pengaruh brainwave entrainment dengan stimulasi auditory

16
0 PENGARUH BRAINWAVE ENTRAINMENT DENGAN STIMULASI AUDITORY TERHADAP LUARAN KLINIS PENDERITA STROK ISKEMIK AKUT THE EFFECT OF BRAINWAVE ENTRAINMENT WITH AUDITORY STIMULATION ON CLINICAL OUTCAME IN ACUTE ISCHEMIC STROKE PATIENTS Rahmat Syah Esi 1 , Muhammad Akbar 2 , Abdul Muis 2 , Cahyono Kaelan 2 dan Yudy Goysal 2 1) Residen Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2) Staf Pengajar Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi: dr. Rahmat Syah Esi Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar HP: 0812 42666601 email: [email protected]

Upload: doankhue

Post on 11-Jan-2017

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

0

PENGARUH BRAINWAVE ENTRAINMENT

DENGAN STIMULASI AUDITORY TERHADAP LUARAN KLINIS PENDERITA STROK ISKEMIK AKUT

THE EFFECT OF BRAINWAVE ENTRAINMENT

WITH AUDITORY STIMULATION ON CLINICAL OUTCAME IN ACUTE ISCHEMIC STROKE PATIENTS

Rahmat Syah Esi 1, Muhammad Akbar 2, Abdul Muis 2, Cahyono Kaelan2 dan Yudy Goysal2

1) Residen Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2) Staf Pengajar Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi: dr. Rahmat Syah Esi Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar HP: 0812 42666601 email: [email protected]

1

ABSTRAK Brainwave Entrainment (BWE) dengan stimulasi Auditory telah terbukti dapat meningkatkan luaran klinis strok iskemik akut, tetapi penggunaannya dalam sehari-hari masih sedikit mendapat perhatian. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh Brainwave Entrainment (BWE) dengan stimulasi auditory terhadap luaran klinis pasien iskemik strok akut dengan menggunakan skor The National Institude of Health Stroke Scale (NIHSS). Desain Penelitian adalah Uji Klinis, pada 67 subjek penderita strok iskemik yang dirawat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo dan rumah rakit jejaringnya di Makassar, dari bulan September hingga Desember 2012. Subjek terbagi menjadi kelompok perlakuan yang mendapat terapi standar disertai BWE (33 subjek) dan kelompok kontrol yang hanya mendapat terapi standar (34 Subjek). BWE dengan stimulasi auditory dilakukan 20 menit setiap hari selama 10 hari. Penilaian NIHSS dilakukan 2 kali yaitu pada hari ke-1 dan hari ke-10 perawatan kemudian membandingkan selisih skor NIHSS pada kedua kelompok tersebut. Hasil penelitian menunjukkan setelah 10 hari mendapat BWE terdapat perbaikan luaran klinis. Pada Uji T berpasangan menggambarkan perbaikan luaran klinis secara bermakna pada kelompok perlakuan (p 0.000) dengan IK95% 1.96-3.31 dan kelompok kontrol (p 0.000) dengan IK95% 1.21-2.14. Dengan Uji T tidak berpasangan, menunjukkan perbaikan luaran klinis lebih bermakna pada kelompok perlakuan bila dibanding kelompok kontrol (p 0.020) dengan IK95% 0.16-1.76.

Kata Kunci: Strok iskemik akut, Luaran Klinis, Brainwave entrainment ABSTRACT Brainwave Entrainment (BWE) with auditory stimulation as clinical intervention has been demonstrated to improve clinical outcame in acute ischaemic stroke but the therapeutic role of daily BWE therapy has received very little empirical attention. The aim of the study was to investigate the effect of brainwave entrainment (BWE) with auditory stimulation on clinical outcome in acute ischemic stroke patients, using the National Institude of Health Stroke Scale (NIHSS) score. The research was a clinical trial study of 67 patients with acute ischemic stroke patients in Wahidin Sudirohusodo Hospital and its network in Makassar from September to Desember 2012. The patients were divide into two groups. A study group of 33 patients received BWE with standard therapy. A control group of 34 patients only received standard therapy. BWE with auditory stimulation is conducted within 10 days with 20 minutes duration/daily. The assessment with NIHSS was conducted twice, on the first and the tenth day of admission, and then the difference between the two groups was compared. The results of the research indicated that the clinical outcome shows an improvement after 10 days of BWE. With Paired T test showed it showed a significant improvement in the study group (p 0.000) with 95%CI 1.96-3.31 and control group (p 0.000) with 95%CI 1.21-2.14. Unpaired T test revealed more clinical outcome improvement in the study group then the control group (p 0.020) with 95%CI 0.16-1.76. Keywords: Ischemic Stroke, Clinical Outcame, Brainwaved Entrainment

2

PENDAHULUAN

Strok adalah serangan otak (brain attack/ cerebrovascular accident) yang menjadi

penyebab utama kecatatan dan penyebab ketiga kematian di dunia setelah penyakit jantung dan

kanker (Adam RD, dkk, 2005); (Tan KS, dkk, 2006). WHO (2002) melaporkan sekitar 15 juta

penduduk dunia menderita strok dengan angka kematian 5,5 juta. Di Amerika prevalensi kasus

strok mencapai 4.7 miliar dan insidensi sekitar 780.000 setiap tahunnya dan menjadi penyebab

kecacatan yang utama dibanding penyakit lainnya. Angka kematian mencapai 50-100/100.000

populasi setiap tahunnya. (Elkind MSV, dkk, 2010); (Brust JCM, 2010). Data di Indonesia

menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus strok baik dalam hal kematian, kejadian

maupun kecacatan. Angka kematian paling tinggi pada rentang usia 55-64 tahun yaitu 26.8%,

kejadian strok berkisar 51.6/100.000 penduduk dan kecacatan yang menetap sebesar 1.6% dan

4.3% semakin memberat (Perdossi, 2011).

Rehabilitasi strok harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis strok ditegakkan dan

faktor-faktor yang mengancam telah diatasi (Petrina AB, 2012). Rehabilitasi yang menyeluruh

dapat memperbaiki kemampuan fungsional penderita strok yang mengalami defisit neurologik,

dan dapat mengurangi kerugian akibat perawatan yang terlalu lama. Rehabilitasi medik

mempunyai efek-efek fisiologis yang secara teori dapat mempengaruhi plastisitas otak, dan

untuk selanjutnya mempengaruhi proses rehabilitasi pasca strok (Johansson BB, 2011); (Duncan

PW, dkk, 2005). Dalam rehabilitasi strok, unsur musik sendiri masih sedikit mendapat perhatian

(Forsblom A, dkk, 2009). BWE merupakan aktivasi otak yang dilakukan berulang-ulang/

rhythmic dalam jangka waktu tertentu yang dapat berupa stimulasi visual dan auditory (Demos

JN. 2005); (Thomson, 2007a). Stimulasi Auditory berupa suara alam (seperti suara burung,

ombak, hujan dan lain-lain) disertai dengan latar belakang musik relaksasi dan meditasi.

Stimulasi dengan gelombang suara melalui auditory tones dinilai lebih efektif, murah dan mudah

digunakan (Thomson, 2007a). Terapi dengan menggunakan musik telah terbukti efektif dalam

rehabilitasi pasca strok. Penelitian menyarankan penggunaan musik mungkin berkonstibusi

terhadap plastisitas otak, di mana restorasi fungsi otak dapat ditingkatkan secara alami

(Altenmuller E, dkk 2009); (Rojo N, dkk 2011). Penelitian lain menerangkan bahwa musik dan

fungsi bahasa keduanya membangkitkan aktivitas hemisfer bilateral dari otak (Safranek, R.

2011); (Thompson JD, 2007b). BWE efektif dalam meningkatkan fungsi kognitif, suasana hati,

3

stress/kecemasan, perilaku, dan lain-lain (Huang TL, dkk, 2008). Will U, dkk (2007)

mengemukakan BWE berkaitan dengan persepsi, sistem motorik dan fungsi kognitif.

Penelitian menunjukkan mendengarkan musik dapat digunakan selama fase akut

pemulihan stroke. BWE berhubungan dengan aktivitas neuronal yang melibatkan network

bilateral seperti lobus frontal, temporal, parietal dan area subcortical (Forsblom A, dkk, 2009).

Penelitian terbaru dengan menggunakan musik disertai terapi standar dapat pada pasien strok

akut memberikan efek emosional yang positif dan terlihat lebih kooperatif dalam menjalankan

program rehabilitasi dibanding kelompok kontrol. Selama fase akut tersebut, dijumpai perbaikan

mood, emosi,, interasi sosial dan pemulihan yang lebih cepat (Nayak S, dkk, 2000); (Tomaino

CM, 2009). Alternmuller (2009) menjelaskan terapi berbasis musik pada pasien strok dapat

meningkatkan fungsi motorik yang dihubungkan membaiknya koneksi kortikal akibat perubahan

neurofisiologi dan peningkatan aktivasi pada korteks motorik itu sendiri.

Terapi musik dapat menstimulasi rhythmic auditory dan menyebabkan peningkatan gait

dan aspek morbiditas pada penderita strok akut (Agus ZS, 2010). Penelitian dengan stimulasi

rhytmical auditory disertai fisioterapi dapat meningkatkan kemampuan motorik pasien strok

iskemik dalam hal panjang langkah, symmetry deviation, kecepatan berjalan dan jarak tempuh

berjalan dibanding kelompok yang mendapat fisioterapi saja (Schauer dkk, 2003).. Penelitian

Thaut, dkk (2008) pada pasien strok dengan hemiparese melaporkan terdapat meningkatan

parameter gaya berjalan (gait) terhadap kecepatan, panjang langkah, irama dan kesesuaian pada

kelompok dengan terapi musik bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Penelitian Esi RS, dkk (2012) terhadap pasien strok iskemik akut yang mendapat terapi

standar disertai terapi musik, didapatkan peningkatan skala motorik yang lebih bermakna pada

kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Usman EI (2011) juga melaporkan

terdapat peningkatan skor TADIR dalam hal pemahaman lisan, bicara, membaca dan

komunikasi penderita strok iskemik dengan afasia motorik pada kelompok yang mendapat terapi

musik instrumental.

Terapi yang menggunakan BWE dengan stimulasi auditory masih jarang dan belum

pernah dilakukan di Makassar, Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti sejauh

mana pengaruh BWE terhadap luaran klinis penderita strok iskemik berdasarkan The National

Institude of Health Stroke Scale (NIHSS).

4

METODE PENELITIAN

Desain dan Lokasi Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah uji klinis (clinical trial).

Penelitian dilakukan di RS dr Wahidin Sudirohusodo Makassar dan Jejaringnya (RS Labuang

Baji, RS Ibnu Sina dan RS Akademis), Sulawesi Selatan.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah semua penderita strok iskemik akut. Sampel penelitian adalah

penderita dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, yang diperoleh berdasarkan

urutan masuknya ke rumah sakit (consecutive sampling). Kriteria inklusi yang digunakan adalah

penderita strok iskemik akut dengan onset <72 jam, pertama kali menderita strok, dan bersedia

menjalani tindakan medis yang diperlukan dengan menandatangani surat informed consent oleh

penderita/wali penderita. Subjek dikeluarkan dari penelitian apabila: 1). Penderita yang

menderita penyakit-penyakit sistemik berat (penyakit jantung, penyakit paru-paru, gangguan

fungsi ginjal dan penyakit hati), Gangguan pendengaran, Tidak menderita Epilepsi dan penderita

drop out (DO) dari penelitian yakni menarik kembali kesediaannya untuk ikut dalam penelitian,

pulang paksa dan tidak terjangkau oleh peneliti sebelum hari ke sepuluh perawatan.

Metode Pengumpulan Sampel

Alat dan bahan yang di gunakan adalah:1) Alat-alat pemeriksaan neurologi dan

penunjang 2) Alat mp4 berisi BWE disertai headphone dan 3) Lembaran formulir penelitian.

BWE adalah terapi dengan stimulasi auditory, menggunakan CD terapi BWE “stroke recovery”

dari sofware natura sound, yang dilakukan setiap 20 menit/hari selama 10 hari perawatan.

Penilaian luaran strok berdasarkan NIHSS dilakukan setelah diputuskan menjadi sampel

penelitian, yang dilakukan pada saat masuk rumah sakit dan setelah perawatan hari ke-10.

Analisis Data

Data yang terkumpul diolah melalui analisa statistik dengan SPSS for Windows Version

17. Untuk melihat perubahan skor NIHSS sesudah terapi pada masing-masing kelompok

digunakan uji T berpasangan dan perbandingan hasil terapi diantara kedua kelompok digunakan

uji T tidak berpasangan dengan batas kemaknaan α=5% (p<0.05). Penelitian dimintakan Ethical

Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dengan Rekomendasi

Persetujuan Etik no 1091/H4.8.4.5.31/PP36-KOMETIK/2012.

5

HASIL PENELITIAN

Karakteristik sampel

Penelitian dilakukan sejak bulan September 2012 sampai Desember 2012. Selama kurun

waktu tersebut, didapatkan 114 kasus strok iskemik dan yang memenuhi kriteria inklusi sebesar

67 sampel, yang terdiri dari 33 sampel kelompok perlakuan yang menggunakan BWE dengan

stimulasi Auditory dan 34 sampel kelompok kontrol tanpa BWE dengan stimulasi Auditory.

Kriteria eksklusi sebanyak 47 subjek yang terdiri dari onset lebih dari 72 jam (14 subjek), bukan

serangan pertama (16 Subjek), memiliki penyakit sistemik berat (9 subjek), riwayat epilepsi (1

subjek) dan 7 subjek DO dari penelitian. (gambar 1).

Sampel penelitian terdiri dari 40 laki-laki (59.7%) dan 27 perempuan (40.3%). Rerata

usia kelompok perlakuan adalah 57.61 tahun (SD±10.92 tahun) dengan rentang usia 41-80 tahun,

sementara rerata usia pada kelompok kontrol adalah 59.26 (SD±12.92 tahun) dengan rentang

usia 34-96 tahun. Tabel 1 menunjukkan kelompok umur tertinggi pada 45-55 tahun dan 60-69

tahun yaitu masing-masing 13 sampel (33.3%). Dari 33 sampel kelompok perlakuan didapatkan

jumlah tertinggi pada jenis kelamin laki-laki yakni 17 sampel (51.5%), Kelompok umur 45-55

tahun dengan 11 sampel (33.3%), 23 sampel dengan pendidikan tinggi (69.7%), Luaran klinis

sedang pada perawatan hari pertama sebesar 28 sampel (84.8%). Distribusi sampel penelitian

berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan, onset saat masuk dan skor NIHSS

perawatan hari pertama tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok (p> 0.05).

Analisa Perubahan Skor NIHSS

Data NIHSS terdistribusi normal, sehingga digunakan uji komparatif variabel numerik

dua kelompok berpasangan pada masing-masing kelompok (Uji T berpasangan) dan uji

komparatif variabel numerik tidak berpasangan (Uji T tidak berpasangan) antar kelompok

perlakuan dan kontrol.

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok yang mendapat terapi standar disertai BWE

dengan stimulasi Auditory, didapatkan nilai nilai rerata NIHSS sebelum terapi BWE adalah 8.61

(SD± 3.76) dan setelah terapi adalah 5.97 (SD± 3.82). Uji T berpasangan memperlihatkan nilai

kemaknaan 0.000 (p< 0.05), yang artinya terdapat perbedaan rerata skor NIHSS yang bermakna

sebelum dan setelah 10 hari terapi standar disertai BWE dengan stimulasi auditory atau terdapat

perbaikan luaran klinis yang lebih baik pada kelompok perlakuan. Nilai IK 95% adalah antara

6

1.96-3.31. Sementara itu, pada kelompok yang mendapat terapi standar yang tidak disertai

BWE, didapatkan nilai rerata NIHSS sebelum terapi standar tanpa BWE adalah 7.82 (SD± 4.43)

dan setelah terapi standar tanpa BWE adalah 6.03 (SD± 4.56). Uji T berpasangan juga

memperlihatkan nilai p 0.000, sehingga disimpulkan terdapat perbedaan rerata skor NIHSS yang

bermakna sebelum dan setelah terapi standar tanpa BWE atau terdapat perbaikan luaran klinis

pada kelompok kontrol dengan IK95% 1.29-2.30.

Pada tabel 3 menunjukkan nilai rerata selisih NIHSS pada kelompok perlakuan adalah

2.64 (SD± 1.90) dan kelompok kontrol adalah 1.68 (SD± 1.34). Angka significancy adalah

0.020 dengan perbedaan rerata sebesar 0.96. Nilai IK95% adalah 0.16-1.76. Karena nilai p 0.020

(<0.05) maka diambil simpulan bahwa terdapat perbedaan rerata skor NIHSS yang bermakna

antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, dimana perubahan selisih NIHSS lebih

besar pada kelompok perlakuan.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan perbaikan luaran klinis yang lebih bermakna pada kelompok

yang mendapat BWE dengan stimulasi auditory dibanding kelompok kontrol (p 0.020). Hal ini

sesuai dengan, Forsblom, dkk (2009) yang mejelaskan bahwa rangsangan musik dalam hal ini

BWE merupakan proses yang kompleks yang melibatkan komponen persepsi, kognitif, motorik,

emosi dan akan menstimulasi primarily bilateral network pada lobus temporal, frontal, parietal

dan sistem limbik. Hal tersebut lebih dihubungkan dengan arausal, atensi, proses semantik dan

sintatik, memori dan emosi. Johansson BB (2011) juga menyatakan penggunaan media berbasis

irama/musik mengaktifkan korteks motorik dan premotorik Pada daerah infark akan terjadi axon

sprout new conection, novel projection pattern dan migrasi neuron newly-born immature. Lesi

pada korteks somatosensorik menyebabkan perubahan eksitabilitas yang menyebabkan

penurunan reseptor GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peningkatan NMDA (N-Methyl-D-

aspartate) pada daerah otak di luar lesi. BWE mengandung natura sound yang terdapat fitur

suara gelombang laut, air mengalir dan suara alam. Masing-masing memiliki volume suara

sendiri dan terjadi secara simultan membentuk kombinasi yang unik. BWE merupakan salah satu

cara yang dianjurkan untuk meningkatkan serta membangkitkan gelombang alpha (α). Frekwensi

BWE berada pada kisaran 10 Hz. Pada gelombang alpha (α), seseorang dalam keadaan santai,

7

kreatif dan memiliki pikiran yang jernih. Stimulasi gelombang alpha (α) dianggap rentang

frekwensi yang aman dan diterima sebagai kisaran frekwensi pelatihan. BWE dapat bersifat self-

hipnotis yang dapat memberikan sugesti yang kuat terhadap pemulihan penyakit (Demos JN.

2005). BWE mengandung unsur musik relaksasi/meditasi, yang akan didapatkan ketenangan

sehingga dengan mudah memasuki gelombang alpha (α). Penelitian pada penderita strok dengan

afasia, menunjukkan lesi strok unilateral akan mengurangi inhibisi transkalosal. Daerah korteks

yang berperan dalam fungsi bahasa berkaitan dengan serabut-serabut asosiasi pada daerah korteks

lain pada hemisfer kiri dan kanan. Serabut-serabut asosiasi ini menghubungkan area satu dengan

yang lain pada hemisfer yang sama. Serabut komissura menghubungkan area satu dengan yang

lain pada hemisfer yang berbeda, sehingga area korteks yang jauh dari lesi juga akan mengalami

gangguan akibat terganggunya input aferen normal dari lesi (Patel AD, 2010); (Sarkamo T,

2011). Pada sistem saraf pusat terjadi sprouting dari neuron katekolaminergik (noradrenergik dan

serotonergik), serat yang ada kemudian menginvasi daerah lesi. Serat yang menuju daerah lesi

akan membentuk sinpas baru dengan membran post sinaptik yang mengalami denervasi

(Sarkamo T, 2011). Unsur melodi seperti dalam Melodic Intonation Therapy (MIT) juga

diterapkan pada rehabilitasi pasien strok dengan afasia non fluent. MIT dapat memperbaiki

kelancaran verbal dengan mengaktivasi hemisfer destra. (Norton A, dkk, 2009)

Pada penelitian ini didapatkan luaran klinis yang bermakna pada pemberian BWE (p

0.000). Perbaikan klinis strok dipengaruhi hilangnya edema serebri, perbaikan sel saraf yang

rusak, adanya kolateral dan plastisitas. BWE erat kaitannya dengan plastisitas otak. Plastisitas

merupakan usaha tubuh beradaptasi terhadap tekanan lingkungan, pengalaman dan perubahan-

perubahan termasuk kerusakan otak akibat strok (Johansson BB, 2011). Plastisitas sebagai

kemampuan strukur otak dan fungsi terkait untuk tetap berkembang karena adanya stimulus yang

mungkin terjadi perubahan struktur jaringan dendrit dan koneksi antar sel neuron menjadi lebih

kompleks (Kusumoputro S, 2009). Hal tersebut berkaitan dengan reoorganisasi kortikal setelah

onset strok. Faktor-faktor yang mempengaruhi luaran diantaranya waktu kejadian strok, lokasi

lesi, integritas traktus kortikospinal dan koneksi kortikal dan subkortikal (Johansson BB, 2011).

BWE mengandung unsur musik, yang dapat mengaktifkan korteks motorik dan premotorik.

Dengan stimulasi rhythmic auditory dapat meningkatkan gait dan luaran motorik ektremitas atas

dan bawah dari pasien strok akibat koneksivitas kortikal dan aktivasi korteks motorik. BWE juga

8

ditengarai dapat mengaktifkan mekanisme pada otak dalam memperbaiki dan memperbaharui

jaringan saraf pasca serangan strok, dan meskipun diperlukan riset-riset lainnya untuk memahami

mekanisme tersebut (Curtis D, 2007;Johansson BB, 2011).

Penelitian ini pun, didapatkan analisa luaran klinis yang bermakna pada kelompok kontrol

(p.0.000). Johansson BB (2011) menyatakan kombinasi terapi standar, perawatan yang baik

dalam hal latihan dan adanya motivasi yang baik bermakna pada luaran strok iskemik. Pada

kebanyakan pasien strok, derajat klinis umumnya terjadi perbaikan pada minggu pertama atau

bahkan bulan setelah onset strok. Area disekitar infark akan melakukan remapping, hemisfer

kontralesi dan area lainnya akan berkoneksi dengan daerah lesi.

Pada penelitian ini, penggunaan BWE dengan stimulasi auditory. Stimulasi dengan

gelombang suara melalui auditory tones dinilai lebih efektif, murah dan mudah digunakan

(Thomson JD, 2007a); (Curtis D, 2007). Stimulasi rhythmic auditory merupakan metode yang

efektif pada latihan gait dalam rehabilitasi pasien strok dengan hemiparese (Thaut MH dkk,

2008). Manfaat stimulasi rhytmic auditory pada pasien strok dengan hemiparese, yang

dikarenakan auditory rhytm diproses secara bilateral dan penelitian ini pula menjelaskan tidak

terdapat perbedaan luaran pasien dengan hemiparese sinistra maupun dektra. (Brad J, dkk, 2010);

(Agus ZS 2010) Penelitian di Jerman yang menilai efek musical motor feedback (MMF) terhadap

luaran gait pada pasien strok iskemik dengan hemiparese, menunjukkan peningkatan parameter

gait yang lebih baik di bandingkan dengan kelompok kontrol (Schauer S, dkk 2003).

Forsblom A, dkk (2009) menjelaskan bahwa unsur musik dalam terapi strok

membangkitkan kenangan masa lalu dan masa depan dan sebanyak 75% pasien yang

mendengarkan musik dapat memberikan konstribusi positif dalam pemulihan penyakitnya.

Sarkamo T, dkk (2011) menjelaskan terjadi peningkatan ingatan verbal dan kemampuan

memfokuskan perhatian pada pasien strok yang diperdengarkan musik. Studi berbasis

neuroimajing membuktikan bahwa musik merangsang persepsi auditory, kognitif, emosional,

sistem motorik terutama daerah temporal bilateral, prefrontal, pusat motorik, parietal, cerebellar

dan daerah subkortikal. Penelitian Antic S, dkk (2007) di Kroasia menjelaskan terdapat

peningkatan mean blood flow velocity (MBFV) sebanyak 78.85% pada sampel yang mendapat

stimulasi auditory. Mendengarkan musik dapat membantu pemulihan fungsi otak pada pasien

strok, yang mungkin dihubungkan dengan domain-general attention network (Patel, 2010).

9

Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi emosi subjek penelitian.

Mood dan atensi subjek penelitian dikendalikan. Setiap subjek diberikan BWE apabila memiliki

suasana hati dan atensi positif pada saat perlakuan. Mendengarkan BWE dapat mengaktifkan

struktur otak yang banyak terkait dengan proses memori, perhatian dan sensoris yang

menstimulasi integrasi kognitif dan multisensory yang kompeks (complex cognition and

multisensory integration). (Curtis D, 2007); (Daveson BA, 2008) ;(Johansson BB, 2011).

Peningkatan kewaspadaan, suasana hati dan perhatian tersebut sebagai akibat stimulasi sistem

mesokortikolimbik dopaminergik dan keterlibatan domain-general attentional networks (Royce

K, 2009). Mekanisme keterlibatan network tersebut belum sepenuhnya dipahami (Patel AD,

2010). Penelitian ini dilakukan pada onset kurang dari 72 jam. Menurut Cullberg, pada pasien

strok onset hari pertama sampai ke tiga berada dalam keadaan shock, merasa bingung, lemah dan

tak berdaya dan pada tahap inilah peran musik dapat membuat tenang, relaks dan tidur menjadi

lebih baik. BWE mengandung musik relaksasi sehingga dapat menurunkan stres akut dan

digunakan sebagai natural sedative pada hari-hari pertama kejadian strok (Forsblom A, 2009). Peneliti mengendalikan variabel jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan, dan onset

strok pada kelompok perlakuan dan kontrol. Proporsi jenis kelamin pada laki-laki sebesar 59.7%

dan perempuan 40.3%. Rerata usia sampel penelitian adalah 58.45 (SD ± 11.92) tahun. Rerata

usia kelompok perlakuan 57.61 (SD± 11.92) tahun dan kelompok kontrol 59.26 (SD± 12.92)

tahun. Rentang usia subjek penelitian antara 34-96 tahun. Penelitian ini tidak jauh berbeda

dengan penelitian Schauer S, dkk (2003) yang didapatkan rerata usia penderita strok pada

kelompok kasus 59±12 tahun dan kelompok kontrol 61±12 tahun. Hal ini berbeda dengan

proporsi jenis kelamin pada penelitian Forsblom A, dkk (2009) tentang peran terapi musik dalam

rehabilitasi strok, dijumpai 60% distribusi pada perempuan dan rentang usia pada 35-72 tahun.

Pada strok iskemik, penderita laki-laki lebih banyak dibanding perempuan dan profil usia di

bawah 45 tahun sebesar 11.8%, usia 45-64 tahun 54.2% dan usia di atas 65 tahun sebesar 33.5%

(Perdossi, 2011). Subjek penelitian, paling banyak memiliki pendidikan tinggi (58.2%) Hal ini

berbeda dengan penelitian Usman EI dkk (2011) pendidikan strok iskemik dengan afasia

terbanyak pada tingkat SD (46.7%). Sementara itu Esi RS, dkk 2012 melaporkan pendidikan

pasien stok iskemik yang berobat di RS Wahidin dan Jejaringnya paling banyak dengan tingkat

SMA dan Perguruan Tinggi dengan proporsi masing-masing 33.3%. Pada penelitian ini, ukuran

10

dan lokasi lesi serta faktor genetik termasuk variabel perancu. Hal ini disebabkan sensitifitas CT

scan konvensional pada strok iskemik onset kurang 48 jam bervariasi antara 57-71%, terkadang

area hipodensitas belum jelas tergambar (Gonzalez RG, dkk, 2006). Soyuer F, dkk (2005)

menyatakan gangguan motorik berhubungan dengan disabilitas penderita strok. Tidak didapatkan

hubungan yang bermakna antara lesi pada hemisfer kiri dan kanan ataupun usia pasien terhadap

gangguan motorik dan disabilitas pada onset 7-10 hari maupun 3 bulan pasca strok iskemik.

Husni H (2011) melaporkan pemulihan motorik lengan pada hemiparese kanan lebih baik dari

pada hemiparese kiri pada penderita strok akut. Damopoli S, dkk (2008) melaporkan terdapat

hubungan antara luaran strok iskemik dengan volume dan letak teritorri arteri. Pasien mempunyai

luaran klinis yang lebih baik bila mempunyai volume lesi infark kecil (< 50 cc) pada territori

arteri cerebri anterior. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara luaran klinis dengan letak

lesi (korteks dan subkorteks). Faktor genetik yang sering dihubungkan dengan strok iskemik

diantaranya polimorfisme gen ß-fibrinogen C148T dan polimorfisme gen pada sistem renin

angiotensin (Worrall BB, dkk, 2010).

BWE digunakan sebagai terapi pelengkap yang bisa memperbaiki luaran pasien strok.

Pada penelitian ini menemukan BWE dengan stimulasi auditory dapat meningkatkan luaran

strok, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam manajemen pasien strok akut. Kelemahan

penelitian ini adalah pengambilan sampel dan evaluasi NIHSS dilakukan sendiri oleh peneliti

yang dapat terjadi bias sehingga diperlukan metode penelitian menggunakan desain murni teracak

buta ganda (double blind randomized controlled trials).

SIMPULAN DAN SARAN

Terdapat perbaikan luaran klinis penderita strok iskemik akut dengan menggunakan terapi

standar disertai BWE dengan stimulasi Auditory maupun tanpa disertai BWE, namun Perbaikan

luaran klinis penderita strok iskemik akut yang menggunakan BWE yang disertai stimulasi

Auditory secara bermakna lebih baik dibanding tanpa menggunakan BWE. Penggunaan BWE

sebagai terapi pelengkap dapat menjadi pertimbangan dalam perbaikan luaran pasien strok

iskemik akut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek BWE pada pasien strok

dengan menggunakan parameter luaran klinis lainnya dan metode penelitian double blind

randomized controlled trials.

11

DAFTAR PUSTAKA

Adam, R.D & Viktor, M (2005). Cerebrovascular Disease. In: Principles Of Neurologi, 8th Ed., New York:Mcgraw-Hill Book Co., p:660-740.

Agus, Z.S. (2010). Music Therapy Has Some Benefits in Stroke Recovery. Published: July 09, 2010. (Di unduh 10 Agustus 2012) Available From: http://www.medpagetoday.com/ cardiology/strokes// 21074.

Altenmuller, E., Marco-Pallares, J., Munte, T.F., & Schneider, S. (2009). Neural Reorganization Underlies Improvement in Stroke-Induced Motor Dysfunction by Music-Supported Therapy. The Neuroscience and Music III- Disorder and Plasticity (1169):195-405

Antic S, Galinovic I, Huzjan AI, Vukovic V, Jurasic MJ, Demarin V. (2007). Music as an Auditory stimulus in stroke patients. Coll. Antopol; 32:19-23

Bradt, J., Magee, W.L., Dileo, C., Wheeler, BL & Mcgilloway, E. (2010). Music Therapy for Acquired Brain Injury (Review). Cochrane Database Syst Review in pubmed. Jul 7;(7)

Brust, J.C.M. (2010). Cerebral infarction. In: Rowland LP, Pedley TA. Merritt’s Neurology. 12th Ed. Lippincott williams & walking. Philadelphia. P:268-75

Curtis D. (2007). Binaural Beats, Brain Wave Entrainment and the Hemi-Sync Process. University of Adelaide, November 2007

Daveson, B.A. (2008). A description of a Music Therapy Metamodel in Neuro-disability and Neuro-rehabilitation for Use with Children, Adolescents and Adults. Australian J. Music Therapy.(19)

Demos, J.N. (2005). Getting Started with neurofeedback. New York: W. W Norton & Company Damopoli, S, Murtala B, Aliah A, Ilyas M. (2007). Korelasi antara volume dan letak infark pada

CT-scan kepala dengan derajat klinis berdasarkan indeks barthel pada penderita strok iskemik akut. The Indonesian Journal of Medical Science; 1(5):333-42

Duncan, P.W, Zorowitz, R, Bates, B, Choi, J.Y, Glasberg, J.J, Graham, G.D, et al (2005). Management of adult stroke rehabilitation care: A clinical practice guideline.Stroke (36):100-43

Elkind, M.S.V. & Sacco, R.L. (2010). Pathogenesis, Classification and Epidemiology Of Cerebrovascular Disease. In: Roland L.P and Pedley T.A. Merrits Neurology. 12th Ed. Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Walkins., Philadelphia-Tokyo. P: 250-62

Esi, R.S., Tammase, J., Muis A. & Gunawan, D. (2012). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Peningkatan Skala Motorik pada Penderita Strok Iskemik Akut. Neurona; 29(2): 33-42

Forsblom, A, Laitinen, S, Sarkamo, T & Tervaniemi M. (2009). Therapeutic role of music Listening in stroke Rehabilitation. N.Y.Acad. Sci. 1169:426-430

Gonzalez, R.G, Hirsch, J.A., Koroshetz, W.J., Lev, M.H & Schaefer, P. (2006). Acute Ischemic Stroke.Imaging and Intervention. Berlin: Springer-Verlag; p 41-80.

Huang, T.L. & Charyton, C. (2008). A Comprehensive Review of the Psychological Effects of Brainwave Entrainment. Alternative Therapies Health Med,;14(5):38-50

Husni H. (2011). Hubungan antara sisi kelemahan motorik dengan pemulihan motorik lengan pada penderita strok iskemik akut. (Tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin.

Johansson, B.B. (2011). Current trends in stroke rehabilitation. A review with focus on brain plasticity. Acta Neurol Scand (123): 145-159

Kusumoputro, S. (2009). Plastisitas Otak dan Potensinya Untuk Melakukan Transformasi. Dalam: Sjahrir H. Anwar Y, Kadri AS. Neurology Up Date 2009. P: 355-358

12

Nayak S, Wheeler BL, Shiflett SC, Agostinelli S (2000). Effect of Music Terapi on Mood and Sosial Interaction among Individual with Acute Traumatic Brain Injury and Stroke. Rehabilitation Psychology 45(3) 274-83

Norton A, Zipse L, Marchina S and Schlaug G. (2009). Melodic Intonation Therapy Shared Insights on How It is Done and Why It Might Help. The Neuroscience and Music III: Disorder and Plasticity: Ann.N.Y.Acad.Sci.1169:431-6

Patel, A.D. (2010). Music, Biological Evolution and The Brain. In: Bailar M (ed). Emerging Disciplines. Houston, TX: Rice university press. P:91-144

Perdossi. (2011). Guideline Strok Tahun 2011. Kelompok Studi Stroke.Jakarta: Perdossi. Petrina, A.B. (2012). Motor Recovery in Stroke. Updated: Jul 30, 2012 (diunduh 30 Desember

2012) Available From: Http://Emedicine. Medscape.Com/Article/324386-Overview. 2009 Rojo, N., Amengual, J., Juncadella, M., Rubio, F., Camara, E., Marco-Pallares J et al. (2011).

Music-Supported Therapy Induces Plasticity in Sensorimotor Cortex in Chronic Stroke: a Single-Case Study Using Multimodal Imaging (fMRI-TMS). Brain Injury;25(7-8): 787-93

Royce K. (2009). Stroke patients benefit from music therapy. (Published: August 3, 2009) (diunduh 1 Januari 2012). Available from: http://ezinearticles/?stroke-patients-benefit-from-music-therapy&id=2653159

Safranek, R. (2011). The Use of Music Therapy In Stroke Rehabilitation. Released March 2011. (Di unduh 10 Januari 2013). ProQuest Discovery Guides. Available From: Http://www.Csa.Com/Discoveryguides/ Discoveryguides-Main.Phd.

Sarkamo, T. (2011). Music in recovering brain. Finland: University of Helsinki Schauer, S & Schonle PW. (2003). Musical Motor Feedback in Walking Hemiparetic Stroke

Patients: Randomized Trials of Gait Improvement. Clinical rehabilitation 17 (7):713-22. Soyuer, F & Soyuer, A. (2005). Ischemic stroke: Motor impairment and disability with relation

to age and lesion location. Journal of Neurological Sciences (Turkish);22(1): 43-49 Tan, K.S., Wong, K.S & Venketasubramanian, N. (2006). Setting Priorities In Asian Stroke

Research. Neurology Asia (11): 5-11 Thaut, M.H., Leins, A.K., Rice, R.R., Argstatter, H., Kenyon, G.P., McIntosh et al. (2008).

Rhytmic Auditory Stimulation improves gait more than NDT/Bobath Training in Near-Ambulatory Patients early post stroke: a Single-Blind, Randomized Trial. Neurorehabilitation and Neural Repair;21(5): 455-459

Thomson, J.D. (2007a). Methods for Stimulation of Brain Function Using Sound. (Diunduh 1 Agustus 2012). Available from: www.neuroacoustic.com/methods.html

Thomson, J.D. (2007b). The Clinical Uses of Sound. (Diunduh 1 Agustus 2012). Available from: http://www.neuroacoustic.com/clinical_services.html

Tomaino, C.M. (2009). Clinical Applications of Music Therapy In Neurologic Rehabilitation. In: Hass R, Brabdes V. Music That Works, Construbutions of Biology, Sociology, Medicine and Musicology. Springerwien, New York. Chapter 15. Pp: 211-9

Usman, EI. (2011). Efek Terapi Musik Instrumental Terhadap Perubahan Status Penderita Afasia Motorik Akibat Strok Iskemik (Tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin.

Will, U & Berg E. (2007). Brainwave Synchronization and Entrainment to Periodic Acoustic Stimuli. Neuroscience Letters 424:55-60

Worrall, B.B. & Sacco, R.L. (2010). Genetics of Stroke. Rowland LP, Pedley TA. Merritt’s Neurology. 12th Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer/ Lippincott Williams & Walking. P 281-285.

13

Tabel 1. Sebaran karakteristik dan uji homogenitas sampel penelitian

Variabel Kelompok Penelitian Total

p Perlakuan Kontrol

(n) % (n) % (n) % Jenis Kelamin Laki-laki 17 25.4 23 34.3 40 59.7 0. 178

Perempuan 16 23.9 11 16.4 27 40.3

Kelompok umur < 45 tahun 5 7.5 5 7.5 10 14.9 0.609

45-55 tahun 11 16.4 8 11.9 19 28.4

55-65 tahun 10 14.9 9 13.4 19 28.4

>65 tahun 7 10.4 12 17.9 19 28.4

Pendidikan Rendah 10 14.9 18 26.9 28 41.8 0.060

Tinggi 23 34.3 16 23.9 67 58.2

Onset hari <24 jam 13 19.9 18 26.9 31 46.3 0.390

24-48 jam 5 7.5 6 9.0 11 16.4

48-72 jam 15 22.4 10 14.9 25 37.3

NIHSS Perawatan Hari 1 Ringan 2 3.0 9 13.4 11 16.4 0.061

Sedang 28 41.8 21 31.3 49 73.1

Berat 3 4.5 4 6.0 7 10.4

Sumber: Data primer, uji Person Chi-Square

14

Tabel 2. Analisis Luaran klinis NIHSS pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Nilai NIHSS

p n Rerata ± s.b Perbedaan rerata

(IK95%)

Kelompok Perlakuan

Sebelum terapi standar

dengan BWE (Hari 1)

33 8.61 ± 3.76

2.64 (1.96-3.31) 0.000 Setelah terapi standar

dengan BWE (Hari 10)

Kelompok Kontrol

33 5.97 ± 3.82

Sebelum terapi standar

tanpa BWE (Hari 1) 34 7.82 ± 4.43

1.68 (1.21-2.14) 0.000 Setelah terapi standar

tanpa BWE (Hari 10) 34 6.15 ± 4.71

Uji T berpasangan (Paired T test)

Tabel 3. Analisa selisih skor NIHSS pada kelompok perlakuan dan Kontrol

Kelompok

Nilai selisih skor NIHSS

p n Rerata±s.b Perbedaan rerata

(IK95%)

Perlakuan 33 2.64±1.90 0.96 (0.16-1.76) 0.020

Kontrol 34 1.68±1.34

Uji T tidak berpasangan (Unpaired T test)

15

Gambar 1. Alur Penelitian

Pasien baru Strok Iskemik Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan

penunjang (CT scan/MRI) n = 114 Subjek

Kriteria Ekslusi (n: 47 Subjek)

Kriteria inklusi (n: 67 Subjek)

Penyajian hasil akhir penelitian

Kelompok tanpa BWE dalam 10 hari (n: 34 Subjek)

Kelompok dengan BWE dalam 10 hari (n: 33 Subjek)

Terapi standar + BWE (10 hari)

Pengobatan tanpa BWE (10 hari)

Skor NIHSS Skor NIHSS I

Skor NIHSS II Skor NIHSS II

DATA

Analisa data

Onset > 72 jam (n: 14 Subjek )

Bukan serangan Pertama (n: 16 Subjek)

Dengan penyakit sistemik berat (n: 9 Subjek)

Riwayat Epilepsi (n: 1 Subjek)

Drop out penelitian (n: 7 Subjek)