pengaruh lama waktu sexing dengan metode elektrik …
TRANSCRIPT
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
149
PENGARUH LAMA WAKTU SEXING DENGAN METODE ELEKTRIK
TERHADAP MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA
SAPI ACEH
The Effect of Long Time Sexing with Electrical Methods on Motility and Viability of
Aceh Cattle Spermatozoa
Hafiz Aulia Nahra
1, Dasrul
2, Hamdan
3, Triva Murtina Lubis
4, Cut Nila Thasmi
5, Ismail
6
1Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedoktean Hewan Universitas Syiah Kuala
2,3,5Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
4Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
6Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu sexing dengan metode elektrik terhadap
motilitas dan viabilitas spermatozoa sapi aceh. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
pola satu arah terdiri atas tiga perlakuan dan enam kali pengulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah lama
waktu sexing yang terdiri dari 3 menit (P1), 6 menit ( P2), dan 10 menit (P3). Pada masing-masing perlakuan
kemudian dievaluasi motilitas dan viabilitas spermatozoa. Data motilitas dan viabilitas dianalisis dengan analysis of
variance (ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama waktu
sexing dengan metode elektrik berpengaruh secara nyata (P<0,05) terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa.
Waktu sexing selama 3 menit dengan metode elektrik menghasilkan persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa
lebih tinggi dibandingkan waktu 6 menit dan 10 menit..
Kata kunci : Spermatozoa, waktu sexing, metode elektrik, motilitas, viabilitas
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of long time sexing with electrical methods on the motility and
viability of aceh cattle spermatozoa. This study used a completely randomized design (CRD) with a one-way pattern
consisting of three treatments and six repititions. The treatment in this study was the length of sexing time which
consisted of 3 minutes (P1), 6 minutes (P2), and 10 minutes (P3). Each treatment was then evaluated for motility
and viability of spermatozoa. Motility and viability data were analyzed by analysis of variance (ANOVA) then
continued with Duncan test. The results showed that the length of sexing time with the electrical method
significantly affected (P <0.05) on the motility and viability of aceh cattle spermatozoa. The time of sexing for 3
minutes by electrical method resulted a higher percentage of motility and viability of the spermatozoa compared to 6
minutes and 10 minutes.
Key word : Spermatozoa, sexing time, electrical method, motility, viability
PENDAHULUAN
LatarBelakang
Sapi aceh merupakan salah satu sapi asli Indonesia yang telah ditetapkan menjadi salah
satu rumpun sapi lokal melalui Keputusan Menteri Pertanian RI nomor:
2907/KPTS/OT.140/6/2011 (Kementan, 2011). Sapi lokal mempunyai bobot badan lebih rendah
daripada sapi silangan, tetapi memiliki kelebihan dalam reproduksi dan daya adaptasinya
terhadap lingkungan di Indonesia (Rasyid et al., 2017). Pemerintah telah melakukan berbagai
upaya pelestarian dan pengembangan sumber daya genetik sapi aceh dalam rangka perbaikan
mutu dan produktivitas ternak di Indonesia, yaitu dengan menyebarluaskan kebijakan
penggunaan teknik inseminasi buatan (IB) (Prastiya et al., 2014).
Menurut Muzakkir et al. (2017), aplikasi IB merupakan salah satu teknologi yang
mampu meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak. Inseminasi buatan dapat ditingkatkan
hasilnya melalui teknologi pengaturan jenis kelamin anak yang disebut sexing spermatozoa
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
150
(Susilawati, 2014). Metode sexing spermatozoa X dan Y yang pernah dilakukan antara lain,
filtrasi sephadex (Susilawati, 2000), sentrifugasi dengan gradient densitas percoll (Susilawati,
2000; Dasrul et al., 2013), kolom albumin (Purwoistri et al., 2013), swim up (Sariadi et al., 2014)
elektrik (Prastiya et al., 2014; Lailiyah et al., 2018) dan elektroforesis (Kaiin et al., 2017).
Sexing spermatozoa dengan metode elektrik adalah suatu teknik pemisahan spermatozoa
menggunakan aliran listrik berdasarkan perbedaan muatan listrik pada membran spermatozoa X
dan spermatozoa Y. Spermatozoa berkromosom Y memiliki muatan positif pada membrannya
akan bergerak ke arah anoda, sedangkan spermatozoa berkromosom X memiliki muatan negatif
pada membrannya akan bergerak ke arah katoda (Prastiya et al., 2014; Saputro et al., 2016;
Lailiyah et al., 2018). Hasil penelitian Lailiyah et al. (2018), sexing spermatozoa pada kambing
sapera menggunakan metode elektrik dengan voltase 1,5 volt selama 10 menit dalam media BO
(Bracketts and Olophant) mampu memisahkan kromosom X dan Y pada kutub anoda sebesar
59,00% dan 41,00% pada kutub katoda sebesar 65,00% dan 35,00%. Menurut beberapa peneliti
terdahulu tingkat keberhasilan sexing spermatozoa pembawa kromosom X dan Y pada metode
elektrik dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah spesies, kualitas spermatozoa, media,
voltase (Hafez, 2004) dan lama waktu pemisahan yang digunakan (Prastiya et al., 2014; Saputro
et al., 2016).
Motilitas dan viabilitas spermatozoa merupakan paramater kualitas spermatozoa yang
sangat menentukan keberhasilan fertilisasi. Motilitas spermatozoa adalah daya gerak
spermatozoa yang menjadi salah satu kriteria penentu kualitas spermatozoa dalam parameter
kesanggupan membuahi (Yumte et al., 2013). Viabilitas adalah daya hidup spermatozoa
(Sukmawati et al., 2014). Viabilitas memiliki korelasi positif dengan motilitas spermatozoa,
semakin tinggi viabilitas spermatozoa, maka semakin tinggi motilitas spermatozoa (Azzahra et
al., 2016). Hasil penelitian Saputro et al. (2016) sexing spermatozoa domba merino
menggunakan metode elektrik dengan voltase 1,5 volt dan lama waktu yang berbeda (3 menit, 7
menit dan 10 menit), hasil sexing yang efektif dengan persentase pemisahan tertinggi terdapat
pada waktu 10 menit. Sedangkan kualitas spermatozoa (motilitas, viabilitas dan abnormalitas)
kromosom X dan Y pada sisi anoda dan katoda dengan hasil terbaik didapatkan pada waktu 3
menit. Beberapa peneliti lain juga melaporkan sexing spermatozoa dengan metode elektrik
menunjukkan adanya penurunan kualitas spermatozoa setelah pemisahan (Prastiya et al., 2014;
Lailiyah et al., 2018). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya kejutan listrik yang
dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada membran plasma sel spermatozoa dan
metabolisme yang terus berlangsung sehingga menyebabkan semakin banyaknya energi yang
digunakan spermatozoa untuk selalu bergerak. Namun, hasil penelitian tentang sexing
spermatozoa menggunakan metode elektrik dengan lama waktu yang berbeda pada sapi aceh
belum pernah dilaporkan. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang mengkaji tentang pengaruh lama waktu sexing dengan metode
elektrik terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa sapi aceh.
MATERIAL DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Saree
Dinas Peternakan Provinsi Aceh dan telah dilaksanakan pada bulan Desember 2018 – Januari
2019.
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
151
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen segar sapi aceh yang diambil
dari 2 ekor sapi pejantan terlatih yang dipelihara di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD)
Dinas Petenakan Provinsi Aceh yang berlokasi di Saree, Kabupaten Aceh Besar.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, baterai, kabel, pinset
steril, gelas objek, cover glass, mikroskop, vagina buatan, tabung reaksi, beaker glass, spritus,
gelas ukur, pipet tetes, erlenmeyer, peniti, dan kertas saring dan stopwatch. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah semen segar sapi aceh, telur ayam kampung, Na sitrat, aquabidest,
alkohol 70%, eosin-negrosin, NaCL fisiologis, dan vaselin.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola satu arah terdiri dari tiga perlakuan dan masing
masing enam kali pengulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah lama waktu sexing yang
terdiri atas (P1: 3 menit, P2: 6 menit dan P3: 10 menit) dengan dialiri listrik yang sama yaitu 1,5
volt.
Prosedur Penelitian
Penampungan semen Penampungan semen dilakukan di BIBD Saree, Dinas Peternakan Provinsi Aceh,
Kabupaten Aceh Besar pada pagi hari sekitar jam 8.00 – 9.00 WIB. Penampungan semen
dilakukan dengan menggunakan metode vagina buatan dari dua ekor pejantan sehat dan terlatih.
Penampungan semen dilakukan 1 x ejakulasi/minggu, selama 3 minggu oleh petugas yang
terlatih.
Pembuatan media pengencer sitrat kuning telur
Timbang 2,9 gram Na-sitrat dan larutkan didalam 100 ml aquabidest. Panaskan sampai
dengan 92 oC lalu dinginkan pada temperatur kamar. Siapkan telur yang diperlukan, bersihkan
kerabang memakai kapas beralkohol 70%. Kemudian pecahkan kerabang telur hingga 1/3
bagian menggunakan pinset steril, buanglah cairan putih telur dengan hati-hati. Kuning telur
yang utuh dan terbungkus selaput vitelin pindahkan di atas kertas saring untuk menghilangkan
cairan putih telur yang tersisa. Setelah itu pecahkan selaput vitelin dan alirkan kuning telur
kedalam gelas ukur, lalu tuangkan Na-sitrat dengan perbandingan 4:1 dan aduk dengan merata.
Pemeriksaan kualitas semen segar
Segera setelah dilakukan penampungan semen kemudian dilakukan pemeriksaan
kualitas semen. Pemeriksaan kualitas semen meliputi pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis. Pada pemeriksaan makroskopis diamati volume, warna, pH, bau dan konsistensi
semen. Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis diamati gerakan massa, motilitas spermatozoa,
viabilitas dan abnormalitas. Sampel semen yang digunakan pada penelitian adalah sampel semen
dari hasil pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis yang berkualitas baik.
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
152
x100 %
Sexing spermatozoa
Sampel semen yang berkualitas baik diberi tiga perlakuan, yaitu (P1) yang terdiri dari
semen sapi aceh yang dialiri listrik searah 1,5 volt selama 3 menit, (P2) terdiri dari semen sapi
aceh yang dialiri listrik searah 1,5 volt selama 6 menit dan (P3) terdiri dari semen sapi aceh
yang dialiri listrik searah 1,5 volt selama 10 menit. Pemisahan spermatozoa kromosom X dan Y
dilakukan dengan cara meneteskan semen sebanyak 0,5 ml pada cawan petri yang telah berisi 10
ml sitrat kuning telur, kemudian alirkan kabel yang telah dihubungkan dengan baterai pada
cawan petri tersebut, setelah itu di ambil dengan pipet tetes spermatozoa yang mengarah ke
anoda dan yang ke katoda, lalu dimasukan ke dalam tabung reaksi. Spermatozoa yang bergerak
ke arah anoda adalah spermatozoa dominan kromosom Y dan yang bergerak ke arah katoda
adalah spermatozoa dominan kromoson X. Spermatozoa hasil sexing kemudian dievaluasi
motilitas dan viabilitas nya.
Pemeriksaan Kualitas Spermatozoa
Persentase Motilitas Spermatozoa
Penilaian terhadap motilitas spermatozoa dapat diamati dengan cara meneteskan
suspensi semen hasil sexing di atas gelas objek dan tambahkan dengan satu tetes NaCL fisiologis
kemudian amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x10. Jumlah motil dihitung
berdasarkan pergerakan spermatozoa yaitu progresif (A), sirkuler (B), fibrasi (C), mundur (D),
diam (E). Spermatozoa yang diamati maksimal sebanyak 200 sel dengan lima lapang pandang.
Penentuan presentasi motilitas spermatozoa dilakukan dengan rumus :
Motilitas =
Persentase Viabilitas Spermatozoa
Pemeriksaan terhadap viabilitas spermatozoa dilakukan dengan cara meneteskkan 1
tetes suspensi semen hasil sexing pada gelas objek dan tambahkan dengan satu tetes pewarnaan
eosin 2 %. Buat preparat apus dan fiksasi di atas spritus. Untuk pengamatan spermatozoa
menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40x10. Spermatozoa yang hidup akan berwarna
bening sedangkan spermatozoa yang mati berwarna merah karena terwarnai dengan pewarnaan
eosin. Spermatozoa yang diamati maksimal sebanyak 200 sel dengan lima lapang pandang.
Penentuan persentasi spermatozoa yang hidup digunakan rumus yang diterapkan oleh WHO
(1999), yakni :
Viabilitas =
Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan motilitas dan viabilitas spermatozoa akan
dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis of Variance (ANOVA). Bila terdapat
pengaruh perlakuan maka data selanjutnya diuji dengan Uji Duncan pada signifikansi 5 %.
A
(A + B + C + D + E) x100 %
Jumlah spermatozoa hidup
Jumlah spermatozoa yang diamati
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
153
Pengolahan data dilakukan menggunakan komputer dan diproses menggunakan statistical
program for social science versi 17.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Semen Segar Sapi Aceh
Pemeriksaan kualitas semen segar terdiri dari dua prosedur yaitu secara mikroskopis
dan makroskopis. Pemeriksaan makroskopis dilakukan secara langsung dengan mengukur
volume, warna, konsistensi, pH, serta bau semen. Pemeriksaan secara mikroskopis dilakukan
dengan cara mengamati semen sapi menggunakan mikroskop. Pengamatan yang dilakukan
meliputi gerakan massa, motilitas, viabilitas dan abnormalitas. Hasil penilaian dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1.Rata-rata (±SD) kualitas semen segar sapi aceh setelah koleksi
Parameter Hasil Pengamatan
Makroskopis
Volume (ml) 4,25 ± 0,88
Warna Krem keputih-putihan
Konsistensi Kental
pH 7,00 ± 0,00
Bau Amis (khas sapi)
Mikroskopis
Gerakan massa
+++
Motilitas (%) 79,08 ± 3,26
Viabilitas (%) 85,00 ± 1,52
Abnormalitas (%) 7,58 ± 1,93
Berdasarkan hasil penelitian semen segar pada Tabel 1. di atas, dapat disimpulkan
bahwa kualitas semen segar sapi aceh yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kategori
baik dan memenuhi syarat digunakan sebagai sampel semen untuk diproses lebih lanjut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Balai Inseminasi Buatan Dirjen Peternakan bahwa persyaratan yang
harus dipenuhi dalam prosesing semen sapi adalah perkiraan motilitas minimal 70%,
abnormalitas tidak kurang dari 20 %, persentase hidup spermatozoa minimal 80%, dan semen
memiliki gerakan massa ++/+++.
Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi Aceh setelah Sexing dengan Metode Elektrik
dengan Lama Waktu yang Berbeda.
Motilitas Spermatozoa
Motilitas setelah sexing dengan metode elektrik diamati menggunakan mikroskop
dengan 5 lapang pandang, maksimal 200 sel spermatozoa. Hasil pemeriksaan persentase
motilitas setelah pemisahan dengan metode elektrik dapat dilihat pada Tabel 2.
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
154
Tabel 2. Rataan persentase (± SD) motilitas spermatozoa sapi aceh setelah sexing menggunakan
metode elektrik dengan lama waktu sexing yang berbeda
Perlakuan Katoda Anoda
P1 74,58 ± 3,29 a 73,67 ± 3,12
a
P2 71,33 ± 5,15 a 67,08 ± 4,32
b
61,58 ± 3,05 c P3 61,33 ± 1,99
b
Keterangan : Nilai motilitas yang diikuti dengan superskrip huruf a b
c yang berbeda menunjukan perbedaan yang
nyata (P<0,05).
P1 : sexing spermatozoa selama 3 menit
P2 : sexing spermatozoa selama 6 menit
P3 : sexing spermatozoa selama 10 menit
Pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa rata-rata persentase motilitas spermatozoa sapi
aceh setelah sexing menggunakan metode elektrik dengan 1,5 volt baik pada kutub katoda
maupun anoda mengalami penurunan seiring dengan lama waktu sexing. Semakin lama waktu
sexing maka semakin rendah persentase motilitas spermatozoa. Rata-rata persentase motilitas
spermatozoa sapi aceh setelah sexing yang diperoleh pada kutub katoda sedikit lebih tinggi bila
dibandingkan dengan pada kutub anoda.
Hasil analysis of variance (ANOVA) pola satu arah terhadap motilitas spermatozoa sapi
aceh setelah sexing menggunakan metode elektrik dengan lama waktu sexing yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Hasil ini membuktikan bahwa lama waktu sexing
berpengaruh secara nyata terhadap motilitas spermatozoa sapi aceh. Hasil uji Duncan pada
bagian katoda menunjukkan bahwa rata-rata motilitas spermatozoa pada P1 tidak berbeda secara
nyata (P>0,05) dibandingkan dengan P2. Rata-rata P2 lebih tinggi secara nyata (P<0,05)
dibandingkan P3. Rata-rata P3 lebih rendah secara nyata dibandingkan P1 dan P2. Sedangkan
hasil uji Duncan pada kutub anoda menunjukkan bahwa rata-rata persentase motilitas
spermatozoa pada perlakuan P1 lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan P2 dan
P3. Rata rata motilitas spermatozoa pada perlakuan P2 lebih tinggi secara nyata (P<0,05)
dibandingkan dengan P3. Hasil ini membuktikan bahwa lama waktu sexing menggunakan
metode elektrik berpengaruh terhadap penurunan persentase motilitas spermatozoa sapi aceh.
Persentase motilitas spermatozoa sapi aceh setelah sexing menggunakan metode elektrik selama
3 menit lebih tinggi dibandingkan dengan 6 menit dan 10 menit.
Terjadinya penurunan persentase motilitas spermatozoa setelah sexing menggunakan
metode elektrik ini, kemungkinan disebabkan oleh adanya kejutan listrik yang dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada membran plasma sel spermatozoa. Keutuhan membran
plasma sangat berkorelasi dengan daya gerak spermatozoa. Apabila membran plasma
spematozoa mengalami kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan terganggu sehingga
spermatozoa akan kehilangan daya gerak dan kemampuan hidupnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Rajaserakan et al. (1994), bahwa pemisahan spermatozoa dengan penggunaan arus
listrik berakibat kepada penurunan persentase motilitas spermatozoa. Apabila spermatozoa
terlalu lama menerima paparan listrik maka dapat menyebabkan pembukaan pori-pori yang
terlalu lebar dan gagal untuk menutup seperti semula, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan
pada membran spermatozoa (Weaver, 1995; Hafez, 2004). Hal yang sama juga dijelaskan oleh
Rubessa et al. (2016), bahwa pemisahan spermatozoa menggunakan arus listrik mungkin
dilakukan tetapi dapat menciderai spermatozoa karena efek dari kejutan listrik yang terlalu lama
akan menyebabkan penurunan kualitas spermatozoa.
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
155
Spermatozoa yang dialiri arus listrik secara terus menerus menyebabkan terjadinya
reaksi elektrolisis. Elektrolisis pada medium fisiologis akan menghasilkan senyawa oksigen
reaktif atau reactive oxygen species (ROS). ROS yang dihasilkan sangat reaktif dan mampu
memulai serangkaian peristiwa melalui peroksidasi lipid pada membran sel sepermatozoa.
Peroksidasi lipid memberikan efek merugikan pada banyak aspek fungsi membran, termasuk
pengurangan fluiditas dan agregasi membran dan mengatur ulang organisasi bilayer fosfolipid.
Kadar ROS yang tinggi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi yang mempengaruhi
membran plasma bagian mid piece yang terdapat mitokondria (Rath dan Johnson, 2008). Jika
membran plasma bagian mid piece terganggu maka akan mengakibatkan kondisi anisosmotik
yang menjadi penyebab terjadinya kebocoran intraseluler yang akan memengaruhi perombakan
ATP (Bohlooli et al., 2012). Membran plasma bagian midpiece dimediasi oleh enzim aspartat
amino transferase. Jika enzim ini hilang maka perombakan energi tidak terjadi sehingga
spermatozoa akan kehilangan motilitasnya (Colenbrender et al., 1992). Faktor lain yang
mempengaruhi tingginya kadar ROS adalah keberadaan zat yang bersifat toksik yang berasal dari
spermatozoa hidup maupun spermatozoa yang telah mati.
Selain kejutan listrik, lama waktu sexing spermatozoa juga berpengaruh terhadap
penurunan persentase motilitas. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase motilitas
spermatozoa akan semakin rendah bersamaan dengan semakin lamanya waktu pemisahan. Hal
tersebut diakibatkan oleh proses metabolisme spermatozoa yang terus berlangsung (Susilawati
et al., 2002). Metabolisme yang terus berlangsung menyebabkan semakin banyaknya energi yang
digunakan spermatozoa untuk selalu bergerak (Trounson, 1992). Menurut Toelihere (1993),
energi yang digunakan untuk pergerakan spermatozoa tersimpan dalam bentuk senyawa ATP
(Adenosin triphosphat) dan didukung oleh Hafez (1993), yang menyatakan bahwa salah satu
faktor utama yang mempengaruhi motilitas spermatozoa adalah ketersediaan energi ATP. Rizal
(2009), menyatakan bahwa ATP dimanfaatkan spermatozoa sebagai sumber energi dalam proses
pergerakan sehingga tetap motil dan sekaligus untuk mempertahankan hidupnya. Motilitas
spermatozoa terjadi disebabkan oleh adanya kontraksi fibril-fibril yang ada pada bagian principle
piece dan endpiece dari ekor spermatozoa. Kontraksi ini terjadi jika ada perombakan ATP
menjadi Adenosin Di Phosphate (ADP) atau menjadi Adenosin Mono Phosphate (AMP) pada
bagian mitokondria. Apabila persediaan energi habis, maka kontraksi fibril – fibril spermatozoa
terhenti dan spermatozoa tidak bergerak.
Metabolisme spermatozoa sangat dipengaruhi oleh kemampuan metabolisme energi
yang ditunjang oleh lingkungan antara lain temperatur dan komponen yang terdapat dalam
medium ekstraseluler sehingga dengan keterbatasan energi endogen yang dimilikinya dan
eksogen yang dapat digunakan dari medium ekstraseluler memengaruhi daya gerak spermatozoa
(Toelihere, 1985; Hafez, 2004).
Viabilitas spermatozoa setelah sexing dengan metode elektrik
Pengujian viabilitas dilakukan untuk menguji kemampuan hidup dari seekor
spermatozoa. Persentase viabilitas spermatozoa dihitung dengan melihat jumlah spermatozoa
yang hidup dan mati menggunakan pewarnaan eosin 2 % yang diamati dengan mikroskop
cahaya. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan adanya pancaran warna terang, sedangkan
spermatozoa yang mati ditandai dengan pancaran warna merah sebagaimana terlihat pada
Gambar 1.
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
156
.
Gambar 1. Viabilitas pada spermatozoa dengan pewarnaan eosin 2 % pembesaran 40X10. (A)
spermatozoa hidup tampak berwarna bening (transparan), (B) spermatozoa mati tampak
berwarna merah.
Data hasil pemeriksaan persentase viabilitas spermatozoa setelah sexing dengan metode
elektrik dengan lama waktu sexing berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata (± SD) persentase viabilitas spermatozoa sapi aceh setelah sexing
menggunakan metode elektrik dengan lama waktu yang berbeda
Perlakuan Katoda Anoda
P1 80,80±2,70c 79,58±3,13
c
P2 71,66±4,57 b 66,83±6,80
b
P3 58,86±4,14a 53,06±2,24
a
Keterangan: Nilai viabilitas yang diikuti dengan superskrip huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05).
P1 : sexing spermatozoa selama 3 menit
P2 : sexing spermatozoa selama 6 menit
P3 : sexing spermatozoa selama 10 menit
Pada Tabel 3. memperlihatkan bahwa rata-rata persentase viabilitas spermatozoa sapi
aceh setelah sexing menggunakan metode elektrik baik pada kutub katoda maupun anoda
mengalami penurunan seiring dengan lama waktu sexing. Semakin lama waktu sexing semakin
rendah persentase viabilitas spermatozoa. Rata-rata persentase viabilitas spermatozoa sapi aceh
setelah sexing yang diperoleh pada kutub katoda sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan
pada kutub anoda.
Hasil analysis of variance (ANOVA) pola satu arah terhadap viabilitas spermatozoa
sapi aceh setelah sexing menggunakan metode elektrik dengan lama waktu sexing yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Hasil ini membuktikan bahwa lama waktu sexing
berpengaruh secara nyata terhadap viabilitas spermatozoa sapi aceh. Selanjutnya hasil uji
Duncan pada bagian katoda menunjukkan bahwa rata-rata persentase viabilitas spermatozoa sapi
aceh pada perlakuan P1 lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan P2 dan P3.
Rata-rata persentase viabilitas spermatozoa sapi aceh pada P2 lebih tinggi secara nyata (P<0,05)
dibandingkan P3. Sedangkan hasil uji Duncan pada kutub anoda menunjukkan bahwa rata-rata
persentase viabilitas spermatozoa sapi aceh pada perlakuan P1 lebih tinggi secara nyata (P<0,05)
dibandingkan dengan P2 dan P3. Rata rata viabilitas spermatozoa pada perlakuan P2 lebih tinggi
A B
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
157
secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan P3 (Lampiran 4). Hasil ini membuktikan bahwa
lama waktu sexing menggunakan metode elektrik berpengaruh terhadap penurunan persentase
viabilitas spermatozoa sapi aceh. Sexing menggunakan metode elektrik selama 3 menit
menghasilkan persentase viabilitas spermatozoa sapi aceh yang lebih tinggi dibandingkan dengan
6 menit dan 10 menit.
Tingginya persentase viabilitas spermatozoa pada kelompok (P1) pada penelitian ini
menandakan bahwa spermatozoa tidak mengalami kerusakan pada membran plasma.
Spermatozoa memiliki membran plasma masih utuh secara fisik, sehingga organel sel
spermatozoa akan terlindungi, kebutuhan zat- zat makanan dan ion- ion untuk proses
metabolisme tersedia. Metabolisme sel akan berlangsung baik jika membran plasma sel berada
dalam keadaan yang utuh, sehingga mampu dengan baik mengatur lalu lintas substrat dan
elektrolit masuk dan keluar dari sel.
Menurunnya persentase viabilitas spermatozoa setelah sexing menggunakan metode
elektrik pada kelompok P2 dan P3 pada penelitian ini kemungkinan disebabkan terjadinya
kerusakan pada membran plasma spermatozoa setelah perlakuan sexing. Makin lama perlakuan
sexing dilakukan makin tinggi tingkat kerusakan membran plasma spermatozoa yang terjadi. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Weaver (1995), bahwa apabila spermatozoa terlalu lama menerima
paparan listrik maka dapat menyebabkan pembukaan pori-pori yang terlalu lebar dan gagal untuk
menutup seperti semula, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada membran spermatozoa.
Penggunaan arus listrik akan memberikan efek kejutan listrik terhadap spermatozoa sehingga
berpengaruh terhadap penurunan persentase viabilitas spermatozoa. Kejutan listrik yang
dihasilkan menyebabkan membran spermatozoa membuka pori-pori terlalu lebar sehingga gagal
untuk menutup kembali seperti semula dan mengakibatkan proses metabolisme sel terganggu
yang selanjutnya menyebabkan kematian spermatozoa. Tekanan arus listrik juga menyebabkan
lepasnya sebagian fosfolopid membran spermatozoa akibat dari adanya kejutan listrik sehingga
membuat spermatozoa shock. Fosfolipid berfungsi untuk memelihara integritas membran dan
membentuk permukaan yang dinamis antar sel sebagai perlindungan terhadap kondisi
lingkungan. Integritas membran spermatozoa yang masih baik menunjukkan bahwa fosfolipid
dapat bertahan dan menjaga dengan baik terhadap kejutan arus listrik saat pemisahan. Menurut
Diliyana et al. (2014), lepasnya sebagian fosfolipid membran dapat menyebabkan integritas
membran terganggu sehingga berpengaruh pada viabilitas membran. Membran plasma yang
rusak akan mempengaruhi fungsi fisiologis dan metabolisme spermatozoa sehingga
menyebabkan spermatozoa mati (Butarbutar, 2009).
Menurunnya persentase viabilitas spermatozoa setelah sexing pada penelitian ini juga
dapat diakibatkan oleh metabolisme sel yang terus berlangsung dan perubahan pH lingkungan
media sitrat kuning telur yang digunakan. Proses metabolisme spermatozoa berlangsung terus
menerus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan asam laktat. Semakin banyak jumlah asam
laktat maka akan terjadinya peningkatan kerusakan membran sehingga menurunkan proses
metabolisme yang akan berpengaruh pada energi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hafez (2004), bahwa penumpukan asam laktat akan menghambat proses metabolisme
maupun proses respirasi spermatozoa sehingga akan semakin cepat menurunkan viabilitas dan
mengalami kematian. Peningkatan kerusakan membran spermatozoa akan menurunkan proses
metabolisme sehingga energi yang dihasilkan akan menurun.
Sedikitnya cadangan energi yang dihasilkan untuk digunakan bergerak juga disebabkan
oleh destabilisasi membran. Destabilisasi membran adalah keadaan dimana terganggunya
integritas membran yang disebabkan oleh penumpukan asam laktat. Destabilisasi membran akan
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
158
meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion-ion, termasuk ion kalsium sehingga akan
berakibat terhadap meningkatnya ion kalsium dalam mitokondria. Peningkatan konsentrasi ion
kalsium dalam mitokondria ini akan menurunkan ATP dalam mitokondria sehingga cadangan
energi yang dapat digunakan untuk motilitas spermatozoa akan menurun (Simpson dan Russel,
1998). Apabila sudah tidak terdapat ATP maka akan terjadi kematian sel (Shefi et al., 2006).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa lama waktu sexing
dengan metode elektrik berpengaruh terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa sapi aceh.
Waktu sexing 3 menit dengan metode elektrik menghasilkan motilitas dan viabilitas spermatozoa
sapi aceh lebih tinggi dibandingkan waktu 6 menit dan 10 menit.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melihat
kandungan antioksidan pada spermatozoa hasil sexing dengan metode elektrik
DAFTAR PUSTAKA
Azzahra, F.Y., Setiatin, E.T. dan Samsudewa, D. (2016). Evaluasi motilitas dan persentase hidup
semen segar sapi po kebumen pejantan muda. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 11(2):
99-107.
Bohlooli, S., Cedden, F., Bozoglu, S., Razzaghzadeh, S. and Pishjang, J. (2012). Correlation
between conventional sperm assay parameters in cryopreserved Ram Semen. Annals
Biological Research, 3: 884-889.
Butarbutar, E. (2009). Efektifitas frekuensi exercise terhadap peningkatan kualitas semen sapi
simmental. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Medan.
Colenbrander, Fazeli, A.R., Van, B., A., Parlevliet, J. and Gadella, B., M. (1992). Assesment of
sperm cell membran integrity in the horse. Acta Veterinaria Scandinavica Supplements,
88: 49-58.
Dasrul., Yaman, M.A. dan Zulfan. (2013). Pemisahan spermatozoa berkromosom x dan y
kambing boer dan aplikasinya melalui inseminasi buatan untuk mendapatkan jenis
kelamin anak sesuai harapan. Jurnal Agripet, 3(1): 6-16.
Diliyana, D.F., Susilawati, T. dan Rahayu, R. (2014). Keutuhan membran spermatozoa
disekuensing sentrifugasi gradien densitas percoll berpengencer andromed dan cep-2
yang ditambahkan kuning telur. Jurnal Veteriner, 15(1): 23-30.
Hafez, E.S.E. (1993). Preservation and Cryopreservation of Gamete and Embryos In
Reproduction in Farm Animals. Hafez E.S.E. and B. Hafez (eds.). 7th ed. Lippincott &
Williams. Baltimore, Marryland, USA.
Hafez, E. S. E. (2004). Reproduction in Farm Animals. Lea & Febiger, Philadelphia.
Kaiin, E.M., Gunawan, M., Octaviana, S.dan Nuswantara, S. (2017). Verifikasi molekuler
metode sexing sperma sapi dengan kolom BSA (Bovine Serum Albumin). PROS SEM
NAS MASY BIODIV INDON, 3(2): 241-245.
Kementerian Pertanian. (2011). Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 2907
Tahun 2011 tentang Penetapan Rumpun Sapi Aceh. Jakarta: Kementan.
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
159
Lailiyah, F., Srianto, P., Saputro, A.L., Madyawati, S.P., Agustono, B. dan Prastiya, R.A. (2018).
Efektifitas daya pisah electric separating sperm (EES) terhadap spermatozoa kromosom
x dan y pada kambing sapera. Jurnal Medik Veteriner, 1(3): 93-98.
Muzzakir, Dasrul, Wahyuni, S., Akmal, M. dan Sabri, M. (2017). Pengaruh lama ekuilibrasi
terhadap kualitas spermatozoa sapi aceh setelah pembekuan menggunakan pengencer
andromed®. Jurnal Ilmiah Peternakan, 5(2): 115-128.
Prastiya, R.A., Saputro, A.L., Zainab, S. dan Hermadi, H.A (2014). Perbandingan kualitas
spermatozoa hasil pemisahan kromosom x dan y antara metode kolom albumin dan
metode electric separating sperm (ess) pada domba ekor gemuk. Veterinaria Medika,
7(3): 216-223.
Purwoistri, R.F., Susilawati, T. dan Rahayu. (2013). Kualitas spermatozoa hasil sexing
menggunakan pengencer andromed dan cauda epididymal plasma 2 (cep 2) ditambah
kuning telur 10%. Jurnal Kedokteran Hewan, 7(2): 116-120.
Rajaserakan, M., Hellstrom, W.J.G., Sparks, R.L. and Sikka, S.C. (1994). Sperm-damaging
effects of electric current possible role of free radicals. Reproductive Toxycology, 8(5):
427-432.
Rasyid, A., Adinata, Y., Yunizar, dan Affandhy, L. (2017). Karakteristik fenotip dan
pengembangan sapi aceh di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. MADURANCH, 2(1):
1-12.
Rath, D. dan Johnson, L.A. (2008). Application and commercialization of flow cytometrically
sex – sorted semen. Reproduction in Domestic Animal, 43(2): 338 – 346.
Rizal, M. (2009). Daya hidup spermatozoa epididimis sapi bali yang dipreservasi pada suhu 3-5 oC dalam pengencer tris dengan konsentrasi laktosa yang berbeda. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Peternakan Tropis, 14(2):142-149.
Rubessa, M., Gaja, A. and Wheeler, M.B. (2016). Separation of motile bovine spermatozoa for
in vitro fertilization by electrical charge. Andrology. 5(1): 1-7.
Saputro, A.L., Hermadi, H.A. dan Sosiawati, S.M. (2016). Kualitas spermatozoa domba merino
pada sisi anoda hasil pemisahan dengan teknik ESS (Electric Separating Sperm).
Veterinaria Medika, 9(3): 61-66.
Sariadi., Dasrul, dan Akmal, M. (2014). Rasio jenis kelamin kelahiran anak kambing peranakan
ettawa (pe) hasil inseminasi buatan menggunakan spermatozoa swim up. Jurnal Agripet,
14(2):132-138.
Shefi, S., Raviv, G., Eisenberg, M., Weissenberg, R. and Jalalian, L. (2006) Posthumous sperm
retrival: analysis of time interval to harvest sperm. Human Reproduction, 21(11): 2890-
2893.
Simpson, P., B. and Russell, J., T. (1998). Role of mitochondrial Ca regulation in neuronal and
glial cell signalling. Brain Research Reviews, 26: 72-81.
Sukmawati, E., Arifiantini, R.I. dan Purwantara, B. (2014). Daya tahan spermatozoa terhadap
proses pembekuan pada berbagai jenis pejantan unggul. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Peternakan Tropis, 19(3):168-175.
Susilawati, T. (2000). Analisis membran spermatozoa sapi hasil filtrasi sephadex dan
sentrifugasi gradient densitas percoll pada proses seleksi jenis kelamin, Disertasi.
Universitas Airlangga, Surabaya.
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 Mei 2019, 3(3):149-160
160
Susilawati, T., Hermanto, P., Srianto dan Yuliani. (2002). Pemisahan spermatozoa x dan y pada
sapi brahman menggunakan gradient putih telur pada pengencer tris dan tris kuning
telur. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati, 14(2), 176 -181.
Susilawati, T. (2014) Sexing Spermatozoa. UB Press: Malang.
Toelihere, M.R. (1985). Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Toelihere, M.R. (1993). Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Trounson, A.,D., Pushett, L.,J., Maclellan, I., Lewis and Gardner. (1994). Current status of
IVM/IVF and embryos cultura in human and farm animals. Theriogenolgy, 39: 1153-
1171.
Weaver, J. C. (1995). Electrophoration Protocols for Microorganisms. Humana Press, Totowa.
Yumte, K., Wantouw, B. dan Queljoe, E.D. (2013). Perbedaan motilitas spermatozoa sapi jantan
(Frisian holstein) setelah pemberian cairan kristaloid-ringer laktat. Jurnal e-Biomedik
(eBM), 1(1): 184-189.