penvmrkan tindal' pidana korupsi oleh

26
PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH JAKSA PENYIDIK OLEH: I KETUT SUD.lANA, SH. MH. NIP. : 195'11215.198602. I. 001. FAKUL TAS HUKlii\1 UNIVERSITAS UDA VANA DENPASAR 2016

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

PENELlTIA~

PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

JAKSA PENYIDIK

OLEH:

I KETUT SUD.lANA, SH. MH.

NIP. : 195'11215.198602. I. 001.

FAKULTAS HUKlii\1

UNIVERSITAS UDAVANA

DENPASAR

2016

Page 2: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

Ab.>t ruk

Penyidikan merupakan pil1tll ~i•.'rbang untllk Jurat dituntutnya sc"cLir~ln~ di uer,1\l pengadilan. Un(uh. I11cngungh.apkan khaslls kprupsi adanya berbagai k'nib(l~<.l yang

m~mpllnyai \\ C\\ en~lng untuk melakukan pen) idiLan scpel1i poli:---), ,\Jksa d~1I1

pCllyidik KPK. MCllunn LJL No 16 Taillll1 200+ IX"31 30 aym i d JJk,a hcrwenallg untuk melakukall pell) idikan lindak Pida"a tertell!u beruasarbn ulluang-undang. Terrentu yang dimaksudbll di sini adalah Tilldak Pid'U1il Korul'si (TPK). Yang dimaksudk,1I1 perkara pidalla ter!entu aua13h perkara pidalla ) ang dapat meresailkan masyarakat luas dan! atau dapal membaha) akan keselamatan negara. merugikan perekonomian ncgara atau keuangan negara.

Kala kunci: Pen) idikall. Tindak Pidalla Kurupsi. Jaksa.

Page 3: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

DAFTAR 151

I. PENDAHLJLUAN

I. I. Latar Belakang Masalah .

1.2. Rlimusan Masalah . 4

1.3. Ruang Lingkllp Masalah . 5

104. Tlijuan Dan Manfaat Penelitian . 5

a. Tujuan Pemelitian . 5

b. Manfaat Penel itian . 5

1.5. Landasan Teoritis 6

1.6. Methode Penelitian 8

a. Jenis Penel itian 8

b. Sifat Penelitian 8

1.7. Data dan Slimber Data 9

II. TINJALJAN UMUM PENYIDlDKAN TINDAK PIDANA KORUPSI .. 10.

III. PERANAN JAKSA DALAM PENYIDIKAN T1NDAK PIDANA KORUPSI

I. Kedudllkan Kejaksaan Dalam Pen) idikan Tindak Pidana Korupsi II

2. Peranan Kejaksaan Dalam Penyididkan Tindak Pidana Korllpsi 12

IV. PROSES PENYIDIKAN TINI)·\K PIOANA KORLJPSI OI.EH JAKSA 14

I. Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Oleh .laksa 14

2. Pengge1edahan Dalam Tindak Pidana Korupsi 18

V. KESIMPULAN 18

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

PENYIDIKAN TINDAK PIDA:"\ KORU'SI OLEH JAKSA

I. PENDAHULUAN

I. Latar Belakallg Masalah

Korupsi di Indonesia merupakan kejahatan :,ang luar biasa (exira ordinary

crime) dan dapat digolongkan ke dalam pclanggar:tn hak ekonomi dan hak sosial

rakyat. "Korupsi di Indonesia dari wakru k" waktu telah menunjukkan

perkembangan yang pesat baik jika dilihat secara kuantitas maupun kwalitas.

Perkembangan seeara kuantitas dapal dilihat dari hasil penelitian lembaga

Traf7.\paraney fntemarional Corruption Perceptions tahun 2004 bahwa Indonesia

adalah termasuk rangking 4 besar dunia dan bahkan tertinggi di Asia Tenggara" (1

Gusti Kell~f AriaH'on. Kehijakan Penanggu/u/lgoll Tindak Pidana Koru/)... ; di Indonesia.

lHakalah pada seminar UNC-4.C KomilfnUI1 Dunlo Da!m/1 Afelawan Korupsi yang

diselenggarLlkan oleh Badon Perll'uk;Ian Jfdhasisl1'o Fukultas Huku/11 Univers;{as

Udayana Denpasar 2 7 Oklober 2007. hoi. I).

Pelaku korupsi telah melampaui batas-batas tolemnsi. baik dari sisi moral,

etika maupun hukum. Secara kualitatif korupsi menimbulkan degradasi moral

berupa bobraknya moral penyelenggara negara. termasuk aparut penegak hukum

yang melakukan kejahatan ini.

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana

khusus yang mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana

umum, seperti penyimpangan hukul11 acara. apabila ditinjau dari materi yang

dialur dalam tindak pidana karupsi secara langsung maupun tidak langsung

dil11aksudkan unluk menekan seminimal mungkin teriadin}a kebocoran tcrhadap

keuangan negara. Tinda;; pidana karupsi herkemhang sangat ccpal dan canggih.

seirama dengnn perkemh;.lngan .iaman dan kem~~jllan te~nologi. 1-laJ ini sangat

mel11pengaruhi danl11crupakan salah satu {"ktor pen}ehah tcriain:Cl 1'1'1-(. fkl1itik

lolak dari kenyataan lersehllt penyelesaian masalah TPK akhir-akhir ini hanyak

mendapat sarolan ketika isu reformasi digulirkan.

Di Indonesia sendiri ~paya pemheranlas<ln TPK dijadikan harometer oleh ,

pemerintah dalam menenlukan keherhasilan penegakan hukllm. namlln

kemacetan terhadap penanganan kasus-kasus korupsi masih tetap terjadi. .•

Kemacetan dalam pcnangannan kaslIs korupsi memang kerap teriadi. hal ini

dikarenakan antara lain. kacna kClcnlllan-kelentuan yang dapal dilerapkan pada

Page 5: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

perilaku korupsi yang terdapat dalam KUHP Bab XXVIII khususnya delik-delik

yang dilakukan oleh pejabat. sepeni Pasa1415. 416. 418. 420. 423. 425 dan 435.

··tidak berdaya" menghadapi masalah korupsi (Soedjono Dirdjosi,nvoro. FUIlf(si

Perundflllgtll1-UNt/(mgan Pitfalltl Da/(lm Penllnggulangmr Korup.'ii Di Indol1l!sitL CV Sinar

BlIru. Bml{llIn~. 1984, hal. 3) .

Tuntutan masyarakat akan penanganan pemberantasan semakin memuncak

ketika reformasi digulirkan. denan slogan reformasi yailu Pemberantasan korupsi.

kolusi dan nepotisme (KKN). Hingga dikeluarkan Undang-undang NomoI' 31

Tahun 1999 tentang Pem berantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi bukti nyata

keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah korupsi di Indonesia memang

cukup mendapat perhatian masyarakat. karena keberhasilan pemerintah dalam

penanganan TPK adalah bukti keseriusan dari pemerintah sebagai bentuk

komitmennya kepada kepada masyarakat.

Ini terlihat dengan perubahan perundang-undangan lentang masalah korupsi yang tenls mengalami kemajuan secara materii!. Walaupun perundang·undangan tentang korupsi terus mengalami kemajuan dari waktu ke waktu tapi banyak ditemukan kecenderungan-kecenderungan dalam penanganan penyelesaian masalah korupsi sehingga dirasakan kurang memenuhi keadilan masyarakat antara lain sebagai berikut:

Tidak sebanding antara jumlah kasus yang ditemukan masyarakat dan jumlah yang diselesaikan melalu; pengadilan. Perkara yang sampai ke pengadilan hanya perkara yang tergolong berskala kecil, baik pelaku maupun jumlahnya sementara terhadap dugaan korupsi yang dilakukan oleh pejabat maupun pejabat publik lainnya cenderung tidak jelas ujung pangkalny'a.

Ougaan korupsi yang dilakukan oleh pcjabat pemerintahan (top eksekutif). kejaksaan sangat tergantung pada political \\ ill remerintah. (Kri!itimlll rudi. fndepemlem'; KejllkwulII Do/am PellJ'itlikall R:orllpsi. Citra Adi(rll Bflkti, Baudung, 2fJ06, Ha!.4) .

Oalam Pasal 284 a)'lt 2 KU; lAP disebutkan "Oalam w'aktu 2 tahun sctelah

undang-undang ini diundangkan. maka terhadap scmua perkara diberlakukan

ketentuan undang-undang ini. dengan pengecualian untuk sementara mengenai

ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang

tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi".

Adapun yang dimaksud dengan "ketentuan kllllsus acara pidana"

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tertentu adalah ketentuan khusus

acara pidana sebagaimana diatur dalam Undallg-undang Tindak Pidana. misalnya

Page 6: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

I I I

I \ I

tindak pidana ekonomi dan tindak pidana koropsi.- (.lIarwan EJJendy, Ke;rrksaan R/

Posisi dim Fungsi".1'(( dari PenpeJ.tij Hukum. Grnme(fia Pustaka D'tama. Jakart(l, 2fJOJ, lIal.

/46).

Hal ini dapal dilihat dalam Il No. 16 Tahun 2004 lemang Kejaksaan

Republik Indonesia. undang-undang TPK, UU No. 31 Tahun 1999 jo ULJ No. 20

Tahun 200 I yang oleh UU ini memberi wewenang jaksa untuk melakukan

penyidikan TPK. terutama tindak pidana yang sulit pembuktiannya (pasal 32

hurufb ULJ No.5 Tahun 199/ ). Jaksa selaku penyidik dapat dilihat dalam :

Pasal 9 Kepres 228 Tahun 1967. 2 Desember 1967 tentang Pemberantasan

Korupsi.

Pa5al284 (2) KUHAP, pasal 17 PP 27 tahun 1983.

Pasal 52 huruf b LJU NO.5 Tahun 1991 (LN RI 1991 51, Tl.N RI 3451).

Menentukan Jaksa Agullg mempunyai tugas dan wewenang untuk

mengkoordinasikan pellangallall perkara pidana tertentu dengall installsi terkait

berdasar LJlldallg-undang.

Kepres RI No. 15 Tahun 1953 dall Kepres RI No.1 5 Tahull 1991.

Kepres RI No. 84 Tahun 1999 yakni pasal4 angka 6 dan bagiall ke 6, pasal 16,

17. 18 telltang Jaksa Agung Muda benvenang melaksanakan penyidikan

Tindak Pidana Korupsi Keputusan Jaksa Agung RI KEP I ]5!Ja/10/1999

tentang Susunall dan Organisasi Tata Kerja Kejaksaan Agung R I.

Pasal 39 ULJ No. 31 Tahun 1999 Jaksa Agung megkoordinasikan dan

mengendalikan penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal27. 28. 29 ayat(4). Pasal30 l!l! N(). 31 Tahun 1991.

Dengan melihat hal serel1i diatas. Jaksa mempunyai keuudukan yang sangat

penting dalam pemberantasan TPK. hal in; dapat dilihal tugas jaksa disamping

sebagai Penulltut Umull1. juga berperall sebagai penyidik ( TPK t.

Dengan latar belakang )ang Lelah dipararkan diatas. penulis mcncoba

mengangkat permasalahall Il1cllgenai "PENYWIKAN T1NOAK PIOANA

KORUPSI OLEH JAKSA."

2. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakallg masalah yang telah diuraikan tersebut di

atas maka dapat dikernukakan rumusan ll1asalah yang akall dibahas yaklli:

Bagaimalla proses pellyidikall TPK yallg dilakukall oleh Jaksa.

Page 7: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Agar tidak teljadi pembahasan yang berlebihan dan ada kesesuaian

antara pembahsan dengan pennasalahan, maka penulis merasa perlu untuk

memberikan batasan-batasan terhadap permasalahan tersebut di atas yang

berkaitan dengan lndependensi Kejaksaan dalam penyidlkan Tindak Pidana

Korupsi.

Adapun permasalahan yang akan dibahas mengenai Apakah Undang

- Undang Kejaksaan mempengaruhi Indepedensi Kejaksaan dalam Penyidikan

Tindak Pidana Korupsi.

104. Tujuan Dan manfaa! Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Jaksa didalam melaksanakan tugas penydikan sudah barang tentu

mengalam beberapa kendala. Apakah kendala tersebut berasal dar; diri atau secara

interen jaksa atau berkaian dengan faktor undang - undang dalam hal ini KUHi\P.

krena terbentur dmgan pasal 283 ayat 1 dan 2, dikaitkan pula dengan pasasl I ke I

dan psal 6 ayat I KUHAI'.Dari hambatan/ kendala ini akan dicoba unuk

menemukan/ mencari jalan keluarnya. sehingga akan dketahui secara past;

hambatan terse but.

b. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini daharapkan dapat bermanfaat baik bagi para

pembaca maupun bagi peneliti sediri. Dengan hasil ini akan ditemukan eksistensi

jaksa selaku penyidik dalam tindak pidana Korupsi.

Page 8: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

1.5. Landasan Teoritis

Landasan teori hingga terbentukn)a judul penulisan ini didasari dari

Peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tailun 199/ tentang Kejaksaan yang diubah

menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004. Kejaksaan sebagai sebagai

lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab kepada Presiden perlu memiliki

indepedensi dalam menjalankan wewenangnya dalam bidang penuntutan dan

khususnya dalam penyidikan tindak pidana korupsi. Selain itu. penulisan ini juga

didasari dari sumber bacaan yang mendasari penulisan proposal inL yaitu 'Pokok­

Pokok Pikiran Illdependensi Kejaksaon Agung' yang merupakan suatu makalah

disampaikan dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa tahun 2000, yang didukung

juga dengan sumber bacaan lainnya.

Landasan teoritis yang digunakan dalam penulisan 1111 yaitu menekankan

pada ajaran Montesquieu yaitu Trias I'o!itika. Pemisahan kekuasaan terse but

akan mempengaruhi kinetja dari /embaga-Iembaga yang ada. Seperti contohnya

lembaga Kejaksaan seharusnya dipisahkan dari lembaga pemerintahan (eksekutif)

melainkan bergerak independen dengan kcwenangann\ a dalam penuntutan dan

khususnya penyidikan dalaln tindak pi dana kOl'upsi. Hal tcrscbut bdum tercanturn

dalam Perundang-undangan yang ada : ai111 palia Lindang-Undang N01l1~)r 16

Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Pemberantasan korupsi sccara hukum adalah dengan Illcngandalkan

diberlakukannya secara konsisten Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi dan berbagai ketentuan terkait yang bers/fat repressif Undang­

Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. J I Tahun 199') tcntang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. sebagaimana diubah rncnjadi Undang­•

Page 9: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

lIndang NO.20 Tahun 200 I. Pada orde lama korup'.i masih terjadi meski sejak tahun

1957 tclah ada aturan yang cukup jclas yaitu Peraturan Penguasa Militer No. 06

Tahun 1957, yang kcmudian diganti dengan Undang-LJndang No. 24 Ta[wn 1960.

Berganti ke orde banI keadaan semakin buruk meskipun sudah dilakukan perubahan

pada perangkat hukull1 tindak pidana korupsi. Lalu dibuat Undang-Undang No.3

Tahun 1971 yang sangat keras tapi senlah tidak berda)a, serta menghambat proses

pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada em relormasi penyempumaan terhadap

Undang-Undang No.3 Tahun 1971 melalui Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

yangjuga telah direvisi melalui Undang-Undang No. 20 Tahlln 200 I.

UU Nomor 3 tahun 197! tentang Pembemntasan Tindak Pi dana Korupsi

menentukan bahwa seseorang dianggap melakukan tindak pidana korupsi

apabila:

a. Secara melawan hukum melakukan perbuatan atau l11emperkaya diri sendiri

atau orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung

keuangan negara atau perekonomian ncgara.

b. Dengan tujuan menguntllngkan diri sendiri alall orang lain atall sesuatu badan.

menyalahgunakan ke\\enangan. kesemratan utau "arana )ang ada psdanya

karena jabatan atau kedlldukan. : f1ng secanl [;.lngsllng atau tidak langsling

merugikan kcuangan negara atau perekOllOlllian Ilcgara.

c. Memberi hadiah atau janji kcrada pegawai negeri dengan mellgingat sesuatu

kekua~aan dan kewenangan yang l11elekat pada jabatan atau kedudukannya.

Tennasuk dalam hal ini adalah siapa saja yang tanpa alas an yang wajar. tidak

Page 10: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib dalam waktu

yang sesingkal-singkatnya selelah menerima suatu pemberian alau janji 4

Secara konsepsionaL maka inli dan arti penegakan hllkul11 tertetak pada

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang lerjabarkan di dalam kaidah­

kaidah yang man tap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciplakan. memelihara. dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar

filosofis lersebul, memerlukan penjelasan lebih lanjut sehingga akan tampak

lebih konkret. Penegakan hukum sebagai sualu proses pada hakekatnya

merupakan penerapan diskresi yang menyangkutmembual keputusan yang tidak

secara ketat dialur oleh kaidah hukum. akan letap; mempunyai unsur penilaian

pribadi. Dengan mengutip pendapal Roscoe Pound. maka LaFravre menyatakan,

bahwa pada hakikatnya diskresi berada diantara hukum dan moral. Masalah pokok

penegakan hukum sebenamya terletak pada faktor-faktor yang mungkin

mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga

dampak posilif alau negalitnya terlelak pada isi faktor-taktor tersebllt. Faktor­

faklnr tersebut. adalah sebagai berikllt:

I. Faktor hllkumnya sendiri. yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada

undang-undang saja.

2. Faklor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau tasililas yang mendukung penegakan hukurn.

Page 11: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

4. Faktor masyarakat. yakni lingkungan di mana hukllm ter<;ebllt berlakll atall

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya. cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manllsia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor

tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi

dan penegakan hukulll. juga merupakan lolak ukllr daripada efektivitas

penegakan hukum.'

1.6. Metode Penelitian

a. Jenis Penelilian

Jenis pendekalan yang penlllis gunakan adalah pendekatan yuridis empiris.

yaitll pendekatan masalah yang telah dan diteliti yang didasarkan atas norma­

norma atall peraturan perllndang-undangan yang berlakll. kemudian dikaitkan

dengan penerapannya dalalll praktek masyarakat.

b. Sit"t Peneiltian

Adaplln sit"t dan penelitian ini adalah penclitian yang sifatnya deskriptif

dan penelitian yang sit"tnya eksplanatoris. Pencliti"n yang sifatnya desl-;niptif

yaitu penelitian yang sifatnya bertujuan Illcnggamharkan secara tepat sifat­

sifat suatll individll. keadaan. gejaJa atau kelampak tertentu. atall untul-;

menentukan penyebaran suatu gejala, atall untuk menenlukan ada tidaknya

hubllngan antara suatu gejala dengan gejala lain dalalll masyarakat. Sedangkan

penelitian yang sifatnya eksplanatoris.

Page 12: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

1.7. Data dan Sumber Data

Dengan berpangkal tolak dan pendekatan masalah. maka peneliti akan

menentukan dan mana sUl11bcr data itu akan dikumpulkan dan metode dan

teknik apa yang penulis akan gunakan. Data untuk penulisan skripsi ini

dikumpulkan melalui:

L Sumber hukum primer, yailll penelitian yang langsung dilakukan

dilapangan. Penelitian mi dilakukan pada instansi-inslansi terkait dengan

melakukan wawaneara terhadap beberapa orang yang mengetahui

pcrmasalahan yang ada hubungannya dengan materi penelitian.

2. Sumber hukum sekunder. yailu dilakukan dengan cara penelitian

kepustakaan dengan tujuan mendapatkan data yang sifatnya teoritis

dengan meneliti buku-buku atau literature yang relevan dengan

pennasalahan yang dibahas.

a. Teknik pengumpulan data

I. Teknik studi dokumen

Teknik ini merupakan teknik awal >ang digunakan dalam

setiap pcnelitian ilmu hukum. baik dalam penelilian hokum

normative maupul1 penelilian empiris. Studi dokul11el1 dilakuKan alas

bahan-bahan hukum yang rdenn dengan pcnclitian yang dilakukan.

Di dalam penelilian ini leknik pengumpulan hahan hukul11 dengan

mengkaji peraturan perundang-urldangan No.16 Talllln 200--1 tenlang

Kejaksaan Republik Indonesia. UU No. 20 tahun 200 I tentang

pembrantasan Tindak Pidana Korupsi . KL'HAP ( Kitah Undang ­

Page 13: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

Undang I[lIkum A~ara Pi dana ) Sella beberapa peraturan lainnya

yang menyangkut t~ntang Kejaksaan dan tindak pidan korupsi dan

beberapa bllku bahan bacaan yang tcrkait tentang penulisan

penelitian yang penulis lakukan.

b. Teknik pengolalwn data dan analisa data

Penggolahan data dilakllkan secara kualitatif. yaitu dengan cara

menggumpllikan data yang ada dalam kenyataan dengan menonjokan

bobot dan permasalahan yang ditemukan sehingga memperoleh

kesimpu Ian yang sistematis dan data tersebut.

Analisis data dis'\iikan secara deskriptif yaitu mengllraikan dan

menjelaskan sec3l'a menggambarkan dalam rumusan pengertian

terhdap data-data yang telah dibanding-bandingkan.

Page 14: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

II. TINJAUAN UMUM TENTA:\'G PPiYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

1. Pengertian Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Istilah penyidikan merupakan padanan kata dari bahasa BeIanda

"op,'poring", Dari bahasa Inggris "investigation" atau dari bahasa Latin

"investigatio", Mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 3 KUHAP, dapat

disebutkan bahwa: "Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal

dan menurul eara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk meneari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjad; dan guna menemukan tersangkanya,"

Djoko Prakoso dalam bukunya POLRI sebagai Penyidik dalam penegakan

Hukum mengemukakan pengenian penyidik sebagai beriku!:

Penyidikan merupakan tindakan j'ang dapat dan hanls segera dilakukan oleh penyidik jika ada persangkaan jika terjadi suatu tindak pidana, apabila ada persangkatan telah teljadi kejahatan atau pelanggaran hukum maka harus diusRhakan apakah hal tersebut sesui dengan kenyataan, benarkan telah dilakukan suatu lindak pidana dan jika benar demikian, siapakah pembuatnya,

Pengertian penyidikan yang diatur dalam Pasal I butir 2 KUHAP yang

menyatakan penyidikan sebagai beriku!:

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam undang-undang untu meneari dan l11engul11pulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu l11embuat terang tentang tindakan pidana yang terjadi dan guna menel11ukan tersangkanya,

Dengan mengkaji detinis; di atas l11aka tujuan Penyidikan adalah untuk

membuat terang dan jelas dcngan meneari dan berusaha umuk menemukan

kebenaran yang seiati alau selengkap-Iengkapnya tentang suatu

perbualan/tindakan pidana yang tclah disangkakan scna unluk mencmukan

tersangkanya demi perkara lersebul.

Proses penyidikan Tindak Pidana pada ulllulllnya

penyelidikan suatu perkara yang didapat dari adanya:

a, Laporan. adalah pel11berilahuan yang disampaikan seseorang karena hak dan kewajibannya berdasarkan UU kepada pejabat (Polisi) yang berwenang telah atau sedang terjadi sualu tindak pidana,

b, Pengaduan. adalah pembcritahuan disertai permimaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabal yang bcrwcnang (penyidik) untuk mcnindak mcnurut hukuITI scscorang tclah mclakukan tindak pidana dan merugikan orang atau masyarakat( I Ketul SlIdjanan so .~fH. Bahan Hukum .4 ('aru Pitlana.II 25).

Page 15: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

ilL PERANAN JAKSA DALAM PENYIDIKA'. n"iDAK PIDANA KORUPSI

l. Kedudukan Jaksa Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Dengan ditetapkannya Undang-ulldang Nomor 16 Tahun ::'004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia dimana di dalam hal penyidikan (erhadap TPK

.iaksa berwenang untuk melakukan pCllyidikan sebagaimana ditentukan dalam

pasal 30 ayat (I) d menentukan:

Tugas dan wewenang jaksa adalah: Mclakukall pCllyidikan !erhadap lindak

pidana tertentu berdasarkan Undang-undang.

Dengan melihat hal ini berarti jaksa berwenang untuk melakukan penyidikan

terhadap tindak pidana tertentu atau tindak pidana khusus. Khusus maksudnya hal

in; dapat dilihat dalam penjelasan umum 3 menentukan kewenangan kejaksaan

untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk

menampung beberapa ketentuan Undang-undang yang diberikan kewenangan

kepada jaksa unluk melakukan penyidikan, misalnya: UU No 3 I Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Klxupsi yang diubah dengan UU No 20

Tahun 200 I dan UU No 30 Tahlln 200::' tentang Komisi Pemberanlasan Korupsi.

Hal inilah yang merupakan perl11asalahan hukum jika dikaitkan dengan

kewenangan dari jaksa disamping sebagai penuntut umum juga sebagai penyidik

dalam hal tindak pidana tertenlu (khusus). termasuk TPK. dan hal di alas dengan

jelas dapat dilihat dalam ketentuan pasal I butir 6 KUHAP, pasal 14 dan pasal 15

KUHAP.

Jika kita teliti ketentuan pasal 110 KUHAP tersirat atau terlihat wewenang

jaksa selaku penyidik tetapi seeara samar-samar. Pasal 110 menentukan: "Dalam

hal penyidik telah selesai melakul,an penyidikan. penyidik wajib segem

menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut lllllum."Dalam hal penuntut

umum berpendapat bah\\a basil pen, idikan tersebut masih I,urang Icngkap.

Penuntut umum segera mengembaiikan berkas perkara ilu kepada pen, idiL

disertai petunjuk unluk dilengl,api.

Dari sinilah dapat dilihat seeara samar-samar bah\\a penuntut lImum juga

sebagai penyidik dalam hal untuk kelengkapan hasil penyidikan slialu perkara.

Jika dikaitkan dengan UU No 31 Tahun 1999 tenlang pemberanlasan Tindak

Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No ::'0 lahun 200 I. lernyata

wewenang jaksa sebagai pen) idil, nampak terlihat. Jaksa dibenarl,an oleh

KUHAP untuk melakukan penyidikan. Hanya saja jika hal ini dikaitkan dengan

Page 16: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

ketentuan pasal184 ayal , II. dan samra; saaI ini t-e!~m dicat-ut maka disini akan

tCljadi benturan kewenangan dalam hal r<'n~ idikan Tindak Pid:tna K,'rupsi.

Penjelasan pasal184 ayat (2) huruft- ini men~ebutkan bah\\a yang dimaksud

dcngan "ketcntuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang­

undang tertentu" ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana terse but pada,

antara lain: Undang-undang tentang pengusutan. penuntutan, dan peradilan tindak

pidana ekonomi (UU No 7 Drt. Tahun 1955) dan UU tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (UU No 3 Tahun 1971).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dilihat pihak yang mempunyai

wewenang untuk melakukan penyidikan TPK adalah penyidik Kepolisian dan

penyidik Kejaksaan. Walaupun jaksa berfungsi sebagai Penuntut Umum. jaksa

juga adalah merupakan penyidik atau pengusut yang paling luas dan penting

karena tugasnya pengusutan dari permulaan sampai lerakhir. penyidikan lanjutan

dan mengawasi serta mengkoordinasikan alat penyidikan.

"Untuk itu 1aksa wajib memperhatikan laporan-Iaporan tentang telah

terjadinya tindak pidana dan wajib dengan inisiati!' sendiri melakukan tindakan

yang dipandang perlu agar supaya perkara menjadi lebih terang." (K. Wtmtijk Sateh,

T;ndak Pidantl Korup:,i. Ghalia Indone,\'ia, JaJ,;ar(fl. 1997, hal.49)

2. Peranan Kejaksaan Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Terhadap tindak pidana korupsi sebelum dikeluarkannya UU No 10 Tahun

200 I (tentang perubahan alas UU No 31 tahun 1999). penyidikannya dilakukan

oleh kejaksaan. Namun demikian. setdah lahirnya UU No 20 Tahun 2001.

penyidikan lerltadap tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh banyak lembaga

dan memiliki beragam pe'''ahaman.

Di saw sisi, ada yang berullggarnll bahwu pihak kerolisianlah )'ang berhak unluk melakukan pen~ idikan terhadap tindak pidana korupsi. Namun demikian. di sisi lain dengan bertitik tolak dari ide bah IVa materi tindak pidana korupsi sebagai bagian dari hukum pidana khusus (ius special. ius singulare/bijzonder strafrecht]. scbenarnya kejaksaanlah yang berhak melakukan penyidikan lerhadap tindak pidana korupsi. (Kristiaaa Ylldi, ap cit, hat. 80)

Hal senada diungkapkan oieh Loebby Loqman bahwa:

"Sejak dirancangnya UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disadari bahwa UU terse but merupakan ULJ pidana khusus. yaitu UU Hukum Pidana yang sekaligus mengatur substansi maupun hukum acara pidana di luar

Page 17: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

KUHP dan KUHAP.-· n",,'wy Lt"l_.... \fa'tJ!ah nndak Pillana Kamp,; IIi Inthmes;u, Badan Pembinaun HliliMm \aJio"Q/ D~partemen Kehakiman dun Hak ASQs; Mcwwi;a, /996//999. lud5;.

Keragaman pemahaman sebagaimana )ang terjadi saal ini di,ebabkan oleh

ketidak jelasan dari kdentuan pasal 26 UU No 31 Tahun 1994 yang berbunyi

sebagai berikut:··Penyidikan. penuntutan. dan pemeriksaan di sidang pengadilan

terhadap TPK dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku keeuali

ditentukan lain dalam undang-undang ini:'

Pasal ini lidak menjelaskan seeara eksplisil Iembaga mana yang bertugas

melakukan penyidikan terhadap TPK.

Peranan Kejaksaan dalam proses penyidikan TPK, dapat dilihat pada proses

penyidikan yang dilakukan olehjaksa penyidik, yaitu:

a. Jaksa berperan dalam menerima laporan!infomlasi dari seseorang tentang telah

terjadinya TPK, selain laporan didapat dari masyarakatjuga dapat didapat dari

inslansi-instansi pemerintah atau lembaga yang bertugas mengaudit. seperti

BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan). Sebagaimana

ditentukan dalam Keppres No 31 Tahun 1983 tentang Badan Pengawas

Keuangan dan Pembangunan. Pasal 44: Apabila dari hasil pemeriksaan

diperkirakan terdapat unsur TPK. kepala BPKP melapor kepada .Iaksa Agung"

BPKP inilah yang memeriksa/menghitung kerugian. keuagan negara yang

ditimbulkan oleh seseorang atau sekelompok orang diinstansi yang

bersangkutan. Dari hasil audit BPKP ini akan menjadi sum bel' data dan fakta

bahwa telah terjadi TPK. laporan BPKP kepihak keiaksaan masih sedikit

hingga lebih banyak dihasilkan berdasarkan laporan lain seperti: LSM

(Lembaga Swadaya Mas)arakat). Tanpa aJan~a laporan dari BPKP. maka

jaksa tetap bisa melaksanakan pen) idikcln berdasarkan laporan dari

mas)arakaL "Laporan atau pengaduan diaiukan seCaI"a (crlulis hares

ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. " (.H. raul. Pen.l'lIringtlll J'erkllra Pidal1l1

Oleh Polis;, eel: I, Pradnya Paramita. Jakarta. /987, /Jal.JO)

b. Atas dasar laporan/pengaduan tersebut, ke.jaksaan kemudian mengeliminir.

apabila laporan lersebut bersifat informasi akan ditangani seksi intelijen dan

bila sudah merupakan laporan terjadinya tindak pidana. maka langsung

ditangani oleh jaksa sebagai lembaga penyiJik. Apabila infonnasi tersebut

hanya melingkupi salah satu/satu kabupaten saj". maka akan ditangani oleh

Page 18: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

Kejari setempat, seJangkan apabila melingkupi beberapa kabupaten maka

ditangani oleh Kejati.

e. Peran Kejaksaan selanjutnya adalah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan

dengan perintah kepada ··.IakS3 Penyelidik" untuk melaksanakan penyelidikan.

Bertitik tolak Surat Perintah Penyelidikan tersebut maka Jaksa Penyelidik

mell1buat Reneana Penyelidikan. Selanjutnya Jaksa akan melaksanakan

penyelidikan dengan meminta keterangan yang dibua! 3 hari sebelum hari

pertemuan ditentukan dalam Surat Permintaan Kelerangan dan melalui bukti

surat dan lain-lain. Dalam l11enjalankan tugas penyelidikan, harus

menunjukkan tanda pengenalnya (Pasal 104 KUHAP). Apabila penyelidikan

telah selesai, .Iaksa Penyelidik l11elaporkan hasil penyelidikan dan mel11berikan

kesimpulan/pendapat dan saran terhadap hasil penyelidikannya.

d. Jaksa kemudian berperan dalam pembuatan matriks perkara. Apabila dari hasil

penyelidikan terdapat eukup bukti untuk dilakukan penyidikan maka oleh

jaksa dibuat laporan terjadinya tindak pidan'l. "Tindakan penyelidikan sebagai

pendahuluan tugas penyidikan untuk ll1enentukan apakah suatu peristiwa yang

diduga sebagai tindak pidana dapat dilakukan tindakan penyidikan dtau tidak:'

(Ibid) Kejari setempat mengeluarkan Sural Perintah Penyidikan yang

memerintahkan .Iaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak piJana

korupsi. Sural perintah penyidikan dibuat rangkap 5 yaitu: untuk yang

bersangkutan, Penunlut Umum (sebagai laporan dimulainya penyidikan),

Kejati/Kejari, Jam Pidsus dan arsip.

e. Pada tingkat penyidikan jaksa melakukan pemanggilan sa~si-saksi/tersangka

dimana penyampaian Surat Pemanggilan selall1bat-lambatnya 3 (tiga) hari

sebelum yang bersangkutan harus menghadap dan wewenang penyidik ini

terdapat dalam Pasal 7 KUHAP. Dapat pula Ji lakukan pennintaan bantual)

pemanggilan saksi-saksi/ahli atau bantuan keterangan ahli. l11isalnya dari

BPKP atau lembaga lain seperti: yayasan. "Selanjutnya penyidik diwajibkan

pula untuk menjunjung tinggi hukum dalam menjalankan tugas-tugasnya

tersebut di atas, yang dalam hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 7

KUHAr. (WaltylUli, Pengetlllruttn Da.mr Hukum Acura Pillana, Armico. BlI1u!ung. /999,

ilal.2 7)

f .Iaksa berperan dalam l11elakukan penggeledahan/penyitaan surat-surat, harta

benda dan tindakan lain maka. diper/ukan permintaan '.1m

Page 19: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

penggeledahan/pcnyitaan. Selain itll apabi/a dalam melaksanakan pemeriksaan

terhadap tersangka diperlukan suatu penangkapan dan alau rcnahanan maka,

dibuat Surat !jin Pcnangkapan atau Surat Penahanan/Pengalihan jenis

penahanan. Sural Pcrpanjangan Penangkapan. Kemudian .Iaksa Il1cmbuat

bel'ita acara pen\ idibn yang ditandatangani oleh pcnyidik dan saksi'lerdak\\ a.

Hal ini tidak terleras dari ketentuan-ketentuan KUHAP yakni pasal 16 ayal i I

dan 2). pasal 21 ayat (2)

g. .Iaksa kemudian berperan dalam membuat Reneana Dakwaan (Rendak)

IV. PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH JAKSA

I. Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa

Proses penyidikan TPK dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Proses

ini berawal dari penyelidikan suatu perkara yang didapat dar; adanya laporan dari

masyarakat. maupun adanya pengaduan. hahwa telah terjadi suatu Tindak Pidana

Korupsi yang dilakukan oleh seseorang pejabat Negara misalnya . .Iaksa selaku

penyidik segera melakukan tindakan hukul1l untuk mengungkap atau menanggapi

isi laporan atau pengaduan tersebut.

Berkait dengan proses penyelidikan ini, KUHAP memberi arti bahwa

serangkaian tindakan penyelidikan untuk me:leari dan menemukan suatu

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapal atau

tidaknya dilakukan suatu penyidikan (Pasal I hutir 5 KUHAP).

Dalam hal ini fungsi dari suatu penyelidikan lerhadap suatu peristiwa (hukum) adalah untuk mcncari tahu dan mcnclTIukan suatu pcristiwa sehagai

tindak pidana guna menentukan dapal atau tidaknya dilakukan suatu peny idikan. Penyel idikan ini hukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri.

terpisah dari fungsi penyidik.3n. melainkan merupakan salah satu m~TOde atau sub dari fungsi penyidikan yang mcndahului tindakan lain bcrupa

penungkapan, pcnahanan. pcnggeledahan. penyitaall dan pCllyelesaian pen: idikan. (Al!jak\,tlll1l ling;:i Ba/i. EI-'alufI.\i Killcrja Aej/lk.\llllll Oil/am Pemherantlls

Tindal.. Pic/ana KOrllpsi. iWllkll/(l!l /Jada wmiu(lr C,VC1C Komi/me" /)un;a Oa/am Mdaumu Korup.'Oi. BPM Fak. Hukum (fnil). l/dayana DeJ1pll.wr. 27 Oktoher 211f17. /la/.J)

Dengan melihat fungsi penyidikan in;' sudah hal'ang tentu sangat terkait

dengan digunakannya alat-alal pemaksa yang ditentukan olell KUHAP yakni

tj"daLm penangkapan. penahanan dan babbn penghukuman terhadap seseorang

Page 20: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

rehabilitasi terhadap seseorang. Dalam hal ini hak ,"tiap orang betul-betul harus

dihormati (hak azasi manusia).

Penyidikan merupabn langkah pertama ~ ang dapat dan hanls dilakukan oleh

penyidik jika terjadi atau sangkaan Idah lerjadi suatu tindak pidana. Dalam hal

ini yang penulis maksudkan adalah Tindak pidana korupsi. Jika memang belul

maka usaha penyidik adalah unluk menentukan perbuatan apa atau delik apa ~ang

sedang atau lelah terjadi dan setelah itu menemukan siapa pelaku delik tersebul

karena antara pelaku!delik temujud dengan pelaku delik tidak dapat lerpisahkan

satu sama lain. Keadaan-keadaan tersebUI di alas didapat dari beberapa sumber.

seperti:

a. Ontekking of heter ded! tertangkap tangan

b. Builan ondekking ofheler daad! diluar tertangkap tangan. (lhill. haiRl)

Dalam hal tertangkap tangan. prosesnya ada lab penyidik harus segera

bertindak tanpa menunggu perintah penyidik dan dia wajib melakukan tindakan­

tindakan ;,ang diperlukan dalam rangka pen;,idikan dan lelap dalam batas-batas

penyidikan (pasal 5 ayat (1) sub b KUHAP). Penangkapan. larangan.

meninggalkan tempat penggeledahan dan penyitaan. pemeriksaan dan penyitaan

surat. mengambil sidik jari, memotret seseorang serta mengambil sidik jari. serta

membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Sedangkan diluar tertangkap tangan, hal ini dapat diketahui dengan adanya

laporan (aangifte) adanya pengaduan (klacht) dan pengetahuan sendiri oleh

penyidik seperti yang penulis uraikan di depan.

Setelah hal di atas dilakukan maka langkah penyidik selanjutnya adalah

penyidik melakukan usaha-usaha untuk mendapatbn keterangan lebill lanjut

untuk membuat terang suatu perkara.

Untuk hal yang demikian penyidik memanggil tersangka dan saksi-saksi

yang dianggap perlu )ang l1lempuny"ai ~aitan erat atau lllcngctuhui SUJtu

peristiwa. diperiksa untuk memberi suatu keterangan, surat paggilan yang sah,

dengan memperhatikan tenggang waktu yang \VaJar setelah diterimanya surat

panggilan tersebut.

Yang dipanggil wajib untuk memenuhi panggilan dan datang menghadap ke

hadapan penyidik (polisi). Di dalam panggilan perlama dia tidak hadir. maka

penyidik berwenang untuk memanggil sekali lagi.jika dalam panggilan ke dua ini

baik tersangka atau saksi tidak hadir maka penyidik rnenghadapkan orang •

Page 21: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

tersebut seeara paksa dan yang bersangkutm bi>:! di tuntut di muka pengadilan

berdasarkan ketentuan pasal 216 Kl·H..... P.

Apabila ketidakhadiran saksi alau tersangka dengan alasan ) ang wajar atau

dapat diterima (sakit) maka pen) idik datang sendiri ke tempat kediaman

saksi/tersangka (pasal 113 KUHAP). apabila tersangka telah memenuhi penggila

datang kehadapan penyidik. maka oleh penyidik diberitahu apa yang menjadi

haknya. Seperti hak untuk mendapat bantuan hukum atau didampingi oleh

seorang pembela/pengaeara. Karena hal ini merupakan salah satu azas dalam

KUHAP.

Dalam hal ini hak-hak seseorang (tersangka) harus diberitahukan pada saat

penyidikan dilakukan apakah dia/tersangka didampingi oleh penasehat

hukum/pembela atau tidak.

Oleh karena TPK masuk dalam tindak pidana khusus. maka penyidikannya

bersifat khusus pula. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

kita tidak boleh menutup mata tentang kekhususan-kekhususan y,~ng diatur dalam

undang-undang tersebut (UU) kejaksaan. UU Tindak Pidana Korupsi dan UU

tindak pidana korupsi itu sendiri. Hanya saja dalam beberapa hal terdapat

pengecualian yang diatur oleh undang-undang yang mengaturnya yakni yang

sekarang berlaku adalah UU NO. 31 tahun 1999 UU No. 20 Tahun 200 I tentang

parubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi yang di maksud antara lain:

a. Kewenangan lebih luas "arena termasuk kewenangan penyedik untuk

melakukan penyadapan (Wiretaping).

b. Barang (dugaan hasil korup,i) dapat dirampas terlebih dahulu tanpa

menunggu surat perintah penyitaan. kecuali ditemukan itikat baik dari pihak

ketiga yang barang-barangnya turul di rampas maka dapat diajukan keberatan

paling Imbat dalam waktu 2 bulan.

c. Proses penyidikan termasuk penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan

didahulukan daripada tindak pidana lain guna penyelesaian secepatnya

Berdasarkan keputusan Jaksa Agung RI No. KEP-120/.J.AI12119<)2 tentang

Administrasi Perkara Tindak Pidana serta keputusan Jaksa Agung RI No. KEP·

132/J .A/llIl <)<)4 dan kelazim ..n praktek penanganan perkara TPK. maka modus

operandi terungkapnya perkara "orupsi oleh pihak kejaksaan dapat karena adanya

inisiatif penyidik sendiri atau karena laporan/infonnasi seseorang tentang telah

Page 22: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

terjadinya TPK. Selain itu. laporan tenlang teriadinya tindak pidana korupsi juga

diperoleh dari satu lembaga yang benugas untuk mengaudit instansi-instansi

pcmerintah yang ada sepeni BPKP (Sadan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan). Sebagaimana ditentukan dalam Keppres No. J I Tahun 1983

ten tang Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Pasal44 menentukan :

.. Apabila dari hasil pemeriksaan diperkirakan terdapat unsur TPK. Kepala

BPKP melapor kepada Jaksa Agung. BPKP inilah yang

memeriksa/menghitung kerugian keuangan negara yang ditimbulkan oleh

seseorang atau sekelompok orang diinstansi yang bersangkutan".

Oengan melihat ketentuan di atas. maka terlihat fungsi penyelidikan

dilaksanakan sebelum dilaksanakan penyidikan yang benugas untuk mengetahui

dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi dan benugas

membuat berita acara sena laporan yang nantinya merupaka dasar permulaan

penyidikan.'· (AIJJori Sabuan, SYilhrifuddin Pettanunce. SH. Ruben Ac.'''mod, HukunI ACllra

Pidono, Angkllsn 8rl/ldung, 1990, ",,1.76).

Oari hasil audit BPKP ini akan menjadi sum bel' data dan fakta bahwa telah

terjadi TPK. lapman BPKP kepihak kejaksaan masih sedikit hingga lebi banyak

dihasilkan berdasarkan laporan lain sepeni: LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat). Tanpa adanya laporan BPKP. maka Jaksa tetap bisa ITlelaksanakan

penyidikan berdasarkan laporan dari masyarakal. Mengenai ketentuan pembuatan

laporan dan pengadllan dapat dilakukan secara tenulis dan lisan (Pasal 103 ayat I

dan 3 KUHAP).

Atas dasarlaporan tersebut. kejaksaan kemudian mengeliminir. apabila

laporan itu bersifat intcmnasi akan ditangani seksi intelijen dan bila sudah

merupaka laporan terjadinya tindak pidana. maka langsung ditangan oleh Jaksa

sebagai lembaga peny idik. Apabila inlormasi tersebut hanya melengkapi salah

satu/satu kabupaten saja. maka aKan ditangani oleh Kejari setempaL sedangkan

apabila melingkup beberapa kabupaten maka akan ditangani oleh Kejati. Oalam

hal permasalahan mengenai apakah Kejaksaan Tinggi berwenang menyidik

siapapun dalam daerah hukum kejaksaan tinggi . .Iaksa Agung atau .Iaksa Tinggi.

untuk dapat melakukan tugas penyidikan TPK. terlebih dahulu dia harus diangkat

di wi/ayah hukum Kejaksaan Negeri yang bersangkutan dan mereka banI

melaksanakan kewenangan penyidikan sesuai dengan ketentuan pasal 30 ayat (I)

d dan hal in; dapat pula kita hubungkan dengan ketentuan pasal 29 ayat (I). Pada

·1

Page 23: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

intinya bahwa jaksa yang bersangkutan berkedudukan difungsikan sebagai

lembaga penyidik tcrhadap TPK. dimanajabatan fungsional ini merupakan

wc\\·enang jaksa agung untuk mengangkatn) 3.

Selanjutnya Kejari setempat mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan

dengan perintah kepada "Jaksa Penyelidik" melaksanakan penyelidikan. Bertitik

tolak Surat Perintah Penyelidikan tersebut maka .laksa Penyelidik membuat

Rencana Penyelidikan. Selanjutnya dilaksanakan penyelidikan dengan meminta

keterangan yang dibuat 3 (tiga) hari sebelum hari pertemuan yang ditentukan

dalam Surat Permintaan Keterangan dan melalui bukti surat dan lain-lain. Apabila

penyelidikan telah seJesai, Jaksa Penyelidik melaporkan hasil penyelidikan dan

memberikan kesimpulan/pendapat dan saran terhadap hasil penyelidikannya.

Sebelum dilakukan penyidikan dikenal adanya tahap "praekspose/pemaparan

kembali" perkara disertai dengan perbuatan matriks perkara. Apabila dari hasil

penyelidikan terdapat cukup bukti untuk dilakukan penyidikan maka dibuat

laporan terjadinya tindak pidana. selanjutnya Kejari setempat mengeluarkan surat

perintah penyidikan yang memerintahkan jaksa penyidik unlUk melakukan

penyidikan TPK.

Di tingkat penyidikan ini dilakukan pemanggilan saksi-saksi atau tersangka

dimana penyampaian surat panggilan selambat-Iambatnya 3 (tiga) dari sebelum

yang bersangkutan harus menghadap (Pasal 27 ayat I huruf d UU No 5 Tahun

1991). Dapat pula dilakukan pennintaan banluan pemanggilan saksi-saksi/ahli

atau bantuan keterangan ahli. misalnya dari BPI(P atau lembaga lain seperti:

Yayasan. Saksi-saksi yang diranggit sccara patLil. dia bcrhalangan hadir. maka

saksi yang bersangkulan dipanggil untuk kati kedua. .lika sak,i pada saat ini juga

tidak hadir. maka kchadiran bisa dilakukan dengan raksa dijemput kc tempat

kediaman saksi. Hal ini akan berbeda. kcridakhadiran saksi kehadapan pen) idik

dengan alasan sakit (contohnya). maka Jaksa Penyidik datang ke tempat saksi

tersebut jika saksi berhalangan hadir karena melaksanakan tugas maka penyidik

bisa melakukannya lewat alat-alar yang canggih I{eleconferencel. dalam hal ini

saksi bisa saja melakukan tugas negara dalan jarak .iauh maka hal ini

dimungkinkan. Dengan keadaan seperti ini. telekomunikasi jarak jauh

(teleconference) datam sistem peradilan kita di Indc1llesia perlu ll1endapat

antisipasi yang cermat karena hal ini nantinya berkair dengan keterangan saksi di

ba"ah sumpah di depan persidangan dan keterangan yang diberikan Ie"at

Page 24: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

teleconference ini bobot nilain~a kbih rendah dari keterangan yang diberikan

saksi di depan persidangan dan disumpah. Hal ini juga mengingatkan kita kepada

ketentuan pasal 162 I\.LHAP. dimana alas ketidakhadiran saksi karena alasan

yang sah dan tempat kediaman saksi ~ ang jauh masih dipandang sebagai cara

pemeriksaan yang bersifat kOll\ensional, selain tidak didasarkan menu rut

interprestasi futuritis. Hal semacam ini memang KUHAP tidak mengaturnya,

tetapi karena kemajllan zaman dan perkembangan zaman semakin pesat maka hal

ini dimungkinkan lIntuk dilakllkan. Inilah yang menurut penulis disebut dengan

tembosan hukum.

2. Penggeledahan Dalam Tindak Pidana Korupsi

Proses selanjlltnya apabila diperlukan adanya penggeledahan/penyitaan surat­

surat. harta benda, dan tindakan lain maka, diperlukan permintaan ijin

penggeledahan/penyitaan. Selain itu apabila dalam melaksanakan pemeriksaan

terhadap tersangka diperlukan suatll penangkapan dan atau penahanan maka,

dibuat Surat Ijin Penangkapan atau Surat Penahanan/Pengalihan Jenis Penahanan,

Surat Perpanjangan Penahanan.

Dalam hal Tindak Pidana Korllpsi ini penggeledahan dapat berupa

penggeledahan badan dan penggeledahan rllmah. jika dsri hasila penggeledahan

tersebllt ditemllkanya barang hasil dari kejahatan ( korupsi ). maka segera

dilakukan penyitaan barang dan atau dilanjutkan dengan penahanan tersangka

untuk diperiksa lebih jauh lagi. Jika dari hasil penyidikan bahwa dengan bukti

permulaan yang cllkup bahwa terlah terjadi tmdak pidana Korupsi. maka hal ini

dilaporkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri. untuk dilakllkan pemberkasan.

Pemberkasan perkara dilaporkan kepada Kejari guna diteliti lebih lanjut serta

dibuat pula Rencana Dak\\aan IRendak). Pada tahap ini dikenal adanya

"ekspose/pemaparan" pcrkara. apabila dilentukan bah\\ a lidak lerdapal cukup

bukti atall peristi\\a terse but ternyata ternyata bukan merupakan tindak pidana

dan ditutup demi hukum, maka penuntutan tersebut dihentikan (pasal 140 ayat 2

huruf a KUHAP) dan dikeluarkan Sural Penetapan Penghentian Penyidikan (SP­

3), tetapi bila dari "ekspose/pemaparan" hasil penyidikan dapat dilaksanakan

penuntutan maka dibuat "berita acara pendapa!" atau resume dan

disempurnakannya reneana dakwaan menjadi surat dakwaan. Selanjutnya dibuat

..

Page 25: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

surat pelimpahan perkara ke ~ngadiI2~ ne;eri setempat dengan permintaan agar

surat dakwaan diperiksa dan Jiadili di depan persidangan.

V. SIMPULAN

Dari uraian yang telah disajikan pada bab di depan. maka ada beberapa simpulan yang

dapat ditarik. yaitu:

1. Penyidikan tindak pidan3 korupsi dapat dimulai apabila adanya laporan 1

pengaduan masyarakat. yang artinya bahwa hal ini biasa ditindaklanjuti

apabila laporang terse but disertakan pula dengan bukti pennulaan yang cukup

, tanpa disertai dengan pcnllintaan untllk dilakllkan penyidikan.

2. Dalam hal tindak pidana korupsi, jaksa diberi wewenang oleh undang ­

undang melakukan penyidikan. hal ini didasarkan kepada ketentuan pasal 284

ayat 2 KUHAP • pasal 26 ULJ No 31 1 1999 yo UU No. 20/200 I, UU No 161

2004 dan UU No 30/2002.

Page 26: PENvmrKAN TINDAl' PIDANA KORUPSI OLEH

DAFTAR PUSTAKA

Ariawan,I Gusti Ketut, Kebiiakan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia,

Makalah pada seminar UNCAC Komitmen Dunia Dalam Melawan Korupsi yang

diselenggarakan oleh Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Udayana Denpasar 27 Oktober 2007

Dirdjosisworo, Soedjono, Fungsi Perundangan-undangan Pidana Dalam Penanggulangan

Korupsi Di Indonesia. CV Sinar Baru, Bandung, 1984

Eflendy, Marwan, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 200

Faa!. M, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, Cel: I, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987

Kejaksaan Tinggi Bali, Evaluasi Kinerja Keiaksaan Dalam Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Makalah pada seminar UNCAC Komitmen Dunia Dalam Melawan

Korupsi. BPM Fak. Hukum Univ. Udayana Denpasar. 27 Oktober 2007

Loqman, Loebby Masalah Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum

Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 199611999

Sabuan, Ansori., Syahrifuddin Pettanance, SH, Ruben Achmad, Hukum Acara Pidanib Angkasa

Bandung, 1990

Saleh. K Wantijk. Tindak "dana Korupsi, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1997

Wahyudi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana. Armico, Bandung. 1999

Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan Dalam Penvidikan Korupsi, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2006.

Sudjana I Ketut, _Bahan Hukum Acara Pidana, Khusus Intern. 2012.