peranan ekologi dan agronom mikoriza …library.usu.ac.id/download/fp/06005281.pdf · ilmu yang...
TRANSCRIPT
KARYA TULIS
PERANAN EKOLOGI DAN AGRONOMI
CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA
Oleh:
Dr. Delvian, SP.MP.
NIP. 132 299 348
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
2006 KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan tentang peranan
cendawan mikoriza arbuskula ditinjau dari sudut ekologi dan agronomi.
Tulisan ini berisi tentang pengertian pembentukan mikroiza di tanah,
pendekatan dalam membedakan mikoriza dalam akar dengan berbagai metoda dan
pembentukan modeling mikoriza di komunitas campuran. Di samping itu juga
membahas pengaruh gangguan terhadap perbedaan mikoriza dan tanggap cendawan
mikoriza arbuskula pada berbagai kondisi lingkungan.
Penulis berharap tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat sebagai bahan
bacaan bagi para mahasiswa yang berminat dan dapat menjadi salah satu sumber
referensi dalam melakukan penelitian dalam bidang yang berkaitan.
Akhirnya, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulusuran bahan
tulisan ini.
Medan, Juni 2006 Penulis
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1 PEMBENTUKAN MEMORIZE PADA TANAH 2 PENDEKATAN UNTUK MEMBEDAKAN MIKORIZA DALAM AKAR 4 PEMBENTUKAN MODELING MEMORIZE DI KOMUNITAS CAMPURAN 7 PENGARUH GANGGUAN TERHADAP PERBEDAAN MIKORIZA 8 TANGGAP MEMORIZE PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN 9
KESIMPULAN 20
DAFTAR PUSTAKA 21
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
PERANAN EKOLOGI DAN AGRONOMI
CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA
DELVIAN
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Darma Ujung No. 1 Kampus USU Padang Bulan M e d a n
e-mail : [email protected]
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
PENDAHULUAN
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan
pembentuk mikoriza yang akhir-akhir ini cukup populer mendapat perhatian dari para
peneliti lingkungan dan biologis. Cendawan ini diperkirakan dimasa mendatang dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan,
meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-
lahan marginal yang kurang subur atau bekas tambang/industri.
Pemanfaatan CMA telah terbukti sangat berperan bagi tanaman dalam
meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara serta berfungsi meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan patogen sehigga dapat meningkatkan
produktivitas tanaman. CMA telah banyak diteliti di laboratorium dimana mampu
meningkatkan penyerapan unsur hara makro terutama fosfat dan beberapa unsur hara
mikro seperti Cu, Zn, dan Bo, sehingga penggunaan CMA dapat dijadikan sebagai alat
biologis untuk mengefisienkan penggunaan CMA dapat dijadikan sebagai alat biologis
untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama fosfat, disamping itu CMA
dapat mengefisienkan unsur-unsur hara terutama pada lahan marginal/kritis (Setiadi,
1998).
Cendawan Mikoriza Arbuskula merupakan mikroorganisme tanah yang
terdapat hampir di segala jenis tanah. Mikoriza ini memiliki potensi yang sangat besar
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan dan memperbaiki agregasi tanah.
Namun demikian belum terlihat jelas pada tingkatan mana mikoriza ini bekerja
dilapangan (Fitter, 1989). Secara umum, manfaat CMA dalam kondisi eksperimental
dengan mikoriza individual berhubungan dengan tingkat dan perluasan pembentukkan
CMA (Abbot dan Robson, 1991). Namun demikian terlihat adanya indikasi bahwa
proses ini tidak dapat dilakukan pada semua mikoriza. Penentuan waktu
pembentukkan mikoriza dilapangan merupakan hal yang penting guna memperoleh
manfaat pertumbuhan tanaman (Sanders dan Fitter, 1992).
Seluruh CMA ini tidak memberikan kontribusi yang sama terhadap nutrisi dan
pertumbuhan tanaman (Abbott dan Robson, 1984) dan di tanah lapangan akar dapat
dikolonisasikan dengan jarak mikoriza. Secara ekstensif akar dikolonisasikan oleh
mikoriza yang tidak efektif dengan menggunakan metode estimasi mikoriza secara
langsung dan tidak dibedakan diantara mikoriza. Jadi, pendekatan yang biasa
dilakukan untuk menaksir akar mikoriza secara keseluruhan tanpa memperhatikan
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
perbedaan mikoriza yang ada dalam akar yang dikolonisasi akan membatasi
kemampuan untuk menaksir kontribusi ini dilapangan.
Dalam makalah ini akan kemukan peranan CMA terhadap lingkungan
ekologi, termasuk di dalamnya toleransinya terhadap beberapa logam berat dan
kaitannya dengan aspek agronomi terutama pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Disamping itu juga akan dikemukakan tentang bagaimana mikoriza individual
ini dapat mengkolonisasi akar populasi campuran, sehingga memiliki arti bahwa
kontribusi mikoriza CMA di seluruh lingkungan dinilai memiliki peranan yang berbeda
dalam populasi mikoriza akan ditunjukkan dalam konteks bagaimana gangguan alami
dan gangguan intensional di tanah lapangan ini dapat merubah relativitas organisme
dalam akar secara berlebihan.
PEMBENTUKAN MIKORIZA DI TANAH
Read (1991), menekankan konsep simbiosis mikoriza sebagai suatu
komunitas organisme yang terlibat di berbagai perantara dan mikoriza. Meskipun ada
150 spesies CMA (Morton, 1988), secara relatif, sedikit sekali populasi yang diketahui
ini timbul dan membentuk mikoriza dalam sistem akar yang ada di tanah lapang.
Berbagai informasi mengenai CMA yang berbeda dan dinamis di lapangan diambil dari
ilmu yang mempelajari tipe spora yang berlebih atau mengenai panjang total akar
mikoriza (Collins Johnson et al., 1991). Meskipun mikoriza yang terdapat di dalam akar
mikoriza pada waktu yang tepat selama musim tersebut merupakan hal yang esensial
untuk mendapatkan fungsi simbiosis yang efektif. Spora fungus yang ada di dalam
tanah akan mengindikasi dengan tepat jumlah akar yang dikolonisasi oleh mikoriza
yang berbeda ditanah lapang (Scheltema et al., 1987). Ini dapat terjadi pada kombinasi
mikoriza dan tumbuhan perantara, namun tidak sama dengan di tanah lapang yang
mengandung populasi mikoriza dan tanaman perantara.
Kuantitas akar mikoriza yang dikononisasi oleh masing-masing fungus yang
berada di dalam tanah akan berubah sesuai musim (Rosendahl et al., 1989).
Pembentukkan mikoriza yang dinamis oleh mikoriza individual akan berbeda karena
disebabkan oleh perbedaan (i) Pertumbuhan hifa dari progagula (Nasarajah dan
Nawawi 1987), (ii) Tingkatan Instrinsik propaguna (Wilson, 1984), dan (iii) Kapasitas
mikoriza yang menggunakan karbon subtrat dari akar perantara (Pearson dan
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Jakobsen, 1993). Meskipun terjadi perubahan jumlah propagula termasuk jumlah spora
yang dinamis, hal ini akan mencerminkan perubahan kolonisasi akar yang dinamis.
Hampir semua data yang mendukung mikoriza secara individual telah dipelajari.
Hubungan alami antara kolonisasi akar dengan pembentukkan propagula
secara relatif dikenal sebagai beberapa mikoriza yang tumbuh sendiri (Douds dan
Schenck, 1990). Ketika hubungan ini dilakukan untuk pertumbuhan mikoriza dalam
keberadaan mikoriza lain, penggunaan karbon yang berbeda oleh berbagai mikoriza
diketahui mempengaruhi interaksi di dalam akar (Pearson et al., 1993). Suatu interaksi
akan mempengaruhi kelebihan spora dan hifa yang diproduksi oleh masing-masing
fungus sesuai dengan tingkatan dan panjang akar yang dikolonisasi.
Pada Tabel 1 terlihat adanya potensi interaksi antara mikoriza yang terjadi
selama pembentukkan mikoriza, namun persaingan interaksi ii tidak dapat dipahami
dengan baik (Wilson dan Tommerup, 1992). Pemahaman mengenai persaingan
interaksi diperlukan untuk meramalkan hasil pengelolaan praktis termasuk inokulasi
pada kolonisasi akar oleh berbagai mikoriza yang terdapat di dalam tanah. Penghalang
utama dalam memahami persaingan interaksi diantara CMA didalam tanah lapang
adalah ketika terjadinya kesulitan teknis untuk mengenali mikoriza ini di dalam akar.
Tabel 1. Karakteristik CMA yang Dapat Mempengaruhi Proses Pembentukkan
Mikoriza
Proses Karakteristik
Germinasi Progagula
Panjang waktu yang diperlukan spora untuk berubah menjadi dewasa dan untuk mengatasi tingkat dormansi germinasi spora
Kolonisasi Akar Akar rentan yang memiliki umur dan spesies perantara yang berbeda pada tingkatan yang mempengaruhi pertumbuhan serta karakteristik hifa yang tersebar dalam perluasan akar dari pertumbuhan akar
Hifa yang tersebar dalam tanah Panjang dan distribusi hifa dalam tanah
Pembentukan propagula Jumlah dan waktu produksi propagula yang menerankan kolonisasi
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Berbagai karakteristik diatas akan dipengaruhi oleh faktor-faktor edapik seperti : status
fosfor tanah, Ph, kadar garam, suhu dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut akan
merubah fungus, tanaman atau kedua tanaman yang bersimbiosis.
PENDEKATAN UNTUK MEMBEDAKAN MIKORIZA DALAM AKAR
Berbagai metode telah digunakan untuk mengenali CMA di dalam akar yang
menunjukkan perbedaan musim pada pembentukkan mikoriza, persaingan interaksi
dan daya tahan inokulasi mikoriza di tanah lapang. Pendekatan morfologis, imunologis
dan elektofiretik yang telah digunakan, dan pengembangan teknologi DNA/RNA
terbaru menunjukkan hasil yang berarti. Pendekatan ini merupakan pelengkap dan
dapat digunakan secara bersamaan untuk mengkaji ekologi CMA. Pemilihan teknik
tergantung sesuai tingkatan spesifikasi yang diperlukan.
Tidak semua CMA dalam akar dapat dilihat dengan menggunakan
pewarnaan biasa (Merrywater dan Fitter, 1991). Panjang akar yang dikolonisasi oleh
spesies yang berbeda memiliki potensi untuk diestimasi dengan cara lain. Lebih lanjut,
diperlukan suatu presisi yang lebih besar dalam mengidentifikasi mikoriza yang lebih
spesifik.
Morfologi Mikoriza dalam Akar
Sebelum menggunakan kriteria morfologis untuk mengenali mikoriza perlu
dilakukan pengukuran dan observasi secara hati-hati terhadap mikoriza tunggal yang
dipisahkan guna membedakan tumbuhan perantara dengan kondisi tanah. Morfologi
mikoriza dalam akar dengan perantara dapat berubah (Boyetchkodan Tewari, 1990).
Meskipun akar yang berbeda umur pada tumbuhan yang sama dapat menyebabkan
perubahan morfologi mikoriza (Hepper, 1985). Lebih lanjut, faktor-faktor edapik seperti
persediaan fosfor dapat mempengaruhi morfologi mikoriza di dalam akar. Namun
demikian kajian morfologi kuantitatif akan memengisolasi Glomus monosporum,
Persediaan fosfor akan sedikit mempengaruhi mikoriza yang ada pada semanggi
subterania, meskipun vesikel tidak terbentuk pada persediaan fosfor tingkat tinggi
(Abbott dan Robson, 1979). Secara morfologis, fungus ini serupa dengan pertumbuhan
tiga tumbuhan perantara yang tumbuh pada dua tingkat persediaan nitrogen.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Mikoriza tersebut memiliki morfologi yang hampir sama, oleh karena itu
pembedaan antar mikoriza pada tingkatan spesies secara umum tidak dapat
menggunakan kriteria morfologis. Namun demikian, beberapa spesies dalam genera
berbeda dengan morfologi vesikel (Morton, 1988) dan diameter hifa serta pola
pertumbuhan akar (Abbott, 1982). Oleh karena itu, jika tanah mengandung mikoriza
secara nyata akan menunjukkan morfologi akar dari perantara tertentu, dan jika
morfologi tersebut didefinisikan, maka kuantifikasi pembentukkan mikoriza oleh
spesies yang berbeda dapat terjadi.
Meskipun tidak semua CMA dapat dibedakan berdasarkan morfologinya,
pendekatan morfologis dengan berbagai cara telah menunjukkan hasil yang berarti.
Pertama, pendekatan ini digunakan untuk menilai keberhasilan inokulasi di tanah
lapang.
Pada beberapa studi di rumah kaca, hasil persaingan antar mikoriza selama
kolonisasi akar dinilai dengan menggunakan kriteria morfologis (Lopez-Aguillon, 1987).
Akhirnya sekelompok mikoriza yang tidak efektif dengan morfologi yang berbeda telah
digunakan untuk mengukur aktivitas CMA di dalam tanah lapang. Kajian ini
menunjukkan potensi propagula dari mikoriza yang berbeda untuk mengkolonisasi akar
dan memberikan informasi yang dapat digunakan untuk meramalkan tempat dimana
kolonisasi oleh CMA dibatasi.
Pada beberapa tanah lapang yang dipelajari, kolonisasi akar oleh mikoriza
yang berbeda atau oleh sekelompok mikoriza yang memiliki morfologi yang sama telah
diestimasi berdasarkan perbedaan diameter hifa dalam akar (Wang et al., 1985).
Meskipun pada kasus ini mikoriza tidak dapat dimasukkan ke dalam spesies atau
gamera tertentu, namun pendekatan ini lebih memberikan informasi mengenai
berbagai tipe mikoriza yang mengkolonisasi akar dari pada menilai kolonisasi sebagai
satu kesatuan.
Kajian yang lebih jauh diperlukan untuk menggambarkan morfologi suatu
spesies dan memisahkan pertumbuhannya dengan satu perantara. Pedekatan ini
memberikan peralatan yang diperlukan untuk melakukan diskriminasi diantara
pembentukkan suatu mikoriza. Pengenalan kedua mikoriza yang diperlukan untuk
memahami mikoriza belum dapat diketahui. Tingkatan mikoriza yang memiliki
morfologi yang sama merupakan daerah yang penting untuk dikaji lebih lanjut.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
1. Gel Elektroforesis
Pemisahan elektrofiretik isozyme dilakukan untuk menilai interaksi
persaingan antara tiga spesies Glomus selama kolonisasi akar pada bawang perai
(Hepper et al, 1988). Aktivitas isozyme berhubungan dengan hierarki persaingan
antar mikoriza. Pendekatan ini memberikan kesempatan untuk menilai suatu
tingkatan kolonisasi akar oleh mikoriza yang menunjukkan persamaan morfologis.
2. Teknik Serulogis
Beberapa teknik imunologi sangat berguna untuk mengidentifikasi mikoriza
dalam akar. Wright dan Morton (1990) mengidentifikasi Glomus occultum dalam
akar dengan menggunakan teknik dot imunoblot dan antibodi monoklonal yang
khusus disiapkan untuk fungus ini.
Pada saat fungus ini tidak ditandai dengan pewarna konversional,
pendekatan serogikal memiliki nilai yang sangat berharga. Teknik antibodi
fluorescent berhasil digunakan untuk menelusuri hifa Gigaspora margarita setelah
diinokulasi di tanah lapang. Hifa dan spora dari beberapa spesies Glomus ini
diberikan label dengan menggunakan teknik imunoflourescent secara tidak
langsung, teknik ini dipelajari oleh Kough et al . (1993). Suatu anti serum disiapkan
untuk Glomus epigeum, namun serum ini hanya genus spesifik jika dibandingkan
dengan spesies spesifik (Kough et al., 1983). Teknik ini tidak dapat digunakan
untuk seluruh mikoriza karena tempat yang reaktif tidak selalu berada dipermukaan
hifa (Wilson et al., 1983). Suatu metode ELISA digunakan untuk mengestimasi
penyebaran Glomus mosseae melalui tanah yang mengandung Acaulospora
laevis. Seluruh metode serologis ini memiliki tingkatan spesifikasi yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan pendekatan morfologis.
3. Teknik Molekuler
Penggunaan teknik molekuler pada CMA menunjukkan potensi untuk
mengidentifikasi dan mengukur CMA didalam akar pada tempat pertumbuhan yang
lebih tepat (Morton, 1988). Teknik ini akan melengkapi teknik lain yang kurang
spesifik terhadap bidang yang sedang dipelajari dan ditujukan untuk memperluas
pengetahuan mengenai kolonisasi akar yang dinamis dan berbeda di bidang
populasi CMA.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
PEMBENTUKAN MODELING MIKORIZA DI KOMUNITAS CAMPURAN
Kolonisasi akar oleh CMA merupakan proses yang dinamis dan melibatkan
pengendali perantara melalui persediaan karbon substrat yang ditujukan untuk
pertumbuhan fungal. Tipe dan kuantitas propagula ini didalam tanah akan
mempengaruhi kedinamisan kolonisasi (Bowen, 1987). Informasi yang diperlukan
untuk model CMA termasuk pengaruh tanah dan kondisi lingkungan pada (i)
Pertumbuhan hifa dari propagula, (ii) Kolonisasi akar, (iii) Sporulasi dan pembentukan
propagula lainnya, serta (iv) pertumbuhan hifa didalam tanah (lihat Tabel 1). Parameter
lain yang termasuk di dalam seluk beluk dormansi, rentannya akar terhadap infeksi,
serta hubungan karbon/fosfor dalam tumbuhan dapat mempengaruhi sporulasi dan
kolonisasi.
Model sistem kolonisasi akar telah meningkatkan pemahaman kita mengenai
proses yang terlibat dalam beberapa spesies CMA (Sanders dan Sheikh, 1983).
Parameter pengukur termasuk tingkatan inisiasi batas infeksi dan pertumbuhan
selanjutnya dalam akar aksial dan lateral, serta pengaruh kondisi lingkungan yang
bervariasi. Saat ini, model tersebut telah diperluas kepada mikoriza lain. Pengaruh
suatu fungus terhadap kolonisasi akar dan pembentukan propagula dari fungus lain
dapat ditentukan secara eksperimental, namun hasilnya harus dapat diramalkan dari
pemahaman biologi masing-masing fungus. Pendekatan sistem modeling akan sangat
berguna dalam mengidentifikasi jurang pemisah yang ada dalam memahami proses
kolonisasi akar oleh mikoriza pada tanah lapang.
Pola musiman pada pembentukan mikoriza dapat berubah setiap tahunnya
atau cenderung relatif stabil (Sparling dan tinker, 1978). Disimpulkan bahwa beberapa
variasi yang berhubungan dengan kolonisasi akar selektif oleh berbagai mikoriza dapat
terjadi dan tingkatan yang seragam dari total kolonisasi dapat menutupi puncak
kolonisasi akar oleh mikoriza yang berbeda. Pendapat ini didukung oleh penyelidikan
yang lebih lanjut mengenai perbedaan dan kedinamisan sistem kolonisasi akar oleh
populasi CMA.
Meskipun terjadi kompleksitas sistem, koloni ini akan menjadi penghalang
bagi keberhasilan pengelolaan CMA di bidang pertanian, hortikultur, kehutanan dan
revegetasi kecuali jika peramalan hasil program pengelolaan dilakukan pada mikoriza
yang diikut sertakan dalam percobaan yang menggunakan model pada seluruh sistem,
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
sehingga dapat diidentifikasi seberapa jauh keberhasilan pengelolaan kolonisasi dari
simbiosis dan mikoriza efektif.
PENGARUH GANGGUAN TERHADAP PERBEDAAN MIKORIZA
Perubahan kondisi tanah akan memodifikasi mikoriza tertentu secara
dominan selama pembentukan mikoriza di tanah lapang. Gangguan pada tanah
termasuk gangguan intensional dan anintensional. Oleh erosi maupun penebangan
pohon alami, merupakan sumber utama perubahan bahan-bahan fisik, kimia dan
biologi tanah. Oleh karena itu perlu dipelajari kajian mengenai pengaruh gangguan
akar yang memegang peranan penting dalam menilai perubahan mikoriza yang
dominan selama kolonisasi akar.
Perbedaan suatu spesies harus lebih rendah daripada gangguan minimal dan
maksimal, gangguan yang lebih lanjut dan lebih baru pada gangguan tingkat minor dan
mayor harus lebih rendah daripada gangguan tingkat menengah (Gambar 1).
Penggunaan hipotesa ini terhadap berbagai CMA belum dapat diketahui. Hipotesa ini
dapat digunakan untuk meramalkan perbedaan mikoriza dalam akar suatu tanaman
pada ekosistem yang tidak terganggu, yang dapat meningkat, menurun atau stabil
pada tingkatan gangguan yang lebih rendah atau sedang.
Penurunan pada suatu perbedaan akan menyebabkan kerusakan tanah.
Perubahan kondisi tanah yang tidak sesuai dengan seluruh mikoriza biasanya terjadi,
atau menghilangnya spesies tertentu akibat interaksi persaingan dengan spesies
lainnya dalam suatu populasi merupakan kondisi pengganggu yang sering terjadi.
Berdasarkan komposisi spesies tertentu dalam suatu populasi tingkatan perubahan
akan berbeda. Gangguan alami maupun gangguan intensional merupakan karakteristik
yang umum pada seluruh habitat CMA, dan pemahaman mengenai mikoriza individual.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Hipotesa gangguan tingkat menengah memberikan point awal pada pengaruh
gangguan mengenai perbedaan CMA.
Meskipun CMA dapat timbul di tanah tanpa memberikan kontribusi
substansial terhadap panjang total suatu akar yang dikolonisasi oleh seluruh CMA.
Ketika kondisi tanah berubah fungi ini akan mendominasi, misalnya akibat pengapuran
(Wang et al., 1985). Pada eksperimen pengapuran jangka panjang, kolonisasi
terhadap pH rendah didominasi oleh mikoriza yang memiliki hifa yang baik, sebaliknya
fungus ini tidak dapat ditemui di tanah alkalin (Wang et al., 1985). Hal ini dapat
memberikan manfaat dalam memelihara perbedaan CMA tingkat tinggi didalam tanah,
terlepas dari kontribusi individual terhadap pembentukan mikoriza. Hal ini akan
menjamin kesempatan mikoriza yang sesuai untuk mendominasi di kondisi tanah yang
berubah akibat penggunaan untuk tujuan pertanian, hortikultur, dan kehutanan.
Pertimbangan utama dalam mengembangkan model pembentukan mikoriza
pada tingkat populasi adalah pengaruh gangguan alami atau gangguan internasional
tanah di dalam dan di antara musim. Tingkatan mikoriza yang paling sesuai akan
mendominasi ketika perubahan kondisi tanah tidak diketahui. Jika pengelolaan tanah
berhasil meningkatkan mikoriza efektif yang mengkolonisasi akar mikoriza dengan
proporsi yang besar, merupakan esensi yang besar dalam meramalkan mikoriza mana
yang paling disukai di suatu lingkungan tanah tertentu dan dengan keberadaannya
pada tanaman perantara tertentu.
TANGGAP CMA PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN
Bioavailabity Logam Berat dan CMA di Dalam Sewage-Sludge Amendel pada Tanah Berpasir
Aplikasi sludge ke lahan pertanian memberikan manfaat yang besar untuk
memperbaiki fisik tanah dan status unsur hara dalam waktu yang lama (Sauerbeck,
1987). Sludge dapat mengandung sejumlah besar logam berat di dalam tanah setelah
aplikasi. Di negara-negara Erop 50 – 70% limbah padat dibuang ke tanah. 50 – 100
kg/ha bahan kering dari sewage padat (limbah padat) diaplikasikan ke lahan pertanian
dan hal tersebut cenderung semakin meningkat.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Diberbagai negara di Eropah telah meregulasikan jumlah maksimum logam
yang di input ke tanah pertanian dan konsentrasi maksimal logam yang dapat masuk
ke makanan dan bahan makanan berdasarkan banyaknya logam yang diserap oleh
tanaman yaitu logam phytotoksitas dan zootoksitas.
Mikoriza arbuskular merupakan bentuk simbiosis antara jamur dengan akar
pada sebagian besar tanaman pertanian dan hortikultura dalam meningkatkan
penyerapan P, Zn dan Cu (Tinker dan Gildon, 1983) dibawah kondisi yang difisiensi.
Tetapi masih sedikit didapatkan hubungan yang nyata antara AM dengan tanah yang
dicemari konsentrasi Zn di tanah yang dilakukan di daerah pembuangan sludge pada
industri kota dan kolonisasi CMA pada tanaman barley. Koomen dkk. (1990)
melakukan observasi CMA menggunakan plot kultur tanah pada percobaan sludge
dalam waktu yang lama. Arnold dan Kapustka (1987) menyatakan tidak adanya
pengaruh dengan adanya penambahan logam yang berasal dari sludge terhadap
perkembangan plot AM dan plot yang diatur.
Pengamatan untuk menduga hubungan antara ketersediaan logam, mikoriza
dan akumulasi logam pada tanaman di tanah yang terpolusi aplikasi sewage-sludge
dalam waktu yang lama. Availability logam dan (untuk menghindari pengaruh edge)
dari topsoil (0 – 20 cm). Sampel tanah diayak pada saringan <4mm, dan udara kering
untuk mengekstrak tanah dan memperkirakan kepadatan spora mikoriza. Subsampel
dikeringkan di oven pada suhu 1050 C untuk menentukan tingkat kelembapan.
Ekstraksi Tanah
Terdapat dua macam ekstraksi yang berbeda : (a) IM CH3CHOONH4-0.1
MEDTA dan (b) 0.1 N Ca (NO3)2 dimana tanah tersebut diambil pada bulan
September. Triplicate aliquots ari 5 g (NH4OAC – EDTA) atau 10 g (Ca(NO3)2 tanah
yang dicampur pada plastik flaks dengan konsentrasi ekstrak 50 ml selama 2 jam pada
suhu 200C. Hasil ekstraksi disaring melalui ash-free paper dan ekstrak Ca (NO3)2 yang
diberi asam14 asam nitrit (1 ml) untuk mencegah penyerapan logam. Seluruh larutan
disimpan pada suhu 40C hingga selesai dianalisa. Konsentrasi logam (Cd, Zn, Pb, dan
Mn) ditentukan oleh penyerapan panas api atomic (spektum A20) atau tungku A400
dengan menggunakan koreksi Zeeman) tergantung pada konsentrasi logam. Setiap
larutan dianalisa dalam penggunaan triplicate standard dalam sebuah matriks yang
sama. Blanks dianalisa pada cara yang sama. Standar deviasi dipertahankan berada di
bawah 2%.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Sampel Tanah dan Persiapan
Lima tanaman jagung per plot menjadi sampel pada 3 tahap pertumbuhan :
pada saat berdaun enam (Juni 1991). Tasselling (Juli 1991) dan maturity (September
1991) bersamaan dengan 26,57 dan 118 hari setelah penyemaian. Tanaman
dibedakan atas akar dan tunas dan dicuci dengan air yang diionisasi untuk
membersihkan partikel-partikel tanah. Tanah diayak untuk menjaga sistem bulu akar.
Tanaman yang telah dicuci dikeringkan pada suhu 800C, ditimbang, kemudian dipotong
menjadi kecil-kecil, subsampel dan tanah digiling di dalam zirconium oksida (Retsch
PM4). Aliquots dikeringkan pada oven dengan suhu 1050C untuk menjadikannya
bahan kering.
Analisis Tanaman
Sampel tanaman (1 g) direndam satu malam dalam 14 N HNO3 (5 ml) dan
30% H2O2 (10 ml). Setelah panas berada pada suhu 1200C di bawah reflux selama 2
jam kemudian dicampur dengan 100 ml air distilasi. Referensi sampel yang telah
disahkan (rygrass CRM 281, referensi kelompok negara Eropa Bureau (BCR)
termasuk dalam analisis yang sama seperti reagent kosong. Sari logam dianalisis
dengan cara yang sama dengan mengekstrak tanah. Konsentrasi P di tentukan oleh
sepasang plasma induktif spektrometri emisi atom (Jobin Yvon 38 plus).
Parameter Mikoriza
Pada bulan April dan September jumlah spora dihitung pada sampel tanah.
Spora tersebut diekstrak dari tiga replika tanah yaitu 50 g tanah wet-sieving (ayakan
berukuran 1 mm dan 63 μm) dan 50% larutan sukrosa yang disentrifugasi (Walker dkk.
1982). Spora tersebut dipisahkan pada kertas filter dengan garis grid di dalam sebuah
petri dish dan seluruh spora yang dihitung dibawah mikroskop.
Bioavailabiliti Logam
Ekstrakbility. Mengikuti petunjuk negara Eropa (CEC, 1986), nilai total Zn di
dalam plot E1 – S2, Cd di dalam E2 – S2 dan Ni di dalam plot E2 – S2 peningkatannya
melebihi nilai aplikasi sewage-sludge yang diijinkan untuk tanah yang baik untuk
ditanami (tabel 1). Biasanya tidak ada hubungan yang sederhana antara total logam
ditanah dan dampaknya secara biologis, adanya ketersediaan fraksi logam di tanah
dihitung dengan menggunakan dua single ektraksi kimia : (1) sebuah EDTA – NH4Oac
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
untuk menghitung fraksi yang dapat di mobilisasi dari fase tanah padat dengan
desorpsi dan dekomposisi, demikianlah simulasi pengaruh tanaman dan eksudat
mikrobial; (2) ekstraksi larutan unbuffer Ca (NO3)2 untuk menghitung konsentrasi logam
di dalam larutan tanah dan fraksi yang siap untuk ditukarkan. Konsentrasi logam yang
telah tereaktraksi dan proporsinya dari total jumlah logam tanah yang bervariasi sangat
berbeda di dalam kandungan logam dan karakteristik tanah lainnya, terutama bahan
organik/pH, data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.
Table 2. Fraksi logam-logam tanah yang dapat diekstrak dalam setiap mg kg-1 bahan
kering tanaman dan persentase total konenstrasi logam-logam tanah
Plot Cd Ni Zn Mn Cu Pb
EDTA – NH4OAc
E1 – C E1 – F E1 – S1 E1 – S2 E2 – C E2 – F E2 – S1 E2 – S2 E1 – C E1 – F E1 – S1 E1 – S2 E2 – C E2 – F E2 – S1 E2 – S2
0.3 (100) 0.4 (80) 0.8 (80) 3.1 (54) 1.2 (92) 2.8 (97) 16.0 (57) 56.0 (58) 0.04 (13) 0.05 (10) 0.06 (6) 0.40 (7) 0.37 (28) 0.68 (23) 2.78 (10) 3.52 (4)
0.3 (13) 0.4 (13) 0.8 (13) 1.5 (5) 1.8 (50) 5.6 (74) 26.2 (35) 66.8 (27) 0.08 (3.3) 0.05 (1.6) 0.06 (0.9) 0.28 (0.9) 0.10 (2.8) ND 5.93 (8.0) 10.0 (4.0)
8.4 (44) 32.0 (63) 76.0 (38) 390.0 (36) 3.1 (38) 7.5 (63) 20.0 (43) 63.0 (41) Ca (NO3)20.42 (2.2) 1.04 (2.0) 1.88 (0.9) 34.47 (3.2) 0.58 (7.2) 0.94 (7.8) 2.04 (4.4) 1.53 (1.0)
7.0 (21) 24.0 (28) 45.0 (14) 80.0 (4) 3.7 (16) 6.6 (26) 5.5 (17) 1.4 (2) 0.72 (2.2) 0.96 (1.1) 2.28 (0.7) 6.66 (0.4) 0.86 (3.7) 1.04 (4.2) 1.18 (3.6) 0.55 (0.8)
6.8 (21) 11.0 (48) 9.9 (52) 32.5 (49) 1.8 (40) 2.8 (58) 5.9 (37) 18.9 (41) 0.04 (03) 0.02 (0.1) 0.12 (0.6) 0.33 (0.5) < DL 0.02 (0.4) 0.03 (0.2) 0.06 (0.1)
12.6 (72) 21.6 (51) 30.0 (67) 83.5 (44) 7.3 (66) 12.7 (93) 12.1 (55) 22.4 (50) 0.02 (0.1) <DL 0.01 (0.02)0.02 (0.02)0.01 (0.09)0.01 (0.07)0.01 (0.05)0.01 (0.02)
E1 = Experimental 1; E2 = Experimental 2; C = Control, inorganic fertilizer; F = Farmyard manure; SI = Sewage-sludge level 1; S2 = Sewage-sludge level 2; ND = not determined; DL = detection limit; OAc =acetate
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Konsentrasi terendah dan tertinggi Cd dan Ni dibedakan oleh sebuah faktor
dari 1 – 200. EDTA – NH4Oac fraksi yang dapat diekstrak berjumlah 40 – 50% dari
total konsentrasi tanah pada hampir seluruh logam dan plot. Hanya Mn berada tetap
dibawah 30% sedangkan Cd yang telah diekstrak 100%. Konsentrasi di dalam
Ca(NO3)2 ekstrak secara kasar jumlahnya lebih sedikit dari yang di hasilkan dari
ekstraksi EDTA – NH4Oac, kecuali konsentrasi Pb dan Cu dimana dibedakan oleh dua
magnitude. Kedua elemen ini bersama dengan bahan organik membentuk kompleks
yang stabil. Kemampuan potensi meracuni di dalam plot Bordeaux dapat diabaikan,
terutama sejak total konsentrasi tanah tidak melebihi batas yang ditentukan oleh
negara Eropa. Dengan kata lain, Zn pada E1 – S2, sama baiknya dengan Cd dan Ni di
E2 - S2 dan E2 - S2 yang telah diekstrak oleh EDTA – NH4Oac pada konsentrasi jauh
diatas EDTA yang dapat mengekstrak Zn, konsentrasi Cd dan Ni dilaporkan
menyebabkan penurunan sebesar 50% dalam fiksasi N2 pada tanaman clover ditanah
[165, 5.3 dan 7.3 mg kg-1 (McGrath dkk. 1988)]. Hal ini menggambarkan tingginya
kandungan logam yang terakumulasi di dalam tanah setelah adanya aplikasi sewage-
sludge yang berat dalam waktu lama (Juste dan Mench, 1992). Walaupun dalam plot
kontrol E2 (C, F), konsentrasi Cd muncul relatif tinggi dibandingkan dengan plot E1.
Karena plot tersebut relatif berukuran kecil (3 x 6 m), ini dapat bersifat mentransfer Cd
dari plot S2 dan S1 yang terpolusi oleh adanya kegiatan pertanian, dan erosi, juga
dapat disebabkan oleh migrasi lateral dari elemen-elemen yang bergerak dalam bentuk
ion atau dalam bentuk larutan kompleks (Juste dan Mench, 1992). Tetapi, ekstraksi
kimia hanya memperlihatkan perbedaan diantara perlakuan dan memberikan sebuah
indikasi dari ketersediaan magnitude atau potensi meracuni dari logam-logam yang di
teliti dari sampel tanah bulk, sejak itu hal tersebut dipengaruhi oleh tanah yang
bervariasi, logam yang spesifik, interaksi ion dan aktivitas mikrobial (Babich dan
Stotzky, 1983).
Penyerapan Tanaman. Sesuai dengan konsentrasi logam di tanah,
konsentrasi logam di tunas jagung dan akar berbeda dengan perlakuan pada dua
magnitude yang meningkat (Tabel 3 dan 4). Distribusi data yang berbeda dan jumlah
data yang sedikit (n=8) tidak dapat di nilai secara statistik dari hubungan antara
konsentrasi logam di dalam jaringan tanaman dan fraksi tanah yang berbeda. Hal
tersebut dapatlah di tarik kesimpulan bahwa konsentrasi Cd, Ni dan Zn di tunas dan
akar (Tabel 3 dan 4) menggambarkan konsentrasi tanah yang baik, terutama pada
fraksi tanah yang dapat diekstrak (Tabel 2). Adanya logam pada tanaman tingkat tinggi
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
sesuai dengan penemuan yang terdahulu (Saurbeck, 1991; Juste dan Mench, 1992).
Demikianlah, penyerapan Cd, Ni dan Zn oleh tanaman pada plot yang terkontaminasi
logam nyata meningkat di plot kontrol. Pada plot E1 – S2, konsentrasi Zn di tunas,
terutama pada saat tanaman berdaun enam, phytotoksik yang melebihi tanaman
jagung yaitu 300 mg kg-1 diusulkan oleh Hinesly dkk. (1977). Meskipun akumulasi Zn
ini tinggi, tidak terdapat penurunan hasil dibandingkan terhadap lahan yang dipupuk
dengan rabuk organik sebagai kontrol, dimana hal tersebut telah dicatat sejak awal
penelitian pada tahun 1974 (Juste dan Merch, 1992). Pada plot E2, kandungan Cd
dan Ni tanaman jagung pada plot yang beramended sludge (S1, S2) benar-benar
melebihi batas rata-rata keracunan (Cd, 5-10 mg kg-1; Ni, 20-30 mg kg-1), hal ini
relevan dengan hasil laporan dalam literatur (Sauerbeck, 1982). Sejak tahun 1987,
penurunan hasil yang signifikan tercatat hanya pada tingkat sludge yang tinggi sludge
yang tinggi pada perlakuan S2, dan kelihatannya tidak ada gejala keracunan logam
pada bagian tanaman yang berada di tas tanah (Juste dan Mench, 1992), seperti yang
telah diketahui pada tanaman jagung dan tanaman lainnya (Mench, 1989), Cd dan Ni
tersimpan di dalam akar, dimana konsentrasinya mencapai 5 (Cd) dan 50 (Ni) kali lebih
tinggi dari pada di tunas.
Konsentrasi Mn akar tanaman dan khususnya tunas dari plot yang Mn-nya
tinggi pada E1 (S1, S2) sedikit lebih tinggi daripada plot kontrol, hal ini
menggambarkan ketersediaan Mn yang rendah terlihat pada rendahnya rata-rata yang
didapatkan melalui ekstraksi (Tabel 2). Pada E2, konsentrasi Mn tanaman pada plot
perlakuan sludge terlihat lebih rendah daripada kontrol dan mendekati tingkat defisiensi
(Juste, 1988). Hal tersebut dapat terjadi pada pH yang lebih tinggi atau adanya
persaingan Cd atau Ni.
Konsentrasi Cu dan Pb tanaman berkorelasi lebih baik dengan total dan
fraksi tanah EDTA yang dapat diekstraksi dengan fraksi Ca (NO3)2 yang dapat
diekstrak. Hal ini sesuai dengan jumlah yang dapat diekstrak, dimana di identifikasikan
dominannya mobile spesies yang lebih sedikit. Tetapi, tanaman yang mengandung Cu
kira-kira 10 kali lebih tinggi daripada tanaman yang mengandung Pb, meskipun
konsentrasi logam sama di dalam tanah yang diekstrak (Tabel 2). Hal ini
menggambarkan kemampuan ekstrak biovailability setiap logam spesifik. Konsentrasi
Cu dan Pb di tunas rata-rata batas meracuninya lebih rendah (Sauerbeck, 1982) di
seluruh plot, hal ini berhubungan dengan konsentrasi total relatif lebih rendah pada
tanah (Cu) atau rendahnya ketersediaan Pb.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Konsentrasi logam tanaman pada umumnya menurun dengan adanya
pertumbuhan tanaman dan khususnya konsentrasi logam diakar sedikit berhubungan
dengan konsentrasi tanah pada tahap pertumbuhan selanjutnya. Hal ini relatif
mengindifikasikan penyerapan logam lebih tinggi pada tanaman muda dengan
translokasi dan dilusi logam selama pertumbuhan, dilaporkan cu, Zn dan Mn sebagai
unsur hara mikro pada jagung oleh Lubet dan Juste (1985).
Kelimpahan Mikoriza. Kepadatan spora AM kolonisasi akar jagung
bervariasi antara percobaan dan perlakuan (Gambar 1). Pada percobaan 1,
perkembangan mikoriza terbaik terdapat pada plot S1 dengan kortek akar yang
terkolonisasi lebih besar dari 20% pada saat 26 hari setelah penanaman dan lebih
besar dari 30% pada saat panen (Gambar 1A). Kolonisasi akar pada kedua plot yang
tidak terpolusi hanya sedikit (C, F), tetapi jumlah spora secara produksi denovo pada
plot C meningkat selama musim pertumbuhan (Gambar 1.b). Kolonisasi akar tidak
terdeteksi pada plot E1 – S2. Jumlah spora sama dengan jumlah spora pada plot C
tetapi tidak meningkat pada akhir musim. Hal ini mungkin berhubungan dengan
konsentrasi Zn yang tinggi pada plot ini (Tabel 1 dan 2), sama dengan dugaan yang
menjelaskan ketidak hadiran Rhizobium dalam perlakuan ini pada tahun yang sama (A.
Chaudri, Pers. Commun), walaupun pengamatan biomassa mikrobial total dan aktivitas
perlakuan sludge tampak tidak merusak pada percobaan ini (Lineres dkk, 1989).
Selanjutnya data biomassa tunas tidak menunjukkan bukti keracunan Zn pada
tanaman jagung di plot ini. Kemungkinan ada faktor lain yang berpengaruh terhadap
perkembangan mikoriza.
Pada E2, kolonisasi akar paling tinggi terdapat pada perlakuan S2 yaitu
sekitar 30% pada saat tanaman telah berdaun enam (Gambar 1.c), meskipun
konsentrasi Cd dan Ni tinggi yang diekstrak dengan Ca (NO3)2 (Tabel 2) dan pada
jaringan akar (Tabel 4). Demikian, pengaruh meracuni pada konsentrasi Cd dan Ni
yang tinggi tidak dapat dideteksi pada perkembangan mikoriza di dalam akar. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian lain diamana AM didalam tanah yang terkontaminasi
dengan logam dari aplikasi swage-sludge (Arnold dan kapustka, 1987). Bagaimanapun
dalam penelitian ini, aplikasi logam tidak pernah sama tinggi pada plot E2 – S2. Hanya
Gildon dan Tinker (1983) melaporkan jumlah kolonisasi AM diakar yang sangat banyak
pada wilayah pertambangan yang terpolusi logam berat Cd yang konsentrasinya lebih
dari 300 mg/kg tanah (diekstraksi dengan HCI). Dalam penelitian mereka AM diisolasi
pada tanah yang terpolusi yang membuktikan toleransinya terhadap logam berat
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
sebagai perbandingan dengan strain tanah yang tidak terpolusi. Hasil dari percobaan
E2 juga telah menjelaskan toleransi AM indigeneous terhadap tingginya konsentrasi
Cd dan Ni di tanah dan di dalam akar. Bagaimanapun detoksifikasi logam melalui
absorbsi pada dinding sel tanaman dan sequestrasi intraseluler (Ernst dkk. 1992), yang
mana pembongkaran logam secara aktual yang lebih rendah daripada perkembangan
jamur didalam akar harus dihitung.
Berbeda dengan kolonisasi akar, jumlah spora dalam plot E2 – S2 yang
rendah dan tidak meningkat selam musim pertumbuhan (Gambar ID). Degradasi sisa
panen (akar) yang terlambat pada plot E2 – S2 dibandingkan dengan plot lain.
Kolonisasi mikoriza di akar terutama disebabkan proliferasi hifa dari potongan-
potongan akar (Biermann dan Liderman, 1983). Babich dan Stotzky (1977) juga
menemukan bahwa sporulasi filamentous jamur tanah tertentu lebih sensitif terhadap
Cd daripada pertumbuhan miselia.
Di dalam tiga perlakuan lainnya dari E2 (S1, F, C), sisa kolonisasi akar pada
tingkat rendah sampai tahap tasseling dan meningkat secara signifikan hanya pada
saat tahap pematangan (Gambar 1). Pada plot E2 - F kolonisasi mikoriza rendah
tetapi kepadatan spora lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Hal ini berbeda dengan E1
dimana kolonisasi akar dan kepadatan spora berhubungan lebih baik, walaupun kedua
indikasi itu pada perkembangan jamur tidak perlu dikorelasikan (Douds dan Schenck,
1990).
Angle dan Hecmann (1986) menemukan kandungan dari sludge bukan satu-
satunya faktor yang berhubungan dengan infeksi mikoriza dan disimpulkan bahwa
ketidak mungkinan terhadap pemisahan pengaruh dari logam berat, bahan organik dan
status hara dari perbedaan sludge yang digunakan dalam penelitian mereka. Variasi
yang sangat banyak dalam faktor fisika kimia tanah antara perlakuan dari studi kami
(Tabel 1) juga membuat sulit membuktikan secara jelas atau pola pengaruh peracunan
logam terhadap AM.
Kelimpahan mikoriza yang rendah pada kontrol mengidinfikasikan bahan sifat
tanah lainnya dapat mengaburkan pengaruh konsentrasi yang tinggi secara langsung
maupun tidak langsung yang mempengaruhi mikoriza (Kruckelmann, 1975). Sebuah
interaksi yang kuat antara kolonisasi mikoriza dan konsentrasi P akar dan tunas
mengikuti kurva eksponensial (gambar 2A dan 2B). Konsentrasi P secara Olsen
(larutan bikarbonat) dan Dyer (asam sitrit) (Tabel 1) ukuran umum untuk P yang
tersedia di tanah, tidak berhubungan dengan kolonisasi mikoriza. Pentingnya P
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
tanaman di dalam meregulasi infeksi mikoriza lebih baik dari pada P tanah, hal ini
ditekankan oleh Sander dkk. (1975), dan Graham dkk. (1981).
Hubungan yang tidak signifikan antara mikoriza indises (kepadatan spora,
kolonisasi akar) dan faktor tanah lainnya menjadi suatu kenyataan yang tidak bisa
dipungkiri. Kemungkinan pengaruh dari logam dapat ditutupi oleh pengaruh P yang
tinggi. pH tanah berhubungan lebih baik terhadap P tanaman. Demikianlah, kolonisasi
mikoriza lebih tinggi pada E1 – S1 dan tanaman E2 – S2 (Gambar 1) dapat
disebabkan rendahnya konsentrasi P tanaman dibandingkan terhadap perlakuan
lainnya seperti yang dijelaskan pada Gambar 3.
Perbedaan P tanaman antar perlakuan dalam percobaan 1 dapat diterangkan
dengan mengadjust pemupukan P pada plot C dan plot F terhadap tingkat S1 dengan
penambahan superfosfat, bentuk ketersediaannya yang tinggi dari pupuk P
dibandingkan terhadap derivat P sludge. Arnold dan Kapustka (1987) juga menemukan
penurunan jumlah spora AM dan kolonisasi akar pada pemupukan urea fosfat
dibandingkan terhadap plot berandemen sludge. Di dalam E2, setelah tahun 1980
aplikasi sludge dihentikan dan setiap plot menerima sprfosfat dalam jumlah yang sama
(87 kg P/ha/thn), perbedaan konsentrasi P tanamannya kurang nyata (Gambar 3),
yang direfleksikan oleh status mikoriza (Gambar 1). Plot S2 berbeda secara signifikan
dari plot lainnya. Hal ini disebabkan bagusnya pengkompleksan P yang dihubungkan
terhadap tingginya pH tanah yang lebih tinggi, bahan organik dan status Ca dalam
perlakuan ini (Tabel 1).
Walaupun biomasa akar tidak diukur, tetapi dapat terlihat dengan adanya
penutupan akar dan proporsi akar lateral segar yang lebih rendah dibandingkan
terhadap perlakuan lainnya. Oleh sebab itu, diasumsikan bahwa penurunan influks P
dapat dihubungkan terhadap kerusakan akar karena keracunan logam. Demikianlah,
kontaminasi Cd dan Ni yang tinggi pada plot ini secara tidak langsung mendukung
kolonisasi mikoriza pada akar yang banyak melalui status P tanaman.
Kurangnya kontrol nonmikoriza dibawah kondisi lapang dan tingginya
variability dan faktor yang kacau antara perlakuan membuat sulit untuk dibedakan
kontribusi mikoriza terhadap penyerapan logam oleh tanaman. Bagaimanapun,
meningkatnya kolonisasi mikoriza juga berhubungan dengan peningkatan yang
konsisten di dalam konsentrasi logam tanaman pada ketersediaan yang tinggi, seperti
yang telah diduga oleh Schuepp dkk. (1987) dan leyval dkk. (1991). Kelimpahan
kolonisasi akar dalam plot Ni dan Cd yang tinggi pada E2 tidak menyediakan
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
perlindungan yang efisien pada tanaman inang melawan akumulasi logam yang tinggi
dan daya meracuninya (Tabel 3 dan 4).
Konsentrasi Mn tanaman dalam plot yang sama telah berada pada batas
defisiensi (Tabel 3 dan 4) dan konsentrasi P tanaman yang lebih rendah daripada
perlakuan lainnya (Gambar 3B). Hal ini berbeda dengan yang ditulis pada literatur
mengenai peningkatan serapan hara immobil oleh mikoriza, khususnya untuk P, tetapi
juga Mn (Krishna dan Bagyaraj, 1984) dan muncul pertanyaan mengenai efisiensi
mikoriza pada lingkungan yang terpolusi secara ekstrim. Pada satu sisi hifa jamur
bersaing pada situasi yang sama mengabsorbsi secara eksternal menyerap hara tanah
sama seperti yang dilakukan oleh akar tanaman itu sendiri dan di sisi lainnya
perkembangan hifa dan berfungsi secara langsung menghalangi keracunan oleh
logam.
KESIMPULAN
• Diperlukan pemahaman mengenai pengaruh gangguan tanah terhadap kestabilan
dan kedinamisan suatu populasi yang berhubungan dengan pertumbuhan akar dan
spesies tanaman perantara. Untuk tanah pertanian dan hortikultur diperlukan
pengetahuan mengenai pengaruh penggunaan tanah yang dapat merubah
karakteristik fisik, kimia dan biologi terhadap pembuatan mikoriza oleh setiap
individu yang ada di populasi asli.
• Pengambilan keputusan dalam hubungannya dengan pengelolaan tanah guna
meningkatkan kolonisasi akar oleh fungi mikoriza CAM yang lebih disukai dari
musim ke musim harus berdasarkan pengetahuan biologi spesies individu dalam
suatu populasi.
• Kajian ekologis diperlukan untuk memahami proses pengadaan dan pemeliharaan
populasi fungi yang diperlukan, dengan lebih memperhatikan pembentukan
mikoriza dibandingkan dengan kuantitas propagula (termasuk spora). Suatu
pendekatan modeling yang meninjau pembentukan mikoriza oleh spesies yang
terpisah dari suatu populasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen
kunci suatu sistem yang kurang dimengerti.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
• Tidak ada hubungan antara kelimpahan mikoriza dan tingkat pengambilan logam di
dalam tanah atau didalam akar tanaman. Berbeda dengan kolonisasi mikoriza
diakar berkolerasi baik terhadap status P tanaman. Pengaruh negatif dari P
tanaman yang tinggi pada kolonisasi mikoriza dapat menutupi pengaruh
konsentrasi logam, terutama pada kasus dimana plot Zn pad tingkat tinggi.
bagaimanapun kolonisasi akar banyak (30%) ditemukan pada E2 – S2
dibandingkan terhadap plot yang kolonisasinya rendah maupun tidak ada
kolonisasi di dalam plot yang tidak terpopulasi. Meskipun pembongkaran Ni dan Cd
tinggi, keracunan muncul pada rizobium dan akar jagung.
• Toleransi yang paling baik pada populasi CAM indegenous untuk menaikkan
konsentrasi logam daripada konsentrasi yang berlebihan pada pertumbuhan
tanaman. Pengaruh logam lebih sedikit terhadap sporulasi atau perubahan
populasi yang tidak beraturan. Pengaruh logam tersebut mempunyai konsekuensi
ekologi yang berat seperti ketidak hadiran fiksasi N2 disebabkan hanya strain
Rhizobium yang tidak efektif mampu bertahan di dalam tanah yang diberi perlakuan
sludge.
DAFTAR PUSTAKA
Abbott L.K. 1982. Comparative anatomy of vesicular arbuscular mycrrhizas formadon subterranean clover. Aust. J. Bot 30 : 485 – 499.
Abbott L, Robson. 1991. Factors influencing the occuren of VA. Mycorryzal fungi. Agric.
Ecos. Environ 35 : 121 – 150. Arnold P.T. and Kapusta L.A. 1987. VA Mycorrizal colonization and spore populatin in
an abandoned agricultural field after five years of sludge application. Ohio J. 87 : 112 – 114.
Babich. H and Stotzky G. (1983). Physicochemical factors natural reservoirs affect the
transformation and exchange of heavy metal toxic to microbes. Ecological. J. 35 : 315 – 323.
Beyetcho S.M and Tewari J.P. 1990. Root colonization of different host by vesicular
arbuscular mycorrhizal fungus Glomus dimorphium. Plant. Soil 129 : 131 – 136.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Bierman B and Linderman R.G. 1983. Use of vesicular arbuscular mycorryzal roots, intraradical vesicaes and external vesical as inocolum. New Phytologis 95 : 97 – 105.
CEC (Commission of the European Community) 1986. Cauncil directive on the
protection of the enviroment and in particular of the soil. When sewage sludge in use agriculture. Official J. European communities 181 : 6 – 12.
Bowen G.D. 1987. Infection processe in plants-Development of vesicular arbuscular
mycorrhizae. In : ecophysiology ogf VA mycorryzhal plant. Pp. 27 – 58. Colling, J Zak D.R, Tilman, D and Pleger, F.L 1991. Dynamic of Vesiculer arbuscular
mycorrhizae during old field succecion. Oseanologi. 86 : 349 – 358. Douds, D.D and Schenk N.C. 1990. Relationship of colonization of zporulation by VA
Mycorrihizal fungi to plant nutrient and carbonhydrate content. New Phytol 116 : 621 – 627.
Ernst. W.H.O, Verkeijh J and Schat. H. 1992. Metal tolerance in plants. Botanica
Nelandica 229 – 248. Filter A. 1991. The spread of VA mycorizal fungal hypae in the soil – inoculum types
and external hypal architecture. Mycologia 834 : 409 – 418. Hinessly T.D. Jones. R. and Tyler 1977. Effect of annual and accumulation application
of sewage sludge on assimilation of zinc and cadmium by corn Science and Technology J. 11 : 182 – 188.
Juste C and Mench 1992. Long term application of sewage sludge its effect to metal
uptake by corn pp 159 – 193. Koomen I. Mcgratc and Giller E. 1990. Mycorrizhal infection of claver is delayed in soils
contaminated with heavy metals from past sewage sludge application. Soil Biologi J 22 : 871 – 873.
McGrath P, Brooks. P and Miller K.E. 1988. Effect of potentially toxic element in soils
derived from past application of sewage sludge on nitrogen fixation. Soil Biologi Journal 20 : 415 – 424.
Read, C. 1991. Root colonization pattern of G. epiguem in 9 host species. Mycologia
79.825 – 829. Sanders, M.F and Filter, C. 1992. The role and ecological significance of vesicular
arbuscular mycorizhal in temperate ecosistems. Agric. Ecos. Enviromen 30.137 – 151.
Sauerbeck D.R (1991). Plant, element and soil properties governing uptake and
avaibilty of heavy metal Water and Soil pollution J 58 : 227 – 237. Setiadi, Y. 1998. Fungsi mikoriza arbuskula dan prospeknya sebagai pupuk biologis.
Makalah disampaikan pada workshop aplikasi cendawan mikoriza arbuskula pada tanaman pertanian, kehutanan, dan perkebunan. PAU Bioteknologi, IPB Bogor.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Tinker P.B and Gildon A. 1983 Mycorrhizal fungi and ion uptake. Pp. 21 – 32 Academic press. London.
Walker C, Meze and McNabb. 1982. Population of endogonaceous fungi at two
location in cental iowa. Botany J 60 : 2518 – 2529.
Delvian: Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006