pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan …digilib.unila.ac.id/55106/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH KONSENTRASI KARAGENAN DAN KITOSAN SEBAGAIEDIBLE COATING TERHADAP MASA SIMPAN PADA SUHU KAMAR
DAN SIFAT ORGANOLEPTIK BAKSO IKAN TENGGIRI( Scomberomorus commersoni )
(Skripsi)
Oleh
KURNIAWAN SHIDIQ SUTIKNO
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRACT
EFFECT OF CARRAGEENAN AND CHITOSAN CONCENTRATIONS ASACTIVE-EDIBLE COATING ON SHELF LIFE AND SENSORY
CHARACTERISTICS OF MACKEREL FISH (Scomberomorus commersoni)MEATBALLS DURING STORAGE AT ROOM TEMPERATURE
By
KURNIAWAN SHIDIQ SUTIKNO
Carrageenan which is one of the polysaccharide compounds extracted from
seaweed can be used as raw material for producing edible coating. In order to
improve antimicrobial activity of the edible coating, antimicrobial substances such
as chitosan can be incorporated. The objectives of this research was to find out
the effect of carrageenan and chitosan concentrations in active-edible coating on
sensory characteristics of macharel fish meatball during storage at room
temperature. Randomized Complete Block Design (RCBD) with two factors and
three replications was implemented in this research. The first factor was
carrageenan (K) concentrations, which consisted of 4 levels, namely K1 (0%), K2
(1%), K3 (2%) and K4 (3%). The second factor was chitosan (C) concentrations,
which consisted of 4 levels, namely C1 (0%), C2 (1%), C3 (2%) and C4 (3%) (b
/v). The macharel fish meatball produced with the treatments was stored at room
temperature for three days. At day 0, 1, 2, and 3, sensory (aroma, texture,and
appearance) of the meat ball was observed. Results of this study showed that the
fish meatball sensory decreased during storage. The best treatment of this
research was producing active-edible coating with carrageenan at a concentration
of 1% and chitosan at a concentration of 3% (K2C4). This treatment was able to
maintain the sensory properties of the fish meatballs in accordance with (SNI
2346: 2011) for 1.29 days or 31 hours.
Keywords: Edible Coating, Carrageenan, Chitosan, Scomberomorus commersoni
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI KARAGENAN DAN KITOSAN SEBAGAIEDIBLE COATING TERHADAP MASA SIMPAN PADA SUHU KAMAR
DAN SIFAT ORGANOLEPTIK BAKSO IKAN TENGGIRI(Scomberomorus commersoni)
Oleh
KURNIAWAN SHIDIQ SUTIKNO
Karagenan merupakan salah bahan pertanian yang berasal dari ekstrak rumput laut
yang berpotensi sebagai bahan pembuatan edible coating yang akan diaplikasikan
pada bakso ikan, karagenan memiliki sifat yang kaku, elastis, dapat dimakan dan
dapat diperbaharui, selain dari karagenan yang digunakan sebagai edible coating,
ditambahkan pula kitosan sebagai zat mikroba, sehingga larutan edible coating
yang dihasilkan tidak hanya berfungsi sebagai pelindung/barrier tetapi juga
memiliki zat antimikroba yang berfungsi sebagai penghambat aktivitas mikroba.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi karagenan dan kitosan
terbaik sebagai edible coating terhadap masa simpan pada suhu kamar dan sifat
organoleptik bakso ikan tenggiri. Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan
Acak Kelompok Lengkap (RAKL) secara faktorial dengan dua faktor dengan tiga
kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi karagenan (K), yang terdiri dari 4
taraf, yaitu K1 (0%), K2 (1%), K3 (2%) dan K4 (3%). Faktor kedua yaitu
konsentrasi kitosan (C), yang terdiri dari 4 taraf yaitu C1 (0%), C2 (1%), C3 (2%)
dan C4 (3%) (b/v) selanjutnya data diuji lanjut menggunakan Polinominal
Ortogonal pada taraf nyata 5%. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini
yaitu uji sensori pada bakso ikan (aroma, tekstur, dan penampakan) selama hari ke
0,1,2 dan 3. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan Uji sensori
(aroma, penampakan dan tekstur) didapatkan perlakuan terbaik dengan
konsentrasi karagenan 1% dan chitosan 3% (K2C4) yang mampu
mempertahankan sifat sensori bakso ikan sesuai dengan (SNI 2346:2011) selama
1,29 hari atau 31 jam.
Kata kunci : Edible Coating, Karagenan, Kitosan, Scomberomorus commersoni
Pengaruh Konsentrasi Karagenan dan Kitosan Sebagai Edible CoatingTerhadap Masa Simpan Pada Suhu Kamar Dan Sifat Organoleptik Bakso
Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersoni)
Oleh
KURNIAWAN SHIDIQ SUTIKNO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar
Lampung 13 Maret 1996, sebagai putra kedua dari pasangan Bapak Sutikno dan
Ibu Siti Zulaikah. Penulis mulai pendidikan di Sekolah Dasar Al- Kautsar 2002-
2008; Sekolah Menengah Pertama IT Ar- Raihan pada tahun 2008-2011; Sekolah
Menengah Atas YP Unila pada tahun 2011-2014. Pada tahun 2014 penulis
diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SBMPTN).
Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. TIRTA
RATNA UNIT MERDEKA BOGA PUTERA dengan judul “Mempelajari Proses
Produksi Produk Roti Buaya Prima DI PT. TIRTA RATNA UNIT MERDEKA
BOGA PUTERA (MBP) BANDUNG, JAWA BARAT”. Penulis juga
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Dadapan, Kecamatan
Sumberejo, Kabupaten Tanggamus pada tahun 2018. Penulis aktif dalam
Organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (HMJ THP) sebagai
anggota kepengurusan bidang dana dan usaha pada periode 2015/2016 dan
2017/2018.
SANWACANA
Bismillahhirrahmaanirrahiim, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Karagenan dan
Kitosan Sebagai Edible Coating Pada Bakso Ikan Tenggiri (Scomberomorus
commersoni) Terhadap Sifat Organoleptik Selama Penyimpanan Suhu Kamar”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan saran, bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian dan Ibu Ir. Susilawati, M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku pembimbing akademik dan sekaligus ketua
komisi pembimbing atas segala bantuan, saran, arahan, dan bimbingannya
yang diberikan selama menyusun skripsi penulis.
3. Ibu Ir. Zulferiyenni, M.T.A., selaku anggota komisi pembimbing atas segala
saran, semangat, dan bimbingannya yang diberikan selama menyusun skripsi
penulis.
4. Ibu .Dr. Dewi Sartika,S.T.P., M.Si., selaku penguji utama yang telah banyak
memberikan masukan, saran, dan bimbingan terhadap karya skripsi penulis.
5. Seluruh bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian yang telah
membantu dalam segala kegiatan diperkuliahan.
6. Bapak, ibu, mbak, adik, dan keluarga tersayang terima kasih atas semangat,
pengertian, dan bantuan baik materi maupun non materi yang tak mungkin
dapat terbalaskan.
7. Sahabat-sahabatku Bandung Squad dan Bidang 5, yang telah memberi
dukungan, nasihat, motivasi, semangat, kebersamaan yang telah kita jalani,
canda tawa, dan pengalaman susah senang.
8. Serta keluargaku angkatan 2014, kakak, adik Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian terima kasih atas kekeluargaan dan kebersamaannya.
Tiada kata ungkapan yang lebih berharga yang dapat penulis sampaikan kecuali
doa dan ucapan terimakasih kepada semua pihak atas segala bantuan, kerja sama
dan dukungannya. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan
mereka semua, dan penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat.
Bandar Lampung, 12 Desember 2018
Kurniawan Shidiq Sutikno
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................11.2 Tujuan Penelitian ..........................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................8
2.1 Karakteristik Ikan Tenggiri .......................................................................... 82.2 Bakso Ikan ................................................................................................... 9
2.2.1 Definisi Bakso Ikan.......................................................................... 92.2.2 Syarat Mutu Bakso Ikan...................................................................10
2.3 Karagenan……………... .............................................................................112.3.1 Pengertian Karagenan ......................................................................112.3.2 Pembuatan Karagenan .....................................................................132.3.2 Sifat Fisik Karagenan.......................................................................142.3.2 Sifat Kimia Karagenan.....................................................................15
2.4 Kitosan. ………….. .....................................................................................162.4.1 Pengertian Kitosan ...........................................................................162.4.2 Aplikasi dan Manfaat Kitosan .........................................................17
2.5 Edible coating ..............................................................................................192.5.1 Pengertian Edible Coating dan Manfaatnya ....................................192.5.2 Metode Aplikasi dan Komponen Edible Coating ............................202.5.3 Bahan TambahanAntimikroba Pada Edible Coating .......................21
III. METODE PENELITIAN .........................................................................23
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................233.2 Alat dan Bahan ............................................................................................233.3 Metode Penelitian ........................................................................................243.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................25
3.4.1 Pembuatan Bakso Ikan Tenggiri ......................................................25
ii
3.4.2 Pembuatan Larutan Edible Coating Berbasis Karagenan danKitosan .............................................................................................27
3.4.3 Pengaplikasian Larutan Edible Coating Karagenan dan KitosanPada Bakso Ikan ..............................................................................29
3.5 Pengamatan Pada Bakso Ikan ......................................................................303.5.1 Sifat Sensori ......................................................................................30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................31
4.1 Aroma................... ................................................................................314.1.1 Pengaruh Karagenan Terhadap Aroma Bakso Ikan..................314.1.2 Pengaruh Kitosan Terhadap Aroma Bakso Ikan.......................324.1.3 Pengaruh Interaksi Karagenan dan Kitosan Terhadap
Aroma Bakso Ikan ....................................................................344.2 Penampakan ..........................................................................................38
4.2.1 Pengaruh Karagenan Terhadap Penampakan Bakso Ikan ........384.2.2 Pengaruh Kitosan Terhadap Penampakan Bakso Ikan .............394.2.3 Pengaruh Interaksi Karagenan dan Kitosan Terhadap
Penampakan Bakso Ikan ..........................................................404.3 Tekstur.................. ................................................................................44
4.3.1 Pengaruh Karagenan Terhadap Tekstur Bakso Ikan.................444.3.2 Pengaruh Kitosan Terhadap Tekstur Bakso Ikan......................464.3.3 Pengaruh Interaksi Karagenan dan Kitosan Terhadap
Tekstur Bakso Ikan ..................................................................474.4 Perlakuan Terbaik .................................................................................51
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................54
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................545.2 Saran .....................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................55
LAMPIRAN.......................................................................................................60
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kandungan ikan tenggiri .............................................................. 9
2. Syarat mutu dan keamanan bakso ikan SNI ................................................ 11
3. Standar mutu karagenan komersil ................................................................ 14
4. Standar mutu kandungan proksimat karagenan .......................................... 16
5. Kombinasi perlakuan ................................................................................... 24
6. Lama simpan aroma bakso ikan perpelakuan .............................................. 37
7. Lama simpan penampakan bakso ikan perpelakuan .................................... 44
8. Lama simpan tekstur bakso ikan perpelakuan ............................................. 51
9. Lama simpan perlakuan keseluruhan sifat sensori bakso ikan......................... 53
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan tenggiri ..................................................................................................... 9
2. Struktur karagenan .......................................................................................... 12
3. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan tenggiri ......................................... 26
4. Diagram alir pembuatan edible coating............................................................ 28
5. Diagram alir pengaplikasian edible coating pada bakso ikan........................ 29
6. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap aroma bakso ikan selamapenyimpanan ...................................................................................................31
7. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap aroma bakso ikan selamapenyimpanan.................................................................................................. 33
8. Pengaruh interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap aromabakso ikan selama penyimpanan............................................................... .....34
9. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap penampakan bakso ikanselama penyimpanan ................................................................................. .... 38
10. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap penampakan bakso ikanselama penyimpanan ...................................................................................... 39
11. Pengaruh interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan terhadappenampakan bakso ikan selama penyimpanan.......................................... .... 41
12. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap tekstur bakso ikan selamapenyimpanan .................................................................................................. 45
13. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap tekstur bakso ikan selamapenyimpanan….............................................................................................. 46
14. Pengaruh interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap tekstur baksoikan selama penyimpanan .............................................................................. 48
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bakso ikan merupakan salah satu produk makanan yang sangat digemari
masyarakat Indonesia. Bakso memiliki rasa yang enak, harga yang ekonomis dan
dapat dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Ditinjau dari segi gizinya,
bakso ikan lebih baik dibandingkan bakso daging (Widyaningsih dan Murtini,
2006). Daging ikan yang sering digunakan untuk dijadikan bakso ikan adalah
ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni), karena rasa dagingnya gurih dan
warna bakso ikan yang akan dihasilkan lebih cerah dibandingkan dengan
menggunakan jenis daging ikan lainnya.
Bakso ikan memiliki kelemahan yaitu masa simpannya yang singkat karena bakso
ikan mudah terkontaminasi oleh mikrobia saat proses penyimpanan. Bakso ikan
tanpa bahan pengawet hanya memiliki masa simpan maksimal satu hari pada suhu
kamar (Mahbub dkk., 2012). Menurut Damiyati (2007) bakso ikan mudah
mengalami kerusakan karena memiliki kandungan protein dan kadar air yang
tinggi serta memiliki pH yang netral. Upaya untuk memperpanjang masa simpan
bakso ikan telah banyak dilakukan dengan berbagai cara, akan tetapi dapat
membahayakan konsumen, seperti penambahan zat kimia berupa boraks dan
2
formalin pada bakso yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan dan
memperbaiki tekstur serta kekenyalan. Penambahan boraks dan formalin
menimbulkan efek negatif bagi kesehatan seperti sesak nafas, sakit tenggorokan,
dan memicu terhadap sel kanker karena adanya senyawa karsinogenik. Cara untuk
memperpanjang masa simpan bakso ikan yang aman dan tidak membahayakan
kesehatan adalah dengan menggunakan edible coating.
Edible coating didefinisikan sebagai bahan atau material yang dapat di makan
yang digunakan sebagai lapisan tipis di atas permukaan bahan atau produk pangan
(Gonzalez-Aguiliar dalam Azarakhsh, N et al., 2012). Manfaat dari edible coating
yaitu dapat mengoptimalkan kualitas luar produk yang melindungi produk dari
kontaminasi mikroba, mencegah adanya air, oksigen dan perpindahan larutan dari
makanan yang dapat membuat produk menjadi cepat rusak (Handoko dkk , 2005).
Komponen edible coating dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid
(protein, polisakarida, alginat, pektin), lipida (dibentuk oleh asam lemak dan asil
gliderol) dan komposit (yang terbuat dengan cara menggabungkan zat dari
hidrokoloid dan lipid).
Bahan baku yang potensial yang dapat dijadikan edible coating ialah karagenan.
Karagenan merupakan hidrokoloid berupa polisakarida galaktosa hasil dari
ekstraksi rumput laut. Karagenan adalah hidrokoloid yang potensial yang dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edible coating, karena sifatnya yang
kaku, elastis, dapat dimakan dan dapat diperbaharui. Selain dari karagenan yang
digunakan sebagai edible coating, sebaiknya juga ditambahkan kitosan sebagai zat
antimikroba, alasannya ialah jika hanya dilapisi coating saja dirasa kurang
3
maksimal sehingga perlu di tambahkan juga zat antimikroba pada larutan edible
coating, sehingga larutan edible coating yang dihasilkan tidak hanya berfungsi
sebagai pelindung/barrier tetapi juga memiliki zat antimikroba yang berfungsi
sebagai penghambat aktivitas mikroba.
Kitosan merupakan antimikroba yang berasal dari limbah kulit hewan subfilum
crustacean seperti udang. Kitosan mampu berikatan dengan protein membran sel,
yaitu glutamat. Selain berikatan dengan protein membran, kitosan juga mampu
berikatan dengan fosfolipid membran, terutama fosfatidil kolin (PC), sehingga
permeabilitas inner membran (IM) meningkat (Sitorus et al., 2014). Kitosan dapat
ditambahkan dengan cara mencampurkannya ke dalam bahan pangan dan juga
diaplikasikan sebagai bahan pengemas aktif melalui edible coating. Oleh karena
itu, untuk mengatasi bakso ikan yang bersifat mudah rusak dan memiliki masa
simpan yang pendek, perlu diteliti konsentrasi terbaik karagenan dan kitosan
dalam pembuatan edible coating.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui konsentrasi karagenan dan kitosan terbaik sebagai edible
coating terhadap masa simpan pada suhu kamar dan sifat organoleptik bakso ikan
tenggiri.
4
1.3. Kerangka Pemikiran
Bakso ikan merupakan produk makanan yang memiliki kadungan nutrisi dan air
yang tergolong tinggi sehingga memiliki masa simpan maksimal hanya satu hari
pada suhu kamar (Cahyono, 2013). Hal ini disebabkan karena bakso ikan sangat
mudah ditumbuhi mikroba. Upaya pengendalian terhadap mikroba ialah dengan
penggunaan bahan-bahan kimiawi yang disebut dengan antimikroba. Antimikroba
merupakan senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroba (Hidayah, 2015). Bahan pengawet yang aman untuk produk makanan
ialah bahan pengawet yang berasal dari bahan alami. Salah satu bahan pengawet
alami yang dapat digunakan untuk memperpanjang masa simpan bakso ikan
adalah karagenan sedangkan bahan alami yang mengandung senyawa antimikroba
yang aman digunakan adalah kitosan (Wulandari et al., 2015).
Karagenan merupakan senyawa yang termasuk kelompok polisakarida galaktosa
hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung natrium,
magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa
dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Berdasarkan strukturnya karagenan dibagi
atas kappa (k) karagenan, lambda (ƛ) karagenan dan, iota (ȋ) karagenan.
Karagenan diekstraksi dari rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii.
Karagenan dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan bahan pangan baik
yang berbentuk suspensi (dispersi padatan dalam cairan), emulsi (dispersi gas
dalam cairan). Selain itu dapat digunakan sebagai bahan penstabil karena
mengandung gugus sulfat yang bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya
5
dan bersifat hidrofilik yang dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya
(Suryaningrum, 2002).
Karagenan dapat digunakan sebagai bahan pengawet yaitu dengan cara dibuat
menjadi larutan edible coating. Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimasi masa
simpan dengan mencegah kontaminasi mikroba, air dan oksigen. Konsentrasi
karagenan yang digunakan sebagai pembuatan edible coating merupakan faktor
yang terpenting dan berpengaruh. Karagenan sebagai edible coating telah terbukti
dapat memperpanjang masa simpan ikan. Berdasarkan hasil penelitian
(Slamet,2014) bahwa edible coating dengan karagenan pada konsentrasi 2 g (K2)
merupakan hasil terbaik dilihat dari nilai organoleptik dengan nilai rata-rata
penampakan mata (6,64), kenampakan lendir permukaan badan (6,60),
kenampakan daging/warna (6,48), bau (7,36), tekstur (6,56), nilai TVB (32
mgN/100g) dan untuk nilai pH (7,05) menurut standar nasional indonesia (SNI)
tentang kesegaran ikan.
Pengaplikasian edible coating karagenan pada bakso ikan sebaiknya di
tambahankan juga zat antimikroba agar edible coating yang dihasilkan tidak
hanya dapat menahan oksigen, air, oksidasi tapi juga dapat mencegah kontaminasi
dari mikroba dan mencegah pertumbuhan mikroba. Salah satu bahan antimikroba
yang dapat diaplikasikan ke edible coating adalah kitosan. Kitosan merupakan
antimikroba yang berasal dari limbah kulit hewan subfilum crustacean seperti
udang (Wardaniati dan Setianingsih, 2015). Mekanisme kitosan sebagai
antimikroba yaitu mampu berikatan dengan membran sel glutamat dan fosfatidil
kolin (PC), sehingga permeabilitas inner membran (IM) meningkat yang
6
mempermudah keluarnya cairan sel bakteri yang nantinya menyebabkan kematian
sel (Sitorus et al., 2014). Teknik penggunaan kitosan sebagai bahan pengawet
yaitu dapat melalui penambahan pada larutan edbile coating.
Penambahan kitosan terhadap pembuatan larutan edible coating dapat mencegah
penguapan air, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam produk.
Berdasarkan hasil penelitian Susilowati dan Reskiati (2014) pada pengujian
organoleptik, konsentrasi kitosan yang optimal dalam pembuatan edible coating
yang digunakan sebagai pengawet bakso ikan bandeng adalah 1%, namun untuk
pengujian ALT ( Angka Lempeng Total) konsentrasi kitosan 2% merupakan
konsentrasi yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri pada suhu ruang
hingga hari ke 3 dengan total mikroba 1,1 x 102 koloni/g. Menurut hasil penelitian
Wulandari et al. (2015), pengujian TPC bakteri bakso ikan tuna tanpa coating
kitosan hanya bertahan 1 hari dengan total bakteri log 5,267 cfu/gr, sedangkan
bakso ikan tuna coating kitosan mampu bertahan sampai 2 hari memiliki total
bakteri log 5,0837 cfu/gr. Akan tetapi belum diketahui penambahan konsentrasi
kitosan yang optimal pada larutan edible coating karagenan, sehingga perlu
dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk menemukan konsentrasi optimal
penambahan kitosan dalam pembuatan larutan edible coating karagenan.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari kombinasi terbaik konsentrasi karagenan
dan kitosan sebagai edible coating yang mampu memperpanjang masa simpan
bakso ikan pada suhu kamar. Berdasarkan beberapa referensi atau penelitian
sebelumnya, pada penelitian ini menggunakan konsentrasi kitosan dan karagenan
7
pada edible coating yaitu 0, 1, 2 dan 3% (b/v), yang disimpan selama 0, 1, 2 dan 3
hari.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
Terdapat konsentrasi karagenan dan kitosan terbaik sebagai edible coating
terhadap masa simpan pada suhu kamar dan sifat organoleptik bakso ikan tenggiri.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersonii)
Tenggiri termasuk ikan pelagis yang hidup di permukaan laut atau didekatnya.
Salah satu dari sifat ikan pelagis besar ini adalah suka bergerombol, sehingga
penyebarannya pada suatu perairan tidak merata (Martosubroto et al. 1991 diacu
dalam Mutakin 2001). Taksonomi ikan tenggiri diklasifikasikan sebagai berikut
(Saanin 1984) :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Scombridea
Famili : Scombridae
Sub family : Scombrinae
Genus : Scomberomorus
Spesies : Scomberomorus commersonii
9
Gambar 1. Ikan tenggiri
Daging ikan tenggiri mengandung protein berkualitas tinggi dan vitamin yang
sangat berguna untuk pertumbuhan dan ketahanan tubuh. Daging ikan tenggiri
merupakan salah satu produk pangan hewani yang kontribusinya penting
sebagai sumber protein ( Anonim 2011). Kandungan nilai gizi ikan tenggiri
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kandungan Ikan Tenggiri
Komposisi Jumlah (%)
Air 60-80
Protein 18-22
Lemak 0,2-5
Karbohidrat <5
Abu 1-3
2.2. Bakso Ikan
2.2.1. Definisi Bakso Ikan
Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau
lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan dan pati atau serealia dengan atau
10
tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (Syahril,2015).
Dalam pemembuat bakso ikan, daging ikan yang baik untuk digunakan adalah
daging ikan yang segar, karena belum mengalami fase rigor morti,. sehingga
daging memiliki daya ikat air yang tinggi, dalam arti kemampuan protein daging
mengikat dan mempertahankan air tinggi sehingga menghasilkan bakso dengan
kekenyalan tinggi (Prastuti, 2010). Secara teknis pengolahan bakso ikan cukup
mudah dan bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat
dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan
disukai oleh semua lapisan masyarakat (Kurniawan dan Kusrahayu, 2012).
2.2.2. Syarat Mutu Bakso Ikan
Bakso ikan yang aman untuk dikonsumsi harus sesuai dengan syarat mutu. Syarat
mutu dan keamanan untuk bakso ikan berdasarkan SNI 7266:2014 terdiri dari
berbagai kriteria uji, yaitu sensori, kimia (kadar air, kadar abu, protein dan
histamin), cemaran mikroba (Escherichia coli, Angka Lempeng Total,
Salmonella, Staphylococcusaureus, Vibrio chorela dan Vibrio Parahaemolyticus),
cemaran logam (Kadmium, Merkuri, Timbal, Arsen dan Timah), cemaran fisik
(Filth). Syarat Mutu bakso ikan sesuai SNI 7266:2014 secara detail dapat dilihat
pada Tabel 2.
11
Tabel 2. Syarat mutu dan keamanan bakso ikan (SNI 7266:2014)
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratana. Sensori Min 7 (Skor1-9)b. Kimia :
Kadar AirKadar AbuKadar ProteinHistamin*
% b/b% b/b% b/bmg/kg
Maks. 65Maks. 2,0Min. 7,0100
c. Cemaran mikroba :Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1,0 x 105
Escherichia coli APM/g < 3Salmonella per 25g NegatifStaphylococcus aureus Koloni/g Maks. 1,0 x 102
Vibrio chorela**Vibrio Parahaemolyticus**
per 25gper 25g
NegatifNegatif
d. Cemaran Logam :Kadmium (Cd)Merkuri (Hg)Timbal (Pb)Arsen (As)Timah (Sn)
mg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kg
Maks. 0,1Maks. 0,5Maks. 0,3Maks. 1,0Maks. 40,0
e. Cemaran FisikFilth* 0
CATATAN :* Untuk bahan yang berasal dar jenis scombroidae** Bila diperlukan
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2014).
2.3 Karagenan
2.3.1 Pengertian Karagenan
Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang utama terdiri dari galaktosa dan
3,6 anhidrogalaktosa yang mengandung ester natrium sulfat, amonium, kalsium,
magnesium, dan kalium yang dapat diekstrak dari rumput laut kelas rodhophyceae
dari jenis Eucheuma (SNI 2354.12:2013). Karagenan merupakan suatu jenis
galaktan yang memiliki karakteristik unik dan memiliki daya ikat air yang cukup
tinggi. Peranan karagenan tidak kalah penting bila dibandingkan dengan agar-agar
12
maupun alginat. Berdasarkan sifat-sifat karagenan digunakan sebagai pengemulsi,
penstabil, pengental, dan bahan pembentuk gel.
Karagenan umumnya digunakan pada industri makanan sebagai pengemulsi,
selain itu juga dimanfaatkan pada industri kosmetik, tekstil, obat-obatan dan cat.
Karagenan terdiri dari dua fraksi yaitu kappa karagenan dan iota karagenan.
Kappa karagenan terdapat pada Kappaphycus alvarezii yang larut dalam air panas,
sedangkan iota karagenan berasal dari jenis Eucheuma spinosum larut dalam air
dingin (Aslan, 1998 dalam Ulfah, 2009).
Gambar 2. Struktur karagenan (Distantin, 2010)
Dalam pengolahan rumput laut untuk mengahasilkan produk seperti karagenan,
agar, dan alginate, larutan alkali yang digunakan sebagai medium pemasakan
memiliki dua fungsi. Pertama, alkali membantu proses pemuaian (pembengkakan)
jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnya karagenan, agar, atau
alginate dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali digunakan pada konsentrasi
yang cukup tinggi, dapat menyebabkan terjadinya modifikasi struktur kimia
13
karagenan akibat terlepasnya gugus 6-sulfat dari karagenan sehingga terbentuk
residu 3,6-anhydro-D-galactosa dalam rantai polisakarida. Hal ini akan
meningkatkan kekuatan gel karagenan yang dihasilkan. Selain itu, senyawa alkali
dapat memisahkan protein dari jaringan sehingga memudahkan proses ekstraksi
karagenan dari jaringan rumput laut (Yasita, 2009).
2.3.2 Pembuatan Karagenan
Bahan baku pembuatan karagenan yaitu rumput laut kering jenis Kappaphycus
alvarezii yang telah direndam ± 24 jam lalu dicuci hingga bersih dan dikecilkan
ukurannya. Rumput laut yang telah dikecilkan kemudian diblender hingga halus.
Kemudian rumput laut yang telah halus ditambahkan dengan NaOH 0,3 M dengan
rasio padatan dan pelarut 1:30. Pengekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu
90°C dilengkapi thermometer sebagai pengatur suhu. Hasil ekstraksi disaring
menggunakan 50 mash dipisahkan dari filtrat dan kotoran. Penyaringan dilakukan
dalam keadaan panas untuk menghindari pembetukan gel sehingga diperoleh
cairan bening berwarna kuning kecoklatan. Pemisahkan karagenan dari air
mendapatkan filtrat yang diendapkan dengan ethanol absolute teknis sebanyak 2
kali jumlah filtratnya dan didiamkan ±24 jam. Pemisahan endapan dikeringkan
dengan oven 110° C selama ± 4 jam, kemudian hasilnya ditimbang (Rakhmawati,
2006).
Ekstraksi karagenan dilakukan pada suhu 85˚C. Suhu ekstraksi yang semakin
besar akan menghasilkan rendemen karagenan yang semakin besar, tetapi apabila
suhu lebih dari 85ºC maka rendemen karagenan akan mengalami penurunan.
Demikian pula dengan waktu ekstraksi, semakin lama waktu ekstraksi, rendemen
14
karagenan akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput
laut berinteraksi dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka
semakin banyak karagenan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan
karagenan semakin tinggi. Waktu ekstraksi yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan struktur karagenan menjadi rusak sehingga terjadi penurunan
rendemen karagenan (Hidayah, 2013). Proses rafinasi atau proses penepungan
merupakan proses pembuatan rumput laut menjadi tepung karagenan (KPAD,
2013)
Table 3. Standar mutu karagenan komersial
Parameter Karagenan Karagenan Karagenan Karagenan
Komersial Standar Standar Standar
FAO FCC EEC
Kadar Air (%) 14,34±0,25 Maks 12 Maks 12 Maks 12
Kadar Abu (%) 18,60±0,22 15-40 18-40 15-40
Kekuatan gel 685,50 ± 13,43 - - -
(dyne/cm²)
Viskositas (cPs) - Min. 5
Titik gel (ºC) 34,10±1,86 - - -
Sumber: (Yasita, 2009).
2.3.3 Sifat Fisik Karagenan
Sifat fisik karagenan yang dianalisis adalah kekuatan gel dan viskositas. Kekuatan
gel merupakan sifat fisik yang utama, karena kekuatan gel menunjukkan
kemampuan karagenan dalam pembentukan gel. Hasil pengukuran kekuatan gel
15
karagenan menunjukkan nilai kekuatannya tidak terlalu tinggi. Karagenan jenis E.
spinosum tidak memiliki kekuatan gel yang tinggi dibandingkan dengan kekuatan
gel dari Kappaphycus alvarezii. Viskositas pada karagenan berpengaruh terhadap
pembentukan gel dan titik leleh, viskositas yang tinggi menghasilkan laju
pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan viskositas
rendah (Diharmi, 2011).
Pengaruh lama ekstraksi karagenan menunjukkan bahwa semakin lama waktu
ekstraksi maka semakin tinggi kadar air yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
karena sifat karagenan yang mengikat air. Dalam hal ini semakin lama ekstraksi
berlangsung semakin banyak air yang terikat pada karagenan. Viskositas dan
kekuatan gel karagenan merupakan sifat utama yang diperlukan untuk diterapkan
di industri pangan dan farmasi (Distantina, 2010). Viskositas merupakan salah
satu sifat fisik karagenan yang cukup penting. Pengujian viskositas dilakukan
untuk mengetahui tingkat kekentalan karagenan sebagai larutan pada konsentrasi
dan suhu tertentu. Viskositas karagenan biasanya diukur pada suhu 75oC dengan
konsentrasi 1,5 % dalam standart FAO.
2.3.4 Sifat Kimia Karagenan
Uji proksimat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan dari suatu bahan
untuk dianalisis sifat kimia karagenan yakni, kadar protein, kadar air, kadar abu,
kadar karbohidrat, kadar lemak dengan lima kali pengulangan. Standar mutu
kadungan proksimat karagenan dapat dilihat pada Tabel 4.
16
Tabel 4. Standar mutu kandungan proksimat karagenan
Karagenan Karagenan Karagenan KaragenanKomersial Standar Standar standar
FAO FCC EECKadar Air (%) 14,34±0,25 Maks 12 Maks 12 Maks 12
Kadar Protein(%)
2,80 - - -
Kadar Lemak(%)
1,78 - - -
Kadar Abu (%) 18,60±0,22 15-40 18-40 15-40
Karbohidrat (%) Maks 68,48 - -
Parameter
Sumber: (Yasita, 2009).
2.4. Kitosan
2.4.1 Pengertian Kitosan
Kitosan adalah polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-glokosa).
Kitosan mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amina, sehingga membuat
kitosan memiliki derajat reaksi kimia yang tinggi. Kitosan akan bermuatan positif
dalam larutan karena adanya gugus amina, tidak seperti polisakarida lainnya yang
pada umumnya bermuatan negatif atau netral. Kitosan merupakan senyawa kimia
yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di
alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan atau
limbah invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp,
Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Kitosan juga
banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit
cumi-cumi. Sumber utama kitosan ialah cangkang hewan subfillum Crustaceae
17
sp, seperti udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya,
terutama asal laut (Leceta dan Guerrero, 2012). Secara fisik kitosan, tidak berbau,
berupa padatan amorf berwarna putih kekuningan. Sifat fisik yang khas dari
kitosan yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan
serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya (Manjang, 2013).
2.4.2 Aplikasi dan Manfaat Kitosan
Larutan kitosan yang dicampur dengan asam asetat bersifat bakteriostatik yang
berfungsi sebagai antibakteri. Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah
keluarnya cairan sel bakteri yang nantinya menyebabkan kematian sel (Sitorus et
al., 2014). Kemampuan daya hambat kitosan tergantung dari derajat deasetilasi,
konsentrasi kitosan, dan jenis bakteri yang dihambat (Hafdani dan Sadeghinia,
2011). Efek kitosan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri disebabkan karena
adanya proses deasetilasi yang baik. Semakin banyak gugus asetil yang hilang
maka akan semakin kuat juga ikatan gugus aminonya. Gugus amino (NH2) dalam
keadaan asam akan bersifat kationik di struktur linier. Gugus NH2
yang bersifat
kationik ini menyebabkan bakteri terikat sehingga metabolisme bakteri terhambat
dan berangsur-angsur bakteri tidak tumbuh lagi (Hu et al., 2012).
Kitosan memiliki sifat reaktivitas kimia tinggi didukung oleh adanya gugus polar
dan nonpolar yang dikandungnya yang menyebabkan mampu menarik molekul-
molekul yang bermuatan parsial negatif seperti minyak, lemak dan protein.
Sehingga kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental atau pembentuk gel
yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil dan pembentuk tekstur (Nurhayati,
18
2011). Kitosan adalah salah satu polimer yang bersifat non-toxic, biocompatible,
biodegradable dan bersifat polikationik dalam suasana asam.
Kitosan telah digunakan secara luas. Kitosan diketahui mempunyai kemampuan
untuk membentuk film, gel dan fiber karena berat molekulnya yang tinggi dan
solubilitasnya dalam larutan asam encer. Sifatnya yang biodegradable dan
memiliki aktifitas antibakteri membuat kitosan banyak diaplikasikan dalam
bidang industri lainnya seperti, pengembangan biomaterial, industri kertas dan
tekstil, bidang obat - obatan serta bidang kecantikan (Susilowati dan Reskiati,
2014).
Kitosan juga dapat diaplikasikan di bidang pertanian dan pangan. Kitosan
digunakan antara lain sebagai campuran ransum pakan ternak, antimikroba,
antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat
gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi buah-buahan,
sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikroba dan antijamur
juga diterapkan di bidang kedokteran (Sugita, 2009). Berdasarkan Meidina et al.,
(2004) dalam Andarini (2016) uji aktivitas antibakteri menggunakan kitosan
terhadap bakteri pathogen memberikan hasil yang positif dengan indeks
penghambatan 3,23 untuk Staphylococcus aureus (gram positif) dan 2,23 untuk
Escherichia coli (gram negatif). Kitosan dapat diaplikasikan pada bahan makanan
dengan cara pelapisan (coating) (Harianingsih, 2010). Berdasarkan penelitian
Andarini (2016) edible coating kitosan 1% dapat memperpanjang masa simpan
somay sampai 3 hari berdasarkan penampakan dan aroma.
19
2.5. Edible Coating
2.5.1 Pengertian Edible Coating dan Manfaatnya
Edible coating merupakan kategori bahan kemasan yang unik yang berbeda
dari bahan-bahan kemasan konvensional yang dapat dimakan. Coating
didefinisikan sebagai bahan lapisan tipis yang diaplikasikan pada suatu produk
makanan (Arief dkk., 2012). Edible coating termasuk kemasan biodegradable
yang merupakan teknologi baru yang diperkenalkan dalam pengolahan pangan
yang berperan untuk memperoleh produk dengan masa simpan lebih lama
(Kenawi dkk., 2011).
Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan
semi basah (intermediate moisture foods), produk konfeksionari, ayam beku,
produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-obatan terutama untuk pelapis
kapsul (Krochta dkk., 1994). Menurut Handoko dkk., (2005) manfaat dari
edible coating yaitu dapat mengoptimalkan kualitas luar produk yang
melindungi produk dari pengaruh mikroba, mencegah adanya air, oksigen dan
perpindahan larutan dari makanan yang dapat membuat produk menjadi cepat
rusak dan berjamur. Selain itu menurut Krochta dkk., (1994), edible coating
juga dapat sebagai pembawa aditif dan dapat meningkatkan penanganan suatu
makanan.
Dalam pembuatan edible diperlukan suatu plastisizer salah satunya adalah
gliserol yang sering digunakan agar produk yang dihasilkan memiliki daya
kerja yang baik. Hal ini karena kemampuannya yang dapat mengurangi ikatan
hidrogen internal pada ikatan intermolekular sehingga dapat melunakkan
20
struktur film, meningkatkan mobilitas rantai biopolimer, dan memperbaiki sifat
mekanik film. Gliserol bersifat humektan, dimana bagian dari aksi plasticizing
berasal dari kemampuannya untuk menahan air pada edible coating tersebut
(Lieberman dan Gilbert, 1973).
2.5.2 Metode Aplikasi dan Komponen Edible Coating
Edible coating dapat digunakan di atas atau di antara produk dengan mencelup,
menyikat atau menyemprot dan membungkus. Metode pencelupan dilakukan
dengan cara mencelupkan bahan makanan ke dalam larutan edible coating.
Metode penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan edible
coating pada bahan pangan pada satu sisinya, sehingga hasilnya lebih seragam
dan praktis dibandingkan cara pencelupan. Dan metode penuangan dilakukan
dengan cara menuang larutan edible coating ke bahan yang akan dilapis (Julianti
dan Nurminah, 2006). Edible coating dapat diapikasikan sebagai kemasan primer,
barrier, pengikat dan pelapis.
Komponen edible coating terdiri dari tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid dan
komposit (campuran hidrokoloid dan lipid). Hidrokoloid yang digunakan dalam
pembuatan edible coating berupa protein, turunan selulosa (metil selulosa,
karboksil metil selulosa, hidroksi propil metil selulosa), pektin ekstrak gangang
laut (alginat, karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya), tepung (starch) dan
polisakarida lainnya. Protein dapat diperoleh dari jagung, kedelai, keratin,
kolagen, gelatin, kasein, protein susu, albumin telur dan protein ikan. Sedangkan
lipid yang umum digunakan dalam pembuatan edible coating adalah lilin alami
21
(beeswax, carnauba wax, parrafin wax), asil gliserol, asam lemak (asam oleat dan
asam laurat) serta emulsifier (Krochta dan Mulder-Johnston 1997).
2.5.3 Bahan Tambahan Antimikroba Pada Edible Coating
Untuk meningkatkan karakteristik fisik maupun fungsional dari film pati, perlu
dilakukan penambahan biopolimer atau bahan lain, seperti bahan yang bersifat
hidrofobik atau yang bersifat antimikroba (Chillo dkk.,2008 dalam Winarti
dkk., 2012). Kemasan antimikroba merupakan suatu kemasan yang dapat
menghentikan, menghambat, mengurangi atau memperlambat pertumbuhan
mikroorganisme patogen pada makanan dan bahan kemasan sehingga dapat
memperpanjang masa simpan dan memperbaiki mutu pangan. Berbagai
penelitian (carrier) aditif makanan, seperti bersifat sebagai agens
antipencoklatan, antimikroba, pewarna, pemberi flavor, nutrisi, dan bumbu
(Winarti dkk., 2012).
Jenis bahan antimikroba yang dapat ditambahkan ke dalam matriks edible
coating atau film antara lain seperti minyak atsiri, rempah-rempah dalam
bentuk bubuk atau oleoresin, kitosan, dan bakteriosin seperti nisin (Campos
dkk., 2011 dalam Winarti dkk., 2012). Metode yang sering digunakan adalah
penambahan atau inkorporasi bahan antimikroba ke dalam edible. Keuntungan
penambahan bahan aktif antimikroba ke dalam edible coating selain untuk
meningkatkan daya simpan, ialah sifat penghalang yang berasal dari lapisan
film yang diperkuat dengan komponen aktif antimikroba dapat menghambat
bakteri pembusuk dan mengurangi risiko kesehatan (Winarti dkk., 2012).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2018 sampai dengan Mei
2018.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung karagenan yang
diperoleh dari Jhony Kemika Nusantara Bandung, tepung kitosan yang diperoleh
dari Chimutliguna Indramayu, tepung tapioka, gliserol dan aquades yang
diperoleh dari jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung, daging ikan tenggiri yang diperoleh dari pasar Gudang lelang Teluk
Betung Lampung , aquades, asam asetat 1%, yang diperoleh dari Laboratorium
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Alat-alat yang digunakan antara lain, timbangan digital, kain saring, , gelas ukur,
Beaker glass, Erlenmeyer, hot plate, hydreyer, thermometer, autoklaf, cawan
24
petri, pipet tetes, spatula, inkubator, alumunium foil, mikropipet, pipet tip, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, colony counter dan cawan porselin, blender, pengaduk
magnetik
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
secara faktorial dengan dua faktor dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama
adalah konsentrasi karagenan (K), yang terdiri dari 4 taraf, yaitu K1 (0%), K2
(1%), K3 (2%) dan K4 (3%). Faktor kedua yaitu konsentrasi kitosan (C), yang
terdiri dari 4 taraf yaitu C1 (0%), C2 (1%), C3 (2%) dan C4 (3%) (b/v).
Berdasarkan kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan yang dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kombinasi perlakuan
CC1 C2 C3
KC4
K1 K1C1 K1C2 K1C3 K1C4
K2 K2C1 K2C2 K2C3 K2C4
K3 K3C1 K3C2 K3C3 K3C4
K4 K4C1 K4C2 K4C3 K4C4
Keterangan :
K= Konsentrasi Karagenan
C= Konsentrasi Kitosan
25
Bakso ikan tenggiri yang dihasilkan diamati lama simpannya pada suhu kamar
selama 0, 1, 2 dan 3 hari. Data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan
dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan kemudian data dianalisis
ragamnya. Data selanjutnya dianalisis lanjut dengan Polinominal Ortogonal pada
taraf nyata 5%.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Bakso ikan Tenggiri
Pembuatan bakso ikan dilakukan menurut Metode Syah (2016) yang dimodifikasi.
Pembuatan bakso diawali dengan proses pembuatan daging lumat. Pertama ikan
tenggiri segar difillet (skinless), dipisahkan daging dari tulang dan kulitnya secara
manual, kemudian daging ikan tenggiri dipotong dan dihaluskan. Proses
penghalusan daging ikan 100gr menggunakan alat bantu blender dengan
penambahan ½ sendok garam dan air es 15ml hingga daging lumat.
Proses pembuatan bakso ikan adalah sebagai berikut: daging lumat ikan tenggiri
100gr ditambahkan tepung tapioka 30gr, ½ putih telur, 1 bawang putih yang
sudah dihaluskan, dan ¼ sendok gula pasir ke dalam adonan kemudian adonan
diaduk dengan tangan hingga kalis. Selanjutnya adonan dicetak menggunakan
tangan sehingga membentuk bulatan atau bola-bola dengan diameter 2 cm dan
direbus dalam panci yang berisi air mendidih hingga bakso mengapung. Setelah
bakso mengapung atau bakso telah masak, lalu bakso ditiriskan hingga dingin.
26
Bakso ikan tenggiri selanjutnya siap untuk dilapisi edible coating. Diagram alir
proses pembuatan bakso ikan tenggiri ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan tenggiri (Syah, 2016).
Bakso ikantenggiri
Ikan tenggiri 100 g
Pengadonan
Pencetakkan
Pemasakan dengan air mendidih sampai baksomengapung)
Tapioka 30gr, 1/2 putih telur,1 siung bawangputih , gula 1/4 sdt.
Pelumatan
Air Es 15mL, garam1/2 sdt.
Pengecilan ukuran
27
3.4.2. Pembuatan Larutan Edible Coating Berbasis Karagenan dan Kitosan
Pembuatan larutan edible coating karagenan dari rumput laut E cottoni dilakukan
menurut Warsiki, dkk., 2013 yang dimodifikasi. Akuades sebanyak 270 mL
dimasukkan ke dalam Erlemeyer 500 mL selanjutnya dipanaskan hingga 40 oC
kemudian ditambahkan agar-agar (1%) diaduk dengan pengaduk magnetik.
Setelah larut, karagenan sesuai perlakuan ditambahkan dan diaduk hingga suhu
larutan mencapai 90oC dan kemudian ditambahkan pemlastis (1% gliserol).
Selanjutnya suhu diturunkan menjadi 50oC dan campuran terus diaduk selama 15
menit, dan ditambahkan bahan aktif antimikroba (kitosan) dengan kosentrasi
sesuai perlakuan yang telah dilarutkan terlebih dahulu menggunakan 30 ml asam
asetat 1% pada suhu 40 oC. Sebelum dilakukan penyaringan di tambahkan aquades
hingga volume total larutan menjadi 300ml. Setelah itu dilakukan penyaringan
untuk menghilangkan kotoran yang ada dalam larutan. Larutan hasil penyaringan
merupakan bahan pengemas aktif antimikroba yang sudah siap diaplikasikan
untuk mengawetkan bakso ikan.
28
Gambar 4. Diagram alir pembuatan edible coating (Warsiki, dkk., 2013).
Dilakukan pengadukan menggunakan pengadukmagnetik hingga larut
Dilakukan penambahan karagean sesuaiperlakuan dan dilakukan pemanasan larutan
sampai 90oC
Ditambahkan gliserol 3mL (v/v)
Dilakukan penurunan suhu larutan hingga 50oC
Dilakukan pengadukan selama 15 menit
Ditambahkan aquades hingga volume total larutanmenjadi 300mL
Disaring menggunakan kain saring 3 rangkap
Larutan edible coating
Kitosan sesuaiperlakuan
Dilarutkan dalam 30mL asamasetat 1% pada suhu 40oC
Larutan Kitosan
Agar-agar 3g (b/v) dimasukankedalam erlenmeyer berisi
270mL aquades pada suhu 40oC
29
3.4.3. Pengaplikasian Larutan Edible Coating Karagenan dan Kitosan PadaBakso Ikan Tenggiri
Aplikasi edible coating pada bakso ikan dilakukan menurut Metode Waryani
(2014) yang dimodifikasi. Bakso ikan dicelupkan ke dalam larutan edible coating
karagenan dan kitosan selama 60 detik pada suhu 40 °C, kemudian ditiriskan dan
dikeringkan selama 3 menit dengan menggunakan hairdryer. Setelah itu disimpan
dalam plastik cliplock yang telah diberi lubang pada suhu ruang (25°-30°C) dan
dilakukan pengamatan pada hari ke 0, 1, 2 dan 3 (Gambar 3).
Gambar 5. Diagram alir pengaplikasian edible coating pada bakso ikan(Waryani et al., 2014)
Bakso ikan tenggiri dimasukan kedalam plastik clipclockdan disimpan pada suhu kamar (25-30°C)
Pengamatan sensori (aroma, tekstur, kenampakan) dan totalmikroba pada hari ke 0, 1, 2, dan 3 pada suhu kamar
Pengeringan selama 3 menit menggunakan hairdryer
Pencelupan cepat kedalam larutan edible coating selama60 detik pada suhu 40 °C
Bakso ikan tenggiri
30
3.5. Pengamatan Pada Bakso Ikan
3.5.1. Sifat Sensori
Uji sensori dilakukan terhadap sampel bakso ikan tenggiri yang telah diberikan
edible coating sesuai perlakuan. Sampel penelitian yang disajikan kepada panelis
adalah bakso ikan tenggiri yang telah ditambahkan dan dilapisi atau edible coating
karagenan dan kitosan sesuai perlakuan serta telah mengalami proses
penyimpanan, dilakukan uji sensori aroma, tekstur, dan penampakan. Uji sensori
ini dilakukan oleh panel semi terlatih dengan skor penilaian 1-9 (SNI 2346:2011).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, perlakuan
konsentrasi karagenan 1% dan chitosan 3% (K2C4) merupakan perlakuan terbaik
untuk pembuatan edible coating pada bakso ikan tenggiri. Perlakuan larutan edible
coating (K2C4) pada bakso ikan tenggiri dapat mempertahankan sifat
organoleptik (aroma, penampakan dan tekstur) yang memiliki skor minimal 7
(SNI 2346:2011) hingga 1,29 hari atau 31 jam dengan skor aroma yaitu 7 (Khas
ikan berkurang), sedangkan untuk tekstur >7 (padat, agak kenyal) dan untuk
penampakan >7 (penampakan kurang halus, kurang cerah).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk penelitian selanjutnya diubah
waktu pengamatannya menjadi per jam bukan per hari agar pengamatannya lebih
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Andarini. 2016. Kajian Penggunaan Kitosan Sebagai Edible Coating UntukMemperpanjang Masa Simpan Somay Ikan Pada Suhu Ruang. Skripsi. FP,Jurusan Teknologi hasil Pertanian, Universitas Lampung.
Arief, H.S., Pramono, Y.B., dan Bintoro, V.P. 2012. Pengaruh edible coatingdengan konsentrasi berbeda terhadap kadar protein, daya ikat air, danaktivitas air bakso sapi selama masa penyimpanan. Animal AgricultureJournal. 1 (2): 100-108.
Aslan, L. 1998. Budidaya Rumput Laut. Edisi Revisi. Yogyakarta: PenerbitKanisius.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 2346:2011. Petunjuk pengujianOrganoleptik dan atau Sensori pada Produk Perikanan.
Badan Standarisasi Nasional. 2014. Syarat Mutu dan Keamanan Bakso Ikan (SNI7266:2014).http://sisni.bsn.go.id/index.php/snimain/sni/detail.sni. Diaksespada 12 November 2016.
Cahyono, A. 2013. Kadar Protein dan Uji Organoleptik Bakso Berbahan DasarKomposisi Daging Sapi dan Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) yangBerbeda. (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. UniversitasMuhammadiyah. Surakarta. 2 hlm.
Campos, C.A., L.N. Greshcenson, and S.K. Flores. 2011. Development of ediblefilms and coatings with antimicrobial activity. Food Bioprocess Technol.4: 849–875.
Chillo, S., S. Flores, M. Mastromatteo, A. Conte, Lý´a Gerschenson, and M.A. delNobile. 2008. Influence of glycerol and chitosan on tapioca starch-basededible film properties. J. Food Engin. 88: 159–168.
Damayanti. W, Emma Rochima, Zahidah Hasan. 2016. Aplikasi Kitosan sebagaiAntibakteri Pada Filet Patin selama Penyimpanan Suhu Rendah. JurnalPengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 19(3): 321-328.
Damiyati, N. 2007. Ada Pengenyal Bakso Selain Boraks.http://www.pikiranrakyat.com. diakses tanggal 8 Mei 2012.
Diharmi, A. 2011. Karakteristik Karagenan Hasil Isolasi Eucheuma Spinosum(Alga merah) dari Perairan Semenep Madura. Jurnal Perikanan danKelautan. Vol. 16,No. 1: hlm. 117-124.
Distantina, S., Fadilah, Rochmadi, Moh. Fahrurrozi, dan Wiratni. 2010. Prosesekstraksi karagenan dari Eucheuma cottonii. Seminar Rekayasa Kimia danProses. 4-5 Agustus 2010.
Gonzalez-Aguilar, G. A., Ayala- Zavala, J.F., Olivas, G.I., de la Rosa, L.A. andAlvarez-Parilla, E. 2010. Preserving Quality of Fresh-cut Products usingSafe Techologies. Journal of Consumer Protection an Food Safety 5: 65-72.
Hafdani, F N. dan Sadeghinia, N. 2011. A review on Application of Chitosan asa Natural Antimicrobial. World Acad. Sci. J. Eng. Technol. 74(3): 550–558 pp.
Handoko, Dody D., Besman Napitupulu., dan Hasil Sembiring. 2005. PenangananPascapanen Buah Jeruk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi InovatifPascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian.
Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi KitosanSebagai Bahan Pelapis (Coater) pada Buah Stroberi. (Tesis). UniversitasDiponegoro. Semarang. 92 hlm.
Hidayah, R.Y. 2015. Pengaruh Penggunaan Berbagai Massa Lengkuas (Alpiniagalanga) terhadap Sifat Organoleptik dan Daya Simpan Ikan Nila(Oreochromis niloticus) Segar. (Skripsi). Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Jawa Tengah. 41 hlm.
Hidayah. 2013. Optimasi Konsentrasi Kalium Hidroksida pada EkstraksiKaraginan dari Alga Merah (Kappaphycus alvarezii). JKK. Asal PulauLemukutan. Vol. 2. hlm. 78-83.
Hu, H., Xin, H.J., Hu, H., Chan, A., He, L. 2012. Lutaraldehyde-Chitosan andPoly (vinyl alcohol) Blends, and Fluorescence of Their Nano-SilicaComposite Films. J. Carbohydrate Polymers. 91(2): 305-313 pp.
Julianti, E. dan Nurminah, M. 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan.Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas SumateraUtara, Medan.
Karnila, R. 2013. Kemasan Edible [Bahan Ajar Pengemasan]. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.
Kenawi, M.A., M. M. A. Zaghlul dan R. R. Abdel-Salam. 2011. Effect oftwonatural antioxidants inCombination With Edible Packaging onStabilityof Low Fat Beef Product StoredUnder Frozen Condition. Biotechnology inAnimal Husbandry 27 (3): 345-356.
Kim, D., Y. Kim, S. Kim, S.W. Kim, G. J. Zylstra, Y. M. Kim, and E. Kim. 2002.Monocyclic aromatic hydrocarbon degradation by Rhodococcus sp. strainDK17. Appl. Environ. Microbiol. 68 (7) : 3270-3278.
KPAD [Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi]. 2013. Penanganan PascaPanen Rumput Laut. Nunuan.
Krochta, E. A. Baldwin and M. Carriedo. 1994. Edible Coating and Films toImprove Food Quality. Technomic Publishing O, Inc. New HollandAvenue. Pennsylvania. Hal 237-257
Krochta, J. M. dan C. De Mulder-Johnston, 1997, Edible and BiodegradablePolymer Films:Challenges and Opportunities, J. Food Tech., 51 (2), 61-74.
Kurniawan dan Kusrahayu. 2012. Kadar Serat Kasar, Daya Ikat Air, danRendemen Bakso Ayam dengan Penambahan Karagenan. Jurnal AplikasiTeknologi Pangan. 1(2): 12.
Leceta, I., Guerrero, K. 2012. Functional Properties of Chitosan-Based Films. J.Carbohydrate Polymers. 93(3): 339–346.
Lieberman, E. R. dan S. G. Gilbert. 1973. Gas permeation of collagen films asaffected by cross linkage, moisture, and plastizer content. Journal ofPolymer Science (41) : 33-43.
Mahbub, M. A., Pramono, Y. B., dan Mulyani, S. 2012. Pengaruh Edible Coatingdengan Konsentrasi Berbeda terhadap Tekstur, Warna, dan KekenyalanBakso Sapi. Animal Agriculture Journal. 1(2): 177-185.
Manjang Y. 2013. Analisa Ekstrak Berbagai Jenis Kulit Udang terhadap MutuKitosan. Jurnal Penelitian Andalas. 12(5): 38–43.
Martosubroto, P., Nurzali Naamin dan Ben B. Abdul Malik. 1991. Potensi DanPenyebaran Sumber Daya Ikan Laut Di Perairan Indonesia. DitjenkanPuslitbangkan Oseanologi.
Nurhayati, N. D. dan Utami, B. 2011. Sintesis dan karakterisasi membran kitosanuntuk aplikasi sensor deteksi logam berat, Molekul, 6(2): 123-136.
Prastuti, N.T. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Sapi dengan Kulit Cakar Ayamterhadap Daya Ikat Air (Dia), Rendemen dan Kadar Abu Bakso. (Skripsi).Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. 57-71 hlm.
Rakhmawati, T. 2006. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Ekstraksiterhadap Perolehan Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma Cottonii.Skripsi. Universitas Lampung. hlm. 24-26.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. Bina Cipta. Bogor.
Sanjaya dkk. 2016.Pengaruh Penambahan Karagenan Dalam Pembuatan NuggetIkan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan Universitas Riau.
Sitorus, R.F., Karo-Karo, T., Lubis, Z. 2014. Pengaruh Konsentrasi Kitosansebagai Edible Coating dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu BuahJambu Biji Merah. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2(1): 37-46.
Slamet, N.A. 2014. Pengaruh Edible Coating Dari Karagenan Terhadap MutuIkan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma) Segar SelamaPenyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
SNI 2354.12:2013. 2013. Cara Uji Kimia-Bagian 12: Penentuan Rendemen(yield) Karaginan Rumput Laut. Jakarta (ID): Badan StandarisasiNasional.
Sugita, P. dan Wahyono, D. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. IPBPres. Bogor. 118 hlm.
Suryaningrum T.H. 2002. Penggunaan kappa karagenan sebagai bahan penstabilpada pembuatan fish meat loaf dari ikan tongkol (Euthynmus pelams. L). J.Penelitian Perikanan Indonesia 8 (6).
Susilowati dan Reskiati. 2014. Pemanfaatan Limbah Udang Sebagai PengawetAlami Produk Olahan Perikanan. Jurnal Sekolah Tinggi TeknologiKelautan (STITEK). 5(2): 11.
Syah, I. 2016. Kajian Daging Sapi Subtitusi dan Xanthan Gum Berbeda padaPembuatan Bakso. (Skripsi). Fakultas Peternakan Universitas NusantaraPersatuan Guru Republik Indonesia. Kediri. 163 hlm.
Syahril, M. 2015. Pembuatan Bakso Ikan. http://www.wikipedia.co.id. Diaksespada 6 November 2016.
Wardaniati, R.A dan Setyaningsih, S. 2015. Pembuatan Kitosan dari Kulit Udangdan Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso. (Skripsi).http://eprints.undip.ac.id. Universitas Diponegoro. Semarang.142-147 hlm.
Warsiki, E., Sunarti, T.C., dan Nurmala, L. 2013. Kemasan Antimikroba untukMemperpanjang Umur Simpan Bakso Ikan; Jurnal Ilmu PertanianIndonesia (JIPI), Desember 2013 Vol. 18 (2): 125-131.
Waryani SW, Rika S, Farida H. 2014. Pemanfaatan Kitosan dari CangkangBekicot (Achatina fulica) sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelligersp.) dan Ikan Lele (Clarias batrachus). Jurnal Teknik Kimia USU 3(4)::51-57.
Widyaningsih. T. D. dan Murtini, E.S. 2006. Pengolahan Pangan Masa Kini.http://www.e-dukasi.net/trubus Agrisarana. [16 Februari 2008].
Winarti, C., Miskiyah, dan Widaningrum. 2012. Teknologi produksi dan aplikasipengemas edible antimikroba berbasis pati. Jurnal Litbang Pertanian. 31(3) : 85-93.
Wulandari, Rieny Sulistijowati, Lukman Mile. 2015. Kitosan Kulit UdangVaname sebagai Edible Coating Pada Bakso Ikan Tuna. Jurnal IlmiahPerikanan dan Kelautan. 3: 118–121.
Yasita, D. dan I. D. Rachmawati. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi padaPembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottoni untukMencapai Foodgrade. Universitas Diponegoro. Semarang.https://webcache.googleusercontent.com/html. Diakses 13 Agustus 2016.