perilaku pelayanan
DESCRIPTION
Perilaku pelayanan dikaitkan dengan kinerja organisasiTRANSCRIPT
![Page 1: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/1.jpg)
FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU PELAYANAN DAN
DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA ORGANISASI
![Page 2: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk mewujudkan suatu
kondisi masyarakat Indonesia yang sehat baik secara fisik maupun mental. Pemerintah
menyadari akan arti penting masyarakat yang sehat dalam mendukung pembangunan
negara. Pembangunan akan sulit berjalan lancar jika kondisi masyarakatnya kurang
sehat. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk mampu menciptakan suatu sistem
pelayanan ke sehatan yang bermut u dan berkualitas sehingga dapat diandalkan pada
saat di butuhkan tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non
ekonomi. Hal ini berarti pemerintah perlu membangun pelayanan kesehatan yang
mampu diandalkan sehingga semua lapisan masyarakat baik dari kalangan bawah
sampai kalangan atas dapat memanfaatkannya. Upaya pemerintah ini secara formal
nampak jelas dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (2003) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan yang hendak
dicapai pembangunan di bidang kesehatan di Indonesia pada saat ini adalah mencapai
masyarakat, bangsa dan negara di mana penduduknya me miliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata.
Mengingat pentingnya pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk, menjadikan
sebuah rumah sakit mempunyai peranan yang penting dalam menjawab kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan haruslah dapat dinikmati
oleh seluruh masyarakat. Peran Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan kuratif,
![Page 3: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/3.jpg)
rehabilitatif, promotif, dan preventif, menempati peran penting dalam sistem pelayanan
kesehatan. Karena pentingnya peran rumah sakit dalam sistem pelayanan kesehatan,
maka berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit menjadi
prioritas dalam pembangunan bidang kesehatan. Hal ini layak untuk diupayakan agar
seluruh masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan secara terjangkau dan
terlayani secara merata.
Namun demikian, harus diakui bahwa upaya memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu mungkin masih perlu mendapat perhatian. Salah satu indikator tetang
perlunya memperhatikan pelayanan kesehatan ini terlihat dari tingkat pemanfaatan
fasilitas kesehatan rumah sakit. Hingga saat ini tingkat pemanfaatan fasilitas rumah
sakit di Indonesia nampaknya masih belum optimal. Berdasarkan data statistik jumlah
penduduk yang berobat jalan dengan menggunakan fasilitas rumah sakit hanya 7, 1 %.
Jumlah ini masih jauh di bawah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang mencapai
angka 33,4 % maupun dokter praktek yang mencapai 27,5 %. Di samping itu kategori
lain seperti BOR (Bed Occupancy Rate) atau prosentase yang menunjukkan rata-rata
tempat tidur yang dipakai setiap harinya) yang ada selama ini masih berada di bawah
standar yang seharusnya dicapai. Tingkat BOR yang dicapai oleh rumah sakit umum
yang ada di Indonesia sekarang ini masih berada dikisaran 50 % (DEPKES RI tahun
2004). Padahal standar nilai atau angka id eal yang seharusnya dicapai adalah 70 – 80
%. Nilai standard ini dihasilkan dari perbandingan antara jumlah pasien yang menginap
dengan jumlah biaya opersaional rumah sakit secara keseluruhan. Pada tabel 1.1.
berikut ini akan disajikan data BOR di RS Morowali empat tahun terakhir.
Tabel 1.1Data BOR RS Morowali
![Page 4: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/4.jpg)
Tahun BOR (%)2011 39.962012 34.212013 48.252014 40.69
Sumber : Rumah Sakit Morowali (2014)
Berdasarkan data tabel 1.1 di atas tampak bahwa rata-rata BOR di RS Morowali
sebesar 40.69. Nilai ini lebih kecil dari nilai BOR yang seharusnya (mengacu pada
Grafik Barber Johnson nilai BOR adalah 70-80%). Nilai BOR tertinggi terjadi pada tahun
2013 sebesar 48.25%, dan nilai BOR terendah pada tahun 2012 sebesar 34.21%. Data
BOR yang disajikan di atas adalah data total dari divisi-divisi ruang perawatan di RS
Morowali yang mencakup divisi Ruang VIP, Interna, Bedah, Anak, Perinatologi, ROB,
dan ICU.
Rendahnya tingkat BOR yang dicapai sebenarnya menggambarkan bahwa
kualitas pelayanan dari ruma h sakit yang bersangkutan rendah. Salah satu alasan
yang menyebabkan rendahnya nilai BOR ini adalah rendahnya kualitas pelayanan di
rumah sakit tersebut. Pasien atau calon pasien cenderung enggan untuk tinggal lebih
lama jika dirinya merasa diperla kukan secara kurang profesional. Bagi pasien yang
telah mendapat perawatan di rumah sakit tersebut, memang lama atau tidaknya dia
tinggal bisa tergantung dari penyakit yang dialaminya. Namun rendahnya kualitas
pelayanan yang diberi kan juga dapat mengurangi minat calon pasien lain untuk
memilih rawat inap di rumah sakit. Pasien pada umumnya lebih memilih untuk dirawat
di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara baik.
Kondisi inilah yang menggambarkan mengapa rendahnya BOR bisa disebabkan
oleh rendahnya pelayanan yang dibe rikan. Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya,
jika angka BOR rendah maka pihak manajemen rumah sakit yang bersangkutan
![Page 5: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/5.jpg)
seharusnya meningkatkan kualitas pe layanannya pada pasien, terutama bagi mereka
yang sedang dalam rawat inap (Suryadi, 2001).
Dalam kaitannya dengan perlunya peningkatan pelayanan kesehatan,
pembangunan kesehatan sebenarnya juga harus diarahkan pada pemberian pelayanan
kesehatan yang bermutu, yaitu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai
dengan standar dan etika pelayanan profesi. Dalam kondisi seperti ini rumah sakit
sebagai unit pelayanan kesehatan dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dengan cara
melayani masyarakat sebaik mungkin agar menjadi tempat rujukan yang baik, mampu
memberi kepuasan kepada para pasien, bagi puskesmas-puskesmas ataupun dokter
praktek yang ada di sekitarnya (Djojosugito, 2001).
Para konsumen rumah sakit (pasien baik secara individu maupun hasil rujukan
dari puskesmas atau dokter praktek) akan memilih untuk dirawat di rumah sakit yang
memiliki pe rilaku pelayanan yang baik. Namun, bentuk pelayanan yang baik ini relatif
jara ng ditemui di rumah sakit – rumah sakit di Indonesia. Berawal dari kenyataan inilah
maka, penelitian ini hendak meneliti factor-faktor yang mempengaruhi peri laku
pelayanan karyawan rumah sakit terhadap pasien yang sedang dalam rawat inap.
Berkaitan dengan itu, ada tiga faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi
perilaku pelayanan, yaitu kepemimpinan, komunikasi, dan sistem kontrol. Zerbe et al
(1997) menjelas kan bahwa perilaku karyawan seringkali dipengaruhi oleh
pimpinannya. Gaya atau sikap yang ditunjukkan pimpinan akan mewarnai cara berfikir
para karyawannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku kerja karyawan di
organisasi tersebut. Pemimpin yang mampu memberikan dorongan dan semangat kerja
![Page 6: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/6.jpg)
kepada para bawahannya akan mampu meningkatkan kemampuan kerja karyawan
tersebut.
Selain kepemimpinan, penelitian Johlke dan Duhan (2000) menjelaskan bahwa
peranan komunikasi dalam suatu organisasi juga memainkan peran yang penting
karena dapat dig unakan untuk menyampaikan info rmasi keseluruh bagian atau
individu dalam organisa si tersebut. Selain itu, komunikasi juga dapat digunakan
sebagai alat dalam menya mpaikan masukan guna memperbaiki kekurangan-
kekurangan yang terdapat dalam organisasi. Melalui jalinan komunikasi yang efektif
dan lancar, seorang pemimpin dapat melakukan koreksi terhadap kekurangan anak
buahnya tanpa anak buahnya tersebut merasa tersinggung atau disalahkan.
Hal terakhir yang dapat me mpengaruhi perilaku pelayanan adalah sistem
kontrol. Baldauf et al (2001) menjelaskan bahwa sistem kontrol perilaku dapat
digunakan sebagai alat guna mendukung kine rja karyawan karena dengan adanya
kontrol maka berbagai potensi permasalahan yang mungkin timbul dapat diantisipasi
sejak dini . Secara umum ada dua sistem kontrol yang banyak dikenal, yaitu sistem
kontrol berdasarkan perilaku dan sistem kontrol berdasarkan hasil. Kaitan sistem
kontrol dengan perilaku pe layanan didasarkan atas pemahaman bahwa perilaku yang
ditunjukkan oleh seorang karyawan akan tergantung dari kontrol semacam apa yang
diterimanya. Jika sistem kontrol tersebut bersifat positif maka akan berdampak pada
perila ku positif karyawan tersebut. Beitu pula sebaliknya. Penelitian menunjukkan
bahwa system kontrol perilaku ternyata lebih efektif dalam memperbaiki perilaku ke rja
karyawan dibandingkan dengan kontrol berdasarkan hasil / output.
B. Kajian Masalah
![Page 7: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/7.jpg)
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sampai dengan tahun 2014, rata-
rata Bed Occupancy Rate (BOR) di Rumah Sakit Morowali masih berada dikisaran
40.69%. Nilai BOR ini lebih rendah dari nilai standart BOR yang seharusnya yaitu 70-
80%. Kondisi ini tentunya tidak menguntungkan bagi pihak rumah sakit dan jika
dibiarkan saja akan dapat mempengaruhi kinerja rumah sakit di masa datang.
Kenyataan ini melatarbelakangi perlunya pihak Rumah Sakit Morowali untuk
menemukan cara guna meningkatkan nilai BOR-nya.
Sehubungan dengan kenyataan tersebut, Suryadi (2001) menjelaskan bahwa
salah satu upaya yang dapat dilakukan pihak rumah sakit untuk meningkatkan
kinerjanya adalah dengan memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan kepada para
pasiennya. Ketidakpuasan pasien tidak dapat dibiarkan berlanjut terus karena pada
masa datang dapat menurunkan minat pasien untuk memiliki rawat inap di rumah sakit
tersebut. Secara internal, perbaikan terhadap kualitas pelayanan ini dapat dilakukan
dengan memperbaiki atau meningkatkan perilaku pelayanan para karyawan rumah
sakit, khususnya para karyawan yang berhubungan langsung dengan penanganan
rawat inap pasien.
Latar Belakang : BOR 40.69%
Pengumpulan Data: Survei Lapangan
Variabel :Komunikasi
KepemimpinanSistem Kontrol
Implementasi :Perbaikan system
sehingga meningkatkan
kinerja organisasi
![Page 8: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/8.jpg)
C. Rumusan Masalah
Permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana
meningkatkan kualitas perilaku pelayanan para karyawan di Rumah Sakit Morowali.
![Page 9: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/9.jpg)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku pelayanan
2. Menganalisis pengaruh komunikasi terhadap perilaku pelayanan
3. Menganalisis pengaruh sist em kontrol terhadap perilaku pelayanan
4. Menganalisis pengaruh perilaku pelayanan terhadap kinerja organisasi
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan di harapkan akan memperoleh manfaat
berupa tambahan wacana ilmiah mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku pelayanan di rumah sakit.
2. Memberikan informasi dan tambahan informasi dalam menyusun strategi pelayanan
kesehatan pada pihak manajemen rumah sakit, khususnya bagi Rumah Sakit
Morowali.
![Page 10: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/10.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Secara umum kepemimpinan dapat diartikan sebagai dasar kemampuan
atau bakat, serta kelebihan seseorang untuk memimpi kelompoknya. Namun
pada dasarnya yang menjadi inti permasalahannya adalah hubungan antara
seseorang yang disebut sebagai pemimpin dengan sekelompok orang yang jadi
pengikutnya. Apabila kepemimpinan tersebut berada pada lingkungan pekerjaan,
maka yang dipermasalahkan adalah hubungan antara atasan dengan bawahan.
Dengan kemampuan, bakat, serta kelebihan dari seorang pemimpin diharapkan
dapat mempengaruhi dan mengendalikan pengikutnya untuk mencapai tujuan
bersama.
Adapun istilah “pemimpin” berasal dari kata asing leader yang artinya
orang yang memimpin dan “kepemimpinan” dari kata leadership yaitu
kemampuan seseorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain. “istilah
kepemimpinan berasal dari kata kerja “memimpin” yang artinya membimbing
atau menuntun,dan kata benda”pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin
atau orang yang memimpin atau menuntun” (Pamudji, !995)
Seorang pemimpin selain memberikan perintah, harus bias membimbing /
menuntun bawahannya. Tegas, baik buruknya,tercapai tidaknya suatu tujuan
ditentukan oleh kepemimpinan itu sendiri. Seorang pemimpin harus punya rasa
![Page 11: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/11.jpg)
kesetiaan terhadap tujuan dan kesanggupan menghadapi tantangan juga
keberanian,perasaan dan tanggung jawab.
Sedangkan Pfiffner and Sherwood mengemukakan pengertian
kepemimpinan sebagai berikut : “kepemimpinan adalah suatu pengaruh penting
dari kebiasaan / kegiatan organisasi”.(leadership in often regardedas the
importantmodifier of organization behaviour) ,( Pfiffner and Sherwood,1960:384).
Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang
dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain / pengikut / bawahan agar
melaksanakan apa yang menjadi kehendak atau keinginan pemimpin untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Karakteristik Kepemimpinan
Seorang pemimpin yang baik haruslah memiliki pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan dalam menjalankan kepemimpinannya agar ia
dapat mempengaruhi,mengendalikan dan memimpin bawahannya untuk
mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan “persyaratan paling Utama bagi
seorang calon pemimpin ialah dapat memimpin orang lain kearah pencapaian
tujuan organisasi dan dapat menjalin komunikasi antara manusia karena
oragnisasi itu selalu bergerak atas dasar interaksi antara manusia”(Katono,2001)
Peranan seorang pemimpin dalam suatu organisasi dapat mempengaruhi
tercapai atua tidaknya suatu tujuan tersebut. Untuk itu pemimpin yang baik harus
bias berkomunikasi dengan baik. Dalam penyampainan komunikasi hendaknya
seorang pemimpin harus dapat dipahami oleh sipenerima/ bawahan, sehingga
![Page 12: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/12.jpg)
menimbulkan interaksi, jika komunikasi dipahami maka pelaksanaan tugas akan
benar.
Secara lebih spesifik kartono menguraikan tentang karakteristik
kepemimpinan Indonesia sebagai Berikut : “sifat-sifat unggul kepemimpinan yang
efektif ialah berani, tegas, inisiatif, luas pengetahuaan dan pengalaman, peka
terhadap lingkungan dan bawahan, mampu menjalin komunikasi yang akrab,
berani mengambil keputusan dan resiko, rela berkorban, mau bermusyawarah
mufakat bertanggung jawab dan konsekuen, bersikap terbuka,jujur dan
mempunyai prinsip-prinsip yang teguh “(Kartono.2001)
Seorang pemimpin harus mempunyai prinsip dan sifat-sifat unggul,
dengan begitu efektivitas kerja akan terlaksana. Dalam penganbilan keputusan
seorang pemimpin harus mempelajari terlebih dahulu apa saja yang menjadi
sebab akibatnya. Keberanian dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin
tidak semata-mata memberikan keputusan begitu saja, namun diambil
berdasarkan pemikiran dan pengalaman pemimpin tersebut namun juga tetap
dibantu dengan bawahannya.
3. Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan pada umumnya untuk menjelaskan tentang factor-
faktor munculnya pemimpin dan sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin.
Menurut Ralph N. Stogdil dan L.L Bernard dalam Suradinata dijelaskan
mengenai teori kepemimpinan sebagai berikut :
![Page 13: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/13.jpg)
a. Trait Theory(teori sifat)
Teori ini mengetengahkan bahwa seorang pemimpin dapat berhasil
apabila memiliki sifat-sifat dan ciri0ciri yang dapat dijadikan pedoman untuk
melaksanakan tugas. Esensi teori sifat adalah pemimpin dilahirkan dan bukan
untuk dibentuk.
b. Environmental Theory ( Teori Lingkungan)
Menurut teori lingkungan, lahirnya pemimpin disebabkan oleh kondisi,
waktu, tempat dan situasi.
c. Personal Situasion Theory (Teori Personal dan Situasi)
Teori ini menyatakan bahwa seorang menjadi pemimpin karena
memiliki keunggulan – keunggulan tertentu yang sesuai dengan situasi
tertentu pula.
d. Interaction-Ecpectation (Teori Interaksi dan harapan)
teori ini memberikan gambaran tentang manusia sebagai factor
pertama dan utama terjadinya interaksi.
e. Humanistic Theory (Teori Humanistik)
teori ini menyoroti dari sisi kemanusiaan, kewajaran seseorang untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilkinya. Teori ini
menegaskan perlunya memperlakukan seseorang sesuai dengan batas –
batas tetentu, kwajaran, keserasian, keseimbangan maupun penghargaan.
f. Exchange theory (teori tukar menukar)
![Page 14: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/14.jpg)
Menjelaskan bahwa antara yang dipimpin dan yang dipimpin harus
dapat melakukan tukar-menukar keuntungan yang bermanfaat bagi kedua
belah pihak
Dari teori-teori yang terdapat diatas pada dasarnya menjelaskan tentang
bagaiman seorang pemimpin tersebut terlahir, keunggulan-keunggulan seorang
pemimpin tersebut, perlakuan seorang pemimpin terhadap bawahannya
berdasarkan batasan-batasan kewajaran.
Dengan teori tersebut kita juga dapat menentukan sifat-sifat
kepemimpinan yang baik dan dapat diteliti secara induktif, mengamati mereka
yang diakui sebagai pemimpin yang berhasil dan menyebutkan sifat-sifat yang
dimilikinya. Sifat pemimpin tersebut dianggap sebagai ukuran penting sebagai
syarat untuk menentukan potensi kepemimpinan seorang pemimpin.
4. Teknik Kepemimpinan
Dalam melaksanakan teori-teori kepemimpinan diperlukan teknik-teknik
untuk menerapkannya . didalam teknik tersebut terdapat konsep pemikiran
prilaku serta peralatan apa saja yang menjadi penunjangnya.
Teknik tersebut nantinya akan diketahui hal apa saja yang perlu diketahui
Kartono mengemukakan teknik kepemimpinan sebagai berikut : ”teknik
kepemimpinan adalah kemampuan tau keterampilan teknik memimpin dalam
menerapkan teori-teori kepemimpinan dalam organisasi tertentu meliputi konsep-
konsep pemikirannya, prilaku serta peralatan yang digunakan”(Kartono,2001)
![Page 15: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/15.jpg)
Dengan adanya teori-teori kepemimpinan banyak hal yang harus
diperhatikan, teknik apasaja yang harus dipersiapkan oleh seorang pemimpin.
Teknik tersebut meliputi bagaimana cara memberikan contoh, motivasi, cara
berkomunikasi, alat-alat apa saja guna menunjang komunikasi tersebut kepada
bawahannya serta penguasaan sistem komunikasi. Penyampaian informasi/
perintah seharusnya dilaksanakan dengan cara lunak/bujukan sehingga orang
yang diajaknya bersedia melakukannya dengan kesadaran dan kesiapan
persoalan yang dihadapinya.
Disamping itu pamudji menjelaskan bahwa teknik kepemimpinan meliputi :
a. Teknik pematangan atau penyiapan pengikut
yaitu menyiapkan para pengikut agar selalu melaksanakan apa yang
diinginkan oleh para pemimpin
b. Teknik Human Relations
Merupakan suatu Proses atau rangkaian kegiatan memotivasi orang, yaitu
keseluruhan proses pemberian motif(doromgan agar orang mau bergerak).
Yang dijadikan motif yaitu pemenuhan kebutuhan psikis : makan, minum,
pakaian, perumahan, dan sebagainya. Serta kebutuhan psikologis :
kebutuhan akan kelayakan, kebutuhan akan keamanan, dan kebutuhan untuk
ikut serta. Dengan dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan
menyebabkan orang-orang bersedia mengikuti pemimpin yang diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan itu.
c. Teknik Menjadi Teladan
![Page 16: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/16.jpg)
yaitu memberi ciontoh-contoh kedisiplinan, sehingga orang-orang harus
digerakkan mengikuti apa yang dilihat.
![Page 17: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/17.jpg)
d. Teknik Persuasif
Dilakukan dengan cara lunak dalam bentuk bujukan, sehingga orang lain
yang diajak suka dan bersedia untuk melakukan dan mengikuti dengan
kesadaran kesiapan terhadap persoalan yang dihadapi.
e. Teknik penguasaan sistem komunikasi yang cocok
Tergantung kepada faktor keadaan sipenerima, maksud dan alat komunikasi
yang tersedia.
f. Teknik penyediaan fasilitas
Apabila sekelompok telah bersedia dan siap mengikuti ajakan pemimpin,
maka orang tersebut harus diberi fasilitas–fasilitas atau kemudahan-
kemudahan yang meliputi :
1) Kecakapan
2) Uang.
3) Perlengkapan dan tempat kerja dan waktu
(Pamudji,1995:114).
5. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan cara pemimpin menjalankan tugas
kepemimpinannya, baik berupa perencanaan, perumusan, ajakan, himbauan,
maupun perintah-perintah. Pamudji memberikan gambaran tentang gaya
kepemimpinan pemerintah Indonesia, yaitu :
”Gaya kepemimpinan (Leadership Style) adalah bicara tentang
bagaimana pemimpin menjalankan tugas kepemimpinannya, misalnya gaya apa
yang dalam merencanakan, merumuskan dan menyampaikan perintah-perintah/
![Page 18: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/18.jpg)
ajakan-ajakan kepada yang diperintah. Gaya kepemimpinan pemerintahan
sangat dipengaruhi oleh paham-paham yang dianut mengenai kekuasaan dan
wewenang sikap mana yang diambil terhadap hak dan martabat manusia. Gaya
kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pemimpin dan situasi yang
dihadapinya. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam situasi tertentu
dapat berbeda dengan gaya kepemimpinannya yang diterapkan dalam situasi
lain” (Pamudji,1995)
Adapun Gaya kepemimpinan tersebut dibagi ke dalam tiga golongan.
Ketiga golongan tersebut mempunyai ciri khas masing-masing namun
mempunyai tujuan yang sama yaitu kepemimpinan yang efektif.
Selanjutnya Pamudji membagi tiga gaya dalam kepemimpinan di
Indonesia sebagai berikut :
a. Gaya motivasi, yaitu pemimpin dalam menggerakkan oarng-orang dengan
mempergunakan motivasi baik yang berupa imbalan ekonomis dengan
memberikan hadiah-hadiah (reward), baik yang bersifat positif maupun yang
berupa ancaman hukuman (penalties), jadi bersifat negatif.
b. Gaya kekuasaan, yaitu pemimpin yang cenderung menggunakan kekuasaan
untuk menggerakkan orang-orang. Cara bagaimana ia menggunakan
kekuasaan akan menentukan gaya kepemimpinannya.
c. Gaya Autokratik Yaitu pemimpin yang menggantungkan pada kekuasaan
formalnya, organisasi dipandang sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
![Page 19: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/19.jpg)
d. Gaya Partisipastif, Kadang-kadang juga disebut gaya demokratif, yaitu
pemimpin yang memandang manusia adalah makhluk yang bermatabat dan
harus dihormati hak-haknya. Dalam menggerakkan pengikutlebih banyak
menngunakan persuasi dan memberikan contoh-contoh.
e. Gaya Bebas yaitu kepemimpin yang hanya kemauan pengikutnya
menghindari diri dari penggunaan paksaan atau tekanan.
f. Gaya pengawasan, yaitu kepemimpinan yang dilandaskan kepada perhatian
seorang pemimpin terhadap prilaku kelompok. (Pamudji, 1995).
Dengan kepemimpian yang baik, proses manajemen akan berjalan
dengan baik, dan lancar dan para bawahan pun bergairah melaksanakan tugas-
tugasnya. Gairah kerja, produktivitas kerja akan baik jika tipe, gaya, cara atau
style kepemimpinan diterapkan dengan baik dan benar. Tegas, baik dan
buruknya, tercapai atau tidak tercapai, suatu tujuan sebagian besar tergantung
pada pemimpin itu sendiri.
Sedangkan Soewarno Handayaningrat mengemukakan pengertian
kepemimpinan sebagai berikut : ”Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses
dimana pimpinan digambarkan memberi perintah atau pengarahan, bimbingan
atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan
yang telah ditentukan atau ditetapkan ”. (Handayaningrat,1984).
6. Pemimpin digambarkan sebagai pemberi perintah.
Pemberian Perintah merupakan bagian dari komunikasi, karena tanpa
komunikasi seorang pemimpin tidak bisa menjalankan semua tujuannya dengan
baik dan efektif. Tujuan komunikasi yaitu untuk memberikan perintah, laporan,
![Page 20: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/20.jpg)
informasi, ide, saran, berita dan menjalin hubungan-hubungan dari seorang
komunikator kepada komunikan. Komunikasi merupakan alat untuk
menyampaikan perintah, laporan, informasi dari seorang komunikator kepada
komunikan.
Menurut Clay lindgren mengatakan bahwa ” effective leadership means
effective communication atau kepemimpinan yang efektif berarti komunikasi yang
efektif”.( Hasibuan,1996)
Komunikasi dapat dilakukan jika ada komunikator dan komunikan selain
itu juga haruslah dapat dipahami oleh si penerima ( komunikan ) sehingga
menimbulkan interaksi. Jika komunikasi dipahami, maka pelaksanaan tugas
akan benar. Disamping itu Hasibuan menjelaskan bahwa unsur-unsur
komunikasi meliputi :
a. komunikator (pemberi = Given) yaitu orang yang menyampaikan pesan
komunikasi itu.
b. Pesan yaitu Informasi, perintah, laporan, berita dan lain-lainnya yang
disampaikan itu.
c. Saluran (simbol = Channel) yaitu alat (simbol) yang dipergunakan untuk
komunikasi.
d. Komunikan (penerima = Receiver), yaitu orang yang menerima pesan
komunikasi tersebut.
e. Feed back (action), reaksi yang ditimbulkan oleh komunikasi itu.
(Hasibuan,1996:196)
![Page 21: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/21.jpg)
Unsur-unsur diatas sangat di perlukan bagi seorang pemimpin karena
dengan itu maka pemimpin bisa mengetahui apa yang harus diperhatikan dalam
proses komunikasi (perintah) agar bisa berjalan dengan efektif. Lebih lanjut
Hasibuan juga menjelaskan mengenai fungsi-fungsi komunikasi Yaitu :
a. Instructive, Komunikasi ini berfungsi memberikan perintah dari atasan kepada
bawahan.
b. Evaluative, Komunikasi ini berfungsi untuk menyampaikan laporan dari
bawahan kepada atasannya.
c. Informative, Komunikasi ini berfungsi untuk menyampaikan informasi, berita
dan pesan-pesan lainnya.
d. Influencing, Komunikasi ini berfungsi untuk memberikan saran-saran, nasihat-
nasihat dari seseorang kepada orang lain.
(Hasibuan,1996).
7. Pemimpin digambarkan sebagai pemberi pengarahan.
Pengarahan adalah mengarahkan semua pegawai agar mau bekerja
sama dengan bekerja efektif dalam mencapai tujuan. Pengarahan baru dapat
diterapkan setelah rencana, organisasi, dan karyawan ada. Penerapannya
sangat sulit, rumit dan kompleks, karena berhubungan dengan mahluk hidup
yang punya pikiran, perasaan, harga diri, cita-cita dan lainnya.
Menurut G.R. Terry dalam buku ”Manajemen dasar, pengertian, dan
masalah” karangan Hasibuan menjelaskan sebagai berikut : ”actualing is setting
all members of the group to want achive and to strike to achieve the objective
willingly and keeping with the managerial planning ang organizing efforts”.
![Page 22: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/22.jpg)
(”Pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok, agar mau bekerja
sama denagn perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian”).
(Hasibuan,1996)
Pengarahan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemimpin untuk
membimbing, menggerakkan, mengatur segala kegiatan yang telah diberi tugas
dalam melaksanakan sesuatu kegiatan. Proses ini merupakan fungsi yang
terpenting dan paling dominan.
Menurut Drs.H Malayu S.P.Hasibuan, dalam ”Manajemen Dasar,
Pengertian dan Masalah” dijelaskan pengarahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Persuatif (bujukan)
b. Instruktif.(Perintah langsung)
(Hasibuan.1996)
8. Pemimpin digambarkan sebagai pemberi bimbingan
Menurut Mortensen dalam Yusuf Gunawan bimbingan di bagi atas tiga
bagian yaitu :
a. memahami individu
Pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat
memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan
anak didiknya. Karena itu bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak
pemahaman diri anak keseluruhan sebaliknya bimbingan tidak dapat
berfungsi dengan efektif jika konselor kurang pengetahuan dan pengertian
motif dan tingkah laku konseli, sehingga usaha preventif dan treatment tidak
berhasil baik.
![Page 23: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/23.jpg)
b. Preventif dan pengembangan individual.
Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi dari mata uang. Preventif
berusaha mencegah kemerosotan perkembangan anak dan minimal dapat
memelihara apa yang telah dicapai dalam perkembangan anak melalui
pemberian pengaruh-pengaruh yang positif, memberikan bantuan untuk
mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat membantu setiap
individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
c. membantu individu untuk menyempurnakannya.
Setiap manusia pada saat tertentu membutuhkan pertolongan dalam
menghadapi situasi lingkungannya. Pertolongan setiap individu tidak sama.
Perbedaan umumnya lebih pada tingkatannya dari pada macamnya, jadi
sangat tergantung apa yang menjadi kebutuhan dan potensi yang ia miliki.
(Mortensen dalam Yusuf Gunawan)
Tujuan bimbingan itu sendiri adalah membantu dalam membuat
keputusan (pilihan) dan menentukan sikap yang serasi dengan kemampuan,
minat, kesempatan dan nilai-nilai sosial agar mampu memahami dirinya,
mengembangkan potensi yang dimilikinya, memecahkan masalah dan kesulitan,
menyesuaikan diri dan bersikap adaptif terhadap lingkungan.
Lebih lanjut Sigmund freud juga menjelaskan mengenai fungi-fungsi
bimbingan, yaitu :
a. mengarahkan mahasiswa kepada program pendidikan profesional di
perguruan tinggi
b. membantu mahasiswa merencanakan program studinya.
![Page 24: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/24.jpg)
c. membantu mengenal dirinya, seperti minat, bakat, dan kemampuan khusus
masing-masing.
d. membantu memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi baik sosial
maupun personal.
(freud, 2005).
Dari fungsi-fungsi dan tujuan yang telah dikemukakan oleh para ahli
tersebut maka pemimpin harus bisa membimbing bawahannya secara benar
sesuai dengan fungsi dan tujuan. Dengan kata lain jika pemimpin
memperhatikan hal tersebut maka efektivitas kerja dapat terlaksana dengan baik.
Berbagai literatur manajemen menjelaskan bahwa kepemimpinan menjadi
salah satu faktor yang sangat mempengaruhi organisasi. Seorang pemimpin
memegang peran penting karena keberadaannya dapat menentukan gerak maju
organisasi. Sikap atau ga ya seorang pemimpin akan mewarnai kegiatan
operasional organisasi sehari-hari. Menurut Greger dan Peterson (2000)
pengertian kepemimpinan meliputi beberapa aspek seperti memperlihatkan cara,
menuntun, mengarahkan, membujuk, dan berada di depan. Sementara itu Leavit
(dalam Behling dan McFillen, 1996) mengartikan kepemimpinan sebagai
kemampuan untuk menjabarkan misi de ngan jelas, mengkom unikasikannya
dan membujuk orang lain atau bawahan untuk merealisasikan misi tersebut.
Sedangkan Conger dan Kanungo (dalam Behling dan McFillen, 1996)
berpendapat bahwa pemimpin yang be rhasil adalah mereka yang dapat
mengembangkan suatu visi yang berbeda dari status quo (keadaan pada
umumnya), akan tetapi visi tersebut tetap dapat diterima oleh bawahan. Berbagai
![Page 25: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/25.jpg)
pengertian tentang kepemimpinan ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin
sebagai orang yang diharapkan memandu organisasi dan para individu di
dalamnya ke arah positif seharusnya memiliki kreativitas dalam mencapai
tujuannya tanpa melihat apakah ide atau cara yang digunakannya berbeda dari
kebiasaan yang berjalan selama ini.
Hasil penelitian terdahulu seperti penelitian Kirkpatrick dan Locke (dalam
DeGroot et al 2000) menyatakan bahwa karisma pimpinan yang nampak dalam
setiap perilaku mereka sebenarnya dapa t memotivasi bawahan. Dampak yang
mungkin timbul dari perilaku seperti ini adalah upaya-upaya dari bawahan untuk
berkinerja dengan baik. Seorang bawahan ak an berperilaku kerja yang baik jika
dirinya melihat bahwa pimpinannya juga bekerja dengan baik.
Sedangkan hasil penelitian dari Behling dan McFillen (1996)
mengindikasikan adanya hubungan antara perilaku pimpinan dengan perila ku
bawahan. Dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa atribut-atribut perilaku
pimpinan memiliki pengaruh terhadap keyakinan bawahan yang pada gilirannya
juga akan mempengaruhi perilaku bawahan. Sebagai contoh, seorang pemimpin
yang memberikan dorongan kepada bawahannya akan berdampak pada timb
ulnya semangat atau motivasi dari bawahan sehingga akan berp erilaku kerja
sesuai deng an harapan perusahaan.
Hasil penelitian lainnya dari Zerbe et al (1998) mengindikasikan adanya
pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan dengan perilaku karyawan
terutama dalam kaitannya dengan pember ian pelayanan yang berkualitas pada
konsumen. Hasil penelitian ini sesuai de ngan hasil penelitian sebelumnya yang
![Page 26: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/26.jpg)
meneliti pelayanan dalam or ganisasi jasa. Salah satunya adalah penelitian dari
Schneider & Bowen (Zerbe et al, 1998) yang dalam penelitiannya mereka
menyimpulkan bahwa manakala karyawan memandang organisasi sebagai
pihak yang memfasilitasi, meningkatkan karir, serta memberikan pengawasan
serta pengarahan pada mereka maka mereka akan bebas dalam melakukan
pekerjaan pokok mereka dalam memberikan pelayanan pada konsumen. Akan
tetapi menurut penelitian Zerbe et al (1998), kepemimpinan sebagai bagian dari
komponen manajemen sumber daya manusia akan dapat meningkatkan motivasi
karyawan dalam hal pemberian pelayanan yang berkualitas.
Hasil penelitian dari Church (1995) juga mengindikasikan adanya
pengaruh positif antara kepemimpinan dengan perilaku pelayanan karyawan.
Penelitian yang membahas mengenai dampak perilaku pimpinan terhadap
kinerja pelayanan karyawan ini menghasilkan temuan bahw a perilaku pimpinan
secara langsung mempengaruhi kualitas pelayanan karyawan yang pada
gilirannya akan dapat membawa dampak positif pada peningkatan kinerja
organisasi.
B. Tinjauan Umum tentang Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.
Sama disini maksudnya adalah sama makna.
![Page 27: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/27.jpg)
Apabila dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk
percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada
kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang
dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan
makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti
makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang
tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa
yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.
Pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah, dalam
arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna
antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi
tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga
persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan,
melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.
Diantara para ahli sosiologi, ahli psikologi, dan ahli politik di Amerika
Serikat, yang menaruh minat pada perkembangan komunikasi adalah Carl I.
Hovland. Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah : Upaya yang
sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi
serta pembentukan pendapat dan sikap. (Effendy, 2000:10)
Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi
ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga
pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude)
yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang
![Page 28: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/28.jpg)
amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian
komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses
mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the
behaviour of other individuals).
Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif seperti
diuraikan di atas.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan
secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang
dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function
of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut :
Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? (Lasswell
dalam Effendy, 2000).
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima
unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :
a. Komunikator (communicator, source, sender)
b. Pesan (Message)
c. Media (channel, media)
d. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
e. Efek (effect, impact, influence)
![Page 29: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/29.jpg)
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul
dari lubuk hati.
Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan
menggunakan perasaan yang disadari; sebaliknya komunikasi akan gagal jika
sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.
Pikiran bersama perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain itu
oleh Walter Lippman dinamakan picture in our head, dan oleh Walter Hagemann
disebut Bewustseinsinhalte. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana
caranya agar “gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu
dapat dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan.
2. Proses Komunikasi
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan
secara sekunder.
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran
dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
![Page 30: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/30.jpg)
lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain
sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau
perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa bahasa yang paling
banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya
bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang
lain.
Kial (gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang
sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapaikan tangan, atau
memainkan jari-jemari, atau mengedipkan mata, atau menggerakkan anggota
tubuh lainnya hanya dapat mengomunikasikanhal-hal tertentu saja (sangat
terbatas).
Demikian pula isyarat dengan menggunakan alat seperti tongtong,
bedug, sirene, dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu.
Kedua lambang itu amat terbatas kemampuannya dalam mentransmisikan
pikiran seseorang kepada orang lain.
Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam
komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan
“menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa.
Buku-buku yang ditulis dengan bahasa sebagai lambang untuk
“menerjemahkan” pemikiran tidak mungkin diganti oleh gambar, apalagi oleh
lambang-lambang lainnya.
![Page 31: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/31.jpg)
Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi kenamaan, dalam
karyanya, “Communication Research in the United States”, menyatakan
bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni
paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and
meanings) yang pernah diperoleh komunikan.
Menurut Schramm, bidang pengalaman (field of experience)
merupakan factor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman
komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan
berlangsung lancar. Sebailknya, bila pengalaman komunikan tidak sama
dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu
sama lain.
b. Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama.
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan
komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat
yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar,
majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering
digunakan dalam komunikasi.
![Page 32: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/32.jpg)
Pentingnya peranan media, yakni media sekunder, dalam proses
komunikasi, disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat
kabar, radio, atau televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam
mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Jelas efisien karena,
dengan menyiarkan sebuah pesan satu kali saja, sudah dapat tersebar luas
kepada khalayak yang begitu banyak jumlahnya; bukan saja jutaan,
melainkan puluhan juta, bahkan ratusan juta, seperti misalnya pidato kepala
Negara yang disiarkan melalui radio atau televisi.
Umpan balik dalam komunikasi bermedia, terutama media massa,
biasanya dinamakan umpan balik tertunda (delayed feedback), karena
sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan
tenggang waktu.
Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu
menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa
(mass media) dan media nirmassa atau media nonmassa (non-mass media).
3. Faktor-faktor Penunjang Komunikasi Efektif
Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “the condition of
success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita
menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.
Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
![Page 33: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/33.jpg)
b. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman
yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama
mengerti.
c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi
yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia
digerakkan untuk memberikan tanggapan yang ia kehendaki. (Effendy, 2000).
4. Fungsi komunikasi
Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak hanya
diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu
dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan ide, maka fungsinya
dalam tiap sistem sosial adalah sebagai berikut :
a. Informasi : Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita,
data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar
orang mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap londisi internasional,
lingkungan dan orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
b. Sosialisasi (pemasyarakatan) : Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat
yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia
dapat aktif di dalam masyarakat.
c. Motivasi : Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun
jangka penjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya,
![Page 34: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/34.jpg)
mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama
yang akan dikejar.
d. Perdebatan dan diskusi : Menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan
pendapat mengenai masalah public, menyediakan bukti-bukti yang relevan
yang diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih
melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama ditingkat
internasional, nasional, dan local.
e. Pendidikan : Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong
perkembangan intelektul, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan
serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.
f. Memajukan kebudayaan : Penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni
dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan
dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan
mendorong kreativitas serta kebutuhan estetikanya.
g. Hiburan : Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra (image) dari drama,
tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olahraga, permainan, dan
sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu.
h. Integrasi : Menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan
memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat
saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan
keinginan orang lain.
![Page 35: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/35.jpg)
Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terpisahkan dari suatu organisasi.
Melalui komunikasi, seorang individu dalam organisasi dapat bertukar
pandangan atau pendapat dengan individu-indiv idu lainnya. Komunikasi juga
akan mempererat individu dalam organisasi da n akan memubat suasana kerja
menjadi lebih kekeluargaan. Hal ini sejalan dengan pengertian komunikasi yang
dimaksudkan sebagai proses yang digunakan untuk mentransfer informasi serta
mempengaruhi dari satu pihak ke pihak lain (Johlke dan Duhan 2000).
Komunikasi yang dimaks ud dalam konteks pemberia n pelayanan di sini
adalah komunikasi yang terjadi dalam dan antar bagian dalam organisasi
(Zeithaml et al, 1988). Komunikasi yang demikian ini dapat diharapkan akan
dapat mempengaruhi perilaku pelayanan dari anggota organisasi terhadap
konsumen atau pelanggan pengguna produk organisasi. Sebab sebenarnya
tujuan yang mendasar dari komunikasi semaca m ini adalah untuk
mengkoordinasikan orang-orang dan bagian-bagian dalam orga nisasi sehingga
hal-hal yang menjadi tujuan dari organisasi dapat tercapai (Z eithaml et al ,1988).
Sebenarnya hal ini menjadi masuk akal karena manakala sa lah satu
bagian dalam organisasi (misalnya bagian pemasaran) dikembangkan atau
dilatih secara terpisah dari bagian lain (misalnya pelaksana atau karyawan yang
berhubungan langsung dengan pasien seperti perawat), sedangkan tidak ada
komunikasi di antara bagian-bagian dalam organisasi maka ba gian yang
berhubungan langsung dengan konsumen (pasien) tidak akan dapat atau
mampu memberikan pelayanan yang seperti yang digambarkan oleh bagian
yang telah ditraining oleh perusahaan (bagian pemasaran). Kondisi yang seperti
![Page 36: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/36.jpg)
ini menunjukkan adanya kesalahpahaman yang diakibatkan kurangnya
komunikasi (Zeithaml et al ,1988).
Menurut Klepack (1990) pada dasarnya komunikasi internal perusahaan
yang baik akan membawa pada perbaikan moral dan produktifitas karyawan
yang tinggi. Sebab dampak dari komunikasi adalah bahwa mereka menjadi tahu
akan misi dan visi dari perusahaan tempat mereka bekerja. karyawan yang tahu
dan memahami misi dari perusahaan. Konsekue nsi dari hal ini adalah bahwa
mereka yang bekerja dalam posisi yang strategis dalam “menju al” perusahaan
tersebut, maka dia akan dapat “menjual“ dengan baik perusahaan mereka,
sedang yang tidak memahami misi dari perusahaan ma ka mereka tidak dapat
“menjual” secara efektif.
Sementara itu hasil penelitian lain juga mengindikasikan hal yang sama
yaitu bahwa komunikasi dapa t mempengaruhi perilaku anggota organisasi.
Dalam penelitian Palmer dan Sanders (dalam Habner et al 1997) ditunjukkan
bahwa komunikasi sebenarnya adalah kunci untuk berhasil dalam implementasi
atau penerapan dari upaya pengembangan kualitas. Sebab komunikasi yang
efektif yang terdiri dari pembicaraan, tulisan, simbolisasi atau perilaku untuk
mencapai sasaran yang diharapkan dengan cara-cara ya ng dapat diterima
dengan baik akan berdampak positif pada komitmen karyawan terhadap visi atau
mencapai visi-visi organisasi. Hasil ini menunjukkan secara implisit hubungan
antara komunikasi dan perilaku pelayanan, karena komitmen pada visi
organisasi adalah berarti pula memiliki perilaku yang sesuai atau sejala n dengan
visi organisasi. Disamping itu komunikasi dapat mendorong manajer dan
![Page 37: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/37.jpg)
karyawan untuk mengembangkan nilai-nilai bersama dan kepercayaan an tara
mereka, yang mana hal ini sangat diperlukan untuk keberhas ilan penerapan
pengembanga n kualitas pelayanan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan komunikasi yang efektif
diantara bagian-bagian dalam organisasi maka akan dapat meningkatkan
perilaku pelayanan seperti yang diharapkan.
C. Tinjauan Umum tentang Sistem Kontrol
Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem kontrol adalah sistem kontrol
perilaku, yaitu aktivitas manajemen yang berupa pengawasan, pengarahan,
penilaian kinerja yang mendasarakan pada perilaku karyawan. Artinya bahwa
karyawan diawasi, diarahkan serta di nilai aktivitas-aktivitasnya, bukan output yang
dihasilkannya (Baldauf et al 2001).
Hasil penelitian terdahulu, seperti Baldauf et al (2001) menunjukkan bahwa
sistem kontrol perilaku memiliki dampak positif yang signifikan terhadap perilaku
karyawan. Penelitian ini menunjukkan bahwa di bawah sistem kontrol perilaku
karyawan memiliki kinerja perilaku sebagaimana yang diharapkan or ganisasi,
dimana diantara bentuk perilaku tersebut adalah membangun hubungan baik
dengan konsumen serta memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
Sementara itu Oliver dan Anderson (1994) juga menyatakan bahwa perilaku
karyawan sebenarnya dipengaruhi oleh jenis atau bentuk sistem kontrol yang d
iterapkan oleh organisasi.
![Page 38: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/38.jpg)
Dalam hasil penelitian mereka ditunjukka n bahwa dampak yang ditimbulkan
oleh sistem kontrol yang berdasarkan perilaku selain bahwa karyawan akan memiliki
komitmen yang lebih tinggi pada organisa si, mereka juga akan semakin besar
perhatiannya dalam memberikan pela yanan pada konsumen seperti yang
diinginkan oleh organisasi.
Dalam beberapa organisasi sistem kontrol karyawan mendasarkan pada
output yang dihasilkan oleh karyawan yang bersangkutan. Artinya karyawan
dimonitor dan dinilai kinerj anya berdasarkan output yang dihasilkannya. Akan tetapi
dalam organisasi, terutama yang bergerak dalam bidang pelayanan, monitoring
kinerja dengan mendasarkan pada output karyawan nampaknya kurang tepat jika
diterapkan. Misalnya dalam industri jasa pelayanan perbankan, karyawan yang
berhubungan langsung dengan pelanggan tentunya akan dimonitor aktivitas-
aktivitasnya dalam hal, seperti : kecepatan, ketepatan serta keramahannya dalam
melayani nasabah. Dengan sistem kontrol semacam ini maka karyawan akan
terdorong untuk bekerja atau berperilaku sebagaimana yang diharapkan oleh
konsumen atau pelanggan dalam memberikan pelayanan terhadap mereka
(Zeithaml et al ,1988).
Dalam hasil penelitian dari Zerbe et al (1998) juga ditunjukkan bahwa reward
dan pelatihan (sebagai bagian dari komponen praktek managemen sumber daya
manusia) memiliki dampak positif ya ng signifikan pada perilaku pelayanan
karyawan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem kontrol akan dapat
mempengaruhi kualitas perilaku pelayanan karyawan.
![Page 39: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/39.jpg)
D. Tinjauan Umum tentang Perilaku Pelayanan
1. Pengertian Pelayanan
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat di definisikan sebagai
segala bentuk jasa pelyanan, baik dalam bentuk public atau jasa public yang
pada dasarnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi
pemerintah dipusat, didaerah, dan dailingkungan Badan Usaha Milik Negara
atau Bdan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarkat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Menelusuri arti pelayanan umum tidak terlepas dari masalah kepentingan
umum, yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan umum. Oleh karena
itu antara kepentingan umum dengan pelayanan umum adanya hubungan yang
saling berkaitan. Meskipun dalam perkembangan lebih lanjut pelayanan umum
dapat juga timbul karena adanya kewajiban sebagai suatu proses
penyelenggaraan kegiatan organisasi.
Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk
secara fisik (Kotler dalam Lukman, 2000).
Pelayanan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan kepada orang lain
atau pihak lain yang dapat memberikan suatu keuntungan dan dapat
memberikan manfaat, hasil dari pelayanan berupa kepuasan yang diberiakan
walaupun hasil dari pelayanan yang diberikan tidak terikat pada suatu benda.
![Page 40: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/40.jpg)
Menurut Dwiyanto, pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai
serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat (Dwiyanto, 2005), bahwa pelayanan umum merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi kewajibannya, akan
tetapi tidak disebabkan oleh hal itu saja melainkan pemerintah memang harus
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan publik yang diberikan
kepada masyarakat harus sesuai dengan standar pelayanan, karena masyarakat
berhak mendapatkan pelayanan dari pemerintah secara prima atau pelayanan
yang berkualitas.
Definisikan pelayanan sebagai suatu pendekatan organisasi total yang
menjadi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa sebagai kekuatan
penggerak utama dalam pengoperasian bisnis. (Sedarmayati,2004).
Berdasarkan penjelasan di atas, pelayanan yang baik dan memuaskan
akan berdampak positif seperti yang dikutip dari H.A.S. Moenir dalam bukunya
Manajemen Pelayanan Umum antara lain:
a. Masyarakat menghargai kepada korps pegawai
b. Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan layanan
c. Masyarakat akan merasa bangga kepada korps pegawai
d. Adanya kegairahan usaha dalam masyarakat
e. Adanya peningkatan dan pengnembangan dalam masyarakat menuju segera
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan Pancasila
Dalam penelitian ini diajukan tesis bahwa pelayanan yang baik pada
konsumen sebenarnya adalah kunci pembeda dengan organisasi lain,
![Page 41: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/41.jpg)
mendorong pada produktifitas serta efisiensi organisasi, yang mana hal ini akan
memberi reward yang positif bagi organisasi.
Hubungan antara variabel perilaku pelayanan dengan kinerja organisasi
secara intuitif sebenarnya bisa dipahami. Sebab bagaimanapun dengan
memberikan pelayanan yang baik pada pelanggan maka kepuasan pelanggan
akan dapat ditingkatkan. Sementara itu pela nggan yang puas akan dapat
mengurangi (menghemat) cost untuk upaya menarik pelanggan ba ru. Karena
sebenarnya upaya untuk menarik pelanggan baru tidak akan terjadi jika
pelanggan merasa puas. Hal ini disebabkan kepuasan yang muncul dari
palanggan lama akan menjadi sarana promosi bagi calon pelanggan baru. Di
samping itu pemberian pelayanan yang berkualitas pada pelanggan akan
memungkinkan perusahaan mempertahankan atau bahkan meningkatkan
transaksi dengan pelanggan lama, yang mana ini juga berarti berkurangnya
kemungkinan hilang atau berpindah loyalitas pelanggan lama ke organisasi lain.
Oleh karena itu menjadi wajar apabila beberapa penelitian terdahulu secara
konsisten menunjukkan bahwa pelayanan yang berkualitas ditemukan akan
menghasilkan kinerja keuangan yang lebih tinggi (Zeithaml dalam Chang dan
Chen 1998).
Dalam penelitiannya, Pelham (1997) menunjukkan bahwa profitabilitas
organisasi sangat bergantung pada kemampuan organisasi tersebut dalam
menghasilkan produk yang memiliki kualita s yang unggul dan andal yang
mereka hasilkan. Dengan demikian maka dalam ko nteks jasa, ini dapat diartikan
bahwa sebenarnya profitabilitas perusahaan bergantung pada sejauh mana
![Page 42: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/42.jpg)
perusahaan dapat menghasilkan pelayanan yang berk ualitas pada pelanggan-
pelanggannya hingga dapat memberi kepuasan kepada konsumen.
Hasil penelitian dari Baldauf, et al (2001) juga menunjukkan bahwa upaya
karyawan perusahaan dalam menjalin hubungan dengan pelanggan akan dapat
meningkatkan pencapaian hasil yang dipe roleh karyawan tersebut yang pada
gilirannya hal ini akan memberi kontribusi pada efektifitas organisasi (yang dalam
hal ini ditunjukkan dengan peningkatan market share dan sales volume yang
dibandingkan dengan sasaran unit penjualan). Sementara itu perusahaan yang
memantapkan hubungan jangka panj ang dengan konsumen dengan
mempergunakan karyawan yang memberikan kepuasan konsumen melalui
semangat dalam pelayanan nampaknya akan membuat unit penjualan lebih
efektif.
Berkaitan dengan hal ini peran manager adalah menciptakan suasana
yang kondusif dengan menyingkirkan orientasi perintah serta orientasi kontrol
dalam rangka mendorong perilaku yang mendukung pe layanan yang
menekankan pada pelayanan terhadap pelanggan. Indikasi keterkaitan antara
perilaku pelayanan dengan kinerja organisasi juga ditunjukkan dalam penelitian
Zeithaml (dalam Chang dan Chen 1998).
Dalam penelitian ini peneliti menunjukkan bahwa pelayanan yang
berkualitas yang diberikan oleh karyawan organi sasi memiliki dampak yang
sangat kuat terhadap perilaku konsumen seperti: loyalitas terhadap produk
perusahaan, kemauan untuk membayar lebih, serta k eengganan untuk
![Page 43: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/43.jpg)
berpindah ke produk lain. Dengan demikian ini berarti perilaku pelayanan
membawa perusahaan pada kinerja yang lebih baik.
Sementara itu dari hasil penelitian Chang dan Chen (1998) yang meneliti
hubungan antara orientasi pasar, kualitas pelayanan dengan kinerja perusahaan
menunjukkan bahwa perilaku pelayanan karyawan memiliki keterkaitan erat atau
memiliki dampak positif terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Hasil-
hasil penelitian dalam konteks yang agak berbeda sebenarnya juga memberikan
dukungan pada hubungan positif antara kualitas pelayanan dan kinerja
organisasi. Pada umumnya hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan yang di berikan oleh karyawan memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan atau or ganisasi. Misalnya dalam penelitiannya Church
(1995) menunjukkan bahwa perilaku pelayanan karyawan dapat meningkatkan
kinerja organisasi.
E. Tinjauan Umum tentang Kinerja Organisasi
Kinerja organisasi memiliki banyak macam pengertian, namun penulis
mengadaptasi salah satu teori kinerja organisasi dari Ghosh dan Mukherjee (2006:
1) yang mendefinisikan kinerja organisasi, sebagai berikut:
Corporate performance is the final result of all activities. In evaluating performance
the emphasis is on assessing the current behavior of the organization in respect to
its efficiency and effectiveness. The appropriate performance measurement tool
should be: Relevant to the strategic goals of the organization and accountable to the
individuals concerned, focus on measurable outputs, verifiable.
![Page 44: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/44.jpg)
Kinerja organisasi ini menjelaskan bahwa kinerja ditekankan pada hasil akhir
dari keseluruhan proses aktivitas. Kinerja organisasi diarahkan pada kondisi terkini
dari sebuah organisasi untuk mengetahui sejauhmana organisasi telah berada pada
tataran yang efektif dan efisien. Untuk itu, apabila organisasi melakukan pengukuran
kinerja, maka hal itu seharusnya mengedepankan terpenuhinya aspek relevansi
ukuran kinerja dengan strategi organisasi, fokus terhadap output dan dapat
diferivikasi. Relevansi kinerja dengan strategis organisasi menurut Lijan Poltak
Sinambela (2006) berkaitan dengan segala sesuatu yang mampu memenuhi
keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).
Instansi pemerintah yang bertujuan memberikan pelayanan publik pada
dasarnya berupa pemberian kepuasan pada masyarakat. Pencapaian kepuasan
masyarakat ini menuntut kinerja instansi pemerintah berupa kualitas pelayanan
(Lijan Poltak Sinambela, 2006) yang tercermin dari;
1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses
oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secana memadai serta
mudah dimengerti;
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektivitas;
![Page 45: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/45.jpg)
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan, dan harapan masyarakat;
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari
aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-
lain;
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan
aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
Jika dihubungkan dengan akuntansi pelayanan publik, kinerja instansi
pemerintah merupakan kualitas pelayanan birokrat yang diberikan kepada
masyarakat. Pengukuran kinerja organisasi perlu dipersiapkan secara tepat dengan
memperhatikan segala dimensi baik finansial maupun non finansial.
Pertimbangannya adalah bahwa masalah yang dihadapi organisasi sangat
kompleks.
Pengelolaan kinerja tidak sebatas alat untuk mengevaluasi kinerja organisasi
tetapi sebagai strategi untuk menilai dan memotivasi peningkatan kinerja.
Keberhasilan pengelolaan kinerja ditentukan oleh sistem penilaian yang dapat
mengakomodasi kebutuhan organisasi dalam menciptakan keunggulan kompetitif.
Melalui sistem penilaian yang efisien orgnisasi dapat meminimalkan kesalahan,
seperti : halo effect, stereotyping, attributions, recency effects, central tendency
errors, leniency errors atau strictnes errors (Anthony, Perrewe dan Kacmar; dalam
Nuringsih, 2002).
![Page 46: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/46.jpg)
Efisiensi yang dihasilkan dari penilaian kinerja merupakan keunggulan
kompetitif bagi organisasi. Dalam merealisasi keunggulan tersebut diperlukan sistem
penilaian yang obyektif, tidak bias dan terdapat feedback sebagai dasar untuk
evaluasi. Penggunaan informasi kinerja sebagai dasar dalam mengevaluasi kinerja
menurut Mulyadi (2008) memiliki keunggulan berikut ini:
1. Pusat pertanggungjawaban ditetapkan perannya jauh lebih luas daripada
sekadar untuk mewujudkan kinerja keuangan. Mission center ditetapkan
perannya dalam penyediaan produk dan jasa untuk memuasi kebutuhan
customer. Service center ditetapkan perannya dalam memberikan layanan bagi
mission center untuk memampukan mission center dalam menyediakan produk
dan jasa bagi customer. Dengan demikian, baik mission center maupun service
center diberi peran untuk memuasi kebutuhan customer. Dalam lingkungan
bisnis yang kompetitif3, penetapan peran pusat pertanggungjawaban seperti itu
menjanjikan peningkatan daya saing perusahaan dalam memenangkan pilihan
customer.
2. Baik mission center maupun service center dituntut untuk mengidentifikasi
kebutuhan yang dipenuhi oleh pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan
dan mengidentifikasi customer yang dilayani. Mission center berperan untuk
memenuhi kebutuhan customer luar dan service center berperan untuk
memenuhi kebutuhan customer internal (mission center). Identifikasi kebutuhan
yang dipenuhi dan identifikasi customer yang bersangkutan menjadi basis bagi
mission center dan service center untuk membangun kompetensi inti dalam
penyediaan produk dan jasa bagi customer. Dalam lingkungan bisnis yang
![Page 47: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/47.jpg)
kompetitif4, pembangunan kompetensi inti pusat pertanggungjawaban ini
menjanjikan meningkatnya daya saing perusahaan dalam memenangkan pilihan
customer.
3. Pengelompokan pusat pertanggungjawaban ke dalam mission center mendorong
kerja sama lintas fungsional dalam memenuhi kebutuhan customer, sehingga
customer dapat memperoleh layanan kompleks dalam waktu yang cepat. Dalam
perusahaan manufaktur, pusat pertanggungjawaban yang termasuk dalam
kelompok mission center adalah departemen pemasaran dan departemen
produksi. Dalam manajemen modern, kedua departemen tersebut
dikelompokkan ke dalam mission center untuk bekerja sama lintas fungsi dalam
memenuhi kebutuhan customer. Kerja sama lintas fungsi inilah yang menjadikan
organisasi kohesif dalam menyediakan value bagi customer. Dalam manajemen
tradisional, kedua departemen tersebut dipisahkan ke dalam pusat biaya
(departemen produksi) dan pusat pendapatan (departemen pemasaran).
Kinerja anggota organisasi ditentukan oleh 3 (tiga) faktor: Bakat dan
kemampuan, Persepsi tentang peran, Usaha. Usaha (effort) untuk menghasilkan
kinerja ditentukan oleh apakah kinerja personel akan digunakan sebagai basis untuk
memberikan penghargaan. Oleh karena itu garis yang menghubungkan antara
kinerja dan penghargaan berupa garis bergelombang (wavy line), bukan garis lurus
(straight line), karena belum tentu kinerja akan diberi penghargaan (Mulyadi, 2008).
Berdasarkan model Porter-Lawler (dalam Mulyadi, 2008), pengelolaan kinerja
terpadu dilaksanakan melalui lima tahap berikut ini:
1. Penetapan kinerja yang hendak dicapai;
![Page 48: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/48.jpg)
2. Penetapan peran dan penentuan kompetensi inti untuk mewujudkan peran;
3. Peningkatan usaha dengan pendesainan sistem penghargaan berbasis kinerja
untuk meningkatkan kepastian bahwa kinerja akan diberi penghargaan;
4. Pengukuran dan penilaian kinerja;
5. Pendistribusian penghargaan berbasis kinerja untuk meningkatkan nilai
penghargaan bagi personel melalui kepuasan personel terhadap penghargaan
dan penilaian personel atas kepantasan penghargaan yang mereka terima.
Tahap pengelolaan kinerja personel dilakukan dengan penetapan kinerja
yang hendak dicapai. Kinerja yang hendak dicapai oleh anggota organisasi
ditetapkan berdasarkan sasaran strategik yang hendak dicapai oleh organisasi.
Ketercapaian sasaran strategik merupakan kinerja yang dihasilkan oleh anggota
organisasi. Oleh karena itu, ketercapaian sasaran strategik perlu ditentukan
ukurannya dan ditentukan targetnya. Sasaran strategik dirumuskan melalui
penerjemahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan ke
dalam ukuran kinerja. Ukuran kinerja anggota organisasi ini merupakan sumber
informasi dalam pemanfaatan informasi kinerja organisasi.
Pengelolaan sumber informasi kinerja anggota organisasi secara individual
dapat dilihat berdasarkan kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran
strategik organisasi secara keseluruhan yang ditetapkan dalam mewujudkan
sasaran-sasaran strategik organisasi yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja
suatu organisasi ditujukan untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi,
pengelolaan organisasi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, sehingga
informasi kinerja yang dihasilkan oleh suatu sistem pengukuran kinerja ditujukan
![Page 49: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/49.jpg)
pula untuk keperluan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi, yaitu
stakeholder internal maupun eksternal.
Menurut Ferry Laurensius Sihalolo dan Abdul Halim (2005) bahwa tujuan
utama pengukuran kinerja instansi adalah untuk memperbaiki pengambilan
keputusan internal serta alokasi sumber daya. Sistem pengukuran kinerja menjadi
tidak berguna sama sekali apabila informasi kinerja yang dihasilkan tidak
dimanfaatkan dalam memperbaiki pengambilan keputusan.
F. Kerangka Teori
Berdasarkan telaah teoritis yang dilakukan dibagian awal, selanjutnya
dibentuk sebuah model penelitian. Model penelitian ini nantinya diharapkan akan
dapat menjadi guideline bagi pemecahan masalah di ajukan pada tulisan ini
(sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian awal). Maka, kerangka teori dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Budaya organisasi
Kinerja Organisasi
Faktor Organisasi
1. SUmber Daya2. Kepemimpinan3. Imbalan4. Struktur5. Desain Pekerjaan6. Sistem Kontrol7. Komunikasi Faktor Psikologi
1. Persepsi2. Sikap3. Kepribadian4. Belajar5. Motivasi
Faktor Individu
1. Kemampuan dan Ketermapilan
2. Latar Belakang3. Demografis
Perilaku Pelayanan
![Page 50: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/50.jpg)
Sumber: Modifikasi Gibson 1997, Thoha 1991, Kotter & Heskett 1997
G. Kerangka Konsep
Model pada penelitian yang merupakan kerangka penelitian teoritis ini
menggambarkan pengaruh antara variabel-variabel : kepemimpinan, komunikasi,
sistem kontrol, perilaku pelayanan serta kinerja organisasi. Kerangka pemikiran
teoritis yang diajukan ditampilkan pada gambar 2.1.
Perilaku Pelayana
n
Kepemimpinan
Komunikasi
Sistem Kontrol
Kinerja Organisasi
![Page 51: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/51.jpg)
Gambar 2.1Kerangka Pemikiran Teoritis
Dari kerangka pemikiran sebagaimana tersaji dalam Gambar 2.1 di atas
tampak bahwa ada tiga variable i ndependen yang mempengaruhi perilaku
pelayanan secara langsung. Ketiga variabel independen tersebut adalah
kepemimpinan, komunikasi, dan sistem kontrol. Selanjutnya variabel dependen
perilaku pelayanan secara langsung jga mempengaruhi variable kinerja organisasi.
Selain itu, dari Gambar 2.1 juga diketahui ada empat hipotesis yang diajukan yang
menunjukkan hubungan yang terjadi antar variabel yang dikembangkan dalam
penelitian ini.
H. Hipotesis
Hipotesis dimaksudkan sebagai jawaban awal atas permasalahan yang
dihadapi. Berdasarkan uraian dan kerangka pemikiran teoritis yang telah dilakukan
sebelumnya maka hipotesis-hi potesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Teoritik
a. Kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pelayanan
b. Komunikasi memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pelayanan
c. Sistem control memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pelayanan
d. Perilaku pelayanan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja organisasi
2. Hipotesis Penelitian
![Page 52: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/52.jpg)
a. Semakin baik kepemimpinan, maka perilaku pelayanan semakin baik
b. Semakin baik komunikasi, maka perilaku pelayanan semakin baik
c. Semakin baik system control, maka perilaku pelayanan semakin baik
d. Semakin baik perilaku pelayanan, maka kinerja organisasi semakin baik
3. Hipotesis Statistik
a. Hipotesis Null
1) Tidak ada pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku pelayanan
2) Tidak ada pengaruh komunikasi terhadap perilaku pelayanan
3) Tidak ada pengaruh system control terhadap perilaku pelayanan
4) Tidak ada pengaruh perilaku pelayanan terhadap kinerja organisasi
b. Hipotesis Alternatif
1) Ada pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku pelayanan
2) Ada pengaruh komunikasi terhadap perilaku pelayanan
3) Ada pengaruh system control terhadap perilaku pelayanan
4) Ada pengaruh perilaku pelayanan terhadap kinerja organisasi
I. Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang telah di kembangkan untuk
penelitian ini, maka selanjutnya akan dijelaskan definisi ope rasional dari
masingmasing variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Dimensionalisasi
variable ini akan memberi ukuran atau dimensi-dimensi yang menjelaskan variabel
tersebut. Berasal dari dimensi-dimensi inilah nantinya akan diturunkan sebuah
![Page 53: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/53.jpg)
instrumen pertanyaan yang digunakan unt uk mencari nilai atau bobot variabel yang
diukur.
1. Variabel Kepemimpinan
Mengacu pada Leavit (dalam Behling dan McFillen, 1996) kepemimpinan di sini
diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan misi dengan jelas,
mengkomunikasikannya dan membujuk orang lain bawahan) untuk
merealisasikannya. Dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Shoemaker (2002) maka indikator-indika tor untuk variabel kepemimpinan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: kemampuan memberi inspirasi,
kemampuan membuat anak buah melakukan sesuatu, kemampuan dalam
perencanaan.
2. Variabel Komunikasi
Komunikasi yang dimaksud adalah jumlah kontak antara anggota
organisasi. Sebenarnya jumlah komunikasi mengacu pada frekuensi dan durasi
dari kontak antara perusahaan dan karyawan-karya wannya (Mohr dan Nevin,
1990). Karena kebanyakan penelitian empirik mengenai komunikasi dalam
perusahaan biasanya menggunakan frekuensi sebagai indikator dari jumlah
komunikasi, maka dalam penelitian ini digunakan frekuensi komunikasi bukan
durasi dari kontak komunikasi.
Dengan mengacu pada penelitian Johlke dan Duhan (2000) maka
indikator-indikator untuk variabel komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : frekuensi berhubungan denga nmanager / atasan, frekuensi diskusi
![Page 54: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/54.jpg)
mengenai pekerjaan dengan manager / atasan, frekuensi permintaan diskusi
yang tak terencana dengan manager / atasan.
3. Variable Sistem Kontrol
Sistem kontrol yang dimaksud disini adalah aktifitas-aktifitas seperti;
pengawasan, pengarahan, penilaian serta pemberian imbalan atas kinerja yang
didasarkan pada perilaku karyawan (A nderson dan Oliver, 1987). Perhatian
manager dalam hal ini memusatkan perhatian pada cara, perilaku, atau aktifitas
yang diperkirakan dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan. Dengan mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh Jaworski dan McInnis (1989), penelitian ini
menggunakan indikator kontrol perilaku yang terdiri atas : pengawasan aktivitas,
penilaian aktivitas, serta umpan balik ak tivitas.
4. Variabel Perilaku Pelayanan
Pengertian perilaku pelayanan disini adalah perilaku karyawan yang
mana adalah sesuatu yang dalam kontrol karyaw an. Dengan demikian bukan
persepsi mengenai perilaku karyawan dari perspektif konsumen. Pendekatan ini
sebenarnya pernah dilakukan dalam penelitian Zerbe et al (1998). Dalam
penelitiannya mereka menggunakan indika tor yang berupa perasaan atau emosi
karyawan dalam menggambarkan perilaku pelayanan. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa emosi serta kondisi perasaan karyawan dalam melayani
konsumen sebenarnya memiliki kaitran erat dengan penilaian konsumen. Artinya
bahwa manakala karyawan memiliki emosi pos itif dalam memberikan pelayanan
pada konsumen maka itu berarti konsumen akan menilai positif.
5. Variabel Kinerja Organisasi
![Page 55: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/55.jpg)
Kinerja organisasi yang dimaksud di sini diacu dari Baldauf et al (2001)
dan Chang dan Chen (1998) adalah kondisi ideal yang menjadi sasaran atau
tujuan dari bisnis organisasi. Indikator yang dipakai dalam penelitian ini yaitu;
peningkatan BOR, peningkatan kepuasan pasien , peningkatan kualitas
administrasi.
![Page 56: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/56.jpg)
Tabel 2.2Definisi Operasional
Variable Definisi Operasional Skala Pengukuran
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah persepsi pihak karyawan RS Morowali mengenai bentuk kepemimpinan yang ada dalam RS Morowali.
10 point skala pada 3 item
Komunikasi
Komunikasi adalah persepsi karyawan RS Morowali mengenai tingkat frekuensi komunikasi di antara karyawan dan manajemen yang ada dalam RS Morowali.
10 point skala pada 3 item
Sistem Kontrol
Sistem kontrol adalah persepsi karyawan RS Morowali mengenai sistem kontrol yang diterapkan oleh RS Morowali terhadap para karyawannya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanannya.
10 point skala pada 3 item
Perilaku Pelayanan
Perilaku pelayanan adalah bentuk perilaku pelayanan yang diberikan oleh pihak RS Morowali terhadap para pasiennya
10 point skala pada 3 item
Kinerja OrganisasiKinerja organisasi adalah kondisi ideal yang menjadi sasaran atau tujuan dari RS Morowali
10 point skala pada 3 item
![Page 57: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/57.jpg)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif menggunakan studi obsevasional
analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini pada dasarnya merupakan
penelitian yang hendak mengetahui hubungan sebab akibat antara variabel. Oleh
karena itu sesuai dengan pendapat Sugiyono (2002) maka desain penelitian yang
dipakai adalah desain penelitian kausal. Sebab menurutnya desain penelitian yang
berguna untuk mengidentifikasikan hubungan sebab akibat antar variabel dan yang
berguna untuk memahami serta memprediksi hubungan tersebut adalah desain
penelitian kausal. Tujuan penelitian kausal adalah untuk mengembangkan model
penelitian dan menguji hipotesis-hipotesis pe nelitian yang telah diajukan.
B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data subyek. Sebab
tujuan penelitian ini adalah meneliti persepsi subyek karyawan rumah sakit
mengenai orientasi pelanggan, orientasi pesaing serta sistem kontrol yang ada di
Rumah Sakit Morowali, dan pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan mereka pada
pasien. Di samping itu juga secara bersama-sama diteliti pengaruh kualitas
pelayanan karyawan pada pasien terhadap kinerja rumah sakit yang bersangkutan.
![Page 58: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/58.jpg)
Oleh karena itu data subyek ini adalah berupa opini, sikap, pengalaman dari
responden karyawan Rumah Sakit Morowali.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam pe nelitian ini adalah data primer dan
bukan data sekunder. Data primer yang dimaksud disini adalah data yang diperoleh
secara langsung dari sumber data (Indriantoro dan Supomo 1999).
Dalam penelitian ini data diperoleh secara langsung dari responden dengan
cara membagikan kuesioner/daftar pertanyaan pada responden. Sementara itu
kuesioner yang diajukan disus un berdasarkan variabel yang telah ditentukan.
Selain daripada itu juga disediakan jawaban alternatif untuk menambah informasi
yang mungkin diperlukan dalam penelitian ini.
C. Populasi dan Sampel
Jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga sebagai
obyek penelitian dari penelitian ini, atau yang juga sering disebut dengan populasi
(Indriantoro dan Supomo 1999), dalam penelitian ini adalah petugas medis maupun
paramedis Rumah Sakit Morowali atau mereka yang secara langsung terlibat dalam
upaya memberikan pelayanan pada pasien (terutama yang rawat inap). Sebab hal ini
terkait dengan isu kualitas pelayanan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini.
Populasi petugas medis maupun paramedis Rumah Sakit Morowali berjumlah 264
orang responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi
yang ada. Hal ini disebabkan karena pertimbangan masalah respon rate (tingkat
kembalian) kuesioner yang dibagikan kepada responden yang akan diteliti. Dengan
asumsi tingkat kembalian 50-60% maka penelitian ini mengambil keseluruhan dari
![Page 59: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/59.jpg)
jumlah populasi yang ada. Dengan demikian teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus, yaitu teknik pengambilan
sampel yang dilakukan kese luruhan jumlah populasi yang ada.
Alasan lain dari pengambilan sampel dengan melibatkan keseluruhan dari
populasi ini adalah bahwa jumlah sampel yang diajukan dalam penelitian ini telah
sesuai untuk teknik analisis SEM. Karena jika mengacu pada ke tentuan dari Hair, et al
(1995) yang berpendapat bahwa jumlah sampel yang representatif adalah sekitar 100-
200. Disamping itu jumlah ini juga telah memenuhi kriteria jumlah sampel yang
berpedoman pada ketentuan bahwa jumlah sampel yang representatif adalah 5-10 kali
jumlah parameter yang digunakan (Hair, et al 1995). Sebab dengan jumlah indikator 15
x 7 maka jumlah sampel yang representatif yang direkomendasikan untuk penelitian ini
adalah 105.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan denga n menggunakan kuesioner yaitu suatu
metode pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan
kepada responden.
E. Teknik Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif. Dengan
demikian penelitian ini me nggunakan pengukuran yang dapat dihitung atau
pengukuran yang melibatkan jumlah satuan tertentu atau dinyatakan dengan angka-
angka. Analisis ini meliputi pengola han data, pengorganisasian data dan penemuan
hasil.
![Page 60: Perilaku Pelayanan](https://reader030.vdocuments.net/reader030/viewer/2022033022/563dba27550346aa9aa328a8/html5/thumbnails/60.jpg)
Sementara itu untuk menganalisis da ta dalam penelitian ini digunakan Structural
Equation Modelling (SEM) dari paket software statistik AMOS 21.0. Model ini
digunakan karena me mungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan relatif
“rumit”, secara simultan (Ferdinand, 2002).
Alasan lain digunakannya Structural Equation Modelling (SEM) adalah karena
teknik statistik ini memiliki keunggulan yang berupa kemampuan untuk mengkonfirmasi
dimensi-dimensi dari sebuah konsep atau faktor (yang sangat lazim digunakan dalam
manajemen) se rta kemampuan untuk mengukur pengaruh hubungan-hubungan secara
teoritis.
Sementara itu Program AMOS digunakan karena mempunyai kemampuan
untuk:
a. Memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dari persamaan struktural linear.
b. Mencakup model yang memuat variabel-variabel laten.
c. Memuat pengukuran kesalahan (error) baik pada variabel dependen maupun
independen.
d. Mengukur efek langsung dan tak la ngsung dari variabel dependen dan independen.
e. Memuat hubungan sebab akibat yang timbal balik, bersamaan (simultaneity), dan
interdependensi.