perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i peranan
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKKAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PENATAAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN MAGETAN
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
DEDY ANGGI SETIAWAN
NIM. E1107136
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKKAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PENATAAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN MAGETAN
Oleh
DEDY ANGGI SETIAWAN
NIM. E1107136
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Desember 2011
Pembimbing I
Suranto S.H, M,H
NIP. 1956.0812.1986.01.1001
Pembimbing II
Sutedjo S.H, M.M
NIP. 1958.0828.1986.01.1001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum ( Skripsi )
PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKKAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PENATAAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN MAGETAN
Oleh
DEDY ANGGI SETIAWAN
NIM. E1107136
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Senin
Tanggal : 30 Januari 2012
DEWAN PENGUJI
1. M. Madalina, S.H., M.Hum : .........................................................
Ketua
2. Sutedjo, S.H., M.M : .........................................................
Sekretaris
3. Suranto, S.H., M.H : .........................................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
(Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.)
NIP. 19570203 198503 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : DEDY ANGGI SETIAWAN
NIM : E1107136
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKKAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PENATAAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN MAGETAN adalah betul-betul
karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 30 Januari 2012
Yang membuat pernyataan
DEDY ANGGI SETIAWAN
NIM. E1107136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Dedy Anggi Setiawan, 2011. PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
DALAM MENEGAKKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2002
TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN
MAGETAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai peranan
satuan polisi pamong praja dalam menegakkan peraturan daerah nomor 24 tahun
2002 tentang penataan pedagang kaki lima di kabupaten magetan.
Penelitian ini dilihat dari tujuannya termasuk jenis penelitian empiris bersifat
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari
sumber data primer yang berupa hasil wawancara dengan kepala Satuan Polisi
Pamong Praja dan para pedagang kaki lima di kabupaten Magetan. Sumber data
sekunder dari penelitian ini dari buku, literature, peraturan perundang-undangan,
laporan, arsip, dan internet. Setelah data diperoleh lalu dilakukan analisis data
kualitatif dengan model interaktif.
Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan Polisi Pamong Praja di kabupaten
magetan dalam menegakkan Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan pedagang
kaki lima di kabupaten Magetan sudah berperan dengan baik antara lain dengan
menjalankan Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2002 dengan memberikan
pembinaan, pengarahan dan solusi tentang Perda Nomor 24 tahun 2002 kepada
pedagang kaki lima yang melakukan pelanggaran. Selain itu Polisi Pamong Praja
kabupaten magetan juga menegakkan Perda Nomor 24 tahun 2002 dengan cara
melakukan sosialisasi, pengawasan, pengontrolan kepada para pedagang kaki
limadan warga masyarakat. Ini juga bertujuan agar masyarakat Magetan tidak
beragapan negatif pada saat polisi pamong praja menjalankan tugasnya menegakkan
Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki lima. Polisi Pamong
Praja kabupaten Magetan dalam melakukan tugasnya tidak selalu berjalan dengan
baik. Terjadi beberapa hambatan yang di alami Polisi Pamong Praja kabupaten
Magetan dalam menjalankan tugasnya. Hambatan tersebut berupa hambatan secara
internal dan eksternal, hambatan internal yang di alami Polisi Pamong Praja
kabupaten Magetan antara lain kurang maksimalnya Peraturan Daerah Nomor 24
Tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki lima, kurangnya SDM dan pendidikan
yang dimiliki sebagian anggota Satpol PP kabupaten Magetan, serta kurangnya
sarana dan prasarana yang dimiliki satuan polisi pamong praja untuk melaksanakan
dan menegakkan peraturan daerah Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan pedagang
kaki lima. Hambatan secara eksternal yang di alami Satpol PP kabupaten Magetan
antara lain belum adanya tempat khusus yang diberikan pemerintah daerah magetan
bagi pedagang kaki lima untuk melakukan aktivitasnya agar tidak mengganggu
fasilitas umum dalam berdagang, kurangnya kesadaran pedagang kaki lima dalam
mematuhi peraturan daerah serta sebagian dari warga masyarakat Magetan kurang
memperhatikan adanya PKL yang kurang tertata rapi di kabupaten Magetan.
Kata kunci : Peraturan Daerah, Satpol PP, Pedagang Kaki Lima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Dedy Anggi Setiawan, 2001. UNIT POLICE ROLE IN ESTABLISHING CIVIL
SERVICE LOCALREGULATION NUMBER 24 YEAR 2002 CONCERNING
ARRANGEMENT TRADERS IN FIVE FEET MAGETAN. This study aims to determine clearly the role of the police force to enforce the
civil service in the area number 24 of 2002 concerning the arrangement of street
vendors in Magetan.
Viewed from the objective of this study include the type of
empirical studies are descriptive with qualitative approach. Sources of data in this
study originated from the primary data source in the form of interviews with the head
of Civil ServicePolice Unit and the street vendors in the district Magetan. Sources
of secondary data from the study of books,literature,legislation, reports, archives, and
the Internet. Once the data is obtained and the qualitative data analysis was
performed with an interactive model.
Based on data analysis and results of research conducted by the authors it can
be concluded that the role of the Police Civil Service in Magetan in enforcing the law
No. 24 of 2002 concerning the arrangement of street vendors in the district Magetan
already plays well with others by running a Regional Regulation Number 24
year 2002 by providing guidance, direction and solutions about the law No. 24 of
2002 to vendors who commit violations. In addition the Police Civil Service Magetan
also enforce the 2002 law number 24 by way of socialization, supervision, control to
the street limadan citizens. It is also intended to make people Magetan beragapan not
negative at the time the police carry out their duties to uphold the civil service law
No. 24 of 2002 concerning the arrangement of street hawkers. Police Civil Service
county Magetan in doing its job does not always go well. Occurs some natural
barriers in the Police Civil Service county Magetan in performing their
duties.Barriers in the form of internal and external barriers, internal barriers in the
natural Magetan district Police Civil Service, among others, less maximal Regional
Regulation Number 24 Year 2002 concerning the arrangement of street vendors, the
lack of human resources and education of the part of members of PP Satpol Magetan
district, and the lack facilities and infrastructure owned unit of the police civil service
to implement and enforce local regulations No. 24 of 2002 concerning the
arrangement padagang five feet. Barriers are external in nature Satpol PP Magetan
district, among others, have not been given a special place for local government
Magetan padagang pavement to conduct their activities so as not to interfere with
public facilities in the trade, lack of awareness of street vendors in complying with
local regulations as well as most of the citizens Magetan less attention to the
existence of street vendors who are less well organized in the districts Magetan.
Based on data analysis and results of research conducted by the authors it can be
concluded that the role of the Police Civil Service in Magetan in enforcing the law
No. 24 of 2002 concerning the arrangement of street vendors in the district Magetan
already plays well with others by running a Regional Regulation Number 24
year 2002 by providing guidance, direction and solutions about the law No. 24 of
2002 to vendors who commit violations. In addition the Police Civil Service Magetan
also enforce the 2002 law number 24 by way of socialization, supervision, control to
the street limadan citizens. It is also intended to make people Magetan beragapan not
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
negative at the time the police carry out their duties to uphold the civil service law
No. 24 of 2002 concerning the arrangement of street hawkers. Police Civil Service
county Magetan in doing its job does not always go well. Occurs some natural
barriers in the Police Civil Service county Magetan in performing their
duties.Barriers in the form of internal and external barriers, internal barriers in the
natural Magetan district Police Civil Service, among others, less maximal Regional
Regulation Number 24 Year 2002 concerning the arrangement of street vendors, the
lack of human resources and education of the part of members of PP Satpol Magetan
district, and the lack facilities and infrastructure owned unit of the police civil service
to implement and enforce local regulations No. 24 of 2002 concerning the
arrangement of street hawkers. Barriers are external in nature Satpol PP Magetan
district, among others, have not been given a special place Magetan local
governments for street vendors to conduct its activities so as not to interfere with
public facilities in the trade, lack of awareness of street vendors in complying with
local regulations as well as most of the citizens Magetan less attention to the
existence of street vendors who are less well organized in the districts Magetan.
Key words: Regulation, Satpol PP, Merchant Five Feet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di
dalamnya selama ada langit dan bumi kecuali jika Tuhanmu menghendaki;
sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.
“QS. Hud: 108”
Manusia yang paling lemah ialah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih
lemah dari itu ialah orang yang mendapatkan
banyak teman tetapi menyiakannya.
“Ali Bin Abu Thalib”
Rahasia terbesar dalam hidup: Melewati hari ini dengan penuh makna. Makna tentang cinta,
ilmu, dan iman. Dengan cinta hidup menjadi indah. Dengan ilmu
hidup menjadi mudah. Dan dengan iman hidup menjadi terarah.
“Safruddin”
Tidak ada keberhasilan dan kegagalan dalam hidup, yang ada hanya
prestasi sebagai batu loncatan.
“Ian Gardner”
Semua masalah yang ada dapat terselesaikan,
karena masalah diciptakan untuk diselesaikan
“Deddy Corbuzier”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepada:
1. Allah SWT sang penguasa alam atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang telah
diberikan-Nya;
2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Uswatun Hasanah yang telah memberi suri tauladan yang
baik bagi umatnya;
3. Papa dan mama yang telah memberikan kasih sayang yang tiada duanya kepada penulis;
4. Kakakku Selvia Ratih Andriyani yang telah memberikan dukungan serta semangat kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
5. Kekasihku Risza Yuniar Furiana yang telah memberikan dukungan serta semangat kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
6. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk
kekompakan selama ini;
7. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;
8. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;
9. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan
pengalaman untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis
sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “PERANAN SATUAN
POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKKAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PENATAAN PEDAGANG
KAKI LIMA DI KABUPATEN MAGETAN” dapat terselesaikan tepat waktu.
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat
untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang
dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak
yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara
materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya;
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga
akhir jaman;
3. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada
penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;
4. Pembantu Dekan I Bapak Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum yang telah membantu
dalam pemberian ijin dilakukannya penulisan ini;
5. Ibu Maria Magdalena, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara
yang telah membantu memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk
dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;
6. Bapak Suranto, S.H., M.H, sekaligus pembimbing skripsi I dalam penulisan
hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah membimbing,
mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum
ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
7. Bapak Sutedjo, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi II yang dengan sabar
memberikan bimbingan, arahan selama penulisan hukum ini;
8. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu
Hukum Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun
judul penulisan hukum ini;
9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, atas semua ilmu pengetahuan yang tiada terkira
berharganya bagi hidup dan kehidupan penulis;
10. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas
Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang telah
diberikan;
11. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum UNS;
12. Papa dan Mamaku yang penuh kasih sayang merawat dan membesarkan penulis,
yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil sehingga penulisan hukum
ini dapat terselesaikan;
13. Kakakku Selvia Ratih Andriyani dan juga kekasihku Risza Yuniar Furiana yang
selalu memberikan nasehat serta dukunganya;
14. Teman-teman yang selalu membantuku mas Ajik, Fery, Bagus, Arief, Dimas,
Icol, yudho, candra, ambon, afriszal.
15. Teman-teman Kost “NELLA” galih, roni, febri, tiar, yafie, aries, plonco, iwan,
gasbul, gendok, setyo, nova, gopel, fajar, rizal, rahmat, galih, arief, kliwon,
hafid,dimas, gaplek, opiek, ajik, tyo, ajis, baho, ahonk.
16. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta;
17. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas semua
bantuan baik materiil maupun imateriil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna,
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan hukum
ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis terima dengan
senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Surakarta, 30 Januari 2012
Dedy Anggi Setiawan
NIM. E1107136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN..............................................................................iv
ABSTRAK………………………………………………………………………v
MOTTO…………………………………………………………………………viii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….ix
KATA PENGANTAR………………………………………………………….x
DAFTAR ISI……………………………………………………………………xiii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………….1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..1
B. Perumusan Masalah……………………………………………….4
C. Tujuan Penelitian………………………………………………….4
D. Manfaat Penelitian………………………………………………...5
E. Metode Penelitian…………………………………………………6
F. Sistematika Penulisan Hukum…………………………………….10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……...………………………………………12
A. Kerangka Teori……………………………………………………12
1. Pemerintahan Daerah………………...……………………….15
2. Otonomi Daerah……………………...……………………….12
3. Penegakan Hukum………………….....………………………18
4. Tinjauan Umum tentang Polisi Pamong Praja……...…………22
5. Tinjauan Umum tentang Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002
………………………………………………………………...24
6. Tinjauan Umum tentang Pedagang Kaki Lima……………….27
B. Kerangka Pemikiran………………………………………………29
1. Bagan…………………………………………………………29
2. Keterangan Bagan……………………………………………..30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………32
A. HASIL PENELITIAN
1) Deskripsi Objek Penelitian……………………………………32
B. PEMBAHASAN
1) Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menegakkan
Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan
Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Magetan……...………….41
2) Hambatan-Hambatan yang Dialami Satpol PP dalam Mengatasi
Hambatan-Hambatan Itu Sehubungan dengan Penerapan
Peraturan Daerah Tersebut…………………………………….54
BAB IV. PENUTUP……………………………………………………………..….61
A. Kesimpulan………………………………………………………...….61
B. Saran..........…………………………………………………………....63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa sekarang ini negara Indonesia menganut sistem Otonomi Daerah, sistem ini
memberikan peluang seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan dalam segala bidang termasuk bidang ketertiban
lingkungan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang 1945 Negara Republik Indonesia di
dalam pasal 18, pemerintah daerah berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas
kepada daerah bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Melalui
otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
serta potensi dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan potensi dan keanekaragaman
daerah. Untuk mencapai efisien dan efektifitas tersebut, daerah diberikan kewenangan
yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Perihal otonomi dan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur di dalam Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999. Jika di dalam UU No. 22 Tahun 1999 lebih
menitikberatkan pada penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan
pelaksanaan asas desentralisasi. Maka dalam UU No. 32 Tahun 2004 ini pada
prinsipnya mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan
pelaksanaan asas otonomi dan tugas pembantuan. Seperti tersebut dalam Pasal 1 butir 1
UU No. 32 Tahun 2004, menyatakan : "Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". Prinsip otonomi seluas-luasnya yang
dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan
Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum,
dan daya saing daerah.
Kewenangan pemerintah daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
adalah menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, menyediakan
sarana dan prasarana umum, perencanaan dan pengendalian pembangunan. Dengan
pengembangan pembangunan daerah diharapkan dapat tercipta masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera. Tapi dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah daerah juga
harus memperhatikan keteraturan dan ketertiban daerahnya agar tercipta kondisi yang
nyaman bagi seluruh masyarakat.
Kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam terminologi otonomi tersebut
memungkinkan dibuatnya berbagai perangkat-perangkat berupa aparatur daerah yang
berfungsi sebagai pendukung dari pelaksanaan pemerintahan di daerahnya. Salah satu
aparatur yang bertugas sebagai pendukung dari pelaksanaan pemerintahan daerah
adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Satuan ini merupakan perangkat
pemerintah daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam pelaksanaan jalannya
pemerintahan dan sebagai garda atau barisan terdepan dalam bidang ketenteraman dan
ketertiban umum, seperti yang disebutkan pada Pasal 148 ayat (1) UU No. 32 Tahun
2004 : "Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi
Pamong Praja".
Keberadaan Polisi Pamong Praja mempunyai peranan penting dan strategis. Baik dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah maupun pemerintahan secara nasional. Polisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pamong Praja merupakan aparatur Pemerintahan Daerah yang bertugas membantu
Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman, ketertiban
umum, menegakkan peraturan daerah dan menegakkan peraturan kepala daerah. Pada
saat sekarang ini Polisi Pamong Praja sangat dibutuhkan dan diperlukan untuk
mencegah dan mengatasi timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban dalam
masyarakat.
Erat kaitannya dengan keberadaan Polisi Pamong Praja di kbupaten Magetan terdapat
potensi yang terus tumbuh besar yaitu Pedagang Kaki Lima. Hal ini akan berdampak
dengan keamanan, kenyamanan, dan ketetuban masyarakat. Pada saat itulah keberadaan
Satpol PP dalam mengamanankan Perda PKL Mgetan dibutuhkan.
Potensi pengembangan pembangunan daerah di sektor informal seperti Pedagang Kaki
Lima (PKL). Yang apabila diolah dengan baik maka akan memberikan kontribusi yang
besar dalam aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, retribusi dari
sektor perdagangan ini dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah yang dapat
dikelola oleh pemerintah daerah yang nantinya akan dapat menambah pendapatan
daerah. Dalam melihat fenomena keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang
menjamur di daerah kabupaten Magetan ternyata keberadaannya dapat dijadikan
sebagai salah satu potensi bagi pembangunan daerah yang pengembangannya juga harus
diimbangi dengan keteraturan dan ketertiban agar keberadaanya tidak merugikan pihak
lain.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menyusun dalam
sebuah penelitian hukum dengan judul :
PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKKAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG PENATAAN
PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN MAGETAN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Perumusan Masalah
Masalah adalah setiap persoalan dan kesulitan yang mengarahkan manusia untuk
memecahkannya. Agar permasalahan yang ada dalam penelitian ini dapat dipecahkan,
maka harus disusun dan dirumuskan secara sistematis. Perumusan masalah dalam suatu
penelitian sangat penting guna mempermudah pelaksanaan dan supaya sasaran
penelitian menjadi jelas, tegas, terarah dan mencapai hasil yang dikehendaki. Selain itu
diharapkan dapat menjadi arahan pembahasan yang jelas sehingga terbentuk hubungan
dengan masalah yang dibahas.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diidentifikasi berbagai masalah dan
Penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peranan Satpol PP dalam menegakkan Peraturan Daerah Nomor
24 Tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki lima di kabuapten Magetan ?
2. Apa sajakah hambatan-hambatan yang di hadapi Satpol PP dalam menegakkan
Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki lima
di kabupaten Magetan ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil dari
penelitian dapat dimanfaatkan dengan baik oleh peneliti sendiri ataupun orang lain dan
tujuan Penulis mengadakan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui peranan Satpol PP dalam menegakkan Peraturan Daerah
Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan pedagang kaki lima di Magetan.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Satpol PP dalam upaya
menegakkan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang penataan
pedagang kaki lima di Magetan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk mendapatkan data guna menyusun Penulisan Hukum (skripsi) sebagai
syarat yang harus ditempuh dalam memperoleh gelar kesarjanaan di bidang
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan Penulis dalam Ilmu Hukum
khususnya Hukum Tata Negara.
c. Untuk menambah pemahaman dan pengalaman Penulis tentang Ilmu Hukum
di lapangan.
D. Manfaat Penelitian
Salah satu aspek penting di dalam kegiatan penelitian adalah menyangkut masalah
penelitian, karena suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut
memberi manfaat dan kegunaan bagi berbagai pihak. Adapun manfaat yang dapat
diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan Ilmu Hukum pada
umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya.
b. Memberikan masukan ilmu pengetahuan bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya terutama di bidang hukum tata Negara.
c. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang terjadi.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran kepada para pihak yang berkepentingan
dalam penataan pedagang kaki lima di Kabupaten Magetan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Mempraktekkan teori penelitian ( hukum ) yang telah penulis dapatkan di
bangku kuliah.
c. Hasil Penelitian ini dapat membantu memberikan gambaran pada
masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Peraturan Daerah
Nomor 24 Tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki lima.
d. Melatih penulisan hukum dalam mengungkap permasalahan yang ada
tersebut dengan metode ilmiah sehingga menunjang Ilmu Pengetahuan yang
pernah Penulis terima.
E. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu proses, prinsip, dan prosedur yang berfungsi untuk
menghasilkan analisis dan data yang valid dalam usaha mencari jawaban atas
permasalahan yang ada. Penelitian merupakan kegiatan ilmiah guna menemukan,
mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara
metodelogis dan sistematis ( Soetrisno Hadi, 1991 : 4 ).
Berdasarkan pengertian tersebut, metodelogi penelitian dapat diartikan sebagai cara
untuk memecahkan masalah dengan jalan menemukan, mengumpulkan, dan menyusun
data guna mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang hasilnya
dituangkan dalam penulisan ilmiah. Adapun metode penelitian yang digunakan Penulis
adalah sebagai berikut :
1. Jenis, Pendekatan dan Sifat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan metode Empiris. Penelitian Empiris
adalah penelitian yang bertolak dari data empirik berakhir dengan penemuan teori-teori
(midle-range theory maupun grand theory); dimana kebenaran ditentukan reabilitas dan
validitas data dikumpulkan, diklasifikasikan dan diinterpretasi. Penelitian empiris
dimaksudkan sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat ( Hilman Hadikusuma, 1995 :
61 ).
Jenis pendekatan penelitian yang Penulis gunakan adalah pendekatan penelitian secara
yuridis sosiologis, yaitu jenis pendekatan yang mengungkapkan aturan-aturan secara
yuridis (hukum) yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan secara
sosiologis sebagai suatu gejala empiris dengan mencocokan kenyataan di lapangan (
Bambang Sunggono, 1997 : 76 ).
Adapun sifat penelitian yang digunakan Penulis yaitu Deskriptif, sifat penelitian
dengan memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala
lainnya ( Soerjono Soekanto,1986 : 10 ).
2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan oleh penulis dalam melakukan Penelitian guna penyusunan
penulisan hukum ini adalah bertempat di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) Kota Magetan, yang berkedudukan di Kabupaten Magetan dan Pedagang Kaki
Lima yang ada di Magetan.
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan
yang menjadi objek penelitian atau yang diperoleh langsung dari responden yang berupa
keterangan atau fakta-fakta ( Soerjono Soekanto, 1986 : 12 ).
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang terlebih dahulu sudah dikumpulkan dan dilaporkan oleh
orang lain diluar peneliti yang berupa dokumen-dokumen, laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
4. Sumber Data
a. Sumber Data Primer, yaitu sumber yang diperoleh langsung dari
lapangan yaitu dari pejabat dan staf Satpol PP dan beberapa PKL di
kabupaten Magetan.
b. Sumber Data Sekunder adalah sejumlah keterangan atau kata-kata yang
diperoleh secara tidak langsung melalui bahan dokumen, peraturan
perundang-undangan, laporan, arsip, literatur dan hasil penelitian
lainnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara
Merupakan suatu proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih
berhadapan secara fisik yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan
telinga sendiri ( Sutrisno Hadi, 1991 : 192 ). Metode wawancara yang digunakan adalah
metode campuran yaitu dengan menggabungkan antara metode terpimpin ( terstruktur )
dengan metode bebas ( tidak terikat ) dengan cara Penulis membuat pedoman
wawancara terlebih dahulu yang kemudian digunakan dalam proses wawancara dengan
pengembangan secara bebas sebanyak mungkin sesuai kebutuhan data yang ingin
diperoleh. Wawancara ini penulis lakukan dengan para pejabat dan staf Satpol PP
kabupaten Magetan secara langsung berkaitan dengan penegakan hukum terhadap
penataan PKL di kabupaten Magetan dan dengan beberapa PKL di kabupaten Magetan.
b. Studi Kepustakaan
Merupakan metode dengan jalan mencari keterangan-keterangan teori-teori dan data
lain yang diperlukan dalam pembahasan penelitian ini melalui buku-buku literatur dan
peraturan perundang-undangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
6. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data ini memegang peranan penting dimana data yang sudah terkumpul,
dapat dipertanggung jawabkan sehingga menghasilkan jawaban dari permasalahan.
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi
suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam
pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. ( Lexi J.Moleong, 2000 :
183 ).
Adapun Analisis data yang digunakan Penulis adalah dengan melalui analisis kualitatif.
Analisis kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan deskriptif analisis
yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku
nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh ( Soerjono Soekanto, 1986 :
5).
Dalam penelitian ini Penulis menggunakan teknis analisis data model interaktif, yaitu
model analisis yang dilakukan dengan menyusun data, menyajikan data dan menarik
kesimpulan. Kegiatan tersebut dilakukan secara terus-menerus dan diulang-ulang
sehingga membentuk siklus yang memungkinkan membentuk suatu kesimpulan akhir
yang memadai (H.B.Sutopo, 1998 : 34-38 ), dimana dijelaskan sebagai berikut :
1. Reduksi Data, merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi dari data fieldnote. Proses ini berlangsung terus sampai
laporan akhir penelitian selesai.
2. Sajian data, adalah suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data dapat
meliputi berbagai jenis matrik, gambar/skema, jaringan kerja, kaitan
kegiatan dan juga tabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi, dari awal pengumpulan data peneliti
harus sudah memahami apa arti dari berbagai hal yang ditemui mulai
melakukan pencacatan, peraturan-peraturan, pola - pola, pertanyaan-
pertanyaan.
Setelah data terkumpul, maka ketiga komponen tersebut berinteraksi dan apabila dirasa
kesimpulan kurang kuat maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali
mengumpulkan data lapangan. Apabila hal tersebut digambarkan dalam diagram adalah
sebagai berikut :
Gambar 1.1 Model Analisa Interaktif
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, maka penulis menyusun sistematika
penulisan hukum ( skripsi ) sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pengumpulan data
Reduksi data
Sajian data
Penarikan kesimpulan /
verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Dalam bab ini dipaparkan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini dipaparkan mengenai tinjauan pustaka yang berkaitan dengan judul yang diteliti
dan kerangka teori serta kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi tentang
Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah, Penegakan Hukum, polisi pamong praja,
Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2002 dan penataan pedagang kaki lima.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang diperoleh beserta
pembahasan yang dikaitkan dengan permasalahan, kerangka teori, kerangka pemikiran
melalui teknik analisis data yang ditentukan dalam metode penelitian, yaitu antara lain
mengenai Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menegakkan Perda Nomor 24
Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Magetan; hambatan-
hambatan yang dihadapi pemerintah kota Magetan ( Satpol PP ) dalam menerapkan
Peraturan Daerah tersebut; upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kota ( Satpol PP )
dalam mengatasi hambatan tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan berdasarkan analisis data yang
dilakukan sebagai jawaban atas permasalahan yang ada yang telah dirumuskan. Selain
itu juga akan dipaparkan mengenai saran-saran yang ditujukan para pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Pemerintah Daerah
a) Pengertian pemerintah daerah
Definisi tentang Pemerintah Daerah telah dikemukakan oleh Undang-Undang ataupun
oleh para sarjana. Yang dimaksud Pemerintah Daerah Menurut Pasal 1 huruf (b)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah Kepala Daerah beserta Perangkat
Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Sedangkan menurut Pasal 1
angka 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah adalah Gubernur,
Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang
diberi hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah, dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (hak otonom). Adapun yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah dalam
Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yaitu penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
desentralisasi. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
b) Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Pengertian atau batasan mengenai asas-asas yang digunakan dalam menyelenggarakan
pemerintahan di daerah diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
antara lain sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
a. Azas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
b. Azas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
c. Azas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu (B.N. Marbun, 2005 : 307-314).
c) Prinsip Dasar Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Daerah diberi kewenangan untuk mengelola daerahnya termasuk didalam
penyelenggaraan pemerintahan, agar penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat
berjalan dengan lancar berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka
dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a. Prinsip otonomi seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan
diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini.
b. Prinsip dimana daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan
daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat
c. Prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi
nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,
hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah,
sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab
adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar
sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional
d. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan
kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
e. Penyelenggaraan otonomi daerah harus menjamin keserasian
hubungan antara daerah dengan daerah lainnya dan daerah dengan
pemerintah ( Dasar pemikiran huruf b dalam penjelasan umum atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ).
Prinsip-prinsip tersebut diatas dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak
dicapai apabila pemerintah memberi suatu pembinaan berupa pemberian pedoman
seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu
diberi pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, pengendalian, koordinasi, pemantauan
dan evaluasi. Bersamaan dengan itu, pemerintah wajib memberikan fasilitas yang
berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar
dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Suatu wilayah yang dibentuk menjadi suatu daerah yang diberi kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan undang-undang, adalah
suatu badan hukum. Meskipun dalam undang-undang tidak disebutkan bahwa daerah
tersebut merupakan badan hukum, tetapi dari “basiswetten” tentang pemeritahan daerah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dimana pemerintah daerah itu dapat mempunyai kekayaan sendiri, mengadakan
pinjaman uang, dapat mengadakan perjanjian dengan pihak lain, mempunyai perangkat
pemerintahan yang dapat bertindak untuk dan atas nama daerah yang bersangkutan dan
lain sebagainya (Dana Sugandha, 1981 : 3).
Sebagai suatu badan hukum publik, daerah diberi kewenangan khusus yang tidak dapat
dimiliki oleh badan hukum perdata lainnya. Kewenangan-kewenangan tersebut antara
lain adalah sebagai berikut :
a. Kewenangan untuk membuat peraturan daerah yang berlaku untuk
umum dan dapat bersifat memaksa.
b. Hak budget.
c. Dan hak-hak lainnya (Dana Sugandha, 1981 : 4)
2. Tinjauan Umum Otonomi Daerah
Otonomi Daerah merupakan bagian sistem politik yang diharapkan memberi peluang
bagi warga negara untuk lebih mampu menyumbangkan kreatifitasnya. Dengan
demikian, otonomi daerah merupakan dalam era globalisasi dan reformasi ini. Tanpa
otonomi daerah, masyarakat akan mengalami kesulitan menempatkan diri sejajar
dengan manusia-manusia yang lain di berbagai negara pada saat perdagangan bebas
mulai berlaku ( Andi A. Malarangeng, 2001 : 105).
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia selalu dikaitkan dengan asas desentralisasi.
Dimana dalam UU No.32 tahun 2004 pasal 1 ayat (7) mejelaskan tentang desentrlisasi
yang artinya penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sehingga prakasa, dan tanggung jawab mengenai urusan yang diserahkan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah, termasuk kebijakan, perencanaan dan
pelaksanaan. Dimana tujuan dari pelaksanaan desentralisasi ini agar tidak terjadi
pemusatan keuangan dan juga suatu usaha pendemokrasian pemerintah daerah untuk
mengikut sertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Penyelenggaraan asas desentralisasi menghasilkan daerah otonomi, sedangkan urusan
yang diserahkan kepada daerah otonom yang menjadi hak atau wewenangnya disebut
“otonomi daerah” atau “otonomi” saja. Otonomi menurut Amrah Muslimin berarti
pemerintah sendiri ( zelfregering ), ( auto = sendiri, nomes = pemerintahan ). Memang
otonomi itu berarti kemandirian, seperti juga yang dikemukakan Bagir Manan yang
menyatakan “otonomi” mengandung arti kemandirian untuk mengatur dan mengurus
urusan ( rumah tangganya ) sendiri.
Bagir Manan juga mendefinisikan “otonomi” sebagai kebebasan dan kemandirian
satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan
pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan
mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang
lebih rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakekat isi otonomi.
Muh. Safei mendefinisikan “otonomi seluas-luasnya” sebagai mengurus dan mengatur
rumah tangga daerah yang didasarkan pada kepentingan daerah dan kebutuhan
masyarakat daerah di dalam segala segi peri kehidupan masyarakat dan daerah seperti
dilapangan kemakmuran, kesejahteraan sosial, agama, kebudayaan, ketertiban dan
keamanan umum, keadilan dan sebagainya sepanjang kesemuanya itu tidak termasuk
atau ditark kedalam pengurusan pemerintahan pusat atau daerah otonomi yang lebih
atas.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah yang
diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efesiensi, terdiri
atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan hak dasar, kesehatan,
pemenuhan kebutuhan dasar minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan urusan
pemerintahan pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Sedangkan urusan pemerintahan propinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Menurut ketentuan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan
wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah khususnya kabupaten atau
kotamadya meliputi :
1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.
3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
4) Penyediaan sarana dan prasarana umum.
5) Penanganan kesehatan.
6) Penyelenggaraan pendidikan.
7) Penanggulangan masalah sosial.
8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
10) Pengendalian lingkungan hidup.
11) Pelayanan pertanahan
12) Pelayanan kependudukan.
13) Pelayanan administrasi umum pemerintahan.
14) Pelayanan administrasi penanaman modal.
15) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.
Urusan yang bersifat pilihan baik oleh pemerintah provinsi dan ataupun kabupaten/kota
ada pada Pasal 14 ayat (2) yang meliputi urusan pemerintah yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan kondisi, ciri khas
dan potensi daerah seperti pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, pariwisata
dan lain-lain. Ketika pemerintah daerah menjalankan pemerintahannya maka dalam
pelaksanaanya tidak terlepas dengan pemerintah daerah yang lainnya.
Karena antara pemerintah daerah satu dengan yang lainnya terdapat hubungan yang
tidak dapat terpisahkan yaitu mencakup tentang hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
3. Tinjauan Umum tentang Penegakan Hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan
didalam kaidah-kaidah yang mantap dalam sikap dan tindakan sebagai rangkaian
penjabaran untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian dalam
pergaulan hidup dalam masyarakat. Penjabaran secara konkrit bentuk kaidah-kaidah
hukum yang pada umumnya berisi perintah, larangan, dan hal yang diperbolehkan atau
tidak dilarang. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan yang
harus dipatuhi setiap orang, sehingga penegakan hukum merupakan suatu proses
penyerasian nilai-nilai kaidah yang mengatur pola perilaku atau sikap tindakan
mengarah pada terciptanya kedamaian dalam pergaulan hidup ( Soerjono Soekamto,
2002 : 3 ).
Atas dasar tersebut, inti dari penegakan hukum adalah menciptakan kedamaian yaitu
menciptakan suatu ketertiban dalam masyarakat yang secar konsepsional. Dalam rangka
penegakan hukum, perlu ditingkatkan pengawasan dan langkah-langkah penindaan guna
penertiban aparatur pemerintah serta untuk menanggulangi masalah-masalah
penyalahgunaan wewenang, korupsi, pemborosan kekayaan dari keuangan negara,
praktek-praktek pungutan liar serta penyelewengan lain yang menghambat
pembangunan. Tujuan penegakan hukum adalah untuk meningkatkan ketertiban dan
kepastian hukum dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut, telah dilaksanakan
pembinaan sikap, perilaku, kemajuan dan kewibawaan aparatur negara, serta penegak
hukum.
Untuk mencapai tujuan penegak hukum tersebut harus diperlukan faktor-faktor sebagai
berikut :
1) Pengetahuan tentang peraturan
Pengetahuan hukum yaitu kesan yang ada dalam pikiran seseorang tentang adanya suatu
peraturan yang menyangkut kehidupan tertentu. Peraturan tersebut berfungsi untuk
mengatur dan menciptakan suatu keadaan yang aman dan tertib. Dalam suatu agar dapat
terwujud dan dapat mewujudkan suatu daerah yang aman dan tertib maka suatu daerah
tersebut membuat peraturan perundang-undangan dalam bentuk peraturan daerah.
Peraturan daerah tersebut dibuat untuk menciptakan suatu daerah yang aman dan tertib.
Warga masyarakat sebagai objek dari suatu aturan hukum paling tidak harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
mengetahui adanya suatu hukum yang mengaturnya. Oleh karena itu, saluran
komunukasi menjadi penting untuk diperhatiakan sebagai sarana untuk
mensosialisasikan dan memasyarakatkan suatu aturan hukum sehingga masyarakat luas
dapat mengetahui dan untuk selanjutnya dengan sasaran mau untuk melaksanakannya
dan mematuhinya. Melalui saluran komunikasi secara bertahap anggota masyarakat
mengetahui akan aturan-aturan, nilai-nilai, norma-norma yang baru yang selanjutnya
akan diteruskan kepada anggota masyarakat yang lain.
2) Pengertian hukum
Pengertian hukum yaitu pengetahuan tentang isi dan maksud yang terkandung didalam
suatu peraturan tertentu.
3) Penerimaan hukum
Penerimaan hukum yaitu perasaan senang terhadap peraturan sehingga bersedia untuk
mematuhinya.
4) Pola perilaku hukum
Pola perilaku hukum yaitu perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan hukum,
dimana faktor-faktor tersebut merupakan faktor pendukungdari peraturan hukum,
petugas penegak hukum, fasilitas, dan warga masyarakat. Apabila semua faktor
pendukung tersebut menjunjung tinggi keadilan, kesadaran, dan tertib hukukummaka
akan tercipta penegakan hukum yang adil dan beradap.
Pada hakekatnya penegakan hukum merupakan suatu jaminan dan penegak ketertiban
dan keadilan yang dapat memberikan perlindungan dan pengayoman pada warga
masyarakat saran untuk pembaruan masyarakat melalui pembangunan. Sarana
Penegakan Hukum itu sendiri bebas dari pengaruh luar sehingga tercipta iklim aman
dan tertib. Dalam peranannya penegakan hukum diartikan dalam fungsinya sebagai
jaminan penegakan ketertiban dan keadilan, yang dapat memberikan perlindungan dan
pengayoman kepada masyarakat dan sebagai saran pembaruan untuk masyarakat
melalui pembangunan (Kohar Hari Sumarno,1986: 197). Pembangunan dan pembinaan
hukum merupakan kegiatan dan usaha yang menunjang, mengiringi, dan mengarahkan
perubahan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia (Kohar Hari Sumarno,1986: 196).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Penegakan Hukum sebenarnya merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide
menjadi suatu fakta atau kenyataan sebagaimana tertuang dalam Peratura Perundang-
undangan Proses Perwujudan ini merupakan hakikat penegakan hukum. Penegakan
hukum adalah suatu proses logis yang mengikuti kehadiran suatu Peraturan. Peristiwa
yang terjadi mengikuti kehadiran Peraturan hampir sepenuhnya terjadi melalui
pengelolaan logika menjadi acuan dalam penegakan hukum dam pikiran badan
pembuatan hukum yang dirumuskan dalam peraturan (Satjipto Raharjo, 1983: 24).
Berhubungan dengan hal keberlakuan hukum tersebut, maka Soerjono Soekamto
memberikan penjelasan tentang penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Dimana faktor-faktor tersebut meliputi empat faktor
(Soerjono Soekamto, 1982:159).
a. Peraturan itu sendiri
Didalam peraturan itu sendiri, ada kemungkinan terdapat ketidakcocokan peraturan-
peraturan mengenai bidang-bidang hukum tertentu, ketidakcocokan dengan peraturan
yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, apakah penerbitan
peraturan tersebut sudah sesuai dengan persyaratan yuridis yang ada.
b. Petugas Penegak Hukum
Bagaimana mentalitas petugas penegak hukum. Para petugas penegak hukum yang
mencakup hakim, jaksa, polisi, penasehat hukum dan sebagainya harus memiliki mental
yang baik dalam melaksanakan suatu peraturan hukum, sebab jika terjadinya yang
sebaliknya. Maka akan terjadinya gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam
sistem penegakan hukum
c. Fasilitas
Dengan adanya fasilitas sebagai saran untuk mencapai tujuan diharapkan untuk
mendukung pelaksanaan suatu peraturan dalam ruang lingkupnya adalah terutama saran
fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Apabila suatu peraturan sudah baik
ditunjang oleh mentalitas petugas pelaksanaan juga baik, namun tidak ditunjang dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
tersedianya fasilitas yang kurang memadai maka juga akan menimbulkan gangguan-
gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
d. Warga Masyarakat
Berbicara mengenai warga masyarakat, maka hal ini akan berhubungan dengan masalah
tingkat kesadaran dan kepatuhan hukum sebagai salah satu indikator berfungsinya
aturan hukum di masyarakat (Soerjono Soekamto, 1982 :159).
Kesimpulan yang didapat oleh penulis tentang penegakan hukum yang di maksud
diatas, bahwa penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-
nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dalam sikap dan tindakan
sebagai rangkaian penjabaran untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
kedamaian dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. Tujuan dari pegakan hukum itu
sendiri untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat untuk
mencapai tujuan tersebut, telah dilaksanakan pembinaan sikap, perilaku, kemajuan dan
kewibawaan aparatur negara, serta penegak hukum.
4. Tinjauan Umum Tentang Polisi Pamong Praja
Satuan Polisi Pamong Praja adalah organisasi perangkat daerah yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 148 yang berbunyi “ untuk
membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja. Di samping
itu Satuan Polisi Pamong Praja atau sering disingkat Satpol PP merupakan perangkat
Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta
menegakkan Peraturan Daerah. Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Di daerah Provinsi, Satpol PP dipimpin oleh
Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui
Sekretaris Daerah. Sedangkan di Daerah Kabupaten atau Kota, Satpol PP dipimpin oleh
Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/ Walikota melalui
Sekretaris Daerah.
Tugas pokok dan fungsi Polisi Pamong Praja di dalam mengamankan program-program
pemerintah, khususnya dalam penegakan peraturan daerah sangat diperlukan, sekaligus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
memantapkan posisinya sebagai salah satu unit kerja di dalam struktur pemerintahan
daerah dalam mendukung suksesnya pelaksanaan program pemerintah. Selain tugas
pokok dan fungsi Polisi Pamong Praja tersebut diatas ada pula tugas penting lainnya
yaitu:
a. Menegakkan ketentraman, dan ketertiban masyarakat merupakan
mitra utama Polri di Daerah dalam menjaga keamanan,
ketentraman dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
b. Membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi
daerah yang tentram, tertib, dan teratur sehingga
penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan
lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan
aman.
Dalam melaksanakan tugas pokok diatas Polisi Pamong Praja juga memiliki fungsi
yaitu :
a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat serta perlindungan masyarakat.
b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala
daerah.
c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat di daerah.
d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.
e. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan
kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau
aparatur lainnya.
f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan
hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan
kepala daerah.
g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.
( PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamoing Praja ).
Meskipun dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya Satuan Polisi Pamong Praja
dalam menghadapi permasalahan dan tantangan klasik yaitu : opini masyarakat yang
negative, Sumber Daya Manusia yang terbatas, sarana dan prasarana yang kurang
memadai dan pemberitaan pers yang tidak seimbang. Sebagai jajaran aparatur
pemerintah yang tugasnya bersentuhan langsung dengan masyarakat, Satuan Polisi
Pamong Praja menghadapi persoalan yang rawan terhadap pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM), seperti halnya pada waktu melaksanakan penertiban, petugas
berhadapan dengan massa yang menolak untuk di tertibkan, akibatnya petugas sering
dihadapkan dengan tindakan kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM yang
berdampak juga pada berlakunya penyelenggaraan pemerintahan dan ketentraman
masyarakat.
5. Tinjauan Umum Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002
Keberadaan PKL di suatu daerah memang tak dapat disangkal lagi dan amat sulit untuk
dihindari meski operasi-operasi penertiban yang terkadang cenderung koersif tak henti-
hentinya terjadi. Sesungguhnya solusi mengenai PKL tidak harus selalu dengan
menggunakan cara-cara yang memaksakan suatu kepentingan namun mengambil jalan
tengah dari kepentingan-kepentingan tersebut. Maraknya pedagang kaki lima yang
sekarang ini mulai meresahkan masyarakat termasuk di kota Magetan kini menjadi
masalah yang menggangu lingkungan kota. Kegiatan bongkar pasang yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
para PKL yang terjadi dikota Magetan sudah sangat memprihatinkan dan sungguh
merisaukan sehingga harus diusahakan untuk dapat menekan, membatasi, dan
mengurangi.
Dalam usaha melakukan penanggulangan pedagang kaki lima khususnya di kabupaten
Magetan, Pemerintah dan masyarakat kota magetan mempunyai tanggung jawab untuk
melaksanakan pembinaan, penataan, dan penertiban terhadap pedagang kaki lima, untuk
itu diperlukan tindakan nyata berupa penegakan hukum dan program nyata yang
merupakan penjabaran dari peraturan perundang-undangan nasional maupun
internasional tentang penataan dan pembinaan pedagang kaki lima. Kondisi Pedagang
Kaki Lima (PKL) yang seperti itu jelas sekali akan sedikit menerima perlindungan
karena umumnya mereka tidak terdaftar secara resmi sedangkan pendapatan yang
mereka juga tidak seberapa. Sehingga untuk melindungi, memperdayakan,
mengendalikan dan membina kepentingan Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam
melakukan usaha agar berdaya guna serta dapat meningkatkan kesejahteraannya serta
untuk melindungi hak-hak pihak lain/kepentingan umum di kabupaten Magetan maka
ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang
Kaki Lima (PKL). Isi dari Perda tersebut adalah :
a. Perizinan ( pasal 1 )
Izin yang dimaksud dalam Peraturan Daerah tersebut izin yang diberikan oleh Bupati
atau pejabat yang ditunjuk untuk memberikan izin kepada PKL untuk menggunakan
fasilitas umum untuk berdagang atau melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan
Peraturan yang telah ditetapkan.
b. Pembinaan ( pasal 2 )
Pembinaan dilakukan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk yang berkewajiban
memberikan bimbingan, pembinaan, dan penyuluhan kepada PKL dalam
mengembangan kegiatan usahanya yang harus sesuai dengan tata cara pembinaan yang
ada dalam Peraturan Daerah.
c. Pengaturan waktu dan tempat kegiatan usaha ( pasal 3 – pasal 4 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Dalam Peraturan Daerah tersebut diatur mengenai waktu dan tempat yang akan
digunakan PKL dalam menjalankan usahanya. Tempat yang dimaksud harus tempat
yang telah ditentukan dan diberikan ijin untuk digunakan sebagai tempat untuk PKL
menjalankan usahanya. Dalam menjalankan usahanya PKL itu sendiri telah diberikan
waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah tersebut.
d. Ketentuan pidana ( pasal 5 )
Bagi PKL yang melanggar atau menyalahi aturan yang telah ditentukan dalam Peraturan
Daerah tersebut dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana kurungan maupun dendan
yang telah ditentukan dalam Peraturan Daerah.
e. Penyidikan ( pasal 6 )
Penyidikan dilakukan kepada PKL yang melanggar Peraturan Daerah dan di proses
secara hukum berdasarkan UU hukum acara pidana yang berlaku, hal ini dilakukan oleh
PPNS yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap PKL yang tidak
mematuhi aturan yang ada dalam Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima,
bertujuan untuk membina dan menertibkan PKL dalam menjalan kan usahanya agar
sesuai dengan yang diharapkan pemerintah dan tidak mengganggu ketertiban
lingkungan serta mencerminkan lingkungan kota yang rapi dan teratur. Di samping itu
pemerintah juga harus bersikap tegas kepada PKL yang nakal dan tidak menaati aturan
yang telah ada, pemerintah juga harus menyediakan sarana dan prasaran untuk
menunjang kegiatan yang dijalankan PKL tetap berjalan dengan baik, sehingga
diharapkan mampu menciptakan solusi yang efektif dan damai mengingat PKL
bukanlah pelaku kriminal dan hanya bisa merusak tata ruang kota, namun sebaliknya
jika disokong dengan pengetahuan yang luas mengenai dunia usaha dan permodalan
yang cukup disertai kemampuan manajerial yang baik, PKL dapat berguna dalam
penyerapan tenaga kerja dan mendukung pemerataan kesejahteraan. Untuk menerapkan
Peraturan Daerah tersebut, perlu menunjuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
selaku penegak Peraturan Daerah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
6. Tinjauan Umum Mengenai Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima adalah pedagang ekonomi lemah yang menggunakan bagian dari
fasilitas umum sebagai tempat kegiatan usaha dengan menggunakan peralatan bergerak
atau tidak bergerak. PKL juga merupakan pelaku usaha sektor informal yang melakukan
kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu dan bersifat sementara di daerah milik
jalan atau fasilitas umum dengan menggunakan sarana berdagang di pindahkan dan
dibongkar pasang. Konsep sektor informal diperkenalkan dan digunakan untuk pertama
kali oleh Keith Hart, sewaktu ia meneliti di Ghana, Afrika. Kemudian ILO menerangkan
konsep ini dalam berbagai penelitiannya di negara-negara Dunia Ketiga, terutama untuk
membantu memperjelas proses kemiskinan, yang dikaitkan dengan pengangguran, migrasi
dan urbanisasi (Jefta Leibo; 2004:9). Sektor usaha informal adalah sumber kesempatan
kerja terutama untuk penghasilan tambahan dan umumnya menyerap tenaga kerja yang
berpendidikan relatif rendah. Menurut Hans-Dieter Evers sektor informal merupakan sektor
ekonomi bayangan dimana merupakan seluruh kegiatan ekonomi yang tidak terliput oleh
statistik resmi pemerintah dan kurangnya terjangkau oleh aturan dan pajak negara.
Sedangkan hasil dari penelitian Hernando De Soto dalam jurnal The Other Path: The
Economic Answer to Terrorism Hernando De Soto, examines the informal economic system
developed by "excluded" peoples in Lima, Peru. In so doing, he provides a damaging
indictment of the Peruvian government's mercantilist economic system, which in effect
excludes a significant number of individuals from the formal econom.
Selain itu PKL merupakan salah satu sub sektor informal yang keberadaannya sangat
nyata terutama di daerah perkotaan di Indonesia. Keberadaan Pedagang Kaki Lima
merupakan suatu fenomena sosial yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
masyarakat kota, bahkan dapat dikatakan keberadaan PKL merupakan salah satu ciri
dan karakteristik dari negara-negara yang sedang berkembang. PKL dianggap
mendominasi ruang publik dan mengganggu keselarasan antara berbagai kepentingan di
dalam ruang publik. PKL seringkali menggunakan trotoar yang seharusnya
diperuntukkan bagi pejalan kaki, mengambil jalan untuk berjualan, dan membuat tata
kota semrawut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Menurut Kartini Kartono, definisi dari PKL adalah orang yang dengan modal yang
relatif sedikit berusaha untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu dalam
masyarakat, usaha mana dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis,
dalam suasana lingkungan informal. (Kartini Kartono, 1980:7) Pada masa sekarang ini,
keberadaan pedagang kaki lima diperumpamakan sebagai pisau bermata dua, sebagai
sektor informal pedagang kaki lima mampu menjadi kutup-kutup pengaman ekonomi
saat terjadi krisis ekonomi. Dimana pedagang kaki lima mampu bertahan dan
menampung korban-korban pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga rasa frustasi
akibat kehilangan pekerjaan/mata pencaharian dapat terobati. Roda perekonomian
nasional hampir terhenti/lesu, namun pedagang kaki lima mampu mengerakannnya.
Disisi lain keberadaan pedagang kaki lima yang tidak terkendali menjadi beruang bagi
kelangsungan hidup Pemerintah kota sendiri. Karena keberadaan pedagang kaki lima
yang hanya melibatkan kepentingan sesaat dan pribadi telah bertabrakan dengan
kebijakan pemerintah Kota dalam melindungi kepentingan umum/banyak pihak (Yetty
Sarjono, 2005:144-145). Kegiatan ekonomi sektor informal pedagang kaki lima di
perkotaan dan bahkan di daerah yang merupakan pinggiran kota berkembang sangat
pesat. Sehingga menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan sosial. Tapi disisi lain
keberadaan Pedagang kaki Lima juga memberikan kontribusi yang besar dalam aktivitas
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah. Munculnya
Pedagang Kaki Lima (PKL) bukan hanya berbekal satu gerobak sebagai tempat barang
dagangan. Akan tetapi, di dalamnya terdapat kemandirian, kelenturan, dan keefisienan
usaha. Sektor ini dapat bertahan dan berkembang ternyata bukan dari bantuan eksternal,
tetapi justru mengandalkan modal mandiri tanpa bantuan pihak lain. Dari segi
menentukan tempat dan mempertahankannya, mereka telah melalui perjuangan dan uji
ketahanan sehingga mereka dapat eksis dan berkembang (Alisjahbana, 2006:37).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
B. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah yang mengatur mengenai kewenangan daerah dan otonomi daerah, dimana hal
tersebut ditandai dengan adanya penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintah
Pusat atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah dibawahnya untuk menjadi urusan
rumah tangganya sendiri yang didasarkan pada keadaan dan faktor-faktor yang nyata di
suatu daerah ( kemampuan, keadaan, dan kebutuhan daerah ). Untuk melaksanakan
Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab maka kelembagaan perangkat
daerah perlu ditata kembali sehingga memiliki daya dukung yang optimal terhadap
penyelenggaraan Otonomi Daerah. Satpol PP sebagai penegak hukum yang
bersangkutan dalam permasalahan ini dalam kinerjanya di tunjang dengan Perda
Peraturan Daerah Magetan Nomor 83 tahun 2006 tentang tugas dan fungsi Satpol PP
UU No. 32 Tahun 2004
Otonomi Daerah
Peraturan Daerah No. 83 Tahun 2006
tentang tugas pokok dan fungsi satpol PP
Hambatan
SATPOL PP
Penegakan
Hukum
Peranan
SATPOL PP
Pedagang Kaki
Lima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
kabupaten Magetan untuk menegakan sebuah Peraturan Daerah, dalam hal ini Peraturan
Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. Satpol PP
ditunjuk dan bertugas untuk menegakan Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang Penataan
PKL di kabupaten Magetan. Di Dalam Perda Nomor 83 tahun 2006 tersebut terdapat
tugas dan fungsi Satpol PP sebagai aparatur Pemerintah Daerah yang melakasanakan
tugas untuk memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta
menegakan Peraturan Daerah.
Dari berbagai permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat terdapat beberapa
permasalahan yang ditangani oleh Satpol PP, salah satunya adalah permasalahan
mengenai penataan pedagang kaki lima di kabupaten Magetan. Disini peranan Satpol
PP dalam masalah ini melakukan sosialisasi kepada PKL di kabupaten Magetan dengan
tujuan menata dan mengatur PKL yang ada di kabupaten Magetan. Penegakan hukum
terhadap Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang Penataan PKL di kabupaten Magetanyang
dilakukan Satpol PP dengan cara melaksanakan kebijakan pemeliharaan dan
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum di kabupaten Magetan. Selain itu
Satpol PP juga melaksanakan kegiatan dalam rangka peningkatan dan pemantapan
ketentraman dan ketertiban umum. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
aparatur Pemerintah Daerah hambatan yang di alami Satpol PP dalam menegakkan
Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima juga
menjadi pokok yang belum dapat terpecahkan. Hambatan ini berupa kurangnya
kesadaran dari PKL dalam hal waktu, tempat dan perijinan yang telah ada dalam Perda
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Gambaran Umum Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Magetan
Pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di
bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan
kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-
tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal. Pedagang
kaki lima pada umumnya adalah self-employed, artinya mayoritas pedagang kaki lima
hanya terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar, dan
terbagi atas modal tetap, berupa peralatan, dan modal kerja. Selain itu dengan
kurangnya pendidikan dan kebutuhan ekonomi yang kurang dapat menimbulkan
seseorang melakukan usaha tambahan dengan menjadi PKL.
Di kabupaten magetan sendiri pada umumnya PKL sudah menjadi usaha yang banyak
digeluti warga kabupaten magetan. Di samping itu dengan tidak meratanya persebaran
industri di kabupaten magetan dapat mendorong penduduk magetan untuk mengalihkan
jalan lain sebagai pedagang kaki lima untuk berjuang hidup. Dalam menjalankan usaha
dagangnya kita dapat jumpai para penduduk tersebut menjalankan akttivitasnya di
sepanjang Jl.Yos Sudarso, sekitar Pasar Sayur dan Pasar Baru, Jl. A.Yani, Jl. Pahlawan,
Jl. Panglima Sudirman dan di sepanjang jalan protocol lainnya. Selebihnya mereka
berdagang dengan cara berkeliling untuk menjajakan dagangannya. Penduduk magetan
memilih berwirausaha dengan jalan berdagang dikarenakan begitu banyaknya penduduk
magetan yang kurang mampu dalam segi ekonomi maupun segi pendidikan. Mereka
lebih memilih menjadi pedagang kaki lima dikarenakan usaha yang dijalankan tersebut
mudah dan tidak memerlukan biaya yang terlalu banyak serta banyaknya tempat yang
menjanjikan untuk berdagang dan memperoleh penghasilan dari berdagang di magetan.
Jenis usaha yang dilakukan pedagang kaki lima di magetan berbagai macam ada yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
berjualan nasi goreng, roti bakar, mie ayam, warung kopi dan usaha kecil lain yang
banyak disukai penduduk Magetan pada umumnya. Pedagang kaki lima di magetan
banyak berasal dari luar kota, akan tetapi juga ada yang berasal dari Magetan sendiri
seperti dari kecamatan panekan, parang, plaosan, gorang-gareng, lembeyan dan takeran.
Dengan banyaknya pedagang kaki lima yang bermunculan di magetan ini menimbulkan
suatu hubungan kerja sama antara PKL satu dengan PKL lain dalam menjalankan
usahanya. Ini terbukti dengan banyaknya penjual kopi yang bermunculan di kabupaten
Magetan. Usaha warung kopi sendiri di magetan begitu di minati karena banyaknya
warga magetan yang antusias dalam hal “ngopi”. Ini yang menimbulkan banyaknya
PKL yang bermunculan di kabupaten Magetan sebab potensi PKL di kabupaten
Magetan sangat menguntung bagi mereka yang perekonomian keluarganya kurang.
Selain itu Pedagang Kaki Lima di kabupaten Magetan timbul dari adanya suatu kondisi
pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata yang di alami penduduk
Magetan. PKL ini juga timbul dari akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi
rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Pemerintah dalam hal
ini sebenarnya memiliki tanggung jawab didalam melaksanakan pembangunan bidang
pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan.
Pemilikan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) pada tahun 2008, menunjukkan bahwa
perusahaan kecil mendominasi hampir 94,11 persen dari seluruh perusahaan yang
memiliki SIUP. Jumlah perusahaan yang memiliki SIUP meningkat dari tahun ke tahun.
Bentuk perusahaan yang terdaftar pada tahun 2008 mengalami peningkatan dibanding
tahun sebelumnya, dengan penambahan jumlah usaha sebanyak 170 usaha (3,78
persen). Perusahaan perorangan tumbuh cukup besar yaitu bertambah sebanyak 123
usaha atau meningkat 3,06 persen. Kondisi ini diharapkan mampu mengangkat ekonomi
rakyat Magetan, sehingga produktifitas dan pendapatan masyarakat semakin membaik.
2. Dasar Hukum
Yang menjadi dasar dari penataan Pedagang Kaki Lima di wilayah pemerintahan
Kabupaten Magetan adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, PP Nomor 6 tahun 2006 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, Peraturan Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Kabupaten Magetan Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di
Kabupaten Magetan, dan Perda Nomor 83 tahun 2006 tentang tugas pokok dan fungsi
Satuan Polisi Pamong Praja di kabupaten Magetan.
3. Gambaran Peraturan Daerah tentang Pembentukan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Magetan.
Dengan Peraturan Daerah ini susunan organisasi dan tata kerja satuan Polisi Pamong Praja.
Satuan Polisi Pamong Praja dalam Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2006 tentang susunan
organisasi Satuan Polisi Pamong Praja berkedudukan sebagai unsusr penunjang dan
pelaksana Pemerintah Daerah di bidang Satuan Polisi Pamong Praja.
Unsur penunjang dan pelaksana Pemerintah Daerah dipimpin oleh seorang Kepala kamtor
yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati dan Sekretaris Daerah.
Satuan polisi pamong praja dalam tata kerja dalam menegakkan peraturan Daerah
mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum.
b. Menegakkan peraturan daerah dan peraturan bupati
Dalam melaksanakan tugas tersebut Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai fungsi sebagai
berikut :
h. Penyusunan program dan pelaksanaan tugas bidang ketentraman dan
ketertiban umum, penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
i. Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman
dan ketertiban umum.
j. Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan
Bupati.
k. pelaksanaan koordinasi pemeliharaan penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum dengan Aparat Kepolisian dan
aparatur lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
l. pengawasan terhadap masyarakat dalam pelaksanaanPeraturan Daerah
dan Peraturan Bupati.
Dalam menjalankan tugasnya Kepala Satuan, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan
Kepala seksi wajib menerapkan prinsip koordinasi, intregrasi, sinkronisasi dan
simplikasi sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Setiap pimpinan satuan
organisasi masing-masing bertanggung jawab memberikan bimbingan dan pembinaan
kepada bawahannya serta melaporkan hasil pelaksanaan tugas menurut jenjang jabatan.
Setiap laporan yang diterima oleh pimpina dari bawahannya wajib diolah dan
dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut serta untuk memberikan
petunjuk-petunjuk kepada bawahan. Dalam menyampaikan laporan kepada atasan
masing-masing, tembusan laporan wajib disampaikan pula kepada satuan organisasi lain
yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.
4. Gambaran Susunan Organisasi Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Magetan.
Susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja kabupaten Magetan terdiri dari :
1) Kepala Kantor satuan polisi pamong praja mempunyai tugas :
Kepala satuan polisi pamong praja mempunyai tugas memimpin, melaksanakan
koordinasi, mediasi, dan fasilitas dalam penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah
dibidang pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan Peraturan Daerah
dan Peraturan Bupati.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas dapat dijabarkan sebagai
berikut :
a. Menyusun program dan kebijakan bidang ketentraman dan ketertiban
umum, penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
b. Menyusun rencana program pengamanan, pengawasan dalam rangka
penegakan Peraturan Daerah dan peraturan Bupati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
c. Menyusun rencana program pembinaan dan penyidikan dalam rangka
penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
d. Menyusun pedoman pelaksanaan dan perunjuk operasional ketentraman
dan ketertiban umum.
e. Melaksanakan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan
ketentraman dan ketertiban umum.
f. Melaksanakan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan
Bupati.
g. Melaksanakan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan
ketentraman dan ketertiban umum dengan aparat Kepolisian, PPNS, dan
aparat lainnya.
h. Melaksanakan pengawasan terhadap masyarakat dalam mematuhi dan
menaati Perda dan Peraturan Bupati.
i. Melaksanakan operasi dan pengawasan dalam rangka menegakan Perda
dan menciptakan ketentraman dan ketertiban.
j. Melaksanakan koordinasi, fasilitas dan pembinaan Satuan Polisi Pamong
Praja di lembaga Satuan Perangkat Daerah.
k. Melaksanakan penyelidikan dan pembinaan terhadap pelanggaran Perda
dan Peraturan Bupati.
l. Melaksanakan pengamanan dan pengawasan instansi vital Pemerintahan
Daerah.
m. Melaksanakan Pengawasan Pejabat Negara.
n. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan.
o. Melaksanaksn tugas lai yang diberikan oleh Bupati.
2) Sub Bagian Tata Usaha
Bagian tata usaha pada satuan polisi pamong praja mempunyai tugas melaksanakan
kebijakan pelayanan administrasi, menyusun program pengelolaan keuangan,
kepegawaian dan umum. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas
dapat dijabarkan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
a) Melaksanakan pengelolaan urusan rumaha tangga, administrasi
ketatausahaan, kearsipan dan perpustakaan.
b) Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian dan kesejahteraan
pegawai.
c) Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan dan gaji pegawai.
d) Melaksanakan pengelolaan administrasi perlengkapan dan asset.
e) Menyusun laporan pertanggung jawaban keuangan.
f) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Satuan.
3) Tugas seksi ketentraman dan ketertiban
Seksi ketentraman dan ketertiban mempunyai tugas merumuskan kebijakan,
mengendalikan operasional, pendataan dan pelaporan dalam menyelenggarakan
ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan Perda dan Peraturan Bupati. Dalam
melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas dapat dijabarkan sebagai berikut
:
a) Menyusun rencana program dan petunjuk teknis operasional ketetraman
dan ketertiban.
b) Melaksanakan operasi penertiban dalam rangka penegkan Perda dan
peraturan bupati.
c) Melaksanakan koordinasi, fasilitasi dan kerja sama dengan lembaga
Perangkat Daerah dibidang ketentraman dan ketertiban.
d) Melaksanakan kegiatan dalam rangka peningkatan dan pemantapan
ketentraman dan ketertiban umum.
e) Menyelenggarakan komunikasi, konsultasi dan kerja sama dalam rangka
memelihara dan memantapkan ketentraman dan ketertiban umum.
f) Melaksanakan penertiban dan penindakan warga masyarakat atau badan
hukum yang melanggar ketentraman dan ketertiban.
g) Menyelenggarakan evaluasi, pengendalian dan penertiban perijinan.
h) Memberikan pertinbangan atau rekomendasi perijinan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
i) Melaksanakan evaluasi dan monitoring bidang ketentraman dan
ketertiban.
j) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.
4) Tugas seksi Pengamanan dan Pengawasan
Seksi pengamanan dan pengawasan mempunyai tugas melaksanakan pengawalan
pejabat negara, melaksanakan kesiapsiagaan ( kesamaptaan ), melaksanakan
pengamanan dan pengawasan terhadap situasi wilayah. Dalam melaksanakan tugasnya
sebagaimana dimaksud di atas dapat dijabarkan sebagai berikut :
a) Menyusun rencana program kerja pelaksanaan tugas dibidang
pengamanan dan pengawasan.
b) Menyusun pedoman dan petunjuk pelaksanaan pengamanan dan
pengawasan.
c) Menyusun pedoman dan petunjuk pelaksanakan pengawalan dan
kesiapsiagaan.
d) Melaksanakan penjagaan, pengamanan dan pengawasan dalam
menciptakan ketentraman dan ketertiban.
e) Melaksanakan pengedalian dibidang pengawalan dan pengawasan.
f) Melaksanakan pengedalian dibidang pengawalan dan kesiapsiagaan.
g) Melakasanakan monitoring, evaluasi dan menyusun laporan kegiatan
pengamanan dan pengawasan.
h) Melaksanakan penjagaan, pengawasan dan pengamanan terhadap
instalasi vital Pemerintahan Daerah.
i) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.
5) Tugas seksi Penyidikan dan Pembinaan
Seksi penyidikan dan pembinaan mempunyai tugas melaksanakan penyidikan dan
pembinaan terhadap masyarakat atau badan hukum yang melanggar Perda. Tugas yang
dimaksud meliputi :
a) Menyusun rencana program kerja dan kebijakan teknis bidang
penyidikan dan pembinaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
b) Melaksanakan koordinasi penyidikan atau pemeriksaan yang dilakukan
oleh PPNS terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang
melakukan pelanggaran atas Perda dan Peraturan Bupati.
c) Melaksanakan tata administrasi PPNS dalam penyidikan atau
pemeriksaan dan teknis pelaksanaan penyelesaian ke lembaga Peradilan
atau instansi berwenang.
d) Melaksanakan pembinaan terhadap warga masyarakat atau badan hukum
yang melakukan pelanggaran Perda dan Peraturan Bupati.
e) Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dalam penyidikan
terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran Perda dan Peraturan Bupati.
f) Melaksanakan pengamanan dan pencatatan terhadap barang-barang
sitaan hasil operasi sebagai bahan bukti dan bekerja sama dengan aparat
penegak hukum.
g) Melaksanakan penyiapan tata administrasi sebagai bahan dlam rangka
penyegelan dan pembongkaran.
h) Melaksanakan penyiapan bahan dalam rangka pembinaan dan
penyuluhan mengenai Perda, Peraturan Bupati dan peraturan Perundang-
undangan lainnya yang berlaku.
i) Melaksanakan monitoring dan evaluasi serta penyusunan laporan
kegiatan penyidikan dan pembinaan.
j) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.
6) Tugas kelompok jabatan fungsional
Kelompok jabatan fungsional terdiri sejumlah tenaga dalam jenjang jabatan fungsional
yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Setiap
kelompok dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional Senior dan jumlahnya ditentukan
berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Kelompok jabatan fungsional mempunyai
tugas melaksanakan sebagian tugas Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan
keahliannya. Tugas yang dimaksud diatas meliput:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
a) Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan sesuai
dengan bidang tugasnya.
b) Melaksanakan tugas operasional sesuai dengan keahlian,
c) Mempersiapkan bahan-bahan yang mendukung pelaksanaan tugas
fungsionalnya.
d) Memberikan bimbingan tehnis fungsional sesuai dengan keahliannya.
e) Menyampaikan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugasnya.
Dari keterangan diatas mengenai fungsi dan tugasnya dapat dilihat dan dipahami juga
mengenai bagian-bagian yang ada dalam pembagian ruang kerja da susunan organisasi
dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja sebagai berikut:
B. PEMBAHASAN
1. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam menegakkan Peraturan
Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di
kabupaten Magetan
Sejak krisis ekonomi yang berkepanjangan yang melanda negara Indonesia banyak
faktor yang mempengaruhi dalam perkembangan dan perjalanan perekonomian disegala
Kepala Kantor Satpol PP
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sub Bagian Tata
Usaha
Seksi Ketentraman
dan Ketertiban
Seksi Pengamanan
dan Pengawasan
Seksi Penyidikan
dan Pembinaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
aspek maupun bidang kehidupan. Salah satu faktor yang dirasakan masyarakat dari
dampak tersebut yaitu semakin sulitnya lapangan pekerjaan baik dalam pemerintahan
pusat maupun pemerintah daerah. Sulitnya mencari pekerjaan tersebut banyak dirasakan
para pencari kerja dengan basic yang tinggi, apalagi bagi yang berpendidikan rendah
semakin kecil kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan. Saat sekarang ini banyak
orang di kabupaten magetan yang tidak mendapatkan pekerjaan pada instansi
pemerintah mengambil jalan lain dengan inisiatif mendirikan usaha sendiri atau
berwirausaha untuk menunjang kelangsungan hidupnya dan memenuhi kebutuhan
pokok keluarga. Dampak yang dirasakan masyarakat di kabupaten magetan dalam
mencari pekerjaan semakin sulitnya menjalani hidup mereka tanpa adanya pemasukan
yang didapat karena tidak bekerja. Untuk tetap menyambung hidupnya salah satu
langkah yang mereka ambil yaitu dengan cara berdagang untuk dapat melangsungkan
hidupnya sendiri dan keluarganya.
Pedagang Kaki Lima atau sering kita sebut PKL kebanyakan yang ada merupakan
sistem perdagangan keluarga. Dalam menjalankan aktivitasnya para pedagang kaki lima
di kapupaten magetan hanya sebagian kecil yang menggunakan jasa orang lain
kebanyakan dilakukan dengan anggota keluarga sendiri, selain menghemat pengeluaran
biaya mereka juga lebih percaya pada keluarga sendiri dan tidak ingin bergantung pada
orang lain dalam membantu menjalankan usahanya. Akan tetapi ada juga pedagang kaki
lima di kabupaten magetan yang menjalankan usahanya tanpa dibantu keluarganya.
Namun bagi pedagang kaki lima di kabupaten magetan yang hanya dilakukan sendiri
salah satu faktor yang diperhatikannya adalah tidak bisa menggaji dan usaha yang
dijalankan masih tergolong kecil dan modal yang dimiliki juga kecil. Jenis usaha yang
dilakukan pedagang kaki lima di magetan berbagai macam ada yang berjualan nasi
goreng, roti bakar, mie ayam, warung kopi dan usaha kecil lain yang banyak disukai
penduduk Magetan pada umumnya. Pedagang kaki lima di magetan banyak berasal dari
luar kota, akan tetapi juga ada yang berasal dari Magetan sendiri seperti dari kecamatan
panekan, parang, plaosan, gorang-gareng, lembeyan dan takeran. Dengan banyaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
pedagang kaki lima yang bermunculan di magetan ini menimbulkan suatu hubungan
kerja sama antara PKL satu dengan PKL lain dalam menjalankan usahanya.
Dalam menjalankan usahanya para pedagang kaki lima di kabupaten Magetan harus
menaati setiap peraturan yang telah ditentukan pihak berwenang, mereka dapat
menjajakan dagangannya di daerah sekitar alun-alun, sekitar taman air mancur, sekitar
pasar sayur dan pasar baru selebihnya mereka berdagang secara keliling daru satu
tempat ke tempat lain. Selain itu pedagang kaki lima dalam di kabupaten magetan dalam
menggelar dagangannya ada ketentuan yang sudah ditentukan oleh pemerintah daerah
yaitu mengenai waktu berdagang. Waktu yang ditentukan pemerintah daerah untuk
pedagang kaki lima dapat menggelar dagangannya beragam, di daerah sekitar alun-alun
pedagang kaki lima dapat berdagang antara pukul 16.00 sore sampai 03.00 pagi.
Ketentuan tersebut juga harus diperhatikan dan ditaati para pedagang kaki lima dalam
membuka dan menutup dagangannya. Selain itu pedagang kaki lima dalam menggelar
dagangannya juga harus memperhatikan sarana tempat untuk berdagang dalam
ketentuan peraturan daerah alat yang digunakan dalam tempat berdagangnya tidak boleh
permanen melainkan bisa dibongkar dan dipasang kembali. Kedua hal tersebut harus
diperhatiakan oleh semua pedagang kaki lima baik yang menempati jalan protokol
maupun sekitar daerah sekitar pasar baru, pasar sayur dan area taman air mancur.
Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan masyarakat
seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi ketentraman
dan ketertiban umum daerah yang kondusif merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi
seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya. Satpol PP mempunyai
tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tentram,
tertib, dan teratur sehingga penyelenggarakan roda pemerintahan dasar dapat berjalan
dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena
itu, di samping menegakkan Perda, satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan
pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Untuk menunjang kinerja satpol PP maka diperlukan sebuah Peraturan tentang satpol
PP yang saat ini telah diatur dalam PP nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja. Dalam peraturan tersebut mengatur antara lain mengenai :
1. Tugas ( pasal 4 )
Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketetiban
umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Perda yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan
pedagang kaki lima.
2. Fungsi ( pasal 5 )
a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat.
b. Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala
daerah.
c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat di daerah.
d. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.
e. Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala
daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya.
f. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum
agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah.
g. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.
3. Kewenangan ( pasal 6 )
a. Melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga
masayarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
c. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan
masyarakat.
d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas
perda dan/atau peraturan kepala daerah.
e. Melakukan tindakan administrasif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda
dan/atau pertauran kepala daerah.
4. Hak ( pasal 7 )
a. Polisi pamong praja mempunyai hak saran dan prasarana serta
fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Polisi pamong praja dapat diberikan tunjangan khusus sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah.
5. Kewajiban ( pasal 8 )
a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia,
dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di msyarakat.
b. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi pamong
praja.
c. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
d. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas
ditemukannya atau diduga adanya tindak pidana.
e. Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas
ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda
dan/atau peraturan kepala daerah.
Dalam hal ini Polisi Pamong Praja Magetan bertugas menegakkan Perda Nomor 24
tahun 2002 tentang Penataan PKL yang berisi antara lain tentang pengertian PKL, izin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
mendirikan usaha, tempat usaha untuk PKL, serta waktu bagi PKL untuk mendirikan
usahanya. Pada intinya Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2002 tentang Penataan PKL
tersebut dibuat untuk mengatur adanya PKL di magetan dengan tujuan agar PKL
magetan dapat menjalankan usahanya dengan baik dan tidak mengganggu kepentingan
umum.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2002 tentang Penataan PKL tersebut
dijelaskan maksud PKL adalah pedagang ekonomi lemah yang menggunakan bagian
dari fasilitas umum sebagai tempat kegiatan usaha dengan menggunakan peralatan
bergerak atau tidak bergerak. Selain itu juga dijelaskan izin dan tempat usaha. Disini
izin yang dimaksud adalah izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk
memberikan izin. Dalam hal ini izin suatu penempatan bagi pedagang kaki lima dirasa
kurang tersosialisasikan. Hal ini terbukti banyaknya PKL yang secara langsung
menempati suatu tempat tanpa izin yang jelas dari pemerintah kabupaten magetan. Izin
untuk menempati suatu tempat guna berdagang sangatlah penting, selain untuk tertib
administrasi juga sebagai media kontrol untuk melakukan pengawasan terhadap
keberadaan PKL itu sendiri. Pengurusan izin untuk tempat yang akan digunakan untuk
berdagang telah dilakukan dengan tertib. Polisi pamong praja selaku petugas yang
bersangkutan menangani masalah tersebut secara intens melakukan sosialisasi mengenai
Perda Nomor 24 tahun 2002 demi tercapainya suasana kabupaten magetan yang tertib
dan terkendali. Sosialisasi tersebut sangatlah berguna, dimana dengan adanya sosialisasi
dapat mencegah terjadinya permasalahan dan berguna sebagai kejelasan dalam suatu
sistem yang berlaku.
Tempat dan waktu yang dimaksud dalam Perda Nomor 24 tahun 2002 adalah tempat
yang meliputi taman, halaman umum, lapangan dan trotoar yang disediakan dan dibuat
oleh pemerintah daerah. Kemudian waktu yang ditentuakn bagi PKL untuk dapat
menjalankan usahanya dalam Peraturan Daerah tersebut haruslah sesuai dengan
keputusan Bupati Magetan. Dalam Perda Nomor 24 tahun 2002 tempat bagi PKL
untuk menjalankan ushaanya tidak boleh mengganggu fasilitas maupun kepentingan
umum. Sedangkan waktu yang ditentukan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Daerah Nomor 24 tahun 2002 untuk pedagang kaki lima dapat menggelar dagangannya
beragam, di daerah sekitar alun-alun pedagang kaki lima dapat berdagang antara pukul
16.00 sore sampai 03.00 pagi. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat berjalan dengan baik,
ini dikarenakan masih ada sebagian dari PKL tersebut yang tidak menaati Pertauran
Daerah Nomor 24 tahun 2002. Oleh karena itu disini peran dan fungsi satpol PP dituntut
untuk menegakkan dan menjalankan Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2002 tentang
penataan PKL di magetan. Berdasarkan ketentuan diatas juga merupakan bagian yang
mendasar dari penegakan terhadap Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2002 tentang
penataan pedagang kaki lima khususnya untuk mewujudkan ketertiban dan keindahan
kabupaten magetan.
Penegakan hukum yang dilakukan Satpol PP untuk mewujudkan peran polisi pamong
praja dalam membina ketentraman dan ketertiban umum di daerah serta menegakkan
peraturan daerah dalam rangka menyamakan dan mengoptimalkan pola standarisasi
pelaksanaan tugas-tugas operasional polisi pamong praja diperlukan suatu pedoman
yang dapat dijadikan acuan dalam bentuk prosedur tetap ( protap ) yang berlaku dan
mengikat pelaksanaan tugas polisi pamong praja.
Maksud, tujuan dan sasaran pedoman prosedur tetap (protap) operasional satuan polisi
pamong praja antara lain :
a) Maksud penyusunan prosedur tetap operasional satuan polisi pamong praja
adalah sebagai pedoman bagi polisi pamong praja dalam melaksanakan tugas
menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta meningkatkan
kepatuhan dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan daerah.
b) Tujuan penyusunan prosedur tetap operasional satuan polisi pamong praja
adalah untuk keseragaman pelaksanaan tugas polisi pamong praja dalam
penyelenggaraaan ketentraman dan ketertiban umum dan penegakkan
peraturan daerah.
c) Sasarannya terciptanya ketentraman dan ketetiban umum dengan sebaik-
baiknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Ketentuan di atas tersebut dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan dalam menjalankan
tugasnya dalam hal penertiban, penataan dan pemberian pembinaan di serahkan pada
satuan polisi pamong praja. Satuan polisi pamong praja dalam hal ini tidak mempunyai
wewenang apapun untuk menentukannya tapi hanya menjalankan tugasnya sebagai
pembantu pemerintah daerah yaitu dalam melakukan penertiban, penataan dan
memberikan pembinaan terhadap pedagang kaki lima yang melakukan aktivitasnya.
Dalam ketentuan pasal 4 dalam peraturan daerah Nomor 10 Tahun 2006 tentang
organisasi satuan polisi pamong praja, fungsi dari keberadaan polisi pamong praja
adalah :
a. Pelaksanaan tugas bidang ketentraman dan ketertiban umum, penegakan
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
b. Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum.
c. Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
d. pelaksanaan koordinasi pemeliharaan penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum.
e. pengawasan terhadap masyarakat dalam pelaksanaanPeraturan Daerah dan
Peraturan Bupati.
Dalam menjalankan fungsi tersebut polisi pamong praja melakukan suatu pengaturan
dilapangan pada pedagang kaki lima. Pengaturan itu sendiri merupakan suatu kegiatan
yang bertujuan untuk melakukan penertiban dan penataan khususnya dalam masalah ini
adalah pedagang kaki lima. Polisi pamong praja dalam melakukan pengaturan tehadap
keberadaan pedagang kaki lima masih sering menemui pedagang kaki lima yang nakal
dan belum terdeteksi keberadaan munculnya oleh paguyupan yang mengelola pedagang
kaki lima di kabupaten magetan sehingga terjadi lempar melempar paguyupan dalam
masalah ini. Dalam melakukan pengaturan terhadap keberadaan PKL di selter jalan yos
sudarso, sekitar taman air mancur, sekitar pasar baru dan pasar sayur, serta daerah timur
alun-alun polisi pamong praja sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik
mengenai waktu tempat dalam menjalankan aktifitasnya. Disisi lain menilik dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
kewenangan Satpol PP dalam menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum
terutama PKL yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat polisi
pamong praja kabupaten magetan telah menjalankan dengan baik. Peran polisi pamong
praja di kabupaten magetan dalam hal ini memberikan pengarahan, pembinaan dan
solusi kepada pedagang kaki lima di magetan untuk menjalin kerja sama paguyupan
agar tidak terjadi suatu pelanggaran dan di akui dalam paguyupan sehingga menjadi
anggota yang syah dalam paguyupan yang menaungi pedagang kaki lima di magetan.
Menurut keterangan Kepala Satuan polisi pamong praja bapak Secondany, dalam
melakukan pengaturan pedagang kaki lima di magetan polisi pamong praja selama ini
tidak mengalami kendala yang berarti dan sudah sesuai dengan ketentuan dan
kesepakatan yang telah di berlakukan baik mengenai waktu, tempat, maupun aturan lain
untuk pedagang kaki lima dalam menjalankan aktivitasnya. Tindakan polisi pamong
praja dalam menata dan menertibkan pedagang kaki lima di magetan berupa pemberian
pengarahan dan pemahaman untuk tidak melakukan aktivitasnya didaerah yang
merupakan fasilitas umum, mengganggu ketertiban umum dan di depan kantor
kabupaten maupun di lingkungan sekitar kantor DPRD. Selain melakukan pengarahan
dan pemahaman kepada pedagang kaki lima polisi pamong praja juga berinteraksi dan
melakukan sosialisasi kepada para pedagang kaki lima, semua ini bertujuan untuk
menciptakan suasana kondusif di wilayah magetan dan dapat mencerminkan keindahan
dan ketertiban kabupaten magetan.
Polisi pamong praja juga melakukan pengaturan lain yaitu pengawasan terhadap tempat
berdagangnya para pedagang kaki lima baik pedagang kaki lima di daerah sekitar alun-
alun, pasar baru, pasar sayur dan sekitar taman air mancur maupun pedagang kaki lima
yang keberadaannya belum terdeteksi paguyupan. Menurut keterangan yang diberikan
Kasat Polisi Pamong Praja Bapak Secondany, pengawasan terhadap pedagang kaki lima
ini dilakukan dengan cara patroli tiap 2 hari sekali atau menyesesuaikan situasi dan
kondisi yang ada. Pengawasan ini dilakukan oleh polisi pamong praja secara bergiliran
pada semua anggota satuan polisi pamong praja sesuai jadwal yang telah ada, selain itu
Bapak Secondany selaku Kasat polisi pamong praja di kabupaten magetan juga ikut dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
terjun langsung ke lapangan dalam melakukan pengawasan dan berpatroli dengan anak
buahnya untuk memberikan sosialisasi. Selain melakukan patroli satuan polisi pamong
praja juga melakukan pengontrolan kepada pedagang kaki lima dan juga tempat
usahanya. Dalam hal ini satuan polisi pamong praja telah melakukan wewenangnya
berupa melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau
badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas perda dan/atau peraturan kepala
daerah.
Dalam melakukan pengontrolan polisi pamong praja juga mendata dan melakukan
pengidentifikasian terhadap pedagang kaki lima, maksud dan tujuan semua itu untuk
mencegah terjadinya pedagang nakal atau pedagang yang usahanya belum terdeteksi
oleh paguyupan pedagang kaki lima. Kadang dalam melakukan pengawasan terhadap
pedagang kaki lima, polisi pamong praja masih menemukan pedagang kaki lima yang
nakal yang melakukan aktivitasnya di trotoar atau fasilitas umum lain serta ada juga
pedagang yang mencuri waktu berdagang pada tempat-tempat tertentu yang pada
aturan yang telah di sepakati sudah ada sebagai contoh di daerah alun-alun polisi
pamong praja masih menjumpai adanya pedagang kaki lima yang berdagang atau
melakukan aktivitasnya di daerah tersebut. Padahal dalam ketentuan yang berlaku
dalam Perda kawasan atau daerah sekitar alun-alun tidak boleh digunakan untuk
berdagang atau pun mendirikan lapak ini dikarenakan akan sangat mengganggu
keindahan alun-alun itu sendiri. Kalau pun ada perizinan untuk berdagan didaerah
tersebut sudah ada waktunya sendiri yaitu mulai pukul 16.00, kurang dari itu mereka
tidak boleh berdagang di daerah tersebut. Tindakan dan cara menyikapi hal ini polisi
pamong praja dengan perannya melakukan upaya pengarahan dan memberi peringatan
kepada pedagang kaki lima yang menyalahi aturan tersebut untuk tidak melakukan
aktivitasnya sebelum waktu yang telah disepakati karena dapat mengganggu
kenyamanan pengguna fasilitas umum lain dan dapat merusak pandangan, serta dapat
menimbulkan kesemrawutan jalan.
Selain tindakan diatas polisi pamong praja juga melakukan wewenang lain tentang
fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dengan cara memberikan sosialisasi terhadap pedagang kaki lima dan mengumpulkan
para pedagang maupun pengurus atau ketua paguyupan yang menaungi para pedagang
tersebut untuk di berikan pengarahan pembinaan agar para pedagang dapat menaati
peraturan yang ada dan dapat berdagang tanpa harus mengganggu orang lain. Sosialisasi
biasanya dilakukan dikantor polisi pamong praja, dipaguyupan pedagang kaki lima atau
dilakukan dilapangan. Sosialisasi yang diberikan polisi pamong praja kabupaten
magetan ini dilakukan secara periodik setiap dua minggu sekali. Sosialisasi lebih
kepada kondisional menyangkut pedagang kaki lima di kabupaten magetan agar tetap
sesuai dengan peraturan daerah yang ada. Menurut hasil wawancara yang dilakukan
penulis dengan Bapak Secondany selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, beliau
mengatakan bahwa sebagian besar pedagang kaki lima tersebut setelah adanya tindakan
yang dilakukan polisi pamong praja baik berupa pembinaan, pengarahan, sosialisasi dan
pengontrolan para pedagang kaki lima tersebut mengindahkanya dan dapat di ajak kerja
sama untuk dapat menaati peraturan yang telah ditentukan. Dengan adanya kemitraan
kerja antara polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima ini dapat mencerminkan
suatu kondisi yang dapat menguntungkan satu sama lain.
Pedagang kaki lima kabupaten magetan yang berbuat curang ataupun melakukan
pelanggaran tersebut oleh satuan polisi pamong praja di tindak lanjuti keberadaan dan
masalahnya dengan cara memberi peringatan kepada pedagang kaki lima tersebut. Jika
dalam memberikan peringatan sebanyak tiga kali oleh polisi pamong praja tidak di
gubris atau diindahkan pedagang kaki lima, maka polisi pamong praja akan mengambil
alat dan dagangannya untuk diambil dan dijadikan barang bukti adanya pelanggaran
yang dilakukan pedagang kaki lima tersebut. Ini dilakukan polisi pamong praja
kabupaten magetan semata untuk memenuhi salah satu kewenangan polisi pamong praja
yang berupa menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dalam hal ini yang
menjadi masalah adalah padagang kaki lima.
Barang bukti yang disita tersebut sebagai jaminan agar pedagang kaki lima tersebut
tidak mengulangi pelanggaran yang pernah dilakukan dan sebagai bukti yang nantinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
akan diserahkan ke seksi penyidikan dan pembinaan kantor satuan polisi pamong praja
bagian pejabat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk ditindak lanjut sesuai
dengan pelanggaran yang telah dilakukan. Biasanya PPNS memberikan inisiatif kepada
pedagang kaki lima untuk menyelesaikan masalahnya melalui pemeriksaan dalam acara
cepat di pengadilan negeri atau dapat diselesaikan melalui seksi penegakan pada kantor
satuan polisi pamong praja kemudian diserahkan pada penyidik pegawai negeri sipil
(PPNS). Berdasarkan ketentuan pasal 5 Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002
tentang penataan pedagang kaki lima sanksi yang akan diberikan bagi pedagang kaki
lima yang melanggar aturan Peraturan Daerah tersebut akan diberi sanksi berupa sanksi
denda paling banyak Rp. 5.000.000 dan pidana kurungan paling lama 6 bulan penjara.
Dengan adanya sanksi tersebut Polisi pamong praja telah melakukan tindakan
administrasif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum terutama PKL
yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau pertauran kepala daerah.
Secara realita fungsi satuan polisi pamong praja di kabupaten Magetan masih jauh
untuk mewujudkannya dan kurang optimal. Hal ini dapat dilihat dengan masih
banyaknya pedagang kaki lima yang melanggar dan menyalahi aturan yang yang ada,
walaupun sudah ada penataan dan juga penertiban tentang pedagang kaki lima yang
dilakukan satuan polisi pamong praja di kabupaten Magetan. Satuan Polisi Pamong
Praja kabupaten magetan memiliki 2 unit truk huru-hara, 2 unit alat bongkar, 8 unit
personil yang terdiri dari 5 orang anggota. Selain itu kurangnya fasilitas yang dimiliki
satuan polisi pamong praja kabupaten magetan juga menjadi permasalahan yang
mengganggu kinerja satpol PP itu sendiri. Demikian ini merupakan permasalahan yang
serius, dimana penegak hukum yang lebih tinggi dituntut tegas dalam segala bentuk
penyelewengan dan pelanggaran yang terjadi. Menurut Peraturan Bupati Magetan
Nomor 83 tahun 2006 tentang tugas pokok dan fungsi satuan polisi pamong praja
kabupaten magetan adalah melaksanakan tugas bupati dalam memelihara dan
menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Perda. Dalam
penelitian ini khususnya Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan PKL di magetan.
Polisi pamong praja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pembantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
tugas kepala daerah, satuan polisi pamong praja kabupaten magetan dalam mengemban
tugas khususnya dalam melakukan pembinaan, pengawasan, penertiban dan pengamatan
terhadap PKL bertujuan untuk mewujudkan kabupaten magetan yang indah, tertib, rapi
dan kondusif seperti slogan kabupaten magetan sendiri.
Menurut penelitian yang dilakukan penulis, upaya satuan polisi pamong praja dalam
menetralisir permasalahan mengenai PKL khususnya dengan melakukan sosialisasi
secara periodik kepada warga masyarakat maupun PKL sendiri. Upaya ini memang
efektif untuk identifikasi dan prevensi awal terhadap permasalahan PKL. Dalam
melakukan sosialisasi persoalan SDM polisi pamong sendiri juga memiliki peranan
yang dominan. Dengan SDM yang kurang maka polisi pamong praja magetan belum
secara optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai pelaksana pembinaan dan
penyuluhan kepada masyarakat dalam melaksanakan ketaatan dalam Peraturan Daerah.
Oleh karena itu SDM dari polisi pamong praja haruslah memadai dan cukup dalam
melakukan fungsinya sebagai pelaksana pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat
maupun PKL. Upaya lain yang dilakukan polisi pamong praja dalam menetralisir
persoalan mengenai PKL adalah dengan memberikan penjelasan dan pengertian kepada
msyarakat sepeti halnya kepada PKL untuk menaati dan mengerti adanya Perda Nomor
24 Tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki lima di kabupaten Magetan agar tidak
terjadi kesalahpahaman dengan masyarakat apabila Satpol PP melakukan tugasnya
menegakkan Perda tersebut. ngatur jam buka bagi PKL, serta mengatur alat yang
digunakan PKL dalam menjalankan usahanya tidaklah permanen melainkan dapat
dibongkar pasang dan tidak mengganggu kebersihan setelah selesai berdagang.
2. Hambatan – hambatan yang di hadapi Satpol PP dalam menegakkan
Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki
lima di Magetan
Pada umumnya pedagang kaki lima keberadaannya cenderung tumbuh dan berkembang
karena mudah dalam melakukan aktivitas usahanya serta terjangkau dengan
kemampuan diri tanpa memerlukan pendidikan formil. Dalam perkembangan pedagang
kaki lima tumbuh pesat di pusat-pusat kota seperti halnya di daerah magetan. Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
karena itu kabupaten magetan membuat suatu peraturan daerah tentang penataan
pedagang kaki lima agar dapat menjadikan pedoman PKL dalam melakukan usahanya.
Pemerintah daerah magetan dalam hal ini dibantu satuan polisi pamong praja dalam
menegakkan peraturan daerah tersebut. Dalam menegakkan Perda tersebut polisi
pamong praja kabupaten magetan mengalami suatu hambatan secara internal dan
eksternal dalam mewujudkan dan menegakkan peraturan daerah tentang penaataan
pedagang kaki lima. antara lain tentang peraturan daerah tersebut berjalan, penegak
hukum dalam menjalankan Perda tersebut, fasilitas yang dimiliki penegak hukum dalam
menegakkan Perda, dan warga masyarakat.
Hambatan secara internal yang dihadapi Satpol PP kabupaten Magetan dalam
menegakkan Perda tersebut polisi pamong praja mengalami kendala berupa kurang
maksimalnya Perda tentang penataan pedagang kaki lima yang berlaku di magetan.
Perda tesebut kurang maksimal karena dalam Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang
penataan pedagang kaki lima tersebut tidak diatur bagaimana cara mendirikan tempat
usaha yang baik bagi PKL dalam hal alat dan waktu yang digunakan untuk melakukan
usahanya. Disini dalam Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki
lima di kabupaten magetan juga kurang jelas dalam menata PKL di magetan. Kurang
maksimalnya Perda tersebut juga berupa pembinaan dan tata cara penyidikan benar
serta penataan yang benar untuk PKL yang dilakukan oleh polisi pamong praja. Selain
itu kurang jelasnya peraturan yang ada dalam Perda tersebut dalam menata PKL
mengenai wewenang polisi pamong praja tentang penegakkan hukum seperti
penertiban, sosialisasi, dan penegakan. Tidak adanya peraturan yang jelas tentang
bagaimana menjalankan usaha bagi PKL yang baik dan tidak mengganggu kepentingan
umum juga menjadi hambatan tersendiri bagi polisi pamong praja magetan. Selain itu
kendala utama yang dihadapi polisi pamong praja dalam melakukan pembinaan,
penertiban dan pengawasan terhadap peraturan darah tersebut adalah kurang jelasnya
dasar dan landasan hukum yang kuat untuk dijadikan pijakan dalam melakukan
pembinaan, penertiban serta pengawasan. Dalam menyikapi masalah tersebut polisi
pamong praja kabupaten magetan terutama masalah tentang pedagang kaki lima mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
tetap mengacu pada pasal 3 peraturan daerah Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan
pedagang kaki lima. Selama ini polisi pamong praja kabupaten magetan dalam
melakukan tindakan terhadap pedagang kaki lima yang menyalahi prosedur dalam hal
keberadaan munculnya yang tidak terdeteksi sebelumnya dan tidak boleh menempati
tempat yang sekiranya tidak boleh untuk berdagang dapat ditaati dengan baik. Akan
tetapi juga masih ada pedagang kaki lima yang tdak menaati aturan tersebut dan tetap
berbuat curang dengan tidak mngindahkannya.
Faktor sumber daya manusia juga mempengaruhi kinerja bagi anggota maupun
perangkat satuan polisi pamong praja merupakan salah satu faktor internal yang di alami
oleh polisi pamong praja magetan. SDM merupakan faktor penting bagi instansi apapun
apalagi bagi instansi penegak hukum. Disini polisi pamong praja kabupaten magetan
hampir setengah dari personilnya memiliki pendidikan dan SDM yang kurang dari kata
memadai dan cenderung minim bagi penegak hukum. Selain itu hambatan secara
internal diatas juga berasal dari pendidikan personil polisi pamong praja sendiri.
Dengan adanya pendidikan yang memadai dapat menunjang kinerja polisi pamong praja
dalam menegak Perda Nomor 24 Tahun 2002 tentang penataan PKL di kabupaten
magetan. Selain itu pendidikan yang memadai juga dapat menunjang kinerja polisi
pamong praja dalam menegakkan Perda, sebab dalam menjalankan Peraturan Daerah
yang baik harus ditunjang pengetahuan, pemahaman mengenai Perda yang akan di
laksanakan tersebut. Akan tetapi dalam penelitian yang dilakukan penulis mengenai
faktor pendidikan yang pasti dan memadai dalam personil polisi pamong praja belum
terlaksana dengan baik dan masih banyak personil yang kurang dalam hal pendidikan.
Ini juga dapat mempengaruhi kinerja polisi pamong praja jika diadakan kepelatihan
dalam hal menegakkan Perda. Kepalitahan yang cukup tentang bagaimana menegakkan
Disini Satpol PP sebagai penegak hukum yang bersangkutan mengalami problema
dalam menegakkan Peraturaturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang penataan PKL
di kabupaten magetan. Problema yang dihadapi Satpol PP adalah kurang fasilitas saran
dan prasarana yang dimiliki Satpol PP. ini merupakan persoalan yang cukup serius
apabila dalam melakukan pekerjaan terhambat sarana dan prasaran yang dimiliki. Tugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Satpol PP dalam hal ini adalah menertibkan. Dengan kurangnya fasilitas yang memadai
bagi satuan polisi pamong praja dalam menjalankan tugas dan fungsinya maka kinerja
dilapangan sedikit terhambat. Sarana dan prasarana yang kurang dalam hal ini seperti
contohnya mobil, pakaian khusu huru-hara, alat keamanan maupun alat untuk
membongkar lapak yang sekiranya ilegal atau tidak sesuai aturan yang ada Berkaitan
dengan hal tersebut fasilitas seperti truk, alat bongkar dan juga alat angkut yang masih
kurang dari kata mendukung. Akibatnya saat menjalankan tugas seperti penertiban,
menyita dan mengangkut berjalan tidak efisien dan tidakan sesuai dengan prosedur serta
dapat menyalahi aturan yang telah berlaku di kabupaten Mgetan tentang penataan
pedagang kaki lima. Disamping itu hal tersebut dapat membuang waktu dan tidak
efektif kinerja satuan polisi pamong praja di kabupaten magetan. Walaupun hambatan
secara tehnis tersebut masih tergolong minim tapi pemerintah daerah Magetan tidak
boleh mengesampingkannya. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai
tersebut secara tidak langsung akan menunjang kinerja Satpot PP dalam menegakkan
Perda Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan PKL di kabupaten magetan.
Permasalahan tentang ketertiban suatu tempat untuk berdagang merupakan masalah
yang tradisional. Akan tetapi semua itu dapat teratasi harus dengan adanya fasilitas yang
memadai dari pihak penegak hukum yang bersangkutan. Dengan tidak
mengesampingkan hal diatas faktor keuangan merupakan hal terpenting dalam
menghambat kinerja satuan polisi pamong praja dalam menjalankan tugas, fungsi dan
wewenang dilapangan apabila melakukan penertiban dan penataan pedagang kaki lima
di kabupaten Magetan. Faktor tehnis juga merupakan faktor yang menjadi penghambat
satuan polisi pamong praja dalam melakukan kinerjanya.
Hambatan lain yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda
Nomor 24 tahun 2002 adalah tidak adanya tempat khusus yang disediakan pemerintah
daerah kabupaten magetan bagi PKL untuk berdagang atau menjalankan usahanya.
Walaupun telah ada paguyupan yang menangani adanya PKL di kabupaten magetan itu
pun tidak cukup untuk mengatasi keberadaan PKL di magetan agar dalam menjalankan
usahanya tetap tertib sesuai aturan yang ada. Sekiranya pemerintah daerah magetan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
dapat menyediakan lahan khusus yang dikelola untuk menampung PKL agar PKL
dimagetan tidak semrawut seperti dalam kenyataannya di lapangan. Selain
meminimalisir terjadi PKL nakal atau tidak mempunyai izin yang sesuai dengan aturan
yang ada ini juga dapat mencerminkan situasi yang tertib dan kondusif di kabupaten
magetan. Izin suatu penempatan bagi pedagang kaki lima dirasa kurang
tersosialisasikan. Hal ini terbukti banyaknya PKL yang secara langsung menempati
suatu tempat tanpa izin yang jelas dari pemerintah kabupaten magetan. Izin untuk
menempati suatu tempat guna berdagang sangatlah penting, selain untuk tertib
administrasi juga sebagai media kontrol untuk melakukan pengawasan terhadap
keberadaan PKL itu sendiri. Pengurusan izin untuk tempat yang akan digunakan untuk
berdagang telah dilakukan dengan tertib. Polisi pamong praja selaku petugas yang
bersangkutan menangani masalah tersebut secara intens melakukan sosialisasi mengenai
Perda Nomor 24 tahun 2002 demi tercapainya suasana kabupaten magetan yang tertib
dan terkendali. Sosialisasi tersebut sangatlah berguna, dimana dengan adanya sosialisasi
dapat mencegah terjadinya permasalahan dan berguna sebagai kejelasan dalam suatu
sistem yang berlaku.
Selain faktor diatas, faktor yang menghambat kinerja polisi pamong praja kabupaten
magetan dan juga instansi lain yang mendasar adalah faktor keuangan. Dengan tidak
mengesampingkan hal-hal lain ini merupakan hal terpenting dalam menghambat kinerja
satuan polisi pamong praja dalam mrnjalankan tugas, fungsi dan wewenang dilapangan
apabila melakukan penertiban dan penataan pedagang kaki lima di kabupaten Magetan.
Faktor tehnis juga merupakan faktor yang menjadi penghambat satuan polisi pamong
praja dalam melakukan kinerjanya. Dengan kurangnya fasilitas yang memadai bagi
satuan polisi pamong praja dalam menjalankan tugas dan fungsinya maka kinerja
dilapangan sedikit terhambat. Walaupun hambatan secara tehnis tersebut masih
tergolong minim tapi pemerintah daerah Magetan tidak boleh mengesampingkannya.
Berkaitan dengan hal tersebut fasilitas seperti truk, alat bongkar dan juga alat angkut
yang masih kurang dari kata mendukung. Akibatnya saat menjalankan tugas seperti
penertiban, menyita dan mengangkut berjalan tidak efisien dan tidaka sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
prosedur serta dapat menyalahi aturan yang telah berlaku di kabupaten Magetan tentang
penataan pedagang kaki lima. Disamping itu hal tersebut dapat membuang waktu dan
tidak efektif kinerja satuan polisi pamong praja di kabupaten magetan.
Hambatan secara eksternal yang dihadapi satuan polisi pamong praja magetan dalam
mewujudkan dan menegakkan peraturan daerah tentang penaataan pedagang kaki lima.
Menurut hasil wawancara penulis dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Bapak
Secondany yang sejak tahun 2009 menjabat sebagai Kasat Polisi Pamong Praja ini ada
beberapa hal yang menjadi penghambat tugas polisi pamong praja dalam melaksanakan
dan menegakkan Peraturan Daerah tersebut, antara lain :
a. Kurangnya kesadaran pedagang kaki lima dalam mematuhi peraturan daerah
tersebut dalam hal melakukan aktivitas berdagang, ketaatan waktu
berdagang pada tempat-tempat tertentu dan tempat berdagang.
b. Masih banyakya pedagang nakal yang belum terdeteksi maupun terdaftar
dalam paguyupan agar dapat diberi sosialisasi dalam hal melakukan
aktivitasnya.
c. Masih banyaknya pedagang kaki lima yang tidak teratur dalam mengikuti
sosialisasi yang diberikan polisi pamong untuk diberikan pengarahan dalam
melakukan aktivitas berdagang.
d. Belum adanya tempat khusus yang diberikan pemerintah daerah magetan
bagi padagang kaki lima untuk melakukan aktivitasnya agar tidak
mengganggu fasilitas umum dalam berdagang.
Dari hambatan yang dihadapi polisi pamong praja kabupaten magetan diatas dapat
dicegah atau minimal dikurangi dengan melakukan upaya atau tindakan sebagai berikut
:
a. Memberikan dan mengadakan sosialisasi kepada pedagang kaki lima secara
berkesinambungan tentang ketentuan yang diatur dan harus dipatuhi dalam
peraturan daerah dalam menetralisir dan menata permasalahan pedagang
kaki lima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
b. Polisi pamong praja lebih berinteraksi dalam melakukan koordinasi dengan
pedagang kaki lima serta paguyupan yang menjadi wadah bagi PKL dan
SKPD untuk mencegah adanya permusuhan atau kesalahpahaman yang
dialami salah satu pihak.
c. Pemerintah daerah magetan dapat menyediakan tempat khusus bagi PKL
untuk dapat melakukan aktivitas usahanya agar tidak mengganggu
ketertiban, keindahan kabupaten magetan dan mengganggu fasilitas umum
dalam berdagang.
d. Polisi Pamong Praja kabupaten Magetan harus lebih transparan dalam
memberikan sosialisasi dan menidak tegas bagi PKL yang tidak mengikuti
sosialisasi yang diberikan Satpol PP agar dalam menjalankan usahanya PKL
lebih dapat mematuhi aturan yang ada dalam Perda Nomor 24 tahun 2002
tersebut.
Selain faktor diatas, faktor yang menghambat kinerja polisi pamong praja kabupaten
magetan juga berasal dari kesadaran dari masyarakat magetan sendiri tentang
bagaimana Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2002 bekerja dan berfungsi dengan baik.
Kesadaran masyarakat berguna untuk menunjang kinerja Satpol PP dan juga Perda
tersebut untuk mewujudkan keadaan yang kondusif di kabupaten magetan. Selain itu
Perda ini dapat berjalan dengan baik juga berdasarkan tanggapan masyarakat magetan
tentang PKL yang ada di magetan sudah sesuai dengan Perda Nomor 24 tahun 2002
apakah belum dalam menjalankan usahanya. Ini bertujuan untuk meminimalisir kinerja
Satpol PP kabupaten magetan, sebab informasi dan juga tanggapan masyarakat
sangatlah perlu dan penting untuk menunjang kinerja Satpol PP. Semua itu dapat
berjalan dengan baik apabila pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang
bagaimana kerja Satpol PP dan bagaimana Perda tentang PKL tersebut diberikan secara
jelas dan dapat dipahami oleh masyarakat magetan itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam menegakkan Peraturan
Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di
kabupaten Magetan.
Polisi pamong praja kabupaten magetan sudah berperan cukup efektif dalam
menegakkan peraturan daerah Nomor 24 tahun 2002, hal ini ditunjukkan dengan :
a. Menjalankan Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2002 dengan memberikan
pembinaan, pengarahan dan solusi tentang Perda Nomor 24 tahun 2002
kepada pedagang kaki lima agar dalam menjalankan usahanya sesuai dengan
Peraturan Daerah yang ada dengan cara menjalin kerja sama paguyupan
sehingga PKL tersebut dapat menjadi anggota yang syah dalam paguyupan
yang menaungi pedagang kaki lima di magetan.
b. Menegakkan Perda Nomor 24 tahun 2002 dengan cara melakukan
sosialisasi, pengawasan, pengontrolan kepada para pedagang kaki lima,
semua ini bertujuan untuk menciptakan suasana kondusif di wilayah
magetan dan dapat mencerminkan keindahan dan ketertiban kabupaten
magetan.
c. Menjadi fasilitator bagi PKL dengan melakukan mengontrolan, mendata dan
mengidentifikasi pedagang kaki lima untuk mencegah adanya pedagang kaki
lima yang nakal atau pedagang kaki lima yang usahanya belum terdeteksi
oleh paguyupan pedagang kaki lima serta untuk meminimalisir kecurangan
ataupun pelanggaran yang dilakukan PKL di kabupaten magetan.
d. Memberikan sosialisasi kepada warga masyarakat dan juga PKL tentang
Perda Nomor 24 Tahun 2002 tentang penataan pedagang kaki lima di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kabupaten Magetan untuk dapat dipatuhi dan dapat mengantisipasi
terjadinya kesalahpahaman dengan masyarakat.
2. Hambatan – hambatan yang di alami Satuan Polisi Pamong Praja dalam
menegakkan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang penataan
pedagang kaki lima di kabupaten Magetan
a. Hambatan secara internal yang dihadapi Satpol PP kabupaten Magetan :
1) Kurang maksimalnya Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2002 tentang
penataan pedagang kaki lima di kabupaten Magetan tentang masalah
pembinaan, penyidikan dan peraturan yang benar dalam hal waktu dan
tempat bagi PKL di kabupaten magetan.
2) Belum adanya prosedur tetap ( protap ) dalam Perda Dalam Nomor 24
tahun 2002 tentang penataan padagang kaki lima untuk menunjang
kinerja Satpol PP kabupaten magetan.
3) Kurangnya SDM dan pendidikan yang dimiliki sebagian anggota Satpol
PP kabupaten Magetan maupun staf satuan polisi pamong praja
kabupaten magetan guna menunjang kinerjanya dalam menegakkan
Perda Nomor 24 Tahun 2002 sebagai penegak hukum.
4) Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki satuan polisi pamong
praja untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan daerah Nomor 24
tahun 2002 tentang penataan padagang kaki lima. Dalam permasalahan
ini Pemerintah daerah Magetan harus dapat menyediakan sarana dan
prasana yang lengkap hal ini bertujuan untuk mendukung kinerja Satpol
PP dalam menegakan Perda Nomor 24 tahun 2002.
b. Hambatan secara eksternal yang dihadapi Satpol PP kabupaten Magetan :
1) Kurangnya kesadaran pedagang kaki lima dalam mematuhi peraturan
daerah tersebut dalam hal melakukan aktivitas berdagang, ketaatan
waktu berdagang pada tempat-tempat tertentu dan tempat berdagang.
Selain itu masih banyakya pedagang nakal yang belum terdeteksi
maupun terdaftar dalam paguyupan agar dapat diberi sosialisasi dalam
hal melakukan aktivitasnya. Oeleh karena itu Satpol PP perlu melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
pembinaan dan sosialisasi tentan Peraturan Daerah kepada PKL di
kabupaten Magetan serta melakukan kerjasama dengan paguyupan untuk
menjaring PKL yang belum terdaftar dalam paguyupan untuk bergabung
dalam paguyupan.
2) Belum adanya tempat khusus yang diberikan pemerintah daerah magetan
bagi padagang kaki lima untuk melakukan aktivitasnya agar tidak
mengganggu fasilitas umum dalam berdagang. Dengan Pemerintah
Daerah kabupaten Magetan memberikan atau menyediakan lahan layak
atau tempat khusus bagi PKL, hal itu dapat mengatasi permasalahan
yang terjadi.
3) Masih banyaknya pedagang kaki lima yang tidak teratur dalam
mengikuti sosialisasi yang diberikan polisi pamong untuk diberikan
pengarahan dalam melakukan aktivitas berdagang. Dalam hal ini
selayaknya Satpol PP lebih tegas dalam melakukan sosialisasi kepada
PKL dan memberikan sanksi khusus kepada PKL yang tidak teratur
dalam mengikuti sosialisasi maka permasalahan tersebut dapat teratasi.
4) Sebagian dari warga masyarakat Magetan kurang memperhatikan adanya
PKL yang kurang tertata rapi di kabupaten Magetan. Maka dari itu
Pemerintah Daerah dan Satpol PP harus selalu berkoordinasi mengenai
PKL yang ada di kabupaten Magetan.
B. SARAN
Dalam menegakkan peraturan daerah Nomor 24 tahun 2002 tentang penataan pedagang
kaki lima pemerintah daerah magetan dan satuan polisi pamong praja mengalami
berbagai hambatan. Untuk mengatasi hambatan tersebut penulis memberikan beberapa
saran yang mungkin dapat menjadi masukan dan pertimbangan untuk polisi pamong
praja. Saran yang akan disampaikan oleh penulis sebagai berikut :
a. Adanya aturan tentang Perda mengenai PKL di kabupaten Magetan yang
bersifat jelas dan terperinci serta mengandung azas kepastian hokum akan
menutup celah akan terjadinya hal-hal yang bersifat melanggar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
b. Dengan adanya protap mengenai Satpol PP yang komprehensif maka akan
menciptakan penegakan hukum yang optimal mengenai penataan PKL di
kabupaten Magetan.
c. Pemerintah Daerah Magetan dapat memberikan program peningkatan SDM
dengan cara melakukan pelatihan, sosialisasi, simulasi dan seminar kepada
para anggota anggota Satuan Polisi Pamong Praja kabupaten Magetan guna
menunjang kinerja Satpol PP dalam menegakkan Perda Nomor 24 Tahun
2002.
d. Penambahan sarana dan prasarana itu oleh Pemmerintah Daerah kabupaten
magetan maka dapat menunjang kinerja Satpol PP dalam menegakan Perda
tentang PKL di kabupaten Magetan.
e. Warga masyarakat Magetan setidaknya ikut bekerja sama dengan Satpol PP
dan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban guna
menanggulangi permasalahn PKL di kabupaten Magetan.