pengaruh kepadatan tanah terhadap rembesan air …
TRANSCRIPT
“SKRIPSI”
PENGARUH KEPADATAN TANAH TERHADAP REMBESAN AIR PADA
BENDUNGAN URUGAN
Oleh :
AGUSRIADI MUHAMMAD HARUN 105 81 01345 10 105 81 01319 10
JURUSAN SIPIL PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal Ujian
Komprehensif ini dengan baik.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil
dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Adapun judul tugas akhir kami adalah: “PENGARUH KEPADATAN
TANAH TERHADAP REMBESAN AIR PADA BENDUNGAN URUGAN”
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak
masukan yang berguna dari berbagai pihak sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan serta keikhlasan
hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Hamzah Al Imran, ST., MT. sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, ST. sebagai Ketua Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, M.Sc,. M.Eng selaku
pembimbing I dan Bapak Mahmuddin, ST.,MT. selaku pembimbing II,
yang telah meluangkan banyak waktu, memberingan bimbingan dan
pengarahan sehingga terwujudnya tugas akhir ini.
4. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas
segala waktunya telah mendidik dan melayani kami selama mengikuti
proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan limpahan
kasih sayang, doa, serta pengorbanan kepada penulis.
6. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku
Angkatan 2010 dengan rasa persaudaran yang tinggi banyak
membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir
ini.
Pada akhir penulisan tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa tugas
akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis meminta saran dan
kritik sehingga laporan tugas akhir ini dapat menjadi lebih baik dan
menambah pengetahuan kami dalam menulis laporan selanjutnya.
Semoga laporan tugas akhir ini dapat berguna bagi penulis khususnya
dan untuk pembaca pada umumnya.
Wassalamu`alaikum, Wr. Wb.
Makassar, Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... viii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN .......................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 4
E. Batasan Masalah ..................................................................... 4
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................. 8
A. Bendungan Urugan ................................................................. 8
B. Pemadatan Tanah ................................................................... 12
C. Sifat Fisik dan Mekanis Tanah ................................................. 16
D. Debit Rembesan ..................................................................... 31
BAB III METODELOGI PENELITIAN ................................................. . 37
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................ 37
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data ......................................... 37
C. Alat dan Bahan ...................................................................... 38
D. Variabel Penelitian .................................................................. 39
E. Rancangan Dan Tahapan ....................................................... 40
F. Analisis Data ........................................................................... 43
G. Flow Chart Penelitian .............................................................. 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 47
A. Tingkat Pemadatan Tanah ..................................................... 47
B. Hasil Pengukuran Debit Rembesan secara Langsung pada Tubuh Model Bendungan ....................................................... 47
C. Hubungan antara Kepadatan Tanah dengan Debit Rembesan q hitung (ml/jam) pada Setiap Metode ........................................ 49
D. Bentuk Garis Fretik pada Tubuh Model Bendungan Urugan .................................................................................... 51
BAB V PENUTUP ................................................................................ 56
A. Kesimpulan ............................................................................. 56
B. Saran ...................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 58
LAMPIRAN ................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL
Nomor Hal.
1. Klasifikasi Permeabilitas Tanah ....................................................... 24
2. Berat Jenis tanah ............................................................................. 25
3. Nilai indeks plastisitas (IP) beberapa indeks tanah ......................... 29
4. Harga-harga k untuk jenis tanah...................................................... 31
5. Dimensi bendungan ......................................................................... 43
6. Tingkat pemadatan tanah ................................................................ 47
7. Hasil pengukuran debit rembesan secara langsung pada masing-masing kepadatan ........................................................................... 48
8. Hasil perhitungan debit rembesan pada setiap metode ................... 51
9. Hasil analisa bentuk formasi garis freatik dengan metode dupuit .............................................................................................. 52
DAFTAR GAMBAR
Nomor Hal.
1. Contoh potongan melintang bendungan urugan ............................. 10
2. Klasifikasi umum bendungan urugan ............................................... 10
3. Contoh rencana teknis bendungan sekat ........................................ 11
4. Grafik segitiga perbandingan tekstur tanah ..................................... 22
5. Seepage through eart dam with tail water ....................................... 32
6. Persamaan metode dupuit .............................................................. 33
7. Persamaan metode schaffernak dan van iterson ............................ 34
8. Persamaan metode L. Cassagrande ............................................... 37
9. Eunha Permeability Tank ................................................................ 39
10. Sketsa model bendungan ................................................................ 41
11. Flow chart penelitian ........................................................................ 46
12. Hubungan aantara debit rembesan dengan kepadatan tanah terhadap waktu (t) ........................................................................... 49
13. Hubungan antara kepadatan tanah dengan debit rembesan ........... 50
14. Sketsa bentuk garis freatik dan panjang zona basah pada tubuh bendungan ...................................................................................... 52
15. Formasi garis depresi dengan tingkat kepadatan tanah 70,07%. .... 53
16. Formasi garis depresi dengan tingkat kepadatan tanah 78,23% ..... 53
17. Formasi garis depresi dengan tingkat kepadatan tanah 86,94% ..... 54
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
t = Waktu rembesan
γb = Berat volume tanah basah
γk = Berat volume kering
h1 = Tinggi muka air dihulu bendungan
h2 = Tinggi muka air dihilir bendungan
K = Koefisien permeabilitas
H = Tinggi muka air banjir (MBA)
a = Tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan
d = Jarak lintasan rembesan di dasar bendungan
α = Sudut kemiringan lereng hilir bendungan
q = Debit rembesan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan salah satu bagian terpenting dalam menunjang
kehidupan manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan air
semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dari
hari ke hari, sedangkan persediaan air yang ada di bumi adalah tetap.
Salah satu usaha yang paling efektif untuk mengatasi masalah tersebut
adalah dengan membangun bendungan.
Dalam merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhatikan
stabilitasnya terhadap bahaya longsoran, erosi lereng dan kehilangan air
akibat rembesan melalui tubuh bendungan. Setiap bendungan pasti
mengalami rembesan air, namun bagaimana pengaruh rembesan air
terhadap bendungan sangat tergantung pada kepadatan dan jenis bahan
timbunan bendungan. Volume rembesan air yang terlalu besar,
mengakibatkan pengoprasian bendungan menjadi terganggu, hingga
rawan terjadi longsor bahkan keruntuhan.
Keruntuhan dapat diakibatkan oleh overtopping dimana air melimpah
melalui puncak tubuh tanggul yang menyebabkan terjadinya erosi serta
longsoran sehingga terjadi keruntuhan. Keruntuhan dapat juga diakibatkan
oleh rembesan atau bocoran yang membawa material tanggul yang
disebut erosi bulu atau piping. Keruntuhan tanggul ini bisa juga
disebabkan oleh rembesan atau bocoran (piping) lewat tubuh tanggul atau
2
lewat konduit yang menembus tubuh tanggul, longsoran lereng dan
kerusakan karena gempa. Akibat keruntuhan tersebut, maka air yang
tertampung di waduk akan mengalir ke lembah sungai di hilir tanggul
dengan debit yang sangat besar dan kecepatan yang sangat tinggi. Oleh
karena itu perlu adanya kajian laboratorium mengenai rembesan air pada
tubuh bendungan.Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pola aliran
garis fretis pada tubuh bendungan dan menghitung debit rembesan yang
terjadi.
Model yang dipilih pada penelitian ini adalah bendungan type
homogen yaitu bendungan yang tubuhnya terbentuk dari urugan tanah
dengan tingkat kepadatan tanah yang bervariasi. Pemilihan model ini
selain sederhana, juga ditinjau dari pelaksanaan pembangunannya yang
mudah dibandingkan dengan type-type lainnya, akan tetapi senantiasa
dihadapkan pada problema stabilitas tubuh bendungan tersebut, jadi
merupakan peraga yang baik pada penelitian rembesan sebagai variable
destruktif yang harus diperhatikan.
Hal tersebut disebabkan karena di seluruh tubuh bendungan yang
terletak di bawah garis depresi, senantiasa dalam kondisi jenuh, sehingga
daya dukung kekuatan geser sudut luncur alamiahnya menurun pada
tingkat-tingkat paling rendah, selain itu apabila garis depresi memotong
lereng hilir akan terjadi aliran-aliran filtrasi keluar ke permukaan lereng
tersebut dan terlihat adanya gejala-gejala sufosi serta sembulan yang
3
mengakibatkan terjadinya keruntuhan-keruntuhan atau longsoran-
longsoran kecil pada permukaan lereng.
Pada pembuatan tubuh bendungan tipe urugan homogen, tanah
dipadatkan untuk meningkatkan berat volumenya. Pemadatan berfungsi
untuk meningkatkan kekuatan tanah, mengurangi besarnya rembesan
air yang terjadi, mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak
diinginkan, dan meningkatkan kemantapan lereng timbunan. Pada
perencanaan, kepadatan tanah lapangan diambil sebesar 90-95%
kepadatan tanah laboratorium. Berat volume kering maksimum didapat
dari hasil percobaan dengan uji Procton atau dimodifikasi di laboratorium
(Bowles, 1993).
Sehingga berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Kepadatan Tanah
Terhadap Rembesan Air Pada Bendungan Urugan”
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini dapat dijabarkan dalam
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh kepadatan tanah terhadap debit rembesan air
pada tubuh bendungan urugan tanah.
2. Bagaimana pengaruh kepadatan tanah terhadap bentuk formasi garis
depresi pada tubuh bendungan urugan tanah.
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah terhadap debit
rembesan air pada tubuh bendungan urugan tanah.
2) Untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah terhadap bentuk
formasi garis depresi pada tubuh bendungan urugan tanah.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya :
1) Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan informasi para peneliti
dalam mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan judul
skripsi kami tentang rembesan pada tanah urug untuk tubuh
bendungan urugan.
2) Menambah refrensi ilmu pengetahuan dibidang penelitian tentang
efektivitas bendungan dibidang teknik keairan.
3) Memberikan semangat bagi para peneliti yang sedang melakukan
penelitian dibidang teknik keairan.
E. Batasan Masalah
Agar penelitan ini dapat berjalan efektif dan mencapai sasaran yang
ingin dicapai maka penelitian ini memberikan batasan masalah sebagai
berikut:
1) Penelitian ini dilaksanakan pada Laborotorium Hidrolika Fakultas
Teknik Univesitas Hasanuddin Makassar.
5
2) Skala yang digunakan ditentukan berdasarkan kemampuan alat atau
fasilitas Laborotorium Hidrolika unhas.
3) Jenis tanah yang digunakan pada model simulasi tubuh bendungan
adalah tanah lempung.
4) Model simulasi tubuh bendungan dibedakan menjadi tiga varias
jumlah tumbukan tanah yang berbeda.
5) Penelitian ini diperuntukkan untuk mengetahui volume rembesan
yang terjadi dan bentuk garis defresi pada tubuh bendungan.
6) Fluida yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tawar.
7) Mengamati terjadinya rembesan dan bentuk formasi garis defresi
akibat pengaruh kepadatan tanah.
8) Tinggi muka air tampungan yang digunakan adalah 25 cm.
9) Alat tutor User’s Manual For Eunha Permeability Tank.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan ini merupakan susunan yang serasi dan teratur oleh
karena itu dibuat dengan komposisi bab-bab mengenai pokok-pokok
uraian sehingga mencakup pengertian tentang apa dan bagaimana, jadi
sistematika penulisan diuraikan sebagai berikut:
1) Bab I Pendahuluan
Merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar
belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah, dan sistematika penulisan.
6
2) Bab II Tinjauan Pustaka
Merupakan tinjauan pustaka yang memuat secara sistematis
tentang teori, pemikiran dan hasil penelitian terdahulu yang ada
hubungannya dengan penelitian ini. Bagian ini akan memberikan
kerangka dasar yang komprehensif mengenai konsep, prinsip atau
teori yang akan digunakan untuk pemecahan masalah yang meliputi
tentang, rembesan dan bentuk pola aliran garis depresi pada tubuh
bendungan urugan tanah.
3) Bab III Metode Penelitian
Merupakan metodologi penelitian yang menjelaskan waktu dan
lokasi penelitian, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian
serta tahap-tahap dalam proses penelitian di laboratorium, dimulai dari
proses pemadatan tanah dengan kepadatan yang bervariasi, dan
pengambilan data pada kondisi yang bervariasi.
4) Bab IV Hasil dan Pembahasan
Merupakan Analisa Hasil dan Pembahasan yang menguraikan
tentang hasil- hasil yang diperoleh dari proses penelitian dan hasil
pembahasannya. Penyajian hasil penelitian memuat deskripsi
sistematik tentang data yang diperoleh. Sedangkan pada bagian
pembahasan adalah mengolah data hasil penelitian dengan tujuan
untuk mencapai tujuan penelitian.
7
5) Bab V Kesimpulan dan Saran
Merupakan pembahasan mengenai kesimpulan dari seluruh
rangkaian proses penelitian dan saran-saran terkait dengan
kekurangan yang didapati dalam penelitian ini, sehingga nantinya
dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bendungan Urugan
1. Definisi Bendungan Urugan
Bendungan urugan adalah suatu bendungan yang dibangun dengan
cara menimbungkan bahan-bahan seperti: batu, krikil, pasir dan tanah
pada komposisi tertentu dengan fungsi sebagai pengempang atau
pengangkat permukaan air yang terdapat di dalam waduk di udiknya
disebut bendungan tipe urugan atau “bendungan urugan”.(Ir. Suyono
Sosrodarsono, 1977)
Didasarkan pada ukuran butiran dari bahan timbunan yang
digunakan, secara umum dapat dibedakan 2 tipe bendungan urugan,
yaitu:
a) Bendungan urugan batu (rock fill dam) disingkat dengan istilah
“Bendungan batu”.
b) Bendungan urugan tanah (earth fill dam) disingkat dengan istilah
“Bendungan tanah”.
Selain kedua jenis tersebut, terdapat pula bendungan urugan
campuran, yaitu terdiri dari timbunan batu di bagian hilirnya yang
berfungsi sebagai penyangga, sedang bagian udiknya terdiri dari
timbunan tanah yang disamping berfungsi sebagai tirai kedap air.
9
Di dalam kegiatan-kegiatan baik perencanaannya, maupun
pelaksanaan pembangunannya, kedua tipe bendungan tersebut
mempunyai banyak persamaan-persamaan yang cukup nyata.
2. Klasifikasi Bendungan Urugan
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengempang air atau
pengangkat permukaan air di dalam suatu waduk, maka secara garis
besarnya tubuh bendungan merupakan penahan rembesan air ke arah
hilir serta penyangga tandonan air tersebut.
Ditinjau dari penempatan serta susunan bahan yang membentuk
tubuh bendungan untuk dapat memenuhi fungsinya dengan baik, maka
bendungan urugan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) tipe utama, yaitu:
a) Bendungan urugan homogen (bendungan homogeny).
b) Bendungan urugan zonal (bendungan zonal).
c) Bendungan urugan bersekat (bendungan sekat)
Untuk dapat membedakan ketiga tipe tersebut, maka skema serta
uraian singkatnya tertera pada Gambar.
1) Bendungan Homogeny
Suatu bendungan urugan digolongkan dalam tipe homogen, apabila
bahan yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri dari tanah yang
hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir
seragam. Bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu
sebagai bangunan penyangga dan sekaligus sebagai penahan rembesan
air.
10
Gambar 1. contoh potongan melintang bendungan urugan
2) Bendungan Zonal
Bendungan urugan digolongkan dalam tipe zonal, apabila timbunan
yang membentuk tubuh bendungan terdiri dari batuan dengan gradasi
(susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan
pelapisan tersebut.
Gambar 2. Klasifikasi umum bendungan urugan.
11
Pada bendungan tipe ini sebagai penyangga terutama dibebankan
kepada timbunan yang lulus air (zone lulus air), sedang penahan
rembesan dibebankan kepada timbunan yang kedap air (zone kedap air).
3) Bendungan Urugan Bersekat (bendungan sekat)
Bendungan urugan digolongkan dalam tipe sekat (facing) apabila di
lereng udik tubuh bendungan dilapisi dengan sekat tidak lulus air (dengan
kekedapan yang tinggi) seperti lembaran baja tahan karat, beton aspal,
lembaran beton bertulang, hamparan plastik, susunan beton blok, dan
lain-lain.
Gambar 3. contoh rencana teknis Bendungan sekat
12
B. Pemadatan Tanah
1. Pengertian pemadatan tanah
Pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah
dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis (menggilas,memukul,
mengolah) tanah yang dipakai untuk pembuatan tanah dasar pada jalan,
tanggul/bendungan tanahnya harus dipadatkan, hal ini dilakukan untuk
menaikkan kekuatannya, memperkecil daya rembesan airnya.
Memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut pada kebanyakan
pekerjaan teknik sipil seperti konstruksi misalnya bendungan urugan,
tanah fondasi, dan konstruksi lainnya sudah dipastikan perlu adanya
pemadatan tanah agar tanah benar-benar kuat dan stabil terhadap beban
struktur, non struktur.
Teknik pemadatan merupakan cara perbaikan tanah yang relatif
mudah dan sederhana. Dengan pemadatan kuat geser tanah akan
meningkat (improvement) sehingga meningkatkan kuat dukung pondasi.
Pada pemadatan tanah tanah semula akan diberi energi mekanis yang
dinamis (berulang-ulang) sehingga volume tanah berkurang yang
kemudian nilai berat volume tanahnya bertambah. Pengurangan volume
tanah terjadi karena volume udara termanfaatkan.Contoh yang banyak
ditemui adalah roler (stum) pada pekerjaan pemadatan tanah.
Bentuk lain dari pengurangan volume tanah adalah dengan cara
konsolidasi. Cara konsolidasi yaitu memberikan energi dengan beban
yang diam dalam jangka waktu tertentu. Cara ini khusus untuk tanah-
13
tanah kohesif. derajat pemadatan suatu tanah diukur dalam berat volume
kering. pada saat pemadatan air berfungsi sebagai pelunak (softening
agent). pada mulanya saat kadar air 0% berat volume sama dengan berat
volume kering. Jika kadar air bertambah maka berat volume akan
bertambah pula,tapi pada batas tertentu (OMC dan MDD) apabila kadar
air ditambah lagi berat volume akan menurun. Hal ini disebabkan apabila
sudah padat diberi air lagi partikel tanah akan bergerak dan rongga akan
diisi air. Untuk mengetahui berat volume kering maksimum, dilakukan uji
Laborotorium Proctot Standar.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Jenis tanah, kadar air,
Cara pemadatan, energi pemadatan (frekuensi pemadatan) pemadatan
tanah yang baik tidak hanya sekali akan tetapi biasanya 3 kali. pada
pemadatan tanah di lapangan spesifikasi adalah 90-95 % dari berat
volume maksimum yang telah ditentukan pada uji proctor. untuk
mengetahui berat volume di lapangan perlu adanya pengujian.
Tingkat pemadatan diukur dari berat volume kering yang dipadatkan.
Bila air ditambahkan pada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air
tersebut akan berfungsi sebagai unsur pembasah atau pelumas pada
partikel-partikel tanah. Karena adanya air, partikel–partikel tersebut akan
lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk
kedudukan yang lebih rapat atau padat.
Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah
akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat.
14
Kadar air yang ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan
yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan
volume juga akan meningkat secara bertahap pula. adanya penambahan
kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah.
Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian menempati ruang–ruang
pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel–partikel
padat dari tanah. Kadar air dimana berat volume kering maksimum tanah
dicapai disebut kadar air maksimum.
Ukuran kepadatan tanah sama dengan besarnya berat volume
kering tanah tersebut = γk Memeriksa kepadatan tanah sama dengan
menentukan berat volume keringnya, kemudian membandingkan dengan
berat volume kering maksimum tanah tersebut. Kepadatan tanah diperiksa
setelah selapis urukan tanah digilas atau ditumbuk.
a) Berat volume tanah basah γb
𝛾𝑏 =𝑊
𝑉 ..........................................................................................( 1 )
b) Berat volume kering γk
𝛾𝑘 =𝛾𝑏
𝐼+𝑊 .......................................................................................( 2 )
Selain kadar air, faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan
adalah jenis tanah dan usaha pemadatan. Jenis tanah yang diwakili oleh
distribusi ukuran butiran, bentuk butiran tanah, berat spesifik bagian padat
tanah. Selain itu jumlah serta jenis mineral lempung yang ada pada tanah
mempunyai pengaruh besar terhadap harga berat volume kering
15
maksimum dan kadar air optimum dari tanah tersebut. Pada kadar air
yang lebih rendah, adanya tegangan terik kapiler pada pori-pori tanah
mencegah kecenderungan partikel tanah untuk bergerak dengan bebas
untuk menjadi lebih padat. Kemudian tegangan kapiler tersebut akan
berkurang dengan bertambahnya kadar air sehingga partikel-partikel
menjadi mudah bergerak dan menjadi lebih padat. Bila usaha pemadatan
persatuan volume tanah berubah. Kurva pemadatan juga akan baru, tetapi
harap dicatat bahwa tingkat kepadatan suatu tanah tidak langsung padat.
Sesuai dengan pola aliran ketika air mengalir melalui medium seperti akan
terjadi kehilangan energi dan terserap oleh tanah dan sangat saling
mempengaruhi satu sama lain antara pola aliran dan urugan tanah
sampai masuk menembus konstruksi sehingga mengakibatkan kerusakan
atau pergeseran tanah yang mengakibatkan sangat fatal dalam
perencanaan konstruksi, oleh karena itu perlu memang dilakukan
pemadatan tanah untuk menjaga kestabilan bendungan dari rembesan air.
2. Konsep dasar pemadatan tanah
Konsep Dasar Pemadatan Semua material jenis tanah untuk
konstruksi harus dipadatkan. Maksud pemadatan tersebut ialah:
1) Untuk menaikkan kepadatan (density) dari tanah.
2) Untuk menaikkan kekuatan tahanan (bearing strength) dari tanah.
3) Untuk mengurangi sifat kemudahan ditembus oleh air (permeability)
dari tanah.
16
Secara umum, semakin padat tanah semakin besar kekuatannya
dan kemampuannya menahan gaya geser (shearing force). Pemadatan
tanah (earthwoks compaction) ialah dimana sejumlah tanah yang terdiri
dari partikel padat (solid particles),air dan udara direduksi volumenya
dengan menggunakan beban. Beban tersebut dapat berupa beban yang
bergerak (rolling),beban yang dipukulkan (tamping) maupun beban yang
digetarkan (vibrating). Kepadatan didapat dengan keluarnya udara dari
antara butiran tanah dimana proses ini merupakan kebalikan dari proses
konsolidasi yang merupakan keluarnya air dari antara butir-butir tanah.
Besarnya kepadatan yang diperoleh tergantung dari usaha alat pemadat
yang digunakan, jenis material tanah, kadar air (moisture content) dan
persentase rongga udara (air voids) yang ada pada tanah. Besarnya
kepadatan tersebut diukur dalam berat jenis kering tanah (dry unit weight
of soil) atau kepadatan kering tanah (dry density).
C. Sifat Fisik dan Mekanis Tanah
Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan
bentuk/kondisi asli tanah. Sifat tanah diantaranya tekstur, struktur,
porositas, berat is, berat jenis partikel, potensi aira tanah (pF) dan
permeabilitas.
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki
partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis
pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah
yang berukuran lebih kecil dari 2 mikron (=2μ), atau <5 mikron menurut
17
sistem klasifikasi yang lain, disebut saja sebagai partikel berukuran
lempung dari pada disebut lempung saja. Partikel-partikel dari mineral
lempung umumnya berukuran koloid (<1μ) dan ukuran 2μ merupakan
batas, atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung.
Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari
ukuran butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung
didalamnya. ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran
lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005
mm sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo,1999) adalah
sebagai berikut:
1) Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2) Permeabilitas rendah
3) Kenaikan air kapiler tinggi
4) Bersifat sangat kohesif
5) Kadar kembang susut yang tinggi
6) Proses konsolidasi lambat
Tanah merupakan materi dasar yang menerima sepenuhnya
penyaluran beban yang ditimbulkan akibat konstruksi bangunan yang
dibuat diatasnya. Tanah yang ada di permukaan bumi mempunyai
karakteristik dan sifat yang berbeda-beda, sehingga hal merupakan suatu
tantangan bagi perekayasa konstruksi untuk memahami perilaku tanah
yang dihadapi dalam perencanaan konstruksi bendungan, penelitian
18
terhadap sifat-sifat yang dimiliki tanah, yang tentunya hasilnya tidak
mutlak.
Dalam pengertian teknik secara umum tanah didefinisikan sebagai
material yang terdiri dan butiran-butiran mineral padat yang tidak
tersegmentasi (terikat secara kimia) antara satu dengan yang lainnya dan
merupakan partikel padat hasil penguraian bahan organik yang telah
lapuk yang berangkai dengan zat cair dan gas sebagai pengisi ruang-
ruang kosong antar organik yang telah lapuk yang berangkai dengan zat
cair dan gas sebagai pengisi ruang- ruang kosong antar partikel.
Tanah merupakan kumpulan butir-butiran mineral alam yang melekat
tetapi tidak erat, sehingga masih mudah dipisah-pisahkan. Tanah yang
lokasinya pindah dari tempat terjadinya akibat aliran air, angin, dan es
disebut transported soil. Tanah yang tidak pindah lokasinya dari tempat
terjadinya disebut residual soil. Misalnya tanah yang berbutir halus
mempunyai rembesan yang kecil dan daya rembes yang besar.
Sedangkan tanah yang berbutir kasar memiliki rembesan yang besar dan
daya rembesan yang kecil. Tanah yang bersifat rembesan kecil dan daya
rembesan besar disebabkan ukuran pori-pori dan butiran-butiran tanah
yang kecil, sedangkan tanah yang bersifat kecil disebabkan ukuran pori-
pori dan butiran tanah yang besar.
Ukuran pori-pori dan butiran-butiran tanah mempengaruhi cepat
lambatnya aliran air. Air yang melewati pori-pori akan membawa partikel
partikel tanah menuju hilir sungai, sehingga partikel-partikel tanah yang
19
terbawa merupakan pembesaran ruang pori diantara butiran tanah. Hal
ini akan menyebabkan debit air yang mengalir semakin besar dan volume
tanah akan berkurang. Berkurangnya volume tanah akan mempengaruhi
kondisi bangunan disekitar aliran, seperti penurunan, stabilitas pondasi,
dan stabilitas lereng. Apabila hal ini dibiarkan maka bangunan di atas jenis
tanah ini akan mengalami penurunan kemudian akan mengalami patahan
dan debit air yang besar bangunan air tersebut dapat terbawa arus air.
bendung merupakan bangunan yang selalu berhubungan dengan air
untuk mengurangi bahaya rembesan dibawah bendungan. digunakan
berbagai cara. Sebagai cara pertama yaitu, dengan menggunakan turap
ini dapat sebagai cara pertama yaitu, dengan menggunakan turap.
Sebagai cara pertama yaitu dengan menggunakan turap. Turap ini dapat
diberikan dibagian hulu dan hilir bendung, turap dapat juga diberikan
hanya pada bagian hulu atau bagian hilir bendung.
Cara kedua yaitu, memperbesar badan bendungan berfungsi untuk
memperpanjang jarak tempuh air dari hulu sampai ke bendungan Turap
bermanfaat pada stabilitas bendungan, dihitung dengan rumus empiris
yang terdapat pada berbagai literatur. Agar proses dapat diamati maka
dibuat alat peraga dari mikha acrylic yang diisi dengan pasir.
Gaya tekan air yang terjadi pada struktur bagian bawah bendungan.
Untuk perhitungan gaya tekanan air di Laboratorium digunakan dengan
pipa piezometer. Pipa piezometer diletakkan pada titik ditinjau dan akan
terisi air yang melewati tabung berisi tanah. Ketinggian air didalam pipa
20
piezometer menunjukkan tekanan air pada titik tersebut dan diukur dalam
millimeter atau meter. Ketinggian air didalam piezometer merupakan
muka piezometer, sedang tekanan air pada kedalaman ini disebut
tekanan pizometrik (piezometric toad).
Tekanan air pada pipa piezometer timbul karena adanya tarikan
lapisan tipis permukaan air disebelah atas (Hardiyatmo,1955). Tarikan
permukaan adalah hasil perbedaan gaya tarik antara molekul-molekul
pada bidang singgung pertemuan dua material yang berbeda sifatnya.
Ketinggian air dalam pipa piezometer akan lebih tinggi dari pada tinggi air
dalam tabung berisi air tekanan air yang terjadi merupakan tekanan
kapiler,dan menyebabkan air tanah tertarik ke atas melebihi permukaan
air di dalam bejana. Untuk menentukan besarnya gaya tekanan air ke
atas di bawah bendungan, diperoleh dengan penggambaran garis aliran
dan ekipotensial kalau kita melihat analisis teori rembesan yang
didasarkan Hardiayatmo,1995 bahwa tanah yang dianggap homogen dan
isotropis merupakan tanah yang memiliki nilai koefisen permabilitas yang
sama pada semua arah.
1) Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan penampakan visiual suatu tanah
berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu
massa tanah tertentu (bowles, 1989). Menurut soepardi (1983), kelas
tekstur tanah dibagi ke dalam tiga kelas dasar, yaitu pasir, lempung, dan
liat. Golongan pasir meliputi tanah yang mengandung sekurang-
21
kurangnya 70% dari bobot/beratnya adalah pasir. Golongan tanah liat
merupakan tanah tanah yang mengandung paling sedikit 35% liat. Selama
persentase liat lebih dari 40%, sifat tanah tersebut ditentukan oleh
kandungan liatnya dibedakan atas liat berpasir dan liat berdebu.
Kelompok lempung sendiri secara ideal terdiri dari pasir, debu, dan liat
yang memperliahatkan sifat-sifat ringan dan berat dalam perbandingan
yang sama. Tanah dengan fraksi pasir yang tinggi memiliki daya lolos air
yang tinggi, sebaiknya tanah dengan fraksi liat yang tinggi memiliki
kemampuan menyerap air yang rendah.
Badan Pertanahan Nasional mendefinisikan bahwa tekstur tanah
adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya
perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang
terkandung pada tanah. Dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir
mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu dengan
ukuran 0.05 – 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm. Maka dapat
terjadi bahwa pada suatu tanah, butiran pasir merupakan penyusun yang
dominan, pada kasus lain liat merupakan penyusun tanah yang terbesar.
Sebaliknya pada tempat lain, kandungan pasir, liat dan lempung terdapat
sama banyaknya. Perbandingan tersebut akan mudah terlihat pada grafik
segitiga seperti terlihat pada gambar 4.
2) Kadar Air Tanah
Kadar air tanah atau kelembapan tanah (soil moisture) adalah
perbandingan anatara massa air dengan kepadatan dalam tanah. Kadar
22
air dapat ditentukan dari nisbah antara berat air dengan berat tanah kering
(basis kering), atau nisbah antara berat air dengan berat tanah basah
(basis basah), atau nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh
(basis volume). Kadar air yang umum digunakan adalah basis kering dan
basis volume.
Gambar 4. grafik segitiga perbandingan tekstur tanah
3) Struktur Tanah
Struktur tanah adalah bentuk tertentu dari gabungan sekelompok
partikel-partikel primer tanah. Struktur tanah dapat dibedakan menjadi
struktur lepas (single grained). Masif dan agregat. Suatu penampang
tanah dapat didominasi oleh corak struktur tertentu. Sifat aersi,
permeabilitas dan kapasitas menahan air, sifat drainase serta sifat-sifat
mekanik tanah sangat dipengaruhi oleh strukturnya. Tanah dengan
23
struktur yang baik (granular atau remah) mempunyai tata udara yang baik,
sehingga unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah.
4) Permeabilitas Tanah
Permeabilitas adalah sifat bahan berpori yang memungkinkan
terjadinya rembesan aliran baik berupa air atau minyak lewat rongga
porinya. Pori-pori tanah saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya, sehingga air dapat mengalir dari titk yang mempunyai tinggi
energi lebih tinggi ke titk yang mempunyai energi lebih rendah. Pada
tanah, permeabilitas digambarkan) sebagai sifat tanah melewatkan air
melalui tubuh tanah. Permeabilitas atau daya rembesan merupakan
kemampuan tanah untuk dapat melewatkan air. Air yang dapat melewati
tanah hampir selalu berjalan linier, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air
merupakan garis dengan bentuk garis yang teratur (smooth curve)
(wesley, 1973). Karena itu, permeabilitas tanah penting untuk
mengevaluasi jumlah rembesan (seepaage) dan gaya/daya rembesan,
menyediakan kontrol terhadap kecepatan rembesan dan studi tentang laju
penurunan (konsolidasi) yang terjadi pada suatu gradien tertentu, dimana
perubahan volume tanah terjadi saat air tersingkir dari rongga tanah
(Bowles, 1989). Klasifikasi permeabilitas tanah disajikan pada Tabel 1.
Permeabilitas akan menurun dengan naiknya tingkat kepadatan dan
akan mencapai nilai terkecil pada kadar air optimum (Sumarno, 2003).
Pada kondisi kadar air setelah optimum, permeabilitas cenderung
mengalami sedikit kenaikan dengan menurunnya tingkat kepadatan.
24
Kondisi ini disebabkan tanah kering kepadatannya relatif kecil karena
kekurangan air sehingga cenderung lebih banyak menyerap air,
sedangkan pada kadar air optimum tingkat kepadatan tanah mencapai
maksimum sehingga air yang teresap sangat sedikit. Setelah kadar air
optimum, air akan teresap lagi tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit
karena kondisi tanah sudah basah/jenuh.
Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah
Kelas Permeabilitas (cm/jam)
Sangat rendah < 0.125
Rendah 0.125-0.500
Agak rendah 0. 5-2.0
Sedang 2.00-6.35
Agak cepat 6.35-12.70
Cepat 12.7-25.4
Sangat cepat >25.4
Sumber : Sitorus (1980) Praja (2007)
Menurut herlina (2003), bertambahnya kadar air, berat isi kering
tanah semakin bertambah besar dan koefisien permeabilitas semakin
kecil. Pada saat pemadatan maksimum (kadar air optimum), berat isi
%kering mencapai maksimum dan permeabilitas mencapai minimum. Bila
dalakukan penambahan air melebihi optimum pada tanah maka berat isi
kering tanah semakin kecil dan permeabilitas menjadi semakin besar.
5) Berat Jenis Partikel Tanah
Berat jenis partikel (specific gravity) tanah (Gs) adalah pebandingan
antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw)pada
suhu 4%C (Hardiyatmo, 1992). Nilai jenis partikel tanah dapat dilihat pada
25
Tabel 2. Berat jenis tanah
Jenis Tanah Berat Jenis (Gs)
Kerikil 2.65-2.68
Pasir 2.65-2.68
Lanau tak organic 2.62-2.68
Lanau organic 2.58-2.65
Lempung tak organic 2.68-2.75
Humus 1.37
Gambut 1.25-1.80
Sumber : Hardiyatmo (1992)
6) Berat Isi Tanah (Bulk Densitiy)
Berat jenis tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
tanah total dengan vo;ume tanah total (Wesley, 1973). Berat isi tanah
merupakan salah satu indikator kepadatan tanah. Makin padat suatu
tanah, maka nilai berat isi tanah semakin besar, sehingga tanah makin
sulit untuk melewatkan air. Berat isi tanah dapat dinyatakan sebagai berat
isi kering (dry bulk dencity) atau sebagai berat isi basah (wet bulk density)
(Hakim, et al., 1986)
Kalsim dan sepai (2003) menyatakan nilai berat isi kering selalu lebih
kecil dari pada nilai berat isi basah. Nilai berat isi kering bervariasi dari
1000 sampai 1800 kg/m³. Semakin halus partikel tanah atau semakin
tinggi kandungan bahan organik maka bulk density akan semakin rendah.
Akan tetapi jika tanah maengalami pemadatan maksimal maka tanah
bertekstur halus menunjukkan berat isi kering yang lebih besar dari pada
bertekstur kasar.
26
7) Porositas
Menurut Terzaghi dan Peck (1987) porositas didefinisikan sebagai
rasio ruang pori terhadap volume total agregat tanah. Porositas juga
merupakan perbandingan antara volume total, yang dinyatakan sebagai
suatu butiran. Poro-pori adalah bagian tanah yang tidak terisi oleh
padatan tanah (soild), sehingga memungkinkan masuknya unsur gas dan
cairan. Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik ,
struktur tanah, dan tekstur tanah (Hardiyatmo, 1992). Lebih penting dari
porositass adalah sebaran ukuran pori . tanah berpasir dan tanah berliat
mungkin mempunyai porositas yang hampir sama, akan tetapi sifat-
sifatnya yang berhubungan dengan simpanan air.
Ruang pori tanah dibagi atas pori makro dan pori mikro. Pori makro
berisi udara dan air gravitasi yaitu air yang mudah hilang oleh gaya
gravitasi, sedangkan pori mikro berisi air kapiler atau udara. Tanah pasir
mempunyai pori-pori makro yang lebih banyak dibandingkan dengan
tanah liat. Diameter pori menurut kalsim dan sapei (2003) dapat
diklasifikasikan sebagai :
a) Pori makro (> 100 µm), dapat dilihat dengan mata telanjang sangat
penting untuk aerasi dan drainase (aliran gravitasi) tanah.
b) Pori meso (30-100 µm) efektif dalam gerakan air baik vertikal keatas
maupun ke bawah (aliran kapiler).
c) Pori mikro (< 30 µm), dapat menahan air pada periode kering dan
melepaskannya dengan sangat lambat
27
8) Angka Pori (e)
Angka pori adalah rasio terhadap volume bahan padat (Terzaghi dan
peck, 1987). Angka pori merupakan perbandingan antara volume pori dan
volume butiran padat. Angka pori juga merupakan rasio antara volume
pori dan volume padat, yang dinyatakan dalam bentuk desimal (Dunn, et
al., 1979). Angka pori merupakan fungsi dari kepadatan tanah.
9) Potensial Air Tanah (pF)
Muka air tanah (Iwater tabel) atau phreatic surfface adalah bidang
batas dari kondisi tanah jenuh air. Daerah di atas muka air tanah disebut
zona tak jenuh. Air dalam tanah baik jenuh maupun tak secara umum
disebut lengas tanah (soil moiture), sedangkan istilah air tanah (ground
water) menunjukkan air yang dikandung oleh tanah jenuh dibawa muka air
tanah (kalsim dan sapei, 2003).
Tingkat energi air tanah bervariasi sangat besar. Perbedaan tingkat
enrgi air tanah tersebut memungkinkan air bergerak dari satu zone yang
lainnya dalam tanah. Air tanah akan bergerak dari tempat dengan tingkat
energi yang tinggi (misalnya muka air tanah) ke tempat energi yang lebih
rendah (misalnya tanah kering). Dengan mengetahui tingkat energi dari
beberapa tempat di dalam profil tanah., maka dapat dipredeksi
pergerakan air tanah (Hakim, et al., 1986). Potensial air tanah menurun
dengan meningkatnya kandungan air (makin banyak air tanah, makin
berkurang energi yang diperlukan menahan air dalam tanah).
28
Daya ikat tanah terhadap air (pF) setelah pemadatan lebih kecil
dibandingkan daya ikat tanah terhadap air (pF) tanah dalam kondisi
kapasitas lapang (Herlina, 2003). Hal ini ditunjukkan dengan kadar air
untuk pF yang sama pada kedalaman sama antara tanah pada kondisi
kapasitas lapang dengan tanah yang sudah mengalami pemadatan,
diamana terlihat kadar air tanah yang telah dipadatkan jauh lebih kecil
dabandingkan dengan tanah pada kondisi kapasitas lapang. Pemadatan
menurunkan pori makro dan pori total sehingga energi yang diperlukan
untuk menahan air lebih kecil, tetapi cenderung menaikkan pori berukuran
sedang.
Sifat mekanik tanah merupakan sifat yang berhubungan dengan
pergerakan tanah. Sifat mekanik terdiri atas konsistensi tanah dan
pemadatan tanah.
1) Konsistensi Tanah
Istilah konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara
partikel tanah tahanan yang muncul guna melawan gaya yang cenderung
berubah atau meruntuhkan agregat tanah. Konsistensi digambarkan
dengan istilah-istilah seperti keras, kaku, rapuh, lengket, plastik, dan
lunak. Konsistensi tanah tergantung pada tekstur,sifat, jumlah, koloid-
koloid inorganik dan organik, struktur dan terutama kandungan air tanah.
Dengan berkurangnya kandungan air umumnya tanah-tanah akan
kehilangan sifat melekatnya (stiknees) dan plastisitasnya sehingga dapat
29
menjadi gembur (friable) dan lunak (soft) dan akhirnya jika kering menjadi
lengket (coherent) (Hakim, et al, 1986).
Tabel 3. Nilai indeks plastisitas (IP) beberapa praksi tanah
Fraksi Tanah Plastisitas IP (%)
Pasir (sand) Nonplastis 0
Debuh (sild) Plastistas rendah < 7
Liat berlanau ( loamiclay) Plastisitas sedang 7 – 17
Liat (clay) Plastisitas tinggi >17
Sumber : Hardiyatmo (1992)
Konsistensi tanah biasanya dinyatakan dengan batas cair can batas
plastis (disebut juga batas-batas Atterberg). Atterberg (1991) dalam
Hardiyatmo (1992) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas
konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan
kandungan kadar airnya. Karena batas-batas ini tidak merupakan sifat
fisika yang jelas, maka dipakai cara empiris untuk menentukannya
(wesley, 1973). Tabel 3 menyajikan nilai indeks plastisitasnya beberapa
fraksi tanah.
2) Pemadatan Tanah
Pemadatan adalah usaha sebanayak mungkin mengeluarkan udara
dari celah-celah di antara butiran-butiran tanah, agar dapat dicapai tingkat
kerapatan butiran-butiran bahan tanah yang semaksimal mungkin
(Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Pemadatan tanah yang juga
merupakan suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan
dengan proses konsolidasi. Konsolidasi adalah pemampatan tanah oleh
beban statis di atasnya dalam waktu yang lama sedangkan pemadatan
30
merupakan peristiwa bertambah beratnya volume kering oleh beban
dinamis dalam waktu relatif singkat, pemadatan bertujuan untuk
memperbesar kekuatan geser tanah, menguranagi sifat mudah mampat
(kompresibilitas), mengurangi permeabilitas, dan mengurangi perubahan
volume tanah sebagai akibat perubahan kadar air (Hardiyatmo, 1992).
Wesley (1973) berpendapat bahwa semakin rendah air maka tanah
akan semakin keras dan kaku sehingga sulit dipadatkan. Apabila kadar air
ditambah maka air tersebut akan berfungsi sebagai pelumas sehigga
tanah akan lebih mudah dipadatkan, kepadatan akan menurun karena
pori-pori tanah terisi air yang tidak dpat dikeluarkan dengan cara
pemadatan. Kepadatn tanah biasanya diukur dengan menentukan berat
isi keringnya, bukan dengan menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat
isi kering berarti tanah tersebut lebih padat.
Terzaghi dan Peck (1987) berpendapat bahwa tingkat pemadatan
tertinggi terjadi pada kadar air tertentu yang disebut kadar kelembaban
optimum (optimum moisture content). prosedur untuk mempertahankan
agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama pemadatan timbunan
dikenal sebagai kontrol kadar kelmbaban (optimum moisture control).
Pengujian pemadatan dilaboraturium dapat dilakukan dengan
beberapa cara metode yang didasarkan pada perbedaan cara
pelaksanaan pemadatannya antara lain adalah (Sosrodarsono dan
Takeda, 1977) :
31
a) Pemadatan tumbuk yaitu dengan menjatuhkan sebuah penumbuk di
atas contoh bahan.
b) Pemadatan tekan yaitu pemadatan yang didasarkan pada prinsip
pengoperasian pada contoh bahan dengan dongrak hidrolis.
c) Pemadatan getar yaitu pemadatan yang menggunakan daya pgetar
mesin vibrasi.
Dari ketiga metode pengujian tersebut, yang paling luas
penggunaanya dan dianggap sebagai pemadatan standar adalah metode
penumbukan. Hal tersebut disebabkan karena peralatan dan
pelaksanaanya cukup sederhana serta hasilnya juga cukup baik.
Tabel 4. Harga-harga k untuk berjenis-jenis tanah.
Jenis tanah Koefisien permeabilitas (cm/det)
Kerikil berpasir
Pasir kasar bersih
Pasir halus
Pasir kelanauan
Lanau
Lempung
1,0
1,0 – 10-2
10-2 – 5x10-2
5x10-2 – 10-3
2x10-3 – 10-4
10-6 – 10-9
D. Debit Rembesan
Debit rembesan (aliran) adalah kapasitas rembesan air yang
mengalir ke hilir melalui tubuh dan pondasi tanggul. Debit rembesan
suatu tanggul mempunyai batas-batas tertentu yang apabila debit
rembesan melampaui batas tersebut, maka kehilangan air yang akan
terjadi akan cukup besar. Disamping itu debit rembesan yang besar dapat
menimbulkan gejala sufosi piping serta gejala sembulan (boiling) yang
32
sangat membahayakan kestabilan tubuh tanggul (Sosrodarsono dan
Takeda, 1977) Menurut Soedibyo (1993) debit rembesan harus dibatasi
yaitu 2% sampai 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam waduk
atau saluran. Semakin besar debit rata-rata yang mengalir pada saluran
irigasi maka persentase maksimal yang diambil harus semakin kecil.
Hukum darcy dapat digunakan untuk menghitung debit rembesan
yang melalui struktur bendungan. Dalam merencanakan sebuah
bendungan, perlu diperhatikan stabilitasnya terhadap bahaya longsoran,
erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui tubuh
bendungan. Terdapat beberapa metode untuk menghitung debit
rembesan yang melewati tanggul yang dibangun dari tanah urugan
homogen diantaranya adalah :
1) Metode Dupuit
Gambar 5. Seepage through earth dam with tail water
Pada gambar di atas terdapat perbedaan tinggi muka air antara
bagian hulu ( h1 ) dan hilir atau tail water ( h2 ). Dalam hal ini Dupuit
mengasumsikan rembesan per-unit dalam koordinat x dan y dalam
rumus:
33
𝑞 = −𝑘𝑦 𝑑𝑦
𝑑𝑥.......................................................................................... (3)
Integrasi dan disubtitusikan dengan boundary conditions x = 0, y =
h1 dan x = L, y = h2 ditentukan sebuah rumus :
𝑞 =𝑘 ( ℎ1²−ℎ2
2)
2𝐿 .................................................................................. (4)
Dengan:
h₁ = tinggi muka air dihulu bendungan (cm)
h₂= tinggi muka air dihilir bendungan (cm)
L = panjang jarak horizontal
K = koefisien permeabilitas
Persamaan di atas disebut Dupuit’s formula. Sedangkan untuk
menentukan bentuk formasi garis depresi, ditentukan dengan
menentukan tinggi h, seperti terjelaskan pada gambar :
Gambar 6. Persamaan Metode Dupuit
ℎ = ℎ12 − (ℎ12 − ℎ2²)
𝑥
𝐿..................................................................... (5)
34
2) Metode Schaffernak dan Van Iterson
Ditemukan pada tahun 1916 oleh Schaffernak dan Iterson , metode
ini digunakan pada bendungan type homogen tanpa mempergunakan tail
water yaitu h2 tinggi air pada bagian hilir. Seperti terlihat pada gambar
berikut ini :
( a )
( b )
( c )
Gambar 7. Persamaan Metode Schaffernak dan Van Iterson
35
Terhadap CAB, didapatkan perhitungan per-unit lebar dengan x
positive diambil di sebelah kiri yaitu :
𝑞 = 𝑘𝑎. sin 𝛼 . tan 𝛼........................................................................... (6)
Dimana 𝑎 adalah panjang permukaan seepage seperti terlihat pada
gambar di atas. Untuk menentukan nilai 𝑎 dipergunakan rumus
persamaan berikut :
𝑎 =𝑑
cos 𝛼−
𝑑2
𝑐𝑜𝑠²𝛼−
ℎ²
𝑠𝑖𝑛 ²𝛼..................................................................(7)
Selain menggunakan rumus di atas nilai a bisa didapatkan dengan
metode grafik seperti pada gambar 3b, pertama-tama dari nilai yang
sudah diketahui ( d, h ) didapatkan titik perpotongan yang diterusakan ke
arah vertikal yaitu titik 1 dan ke arah horizontal yaitu titik 2. Kemudian dari
semicircle 1-C dan 2-C dengan C sebagai pusat circle didapatkan titik
perpotongan dengan setengah lingkaran 1-C, dinamakan titik 3,
selanjutnya radius 1-3 dibuat lingkaran dengan 1 sebagai pusat lingkaran
ditemukan titik perpotongan dinamakan titik B jarak titik B dengan C
adalah a. Selanjutnya titik yang lain dapat dilihat seperti yang terjelaskan
pada gambar 3.
3) Metode L. Cassagrande
Menurut asumsi Dupuit bahwa hidrailic gradien sebanding dengan dy/dx
maka L. Cassagrande menganalisa bahwa hidraulic gradien sebanding
dengan dy/ds, dimana s adalah panjang busur dari seepage line. Seperti
terjelaskan pada gambar berikut ini :
36
( a )
( b )
Gambar 8. Persamaan Metode L. Cassagrande
Casagrande (1937) mengusulkan cara untuk menghitung rembesan lewat
tubuh bendungan yang didasarkan pada pengujian model. Besarnya debit
rembesan dapat di tentukan dengan persamaan.
𝑞 = 𝑘𝑎. 𝑠𝑖𝑛²𝛼 ..................................................................................... ( 8 )
dinmana :
a = tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan ( cm )
d = jarak lintasan rembesan di dasar bendungan jarak E-C ( cm )
H = tinggi muka air banjir MAB (cm )
α = sudut kemiringan lereng hilir bendungan ( ° )
k = koefisien permeabilitas
37
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidroloika Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin, dengan waktu penelitian selama 3 bulan mulai
Agustus – November 2015.
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental, dimana
kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada
literatur-literatur yang bekaitan dengan penelitian tersebut serta adanya
control, dengan tujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab
akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara
memeberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada jenis sample tanah
dengan perbandingan kepadatan tanah terhadap daya rembesan,
sehingga memungkinkan terbukanya pori-pori tanah sangat kecil setelah
tanah dipadatkan.
Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni:
1) Data Primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari simulasi
model fisik Laboratorium.
2) Data Sekunder yakni hasil penelitian yang sudah ada baik yang telah
dilakukan di Laboratorium maupun dilakukan ditempat lain yang
berkaitan dengan penelitian tentang pengaruh kepadatan tanah
terhadap rembesan dan pola aliran pada tubuh bendungan urugan.
38
C. Alat, Bahan dan Model Penelitian
Adapun spesifikasi jenis alat, bahan dan model penelitian yang
dipergunakan dalam percobaan antara lain:
1. Alat
1) Eunha permeability tank model
2) Mistar ukur untuk mengukur kedalaman air dan elevasi dasar saluran
sebelum dan sesudahnya
3) Mesin pompa air untuk digunakan pengisian air ke dalam alat Eunha
Permeabeality Tank Model
4) Stop watch
5) Ayakan no. 4 dan no. 8
6) Bejana ukur/Gelas ukur
7) Kamera dan peralatan lainya yang digunakan untuk foto dokumentasi.
8) Selam air
9) Spidol
2. Bahan
1) Tanah lempung
2) Balok kayupenumbuk
3) Air tawar
4) Zat pewarna
5) Kertas
6) Pulpen
39
3. Model Penelitian
Penyusunan model penelitian ini dengan menggunakan alat Eunha
Permeability Tank model EH – PMT – 1800 Material 15 mm Acryl plate
denganstandar volume 600 mm scale dengandimensi 460 w x 700 H
(mm). Dapat ditunjukan sesuai pada Gambar 10.
Gambar 9. Eunha Permeability Tank
D. Variabel yang Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada Bab.
sebelumnya, maka variable yang diteliti yaitu :
1) Variabel bebas :
a) Waktu ( t )
b) Tinggi muka air hulu ( h1)
c) Tinggi muka air hili ( h2 )
d) Panjang jarak horizontal ( L )
e) Tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan ( a )
f) Jarak lintasan rembesan di dasar bendungan ( d )
g) Sudut kemiringan lereng hilir bendungan (α )
40
2) Variabel terikat :
a) Debit rembesan ( Qf )
b) Koefisien permeabilitas ( k )
E. Rancangan dan Tahapan
1. Prosedur penelitian
a) Padapenelitian ini digunakan model dengan tubuh bendungan tipe
urugan homogeny menggunakan tanah lempung kemerah-merahan.
b) Model fisik yang dirancang pada penelitian ini merujuk pada
penelitianKusnan (2008).
c) Kemiringan lereng disesuaikan dengan kemampuan kotak model
(Eunha permeability tank model) yaitubagian hulu 1:1,6 dan
kemiringan lereng bagian hilir 1:1,6.
d) Pada saat pembentukan, tanah dipadatkan dengan menggunakan
balok kayu seberat 2,5 kg.
e) Tanah dipadatkan perlapisan (10cm perlapisan) dengan jumlah
tumbukan berbeda.
f) Untuk model bendungan (tanggul 1) tanah ditumbuk sebanyak 5 kali
ditempat yang sama dan dengan tinggi jatuhyang sama. Untuk model
bendungan (tanggul 2) tanah ditumbuk sebanyak 10 kali, sedangkan
untuk model bendungan (tanggul 3) tanah ditumbuk sebanyak 15 kali
ditempat yang sama dengan tinggi jatuh yang sama. Sketsa model
bendungan dapat dilihat pada Gambar 10.
41
Gambar 10.Sketsa Model bendungan Keterangan gambar : A. Titik Pengamatan tekanan di tubuh bendungan B. Pipa Pembuang C. Tinggi muka air D. Model bendungan urugan E. Multi tube mano meter F. Pipa pengaliran
2. Prosedur simulasi dan pembuatan model
a) Pengadaan bahan penelitian meliputi air dan tanah lempung berpasir.
b) Persiapan peralatan yang digunakan pada penelitian yaitu Eunha
Permeability Tank model EH – PMT – 1800 Material 15 mm Acryl
plate dengan standar volume 600 mm scale dengan dimensi 460 w x
700 H (mm).
c) Bahan-bahan berupa tanah lempung berpasir dicetak sebagai dasar
bejana alat model fisik.
d) Material pembentuk tubuh model sebelum dipadatkan, diayak terlebih
dahulu dengan menggunakan saringan no. 4 dan no. 8.
e) Tanah dipadatkan secara berlapis-lapis dengan tinggi10 cm dan
123456789101112
14
1315
1618
1719
2022
21
1.80
0.60B
A
CD
EF
42
ditumbuk dengan menggunakan balok seberat 2,5 kg. Tanah ditimbun
hingga membentuk trapezium denganlebar 20c m, panjang 106 cm,
dan tinggi 30 cm.
f) Pembentukan tubuh bendungan tersebut berdasakan jumlah
tumbukan tanah yang direncanakan.
g) Air diisi pada bagian hulu tubuh bendungan sebagai daerah genangan
dengan tinggi muka air maksimum 25 cm.
h) Pengamatan garis aliran pada tubuh bendungan diamati dengan
menggunakan zat pewarna yang dialirkan lewat kran pencolok, yang
dicolokkan pada tanah model dan tepat pada titik tertinggi pertemuan
air dengan tanah model tersebut.
i) Setelah zat pewarna membentuk sebuah garis, baru dapat diplot pada
plastik transparan yang ditempelkan pada dinding permeability tank.
j) Observasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan jumlah tumbukan yang
berbeda dan dengan tinggi air tampungan 25 cm.
k) Volume air rembesan didapat dari gelas ukur yang ditadahkan pada
outlet rembesan hingga mencapai suatu harga volume pada gelas
ukur dengan catatan waktu tertentu.
l) Pengolahan data setelah menentukan hasil nilai penelitian dalam
setiap proses tahapan selama dilakukan running.
Model bendungan yang direncanakan merupakan model dengan
skala horizontal 1 : 35 dan vertikal 1 : 100 diambil dengan pertimbangan
43
untuk disesuaikan dengan alat kotak model (EunhaPermeability Tank).
Dimensi model selengkapnya tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Dimensi Bendungan
Dimensi Ukuran Lapangan Model
H (tinggi muka air), cm 875 25
Hf (tinggi jagaan), cm 175 5
Hd (tinggi tanggul), cm 1050 30
B (lebar atas/mercu), cm 210 6
L (lebar bawah), cm 3710 106
Kemiringan 1/3 1/3
3. Pencatatan Data
Hal yang penting dalam setiap penelitian adalah pencatatan data
pada dasarnya yang diambil adalah yang akan difungsikan sebagai
parameter dalam analisa.
F. Analisis Data
Data dari lapangan/laboratorium diolah sebagai bahan analisa
terhadap hasil studi ini, sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian. Data
yang diolah adalah data yang relevan yang dapat mendukung dalam
menganalisa hasil penelitian, antaralain : data debit rembesan (q) dan
panjang zona basah (a).
a) Metode Depuit
𝑞 =𝑘 ( ℎ1² − ℎ2
2)
2𝐿
44
dimana:
q = debit rembesan (ml/jam)
h₁ = tinggi muka air dihulu bendungan (cm)
h₂ = tinggi muka air dihilir bendungan (cm)
L = panjang jarak horizontal
k = koefisien permeabilitas
Persamaan di atas disebut Dupuit’s formula. Sedangkan untuk
menentukan bentuk formasi garis depresi, ditentukan dengan menentukan
tinggi h.
ℎ = ℎ12 − (ℎ12 − ℎ2²)𝑥
𝐿
b) Metode Schaffernak dan Van Iterson
𝑞 = 𝑘𝑎. sin 𝛼 . tan 𝛼
Dimana 𝑎 adalah panjang permukaan seepage, untuk menentukan
nilai 𝑎 dipergunakan rumus persamaan berikut :
𝑎 =𝑑
cos 𝛼−
𝑑2
𝑐𝑜𝑠²𝛼−
ℎ²
𝑠𝑖𝑛²𝛼
dimana:
q = debit rembesan (ml/jam)
d = jarak lintasan rembesan di dasar bendungan (cm)
h = tinggi muka air dihulu bendungan (cm)
α = sudut kemiringan lereng hilir bendungan ( ° )
45
c) Metode L. Cassagrande
𝑞 = 𝑘𝑎. 𝑠𝑖𝑛²𝛼
Dimana 𝑎 adalah panjang permukaan seepage, untuk menentukan
nilai 𝑎 dipergunakan rumus persamaan berikut :
𝑎 = (𝑑2 + 𝐻2) - (𝑑2 − 𝐻2𝑐𝑡𝑔2𝛼)
dinmana :
q = debit rembesan (ml/jam)
𝑎 = tinggi garis kemiringan hilir dari dasar bendungan (cm)
d = jarak lintasan rembesan di dasar bendungan jarak E-C (cm)
H = tinggi muka air banjir MAB (cm)
α = sudut kemiringan lereng hilir bendungan (°)
k = koefisien permeabilitas
46
G. Flow Chart Penelitian
.
Gambar 11. Bagan AlurPenelitian
Tinggiair tampungan
(25 cm)
Pembentukan tubuh bendungan pada model fisik : 1).Tumbukan 5, 10, dan 15 kali. 2). Kemiringan lereng ; a.bagian hulu 1 : 1,6, b.bagian hilir 1 : 1,6
Persamaan garis fretis
berdasarkan kesesuaian
antara uji coba dengan
salah satu metode garis
aliran fretis
Simulasidanpengambilan data :-Garisaliranfretis, -Debit rembesan
Studi
Li
te
ra
tu
r
Uji kesesuaian garis aliran freatis yang dihasilkan dari uji coba dengan salah satu metode : 1. Metode Depuit, 2. Metode Schaffernak, 3. Metode Cassagrande
Persiapan alat model fisik Eunha Permeabelity Tank -Model kotak dinding kaca 10 mm, P=180 cm, L=20 cm, T=60 cm
Kestabilan tubuh bendungan, tinggi air tampungan Perhitungan maximum 25 cm
Pemiliha
n
Tan
ah
K
e
s
i
m
p
u
M
u
l
a
i
selesai
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Pemadatan Tanah
Pengujian kepadatan tanah dilakukan dengan memberikan tumbukan
pada sampel tanah yang ditempatkan pada wadah silinder (Tabel 6)
Tabel 6. Persentase kepadatan kering terhadap kepadatan kering maksimum (d maks)
No Sampel
Persentase kepadatan kering terhadap d maks(%)
5 Tumbukan 10 Tumbukan 15 Tumbukan
1 69,49% 77,27% 89,67%
2 71,32% 81,22% 87,75%
3 70,55% 77,52% 86,17%
4 69,01% 78,57% 84,93%
5 69,98% 76,56% 86,17%
Rata-rata 70,07% 78,23% 86,94%
Dari tabel 6, diperoleh bahwa nilai rata-rata tingkat kepadatan yang
dicapai pada 5 kali tumbukan adalah 70,07% berat isi kering 11.87 gr/cm³,
pada 10 kali tumbukan78,23% berat isi kering 13,26 gr/cm³ dan pada 15
kali tumbukan dicapai 86,94% berat isi kering 14,62 gr/cm³.
B. Hasil Pengukuran Debit Rembesan Secara Langsung pada
Tubuh Model Bendungan
Kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air yang mengalir
ke hilir melalui tubuh dan pondasi bendungan. Kapasitas filtrasi suatu
bendungan mempunyai batas-batas tertentu yang mana apabila kapasitas
filtrasi melampaui batas tersebut, maka kehilangan air yang terjadi akan
cukup besar.
48
Pengukuran debit rembesan secara langsung pada model
bendungan dilakukan dengan mengukur besarnya debit outletsetip 5
menit hingga didapatkan debit outlet yang konstan. Hasil pengukuran
debit outlet seperti tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasilpengukuran debit rembesan secara langsung pada masing-masing
kepadatan.
Ulangan Waktu
(menit)
q0ut(ml/jam)
Kepadatan 70,07%
Kepadatan 78,23%
Kepadatan 86,94%
0 0 0 0 0
1 5 4020 3120 600
2 10 4830 3510 1200
3 15 6148 4000 1400
4 20 6861 4290 1695
5 25 7385 4500 1908
6 30 7754 4640 2060
7 35 8018 4740 2169
8 40 8216 4815 2273
9 45
2353
10 50
2418
11 55
2471
q0utRata-rata = 6654 4202 1868
Sumber :PengolahanData, 2015.
Pada gambardiatasmenunjukkan bahwa rata-rata debit outlet
yang terjadi pada 3 kali pembuatan tanggul untukkepadatan 70,07% debit
outlet sebesar 6654 ml/jam, untuk kepadatan 78,23% debit outlet sebesar
4202 ml/jam dan kepdatan 86,94% debit outlet sebesar 1868 ml/jam.
Pengukuran debit outlet dilakukan setiap 5 menit mulai air keluar melalui
pipa outlet sampai debit outlet konstan. Debit outlet (Qout) pada model
tanggul disajikan pada tabel 8 dan diberikan dengan bentuk grafik seperti
pada gambar 12.
49
Gambar 12. Grafik hubungan antara debit rembesan dengan kepdatan tanah terhadap waktu (t)
C. Hubungan antara kepadatan tanah dengan debit rembesan
qhitung(ml/jam) pada setip metode
Dibandingkan dibandingkan dengan metode pengukuran langsung,
debit rembesan yang berdasarkan rumus empiris menghasilkan debit
rembesan yang jauh lebih kecil seperti tertera pada tabel 7. Hal ini
disebabkan karena pada metode empiris selain faktor permeabilitas dan
dimensi bendungan, panjang zona basah juga mempengaruhi
perhitungan. Sebaliknya, pada pengukuran secara langsung, debit
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
5500
6000
6500
7000
7500
8000
8500
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
De
bit
Re
mb
esa
nQ
f(m
l/ja
m)
Waktu (menit)
Kepadatan 70,07% Kepadatan 78,23% Kepadatan 86,94%
50
rembesan hanya dipengaruhi oleh nilai permeabilitas, tinggi muka air dan
dimensi bendungan, sedangkan panjang zona basah tidak berpengaruh.
Tabel 8. Hasil perhitungan debit rembesan pada setiap metode
No Kepadatan
(%)
Debit Rembesan
Dupuit (ml/jam)
Schaffernsk dan Van Iterson
L Cassagrande (ml/jam)
(ml/jam)
1 70,07 % 0,1264 0,1052 0,1030
2 78,23 % 0,0760 0,0617 0,0604
3 86,94 % 0,0282 0,0230 0,0225
Sumber : data hasil perhitungan
Gambar 13. Grafik hubungan antara kepadatan tanah dengan debit rembesan.
Pada gamabar 13 menunjukkan bahwa metode depuit pada
kepadatan 70,07% (tanggul 1) debit rembesan sebesar 0,1264 ml/jam
lebih besar jika dibandingkan kepadatan 86,94% (tanggul 3) dengan hasil
rembesan sebesar 0,0282 ml/jam. Pada metode schaffernak dan van
iterson pada kepadatan 70,07% (tanggul 1) hasil rembesan sebesar
0.000.010.020.030.040.050.060.070.080.090.100.110.120.130.14
70.07% 78.23% 86.94%
De
bit
Re
mb
esa
n q
hit
un
g (m
l/ja
m)
Kepadatan (%)
Dupuit Schaffernak dan Van Iterson L Cassagrande
51
0,1052 ml/jam lebih besar jika dibandingkan kepadatan 86,96% (tanggul
3) dengan hasil rembesan sebesar 0,0230 ml/jam. Dan pada metode
L.Cassagrande pada kepadatan 70,07% (tanggul 1) debit rembesan
sebesar 0,1030 ml/jam lebih besar jika dibandingkan dengan kepadatan
86,94% (tanggul3) hasil rembesan sebesar 0,0225 ml/jam. Dari gambar
diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar jumlah tumbukan tanah
maka semakin kecil debit rembesan yang akan terjadi pada tubuh
bendungan.
D. Bentuk Garis Freatik pada Tubuh Model Bendungan Urugan
Garis freatik merupakan batas paling atas dari daerah di mana
rembesan mengalir. Rembesan air mengalir sejajar dengan garis ini
sehingga garis rembesan merupakan garis aliran (Wesley, 1973).
Berdasarkan analisa dengan metode dupuit maupun pengamatan
langsung dapat diketahui garis freatik pada tubuh model tubuh bendungan
seperti terlihat pada Gambar 15, 16 dan 17.
Bentuk garis freatik dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan metode dupuit, yaitu dengan menentukan tinggi h, seperti
yang terjelaskan pada gambar 6 dan persamaan 5.
52
Gambar 14. Sketsa Bentuk garis freatik dan panjang zona basah pada tubuh bendungan
Tabel 9. Hasil analisa bentuk formasi garis freatik dengan metode dupuit.
Kepadatan 70,07% Kepadatan 78,23% Kepadatan 86,94%
Jarak (cm)
Pengamatan Langsung
Metode Dupuit
Jarak (cm)
Pengamatan Langsung
Metode Dupuit
Jarak (cm)
Pengamatan Langsung
Metode Dupuit
Tinggi h (cm)
Tinggi h (cm)
Tinggi h (cm)
Tinggi h (cm)
Tinggi h (cm)
Tinggi h (cm)
5 24,7 24,5 5 24,3 24,0 5 23,8 23,5
10 24 23,7 10 22,9 22,4 10 22 21,8
15 23 22,6 15 21 20,7 15 20 19,3
20 21,7 20,9 20 19 19,2 20 17 17,5
25 19,8 19,6 25 17,5 17,8 25 15 15,7
30 18,3 18,4 30 16 16,8 30 13 14,6
35 17 16,9 35 15 15,5 35 12 13,6
40 15,4 14,8 40 13,6 13,8 40 11 12,6
45 13 12,8 45 11,7 11,9 45 10 11,2
47 12 12 50 9,4 9,9 50 8,4 9,8
53 8,2 8,2 55 6,6 7,1
56 6,3 6,3
Sumber : Pengolahan data 2015
53
Gambar 15.Formasi garis depresi dengan tingkat kepadatan tanah 70,07%
Gambar 16.Formasi garis depresi dengan tingkat kepadatan tanah 78,23%
10111213141516171819202122232425
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Tin
ggih
(cm
)
Jarak (cm)
Pengamatan langsung Dupuit
56789
10111213141516171819202122232425
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Tin
ggih
(cm
)
Jarak (cm)Pengematan langsung Dupuit
54
Gambar 17.Formasi garis depresi dengan tingkat kepadatan tanah 86,94%
Dari gambar analisa metode dupuit dan pengamatan langsung pada
model bendungan melalui pengambilan foto serta pengukuran tinggi garis
freatik pada masing-masing titik pengamatan, maka garis rembesan/garis
freatik yang memotong pada model tubuh bendungan dari hulu ke hilir
semakin menurun. Garis freatik terbentuk karena adanya pergerakan air di
sebelah hulu menuju bagian hilir bendungan. Dengan adanya tekanan air
di sebelah hulu maka akan ada kecenderungan terjadinya gaya yang
mengakibatkan aliran air melewati pori-pori di dalam tubuh bendungan.
Apabila gaya yang menahan lebih besar dibandingkan gaya yang
mengalir maka aliran air akan lebih lama untuk memotong tubuh
bendungan serta garis freatik dari hulu ke hilir akan semakin menurun,
sebaliknya jika gaya yang menahan semakin kecil daripada gaya yang
mengalirkan maka aliran air akan cepat sampai di hilir bendungan serta
56789
10111213141516171819202122232425
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Ke
dal
aman
Tin
ggih
(cm
)
Jarak (cm)Pengamatan langsung Dupuit
55
garis freatik akan semakin naik. Hal ini dapat dilihat pada gambar 15, 16,
dan 17. Pada kepadatan 86,94% terlihat lebih rendah jika dibandingkan
dengan kepadatan 70,07% dan 78,23%. Peristiwa ini dapat dicirikan
dengan adanya lereng basah pada bagin hilir bendungan atau lebih
dikenal dengan panjang zona basah.
Pada pengamatan langsung , panjang zona basah aktual pada
model bendungan pada tiap-tiap kepadatan yakni, kepadatatan 70,07%
sebesar 22,64 cm, kepadatan 78,23% sebesar 15,74 cm dan kepadatan
86,94 sebesar 11,89 cm. Pada penelitian Pratita (2007) diperoleh panjang
zona basah sebesar 19,9 cm dan dari Mohammad Jayadi (2009) sebesar
22,11 cm. Pada penelitian ini panjang zona basah yang diperoleh lebih
besar, karena adanya perbedaan jenis tanah maupun ukuran partikel
tanah yang digunakan. Hal ini dapat juga diakibatkan karena pemadatan
pada model bendungan tidak sama sehingga terjadi penyebaran air pada
bendungan yang lebih besar sehingga mengakibatkan zona basah yang
terbentuk menjadi lebih panjang.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1) Hasil analisa debit rembesan pada masing-masing metode, metode
depuit pada kepadatan 70,07% (0,1264 ml/jam), kepadatan 78,23%
(0,0760 ml/jam) dan kepadatan 86,94% (0,0282 ml/jam). Metode
schaffernak dan van iterson pada kepadatan 70,07% (0,1052 ml/jam),
kepadatan 78,23% (0,0617 ml/jam) dan kepadatan 86,94% (0,0230
ml/jam). Dan Metode L.Cassagrande pada kepadatan 70,07% (0,1030
ml/jam) kepadatan 78,23% (0,0604 ml/jam) dan kepadatan 86,94%
(0,0225 ml/jam). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, semakin tinggi
tingkat kepadatan pada tubuh bendungan, maka semakin kecil
rembesan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena semakin padat
timbunan tanah, maka semakin kecil rongga pori dari tanah tersebut
sehingga menghambat atau memperlambat jalannya air dari tanah itu
sendiri dan juga kuat geser tanah semakin besar.
2) Dari gambar analisa metode dupuit dan pengamatan langsung pada
model bendungan melalui pengambilan foto serta pengukuran tinggi
garis freatik pada masing-masing titik pengamatan, dapat
disimpulakan bahwa, apabila gaya yang menahan (dalam hal ini
kepadatan tanah) lebih besar dibandingkan gaya yang mengalir maka
57
aliran air akan lebih lama untuk memotong tubuh bendungan serta
garis freatik dari hulu ke hilir akan semakin menurun, sebaliknya jika
gaya yang menahan semakin kecil daripada gaya yang mengalirkan
maka aliran air akan lebih cepat sampai di hilir bendungan serta garis
freatik akan semakin naik. Peristiwa ini dapat dicirikan dengan adanya
lereng basah pada bagian hilir bendungan atau lebih dikenal dengan
panjang zona basah. Panjang zona basah (a) pada kepadatatan
70,07% sebesar 22,64 cm, kepadatan 78,23% sebesar 15,74 cm dan
kepadatan 86,94 sebesar 11,89 cm.
B. Saran
Dari pengamatan didalam Penelitian ini penulis memberikan saran-
saran untuk penelitian lebih lanjut, yaitu :
1) Untuk mendapatkan pencatatan yang lebih akurat dalam eksperimen
laboratorium maka perlu dilengkapi alat pencatat otomatis agar mampu
mendapatkan data yang lebih akurat untuk penelitian selanjutnya.
2) Penelitian tentang pengaruh tentang garis defresi pada tubuh
bendungan urugan perlu dikembangkan dengan variasi tinggi muka air
dan jenis tanah yang digunakan.
3) Penelitian tentang rembesaan pada bendungan urugan tanah ini perlu
dikembangkan lagi dengan variasi kemiringan hulu dan hilir bendungan
dan jenis tanah yang digunakan pada setiap model tanggul.
4) Hasil penelitian ini perlu dikaji dan dikembangkan lagi sehingga dapat
disesuaikan dengan fenomena yang terjadi dilapangan.
58
DAFTAR PUSTAKA
Adidarma W.K., HadihardajaI. K,SriL., 2004, Perbandingan Pemodelan Hujan-Limpasan Antara Artificial Neural Network (ANN) dan NRECA, Bandung: Jurnal Teknik SipilI TB, 11, 105-115.
Anonim, 2011, SMALL DAMS Design, Surveillance and Rehabilitation,
CIGBICOLD bulletin. Bowles, J.E., 1993, Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika
Tanah) terjemahan J.K. Hainim, Jakarta: Penerbit Erlangga. Bowles, J., 1989, Analisisdan Desain Pondasi, Erlangga, Jakarta Chen, F.W, and Baladi, G.Y., 1985, Soil Plasticity: Theory and
Implementation (Developmentsin Geotechnical Engineering), USA: Elsevier Science Publishers.
Das,B.M., 1995, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknik),
Jakarta: Penerbit Erlangga. Hardiyatmo, (1955) dan (1999), Mekanika Tanah I, Edisikedua,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Hakim, et al,. (1968), berat isi tanah dinyatakan sebagai berat isi kering
(dry bulk dencity) atau sebagai berat isi basah (wet bulk dencity)
Kusnan, 2008, Kalibrasi Alat model Fisik Formulasi GAF (Garis Aliran Filtrasi) di Timbunan Tubuh Bendngan Homogen, Jurnal Agritek, Vol.16 No.9, halaman1709-1721.
Kalsim dan sepai, (2003), menyatakan nilai berat isi kering sselalu lebih
kecil dari pada nilai berat isi basah dan diameter tanah. Sosrodarsono, Suyono. Ir. 1977. Bendungan type Urugan. P.T Pradnya
Paramita. Jakarta. Sosrodarsono, S. dan Nakazawa. K., 1990. ”Mekanika Tanah dan Teknik
Pondasi”. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Sosrodarsono dan Takeda, (1977), Cara Menentukan Sifat-Sifat Fisik
Tanah Di Laboratorium, Jurusan Teknik Sipil FT Universitas Widyagama, Malang.
Terzaghi, K., etc, 1996, Soil Mechanics In Engineering Practice, Third Edition, John Wiley & Sons Inc., Canada.
59
Terzaghi, dan Peck, (1987), porositas tanah didefinisikan sebagai rasio
ruang pori terhadap volume total agregat tanah. Wesley, D.L., 1973: Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum,
Jakarta Wesley,D.L., 2012, MekanikaTanah, Yogyakarta: Penerbit Andi.
60
Lampiran 1.
a. Hasil uji kepadatan tanah
No
Sampel
Kepadatan basah (gr/cm³)
5 Tumbukan 10 Tumbukan 15 Tumbukan
1 11,31 12,54 14,52
2 12,79 14,57 15,76
3 14,18 15,61 17,35
4 15,51 17,64 19,04
5 15,17 16,64 18,09
Rata-rata 13,79 15,40 16,95
No Sampel
Kepadatan kering (gr/cm³)
5 Tumbukan 10 Tumbukan 15 Tumbukan
1 10,09 11,22 13,02
2 11,24 12,8 13,83
3 12,24 13,45 14,95
4 13,14 14,96 16,17
5 12,66 13,85 15,14
Rata-rata 11,87 13,26 14,62
No Sampel
Persentase kepadatan kering terhadap d maks(%)
5 Tumbukan 10 Tumbukan 15 Tumbukan
1 69,49% 77,27% 89,67%
2 71,32% 81,22% 87,75%
3 70,55% 77,52% 86,17%
4 69,01% 78,57% 84,93%
5 69,98% 76,56% 86,17%
Rata-rata 70,07% 78,23% 86,94%
61
Lampiran 2.
b. Hasil Uji Tekanan Air Terhadap Rembesan pada setiap model tanggul.
Air pada keadaan statis di dalam tanah, akan mengakibatkan tekanan
hidrostatis yang arahnya keatas (upltift). aliran air akan mendesak partikel
tanah sebesar tekanan rembesan hidrodinamis yang bekerja menurut
arah alirannya.
Waktu tekanan (t)
Tinggi tekanan
Tanggul 1 (70,07 %)
Tanggul 2 (78,23 %)
Tanggul 3 (86,94 %)
1 0,243 0,227 0,204 5 0,230 0,211 0,192
10 0,232 0,224 0,206 15 0,229 0,221 0,195 20 0,234 0,227 0,207 25 0,236 0,229 0,222 30 0,234 0,223 0,215 35 0,240 0,228 0,217 40 0,243 0,230 0,222 45 0,244 0,229 0,216 50 0,244 0,238 0,222 55 0,244 0,240 0,227 60 0,244 0,242 0,233 65 0,244 0,242 0,231 70
0,245 0,229
75
0,245 0,235 80
0,245 0,240
85
0,245 0,241 90
0,246
95
0,250 100
0,250
105
0,251 110
0,252
115
0,252 120
0,252
125
0,252
Sumber : Pengolahan Data, 2015.
62
Lampiran 3.
c. Hasil pengukuran debit rembesan berdasarkan pengamatan langsung
Ulangan Waktu (menit)
Volume (ml) q0ut(ml/jam)
Kepadatan 70,07%
Kepadatan
78,23%
Kepadatan 86,94%
Kepadatan 70,07%
Kepadatan 78,23%
Kepadatan 86,94%
0 0 0 0 0 0 0 0
1 5 335 260 50 4020 3120 600
2 10 470 325 150 5640 1950 900
3 15 732 415 150 8784 1660 600
4 20 750 430 215 2250 1290 645
5 25 790 445 230 1896 1068 552
6 30 800 445 235 1600 890 470
7 35 800 445 235 1371 763 403
8 40 800 445 250 1200 668 375
9 45
250
333
10 50
250
300
11 55
250
273
q0utRata-rata = 5477 3210 2265 3345 1426 496
Ulangan
Waktu (menit
)
Volume (ml) q0ut(ml/jam)
Kepadatan 70,07%
Kepadatan 78,23%
Kepadatan 86,94%
Kepadatan 70,07%
Kepadatan 78,23%
Kepadatan 86,94%
0 0 0 0 0 0 0 0
1 5 335 260 50 4020 3120 600
2 10 805 585 200 4830 3510 1200
3 15 1537 1000 350 6148 4000 1400
4 20 2287 1430 565 6861 4290 1695
5 25 3077 1875 795 7385 4500 1908
6 30 3877 2320 1030 7754 4640 2060
7 35 4677 2765 1265 8018 4740 2169
8 40 5477 3210 1515 8216 4815 2273
9 45
1765
2353
10 50
2015
2418
11 55
2265
2471
q0utRata-rata = 1027 602 225
63
Lampiran 4.
d. Penurunan dan Jarak Garis Freatis dengan pengukuran langsung
Tanggul 1 (70,07 %) Tanggul 2 (78,23 %) Tanggul 3 (86,94 %)
Penurunan ( cm )
Jarak ( cm )
Penurunan ( cm )
Jarak ( cm)
Penurunan ( cm )
Jarak ( cm )
25 40 25 40 25 40 24,7 45 24,3 45 23,8 45 24 50 22,9 50 22 50 23 55 21 55 20 55
21,7 60 19 60 17 60 19,8 65 17,5 65 15 65 18,3 70 16 70 13 70 17 75 16 75 12 75
15,4 80 13,6 80 11 80 13 85 11,7 85 10 85 12 87 9,4 90 8,4 90
8,2 93 6,6 95
6,3 96
e. Panjang zona basah pada setiap metode.
Metode RC (%) Zona
basahhitung (cm)
qout (ml/jam)
Pengamatan Langsung
70,07% 22,640 1027
78,23% 15,740 602
86.94% 11,890 225
Analisis rumus empiris
Schaffernak dan Van Iterson
70,07% 12,991 0,1052
78,23% 12,991 0,0617
86.94% 12,991 0,0230
L. Cassagrande
70,07% 14,925 0,1030
78,23% 14,925 0,0604
86.94% 14,925 0,0225
64
Lampiran 5.
f. Perhitungan Debit Rembesan Dengan Variasi Kepadatan Berbagai
Metode
1) Perhitungan Debit Rembesan Dengan Metode Dupuit
Dengan menggunakan metode dupuit debit rembesan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 4.
a) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 1, kepadatan 70,07%
Berdasarkan tabel hasil pengujian lab (lampiran 4) diketahui :
k = 6,85 x 10⁻⁶ cm3/det
h1 = 25 cm
h2 = 12 cm
L = 47 cm
𝑞 = 𝑘 ( ℎ1²−ℎ2
2)
2𝐿
= 6,85 x 10ˉ⁶ ( 252−12²)
2 𝑥 47
= 0,003293−46
93,8
= 3,5 x 10⁻⁵ 𝑐𝑚³/ det = 0,126 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚
Untuk perhitungan selanjutnya hasil debit rembesan terhadap jarak
dan debit rembesan dapat disajikan pada tabel 10.
65
b) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 2, kepadatan 78,23%
Berdasarkan tabel hasil pengujian lab (lampiran 4) diketahui :
k = 4,01 x 10⁻6 cm3/det
h1 = 25 cm
h2 = 8,2 cm
L = 53 cm
𝑞 = 𝑘 ( ℎ1²−ℎ2
2)
2𝐿
= 4,01 x 10ˉ⁶ ( 252−8,2)
2 𝑥 53
= 0,002238012
106
= 2,1 𝑥 10⁻⁵ 𝑐𝑚³/ det = 0,076 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚
Untuk perhitungan selanjutnya hasil debit rembesan terhadap jarak
dan debit rembesan dapat disajikan pada tabel 10.
c) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 3, kepadatan 86,94%
Berdasarkan tabel hasil pengujian lab (lampiran 4) diketahui :
k = 1,49 x 10⁻⁶ cm3/det
h1 = 25 cm
h2 = 6,3 cm
L = 56 cm
66
𝑞 = 𝑘 ( ℎ1²−ℎ2
2)
2𝐿
= 1,49 x 10ˉ⁶ ( 252−6,3²)
2 𝑥 56
= 0,000876514
112
= 7,83 𝑥 10⁻⁶ 𝑐𝑚³/ det = 0,028 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚
Untuk perhitungan selanjutnya hasil debit rembesan terhadap jarak
dan debit rembesan dapat disajikan pada tabel 10.
2) Perhitungan debit rembesan dengan metode Schaffernak dan Van
Iterson
Ditemukan pada tahun 1916 oleh Schaffernak dan Iterson, metode
ini digunakan pada bendungan type homogen tanpa mempergunakan
tinggi air pada bagian hilir yaitu h₂. Besarnya rembesan dapat ditentukan
dengan persamaan 8
a) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 1, kepadatan 70,07%
Rumus :
a = 𝑑
cos 𝛼− 𝑑2
𝑐𝑜𝑠²𝛼−
𝐻²
𝑠𝑖𝑛 ²𝛼
67
= 78,1
𝑐𝑜𝑠 32°−
78,12
𝑐𝑜𝑠²(32°)−
25²
𝑠𝑖𝑛 ²(32°)
= 78,1
0,848−
6099,61
0,719−
625
0,281
= 92,09906 − 8482,236 − 2224,199
= 92,09906 − 79,10776
= 12,9913 cm
𝑞 = 𝑘𝑎. 𝑠𝑖𝑛 𝛼 . tan 𝛼
= 6,85 x 10⁻6 x 12,9913 x sin 32 x tan 32
= 2,292 x 10⁻⁵ cm³/det = 0,1052 ml/jam
b) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 2, kepadatan 78,23%
Rumus :
a = 𝑑
cos 𝛼− 𝑑2
𝑐𝑜𝑠²𝛼−
𝐻²
𝑠𝑖𝑛 ²𝛼
= 78,1
𝑐𝑜𝑠 32°−
78,12
𝑐𝑜𝑠²(32°)−
25²
𝑠𝑖𝑛 ²(32°)
68
= 78,1
0,848−
6099,61
0,719−
625
0,281
= 92,09906 − 8482,236 − 2224,199
= 92,09906 − 79,10776
= 12,9913 cm
𝑞 = 𝑘𝑎. sin 𝛼 . tan 𝛼
= 4,01 x 10⁻6 x 16,232 x sin 32 x tan 32
= 1,71 x 10⁻⁵ cm³/det = 0,0617 ml/jam
c) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 3, kepadatan 86,94%
Rumus :
a = 𝑑
cos 𝛼− 𝑑2
𝑐𝑜𝑠²𝛼−
𝐻²
𝑠𝑖𝑛 ²𝛼
= 78,1
𝑐𝑜𝑠 32°−
78,12
𝑐𝑜𝑠²(32°)−
25²
𝑠𝑖𝑛 ²(32°)
= 78,1
0,848−
6099,61
0,719−
625
0,281
69
= 92,09906 − 8482,236 − 2224,199
= 92,09906 − 79,10776
= 12,9913 cm
𝑞 = 𝑘𝑎. sin 𝛼 . tan 𝛼
= 1,49 x 10⁻6 x 15,33 x sin 32 x tan 32
= 6,39 x 10⁻6 cm³/det = 0,0230 ml/jam
3) Perhitungan debit rembesan dengan metode L. Cassagrande
Casagrande (1937) mengusulkan cara untuk menghitung
rembesan lewat tubuh bendungan yang didasarkan pada pengujian
model. Besarnya debit rembesan dapat di tentukan dengan persamaan 8.
a) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 1, kepadatan 70,07%
rumus :
k = 6,85 x 10⁻6 cm/det = 0,0246 cm/jam
H = 25 cm
AD = 40 cm
0,3(AD) = 12 cm
d = 78,1 cm
= tanˉ¹(1/3) = 32°
a = (𝑑2 + 𝐻2) - (𝑑2 − 𝐻2𝑐𝑡𝑔2𝛼)
70
= (6099,612 + 252) - (6099,612 − 252𝑐𝑡𝑔232°)
= (82,00372 - (6099,61 − ( 625(1
𝑡𝑔)32°)2)
= (82,00372 - (6099,61 − ( 625(1,6)2)
= 82,00372− 67,07913
= 14,92 cm
𝑞 = 𝑘𝑎. 𝑠𝑖𝑛²𝛼
= 6,85 x 10⁻6 x 14,925 x sin² 32°
= 2,9 x 10⁻5 cm³/det = 0,10299 ml/jam
b) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 2, kepadatan 78,23%
rumus :
k = 4,01 x 10⁻6 cm/det = 0,0144 cm/jam
H = 25 cm
AD = 40 cm
0,3(AD) = 12 cm
d = 7,81 cm
= tanˉ¹(1/3) = 32°
a = (𝑑2 + 𝐻2) - (𝑑2 − 𝐻2𝑐𝑡𝑔2𝛼)
71
= (6099,612 + 252) - (6099,612 − 252𝑐𝑡𝑔232°)
= (82,00372 - (6099,61 − ( 625(1
𝑡𝑔)32°)2)
= (82,00372 - (6099,61 − ( 625(1,6)2)
= 82,00372− 67,07913
= 14,92
𝑞 = 𝑘𝑎. 𝑠𝑖𝑛²𝛼
= 4,01 x 10⁻6 x 14,925 x sin² 32
= 1,7 x 10⁻5 cm³/det = 0,0604 ml/jam
c) Perhitungan debit rembesan untuk tanggul 3, kepadatan 86,94%
rumus :
k = 1,49 x 10⁻6 cm/det = 0,0054 cm/jam
H = 25 cm
AD = 40 cm
0,3(AD) = 12 cm
d = 78,1 cm
= tanˉ¹(1/3) = 32°
a = (𝑑2 + 𝐻2) - (𝑑2 − 𝐻2𝑐𝑡𝑔2𝛼)
72
= (6099,612 + 252) - (6099,612 − 252𝑐𝑡𝑔232°)
= (82,00372 - (6099,61 − ( 625(1
𝑡𝑔)32°)2)
= (82,00372 - (6099,61 − ( 625(1,6)2)
= 82,00372− 67,07913
= 14,92 cm
𝑞 = 𝑘𝑎. 𝑠𝑖𝑛²𝛼
= 1,49 x 10⁻6 x 14,92 x sin² 32
= 6,0 x 10⁻6 cm³/det = 0,0225 ml/jam
Perbandingan bentuk formasi garis depresi dengan variasi
kepadatan metode dupuit
Bentuk formasi garis depresi dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan metode dupuit, yaitu dengan menentukan
tinggi h, seperti yang terjelaskan pada gambar 6 dan persamaan 5.
1) Kepadatan 70.07% (5 kali tumbukan)
Rumus :
ℎ = ℎ12 − (ℎ12 − ℎ2²)𝑥
𝐿
73
= 252 − (252 − 24²)5
10
= 625 − (625 − 576)5
10
= 625 − 49 0,5
= 625 − 24,5
= 600,5
= 24,5 cm
2) Kepadatan 78,23% (10 kali tumbukan)
Rumus :
ℎ = ℎ12 − (ℎ12 − ℎ2²)𝑥
𝐿
= 252 − (252 − 22,9²)5
10
= 625 − (625 − 524,41)5
10
= 625 − 100,1 0,5
74
= 625 − 50,3
= 574,7
= 24 cm
3) Kepadatan 86,94% (15 kali tumbukan)
Rumus :
ℎ = ℎ12 − (ℎ12 − ℎ2²)𝑥
𝐿
= 252 − (252 − 22²)5
10
= 625 − (625 − 484)5
10
= 625 − 141 0,5
= 625 − 70,5
= 554,5
= 23,5 cm
75
Scanr
76
77
.
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
LAMPIRAN
DOKUMENTASI MODEL BENDUNGAN
Proses terjadinyarembesan dengan 5 kali tumbukan (H25)
Proses terjadinyarembesandengan 10 kali tumbukan (H25)
94
Proses terjadinyarembesandengan 15 kali tumbukan (H25)
Proses pencatatan tinggi tekanan air
95
Proses pengukuran debit rembesan untuk setiap jumlah tumbukan
Alat yang digunakanuntukmemadatkan,
mengayakdanmenghaluskantanah.
96
Tanah lempungmerah yang digunakan proses running
Proses pembuatan model didalamalat