penerapan pembelajaran berbasis …blog.iain-tulungagung.ac.id/red-c/wp-content/uploads/... ·...
TRANSCRIPT
1
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Umy Zahroh, Ph.D
(Bendahara RED-C)
Abstrak
Etnomatematika merupakan pendekatan yang digunakan untuk pembelajaran matematika dengan
media budaya yang ada disekitar siswa. Pembelajaran matematika di kelas terkesan formal, kurang
inovasi dan kurang kontekstual. Sehingga siswa kurang memahami makna, manfaat matematika dan
jauh dari konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang
tepat dalam proses pembelajaran untuk menyajikan matematika yang dekat dengan kehidupan siswa,
agar siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar matematika. Penulis mencoba mengkaji
media budaya untuk pembelajaran matematika yaitu budaya permainan tradisional dakon, rumah adat
jawa, dan kubah masjid. Dalam permainan dakon mampu merepresentasikan bentuk lingkaran,
berhitung, mengasah berpikir anak. Sedangkan budaya bangunan rumah adat jawa, atap rumah
mempunyai bentuk geometri bangun datar yaitu persegi panjang, trapesium, segitiga sama kaki, dan
bangun yang simetri. Demikian juga kubah masjid dapat mengenalkan bangun geometri antara lain:
lingkaran, bola, bujursangkar, segiempat, segitiga dan cara menghitungnya. Sehingga matematika
yang diberikan di sekolah dapat diintegrasikan dengan etnomatematika yang mampu memberikan
gambaran bahwa permainan dakon, rumah adat jawa dan kubah masjid terkandung konsep-konsep
matematika.
Kata kunci: etnomatematika, pembelajaran matematika, budaya
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari baik disadari atau tidak, setiap orang telah menerapkan
matematika. Matematika sangat erat kaitannya dengan budaya karena terdapat sekelompok
masyarakat yang menggunakan sebagai pendekatan dalam pembelajaran matematika. Bishop
(2001) mengatakan bahwa perspektif sosial budaya merupakan hal penting dalam memahami
peran nilai-nilai dalam pendidikan matematika. Hal ini memberikan motivasi bagi para
pendidik matematika untuk mengembangkan pembelajaran matematika dalam pola
masyarakat tertentu.
Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa matematika merupakan suatu mata
pelajaran di sekolah, akan tetapi kenyataannya masyarakat tidak sadar telah menerapkan ilmu
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aktivitas matematika merupakan proses dari
pengalaman nyata kehidupan sehari-hari ke dalam matematika atau sebaliknya, meliputi
aktivitas berhitung, mengukur, mengelompokkan, merancang bangunan, membuat pola,
menentukan lokasi, bermain dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan pemikiran D’Ambrosio
(1985), mengartikan etnomatematika adalah matematika yang dipraktekkan diantara
2
kelompok budaya, seperti masyarakat nasional - suku , kelompok buruh, anak-anak dari
kelompok usia tertentu dan kelas professional.
Etnomatematika merupakan disiplin ilmu yang akhir-akhir ini menjadi perhatian luas
karena pembelajaran matematika di sekolah terkesan formal kurang kontekstual. Hiebert &
Capenter (1992) mengatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dan matematika
yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda. Oleh karena itu
pembelajaran matematika sangat perlu menjembatani antara matematika dalam dunia sehari-
hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah.
Hasil studi PISA dan TIMSS tahun 2015 , menempatkan Indonesia pada peringkat
dibawah rata-rata. Skor TIMSS pada bidang matematika memperoleh 397, menempatkan
Indonesia di nomor 45 dari 50 negara. Sedangkan bidang sains dengan skor 397, Indonesia di
urutan ke 45 dari 48 negara. Sedangkan hasil PISA masih di lapisan bawah meskipun pada
tahun 2015 terangkat enam peringkat dibandingkan tahun 2012. Hasil ini disebabkan karena
siswa kurang mampu dalam menyelesaikan matematika soal penalaran dan pemecahan
masalah. Salah satu penyebabnya yaitu pembelajaran matematika yang dilakukan saat ini
kurang kontekstual. Dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.68
Tahun 2013 yang mendukung pola pembelajaran inovatif dan kontekstual, maka diharapkan
proses pembelajaran menjadi interaktif, menantang dan menyenangkan.
Berdasarkan permasalahan di atas diupayakan adanya perubahan yang baik dalam
meningkatkan kemampuan matematika siswa dengan pembelajaran yang inovatif dan kreatif,
sebagai alternatif perbaikan dalam proses pembelajaran khususnya dalam meningkatkan
proses berfikir siswa dalam memecahkan masalah , berargumentasi dan komunikasi. Adapun
solusi alternatif guna proses perbaikan pembelajaran melalui penerapan pembelajaran
berbasis etnomatematika sehingga pembelajaran matematika akan lebih inovatif dan
kontekstual.
PENGERTIAN ETNOMATEMATIKA
Definisi ethnomathematics menurut D’Ambrosio menyatakan bahwa kata awal “
ethno” berarti sesuatu yang sangat luas berdasarkan pada konteks sosial budaya, meliputi
bahasa, jargon, kode prilaku, mitos dan symbol. Kata “mathema” berarti menjelaskan,
mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur,
mengklasifikasi, menyimpulkan dan pemodelan. Kata akhiran “ tics” berasal dari techne yang
berarti sama seperti teknik ( Rosa dan Orey, 2011). Sedangkan secara istilah etnomatematika
3
diartikan sebagai matematika yang dipraktekkan diantara kelompok budaya diidentifikasi
seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu,
dan kelas professional (D’Ambrosio, 1985). Istilah tersebut disempurnakan (D’Ambrosio,
1999) menjadi: “I have been using the word ethnomathematics as modes, styles, and
techniques (tics) of explanation, of understanding, and of coping with the natural and
cultural environment (mathema) in distinct cultural systems (ethno)”. Artinya: “ saya telah
menggunakan kata etnomatematika sebagai mode, gaya, dan teknik (tics) menjelaskan,
memahami, dan menghadapi lingkungan alam dan budaya (mathema) dalam system budaya
yang berbeda (ethnos).
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa etnomatematika adalah
matematika yang dipraktekkan oleh kelompok budaya seperti kelompok buruh, masyarakat
perkotaan dan pedesaan, kelompok dari anak-anak usia tertentu, masyarakat adat dan lainnya.
Etnomatematika juga mengakui bahwa ada cara-cara yang berbeda dalam melakukan
matematika di dalam aktivitas masyarakat dengan menggunakan konsep matematika meliputi
cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain dan
lain sebagainya.
Dengan demikian etnomatematika juga bisa dijadikan sebagai pendekatan
pembelajaran sehingga mempermudah siswa dalam memahami suatu materi karena materi
tersebut berkaitan langsung dengan budaya mereka dalam aktivitas masyarakat sehari-hari.
MATEMATIKA SEBAGAI HASIL BUDAYA
Perkembangan dalam dunia matematika tidak hanya di satu wilayah tertentu,
melainkan di berbagai Negara. Di Indonesia pertumbuhan dan perkembangan matematika
dapat terlihat dari segi kehidupan bermasyarakat, baik dari segi hubungan sosial maupun
budaya. Karena tantangan hidup yang dihadapi masyarakat di berbagai wilayah dengan latar
belakang budaya yang berbeda, maka pertumbuhan dan perkembangan dunia matematika
tersebut secara garis besar tidak dapat disamakan. Setiap budaya mengembangkan
matematika dengan cara mereka sendiri, sehingga matematika dipandang sebagai hasil
pikiran manusia dalam aktivitas masyarakat sehari-hari. Hal ini didukung oleh sembiring
dalam Prabowo (2010) bahwa matematika adalah konstruksi budaya manusia. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sebagai hasil budaya yang merupakan hasil
abstraksi pikiran manusia dan alat pemecahan masalah.
4
Permainan tradisional diturunkan dari nenek moyang bangsa Indonesia pada
kelompok masyarakat. Dalam permainan tradisional alat yang digunakan murah dan
sederhaana serta tidak menggunakan peralatan berbasis teknologi. Sedangkan anak-anak
jaman sekarang tidak mengenal permainan tradisional, tetapi lebih tertarik bermain gadget
yang menggunakan peralatan canggih. Nur (2013) menyatakan bahwa fakta yang terjadi
sekarang adalah kegiatan bermain anak dewasa beralih pada permainan modern dengan
perangkat teknologi seperti video game dan game online. Permasalahan ini merupakan tugas
kita bersama agar budaya permainan tradisional tidak hilang dan terlupakan oleh anak-anak
bangsa Indonesia.
Siswa merasa senang dengan permainan tradisional yang diintegrasikan dalam
pembelajaran matematika. Hal ini selaras dengan pendapat Tarmizi dan Utami (2014) yaitu
permainan tradisional dakon yang digunakan dalam pembelajaran matematika dapat
meningkatkan minat belajar siswa.
Pada jaman dahulu konsep matematika dalam pembangunan rumah adat jawa belum
mengenal materi dasar konstruksi bangunan seperti yang sekarang diajarkan pada sekolah
formal yaitu konsep - konsep geometri, akan tetapi mereka dapat membangun bangunan yang
megah dan tahan lama jika dibandingkan dengan bangunan jaman sekarang. Mereka hanya
menggunakan perkiraan, satuan lokal , dan menerapkannya dengan tata cara, tata bangunan
sesuai dengan landasan filisofis, etis serta ritual yang mereka yakini. Konsep matematika
sebagai hasil budaya telah mengimplementasikan salah satu ilmu matematika yaitu yaitu
geometri dalam pembangunaan rumah adat.
Pertama kali umat Islam mulai membangun kubah yaitu kubah batu di Masjid Umar
Yerussalem, setelah melihat megahnya kubah-kubah yang dibangun oleh bangsa Romawi dan
Kristen. Kubah ini dibangun pada masa kekhalifahan Abdul Malik pada tahun 685-688 M.
Akhirnya didirikannya kubah masjid di peradaban Islam, arsitektur kubah mulai menjalar ke
berbagai negara-negara Islam lainnya. Seperti Mesir, Iran, Pakistan, Asia tengah dan India,
akan tetapi di negara Arab kubah belum terlalu digunakan pada arsitektur masjid. Sedangkan
di Indonesia masjid pertama berkubah yaitu masjid baiturakhman di banda aceh, karya arsitek
belanda de bruijn sebagai pengganti masjid raya banda aceh yang berarsitektur vernakular
yang dibakar belanda sebelumnya (Heri Ruslan, 2008). Dalam pembuatan kubah enamel
tidak lepas dari konsep-konsep matematika. Bentuk dasar dari sebuah kubah merupakaan
bola yang terpotong, sehingga dalam proses perhitungan pembuatan kubah enamel banyak
menggunakan rumus lingkaran meliputi keliling lingkaran, luas lingkaran dan luas selimut
bola.
5
PERAN ETNOMATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Pembelajaran matematika memerlukan suatu pendekatan agar dalam pelaksanaannya
lebih efektif dan menyenangkan. Pembelajaran matematika di kelas terkesan formal, kurang
inovasi dan kurang kontekstual, sehingga siswa kurang memahami makna, manfaat
matematika dan jauh dari konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
diperlukan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran untuk menyajikan matematika yang
dekat dengan kehidupan siswa, agar siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar
matematika. Pembelajaran dengan etnomatematika lebih sesuai digunakan karena merupakan
pembelajaran matematika realistik.
Etnomatematika merupakan pendekatan yang digunakan untuk pembelajaran
matematika dengan media budaya yang ada disekitar siswa. Sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya bahwa etnomatematika mengakui adanya cara-cara yang berbeda
melakukan matematika dalam aktivitas masyarakat. Dengan menerapkan etnomatematika
sebagai suatu pendekatan pembelajaran akan sangat memungkinkan suatu materi yang
dipelajari terkait dengan budaya mereka. Sehingga siswa memahami materi menjadi lebih
mudah karena materi tersebut terkait langsung dengan budaya mereka yang merupakan
aktivitas mereka sehari-hari dalam bermasyarakat (Wahyuni, 2013).
Menurut Inda Rahmawati (2012) mengatakan bahwa strategi yang digunakan guru
untuk mengajarkan matematika berbasis etnomatematika yaitu menerapkan pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran dengan Pendekatan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI). Strategi kedua tersebut merupakan konsep pembelajaran yang
membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Selain itu
cara lain memanfaatkan etnomatematika dalam pembelajaran adalah dengan menjadikan
pengetahuan tentang etnomatematika tersebut sebagai bahan rujukan dalam penyampaian
materi maupun dalam pembuatan soal pemecahan masalah kontekstual yang sesuai dengan
budaya siswa.
6
PEMBELAJARAN BERBASIS ETNOMATEMATIKA DENGAN MEMODELKAN
DAKON ATAU CONGKLAK
Permainan Anak Dakon (Congklak)
Dari foto diatas terlihat, dua orang anak kecil yang sedang bermain dakon atau
congklak. Setiap orang tua selalu berharap, bahwa anaknya sedapat mungkin untuk bisa
mengenal huruf dan angka, untuk tahapan selanjutnya diharapkan anak-anak dapat
menggandengkan huruf dan berhitung.
Permainan dakon ini menggunakan peralatan terdiri dari papan dakon dan buah
dakon. Papan dakon bisa terbuat dari plastik dan juga kayu, bahkan bila tidak ada masih
memungkinkan untuk membuat sendiri di tanah.
7
Biji dakon bisa menggunakan bermacam-macam material seperti : batu krikil, biji
sawo, kerang kecil dan ada pula yang di sediakan di toko mainan beserta kotak dakonnya.
Sedangkan jumlah pemain cukup 2 orang.
Permainan dakon ini menggunakan papan permainan yang memiliki 14 lubang dan 2
lubang besar yang berada di ujung kiri dan kanan. Setiap 7 lubang kecil di sisi pemain dan
lubang besar di sisi kanannya dianggap sebagai lumbung milik sang pemain.
Cara bermain Dakon awalnya setiap lubang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Salah
seorang yang memulai (biasanya melakukan sute untuk menentukan siapa yang lebih dulu)
dapat memilih lubang yang akan diambil dan meletakkan satu-satu ke tiap-tiap lubang di
sebelah kanannya dan seterusnya dengan mengikuti diagram alur diatas. Bila biji habis di
lubang kecil, maka ia dapat mengambil biji di lubang lainnya dan melanjutkan mengisi, bila
habis di lubang besar miliknya maka ia mendapatkan kesempatan khusus dengan memilih
lubang kecil di sisinya. Bila ternyata habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan
mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan yang ada di lubang lawan dan meletakkan biji
yang diambil tersebut pada lumbung. Tetapi bila berhenti di lubang kosong di sisi lawan
maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa. Permainan dianggap selesai apabila salah
satu pemain sudah tidak ada biji lagi yang dapat diambil (seluruh biji ada di lubang besar
8
disisi kanan dan kiri pemain). Pemenang akan ditentukan dengan menghitung semua biji
yang ada di lumbungnya masing-masing, dan yang mendapatkan biji terbanyak maka dia lah
pemenangnya.
Permainan ini sangat menyenangkan, bahkan si anak sering melupakan aktifitas yang
lain, berbeda halnya bila si anak di ajak untuk belajar membaca atau berhitung, dalam waktu
sebentar saja si anak sudah merasakan jenuh dan tidak fokus.
Manfaat dari permainan dakon atau congklak ini sangat besar, diantaranya :
1. Anak menjadi lebih kenal dengan bentuk lingkaran, lingkaran yang sebangun, dan
juga bangun – bangun yang simetri.
2. Dengan meletakkan satu-satu biji dakon kedalam lubang papan dakon, maka si anak
akan di latih untuk berhitung angka-angka.
3. Dengan menghitung jumlah hasil akhir dari biji dakon yang ada pada masing-masing
lumbung, maka secara tidak langsung si anak akan diajarkan nilai angka yang lebih
besar dan lebih kecil.
4. Permainan dakon juga dapat mengasah kemampuan penalaran anak. Uniknya game
ini melatih jiwa dagang anak, dan ketajaman berpikir untuk ngambil keputusan yang
dapat memberinya keuntungan.
PEMBELAJARAN BERBASIS ETNOMATEMATIKA DENGAN MEMODELKAN
RUMAH ADAT JAWA
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rumah adalah bangunan untuk tempat tingal
atau bangunan pada umumnya. Dan secara khusus, rumah adalah bangunan yang digunakan
untuk tempat tinggal bagi sebuah keluarga, dimana didalamnya terjadi interaksi hubungan
antar anggota keluarga, makan, tidur, dan akrifitas lainnya. Setiap daerah atau suku di
Indonesia, memiliki bentuk rumah yang berbeda-beda. Bentuk rumah di setiap suku ini
menandakan bahwa di setiap suku memiliki adat yang berbeda-beda.
Suku jawa memiliki bentuk rumah lebih dari satu jenis. Secara garis besar perbedaan
tipe rumah adat jawa terletak pada atap rumah. Dan berdasarkan bentuk atap rumah, tipe
rumah adat jawa dibedakan menjadi 4 tipe rumah, yaitu : panggangpe, srotong, limas dan
joglo.
Bangunan rumah adat Jawa kuno dimulai dari saat berdirinya bangunan-bangunan
jaman kerajaan di Indonesia khusus yang terletak di pulau Jawa, dimana mulai dikenalnya
9
penggunaan bahan material kayu sebagai bahan bangunannya. Bangunan ini bentuk ornamen
dan hiasan ukiran sangat dipengaruhi oleh sang pemiliknya.
1. Rumah panggangpe
Dalam istilah jawa, panggang artinya dipanaskan, sedangkan pe diambil dari istilah
pepe artinya di jemur. Jadi gabungan dari kalimat panggangpe dapat diartikan
sebagai rumah untuk menjemur barang-barang hasil pertanian seperti daun teh, ketela
pohon, bawang merah dan lain sebagainya. Selain itu rumah panggangpe sering
dipergunakan untuk kandang hewan ternak, juga untuk warung dipasar (bango).
Bentuk rumah panggangpe
Bentuk rumah adat inilah yang paling sederhana dan yang paling murah biaya
pembuatannya. Rumah bisa terbuat dari kayu kampung, bahkan tidak jarang terbuat
dari bambo.
2. Rumah srotong
Rumah srotong memiliki atap dengan bentuk bangun dua persegi panjang yang
simetri. Bentuk rumah ini sederhana, akan tetapi sudah memenuhi syarat untuk dihuni.
Bentuk ini juga sangat terkenal di masyarakat, bahkan bentuk ini sekarang sering
diadopsi untuk model rumah hunian modern.
10
3. Rumah Limas
Berbeda dengan rumah srotong, bentuk dari atap rumah limas adalah dua buah segi
tiga sama kaki, dan dua buah trapezium. Tipe ini sudah sedikit lebih rumit di
bandingkan tipe Panggangpe.
4. Rumah Joglo
Bentuk rumah inilah bentuk yang paling rumit. Di jaman dulu, seseorang yang
memiliki rumah joglo adalah seseorang yang memiliki tingkat strata sosial yang tinggi
atau seorang pejabat atau pangeran di sebuah kerajaan.
Atap dari rumah joglo terdiri dari berbagai bentuk bangun yang simetri, seperti
segitiga sama sisi, trapezium, dan lain sebagainya. Bentuk rumah joglo ini sekarang banyak
kita jumpai pada banggunan pendopo atau balai desa. Material yang digunankan pada rumah
joglo adalah terbuat dari bahan kayu lokal. Pada umumnya, denah rumah joglo berbentuk
11
bujursangkar, dengan empat buah tiang tengah sebagai penyangga atap rumah yang disebut
soko guru.
Dari ke empat jenis rumah adat jawa, atap rumah mempunyai bentuk geometri bangun
datar yaitu persegi panjang, trapesium, segitiga sama kaki, dan juga bentuk dari bangun yang
simetri.
PEMBELAJARAN BERBASIS ETNOMATEMATIKA DENGAN MEMODELKAN
KUBAH MASJID
Masjid adalah sebagai pusat aktivitas Agama Islam yang meliputi berbagai macam
kegiatan keagamaan dan aktivitas sosial lainnya. Masjid juga di gunakan sebagai ajang
memperdalam ilmu agama Islam, tempat diskusi, tempat mengaji. Dengan kata lain, masjid
merupakan pusat budaya Islam. Dan bentuk bangunan masji secara fisik juga harus
mencerminkan budaya islam, yang didalamnya mengandung unsur keindahan, keunikan dan
memiliki ciri khas tersendiri. Ciri khusus dan khas yang banyak kita jumpai adalah bentuk
kubah dan bentuk daun pintu, yang mana kedua ciri khas ini menyerupai atau mengambil
dasar bentuk lingkaran.
Kubah merupakan mahkota dari bangunan sebuah masjid, sehingga ornament kubah,
merupakan salah satu bagian masjid yang dapat menentukan kemegahan dari bangunan
masjid. Sehingga banyak orang yang berlomba-lomba agar dapat mendesain kubah masjid
sebaik mungkin.
Di Indonesia mayoritas bentuk kubah masjid banyak yang mengadopsi bentuk sebuah
bola yang terpotong. Ada yang mengambil bentuk setengah bola, ada juga yang tiga perempat
bola dan lain sebagainya. Sedangkan materil yang dipergunakannya juga bermacam-macam,
ada material beton cor, plat besi, plat aluminium, plat galvalum dan lainnya. Dan untuk
kondisi yang paling terakhir, mayoritas masyarakat lebih tertarik dengan material galvalum
dengan tipe kubah enamel.
Kubah Enamel banyak disukai masyarakat karena dari sisi bentuknya unik dan warna
kubah dapat di buat pola dengan berbagai warna sehingga kelihatan elegan. Dalam memilih
material yang berasal dari galvalum, membuat berat dari kubah ini sangat ringan sehingga
tidak akan membebani kontruksi dari bangunan utama meskipun ukuran kubah nya besar.
Sedangkan proses pembuatannya dapat dilakukan di luar bangunan masjid, sehingga dapat di
kerjakan bersamaan dengan bangunan masjid tanpa saling menggangu proses pembuatan
masing-masing. Kelebihan material galvalum selain ringan juga sangat tahan lama karena
tahan terhadap air dan panas matahari.
12
Dalam proses pembuatan kubah enamel ini, tidak bisa lepas dari ilmu matematika
terapan. Bentuk dasar dari sebuah kubah adalah sebuah bola yang terpotong, sehingga dalam
proses perhitungan pembuatan kubah enamel banyak menggunakan rumus-rumus lingkaran,
yang meliputi tiga hal yaitu : keliling lingkaran, luas lingkaran dan luas selimut Bola.
KUBAH ENAMEL
Berikut ini akan kita bahas penerapan matematika pada tiap alur proses pembuatan kubah
enamel, sehingga kita semua tahu manfaat dari ilmu matematika yang diterapkan pada
kehidupan sehari-hari. Dalam pembuatan kubah enamel ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan, yaitu : menghitung kebutuhan material dan menghitung pembuatan tiap
alur/segmen dari panel kubah.
Adapun tahapan proses menghitung pembuatan kubah enamel sebagai berikut:
1. Struktur Kerangka Kubah
Struktur kerangka kubah adalah strukur dasar yang menentukan bentuk dasar dan
ukuran kubah. Material yang digunakan adalah pipa kotak Galvalum, yang besarnya ukuran
pipa galvalum ini disesuaikan dengan ukuran kubah. Pemilihan material galvalum ini
dikarenakan tahan korosi, kuat dan ringan sehingga tidak membebani kontruksi bangunan
Masjid. Di bawah ini gambar struktur kerangka kubah.
13
Dari gambar diatas nampak bahwa semua struktur kerangka mengikuti alur bentuk lingkaran,
sehingga perhitungan kebutuhan material kerangka akan dihitung dengan kaidah rumus
lingkaran yaitu: jari-jari (r) , diameter (d) dan keliling lingkaran ( K=2𝜋𝑟 atau K = 𝜋𝑑).
Dengan rumus ini kita dapat menghitung total kebutuhan pipa kotak galvalum.
2. Plat Dasar Kubah
Plat dasar kubah mempunya fungsi yaitu sebagai penahan rembesan air bila hujan
sehingga kubah tidak mengalami kebocoran saat turun hujan. Material plat ini terbuat dari
plat galvalum dengan tebal 0,2 mm. Plat ini sangat ringan sehingga baik untuk material kubah
karena ringan.
Plat dasar
14
Untuk menghitung kebutuhan plat ini, rumus matematika yang digunakan yaitu rumus
selimut bola. Ada dua konsep rumus untuk menghitung luas selimut bola yaitu:
1. Bila tinggi kubah = Jari – Jari kubah maka rumus yang dipergunakan adalah :
Luas selimut bola (A) = 𝐴 = 4𝜋𝑟2 dimana r : Jari-jari bola
Sehingga luas plat dasar kubah = ½ (𝐴 = 4𝜋𝑟2) = 2𝜋𝑟2
Misalkan sebuah kubah memiliki diameter kubah 4 m dan tinggi kubah 2m
maka :
Luas plat dasar kubah adalah :
A = 2𝜋𝑟2 ,
r = d/2 = 4/2 = 2
A = 2 x 3,14 x (2)2
A = 25,12 mtr2
2. Bila tinggi kubah > Jari – jari kubah
Bila tinggi kubah > dari jari – jari kubah, maka untuk menghitung luas permukaan
plat adalah dengan menggunakan kaidah menghitung luas benda putar (Purcell, 2004) :
𝐴 = 2𝜋 ∫ 𝑦𝑑𝑠 𝑏
𝑎atau 𝐴 = 2𝜋 ∫ 𝑓(𝑥)
𝑏
𝑎√1 + [𝑓′(𝑥)]2𝑑𝑥
Sebagai contoh sebuah kubah dengan diameter kubah 4 meter dan tinggi kubah 4 meter maka
luas permukaan plat adalah :
Garis sisi kubah memenuhi persamaan f(x) = √𝑥, dimana f’(x)= 1/2√𝑥
Maka A = 2π∫ √𝑥 √1 +1
4𝑥𝑑𝑥
4
0
A = 2π∫ √𝑥√4𝑥+1
4𝑥
4
0𝑑𝑥
A = π∫ √4𝑥 + 1𝑑𝑥 = [𝜋1
4.
2
3. (4𝑥 + 1)
3
2]0
44
0
A = 𝜋
6(17
3
2 − 13
2) ≈ 36,18 meter2
3. Panel Kubah Enamel
Bagian permukaan kubah yang akan menentukan keindahan dari kubah enamel adalah
plat panel kubah. Bentuk dasar dari plat ini adalah bujursangkar yang dipasang miring
(diputar 900).
15
Dalam proses pembuatan plat panel ini, yang paling penting adalah menentukan sketsa
ukuran pada tiap-tiap lajur panel.
Misalkan kita membuat sketsa kubah enamel dengan diameter (d) meter seperti pada gambar
diatas, maka dasar perhitungan pembuatan plat panel adalah sebagai berikut :
Misalkan dalam satu lajur, kita bagi menjadi 44 buah panel, maka ukuran pada plat panel
dengan kode :
M1 =𝐾𝐸𝐿𝐼𝐿𝐼𝑁𝐺 𝐿𝐼𝑁𝐺𝐾𝐴𝑅𝐴𝑁 𝑃𝐴𝐷𝐴 𝑀1
44
M1 = 2 𝜋𝑑1
44 dimana d1 adalah diameter lingkaran posisi d1
Sehingga ukurannya adalah (M1,M1)
M2 (diagonal plat) = 2 𝜋 𝑑2
44 = m2
16
Ukuran plat M2 = √𝑚22
2= a2, maka ukuran plat M2 adalah (a2,a2)
M3 (diagonal plat) = 2 𝜋 𝑑3
44 = m3
Ukuran plat M3 = √𝑚32
2= a2, maka ukuran plat M3 adalah (a3,a3)
M4 (diagonal plat) = 2 𝜋 𝑑4
44 = m4
Ukuran plat M4 = √𝑚42
2= a4, maka ukuran plat M4 adalah (a4,a4)
Demikian seterusnya untuk menghitung M5, M6, M7 …….
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa matematika dengan rumus yang
sederhana kita dapat menghasilkan suatu karya yang luar biasa. Di dalam pembuatan kubah
masjid dapat mengenalkan bangun geometri antara lain: lingkaran, bola, bujursangkar,
segiempat, segitiga dan cara menghitungnya.
SIMPULAN
Berdasarkan pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa etnomatematika sangat
penting sekali diterapkan pada pembelajaran matematika terhadap siswa sekolah dikarenakan
siswa sangat mengenal dengan budaya yang ada di lingkungan sekitar, sehingga daya pikir
siswa akan cepat tanggap dengan contoh nyata yang di ambil sebagai studi kasus untuk bab
mata pelajaran disekolah.
Pemodelan permainan dakon siswa dapat berlatih berhitung, mengenal nilai angka
lebih besar dan lebih kecil, mengenal lingkaran, dapat melatih jiwa dagang anak dan
ketajaman berpikir untuk mengambil keputusan yang dapat memberi keuntungan. Dalam
pemodelan rumah adat jawa, dimana atap rumah mempunyai bentuk geometri bangun datar
yaitu persegi panjang, trapesium, segitiga sama kaki, dan bangun-bangun yang simetri.
Sedangkan kubah masjid dapat merepresentasikan bangun geometri antara lain yaitu
lingkaran, bola, bujursangkar, segi empat, segitiga dan cara menghitungnya.
Dengan etnomatematika dapat menumbuh kembangkan motivasi dan kemauan belajar
siswa terhadap pelajaran matematika, karena siswa menjadi benar-benar mengerti fungsi atau
manfaat langsung ilmu matematika, serta implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga dapat membuat kemampuan matematika siswa meningkat dalam menyelesaikaan
soal penalaran dan pemecahan masalah.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bishop (2001). What Values Do You Teach When You Teach Mathematics? Teaching
Children Mathematics (Ed.Anne Reynolds dan Jim Dorward). Australian Research
Council and Jointly Conducted by Monash University.
D’Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its Place in the History and Pedagogy of
Mathematics. For the Learning of Mathematics, 5(1), 44-48.
Heri Ruslan. 2008. Kubah Simbol Kebesaran Islam. Republika, Maret 2008.
Hiebert,J.&Carpenter, T.P.(1992). Learning with understading. Dalam D.G. Grouws(Ed),
Handbook of research on mathematics reaching and learning. New York:Macmillan.
Himmatul Ulya. 2017. Permainan Tradisional Sebagai Media Dalam Pembelajaran
Matematika. Proseding Seminar Nasional Pendidikan , Universitas Muhamadiyah
Metro.
Nur, H. 2013. Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak Tradisional. Jurnal
Pendidikan Karakter, 3(1): 87-94.
Prabowo, Agung dan Pramono S. 2010. Internasional Conference on Teacher Education.
Memahat Karakter Melelui Pembelajaran Matematika. Bandung.
Purcell, E., Varberg D., dan Ringdon, S. 2004. Kalkulus. Jakarta: Erlangga
Rosa, M. & Orey, D. C. (2011). Ethnomathematics: the cultural aspects of mathematics.
Revista Latinoamericana de Etnomatemática, 4(2). 32-54
Rachmawati, Inda. 2012. Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat
Sidoarjo.http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/mathedunesa/article/view/249/baca-
artikel. [diakses: 11/10/2017]
Tarmizi, Nasrun, M., dan Utami, S. 2014. Peningkatan Minat Belajar Peserta Didik Melalui
Permainan Tradisional Pada Pembelajaran Matematika di SD. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran, 3(6): 1-11.
Wahyuni, A., dkk. 2013. Peran Etnomatematika dalam Membangun Karakter Bangsa.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika,
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta, 9 November 2013.