peritonitis

30
1 LAPORAN KASUS PERITONITIS Pembimbing : dr. Yuswardi, SpB, FiNACS, MH.Kes Disusun Oleh : HANNA ANGGITYA 2010730138 SARTIKA PRATIWI 12100114091 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH RSUD R. SYAMSUDIN SH, SUKABUMI Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung

Upload: hanna-anggitya

Post on 07-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

case peritonitis

TRANSCRIPT

2

LAPORAN KASUSPERITONITIS

Pembimbing :dr. Yuswardi, SpB, FiNACS, MH.Kes

Disusun Oleh :HANNA ANGGITYA2010730138SARTIKA PRATIWI12100114091

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAHRSUD R. SYAMSUDIN SH, SUKABUMIFakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma JayaFakultas Kedokteran Universitas Islam BandungFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta2015

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangSuatu kegawatan abdomen dapat digambarkan ke dalam keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.1Dimana peritonitis adalah salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Peritonitis difus sekunder yang merupakan 90% penderita peritonitis dalam praktek bedah dan biasanya disebabkan oleh suatu perforasi gastrointestinal ataupun kebocoran.2Peritonitis merupakan peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut dan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri, kontaminasi yang terus-menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.2Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1Peritonitis selain disebabkan oleh kelaianan didalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.3

1.2 TujuanTujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah sebagai berikut ini yaitu memahami definisi, etiologi, faktor risiko, gambaran klinis, patofisiologi, diagnosis, komplikasi dan penatalaksanaan dari peritonitis.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi Rongga AbdomenPeritoneum merupakan membrane serosa tipis yang melapisi dinding cavitas abdominalis dan cavitas pelvis, serta meliputi visera abdomen dan pelvis. Peritoneum dapat dianggap sebagai sebuah balon yang dalamnya organ-organ didorong ke dalam dari luar,Peritoneum parietale melapisi dinding cavitas dinding abdominis dan cavitas pelvis, sedangkan peritoneum visceral meliputi organ-organ. Rongga potensial di antara peritoneum parietale dan peritoneum viscerale yang berfungsi sebagai bagian dalam dari balon dinamakan cavitas peritonealis. Pada laki-laki cavitas perionealis merupakan ruang tertutup, tetapi pada perempuan terdapat hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterine, uterus, dan vagina.Di antara peritoneum parietale dan fascia yang melapisi dinding abdomen dan pelvis terdapat selapis jaringan ikat yang disebut jaringan extra peritoneal.Cavitas peritonealis (rongga peritoneum) dapat dibagi menjadi dua bagian : cavitas peritonealis (kantong besar) merupakan ruang utama cavitas peritonealis yang terbentang dari diaphragm ke bawah sampai pelvis dan bursa omentalis (kantong kecil) yang berukuran lebih kecil dan terletak di belakang gaster. Kantong besar dan kantong kecil berhubungan bebas satu dengan yang lain melalui sebuah jendela oval yang dinamakan foramen omentale atau foramen epiploicum. Sekret peritoneum berbentuk cairan serosa dalam jumlah kecil yang membasahi permukaan peritoneum dan memungkinkan pergerakan di antara visera.

Hubungan Intraperitoneal dan RetroperitonealIstilah intraperitoneal dan retroperitoneal dipergunakan untuk melukiskan hubungan berbagai organ peritoneum yang meliputinya. Sebuah organ dikatakan intraperitoneal kalau hampir seluruh organ tersebut diliputi oleh peritoneum viscerale. Gaster, jejunum, ileum, dan lien merupakan contoh organ-organ intraperitoneal. Organ-organ retroperitoneal terletak di belakang peritoneum dan hanya sebagian diliputi oleh peritoneum viscerale. Pancreas, colon ascendens, dan colon descendens merupakan contoh organ retroperitoneal. Namun demikian tidak ada organ yang seluruhnya terletak di dalam cavitas peritonealis.

Gambar 2.1. Peritoneum visceralis dan parietalis

Ligamenta peritonealia, omenta, dan mesenteriaLigamenta peritonealia merupakan lipatan peritoneum berlapir ganda yang merupakan viscera padat ke dinding abdomen. Sebagai contoh, hepar dihubungkan ke diaphragm oleh ligamentum falciforme, ligamentum coronarium, dan ligamentum triangulare dextrum dan ligamentum triangulare sinistrumOmenta adalah lipatan peritoneum berlapis ganda yang menghubungkan gaster dengan organ-organ berongga lainnya. Omentum majus mengubungkan curvature major gaster dengan colon transversum. Omentum minus menggantungkan curvature minor gaster dari fissura ligament venosi dan porta hepatis pada permukaan bawah hepar. Omentum gastroplenicum menghubungan gaster dengan hilum lienale.Mesenteria merupakan lipatan peritoneum berlapis dua yang menghubungkan bagian-bagian usus ke dinding posterior abdomen, misalnya mesenterium, mesocolon transversum, dan mesocolon sigmoideum. Ligament peritonealia, omenta, dan mesenteria memungkinkan pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan saraf mencapai viscera.Persarafan PeritoneumPeritoneum parietale peka terhadap rasa nyeri, suhu, raba, dan tekan. Peritoneum parietale yang membatasi anterior abdomen dipersarafi oleh enam nervi thoracici bagian bawah dan nervus lumbalis I, yaitu saraf yang mensarafi kulit dan otot-otot yang ada di atasnya. Bagian sentral peritoneum diaphragmatica dipersarafi oleh nervus phrenicus; di perifer, peritoneum diaphragmatica dipersarafi oleh enam nervi thoracici bagian bawah. Peritoneum parietale dalam pelvis terutama dipersarafi oleh nervus obturatorius, sebuah cabang plexus lumbalis.Peritoneum visceralis hanya peka terhadap regangan dan robekan, dan tidak peka terhadap rasa raba, tekan, atau suhu. Peritoneum viscerale dipersarafi oleh saraf aferen otonom yang mensarafi visera atau yang berjalan melalui mesenterium. Peregangan yang berlebihan dari organ berongga menimbulkan rasa nyeri. Mesenterium dan mesocolon peka terhadap regangan mekanik.

Gambar 2.2. Rongga peritoneal

Fungsi PeritoneumCairan peritoneal yang berwarna kuning pucat dan sedikit kental, mengandung leukosit. Cairan ini disekresi oleh peritoneum dan menjamin viscera abdomen dapat bergerak dengan mudah satu dengan yang lain. Sebagai akibat pergerakan diaphragm dan otot-otot abdomen, disertai dengan pergerakan peristaltik saluran pencernaan, cairan peritoneal tidak statis. Bukti-bukti penelitian menunjukkan bahwa suatu senyawa tertentu dimasukkan ke dalam bagian bawah cavitas peritonelais akan segera sampai ke recessus subphrenicus, tidak tergantung pada posisi tubuh. Tampaknya terdapat pergerakan cairan inraperitoneal yang terus menerus menuju ke diaphragm, dan cairan ini dengan cepat diabsorpsi ke dalam kapiler limfatik subperitoneal.Peritoneum yang meliputi usus cenderung saling melekat bila terdapat infeksi. Omentum majus yang terus menerus bergerak akibat gerakan peristaltic saluran pencernaan yang ada di dekatnya, dapat melekat pada permukaan peritoneum lainnya di sekitar fokus infeksi. Dengan cara ini, banyak infeksi peritoneal di tutup dan tetap terlokalisir.Lipatan peritoneum memegang peranan penting untuk menggantungkan berbagai organ di dalam cavitas peritonealis dan berperan sebagai tempat jalannya pembuluh darah, pembuluh limf, dan saraf-saraf ke organ tersebut.Sejumlah besar lemak disimpan di dalam ligamentum peritoneale dan mesenteria, dan khususnya pada omentum majus mungkin dapat ditemukan lemak dalam jumlah yang cukup besar.

1.2. Fisiologi PeritoneumPeritoneum merupakan selapis sel mesotelium komplek dengan membran basalis yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah. Peritoneum terdiri dari peritoneum parietal yang melapisi dinding bagian dalam rongga abdomen, diafragma dan organ retroperitoneum dan peritoneum visceral yang melapisi seluruh permukaan organ dalam abdomen. Luas total peritoneum lebih kurang 1,8 m2. Setengahnya ( 1 ) m2 berfungsi sebagai membrane semipermeabel terhadap air, elektrolit dan makro serta mikro molekul8.Fungsi utama peritoneum adalah menjaga keutuhan atau integritas organ intraperitoneum. Normal terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga peritoneum, yang memelihara permukaan peritoneum tetap licin. Karakteristik cairan peritoneum berupa transudat, berat jenis 1,016, konsentrasi protein kurang dari 3 g/dl, leukosit kurang dari 3000/uL, mengandung komplemen mediator sebagai antibacterial dan aktivitas fibrinolisis. Sirkulasi cairan peritoneum melalui kelenjar lymph dibawah permukaan diafragma dengan ecepatan pertukaran cairan ekstraseluler 500 ml perjam. Melalui stoma di mesotelium diafragma partikel-partikel termasuk bakteri dengan ukuran kurang dari 20 m diberishkan, selanjutnya dialirkan terutama ke dalam duktus thorasikus kanan6.Periteoneum parietal disarafi oleh saraf aferen somatic dan visceral yang cukup sensitive terutama pada peritoneum parietal bagian anterior, sedangkan pada bagian pelvis agak kurang sensitive. Peritoneum visceral disarafi oleh cabang aferen otonom yang kurang sensitive. Saraf ini terutama memberikan respon terhadap tekanan dan tidak dapat menyalurkan rasa nyeri dan temperatur6.Peritoneum menangani infeksi (peritonitis) dengan 3 cara :1. Absorbs cepat bakteri melalui stomata diafragmaPompa diafrgama akan menarik cairan dan partikel ternasuk bakteri kea rah stomata. Oleh karena itu bila terdapat infeksi di peritoneum bagian bawah, bakteri yang turut dalam aliran dapat bersarang di bagian atas dan dapat menimbulkan sindroma Fitz-Hugh-Curtis yaitu nyeri perut atas yang disebabkan perihepatitis yang menyertai infeksi tuba falopii7.Pada percobaan binatang jumlah bakteri yang diletakkan di rongga peritoneum dikeluarkan melalui limfe diafragma dan hanya dalam 6 menit sudah ditemukan di ductus thoracicus. Proses pengeluaran cairan dan partikel ini sangat menguntungkan bila bakteri yang terdapat di dalamnya telah dibunh. Bila tidak, maka yang terjadi adalah masukinya bakteri hidup ke dalam aliran sistemik yang kemudian dapat menjadi sespsis.Peironitis menyebabkan pergeseran cepat cairan intavaskuler dan interstisial ke rongga peritoneum, sehingga dapat terjadi hipovolemia. Empedu, asam lambung, dan enzim pancreas memperbesar pergeseran cairan ini8.

2. Penghancuran bakteri oleh sel imunBakteri atau produknya akan mengaktivasi sel mesotel, netrofil, makrofag, sel mast, dan limfosit untuk menimbulkan reaksi inflamasi. Tergantung berat trauma, makrofag akan memproduksi TNF-a dan IL-1b yang mempengaruhi sel mesotel untuk mengeluarkan IL-8, suatu kemokin yang menarik masuknya netrofil. Proses ini dengan peningkatan ekspresi molekuln adhesi (ICAM-1 dan VCAM-1) pada sel mesotel. Sel mast juga membentuk TNF-a yang turut meningkatkan emigrasi netrofil. Selain melepas mediator inflamasi ia dapat mengadakan degranulasi zat vasoaktif yang mengandung histamine dan prostaglandin. Histamine dan prostaglandin yang dilepas sel mast dan makrofag menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh peritoneum sehingga menimbulkan eskudasi cairan kaya komplemen, immunoglobulin, faktor pembekuan dan fibrin8.

Hubungan Peritoneum Dengan Respon Imun UsusGALT (Gult Associated Lymphatic Tissue atau jaringan limfoid usus) merupakan 2/3 sel limfoid tubuh oleh karena itu mereka harus terus menerus terekspos stimulus. Rangsangan di peritoneum dapat memicu pembentukan sitokin usus. Walaupun tidak ditemukan bakteri di daerah porta maupun di sistemik, usus dapat membentuk IL-6 dan TNF-a. Selain bakteri, syok juga dapat merangsang pembentukan kedua sitokin pro inflamasi diatas. Bahkan ternyata IL-20 yang bersifat anti inflamasi juga dapat dibentuk di usus8.

Hubungan Peritoneum Dengan SistemikSudah diketahui bahwa untuk penyembuhan jaringan diperlukan mediator pro-inflamasi di daerah sakit sampai terjadi kesembuhan dimana mulai timbul mediator anti inflamasi yang menghentikan proses pro-inflamasi. Keadaan ini menunjukkan adanya keseimbangan fungsi antara respon pro dan anti-inflamasi. Tetapi pada keadaan tertentu dapat terjadi ketidakseimbangan dimana salah satu yaitu : pro inflamasi atau anti inflamasi atau bahkan keduanya sekaligus meningkat hebat diluar kebutuhan penderita. Dalam keadaan ini kedua mediator yang bertentangan dapat menimbulkan kerusakan organ hebat sehingga terjadi kegagalan organ. Begaimana hubungan dengan sistemik terlihat misalnya pada peritonitis dimana dalam peritoneum ditemukan kadar tinggi mediator pro-inflamasi, tetapi di sistemik terjadi proses anti-inflamasi hebat. Keadaan ini dikenal dengan Compensatory Anti-Inflammatory Response Syndrome (CARS). Tetpai seperti telah dikemukakan tidak pada semua proses penyembuhan terjadi mekanisme CARS terkontrol. Respon anti-inflamasi dapat terus meningkat dengan akibat kerusakan organ8.Bahkan ditemukan pula keadaan dimana respons pertama yang timbul bukan pro-inflamasi tetapi langusng anti-inflamasi . belum jelas mengapa tubuh mengadakan respon bunuh diri seperti ini. yang jelas pada keadaan ini yang ditandai hilangnya pertahanan anti bacterial, sangat mudah terjadi kerusakan organ yang disebabkan bakteri. 3. Lokalisasi infeksi sebagai absesPada peningkatan permeabilitas venule terjadi eksudasi cairan kaya protein yang mengandung fibrinogen. Sel rusak mengeluarkan tromboplastin yang mengubah potrombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin akan menangkap bakteri dan memprosesnya hingga terbentuk abses. Hal ini dimaksudan untuk menghentikan penyebaran bakteri dalam peritoneum dan mencegah masuknya ke sistemik. Dalam keadaan normal fibrin dapat dihancurkan antifibrinolitik, tetapi pada inflamasi mekanisme ini tak berfungsi. Pada jaringan inflamasi dapat ditemukan Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1). PAI-1 sel mesotel ini menentukan apakah fibrin yang terbentuk pada trauma akan dihancurkan atau menimbulkan adhesi. Abses yang terjadi jarang dapat hilang sendiri. Dibagian tengah abses ini terdapat banyak bakteri dan eksoenzim, pH rendah, tak ada pembunuhan bakteri.

Penghentian Respon InflamasiIL-10 salah atu sitokin anti-inflamasi meningkat di limfe mesentrika. Pada beberapa keadaan peningkatan ini sangat tinggi. Kadar serum mediator anti-inflamasi seperti kortisol, IL-1 ra, Sil-2R, sICAM dan IL-10 jauh lebih tinggi pada pasien infeksi dibanding relawan sehat.Mediator counter-inflammatory juga ditemukan pada infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas biologic mediator inflamasi dihambat oleh zat anti-inflamasi alami, dan tubuh dapat mrnurunkan kelebihan zat inflamasi untuk mengembalikan homeostasis. Pada resolusi, netrofil akan mengalami apoptosis dan di fagositosis makrofag yang kemudian akan beremigrasi ke kelenjar limfe dan berfungsi unutk presentasi antigrn ke sel B untuk membentuk antibody. Dengan demikian berbeda dari makrofag resident, makrofag inflamasi akan bergerak keluar peritoneum melalui limfe. Dikeumukakan bahwa timbulnya gejala peritonitis bakteri adalah manifestasi respons mediator pro dan anti-inflamasi baik lokal dan sistemik8.

1.3. Peritonitis1.3.1. DefinisiPeritnitis adalah peradangan atau suatu respon supuratif dari lapisan peritoneum terhadap iritasi langsung.9 1.3.2. EtiologiPeritonitis dapat terjadi akibat perforasi, inflamasi, infeksi, atau kerusakan akibat iskemi sistem gastrointestinal atau genitourinari. 9KeparahanPenyebabMortality Rate

MildAppendicitis