perilaku orang tua di dalam mengontrol pola …/perilaku... · daftar bagan ... teknik pengambilan...
TRANSCRIPT
PERILAKU ORANG TUA DI DALAM MENGONTROL
POLA JAJAN SNACK ANAK
(Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Perbedaan Tingkat Pendidikan
Formal, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Orang Tua di Dalam
Mengontrol Pola Jajan Snack Anak)
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana
OLEH :
ALDILA PRIMA PRISTIANA D 0306017
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui dan Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Dosen Pembimbing
Dra. Muflich Nurhadi, SU
NIP. 19510116 198103 1 002
HALAMAN PENGESAHAN
Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada Hari :
Tanggal :
Panitia Penguji :
1. Drs. Bambang Wiratsasongko, M.Si (……………………..) NIP. 19510727 198203 1 002
2. Eva Agustinawati, S.Sos, M.Si (……………………..) NIP. 19700813 199512 2 001
3. Drs. Muflich Nurhadi, SU (……………………..) NIP. 19510116 198103 1 002
Disahkan Oleh:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP. 19530128 198103 1 001
MOTTO
Ø Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga
kaum itu merubah nasibnya sendiri (QS Ar-Ra’du: 11)
Ø “Shil man qatha aka …wa ahsin ila man asa’a ilaika. wakulil haqq walau `ala
nafsika!!”
Sambungkan silaturrahmi yang terputus, dan bersikaplah ihsan (baik) kepada
orang yang membenci kamu, dan katakanlah kebenaran (secara jujur)
walaupun kepada dirimu sendiri ( Hadits shahih riwayat Ali dari Ibnu Najar,
kitab Jami’ush Shaghier jilid II hal. 44 )
Ø Untuk menjadi seorang wanita yang cantik, berpikirlah positif. Wanita yang
berhasil, namanya akan disebut-sebut, dipuji oleh suami, dicintai tetangga
dan dihormati oleh kawan-kawannya (DR. Aidh al-Qarni)
Ø Jika engkau kesulitan dalam pekerjaanmu, jangan putus asa, jangan gelisah,
dan jangan ragu. Percayalah jalan keluar akan segera datang (DR. Aidh al-
Qarni).
Ø Disetiap tempat pasti kamu akan menjumpai kegelapan dalam hidupmu,
namun tidak ada langkah yang tepat kecuali kamu menyalakan pelita di
dalam dirimu…tetaplah optimis dan bersemangat (Penulis)
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan diri, kupersembahkan skripsi ini kepada:
1. Kedua orangtuaku tercinta Ibu Sumarmi dan Bapak Hartanto
2. Adikku tersayang Allan Bagus P, dan Aldrianno Meigantara P yang telah
memberiku do’a dan semangat
3. Rofa’i yang telah memberiku do’a, semangat, dan kasih sayang yang tulus
4. Keluarga besarku yang telah memberi do’a dan semangat
5. Sahabat dan teman-temanku
6. Almamaterku
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Perilaku Orang Tua di dalam Mengontrol Pola
Jajan Snack Anak (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Perbedaan Tingkat
Pendidikan Formal, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Orang Tua di Dalam
Mengontrol Pola Jajan Snack Anak). Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini
penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat Bapak Drs. Muflich Nurhadi, SU selaku dosen pembimbing yang telah
dengan sabar memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Much. Rosyid Ridlo, S.Ag selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan pengarahan bagi penulis selama belajar di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Seluruh dosen pengajar yang telah begitu banyak membekali ilmu
pengetahuan kepada penulis.
5. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Ibu Dra. Hj. Puji Astuti selaku Kepala Sekolah SDN 3 Barenglor dan seluruh
Guru SDN 3 Barenglor yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orangtuaku tercinta Ibu Sumarmi dan Bapak Hartanto, yang selalu
memberikan do’a, kasih sayang, dan segalanya yang sangat berarti.
8. Adikku tersayang Allan Bagus P, dan Aldrianno Meigantara P dan Muhamad
Rofa’i yang telah memberiku do’a dan semangat
9. Keluarga besarku yang telah memberi do’a dan semangat
10. Sahabat-sahabatku Sakinah: Mbak Swety, Mbak Nanda, Fani, Ani, Chuz, dan
teman-teman yang lain, sahabat-sahabatku Desta, Putri, Afiyanta, Lida, Mbak
Gatik, dan rekan-rekan mahasiswa Sosiologi 2006 yang telah banyak
membantu. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.
11. Seluruh responden beserta semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
Akhirnya semoga Allah SWT membalas budi baik dan amal mereka yang
tiada tara dan anugerah yang berlipat ganda atas jasa yang tiada ternilai harganya.
Penulis mengakui bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, namun besar
harapan penulis semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 6
C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 7
D. Manfaat Penelitian …………………………………………… 7
E. Landasan Teori
1. Teori yang digunakan ………………………………….... 8
a. Teori yang menghubungkan variabel pendidikan dan pengetahuan
…………………………………………………… 8
b. Teori yang menghubungkan variabel pengetahuan dan sikap
…………………………………………………… 16
c. Teori yang menghubungkan variabel sikap dan perilaku
…………………………………………………… 19
2. Penelitian terdahulu …………………………………… 24
F. Kerangka Berfikir …………………………………………… 25
G. Hipotesa …………………………………………………… 27
H. Definisi Konseptual …………………………………………… 28
I. Definisi Operasional …………………………………………… 28
J. Metode Penelitian …………………………………………… 31
1. Jenis Penelitian …………………………………………… 31
2. Lokasi Penelitian …………………………………………… 32
3. Teknik Pengambilan Sampel …………………………… 32
4. Teknik Pengumpulan Data …………………………… 34
5. Sumber Data …………………………………………… 34
6. Teknik Analisis Data …………………………………… 35
BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Data Siswa SDN 3 Bareng Lor …………………………… 37
B. Penjual Jajanan dan Makanan Snack …………………………… 45
C. Profil Responden (ibu) …………………………………… 48
D. Profil Ayah …………………………………………………… 54
BAB III. TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, DAN SIKAP
A. Tingkat Pendidikan …………………………………………… 56
B. Pengetahuan …………………………………………………… 60
C. Sikap …………………………………………………………… 83
BAB IV. PERILAKU
Perilaku …………………………………………………………… 91
BAB V. ANALISA DATA
A. Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu di dalam mengontrol
pola jajan snack anak ……………………………………………. 101
B. Perbedaan pengetahuan dan sikap ibu di dalam mengontrol pola jajan
snack anak ……………………………………………………. 104
C. Perbedaan sikap dan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack
anak ……………………………………………………………. 107
D. Perbedaan tingkat pendidikan dan perilaku ibu di dalam Mengontrol pola
jajan snack anak ……………………………………………. 110
BAB VI. PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 118
B. Saran ……………………………………………………………. 126
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah siswa tahun ajaran 2009/2010 …………………… 37
Tabel 2. Jumlah siswa menurut agama …………………………… 38
Tabel 3. Tingkat pendidikan ibu siswa …………………………… 39
Tabel 4. Tingkat pendidikan ayah siswa …………………………… 40
Tabel 5. Jenis pekerjaan ibu siswa …………………………………… 41
Tabel 6. Jenis pekerjaan ayah siswa …………………………………… 43
Tabel 7. Jumlah penghasilan orang tua siswa per bulan …………… 44
Tabel 8. Kelompok umur responden …………………………………… 49
Tabel 9. Agama yang dianut responden …………………………… 50
Tabel 10. Tingkat pendidikan responden …………………………… 51
Tabel 11. Jenis pekerjaan responden …………………………………… 52
Tabel 12. Tingkat penghasilan responden per bulan …………………… 53
Tabel 13. Tingkat pendidikan ayah …………………………………… 54
Tabel 14. Jenis pekerjaan ayah …………………………………… 55
Tabel 15. Tingkat pendidikan ibu siswa …………………………… 59
Tabel 16. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan …………………… 62
Tabel 17. Pengetahuan responden tentang snack yang di beli anaknya…. 63
Tabel 18. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan sakarin …………… 65
Tabel 19. Pengetahuan responden tentang informasi sakarin …………… 67
Tabel 20. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan aspartame ……. 68
Tabel 21. Pengetahuan responden tentang informasi aspartame .……. 69
Tabel 22. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan MsG ……………. 71
Tabel 23. Pengetahuan responden tentang informasi MsG ……………. 73
Tabel 24. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan formalin ……………. 74
Tabel 25. Pengetahuan responden tentang informasi Formalin ……. 76
Tabel 26. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan protein ……………. 77
Tabel 27. Pengetahuan responden tentang informasi protein ……………. 78
Tabel 28. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan karbohidrat ……. 80
Tabel 29. Pengetahuan responden tentang informasi karbohidrat ……. 81
Tabel 30. Pengetahuan ibu siswa SDN 3 Bareng Lor Kab. Klaten yang sudah di
skor ……………………………………………………………. 83
Tabel 31. Hasil kuesioner pertanyaan sikap ……………………………. 86
Tabel 32. Sikap ibu siswa SDN 3 Bareng Lor Kab. Klaten yang sudah di skor
……………………………………………………………………. 90
Tabel 33. Hasil kuesioner pertanyaan perilaku ……………………. 94
Tabel 34. Perilaku ibu siswa SDN 3 Bareng Lor Kab. Klaten yang sudah di skor
……………………………………………………………………. 98
Tabel 35. Perbedaan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan ……. 102
Tabel 36. Perbedaan antara pengetahuan dan sikap ……………………. 105
Tabel 37. Perbedaan antara sikap dan perilaku ……………………. 108
Tabel 38. Perbedaan antara tingkat pendidikan dan perilaku ……………. 111
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Tiga jalur pendidikan ……………………………………. 12
Bagan 2. Interaksi sikap dan perilaku ……………………………………. 22
Bagan 3. Hubungan stimulasi dan sikap ……………………………. 23
ABSTRAK
ALDILA PRIMA PRISTIANA, 2010, D0306017, PERILAKU ORANG TUA DI DALAM MENGONTROL POLA JAJAN SNACK ANAK (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Perbedaan Tingkat Pendidikan Formal, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Orang Tua di Dalam Mengontrol Pola Jajan ”Snack” Anak), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack anak.
Di dalam penelitian ini menggunakan 3 teori yaitu teori yang menghubungkan variabel pendidikan dan pengetahuan, teori yang menghubungkan variabel pengetahuan dan sikap, dan teori yang menghubungkan variabel sikap dan perilaku. Secara garis besar Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 3 Bareng Lor Kabupaten Klaten. Pemilihan SDN 3 Bareng Lor sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa mayoritas siswa SDN 3 Bareng Lor mengkonsumsi berbagai jenis jajan snack dan ibu siswa memiliki tingkat pendidikan formal yang bervariasi sehingga dapat dianalisis apakah perbedaan tingkat pendidikan formal ibu menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Untuk teknik pengambilan sampel adalah stratified sampling dan simple random sampling serta sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 74 responden yang mewakili jumlah populasi ibu siswa SDN 3 Bareng Lor Kabupaten Klaten. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data chi square. Dari hasil olah data dengan menggunakan chi square tersebut di deskripsikan, dan dibuat kesimpulan untuk menghasilkan data jadi.
Secara ringkas dari hasil penelitian ini dapat penulis sampaikan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal mempengaruhi perbedaan tingkat pengetahuan yang kemudian mempengaruhi sikap dan pada akhirnya menentukan perilaku ibu. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya melalui proses seperti yang telah dijelaskan tersebut diatas. Ibu dengan tingkat pendidikan formal tinggi berperilaku protect terhadap jajan snack yang dikonsumsi anaknya.
ABSTRACT
ALDILA PRIMA PRISTIANA, 2010, D0306017, PARENTS BEHAVIOR IN CONTROLLING CHILDREN’S SNACK CONSUMPTION (Descriptive quantitative study about the different of formal educational background, knowledge, attitude and the Parent’s behavior in controlling children’s Snack Consumptions), Faculty of Social and Political Science Universitas Sebelas Maret Surakarta.
The aim of this research is to know if the differences formal educational backgrounds cause the differences of parents’ behavior in controlling children’s snack consumptions. This research uses three theories; theory which connects variable of education and knowledge, theory which connects knowledge and attitude, and also theory that connect attitude and behavior. Sciartino (1999) said that good educational background is the basic thing in developing knowledge as tool for facilitating someone to motivate others and also decide the way people thinking in accepting people’s knowledge, attitude and behavior.
This research is held in SD N 3 Bareng Lor District of Klaten. While reason why the school is chosen is because the majority of students in SD N 3 Bareng Lor consume various snacks and their mothers are from various formal education backgrounds. It can be analyzed “is the differences in formal education background cause the differences in controlling children’s’ snack consumptions?”
The Method used in this research is descriptive quantitative. Technique used for sampling is stratified sampling and simple random sampling. Sample used in this research is 74 respondents. They represent population of students’ mother in SD N 3 Bareng Lor, district of Klaten. Technique used for collecting data is questionnaire and documentations. Technique used for analyzing data is chi-square data analysis. Data from chi-square data analysis is being described and resumed for eventually making the final data.
In brief, the differences in formal educational backgrounds affect the level of knowledge then affect the attitude then eventually affect mothers’ behavior. Hence, the differences mothers’ formal education background affects mothers’ behavior in controlling children’s snack consumption through that process. Mothers who have high level of formal educational background more protective toward her childrens snack consumption.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi pada saat sekarang ini, perusahaan multidimensional
(MNC) atau perusahaan trans-nasional (TNC) muncul dan berkembang dengan
sangat pesat di negara-negara berkembang termasuk negara Indonesia. MNC
sendiri dapat diartikan sebagai perusahaan yang kegiatan bisnisnya bersifat
internasional dan lokasi produknya terletak di beberapa Negara (Nopirin, 2003:
113). Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI) pada tahun 2005 keberadaan perusahaan trans-nasional di Indonesia
masih berkisar 20% dari jumlah perusahaan nasional, namun jumlah itu
kemungkinan akan terus meningkat (Anonim, 2005: www.kapanlagi.com).
World Investment Report 2002 menyatakan bahwa keberadaan Perusahaan
Transnasional (TNC) tidak dapat dipungkiri lagi karena di beberapa negara
perusahaan seperti ini memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan
produktivitas ekonomi negara tersebut. Dalam skala global, besarnya peranan
TNC dapat dilihat dari besarnya tenaga kerja yang diserap, jumlah penjualan di
dunia serta aliran FDI yang meningkat dari tahun ke tahun (Sofa, 2008:
www.wordpress.com).
Perusahaan MNC atau TNC sendiri merupakan hasil pengembangan dari
cara produksi kapitalis. Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan multinasional
yang memproduksi snack atau makanan ringan dan minuman ringan (softdrink)
antara lain adalah Unilever, Nestle, Indofood, Wings Food, Garuda Food, CEO
PepsiCo Americas Foods, PT Kraft Food Indonesia, Nissin Food Product Co, PT
Khong Guan Biscuit Factory Indonesia Ltd (Monde), PT Heinz ABC Indonesia,
Kino Group, Coca Cola Company, Grup Orang Tua (GOT), PT Lotte Indonesia,
Nutrifood Indonesia Group, dan lain-lain. Produk snack dari perusahaan
multinasional tersebut beraneka macam dan merk. Misalnya snack taro
merupakan produk dari unilever, snack chiki merupakan produk dari Indofood,
snack biskuat, kit kat, Chips Ahoy, Twisties, Milk Boiskui, Tiki, Tuc, oreo dan
ritz merupakan produk dari PT Kraft Food Indonesia, snack kacang garuda, snack
kacang atom garuda, snack wafer gery, snack sereal merupakan produk dari
Garuda Food, wafer tango merupakan produk dari Grup Orang Tua (GOT), nissin
creakers, snack serena, wafer nissin merupakan produk dari PT Khong Guan
Biscuit Factory Indonesia Ltd (Monde) dan masih banyak lagi jenis snack dan
merek-merek snack lainnya.
Pemasaran adalah kegiatan pemasar untuk menjalankan bisnis (baik profit
maupun nonprofit) guna memenuhi kebutuhan pasar dengan barang atau jasa,
menetapkan harga, mendistibusikan, serta mempromosikannya melalui proses
pertukaran agar memuaskan konsumen dan mencapai tujuan perusahaan.
Pemasaran merupakan suatu hal yang penting dalam suatu perusahaan baik
nasional maupun multinasional. Dengan sistem pemasaran yang baik maka
perusahaan akan mampu menggenggam dunia. Perusahaan multinasional harus
teliti dan berhati-hati dalam mengamati pasar dan target yang akan menjadi
konsumen serta cara yang digunakan dalam melakukan pemasaran produk.
Produk-produk snack ditargetkan untuk semua orang baik itu laki-laki atau
perempuan, namun sasaran utamanya adalah anak-anak karena snack merupakan
makanan jajanan yang banyak digemari oleh anak-anak. Setiap perusahaan
mempunyai strategi pemasaran yang berbeda-beda. Namun kebanyakan
perusahaan yang memproduksi makanan ringan atau snack menggunakan media
massa baik cetak maupun elektronik seperti televisi yang berupa iklan menarik.
Makna dari iklan yang ditawarkan oleh perusahaan harus dapat dipahami oleh
berbagai kalangan, terutama anak-anak yang merupakan sasarannya karena iklan
adalah salah satu cara promosi yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar dapat
memperoleh keuntungan yang optimal.
Selain melalui iklan ditelevisi, proses pemasaran yang dilakukan
perusahaan yang memproduksi snack juga dapat menggunakan berbagai cara lain,
diantaranya dengan berbagai program pemasaran yang dapat menarik perhatian
pelanggan. Misalnya memberikan kupon berhadiah (baik berupa uang atau
mainan) didalam kemasan snack agar lebih membuat menarik perhatian anak-anak
untuk membeli.
Anak-anak dan makanan jajanan atau snack merupakan dua hal yang sulit
untuk dipisahkan. Anak-anak memiliki kegemaran untuk mengkonsumsi jenis
snack dan makanan jajanan secara berlebihan, khususnya anak-anak usia sekolah
dasar (6-12 tahun). Dalam keseharian banyak dijumpai anak-anak yang selalu
dikelilingi penjual snack atau makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di
lingkungan tempat tinggal hingga di sekolah. Makanan jajanan tersedia dan
disajikan dalam kemasan plastik maupun makanan cepat saji atau fast food.
Konsumsi makanan jajanan pada anak bersifat instan dan kurang
mempertimbangkan aspek kualitas dan gizi karena anak tidak berpikir secara
kritis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh salah satu karyawan LSM
Kakak di Surakarta, jenis makanan yang disukai oleh anak usia sekolah dasar
adalah makanan yang berwarna mencolok, rasanya gurih, dikemas menarik,
belum pernah dicoba oleh anak dan memberikan hadiah di dalamnya. Untuk
minuman yang disukai adalah yang warnanya mencolok, rasanya manis,
menyegarkan dan juga memberikan hadiah (Sugiyantoro, 2008: www.kakak.org).
Namun makanan jajanan termasuk snack dan minuman yang dijual
dipasaran belum tentu mempunyai kualitas yang baik. Hasil survei Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2007, dari 4.500 sekolah di
Indonesia ditemukan bahwa 45 persen jajanan yang dijual di sekitar sekolah
tercemar bahaya pangan mikrobiologis dan kimia. Bahaya utama berasal dari
cemaran fisik mikrobiologi dan kimia seperti pewarna tekstil. Jenis jajanan
berbahaya ini meliputi makanan utama, makanan ringan, dan minuman (anonim,
2009: www.muslimdaily.net).
Beberapa hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa makanan jajanan
yang beredar di pasaran banyak mengandung bahan makanan tambahan yang
membahayakan kesehatan seperti boraks, penyedap rasa, penyedap aroma dan
MsG (Monosodium Glutamat). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh
manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan
penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh manusia.
Belakangan juga terungkap bahwa reaksi samping makanan tertentu ternyata
dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah.
Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi,
gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autisme.
Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang
sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan Luang air
besar. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang
mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia
tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan
Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes no.
722/Menkes/Per/IX/1998 (Judarwanto: http://kesulitanmakan.bravehost.com).
Snack atau makanan jajanan banyak dijual di pasar, toko, swalayan, mall
termasuk sekolah seperti SD N 3 Barenglor Klaten. Kebiasaan jajan pada anak
sekolah terutama anak sekolah dasar merupakan fenomena yang menarik untuk
ditelaah. Selain merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena
aktivitas fisik di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi).
Kebiasaan jajan juga menjadi suatu kebutuhan bagi mereka. Namun mayoritas
anak mengkonsumsi snack secara sembarangan. Berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa masih banyak terdapat jajan snack
yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan terlihat bahwa anak-anak sering
membeli dan mengkonsumsi snack tersebut. Kebiasaan mengkonsumsi snack
secara sembarangan seperti ini dapat menimbulkan penyakit dan menjadikan
sistem kekebalan tubuh (imun) menjadi rendah. Selain itu banyak snack atau
makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga justru
mengancam kesehatan anak (Ali Khomsan, 2003: 16).
Dari berbagai penelitian yang dilakukan ternyata banyak makanan jajanan
ataupun snack anak yang tidak aman untuk dikonsumsi karena dapat
membahayakan kesehatan, membuat tingkat kecerdasan anak menurun bahkan
efek jangka panjang dapat menyebabkan kematian. Mengingat hal tersebut perlu
adanya arahan dan kontrol bagi anak-anak dalam mengkonsumsi jajan snack.
Arahan dan kontrol tersebut bisa didapatkan dari orang dewasa disekitar mereka,
misalnya guru maupun orang tua. Orang tua merupakan orang dewasa yang paling
dekat dengan anak sehingga orang tua diharapkan menjadi sosok yang paling
mampu dan memiliki andil yang besar dalam mengontrol anaknya. Sejalan dengan
hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut, dengan
judul “Perilaku Orang Tua di dalam Mengontrol Pola Jajan Snack Anak”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dapat disimpulkan
permasalahan yaitu :
“Apakah perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya
perbedaan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack anak?”
C. Tujuan Penelitian
Pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau
menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan berarti berupaya
mendapatkan sesuatu untuk mengisi kekurangan, sedangkan mengembangkan
berarti memperluas dan menggali lebih dalam apa yang sudah ada. Tujuan dari
penelitian ini dapat merumuskan sebagai berikut:
“ Untuk mengetahui apakah Perbedaan Tingkat Pendidikan Formal menyebabkan
terjadinya perbedaan Perilaku Orang Tua di dalam mengontrol pola jajan snack
Anak” .
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan teoritis berupa tambahan khasanah
keilmuwan dalam bidang sosial.
b. Dapat digunakan sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian
sejenis secara lebih mendalam.
c. Dapat digunakan sebagai literatur untuk melakukan penelitian serupa
dalam lingkup yang lebih luas.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan saran dan pertimbangan
bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian berkaitan dengan
perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya
perbedaan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack
anak.
b. Menjadi syarat dan tanda bagi penulis untuk menyelesaikan studi di
jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
E. Landasan Teori
1. Teori yang digunakan
a. Teori yang menghubungkan variabel pendidikan dan pengetahuan
Pengetahuan didefinisikan bermacam-macam, antara lain (i)
keahlian dan ketrampilan-ketrampilan yang diperoleh oleh seseorang
melalui pengalaman atau pendidikan, pemahaman praktis atau teoritis
tentang suatu hal, (ii) apa yang dikenal di dalam bidang tertentu atau
secara keseluruhan, baik fakta-fakta dan/atau informasinya, dan (iii)
kesadaran atau keakraban yang diperoleh oleh pengalaman dari suatu
fakta atau situasi (Anwariansyah, 2008: www.wikimu.com).
Kamus bahasa Indonesia, 1991: 991 pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui
berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Menurut Soerjono Soekanto,
pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan,
tahayul dan penerangan-penerangan yang keliru (Soerjono Soekanto,
1982: 2).
Pengetahuan adalah sejumlah informasi yang dikumpulkan
yang dipahami dan pengenalan terhadap sesuatu hal atau benda-benda
secara obyektif. Pengetahuan juga berasal dari pengalaman tertentu
yang pernah dialami dan yang diperoleh dari hasil belajar secara
formal, informal dan non formal (Mangindaan, 1996) dalam Toruntju
(2005). Menurut Sarwono (1997) dalam Toruntju (2005) pengetahuan
lebih bersifat pengenalan terhadap sesuatu benda atau hal secara
obyektif.
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui
atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu :
1) Pengetahuan empiris, yaitu pengetahuan yang lebih menekankan
pengamatan dan pengalaman inderawi. Pengetahuan ini juga
disebut pengetahuan opostereori.
2) Pengetahuan rasional, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui
akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pada pengetahuan yang
bersifat apriori, tidak menekankan pada pengalaman.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat
kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan
manusia.
Kamus Bahasa Indonesia, 1991: 232, Pendidikan berasal
dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me"
sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi
latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya
ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran.
Menurut bahasa Yunani, pendidikan berasal dari kata
"paedagogiek" yaitu kata "paid" artinya "anak" sedangkan
"agogos" yang artinya membimbing "sehingga " paedagogiek"
dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak" (Arif
Rohman, 2009: 5).
Crow and Crow, pendidikan diartikan sebagai proses yang
berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk
kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya
serta serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. Carter V.
Good menuturkan bahwa pendidikan adalah keseluruhan dan
bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai di dalam masyarakat
dimana ia hidup (Arif Rohman, 2009: 6).
Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang
cukup merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana
yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara
berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat.
George F. Kneller melihat pendidikan dalam tiga cakupan
yaitu luas, teknis, dan hasil. Arti luas dari pendidikan adalah
menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai
pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau
perkembangan pikiran (mind), watak (character), dan kemampuan
fisik (physical ability) individu. Arti teknis pendidikan adalah proses
dimana masyarakat, melalui lembaga-lembaga pendidikan
(sekolah, perguruan tinggi atau lembaga-lembaga lain), dengan
sengaja mentransformasikan warisan budayanya yaitu
pengetahuan, nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan dari generasi ke
generasi. Sedang arti hasil pendidikan adalah apa yang boleh kita
peroleh melalui belajar (pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-
ketrampilan), (Dirto Hadisusanto, dkk, 1995).
Tingkat menurut kamus bahasa Indonesia 1991: 1060
adalah susunan yang berlapis-lapis atau berlenggek-lenggek,
jenjang, strata atau tata urut. Andrew E. Sikula dalam
Mangkunegara (2003: 50) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur
sistematis dan terorganisir, yang mana seseorang mempelajari
pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum.
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal,
dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Hal
ini juga senada dengan pendapat Philip H. Coombs (1973) yang
menyebut ada tiga jalur pendidikan yaitu formal, nonformal dan
informal.
Bagan 1. Tiga Jalur Pendidikan
(Arif Rohman, 2009: 221-
222)
Tingkat pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian
adalah jenjang pendidikan yang diperoleh melalui lembaga
pendidikan formal.
Jenjang pendidikan melalui lembaga pendidikan formal
terdiri atas:
a) Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
mendasari jenjang pendidikan berikutnya. Sebagaimana
disebutkan UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 17 ayat (1) dan (2)
bahwa “Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar
berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI)
atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah
Jalur Pendidikan
Formal Nonformal Informal
pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk
lain yang sederajat”.
b) Pendidikan menengah
Pendidikan menengah adalah pendidikan formal yang
merupakan kelanjutan dari pendidikan sebelumnya yaitu
pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan
menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah umum berbentuk Sekolah Menengah
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), atau bentuk lain yang
sederajat. Sedangkan pendidikan menengah kejuruan berbentuk
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
c) Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan formal
setelah pendidikan menengah dan merupakan jenjang
pendidikan tertinggi di Indonesia. Pendidikan tinggi mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah
tinggi, institute, atau universitas (Pasal 20 UU Nomor 20 Tahun
2003), (Arif Rohman, 2009: 223-225).
2) Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai
masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini
adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
3) Keterpaparan informasi
Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary,
adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”.
Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang
dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi
sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga
memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi
informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,
mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan
tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks,
image, suara, kode, program komputer, databases. Adanya
perbedaan definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya
informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi
itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data
dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui
komunikasi (Meliono, Irmayanti, dkk. 2007: id.wikipedia.org).
Pengetahuan seseorang terhadap sesuatu diperoleh dari
berbagai informasi dan berbagai sumber. Pengetahuan diperoleh dari
pendidikan yang direncanakan dan tersusun secara baik, maupun
informasi yang tidak tersusun secara baik. Pendidikan yang
direncanakan diperoleh melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan
formal, sedangkan informasi yang tidak tersusun secara baik melalui
membaca surat kabar, membaca majalah, pembicaraan setiap hari
dengan teman dan keluarga, mendengarkan radio, melihat televisi dan
berdasarkan pengalaman diri (Mantra, 1993).
Di dalam penelitian ini peneliti berasumsi semakin tinggi
tingkat atau jenjang pendidikan seseorang (ibu) maka
berkecenderungan mempunyai pengetahuan yang luas, karena
pengetahuan salah satunya diperoleh dari pendidikan. Pengetahuan
yang dimaksud disini adalah pengetahuan tentang snack baik
kandungan, manfaat maupun bahayanya.
Tingkat pendidikan orang tua (ibu) memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap perannya dalam membimbing dan mengarahkan
anak untuk mengkonsumsi snack yang tidak berbahaya bagi kesehatan.
b. Teori yang menghubungkan variabel pengetahuan dan sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo, 1997). Sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung
(favorable) maupun perasaan yang tidak mendukung (unfavorable)
pada objek tersebut (Azwar, 1997). Menurut Second dan Backman
(Azwar, 1997) sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal kognitif
(pengetahuan) dan konatif (perilaku) seseorang terhadap sesuatu aspek
di lingkungan sekitarnya.
Sikap menurut Retty dan Caciopo adalah evaluasi umum yang
dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu
(Azwar, 1997). Berbicara mengenai sikap tidak terlepas dari sosialisasi
keluarga dan pendidikan sekolah atau pendidikan di luar sekolah serta
pengetahuan di dalam masyarakat (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1999: 47).
Sikap mempunyai 4 fungsi, antara lain sebagai berikut :
1) Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat
Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Disini sikap
adalah sarana mencapai tujuan. Fungsi ini disebut fungsi manfaat
(utility), yaitu sejauh mana manfaat objek sikap dalam rangka
pencapaian tujuan. Fungsi ini juga disebut fungsi penyesuaian
karena dengan sikap yang diambil seseorang, orang akan dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap sekitarnya.
2) Fungsi pertahanan ego
Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi
untuk mempertahankan ego atau akunya dan pada waktu orang
yang bersangkutan terancam keadaan dirinya dan egonya.
3) Fungsi ekspresi nilai
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi
individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya.
Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan
kepuasan dapat menunjukkan keadaan dirinya.
4) Fungsi pengetahuan
Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti,
dengan pengalaman-pengalamannya untuk memperoleh
pengetahuan. Elemen-elemen dari pengalamannya yang tidak
konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun
kembali atau diubah sedemikian rupa hingga menjadi konsisten. Ini
berarti bila seorang mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu
objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap
objek sikap yang bersangkutan.
Ciri-ciri sikap antara lain :
1) Sikap (attitude) bukan dibawa orang sejak dilahirkan, melainkan
dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam
hubungan dengan objeknya.
2) Sikap (attitude) itu dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat
dipelajari orang atau sebaliknya, attitude itu dapat dipelajari karena
sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-
keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya
sikap pada orang itu.
3) Objek sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung
relasi tertentu terhadap suatu objek.
4) Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap
inilah yang membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan
yang dimiliki oleh seseorang (Gerungan, 1996: 151-152).
Sikap dapat merupakan suatu sikap pandangan, tetapi dalam hal
itu masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang.
Pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap
objek itu. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak, seperti halnya
pada sikap. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap
terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan
kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek
tersebut (Gerungan, 1996: 152).
Di dalam kaitannya dengan penelitian ini pengetahuan orang
tua mengenai jajan snack menjadi dasar dan keyakinan orang tua
dalam menentukan sikapnya terhadap jajan snack yang boleh dan tidak
boleh dikonsumsi oleh anak. Orang tua yang memiliki pengetahuan
luas mengenai jajan snack cenderung akan bersikap kritis untuk
memilih dan memilah jajan snack untuk anaknya.
c. Teori yang menghubungkan variabel sikap dan perilaku
Istilah sikap atau attitude pertama kali digunakan oleh Herbert
Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu
status mental seseorang. Setiap orang didalam berhubungan dengan
orang lain tidak hanya berbuat begitu saja, tetapi juga menyadari yang
dilakukan dan menyadari pula situasi yang ada sangkut pautnya
dengan perbuatan itu. Kesadaran ini tidak hanya mengenai tingkah
laku yang sudah terjadi, tetapi juga tingkah laku yang mungkin akan
terjadi. Kesadaran individu menentukan perbuatan nyata dan yang
mungkin akan terjadi itulah yang dinamakan sikap (Abu Ahmadi,
2002).
Bimo Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap yang ada pada
seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau
perbuatan orang yang bersangkutan. Sementara sikap pada umumnya
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.
1) Kognitif (perseptual)
Yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2) Afektif (emosional)
Yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang
atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan
hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang
negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap yaitu positif atau
negatif.
3) Konatif (perilaku atau action)
Yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan
bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan
intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap (Bimo
Walgito, 2003: 111).
Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap
adalah presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi perilaku, berubah
dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam
situasi yang sama dan komposisinya hampir selalu kompleks (Abu
Ahmadi, 2002)
Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau
corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dengan
mengetahui sikap seseorang akan dapat menduga bagaimana respons
atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan,
terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya.
Jadi dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan mendapatkan
gambaran kemungkinan perilaku yang timbul dari orang yang
bersangkutan.
Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya
bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang.
Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan
perilakunya. Menurut Baltus, sikap kadang-kadang bisa diungkapkan
secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun sering
sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum
perilaku tetapi bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan balai pustaka
1991: 755 perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan lingkungan. Sedangkan menurut Kartini Kartono bahwa
perilaku merupakan suatu reaksi yang dapat dicermati secara umum
atau objektif, sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya
dari perbuatan tersebut (1989: 53).
Perilaku diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan (WJS.
Poerwadarminta, 1997: 671), sedangkan menurut Solito Sarwono,
perilaku manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan, dengan kata lain perilaku merupakan
respon individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun
berasal dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa
tindakan, berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan
tindakan) (Solito Sarwono, 1993: 1).
Perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Perilaku yang alami, yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme
dilahirkan yang berupa reflek-reflek dan insting.
2) Perilaku operan, yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses
belajar. Pada manusia perilaku operan yang paling dominan (Solito
Sarwono, 1993: 2).
Myers (1983) berpendapat bahwa perilaku itu merupakan
sesuatu yang akan kena banyak pengaruh dari lingkungan. Demikian
pula sikap yang diekspresikan (expressed attitude) juga merupakan
sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Sedangkan
expressed attitude adalah merupakan perilaku. Orang tidak dapat
mengukur sikap secara langsung, maka yang diukur adalah sikap yang
nampak, dan sikap yang nampak itu adalah perilaku. Karena itu bila
orang menetralisir pengaruh terhadap perilaku, maka dengan jelas
bahwa sikap mempunyai kaitan dengan perilaku. Perilaku dan sikap
saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Hal
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 2. Interaksi sikap dan perilaku
(Myers, 1983: 38 dikutip dari Bimo Walgito, 2003: 108-
109)
Other influence
Expressed attitudes
attitudes
behavior
Other influence
Timbulnya sikap didasari oleh proses evaluasi dalam diri
individu yang memberikan kesimpulan terhadap stimulus dalam
bentuk nilai baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau
tidak menyenangkan (Azwar, 1997). Bagan dibawah ini lebih dapat
menjelaskan uraian tersebut:
Bagan 3. Hubungan stimulasi dan sikap
(Notoatmojo, 1997)
Dalam kaitannya dengan penelitian ini berdasarkan gambar
diatas, stimulus rangsangan yaitu pendidikan yang diwujudkan dalam
tingkat pendidikan ibu. Pendidikan akan mempengaruhi proses
stimulus yang berupa pengetahuan mengenai snack baik kandungan,
manfaat, dan bahayanya. Keduanya akan mempengaruhi perilaku ibu
dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Pengetahuan
mempengaruhi reaksi ibu untuk menentukan sikap apakah ibu tersebut
bersikap peduli atau acuh tak acuh terhadap snack yang dikonsumsi
oleh anaknya. Kemudian sikap tersebut akan mempengaruhi tingkah
laku ibu dalam melakukan perannya sebagai orang tua, yaitu
mengontrol jajan snack anaknya.
Stimulus rangsang
Proses Stimulus
Sikap (tertutup)
Reaksi
Tingkah laku (terbuka)
Perilaku orang tua dipengaruhi oleh sikap yang akan diambil
orang tua berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari
pendidikan. Perilaku tersebut memberikan pengarahan terhadap agar
mengkonsumsi jajan snack yang sehat dan tidak membahayakan
kesehatan.
2. Penelitian Terdahulu
Dalam Jurnal Internasional yang berjudul children’s eating
attitudes and behavior: a study of the modeling and control theories of
parental influence oleh Rachael Brown dan Jane Ogden, hasil penelitian
menunjukkan korelasi yang signifikan antara orang tua dan anak dalam hal
asupan makanan ringan (snack food), motivasi makan, dan ketidakpuasan
tubuh. Anak-anak yang orang tuanya menunjukkan ada upaya yang lebih
besar untuk mengontrol diet anak mereka dilaporkan lebih tinggi antara
kedua makanan ringan (snack food) baik makanan ringan sehat dan
makanan ringan yang tidak sehat. Selain itu, anak-anak yang orang tuanya
menunjukkan lebih besar dalam penggunaan makanan untuk
mengendalikan perilaku anak mereka dilaporkan mempunyai tingkatan
yang lebih tinggi dalam ketidakpuasan tubuh.
Jurnal internasional yang kedua yang berjudul parental style and
consumer socialization of children oleh Les Carlson dan Sanford
Grossbart hasil thesis menunjukkan bahwa ibu dengan gaya orang tua
alternatif berbeda dalam berkomunikasi dengan anak-anak tentang
konsumsi, jumlah pelanggan tujuan sosialisasi, dan monitoring
(pengawasan) membatasi konsumsi dan pemberitaan di media, dan di lihat
pada iklan. Bertentangan dengan harapan, ibu-ibu dengan gaya diferensial
tidak berbeda dalam pemberian otonomi konsumsi untuk anak-anak.
Jurnal internasional yang ketiga dengan judul TV Messages for
Snack and Breakfast Foods: Do They Influence Children’s Preferences
oleh Marvin E Goldberg, Gerald J. Gorn dan Wendy Gibson menunjukkan
bahwa ketika menawarkan pilihan manis atau lebih sehat pada makanan
ringan (snack) dan sarapan, siswa kelas pilihan pertama merefleksikan
pengalaman TV eksposur mereka. Mereka yang melihat iklan untuk
makanan manis sangat memilih untuk (baik yang diiklankan dan tidak
diiklankan) makanan yang lebih manis. Mereka yang melihat
pengumuman layanan publik pro gizi lebih memilih buah-buahan, sayuran,
dan lain-lain. 24 menit program animasi makanan sampah (junk food) yang
paling lebih efektif dalam mengurangi jumlah makanan manis yang
dipilih.
F. Kerangka Berfikir
Di era globalisasi seperti pada saat sekarang ini perkembangan produk
makanan termasuk snack anak semakin banyak dan beraneka ragam.
Perusahaan-perusahaan semakin inovatif dalam memproduksi dan
menciptakan produk snacknya. Dalam memasarkan produknya menggunakan
berbagai cara untuk menarik minat konsumen termasuk menggunakan media
televisi atau media yang lain. Media ini digunakan sebagai ajang promosi
sekaligus mengenalkan produk-produknya kepada masyarakat luas.
Produk makanan yaitu jajan snack anak secara umum mempunyai
target atau sasaran pembelinya adalah anak-anak. Namun semakin maraknya
produk snack yang ditawarkan tidak diiringi dengan penjaminanan kualitas
produk. Bahkan kebanyakan snack memiliki kandungan zat kimia yang
notabene malah membahayakan kesehatan. Dalam beberapa penelitian
menyebutkan bahwa ada jajan snack anak yang mengandung MsG, sakarin,
dan lain-lain. Zat-zat tersebut jelas membahayakan bagi tumbuh kembang
serta kesehatan anak bahkan apabila anak sering mengkonsumsi jajan snack
tersebut, dalam jangka panjang dapat menyebabkan kematian.
Mayoritas anak-anak dalam mengkonsumsi jajan snack tidak
memperhatikan kandungan yang terdapat dalam produk itu namun hal yang
diutamakan adalah rasa dari produk tersebut. Oleh sebab itu perilaku orang tua
disini sangat penting untuk mengarahkan serta memberikan informasi kepada
anak tentang apa saja snack yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh
dikonsumsi serta memberikan perlindungan kepada anak.
Asumsi peneliti disini adalah apabila orang tua memiliki tingkat
pendidikan formal tinggi, maka orang tua akan mempunyai pengetahuan luas
mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak sehingga orang tua
cenderung untuk bersikap peduli kepada anaknya kemudian berperilaku
melindungi atau protect terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Oleh
sebab itu, orang tua dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi
diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih banyak di dalam mengontrol
jajan snack anak.
Asumsi yang kedua adalah sebaliknya dari asumsi yang pertama, yaitu
apabila tingkat pendidikan formal orang tua rendah maka pengetahuan yang
dimiliki orang tua mengenai kandungan, efek dan bahaya snack juga sempit.
Hal ini kemudian menyebabkan sikap orang tua cenderung acuh tak acuh
terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya sehingga orang tua akan
berperilaku membiarkan apa saja yang dikonsumsi oleh anaknya. Maka orang
tua dengan tingkat pendidikan formal rendah diasumsikan kurang mempunyai
perilaku di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya.
Asumsi ketiga adalah apabila tingkat pendidikan formal orang tua
sedang maka pengetahuan orang tua mengenai kandungan, efek dan bahaya
juga cenderung sedang. Hal ini kemudian menyebabkan sikap orang tua
cenderung peduli dan juga kadang bersikap acuh tak acuh sehingga orang tua
akan berperilaku longgar terhadap apa saja yang dikonsumsi anaknya. Maka
orang tua dengan tingkat pendidikan formal sedang diasumsikan mempunyai
perilaku lebih longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya.
G. Hipotesa
Perbedaan tingkat pendidikan formal orang tua akan menyebabkan terjadinya
perbedaan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack anak.
H. Definisi Konseptual
1. Tingkat pendidikan formal adalah jenjang pendidikan yang diperoleh
melalui lembaga pendidikan formal.
2. Pengetahuan adalah sejumlah informasi yang diperoleh seseorang
melalui pendidikan dan pengalaman.
3. Sikap adalah keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang
relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar
kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara
tertentu yang dipilihnya.
4. Perilaku adalah adalah respon seseorang dari stimulus yang
menghasilkan suatu tindakan nyata.
I. Definisi Operasional
1. Tingkat Pendidikan Formal Orang Tua
Tingkat pendidikan formal orang tua diukur dari ijazah yang diperoleh.
Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah:
a. Pendidikan rendah
Yang masuk dalam kategori pendidikan rendah yaitu seseorang (ibu)
yang tidak lulus SMA atau bentuk lain yang sederajat ke bawah.
b. Pendidikan sedang
Yang masuk dalam kategori pendidikan sedang yaitu seseorang (ibu)
yang lulus SMA atau bentuk lain yang sederajat sampai tidak lulus
tingkat diploma I (DI).
c. Pendidikan tinggi
Yang masuk dalam kategori pendidikan tinggi yaitu seseorang (ibu)
yang lulus diploma I (DI) keatas.
2. Pengetahuan orang tua
Dilihat dari sedikit banyaknya informasi yang dimiliki orang tua berkaitan
dengan snack. Informasi itu antara lain :
a. Informasi kandungan bahan kimia berbahaya :
1) Pengetahuan tentang kandungan
2) Asal informasi
3) Pengetahuan tentang bahaya dari kandungan snack
4) Pengetahuan tentang produk jajan snack yang dijual disekolah
5) Pengetahuan tentang produk snack yang mengandung bahan kimia
berbahaya yang dijual disekolah
b. Informasi kandungan bahan yang bermanfaat
1) Pengetahuan tentang kandungan
2) Asal informasi
3) Pengetahuan tentang manfaat dari kandungan snack
4) Pengetahuan tentang produk jajan snack yang dijual disekolah
5) Pengetahuan tentang produk snack yang bermanfaat yang dijual
disekolah
3. Sikap
Dilihat dari keyakinan ibu akan bahaya dari kandungan yang terdapat di
dalam snack:
a. Percaya bahwa di dalam snack terdapat kandungan yang berbahaya
b. Percaya terdapat efek dari kandungan yang berbahaya dari snack.
c. Percaya bahwa orang tua (ibu) mempunyai andil dalam mengontrol
jajan snack anaknya terutama snack yang mengandung zat-zat
berbahaya.
4. Perilaku
Dilihat dari kecenderungan orang tua untuk melakukan tindakan
mengontrol jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Indikator yang
digunakan untuk mengukur variabel ini:
a. Protect
1) Transfer informasi kepada anak
2) Melarang
3) Menasehati
4) Merekomendasikan
5) Memberikan contoh konkret dan melakukan kontrol
b. Longgar
1) Transfer informasi kepada anak
2) Melarang
3) Menasehati
4) Merekomendasikan
5) Memberikan contoh konkret tetapi tidak melakukan kontrol
c. Membiarkan
1) Tidak melakukan transfer informasi kepada anak
2) Tidak melarang
3) Tidak menasehati
4) Tidak merekomendasikan
5) Tidak memberikan contoh konkret dan tidak melakukan kontrol
(tidak melakukan tindakan preventif apapun)
J. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian berdasarkan tujuan penelitian termasuk penelitian
Deskriptif Kuantitatif yaitu penelitian yang berfungsi untuk
mendeskripsikan variabel. Variabel yang digunakan disini adalah variabel
tingkat pendidikan formal, variabel pengetahuan, variabel sikap dan
variabel perilaku. Studi ini merupakan langkah awal untuk penelitian yang
mendalam. Oleh karena itu penelitian ini lebih banyak terbuka terhadap
seluruh data.
Berdasarkan deskripsi data yang ada, penulis mencoba
mengkuantitatifkan untuk memberikan pemahaman yang konkret
mengenai perbedaan tingkat pendidikan formal, pengetahuan, sikap dan
perilaku orang tua dalam mengontrol pola jajan snack anak di SD N 3
Barenglor Kabupaten Klaten.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di SD N 3 Barenglor Kabupaten
Klaten. Hal ini dilandasi pertimbangan peneliti dapat menggali informasi
secara mendalam di lokasi tersebut.
3. Teknik Pengambilan Sampel
a. Populasi
Populasi untuk analisis individu adalah seluruh orang tua murid (ibu)
yang berjumlah 284.
b. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan stratified, simple
random sampling. Stratified sampling yaitu pengambilan sampel yang
memperhatikan stratum-stratum dalam populasi (Slamet, 2006: 48).
Stratum disini adalah tingkat pendidikan formal ibu selaku orang tua
dari murid SD N 3 Barenglor kabupaten Klaten. Tingkat pendidikan
formal dibagi menjadi 3 strata yaitu tingkat pendidikan rendah, tingkat
pendidikan sedang, dan tingkat pendidikan tinggi.
Simple random sampling yaitu suatu sampling dimana setiap anggota
(orang) dalam populasi total mendapatkan kesempatan yang sama
untuk diambil sampel (Edy Suhardono, 2001: 30). Metode
pengambilan simple random sampling yaitu dengan pengundi unsur-
unsur penelitian atau satuan elementer dalam populasi
(Singarimbun&Sofian Effendi, 1989: 156).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 74 responden.
Jumlah ini diambil berdasarkan rumus:
Keterangan:
n= jumlah sampel
N= jumlah populasi
d= nilai proposisi (biasanya ditentukan sebesar 90% atau 0,1)
(Jalaluddin Rakhmat, 1984)
Untuk lebih rincinya sampel yang diambil, dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Besar sampel yang diambil dalam setiap tingkatan pendidikan formal
No Tingkat Pendidikan
Formal
Jumlah
Populasi
Perhitungan
Sampel
Pembulatan
Sampel
1. Rendah 62
16
2. Sedang 160
42
3. Tinggi 62
16
Sehingga jumlah total respondennya berjumlah 74
4. Teknik Pengumpulan Data
Beberapa cara yang ditempuh sebagai teknik di dalam
mengumpulkan data-data penelitian, meliputi:
a. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dipergunakan untuk
mengukur suatu gejala atau konsep tertentu yang langsung diisi oleh
responden (Slamet, 2006: 94). Kuesioner merupakan teknik yang
digunakan kepada orang tua yaitu ibu siswa SDN 3 Barenglor,
terutama untuk mengetahui perbedaan tingkat pendidikan formal
menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku orang tua dalam
mengontrol pola jajan snack anak.
b. Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen dari organisasi atau instansi yang terkait (Susanto,
2006: 136). Juga bisa berbentuk sebuah foto atau sebuah rekaman
video. Data-data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi
cenderung merupakan data sekunder.
5. Sumber Data
Berbagai sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini, yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya,
melalui kuesioner yang diberikan. Sumber data primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ibu yang merupakan orang tua murid di SD
N 3 Barenglor di Kabupaten Klaten yang dapat mewakili jumlah
populasi dan sampel.
b. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
dengan cara mengutip dokumen-dokumen atau arsip-arsip yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Misalnya dokumen dari
pihak SD N 3 Barenglor, foto-foto dan buku-buku kepustakaan yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan chi square. Uji chi square adalah suatu
teknik statistik yang dimaksudkan untuk menguji perbedaan baik satu
kelompok atau antara dua kelompok atau lebih. Uji chi square pada
dasarnya untuk melihat apakah frekuensi-frekuensi yang diamati benar-
benar berbeda dengan frekuensi-frekuensi yang diharapkan. Metode untuk
menghitung untuk menguji perbedaan dua kelompok atau lebih kita
harus menghitung banyaknya frekuensi yang termasuk di dalam suatu
kategori tertentu yang sekaligus juga termasuk ke dalam kategori tertentu
yang lain. Adapun cara untuk menghitung nilai menggunakan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
Aij= Jumlah kasus yang diamati yang terkategori pada baris yang ke i di
dalam suatu kolom ke j
Hij= Jumlah kasus yang diharapkan di bawah hipotesis Nul yang
terkategorikan pada baris yang ke i di dalam suatu kolom yang ke j
Nilai yang dihasilkan dengan rumus di atas tersebar pada chi
square dengan:
df= (b-1) (k-1)
dimana b= banyaknya baris
k= banyaknya kolom (Slamet, 1990: 51-52).
Uji signifikansi koefisien kontingensi C. Koefisien kontengensi
sebagaimana yang diperoleh dari suatu tabel kontingensi akan mempunyai
nilai yang sama terlepas dari bagaimana kategori-kategori itu disusun
didalam baris-baris dan kolom-kolom.
Keterangan:
C= koefisien kontingensi C
= chisquare
jumlah sampel (Slamet, 1990: 65-67)
Dari hasil uji chi square tersebut diolah, di deskripsikan, dan dibuat
kesimpulan untuk menghasilkan data jadi.
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Data Siswa SDN 3 Barenglor
1. Jumlah siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010
Jumlah siswa di SDN 3 Barenglor menurut jenis kelamin dapat
digolongkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah siswa tahun ajaran 2009/2010
Kelas No Jenis
Kelamin I II III IV V VI
Jumlah
1. Laki-laki 21 24 23 20 29 20 137
2. Perempuan 21 25 23 25 25 28 147
Jumlah 42 49 46 45 54 48 284
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa siswa SDN Barenglor
tahun ajaran 2009/2010 terdiri dari siswa laki-laki berjumlah 137 orang,
sedangkan siswa perempuan berjumlah 147 orang. Keseluruhan jumlah
siswa baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan pada tahun ajaran
2009/2010 adalah 284 orang.
Dari hasil observasi atau pengamatan yang dilakukan peneliti di
lapangan diketahui bahwa kebanyakan siswa laki-laki lebih sering
mengkonsumsi dan menjajakan uang sakunya untuk membeli snack
minuman seperti teh gelas, fanta, coca cola, sprite, es marimas dan
sejenisnya, es teh, dan lain-lain. Sedangkan siswa perempuan
berkencenderungan mengkonsumsi jajan snack ciki dan snack kue ataupun
wafer.
2. Agama siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010
Jumlah siswa menurut agama (kepercayaan) dapat digolongkan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Jumlah siswa menurut agama
Siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010
Kelas No Agama
I II III IV V VI
Jumlah
1. Islam 41 47 46 43 54 47 278
2. Kristen - 1 - 1 - - 2
3. Katholik 1 1 - 1 - 1 4
4. Hindu - - - - - - 0
5. Budha - - - - - - 0
Jumlah 42 49 46 45 54 48 284
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah siswa SDN
Barenglor tahun ajaran 2009/2010 yang memeluk agama islam berjumlah
278 anak, kristen berjumlah 2 anak, dan katholik berjumlah 4 anak.
Sedangkan pemeluk agama hindu dan budha tidak dijumpai di SDN 3
Barenglor. Keseluruhan jumlah siswa di SDN 3 Barenglor adalah 284
anak.
Agama merupakan salah satu hal yang paling pokok atau paling
prinsipil dalam kehidupan masyarakat, karena agama dapat dijadikan
pedoman moral dan tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi dan
bermasyarakat. Di dalam mengkonsumsi makanan setiap agama mengatur
makanan apa yang diperbolehkan (halal) dan makanan apa yang tidak
diperbolehkan (haram) untuk dikonsumsi.
3. Tingkat pendidikan formal ibu siswa
Jumlah orang tua murid (ibu) menurut tingkat pendidikan formal
dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Tingkat pendidikan formal ibu
siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010
Kelas No Tingkat
pendidikan
formal
I II III IV V VI
Jumlah
1. SD-SMP 11 6 6 16 9 14 62
2. SMA 24 32 30 18 36 20 160
3. D1-S2 7 11 10 11 9 14 62
Jumlah 42 49 46 45 54 48 284
Sumber: buku induk siswa SDN 3 Barenglor
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
formal ibu selaku orang tua siswa yang jumlahnya paling banyak adalah
lulusan SMA yaitu sejumlah 160 orang. Sedangkan pendidikan SD-SMP
berjumlah 62 orang dan jumlah ini sama dengan ibu siswa yang
berpendidikan D1-S2.
Tingkat pendidikan formal seseorang dalam hal ini adalah ibu,
diasumsikan dapat menentukan seberapa luas pengetahuan terhadap jajan
snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Pengetahuan tersebut seperti
kandungan dari snack itu sendiri, bahaya atau efek serta manfaat
mengkonsumsi snack. Sehingga tingkat pendidikan formal baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat menentukan perilaku orang tua
dalam mengontrol pola jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya.
4. Tingkat pendidikan formal ayah siswa
Jumlah orang tua murid (ayah) menurut tingkat pendidikan formal
dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Tingkat pendidikan formal ayah
siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010
Kelas No Tingkat
pendidikan
formal
I II III IV V VI
Jumlah
1. SD-SMP 10 8 9 11 7 6 51
2. SMA 22 23 23 25 24 27 144
3. D1-S2 10 18 14 9 23 15 89
Jumlah 42 49 46 45 54 58 284
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
formal ayah selaku orang tua siswa yang jumlahnya paling banyak adalah
lulusan SMA yaitu sejumlah 144 orang. Sedangkan pendidikan SD-SMP
berjumlah 51 orang dan jumlah ayah yang berpendidikan D1-S2 sejumlah
89 orang.
Tingkat pendidikan formal ayah akan mempengaruhi seberapa
besar pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan tersebut digunakan oleh
ayah untuk melakukan diskusi dengan istrinya (ibu anak) sehingga terjadi
kesepakatan tentang bagaimana cara mengontrol dan mendidik anak dalam
hal ini adalah jajan snack anak.
5. Jenis pekerjaan ibu siswa
Jumlah orang tua murid (ibu) dilihat dari jenis pekerjaan dapat
digolongkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Jenis pekerjaan ibu
siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010
Kelas No Jenis
pekerjaan I II III IV V VI
Jumlah
1. Ibu RT 21 27 25 24 38 22 157
2. Swasta 3 2 5 5 1 4 20
3. PNS 3 6 4 6 6 6 31
4. Wiraswasta 7 6 9 2 2 4 30
5. Kary. Swasta 4 5 2 1 - 1 13
6. Buruh 4 2 1 7 6 9 29
7. Kary. BUMD - - - - 1 1 2
8. Guru WB –
swasta
- 1 - - - 1 2
Jumlah 42 49 46 45 54 48 284
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis pekerjaan
ibu selaku orang tua siswa, antara lain ibu rumah tangga, swasta, PNS
(Pegawai Negeri Sipil), wiraswasta, karyawan swasta, buruh, karyawan
BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), dan guru WB (Wiyata Bakti) - guru
swasta. Pekerjaan ibu rumah tangga merupakan pekerjaan mayoritas ibu
siswa SDN 3 Barenglor yaitu sebesar 157 orang dan mempunyai
prosentase 55%, sedangkan swasta berjumlah 20 orang, PNS berjumlah 31
orang, wiraswasta berjumlah 30 orang, karyawan swasta berjumlah 13
orang, buruh berjumlah 29 orang, karyawan BUMD berjumlah 2 orang,
guru WB dan guru swasta berjumlah 2 orang. Prosentase jumlah
keseluruhan ibu yang bekerja adalah 45%.
Seorang ibu pada dasarnya mempunyai tugas untuk mengurus
rumah, anak, dan suaminya. Seiring berkembangnya zaman dan
munculnya kesetaraan gender kaum perempuan ingin mengembangkan
dirinya untuk berkarier selain juga untuk membantu ekonomi keluarga.
Sehingga kaum perempuan yang bekerja mempunyai tiga fungsi yaitu
fungsi produksi, reproduksi dan sosial kemasyarakatan.
Tiga fungsi yang dijalankan oleh kaum perempuan yang bekerja di
luar rumah ini tidak mudah karena waktu untuk mengurus anak sedikit
tersita sehingga tidak bisa memberikan perhatian dan kontrol kepada anak
secara penuh, khususnya terhadap kontrol jajan snack anak. Berbeda
dengan kaum perempuan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, waktu
untuk mengurus rumah, keluarga dan anak lebih banyak dan akan sangat
berperan terhadap kontrol jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya
karena ibu dapat memberikan pengawasan penuh terhadap anaknya.
6. Jenis pekerjaan ayah siswa
Jumlah orang tua murid (ayah) dilihat dari jenis pekerjaan dapat
digolongkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 6. Jenis pekerjaan ayah
siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010
Kelas No Jenis
pekerjaan I II III IV V VI
Jumlah
1. Petani 1 1 - - - - 2
2. Swasta 7 21 15 15 13 14 85
3. PNS 6 10 8 6 9 9 48
4. Wiraswasta 14 4 13 5 12 11 59
5. Buruh 9 5 7 14 13 11 59
6. Kary. Swasta 5 7 1 5 6 2 26
7. Kary. BUMD
– BUMN
- 1 2 - 1 1 5
Jumlah 42 49 46 45 54 48 284
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat 7 jenis pekerjaan
ayah antara lain yaitu petani, swasta, PNS (Pegawai Negeri Sipil),
wiraswasta, buruh, karyawan swasta, karyawan BUMD (Badan Usaha
Milik Daerah) dan karyawan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
Pekerjaan ayah siswa SDN 3 Barenglor yang tertinggi adalah swasta yaitu
berjumlah 85 orang, sedangkan yang yang bekerja sebagai petani
berjumlah 2 orang, PNS berjumlah 48 orang, wiraswasta berjumlah 59
orang, buruh berjumlah 59 orang, karyawan swasta berjumlah 26 orang,
dan karyawan BUMD - BUMN berjumlah 5 orang.
Ayah pada dasarnya berkewajiban mencari nafkah untuk
mencukupi kebutuhan keluarga atau rumah tangga. Disini kaum laki-laki
(ayah) biasanya mempunyai dua fungsi yaitu fungsi produksi (bekerja) dan
fungsi sosial kemasyarakatan (berinteraksi di dalam masyarakat). Dari
tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh ayah siswa SDN 3 Barenglor
bekerja, sehingga dapat diasumsikan waktunya digunakan untuk bekeja
mencari nafkah dan sedikit saja untuk melakukan kontrol kepada anak
khususnya jajan snack karena kebanyakan sudah dipercayakan kepada
istrinya selaku ibu dari anak.
7. Jumlah penghasilan orang tua siswa per bulan
Jumlah penghasilan orang tua siswa per bulan dapat digolongkan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 7. Jumlah penghasilan orang tua per bulan
siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010
Kelas No Penghasilan
I II III IV V VI
Jumlah
1. < Rp 500.000 1 3 6 6 6 3 25
2. Rp 500.000 –Rp 1.000.000
21 27 24 27 22 19 140
3. Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000
9 4 2 2 5 2 24
4. Rp 1.500.001 –Rp 2.000.000
5 7 2 4 9 7 34
5. Rp 2.000.001 –Rp 2.500.000
3 3 3 3 3 1 16
6. >Rp 2.500.000 3 5 9 3 9 16 45
Jumlah 42 49 46 45 54 48 284
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa penghasilan orang tua siswa
SDN Barenglor per bulan dengan jumlah penghasilan kurang dari Rp 500.000
berjumlah 25 orang, jumlah penghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000
berjumlah 140 orang, jumlah penghasilan antara Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000
berjumlah 24 orang, jumlah penghasilan antara Rp 1.500.001 – 2.000.000
berjumlah 34 orang, jumlah penghasilan Rp 2.000.001 – Rp 2.500.000
berjumlah 16 orang dan jumlah penghasilan lebih dari Rp 3.000.000
berjumlah 45 orang.
Tingkat penghasilan orang tua dapat menentukan pola jajan snack
anaknya khususnya pada saat sekolah. Hal ini ditunjukkan oleh uang saku
yang diberikan untuk anaknya. Uang saku yang diberikan orang tua digunakan
anak untuk membeli sesuatu yang diinginkan oleh anaknya baik makanan
maupun mainan. Dalam konteks ini uang saku dibelikan makanan yaitu snack
baik snack ciki, snack roti, snack minuman atau snack yang lain.
B. Penjual Jajanan dan Makanan Snack
Di sekitar sekolah terdapat beberapa pedagang yang menjual jajanan
dan makanan snack, lokasi berjualannya ada yang didalam sekolah dan ada
yang di luar sekolah. Pedagang yang terdapat di dalam sekolah dikelola oleh
tukang kebun sekolah, tempat ini dinamakan kantin sedangkan yang berada
diluar sekolah merupakan pedagang keliling yang menggunakan gerobak,
sepeda, dan sepeda motor.
· Kantin
Kantin merupakan tempat bagi siswa untuk membeli makanan
jajanan dan aneka snack baik snack makanan dan snack minuman. Kantin
sendiri merupakan salah satu fasilitas dari sekolah. Di sekitar sekolah yang
peneliti teliti terdapat 2 (dua) kantin yaitu kantin SDN 3 Barenglor dan
kantin SDN 2 Barenglor. Letak kedua kantin cukup berdekatan antara satu
dengan yang lain, jaraknya hanya sekitar 500 m sehingga siswa SDN 3
Barenglor dapat membeli snack di kantin yang diinginkan.
a. Kantin SDN 3 Barenglor
Kantin ini menjual berbagai macam jajan snack yang antara
lain: ciki, wafer, coklat, snack minuman, mie goreng (indomie goreng)
yang dimasak oleh ibu kantinnya sendiri dengan tambahan saos dan
kecap yang tidak memiliki merk ternama dan diragukan kualitasnya.
Snack yang dijual dikantin ini rata-rata merupakan snack yang
banyak ditemui di pasar maupun supermarket. Snack makanan yang
dijual seperti wafer tango, chocolatos, oops wafer keju, waferlatos
crunchox, coklat tim tam, gerry pasta, permen dengan berbagai merk,
ping-ping, pilus garuda dan ciki yang lain-lain. Komposisi dari jajanan
snack ini kebanyakan terdapat kandungan yang berbahaya seperti MsG
(Monosodium Glutamat), pengawet makanan, dan lain-lain. Sedangkan
snack minuman yang dijajakan seperti marimas, teh sisri, pop ice, dan
lain-lain juga terdapat kandungan yang berbahaya seperti aspartame,
sakarin, pewarna, pengawet, dan lain-lain.
b. Kantin SDN 2 Barenglor
Tidak berbeda dengan kantin SDN 3 Barenglor, kantin di SDN
2 Barenglor ini juga menjual beraneka snack baik snack makanan
maupun snack minuman. Snack makanan yang dijual di kantin ini
diantaranya adalah taro, chitatos, pilus garuda, roma wafer keju, keju
pasta dan ciki-ciki yang lain. Komposisi dari jajanan snack ini
kebanyakan juga mengandung zat yang berbahaya seperti MsG
(Monosodium Glutamat). Snack minuman yang dijual antara lain teh
botol, teh gelas, coca cola, sprite, fanta, ale-ale, dan lain-lain.
Kandungan yang terdapat dalam snack minuman diatas juga terdapat
zat berbahaya seperti aspartame, pengawet, pewarna, dan lain-lain.
· Pedagang keliling
Pedagang keliling adalah orang yang berjualan keliling dan tidak
mempunyai tempat mangkal tertentu. Di luar sekolah tepatnya di depan
SDN 3 Barenglor terdapat beberapa pedagang jajanan atau snack keliling,
diantaranya adalah:
a. Pedagang bakso ojek
b. Pedagang sosis, nugget, tempura
c. Pedagang mie goreng
d. Pedagang makanan krispi
e. Pedagang batagor dan siomay
f. Pedagang cha-kue
g. Pedagang es teh
h. Pedagang es kelapa muda
i. Pedagang es krim
j. Pedagang es puter
C. Profil Responden (ibu)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan 74 responden yang menjadi
sampel penelitian yaitu ibu siswa SDN 3 Barenglor. Dari data yang telah
didapatkan, penulis akan mendeskripsikan mengenai profil responden-
responden tersebut sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelompok umur
Yang dimaksud umur dalam penelitian ini adalah usia responden
sampai dengan penelitian ini dilakukan. Dari hasil pengumpulan data,
maka dapat dibuat interval kelas (i) dengan rumus:
Keterangan:
i = interval kelas
R = nilai tertinggi – nilai terendah
K = jumlah kelas (Slamet, 1990 : 19-20)
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai umur responden
adalah sebagai berikut:
a. Umur tertinggi : 48 tahun
b. Umur terendah : 28 tahun
c. Range : 48 - 28 = 20
d. Interval kelas :
Berdasarkan data tersebut maka umur responden dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori:
a. Nilai 3 berarti responden berumur antara 42-48 tahun
b. Nilai 2 berarti responden berumur antara 35-41 tahun
c. Nilai 1 berarti responden berumur antara 28-34 tahun
Adapun kategori umur dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua
siswa SDN 3 Barenglor, dapat dilihat secara rinci seperti tabel dibawah
ini:
Tabel 8. Kelompok Umur Responden
(n=74)
No Umur Frekuensi Prosentase
1. 28-34 tahun 26 35,1%
2. 35-41 tahun 27 36,5%
3. 42-48 tahun 21 28,4%
Jumlah 74 100%
Sumber: hasil kuesioner dari responden
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 74 responden (100%) yang
merupakan ibu dari siswa SDN 3 Barenglor, Kabupaten Klaten ternyata 26
responden (35,1%) berumur antara 28-34 tahun, sebanyak 27 responden
(36,5%) berumur antara 35-41 tahun, dan sebanyak 21 responden (28,4%)
berumur antara 42-48 tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
paling banyak responden dalam penelitian ini berumur antara 35-41 tahun.
2. Berdasarkan agama yang dianut
Adapun dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3
Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan agama yang dianut, dapat
dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 9. Agama yang Dianut Responden
(n=74)
No Agama Frekuensi Prosentase
1. Islam 72 97,3%
2. Katholik 2 2,7%
3. Kristen - -
4. Hindu - -
5. Budha - -
Jumlah 74 100%
Sumber: hasil kuesioner dari responden
Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 2 agama yang dianut
oleh responden yaitu islam dan katholik. Di dalam penelitian ini jumlah
responden yang beragama islam sebanyak 72 orang (97,3%) dan yang
beragama katholik sebanyak 2 orang (2,7%). Dalam penelitian ini dapat
diketahui bahwa mayoritas agama yang dianut oleh ibu yang merupakan
orang tua siswa SDN 3 Barenglor adalah agama islam.
3. Berdasarkan tingkat pendidikan formal
Adapun dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3
Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan formal,
dapat dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 10. Tingkat pendidikan formal Responden
(n=74)
No Tingkat
pendidikan
formal
Frekuensi Prosentase
1. SD-SMP 16 21,6%
2. SMA 42 56,8%
3. D1-S2 16 21,6%
Jumlah 74 100%
Sumber: hasil kuesioner dari responden
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
formal responden yaitu ibu selaku orang tua siswa dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) antara lain SD-SMP, SMA, dan D1-S2. Tingkat
pendidikan formal yang jumlahnya paling banyak adalah lulusan SMA
yaitu sejumlah 42 orang (56,8%). Sedangkan pendidikan SD-SMP
berjumlah 16 orang (21,6%) dan jumlah ini sama dengan ibu siswa yang
berpendidikan D1-S2.
4. Berdasarkan jenis pekerjaan
Adapun dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3
Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan, dapat dilihat
seperti tabel dibawah ini:
Tabel 11. Jenis Pekerjaan Responden
(n=74)
No Jenis Pekerjaan Frekuensi Prosentase
1. Ibu RT 38 51,3%
2. Swasta 7 9,4%
3. PNS 8 10,8%
4. Wiraswasta 5 6,8%
5. Kary. Swasta 3 4,1%
6. Buruh 13 17,6%
Jumlah 74 100%
Sumber: hasil kuesioner dari responden
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 6 jenis
pekerjaan responden (ibu siswa SDN 3 Barenglor), diantaranya meliputi
ibu rumah tangga, swasta, PNS, wiraswasta, karyawan swasta dan buruh.
Mayoritas atau sebagian besar pekerjaan responden adalah ibu rumah
tangga yang berjumlah 38 orang (51,3%), sedangkan pekerjaan ibu yang
paling kecil adalah karyawati swasta berjumlah 3 orang (4,1%).
5. Berdasarkan tingkat penghasilan per bulan
Adapun dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3
Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan tingkat penghasilan per bulan,
dapat dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 12. Tingkat Penghasilan Responden per bulan
(n=74)
No Penghasilan Frekuensi Prosentase 1. < Rp 500.000 8 10,8%
2. Rp 500.000 –
Rp 1.000.000 35 47,3%
3. Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000
7 9,5%
4. Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000
6 8,1%
5. Rp 2.000.001 – Rp 2.500.000
4 5,4%
6. >Rp 2.500.000 14
18,9%
Jumlah 74 100%
Sumber: buku induk siswa SDN 3 Barenglor
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat penghasilan
responden selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor perbulan paling
banyak adalah penghasilan antara Rp 500.000-Rp 1.000.000 berjumlah 35
orang (47,3%), sedangkan tingkat penghasilan responden yang paling
sedikit adalah penghasilan antara Rp 2.000.001 –Rp 2.500.000 berjumlah
4 orang (5,4%). Tingkat penghasilan responden dari buku induk siswa
SDN 3 Barenglor menunjukkan bahwa penghasilan yang paling sedikit
adalah Rp 350.000 dan penghasilan responden yang paling besar adalah
Rp 6.000.000.
D. Profil ayah
1. Berdasarkan tingkat pendidikan formal
Adapun dari 74 suami responden yaitu ayah selaku orang tua siswa
SDN 3 Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan
formal, dapat dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 13. Tingkat pendidikan formal Ayah
(n=74)
No Tingkat
pendidikan
formal
Frekuensi Prosentase
1. SD-SMP 13 17,6%
2. SMA 38 51,3%
3. D1-S2 23 31,1%
Jumlah 74 100%
Sumber: hasil kuesioner dari responden
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
formal suami responden yaitu ayah selaku orang tua siswa dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) antara lain SD-SMP, SMA, dan D1-S2.
Tingkat pendidikan formal yang jumlahnya paling banyak adalah lulusan
SMA yaitu sejumlah 38 orang (51,3%). Sedangkan tingkat pendidikan
formal yang jumlahnya paling sedikit adalah pendidikan SD-SMP
sejumlah 13 orang (17,6%). Jumlah ayah yang berpendidikan D1-S2
adalah sebanyak 23 orang (31,1%).
2. Berdasarkan jenis pekerjaan
Adapun dari 74 suami responden yaitu ayah selaku orang tua siswa
SDN 3 Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan, dapat
dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 14. Jenis Pekerjaan Ayah
(n=74)
No Jenis Pekerjaan Frekuensi Prosentase
1. Petani 1 1,4%
2. Swasta 20 27%
3. PNS 10 13,5%
4. Wiraswasta 13 17,6%
5. Buruh 23 31,1%
6. Kary. Swasta 4 5,4%
7. Kary. BUMD-
BUMN
3 4%
Jumlah 74 100%
Sumber: hasil kuesioner dari responden
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 7 jenis
pekerjaan suami responden (ayah siswa SDN 3 Barenglor), diantaranya
meliputi petani, swasta, PNS, wiraswasta, buruh, karyawan swasta dan
karyawan BUMN-BUMD. Mayoritas atau sebagian besar pekerjaan suami
responden adalah buruh yang berjumlah 23 orang (31,1%), sedangkan
pekerjaan suami responden yang menduduki jumlah paling kecil adalah
petani berjumlah 1 orang (1,4%).
BAB IV
PERILAKU
A. Perilaku
Menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan balai pustaka 1991:
755 perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan
lingkungan. Sedangkan menurut Kartini Kartono bahwa perilaku merupakan
suatu reaksi yang dapat dicermati secara umum atau objektif, sehingga hal-hal
yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut (1989: 53).
Perilaku diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan (WJS.
Poerwadarminta, 1997: 671), sedangkan menurut Solito Sarwono, perilaku
manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta interaksi manusia
dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan, dengan kata lain perilaku merupakan respon individu terhadap
stimulus yang berasal dari luar maupun berasal dari dalam dirinya. Respon ini
dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berfikir, berpendapat, bersikap) maupun
aktif (melakukan tindakan) (Solito Sarwono, 1993: 1).
Perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Perilaku yang alami, yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme
dilahirkan yang berupa reflek-reflek dan insting.
2. Perilaku operan, yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Pada
manusia perilaku operan yang paling dominan (Solito Sarwono, 1993: 2).
Myers (1983) berpendapat bahwa perilaku itu merupakan sesuatu yang
akan kena banyak pengaruh dari lingkungan. Demikian pula sikap yang
diekspresikan (expressed attitude) juga merupakan sesuatu yang dipengaruhi
oleh keadaan sekitarnya. Sedangkan expressed attitude adalah merupakan
perilaku. Orang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, maka yang
diukur adalah sikap yang nampak, dan sikap yang nampak itu adalah perilaku.
Karena itu bila orang menetralisir pengaruh terhadap perilaku, maka dengan
jelas bahwa sikap mempunyai kaitan dengan perilaku. Perilaku dan sikap
saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah
presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi perilaku, berubah dalam hal
intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama
dan komposisinya hampir selalu kompleks (Abu Ahmadi, 2002)
Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak
pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dengan mengetahui
sikap seseorang akan dapat menduga bagaimana respons atau perilaku yang
akan diambil oleh orang yang bersangkutan, terhadap sesuatu masalah atau
keadaan yang dihadapkan kepadanya. Jadi dengan mengetahui sikap
seseorang, orang akan mendapatkan gambaran kemungkinan perilaku yang
timbul dari orang yang bersangkutan.
Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya bisa
diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa
sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Menurut Baltus,
sikap kadang-kadang bisa diungkapkan secara terbuka melalui berbagai
wacana atau percakapan, namun sering sikap ditunjukkan secara tidak
langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku tetapi bisa juga merupakan
akibat dari perilaku sebelumnya.
Perilaku adalah respon seseorang dari stimulus yang menghasilkan
suatu tindakan nyata. Untuk mengukur perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor
Kab Klaten selaku responden dalam penelitian ini dapat diukur dengan lima
indikator, yaitu:
1. Transfer informasi kepada anak
2. Melarang
3. Menasehati
4. Merekomendasikan
5. Memberikan contoh konkrit
Adapun hasil jawaban responden dari pertanyaan dalam kuesioner
adalah sebagai berikut:
Tabel 33
(n= 74)
No Pertanyaan Y R T
1. Pernahkah ibu mengajak bicara pada anak tentang
jajan snack yang dikonsumsi anak di sekolah?
64
(86,5%)
8
(10,8%)
2
(2,7%)
2. Apakah ibu pernah memberitahukan kepada anak
tentang kandungan bermanfaat yang ada di dalam
snack yang sering dikonsumsi oleh anak?
49
(66,2%)
23
(31,1%)
2
(2,7%)
3. Apakah ibu pernah memberitahukan kepada anak
tentang kandungan berbahaya yang ada di dalam
snack yang sering dikonsumsi oleh anak?
62
(83,8%)
12
(16,2%)
0
(0%)
4. Apakah ibu pernah memberitahukan kepada anak
tentang efek mengkonsumsi jajan snack
berbahaya?
62
(83,8%)
12
(16,2%)
0
(0%)
5. Apakah ibu secara langsung pernah melarang anak
ibu untuk mengkonsumsi jajan snack yang
berbahaya untuk kesehatan?
65
(87,8%)
8
(10,8%)
1
(1,4%)
6. Apakah ibu pernah merekomendasikan jajan snack
tertentu kepada anak yang ibu anggap sehat untuk
dikonsumsi?
54
(72,9%)
17
(22,9%)
3
(4,1%)
7. Apakah ibu pernah memberikan contoh secara
langsung dan nyata (misal membelikan snack yang
sehat) agar mereka mau menerapkan pola
konsumsi jajan snack tersebut dalam kehidupan
sehari-hari mereka?
58
(78,4%)
11
(14,9%)
5
(6,7%)
8. Apabila ibu mempunyai peraturan tentang
konsumsi jajan snack yang boleh ataupun tidak
boleh dikonsumsi oleh anak ibu, apakah anak ibu
patuh dan menurut peraturan yang ibu terapkan?
22
(29,7%)
38
(51,4%)
14
(18,9%)
Sumber: kuesioner pertanyaan no 1-8 pada variabel perilaku
Keterangan: Simbol jawaban Y= ya, R= ragu-ragu, dan T= tidak
Angka dalam tanda kurung adalah angka prosentase
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kuesioner pada
pertanyaan no 1 ibu yang menjawab ya sejumlah 64 orang (86,5%), ibu yang
menjawab ragu-ragu sejumlah 8 orang (10,8%), dan ibu yang menjawab tidak
sejumlah 2 orang (2,7%). Mayoritas ibu menjawab ya pada kuesioner
pertanyaan no 1, hal ini membuktikan bahwa mayoritas ibu pernah mengajak
bicara pada anak mereka tentang jajan snack yang di konsumsi anak mereka di
sekolah.
Kuesioner pada pertanyaan no 2 ibu yang menjawab ya sejumlah 49
orang (66,2%), ibu yang menjawab ragu-ragu sejumlah 23 orang (31,1%), dan
ibu yang menjawab tidak sejumlah 2 orang (2,7%). Hal ini membuktikan
bahwa sebagian besar ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten pernah
memberitahukan kepada anak tentang kandungan bermanfaat yang ada di
dalam snack yang sering di konsumsi oleh anak mereka.
Pertanyaan no 3 pada kuesioner diatas menunjukkan bahwa ibu yang
menjawab ya sejumlah 62 orang (83,8%), ibu yang menjawab ragu-ragu
sejumlah 12 orang (16,2%), dan ibu yang menjawab tidak pada pertanyaan no
3 ini tidak ada atau sejumlah 0 orang (0%). Dari sini dapat ditarik kesimpulan
bahwa sebagian besar ibu pernah memberitahukan kepada anak tentang
kandungan berbahaya yang ada di dalam snack yang sering di konsumsi oleh
anak mereka.
Kuesioner pertanyaan no 4 menunjukkan bahwa ibu yang menjawab ya
berjumlah 62 orang (83,9%), ibu yang menjawab ragu-ragu berjumlah 12
orang (16,2%), dan ibu yang menjawab tidak pada pertanyaan no 4 ini tidak
ada atau berjumlah 0 orang (0%). Kesimpulan yang dapat ditarik dari jawaban
kuesioner pertanyaan no 4 adalah mayoritas ibu pernah memberitahukan
kepada anak mereka tentang efek mengkonsumsi jajan snack yang mempunyai
kandungan berbahaya.
Pertanyaan no 5 pada kuesioner menunjukkan bahwa ibu yang memilih
jawaban ya berjumlah 65 orang (87,8%), ibu yang memilih jawaban ragu-ragu
berjumlah 8 orang (10,8%), dan ibu yang memilih jawaban tidak berjumlah 1
orang (1,4%). Hal ini membuktikan bahwa mayoritas ibu siwa SDN 3
Barenglor Kab. Klaten pernah melarang anak mereka untuk mengkonsumsi
jajan snack yang berbahaya untuk kesehatan secara langsung.
Kuesioner pada pertanyaan no 6 menunjukkan bahwa ibu yang
menjawab dengan jawaban ya sejumlah 54 orang (72,9%), ibu yang menjawab
dengan jawaban ragu-ragu sejumlah 17 orang (22,9%), dan ibu yang
menjawab dengan jawaban tidak sejumlah 3 orang (4,1%). Dari sini dapat
ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar ibu pernah merekomendasikan jajan
snack tertentu kepada anak yang dianggap oleh ibu sehat untuk di konsumsi.
Pertanyaan no 7 pada kuesioner diatas menunjukkan bahwa ibu yang
menjawab ya sejumlah 58 orang (78,4%), ibu yang menjawab ragu-ragu
sejumlah 11 orang (14,9%), dan ibu yang menjawab tidak sejumlah 5 orang
(6,7%). Kesimpulan yang dapat ditarik dari jawaban pada pertanyaan no 7
adalah mayoritas ibu siswa SDN 3 Barenglor pernah memberikan contoh
secara langsung dan nyata kepada anak agar anak mau menerapkan pola
konsumsi jajan snack yang dicontohkan oleh ibu (jajan snack sehat) dalam
kehidupan sehari-hari anak.
Kuesioner pertanyaan no 8 menunjukkan bahwa ibu yang menjawab ya
berjumlah 22 orang (29,7%), ibu yang menjawab ragu-ragu berjumlah 38
orang (51,4%), dan ibu yang menjawab tidak berjumlah 14 orang (18,9%). Hal
ini membuktikan jawaban ragu-ragu yang di pilih oleh ibu merupakan
jawaban yang tertinggi di antara jawaban yang lain. Pada dasarnya setiap ibu
mempunyai peraturan tentang konsumsi jajan snack yang boleh atau tidak
boleh di konsumsi oleh anak, namun terkadang anak juga ada yang patuh pada
peraturan tersebut, ada juga yang kadang patuh dan kadang tidak patuh, dan
ada juga anak yang sama sekali tidak patuh terhadap peraturan ibunya
tersebut.
Skoring angket hasil penelitian perilaku responden diperoleh skor
tertinggi 24 dan skor yang terendah adalah 16. Di dalam mengklasifikasikan
perilaku responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai perilaku responden
adalah sebagai berikut:
1. Skor tertinggi : 24
2. Skor terendah : 16
3. Range : 24 - 16 = 8
4. Interval kelas :
Berdasarkan data tersebut maka perilaku responden dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori:
1. Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 22-24,
dikategorikan memiliki perilaku protect
2. Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 19-21,
dikategorikan memiliki perilaku longgar
3. Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 16-18,
dikategorikan memiliki perilaku membiarkan
Tabel 34. Perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten yang sudah di
skor
No. Perilaku Frekuensi Prosentase
1. Protect 46 62,2%
2. Longgar 14 18,9%
3. Membiarkan 14 18,9%
Jumlah 74 100%
Sumber: hasil skoring kuesioner pada variabel perilaku
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ibu siswa SDN 3
Barenglor yang merupakan responden dalam penelitian ini, mayoritas
mempunyai perilaku protect yaitu berjumlah 46 orang (62,2%). Sedangkan ibu
yang mempunyai perilaku longgar berjumlah 14 orang (18,9%) dan ibu yang
mempunyai perilaku membiarkan berjumlah 14 orang (18,9%). Oleh sebab itu
dapat ditarik kesimpulan bahwa ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten
cenderung memiliki perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack
anaknya.
Perilaku ibu dalam mengontrol pola jajan snack anak dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1. Protect
Perilaku ibu yang tergolong protect adalah perilaku ibu yang
benar-benar peduli pada jajan snack apa yang dikonsumsi oleh anaknya.
Ibu yang mempunyai perilaku ini dapat diketahui melalui jawaban yang
diberikan dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner. Ibu yang memiliki
kategori perilaku protect mempunyai indikator seperti: transfer informasi
kepada anak, melarang, menasehati, merekomendasikan, memberikan
contoh konkret dan melakukan kontrol.
2. Longgar
Perilaku longgar ibu dalam hal ini merupakan perilaku yang peduli
pada jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya namun tidak melakukan
kontrol terhadap jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Ibu dalam
kategori ini dapat dilihat dari jawaban yang diberikan dalam menjawab
pertanyaan kuesioner yang sudah dibagikan. Ibu yang memiliki kategori
perilaku longgar mempunyai indikator seperti: transfer informasi kepada
anak, melarang, menasehati, merekomendasikan, memberikan contoh
konkret tetapi tidak melakukan kontrol.
3. Membiarkan
Ibu yang mempunyai perilaku membiarkan ini dikategorikan
bahwa perilaku ibu cenderung kurang peduli terhadap apa saja yang
dikonsumsi oleh anaknya dan tidak melakukan tindakan preventif apapun.
Hal ini dapat dilihat dari jawaban ibu dalam menjawab pertanyaan dalam
kuesioner. Ibu yang memiliki kategori perilaku longgar mempunyai
indikator seperti: tidak melakukan transfer informasi kepada anak, tidak
melarang, tidak menasehati, tidak merekomendasikan, tidak memberikan
contoh konkret dan tidak melakukan kontrol (tidak melakukan tindakan
preventif apapun).
BAB V
ANALISA DATA
Dalam bab ini akan dibuktikan ada tidaknya perbedaan antara masing-
masing variabel, yaitu variabel tingkat pendidikan formal, variabel pengetahuan,
variabel sikap, dan variabel perilaku. Dalam hal pembuktian digunakan teknik
analisa dengan chi square.
A. Perbedaan tingkat pendidikan formal formal ibu dan pengetahuan ibu di
dalam mengontrol pola jajan snack anak
Data tentang tingkat pendidikan formal diperoleh melalui angket atau
kuesioner yaitu pada identitas responden, sedangkan pengetahuan diperoleh
melalui angket yang terdiri dari 21 item pertanyaan dengan tiga alternatif
jawaban ya, ragu-ragu, dan tidak dengan skor 3 untuk jawaban ya, skor 2
untuk jawaban ragu-ragu, dan skor 1 untuk jawaban tidak dan 7 item
pertanyaan umum yang tidak di skor. Skor angket atau kuesioner hasil
penelitian variabel pengetahuan dapat dilihat dalam lampiran.
Skoring angket hasil penelitian pengetahuan responden diperoleh skor
tertinggi 63 dan skor yang terendah adalah 34. Di dalam mengklasifikasikan
pengetahuan responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai pengetahuan
responden adalah sebagai berikut:
1. Skor tertinggi : 63
2. Skor terendah : 34
3. Range : 63 - 34 = 29
4. Interval kelas :
Berdasarkan data tersebut maka pengetahuan responden dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori:
1. Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 54-63,
dikategorikan memiliki pengetahuan tinggi
2. Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 44-53,
dikategorikan memiliki pengetahuan sedang
3. Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 34-43,
dikategorikan memiliki pengetahuan rendah
Tabel 35. Perbedaan antara tingkat pendidikan formal dan pengetahuan
Pengetahuan Tingkat
pendidikan
formal
Rendah Sedang Tinggi
Jumlah
Rendah 6
(1,7)
8
(7,6)
2
(6,7)
16
Sedang 2
(4,6)
25
(19,8)
15
(17,6)
42
Tinggi 0
(1,7)
2
(7,6)
14
(6,7)
16
Jumlah 8 35 31 74
Sumber: kuesioner variabel pengetahuan
Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah angka perhitungan
frekuensi yang diharapkan.
df= (b-1) (k-1)
= (3-1)(3-1) = 4
Dalam tabel, nilai = 31,22 untuk df= 4. Nilai yang diperoleh
melewati batas nilai kritis dengan taraf p= 0,001, maka:
1. Ho yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal tidak
menyebabkan perbedaan pengetahuan kita tolak pada taraf signifikansi
0,001.
2. Ha yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal
menyebabkan perbedaan pengetahuan kita terima pada taraf signifikansi
0,001.
Uji signifikansi koefisien kontingensi C dapat dilihat dalam
perhitungan dibawah ini:
Dalam perhitungan uji signifikansi koefisien kontingensi C diatas
dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal dan pengetahuan ibu
dalam mengontrol pola jajan snack anak mempunyai hubungan di dalam
populasi. Maka kita menyimpulkan bahwa C=0,545 adalah benar-benar
berbeda secara signifikan dengan nol (karena untuk nilai-nilai sampel
adalah signifikan).
B. Perbedaan pengetahuan ibu dan sikap ibu di dalam mengontrol pola
jajan snack anak
Data tentang pengetahuan diperoleh melalui angket atau kuesioner
yang terdiri dari 21 item pertanyaan yang di skor, 7 pertanyaan umum yang
tidak di skor dan dapat dilihat dalam lampiran, sedangkan sikap diperoleh
melalui angket yang terdiri dari 8 item pertanyaan dengan tiga alternatif
jawaban ya, ragu-ragu, dan tidak dengan skor 3 untuk jawaban ya, skor 2
untuk jawaban ragu-ragu, dan skor 1 untuk jawaban tidak. Skor angket atau
kuesioner hasil penelitian variabel sikap dapat dilihat dalam lampiran.
Skoring angket hasil penelitian sikap responden diperoleh skor
tertinggi 24 dan skor yang terendah adalah 16. Di dalam mengklasifikasikan
sikap responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai sikap responden
adalah sebagai berikut:
1. Skor tertinggi : 24
2. Skor terendah : 16
3. Range : 24 - 16 = 8
4. Interval kelas :
Berdasarkan data tersebut maka sikap responden dapat dikategorikan
ke dalam 3 (tiga) kategori:
1. Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 22-24,
dikategorikan memiliki sikap yang tinggi
2. Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 19-21,
dikategorikan memiliki sikap yang sedang
3. Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 16-18,
dikategorikan memiliki sikap yang rendah
Tabel 36. Perbedaan antara pengetahuan dan sikap
Sikap Pengetahuan
Tinggi Sedang Rendah
Jumlah
Rendah 0
(2,9)
3
(3,8)
5
(1,3)
8
Sedang 7
(12,8)
24
(16,5)
4
(5,7)
35
Tinggi 20
(11,3)
8
(14,7)
3
(5,0)
31
Jumlah 27 35 12 74
Sumber: kuesioner variabel pengetahuan dan sikap
Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah angka perhitungan
frekuensi yang diharapkan.
df= (b-1) (k-1)
= (3-1)(3-1) = 4
Dalam tabel, nilai = 30,7 untuk df= 4. Nilai yang diperoleh
melewati batas nilai kritis dengan taraf p= 0,001, maka:
1. Ho yang menyatakan bahwa perbedaan pengetahuan tidak menyebabkan
perbedaan sikap kita tolak pada taraf signifikansi 0,001.
2. Ha yang menyatakan bahwa perbedaan pengetahuan menyebabkan
perbedaan sikap kita terima pada taraf signifikansi 0,001.
Uji signifikansi koefisien kontingensi C dapat dilihat dalam
perhitungan dibawah ini:
Dalam perhitungan uji signifikansi koefisien kontingensi C diatas
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu dalam mengontrol pola
jajan snack anak berhubungan di dalam populasi. Maka kita menyimpulkan
bahwa C=0,541 adalah benar-benar berbeda secara signifikan dengan nol
(karena untuk nilai-nilai sampel adalah signifikan).
C. Perbedaan sikap ibu dan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan
snack anak
Data tentang sikap diperoleh melalui angket atau kuesioner yang terdiri
dari 8 item pertanyaan pada variabel sikap dan dapat dilihat dalam lampiran,
sedangkan perilaku diperoleh melalui angket yang terdiri dari 8 item
pertanyaan dengan tiga alternatif jawaban ya, ragu-ragu, dan tidak dengan
skor 3 untuk jawaban ya, skor 2 untuk jawaban ragu-ragu, dan skor 1 untuk
jawaban tidak. Skor angket atau kuesioner hasil penelitian variabel perilaku
dapat dilihat dalam lampiran.
Skoring angket hasil penelitian perilaku responden diperoleh skor
tertinggi 24 dan skor yang terendah adalah 16. Di dalam mengklasifikasikan
perilaku responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai perilaku responden
adalah sebagai berikut:
5. Skor tertinggi : 24
6. Skor terendah : 16
7. Range : 24 - 16 = 8
8. Interval kelas :
Berdasarkan data tersebut maka perilaku responden dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori:
4. Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 22-24,
dikategorikan memiliki perilaku protect
5. Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 19-21,
dikategorikan memiliki perilaku longgar
6. Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 16-18,
dikategorikan memiliki perilaku membiarkan
Tabel 37. Perbedaan antara sikap dan perilaku
Sikap Perilaku Jumlah
Protect Longgar Membiarkan
Tinggi 24
(16,8)
2
(5,1)
1
(5,1)
27
Sedang 17
(21,7)
9
(6,6)
9
(6,6)
35
Rendah 5
(7,5)
3
(2,3)
4
(2,3)
12
Jumlah 46 14 14 74
Sumber: kuesioner variabel sikap dan perilaku
Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah angka perhitungan
frekuensi yang diharapkan.
df= (b-1) (k-1)
= (3-1)(3-1) = 4
Dalam tabel, nilai = 13,32 untuk df= 4. Nilai yang diperoleh
melewati batas nilai kritis dengan taraf p= 0,01 tetapi tidak melewati batas
kritis dengan taraf p= 0,001, maka:
1. Ho yang menyatakan bahwa perbedaan sikap tidak menyebabkan
perbedaan perilaku kita tolak pada taraf signifikansi 0,01 tetapi kita terima
pada taraf signifikansi 0,001.
2. Ha yang menyatakan bahwa perbedaan sikap menyebabkan perbedaan
perilaku kita terima pada taraf signifikansi 0,01 tetapi kita tolak pada taraf
signifikansi 0,001.
Uji signifikansi koefisien kontingensi C dapat dilihat dalam
perhitungan dibawah ini:
Dalam perhitungan uji signifikansi koefisien kontingensi C diatas
dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku ibu dalam mengontrol pola jajan
snack anak berhubungan di dalam populasi. Maka kita menyimpulkan bahwa
C=0,153 adalah benar-benar berbeda secara signifikan dengan nol (karena
untuk nilai-nilai sampel adalah signifikan).
D. Perbedaan tingkat pendidikan formal ibu dan perilaku ibu di dalam
mengontrol pola jajan snack anak
Data tentang tingkat pendidikan formal diperoleh melalui angket atau
kuesioner yaitu pada identitas responden, sedangkan perilaku diperoleh
melalui angket yang terdiri dari 8 item pertanyaan dengan tiga alternatif
jawaban ya, ragu-ragu, dan tidak dengan skor 3 untuk jawaban ya, skor 2
untuk jawaban ragu-ragu, dan skor 1 untuk jawaban tidak. Skor angket atau
kuesioner hasil penelitian variabel perilaku dapat dilihat dalam lampiran.
Skoring angket hasil penelitian perilaku responden diperoleh skor
tertinggi 24 dan skor yang terendah adalah 16. Di dalam mengklasifikasikan
perilaku responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai perilaku responden
adalah sebagai berikut:
1. Skor tertinggi : 24
2. Skor terendah : 16
3. Range : 24 - 16 = 8
4. Interval kelas :
Berdasarkan data tersebut maka perilaku responden dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori:
1. Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 22-24,
dikategorikan memiliki perilaku protect
2. Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 19-21,
dikategorikan memiliki perilaku longgar
3. Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 16-18,
dikategorikan memiliki perilaku membiarkan
Tabel 38. Perbedaan antara tingkat pendidikan formal dan perilaku
Perilaku Tingkat
pendidikan
formal
Protect Longgar Membiarkan
Jumlah
Rendah 2
(9,9)
3
(3,0)
11
(3,0)
16
Sedang 28
(26,1)
11
(7,9)
3
(7,9)
42
Tinggi 16
(9,9)
0
(3,0)
0
(3,0)
16
Jumlah 46 14 14 74
Sumber: kuesioner variabel perilaku
Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah angka perhitungan
frekuensi yang diharapkan.
df= (b-1) (k-1)
= (3-1)(3-1) = 4
Dalam tabel, nilai = 41,76 untuk df= 4. Nilai yang diperoleh
melewati batas nilai kritis dengan taraf p= 0,001, maka:
1. Ho yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal tidak
menyebabkan perbedaan perilaku kita tolak pada taraf signifikansi 0,001.
2. Ha yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal
menyebabkan perbedaan perilaku kita terima pada taraf signifikansi 0,001.
Uji signifikansi koefisien kontingensi C dapat dilihat dalam
perhitungan dibawah ini:
Dalam perhitungan uji signifikansi koefisien kontingensi C diatas
dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal dan perilaku ibu dalam
mengontrol pola jajan snack anak berhubungan di dalam populasi. Maka kita
menyimpulkan bahwa C=0,361 adalah benar-benar berbeda secara signifikan
dengan nol (karena untuk nilai-nilai sampel adalah signifikan).
Berdasarkan semua hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat
pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan pengetahuan ibu
siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten tentang snack. Ibu dengan tingkat
pendidikan formal tinggi akan mempunyai pengetahuan yang tinggi atau
luas mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak, ibu dengan tingkat
pendidikan formal sedang akan mempunyai pengetahuan yang sedang
mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak, dan ibu dengan tingkat
pendidikan formal rendah akan mempunyai pengetahuan yang rendah atau
sempit mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak.
2. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa pengetahuan
menyebabkan terjadinya perbedaan sikap ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab.
Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan
pengetahuan tinggi akan mempunyai sikap yang tinggi di dalam
mengontrol pola jajan snack anak, ibu dengan pengetahuan sedang akan
mempunyai sikap yang sedang di dalam mengontrol pola jajan snack anak,
dan ibu dengan pengetahuan rendah akan mempunyai sikap yang rendah di
dalam mengontrol pola jajan snack anak.
3. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan sikap
menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor
Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan
sikap yang tinggi akan mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol
pola jajan snack anak, ibu dengan sikap yang sedang akan mempunyai
perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu
dengan sikap yang rendah akan mempunyai perilaku membiarkan di dalam
mengontrol pola jajan snack anak.
4. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat
pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu siswa
SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack
anaknya. Ibu dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi akan
mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack anak,
ibu dengan tingkat pendidikan formal yang sedang akan mempunyai
perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu
dengan tingkat pendidikan formal yang rendah akan mempunyai perilaku
membiarkan di dalam mengontrol pola jajan snack anak.
5. Berdasarkan kesimpulan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa
perbedaan pendidikan mempengaruhi perbedaan tingkat pengetahuan yang
kemudian mempengaruhi sikap dan pada akhirnya menentukan perilaku
ibu. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu menyebabkan perbedaan
perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya melalui proses
seperti yang telah dijelaskan tersebut diatas.
6. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah perbedaan tingkat pendidikan
formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu di dalam
mengontrol pola jajan snack anak.
Hal ini juga didukung oleh teori atribusi yang dikemukakan oleh Fritz
Heider, yang menurutnya perilaku manusia itu dapat disebabkan karena faktor
internal biasa disebut atribusi internal, atau dapat disebabkan oleh faktor
eksternal, dan ini yang disebut atribusi eksternal (Bimo Walgito, 2003: 59).
Faktor internal (faktor dalam) merupakan disposisi internal, misalnya sikap,
pengetahuan, tingkat pendidikan formal seseorang. Faktor eksternal, misalnya
situasi lingkungan, dan lain-lain.
Salah satu faktor seseorang memperoleh pengetahuan adalah dengan
pendidikan. Pengetahuan menurut Mantra (1993) diperoleh dari pendidikan
yang direncanakan dan tersusun secara baik melalui pelatihan atau pendidikan
formal dan juga diperoleh dari informasi yang tidak tersusun secara baik
melalui membaca surat kabar, membaca majalah, teman, keluarga, melihat
televisi, mendengarkan radio, pengalaman diri.
Hasil dari kuesioner atau angket yang dibagikan kepada responden
menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan informasi mengenai
pengetahuan kandungan snack baik kandungan yang berbahaya dan
kandungan yang bermanfaat diperoleh dari media (buku, internet, majalah,
masa sekolah, dan lain-lain) yang merupakan jawaban B dan kebanyakan
pemilihnya adalah responden yang memiliki pendidikan tinggi dan pendidikan
sedang. Sedangkan sebagian kecil responden menjawab informasi
pengetahuan tersebut dari orang lain (jawaban A) dan terdapat sebagian kecil
yang menjawab tidak tahu sama sekali (jawaban C), rata-rata yang menjawab
ini adalah responden yang memiliki pendidikan rendah dan pendidikan
sedang.
Pengetahuan merupakan salah satu fungsi dari sikap. Individu
mempunyai dorongan untuk ingin mengerti, dengan pengalaman-
pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Apabila seorang mempunyai
sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan
orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang menyatakan bahwa sikap
tidak terlepas dari sosialisasi keluarga, pendidikan (baik sekolah maupun luar
sekolah) serta pengetahuan di dalam masyarakat (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1999: 1997). Namun pengetahuan saja belum menjadi
penggerak, pengetahuan mengenai objek baru menjadi sikap terhadap objek
tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak
sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut (Gerungan, 1996: 152).
Sebagian besar ahli dan peneliti sikap berpendapat yaitu menyatakan
setuju bahwa sikap adalah presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi
perilaku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang
waktu dalam situasi yang sama dan komposisinya hampir selalu kompleks
(Abu Ahmadi, 2002). Sedangkan menurut Bimo Walgito (2003) menyatakan
bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak
pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan.
Dalam konteks ini perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack
anak dipengaruhi oleh faktor internal ibu yaitu sikap yang akan diambil ibu
berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari tingkat pendidikan formal.
Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu akan meyebabkan perbedaan
pengetahuan ibu tentang snack, perbedaan sikap dan selanjutnya akan
menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack
anaknya.
Pernyataan tersebut diatas juga di dukung oleh Sciartino (1999) yang
mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam
pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta
turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang yang mendasari penelitian ini adalah maraknya zat-zat
berbahaya yang terdapat dalam jajan snack, tidak terkecuali jajan snack yang
di jual di sekitar sekolah. Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang melakukan survei
pada tahun 2007, dari 4.500 sekolah di Indonesia ditemukan bahwa 45 persen
jajanan yang dijual di sekitar sekolah tercemar bahaya pangan mikrobiologis
dan kimia. Oleh sebab itu, perilaku orang tua sangat penting untuk
mengarahkan anak dalam konsumsi jajan snack. Perilaku ibu sebagai orang
tua dalam penelitian ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal dan
pengetahuan yang mendorong sikap dan perilakunya di dalam mengontrol
pola jajan snack anak.
Berdasarkan semua hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
7. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat
pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan pengetahuan ibu
siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten tentang snack. Ibu dengan tingkat
pendidikan formal tinggi akan mempunyai pengetahuan yang tinggi atau
luas mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak, ibu dengan tingkat
pendidikan formal sedang akan mempunyai pengetahuan yang sedang
mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak, dan ibu dengan tingkat
pendidikan formal rendah akan mempunyai pengetahuan yang rendah atau
sempit mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak.
8. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa pengetahuan
menyebabkan terjadinya perbedaan sikap ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab.
Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan
pengetahuan tinggi akan mempunyai sikap yang tinggi di dalam
mengontrol pola jajan snack anak, ibu dengan pengetahuan sedang akan
mempunyai sikap yang sedang di dalam mengontrol pola jajan snack anak,
dan ibu dengan pengetahuan rendah akan mempunyai sikap yang rendah di
dalam mengontrol pola jajan snack anak.
9. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan sikap
menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor
Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan
sikap yang tinggi akan mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol
pola jajan snack anak, ibu dengan sikap yang sedang akan mempunyai
perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu
dengan sikap yang rendah akan mempunyai perilaku membiarkan di dalam
mengontrol pola jajan snack anak.
10. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat
pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu siswa
SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack
anaknya. Ibu dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi akan
mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack anak,
ibu dengan tingkat pendidikan formal yang sedang akan mempunyai
perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu
dengan tingkat pendidikan formal yang rendah akan mempunyai perilaku
membiarkan di dalam mengontrol pola jajan snack anak.
11. Berdasarkan kesimpulan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa
perbedaan pendidikan mempengaruhi perbedaan tingkat pengetahuan yang
kemudian mempengaruhi sikap dan pada akhirnya menentukan perilaku
ibu. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu menyebabkan perbedaan
perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya melalui proses
seperti yang telah dijelaskan tersebut diatas.
12. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah perbedaan tingkat pendidikan
formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu di dalam
mengontrol pola jajan snack anak.
Hal ini juga didukung oleh teori atribusi yang dikemukakan oleh Fritz
Heider, yang menurutnya perilaku manusia itu dapat disebabkan karena faktor
internal biasa disebut atribusi internal, atau dapat disebabkan oleh faktor
eksternal, dan ini yang disebut atribusi eksternal (Bimo Walgito, 2003: 59).
Faktor internal (faktor dalam) merupakan disposisi internal, misalnya sikap,
pengetahuan, tingkat pendidikan formal seseorang. Faktor eksternal, misalnya
situasi, lingkungan, dan lain-lain.
Salah satu faktor seseorang memperoleh pengetahuan adalah dengan
pendidikan. Pengetahuan menurut Mantra (1993) diperoleh dari pendidikan
yang direncanakan dan tersusun secara baik melalui pelatihan atau pendidikan
formal dan juga diperoleh dari informasi yang tidak tersusun secara baik
melalui membaca surat kabar, membaca majalah, teman, keluarga, melihat
televisi, mendengarkan radio, pengalaman diri.
Hasil dari kuesioner atau angket yang dibagikan kepada responden
menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan informasi mengenai
pengetahuan kandungan snack baik kandungan yang berbahaya dan
kandungan yang bermanfaat diperoleh dari media (buku, internet, majalah,
masa sekolah, dan lain-lain) yang merupakan jawaban B dan kebanyakan
pemilihnya adalah responden yang memiliki pendidikan tinggi dan pendidikan
sedang. Sedangkan sebagian kecil responden menjawab informasi
pengetahuan tersebut dari orang lain (jawaban A) dan terdapat sebagian kecil
yang menjawab tidak tahu sama sekali (jawaban C), rata-rata yang menjawab
ini adalah responden yang memiliki pendidikan rendah dan pendidikan
sedang.
Pengetahuan merupakan salah satu fungsi dari sikap. Individu
mempunyai dorongan untuk ingin mengerti, dengan pengalaman-
pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Apabila seorang mempunyai
sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan
orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang menyatakan bahwa sikap
tidak terlepas dari sosialisasi keluarga, pendidikan (baik sekolah maupun luar
sekolah) serta pengetahuan di dalam masyarakat (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1999: 1997). Namun pengetahuan saja belum menjadi
penggerak, pengetahuan mengenai objek baru menjadi sikap terhadap objek
tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak
sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut (Gerungan, 1996: 152).
Sebagian besar ahli dan peneliti sikap berpendapat yaitu menyatakan
setuju bahwa sikap adalah presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi
perilaku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang
waktu dalam situasi yang sama dan komposisinya hampir selalu kompleks
(Abu Ahmadi, 2002). Sedangkan menurut Bimo Walgito (2003) menyatakan
bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak
pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan.
Dalam konteks ini perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack
anak dipengaruhi oleh faktor internal ibu yaitu sikap yang akan diambil ibu
berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari tingkat pendidikan formal.
Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu akan meyebabkan perbedaan
pengetahuan ibu tentang snack, perbedaan sikap dan selanjutnya akan
menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack
anaknya.
Pernyataan tersebut diatas juga di dukung oleh Sciartino (1999) yang
mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam
pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta
turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat.
1. Implikasi Empiris
Penemuan di lapangan telah membuktikan bahwa ketiga asumsi
peneliti yaitu asumsi pertama: apabila orang tua memiliki tingkat
pendidikan tinggi, maka orang tua akan mempunyai pengetahuan luas
mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak sehingga orang tua
cenderung untuk bersikap peduli kepada anaknya kemudian berperilaku
melindungi atau protect terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya.
Asumsi kedua: apabila tingkat pendidikan orang tua rendah maka
pengetahuan yang dimiliki orang tua mengenai kandungan, efek dan
bahaya snack juga sempit. Hal ini kemudian menyebabkan sikap orang tua
cenderung acuh tak acuh terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya
sehingga orang tua akan berperilaku membiarkan apa saja yang
dikonsumsi oleh anaknya. Asumsi yang ketiga: apabila tingkat pendidikan
orang tua sedang maka pengetahuan orang tua mengenai kandungan, efek
dan bahaya juga cenderung sedang. Hal ini kemudian menyebabkan sikap
orang tua cenderung peduli dan juga kadang bersikap acuh tak acuh
sehingga orang tua akan berperilaku longgar terhadap apa saja yang
dikonsumsi anaknya adalah signifikan pada perhitungan dan dapat
dibenarkan. Sehingga hipotesa peneliti yaitu perbedaan tingkat pendidikan
ibu menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol
pola jajan snack anak ini dapat diterima dan signifikan.
Di dalam kerangka berfikir menyatakan bahwa perbedaan tingkat
pendidikan mempengaruhi perbedaan tingkat pengetahuan, perbedaan
tingkat pengetahuan mempengaruhi perbedaan sikap, perbedaan sikap
mempengaruhi perbedaan perilaku. Jadi perbedaan tingkat pendidikan
secara tidak langsung juga mempengaruhi dan menyebabkan perbedaan
perilaku seseorang, dalam konteks ini adalah perilaku ibu di dalam
mengontrol pola jajan snack anak.
Perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak
dipengaruhi oleh sikap yang akan diambil ibu berdasarkan pengetahuan
yang didapatkannya dari pendidikan. Jadi perbedaan tingkat pendidikan
ibu akan meyebabkan perbedaan pengetahuan ibu tentang snack,
perbedaan sikap dan selanjutnya akan menyebabkan perbedaan perilaku
ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya.
2. Implikasi Teoritis
Hal ini juga didukung oleh teori atribusi yang dikemukakan oleh
Fritz Heider, yang menurutnya perilaku manusia itu dapat disebabkan
karena faktor internal biasa disebut atribusi internal, atau dapat disebabkan
oleh faktor eksternal, dan ini yang disebut atribusi eksternal (Bimo
Walgito, 2003: 59). Faktor internal (faktor dalam) merupakan disposisi
internal, misalnya sikap, pengetahuan, tingkat pendidikan formal
seseorang. Faktor eksternal, misalnya situasi, lingkungan, dan lain-lain.
Salah satu faktor seseorang memperoleh pengetahuan adalah
dengan pendidikan. Pengetahuan menurut Mantra (1993) diperoleh dari
pendidikan yang direncanakan dan tersusun secara baik melalui pelatihan
atau pendidikan formal dan juga diperoleh dari informasi yang tidak
tersusun secara baik melalui membaca surat kabar, membaca majalah,
teman, keluarga, melihat televisi, mendengarkan radio, pengalaman diri.
Hasil dari kuesioner atau angket yang dibagikan kepada responden
menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan informasi
mengenai pengetahuan kandungan snack baik kandungan yang berbahaya
dan kandungan yang bermanfaat diperoleh dari media (buku, internet,
majalah, masa sekolah, dan lain-lain) yang merupakan jawaban B dan
kebanyakan pemilihnya adalah responden yang memiliki pendidikan tinggi
dan pendidikan sedang. Sedangkan sebagian kecil responden menjawab
informasi pengetahuan tersebut dari orang lain (jawaban A) dan terdapat
sebagian kecil yang menjawab tidak tahu sama sekali (jawaban C), rata-
rata yang menjawab ini adalah responden yang memiliki pendidikan
rendah dan pendidikan sedang.
Pengetahuan merupakan salah satu fungsi dari sikap. Individu
mempunyai dorongan untuk ingin mengerti, dengan pengalaman-
pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Apabila seorang
mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan tentang
pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang menyatakan bahwa
sikap tidak terlepas dari sosialisasi keluarga, pendidikan (baik sekolah
maupun luar sekolah) serta pengetahuan di dalam masyarakat
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999: 1997). Namun
pengetahuan saja belum menjadi penggerak, pengetahuan mengenai objek
baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu
disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan
terhadap objek tersebut (Gerungan, 1996: 152).
Sebagian besar ahli dan peneliti sikap berpendapat yaitu
menyatakan setuju bahwa sikap adalah presdisposisi yang dipelajari
mempengaruhi perilaku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya
konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama dan komposisinya
hampir selalu kompleks (Abu Ahmadi, 2002). Sedangkan menurut Bimo
Walgito (2003) menyatakan bahwa sikap yang ada pada seseorang akan
memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang
bersangkutan.
Dalam konteks ini perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan
snack anak dipengaruhi oleh faktor internal ibu yaitu sikap yang akan
diambil ibu berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari tingkat
pendidikan formal. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu akan
meyebabkan perbedaan pengetahuan ibu tentang snack, perbedaan sikap
dan selanjutnya akan menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam
mengontrol pola jajan snack anaknya.
Pernyataan tersebut diatas juga di dukung oleh Sciartino (1999)
yang mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar
dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk
dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam
menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
3. Implikasi Metodologis
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
kuantitatif yaitu penelitian yang berfungsi untuk mendeskripsikan variabel.
Penelitian ini berfokus untuk mendiskripsikan dan memberikan
pemahaman yang konkret mengenai perbedaan tingkat pendidikan formal,
pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua (ibu). Responden yang dipilih
berdasarkan stratified sampling (sampel yang memperhatikan stratum-
stratum) dan simple random sampling (setiap anggota populasi
mendapatkan kesempatan yang sama untuk diambil sampel, metodenya
dengan cara di undi).
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dengan
kuesioner dan dokumentasi. Di dalam kuesioner, peneliti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada responden tentang informasi yang berkaitan
dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua di
dalam mengontrol pola jajan snack anak. Setelah kuesioner terkumpul
kemudian diolah dengan analisis data chi square dan diuji signifikansinya
menggunakan uji signifikansi koefisien kontingensi C. Data yang
diperoleh juga didukung pula oleh arsip-arsip dan dokumen-dokumen
yang berkaitan, yang berasal dari SDN 3 Barenglor Kab. Klaten, buku-
buku, dan internet.
B. Saran
Setelah mengadakan penelitian kepada responden, dalam hal ini adalah
ibu siswa SDN 3 Barenglor, Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan
snack anak, maka penulis memberikan beberapa saran antara lain:
1. Orang tua harus mengetahui apa saja jajan snack yang dikonsumsi oleh
anak mereka baik saat di sekolah maupun di rumah.
2. Orang tua harus lebih memberikan ekstra perhatian kepada anak dalam
mengontrol jajan snack apa saja yang dikonsumsi anaknya.
3. Orang tua wajib memberikan pengetahuan kepada anak tentang kandungan
jajan snack baik yang berbahaya maupun bermanfaat, mengarahkan,
menasehati, melarang, merekomendasikan serta memberikan contoh agar
anak dapat membedakan snack apa saja yang tidak boleh dan yang boleh
(sehat) untuk dikonsumsi oleh mereka.
4. Pihak sekolah juga harus memberikan sosialisasi kepada murid-muridnya
tentang kandungan jajan snack terutama kandungan berbahaya yang
terdapat dalam jajan snack dan menciptakan kantin sehat di sekolah serta
melakukan pengawasan, pemantauan, menyeleksi pedagang keliling yang
berjualan disekitar sekolah juga menghimbau dan melarang pedagang
yang menjual jajan snack yang mengandung zat berbahaya.
5. Pihak komite juga harus memberikan saran berdasarkan pengawasan dan
kontrol pada sekolah agar menciptakan kantin yang sehat sehingga anak
aman dalam mengkonsumsi makanan jajan di sekitar sekolah.
6. Pihak Pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan Dinas Pendidikan, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, dan Dinas Kesehatan untuk mengadakan
pengawasan dan penyuluhan mengenai jajan snack anak yang sehat untuk
dikonsumsi pada pihak sekolah dan masyarakat pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta.
Azwar, S. 1997. Sikap Manusia, Teori dan Pengukufannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi kedua. Jakarta : Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Pengetahuan, Keyakinan, Sikap,
dan Perilaku Generasi Muda Berkenaan dengan Perkawinan Tradisional.
Riau : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gerungan, W.A. 1996. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Eresco.
Hadisusanto Dirto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo. 1995. Pengantar Ilmu
Pendidikan. Yogyakarta : FIP IKIP Yogyakarta.
Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT.
RajagrafindoPersada.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Bandung : Refika Aditama.
Mantra, LB. 1993. Perilaku dalam Hubungannya dengan Kesehatan. Jakarta:
Depkes RI
Nopirin. 2003. Ekonomi Internasional. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.
Notoatmojo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Rakhmad, Jalaluddin. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja
Karya.
Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta :
LaksBang Mediatama Yogyakarta.
Sarwono, Solita. 1993. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta
Aplikasinya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : PT. Pustaka LP3ES.
Slamet, Y. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : Sebelas Maret University
Press.
Slamet, Y. 1990. Analisa Kuantitatif untuk Data Sosial. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Suhardono, Edy. 2001. Refleksi Metodologi Riset Panorama Survey. Jakarta : PT. Sun.
Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : Sebelas Maret University
Press.
Toruntju, SA. 2005. Faktor Sosial Ekonomi Yang Berhubungan Dengan Asupan
Yodium Pada Ibu Hamil di Derah Endemik GAKY Kabupaten Gunung
Kidul, DIY, Yogyakarta : Dalam Majalah Berita Kedokteran Masyarakat,
IKM UGM, Tri 3 September 2005.
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta : Andi
Offset.
Lain-lain:
“Mengawasi Jajan Anak. 11 Juni 2009.
(http://www.muslimdaily.net/keluarga/3471/mengawasi-jajanan-anak
diakses tanggal 29 September pukul 05.50 WIB).
“Perusahaan Trans Nasional Semakin Dominasi Pangan Nasional.” 2005.
(http://www.kapanlagi.com diakses pada tanggal 18 Januari 2010).
Anwariansyah. 2008. “11 Dosa yang Mematikan Ilmu Pengetahuan.”
(www.wikimu.com diakses tanggal 22 februari 2010 pukul 06.26 WIB).
Meliono, Irmayanti, dkk. Pengetahuan. 2007. (http://org.wikipedia.id diakses
tanggal 22 februari 2010 pukul 06.20 WIB).
Sofa. Perusahaan Transnasional dan Pembangunan Industri. 25 Februari 2008.
(massofa.wordpress.com/.../perusahaan-transnasional-dan-
pembangunan-industri/ diakses tanggal 18 Januari 2010).
Sugiyantoro. Perilaku Anak Sebagai Konsumen Makanan Jajanan. 07 April 2008.
(http://www.kakak.org diakses tanggal 13 Mei 2009).
Dr. Widodo Judarwanto SpA. Perilaku Makan Anak Sekolah.
(http://kesulitanmakan .bravehost.com diakses tanggal 29 September 2009
pukul 06.02 WIB).
Jurnal Internasional:
Brown, Rachael dan Jane Ogden. 2004. Children’s eating attitudes and behavior:
a study of modeling and control theories of parental influence. London:
Oxford University Press.
Carlson, Les dan Sanford Grossbart. 1988. Parental Style and Consumer
Socialization of Children. _____________________________
Goldberg, Marvin E, Gerald J. Gorn dan Wendy Gibson. 1978. TV Messages for
Snack and Breakfast Foods: Do They Influence Children’s Preferences.
Canada: The Journal of Consumer Research.