peningkatan penerimaan pada nyeri kronis, comfort …

10
252 PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT DAN KUALITAS HIDUP LANSIA MELALUI ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY (ACT) ( The Improvement of Elderly Acceptance in Cronic Pain, Comfort, and Quality of Life through Acceptance and Commitment Therapy (ACT )) Dhina Widayati*, Ahmad Yusuf*, Rizki Fitryasari P.K.* *Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo (Kampus C UNAIR) Surabaya E-mail: [email protected] ABSTRAK Pendahuluan: Nyeri sendi kronis masih menjadi masalah utama pada lansia. Faktor psikososial berdampak besar terhadap penderita nyeri kronis. Penerimaan terhadap nyeri pada penderita nyeri kronis diduga dapat meningkatkan kemampuannya melakukan aktivitas sehari-hari, kenyamanan, dan kualitas hidup. Acceptance and Commitment Therapy (ACT) merupakan bentuk psikoterapi yang cukup efektif dalam manajemen nyeri kronis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh ACT terhadap peningkatan penerimaan nyeri, kenyamanan, dan kualitas hidup lansia dengan nyeri sendi kronis. Metode: Penelitian berdesain quasy experiment pre-post test control group. Populasi adalah lansia yang tinggal di UPT PSLU Jombang di Pare-Kediri. Sampel meliputi 32 responden, diperoleh dengan teknik purposive sampling, dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kontrol. Data dikumpulkan dengan kuesioner CPAQ (penerimaan nyeri), GCQ (kenyamanan), dan WHO-QOLBREF (kualitas hidup), lalu dianalisis dengan Wilcoxon Signed Ranks Test, Mann Whitney U Test, Paired t test dan Independent Samples t test, dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa ada pengaruh ACT terhadap peningkatan penerimaan nyeri (p=0,003), kenyamanan (p=0,008), dan kualitas hidup lansia dengan nyeri sendi kronis (p=0,002). Diskusi: ACT meningkatkan penerimaan, kenyamanan, dan kualitas hidup lansia dengan nyeri sendi kronis. Perawat geriatrik dapat menggunakan aktivitas psikososial dalam kegiatan sehari-hari lansia, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Selain itu, kualitas pelayanan keperawatan kepada lansia juga dapat ditingkatkan. Kata kunci: ACT, penerimaan nyeri, kenyamanan, kualitas hidup, lansia, nyeri sendi kronis ABSTRACT Introduction: Chronic joint pain is a problem for the majority of elderly. Psychosocial factors have a great impact on people with chronic pain. The acceptance of pain in people with chronic pain can increase their activity daily living, comfort, and quality of life. Acceptance And Commitment Therapy (ACT) is a form of psychotherapy which effective in the management of chronic pain. The objective of this study was to analyze the effect of ACT on improvement acceptance of chronic pain, comfort, and quality of life elderly with chronic joint pain. Method: This study was used a quasy experiment pre-post test control group design. Population were elderly who lived at UPT PSLU Jombang di Pare-Kediri. Sample were 32 respondents gotten by purposive sampling, divided into experiment and control group. Independent variable was ACT, and dependent variables were pain acceptance, comfort, and quality of life elderly with chronic joint pain. Data were collected by using questionnaire with CPAQ (pain acceptance), GCQ (comfort) and WHO-QOLBREF (Quality of Life). Data then analyzed by using Wilcoxon Signed Ranks Test, Mann Whitney U Test, Paired t test and Independent Samples t test with significance value of 0.05. Result: The results had showed that there was an influence ACT to improvement acceptance of chronic pain (p=0,003), comfort (p=0,008), and quality of life elderly with chronic joint pain (p=0,002). Discussion: ACT improved pain acceptance, comfort, and quality of life of elderly with joint chronic pain. Geriatric nurses should include psychosocial activities as a routine activities, as an effort to improve the quality of life. Beside that, the quality of nursing care for elderly can be improved . Keywords: ACT, pain acceptance, comfort, quality of life, elderly, chronic joint pain PENDAHULUAN Perubahan karakteristik demografi populasi dunia yang mengarah pada peningkatan jumlah penduduk usia lebih dari 65 tahun menjadi tantangan bagi para praktisi kesehatan. Hal serupa juga terjadi di Indonesia, di mana pada 2010 jumlah penduduk lansia sebanyak 18,57 juta jiwa, meningkat 7,9% dari tahun 2000. Pertambahan usia yang dialami lansia juga diikuti oleh berbagai penurunan fungsi tubuh yang meliputi fungsi penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, kekuatan otot, serta kerentanan terhadap

Upload: others

Post on 18-May-2022

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

252

PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT DAN KUALITAS HIDUP LANSIA MELALUI ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY (ACT)

(The Improvement of Elderly Acceptance in Cronic Pain, Comfort, and Quality of Life through Acceptance and Commitment Therapy (ACT))

Dhina Widayati*, Ahmad Yusuf*, Rizki Fitryasari P.K.**ProgramStudiMagisterKeperawatanFakultasKeperawatanUniversitasAirlangga

Jl.Mulyorejo(KampusCUNAIR)SurabayaE-mail:[email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan:Nyerisendikronismasihmenjadimasalahutamapadalansia.Faktorpsikososialberdampakbesarterhadappenderitanyerikronis.Penerimaanterhadapnyeripadapenderitanyerikronisdidugadapatmeningkatkankemampuannyamelakukanaktivitassehari-hari,kenyamanan,dankualitashidup.Acceptance and Commitment Therapy (ACT)merupakanbentukpsikoterapiyangcukupefektifdalammanajemennyerikronis.TujuandaripenelitianiniadalahuntukmenganalisispengaruhACTterhadappeningkatanpenerimaannyeri,kenyamanan,dankualitashiduplansiadengannyerisendikronis.Metode:Penelitianberdesainquasy experimentpre-post test control group.PopulasiadalahlansiayangtinggaldiUPTPSLUJombangdiPare-Kediri.Sampelmeliputi32responden,diperolehdenganteknikpurposivesampling,dibagimenjadikelompokperlakuandankontrol.DatadikumpulkandengankuesionerCPAQ(penerimaannyeri),GCQ(kenyamanan),danWHO-QOLBREF(kualitashidup),laludianalisisdenganWilcoxon Signed Ranks Test, Mann Whitney U Test, Paired t test dan Independent Samples t test,dengantingkatsignifikansi0,05.Hasil:HasilmenunjukkanbahwaadapengaruhACTterhadappeningkatanpenerimaannyeri(p=0,003),kenyamanan(p=0,008),dankualitashiduplansiadengannyerisendikronis(p=0,002).Diskusi:ACTmeningkatkanpenerimaan,kenyamanan,dankualitashiduplansiadengannyerisendikronis.Perawatgeriatrikdapatmenggunakanaktivitaspsikososialdalamkegiatansehari-harilansia,sehinggadapatmeningkatkankualitashidupnya.Selainitu,kualitaspelayanankeperawatankepadalansiajugadapatditingkatkan.

Kata kunci: ACT,penerimaannyeri,kenyamanan,kualitashidup,lansia,nyerisendikronis

ABSTRACT

Introduction: Chronic joint pain is a problem for the majority of elderly. Psychosocial factors have a great impact on people with chronic pain. The acceptance of pain in people with chronic pain can increase their activity daily living, comfort, and quality of life. Acceptance And Commitment Therapy (ACT) is a form of psychotherapy which effective in the management of chronic pain. The objective of this study was to analyze the effect of ACT on improvement acceptance of chronic pain, comfort, and quality of life elderly with chronic joint pain. Method: This study was used a quasy experiment pre-post test control group design. Population were elderly who lived at UPT PSLU Jombang di Pare-Kediri. Sample were 32 respondents gotten by purposive sampling, divided into experiment and control group. Independent variable was ACT, and dependent variables were pain acceptance, comfort, and quality of life elderly with chronic joint pain. Data were collected by using questionnaire with CPAQ (pain acceptance), GCQ (comfort) and WHO-QOLBREF (Quality of Life). Data then analyzed by using Wilcoxon Signed Ranks Test, Mann Whitney U Test, Paired t test and Independent Samples t test with significance value of 0.05. Result: The results had showed that there was an influence ACT to improvement acceptance of chronic pain (p=0,003), comfort (p=0,008), and quality of life elderly with chronic joint pain (p=0,002). Discussion: ACT improved pain acceptance, comfort, and quality of life of elderly with joint chronic pain. Geriatric nurses should include psychosocial activities as a routine activities, as an effort to improve the quality of life. Beside that, the quality of nursing care for elderly can be improved .

Keywords: ACT, pain acceptance, comfort, quality of life, elderly, chronic joint pain

PENDAHULUAN

Perubahan karakteristik demografipopulasi dunia yang mengarah padapeningkatanjumlahpendudukusialebihdari65tahunmenjaditantanganbagiparapraktisikesehatan.HalserupajugaterjadidiIndonesia,di mana pada 2010 jumlah penduduk lansia

sebanyak18,57jutajiwa,meningkat7,9%daritahun2000.

Pertambahanusiayangdialami lansiajugadiikuti olehberbagaipenurunan fungsitubuh yang meliputi fungsi penglihatan,pendengaran, pengecapan, penciuman,kekuatan otot, serta kerentanan terhadap

Page 2: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

253

PeningkatanPenerimaanpadaNyeriKronis(DhinaWidayati,dkk.)

penyakittertentu.Berbagaipenurunanfungsitubuhinilahyangmenyebabkanlansiarentanmenderitanyeri (pain)yangdapatmenghambatrutinitas harian. Menurut sebagian besarlansia,nyerimerupakankeadaanyangsangatmengganggu, suatu masalah yang akanmempengaruhi aktivitas hariandankualitashidup(Papila2009;Sares2008).

Hasilstudipendahuluanyangdilakukandi UPT Panti Sosial Lanjut Usia (PSLU)JombangdiPare-Kedirimenyatakankeluhannyeri kronis pada persendian mendudukiperingkat pertama. Sekitar 37,64% lansiamengalaminyerikronisyangdisebabkanolehpenyakit pada persendian. Hasil wawancarayang dilakukan lebih lanjut menunjukkanbahwa lansia merasa terganggu dan tidaknyaman dengan nyeri yang dirasakan.Sejumlah 56,25% lansia menyatakan nyeritersebutsampaimenggangguaktivitassehari-hari, merasa putus asa karena nyeri yangdirasakan tidak kunjung sembuh walaupunsudah meminum obat setiap hari. Nyeriyang terus-menerus membuat lansia merasahidupnya menjadi kurang berkualitas dantergantungdenganbantuanoranglain.

Penerimaan lansia terhadap nyerikronis yang dirasakan dapat meningkatkankeberfungsiaannya dalam kehidupan sehari-hari. Kolcaba (2011) dalam teori Comfortmenyatakan terdapat tiga tipe intervensicomfort,yaitu:teknispengukurankenyamanan,coaching (mengajarkan), dan comfort food (untuk jiwa, meliputi intervensi yangmenjadikan penguatan jiwa dan merupakanterapi untuk kenyamanan psikologis, ACTtermasukdidalamnya).

Penerimaan (acceptance) bermaknamenerima. Individu harus terlebih dulumengerti mengenai keadaannya, setelah itubaru individu tersebut mampu menerimakondisinya. Komitmen mempunyai artiperjanjian (keterikatan) untuk melakukansesuatu.MelaluipenerapanACTdiharapkanlansia dengan nyeri kronis akan menerimakondisinya dan dapat menentukan apa yangterbaikuntukdirinyadanberkomitmenuntukmelakukanapayangdipilihnya.

Pendekatan ACT yang digunakandalammanajemennyerimemilikitigatujuan.

Pertama, membantu penderita menemukansolusidarimasalahyangdimilikinya secaramandiri, sehingga dapat meningkatkanperasaan optimis di dalam dirinya. Hal inijuga membuat penderita menyadari bahwanyeri kronis yang dialaminya dapat diatasidengan baik. Kedua, penderita nyeri kroniskhususnyalansiadapatmenyadarihubunganantara pikiran, emosi, dan perilaku yangdimilikinya.Halinipentinguntukmembantupenderita memahami bahwa pikiran danemosi yang negatif dapat mempengaruhipersepsinyaterhadapnyeri,emotional distress,dan hambatan psikososial yang dialami.Terakhir, membantu penderita khususnyalansiamenemukanstrategiyangefektifuntukmengatasirasanyeri,emotional distress,danhambatan psikososial yang dialami (Hayes2006;Morrison&Bennet2009).

Berdasarkan latar belakang di atas,peneliti inginmembuktikanAcceptance and Commitment Therapy (ACT) sebagai salahsatuupayauntukmeningkatkancomfortdankualitashidupmelaluipeningkatanpenerimaanterhadap nyeri kronis. Tujuan penelitian iniadalah menganalisis pengaruh ACT dalammeningkatkan penerimaan terhadap nyerikronis, comfort dan kualitas hidup lansiadengannyerikronispersendian.

BAHAN DAN METODE

Desain penelitian yang digunakanadalah quasy experiment pre post test control group design.Besarsampeldiperoleh32 responden (dibagi menjadi kelompokperlakuan dan kelompok kontrol). Tekniksampling menggunakan purposive samplingdengankriteriainklusi:1)lansiadengannyerikronis pada persendian; 2) lansia denganskorMMSE=24-30;dan3)lansiakooperatif.Kriteriaeksklusidalampenelitianiniadalah:1) lansia yang mengalami komplikasi danmembutuhkan perawatan penuh; 2) lansiadengan nyeri kronis persendian yangmengalamiketergantungandengankonsumsianalgesik; dan 3) lansia yang mengalamigangguanpendengaran.

VariabelindependenpadapenelitianiniadalahACT.Variabeldependennyameliputi

Page 3: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

254

JurnalNersVol.9No.2Oktober2014:252–261

penerimaan terhadap nyeri kronis, comfort,dan kualitas hidup. Pengumpulan datadilakukan dengan menggunakan kuesioner:CPAQ (penerimaan nyeri), GCQ (comfort),danWHO-QOLBREF(kualitashidup).

Pre-test dilakukan pada kelompokkontrol terlebih dahulu dengan melakukanpengukuran penerimaan nyeri, comfort,dan kualitas hidup. Dua minggu kemudiandilakukan post-test pada kelompok kontrol.Pada minggu ketiga responden perlakuandiberikan intervensi ACT selama 60menit 2×/minggu (selasa dan kamis) yangterbagi dalam 4 sesi dengan terlebih dahulumelakukanpre-test.Setiapsesidilaksanakandalam1xpertemuan,kecualipadasesike-4yang dilaksanakan selama 3 kali. Latihandilakukan pada pukul 09.00–10.00 secarakelompok di Ruang pertemuan. Post-testkelompokperlakuandilakukan1harisetelahperlakuan yang terakhir dengan mengukurtingkatpenerimaannyeri,tingkatcomfortdankualitashiduplansia.

Data yang diperoleh dianalisismenggunakanWilcoxon Signed Ranks Test dan Mann Whitney U Test (penerimaanterhadapnyerikronisdancomfort), Paired t Test dan Independent Samples t Test (kualitas hidup) dengannilaisignifikansi0,05.

HASIL

Sebagian besar responden kelompokperlakuanberumur75–90tahun,perempuan,riwayat pendidikan terakhir SD, beragamaislam, riwayat pekerjaan sebagai petani,statuspernikahanjandaolehkarenapasangan

meninggal, telah menderita nyeri kronispersendian dalam kurun waktu 1–3 tahun,telahtinggaldiUPTPSLUJombangdiPare-Kediriselama1–3tahun,lokasinyeridiareaekstremitas bawah, mempunyai penyakitdasar Hipertensi dan Persendian (Arthritis/Gout), dan datang ke Panti dengan diantarolehkeluarga.

Dat a pad a kelompok kont rolmenunjukkan bahwa sebagian besarresponden berumur 75–90 tahun, laki-laki,riwayatpendidikanterakhirtidakbersekolah,beragama islam, riwayat pekerjaan sebagaipetani, status pernikahan duda karenapasangan meninggal, telah menderita nyeridalamkurunwaktu1–3 tahun, lama tinggaldiUPTPSLUJombangdiPare-Kediridalamkurunwaktu1–3 tahun, lokasinyeridiareaekstremitasbawah,mempunyaipenyakitdasarHipertensi dan persendian (Arthritis/Gout),dandiantarkepantiolehkeluarga.

Hasilanalisisujihomogenitaspadadataumum menggunakan Independent sample t test (usia dan skor MMSE), Chi square (jeniskelamin)dan Kruskall Wallis (riwayatpendidikan,agama,riwayatpekerjaan,statuspernikahan,lamanyeri,lamatinggaldipanti,lokasi nyeri, penyakit dasar, dan pengantarlansiakepanti)menunjukkanhampirseluruhdataumumhomogen,kecualipadadatajeniskelamin.

Datatingkatpenerimaanlansiaterhadapnyerikronispadatabel.1menunjukkanbahwamayoritas responden kelompok perlakuan,yaitu 14 orang (87,50%) mempunyaipenerimaan terhadap nyeri kronis dalamkategori sedang pada pre test dan 10 orang

Tabel1. Tabulasi silang pre test dan post test tingkat penerimaan terhadap nyeri kronisingkat penerimaan terhadap nyeri kronist penerimaan terhadap nyeri kronis kroniskronisrespondenkelompok perlakuan dan kontrolkelompokperlakuandankontrol

pengantar lansia ke panti) menunjukkan hampir seluruh data umum homogen,

kecuali pada data jenis kelamin.

Tabel 1. Tabulasi silang pre test dan post test tingkat penerimaan terhadap nyeri kronis

responden kelompok perlakuan dan kontrol

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Post test ∑ Post test ∑ R S T R S T

Pretest

R 1 1 Pre test

R 2 1 3 S 6 8 14 S 12 12 T 1 1 T 1 1

∑ 0 6 10 16 ∑ 2 13 1 16 Wilco�on (p= 0,004) Wilco�on (p= 0,317)

Mann whitney u test (p= 0,003) Ket : R (Ringan), S (Sedang), T (Tinggi)

Data tingkat penerimaan lansia

terhadap nyeri kronis pada tabel.1 menunjukkan bahwa mayoritas responden kelompok perlakuan, yaitu 14 orang (87,50%) mempunyai penerimaan terhadap nyeri kronis dalam kategori sedang pada pre test dan 10 orang (62,50%) mempunyai penerimaan terhadap nyeri kronis dalam katagori tinggi pada post test. Analisa data pre-post menggunakan uji Wilco�on Signed Rank Test dengan nilai p=0,004 (p<0,05) menunjukkan terdapat perbedaan tingkat penerimaan lansia terhadap nyeri kronis pre dan post pemberian intervensi ACT pada kelompok perlakuan.

Hasil pengukuran tingkat penerimaan lansia terhadap nyeri kronis

pada kelompok kontrol, menunjukkan bahwa mayoritas responden, 12 orang (75,00%) mempunyai penerimaan terhadap nyeri kronis dalam kategori sedang pada pre test dan 13 orang (81,25%) pada post test. Analisa data pre-post menggunakan uji Wilco�on Signed Rank Test dengan nilai p=0,317 (p>0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat penerimaan lanisa terhadap nyeri kronis pada kelompok kontrol.

Perbedaan antara dua kelompok dianalisis menggunakan uji Mann Whitney U Test dengan nilai p=0,003 (P<0,05) menujukkan bahwa terdapat pengaruh ACT dalam meningkatkan penerimaan terhadap nyeri kronis pada lansia dengan nyeri kronis persendian.

Tabel 2 Tabulasi silang pre test dan post test tingkat comfort responden

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Post test ∑ Post test ∑ R S T R S T Pretest

R 1 1 2 Pre test

R 4 1 5 S 5 7 12 S 10 10 T 1 1 2 T 1 1

∑ 1 7 8 16 ∑ 4 11 1 16 Wilco�on (p= 0,002) Wilco�on (p= 0,180)

Mann whitney u test (p= 0,008) Ket : R (Ringan), S (Sedang), T (Tinggi)

Hasil pengukuran tingkat comfort seperti yang tampak pada tabel.2 menunjukkan bahwa pada pre

test kelompok perlakuan terdapat 2 orang (11,11 %) dengan tingkat comfort dalam kategori tinggi. Sedangkan pada

Page 4: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

255

PeningkatanPenerimaanpadaNyeriKronis(DhinaWidayati,dkk.)

Tabel2. Tabulasisilangpre testdanpost testtingkatcomfortresponden

pengantar lansia ke panti) menunjukkan hampir seluruh data umum homogen,

kecuali pada data jenis kelamin.

Tabel 1. Tabulasi silang pre test dan post test tingkat penerimaan terhadap nyeri kronis

responden kelompok perlakuan dan kontrol

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Post test ∑ Post test ∑ R S T R S T

Pretest

R 1 1 Pre test

R 2 1 3 S 6 8 14 S 12 12 T 1 1 T 1 1

∑ 0 6 10 16 ∑ 2 13 1 16 Wilco�on (p= 0,004) Wilco�on (p= 0,317)

Mann whitney u test (p= 0,003) Ket : R (Ringan), S (Sedang), T (Tinggi)

Data tingkat penerimaan lansia

terhadap nyeri kronis pada tabel.1 menunjukkan bahwa mayoritas responden kelompok perlakuan, yaitu 14 orang (87,50%) mempunyai penerimaan terhadap nyeri kronis dalam kategori sedang pada pre test dan 10 orang (62,50%) mempunyai penerimaan terhadap nyeri kronis dalam katagori tinggi pada post test. Analisa data pre-post menggunakan uji Wilco�on Signed Rank Test dengan nilai p=0,004 (p<0,05) menunjukkan terdapat perbedaan tingkat penerimaan lansia terhadap nyeri kronis pre dan post pemberian intervensi ACT pada kelompok perlakuan.

Hasil pengukuran tingkat penerimaan lansia terhadap nyeri kronis

pada kelompok kontrol, menunjukkan bahwa mayoritas responden, 12 orang (75,00%) mempunyai penerimaan terhadap nyeri kronis dalam kategori sedang pada pre test dan 13 orang (81,25%) pada post test. Analisa data pre-post menggunakan uji Wilco�on Signed Rank Test dengan nilai p=0,317 (p>0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat penerimaan lanisa terhadap nyeri kronis pada kelompok kontrol.

Perbedaan antara dua kelompok dianalisis menggunakan uji Mann Whitney U Test dengan nilai p=0,003 (P<0,05) menujukkan bahwa terdapat pengaruh ACT dalam meningkatkan penerimaan terhadap nyeri kronis pada lansia dengan nyeri kronis persendian.

Tabel 2 Tabulasi silang pre test dan post test tingkat comfort responden

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Post test ∑ Post test ∑ R S T R S T Pretest

R 1 1 2 Pre test

R 4 1 5 S 5 7 12 S 10 10 T 1 1 2 T 1 1

∑ 1 7 8 16 ∑ 4 11 1 16 Wilco�on (p= 0,002) Wilco�on (p= 0,180)

Mann whitney u test (p= 0,008) Ket : R (Ringan), S (Sedang), T (Tinggi)

Hasil pengukuran tingkat comfort seperti yang tampak pada tabel.2 menunjukkan bahwa pada pre

test kelompok perlakuan terdapat 2 orang (11,11 %) dengan tingkat comfort dalam kategori tinggi. Sedangkan pada

(62,50%) mempunyai penerimaan terhadapnyerikronisdalamkatagoritinggipadapost test. Analisa data pre-post menggunakanuji Wilcoxon Signed Rank Test dengan nilaip=0,004 (p<0,05) menunjukkan terdapatperbedaantingkatpenerimaanlansiaterhadapnyerikronispredanpostpemberianintervensiACTpadakelompokperlakuan.

Hasil pengukuran tingkat penerimaanlansia terhadap nyeri kronis pada kelompokkontrol, menunjukkan bahwa mayoritasresponden, 12 orang (75,00%) mempunyaipenerimaan terhadap nyeri kronis dalamkategori sedang pada pre test dan 13 orang(81,25%)padapost test.Analisadatapre-postmenggunakanujiWilcoxon Signed Rank Testdengannilaip=0,317(p>0,05)menunjukkantidakterdapatperbedaantingkatpenerimaanlansia terhadap nyeri kronis pada kelompokkontrol.

Perbedaan antara dua kelompokdianalisis menggunakan uji Mann Whitney U Test dengan nilai p=0,003 (P<0,05)menunjukkanbahwaterdapatpengaruhACTdalam meningkatkan penerimaan terhadapnyerikronispadalansiadengannyerikronispersendian.

Hasil pengukuran tingkat comfortsepertiyangtampakpadatabel2menunjukkanbahwa pada pre test kelompok perlakuanterdapat 2 orang (11,11 %) dengan tingkatcomfort dalam kategori tinggi. Sedangkanpada post test didapatkan hasil 8 orang(50,00%) dengan tingkat comfort dalamkategoritinggi.UjiWilcoxon Signed Rank Testdengannilaip=0,020(p<0,05)menunjukkanterdapat perbedaan tingkat comfort pre danpostpemberianintervensiACTpadakelompokperlakuan.

Tingkatcomfortpre test danpost test pada kelompok kontrol menunjukkan hasilpengukuranyang tidak jauhbeda.Sebagianbesarrespondenmempunyaitingkatcomfort dalam kategori sedang, 11 orang (68,75%)pada pre test dan 10 orang (62,50%) padapost test.Analisadatapre-postmenggunakanuji Wilcoxon Signed Rank Test dengan nilaip=0,180(p>0,05)menunjukkantidakterdapatperbedaantingkatcomfortpredanpostpadakelompokkontrol.

Perbandingan data tingkat comfortresponden pada kelompok perlakuan dankontrol sesudah pemberian intervensi ACTmenunjukkan bahwa sebagian responden, 8

Tabel3. Tabulasisilangrekapitulasiskorkualitashiduprespondenpadakelompokperlakuandankontrolsesudahintervensi

post test didapatkan hasil 8 orang (50,00%) dengan tingkat comfort dalam kategori tinggi. Uji Wilco�on Signed Rank Test dengan nilai p=0,020 (p<0,05) menujukkan terdapat perbedaan tingkat comfort pre dan post pemberian intervensi ACT pada kelompok perlakuan.

Tingkat comfort pre test dan post test pada kelompok kontrol menunjukkan hasil pengukuran yang tidak jauh beda. Sebagian besar responden mempunyai tingkat comfort dalam kategori sedang, 11 orang (68,75%) pada pre test dan 10 orang (62,50%) pada post test. Analisa data pre-post menggunakan uji Wilco�on Signed Rank Test dengan nilai p=0,180 (p>0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat comfort pre dan post pada kelompok kontrol.

Perbandingan data tingkat comfort responden pada kelompok perlakuan dan kontrol sesudah pemberian intervensi ACT menunjukkan bahwa sebagian responden, 8 orang (50,00%) pada kelompok perlakuan mempunyai tingkat comfort dalam kategori tinggi. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 1 orang (6,25%) yang mempunyai tingkat comfort dalam kategori tinggi. Uji Mann Whitney U Test dengan nilai p=0,008 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat comfort post intervensi ACT pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil kedua jenis uji statistik menunjukkan bahwa hipotesis diterima, yang artinya terdapat pengaruh ACT terhadap comfort pada lansia dengan nyeri kronis persendian.

Tabel 3. Tabulasi silang rekapitulasi skor kualitas hidup responden pada kelompok

perlakuan dan kontrol sesudah intervensi

No Klp Test Naik Tetap Turun Total Paired

t test Mean ± SD

Independent t test f % f % f % f %

1 P Pre 0,003 8,94±9,69 0,002 Post 12 75,00 1 6,25 3 18,75 16 100

2 K Pre 0,366 1,00±4,28 Post 3 18,75 10 62,50 3 18,75 16 100

Ket : P (Perlakuan), K (Kontrol) Data pengukuran kualitas hidup pada kelompok perlakuan pada tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas responden kelompok perlakuan, yaitu 12 orang (75,00%) mengalami peningkatan kualitas hidup setelah pemberian intervensi ACT. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan ACT, sebagian besar responden, yaitu 10 orang (62,50%) tidak mengalami perubahan. Hasil uji Paired t test menujukkan nilai p=0,003 (p<0,05) pada kelompok perlakuan dan p=0,366 pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan terdapat perbedaan kualitas hidup pre dan post intervensi ACT, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan. Perbedaan efektifitas ACT

terhadap kualitas hidup pada kelompok perlakuan dan kontrol di uji menggunakan Independent t test dengan nilai p=0,002 (p<0,005) menujukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup post intervensi ACT pada kedua kelompok. Hasil kedua jenis uji statistik menujukkan bahwa hipotesis diterima, yang artinya terdapat pengaruh ACT terhadap kualitas hidup. Pengujian statistik yang dilakukan terhadap kedua kelompok (perlakuan dan kontrol) menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh Acceptance And Commitment Therapy (ACT) terhadap penerimaan nyeri kronis, comfort dan kualitas hidup lansia dengan nyeri kronis persendian. PEMBAHASAN

Page 5: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

256

JurnalNersVol.9No.2Oktober2014:252–261

orang (50,00%) pada kelompok perlakuanmempunyai tingkat comfort dalam kategoritinggi. Sedangkan pada kelompok kontrol,terdapat 1 orang (6,25%) yang mempunyaitingkat comfort dalam kategori tinggi. UjiMann Whitney U Test dengannilaip=0,008menunjukkan bahwa terdapat perbedaantingkat comfort post intervensi ACT padakelompok perlakuan dan kelompok kontrol.Hasil kedua jenis uji statistik menunjukkanbahwahipotesisditerima,yangartinyaterdapatpengaruhACTterhadapcomfort padalansiadengannyerikronispersendian.

Data pengukuran kualitas hiduppada kelompok perlakuan pada tabel 3menunjukkan bahwa mayoritas respondenkelompokperlakuan,yaitu12orang(75,00%)mengalamipeningkatankualitashidupsetelahpemberian intervensi ACT. Sedangkanpadakelompok kontrol yang tidak mendapatkanACT, sebagian besar responden, yaitu 10orang(62,50%)tidakmengalamiperubahan.Hasil uji Paired t test menunjukkan nilaip=0,003 (p<0,05) pada kelompok perlakuandanp=0,366padakelompokkontrol.Halinimenunjukkanbahwapadakelompokperlakuanterdapatperbedaankualitashiduppredanpostintervensi ACT, sedangkan pada kelompokkontroltidakterdapatperbedaan.

Perbedaan efektivitas ACT terhadapkualitashiduppadakelompokperlakuandankontroldiujimenggunakanIndependent t testdengannilaip=0,002(p<0,005)menunjukkanbahwaterdapatperbedaankualitashiduppostintervensiACTpadakeduakelompok.Hasilkeduajenisujistatistikmenunjukkanbahwahipotesis diterima, yang artinya terdapatpengaruhACTterhadap kualitas hidup.erhadapkualitashidup.

Pengujian statistik yang dilakukanterhadap kedua kelompok (perlakuan dankontrol) menunjukkan hasil bahwa terdapatpengaruh Acceptance and Commitment Therapy (ACT) terhadap penerimaan nyerikronis, comfort dan kualitas hidup lansiadengannyerikronispersendian.

PEMBAHASAN

Mayoritas responden pada kelompokperlakuanmengalamipeningkatanpenerimaan

terhadapnyerikronisyangdiderita.Motivasidan antusiasme responden yang tinggimempunyai pengaruh dalam peningkatanpenerimaan terhadap nyeri kronis tersebut.Peningkatanpenerimaanterhadapnyerikronisjugaseiringdenganpeningkatankemampuanadaptasi terhadap nyeri. Hal ini sejalandengan penelitian Esteve dkk. (2007) yangmenemukan bahwa penerimaan yang tinggiterhadapnyerikronisyangdideritamembuatpenderitasemakindapatberadaptasidengannyerikronisnyatersebutdanmengoptimalkankeberfungsiannya sehari-hari. Penerimaanterhadapnyerikronisjugadapatmenurunkanperhatian penderita terhadap nyeri danmeningkatkan keterlibatannya di dalamaktifitas harian. Meskipun demikian, tidaksemua responden mengalami peningkatandalam masing-masing subskala penerimaanterhadapnyerikronis.

Dat a pa d a subska la a c t i v i t y engganggement (tetap menjalani rutinitassehari-hari dengan normal, bahkan saatnyeri yang dialami muncul) terdapat duaresponden yang mengalami penurunan. Halini berkaitan dengan penurunan jumlahaktivitas harian. Terlalu banyak kegiatanyangdikerjakanolehduarespondentersebut,sehinggameningkatkanintensitasnyeriyangdideritanya.LeFort(2008)menyatakanbahwaterlalu banyak melakukan aktivitas di luarkapasitastubuhdapatmenyebabkanintensitasnyeri yang dirasakan penderita meningkat,sehingga ia perlu menyeimbangkan antarawaktuaktivitasdanistirahat.Olehkarenaitu,dua orang responden tersebut menurunkanjumlahaktivitashariannyadanmeningkatkanwaktuistirahatnya.Halinimengindikasikanbahwa penerimaan terhadap nyeri kronispada kedua responden tersebut mengalamipenurunan. Bila dikaitkan dengan datademografi yang mendukung yaitu keduanyaberusiausia<75tahun.MenurutBrunnerdanSuddarth(2001),semakintinggiusiaseseorang,dia akan cenderung mengabaikan nyeri danmenahannyerikarenasudahterbiasadengannyeri yang dirasakannnya, sehingga lebihmenerima nyeri yang dirasakan. Sebaliknyapada kedua responden tersebut berada padausia<75tahun,sehinggapenerimaanterhadap

Page 6: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

257

PeningkatanPenerimaanpadaNyeriKronis(DhinaWidayati,dkk.)

nyeri kronis yang dirasakan menjadi lebihrendah.

Pada subskala pain willingness (kete rbu kaan at au kemauan u nt u kmengalami sensasi nyeri) terdapat saturesponden yang mengalami penurunan. Halini menunjukkan bahwa responden tersebutcenderung menghindari nyeri kronis yangdideritanya. Upayanya menghindari nyerikronis ini ditunjukkan melalui jarangnya iamenggerakkantangankanannyapadalatihanexercise ringan. Ia hanya menggerakkantangan kanannya saat benar-benar harusmelakukannya. Dengan sikapnya tersebut,respondentersebutterhindardarinyeribahusaat tangan kanan digerakkan. Meskipundemikian, selama menjalani intervensi, iamelaporkanadanyapenurunandalamsikapnyatersebut. Ia mulai mencoba menggerakkantangankanannyaperlahan-lahansecararutin,salah satunya dengan melakukan exerciseringan.Biladikaitkandengandatademografiyangmendukung,respondentersebutberjeniskelamin laki-laki dan baru menderita nyerisejak1tahunyanglalu.Seorangwanitalebihdapatmengekspresikannyeriyangdirasakandari pada seorang laki-laki, sehinggapenerimaanakannyerinyalebihbaik.Kurunwaktumenderitanyerijugaberkorelasipositifdengan tingkat adaptasi terhadap nyeri.Semakin lama seseorang menderita nyeri,maka tingkat adaptasi terhadap nyerinyasemakintinggi.

Perbedaan hasil pengukuran pre danpost intervensi menunjukkan bahwa ACTefektif dalam meningkatkan penerimaanlansia terhadap nyeri kronis. Hal ini dapatdisebabkan oleh sifat-sifat pendekatan ACTyangdigunakandalampemberianintervensiini. Menurut Hayes (2007), terapi ACTbertujuanuntukmeningkatkanaspekpsikologiyang lebih fleksibel atau kemampuan untukmenjalani perubahan yang terjadi saat inidenganlebihbaik.

Terapi ACT menggunakan konseppenerimaan, kesadaran, dan penggunaannilai-nilai pribadi untukmenghadapi stresorinternal jangkapanjang,dalamhal ininyerikronis persendian, yang dapat menolongseseorang untuk dapat mengidentifikasi

pikirandanperasaannya,kemudianmenerimakondisi untuk melakukan perubahan yangterjadi tersebut dan berkomitmen terhadapdiri sendiri. Hal ini dapat diperoleh setelahseseorangmelaksanakansesi1-3dalamACT.Padasesi1:identifikasikejadian,pikiran,danperasaan yang muncul dan menghilangkanpikiran negatif (acceptance & cognitive defusion).Penerimaan(acceptance)bermaknamenerima, sehingga penekanannya adalahbahwaseseorangharusterlebihdulumengertimengenai keadaannya, setelah itu barulahia mampu menerima kondisinya denganmenghilangkan pikiran-pikiran negatif(cognitife defusion).Seseorangakanmenerimakondisinya apabila mendapat pengetahuancukup mengenai kondisi penyakitnya yangakan mengubah persepsinya menjadi positifsehinggakopingjugapositif.Upayainidapatdilakukan melalui pemberian psikoedukasitentangnyerikronisyangdilakukandiawalsesi1.

Seluruh responden menganggappemberianpsikoedukasinyerikronissebagaikegiatanyangbermanfaatuntukmeningkatkanpemahamanmerekatentangnyerikronisyangdiderita,termasukmengenaicara-caraefektifdalam menghadapinya. Sifat nyeri kronisyang berkelanjutan sering kali membuatpenderitanyamembutuhkanpengobatanyangberkesinambungan untuk mengatasinya.Pemberianpsikoedukasijugadapatmembuatpenderita lebih mengenal nyeri kronis yangdialami. Dengan pengetahuan tersebut,penderita dapat membuat rencana untukmengatasi nyeri kronis yang diderita sesuaidengan kondisi tubuhnya saat ini sehinggalebihdapatmenerimanya.

Penerimaanterhadapnyerikronisjugadiperkuat dengan pelaksanaan sesi dua dantiga, di mana pada sesi 2: Identifikasi nilaiberdasarkanpengalamanuntukmendapatkanpengalaman yang lebih terarah (present moment & values) dan sesi 3: berlatihmenerimakejadiandengannilaiyangdipilihdan berfokus pada kemampuan diri (self as context).Sesikeduadanketigainibermanfaatuntuk meningkatkan kepercayaan diri klienbahwa mereka mempunyai kemampuanuntuk menerima kejadian dan menentukan

Page 7: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

258

JurnalNersVol.9No.2Oktober2014:252–261

nilai-nilai positif terkait manajemen nyerimelalui identif ikasi pengalaman yangpositif. Hal ini membuat seseorang optimisdalam merencanakan kegiatan positif untukmengatasinyerikronisyangdiderita,sehinggamempunyaiperasaanlebihdapatmenerima.

Pada umumnya terjadi peningkatancomfort pada kelompok perlakuan setelahpemberian ACT. Akan tetapi terdapat satuorang yang tidak mengalami perubahantingkat comfort (tetap rendah) dan satuorang yang mengalami penurunan tingkatcomfort (tinggike sedang).Respondenyangtetap rendah tingkat comfort-nya adalahrespondenperempuandenganusia74tahun,janda, mengalami nyeri sejak 3 tahun yanglaludantinggaldipantidalamkurunwaktu7 bulan yang lalu. Sedangkan respondenyang mengalami penurunan tingkat comfortadalah seorangperempuan,74 tahun, janda,telah menderita nyeri dalam kurun waktu5 tahun, dan baru 2 bulan tinggal di panti.Halinimenunjukkanbahwaseseorangyangtelah mengalami nyeri kronis dalam waktuyang lama mempunyai kondisi emosi yanglebih stres dari pada seseorang yang barumengalami nyeri kronis. Selain itu, lamatinggaldipantijugamenjadisalahsatufaktoryang meningkatkan stres. Lansia yang barutinggal di panti masih mengalami prosesadaptasi dengan lingkungan yang baru danrentanmengalamistres.

Komponenkomitmen(commited action)dalam ACT yang tergambar pada sesi ke-4 menunjukkan kemauan dan kesanggupanseseorangdalammelakukanmanajemennyeriyangefektifyangtelahdipilihdandisepakati,dalam hal ini terdapat aspek relaksasi (slow deep breathdandoadiiringialunanmusik)danaspekexercisedengangerakanringan.Teknikinidapatmemberikanduamanfaatsekaligus,yaitu: aspek relaksasi dengan timbulnyaketenangan dan perasaan rileks, aspekexercise ditandai dengan timbulnya getaranritmis pada otot yang dapat melancarkanperedarandarahkeseluruhtubuhsertadapatmeningkatkan sekresi opiad endogen yangdapatmenimbulkanperasaangembira.Secaraakumulatifkeduaaspektersebutmenghasilkanketenangan,kebugaran,kesehatansertadaya

tahantubuhdalammenghadapistressehinggadapat menurunkan tingkat stres, di manadalamhalininyerisebagaisuatustressor.Apabila kondisi stres berkurang, makamelaluisistemHPAAxisakanmempengaruhihipothalamus dalam menurunkan CRF(Corticotropin Releasing Factor), sehinggakadarACTH(Adrenocorticotropic Hormone)yangdiproduksiolehkelenjarpituitarymenjadiberkurang yang berdampak pada penurunangrowth hormone dan kortisol dari korteksadrenal. Apabila jumlah kortisol menurun,maka akan diikuti dengan pengolahanprekursorPro Opio Melano Cortin (POMC)yang akan mensekresi β-endorphin sebagaiindikatorfisiologistingkatkenyamanan.

ACT dalam beberapa sesi yangpada akhirnya tercapai suatu commitment bersama dalam manajemen nyeri denganmultikomponen(beberapacara:slow deepth breath, musik, berdoa, dan exercise ringan)dengan setting kelompok ini juga serupadenganhasilpenelitianRycarczyk,dkk.(2001)dalam Hanum, L (2012) yang menemukanbahwa intervensimulti-komponenkelompokefektifdalammenguranginyeriyangdideritaindividu. Intervensi multi-komponen inimengajarkan berbagai keterampilan kepadarespondenuntukmembantumenghadapirasanyerinya, sehingga mereka dapat mengatasinyeri yang dideritanya tersebut secara lebihmenyeluruh.

Pengukuran kualitas hidup padakelompok perlakuan menunjukkan bahwamayoritas responden, 12 orang (75,00%)mengalami peningkatan kualitas hidupsetelah pemberian intervensi ACT. WHO(1991) menyatakan terdapat empat domainpadakualitashidup,yaitudomainkesehatanfisik,psikologis,relasisosialdanlingkungan.Datayangdiperolehmenunjukkanbahwanilaitertinggi terdapat pada domain psikologis.Hal ini berkaitan dengan intervensi ACTyang berbasis psikoterapi. Terapi inimengajarkanpasienuntukmenerimapikiranyang mengganggu dan dianggap tidakmenyenangkan dengan menempatkan dirisesuaidengannilaiyangdianut,sehingga iaakanmenerimakondisiyangada(Hayes2006;Montgomery,Kim&Franklin2011).

Page 8: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

259

PeningkatanPenerimaanpadaNyeriKronis(DhinaWidayati,dkk.)

MelaluipenerapanACT,lansiadengannyerikronis akanmenerimakondisinyadandapat menentukan apa yang terbaik untukdirinya dan berkomitmen untuk melakukanapayangdipilihnya.PemberianACT terdiridaribeberaparangkaiankegiatandarilatihanrelaksasidanpsikoedukasi.Latihanrelaksasidenganiringanmusikyangmengawalisetiapsesi pelaksanaan ACT diharapkan dapatmempengaruhipersepsilansiaterhadapnyeriyangdirasakan,sehinggaakanmenimbulkankondisicomfort.Lansiadengannyerikronisyang merasakan comfort akan mempunyairespons yang baik terhadap nyeri, sehinggaintensitas nyeri yang dirasakan jugaakan berkurang. Dengan demikian akanmenurunkan respons ketidakberdayaan danmeningkatkan kualitas hidup seseorangdengannyerikronis.

ACTyangdilakukansecaraberkelompokjuga bermanfaat dalam menurunkan stresyangdialamirespondenkarenabaikfasilitatormaupunpesertadapatsalingmengkonfrontasiberbagai stressor yang meningkatkan strespada responden. Di samping itu, formatpertemuanyangterstrukturdapatmengurangistres yang dialami. Aktivitas-aktivitasmenyenangkandansantaididalamkelompokjugamenjadisalahsatufaktorpenurunstresyang dapat meningkatkan perasaan bahagiadannyaman, sehinggamembuathidup lebihberkualitas.

Kualitas hidup seseorang jugadipengaruhi oleh tujuh faktor, antara lain:faktor jenis kelamin, Bain, dkk. (2003)dalam Nofitri (2009) menemukan bahwakualitas hidup perempuan cenderung lebihtinggi daripada laki-laki. Hal ini sejalandenganhasilpadapenelitianini,peningkatankualitashiduptertinggiterjadipadarespondenperempuan. Seorang perempuan lebih dapatmengekspresikan nyeri persendian yangdirasakan, sehingga merasa lebih lega dannyaman. Selain itu, mayoritas penghunipanti yang didominasi oleh perempuan jugamenyebabkanpeer group supportyanglebihbagus berkaitan dengan perasaan senasibsepenanggungan. Hal ini memberikanpenguatanpadamasing-masingindividuuntukmelawanperasaanputusasadantidakberdaya

dalam mengahadapi nyeri persendian yangdiarasakan.

Faktor usia, perubahan nilai kualitashidup yang paling besar dialami olehresponden usia 81 tahun, dalam konseppembagian usia menurut Hurlock, termasukdalam advanced old age. Pada tahapan ini,seseorang lebih menerima dan memberikanpenilaian terhadap hidupnya dengan lebihpositif karena mereka beranggapan bukansaatnya lagi untuk melakukan perubahan-perubahandalamhidupnya.

Faktor pendidikan, Wahl, dkk (2004)dalam Nofitri (2009) menemukan bahwakualitas hidup akan meningkat seiringdengan lebih tingginya tingkat pendidikanyangdidapatkanolehindividu.Halinisesuaidenganhasilpenelitianini,bahwaperubahannilaikualitashidupyangpalingbesardialamioleh responden dengan tingkat pendidikanterakhir pada jenjang SMA. Pada jenjangpendidikan yang lebih tinggi, seseorangdimungkinkanmendapatkan informasi yanglebih banyak terkait nyeri yang dirasakandanmempunyaipemahamanyanglebihbaikterhadapmanajemennyeri.

Faktor pekerjaan, perubahan nilaikualitas hidup tertinggi didapatkan padarespondenyangmempunyairiwayatpekerjaansebagai petani. Walaupun demikian, secarakhususriwayatpekerjaaninitidakberkorelasisecarapenuhterhadapkualitashiduplansia,karena mereka saat ini sama-sama tidakbekerja.Korelasiyangadaberkaitandenganstressor yang timbul di masa lalu, seorangpetanibekerjadenganwaktuyangfleksibeldantidakdikejaroleh target layaknyapedagang.Haliniyangmenyebabkannilaikualitashidupyangpalingtinggididapatkanpadarespondendenganriwayatpekerjaansebagaipetani.

Faktorstatuspernikahan,Wahl(2004)menemukan bahwa baik pada pria maupunwanita, individu dengan status menikahmemiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.Hal ini sejalan dengan hasil pada penelitianini, perubahan nilai kualitas hidup tertinggiterdapat pada responden dengan statuspernikahansebagaiistridantinggalbersamadengan suami dalam satu wisma di Panti.Kondisiinimemungkinkanrespondentersebut

Page 9: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

260

JurnalNersVol.9No.2Oktober2014:252–261

mendapatkan dukungan pasangan yangmempunyai pengaruh terhadap penerimaanterhadap nyeri kronis dan komitmen dalammanajemennyeri.Iamenjadilebihtermotivasidan mempunyai perasaan yang lebihtenteram.

Faktorpenghasilan,Baxter,dkk.(1998)dan Dalkey (2002) dalam Nofitri (2009)menemukan adanya pengaruh dari faktordemografiberupapenghasilandengankualitashidup seseorang. Pada penelitian ini, semuaresponden tidak mempunyai penghasilandari hasil bekerja melainkan mendapatkanpendanaanbiayahidupdaripemerintah.

Faktor hubungan dengan orang lain,MyersdalamKahneman,Diener,&Schwarz(1999) yang mengatakan bahwa pada saatkebutuhan akan hubungan dekat denganoranglainterpenuhi,baikmelaluihubunganpertemananyangsalingmendukungmaupunmelalui pernikahan, manusia akanmemilikikualitas hidup yang lebih baik secara fisikmaupun emosional. Pada penelitian iniresponden yang mempunyai perubahankualitas hidup paling besar adalah sesorangyangmempunyaihubunganpertemananbaikdengan semua lansia yang ada di panti, diaberperansebagaiketuakelompokdariwismayangdihuni.Kondisiinimemungkinkandiamendapatkanrasapercayadiridanperasaanoptimisyanglebihtinggi.

SIMPULAN & SARANSimpulan

ACT meningkatkan pener imaannyeri pada lansia yang menderita nyerikronis persendian melalui peningkatanpengetahuan dari pemberian psikoedukasidalam meningkatkan komponen acceptance dan cognitive defusion. ACT meningkatkankenyamanan (comfort) pada lansia yangmenderita nyeri kronis persendian melaluikomponen committed action dan komitmenpada manajemen nyeri yang efektif (aspekrelasasi dengan slow deep breath dan doadiiringialunanmusik,aspekexercisedengangerakanringan).ACTmeningkatkankualitashiduppadalansiayangmenderitanyerikronispersendian melalui penerimaan nyeri dan

kenyamanan (comfort) yang diperoleh darikomitmendalammelakukanmanajemennyeridengan cara yang efektif sesuai pilihan dankesepakatan.

Saran

Kegiatan ACT dapat digunakan olehperawat gerontik sebagai salah satu upayameningkatkanpenerimaannyeri,comfort danmeningkatkan kualitas hidup lansia dengannyeri kronis persendian, sehingga mutupelayanan keperawatan pada lansia dengannyeri kronis persendian melalui pendekatanpsikoterapi dapat ditingkatkan. Penelitianselanjutnyatentangtingkatcomfortdiharapkanagar dilakukan pengukuran indikatorpenilaian comfort terhadap nyeri tidakhanya menggunakan kuesioner, akan tetapijuga menggunakan uji laboratorium melaluipemeriksaan β-Endorphin agar didapatkanhasilpengukuranyangkomprehensif.

KEPUSTAKAAN

Badan Pusat Statistik. 2012. Penduduklanjut usia menurut provinsi. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.KementerianKesehatanRI.

Diener dan Suh. 2000. Similarity of therelations between marital status andsubjective well-being across cultures.Journal of Cross-Cultural Psychology,31(4),419–436

Hanum, L. 2012. Manajemen nyeri untuk meningkatkan penerimaan nyeri kronis pada lansia dengan intervensi Multi-komponen kelompok Cognitive Behavior Therapy (CBT).Tesis.FakultasPsikologiUI.TidakDipublikasikan.

Hayes, Steven., Jason, B.L., Frank W.B.,Akihiko. M., Jason, L. 2006. ACT:Model,processesandoutcomes.Journal of Behaviour Research and Therapy, 44,1–25

Kolcaba.2011.Comforttheorycolcaba. http.currentnursing.com. Diakses padatanggal26September2013

LeFort,S.M.(Ed.).2008.Chronic pain self-management program workbook. St.John’s.NL:Author.

Page 10: PENINGKATAN PENERIMAAN PADA NYERI KRONIS, COMFORT …

261

PeningkatanPenerimaanpadaNyeriKronis(DhinaWidayati,dkk.)

Nofitri. 2009. Gambaran kualitas hidup. Skripsi.FPsiUi.Tidakdipublikasikan

Papila, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R.D. 2009. Human Development (11th edition).USA:McGraw-Hill.

Pochop,J.A.2011.Acceptance and commitment group therapy for older women with chronic pain.California:FacultyoftheKalmanovitzSchool ofEducationSaintMary’sCollegeofCalifornia.

Sares, A. 2008. Coping strategies of older adults living with chronic pain.Fullerton:CaliforniaStateUniversity.

Schwarz, N., & Strack, F. 1999. Reports of subjective well-being:The foundations of hedonic psychology(pp.61–84).NewYork:RussellSageFoundation.

TheWHOQOLGroup.1996.Theworldhealthorganizationqualityoflifeassessment(WHOQOL): Position paper fromthe world health organization, Social Science and Medicine,Vol.41,No.10,pp.1403–1409