penvmrkan tindal' pidana korupsi oleh
TRANSCRIPT
PENELlTIA~
PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH
JAKSA PENYIDIK
OLEH:
I KETUT SUD.lANA, SH. MH.
NIP. : 195'11215.198602. I. 001.
FAKULTAS HUKlii\1
UNIVERSITAS UDAVANA
DENPASAR
2016
•
Ab.>t ruk
Penyidikan merupakan pil1tll ~i•.'rbang untllk Jurat dituntutnya sc"cLir~ln~ di uer,1\l pengadilan. Un(uh. I11cngungh.apkan khaslls kprupsi adanya berbagai k'nib(l~<.l yang
m~mpllnyai \\ C\\ en~lng untuk melakukan pen) idiLan scpel1i poli:---), ,\Jksa d~1I1
pCllyidik KPK. MCllunn LJL No 16 Taillll1 200+ IX"31 30 aym i d JJk,a hcrwenallg untuk melakukall pell) idikan lindak Pida"a tertell!u beruasarbn ulluang-undang. Terrentu yang dimaksudbll di sini adalah Tilldak Pid'U1il Korul'si (TPK). Yang dimaksudk,1I1 perkara pidalla ter!entu aua13h perkara pidalla ) ang dapat meresailkan masyarakat luas dan! atau dapal membaha) akan keselamatan negara. merugikan perekonomian ncgara atau keuangan negara.
Kala kunci: Pen) idikall. Tindak Pidalla Kurupsi. Jaksa.
DAFTAR 151
I. PENDAHLJLUAN
I. I. Latar Belakang Masalah .
1.2. Rlimusan Masalah . 4
1.3. Ruang Lingkllp Masalah . 5
104. Tlijuan Dan Manfaat Penelitian . 5
a. Tujuan Pemelitian . 5
b. Manfaat Penel itian . 5
1.5. Landasan Teoritis 6
1.6. Methode Penelitian 8
a. Jenis Penel itian 8
b. Sifat Penelitian 8
1.7. Data dan Slimber Data 9
II. TINJALJAN UMUM PENYIDlDKAN TINDAK PIDANA KORUPSI .. 10.
III. PERANAN JAKSA DALAM PENYIDIKAN T1NDAK PIDANA KORUPSI
I. Kedudllkan Kejaksaan Dalam Pen) idikan Tindak Pidana Korupsi II
2. Peranan Kejaksaan Dalam Penyididkan Tindak Pidana Korllpsi 12
IV. PROSES PENYIDIKAN TINI)·\K PIOANA KORLJPSI OI.EH JAKSA 14
I. Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Oleh .laksa 14
2. Pengge1edahan Dalam Tindak Pidana Korupsi 18
V. KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA
PENYIDIKAN TINDAK PIDA:"\ KORU'SI OLEH JAKSA
I. PENDAHULUAN
I. Latar Belakallg Masalah
Korupsi di Indonesia merupakan kejahatan :,ang luar biasa (exira ordinary
crime) dan dapat digolongkan ke dalam pclanggar:tn hak ekonomi dan hak sosial
rakyat. "Korupsi di Indonesia dari wakru k" waktu telah menunjukkan
perkembangan yang pesat baik jika dilihat secara kuantitas maupun kwalitas.
Perkembangan seeara kuantitas dapal dilihat dari hasil penelitian lembaga
Traf7.\paraney fntemarional Corruption Perceptions tahun 2004 bahwa Indonesia
adalah termasuk rangking 4 besar dunia dan bahkan tertinggi di Asia Tenggara" (1
Gusti Kell~f AriaH'on. Kehijakan Penanggu/u/lgoll Tindak Pidana Koru/)... ; di Indonesia.
lHakalah pada seminar UNC-4.C KomilfnUI1 Dunlo Da!m/1 Afelawan Korupsi yang
diselenggarLlkan oleh Badon Perll'uk;Ian Jfdhasisl1'o Fukultas Huku/11 Univers;{as
Udayana Denpasar 2 7 Oklober 2007. hoi. I).
Pelaku korupsi telah melampaui batas-batas tolemnsi. baik dari sisi moral,
etika maupun hukum. Secara kualitatif korupsi menimbulkan degradasi moral
berupa bobraknya moral penyelenggara negara. termasuk aparut penegak hukum
yang melakukan kejahatan ini.
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana
khusus yang mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana
umum, seperti penyimpangan hukul11 acara. apabila ditinjau dari materi yang
dialur dalam tindak pidana karupsi secara langsung maupun tidak langsung
dil11aksudkan unluk menekan seminimal mungkin teriadin}a kebocoran tcrhadap
keuangan negara. Tinda;; pidana karupsi herkemhang sangat ccpal dan canggih.
seirama dengnn perkemh;.lngan .iaman dan kem~~jllan te~nologi. 1-laJ ini sangat
mel11pengaruhi danl11crupakan salah satu {"ktor pen}ehah tcriain:Cl 1'1'1-(. fkl1itik
lolak dari kenyataan lersehllt penyelesaian masalah TPK akhir-akhir ini hanyak
mendapat sarolan ketika isu reformasi digulirkan.
Di Indonesia sendiri ~paya pemheranlas<ln TPK dijadikan harometer oleh ,
pemerintah dalam menenlukan keherhasilan penegakan hukllm. namlln
kemacetan terhadap penanganan kasus-kasus korupsi masih tetap terjadi. .•
Kemacetan dalam pcnangannan kaslIs korupsi memang kerap teriadi. hal ini
dikarenakan antara lain. kacna kClcnlllan-kelentuan yang dapal dilerapkan pada
•
perilaku korupsi yang terdapat dalam KUHP Bab XXVIII khususnya delik-delik
yang dilakukan oleh pejabat. sepeni Pasa1415. 416. 418. 420. 423. 425 dan 435.
··tidak berdaya" menghadapi masalah korupsi (Soedjono Dirdjosi,nvoro. FUIlf(si
Perundflllgtll1-UNt/(mgan Pitfalltl Da/(lm Penllnggulangmr Korup.'ii Di Indol1l!sitL CV Sinar
BlIru. Bml{llIn~. 1984, hal. 3) .
Tuntutan masyarakat akan penanganan pemberantasan semakin memuncak
ketika reformasi digulirkan. denan slogan reformasi yailu Pemberantasan korupsi.
kolusi dan nepotisme (KKN). Hingga dikeluarkan Undang-undang NomoI' 31
Tahun 1999 tentang Pem berantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi bukti nyata
keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah korupsi di Indonesia memang
cukup mendapat perhatian masyarakat. karena keberhasilan pemerintah dalam
penanganan TPK adalah bukti keseriusan dari pemerintah sebagai bentuk
komitmennya kepada kepada masyarakat.
Ini terlihat dengan perubahan perundang-undangan lentang masalah korupsi yang tenls mengalami kemajuan secara materii!. Walaupun perundang·undangan tentang korupsi terus mengalami kemajuan dari waktu ke waktu tapi banyak ditemukan kecenderungan-kecenderungan dalam penanganan penyelesaian masalah korupsi sehingga dirasakan kurang memenuhi keadilan masyarakat antara lain sebagai berikut:
Tidak sebanding antara jumlah kasus yang ditemukan masyarakat dan jumlah yang diselesaikan melalu; pengadilan. Perkara yang sampai ke pengadilan hanya perkara yang tergolong berskala kecil, baik pelaku maupun jumlahnya sementara terhadap dugaan korupsi yang dilakukan oleh pejabat maupun pejabat publik lainnya cenderung tidak jelas ujung pangkalny'a.
Ougaan korupsi yang dilakukan oleh pcjabat pemerintahan (top eksekutif). kejaksaan sangat tergantung pada political \\ ill remerintah. (Kri!itimlll rudi. fndepemlem'; KejllkwulII Do/am PellJ'itlikall R:orllpsi. Citra Adi(rll Bflkti, Baudung, 2fJ06, Ha!.4) .
Oalam Pasal 284 a)'lt 2 KU; lAP disebutkan "Oalam w'aktu 2 tahun sctelah
undang-undang ini diundangkan. maka terhadap scmua perkara diberlakukan
ketentuan undang-undang ini. dengan pengecualian untuk sementara mengenai
ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang
tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi".
Adapun yang dimaksud dengan "ketentuan kllllsus acara pidana"
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tertentu adalah ketentuan khusus
acara pidana sebagaimana diatur dalam Undallg-undang Tindak Pidana. misalnya
•
I I I
I \ I
tindak pidana ekonomi dan tindak pidana koropsi.- (.lIarwan EJJendy, Ke;rrksaan R/
Posisi dim Fungsi".1'(( dari PenpeJ.tij Hukum. Grnme(fia Pustaka D'tama. Jakart(l, 2fJOJ, lIal.
/46).
Hal ini dapal dilihat dalam Il No. 16 Tahun 2004 lemang Kejaksaan
Republik Indonesia. undang-undang TPK, UU No. 31 Tahun 1999 jo ULJ No. 20
Tahun 200 I yang oleh UU ini memberi wewenang jaksa untuk melakukan
penyidikan TPK. terutama tindak pidana yang sulit pembuktiannya (pasal 32
hurufb ULJ No.5 Tahun 199/ ). Jaksa selaku penyidik dapat dilihat dalam :
Pasal 9 Kepres 228 Tahun 1967. 2 Desember 1967 tentang Pemberantasan
Korupsi.
Pa5al284 (2) KUHAP, pasal 17 PP 27 tahun 1983.
Pasal 52 huruf b LJU NO.5 Tahun 1991 (LN RI 1991 51, Tl.N RI 3451).
Menentukan Jaksa Agullg mempunyai tugas dan wewenang untuk
mengkoordinasikan pellangallall perkara pidana tertentu dengall installsi terkait
berdasar LJlldallg-undang.
Kepres RI No. 15 Tahun 1953 dall Kepres RI No.1 5 Tahull 1991.
Kepres RI No. 84 Tahun 1999 yakni pasal4 angka 6 dan bagiall ke 6, pasal 16,
17. 18 telltang Jaksa Agung Muda benvenang melaksanakan penyidikan
Tindak Pidana Korupsi Keputusan Jaksa Agung RI KEP I ]5!Ja/10/1999
tentang Susunall dan Organisasi Tata Kerja Kejaksaan Agung R I.
Pasal 39 ULJ No. 31 Tahun 1999 Jaksa Agung megkoordinasikan dan
mengendalikan penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal27. 28. 29 ayat(4). Pasal30 l!l! N(). 31 Tahun 1991.
Dengan melihat hal serel1i diatas. Jaksa mempunyai keuudukan yang sangat
penting dalam pemberantasan TPK. hal in; dapat dilihal tugas jaksa disamping
sebagai Penulltut Umull1. juga berperall sebagai penyidik ( TPK t.
Dengan latar belakang )ang Lelah dipararkan diatas. penulis mcncoba
mengangkat permasalahall Il1cllgenai "PENYWIKAN T1NOAK PIOANA
KORUPSI OLEH JAKSA."
2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakallg masalah yang telah diuraikan tersebut di
atas maka dapat dikernukakan rumusan ll1asalah yang akall dibahas yaklli:
Bagaimalla proses pellyidikall TPK yallg dilakukall oleh Jaksa.
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Agar tidak teljadi pembahasan yang berlebihan dan ada kesesuaian
antara pembahsan dengan pennasalahan, maka penulis merasa perlu untuk
memberikan batasan-batasan terhadap permasalahan tersebut di atas yang
berkaitan dengan lndependensi Kejaksaan dalam penyidlkan Tindak Pidana
Korupsi.
Adapun permasalahan yang akan dibahas mengenai Apakah Undang
- Undang Kejaksaan mempengaruhi Indepedensi Kejaksaan dalam Penyidikan
Tindak Pidana Korupsi.
104. Tujuan Dan manfaa! Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Jaksa didalam melaksanakan tugas penydikan sudah barang tentu
mengalam beberapa kendala. Apakah kendala tersebut berasal dar; diri atau secara
interen jaksa atau berkaian dengan faktor undang - undang dalam hal ini KUHi\P.
krena terbentur dmgan pasal 283 ayat 1 dan 2, dikaitkan pula dengan pasasl I ke I
dan psal 6 ayat I KUHAI'.Dari hambatan/ kendala ini akan dicoba unuk
menemukan/ mencari jalan keluarnya. sehingga akan dketahui secara past;
hambatan terse but.
b. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini daharapkan dapat bermanfaat baik bagi para
pembaca maupun bagi peneliti sediri. Dengan hasil ini akan ditemukan eksistensi
jaksa selaku penyidik dalam tindak pidana Korupsi.
•
•
1.5. Landasan Teoritis
Landasan teori hingga terbentukn)a judul penulisan ini didasari dari
Peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tailun 199/ tentang Kejaksaan yang diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004. Kejaksaan sebagai sebagai
lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab kepada Presiden perlu memiliki
indepedensi dalam menjalankan wewenangnya dalam bidang penuntutan dan
khususnya dalam penyidikan tindak pidana korupsi. Selain itu. penulisan ini juga
didasari dari sumber bacaan yang mendasari penulisan proposal inL yaitu 'Pokok
Pokok Pikiran Illdependensi Kejaksaon Agung' yang merupakan suatu makalah
disampaikan dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa tahun 2000, yang didukung
juga dengan sumber bacaan lainnya.
Landasan teoritis yang digunakan dalam penulisan 1111 yaitu menekankan
pada ajaran Montesquieu yaitu Trias I'o!itika. Pemisahan kekuasaan terse but
akan mempengaruhi kinetja dari /embaga-Iembaga yang ada. Seperti contohnya
lembaga Kejaksaan seharusnya dipisahkan dari lembaga pemerintahan (eksekutif)
melainkan bergerak independen dengan kcwenangann\ a dalam penuntutan dan
khususnya penyidikan dalaln tindak pi dana kOl'upsi. Hal tcrscbut bdum tercanturn
dalam Perundang-undangan yang ada : ai111 palia Lindang-Undang N01l1~)r 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Pemberantasan korupsi sccara hukum adalah dengan Illcngandalkan
diberlakukannya secara konsisten Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan berbagai ketentuan terkait yang bers/fat repressif Undang
Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. J I Tahun 199') tcntang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. sebagaimana diubah rncnjadi Undang•
lIndang NO.20 Tahun 200 I. Pada orde lama korup'.i masih terjadi meski sejak tahun
1957 tclah ada aturan yang cukup jclas yaitu Peraturan Penguasa Militer No. 06
Tahun 1957, yang kcmudian diganti dengan Undang-LJndang No. 24 Ta[wn 1960.
Berganti ke orde banI keadaan semakin buruk meskipun sudah dilakukan perubahan
pada perangkat hukull1 tindak pidana korupsi. Lalu dibuat Undang-Undang No.3
Tahun 1971 yang sangat keras tapi senlah tidak berda)a, serta menghambat proses
pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada em relormasi penyempumaan terhadap
Undang-Undang No.3 Tahun 1971 melalui Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
yangjuga telah direvisi melalui Undang-Undang No. 20 Tahlln 200 I.
UU Nomor 3 tahun 197! tentang Pembemntasan Tindak Pi dana Korupsi
menentukan bahwa seseorang dianggap melakukan tindak pidana korupsi
apabila:
a. Secara melawan hukum melakukan perbuatan atau l11emperkaya diri sendiri
atau orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung
keuangan negara atau perekonomian ncgara.
b. Dengan tujuan menguntllngkan diri sendiri alall orang lain atall sesuatu badan.
menyalahgunakan ke\\enangan. kesemratan utau "arana )ang ada psdanya
karena jabatan atau kedlldukan. : f1ng secanl [;.lngsllng atau tidak langsling
merugikan kcuangan negara atau perekOllOlllian Ilcgara.
c. Memberi hadiah atau janji kcrada pegawai negeri dengan mellgingat sesuatu
kekua~aan dan kewenangan yang l11elekat pada jabatan atau kedudukannya.
Tennasuk dalam hal ini adalah siapa saja yang tanpa alas an yang wajar. tidak
melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib dalam waktu
yang sesingkal-singkatnya selelah menerima suatu pemberian alau janji 4
Secara konsepsionaL maka inli dan arti penegakan hllkul11 tertetak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang lerjabarkan di dalam kaidah
kaidah yang man tap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciplakan. memelihara. dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar
filosofis lersebul, memerlukan penjelasan lebih lanjut sehingga akan tampak
lebih konkret. Penegakan hukum sebagai sualu proses pada hakekatnya
merupakan penerapan diskresi yang menyangkutmembual keputusan yang tidak
secara ketat dialur oleh kaidah hukum. akan letap; mempunyai unsur penilaian
pribadi. Dengan mengutip pendapal Roscoe Pound. maka LaFravre menyatakan,
bahwa pada hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral. Masalah pokok
penegakan hukum sebenamya terletak pada faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga
dampak posilif alau negalitnya terlelak pada isi faktor-taktor tersebllt. Faktor
faklnr tersebut. adalah sebagai berikllt:
I. Faktor hllkumnya sendiri. yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada
undang-undang saja.
2. Faklor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau tasililas yang mendukung penegakan hukurn.
•
4. Faktor masyarakat. yakni lingkungan di mana hukllm ter<;ebllt berlakll atall
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya. cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manllsia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor
tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi
dan penegakan hukulll. juga merupakan lolak ukllr daripada efektivitas
penegakan hukum.'
1.6. Metode Penelitian
a. Jenis Penelilian
Jenis pendekalan yang penlllis gunakan adalah pendekatan yuridis empiris.
yaitll pendekatan masalah yang telah dan diteliti yang didasarkan atas norma
norma atall peraturan perllndang-undangan yang berlakll. kemudian dikaitkan
dengan penerapannya dalalll praktek masyarakat.
b. Sit"t Peneiltian
Adaplln sit"t dan penelitian ini adalah penclitian yang sifatnya deskriptif
dan penelitian yang sit"tnya eksplanatoris. Pencliti"n yang sifatnya desl-;niptif
yaitu penelitian yang sifatnya bertujuan Illcnggamharkan secara tepat sifat
sifat suatll individll. keadaan. gejaJa atau kelampak tertentu. atall untul-;
menentukan penyebaran suatu gejala, atall untuk menenlukan ada tidaknya
hubllngan antara suatu gejala dengan gejala lain dalalll masyarakat. Sedangkan
penelitian yang sifatnya eksplanatoris.
1.7. Data dan Sumber Data
Dengan berpangkal tolak dan pendekatan masalah. maka peneliti akan
menentukan dan mana sUl11bcr data itu akan dikumpulkan dan metode dan
teknik apa yang penulis akan gunakan. Data untuk penulisan skripsi ini
dikumpulkan melalui:
L Sumber hukum primer, yailll penelitian yang langsung dilakukan
dilapangan. Penelitian mi dilakukan pada instansi-inslansi terkait dengan
melakukan wawaneara terhadap beberapa orang yang mengetahui
pcrmasalahan yang ada hubungannya dengan materi penelitian.
2. Sumber hukum sekunder. yailu dilakukan dengan cara penelitian
kepustakaan dengan tujuan mendapatkan data yang sifatnya teoritis
dengan meneliti buku-buku atau literature yang relevan dengan
pennasalahan yang dibahas.
a. Teknik pengumpulan data
I. Teknik studi dokumen
Teknik ini merupakan teknik awal >ang digunakan dalam
setiap pcnelitian ilmu hukum. baik dalam penelilian hokum
normative maupul1 penelilian empiris. Studi dokul11el1 dilakuKan alas
bahan-bahan hukum yang rdenn dengan pcnclitian yang dilakukan.
Di dalam penelilian ini leknik pengumpulan hahan hukul11 dengan
mengkaji peraturan perundang-urldangan No.16 Talllln 200--1 tenlang
Kejaksaan Republik Indonesia. UU No. 20 tahun 200 I tentang
pembrantasan Tindak Pidana Korupsi . KL'HAP ( Kitah Undang
Undang I[lIkum A~ara Pi dana ) Sella beberapa peraturan lainnya
yang menyangkut t~ntang Kejaksaan dan tindak pidan korupsi dan
beberapa bllku bahan bacaan yang tcrkait tentang penulisan
penelitian yang penulis lakukan.
b. Teknik pengolalwn data dan analisa data
Penggolahan data dilakllkan secara kualitatif. yaitu dengan cara
menggumpllikan data yang ada dalam kenyataan dengan menonjokan
bobot dan permasalahan yang ditemukan sehingga memperoleh
kesimpu Ian yang sistematis dan data tersebut.
Analisis data dis'\iikan secara deskriptif yaitu mengllraikan dan
menjelaskan sec3l'a menggambarkan dalam rumusan pengertian
terhdap data-data yang telah dibanding-bandingkan.
•
II. TINJAUAN UMUM TENTA:\'G PPiYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
1. Pengertian Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
Istilah penyidikan merupakan padanan kata dari bahasa BeIanda
"op,'poring", Dari bahasa Inggris "investigation" atau dari bahasa Latin
"investigatio", Mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 3 KUHAP, dapat
disebutkan bahwa: "Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurul eara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk meneari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjad; dan guna menemukan tersangkanya,"
Djoko Prakoso dalam bukunya POLRI sebagai Penyidik dalam penegakan
Hukum mengemukakan pengenian penyidik sebagai beriku!:
Penyidikan merupakan tindakan j'ang dapat dan hanls segera dilakukan oleh penyidik jika ada persangkaan jika terjadi suatu tindak pidana, apabila ada persangkatan telah teljadi kejahatan atau pelanggaran hukum maka harus diusRhakan apakah hal tersebut sesui dengan kenyataan, benarkan telah dilakukan suatu lindak pidana dan jika benar demikian, siapakah pembuatnya,
Pengertian penyidikan yang diatur dalam Pasal I butir 2 KUHAP yang
menyatakan penyidikan sebagai beriku!:
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam undang-undang untu meneari dan l11engul11pulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu l11embuat terang tentang tindakan pidana yang terjadi dan guna menel11ukan tersangkanya,
Dengan mengkaji detinis; di atas l11aka tujuan Penyidikan adalah untuk
membuat terang dan jelas dcngan meneari dan berusaha umuk menemukan
kebenaran yang seiati alau selengkap-Iengkapnya tentang suatu
perbualan/tindakan pidana yang tclah disangkakan scna unluk mencmukan
tersangkanya demi perkara lersebul.
Proses penyidikan Tindak Pidana pada ulllulllnya
penyelidikan suatu perkara yang didapat dari adanya:
a, Laporan. adalah pel11berilahuan yang disampaikan seseorang karena hak dan kewajibannya berdasarkan UU kepada pejabat (Polisi) yang berwenang telah atau sedang terjadi sualu tindak pidana,
b, Pengaduan. adalah pembcritahuan disertai permimaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabal yang bcrwcnang (penyidik) untuk mcnindak mcnurut hukuITI scscorang tclah mclakukan tindak pidana dan merugikan orang atau masyarakat( I Ketul SlIdjanan so .~fH. Bahan Hukum .4 ('aru Pitlana.II 25).
ilL PERANAN JAKSA DALAM PENYIDIKA'. n"iDAK PIDANA KORUPSI
l. Kedudukan Jaksa Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
Dengan ditetapkannya Undang-ulldang Nomor 16 Tahun ::'004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia dimana di dalam hal penyidikan (erhadap TPK
.iaksa berwenang untuk melakukan pCllyidikan sebagaimana ditentukan dalam
pasal 30 ayat (I) d menentukan:
Tugas dan wewenang jaksa adalah: Mclakukall pCllyidikan !erhadap lindak
pidana tertentu berdasarkan Undang-undang.
Dengan melihat hal ini berarti jaksa berwenang untuk melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana tertentu atau tindak pidana khusus. Khusus maksudnya hal
in; dapat dilihat dalam penjelasan umum 3 menentukan kewenangan kejaksaan
untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk
menampung beberapa ketentuan Undang-undang yang diberikan kewenangan
kepada jaksa unluk melakukan penyidikan, misalnya: UU No 3 I Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Klxupsi yang diubah dengan UU No 20
Tahun 200 I dan UU No 30 Tahlln 200::' tentang Komisi Pemberanlasan Korupsi.
Hal inilah yang merupakan perl11asalahan hukum jika dikaitkan dengan
kewenangan dari jaksa disamping sebagai penuntut umum juga sebagai penyidik
dalam hal tindak pidana tertenlu (khusus). termasuk TPK. dan hal di alas dengan
jelas dapat dilihat dalam ketentuan pasal I butir 6 KUHAP, pasal 14 dan pasal 15
KUHAP.
Jika kita teliti ketentuan pasal 110 KUHAP tersirat atau terlihat wewenang
jaksa selaku penyidik tetapi seeara samar-samar. Pasal 110 menentukan: "Dalam
hal penyidik telah selesai melakul,an penyidikan. penyidik wajib segem
menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut lllllum."Dalam hal penuntut
umum berpendapat bah\\a basil pen, idikan tersebut masih I,urang Icngkap.
Penuntut umum segera mengembaiikan berkas perkara ilu kepada pen, idiL
disertai petunjuk unluk dilengl,api.
Dari sinilah dapat dilihat seeara samar-samar bah\\a penuntut lImum juga
sebagai penyidik dalam hal untuk kelengkapan hasil penyidikan slialu perkara.
Jika dikaitkan dengan UU No 31 Tahun 1999 tenlang pemberanlasan Tindak
Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No ::'0 lahun 200 I. lernyata
wewenang jaksa sebagai pen) idil, nampak terlihat. Jaksa dibenarl,an oleh
KUHAP untuk melakukan penyidikan. Hanya saja jika hal ini dikaitkan dengan
ketentuan pasal184 ayal , II. dan samra; saaI ini t-e!~m dicat-ut maka disini akan
tCljadi benturan kewenangan dalam hal r<'n~ idikan Tindak Pid:tna K,'rupsi.
Penjelasan pasal184 ayat (2) huruft- ini men~ebutkan bah\\a yang dimaksud
dcngan "ketcntuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang
undang tertentu" ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana terse but pada,
antara lain: Undang-undang tentang pengusutan. penuntutan, dan peradilan tindak
pidana ekonomi (UU No 7 Drt. Tahun 1955) dan UU tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU No 3 Tahun 1971).
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dilihat pihak yang mempunyai
wewenang untuk melakukan penyidikan TPK adalah penyidik Kepolisian dan
penyidik Kejaksaan. Walaupun jaksa berfungsi sebagai Penuntut Umum. jaksa
juga adalah merupakan penyidik atau pengusut yang paling luas dan penting
karena tugasnya pengusutan dari permulaan sampai lerakhir. penyidikan lanjutan
dan mengawasi serta mengkoordinasikan alat penyidikan.
"Untuk itu 1aksa wajib memperhatikan laporan-Iaporan tentang telah
terjadinya tindak pidana dan wajib dengan inisiati!' sendiri melakukan tindakan
yang dipandang perlu agar supaya perkara menjadi lebih terang." (K. Wtmtijk Sateh,
T;ndak Pidantl Korup:,i. Ghalia Indone,\'ia, JaJ,;ar(fl. 1997, hal.49)
2. Peranan Kejaksaan Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
Terhadap tindak pidana korupsi sebelum dikeluarkannya UU No 10 Tahun
200 I (tentang perubahan alas UU No 31 tahun 1999). penyidikannya dilakukan
oleh kejaksaan. Namun demikian. setdah lahirnya UU No 20 Tahun 2001.
penyidikan lerltadap tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh banyak lembaga
dan memiliki beragam pe'''ahaman.
Di saw sisi, ada yang berullggarnll bahwu pihak kerolisianlah )'ang berhak unluk melakukan pen~ idikan terhadap tindak pidana korupsi. Namun demikian. di sisi lain dengan bertitik tolak dari ide bah IVa materi tindak pidana korupsi sebagai bagian dari hukum pidana khusus (ius special. ius singulare/bijzonder strafrecht]. scbenarnya kejaksaanlah yang berhak melakukan penyidikan lerhadap tindak pidana korupsi. (Kristiaaa Ylldi, ap cit, hat. 80)
Hal senada diungkapkan oieh Loebby Loqman bahwa:
"Sejak dirancangnya UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disadari bahwa UU terse but merupakan ULJ pidana khusus. yaitu UU Hukum Pidana yang sekaligus mengatur substansi maupun hukum acara pidana di luar
•
KUHP dan KUHAP.-· n",,'wy Lt"l_.... \fa'tJ!ah nndak Pillana Kamp,; IIi Inthmes;u, Badan Pembinaun HliliMm \aJio"Q/ D~partemen Kehakiman dun Hak ASQs; Mcwwi;a, /996//999. lud5;.
Keragaman pemahaman sebagaimana )ang terjadi saal ini di,ebabkan oleh
ketidak jelasan dari kdentuan pasal 26 UU No 31 Tahun 1994 yang berbunyi
sebagai berikut:··Penyidikan. penuntutan. dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap TPK dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku keeuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini:'
Pasal ini lidak menjelaskan seeara eksplisil Iembaga mana yang bertugas
melakukan penyidikan terhadap TPK.
Peranan Kejaksaan dalam proses penyidikan TPK, dapat dilihat pada proses
penyidikan yang dilakukan olehjaksa penyidik, yaitu:
a. Jaksa berperan dalam menerima laporan!infomlasi dari seseorang tentang telah
terjadinya TPK, selain laporan didapat dari masyarakatjuga dapat didapat dari
inslansi-instansi pemerintah atau lembaga yang bertugas mengaudit. seperti
BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan). Sebagaimana
ditentukan dalam Keppres No 31 Tahun 1983 tentang Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan. Pasal 44: Apabila dari hasil pemeriksaan
diperkirakan terdapat unsur TPK. kepala BPKP melapor kepada .Iaksa Agung"
BPKP inilah yang memeriksa/menghitung kerugian. keuagan negara yang
ditimbulkan oleh seseorang atau sekelompok orang diinstansi yang
bersangkutan. Dari hasil audit BPKP ini akan menjadi sum bel' data dan fakta
bahwa telah terjadi TPK. laporan BPKP kepihak keiaksaan masih sedikit
hingga lebih banyak dihasilkan berdasarkan laporan lain seperti: LSM
(Lembaga Swadaya Mas)arakat). Tanpa aJan~a laporan dari BPKP. maka
jaksa tetap bisa melaksanakan pen) idikcln berdasarkan laporan dari
mas)arakaL "Laporan atau pengaduan diaiukan seCaI"a (crlulis hares
ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. " (.H. raul. Pen.l'lIringtlll J'erkllra Pidal1l1
Oleh Polis;, eel: I, Pradnya Paramita. Jakarta. /987, /Jal.JO)
b. Atas dasar laporan/pengaduan tersebut, ke.jaksaan kemudian mengeliminir.
apabila laporan lersebut bersifat informasi akan ditangani seksi intelijen dan
bila sudah merupakan laporan terjadinya tindak pidana. maka langsung
ditangani oleh jaksa sebagai lembaga penyiJik. Apabila infonnasi tersebut
hanya melingkupi salah satu/satu kabupaten saj". maka akan ditangani oleh
Kejari setempat, seJangkan apabila melingkupi beberapa kabupaten maka
ditangani oleh Kejati.
e. Peran Kejaksaan selanjutnya adalah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan
dengan perintah kepada ··.IakS3 Penyelidik" untuk melaksanakan penyelidikan.
Bertitik tolak Surat Perintah Penyelidikan tersebut maka Jaksa Penyelidik
mell1buat Reneana Penyelidikan. Selanjutnya Jaksa akan melaksanakan
penyelidikan dengan meminta keterangan yang dibua! 3 hari sebelum hari
pertemuan ditentukan dalam Surat Permintaan Kelerangan dan melalui bukti
surat dan lain-lain. Dalam l11enjalankan tugas penyelidikan, harus
menunjukkan tanda pengenalnya (Pasal 104 KUHAP). Apabila penyelidikan
telah selesai, .Iaksa Penyelidik l11elaporkan hasil penyelidikan dan mel11berikan
kesimpulan/pendapat dan saran terhadap hasil penyelidikannya.
d. Jaksa kemudian berperan dalam pembuatan matriks perkara. Apabila dari hasil
penyelidikan terdapat eukup bukti untuk dilakukan penyidikan maka oleh
jaksa dibuat laporan terjadinya tindak pidan'l. "Tindakan penyelidikan sebagai
pendahuluan tugas penyidikan untuk ll1enentukan apakah suatu peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana dapat dilakukan tindakan penyidikan dtau tidak:'
(Ibid) Kejari setempat mengeluarkan Sural Perintah Penyidikan yang
memerintahkan .Iaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak piJana
korupsi. Sural perintah penyidikan dibuat rangkap 5 yaitu: untuk yang
bersangkutan, Penunlut Umum (sebagai laporan dimulainya penyidikan),
Kejati/Kejari, Jam Pidsus dan arsip.
e. Pada tingkat penyidikan jaksa melakukan pemanggilan sa~si-saksi/tersangka
dimana penyampaian Surat Pemanggilan selall1bat-lambatnya 3 (tiga) hari
sebelum yang bersangkutan harus menghadap dan wewenang penyidik ini
terdapat dalam Pasal 7 KUHAP. Dapat pula Ji lakukan pennintaan bantual)
pemanggilan saksi-saksi/ahli atau bantuan keterangan ahli. l11isalnya dari
BPKP atau lembaga lain seperti: yayasan. "Selanjutnya penyidik diwajibkan
pula untuk menjunjung tinggi hukum dalam menjalankan tugas-tugasnya
tersebut di atas, yang dalam hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 7
KUHAr. (WaltylUli, Pengetlllruttn Da.mr Hukum Acura Pillana, Armico. BlI1u!ung. /999,
ilal.2 7)
f .Iaksa berperan dalam l11elakukan penggeledahan/penyitaan surat-surat, harta
benda dan tindakan lain maka. diper/ukan permintaan '.1m
penggeledahan/pcnyitaan. Selain itll apabi/a dalam melaksanakan pemeriksaan
terhadap tersangka diperlukan suatu penangkapan dan alau rcnahanan maka,
dibuat Surat !jin Pcnangkapan atau Surat Penahanan/Pengalihan jenis
penahanan. Sural Pcrpanjangan Penangkapan. Kemudian .Iaksa Il1cmbuat
bel'ita acara pen\ idibn yang ditandatangani oleh pcnyidik dan saksi'lerdak\\ a.
Hal ini tidak terleras dari ketentuan-ketentuan KUHAP yakni pasal 16 ayal i I
dan 2). pasal 21 ayat (2)
g. .Iaksa kemudian berperan dalam membuat Reneana Dakwaan (Rendak)
IV. PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH JAKSA
I. Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa
Proses penyidikan TPK dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Proses
ini berawal dari penyelidikan suatu perkara yang didapat dar; adanya laporan dari
masyarakat. maupun adanya pengaduan. hahwa telah terjadi suatu Tindak Pidana
Korupsi yang dilakukan oleh seseorang pejabat Negara misalnya . .Iaksa selaku
penyidik segera melakukan tindakan hukul1l untuk mengungkap atau menanggapi
isi laporan atau pengaduan tersebut.
Berkait dengan proses penyelidikan ini, KUHAP memberi arti bahwa
serangkaian tindakan penyelidikan untuk me:leari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapal atau
tidaknya dilakukan suatu penyidikan (Pasal I hutir 5 KUHAP).
Dalam hal ini fungsi dari suatu penyelidikan lerhadap suatu peristiwa (hukum) adalah untuk mcncari tahu dan mcnclTIukan suatu pcristiwa sehagai
tindak pidana guna menentukan dapal atau tidaknya dilakukan suatu peny idikan. Penyel idikan ini hukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri.
terpisah dari fungsi penyidik.3n. melainkan merupakan salah satu m~TOde atau sub dari fungsi penyidikan yang mcndahului tindakan lain bcrupa
penungkapan, pcnahanan. pcnggeledahan. penyitaall dan pCllyelesaian pen: idikan. (Al!jak\,tlll1l ling;:i Ba/i. EI-'alufI.\i Killcrja Aej/lk.\llllll Oil/am Pemherantlls
Tindal.. Pic/ana KOrllpsi. iWllkll/(l!l /Jada wmiu(lr C,VC1C Komi/me" /)un;a Oa/am Mdaumu Korup.'Oi. BPM Fak. Hukum (fnil). l/dayana DeJ1pll.wr. 27 Oktoher 211f17. /la/.J)
Dengan melihat fungsi penyidikan in;' sudah hal'ang tentu sangat terkait
dengan digunakannya alat-alal pemaksa yang ditentukan olell KUHAP yakni
tj"daLm penangkapan. penahanan dan babbn penghukuman terhadap seseorang
rehabilitasi terhadap seseorang. Dalam hal ini hak ,"tiap orang betul-betul harus
dihormati (hak azasi manusia).
Penyidikan merupabn langkah pertama ~ ang dapat dan hanls dilakukan oleh
penyidik jika terjadi atau sangkaan Idah lerjadi suatu tindak pidana. Dalam hal
ini yang penulis maksudkan adalah Tindak pidana korupsi. Jika memang belul
maka usaha penyidik adalah unluk menentukan perbuatan apa atau delik apa ~ang
sedang atau lelah terjadi dan setelah itu menemukan siapa pelaku delik tersebul
karena antara pelaku!delik temujud dengan pelaku delik tidak dapat lerpisahkan
satu sama lain. Keadaan-keadaan tersebUI di alas didapat dari beberapa sumber.
seperti:
a. Ontekking of heter ded! tertangkap tangan
b. Builan ondekking ofheler daad! diluar tertangkap tangan. (lhill. haiRl)
Dalam hal tertangkap tangan. prosesnya ada lab penyidik harus segera
bertindak tanpa menunggu perintah penyidik dan dia wajib melakukan tindakan
tindakan ;,ang diperlukan dalam rangka pen;,idikan dan lelap dalam batas-batas
penyidikan (pasal 5 ayat (1) sub b KUHAP). Penangkapan. larangan.
meninggalkan tempat penggeledahan dan penyitaan. pemeriksaan dan penyitaan
surat. mengambil sidik jari, memotret seseorang serta mengambil sidik jari. serta
membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.
Sedangkan diluar tertangkap tangan, hal ini dapat diketahui dengan adanya
laporan (aangifte) adanya pengaduan (klacht) dan pengetahuan sendiri oleh
penyidik seperti yang penulis uraikan di depan.
Setelah hal di atas dilakukan maka langkah penyidik selanjutnya adalah
penyidik melakukan usaha-usaha untuk mendapatbn keterangan lebill lanjut
untuk membuat terang suatu perkara.
Untuk hal yang demikian penyidik memanggil tersangka dan saksi-saksi
yang dianggap perlu )ang l1lempuny"ai ~aitan erat atau lllcngctuhui SUJtu
peristiwa. diperiksa untuk memberi suatu keterangan, surat paggilan yang sah,
dengan memperhatikan tenggang waktu yang \VaJar setelah diterimanya surat
panggilan tersebut.
Yang dipanggil wajib untuk memenuhi panggilan dan datang menghadap ke
hadapan penyidik (polisi). Di dalam panggilan perlama dia tidak hadir. maka
penyidik berwenang untuk memanggil sekali lagi.jika dalam panggilan ke dua ini
baik tersangka atau saksi tidak hadir maka penyidik rnenghadapkan orang •
tersebut seeara paksa dan yang bersangkutm bi>:! di tuntut di muka pengadilan
berdasarkan ketentuan pasal 216 Kl·H..... P.
Apabila ketidakhadiran saksi alau tersangka dengan alasan ) ang wajar atau
dapat diterima (sakit) maka pen) idik datang sendiri ke tempat kediaman
saksi/tersangka (pasal 113 KUHAP). apabila tersangka telah memenuhi penggila
datang kehadapan penyidik. maka oleh penyidik diberitahu apa yang menjadi
haknya. Seperti hak untuk mendapat bantuan hukum atau didampingi oleh
seorang pembela/pengaeara. Karena hal ini merupakan salah satu azas dalam
KUHAP.
Dalam hal ini hak-hak seseorang (tersangka) harus diberitahukan pada saat
penyidikan dilakukan apakah dia/tersangka didampingi oleh penasehat
hukum/pembela atau tidak.
Oleh karena TPK masuk dalam tindak pidana khusus. maka penyidikannya
bersifat khusus pula. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
kita tidak boleh menutup mata tentang kekhususan-kekhususan y,~ng diatur dalam
undang-undang tersebut (UU) kejaksaan. UU Tindak Pidana Korupsi dan UU
tindak pidana korupsi itu sendiri. Hanya saja dalam beberapa hal terdapat
pengecualian yang diatur oleh undang-undang yang mengaturnya yakni yang
sekarang berlaku adalah UU NO. 31 tahun 1999 UU No. 20 Tahun 200 I tentang
parubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang di maksud antara lain:
a. Kewenangan lebih luas "arena termasuk kewenangan penyedik untuk
melakukan penyadapan (Wiretaping).
b. Barang (dugaan hasil korup,i) dapat dirampas terlebih dahulu tanpa
menunggu surat perintah penyitaan. kecuali ditemukan itikat baik dari pihak
ketiga yang barang-barangnya turul di rampas maka dapat diajukan keberatan
paling Imbat dalam waktu 2 bulan.
c. Proses penyidikan termasuk penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan
didahulukan daripada tindak pidana lain guna penyelesaian secepatnya
Berdasarkan keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-120/.J.AI12119<)2 tentang
Administrasi Perkara Tindak Pidana serta keputusan Jaksa Agung RI No. KEP·
132/J .A/llIl <)<)4 dan kelazim ..n praktek penanganan perkara TPK. maka modus
operandi terungkapnya perkara "orupsi oleh pihak kejaksaan dapat karena adanya
inisiatif penyidik sendiri atau karena laporan/infonnasi seseorang tentang telah
terjadinya TPK. Selain itu. laporan tenlang teriadinya tindak pidana korupsi juga
diperoleh dari satu lembaga yang benugas untuk mengaudit instansi-instansi
pcmerintah yang ada sepeni BPKP (Sadan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan). Sebagaimana ditentukan dalam Keppres No. J I Tahun 1983
ten tang Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Pasal44 menentukan :
.. Apabila dari hasil pemeriksaan diperkirakan terdapat unsur TPK. Kepala
BPKP melapor kepada Jaksa Agung. BPKP inilah yang
memeriksa/menghitung kerugian keuangan negara yang ditimbulkan oleh
seseorang atau sekelompok orang diinstansi yang bersangkutan".
Oengan melihat ketentuan di atas. maka terlihat fungsi penyelidikan
dilaksanakan sebelum dilaksanakan penyidikan yang benugas untuk mengetahui
dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi dan benugas
membuat berita acara sena laporan yang nantinya merupaka dasar permulaan
penyidikan.'· (AIJJori Sabuan, SYilhrifuddin Pettanunce. SH. Ruben Ac.'''mod, HukunI ACllra
Pidono, Angkllsn 8rl/ldung, 1990, ",,1.76).
Oari hasil audit BPKP ini akan menjadi sum bel' data dan fakta bahwa telah
terjadi TPK. lapman BPKP kepihak kejaksaan masih sedikit hingga lebi banyak
dihasilkan berdasarkan laporan lain sepeni: LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat). Tanpa adanya laporan BPKP. maka Jaksa tetap bisa ITlelaksanakan
penyidikan berdasarkan laporan dari masyarakal. Mengenai ketentuan pembuatan
laporan dan pengadllan dapat dilakukan secara tenulis dan lisan (Pasal 103 ayat I
dan 3 KUHAP).
Atas dasarlaporan tersebut. kejaksaan kemudian mengeliminir. apabila
laporan itu bersifat intcmnasi akan ditangani seksi intelijen dan bila sudah
merupaka laporan terjadinya tindak pidana. maka langsung ditangan oleh Jaksa
sebagai lembaga peny idik. Apabila inlormasi tersebut hanya melengkapi salah
satu/satu kabupaten saja. maka aKan ditangani oleh Kejari setempaL sedangkan
apabila melingkup beberapa kabupaten maka akan ditangani oleh Kejati. Oalam
hal permasalahan mengenai apakah Kejaksaan Tinggi berwenang menyidik
siapapun dalam daerah hukum kejaksaan tinggi . .Iaksa Agung atau .Iaksa Tinggi.
untuk dapat melakukan tugas penyidikan TPK. terlebih dahulu dia harus diangkat
di wi/ayah hukum Kejaksaan Negeri yang bersangkutan dan mereka banI
melaksanakan kewenangan penyidikan sesuai dengan ketentuan pasal 30 ayat (I)
d dan hal in; dapat pula kita hubungkan dengan ketentuan pasal 29 ayat (I). Pada
·1
intinya bahwa jaksa yang bersangkutan berkedudukan difungsikan sebagai
lembaga penyidik tcrhadap TPK. dimanajabatan fungsional ini merupakan
wc\\·enang jaksa agung untuk mengangkatn) 3.
Selanjutnya Kejari setempat mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan
dengan perintah kepada "Jaksa Penyelidik" melaksanakan penyelidikan. Bertitik
tolak Surat Perintah Penyelidikan tersebut maka .laksa Penyelidik membuat
Rencana Penyelidikan. Selanjutnya dilaksanakan penyelidikan dengan meminta
keterangan yang dibuat 3 (tiga) hari sebelum hari pertemuan yang ditentukan
dalam Surat Permintaan Keterangan dan melalui bukti surat dan lain-lain. Apabila
penyelidikan telah seJesai, Jaksa Penyelidik melaporkan hasil penyelidikan dan
memberikan kesimpulan/pendapat dan saran terhadap hasil penyelidikannya.
Sebelum dilakukan penyidikan dikenal adanya tahap "praekspose/pemaparan
kembali" perkara disertai dengan perbuatan matriks perkara. Apabila dari hasil
penyelidikan terdapat cukup bukti untuk dilakukan penyidikan maka dibuat
laporan terjadinya tindak pidana. selanjutnya Kejari setempat mengeluarkan surat
perintah penyidikan yang memerintahkan jaksa penyidik unlUk melakukan
penyidikan TPK.
Di tingkat penyidikan ini dilakukan pemanggilan saksi-saksi atau tersangka
dimana penyampaian surat panggilan selambat-Iambatnya 3 (tiga) dari sebelum
yang bersangkutan harus menghadap (Pasal 27 ayat I huruf d UU No 5 Tahun
1991). Dapat pula dilakukan pennintaan banluan pemanggilan saksi-saksi/ahli
atau bantuan keterangan ahli. misalnya dari BPI(P atau lembaga lain seperti:
Yayasan. Saksi-saksi yang diranggit sccara patLil. dia bcrhalangan hadir. maka
saksi yang bersangkulan dipanggil untuk kati kedua. .lika sak,i pada saat ini juga
tidak hadir. maka kchadiran bisa dilakukan dengan raksa dijemput kc tempat
kediaman saksi. Hal ini akan berbeda. kcridakhadiran saksi kehadapan pen) idik
dengan alasan sakit (contohnya). maka Jaksa Penyidik datang ke tempat saksi
tersebut jika saksi berhalangan hadir karena melaksanakan tugas maka penyidik
bisa melakukannya lewat alat-alar yang canggih I{eleconferencel. dalam hal ini
saksi bisa saja melakukan tugas negara dalan jarak .iauh maka hal ini
dimungkinkan. Dengan keadaan seperti ini. telekomunikasi jarak jauh
(teleconference) datam sistem peradilan kita di Indc1llesia perlu ll1endapat
antisipasi yang cermat karena hal ini nantinya berkair dengan keterangan saksi di
ba"ah sumpah di depan persidangan dan keterangan yang diberikan Ie"at
teleconference ini bobot nilain~a kbih rendah dari keterangan yang diberikan
saksi di depan persidangan dan disumpah. Hal ini juga mengingatkan kita kepada
ketentuan pasal 162 I\.LHAP. dimana alas ketidakhadiran saksi karena alasan
yang sah dan tempat kediaman saksi ~ ang jauh masih dipandang sebagai cara
pemeriksaan yang bersifat kOll\ensional, selain tidak didasarkan menu rut
interprestasi futuritis. Hal semacam ini memang KUHAP tidak mengaturnya,
tetapi karena kemajllan zaman dan perkembangan zaman semakin pesat maka hal
ini dimungkinkan lIntuk dilakllkan. Inilah yang menurut penulis disebut dengan
tembosan hukum.
2. Penggeledahan Dalam Tindak Pidana Korupsi
Proses selanjlltnya apabila diperlukan adanya penggeledahan/penyitaan surat
surat. harta benda, dan tindakan lain maka, diperlukan permintaan ijin
penggeledahan/penyitaan. Selain itu apabila dalam melaksanakan pemeriksaan
terhadap tersangka diperlukan suatll penangkapan dan atau penahanan maka,
dibuat Surat Ijin Penangkapan atau Surat Penahanan/Pengalihan Jenis Penahanan,
Surat Perpanjangan Penahanan.
Dalam hal Tindak Pidana Korllpsi ini penggeledahan dapat berupa
penggeledahan badan dan penggeledahan rllmah. jika dsri hasila penggeledahan
tersebllt ditemllkanya barang hasil dari kejahatan ( korupsi ). maka segera
dilakukan penyitaan barang dan atau dilanjutkan dengan penahanan tersangka
untuk diperiksa lebih jauh lagi. Jika dari hasil penyidikan bahwa dengan bukti
permulaan yang cllkup bahwa terlah terjadi tmdak pidana Korupsi. maka hal ini
dilaporkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri. untuk dilakllkan pemberkasan.
Pemberkasan perkara dilaporkan kepada Kejari guna diteliti lebih lanjut serta
dibuat pula Rencana Dak\\aan IRendak). Pada tahap ini dikenal adanya
"ekspose/pemaparan" pcrkara. apabila dilentukan bah\\ a lidak lerdapal cukup
bukti atall peristi\\a terse but ternyata ternyata bukan merupakan tindak pidana
dan ditutup demi hukum, maka penuntutan tersebut dihentikan (pasal 140 ayat 2
huruf a KUHAP) dan dikeluarkan Sural Penetapan Penghentian Penyidikan (SP
3), tetapi bila dari "ekspose/pemaparan" hasil penyidikan dapat dilaksanakan
penuntutan maka dibuat "berita acara pendapa!" atau resume dan
disempurnakannya reneana dakwaan menjadi surat dakwaan. Selanjutnya dibuat
..
surat pelimpahan perkara ke ~ngadiI2~ ne;eri setempat dengan permintaan agar
surat dakwaan diperiksa dan Jiadili di depan persidangan.
V. SIMPULAN
Dari uraian yang telah disajikan pada bab di depan. maka ada beberapa simpulan yang
dapat ditarik. yaitu:
1. Penyidikan tindak pidan3 korupsi dapat dimulai apabila adanya laporan 1
pengaduan masyarakat. yang artinya bahwa hal ini biasa ditindaklanjuti
apabila laporang terse but disertakan pula dengan bukti pennulaan yang cukup
, tanpa disertai dengan pcnllintaan untllk dilakllkan penyidikan.
2. Dalam hal tindak pidana korupsi, jaksa diberi wewenang oleh undang
undang melakukan penyidikan. hal ini didasarkan kepada ketentuan pasal 284
ayat 2 KUHAP • pasal 26 ULJ No 31 1 1999 yo UU No. 20/200 I, UU No 161
2004 dan UU No 30/2002.
DAFTAR PUSTAKA
Ariawan,I Gusti Ketut, Kebiiakan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia,
Makalah pada seminar UNCAC Komitmen Dunia Dalam Melawan Korupsi yang
diselenggarakan oleh Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Udayana Denpasar 27 Oktober 2007
Dirdjosisworo, Soedjono, Fungsi Perundangan-undangan Pidana Dalam Penanggulangan
Korupsi Di Indonesia. CV Sinar Baru, Bandung, 1984
Eflendy, Marwan, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 200
Faa!. M, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, Cel: I, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987
Kejaksaan Tinggi Bali, Evaluasi Kinerja Keiaksaan Dalam Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Makalah pada seminar UNCAC Komitmen Dunia Dalam Melawan
Korupsi. BPM Fak. Hukum Univ. Udayana Denpasar. 27 Oktober 2007
Loqman, Loebby Masalah Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 199611999
Sabuan, Ansori., Syahrifuddin Pettanance, SH, Ruben Achmad, Hukum Acara Pidanib Angkasa
Bandung, 1990
Saleh. K Wantijk. Tindak "dana Korupsi, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1997
Wahyudi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana. Armico, Bandung. 1999
Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan Dalam Penvidikan Korupsi, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006.
Sudjana I Ketut, _Bahan Hukum Acara Pidana, Khusus Intern. 2012.