perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii efek
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.)
TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DENGAN DEMAM YANG
DIINDUKSI VAKSIN DPT
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Luthfiana Syarifah
G.0007098
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Efek Antipiretik Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus
niruri L.) terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan Demam yang
Diinduksi Vaksin DPT
Luthfiana Syarifah, NIM : G.0007098, Tahun : 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Kamis, Tanggal 16 Desember Tahun 2010 Pembimbing Utama
Nama : Nur Hafidha Hikmayani, dr., M.ClinEpid NIP : 19761225 200501 2 001 ……………………… Pembimbing Pendamping
Nama : Vicky Eko N.H., dr., M.Sc., SpTHT-KL NIP : 19770914 200501 1 001 .……………………... Penguji Utama
Nama : Samigun, dr., SU., P.Fark. NIP : 19470707 197609 1 001 ……………………… Anggota Penguji
Nama : H. Endang Sutisna S., dr., M.Kes. NIP : 19560320 198312 1 002 ………………………
Surakarta, ........................................
Ketua Tim Skripsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
Muthmainah, dr.,M.Kes
NIP : 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S
NIP : 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 16 Desember 2010
Luthfiana Syarifah
G.0007098
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Luthfiana Syarifah, G.0007098, 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan Demam yang Diinduksi Vaksin DPT. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek antipiretik ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) dengan demam yang diinduksi vaksin DPT. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium dengan pre test and post test with control design. Subjek penelitian berupa tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar sebanyak 25 ekor berumur ± 2-3 bulan, BB ± 150-200 g. Sampel dibagi dalam 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive random sampling. Kelompok I (kontrol negatif) diberi aquadest 2 ml, kelompok II (kontrol positif) diberi parasetamol 12,6 mg dalam 2 ml larutan /200 g BB tikus,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
kelompok III diberi ekstrak herba meniran dosis I (37,8 mg dalam 2 ml larutan /200 g BB tikus), kelompok IV diberi ekstrak herba meniran dosis II (75,6 mg dalam 2 ml larutan /200 g BB tikus) dan kelompok V diberi ekstrak herba meniran dosis III (151,2 mg dalam 2 ml larutan /200 g BB tikus). Tiap-tiap tikus sebelum diberi perlakuan diukur temperatur rektalnya, kemudian tikus dibuat demam dengan disuntik vaksin DPT 0,2 ml secara i.m. Tiga jam setelah pemberian vaksin, suhu rektal kembali diukur untuk mengetahui kenaikan suhu. Kemudian masing-masing kelompok mendapat perlakuan. Lima belas menit setelah perlakuan, suhu rektal kembali diukur sampai percobaan pada menit ke 120 dengan interval 15 menit. Setelah data diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji anova repeated measures dan dilanjutkan dengan uji post hoc.
Hasil Penelitian: Hasil uji anova repeated measures menunjukkan adanya perbedaan nilai yang bermakna dari penurunan suhu rektal pada pada subjek antarwaktu dan antarkelompok perlakuan (p<0.05). Hasil uji post hoc menunjukkan bahwa perbedaan yang bermakna (p<0.05) terdapat antara kelompok parasetamol dengan kelompok aquadest dan dosis 1, sedangkan antara kelompok parasetamol dengan kelompok dosis 2 dan dosis 3 tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0.05).
Simpulan Penelitian: Terdapat efek antipiretik pada ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) dengan demam yang diinduksi vaksin DPT Kata kunci: ekstrak herba meniran, antipiretik, tikus putih.
ABSTRACT Luthfiana Syarifah, G.0007098, 2010. Anti-pyretic Effect of Leaf Flower (Phyllanthus niruri L.) Herbs Extract on the DPT Vaccine-Induced Fevered White Rats (Rattus norvegicus). Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective: The objectives of this research are to know the presence of anti-pyretic effect of leaf flower (Phyllanthus niruri L.) herbs extract on the DPT vaccine-induced fevered white rats (Rattus norvegicus).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Methods: This was laboratory experimental research with pre test and post test with control design. Subjects in this research were 25 Wistar strains white male rats (Rattus norvegicus) 2-3 months old age and 150-200 g weight. Samples divided into 5 groups of 5 rats each. Sampling technique used in this research was purposive random sampling. Group I (negative control) was given aquadest 2 ml, group II (positive control) was given paracetamol 12,6 mg in 2 ml liquid /200 g rat weight, group III was given leaf flower herbs extract at dosages I (37,8 mg in 2 ml liquid /200 g rat weight), group IV was given leaf flower herbs extract at dosages II (75,6 mg in 2 ml liquid /200 g rat weight) and group V was given leaf flower herbs extract at dosages III (151,2 mg in 2 ml liquid /200 g rat weight). Each rat was measured by rectal temperature before the treatment, then each rat was fevered by injecting the 0,2 ml DPT vaccine i.m. Three hours after vaccine given, the rectal temperature was measured again to know about the temperature increased. Next each group was given treatment. 15 minutes later, rectal temperature was measured again until the minute-120 by 15 minutes interval. After the data obtained, then analized by anova repeated measures test and continued by post hoc test. Results: Result of anova repeated measures test showed that there was a significant difference of temperature measurements over time and among the five groups (p<0.05). The result of post hoc test analysis showed that the significant difference (p<0.05) was between paracetamol group and both aquadest group and dose 1 group. No significant differences (p>0.05) were found between paracetamol group and both dose 2 and dose 3 group. Conclusion: The feeding of leaf flower herbs extract (Phyllanthus niruri L.) has an antipyretic effect on on The DPT Vaccine-Induced Fevered White Rats (Rattus norvegicus) Key words: leaf flower herbs extract, anti-pyretic, white rat.
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Antipiretik Ekstrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan Demam yang Diinduksi Vaksin DPT”. Shalawat dan salam terkirim kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnahnya.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., M.S, selaku Dekan FK UNS Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta. 3. Nur Hafidha Hikmayani, dr., M.Clin.Epid, selaku Pembimbing Utama
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini.
4. Vicky Eko N.H., dr., M.Sc., SpTHT-KL, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini.
5. Samigun, dr., SU., P.Fark., selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. H. Endang Sutisna S., dr., M.Kes., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Laboratorium Farmakologi dan Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.
8. Seluruh Staf LPPT UGM Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan ekstrak dan pihak USB dalam jalannya penelitian.
9. Mama (Dra. Nurul Hidayati) dan Papa (Ir. Ahmad Ridha, MT) tercinta, serta Kakakku (Luthfi Riza Bahtiar) tersayang; atas doa, saran, dan motivasi di setiap waktu pada penulis.
10. Sahabat-sahabatku yang tak tergantikan Em, Mami, Dakoch, Bulet, Fenda, Markus, Dito, Christ, Mitha, Tofan (partnerku yang baik hati) yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta selalu setia menemani dan membantu penulis dalam suka dan duka. Spesial buat Aditya Iqbal Maulana yang telah banyak membantu dalam penelitian ini
11. Teman-teman Wisma Nurul Fikri khususnya mbak Rinda dan mas Wawan, LKMI, dan Komedian 2007 atas kebersamaan yang tak terlupakan selama ini.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Surakarta,16 Desember 2010
Luthfiana Syarifah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
PRAKATA .............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI........................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. ................................................................................................ Lata
r Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. ................................................................................................ Ru
musan Masalah..................................................................................... 4
C. ................................................................................................ Tuj
uan Penelitian ....................................................................................... 4
D. ................................................................................................ Man
faat Penelitian....................................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. ............................................................................................... Tinj
auan Pustaka ....................................................................................... 5
1. .......................................................................................... De
mam............................................................................................... 5
2. .......................................................................................... Vak
sin DPT ......................................................................................... 11
3. .......................................................................................... Anti
piretik ............................................................................................ 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
4. .......................................................................................... Men
iran
a. ..................................................................................... Tak
sonomi .................................................................................... 17
b. ..................................................................................... Na
ma Lain ................................................................................... 17
c. ..................................................................................... Dae
rah Distribusi dan Habitat ..................................................... 18
d. ..................................................................................... Des
kripsi ....................................................................................... 18
e. ..................................................................................... Kan
dungan Kimia ......................................................................... 19
f. ..................................................................................... Efe
k Farmakologis....................................................................... 20
5. .......................................................................................... Ko
mponen Meniran yang Mempunyai Efek Antipiretik ................ 20
6. .......................................................................................... Ekst
rak.................................................................................................. 22
B. ............................................................................................... Ker
angka Pemikiran ................................................................................. 24
C. ............................................................................................... Hip
otesis.................................................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. ............................................................................................ Jeni
s Penelitian....................................................................................... 26
B. ............................................................................................ Lok
asi Penelitian.................................................................................... 26
C. ............................................................................................ Subj
ek Penelitian .................................................................................... 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
D. ............................................................................................ Tek
nik Sampling.................................................................................... 27
E. ............................................................................................ Iden
tifikasi Variabel Penelitian ............................................................. 27
F.............................................................................................. Defi
nisi Operasional Variabel Penelitian.............................................. 28
1. ....................................................................................... Vari
abel Bebas.................................................................................. 28
2. ....................................................................................... Vari
abel Terikat ................................................................................ 28
3. ....................................................................................... Vari
abel Luar .................................................................................... 28
a. .................................................................................. Ter
kendali ................................................................................. 28
b. .................................................................................. Tida
k Terkendali ........................................................................ 29
G. ............................................................................................ Ran
cangan Penelitian ........................................................................... 30
H. ............................................................................................ Instr
umentasi Penelitian ......................................................................... 31
1. ....................................................................................... Alat
.................................................................................................... 31
2. ....................................................................................... Bah
an ................................................................................................ 31
I. ............................................................................................. Jala
nnya Penelitian ................................................................................ 32
1. ....................................................................................... Pers
iapan ........................................................................................... 32
2. ....................................................................................... Pem
berian Perlakuan........................................................................ 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
3. ....................................................................................... Sete
lah Perlakuan ............................................................................. 33
J. ............................................................................................. Pen
entuan Dosis
1. .................................................................................. Dos
is Parasetamol ..................................................................... 33
2. .................................................................................. Dos
is Ekstrak Herba Meniran .................................................. 33
K. ............................................................................................ Tek
nik Analisis Data Statistik .............................................................. 35
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. ............................................................................................ Dat
a Hasil Penelitian............................................................................. 37
B. ............................................................................................ Ana
lisis Data .......................................................................................... 39
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 43
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. ............................................................................................ Sim
pulan................................................................................................. 47
B. ............................................................................................ Sara
n ........................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 48
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rerata Hasil dan Simpangan Baku Pengukuran Suhu untuk
Masing-masing Kelompok Tikus Putih
Tabel 2. Hasil Uji t Berpasangan Suhu Awal dan Suhu Setelah Induksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Suhu Anova Repeated Measures Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Post Hoc
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Meniran (Phyllanthus niruri L.)
Gambar 2. Grafik rata-rata suhu rektal tikus pada beberapa titik waktu
Gambar 3. Vaksin DPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Gambar 4. Aquades
Gambar 5. Parasetamol
Gambar 6. Ekstrak Herba Meniran
Gambar 7. Timbangan Digital untuk Menimbang Tikus, Parasetamol dan
Ekstrak Herba Meniran
Gambar 8. Sonde Lambung
Gambar 9. Termometer
Gambar 10. Kelompok Tikus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan
Lampiran 2. Tabel Volume Maksimal Bahan Uji Peroral untuk Hewan Coba
Lampiran 3. Lembar Kerja Uji Ekstraksi Laboratorium Pengujian LPPT-UGM
Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas, Homogenitas dan One way Anova Suhu
Awal (ta) dan Suhu 3 Jam Setelah Diinduksi Vaksin DPT (t0)
Lampiran 5. Uji t Berpasangan suhu awal (ta) dan Suhu 3 Jam Setelah Diinduksi
Vaksin DPT (T0)
Lampiran 6. Hasil Uji Anova Repeated Measures dan Post Hoc
Lampiran 7. Surat Keterangan Unit Laboratorium Universitas Setia Budi
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Suhu untuk Masing-Masing Kelompok Tikus
Putih
Lampiran 9. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam didefinisikan sebagai suatu perubahan mekanisme pengaturan
suhu tubuh yang mengakibatkan naiknya temperatur tubuh di atas normal, di
mana kenaikan suhu tubuh bersifat episodik atau persisten yang dalam
keadaan istirahat berada di atas 37,20C dengan pengukuran suhu oral.
Demam mungkin merupakan tanda utama penyakit yang paling tua dan
paling umum diketahui dan merupakan suatu bagian penting dari mekanisme
pertahanan tubuh melawan infeksi, namun jika suhu terlalu tinggi akan
membahayakan tubuh. Suhu rektum yang melebihi 410C dalam jangka waktu
lama akan menyebabkan kerusakan otak permanen. Apabila melebihi 430C,
timbul heat stroke dan sering mematikan (Nelwan, 2007; Wilmana dan Gan,
2007; Ganong, 2008).
Obat-obatan yang biasa menjadi pilihan untuk mengatasi demam
adalah obat antipiretik seperti parasetamol, asetosal, ibuprofen dan
sejenisnya. Parasetamol atau asetaminofen merupakan derivat anilin yang
masih berkaitan dengan fenasetin. Parasetamol merupakan suatu analgesik
dan antipiretik, juga antiinflamasi, namun efek antiinflamasi parasetamol
sangat lemah dan diberikan pada individu yang tidak mampu mentoleransi
AINS. Obat ini bekerja dengan menghambat siklooksigenase dalam sintesis
prostaglandin di sistem saraf pusat. Dibandingkan dengan aspirin,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
parasetamol diabsorbsi dengan baik di usus, memiliki efek samping
gastrointestinal yang lebih sedikit, dan tidak menimbulkan masalah
perdarahan ataupun toksisitas pada ginjal. Meskipun relatif lebih aman,
parasetamol tetap memiliki efek samping berupa hepatotoksisitas, nekrosis
hepar yang fatal, nekrosis tubuler ginjal dan koma hipoglikemik pada
penggunaan jangka panjang atau dalam dosis yang berlebihan (Bennett dan
Brown, 2006; Juliana, 2008; DiPiro et al., 2008).
Obat tradisional yang berasal dari kekayaan alam dapat menjadi
pilihan sebagai antipiretik karena sangat mudah dilakukan dan mempunyai
banyak khasiat bagi kesehatan serta toksisitasnya relatif lebih rendah
dibanding obat-obatan sintetis. Obat-obat tradisional yang digunakan untuk
pengobatan harus mempunyai efek terapi, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan penggunaannya. Akan tetapi pembuktian ilmiah
mengenai khasiat dan pengawasan efek samping obat tradisional belum
banyak dilakukan (Irma dan Gilang, 2007; Sugiarto, 2008).
Berbagai jenis tanaman yang berkhasiat obat sebenarnya banyak yang
dapat diperoleh di lingkungan sekitar, seperti di halaman rumah, pinggir jalan
atau di dapur sebagai bahan atau bumbu masakan. Meniran (Phyllanthus
niruri L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak diperoleh di
lingkungan sekitar dan diduga memiliki efek antipiretik. Tanaman ini
tersebar hampir di seluruh Indonesia, tumbuh liar dan hampir ada di setiap
pinggir jalan, bahkan di ladang yang kering sekalipun. Selain itu tanaman ini
juga dapat ditemukan di tempat yang lembab dan berbatu, seperti di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sepanjang saluran air, semak-semak dan tanah, terlantar di antara rerumputan,
bahkan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m di atas
permukaan laut (PDPERSI, 2004; Badan POM RI, 2006; Sugiarto, 2008).
Kandungan utama meniran berupa senyawa flavonoid dan glikosida
flavonoid. Flavonoid diduga mempunyai struktur yang mirip dengan
asetaminofen, yaitu sama-sama merupakan golongan fenol dan memiliki
cincin benzen. Flavonoid diketahui memiliki efek antipiretik karena
kemampuannya dalam menghambat reaksi biosintesis prostaglandin melalui
mekanisme penghambatan enzim siklooksigenase 2. Hal inilah yang
membuat efek antipiretik flavonoid lebih baik daripada obat-obatan
antipiretik sintetis yang cara kerjanya dengan menghambat enzim
siklooksigenase 1 (Badan POM RI, 2006; Bagalkotkar et al., 2006).
Pada penelitian ini digunakan tikus putih strain Wistar. Tikus jenis ini
paling banyak digunakan pada penelitian. Tikus putih jantan digunakan
dalam penelitian ini karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil
penelitian yang lebih stabil. Selain itu, kecepatan metabolisme obat pada
tikus putih lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil
dibandingkan dengan tikus jenis betina (Isroi, 2010).
Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti ingin membuktikan bahwa
meniran mempunyai aktivitas sebagai antipiretik. Selain itu penelitian tentang
penggunaan meniran di Indonesia masih sangat sedikit terutama mengenai
aktivitasnya sebagai antipiretik, belum ada penelitian mengenai efek
antipiretik ekstrak herba meniran. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mengenai efek antipiretik ekstrak herba meniran tersebut agar dapat diperoleh
informasi ilmiah yang bermanfaat.
B. Rumusan Masalah
Adakah efek antipiretik ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.)
terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) dengan demam yang diinduksi
vaksin DPT?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek antipiretik
ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap tikus putih (Rattus
norvegicus) dengan demam yang diinduksi vaksin DPT.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai efek antipiretik ekstrak Herba Meniran terhadap tikus putih
dengan demam yang diinduksi vaksin DPT serta dapat berguna sebagai
bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Aplikatif:
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar penelitian uji
praklinis dan untuk menggali potensi serta aktivitas meniran sebagai
antipiretik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Demam
Di dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi
makanan dan oleh semua proses vital yang berperan dalam tingkat
metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi,
konduksi dan penguapan air di saluran napas dan kulit. Keseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh
(Åstrand et al., 2003; Ganong, 2008).
Suhu tubuh normal manusia umumnya berkisar 36,50C-37,20C.
Berbagai bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan besar
perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan
bervariasi. Suhu rektum dapat mencerminkan suhu pusat tubuh (score
temperature) dan merupakan bagian tubuh yang paling sedikit
dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan
normal 0,50C lebih rendah daripada suhu rektum, tetapi suhu ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk makanan/minuman panas atau
dingin, mengunyah permen karet, merokok dan bernapas melalui mulut
(Davey, 2005; Ganong, 2008).
Suhu pusat tubuh manusia mengalami fluktuasi sirkadian teratur
sebesar 0,5-0,70C. Pada individu yang tidur pada malam hari dan terjaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
pada siang hari (walaupun bertirah baring di rumah sakit), suhu paling
rendah pada jam 6 pagi dan tertinggi pada malam hari. Suhu paling
rendah saat tidur, sedikit lebih tinggi pada keadaan terjaga tetapi santai,
dan meningkat seiring dengan aktifitas. Selain itu, pada perempuan
terdapat siklus variasi suhu bulanan yang ditandai dengan peningkatan
suhu basal pada saat ovulasi (Ganong, 2008).
Demam didefinisikan sebagai suatu bentuk sistem pertahanan
nonspesifik yang menyebabkan perubahan mekanisme pengaturan suhu
tubuh yang mengakibatkan kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian
yang normal sebagai akibat dari perubahan pusat termoregulasi yang
terletak dalam hipotalamus anterior. Suhu tubuh normal dapat
dipertahankan pada perubahan suhu lingkungan, karena adanya
kemampuan pada pusat termoregulasi untuk mengatur keseimbangan
antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh otot dan
hepar, dengan panas yang hilang. Mekanisme kehilangan panas yang
penting adalah vasodilatasi dan berkeringat. Berkeringat terutama
menonjol saat demam mulai turun (Dinarello dan Gelfrand, 2001;
Wilmana dan Gan, 2007; Ganong, 2008).
Demam perlu dibedakan dengan hiperpireksia, di mana batasan
demam adalah suhu tubuh seseorang dalam keadaan istirahat berada di
atas 37,20C dengan pengukuran suhu oral, sedangkan hiperpireksia
adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh mulai 41,2°C atau lebih
(Nelwan, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Banyak mekanisme patogenik yang kompleks yang dihubungkan
dengan sebab terjadinya demam. Pirogen merupakan substansi yang
menyebabkan demam dan berasal baik dari eksogen maupun endogen.
Pirogen eksogen berasal dari luar hospes, sementara pirogen endogen
diproduksi oleh hospes. Pirogen endogen umumnya diproduksi sebagai
respon terhadap stimulan awal yang biasanya timbul oleh karena infeksi
atau inflamasi. Penyebab eksogen demam antara lain bakteri, jamur,
virus, dan produk-produk yang dihasilkan oleh agen-agen tersebut (misal
endotoksin), serta kerusakan jaringan oleh sebab apapun (misalnya
trauma, cedera atau tergencet). Selanjutnya faktor-faktor imunologik
seperti kompleks imun dan limfokin menimbulkan demam. Seluruh
substansi di atas menyebabkan sel-sel fagosit mononuklear (monosit,
makrofag jaringan atau sel Kupffer) membuat sitokin yang bekerja
sebagai pirogen endogen, suatu protein kecil yang mirip interleukin, yang
merupakan suatu mediator proses imum antar sel yang penting. Sitokin-
sitokin tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun lokal dan berhasil
memasuki sirkulasi. Interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor α
dan interferon α, interferon β serta interferon γ merupakan sitokin yang
berperan terhadap proses terjadinya demam. Sitokin-sitokin tersebut juga
diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat (SSP) dan kemudian
bekerja pada daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu
pelepasan asam arakidonat dari membran fosfolipid dengan bantuan
enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
prostaglandin karena peran dari enzim siklooksigenase (COX, atau
disebut juga PGH sintase) dan menyebabkan demam pada tingkat pusat
termoregulasi di hipotalamus (Dinarello dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002;
Wilmana dan Gan, 2007; Ganong, 2008; Juliana, 2008; Sherwood, 2010).
Enzim siklooksigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua
isoform berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi
regulasi yang berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang
mengkatalisis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai
jaringan, terutama pada selaput lendir traktus gastrointestinal, ginjal,
platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan COX-2 tidak konstitutif
tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis
atau onkogenesis. Setelah stimulasi tersebut lalu terbentuk prostanoid
yang merupakan mediator nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah
kepada hipotesis, bahwa COX-1 mengkatalisis pembentukan
prostaglandin yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi
regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalisis pembentukan
prostaglandin yang menyebabkan radang. Sehubungan dengan hipotesis
tersebut maka toksisitas obat AINS pada saluran gastrointestinal
disebabkan oleh hambatan tidak selektif obat tersebut terhadap aktifitas
COX-1 dan COX-2, khususnya COX-1 (Dachlan et al., 2001; Davey,
2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin yang
menyebabkan demam. Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron
termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan norepineprin yang
memerantarai terjadinya demam, pirogen endogen meningkatkan
konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua monoamina ini akan
meningkatkan adenosin monofosfat siklik (cAMP) dan prostaglandin di
susunan saraf pusat sehingga suhu termostat meningkat dan tubuh
menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu termostat (Dinarello
dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong, 2008;
Juliana, 2008; Sherwood, 2010).
Manfaat demam bagi organisme masih belum diketahui secara
pasti. Demam mungkin bermanfaat karena timbul dan menetap sebagai
respons terhadap infeksi dan penyakit lain. Banyak mikroorganisme
tumbuh subur dalam rentang suhu relatif sempit, dan peningkatan suhu
akan menghambat pertumbuhannya. Selain itu, pembentukan antibodi
dan aktifitas sel-sel fagosit meningkat jika suhu tubuh meningkat.
Terdapat bukti-bukti bahwa demam karena infeksi bersifat
menguntungkan, karena meningkatkan efek interferon dan merangsang
mobilitas leukosit serta aktivitas bakterisidal. Peningkatan suhu tubuh
juga dapat menyebabkan hepar dan limpa mengeliminasi besi sehingga
kadar besi dalam darah menurun (Ganong, 2008; Juliana, 2008; Shier,
2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Penurunan kadar besi dalam darah dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangbiakkan bakteri dan jamur sehingga menjadi lebih
lambat bahkan berhenti. Hal itu terjadi karena pada suhu yang lebih
tinggi bakteri dan jamur membutuhkan lebih banyak besi. Selain itu
penurunan kadar besi tersebut juga dapat meningkatkan aktivitas
neutrofil dan produksi interferon (Dinarello dan Gelfrand, 2001; Fox,
2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong, 2008).
Menurut Nelwan (2007), terdapat beberapa tipe demam yang
mungkin dijumpai, antara lain:
a. Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat
yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di
atas normal pada pagi hari. Demam sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke
tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari
tetapi tidak pernah mencapai suhu tubuh normal. Perbedaan suhu
yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu tubuh turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari
bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak
berbeda lebih dari satu derajat.
e. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama
beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk
beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula.
2. Vaksin DPT
Vaksin DPT terdiri atas kuman difteri yang dilemahkan atau
toksoid difteri (alumprecipitated toxoid), toksoid tetanus dan vaksin
pertusis dengan menggunakan fraksi sel (selular) yang berisi komponen
spesifik dari Bordettella pertusis (Tumbelaka dan Hadinegoro, 2005;
Hay et al., 2009).
Dosis yang diberikan adalah 0,5 ml intramuskular tiap kali
pemberian pada umur 2, 4 dan 6 bulan sebagai imunisasi dasar. Reaksi
yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan,
kemerahan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari. Efek samping
dapat berupa demam tinggi, kejang dan abses. Kontraindikasi
pemberian vaksin adalah panas yang lebih dari 380C, riwayat kejang
serta reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya suhu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik
lainnya (Isbagio et al., 2004; Rampengan, 2007; DiPiro et al., 2008; Hay
et al., 2009).
Vaksin DPT yang memiliki efek samping demam terutama vaksin
DPT dengan fraksi seluler Bordettella pertusis, bukan vaksin DPaT yang
mengandung fraksi aseluler kuman tersebut. Fraksi seluler Bordettella
pertusis diduga berperan sebagai pirogen eksogen terhadap tubuh
sehingga menyebabkan tubuh menjadi demam karena terjadi mekanisme
pembentukan antibodi terhadap kuman dalam vaksin DPT (Hay et al.,
2009).
3. Antipiretik
Obat analgetik antipiretik serta obat Antiinflamasi Non Steroid
(AINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimia
dan memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek
samping. Prototip obat golongan ini disebut juga sebagai obat mirip
aspirin (aspirin-like drugs) (Wilmana dan Gan, 2007).
Antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan
demam. Semua analgetik perifer memiliki kerja antipiretik, yaitu
menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam, maka disebut pula
analgetik antipiretik. Khasiat antipiretik ditentukan berdasar
rangsangannya terhadap pusat pengaturan panas di hipotalamus yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit), ditandai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya banyak keringat
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Obat AINS terdiri atas golongan asam karboksilat dan asam enolat.
Asam karboksilat terbagi atas asam asetat, derivat asam salisilat, derivat
asam propionat dan derivat asam fenamat. Sedangkan asam enolat terdiri
atas derivat pirazolon dan oksisikam (Wilmana dan Gan, 2007).
Obat analgesik-antipiretik yang biasa dipakai terdiri atas empat
golongan yaitu golongan salisilat (aspirin, asetosal), golongan
paraaminofenol (parasetamol), golongan pirazolon (metamizol), dan
golongan asam (asam-mefenamat). Sebagai antipiretik, obat mirip
aspirin akan menurunkan suhu tubuh hanya dalam keadaan demam.
Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik In vitro,
tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila
digunakan secara rutin atau terlalu lama (Wilmana dan Gan, 2007).
Parasetamol atau asetaminofen (N-acetyl-p-aminophenol, APAP)
pertama kali digunakan secara klinis sebagai analgesik (penghilang nyeri
atau rasa sakit) dan antipiretik (penurun suhu pada demam) di Amerika
Serikat pada tahun 1950. Parasetamol relatif aman jika dikonsumsi
dalam dosis terapi. Keracunan dapat terjadi pada penggunaan
parasetamol dalam dosis yang berlebihan. Di Indonesia, parasetamol
dijual bebas sebagai obat OTC (over-the-counter), baik sebagai obat
tunggal maupun obat terkombinasi dalam obat influenza (Ngatidjan,
2006; Hoffman et al., 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Parasetamol merupakan metabolit aktif dari fenasetin yang efektif
sebagai terapi pengganti aspirin karena efek analgesik dan antipiretik
yang dimilikinya. Namun, efek antiinflamasi parasetamol sangat lemah
sehingga tidak diindikasikan sebagai pengganti aspirin atau AINS
lainnya pada pasien dengan kondisi inflamasi kronis. Efek analgesik-
antipiretik parasetamol diperantarai oleh rangsangan terhadap pusat
pengatur panas di hipotalamus yang bekerja dengan dua proses: 1) efek
sentral, yaitu dengan menghambat siklus COX-1 sehingga tidak terjadi
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat, prostaglandin tidak
akan merangsang lagi termostat untuk menaikkan suhu tubuh. 2) efek
perifer, saraf simpatis di kulit bekerja mengaktifkan reseptor-reseptor
panas di kulit sehingga terjadi vasodilatasi perifer. Dengan terjadinya
vasodilatasi ini, panas lebih cepat terkonduksi ke jaringan kulit dan
melalui aliran udara terjadi konveksi sehingga panas dikeluarkan disertai
keluarnya keringat, sehingga lama-kelamaan suhu tubuh akan turun
(Goodman et al., 2006; Hoffman et al., 2007; DiPiro et al., 2008).
Parasetamol diberikan secara oral dan absorbsinya tergantung pada
laju pengosongan lambung serta dapat diabsorbsi cepat dan sempurna
melalui saluran cerna. Konsentrasi puncak plasma terjadi dalam 30-60
menit, sedangkan waktu paruh plasmanya adalah sekitar dua jam setelah
pemberian dosis terapeutik. Konsentrasi puncak plasma dihambat oleh
makanan dan konsumsi bersama opioid atau antikolinergik. Parasetamol
terdistribusi secara merata ke seluruh cairan tubuh serta dapat melintasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
sawar plasenta dan sawar darah otak (Goodman et al., 2006; Hoffman et
al., 2007; Foegh dan Ramwell, 2007).
Dalam plasma, 10-30% parasetamol terikat pada protein plasma
dan sebagian lagi dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Setelah
diabsorbsi, normalnya sekitar 90% parasetamol akan mengalami
glukoronidasi (40-67%) dan sulfasi (20-46%) di hepar untuk membentuk
metabolit inaktif (asam glukoronat dan asam sulfat) yang kemudian akan
diekskresikan dalam urin. Kurang dari 5% fraksi parasetamol akan
diekskresikan dalam bentuk asalnya, sedangkan sisanya (5-15%) dalam
bentuk terkonjugasi dan kemudian diekskresikan dalam urin (Murray,
2003; Hoffman et al., 2007; Foegh dan Ramwell, 2007; Wilmana dan
Gan, 2007).
Waktu paruh eliminasi parasetamol adalah sekitar 2 - 3 jam setelah
dosis terapeutik, tetapi dapat memanjang pada pasien dengan gangguan
hepar (Murray, 2003; Hoffman et al., 2007; Foegh dan Ramwell, 2007).
Parasetamol aman diberikan peroral dengan dosis 325-1000 mg per
hari dan tidak boleh melebihi 4000 mg (2000 mg/hari untuk alkoholik
kronis). Dosis tunggal untuk anak-anak berkisar antara 40-480 mg
tergantung pada usia dan berat tubuh. Umumnya dosis 10 mg/kg berat
badan masih aman untuk dikonsumsi. Parasetamol berguna untuk
mengatasi nyeri ringan sampai sedang. Konsumsi parasetamol dengan
dosis terapeutik tunggal maupun terbagi tidak mempengaruhi sistem
kardiovaskuler, sistem respirasi, keseimbangan asam-basa, kadar asam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
urat, maupun koagulasi darah. Obat ini juga tidak menghambat kerja
trombosit, tidak mengantagonis obat urikosurik, dan tidak mengiritasi
lambung (Goodman et al., 2006; Foegh dan Ramwell, 2007).
Parasetamol biasanya dapat ditoleransi dengan baik pada dosis
terapeutik. Reaksi alergi karena parasetamol jarang terjadi. Manifestasi
dari reaksi alergi biasanya berupa eritem atau urtikaria. Efek samping
yang paling serius dari overdosis parasetamol adalah nekrosis hepar
yang fatal. Nekrosis tubuler ginjal dan koma hipoglikemik juga dapat
terjadi. Pada orang dewasa, hepatotoksisitas dapat terjadi dengan
pemberian dosis tunggal 10-15 gram (150-250 mg/kg BB) parasetamol.
Dosis 20-25 gram atau lebih dapat berakibat fatal (Goodman et al., 2006;
Wilmana dan Gan, 2007; Highleyman dan Franciscus, 2009).
Manifestasi klinis yang muncul pada keracunan akut parasetamol
tergantung pada waktu dari awal konsumsi, keberadaan faktor risiko, dan
konsumsi obat-obatan lain. Gejala yang muncul selama 12-24 jam
pertama keracunan akut parasetamol berupa gangguan lambung (mual,
nyeri abdominal, dan anoreksia), tetapi banyak pasien yang asimtomatis
pada periode waktu ini. Selama 1 - 3 hari berikutnya, terjadi kenaikan
enzim-enzim hepar dan bilirubin (Hoffman et al., 2007; DiPiro et al.,
2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
4. Meniran
a. Taksonomi
Menurut Badan POM RI (2006), taksonomi meniran adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphobiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus niruri Linn
b. Nama Lain
Nama-nama yang diberikan untuk meniran berbeda-beda untuk
tiap-tiap daerah di dunia. Di Cina meniran disebut zhen zhu cao atau ye
xia xhu. Di Inggris meniran disebut child a back. Di Amerika Selatan
biasa disebut stone breaker atau leafflower sedangkan di Indonesia
sendiri ada perbedaan dalam penamaan tanaman ini (Kardinan dan
Kusuma, 2004; Sulaksana dan Jayusman, 2004).
Di Indonesia, nama-nama meniran sangat beragam, di antaranya di
daerah Ternate tanaman ini biasa disebut gasau madungi, di Jawa biasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
disebut meniran, orang-orang Sunda biasa menyebut memeniran,
sedangkan di Maluku biasa disebut dukung anak atau balalang babiji
(Kardinan dan Kusuma, 2004).
c. Daerah Distribusi dan Habitat
Meniran merupakan rumput liar yang berasal dari Asia Tropik
yang tersebar di seluruh daratan Asia, Afrika, Amerika dan Australia.
Meniran tumbuh di daerah dataran rendah sampai ke dataran tinggi
dengan ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Meniran dapat
dijumpai pada hampir semua tempat, di semak-semak, pekarangan
rumah, di antara rerumputan, dan di tempat-tempat lain. Meniran dapat
tumbuh pada berbagai jenis tanah, terutama tanah berpasir. Meniran
menyukai tempat yang lembab dan akan tumbuh dengan subur apabila
tanah kaya akan bahan organik. Meniran hijau lebih toleran tumbuh di
tanah yang miskin bahan organik dibandingkan dengan meniran merah
(Badan POM RI, 2006).
d. Deskripsi
Tinggi batangnya 30 – 50 cm, berwarna hijau kemerahan atau hijau
pucat, bercabang-cabang. Daunnya tunggal dan letaknya berseling.
Helaian daunnya bundar telur sampai bundar memanjang, ujung
tumpul, pangkal membulat, permukaan bawah berbintik kelenjar, tepi
daun rata, panjang 1,5 cm, lebar sekitar 7 mm, berwarna hijau
(Dalimartha, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Pada satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga
jantan keluar dari bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina keluar
dari atas ketiak daun. Bunga ini tumbuh subur sekitar bulan April-Juni.
Buah meniran berupa buah kotak, ulat pipih, licin, diameter 2-2,5 mm.
Bijinya kecil, keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat. Buah timbul
sekitar bulan Juli-Nopember. Semua bagian tumbuhan dapat
digunakan untuk mendapatkan ekstrak Herba Meniran (Dalimartha,
2006).
Gambar 1. Meniran (Phyllanthus niruri L.) (Badan POM RI, 2006)
e. Kandungan Kimia
Menurut Badan POM RI (2006), meniran mengandung senyawa
sebagai berikut:
1) Lignan, terdiri dari phyllanthine, hypophyllanthine, phyltetralin,
lintretalin, nirathin, nitretalin, nirphylline, nirurin, dan niruriside.
2) Terpen, terdiri dari cymene, limonene, lupeol, dan lupeol acetate.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3) Flavonoid, terdiri dari quercetin, quercitrin, isoquercitrin,
astragalin, rutine, dan physetinglucoside.
4) Lipid, terdiri dari ricinoleic acid, dotriancontanoic acid, linoleic
acid, dan linolenic acid.
5) Benzenoid, terdiri dari methylsalicilate.
6) Alkaloid, terdiri dari norsecurinine, 4-metoxynorsecurinine,
entnorsecurinina, nirurine, phyllantin, dan phyllochrysine.
7) Steroid 41 berupa beta-sitosterol.
8) Alcanes berupa triacontanal dan triacontanol.
9) Komponen lain berupa tannin, vitamin C dan vitamin K.
f. Efek Farmakologis
Efek farmakologis dari herba ini adalah sebagai antioksidan,
antikarsinogen, antiradang, antibakteri, membersihkan hepar,
menurunkan kadar glukosa darah, peluruh kencing (diuretik),
antihepatotoksik, peluruh dahak, peluruh haid, menerangkan
penglihatan, menghancuran batu kandung kemih, penambah nafsu
makan dan sebagai antipiretik (Sarisetyaningtyas et al., 2006).
5. Mekanisme Flavonoid sebagai Antipiretik
Sebagai antipiretik meniran memiliki komponen yang berperan,
yaitu flavonoid. Flavonoid adalah senyawa antioksidan yang lebih kuat
dibandingkan dengan vitamin E. Flavonoid menempel di sel imun dan
memberikan sinyal intraseluler atau rangsangan untuk mengaktifkan
kerja sel imun agar lebih baik. Aplikasi flavonoid sangat luas, yaitu untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
mengobati penyakit infeksi kronis dan infeksi virus. Flavonoid
merupakan komponen meniran yang mempunyai efek antipiretik. Selain
itu alkaloid dalam meniran juga diduga mampu bekerja sebagai
antipiretik (Robinson, 1995; Shokunbi dan Odetola, 2008).
Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol terbesar di alam.
Senyawa fenol mempunyai ciri yang sama yaitu memiliki cincin
aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil (Robinson,
1995).
Efek flavonoid terhadap berbagai organisme sangat beragam.
Flavonoid dapat menghambat aldoreduktase, monoaminoksidase,
proteinkinase, DNA polimerase, dan siklooksigenase (Fang et al., 2008;
Shokunbi dan Odetola, 2008).
Penghambatan siklooksigenase dapat menimbulkan pengaruh lebih
luas karena reaksi siklooksigenase merupakan langkah pertama pada
jalur yang menuju hormon eikosanoid yang merupakan zat aktif biologik
yang berasal dari asam arakidonat seperti prostaglandin dan tromboksan.
Kandungan flavonoid pada meniran dapat menghambat enzim
siklooksigenase-2, sehingga efek toksisitas pada pemberian obat AINS
pada saluran gastrointestinal yang disebabkan oleh hambatan tidak
selektif obat tersebut terhadap aktivitas COX-1 dan COX-2 (terutama
COX-1) dapat dihindari (Robinson, 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
6. Ekstrak
Ada 3 prinsip ekstraksi tumbuhan, yaitu ekstraksi, maserasi, dan
perkolasi. Ekstraksi ialah penarikan zat pokok yang diinginkan dari
bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat
yang diinginkan larut. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen
yang berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai.
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari
bahan mentah obat, daya penyesuaian terhadap tiap macam metode
ekstraksi, dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna
atau mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah merupakan
faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode
ekstraksi. Pada kenyataannya sering digunakan kombinasi dari proses
maserasi dan perkolasi dalam mengekstraksi bahan mentah obat. Sediaan
yang diperoleh dari hasil ekstraksi dinamakan ekstrak, pelarutnya disebut
penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut tersari disebut ampas (Ansel,
1989; Howard, 1989; Harbone, 1994; Voigt, 1994).
Metode ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
perkolasi. Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya
melalui dan colare yang artinya merembes. Perkolasi dilakukan dengan
cara, bahan ekstraksi dimampatkan dari atas secara kontinyu ke dalam alat
ekstraksi khusus disebut perkolator hingga dihasilkan ekstrak berupa
filtrat. Ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat. Hasil ekstraksi
berupa bahan aktif yang tinggi dan kaya ekstrak. Dengan demikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
keuntungan perkolasi adalah pemanfaatan herba secara optimal serta
memerlukan waktu yang singkat (Ansel, 1989; Voigt, 1994).
Sebagai cairan pengekstraksi, air atau etanol lebih disukai
penggunaannya. Ekstraksi air dari suatu bagian tumbuhan dapat
melarutkan gula, bahan lendir, amina, tannin, vitamin, asam organik,
garam organik serta bahan pengotor lain. Sedangkan etanol dapat menarik
balsam dan klorofil, serta hanya sedikit menarik asam organik, garam
anorganik dan gula (Voigt, 1994).
Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, sehingga
memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Dengan etanol kadar 70%
volume, dapat dihasilkan bahan aktif yang optimal, karena bahan pengotor
hanya larut dalam skala kecil (Voigt, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
B. Kerangka Pemikiran
Infeksi Non infeksi
Pirogen eksogen
Pirogen endogen (monosit, neutrofil, makrofag, limfosit)
Sitokin
Vaksin DPT 0,2 ml
Fosfolipid
Asam arakidonat
PGE-2 Leukotrien
siklooksigenase 2 lipooksigenase
Flavonoid pada meniran
sikloksigenase 1
Parasetamol
Set point meningkat
Demam
Keterangan: : mekanisme demam; di luar tubuh hospes : induksi demam pada tubuh hospes : mekanisme demam; di dalam tubuh hospes : menghambat demam; efek antipiretik : enzim : memicu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus
niruri L.) memiliki efek antipiretik terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) yang
diinduksi vaksin DPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium dengan rancangan
penelitian pre test and post test with control design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Universitas Setia
Budi.
C. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan galur Wistar sebanyak 25 ekor berumur ± 2-3 bulan, BB ±
150-200 gr. Sampel dibagi dalam 5 kelompok yang dipilih secara acak.
Jumlah tikus putih tiap kelompok ditentukan dengan rumus Federer, di mana
(t) adalah jumlah kelompok dan (n) adalah jumlah sampel dalam tiap
kelompok (Purawisastra, 2001).
(n-1)(t-1) > 15
(n-1)(5-1) > 15
4n-4 > 15
4n > 19
n > 4,75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Jadi, jumlah tikus putih minimal dalam tiap kelompok adalah 5 ekor (n
> 4,75).
D. Teknik Sampling
Populasi subjek penelitian didapatkan dari Laboratorium Farmakologi
Universitas Setia Budi secara purposive random sampling dengan kriteria
inklusi berupa tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar sebanyak
25 ekor berumur ± 2-3 bulan, BB ± 150-200 gr. Sedangkan kriteria eksklusi
berupa tikus dengan keadaan tidak sehat sebelumnya atau cacat fisik. Subjek
pada penelitian ini selanjutnya dibagi menjadi lima kelompok secara acak
yang masing-masing kelompok berjumlah 5 ekor tikus.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.)
2. Variabel terikat : Efek antipiretik pada tikus putih
3. Variabel luar :
a. Terkendali : jenis kelamin, berat badan tikus, umur tikus, jenis tikus dan
makanan serta minuman
b. Tidak terkendali : variasi kepekaan tikus putih terhadap zat dan obat
yang digunakan, zat perangsang pirogen endogen, zat inhibisi pirogen
endogen, keadaan lambung tikus putih, absorpsi zat dan obat pada saluran
pencernaan tikus putih, adanya stres terhadap adaptasi lingkungan tempat
percobaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas :
Ekstrak Herba Meniran yang digunakan berasal dari hasil ekstraksi tanaman
Herba Meniran (Phyllantus niruri L.) di Unit Pra Klinik Laboratorium Penelitian
dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada. Skala pengukuran
variabel ini menggunakan skala ordinal. Alat ukur menggunakan timbangan
digital dengan satuan miligram. Variabel ekstrak Herba Meniran merupakan
variabel yang sepenuhnya dapat dikendalikan dengan cara pemberian peroral
melalui sonde lambung sebanyak X gram, 2X gram dan 4X gram yang diperoleh
dengan pelarut etanol 70% dan metode perkolasi.
2. Variabel Terikat :
Efek antipiretik pada tikus putih yaitu nilai rata-rata penurunan suhu rektal
tikus putih setelah 3 jam diberikan vaksin DPT hingga setelah diberikan
perlakuan pada tiap kelompok yang diukur dengan menggunakan termometer
digital tiap 15 menit selama 120 menit dengan satuan derajat Celcius. Skala
pengukuran variabel ini adalah skala rasio. Penurunan suhu yang diharapkan
minimal adalah sekitar 0,10C
3. Variabel Luar
a. Terkendali
1) Jenis kelamin tikus yang digunakan adalah jantan. Tikus jantan
dipilih untuk menghindari adanya kesalahan hasil karena pada tikus
putih betina mempunyai siklus estrus, di mana siklus ini dapat
menaikkan temperatur tubuh tikus.
2) Berat badan tikus yang dipilih adalah 150-200 g.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
3) Umur tikus pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.
4) Jenis tikus yang dipilih adalah galur Wistar. Tikus galur Wistar
dipilih karena dapat tinggal sendirian dalam kandang asal dapat
mendengar dan melihat tikus lain, tenang dan mudah ditangani
serta lebih besar daripada mencit.
5) Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari air PAM.
b. Tidak Terkendali
Variabel luar tidak terkendali dapat mempengaruhi hasil percobaan
karena tiap tikus memiliki variasi kepekaan, zat perangsang pirogen endogen,
zat inhibisi pirogen endogen, keadaan lambung tikus putih, absorpsi zat dan
obat pada saluran pencernaan, metabolisme, imunitas dan tingkat stres yang
berbeda-beda. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi
kepekaan terhadap zat yang digunakan. Kondisi psikologis tikus dipengaruhi
oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian
perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar tikus dapat
mempengaruhi kondisi psikologis tikus.
G. Rancangan Penelitian
Tikus 25 ekor
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
Kelompok V
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
ta ta ta ta ta
Vaksin DPT 0,2 ml
Vaksin DPT 0,2 ml
Vaksin DPT 0,2 ml
Vaksin DPT 0,2 ml
3 jam (t0)
3 jam (t0)
3 jam (t0)
3 jam (t0)
3 jam (t0)
Aquades Parasetamol Meniran Dosis I
Meniran Dosis II
Meniran Dosis III
t15
t120
Analisis Data
t15 t15 t15 t15
t120 t120 t120 t120
Interval 15 menit
Interval 15 menit
Interval 15 menit
Interval 15 menit
Interval 15 menit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Keterangan:
ta = pengukuran suhu rektal sebelum perlakuan
t0 = pengukuran suhu rektal 3 jam setelah penyuntikan vaksin DPT
t15 = pengukuran suhu rektal menit ke 15 setelah perlakuan
t120 = pengukuran suhu rektal menit ke 120 setelah perlakuan
H. Instrumentasi Penelitian
1. Alat :
a. Kandang tikus
b. Timbangan hewan
c. Becker glass
d. Sonde lambung
e. Termometer digital
f. Stopwatch
g. Kapas steril
2. Bahan
a. Ekstrak Herba Meniran
b. Vaksin DPT
c. Parasetamol
d. Aquades
e. Alkohol
f. Minyak goreng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
I. Jalannya Penelitian
1. Persiapan
a. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan
b. Hewan uji dipuasakan 18 jam sebelum perlakuan namun tetap diberi
minum secukupnya, setelah diadaptasi selama kurang lebih 3 hari di
tempat percobaan dengan perawatan yang sama. Hewan uji kemudian
dibagi menjadi 5 kelompok secara acak, masing-masing terdiri atas 5
ekor tikus putih.
2. Pemberian Perlakuan
a. Tiap-tiap tikus sebelum diberi perlakuan diukur temperatur rektalnya
terlebih dahulu untuk mengetahui temperatur normal, kemudian tikus
disuntik vaksin DPT 0,2 ml secara i.m.
b. Tiga jam setelah pemberian vaksin, suhu rektal kembali diukur untuk
mengetahui kenaikan suhu setelah pemberian vaksin DPT.
c. Kemudian masing-masing kelompok mendapat perlakuan sebagai
berikut:
Kelompok I : Diberi aquades 2 ml/200 gr BB tikus sebagai
kontrol negatif
Kelompok II : Diberi Parasetamol 12,6 mg dalam 2 ml
larutan/200 gr BB tikus sebagai kontrol positif
Kelompok III : Diberi ekstrak Herba Meniran dosis I (X mg)
Kelompok IV : Diberi ekstrak Herba Meniran dosis II (2X mg)
Kelompok V : Diberi ekstrak Herba Meniran dosis III (4X mg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2. Setelah perlakuan
Lima belas menit setelah perlakuan, suhu rektal kembali diukur
sampai percobaan pada menit ke 120 dengan interval 15 menit. Setelah
data diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis statistik.
J. Penentuan Dosis
1. Dosis Parasetamol
Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis
hewan uji dari berbagai spesies dan manusia, maka konversi dosis
manusia dengan berat tubuh 70 kg, pada tikus berat tubuh 200 gr
adalah 0,018 (Ngatidjan, 2006). Dosis Parasetamol yang biasa
diberikan untuk orang dewasa adalah 500 mg. Orang dewasa Indonesia
berat rata-ratanya 50 kg, jadi dosis untuk tikus= (500 mg x 0,018 x
70/50) / 200 gr BB tikus = 12,6 mg/200 gr BB tikus, ekuivalen dengan
6,3 mg/100g BB tikus.
Dosis parasetamol yang disondekan untuk tikus adalah berupa
tablet parasetamol yang telah diencerkan dengan aquades. Ekstrak
tersebut diberikan ke tikus putih secara peroral dengan menggunakan
spuit 2 ml yang dilarutkan dalam 20 ml aquades dengan perhitungan
sebagai berikut.
12,6/2 x 20 = 126 mg
2. Dosis ekstrak Herba Meniran
Dosis yang akan diberikan untuk tikus adalah berupa ekstrak Herba
Meniran. Proses ekstraksi hanya akan menyisakan 10% dari berat awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
meniran segar dengan jumlah kandungan kimia yang tetap. Takaran
Herba Meniran yang biasa digunakan masyarakat adalah 1,5 gr/50 kg
BB ekstrak Herba Meniran (Kardinan dan Kusuma, 2004). Faktor
konversi dosis untuk manusia dengan berat tubuh 70 kg pada tikus
dengan berat tubuh 200 gr adalah 0,018 (Ngatidjan, 2006), sehingga
dosis ekstrak Herba Meniran untuk tikus yaitu:
= (1,5 gr x 0,018 x 70/50) / 200 gr BB tikus
= 0,0378 gr/200 gr BB tikus, ekuivalen dengan 0,0189 gr ekstrak/100
gr BB tikus.
Dosis ekstrak Herba Meniran untuk tikus dibedakan menjadi 3
dosis, yaitu :
a. Dosis 1 = ekstrak Herba Meniran 37,8 mg dalam 2 ml larutan /200
gr BB tikus.
Dosis ekstrak Herba Meniran yang disondekan untuk tikus
adalah berupa ekstrak Herba Meniran yang telah diencerkan
dengan aquades. Ekstrak tersebut diberikan ke tikus putih secara
peroral dengan menggunakan Spuit 2 ml yang dilarutkan dalam 20
ml aquades dengan perhitungan sebagai berikut.
37,8/2 mg x 20 = 378 mg
b. Dosis 2 = ekstrak Herba Meniran 75,6 mg dalam 2 ml larutan /200
gr BB tikus
Dosis ekstrak Herba Meniran yang disondekan untuk tikus
adalah berupa ekstrak Herba Meniran yang telah diencerkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dengan aquades. Ekstrak tersebut diberikan ke tikus putih secara
peroral dengan menggunakan Spuit 2 ml yang dilarutkan dalam 20
ml aquades dengan perhitungan sebagai berikut.
75,6/2 mg x 20 = 756 mg
c. Dosis 3 = ekstrak Herba Meniran 151,2 mg dalam 2 ml larutan
/200 gr BB tikus
Dosis ekstrak Herba Meniran yang disondekan untuk tikus
adalah berupa ekstrak Herba Meniran yang telah diencerkan
dengan aquades. Ekstrak tersebut diberikan ke tikus putih secara
peroral dengan menggunakan Spuit 2 ml yang dilarutkan dalam 20
ml aquades dengan perhitungan sebagai berikut.
151,2/2 mg x 20 = 1512 mg
K. Teknik Analisis Data Statistik
Teknik analisis data yang akan digunakan tergantung pada hasil
distribusi data. Jika distribusi data yang didapatkan normal dan varians
homogen, maka teknik analisis data yang digunakan adalah uji t
berpasangan untuk menguji perbedaan suhu rektal sebelum dan 3 jam
setelah pemberian vaksin DPT pada setiap kelompok. Uji anova repeated
measures digunakan untuk menguji efek antipiretik pada subjek
antarwaktu pengukuran dan subjek antarkelompok. Uji ini digunakan
untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari 2 kelompok terhadap
waktu dan perubahan pada kelompok (Murti, 2010). Jika terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji post hoc. Derajat
kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05 (Riwidikdo, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai efek antipiretik ekstrak Herba
Meniran terhadap tikus putih dengan demam yang diinduksi vaksin DPT,
didapatkan data hasil pengamatan penurunan suhu pada masing-masing
kelompok pelakuan. Data hasil penelitian ini berupa data interval yaitu besar
penurunan suhu pada tiap tikus dalam masing-masing kelompok. Hasil
pengamatan besar penurunan suhu untuk masing-masing kelompok disajikan
pada Lampiran 4. Hasil pengukuran suhu untuk masing-masing kelompok
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rerata dan Simpangan Baku Hasil Pengukuran Suhu untuk
Masing-Masing Kelompok Tikus Putih
(Data Primer, 2010)
Kelompok waktu
Kontrol (-) Kontrol (+) Dosis I Dosis II Dosis III
Ta 36,46 ± 0,18 36,96 ± 0,34 36,80 ± 0,19 36,58 ± 0,28 36,92 ± 0,31 t0 38,62 ± 0,13 38,42 ± 0,08 38,46 ± 0,11 38,44 ± 0,11 38,24 ± 0,11
t15 38,44 ± 0,89 38,32 ± 0,11 38,32 ± 0,13 38,28 ± 0,15 38,16 ± 0,15 t30 38,40 ± 0,07 38,16 ± 0,05 38,34 ± 0,09 38,24 ± 0,17 38,10 ± 0,12 t45 38,42 ± 0,08 38,08 ± 0,16 38,36 ± 0,05 38,06 ± 0,15 38,06 ± 0,11 t60 38,44 ± 0,18 38,04 ± 0,09 38,20 ± 0,14 38,04 ± 0,11 38,04 ± 0,15 t75 38,26 ± 0,30 38,00 ± 0,25 38,22 ± 0,04 37,80 ± 0,19 37,96 ± 0,19 t90 38,38 ± 0,30 37,86 ± 0,15 38,10 ± 0,25 37,74 ± 0,27 37,78 ± 0,26 t105 38,38 ± 0,08 37,94 ± 0,11 38,04 ± 0,21 37,74 ± 0,13 37,80 ± 0,07 t120 38,38 ± 0,15 37,76 ± 0,11 38,14 ± 0,11 37,86 ± 0,11 37,76 ± 0,13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Keterangan:
Kontrol (-) : Kelompok kontrol negatif (Aquades 2 ml/200 gr BB)
Kontrol (+) : Kelompok kontrol positif (Parasetamol 12,6 mg/200 gr
BB)
Dosis I : Kelompok meniran dosis I (37,8 mg/200 gr BB tikus)
Dosis II : Kelompok meniran dosis II (75,6 mg/200 gr BB tikus)
Dosis III : Kelompok meniran dosis III (151,2 mg/200 gr BB tikus)
ta : Pengukuran suhu rektal sebelum penyuntikan vaksin
DPT
t0 : Pengukuran suhu rektal 3 jam setelah penyuntikan vaksin
DPT
t15- t120 : Pengukuran suhu rektal menit ke 15 hingga menit ke 120
setiap 15 menit setelah perlakuan
Hasil pengukuran rata-rata suhu rektal tikus putih pada setiap
kelompok perlakuan dapat dilihat dalam gambar 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Gambar 2. Grafik Rata-Rata Suhu Rektal Tikus pada Beberapa Titik Waktu
Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada kelompok parasetamol,
dosis 2 dan dosis 3 dari beberapa titik waktu menunjukkan penurunan suhu
yang lebih besar dibandingkan kelompok aquades dan dosis 1
B. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik
dengan uji t berpasangan untuk menguji efek demam dari induksi vaksin DPT
pada setiap kelompok. Uji anova repeated measures digunakan untuk
menguji efek antipiretik pada subjek antarwaktu pengukuran (within subjects
factors) dan pada subjek antarkelompok (between subjects factors). Jika
terdapat perbedaan bermakna, maka analisis data dilanjutkan dengan uji post
hoc multiple comparisons. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α =
0,05. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
37.2
37.4
37.6
37.8
38
38.2
38.4
38.6
38.8
0 15 30 45 60 75 90 105 120
suhu
(0 C)
menit ke-
aquadest
parasetamol
dosis 1
dosis 2
dosis 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for
Windows.
Metode analisis yang digunakan untuk menentukan jenis sebaran data
pada penelitian ini adalah uji Saphiro-Wilk karena sampel yang digunakan
pada penelitian ini berjumlah 25 ekor tikus putih. Selanjutnya, peneliti
melakukan uji Homogeneity of Variances untuk mengetahui kesamaan
varians data. Hasil uji homogenitas varians menunjukkan P >0.05 yang
berarti bahwa variansnya sama
Analisis statistik terhadap data hasil penelitian kemudian dilakukan
dengan uji t berpasangan untuk menguji efek demam dari induksi vaksin DPT
pada setiap kelompok
Tabel 2. Hasil Uji t Berpasangan Suhu Awal dan Suhu Setelah Induksi
Kelompok P value Keterangan
Kontrol (-) 0,000 Signifikan
Kontrol (+) 0,000 Signifikan
Dosis I 0,000 Signifikan
Dosis II 0,000 Signifikan
Dosis III 0,001 Signifikan
(Data Primer, 2010)
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa induksi demam
dengan menggunakan vaksin DPT pada masing-masing kelompok berhasil
secara statistik karena didapatkan perbedaan yang bermakna dari hasil uji t
berpasangan (p<0.05).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Untuk menguji efek antipiretik pada penelitian ini, maka dilakukan uji
statistik pada subjek antarwaktu pengukuran dan subjek antarkelompok. Uji
yang dipakai adalah uji Anova repeated measures.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Suhu Anova Repeated Measures
Subjek P value Keterangan
antarwaktu (within subjects) 0,000 Signifikan
antarkelompok (between subjects) 0,000 Signifikan
(Data Primer, 2010)
Simpulan yang dapat diambil dengan melihat nilai P di atas adalah
variabel bebas (ekstrak meniran) berkontribusi dalam memprediksi nilai
variabel terikat (suhu rektal tikus) sehingga terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok waktu.
Namun juga terdapat interaksi antara waktu dan kelompok (p=0,009)
sehingga perbedaan antarwaktu tersebut tidak independen melainkan
dipengaruhi oleh perbedaan antarkelompok. Idealnya, tidak terdapat interaksi
(p>0,05) sehingga efek antipiretik menurut beberapa titik waktu benar-benar
bisa dianalisis.
Analisis kemudian dilanjutkan dengan uji post hoc untuk mengetahui
kelompok mana yang mempunyai perbedaan bermakna tersebut. Uji post hoc
multiple comparisons yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji LSD.
Ringkasan hasil uji LSD tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Post Hoc
Kelompok P value Keterangan
parasetamol dengan dosis I
parasetamol dengan dosis II
parasetamol dengan dosis III
parasetamol dengan aquadest
aquadest dengan dosis I
aquadest dengan dosis II
aquadest dengan dosis III
dosis I dengan dosis II
dosis I dengan dosis III
dosis II dengan dosis III
0,003
0,438
0,172
0,000
0,004
0,000
0,000
0,001
0,000
0,539
Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
(Data Primer, 2010)
Dari hasil uji post hoc menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05)
antara kelompok aquades dengan dosis I, dosis II dan dosis III, parasetamol
dengan aquades dan dosis I, serta kelompok dosis I dengan dosis II dan dosis
III. Sedangkan hasil analisis antara kelompok parasetamol dengan kelompok
dosis II dan dosis III serta kelompok dosis II dengan dosis III menunjukkan
tidak adanya perbedaan yang bermakna (p>0.05).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB V
PEMBAHASAN
Dari data diperoleh hasil pengukuran suhu rektal tikus putih pada suhu
awal semua kelompok perlakuan relatif sama. Setelah pemberian vaksin DPT (t0)
menunjukkan bahwa semua tikus putih sedang dalam kondisi demam. Besarnya
kenaikan suhu yang bervariasi untuk setiap tikus.
Pemberian vaksin DPT dapat menimbulkan efek samping berupa demam.
Menurut Tumbelaka dan Hadinegoro (2005) vaksin DPT terdiri atas kuman difteri
yang dilemahkan atau toksoid difteri (alumprecipitated toxoid), toksoid tetanus
dan vaksin pertusis dengan menggunakan fraksi sel (selular) yang berisi
komponen spesifik dari Bordettella pertusis. Komponen tersebutlah yang
kemudian memicu terjadinya demam.
Penurunan suhu yang terjadi setelah perlakuan menandakan demam mulai
turun yang besarnya juga bervariasi untuk setiap tikus, dapat dilihat dalam
Tabel 1. Variasi inilah yang kemudian dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya
penurunan yang bermakna atau signifikan sebagai respons terhadap perlakuan.
Grafik menunjukkan bahwa onset kelompok aquades, parasetamol, dosis I
dosis II dan III ekstrak meniran sudah dimulai pada menit ke-15. Dilihat secara
keseluruhan dari menit ke-15 sampai menit ke 120, pada kelompok aquades
terjadi penurunan suhu rektal paling rendah dan tidak signifikan dibandingkan
dengan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini berarti bahwa pada penelitian ini,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
aquades dianggap tidak memiliki efek antipiretik dan digunakan sebagai kontrol
negatif.
Efek antipiretik aquades lemah tetapi tetap ada karena menurut Åstrand et
al (2003), aquades berperan mengatasi dehidrasi (penyebab demam noninfeksi).
Hal inilah yang menjelaskan terjadinya penurunan suhu pada kelompok yang
diberi perlakuan aquades.
Pada penelitian ini digunakan parasetamol sebagai pembanding, karena
parasetamol merupakan obat yang biasa digunakan sebagai antipiretik. Kelompok
perlakuan parasetamol pada penelitian ini menunjukkan efek antipiretik yang
bermakna. Pada kelompok parasetamol penurunan suhu sudah mulai tampak pada
menit ke-15 namun sangat kecil, baru pada menit ke-30 terjadi penurunan suhu
yang cukup bermakna karena konsentrasi puncak plasma terjadi dalam 30-60
menit
Dosis I ekstrak Herba Meniran telah memperlihatkan efek penurunan suhu
yang tidak cukup bermakna. Hal tersebut dapat disebabkan karena dosis yang
diberikan masih belum optimal, sehingga reseptor-reseptor dari tubuh belum
semua terikat. Naik turunnya suhu yang tidak terlalu besar ini bisa terjadi akibat
faktor-faktor luar yang tidak terkendali seperti status hidrasi, status imunitas,
metabolisme fungsi hati tikus dan lain-lain. Selain itu, teknik pemberian peroral
yang kurang tepat, daya serap obat peroral yang lambat dan terhambatnya tahapan
pada penyerapan obat sampai ke pembuluh darah juga dapat mempengaruhi hasil
percobaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Dosis II tidak berbeda secara signifikan dengan parasetamol, maka dosis
tersebut dapat dianggap efektif untuk menurunkan demam. Namun pada menit ke-
120 terjadi sedikit kenaikan suhu. Hal tersebut dapat terjadi akibat reseptor suhu
tubuh sudah jenuh mengikat dan berinteraksi dengan zat-zat yang diterima. Selain
itu juga diduga karena kecepatan absorbsi, distribusi, klirens dan waktu paruh dari
dosis II ekstrak herba meniran yang cepat.
Dosis III pada penelitian ini juga tidak memiliki perbedaan secara
signifikan dengan parasetamol. Di mana pada menit ke-15 sudah terlihat
perbedaan yang sangat bermakna dengan kelompok aquades hingga akhir
penelitian pada menit ke-120. Dari grafik pada gambar 2 dapat dilihat bahwa dosis
III ekstrak herba meniran menunjukkan penurunan suhu yang stabil hampir seperti
parasetamol. Hal tersebut dapat disebabkan oleh dan ikatan zat-zat terhadap
reseptor tubuh yang bagus. Suhu akhir dosis ini adalah 37,760C yang telah
mendekati suhu normal tubuh.
Kelima kelompok perlakuan tidak dapat mengembalikan suhu tubuh dalam
batas normal (36,5oC-37,2oC). Hal ini disebabkan karena waktu yang diperlukan
untuk pengukuran percobaan hanya sampai menit ke-120. Namun efek antipiretik
meniran dosis III memiliki suhu rektal yang sama (37,76 oC) dengan efek yang
ditimbulkan parasetamol. Hal itu menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut
dapat menurunkan suhu hingga subfebril (37,2oC-37,8oC).
Adanya efek antipiretik tersebut karena herba meniran mengandung
senyawa flavonoid. Menurut Robinson (1995) flavonoid dapat menghambat
enzim siklooksigenase khususnya siklooksigenase-2 yang berperan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
biosintesis prostaglandin sehingga demam terhambat. Hal tersebut juga didukung
dengan hasil penelitian Dalimartha (2006), Sarisetyaningtyas et al. (2006), Fang et
al. (2008) serta Shokunbi dan Odetola (2008) yang menyatakan bahwa flavonoid
memiliki aktivitas antipiretik selain aktivitasnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik.
Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang
membuktikan bahwa tanaman yang mengandung flavonoid memiliki efek
antipiretik seperti tanaman jati belanda (Kusumandaru, 2009), umbi bawang
merah (Setiyawan, 2005) dan asam jawa (Juliana, 2008)
Penurunan suhu rata-rata tikus bervariasi meskipun terdapat dalam satu
kelompok yang sama. Hal tersebut disebabkan oleh faktor endogen masing-
masing tikus yang berbeda-beda terhadap zat pirogen. Stres pada tikus karena
pengukuran suhu rektal yang berulang-ulang juga termasuk faktor yang dapat
menyebabkan kenaikan suhu tikus. Penurunan efek obat mungkin merupakan
akibat dari penyerapan yang jelek pada saluran cerna, pembuluh darah atau
peningkatan ekskresi ginjal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Terdapat efek antipiretik pada ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri
L.) terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) dengan demam yang diinduksi
vaksin DPT.
2. Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) dosis 75,6 mg/200 gr BB
tikus dan 151,2 mg/200 gr BB tikus memiliki efek antipiretik yang
sebanding dengan parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis ekstrak Herba
Meniran (Phyllanthus niruri L.) yang lebih bervariasi dan waktu
pengukuran suhu yang lebih lama sehingga dapat diketahui dosis efektif
yang berefek antipiretik.
2. Untuk menjamin keamanan pemakaiaannya, hendaknya dilakukan uji
toksisitas ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap organ-
organ tertentu, seperti hati, lambung dan ginjal.
3. Perlu dilakukan isolasi dan penelitian lebih lanjut mengenai substansi yang
terdapat pada ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) yang diduga
memiliki efek antipiretik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48