pengaruh pemberian infusa simplisia daun kluwih

19
Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih (Artocarpus camansi Blanco) terhadap Spermatogenesis Mencit (Mus musculus L.) Jantan Galur DDY Ihya Chair, Setiorini, Dadang Kusmana Departement of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kluwih terhadap spermatogenesis mencit jantan galur DDY. Sebanyak 24 ekor mencit terbagi kedalam 4 kelompok, yakni kelompok kontrol (KK) yang diberikan akuades, kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3) yang diberikan infusa daun kluwih dengan dosis berturut-turut, yaitu 2,5; 5; dan 10 g/kg BB. Infusa daun kluwih diberikan selama 36 hari. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap berat basah testis, pengamatan dengan angka penilaian Johnsen, dan pengukuran diameter tubulus seminiferus. Data rerata berat testis pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (0,307± 0,030)g, (0,268± 0,014)g, (0,223± 0,016)g, dan (0,239± 0,020)g. Data rerata diameter tubulus seminiferus KK (205,17 ± 3,79) μm, KP1 (200,97 ± 4,82) μm, KP2 (203,78 ± 3,96) μm, dan KP3 (189,79 ± 3,82) μm. Data rerata angka penilaian metode Johnsen pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut adalah (9,71± 0,12), (9,63± 0,08), (9,38± 0,10), dan (9,34± 0,11). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) berpengaruh terhadap spermatogenesis mencit jantan pada dosis 2,5; 5; dan 10 g/kg BB. Effects of Breadnut Leaf’s Infusion (Artocarpus camansi Blanco) Intake on Spermatogenesis of Male Mice (Mus musculus L.) DDY Strain Abstract The research has been done to determine the effect of Kluwih leaf’s infusion intake on spermatogenesis of male mice DDY strain. 24 males mice have divided into 4 experimental group; control group which only given aquades and treament group which given infusion with doses 2,5;5;10 g/kg bw. Test material administated for 36 consecutive days. Then measured the weight of testis, observations with numerical of Johnsen scores, and the diameter of the tubules seminiferous. Mean of testes weigth: KK (0,307± 0,030)g, KP1 (0,268± 0,014)g, KP2 (0,223± 0,016)g, and KP3 (0,239± 0,020)g. Mean of diameter of tubules seminferous: KK (205,17 ± 3,79) μm, KP1 (200,97 ± 4,82) μm, KP2 (203,78 ± 3,96) μm, and KP3 (189,79 ± 3,82) μm. Mean of numerical of Johnsen score:KK (9,71± 0,12), KP1(9,63± 0,08), KP2(9,38± 0,10), and KP3 (9,34± 0,11). Based on LSD test (P<0.05) the result showed that the data has differences between treatment and control group. The result indicated that the treatment group have impact on spermatogenesis of male mice with doses 2,5;5;10 g/kg bw. Keywords: breadnut leaf infusion, testes weight, Johnsen score, diameter of tubulus seminiferus, mice Pendahuluan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih memiliki laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Laju pertumbuhan penduduk tersebut pada tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka sekitar 1,49 % per tahun, namun mengalami penurunan sekitar 0,09% menjadi 1,40 % pada tahun 2010 hingga 2014 (BPS 2014:37). Salah satu faktor yang memengaruhi laju pertumbuhan penduduk ialah angka kelahiran. Angka Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih (Artocarpus camansi Blanco) terhadap Spermatogenesis Mencit (Mus musculus L.) Jantan Galur

DDY

Ihya Chair, Setiorini, Dadang Kusmana

Departement of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kluwih terhadap spermatogenesis mencit jantan galur DDY. Sebanyak 24 ekor mencit terbagi kedalam 4 kelompok, yakni kelompok kontrol (KK) yang diberikan akuades, kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3) yang diberikan infusa daun kluwih dengan dosis berturut-turut, yaitu 2,5; 5; dan 10 g/kg BB. Infusa daun kluwih diberikan selama 36 hari. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap berat basah testis, pengamatan dengan angka penilaian Johnsen, dan pengukuran diameter tubulus seminiferus. Data rerata berat testis pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (0,307± 0,030)g, (0,268± 0,014)g, (0,223± 0,016)g, dan (0,239± 0,020)g. Data rerata diameter tubulus seminiferus KK (205,17 ± 3,79) µm, KP1 (200,97 ± 4,82) µm, KP2 (203,78 ± 3,96) µm, dan KP3 (189,79 ± 3,82) µm. Data rerata angka penilaian metode Johnsen pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut adalah (9,71± 0,12), (9,63± 0,08), (9,38± 0,10), dan (9,34± 0,11). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) berpengaruh terhadap spermatogenesis mencit jantan pada dosis 2,5; 5; dan 10 g/kg BB.

Effects of Breadnut Leaf’s Infusion (Artocarpus camansi Blanco) Intake on Spermatogenesis of Male Mice (Mus musculus L.) DDY Strain

Abstract

The research has been done to determine the effect of Kluwih leaf’s infusion intake on spermatogenesis of male mice DDY strain. 24 males mice have divided into 4 experimental group; control group which only given aquades and treament group which given infusion with doses 2,5;5;10 g/kg bw. Test material administated for 36 consecutive days. Then measured the weight of testis, observations with numerical of Johnsen scores, and the diameter of the tubules seminiferous. Mean of testes weigth: KK (0,307± 0,030)g, KP1 (0,268± 0,014)g, KP2 (0,223± 0,016)g, and KP3 (0,239± 0,020)g. Mean of diameter of tubules seminferous: KK (205,17 ± 3,79) µm, KP1 (200,97 ± 4,82) µm, KP2 (203,78 ± 3,96) µm, and KP3 (189,79 ± 3,82) µm. Mean of numerical of Johnsen score:KK (9,71± 0,12), KP1(9,63± 0,08), KP2(9,38± 0,10), and KP3 (9,34± 0,11). Based on LSD test (P<0.05) the result showed that the data has differences between treatment and control group. The result indicated that the treatment group have impact on spermatogenesis of male mice with doses 2,5;5;10 g/kg bw.

Keywords: breadnut leaf infusion, testes weight, Johnsen score, diameter of tubulus seminiferus, mice Pendahuluan

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih memiliki laju pertumbuhan penduduk yang cukup

tinggi. Laju pertumbuhan penduduk tersebut pada tahun 2000 hingga 2010 mencapai angka sekitar 1,49 % per

tahun, namun mengalami penurunan sekitar 0,09% menjadi 1,40 % pada tahun 2010 hingga 2014 (BPS

2014:37). Salah satu faktor yang memengaruhi laju pertumbuhan penduduk ialah angka kelahiran. Angka

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 2: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

kelahiran yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu upaya pengendalian

kelahiran yang efektif sangat diperlukan untuk menekan tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia

(BKKBN 2009: 7; Sumini dkk. 2009:5).

Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mengendalikan kelahiran ialah penggunaan kontrasepsi.

Kontrasepsi merupakan metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan (Kemala 2002:9).

Metode kontrasepsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yakni, kontrasepsi hormonal (seperti pil,

suntikan, dan implant); serta kontrasepsi nonhormonal (seperti kondom, metode vasektomi, dan tubektomi)

(Welch 2010: 95).

Metode kontrasepsi di Indonesia baik hormonal maupun nonhormonal lebih ditujukan untuk kaum wanita.

Pada tahun 2013 cakupan KB aktif secara nasional di 33 provinsi memiliki persentase sebesar 75,88 % dari

jumlah total pasangan usia subur (PUS). Dari persentase tersebut sebagian besar pengguna kontrasepsi

merupakan kaum wanita dengan persentase sebesar 93,66% (Kementerian Kesehatan RI 2014: 2). Metode

kontrasepsi pada pria di Indonesia masih terbatas pada kontrasepsi nonhormonal, seperti vasektomi dan kondom

(Kementerian Kesehatan RI 2014:2). Oleh karena itu metode kontrasepsi pria secara hormonal perlu

ditingkatkan.

Untuk meningkatkan partisipasi pria dalam berkontrasepsi, perlu dikembangkan metode kontrasepsi

hormonal pria. Bahan herbal yang berpotensi menghambat proses spermatogenesis dapat dijadikan sebagai

kontrasepsi hormonal alternatif bagi pria. Kontrasepsi berbahan herbal memiliki beberapa kelebihan, yakni efek

samping yang ditimbulkan lebih sedikit sehingga relatif lebih aman dibandingkan dengan menggunakan bahan

sintetis (Joshi dkk. 2011:204; Kaur dkk. 2011:6).

Beberapa tanaman diketahui dapat digunakan sebagai bahan herbal yang berpotensi menghambat proses

spermatogenesis (Joshi dkk. 2011:204). Tumbuhan yang telah diteliti secara empiris dapat berpotensi untuk

digunakan sebagai bahan antifertilitas, antara lain umbi Curcuma longa (kunyit), daun Abrus precatorius (saga

rambat), daun Barleria prionitis (bunga landak), daun Bacopa monnieri (daun air), daun Allamanda catahrtica

(alamanda), dan daun Ocimum sanctum (kemangi) (Joshi dkk.2011:207).

Tanaman lain yang juga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan antifertilitas yakni tanaman kluwih

(Artocarpus camansi Blanco) (Prasetya 2010: 7; Ismara 2015:1). Tanaman kluwih merupakan salah satu

tanaman asli Indonesia yang secara tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat

tradisional untuk untuk mengatasi beberapa penyakit seperti hepatitis dan diabetes (Marieanne dkk. 2011:66;

Rosnani dkk. 2014: 1284).

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap proses spermatogenesis maka dilakukan pengamatan

terhadap sediaan histologis testis (Kusmana 2001:55; Mushtaq dkk. 2013: 81). Pengamatan terhadap sediaan

histologis meliputi pengukuran diameter tubulus seminiferus dan penilaian semikuantitatif terhadap epithelium

tubulus seminiferus menggunakan metode Johnsen (Kusmana 2001: 56; Wahyu dkk. 2016). Penilaian

semikuantitatif metode Jonhsen bertujuan untuk mengetahui perkembangan spermatogenesis pada tubulus

seminiferus (Kusmana 2001:57). Dari tiap sampel percobaan, dilakukan pengukuran diameter tubulus

seminiferus dan penilaian semikuantitatif penilaian Johnsen terhadap 100 tubulus seminiferus yang berasal dari

area sayatan testis yang berbeda (mewakili area testis bagian anterior, tengah, dan posterior) (Kusmana 2001:57;

McLachlan dkk. 2006:3).

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 3: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

Tinjauan Teoritis Kluwih (Artocarpus camasi Blanco)

Tanaman kluwih (Artocarpus camansi Blanco) merupakan salah satu tanaman khas Indonesia (Orwa et al

2009: 2). Asal mula keberadaan tanaman kluwih di Indonesia tidak diketahui secara pasti, namun penyebarannya

dapat ditemukan dari Indonesia bagian barat hingga bagian timur (Pitojo 2005: 11). Tanaman Kluwih telah lama

dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan keragaman nama daerah dari kluwih seperti Kulur (Batak), Kalawi

(Minangkabau), Kaluwih (Lampung), Kili (Aceh), Kelewih (Sunda), Kluwih (Jawa), Kolo (Bima), Ulo (Bugis),

dan Dolai (Halmahera) (Waristek 2015:1).

Daun kluwih diketahui mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, fenolik dan

terpenoid (Marianne dkk. 2011: 66). Tanaman dari genus Artocarpus diketahui mengandung beberapa senyawa

metabolit sekunder dari golongan fenolik, antara lain artocarpine, chalcone, flavonone, prenylflavone,

pyranoflavone, dihidrobenzoxanthone, pyranoflavon, cyclopentenoxantone, quinonoxanthone,

furanodihidrobenzoxanthone, dan dihidroxanthone (Indrowati dan Soegihardjo 2005: 61; Hakim 2010: 140—

154; Hari dkk. 2014: 9). Menurut Marianna dkk. (2013: 53—54), senyawa fenolik terbanyak yang terkandung

dalam daun kluwih yaitu senyawa chalcone.

Infusa simplisia daun kluwih diketahui dapat memengaruhi proses spermatogenesis (Ismara 2015:39). Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Ismara (2015: 39--43) menunjukkan pemberian infusa simplisia daun kluwih

dengan dosis 2,5; 5; dan 10 g/kg BB selama 36 hari kepada mencit jantan (Mus musculus L.) dapat menurunkan

fertilitas mencit jantan dengan ditandai adanya penurunan jumlah spermatozoa, motilitas spermatozoa, dan

adanya peningkatan abnormalitas spermatozoa (Ismara 2015: 40—43).

Spermatogenesis

Spermatogenesis merupakan proses pembentukkan spermatozoa yang terjadi di dalam tubulus seminiferus

yang meliputi proses pembelahan dan perkembangan sel-sel induk (spermatogonia A) membentuk spermatozoa

(Rugh 1968:12--22). Satu proses spermatogenesis pada mencit secara lengkap terdiri atas empat siklus epitel

seminiferous yang terjadi selama kurang lebih 35,5 hari (Rugh 1968: 22). Proses spermatogenesis pada mencit

pada dasarnya sama dengan mamalia lainnya yang meliputi tahapan spermatositogenesis, pembelahan meiosis,

dan spermiogenesis (Meshcher 2013:438; Rugh 1968:21). Spermatositogenesis merupakan tahapan awal dari

spermatogenesis yang terdiri atas beberapa rangkaian pembelahan mitosis dari sel spermatogonia A hingga

membentuk sel spermatogonia B (Rugh 1968:13). Sel spermatogonia A merupakan sel induk dalam proses

spermatogenesis yang memiliki inti berbentuk lonjong dengan granul kromatin yang nampak pucat. Sel

spermatogonia B merupakan sel bakal spermatosit primer yang memiliki inti berbentuk bulat dengan granul

kromatin yang padat (Mescher 2013: 438; Rugh 1968: 13).

Fase spermatositogenesis terdiri dari 5 kali pembelahan mitosis yang terjadi secara berurutan. Pembelahan

mitosis pertama terjadi pada sel spermatogonia A (Mescher 2013: 431--432). . Sel spermatogonia A mengalami

mitosis sebanyak dua kali membentuk 4 sel spermatogonia A (Rugh 1968:13). Dari keempat sel spermatogonia

yang terbentuk, 3 di antaranya mengalami pembelahan mitosis lebih lanjut menghasilkan 6 sel spermatogonia

intermediet dan salah satunya akan kembali menjadi sel spermatogonia A untuk proses spermatogenesis

berikutnya. Sel spermatogonia intermediet akan mengalami satu kali permbelahan mitosis membentuk 12 sel

spermatogonia B. Sel spermatogonia B merupakan sel progenitor yang selanjutnya akan mengalami mitosis

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 4: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

sehingga terbentuk spematosit primer dan berada pada fase istirahat pada tahap preleptoten (Mescher 2013: 432;

Johnson & Everitt 2000: 55-57; Rugh 1968: 13).

Tahapan berikutnya adalah tahapan pembelahan meiosis yang terdiri dari dua tahap pembelahan, yaitu

meiosis I dan meiosis II di mana masing-masing mengalami fase profase, metafase, anafase dan telofase

(Mescher 2013: 434; Rugh 1968:16). Profase pada meiosis I yang meliputi beberapa tahapan, yakni tahap

leptoten di mana terjadi penebalan (kondensasi) benang-benang kromatin membentuk struktur kromosom (Rugh

1968:16). Tahapan berikutnya yakni tahap zigoten di mana antara kromosom homolog saling berpasangan

membentuk sinapsis. Tahapan selanjutnya yakni tahap pakiten, pada tahap ini terjadi duplikasi kromosom

membentuk tetrad (empat lengan kromosom) (Mescher 2013: 434). Setelah tahap pakiten, profase I berlanjut

pada tahap diploten, pada tahap ini dua kromatid antara kromosom dengan homolognya saling berlekatan

membentuk chiasma dan terjadi peristiwa pindah silang (crossing over). Tahap terakhir dari profase I yakni

tahap diakinesis, pada tahap ini nucleus terdegradasi, tetrad bergerak menuju kutub ekuator, dan terbentuk

benang-benang spindle dari pergerakkan dua sentriol menuju kutub pembelahan (Guyton 2006: 997—998;

Johnson & Everitt 2000: 55-57; Rugh 1968:16).

Meiosis I merupakan pembelahan sel di mana terjadi pemisahan kromosom homolog, sehingga pada tahap

ini terjadi reduksi jumlah kromosom. Pembelahan meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang bersifat

haploid, kemudian memasuki meiosis II (Guyton 2006: 997—998). Pembelahan pada meiosis II terjadi seperti

halnya pada pembelahan mitosis di mana terjadi pemisahan kromatid saudara tanpa adanya reduksi jumlah

kromosom. Hasil daripada pembelahan meiosis II yakni 4 sel spermatid (Mescher 2013:434).

Spermiogenesis merupakan tahap akhir dari proses spermatogenesis yang meliputi diferensiasi sel spermatid

menjadi spermatozoa. Proses tersebut meliputi perubahan komposisi sel dan transformasi struktur sel, di mana

terjadi pemadatan pada area nukleus sehingga membentuk struktur caput (kepala) serta adanya reduksi

sitoplasma sehingga membentuk ekor. Pada bagian leher (middle piece) spermatozoa terdapat mitokondria untuk

respirasi sel (Moeloek 1994: 18; Rugh 1968:8-12). Spermiogenesis pada mencit terbagi atas 16 tahapan

berdasarkan perubahan pada bagian akrosom dan nucleus (Rugh 1968:19). Tahapan tersebut terbagi lagi menjadi

empat fase, yakni fase golgi (tahap 1--3), fase tudung (tahap 4--7), fase akrosom (tahap 8--12), dan fase

pematangan (tahap 13--16) (Rugh 1968:8-12). Setelah spermiogenesis kemudian dilanjutkan ke tahap spermiasi

yaitu proses dilepaskannya spermatozoa ke dalam lumen tubulus seminiferus yang dipengaruhi oleh hormone

FSH (Pakurar & Bigbee 2004: 187--188).

Biosintesis testosterone

Testosteron merupakan hormon steroid yang berasal dari molekul kolesterol (Johnson & Everitt 2000: 34;

Sherwood 2009: 420). Hormon testosterone dihasilkan oleh sel Leydig yang terdapat pada organ testis (Ganong

2008: 445). Proses biosintesis hormone testosterone pada sel Leydig diawali dengan stimulasi oleh hormone LH

yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis anterior (Granner 2003: 582-583). Tahap pertama proses biosintesis

testosteron diawali dengan adanya pemutusan rantai samping pada senyawa kolesterol membentuk senyawa

pregnenolon (Ye dkk. 2011: 9984). Pregnenolon selanjutnya akan dikonversi menjadi progesteron melalui reaksi

dehidrogenasi oleh enzim 3-β hidroksi steroid dehidrogenase (Ye dkk. 2011: 9984). Progesterone kemudian

mengalami reaksi hidroksilasi pada karbon ke-17 oleh enzim 17-α-hidroksilase membentuk 17-α-progesteron

(Granner 2003: 538; Ye dkk. 2011: 9984). 17-α-progesteron kemudian dikonversi membentuk androstenedion

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 5: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

oleh enzim liase (Sherwood 2009: 420). Gugus keto pada karbon ke-17 dari molekul androstenedion kemudian

direduksi menjadi gugus hidroksil membentuk molekul testosterone (Ye dkk. 2011: 9984).

Hormon steroid dan mekanisme feed back (umpan balik)

Testosteron merupakan hormone steroid yang berperan dalam maskulinisasi yang dihasilkan oleh testis

(Guyton 2006: 1004—1005; Sherwood 2010: 755; Sudharma 2012: 8). Fungsi testosteron antara lain mengontrol

proses spermatogenesis pada pembelahan meiosis dan proses spermiogenesis, merangsang kelenjar prostat untuk

menyekresi asam sitrat, merangsang vesika seminalis untuk menyekresi cairan semen, dan meningkatkan

rangsangan seks (libido) pria. Dalam darah, testosteron terdapat dalam bentuk bebas (tidak terikat), atau terikat

pada protein serum (Sudharma 2012: 8).

Testosteron meninggalkan sirkulasi dan menembus membran sel target, secara enzimatik diubah menjadi

dihidrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 α-reductase mikrosom kemudian terikat pada reseptor intrasitoplasma

spesifik, maka kompleks reseptordihidrotestosteron akan mengalami translokasi ke dalam nukleus di mana

selanjutnya akan mengalami transformasi yang memungkinkannya terikat pada kromatin inti (Rachmadi 2008:

36--37). Interaksi dari kompleks reseptor androgen-dihidrostestosteron dengan kromatin menyebabkan sintesis

messenger RNA yang pada akhirnya diangkut ke sitoplasma di mana yang kemudian akan mengarahkan

transkripsi dari sintesis protein baru dan perubahan-perubahan lain yang secara bersamasama menghasilkan

kerja androgen (Rachmadi 2008: 36--37).

Dalam poros hipotalamus-hipofisis-testis, terdapat hubungan timbal balik sekresi LH dan FSH hipofisis

anterior oleh testis (Guyton 2006: 1007). Testosteron yang dihasilkan oleh testis mempunyai efek timbal balik

menghentikan sekresi LH oleh hipofisis anterior (Sherwood 2010: 755). Efek ini terjadi melalui dua cara.

Pertama penghambatan yang lebih besar dihasilkan dari efek langsung testosteron terhadap hipotalamus dalam

menurunkan sekresi GnRH (Silverthorn dkk. 2001: 744). Keadaan ini sebaliknya secara bersamaan

menyebabkan penurunan sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anterior sehingga penurunan LH ini akan

menurunkan sekresi testosteron oleh testis. Kedua testosteron juga memiliki efek umpan balik negatif secara

lansung ke hipofisis anterior sebagai tambahan terhadap efek umpan balik hipofisis anterior terhadap

hipotalamus (Sopia 2009:21).

Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Perkembangan, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA-UI) dan Rumah Hewan. Penelitian dilakukan selama 8 bulan, dimulai dari

bulan Maret 2016 hingga Oktober 2016.

Bahan

Simplisia daun kluwih diperoleh dari PT. Herbal Insani kelurahan Duren Seribu kecamatan Bojongsari,

Kota Depok. Tanaman kluwih yang digunakan telah berusia sekitar tiga (4) tahun. Hewan uji yang digunakan

adalah Mus musculus L. (mencit) jantan galur DDY sebanyak 24 ekor, yang berumur sekitar 2-3 bulan dengan

berat 20-30 g. Hewan tersebut diperoleh dari Bagian Non Ruminansia dan Aneka Ternak Kampus, Institut

Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara larutan natrium klorida

(NaCl) 0.9%, larutan Bouin, alkohol 70%, alkohol 96% [Merck], alkohol 100% [Merck] benzyl benzoate

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 6: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

[Merck], benzol [Merck] paraffin, spiritus, albumin Meyer, akuades, xilol, Hematoksin Bohmer 1%, asam

klorida (HCl) 1%, Eosin Y 1%, dan entelan [Merck].

Alat

Peralatan yang digunakan adalah kandang mencit berupa bak plastik berukuran (30x20x10) cm3 yang diberi

serbuk kayu sebagai alas, tutup kandang terbuat dari anyaman kawat dengan jarak anyaman 0,5 cm, timbangan

mencit [KrisChef], lampu 20 Watt [Osram], exhaust fan [National], botol kaca, timbangan analitik elektrik [mini

digital scale], Blender [Philips], kaca arloji, pipet kaca, alumunium foil, gelas beaker 30 ml [Pyrex], batang

pengaduk, gelas ukur 10 ml [Pyrex], kertas saring [Whatman no.1], corong kaca, sonde lambung (gavage

needle), dan disposable syringe 1 ml [Terumo], papan bedah, dissecting set, botol film, Cutter [Kenko], kertas

tisu, oven [Lab. Line Instrument], lampu spiritus, batang kayu, kotak parafin, kuas kecil, mikrotom putar

[American Optical], hot plate [Sakura], gelas obyek [Sail Brand], kaca penutup [Assistant], staining jar [AHT

Co.], kulkas [Bauknecht], rak preparat, mikroskop medan terang [Nikon], mikroproyektor [Ken A Vision],

kamera digital [Canon], penggaris, dan alat tulis.

Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap

(RAL), yang terdiri dari 4 perlakuan dan tiap kelompok terdiri dari 6 ulangan. Jumlah ulangan ditentukan

berdasarkan rumus

Frederer, yaitu (t-1) (n-1) ≥ 15 (Shilvana 2009: 27), dengan jumlah t jumlah perlakuan dan n jumlah

ulangan. Kelompok-kelompok perlakuan yang akan dilaksanakan adalah:

a. Kelompok kontrol (KK), yaitu kelompok mencit (Mus musculus L.) yang hanya diberikan akuades.

b. Kelompok perlakuan 1 (KP1), yaitu kelompok mencit (Mus musculus L.) yang diberi infusa simplisia daun

kluwih dengan dosis 2,5 g/kg BB secara oral selama 36 hari.

c. Kelompok perlakuan 2 (KP2), yaitu kelompok mencit (Mus musculus L.) yang diberi infusa simplisia daun

kluwih dengan dosis 5 g/kg BB secara oral selama 36 hari.

d. Kelompok perlakuan 3 (KP3), yaitu kelompok mencit (Mus musculus L.) yang diberi infusa simplisia daun

kluwih dengan dosis 10 g/kg BB secara oral selama 36 hari.

Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Kluwih

Simplisia daun kluwih yang telah kering dipotong kecil-kecil dan diblender hingga menjadi serbuk kasar.

Serbuk kasar yang diperoleh kemudian disaring dengan saringan yang berukuran 25 lubang per !"!. Proses ini

dilakukan untuk memperoleh serbuk simplisia yang lebih halus. Dari 884 gram simplisia daun kluwih kering

diperoleh serbuk simplisia halus seberat 512 gram. Sebelum digunakan, serbuk simplisia disimpan terlebih

dahulu pada inkubator dengan suhu 40 °C dan ditimbang secara berulang hingga beratnya konstan.

Pembuatan Infusa Simplisia Daun Kluwih

Dosis yang digunakan adalah 2,5 g/kg BB, 5 g/kg BB, dan 10 g/kg BB. Infus simplisia daun kluwih dengan

dosis 2,5 g/kg BB diperoleh dengan cara memasukkan 2,5 g serbuk simplisia daun kluwih ke dalam gelas

Beaker, setelah itu dimasukkan akuades hingga mencapai volume 10 ml. Setelah itu campuran tersebut

dihomogenkan dan dipanaskan pada penangas air pada suhu 90°C selama 15 menit. Infusa yang diperoleh

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 7: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

disaring dengan kertas saring (Depkes RI 1995: 9). Untuk membuat infus simplisia daun kluwih dosis 5 g/kg BB

dan 10 g/kg BB dilakukan dengan cara yang sama.

Perlakuan Terhadap Mencit (Mus musculus L.)

Mencit (Mus musculus L.) jantan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari sebelum masing-masing

kelompok diberi perlakuan. Kelompok kontrol (KK) diberikan akuades sebanyak 10 ml/kg bb secara oral selama

36 hari berturut-turut. Kelompok perlakuan KP1, KP2, dan KP3 diberi infusa simplisia daun kluwih secara oral

selama 36 hari berturut-turut dengan dosis masing-masing 2,5 g/kg BB (KP1), 5 g/kg BB (KP2), dan 10 g/kg BB

(KP3). Jumlah volume cekok untuk tiap perlakuan berdasarkan rumus sebagai berikut:

(Olsen dkk. 2008:112—116).

Pembedahan dan Pengambilan Organ Testis

Mencit dikorbankan pada hari ke-37 kemudian dibedah dengan menggunakan dissecting set untuk

mengisolasi organ testis. Organ testis yang telah diisolasi kemudian ditimbang dengan timbangan digital. Organ

yang telah ditimbang kemudian selanjutnya akan diproses ke tahap pembuatan preparat dengan metode parafin

dan pewarnaan dengan HE (Hematoksilin-Eosin).

Pengamatan Sediaan Histologis dan Pengambilan Data

Setiap ekor mencit dibuat sediaan histologi organ testis (kanan dan kiri) sebanyak lima (5) sediaan. Sediaan

histologi testis diambil dari bagian testis anterior, middle, dan posterior. Tiap sediaan terdiri dari 10-12 sayatan

organ testis. Tiap sediaan testis, diamati 100 tubulus seminiferus yang memenuhi syarat yakni memiliki struktur

bulat utuh dan tampak jelas untuk diamati.

Parameter yang diamati ialah pengukuran diameter tubulus seminiferus dan penilaian semikuantitatif

metode Johnsen. Diameter tubulus seminiferus diukur dengan menggunakan mikroproyektor. Pengamatan

tubulus seminiferus yang diproyeksikan ke bidang pengukuran kemudian dilakukan kalibrasi dengan

menggunakan mikrometer objektif ukuran 1 mm untuk mendapatkan nilai yang sebenarnya dan kemudian

diukur diameternya dengan menggunakan penggaris plastik.

Pengamatan semi kuantitatif dilakukan dengan menggunakan penilaian metode Johnsen (Kusmana 2001:

57). Metode tersebut dilakukan dengam memberi skor tubulus seminiferus dengan nilai 1-10, dengan kriteria

sebagai berikut :

Nilai 10: spermatogenesis lengkap dan teratur dengan spermatozoa banyak dan epitel tubulus seminiferus

normal.

Nilai 9 : spermatozoa banyak, tetapi epitel tubulus seminiferus tidak teratur, tampak bagian epitel tubulus

seminiferus yang lepas.

Nilai 8 : jumlah spermatozoa dalam tubulus < 10.

Nilai 7 : tidak tampak spermatozoa dalam tubulus, tetapi masih banyak spermatid.

Nilai 6 : tidak ada spermatozoa dan jumlah spermatid dalam tubulus < 10.

Nilai 5 : tidak ada spermatozoa dan spermatid dalam tubulus, tapi masih ada banyak spermatosit.

Nilai 4 : tidak ada spermatozoa dan spermatid dalam tubulus, sedangkan jumlah spermatosit < 5.

Volume cekok = berat badan mencit (g)/100 g x 1 ml

 

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 8: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

Nilai 3 : sel spermatogenik dalam tubulus hanya terdiri atas spermatogonia.

Nilai 2 : tidak terdapat sel spermatogenik dalam tubulus, hanya sel sertoli.

Nilai 1 : tidak terdapat sel spermatogenik dan sel sertoli dalam tubulus.

Angka rata-rata yang didapat dari jumlah nilai tubulus dalam sediaan dibagi dengan jumlah tubulus

yang dinilai merupakan nilai akhir untuk sediaan tersebut.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dimasukkan dalam tabel dan diolah dengan menggunakan program komputer

Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows dengan pendekatan uji nilai probabilitas (P) dengan

kesimpulan hasil uji membandingkan taraf nyata (α = 0,05) dengan nilai probabilitas yang diperoleh melalui

SPSS versi 16.

Uji normalitas dan uji homogenitas digunakan sebagai uji persyaratan untuk uji statistik parametric

(Nugraha 2014: 270). Uji normalitas menggunakan uji Shaphiro-Wilk dan uji homogenitas menggunakan uji

Levene (Santoso 2003: 189). Data yang diperoleh berdistribusi normal dan bervariasi homogen maka akan

dilanjutkan dengan uji parametrik. Uji parametrik yang digunakan adalah uji Anava 1-arah untuk mengetahui

ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Jika data tidak berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan uji

nonparametrik Kruskal-Wallis, kemudian dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda LSD (Least

Significance Difference) (Santoso 2006:79).

Hasil Penelitian Penilaian metode Johnsen

Hasil perhitungan terhadap data rerata angka penilaian metode Johnsen dapat dilihat pada tabel 4.1.3. Data

rerata angka penilaian metode Johnsen pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut adalah (9,71± 0,12), (9,63±

0,08), (9,38± 0,10), dan (9,34± 0,11).

Tabel 1. Data rerata angka penilaian Johnsen testis mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY

Ulangan Rerata angka penilaian metode Johnsen

KK KP1 KP2 KP3

1 9,84 9,72 9,25 9,43

2 9,61 9,70 9,48 9,32

3 9,81 9,51 9,34 9,47

4 9,55 9,62 9,52 9,21

5 9,65 9,66 9,32 9,37

6 9,77 9,57 9,39 9,22

X 9,71 9,63 9,38 9,34

SD 0,12 0,08 0.10 0,11

Keterangan: KK : Kelompok kontrol (diberikan aquades selama 36 hari) KP1: Kelompok perlakuan 1(diberikan infusa daun kluwih 2,5 g/kg BB selama 36 hari) KP2: Kelompok perlakuan 2 (diberikan infusa daun kluwih 5 g/kg BB selama 36 hari)

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 9: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

KP3: Kelompok perlakuan 3 (diberikan infusa daun kluwih 10 g/kg BB selama 36 hari) SD : Standar deviasi

Tabel 2. Data persentase angka penilaian Johnsen testis mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY tiap kelompok perlakuan

Ulangan

Persentase Angka Penilaian Johnsen tiap Kelompok Perlakuan (%)

KK KP1 KP2 KP3

9 10 9 10 9 10 9 10

1 16 84 28 72 75 25 57 43

2 7 93 30 70 52 48 68 32

3 19 81 49 51 66 34 53 47

4 45 55 38 62 49 51 79 21

5 35 65 34 66 68 32 63 37

6 23 77 43 57 61 39 78 22

X 24,17 75,83 37 63 61,83 38,17 66,33 33,67

Keterangan: KK : Kelompok kontrol (diberikan aquades selama 36 hari) KP1: Kelompok perlakuan 1(diberikan infusa daun kluwih 2,5 g/kg BB selama 36 hari) KP2: Kelompok perlakuan 2 (diberikan infusa daun kluwih 5 g/kg BB selama 36 hari) KP3: Kelompok perlakuan 3 (diberikan infusa daun kluwih 10 g/kg BB selama 36 hari)

Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data rerata angka penilaian metode Johnsen menunjukkan

bahwa data terdistribusi normal (P < 0,05). Hasil uji homogenitas Levene menunjukkan data bervariansi

homogen (P > 0,05). Hasil uji ANAVA 1-faktor (α = 0,05) menunjukkan bahwa rerata berat pada setiap

kelompok perlakuan berbeda nyata, sehingga terdapat pengaruh pemberian infusa daun kluwih terhadap rerata

angka penilaian metode Johnsen(P < 0,05). Hasil uji perbandingan berganda (LSD) (P <0,05) menunjukkan

bahwa kelompok perlakuan 1 (KP1) tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (KK). Sementara itu, KP2

dan KP3 berbeda nyata dengan KK dan KP1 (P<0,05). Dosis terbaik yang dapat menurunkan angka penilaian

Johnsen ialah 5 g/kg BB.

Diameter tubulus seminiferus

Hasil perhitungan terhadap data rerata diameter tubulus seminiferus dapat dilihat pada tabel 4.1.2. Data

rerata diameter tubulus seminiferus KK (205,17 ± 3,79) µm, KP1 (200,97 ± 4,82) µm, KP2 (203,78 ± 3,96) µm,

dan KP3 (189,79 ± 3,82) µm.

Tabel 4.1.2 Data rerata diameter tubulus seminiferus mencit (Mus musculus L.)

jantan galur DDY

Ulangan Diameter Tubulus Seminiferus (µm)

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 10: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

KK KP1 KP2 KP3

1 208,48 197,95 204,91 189,73 2 202,86 194,38 209,20 185,09 3 206,88 198,84 199,82 187,32 4 199,20 207,50 203,66 189,20 5 209,82 204,73 199,19 196,34 6 203,75 202,41 205,89 191,07 X 205,17 200,97 203,78 189,79

SD 3,62 4,40 3,46 3,49

Keterangan: KK : Kelompok kontrol (diberikan aquades selama 36 hari) KP1: Kelompok perlakuan 1(diberikan infusa daun kluwih 2,5 g/kg BB selama 36 hari) KP2: Kelompok perlakuan 2 (diberikan infusa daun kluwih 5 g/kg BB selama 36 hari) KP3: Kelompok perlakuan 3 (diberikan infusa daun kluwih 10 g/kg BB selama 36 hari) SD : Standar deviasi

Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data diameter tubulus seminiferus menunjukkan data

terdistribusi normal (P < 0,05). Hasil uji homogenitas Levene terhadap diameter tubulus seminiferus

menunjukkan data bervariansi homogen (P >0,05). Hasil uji ANAVA 1-faktor (α = 0,05 8) menunjukkan bahwa

pemberian infusa simplisia daun kluwih dosis 2,5 g/kg BB, 5 g/kg BB, dan 10 g/kg BB berpengaruh terhadap

diameter tubulus seminiferus (P < 0,05). Hasil uji perbandingan berganda (LSD) (P <0,05) menunjukkan bahwa

semua kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3) berbeda nyata dengan kelompok kontrol (KK). Kelompok

perlakuan 1 (KP1), kelompok perlakuan 2 (KP2), dan kelompok perlakuan 3 (KP3) tidak berbeda nyata

(P>0,05). Infusa simplisia daun kluwih dosis 2,5 g/kg BB sudah dapat menurunkan diameter tubulus

seminiferus.

Berat testis

Hasil penelitian terhadap berat testis pada kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan 1 (KP1), kelompok

perlakuan 2 (KP2), dan kelompok perlakuan 3 (KP3) terdapat pada tabel 4.1.1. Data rerata berat testis pada KK,

KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (0,307± 0,030)g, (0,268± 0,014)g, (0,223± 0,016)g, dan (0,239±

0,020)g.

Tabel 4.1.1 Data berat testis mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY

Ulangan Berat Testis (g)

KK KP1 KP2 KP3

1 0,306 0,258 0,204 0,236

2 0,271 0,245 0,235 0,207

3 0,314 0,269 0,241 0,231

4 0,357 0,286 0,218 0,253

5 0,308 0,273 0,232 0,245

6 0,284 0,274 0,209 0,263

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 11: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

X 0,307 0,268 0,223 0,239

SD 0,030 0,014 0,015 0,020

Keterangan: KK : Kelompok kontrol (diberikan aquades selama 36 hari) KP1: Kelompok perlakuan 1(diberikan infusa daun kluwih 2,5 g/kg BB selama 36 hari) KP2: Kelompok perlakuan 2 (diberikan infusa daun kluwih 5 g/kg BB selama 36 hari) KP3: Kelompok perlakuan 3 (diberikan infusa daun kluwih 10 g/kg BB selama 36 hari) SD : Standar deviasi

Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data berat testis menunjukkan data terdistribusi normal (P >

0,05). Hasil uji homogenitas Levene terhadap berat testis menunjukkan data bervariansi homogen (P > 0,05).

Hasil uji ANAVA 1-faktor (α = 0,05) menunjukkan bahwa pemberian infusa daun kluwih dosis 2,5 g/kg BB, 5

g/kg BB dan 10 g/kg BB berpengaruh terhadap berat testis (P < 0,05). Hasil uji perbandingan berganda (LSD) (P

<0,05) menunjukkan bahwa semua kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3) berbeda nyata dengan kelompok

kontrol (KK). Kelompok perlakuan 1 (KP1) berbeda nyata dengan kelompok perlakuan 2 dan 3 (KP2 dan KP3)

(P<0,05). Sementara itu kelompok perlakuan 2 (KP2) tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan 3 (KP3)

(P>0,05).

   

   Keterangan: KK= Kelompok kontrol; Skor Johnsen sepuluh (10) KP1=Kelompok perlakuan 1; Skor Johnsen sembilan (9) KP2=Kelompok perlakuan 2; Skor Johnsen sembilan (9) KP3=Kelompok perlakuan 3; Skor Johnsen sembilan (9)

Gambar 1. Gambaran histologi tubulus seminiferus mencit pada tiap kelompok perlakuan

50  μm   50  μm  

50  μm  50  μm  

KK   KP1  

KP2   KP3  

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 12: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

Pembahasan

Hasil uji ANAVA 1-faktor (α = 0,05) menunjukkan bahwa pemberian infusa simplisia daun kluwih dosis

2,5 g/kg BB, 5 g/kg BB, dan 10 g/kg BB berpengaruh terhadap data angka penilaian Johnsen, rerata diameter

tubulus seminiferus, dan berat testis. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa infusa simplisia daun kluwih dosis 2,5

g/kg BB sudah dapat menurunkan berat testis dan rerata diameter tubulus seminiferus. Sementara itu, dosis 5

g/kg BB dan 10 g/kg BB dapat menurunkan berat testis, rerata diameter tubulus seminiferus, dan rerata angka

penilaian Johnsen. Hasil uji LSD juga menunjukkan bahwa dosis 5 g/kg BB dan 10 g/kg BB tidak berbeda nyata

terhadap ketiga parameter tersebut.

Tanaman kluwih termasuk ke dalam genus Artocarpus. Tanaman yang berasal dari genus tersebut

diketahui mengandung beberapa metabolit sekunder antara lain yaitu, artocarpine,chalcone, flavonone,

prenylflavone, pyranoflavone, dihidrobenzoxanthone, pyranoflavon, cyclopentenoxantone, quinonoxanthone,

furanodihidrobenzoxanthone, dan dihidroxanthone (Hakim 2010: 140—154; Hari dkk. 2014: 9). Senyawa-

senyawa tersebut diketahui termasuk ke dalam golongan senyawa fenolik. Mariana dkk. (2013: 53—54)

menyatakan bahwa senyawa fenolik terbanyak yang terkandung pada daun kluwih adalah senyawa chalcone.

Senyawa chalcone dan prenylflavone diketahui dapat bersifat sebagai senyawa fitoestrogen (Ososki & Kennelly

2003:848).

Fitoestrogen merupakan senyawa metabolit sekunder tumbuhan yang memiliki struktur molekul yang

menyerupai struktur hormon estrogen, sehingga dapat berikatan dengan reseptor estrogen yaitu reseptor ERα dan

ERβ (Ososki & Kennelly 2003:846). Senyawa fitoestrogen dapat bersifat estrogenik maupun antiestrogenik

(Ososki & Kennelly 2003:846). Keberadaan senyawa fitoestrogenik diketahui dapat mengganggu proses

spermatogenesis (Weber dkk. 2001:597-598).

Hasil penelitian Weber dkk. (2001:597—598) menunjukkan bahwa pemberian isoflavon dari kedelai

(600µg/g) dapat menurunkan kadar testosteron bebas dalam darah. Senyawa isoflavon tersebut bersifat

fitoestrogenik dan diduga dapat mengganggu poros hipotalamus-hipofisis-testis (Weber dkk. 2001:597).

Gangguan tersebut berupa umpan balik negatif terhadap kelenjar hipotalamus sehingga dapat menurunkan

sekresi hormon GnRH. Dengan menurunnya sekresi hormon GnRH, maka akan terjadi penurunan pula pada

sekresi hormon LH dan FSH oleh kelenjar hipofisis anterior. Sekresi hormon LH yang menurun dapat

menurunkan sintesis hormon testosteron oleh testis (Cline dkk. 2004:98).

Gangguan sekresi hormon testosteron secara langsung oleh senyawa fitoestrogen melalui inhibisi

aktivitas enzim 17-β- hidroksisteroid- dehydrogenase (Makela dkk. 1995: 57). Enzim 17-β- hidroksisteroid-

dehidrogenase merupakan enzim yang berperan dalam proses pengubahan molekul androstenedion menjadi

senyawa testosteron. Dengan terhambatnya enzim 17-β- hidroksisteroid- dehidrogenase, maka akan

menyebabkan penurunan sintesis testosteron oleh sel Leydig (Makela dkk. 1995: 57; Ye dkk. 2011: 9987).

Infusa simplisia daun kluwih diduga mengandung senyawa fitoestrogen. Hal tersebut terbukti dengan

adanya penurunan pada berat testis, rerata diameter tubulus seminiferus, dan angka penilaian Johnsen. Oleh

karena itu, senyawa fitoestrogen yang terkandung di dalam infusa simplisia daun kluwih diduga menurunkan

ketiga parameter tersebut dengan mekanisme seperti yang diuraikan pada paragraf sebelumnya.

Pengamatan secara semikuantitatif dilakukan dengan angka penilaian Johnsen. Angka penilaian Johnsen

bertujuan untuk mengetahui perkembangan proses spermatogenesis yang terjadi pada tubulus seminiferus

(Kusmana 2001: 56). Proses spermatogenesis pada tubulus seminiferus terbagi atas tiga tahapan, yakni

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 13: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

spermatositogenesis, pembelahan meiosis, dan spermiogenesis (Meshcher 2013:438; Rugh 1968:21). Penilaian

metode Johnsen dapat memberikan gambaran mengenai proses spermatogenesis yang terjadi di dalam tubulus

seminiferus yang meliputi proliferasi sel-sel spermatogonia (A,Intermediet,B), spermatosit, spermatid, dan

spermatozoa pada tingkat tahapan tertentu (Kusmana 2001: 56).

Pengamatan histologi testis berada pada kisaran 9 dan 10 pada kelompok kontrol dan semua kelompok

perlakuan (KP1,KP2,KP3). Nilai 10 menunjukkan spermatogenesis lengkap, teratur dengan spermatozoa banyak

dan epitel tubulus seminiferus, serta lumen terbuka. Nilai 9 berarti spermatozoa banyak tetapi epitel tubulus

seminiferus tidak teratur, sel spermatogenik lepas (sloughing) (Kusmana 2001:57). Hasil uji statistik ANAVA 1-

faktor (α = 0,05) yang dilakukan terhadap rerata angka penilaian metode Johnsen menunjukkan bahwa

pemberian infusa simplisia daun kluwih dosis 2,5 g/kg BB (KP1), 5 g/kg BB (KP2), dan 10 g/kg BB (KP3)

berpengaruh terhadap penurunan rerata angka penilaian Johnsen dengan rerata angka penilaian Johnsen berturut-

turut, yaitu 9,63, 9,38, dan 9,34. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa rerata angka penilaian Johnsen kelompok

kontrol (KK) berbeda nyata dengan rerata angka penilaian Johnsen kelompok perlakuan 2 (KP2) dan 3 (KP3),

namun tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan 1 (KP1) (P<0,05). Rerata angka penilaian Johnsen

kelompok perlakuan 2 (KP2) dan kelompok perlakuan 3 (KP3) tidak berbeda nyata (P<0,05).

Penurunan angka rerata penilaian metode Johnsen pada kelompok perlakuan 2 (KP2) dan 3 (KP3)

diduga merupakan dampak dari terganggunya proses spermatogenesis akibat pemberian infusa simplisia daun

kluwih. Senyawa fitoestrogen yang terkandung dalam infusa simplisia daun kluwih diduga dapat mengganggu

poros hipotalamus-hipofisis-testis (Ososki & Kennelly 2003:846). Proses spermatogenesis sangat bergantung

pada hormon FSH, LH dan testosteron (Meshcher 2013:437). Sehingga gangguan terhadap sekresi hormon FSH,

LH dan testosteron tersebut akan berdampak terhadap terganggu proses proliferasi sel-sel germinal pada testis

yang terlihat oleh adanya penurunan angka rerata penilaian spermatogenesis metode Johnsen pada kelompok

perlakuan 2 (KP2) dan 3 (KP3) (Kusmana 2001:112--113).

Hasil uji ANAVA 1-faktor (α = 0,05) menunjukkan bahwa pemberian infusa simplisia daun kluwih dosis

2,5 g/kg BB (KP1), 5 g/kg BB (KP2), dan 10 g/kg BB (KP3) selama 36 hari berpengaruh terhadap penurunan

diameter tubulus seminiferus. Data rerata diameter tubulus seminiferus kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan 1, 2, dan 3 (KP1,KP2,KP3) berturut-turut yaitu (205,17 ± 3,79) µm, (200,97 ± 4,82) µm, (203,78 ±

3,96) µm, dan (189,79 ± 3,82) µm. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa rerata diameter tubulus seminiferus

kelompok kontrol (KK) berbeda nyata dengan rerata diameter tubulus seminiferus pada semua kelompok

perlakuan (KP1,KP2,KP3) (P<0,05). Rerata diameter tubulus seminiferus antar semua kelompok perlakuan

(KP1,KP2,KP3) tidak berbeda nyata (P<0,05).

Penelitian yang dilakukan Assinder dkk. (2007:11), menunjukkan bahwa pemberian diet fitoestrogen

yang tinggi (465 µg/g) pada tikus galur wistar albino selama 21 hari, dapat menurunkan jumlah sel-sel germinal

pada epitel tubulus seminiferus. Selain itu, penelitian yang dilakukan Cline dkk. (2004: 91), menunjukkan bahwa

pemberian diet fitoestrogen isoflavon aglycone (40 mg/kg) dapat menyebabkan atrofi pada sel-sel germinal

epitel tubulus seminiferus. Penurunan jumlah sel-sel germinal epitel tubulus seminiferus diduga akibat

penurunnan sekresi hormon testosteron oleh sel Leydig akibat pengaruh dari pemberian senyawa fitoestrogen.

Tubulus seminiferus merupakan tempat berlangsungnya proses spermatogenesis yang terdiri dari

jaringan epitel dan jaringan peritubular (Rugh 1968:10). Sel-sel yang menyusun jaringan epitel tubulus

seminiferus antara lain yakni sel-sel germinal (sel spermatogonia A, sel spermatogonia intermediet,

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 14: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

spermatogonia B, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, spermatozoa), dan sel Sertoli (Mescher

2013:438). Jumlah dan volume sel-sel penyusun epitel tubulus seminiferus (sel germinal dan sel Sertoli) dapat

memengaruhi ukuran diameter tubulus seminiferus (McLachlan dkk. 2007: 4). Jika jumlah sel-sel germinal

menurun, maka diduga akan berdampak terhadap penurunan ukuran diameter tubulus seminiferus (McLachlan

dkk. 2007: 4).

Penurunan rerata diameter tubulus seminiferus pada seluruh kelompok perlakuan (KP1, KP2, KP3)

diduga disebabkan oleh penurunan jumlah sel germinal pada tubulus seminiferus. Penurunan jumlah diduga

akibat adanya gangguan mekanisme hormonal pada poros hipotalamus-hipofisis-testis sehingga menyebabkan

penurunan sekresi hormon testosteron oleh sel Leydig. Penurunan sekresi hormon testosteron akan menyebabkan

proses proliferasi sel-sel germinal terhambat, sehingga jumlah sel germinal pada tubulus seminiferus menjadi

berkurang (Kusmana 2001: 185-187; McLachlan dkk. 2007: 4).

Hasil uji ANAVA 1-faktor (α = 0,05) menunjukkan bahwa pemberian infusa simplisia daun kluwih

dosis 2,5 g/kg BB (KP1), 5 g/kg BB (KP2), dan 10 g/kg BB (KP3) selama 36 hari berpengaruh terhadap berat

testis. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa kelompok kontrol (KK) berbeda nyata dengan semua kelompok

perlakuan (KP1,KP2,KP3) (P<0,05). KP1 berbeda nyata dengan KP2 dan KP3, serta KP2 tidak berbeda nyata

dengan KP3 (P<0,05).

Hasil penelitian terhadap berat testis hampir sama dengan hasil penelitian Prasetya (2010: 2) yang

menyatakan bahwa pemberian infusa simplisia daun sukun dosis 5 g/kg BB pada mencit jantan galur ICR selama

18 hari berpengaruh signifikan terhadap berat testis. Hari dkk. (2014: 9) menyatakan bahwa daun tumbuhan

genus Artocarpus mengandung senyawa metabolit sekunder chalcone dan prenylflavone. Sementara itu, Ossoski

(2003:846) menyatakan bahwa senyawa chalcone dan prenylflavone bersifat fitoestrogenik. Oleh karena itu baik

infusa simplisia daun kluwih maupun infusa simplisia daun sukun diduga mengandung senyawa – senyawa

fitoestrogenik yang serupa.

Berat testis berkaitan erat dengan struktur penyusun organ testis yang terdiri atas saluran tubulus

seminiferus, sel Leydig, pembuluh darah, pembuluh limfe, jaringan peritubulur, dan jaringan ikat (Rugh 1968:

10; Mescher 2013: 438). Tubulus seminiferus merupakan komponen terbesar penyusun testis dan sangat

berpengaruh terhadap berat testis (Mescher 2013: 438). Proses spermatogenesis pada tubulus seminiferus

menyebabkan epitel tubulus seminiferus menjadi tebal yang diikuti dengan bertambahnya volume organ testis

dan berat organ testis (Mishra dkk. 2009:20). Selain itu, aktifitas sel Leydig juga dapat memengaruhi berat testis

(Chen dkk. 2014: 7817). Sel Leydig berperan dalam pembentukkan hormon testosteron. Sel Leydig yang sedang

aktif memproduksi hormon testosteron memiliki volume dan massa sel yang lebih besar dibandingkan ketika

tidak aktif. Dengan demikian proliferasi sel-sel germinal dan aktivitas sel Leydig akan berpengaruh terhadap

berat testis (Kusmana 2001: 109–110).

Penurunan berat testis mencit pada semua kelompok perlakuan (KP1,KP2, KP3) diduga disebabkan oleh

berkurangnya jumlah sel-sel germinal yang menyusun epitel tubulus seminiferus. Senyawa fitoestrogen yang

terkandung pada infusa daun kluwih diduga dapat mengganggu poros hipotalamus-hipofisis-testis sehingga

menyebabkan penurunan sekresi hormon testosteron oleh sel Leydig (Weber dkk. 2001:597). Testosteron

memiliki peranan yang penting dalam proses pembelahan meiosis, memicu pembentukkan dan perkembangan

sel spermatosit pakiten dan proses spermiogenesis (Walker 2010: 1557--1559). Penurunan sekresi testosteron

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 15: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

akan berdampak terhadap terhambatnya proses proliferasi sel-sel germinal, sehingga akan berdampak pada

apoptosis sel dan terhambatnya proses proliferasi sel-sel germinal (Cline dkk. 2004:98).

Penurunan berat testis dapat pula disebabkan oleh menurunnya jumlah serta aktifitas sel Leydig pada organ

testis. Senyawa fitoestrogen yang terkandung dalam infusa simplisia daun kluwih dapat berikatan pada reseptor

estrogen (ERα dan ERβ) pada sel Leydig dan dapat menghambat proses pembentukkan hormon testosteron

(Weber dkk. 2001:596; Chen dkk. 2014: 7817). Terhambatnya pembentukkan hormone testosteron akan

menyebabkan berkurangnya volume dan massa sel Leydig, sehingga dapat menurunkan berat basah testis

(Kusmana 2001: 109—110). Selain itu, keberadaan senyawa fitoestrogen yang tinggi juga dapat menghambat

pembelahan dan perkembangan sel Leydig (Chen dkk. 2014: 7817). Dengan terhambatnya pembelahan dan

perkembangan sel Leydig dapat menyebabkan penurunan jumlah sel Leydig, sehingga akan berdampak terhadap

penurunan berat basah testis (Chen dkk. 2014: 7817—7821).

Kesimpulan

1. Berat testis kelompok perlakuan (KP1, KP2, dan KP3) yang diberikan infusa daun kluwih (Artocarpus

camansi Blanco) dengan dosis 2,5 g/kg BB; 5 g/kg BB; dan 10 g/kg BB lebih rendah dibandingkan

kelompok kontrol (KK).

2. Pemberian infusa simplisia daun kluwih dengan dosis 2,5g/kg BB, 5 g/kg BB (KP2) dan 10 g/kg BB

(KP3) mampu menurunkan diameter tubulus dengan rerata diameter tubulus seminiferous KP1, KP2

dan KP3 berturut-turut sebesar 200,97 µm, 203,78 µm dan 189,79 µm dibandingkan kelompok Kontrol

(KK).

3. Pemberian infusa simplisia daun kluwih pada dosis 5 g/kg BB (KP2), dan 10 g/kg BB (KP3) mampu

menurunkan proses spermatogenesis yang dilihat dari penurunan rerata angka penilaian metode Johnsen

dengan rata-rata skor Johnsen KP2 dan KP3 berturut turut sebesar 9,38, dan 9,34.

Saran

1. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui potensi antifertilitas pemberian infusa daun kluwih

(Artocarpus camansi Blanco) dengan cara dikawinkan.

2. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kluwih

(Artocarpus camansi Blanco) terhadap kadar hormone testosteron bebas dalam darah mencit jantan.

Daftar Referensi Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan kandungan senyawa aktif yang berpotensi sebagai bahan antifertilitas.

Adabia Press, Jakarta: xi + 59 hlm.

Assinder, S., R. Davis, M. Fenwick, & A. Glover. 2007. Adult only exposure of male rats to a diet of high

phytoestrogen content increase apoptosis of meiotic and post-meiotic germ cells. Reproduction 133: 11-

19.

BKKBN (=Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). 2009. Kontribusi pemakaian alat kontrasepsi

terhadap fertilitas. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional RI, Jakarta: xvii + 35 hlm.

BPS RI (= Badan Pusat Statistik Republik Indonesia). 2014. Data sosial ekonomi. Ed Ke 45. Badan Pusat

Statistik RI, Jakarta: v + 73 hlm.

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 16: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

Depkes RI (=Departemen Kesehatan Republik Indonesia). 1995. Farmakope indonesia. Ed ke-4. Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: xiii + 1290 hlm.

Chen, B., D. Chen, Z. jiang, J. Li, S. Liu, Y. Dong, W. Yao, B. Akingbemi, R.Ge, & X.Li. 2014. Effects of

estradiol and methoxychlor on leydig cell regeneration in the adult rat testis. International Journal of

Molecular Sciences 15: 7812-7826.

Cline, J.M., A.A. Franke, T.C. Register, D.L. Golden, & M.R. Adams. 2004. Effects of dietary isoflavone

aglycones on the reproductive tract of male and female mice. Toxicologic Pathology 32: 91-99.

Ekatiwi, N. 2016. Pengaruh infusa daun keluwih (Artocarpus camansi Blanco) terhadap kualitas spermatozoa

mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Indonesia: xiii + 63 hlm.

Elya, B. & D. Kusmana.2002. Pengaruh infus daun puding (Polycias guifoylei L.H. Bailey) terhadap kualitas

spermatozoa tikus jantan. Makara sains (6) 2: 99—104.

Gembong, T. 2005. Morfologi tumbuhan. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta: x + 266 hlm.

Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Elsevier Saunders, Pennsylvania: xxxv

+ 1116 hlm.

Hakim, A. 2010. Diversity of secondary metabolites from genus Artocarpus (Moraceae). Nusantara Bioscience

2(3):146—156.

Hari, A.,K.G.Revikumar, & D.Divya. 2014. Artocarpus: A review of its phytochemistry and pharmacology.

Journal of Pharma Search 9(1): 7—12.

Ilyas, S., S.W. Lestari, N. Moeloek, Asmarinah, & N.C. Siregar. 2013. Induction of rat germ cell apoptosis by

testosterone undecanoate and depot medroxyprogesterone acetate and correlation of apoptotic cells with

sperm concentration. The Indonesian Journal of Internal Medicine 45: 32-37.

Indrowati, M. & Soegihardjo, C. J. 2005. Materi pembelajaran biologi (biokimia): deteksi flavonoid ekstrak daun

kluwtri (Artocarpus Altitis Parh). Bioedukasi 2(2): 6l--64.

Ismara, L. H. 2015. Pengaruh pemberian infusa simplisa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) terhadap

penurunan kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY. Skripsi.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia: xii + 57 hlm.

Johnson, M.H. & B.J. Everitt. 2000. Essential reproduction. 5th ed. Blackwell Science, Oxford: xvi + 285 hlm.

Joshi, S.C., A. Sharma, M. Chaturvedi. 2011. Antifertility potential of some medicinal plants in males: An

overview. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(5): 204—217.

Junqueira, L.C. & Carneiro. 1980. Basic histology. 3rd ed. Lange Medical Publication, Canadian: xiii + 504 hlm.

Kaur, R.A. Sharma, R. Kumar, & R. Kharb. 2011. Rising trends toward herbal contraceptive. Journal of Natural

Product and Resource 4(1): 5—12.

Kemala, S. 2002. Pengaruh faktor sosiodemografi dan biaya pelayanan KB terhadap pemakaian metode

kontrasepsi jangka panjang (MKJP) pada wanita pasangan usia subur (PUS) di Propinsi Kalimantan

Selatan tahun 2001 (analisis data sekunder berdasarkan data susenas 2001). Skripsi. FKM UI, Depok:

xvii + 74 hlm.

Kusmana, D. 2001. Pengaruh penyuntikkan kombinasi hormon testosteron enantat(TE) dan depot

medroksiprogesteron asetat (DMPA) terhadap spermatogenesis beruk jantan (Macaca nemestrina) yang

45

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 17: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

diberi pakan berkadar protein, lemak, dan karbohidrat berbeda. Disertasi. FKUI, Jakarta: xviiii + 205

hlm.

Leeson, C.R., T.S. Leeson & A.A. Paparo. 1996. Buku ajar histology. Ed ke-5. Terj. dari Textbook of Histology.

5th ed. Oleh Tambajong, J. & Wonodirekso (eds.). Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta: xi + 622

hlm.

Makela, S., M. Poutanen, J. Lehtimaki, M.L. Kostian, R. Santti, & R. Vihko. 1995. Estrogens-spesific 17 β-

hydroxysteroid-oxcidoreduktase type 1 (E.C.1.1.1.62) as a possible target for the action of

phytoestrogens. Proceedings of the Society for Experimental Biology and Medicine 208: 51—59.

Malole, M.B. & C.S.V. Pramono. 1989. Penggunaan hewan-hewan percobaan di

laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Antar

Universitas Bioteknologi IPB, Bogor: vii + 161 hlm.

Marianna, L., Y. Andayani, & E.R. Gunawan. 2013. Analisis senyawa flavonoid hasil fraksinasi ekstrak

diklorometana daun keluwih (Artocarpus camansi). Chem.Prog. 6(2): 50—55.

Marianne, Yuandani, & Rosnani. 2011. Antidiabetic activity from ethanol extract of kluwih’s leaf (Artocarpus

camansi). Jurnal Natural 11(2): 64-68.

McLachlan, R.I., E. Rajpert-DeMeyts.,C.E.Hoei-Hansen.,D.M. DeKretser., & N.E. Skakkebaek.

2006.Histological evaluation of the human testis-approach to optimizing the clinical value of the

assessment: Mini Review. Human Reproduction 22(1):2—16.

Mishra, N., S. Joshi, V.L. Tandon, & A. Munjal. Evaluation of anti-fertility potential of aqueous extract of

Bougainville spectabilis leaves in swiss albino mice. International Journal of Pharmaceutical Sciences

and Drugs Research 1(1): 19-23.

Moeloek, N. 1994. Sistem reproduksi jantan. Dalam: Syahrum, M.H., Kamaludin & A. Tjokronegoro. 1994.

Reproduksi dan embriologi: Dari satu sel menjadi organisme. Balai Penerbit FKUI, Jakarta:9—16.

Muliani, H. 2011. Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas

L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi 19(1): 44--54.

Mushtaq, H., S. Alam, & M.A. Khan. 2013. Histopathological pattern of testicular biopsies in male infertility.

Journal of Islamabad Medical & Dental College (JIMDC) 2(4):81-86.

Ngatijan. 1991. Petunjuk laboratorium: Metode laboratorium dalam toksikologi. Pusat Antar Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta: x + 283 hlm.

Nugraha, J. 2014. Pengantar analisis kategorik. Dee publish, Yogyakarta: ix+104 hlm.

Olsen, J.L., A.P. Giangrasso, D.M. Shrimpton, & P.M. Dillion. 2008. Medical dosage calculations. 9Ed. Pearson

Education Inc., New Jersey: xvi + 344 hlm.

Orwa, C., A. Mutua, R. Kindt, R. Jamnadass, & S. Anthony. 2009. Artocarpus

camansi. World Agroforestry. 4: 1—6.

Ososki, A.L., & E.J. Kennelly. 2003. Phytoestrogens: a review of the present state of research. Phytother. Res

17: 845-869.

Pakurar, A.S., J.W. Bigbee. 2004. Digital histology. John Wiley & Sons Inc., New Jersey: xiv + 226 hlm.

Pitojo, S. 2005. Seri budidaya keluwih. Penerbit Kanisius, Yogyakarta: xii + 60 hlm.

Prasetya, E.2010. Pengaruh infusa daun sukun (Artocarpus communis) terhadap fertilitas mencit (Mus musculus

L.) ICR jantan. Saintek 5(2): 8 hlm.

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 18: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

Qadri, A. 2010. Isolasi artonin E dari ekstrak etilasetat kulit kayu kluwih (Artocarpus communis J.R. & G.).

Tesis S2 Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta:1-19 hlm.

Rachmadi, A. 2008. Kadar gula darah dan kadar hormon testosteron pada pria penderita diabetes melitus

hubungannya dengan disfungsi seksual dan perbedaannya dengan yang tidak mengalami disfungsi

seksual. Tesis S2 Universitas Diponegoro, Semarang: xiii+72 hlm.

Ragone, D. 2006. Artocarpus camansi (breadnut) ver 2.1.11 hlm.

http://www.traditionaltree.org. Desember 2015, pk. 23.00 WIB.

Rahmanita, H. A. 2014. Efek ekstrak biji jintan hitam (Nigella Sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang

diinduksi gentamisin. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta: xii+63 hlm.

Rahmi, Eriani, K., & Widyasari. 2011. Potency of java ginseng (Talinum paniculatum Gaertn.) root extract on

quality and viability of mice sperm. Jurnal Natural 11(1): 7-10.

Rosnani, K., T. Barus, P. Nasution, & N. Saidi. 2014. Isolation and structure

elucidation of steroid from leave of Artocarpus camansi (kulu) as

antidiabetic. International Journal of Pharmatech Research 6(4): 1279—

1285.

Ross, M.H., L.J. Romrell & G.I. Kaye. 1995. Histology: A text and atlas. 3rd ed. William & Wilkins, Maryland:

xiii +823 hlm.

Rugh, R. 1968. The Mouse: its reproduction and development. Burgess Publishing

Company, Columbia: iv + 315 hlm.

Santoso, S. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS 11.5. PT Elex Media, Jakarta: ix + 124

hlm.

Santoso, S. 2006. Seri Solusi Bisnis Berbasis TI: Menggunakan SPSS untuk Statistik Non Parametrik. Penerbit

Elexmedia Komputindo, Jakarta: xii + 98 hlm.

Schwiebert, R. 2007. The laboratory mouse. Laboratory Animal Centre National University of Singapore.

Singapore: 24 hlm.

Sciencelab. 2016. Material safety data sheet chalcone msds. 5 hlm. http:www.sciencelab.com/xMSDS-

Chalcone: 21 Desember 2016. pk. 23.00.

Sherwood, L. 2010. Human physiology: From cell to systems. 7th ed. Nelson Education, Ltd, Canadian: xxvi +

798 hlm.

Shilvana. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat Enhalus acoroides secara oral terhadap

spermatogenesis mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia: ix + 58 hlm.

Silverthorn, D.U., W.C. Ober, C.W. Garrison, & A.C. Silverthorn. 2001. Human Physiology: An integrated

approach. 2nd ed. Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River: xxxi + 816 hlm.

Smith, J.B. & S. Mangkoewidjojo.1988. Pemeliharaan, pembiakan, dan penggunaan hewan percobaan di

daerah tropis. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: xi + 257 hlm.

Sopia, S. 2009. Pengaruh pemberian minyak jintan hitam (Nigella Sativa) terhadap motilitas spermatozoa tikus

wistar hiperlipidemia. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang: ix+40 hlm.

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016

Page 19: Pengaruh Pemberian Infusa Simplisia Daun Kluwih

Sudharma, N. I. 2012. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kadar hormon testosteron pada laki-laki usia

40 tahun ke atas di Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan. Tesis S2 Universitas Indonesia, Depok:

xiv+65 hlm.

Sumini, Tsalatsa,Y., Kuntohadi,W. Kontribusi pemakaian alat kontrasepsi terhadap fertilitas. Penerbit KB dan

Kesehatan Reproduksi, Jakarta: xvii + 35 hlm.

Suntoro, S.H. 1983. Metode pewarnaan. Penerbit Bhatara Karya Aksara,

Jakarta: viii + 395 hlm.

Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: x+251 hlm.

Wahyu, H. 2016. Pengaruh perbedaan dosis ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas) terhadap jumlah

spermatozoa, spermatozoa motil, berat testis, dan diameter testis pada mencit jantan (Mus musculus L.).

Jurnal Kesehatan 5(2): 462—469.

Walker, W.H. 2010. Non-classical actions of testosterone and spermatogenesis. Review 365: 1557-1569.

Waristek. 2015. Kluwih. 4 hlm.www.waristek.ristek.go.id/kluwih: 09 November 2015 pk. 15.34 WIB.

Weber, K.S., K.D.R. Serchell, D.M. Stocco, & E.D. Lephart. 2001. Dietary soy

phytoestrogens decrease testosterone levels and prostate weight without

altering LH, prostate 5α-reductase or testicular steroidogenic acute regulatory peptide levels in adult

male Sprague–Dawley rats. Journal of Endocrinology 170: 591—599.

Welch, C.2010. Balance your hormones balance your life. Da Capo Press, Cambridge: xvi + 256 hlm.

Ye, L, Zhi-Jian Su, & Ren-Shan Ge. 2011. Inhibitors of Testosterone Biosynthetic

and Metabolic Activation Enzymes. Molecules 16: 9983—1001.

Pengaruh Pemberian ..., Ihya Chair, FMIPA UI, 2016