penyakit diabetes melitus

25
Penyakit Diabetes Melitus Ramli Saibun Hasudungan Simandjuntak 10.2010.356 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta Barat 11510, No telp:(021) 56942061, Fax:(021)5631731, E-mail: [email protected] . Pendahuluan Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi, diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang akan lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. Terkadang pula gambarannya klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan penyakit. Dapat pula gejala diabetes melitusnya lebih nyata dan timbul mendadak serta dramatis sekali. Gejala dan tanda-tanda diabetes melitus dijumpai lengkap beserta tanda-tanda ketoasidosisnya. Ketoasidosis tersering dicetuskan oleh adanya infeksi dan terkadang oleh stres lain, seperti tindakan pembedahan. 1 Oleh karena itu tujuan dari makalah ini ingin mengetahui lebih dalam tentang tipe-tipe serta komplikasi dari 1

Upload: nixonsinurat

Post on 27-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Penyakit Diabetes Melitus

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Diabetes Melitus

Penyakit Diabetes Melitus

Ramli Saibun Hasudungan Simandjuntak

10.2010.356

Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta Barat 11510, No telp:(021) 56942061, Fax:(021)5631731,

E-mail: [email protected].

Pendahuluan

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai

semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi,

diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya

perubahan seperti minum yang akan lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan

yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai kemudian

orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. Terkadang pula gambarannya

klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring

atau pemeriksaan penyakit. Dapat pula gejala diabetes melitusnya lebih nyata dan timbul mendadak

serta dramatis sekali. Gejala dan tanda-tanda diabetes melitus dijumpai lengkap beserta tanda-tanda

ketoasidosisnya. Ketoasidosis tersering dicetuskan oleh adanya infeksi dan terkadang oleh stres lain,

seperti tindakan pembedahan.1 Oleh karena itu tujuan dari makalah ini ingin mengetahui lebih dalam

tentang tipe-tipe serta komplikasi dari penyakit diabetes melitus. Hipotesis yang dibuat ialah seorang

laki-laki berusia 37 tahun menderita diabetes melitus.

1

Page 2: Penyakit Diabetes Melitus

ISI

Anamnesis

Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan

teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan nonverbal yang harus diperhatikan.

Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila

anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat

ditegakkan.1,2

Beberapa komponen riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan:

1. Identitas Pasien.

2. Keluhan utama.

Keluhan utama pasien : sesak yang sudah setengah tahun, sering lemas dan BB turun 6 kg selama

5 bulan malam hari, betis keram dan pegal, sering terbangun 3-4 kali pada malam hari untuk BAK.

3. Riwayat penyakit sekarang :

- Menanyakan banyak makan, minum dan banyak kencing ?

- Menanyakan adanya buram, katarak, buta, galucoma?

- Menanyakan apakah ada kesemutan, sakit maag dan impotensi?

- Menanyakan adanya bengkak pada kaki, urin yang berkurang dan lemas?

- Menanyakan ada riwayat sakit jantung (nyenyi dada kiri)?

- Menanyakan adanya hipertensi?

- Menanyakan adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan luka yang bau?

- Menanyakan apakah ada batuk lebih 3 minggu?

4. Riwayat penyakit keluarga.

- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan yang dialami

oleh pasien?

5. Riwayat penyakit dahulu.

- Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena lupa makan setelah

minum obat? Karena diare berlebihan? Karena suatu keadaan stress(infeksi, mci)?

6. Riwayat sosial.

7. Riwayat pengobatan/ penggunaan obat.2

2

Page 3: Penyakit Diabetes Melitus

Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum dan kesadaran, tanda-tanda vital: Suhu, Tekanan Darah, Nadi, Frekuensi

Pernapasan. Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-

temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan

pandang (Inspeksi), pemeriksaan raba (Palpasi), pemeriksaan ketok (Perkusi) dan Pemeriksaan

mendengar dengan menggunakan stetoskop (Auskultasi).

- Inspeksi

Warna kulit dan kondisi kulit (kering, normal, lembab)

Atrofi atau hipotrofi otot

Lesi kulit (infiltrate, ulkus, abses, gangren)

Gerakan yang terbatas dan kontraktur

- Palpasi

Pemeriksaan suhu raba

Pemeriksaan pulsasi a. Dorsalis pedis dan tibialis posterior

Pemeriksaan sensibilitas dengan monofilament

Pemeriksaan reflex fisiologis (APR,KPR) dan patologis (Babinsky).3

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penyaring DM

Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak mempunyai gejala DM

tetapi mempunyai resiko DM. Bila hasil pemeriksaan penyaring positif maka perlu dilakukan

serangkaian uji diagnostik untuk memastikan diagnostik definitif. Pemeriksaan penyaring dilakukan

pada kelompok dengan salah satu risiko DM yaitu:

- Usia > 45 tahun;

- Berat badan > 110% BB ideal atau Indeks Massa Tubuh (IMT) 23 kg/m2;

- Hipertensi (Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg);

- Riwayat DM dalam garis keturunan;

- Riwayat abortus beulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram;

- Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL.

3

Page 4: Penyakit Diabetes Melitus

Bagi kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan penyaring negatif, pemeriksaan perlu

dilakukan setiap tahun. Bagi mereka yang berusia di atas 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan

penyaring dapat dilakukan setiap 3 (tiga) tahun.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring adalah kadar

glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa. Penilaian hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah sewaktu dan puasa sebagai pemeriksaan penyaring DM tercantum pada

Tabel-1. Penilaian Hasil Pemeriksaan Penyaring DM

Kadar Glukosa Darah

(Plasma Vena)

Bukan DM Belum Pasti DM DM

Glukosa Darah Sewaktu <110 mg/dL 110 - 199 mg/dL ≥200 mg/dL

Glukosa Darah Puasa <110 mg/dL 110 - 125 mg/dL ≥126 mg/dL

- Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Pada penderita tanpa keluhan khas DM, bila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dalam batas

peralihan yaitu kadar glukosa darah puasa antara 110-125 mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu

antara 110-199 mg/dL, harus dilakukan TTGO untuk memastikan diagnosis DM. Penilaian hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 TTGO pada penderita tanpa keluhan khas DM yang hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah puasa antara 110-125 mg/dL tercantum pada Tabel-2.

Tabel-2.

Hasil Pemeriksaan TTGO Tanpa Keluhan Khas DM dan Kadar Glukosa Darah Puasa 110-125 mg/dL.

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL) Penilaian

< 140 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)

140-199 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

≥ 200 Diabetes Melitus

Penilaian hasil pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 TTGO pada penderita tanpa keluhan khas

DM yang hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu antara 110-199 mg/dL tercantum pada

Tabel-3.

4

Page 5: Penyakit Diabetes Melitus

Tabel-3.

Hasil Pemeriksaan TTGO Tanpa Keluhan Khas DM dan Kadar Glukosa Darah Sewaktu 110-199 mg/dL.

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL) Penilaian

< 140 Normal

140-199 Toleransi Glukosa Terganggu

≥ 200 Diabetes Melitus

Cara Penatalaksanaan TTGO (WHO, 1999)

Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup);

Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan;

Puasa paling sedikit 8 jam, mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih

diperbolehkan;

Diperiksa kadar glukosa darah puasa;

Diberikan 75 gram glukosa (orang dewasa) atau 1,75 gram/KgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air

250 ml dan diminum habis dalam waktu 5 menit;

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;

Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.4

- HBA1C

Pemeriksaan HbA1c untuk memantau kadar glukosa rata-rata selama sekitar 3 bulan. Prinsipnya

adalah glukosa bereaksi secara non enzimatik dengan hemoglobin menjadi glikosilat yang stabil.

Banyaknya hemoglobin glikosilat yang terbentuk setara dengan glukosa darah. Karena RBC rata-rata

berumur 120 hari, HbA1c menggambarkan rata-rata kadar glukosa selama sekitar 3 bulan. Sampel

yang digunakan adalah darah EDTA, dengan penyimpanan pada suhu 4 0 C. nilai normal HbA1c

adalah antara 4-8% dan bila diperoleh hasil penetapan HbA1c 13-20%, hal ini menunjukkan bahwa

pengandalian kadar glukosa buruk.

- Hematologi

Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk menentukan kadar glukosa darah adalah plasma darah

vena dengan metoda pemeriksaan cara enzimatik. Pada kondisi tertentu di mana sulit mendapat

darah vena, dapat juga dipakai darah utuh (whole blood) vena atau kapiler dengan memperhatikan

angka kriteria diagnosis yang berbeda sesuai dengan pembakuan oleh WHO.

5

Page 6: Penyakit Diabetes Melitus

Selain plasma vena, pada kondisi tertentu bila sulit mendapatkan darah vena, dapat juga dipakai

darah kapiler. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan sampel darah vena

mungkin akan berbeda dengan hasil pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah kapiler. Hal

ini disebabkan karena kadar glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10% daripada kadar glukosa darah

vena. Pada keadaan puasa, perbedaan kadar glukosa darah vena dan arteri hanya 2-3 mg/dL, dan

setelah makan perbedaan ini dapat mencapai 20-30 mg/dL. Kadar glukosa darah arteri dapat

dianggap tidak berbeda dengan kadar glukosa darah kapiler.

Kadar glukosa darah utuh (whole blood) dipengaruhi oleh nilai hematokrit dan jarak waktu

melakukan pemeriksaan setelah pengambilan sampel darah. Kadar glukosa darah utuh dengan

hematokrit yang tinggi akan lebih tinggi sedangkan kadar glukosa darah utuh dengan hematokrit

yang rendah menjadi lebih rendah. Hal ini disebabkan kandungan air dalam sel darah merah

sebanyak 73% sedangkan kandungan air dalam plasma sebanyak 93%.

Kadar glukosa darah utuh berkurang sesuai dengan berjalannya waktu karena glukosa akan

digunakan untuk metabolisme sel-sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) dan juga kuman.

Kecepatan berkurangnya kadar glukosa darah utuh pada suhu kamar adalah 7 mg/dL/jam sedangkan

pada suhu 4ºC sebanyak 2 mg/dL/jam. Oleh karena itu, bila pemeriksaan terpaksa ditunda dan tidak

segera dilakukan maka darah utuh harus diberikan pengawet NaF sebanyak 2 mg/mL. Dengan

penambahan NaF, pemeriksaan dapat ditunda sampai 48 jam.

Diagnosis

Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah dikenalkan, berdasarkan metode presentasi klinis,

umur awitan, dan riwayat penyakit. Suatu klasifikasi yang diperkenalkan oleh American Diabetes

Association (ADA) berdasarkan pengetahuan muktahir mengenai pathogenesis sindrom diabetes dan

gangguan toleransi glukosa.

1). Diabetes Melitus Tipe 1 dan 2

Diabetes t ipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependent insulin; namun kedua

tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru

setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun

dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimundan tidak diketahui

sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

Diabetes Melitus tipe 1 Diabetes Melitus tipe 2

6

Page 7: Penyakit Diabetes Melitus

Sel beta pankreas dapat hasilkan sedikit

insulin atau sama sekali tidak menghasilkan

insulin (insulinopenia)

Sel beta pankreas dapat menghasilkan insulin

secara normal tetapi reseptor insulin tidak

responsive

Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun,

yaitu anak-anak dan remaja

Bisa terjadi pada dewasa setelah usia 30 tahun

Para ilmuwan percaya bahwa faktor

lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor

gizi pada masa kanak atau dewasa awal)

menyebabkan sistem autoantibodi yang

menghancurkan sel beta, penghasil insulin di

pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan

kecenderungan genetik.

Faktor resikonya adalah obesitas dimana sekitar

80-90% penderita mengalami obesitas dan juga

keturunan dari orang tuanya yang menderita

DM tipe 2.

90% sel penghasil insulin (sel beta)

mengalami kerusakan permanen. Terjadi

kekurangan insulin yang berat dan penderita

harus mendapatkan suntikan insulin secara

teratur

Adanya kelainan pada reseptor-reseptor pada

membrane sel yang menjadi tidak responsive

terhadap insulin akibatnya terjadi

penggabungan abnormal antara kompleks

reseptor insulin dengan sistem transport gula

darah yang pada akhirnya menimbulkan

kerusakan pada sel beta sehingga menurunkan

jumlah insulin (defisiensi relative)

Tabel 5. Perbedaan DM tipe 1 dan DM tipe 2. 5,6

- Diabetes insipidus

Diabetes insipidus adalah penyakit yang diakibatkan oleh penyebab yang dapat mengganggu

mekanisme neurohypophyseal-renal reflekx sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam

mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang ditemukan merupakan kasus idiopatik yang dapat

bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.

7

Page 8: Penyakit Diabetes Melitus

Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang

diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak dapat mencapai 5-10 liter sehari, berat

jenis urin sangat rendah berkisar antara 1001-1005 atu 50-200 m-Osmo/kg berat badan. Selain

poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang

menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal-renal reflex tersebut.

Selama pusat rasa haus pasien tetap utuh, konsentrasi zat-zat yang terlarut dalam cairan tubuh akan

mendekati nilai normal. Bahaya baru timbul jika intake air tidak dapat mengimbangi pengeluaran

urin yang ada dengan akibat pasien akan mengalami dehidrasi dan peningkatan konsentrasi zat-zat

yang terlarut.

Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi 2 jenis, yaitu diabetes insipidus sentral dan

diabetes insipidus nefrogenik.

Diabetes insipidus sentral disebabkan oleh kegagalan pengeluaran hormon antidiuretik ADH yang

secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Secara anatomis, kelainan

ini terbagi akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikuler dan filiformis hipotalamus yang

menyintesis ADH,selain itu DIS juga timbul karena gangguan pengangutan ADH akibat kerusakan

pada akson traktus supraoptikus pofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk

sewaktu-waktu dilepaskan kedalam sirkulasi jika dibutuhkan

Diabetes insipidus nefrogenik dipakai pada diabetes insipidual yang tidak responsif terhadap ADH

eksogen, secara eksogen DIN dapat disebabkan oleh:

1. Kegagalan pembentukan dan pemeligaraan gradient osmotik dalam medula renalis.

2. Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan dimana ADH berada dalam jumlah yang cukup

berfungsi normal.

Etiologi

Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun

berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi

determinan genetic biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes

melitus.

Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang

kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya

diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi

genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda

8

Page 9: Penyakit Diabetes Melitus

(MODY), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika

orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan

sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan

sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran

terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4

glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan

diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat

disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif

terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi

penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa.

Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel

beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk

mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena

obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi

glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan

perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.7

Epidemiologi

Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di

Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab

kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa

akibat retinopai diabetic. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2,5 kali lebih sering

terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes. Tujuh puluh

lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vascular. Serangan jantung,

gagal ginjal, stroke dan gangrene adalah komplikasi yang paling utama. Selain itu, kematian fetus

intrauterine pada ibu-ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat.8

Patofisiologi

Tiap-tiap sel dalam tubuh memerlukan energy dalam menjalankan fungsinya. Sumber energi

utama tubuh adalah glukosa, gula yang sederhana dihasilkan dari pencernaan makanan yang berisi

9

Page 10: Penyakit Diabetes Melitus

karbohidrat. Glukosa dari pencernaan makanan diedarkan dalam darah sebagai sumber energy

untuk sel yang membutuhkannya.

Hormon insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel dalam pancreas. Hormon insulin

berikatan dengan suatu reseptor di luar sel dan bertindak sebagai suatu kunci untuk membuka pintu

ke dalam sel sehingga glukosa dapat masuk. Sebagian dari glukosa dapat dikonversi untuk sumber

energi konsentrat seperti glikogen atau fatty acids dan disimpan sebagai cadangan. Saat hormone

insulin yang diproduksi tidak mencukupi atau manakala pintu sel tidak mengenali kunci hormone

insulin, glukosa akan tetap berada di dalam darah dan tak dapat memasuki sel. Tubuh akan mencoba

untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah, yang disebut hyperglycemia dengan menarik air ke

luar dari sel dan ke dalam bloodstream sebagai suatu usaha untuk menurunkan kadar gula dan

mengeluarkan melalui urin.

Bukan suatu hal biasa untuk orang dengan DM yang tidak terdiagnosa untuk selalu merasa haus,

minum air dalam jumlah besar, dan buang air kecil sering sebagai usaha tubuh untuk menghindari

kelebihan tersebut. Hal ini menyebabkan tingginya kadar glukosa urin. Pada waktu yang sama tubuh

berusaha untuk menghindari glukosa dari darah, sek kekurangan glukosa dan mengirim isyarat

kepada tubuh untuk makan lebih banyak makanan, sehingga membuat pasien sangat lapar.

Untuk menyediakan energy bagi sel-sel yang merasa lapar, tubuh mencoba mengonversi lemak

dan protein menjadi glukosa. Penggunaan lemak dan protein untuk energy menyebabkan

terbentuknya keton dalam darah. Keton juga akan dikeluarkan melalui urin. Saat keton terbentuk

dalam darah, suatu keadaan yang disebut ketoasidosis dapat terjadi, hal ini dapat mengancam jiwa

jika terlambat ditangani karena dapat mengarah pada koma dan kematian.9

Manifestasi klinik

Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin.

Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa

yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan

melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glukosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan

dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).

Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan

berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai

akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.

10

Page 11: Penyakit Diabetes Melitus

Gejala klinis pasien diabetes melitus sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat

ke dokter dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes melitus ialah keluhan:

- Berat badan menurun tanpa sebab , lemah.

- Kelainan kulit : bisul-bisul, gatal,

- Kelainan ginekologis : keputihan

- Kesemutan, rasa baal

- Kelemahan tubuh

- Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh.

- Infeksi saluran kemih.8,9

Penatalaksanaan

1. Diet (Manajemen Nutrisi)

Standart diet yang praktis

Standart Kalori Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)

I 900 50 30 100

II 1100 60 45 120

III 1300 60 50 150

IV 1500 65 60 180

V 1700 90 70 200

VI 1900 90 70 230

VII 2100 85 80 260

VIII 2300 90 85 300

IX 2500 95 85 340

- Untuk penderita BB ideal V - VI

- Untuk penderita obesitas I – IV

- Untuk penderita kursus VII - IX

11

Page 12: Penyakit Diabetes Melitus

Manajemen Nutrisi

Diet adalah dasar pengobatan diabetes. Nasihat diet yang baik sangat penting untuk perawatan

pasien diabetes. Perlu dilakukan anamnesis diet mengenai kebiasaan dan pola makan. Rekomendasi

diet meliputi:

Tahap 1

Tentukan kebutuhan energi total sehari seperti pada nondiabetes, kebutuhan energi harus

dihitung sesuai dengan usia, aktivitas, keadaan fisiologik dan berdasarkan berat badan yang

diharapkan.

Tahap 2

Tentukan komposisi diet seimbang. Umumnya terdiri dari 60%-65% karbohidrat, 15%-20%

protein dan 20%-25% lemak dengan lemak jenuh < 10%; lemak tak jenuh ganda sampai 10%; sisanya

lemak tak jenuh tunggal dan kolesterol < 300 mg. Pada penderita diabetes dengan gangguan fungsi

organ (misalnya dengan nefropatia), komposisi diet, khususnya protein, harus disesuaikan dengan

tingkat gangguan organ tersebut.

Jenis karbohidrat perlu dipertimbangkan. Efek mono dan disakarida terhadap gula darah,

tergantung dari jumlah yang dikonsumsi dan sifat bahan makanan lain yang dikonsumsi pada waktu

yang sama. Sukrosa sepanjang tidak meningkatkan kadar glukosa darah dapat diberikan.

Rekomendasi yang diajukan saat ini untuk karbohidrat kompleks pada pasien diabetes yaitu 20-25

g/1000 kkal.

Suplementasi vitamin dan mineral dapat dipertimbangkan bila penilaian diet tidak adekuat. Pada

pasien diabetes dengan infeksi, poliuria dan ketoasidosis, suplementasi vitamin (C dan B kompleks)

dan mineral (kromium dan seng) sangat dianjurkan. Vitamin A perlu diberikan karena betakaroten

sukar di konversi menjadi vitamin A, dan vitamin E untuk melindungi terhadap angiopati.

Tahap 3

Menterjemahkan semua perhitungan zat gizi ke dalam bahan makanan dan menentukan

distribusinya dalam porsi makanan dan snack. Jadwal makanan disesuaikan dengan jadwal

pemberian insulin atau obat hipoglikemik.

Untuk nutrisi oral, sebaiknya diberikan dengan porsi kecil tapi sering dengan catatan, satu porsi

sebelum tidur malam.

Tahap 4

Evaluasi asupan makan dan kebiasaan makan.9

12

Page 13: Penyakit Diabetes Melitus

2. Obat-obatan dan Insulin

Obat antidiabetes oral

Sulfonilurea diindikasikan pada pasien (terutama pasien yang mendekati berat badan idealnya)

yang dietnya gagal untuk mengendalikan hipoglikemia, tetapi pada sekitar 30% control tidak dapat

dicapai dengan obat ini. Obat ini menstimulasi pelepasan insulin dari pulau-pulau pancreas sehingga

pasien harus mempunyai sel B yang berfungsi parsial agar obat ini bisa berguna. Glipizid dan glikazid

mempunyai waktu paruh yang relative singkat dan biasanya diberkan pertama kali.

Glibenklamid mempunyai durasi kerja lebih panjang dan dapat diberikan sekali sehari. Akan

tetapi, terdapat lebih banyak kemungkinan hipoglikemia dan gibenklamid sebaiknya dihindari pada

pasien dengan risiko hipoglikemia (misalnya orang lanjut usia). Pasien-pasien lanjut usia mungkin

lebih aman diberi tolbutamid yang mempunyai durasi kerja paling singkat.

Efek Samping

Terjadi gangguan gastrointestinal dan ruam, tetapi jarang. Hipoglikemia dan koma hipoglikemik

bisa diinduksi oleh obat kerja panjang, terutama pada pasien lanjut usia. Sulfonilurea

dikontraindikasikan pada hiperglikemia berat (terutama ketotik), pembedahan dan penyakit mayor

dimana seharusnya diberikan insulin.

Repaglinid adalah derivate benzamida dengan awitan cepat dan durasi kerja singkat. Repaglinid

dikonsumsi saat mulai makan untuk memberikan lonjakan pelepasan insulin selama proses

percernaan dengan penurunan risiko hipoglikemia interprandial.

Biguanid. Metformin bekerja di perifer untuk meningkatkan ambilan glukosa oleh mekanisme

yang tidak diketahui. Metformin jarang menyebabkan hipoglikemi karena obat ini tidak

meningkatkan pelepasan insulin. Efek simpangnya meliputi mual, muntah, diare dan sangat jarang

menyebabkan asidosis laktat yang fatal.

Akarbose menghambat glikoside a usus, memperlampat pencernaan tepung dan

sukrosa.Akarbose dikonsumsi bersama dengan makanan dan menurukan peningkatan glukosa darah

postprandial. Efek samping utamanya adalah flatulensi.

Glitazon (tiazolidinedion). Obat baru ini meningkatkan sensivitas terhadap insulin dengan terikat

pada reseptor PPAR-γ nuclear dan dengan depresi, meningkatkan transkripsi gen-gen tertentu yang

sensitive insulin. Obat ini diberikan dalam kombinasi dengan metformin atau sulfonylurea. Glitazon

tidak mempunyai keuntungan yang dapat dilihat diantara terapi-terapi yang lebih lama dan

keamanan penggunaan jangka panjangnya tidak diketahui.

13

Page 14: Penyakit Diabetes Melitus

3. Insulin

Sebagian besar pasien dabetes di Inggris saat ini diterapi dengan insulin manusia. Insulin

diberikan melalui suntikan subkutan dan kecepatan absorpsinya dapat diperpanjang dengan

memperbesar ukuran partikel (yaitu Kristal lebih lambat daripada amorf) atau dengan membuat

kompleks insulin dengan zink atau protamin.

Insulin kerja singkat. Insulin yang dapat larut (soluble insulin) adalah larutan insulin sederhana.

(Awitan 30 menit, aktivitas puncak 2-4 jam, menghilang dalam 8 jam). Insulin ini dapat diberikan

intravena pada kegawatdaruratan hiperglikemia, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 30 menit

dengan cara ini. Insulin lispro dan insulin aspart adalah analog insulin yang mempunyai awitan lebih

cepat dan kerja yang lebih singkat daripada insulin yang dapat larut.

Insulin kerja menengah dan panjang. Insulin ini mempunyai durasi kerja antara 16 sampai 35 jam.

Semilente adalah suspense insulin zink amorf. Lente adalah campuran insulin zink amorf (30%) dan

insulin zink Kristal (70%). Insulin ink Kristal memperpanjang durasi sediaan ini.

Isofan insulin (NPH) adalah kompleks protamin dan insulin. Campuran ini sedemikian rupa

sehingga tidak terdapat tempat ikatan bebas yang tersisa pada protamin. Setelah suntikan, enzim

proteolitik mendegradasi protamin dan insulin diabsorpsi. Durasi NPH sama dengan durasi lente

(sekitar 20 jam).

Campuran tetap bifasik mengndung beberapa berbagai proporsi insulin yang dapat larut dan

isofan insulin (misalnya 30% dapat larut dan 70% isofan). Komponen yang dapat larut memberikan

awitan cepat dan isofan insulin memperpanjang kerja obat.

Ultralente adalah suspense dan insulin zink Kristal yang kelarutannya buruk dengan durasi sampai

dengan 35 jam. Durasi panjang dari ultralente dapat menyebabkan akumulasi urin dan hipoglikemia

yang berbahaya.

Insulin glargin larut pada pH asam, namun membentuk presipitat pada pH jaringan yang lebih

netral. Isulin glargin memiliki aktivitas “peakless (tanpa puncak)” yang panjang (1-12 jam) dan

diberikan sekali sehari.

Efek samping

Hipoglikemia yang disebabkan oleh overdosis insulin atau asupan kalori yang tidak adekuat

merupakan komplikasi terapi insulin yang paling sering dan paling serius. Pada keadaan hipoglikemia

berat, koma dan kematian akan terjadi bila pasien tidak diterapi dengan glukosa (secara intravena

bila tidak sadar)

14

Page 15: Penyakit Diabetes Melitus

Antibodi insulin. Semua insulin adalah imunogenik untuk beberapa hal (terutama bovin), tetapi

resistensi imunologis terhadap insulin jarang terjadi.

Lipohipertrofi sering terjadi dengan semua sediaan insulin, tetapi reaksi alergi lokal pada tempat

suntikan ini sangat jarang terjadi.

Regimen Insulin

Sebagian besar pasien diabetes tipe I menggunakan regimen yang mencakup insulin kerja singkat

dicampur dengan insulin kerja menengah yang disuntikan subkutan dua kali sehari, sebelum makan

pagi dan sebelum makan sore. Regimen kontrol intensif yang lebih banyak dibutuhkan dibuat untuk

menghasilkan normoglikemia dengan tujuan mengurangi komplikasi diabetes (kiri, berasir). Salah

satu regimen adalah suntikan insulin kerja menengah, untuk memberikan kadar insulin dasar, dan

insulin yang dapat larut tiga kali sehari sebelum makan.10

Komplikasi

- KAD (Ketoasidosis Asidosis Diabetik)

Keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan

ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut tau relatif.

- Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik

Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala

klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan

neurologis denganatau tanpa adanya ketosis.

- Retinopati

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa

antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami

kebutaan dibanding non diabetik. Pasien dengan retinopati diabetik akan dapat mengalami gejala

penglihatan kabur sampai kebutaan. Katarak lebih dini terjadi dibanding pada populasi orang

normal.

- Nefropati

Sindroma klinik pada pasien diabetes elitus yang ditandai dengan albuminemia menetap

(>300mg/24 jam atau 200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3

sampai 6 bulan. Pasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal

menahun seperti lemas, mua, pucat, sampai keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan.

15

Page 16: Penyakit Diabetes Melitus

- Neuropati

Komplikasi kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Pada pasien dengan neuropati

autonom diabetik mungkin dapat dijumpai gejala gastrointestinal yang umumnya berupa mual,

rasa kembung, muntah, diare terutama pada malam hari. Maifestasi neuropati autonom diabetik

lain ialah adanya hipotensi ortostatik serta adanya keluhan gangguan pengeluaran keringat.

Terkadang pula dapat terjadi impotensi pada diabetes melitus laki-laki yang pada umumnya pada

pasien yang sudah lanjut dan yang sudah berlangsung lama

- Ulkus gangren

Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang

menyebabkan kelaianan neuropati dan kelainan pada pembulu darah. Neuropati, baik neuropari

sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit

dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak aki

dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.10,11

Pencegahan

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu:

1. Pencegahan primer

Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang

beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

2. Pencegahan sekunder

Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada

populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis

dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau

kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.

3. Pencegahan tersier

Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini

meliputi :

- mencegah timbulnya komplikasi

- mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ

- mencegah kecacatan tubuh.12

Prognosis

Jika pada penderita DM kadar gula darah terkontrol dengan baik dan terjaga kestabilannya atau jika

pasien patuh dalam aturan pengobatan dan perencanaan diet yang telah ditetapkan dokter

16

Page 17: Penyakit Diabetes Melitus

prognosa umumnya akan baik. Sekitar 60% pasien DM tipe II yang mendapat insulin dapat bertahan

hidup seperti orang normal.

Kesimpulan

Berdasarkan yang kasus diproleh, hipotesis yang dibuat benar pasien laki-laki berusi 37 tahun

menderita diabetes melitus. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat akan membantu pasien

terhindar dari komplikasi.

17

Page 18: Penyakit Diabetes Melitus

Daftar pustaka

1. Barker M Helen. Diabetes melitus. Nutrition and dietetics for health care. Edisi ke-10. USA :

Chrunchill Livingstone.2006.h. 254-260.

2. Supartondo, Bambang Setiyohadi. Anamnesis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi V.

Internal Publishing. Jakarta; 2009: hal. 25.

3. Setiyohadi Bambang, Imam Subekti. Pemeriksaan Fisis Umum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid I, Edisi V. Internal Publishing. Jakarta; 2009: hal. 29.

4. Kurnia Nah Yasavati, Santoso Mardi, dkk. Buku Panduan Keterampilan Medik (Skills Lab) V.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta; 2011: hal. 38.

5. Halim S.L., Iskandar Ign., Harny Edward, Richard Kosasih, Herawati Sudiono. Patologi Klinik Kimia

Klinik. Edisi I. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida. Jakarta; 2011: hal. 52-59.

6. Ajjan R. The pancreas. Endocrinology and Diabetes. UK : Wiley Blackwell; 2009. p.46-59.

7. Schteingart DE. Pankreas : Metabolisme glukosa dan diabetes melitus. Dalam: Price SA, Wilson

LM, penyunting. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta :

EGC; 2005. h.1259-71.

8. Gallagher MP, Oberfield SE. Diabetes Mellitus and hyperglycemia. Comprehensive pediatrics

hospital medicine UK : Mosby Elsevier; 2007.p.579-82.

9. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam: Price SA, Wilson LM, editor.

Patofisiologi. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2006.h.1857-9

10.Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta : Erlangga.2006.h. 78-9

11.Corwin EJ. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2000.h. 239-77

12.Santoso M. Standar pelayanan medis penyakit dalam. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia.

2004.h.29-38.

.

18