Character Education. (Online). http://www.cortland.edu/character/ 12pts.asp, diakses 6 September 2011).

    Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 1 Konsep dan Pelaksanaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemern Pendidikan Nasional.

    Drucker, Peter F. 1985. Innovation and Entrepreneurship: Practice and Principles. William Heinemann Ltd.

    Kasmir. 2007. Kewirausahaan. Jakarta: PT RajaGrafindo Perkasa.

    Kementerian Pendidikan Nasional RI. 2010. Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa. (Online). (www.isi-dps.ac.id/download/ grand-design-pend-karakter.ppt, diakses 6 September 2011).

    Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan NilAI-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

    Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

  • 16

    Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

    Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

    Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Konsep Dasar Kewirausahaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Informal dan Nonformal.

    Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Panduan Pelatihan Kewirausahaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Informal dan Nonformal.

    King, Martin Luther. 2002. Character Education Informational Handbook and Guide. For Support and Implementation of the Student Citizen Act of 2001 (Character and Civic Education). Public Schools of North Carolina.

    Murphy, Alexa Gordon. Character Education Dealing With Bullying. New York: Sweet Home Central School District.

    Nuh, Muhammad. 2011. Sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 Senin, 2 Mei 2011. (Online). (http://www.kemdiknas.go.id/media/424570/Sambutan %20Hardiknas%202011-final.pdf, diakses 6 September 2011).

    Pranutianingrum, Agil dan Hariyati, Yani. 2011. Optimalisasi Pendidikan Karakter Di SMK Negeri 1 Ngawi sebagai Sarana Persiapan Nyata Menghadapi Persaingan Global. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI. Ngawi.

    Santoso. Pendidikan Karakter Wirausaha dalam Program Pendidikan Nonformal. (Online). (http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/pendidikan-karakter-wirausaha.html, diakses 6 September 2011).

    Sudarmanto, R. Gunawan. 2010. Pentingnya Keteladanan Seorang Guru Dalam Membentuk Karakter Anak Didik. (Online). (http://www.staff. Unila.ac.id/radengunawan, diakses 15 September 2011).

    Sumardiningsih, Sri; Mulyani, Endang; dan Supardi. 2010. Pengembangan Model Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dan Pendidikan Kewirausahaan Dalam Pembelajaran Di Smk Daerah Istimewa Yogyakarta. (Online). (http://eprints.uny.ac.id/2781/, diakses 6 September 2011).

  • 17

    Suprobo, Priyo. 2010. Pendidikan Tinggi dan Daya Saing Bangsa. (Online). (http://www.facebook.com/note.php?note_id=141556862529651, diakses 8 September 2011).

    Sutawi. 2010. Tulis Pendidikan Karakter, Sutawi Raih Penghargaan Mendiknas. (Online). (http://www.umm.ac.id/umm-news-1559--tulis-pendidikan-karakter-sutawi-raih-penghargaan-mendiknas.html, diakses 29 Agustus 2011).

    Suyanto. 2010. Urgensi Pendidikan Karakter. (Online). (http://mandikdasmen. kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html, diakses 26 Agustus 2011).

    Trimo. 2008. Internalisasi Paradigma Empat Pilar Pendidikan, (Online). (http://trieelangsutajaya2008.wordpress.com/2008/11/08/internalisasi-paradigma-4-pilar-pendidikan/, diakses 29 Agustus 2011).

    Wardoyo. 2010. Kewirausahaan. (Online). (http://www.wardoyo.staff. gunadarma.ac.id/Downloads/files/5053/Kewirausah, diakses 28 Agustus 2011).

    Winarto. 2008. Membangun Kewirausahaan Sosial: Meruntuhkan dan Menciptakan Sistem secara Kreatif?. Makalah. Disampaikan pada Seminar Academy Professorship Indonesia bidang Ilmu Sosial-Humaniora dan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogjakarta, 22 Februari 2008.

    Yusak, Muchlas. 2003. Wawasan Kependidikan, Empat Pilar Pendidikan. Semarang: Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan.

    Zimmerer, Thomas W. And Scarborough, Norman M. 2005. Essential of Enterpreneurship and Small Business Management. Fourth Edition. Singapore: Pearson Education Singapore, Pte. Ltd.