pengumuman yudisium gel. ii - upm
TRANSCRIPT
PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II Nomor : 11/B.3.4/FKIP-UPM/II/2019 A. PERSYARATAN YUDISIUM : 1. Pengumpulan revisi ujian skripsi disertai pengesahan dosen penguji dan tanda tangan stempel Dekan paling lambat 12 Maret 2019. 2. Surat Keterangan Pendaping Ijazah (SKPI): a. Mengisi formulir yudisium (diambil di BIRO I) dan rekap nilai (terlampir) serta persyaratan yudisium (Nomor 3) b. Ketua kelas mengkoordinir dan mengumpulkan semua data SKPI dalam 1 CD dan diserahkan ke Kaprodi masing-masing. Kaprodi PGSD: Ryzca Siti Qomariyah, M.Pd. Kaprodi PPKn: Uswatun Hasanah, M.Pd. c. Paling lambat pengumpulan data SKPI 28 Februari 2019. 3. Persyaratan Yudisium: a. Fotocopy bukti lunas dari Biro II (sampai April 2019). b. Fotocopy KHS semester 1 sampai semester akhir (nilai harus lengkap). c. Lunas biaya penjilidan Rp 100.000,- ke fakultas (Wakil Dekan II) d. Lunas biaya yudisum Rp 200.000,- ke fakultas (Wakil Dekan II) e. Pengumpulan skripsi 3 eksemplar skripsi (sudah ditandatangani dan distempel Dekan), artikel skripsi dan CD yang berisi file skripsi dan artikel (jenis file word dan pdf) kemudian dimasukkan dalam map plastik biru. f. Artikel harus dibimbing dan disetujui oleh pembimbing (format terlampir). g. Mengisi formulir yudisium dilengkapi pas foto: Laki-laki : jas berdasi Perempuan : kebaya sanggul h. Fotocopy legalisir ijazah SMA. i. Paling lambat pendaftaran yudisium tanggal 12 Maret 2019. Probolinggo, 1 Februari 2019 D e k a n, Ludfi Arya Wardana, S.Pd., M.Pd. NIDN. 0716029001
FORMULIR SKPI NAMA : ………………………………………………… NIM : ………………………………………………… PROGRAM STUDI : ………………………………………………… FAKULTAS : KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN No Nama Kegiatan Waktu Pelaksanaan Tempat Pelaksanaan (nama kegiatan diisikan dengan judul kegiatan. Biasanya judul kegiatan ada di sertifikat) (waktu pelaksanaan diisikan tanggal kegiatan. Diurutkan dari yang paling baru) Contoh benar: 3 September 2016 3-7 September 2016 Contoh salah: - 03 September 2016 - 3-4-2016 - 03-04-2016 (tempat pelaksanaan diisikan kota atau kabupaten pelaksanaan kegiatan) Contoh Benar: - Kota Probolinggo - Kabupaten Probolinggo Contoh salah: - Probolinggo (tidak jelas Kota Probolinggo atau Kabupaten Probolinggo) - Kab. Probolinggo (disingkat) - Gending, Probolinggo (disebutkan Kecamatan) 1 Pelatihan Membuat Media Interaktif tanpa Action Script untuk Pembelajaran Matematika SD 3 September 2016 Kota Probolinggo 2. Pelatihan Manajemen Papan Tulis untuk Guru Sekolah Dasar Se-Probolinggo Raya 2 Juli 2015 Kabupaten Probolinggo
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING Artikel yang ditulis oleh : Nama : NIM : Telah diperiksa dan disetujui. Pembimbing I Pembimbing II ………………………… ………………………… NIDN. ………………… NIDN. …………………
FORMAT ARTIKEL ILMIAH
FKIP UNIVERSITAS PANCA MARGA PROBOLINGGO
1. Artikel berasal dari karya ilmiah skripsi
2. Artikel ditulis dengan bahasa Inggris/Indonesia, dengan spesifikasi sebagai berikut:
a. ukuran kertas : A4 80 gram, font menyesuaikan contoh.
b. batas kertas : 4 cm (kiri), 3 cm (atas-bawah, kanan) dan tulisan rata
kanan dan kiri
c. jumlah halaman : 5 - 15 halaman
d. software : Microsoft Word dan Pdf
e. setiap artikel disertai dengan abstrak (150-200 kata) dan kata-kata kunci.
3. Artikel (hasil penelitian) memuat:
a. Judul
b. Nama penulis dan alamat e-mail
c. Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (tidak boleh pakai Google
Translate), serta kata-kata kunci
d. Pendahuluan (tanpa sub judul)
Berisi uraian tentang latar belakang, tinjauan pustaka/teori, masalah, tujuan
penelitian
e. Metodologi
Berisi uraian tentang teknik penarikan sampel, teknik pengumpulan dan
analisis data, serta aspek lain yang relevan.
f. Hasil Penelitian dan Pembahasan (dengan atau tanpa subjudul)
Berisi uraian tentang temuan penelitian dan pembahasannya.
g. Simpulan (dengan subjudul)
Berisi uraian tentang kesimpulan penelitian dan rekomendasi/implikasi.
h. Daftar Pustaka
Hanya berisi daftar pustaka yang benar-benar dirujuk dalam artikel.
5. Penulisan Daftar Rujukan
a. Dari BUKU :
Contoh:
Lohman, Andrew D. 2011. Geographic Literacy, Objectives, and Active
Learning in Geography. New York: United States Military
b. Dari ARTIKEL/JURNAL :
Yang tercetak: Nama penulis, Tahun, Judul artikel, Nama jurnal (ditulis miring), Volume,
(Nomor terbitan): Nomor halaman
Contoh:
Lohman, Andrew D. 2011. Geographic Literacy, Objectives, and Active Learning in
Geography. Education Journal, 16 (1): 12-21
c. Yang berbasis Jurnal tercetak:
Nama penulis, Tahun, Judul artikel, Nama jurnal (ditulis miring), (Online), Volume,
(Nomor terbitan): Nomor halaman, Alamat situs, Tanggal akses.
Contoh:
Lohman, Andrew D. 2011. Geographic Literacy, Objectives, and Active Learning in
Geography. Education Journal, (Online), 16 (1): 12-21, (http://www.mathsimulation
technology.files.wordpress.com), diakses 25 Juni 2012.
d. Yang tidak berbasis tercetak (jurnal elektronik):
Bedanya Nomor halaman nggak usah ditulis. Nama penulis, Tahun, Judul artikel, Nama
jurnal (ditulis miring), Volume, (Nomor terbitan). (Online), Alamat situs, Tanggal akses.
Contoh:
Lohman, Andrew D. 2011. Geographic Literacy, Objectives, and Active Learning in
Geography. Education Journal, 16 (1). (Online),
(http://www.mathsimulationtechnology.files.wordpress. com), diakses 25 Juni
2012.
e. Dari KORAN:
Contoh:
Kompas, 17 januari 2012. Ijazah Penyetoran Paket C Rawan Manipulasi, hlm.
f. Dari DOKUMEN RESMI PEMERINTAH:
1) DARI PENERBIT (TERCETAK)
Contoh:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem
Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
2) DARI ONLINE
Setelah tahun dokumen, situs yang dimuat juga dicantumkan (tiap awal kata huruf
balok), disertai alamat situs dan tanggal akses.
Contoh:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun1989 tentang sistem Pendidikan
Nasional. 1990. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia. (Online), (http://www.jdih.bpk.go.id), diakses 17
Januari 2012
6. Artikel dikumpulkan hadrcopy dan softcopy dimasukan CD bersama skripsi dan
dikumpulkan di Fakultas dan Perpustakaan UPM
Contoh Artikel Ilmiah:
PROSES PEMBELAJARAN PKn DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS
PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH DI SMAN 3 PROBOLINGGO
Abdul Basit
Program Studi PPKn FKIP Universitas Panca Marga Probolinggo
Abstract
Problems at this research is caused by a less optimal learning process Civics in SMAN 3 Probolinggo
which implies the lack of development of citizens who are intelligent and good (smart and good
citizen). The purposes of this study are to describe the implementation of PBM in enhancing the
learners creativity. The research methodology used in this research is a qualitative approach with
descriptive methods. The research subjects are including principals, teachers, and learners. In
collecting the data, the techniques used observation, interviews, and documentation. Data were
analyzed using data reduction, data presentation and conclusion/verification. The finding of this
research revealed that implementation of PBM on the subjects of Civics in enhancing the creativity of
learners are related with the learning steps, such as the introduction, the main activities and the closing
activity. However, strategy of learning used less creative and almost of all materials are suitable
Civics using PBM strategy. Therefore, in preparing PBM through the method of discussion or debate,
teachers need to identify learning materials related with the mind map.
Keywords: problem based learning, civic education, and creativity.
Abstrak
Masalah pada penelitian ini disebabkan oleh kurang optimalnya proses pembelajaran PKn di SMAN 3
Probolinggo yang berimplikasi pada rendahnya pengembangan warga negara yang cerdas dan baik
(smart and good citizen). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi PBM pada
mata pelajaran PKn dalam meningkatkan kreativitas peserta didik. Metodologi penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Adapun subjek penelitian
meliputi kepala sekolah, guru, dan peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Dari hasil penelitian diperoleh temuan bahwa dalam
implementasi PBM pada mata pelajaran PKn dalam meningkatkan kreativitas peserta didik sudah
sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran, mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti
pembelajaran, sampai kepada kegiatan penutup. Namun, strategi pembelajaran yang digunakan
kurang kreatif dan tidak semua materi PKn cocok menggunakan strategi PBM. Oleh karena itu, dalam
mempersiapkan PBM melalui metode diskusi atau debat, guru perlu mengidentifikasi materi
pembelajaran sesuai dengan peta konsepnya.
Kata Kunci: pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran PKn dan kreativitas.
PENDAHULUAN
Pendidikan Indonesia perlu merespon
perubahan masyarakat yang semakin dinamis dengan
tuntutan kualitas hidup yang terus meningkat.
Kemampuan dalam merepon peruabahan perlu
dikembangkan pada setiap warga negara sebagai insan
pendidikan sekaligus modal yang diperlukan untuk
membawa Indonesia kepada pencapaian kesejahteraan.
Hal tersebut dapat diwujudkan manakala pendidikan
tidak hanya dipandang dari konteks masa lalu dan masa
kini, tetapi juga sebagai proses yang mampu
mengantisipasi dan membicarakan masa depan.
Kontekstualisasi pendidikan perlu diarahkan sesuai
paradigma pendidikan di abad ke-21 yakni pendidikan
yang berorientasi pada kemandirian belajar. Kelemahan
paradigma pendidikan secara umum di Indonesia masih
didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal, sehingga
pandangan guru dalam proses pembelajaran hanya
menyelesaikan materi pelajaran, bukan pada
menyelesaikan suatu permasalahan. Selain itu, guru
juga memberikan dan mengutamakan ulangan. Guru
khawatir dengan tidak adanya sistem ulangan, maka
peserta didik tidak akan memahami secara tuntas dan
menyeluruh terkait apa yang disampaikan oleh guru.
Metode mengajar ceramah yang monoton, konvensional
dan kaku lebih dominan dan lebih memerhatikan aspek
kognitif, sehingga pembelajaran PKn terbatas. Artinya,
guru hanya mengajarkan substansi dari PKn (ranah
kognitif).
Guru juga masih sulit mengubah gaya mengajar
(content-led) dengan pembaharuan PKn. Hal ini juga
disebabkan salah satunya karena kemampuan guru
dalam metodologi pembelajaran yang masih kurang.
Dalam pendekatan terbaru ini, peserta didik dianggap
sebagai pihak yang paling tahu tentang kebutuhannya
dan bertanggung jawab terhadap hasil dari proses
belajar yang dilakukan. Peserta didik didorong bukan
hanya sebagai objek pembelajaran, melainkan juga
subjek belajar yang melaksanakan kegiatan belajar
seumur hidupnya (life long learning). Hal ini kurang
sesuai dengan trend pendidikan modern yang lebih
berpusat kepada pendekatan kemandirian peserta didik
(student center oriented). Dari sinilah perlu adanya
pendekatan dan strategi pembelajaran yang sangat
penting untuk diterapkan sebagai bagian penyiapan
manusia Indonesia yang cerdas, kreatif, terampil, dan
mandiri sebagaimana yang diamanatkan dalam tujuan
pendidikan nasional. Tujuan tersebut tersurat dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (UU Sisdiknas)
Pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional yang
berbunyi, “untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab”. Dalam konteks umum, Rusman (2014)
menuturkan bahwa pembelajaran akan lebih bermakna
manakala sekolah lebih dekat dengan lingkungan
masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi
secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah
senantiasa bersentuhan dengan situasi dan
permasalahan kehidupan yang terjadi baik di
lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Hal ini juga ditambahkan bahwa pembelajaran yang
mendudukkan peserta didik untuk menghubungkan isi
materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk
menemukan makna (Johson & Hayes, 2016).
Kreativitas bisa menurun karena adanya kesalahan
dalam mendidik anak. Kesalahan orang tua dalam
memotivasi anak dan sistem pembelajaran di sekolah
yang tradisional dapat mematikan insting anak untuk
belajar. Jika insting anak untuk belajar dihambat oleh
lingkungannya maka anak akan mengalami kesulitan
untuk menemukan banyak ide. Adanya persoalan
kreativitas tersebut memerlukan adanya pembelajaran
yang diciptakan guru di sekolah yang berorientasi pada
percepatan manusia di dalam membangun
peradabannya. Hal ini membawa konsekuensi perlunya
guru menyiapkan pembelajaran yang disesuaikan
dengan konteks perubahan lingkungan, baik lokal,
regional, maupun internasional. Pembelajaran yang
tanpa disandingkan pada kedinamisan masyarakat
hanya akan menghasilkan manusia-manusia yang
tertinggal. Perubahan gaya/strategi mengajar guru yang
sesuai dengan pengembangan kemampuan dan potensi
peserta didik dalam proses pembelajaran bisa ditempuh
melalui penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM). Adapun materi Pendidikan Kewarganegaran
(PKn) bersifat dinamis, dalam arti senantiasa
mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan zaman.
Dengan adanya penerapan PBM diharapkan
peserta didik ikut terlibat langsung dalam proses
pembelajaran yang berarti, “mengalami”, dan bukan “menghafal”. PBM merupakan salah satu strategi pembelajaran kreatif yang sangat cocok digunakan
dalam pembelajaran di sekolah baik di sekolah tingkat
dasar maupun menengah. Bern dan Erickson (dalam
Komalasari, 2010) menegaskan bahwa strategi
pembelajaran ini melibatkan peserta didik dalam
memecahkan masalah dengan mengintegerasikan
berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin
ilmu. PBM dapat menjadi solusi bagi persoalan
pendidikan warga negara termasuk dalam Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Winataputra (2012, hlm. 73)
mengungkapkan “PKn dalam pengertian sebagai
citizenship education didesain untuk mengembangkan
warga negara yang cerdas dan baik (smart and good
citizen) untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan”. Konsep smart and goood citizen tersebut berkesuaian
dengan amanat tujuan nasional sebagaimana tertuang
dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 yang “.... Mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Winataputra (2015) menjelaskan bahwa secara
sosio-politik dan kultural, PKn memiliki visi
pendidikan yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Maksud dari “mencerdaskan kehidupan bangsa” yakni
menumbuhkembangkan kecerdasan kewarganegaraan
yang merupakan prasarat untuk pembangunan
demokrasi dalam arti luas, yang mempersyaratkan
terwujudnya budaya kewarganegaraan sebagai salah
satu diterminan tumbuh-kembangnya negara demokrasi.
Dari pemahaman tersebut diturunkan fungsi PKn
sebagai wahana sistemik pencerdasan kehidupan bangsa
(Winataputra, 2015). Wahab dan Sapriya (2011)
menjelaskan bahwa PKn secara khusus termaktub
dalam UU Sisdiknas Pasal 37 yang berbunyi: “....... PKn dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air”. Winataputra (2015) selanjutnya menyebut PKn berkaitan dengan pendidikan nasional
yang merupakan wahana sistemik pencerdasan
kehidupan bangsa yang dijalankan melalui praksis PKn
yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan watak
kewarganegaraan (civic dispositions). Dari ketiga
kluster kemampuan tersebut yang menjadikan warga
negara yang ideal dan demokratis dalam mengambil
keputusan secara cerdas dan bernalar (reasoned
decision maker). Komalasari (2009) menambahkan
bahwa fakta Indonesia saat ini masih didominasi oleh
sistem konvensional, sehingga pelaksanaan
pembelajaran yang berorientasi pada siswa dengan
konsep "dikontekstualisasikan dengan multiple
perspective" masih jauh dari harapan. Namun demikian,
Winataputra (2015) mengatakan bahwa seiring
berjalannya waktu, pendidikan Indonesia saat ini
sedang menuju pada medium/moderate citizenship
education yang mana pembelajaran sudah mulai
mencoba melakukan perubahan (learning to do), bukan
lagi learning to know. Dalam perubahan ke arah
learning to do, diperlukan adanya kompetensi,
kecerdasan dan kreativitas dari peserta didik dalam
memahami materi pembelajaran. Persoalan kreativitas
menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas
pendidikan manusia.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan pada
peserta didik di SMAN 3 Probolinggo. Informan
penelitian terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala
sekolah bidang sarana dan prasarana, guru PKn dan
peserta didik di kelas X dan XI SMAN 3 Probolinggo.
Hasil pengumpulan data diperoleh melalui teknik
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi,
kemudian dianalisis menggunakan model Miles dan
Huberman. Teknis analisis tersebut terdiri dari reduksi
data, penyajian data, dan verifikasi data (Miles dan
Huberman, 1992). Data yang diperoleh kemudian
divalidasi menggunakan teknik triangulasi sumber dan
teknik pengumpulan data.
HASIL PENELITIAN
Proses pembelajaran PKn dalam Meningkatan
Kreativitas Peserta Didik melalui PBM
Pada pertemuan di kelas XI, proses
pembelajaran yang kreatif diperlukan guru yang kreatif
pula. Hal ini tampak pada proses pembelajaran PKn
yang sesuai dengan langkah-langkah PBM dengan guru
memunculkan dan memberikan contoh kasus/isu
kontroversial, seperti kasus sengketa pulau Sipadan dan
Ligitan yang meliputi lintas negara (negara Indonesia
dan Malaysia). Langkah pertama, peserta didik dalam
masing-masing kelompok merumuskan dan
mengklarifikasi masalah dengan pendapat dan
argumentasi yang muncul mengenai isu tersebut.
Kedua, adanya pendapat-pendapat yang beragam dari
peserta didik selanjutnya diidentifikasi dan dianalisis
oleh setiap kelompok sebagai isu kontroversial melalui
berbagi sumber dan media pembelajaran sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuan mereka. Isu kontroversial
yang sudah diidentifikasi inilah yang akan dijadikan
bahan diskusi. Ketiga, peserta didik mencari solusi dan
menyimpulkan pendapat-pendapat yang muncul dari
setiap anggota kelompok sebagai alternatif dalam
memecahkan masalah. Keempat, dalam setiap
kelompok memutuskan/menentukan solusi terbaik
terkait isu kontroversial tersebut dengan menimbang
kembali solusi yang dianggap paling tepat. Kelima,
menyajikan solusi. Perwakilan peserta didik masing-
masing kelompok memaparkan hasil karya
kelompoknya. Pemaparan tersebut dilanjutkan diskusi
kelas dengan dimoderatori dan difasilitasi oleh guru.
Keenam, setelah penyajian selesai, guru mengevalusi
jalannya diskusi kelas dengan membahas kembali solusi
alternatif yang ditawarkan oleh peserta didik. Guru juga
membandingkan solusi hasil pemikiran peserta didik
dengan solusi secara teroritis yang ada.
Sementara itu, pada kelas X pada Standar
Kompetensi tentang menghargai persamaan kedudukan
warga negara dalam segenap aspek kehidupan, metode
yang digunakan guru adalah diskusi kelompok. Masing-
masing kelompok diberikan permasalahan terkait
bagaimana proses perubahan status kewarganegaraan
seseorang yang ingin pindah dan menjadi warga negara
Indonesia, isu-isu Suku, Agama, Ras, dan Antar
golongan (SARA) yang sering muncul di kehidupan
sehari-hari, dan bagaimana eksistensi dan diskriminasi
kaum mayoritas dan minoritas. Kemudian peserta didik
akan mengkaji dan menganalisis permasalahan tersebut
bersama-sama secara team work dengan informasi dan
pengetahuan yang mereka miliki. Selanjutnya, mereka
akan memberikan dan menentukan solusi yang nantinya
akan disajikan di depan kelas. Berdasarkan hasil
temuan peneliti di lapangan, terlihat pelaksanaan
strategi pembelajaran yang aktif, efektif, dan kreatif,
terhadap peserta didik dilakukan oleh guru dengan
cukup baik. Guru terus berupaya mengidentifikasi
peserta didik pada setiap pertemuannya dan juga
memiliki cara tersendiri untuk mengatasi permasalahan
ketika proses pembelajaran berlangsung, yakni melalui
pendekatan emosional dengan peserta didik. Namun,
seiring berjalannya waktu peneliti menemukan kendala
utama di masing-masing kelas, yaitu bahwa masing-
masing kondisi peserta didik dan kondisi kelas
berbeda/beragam antara yang satu dengan yang lain.
Ada kelas yang sangat rajin dan aktif dalam merepon
pembelajaran PKn, ada yang sedang bahkan juga ada
kelas yang kurang. Oleh karena itu, guru PKn memiliki
cara tersendiri dalam mengatasi kendala tersebut
dengan membedakan strategi pembelajaran dan
pendekatan yang dilakukan disetiap masing-masing
kelas
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
pembelajaran PKn dalam meningkatkan kreativitas
peserta didik melalui PBM dilaksanakan dengan cukup
baik. Pelaksanaan PBM dimulai dengan langkah-
langkah pembelajaran dari kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup. Proses tersebut
memiliki kesesuaian dengan pendapat Sprenger (2011)
yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran
harus mencakup beberapa hal, diantaranya: a) Guru
menentukan terlebih dahulu hal yang dingin dicapai; b)
Guru kemudian membuat penilaian; c) Guru
memberikan sasaran yang jelas pada peserta didik; d)
Guru merencanakan pembelajaran yang mengarahkan
peserta didik pada sasaran; e) Guru memberikan
informasi penting yang berguna kepada peserta didik
yang dapat mereka gunakan di dunia nyata; f) Guru
telah menciptakan kelas yang menyerasikan otak; dan
g) Meskipun pelajaran diberikan untuk diingat, yang
perlu lebih diajarkan guru adalah pemahaman konsep.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh Rosnawati (2013) bahwa proses
pembelajaran di kelas yang menggunakan strategi PBM
lebih baik dibandingkan dengan proses pembelajaran
yang menerapkan strategi konvensional. Selain itu,
dengan adanya pelaksanaan PBM partisipasi peserta
didik cenderung meningkat yang dibuktikan dengan
kemampuan peserta didik dalam mengemukakan ide,
mendengarkan ide, mengambil dan melaksanakan
keputusan, mempertimbangkan pro dan kontra,
mempengaruhi orang lain, mengatasi konflik,
beorientasi ke depan, membuat keputusan, dan berpikir
sebelum bertindak pada siswa kelas eksperimen bisa
tercapai dengan baik dibandingkan dengan kelas
kontrol. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan
penelitian Suryantini (2011) bahwa pelaksanaan PBM
berdampak signifikan untuk meningkatkan
keterampilan peserta didik dalam bekerja sama dalam
kelompok, keterampilan dalam berkomunikasi,
pencarian dan pengolahan informasi. Peserta didik juga
mampu berpikir kritis dan analitis, memperoleh sumber
informasi sendiri, dan mencari hubungan antara satu
sumber dengan sumber lain. Dengan adanya kebiasaan
peserta didik dalam memecahkan masalah maka akan
berdampak pada tingkat kreativitas mereka.
Peningkatan kreativitas peserta didik
membutuhkan aspek lain yang mendukung sistem
pembelajaran. Aspek tersebut ialah interaksi antara guru
dan peserta didik serta pola pembelajaran yang
diciptakan untuk mengeksplorasi kemampuan mereka.
Hal ini juga diperkuat dengan pendapat James (1997)
yang menyatakan bahwa ada 3 sistem dalam
meningkatkan kreativitas di ranah pendidikan,
diantaranya; a) Pendekatan kreativitas merupakan suatu
sistem tentang bagaimana peserta didik belajar; b)
Bagaimana interaksi guru dan peserta didik, teman
sebaya, dan bahan/materi yang telah dijelaskan; dan c)
Bagaimana pola pembelajaran kreativitas di kelas dapat
dieksplorasi oleh peserta didik. Hal ini juga dapat
dipahami melihat dasar pertimbangan yang rasional
bahwa dalam meningkat sistem kreativitas perlu
dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan. Craft &
Jeffrey (2004) memberikan pendapat yang berbeda
bahwa sebuah praktik kreatif tidak selalu mengarah ke
kreativitas peserta didik, tetapi memberikan konteks
terbuka untuk guru dan peserta didik untuk menjadi
kreatif, menggunakan tempat yang tersedia untuk
mempertahankan dan mengembangkan pembelajaran
kreatif mereka sendiri. Dalam konteks ini, ada beberapa
hal yang memiliki kesamaan antara Craft & Jeffrey
dengan hasil penelitian, yaitu praktek menumbuhkan
kreativitas peserta didik melibatkan peran aktif mereka
dalam menentukan pencarian pengetahuan dan
informasi yang nantinya akan diselidiki dan diperoleh.
Guru disini hanya sebagai fasilitator dan mediator
dalam proses pembelajaran, sedangkan peserta didik
memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan kreativitas mereka melalui penguasaan
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Proses pembelajaran PKn melalui PBM lebih
disenangi hampir seluruh peserta didik. Mereka dapat
mengeksplorasi apa yang mereka ketahui dan alami, apa
yang mereka dengar dari orang lain, sehingga terbentuk
dan muncul ide-ide/gagasan-gagasan yang beragam dan
disampaikan oleh mereka pada saat berdiskusi dengan
teman sesama kelompok dan guru, bahkan ada peserta
didik yang berani menanggapi pernyataan yang
dilontarkan oleh anggota kelompok lain. Guru
memahami bahwa munculnya beragam variasi jawaban
dari perspektif dan sudut pandang berbeda
menyebabkan guru menilai secara obyektif dengan tetap
memerhatikan ketiga kluster di atas. Hal ini didukung
oleh pendapat Jankowska & Atlay (2008) yang
menyatakan bahwa dalam meningkatkan kreativitas,
pemecahan masalah, dan berbagai keterampilan berpikir
merupakan tema yang diharapkan muncul dari jawaban
yang diberikan oleh peserta didik dan guru sebagai
fasilitator. Oleh karena itu, proses pembelajaran PKn
dalam meningkatkan kreativitas peserta didik melalui
PBM diharapkan mulai dibiasakan dan dilakukan secara
kontinu. Guru terlebih dahulu mengidentifikasi
permasalahan yang akan dibahas di kelas dan juga
memerhatikan kesiapan dan kondisi peserta didik,
sehingga pembelajaran yang diciptakan akan lebih
bermakna, lebih interaktif, aktif, kreatif dan menarik.
SIMPULAN
Dalam proses pembelajaran PKn dalam
meningkatkan kreativitas peserta didik melalui PBM di
SMAN 3 Probolinggo sudah dilakukan dengan cukup
baik. Guru sebelumnya memberikan gambaran dan
penjelasan awal kepada peserta didik terkait langkah-
langkah PBM, dengan tujuannya agar peserta
memahami bagaiamana belajar secara team work,
belajar berkomunikasi yang baik, mengeksplorasi dan
mengembangkan ide-ide/gagasan-gagasan yang
muncul. Guru bertindak hanya sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran, guru hanya melayani peserta
didik ketika mengalami kesulitan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran diorientasikan pada
permasalahan yang ditawarkan oleh guru, yang
kemudian dirumuskan dan ditentukan oleh peserta didik
sebagai bahan diskusi. Selanjutnya, penetapan
solusi/pemecahan masalah dimulai ketika mereka
berdiskusi dengan sesama anggota kelompoknya untuk
mencari informasi dan data terkait bahan diskusi
melalui sumber dan media pembelajaran. Mereka
memutuskan dan menetapkan solusi yang akan
disajikan dan tugas guru setelah pasca pembelajaran
menyampaikan dan melengkapi jawaban-jawaban atau
informasi yang belum diketahui dan dipahami oleh
peserta didik. Guru juga mengevaluasi jalannya
kegiatan pembelajaran berdasarkan catatan-catatan kecil
yang sudah ditulis sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Craft, A., & Jeffrey, B. (2004) Learner inclusiveness for
creative learning. Journal Education 3-13,
32 (2), hlm. 39-43.
James, P. (1997) Learning artistic creativity: a case
study. Journal Studies in Art Education, 39
(1), hlm. 74-88.
Jankowska, M. & Atlay, M. (2008) Use of creative
space in enhancing students’ engagement. Journal Innovations in Education and
Teaching International, 45 (3), hlm. 271-
279.
Johnson, M. & Hayes, M. J. (2016). A comparison of
problem-based and didactic learning
pedagogies on an electronics engineering
course. International Journal of Electrical
Engineering Education, 53 (1), hlm. 3-22.
Komalasari, K. (2009). The effect of contextual
learning in civic education on student’s civic competence, Journal of Social
Science, Science Publication. New York,
USA, 5 (4), hlm. 261-270.
Komalasari, K. (2010). Pembelajaran kontekstual
(konsep dan aplikasi). Bandung: Alfabeta.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992). Analisis data
kualitatif (buku sumber tentang metode-
metode baru). Depok: Universitas
Indonesia-Press.
Rosnawati, H. (2013). Pengaruh model problem based
learning terhadap civic skills siswa pada
pembelajaran PKn (penelitian quasi
experiment pada pembelajaran PKn kelas 9
di SMPN 3 Darangdan Kab. Purwakarta).
(Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Rusman. (2014). Model-model pembelajaran
(mengembangkan profesionalisme guru).
Depok: PT. Raja Grafindo Persada.
Sprenger, M. (2011). Cara mengajar agar siswa tetap
ingat. Jakarta: Erlangga.
Suryantini, Y. (2011). Implementasi model
pembelajaran berbasis masalah dalam
meningkatkan kemampuan mengemukakan
pendapat siswa (penelitian tindakan kelas
VII A SMP Negeri 1 Purwakarta). (Tesis).
Sekolah Pascasarjana, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Wahab, A. & Sapriya. (2011). Teori dan landasan
pendidikan kewarganegaraan. Bandung:
Alfabeta.
Winataputra, U. S. (2012). Pendidikan
kewarganegaraan dalam perspektif
pendiidkan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa (gagasan, instrumentasi, dan
praksis). Bandung: Widya Aksara Press.
Winataputra, U.S. (2015). Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan untuk generasi Emas
Indonesia: Rekonstruksi Capaian
Pembelajaran. Dalam Sapriya, dkk,
Prosiding seminar nasional: penguatan
komitmen akademik dalam memperkokoh
jati diri pendidikan kewarganegaran (hlm.
1-23). Bandung: Laboraturium PKn FPIPS
Universitas Pendidikan Indonesia.
Wirkala, C. & Kuhn, D. (2011). Problem based learning
in k-12 education: is it effective and how
does it achieve its effects?. American
Educational Research Journal, 48 (5), hlm.
1157-1186.