plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk filedalam ranah keluarga pedagang ... susunan...
TRANSCRIPT
i
KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK
DALAM RANAH KELUARGA PEDAGANG
YANG BERDAGANG DI PASAR BESAR BERINGHARJO
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh:
Katarina Yulita Simanulang
091224076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
SKRIPSI
KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK
DALAM RANAH KELUARGA PEDAGANG
YANG BERDAGANG DI PASAR BESAR BERINGHARJO
YOGYAKARTA
Disusun oleh:
Katarina Yulita Simanulang
091224076
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Tanggal 3 Desember 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
SKRIPSI
KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK
DALAM RANAH KELUARGA PEDAGANG
YANG BERDAGANG DI PASAR BESAR BERINGHARJO
YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan disusun oleh:
Katarina Yulita Simanulang
091224076
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 18 Desember 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda tangan
Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih ................................
Sekretaris : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. ................................
Anggota 1 : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ................................
Anggota 2 : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. ................................
Anggota 3 : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. ................................
Yogyakarta, 18 Desember 2013
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Rohandi, Ph.D.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yesus yang senantiasa mengatur dan memberi berkat dalam setiap langkah saya
Kedua orang tua saya, Parman Simanullang dan Lucia Sumiatun Adik-adikku, Nandus, Erli, dan Ana
yang selalu mendoakan, memberi kasih sayang, dan mendukung setiap pilihan hidup saya
Pria spesial dalam hidup saya, David Verdyan yang tiada hentinya menemani, mendukung, dan menyemangati dengan cintanya
Teman sepayung dalam cinta, Tina, Clara, Idang, Erni
kerja sama kalian luar biasa
Terakhir, konco kenthel dan sahabat penyakit PBSI yang luar biasa memberi semangat
dengan jargon “syak” dan “isyik”-nya, tanpa kalian perjalanan saya tak berarti apapun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Manusia tanpa suatu tujuan adalah ibarat sebuah kapal tanpa kemudi – anak terlantar, hal sia-sia, bukan siapa-siapa.
(Thomas Carlyle)
Kita tidak akan pernah tahu kemana arah jalan berliku itu tanpa pernah kita melaluinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Desember 2013
Penulis
Katarina Yulita Simanulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Katarina Yulita Simanulang
Nomor Mahasiswa : 091224076
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK
DALAM RANAH KELUARGA PEDAGANG
YANG BERDAGANG DI PASAR BESAR BERINGHARJO
YOGYAKARTA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 18 Desember 2013
Yang menyatakan
(Katarina Yulita Simanulang)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Simanulang, Katarina Yulita. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik dalam Ranah Keluarga Pedagang yang Berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini membahas ketidaksantunan linguistik dan pragmatik
berbahasa dalam interaksi anggota keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud-wujud linguistik dan pragmatik, (2) mendeskripsikan penanda linguistik dan pragmatik berbahasa, serta (3) mendeskripsikan maksud yang mendasari penutur menggunakan bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta dengan data berupa tuturan lisan yang tidak santun. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam analisis data, penelitian ini menggunakan metode kontekstual, yakni dengan memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam menginterpretasi data yang telah berhasil diidentifikasi, diklasifikasi, dan ditipifikasikan.
Simpulan dari penelitian ini adalah (1) wujud ketidaksantunan linguistik berupa tuturan lisan tidak santun antaranggota keluarga pedagang yang terbagi dalam kategori melanggar norma (subkategori menolak dan menentang), mengancam muka sepihak (subkategori kesal, memerintah, menyindir, memperingatkan, dan mengancam), melecehkan muka (subkategori kesal, menyindir, mengejek, menentang, menolak, dan memperingatkan), menghilangkan muka (subkategori mengejek, memperingatkan, menyindir, kesal, dan meremehkan), dan menimbulkan konflik (subkategori mengancam, mengejek, memperingatkan, dan kesal); wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun, (2) penanda ketidaksantunan linguistik berupa penggunaan diksi, kata fatis, nada, tekanan, dan intonasi; penanda ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang menyertai setiap tuturan, serta (3) maksud ketidaksantunan penutur dalam kategori melanggar norma adalah menunda, protes, dan kesal; mengancam muka sepihak bermaksud kesal, protes, mengusir, basa-basi, memperingatkan, dan bercanda; melecehkan muka bermaksud memerintah, mengelak, kesal, mengomentari, menakut-nakuti, mengejek, basa-basi, menyindir, memperingatkan, dan melarang; menghilangkan muka bermaksud menanggapi, bercanda, melarang, memperingatkan, menyindir, basa-basi, mengomentari, mengusir, kesal, dan protes; serta menimbulkan konflik maksudnya menakut-nakuti, mengejek, protes, melarang, memperingatkan, dan kesal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Simanulang, Katarina Yulita. 2013. Linguistics and Pragmatics Impoliteness at the Scope of Trader Family Work in Beringharjo Market, Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
This research discusses linguistics and pragmatics impoliteness in language
at the scope of trader family work in Beringharjo Market, Yogyakarta. The aims of the research are (1) to describe the forms of linguistics and pragmatics, (2) to describe the signs of linguistics and pragmatics in language, and (3) to describe the basic meaning of the speakers when using the forms of language which are impolite at the scope of trader family work in Beringharjo Market, Yogyakarta.
Type of this research is descriptive qualitative. The source of the research is the trader family work in Beringharjo Big Market, Yogyakarta with the data of impolite spoken language. The instrument used is interview guideline (lists of questions, bait, and case list) and observation checklist. Data gathering technique are; first, listening method with noting and recording technique, and second, speaking method which is balanced with interview which is done with bait technique. In the data analysis, the research uses contextual method, with using the context dimensions in interpreting the identified, clarified, and typificated data.
The summary of the research are; (1) the form of linguistic impoliteness showed in impolite spoken language between the trader family who are divided in breaking the norm categorization (subcategory refusing and opposing), threatening face unilaterally (subcategory angry, commanding, teasing, reminding, and threatening), face humiliating (subcategory angry, teasing, mocking, opposing, refusing, and reminding), omitting the face (subcategory mocking, reminding, teasing, angry, and humiliating), and rising conflict (subcategory threatening, mocking, reminding, and angry); the form of pragmatics impoliteness showed in the way speakers deliver the speaking which following every impolite spoken language, (2) impolite linguistics signs are in the form of diction, fatis word, tone, stress, and intonation; impolite pragmatics signs are in the form of context which participated in spoken language, and (3) the aims of the impoliteness of the speaker in breaking the norm category are postponing, protest, and angry; threatening face unilaterally showed anger, protest, chasing away, good manners, reminding, and kidding; face threatening showed commanding, jumping the queue, anger, commenting, frightening, mocking, good manners, teasing, reminding, and forbidding; omitting the face showed perceiving, kidding, forbidding, reminding, teasing, good manners, commenting, chasing away, anger, and protest; and rising conflict means frightening, mocking, protest, forbidding, reminding, and anger.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus yang senantiasa
memberi berkat dan kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik dalam Ranah Keluarga
Pedagang yang Berdagang di Pasar Besar Beringharjo Yogyakarta”. Skripsi ini
disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dalam kurikulum Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS),
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan
dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
2. Caecilia Tutyandari, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, Universitas Sanata Dharma.
3. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak dukungan,
pendampingan, saran, dan nasihat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membantu dan
mendukung penulis.
5. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. sebagai dosen pembimbing yang dengan
bijaksana, sabar, dan penuh ketelitian membimbing, mengarahkan,
memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga
bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen prodi PBSI yang dengan penuh dedikasi mendidik,
mengarahkan, membimbing, membagi ilmu pengetahuan, memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
dukungan, dan bantuan kepada penulis dari awal perkuliahan sampai
selesai.
7. R. Marsidiq, selaku karyawan sekretariat Prodi PBSI yang dengan sabar
memberikan pelayanan administratif kepada penulis dalam menyelesaikan
berbagai urusan administrasi.
8. Dinas Pengelola Pasar Bringharjo beserta staf yang telah membantu
pelaksanaan penelitian ini.
9. Seluruh keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Bringharjo yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
10. Teman-teman seperjuangan (Valentina Tris Marwati, Clara Dhika Ninda
Natalia, Catarina Erni Riyanti, dan Nuridang Fitra Nagara) yang bersedia
berjuang dan bekerja sama dengan penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
11. Kika Ayu, Rosalia Desinta, Yohana Maria, Agatha Wahyu, Mikael Jati,
Ambrosius Bambang, Rosalina Anik, Cicilia Verlit, Yuli Astuti, Bernadeta
Febri, Risa Ferina, Ade Henta, Yudha Hening, Ignatius Satrio, Reinardus
Aldo, Yohanes Marwan, dan semua sahabat PBSID angkatan 2009, yang
berdinamika bersama selama menjalani perkuliahan di PBSI.
12. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 18 Desember 2013
Penulis
Katarina Yulita Simanulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAAN PERSEMBAHAN iv
HALAMAN MOTTO v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
KATA PENGANTAR x
DAFTAR ISI xii
DAFTAR BAGAN xvii
DAFTAR TABEL xviii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 7
1.5 Batasan Istilah 7
1.6 Sistematika Penelitian 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 10
2.1 Penelitian yang Relevan 10
2.2 Pragmatik 15
2.3 Fenomena Pragmatik 17
2.3.1 Praanggapan 17
2.3.2 Tindak Tutur 18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.3.3 Implikatur 20
2.3.4 Deiksis 21
2.3.5 Kesantunan 22
2.3.6 Ketidaksantunan 23
2.4 Teori-teori Ketidaksantunan 25
2.4.1 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan
Locher 25
2.4.2 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan
Bousfield 27
2.4.3 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan
Culpeper 28
2.4.4 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan
Terkourafi 30
2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan
Locher and Watt 31
2.5 Konteks 34
2.6 Unsur Segmental 44
2.6.1 Diksi 44
2.6.2 Gaya Bahasa 51
2.6.3 Kategori Fatis 52
2.7 Unsur Suprasegmental 54
2.7.1 Tekanan 54
2.7.2 Intonasi 55
2.7.3 Nada 55
2.8 Teori Maksud 56
2.9 Kerangka Berpikir 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 61
3.1 Jenis Penelitian 61
3.2 Data dan Sumber Data 62
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3.4 Instrumen Penelitian 65
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data 65
3.6 Sajian Hasil Analisis Data 67
3.7 Trianggulasi Data 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 69
4.1 Deskripsi Data 69
4.1.1 Melanggar Norma 71
4.1.2 Mengancam Muka Sepihak 72
4.1.3 Melecehkan Muka 73
4.1.4 Menghilangkan Muka 74
4.1.5 Menimbulkan Konflik 75
4.2 Analisis Data 76
4.2.1 Melanggar Norma 76
4.2.1.1 Subkategori Menolak 77
4.2.1.2 Subkategori Menentang 79
4.2.2 Mengancam Muka Sepihak 81
4.2.2.1 Subkategori Kesal 82
4.2.2.2 Subkategori Memerintah 85
4.2.2.3 Subkategori Menyindir 87
4.2.2.4 Subkategori Memperingatkan 89
4.2.2.5 Subkategori Mengancam 92
4.2.3 Melecehkan Muka 94
4.2.3.1 Subkategori Kesal 94
4.2.3.2 Subkategori Menyindir 97
4.2.3.3 Subkategori Mengejek 100
4.2.3.4 Subkategori Menentang 103
4.2.3.5 Subkategori Menolak 104
4.2.3.6 Subkategori Memperingatkan 106
4.2.4 Menghilangkan Muka 109
4.2.4.1 Subkategori Mengejek 110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.2.4.2 Subkategori Memperingatkan 112
4.2.4.3 Subkategori Menyindir 115
4.2.4.4 Subkategori Kesal 118
4.2.4.5 Subkategori Meremehkan 120
4.2.5 Menimbulkan Konflik 123
4.2.5.1 Subkategori Mengancam 124
4.2.5.2 Subkategori Mengejek 127
4.2.5.3 Subkategori Memperingatkan 129
4.2.5.4 Subkategori Kesal 131
4.3 Pembahasan 135
4.3.1 Melanggar Norma 135
4.3.1.1 Subkategori Menolak 136
4.3.1.2 Subkategori Menentang 137
4.3.2 Mengancam Muka Sepihak 141
4.3.2.1 Subkategori Kesal 142
4.3.2.2 Subkategori Memerintah 145
4.3.2.3 Subkategori Menyindir 147
4.3.2.4 Subkategori Memperingatkan 150
4.3.2.5 Subkategori Mengancam 153
4.3.3 Melecehkan Muka 155
4.3.3.1 Subkategori Kesal 156
4.3.3.2 Subkategori Menyindir 159
4.3.3.3 Subkategori Mengejek 162
4.3.3.4 Subkategori Menentang 165
4.3.3.5 Subkategori Menolak 167
4.3.3.6 Subkategori Memperingatkan 169
4.3.4 Menghilangkan Muka 172
4.3.4.1 Subkategori Mengejek 172
4.3.4.2 Subkategori Memperingatkan 176
4.3.4.3 Subkategori Menyindir 178
4.3.4.4 Subkategori Kesal 182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
4.3.4.5 Subkategori Meremehkan 185
4.3.5 Menimbulkan Konflik 187
4.3.5.1 Subkategori Mengancam . 188
4.3.5.2 Subkategori Mengejek 192
4.3.5.3 Subkategori Memperingatkan 194
4.3.5.4 Subkategori Kesal 197
BAB V PENUTUP 202
5.1 Simpulan 202
5.1.1 Wujud Ketidaksantunan 202
5.1.2 Penanda Ketidaksantunan 203
5.1.2.1 Melanggar Norma 204
5.1.2.2 Mengancam Muka Sepihak 204
5.1.2.3 Melecehkan Muka 205
5.1.2.4 Menghilangkan Muka 205
5.1.2.5 Menimbulkan Konflik 205
5.1.3 Maksud Ketidaksantunan 206
5.2 Saran 207
5.2.1 Bagi Peneliti Lanjutan 207
5.2.2 Bagi Keluarga 208
DAFTAR PUSTAKA 209
LAMPIRAN 212
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR BAGAN
Hal.
Bagan 1 Kerangka Berpikir 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 1 Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan 69
Tabel 2 Persentase Jumlah Data Tuturan berdasarkan Subkategori
Ketidaksantunan 70
Tabel 3 Melanggar Norma 72
Tabel 4 Mengancam Muka Sepihak 72
Tabel 5 Melecehkan Muka 73
Tabel 6 Menghilangkan Muka 74
Tabel 7 Menimbulkan Konflik 76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi uraian (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah,
(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) sistematika penyajian.
Berikut adalah uraian dari kelima hal tersebut.
1.1 Latar Belakang Masalah
Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial yang senantiasa akan hidup
berdampingan dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia tentu akan
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Manusia dapat berinteraksi
dengan baik apabila ia mampu berkomunikasi dengan baik pula. Masyarakat
manusia, apa pun bentuknya, selalu memerlukan alat atau cara untuk
berkomunikasi antar sesama warganya (Sumarsono, 2004:53). Alat komunikasi
utama untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan sesama manusia adalah
bahasa. Fungsi bahasa yang terutama adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau
berkomunikasi di dalam kehidupan manusia bermasyarakat (Chaer, 2011:2).
Bahasa yang kita gunakan sehari-hari merupakan suatu sarana untuk
menyampaikan gagasan, pikiran, konsep, dan perasaan. Manusia akan
bersosialisasi dengan sesamanya melalui aktivitas berbahasa yang dapat
diungkapkan baik secara lisan maupun tertulis.
Ilmu yang mengkaji tentang bahasa adalah linguistik. Sosok linguistik
sebagai ilmu bahasa yang meneliti dan mengkaji seluk-beluk bahasa natural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
manusia, tidak saja aspek-aspek internal tetapi juga bagian-bagian eksternalnya, di
dalam perkembangannya memiliki beberapa cabang atau ranting-ranting ilmu
(Rahardi, 2003:9). Salah satu cabang ilmu linguistik yang bersifat eksternal adalah
pragmatik.
Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa
yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan
pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal
“ekstralingual’ yang dibicarakan (Verhaar, 1996:14). Rahardi (2003:16)
mengatakan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud
penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial budaya tertentu. Karena
pragmatik mengkaji maksud penutur sesuai konteks dan lingkungan sosialnya,
bidang kajian pragmatik tentu berkaitan dengan kesantunan dan ketidaksantunan
berbahasa. Kesantunan berbahasa adalah bidang kajian pragmatik yang sudah
banyak diteliti dan dikaji secara mendalam oleh para peneliti. Sementara
ketidaksantunan merupakan kajian yang baru mulai dikembangkan.
Ketidaksantunan dalam berbahasa merupakan fenomena pragmatik yang
baru. Fenomena pragmatik yang tidak dikaji secara mendalam, tentu tidak akan
bermanfaat banyak bagi perkembangan ilmu bahasa, khususnya pragmatik.
Ketidaksantunan berbahasa ini dapat dikaji dalam berbagai bidang, yaitu bidang
pendidikan, keluarga, dan agama. Ketidaksantunan perlu dikaji untuk
mempertimbangan bentuk-bentuk ketidaksantunan berbahasa yang harus dihindari
dalam praktik berkomunikasi. Kajian ini akan dapat memperkuat pendidikan
karakter dalam lingkup pendidikan, keluarga, dan agama, yang ketiga-tiganya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
merupakan faktor sangat penting dan berpengaruh bagi pembentukan karakter
bangsa.
Ranah keluarga adalah salah satu bidang kajian ketidaksantunan berbahasa
yang menarik untuk dikaji. Keluarga merupakan satuan atau kelompok terkecil
dalam masyarakat. Keluarga menjadi titik awal seseorang mulai berkomunikasi.
Tidak dapat dipungkiri, komunikasi dalam keluarga adalah salah satu faktor
penting pembentukan karakter seseorang. Keluarga adalah tempat bagi seorang
anak mengenal bahasa untuk pertama kalinya. Oleh sebab itu, kekhasan bahasa
dalam keluarga akan sangat berpengaruh dalam perkembangan kebahasaan orang-
orang yang ada di dalam keluarga tersebut. Begitu pula jika di dalam keluarga
kurang memperhatikan bahasa yang santun dalam praktik berkomunikasi tentu
akan sangat mempengaruhi perkembangan karakter anggota keluarga tersebut
terutama anak yang masih dalam masa perkembangan.
Kehidupan sebuah keluarga tentu tidak pernah lepas dari status sosialnya.
Cara berkomunikasi dalam kelompok masyarakat terkecil yang tidak lain adalah
keluarga sangat erat kaitannya dengan status sosial yang telah melekat pada
keluarga itu sendiri. Status sosial ini membagi keluarga dalam kelas-kelas sosial
sesuai dengan lingkup pekerjaan dan lingkungannya. Secara umum, strata sosial
di masyarakat melahirkan kelas-kelas sosial yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu
atas (Upper Class), menengah (Midlle Class), dan bawah (Lower Class). Kelas
atas mewakili kelompok elite di masyarakat yang jumlahnya sangat terbatas.
Kelas menengah mewakili kelompok profesional, kelompok pekerja,
wiraswastawan, pedagang, dan kelompok fungsional lainnya. Sedangkan kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
bawah mewakili kelompok pekerja kasar, buruh harian, buruh lepas, dan
semacamnya. Secara khusus, kelas sosial ini terjadi pada lingkungan-lingkungan
khusus pada bidang tertentu sehingga content varian strata sosial sangat spesifik
berlaku pada lingkungan itu. Content varian lebih banyak menyangkut variasi
strata dalam satu lingkungan yang membedakannya dengan strata pada
lingkungan lainnya (Bungin, 2006:49−50).
Fenomena komunikasi yang terjadi dalam setiap keluarga tentu berbeda-
beda. Komunikasi sosial baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga tentu
harus disesuaikan dengan konteks sosialnya. Fenomena komunikasi keluarga
pedagang tentu sangat berbeda jika dibandingkan dengan komunikasi dalam
keluarga pendidik atau keluarga berstatus sosial lainnya. Bagaimana anggota
keluarga pedagang berbahasa tentu tidak luput dari pengaruh lingkungannya.
Lingkungan yang tidak jauh dari dunia jual beli tentu akan membawa dampak
tersendiri bagi komunikasi dalam keluarga ini. Dunia jual beli memberi efek
tersendiri bagi kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa keluarga yang berlatar
belakang sebagai pedagang.
Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli yang tidak lepas
dari peristiwa tawar menawar. Ketika menjajakan dagangannya, si penjual tentu
akan menggunakan berbagai cara agar dapat menarik perhatian pembeli, salah
satunya menggunakan suara dengan volume yang cukup keras. Volume yang
keras ini menimbulkan kesan kasar pada bahasa yang digunakan oleh si penjual.
Karena sudah menjadi bahasa sehari-hari si pedagang ketika menjajakan
dagangannya, bahasa yang terkesan kasar itu akan terbawa dalam komunikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
keluarganya, bahkan menjadi kekhasan bahasa sehari-hari dalam keluarga. Oleh
karena itu, pedagang yang berdagang di Pasar Beringharjo memberikan daya tarik
tersendiri bagi peneliti untuk mengkaji lebih jauh bagaimana ketidaksantunan
berbahasa pada keluarga pedagang di pasar yang sangat terkenal di Yogyakarta
tersebut.
Pasar Beringharjo dipilih oleh peneliti karena pasar tersebut merupakan
pasar yang terbesar di Yogyakarta dengan komoditi perdagangan yang sangat
bervariasi. Berbagai macam komoditi, baik sandang maupun pangan, dijual di
pasar ini. Pedagangnya pun bermacam-macam, baik daerah asal maupun sukunya.
Selain pedagangnya yang bermacam-macam, pembeli yang datang ke pasar ini
pun berasal dari berbagai daerah dengan beraneka bahasa. Dengan kondisi pasar
yang demikian, sangat dimungkinkan terjadinya komunikasi yang terkesan kasar
atau kurang santun. Dengan demikian, kemungkinan besar bahasa khas ala pasar
yang kurang santun tersebut akan terbawa ketika si pedagang berada di rumah
atau berkomunikasi dengan keluarganya.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bermaksud mengkaji
ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di
Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta yang ditinjau dari kajian linguistik dan
pragmatik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian
adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1) Wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang terdapat
dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo,
Yogyakarta?
2) Penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang
digunakan oleh keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar
Beringharjo, Yogyakarta?
3) Maksud apa sajakah yang mendasari penutur menggunakan bentuk-bentuk
kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga pedagang yang
berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan wujud-wujud linguistik dan pragmatik yang terdapat dalam
ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo,
Yogyakarta.
2) Mendeskripsikan penanda linguistik dan pragmatik yang terdapat dalam
ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo,
Yogyakarta.
3) Mendeskripsikan maksud yang mendasari penutur menggunakan bentuk-
bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga pedagang yang
berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi berbagai
pihak. Manfaat-manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Manfaat Teoretis
Kajian-kajian yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat
memperluas kajian dan memperkaya khasanah teoretis tentang
ketidaksantunan dalam berbahasa sebagai fenomena pragmatik yang baru.
2) Manfaat Praktis
a) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para penutur dalam ranah
keluarga untuk mempertimbangkan bentuk-bentuk ketidaksantunan
berbahasa yang harus dihindari dalam praktik berkomunikasi.
b) Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat pendidikan karakter dalam
ranah keluarga yang merupakan salah satu faktor penting yang
berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa.
1.5 Batasan Istilah
1) Ketidaksantunan berbahasa
Struktur bahasa penutur yang tidak berkenan di hati mitra tutur.
2) Linguistik
Ilmu tentang bahasa; telaah bahasa secara ilmiah (Depdiknas,2008:832)
3) Pragmatik
Ilmu bahasa yang mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan
lingkungan sosial budaya tertentu (Rahardi, 2003:16).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
4) Ketidaksantunan linguistik
Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari aspek-aspek linguistik suatu
tuturan.
5) Ketidaksantunan pragmatik
Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari konteks situasi yang
menyertai suatu tuturan.
6) Keluarga
Ibu dan bapak beserta anak-anaknya; orang seisi rumah yang menjadi
tanggungan; satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat
(Depdiknas, 2008:659).
7) Pedagang
Orang yang kerjanya berdagang (Depdiknas, 2008:285)
8) Keluarga pedagang
Satuan kekerabatan terkecil dalam masyarakat yang kerjanya berdagang.
1.6 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang
berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan istilah, dan sistematika penelitian.
Bab II berisi landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis
masalah-masalah yang akan diteliti, yaitu tentang ketidaksantunan berbahasa.
Teori-teori yang dikemukakan dalam bab II ini adalah teori tentang (1) penelitian-
penelitian yang relevan, (2) pragmatik, (3) fenomena pragmatik, (4) teori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
ketidaksantunan, (5) teori mengenai konteks, (6) unsur segmental, (7) unsur
suprasegmental, (8) teori maksud dan (9) kerangkan berpikir.
Bab III berisi metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur
yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam bab III akan
diuraikan (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian, (3) metode dan teknik
pengumpulan data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data,
(6) sajian hasil analisis data, dan (7) trianggulasi data.
Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3)
pembahasan hasil penelitian. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan
saran untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan penelitian ketidaksantunan
berbahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi pemaparan penelitian yang relevan, landasan teori, dan
kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tinjauan terhadap topik-topik
sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Landasan teori berisi tentang
teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penlitian ini yang terdiri
atas teori pragmatik, fenomena pragmatik, ketidaksantunan berbahasa, konteks,
unsur segmental, dan unsur suprasegmental. Kerangka berpikir berisi tentang
acuan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu dan teori
yang relevan digunakan untuk menjawab rumusan masalah.
2.1 Penelitian yang Relevan
Ketidaksantunan berbahasa dalam kajian ilmu pragmatik merupakan
fenomena baru yang belum dikaji secara mendalam. Oleh karena itu, penelitian
pragmatik yang mendalami kajian ketidaksantunan berbahasa belum banyak
ditemukan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa penelitian
sebelumnya yang mengkaji tentang ketidaksantunan berbahasa sebagai penelitian
yang relevan. Penelitian-penelitian tentang ketidaksantunan berbahasa yang
ditemukan oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Rita
Yuliastuti (2013), Caecilia Petra Gading May Widyawari (2013), Agustina Galuh
Eka Noviyanti (2013), dan Olivia Melissa Puspitarini (2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Penelitian tentang ketidaksantunan berbahasa yang dilakukan oleh
Elizabeth Rita Yuliastuti (2013) berjudul Ketidaksantunan Linguistik dan
Pragmatik Berbahasa antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta
Tahun Ajaran 2012/2013. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode simak dan metode cakap. Pada penelitian ini, peneliti
menemukan bahwa Pertama, wujud ketidaksantunan linguistik dapat dilihat
berdasarkan tuturan lisan yang tidak santun antara guru dan siswa yang berupa
tuturan melecehkan muka, memain-mainkan muka, kesembronoan, mengancam
muka, dan menghilangkan muka, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik
dapat dilihat berdasarkan uraian konteks berupa penutur, mitra tutur, tujuan tutur,
situasi, suasana, tindak verbal, dan tindak perlokusi yang menyertai tuturan
tersebut. Kedua, penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan
nada, tekanan, intonasi, dan diksi, serta penanda ketidaksantunan pragmatik dapat
dilihat berdasarkan konteks yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur,
situasi, suasana, tujuan tutur, tindak verbal, dan tindak perlokusi. Ketiga, makna
ketidaksantunan (1) melecehkan muka yakni hinaan dan ejekan dari penutur
kepada mitra tutur hingga melukai hati mitra tutur, (2) memain-mainkan muka
yakni tuturan yang membuat bingung mitra tutur sehingga mitra tutur menjadi
jengkel karena sikap penutur yang tidak seperti biasanya, (3) kesembronoan yang
disengaja yakni penutur bercanda kepada mitra tutur sehingga mitra tutur terhibur,
tetapi candaan tersebut dapat menimbulkan konflik, (4) mengancam muka yakni
penutur memberikan ancaman kepada mitra tutur sehingga mitra tutur merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
terpojokkan, dan (5) menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra
tutur di depan banyak orang.
Penelitian yang mengkaji tentang ketidaksantunan juga pernah dilakukan
oleh Caecilia Petra Gading May Widyawari (2013) dengan judul Ketidaksantunan
Linguistik dan Pragmatik Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID
Angkatan 2009—2011 Universitas Sanata Dharma. Jenis penelitian dari
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan
wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa, penanda
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa, serta makna ketidaksantunan
berbahasa yang digunakan antarmahasiswa PBSID Angkatan 2009—2011 di
Universitas Sanata Dharma. Peneliti menggunakan dua mtode dalam penelitan ini,
pertama metode simak dengan teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik
lanjutan berupa teknik simak libat cakap dan teknik cakap, kedua metode cakap
dengan teknik dasar berupa teknik pancing dan dua teknik lanjutan berupa teknik
lanjutan cakap semuka dan tansemuka. Simpulan dari penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan simpulan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Rita
Yuliastuti (2013), yakni (1) wujud ketidaksantunan linguistik dapat dilihat dari
tuturan antarmahasiswa yang terdiri dari melecehkan muka, sembrono,
mengancam muka dan menghilangkan muka. Lalu wujud ketidaksantunan
pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks (penutur, mitra tutur, situasi, suasana,
tindak verbal, tindak perlokusi dan tujuan tutur), (2) penanda ketidaksantunan
linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Penanda
ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks tuturan yang berupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tindak verbal, tindak perlokusi, dan
tujuan tutur, dan (3) makna ketidaksantunan berbahasa yaitu: a) melecehkan
muka, ejekan penutur kepada mitra tutur dan dapat melukai hati, b) memain-
mainkan muka, membingungkan mitra tutur dan itu menjengkelkan, c)
kesembronoan, bercanda yang menyebabkan konflik, d) menghilangkan muka,
mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan e) mengancam muka,
menyebabkan ancaman pada mitra tutur.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Agustina Galuh Eka
Noviyanti (2013) dengan judul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik
Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran
2012/2013. Jenis penelitian yang dilakukan oleh Agustina Galuh Eka Noviyanti
ini serupa dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian deskriptif kualitatif.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak dan metode cakap dengan teknik sadap dan teknik pancing, dengan
instrumen berupa pedoman atau panduan wawancara (daftar pertanyaan),
pancingan, daftar kasus, dan peneliti sendiri. Data dalam penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan metode kontekstual. Penelitian ini menjawab tiga masalah
tentang (a) wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa apa saja
yang digunakan oleh antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, (b) penanda
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa apa saja yang digunakan
antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, dan (c) apakah makna penanda
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa yang digunakan antarsiswa di
SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Penelitian tentang ketidaksantunan berbahasa selanjutnya dilakukan pula
oleh Olivia Melissa Puspitarini (2013) yang mengangkat judul Ketidaksantunan
Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program
Studi PBSID, FKIP, USD, Angkatan 2009—2011. Penelitian yang menjadikan
dosen dan mahasiswa Program Studi PBSID sebagai sumber data ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif, serupa dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
ketiga peneliti di atas. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
metode simak dan metode cakap, dengan menggunakan instrumen berupa
panduan wawancara, daftar pertanyaan pancingan, dan daftar kasus. Penelitian ini
juga menemukan hasil serupa seperti penelitian sebelumny, yakni pertama, wujud
ketidaksantunan linguistik berdasarkan tuturan lisan dan wujud ketidaksantunan
pragmatik berbahasa yaitu uraian konteks tuturan tersebut. Kedua, penanda
ketidaksantunan linguistik yaitu nada, intonasi, tekanan, dan diksi, serta penanda
pragmatik yaitu konteks yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi,
dan suasana. Ketiga, makna ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa
meliputi 1) melecehkan muka yakni penutur menyindir atau mengejek mitra tutur,
2) memainkan muka yakni penutur membuat jengkel dan bingung mitra tutur, 3)
kesembronoan yang disengaja yakni penutur bercanda kepada mitra tutur dan
mitra tutur terhibur namun candaan tersebut dapat menimbulkan konflik bila
candaan tersebut ditanggapi secara berlebihan, 4) menghilangkan muka yakni
penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan 5) mengancam
muka yakni penutur memberikan ancaman atau tekanan kepada mitra tutur yang
menyebabkan mitra tutur terpojok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Keempat penelitian di atas merupakan penelitian yang mengkaji tentang
ketidaksantunan berbahasa dalam, khususnya ketidaksantunan berbahasa dalam
ranah pendidikan. Keempat penelitian di atas menemukan tiga hal penting tentang
masalah ketidaksantunan, yakni wujud, penanda, dan makna ketidaksantunan
linguistik dan pragmatik berbahasa. Dengan mengacu dari keempat penelitian
tersebut, peneliti akan mengkaji lebih dalam tentang ketidaksantunan berbahasa,
secara khusus ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga pedagang.
2.2 Pragmatik
Pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji bahasa dalam kaitannya dengan
konteks penutur dan lingkungannya. Dalam sebuah komunikasi atau percakapan,
penutur dan mitra tutur tidak dapat meluputkan konteks situasi tuturan. Mitra tutur
tidak hanya memahami maksud dari tuturan penutur, tetapi juga harus memahami
konteks tuturan tersebut. Hal itu penting dalam kelancaran komunikasi. Dengan
demikian, pragmatik adalah ilmu bahasa yang terikat konteks.
Ilmu bahasa pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik, sesungguhnya
baru mulai mencuat dan kemudian berkembang hingga menjadi benar-benar
berkumandang dalam percaturan linguistik Amerika Serikat sejak tahun 1970-an.
Pada tahun-tahun sebelumnya, khususnya pada tahun 1930-an, linguistik masih
dianggap hanya mencakup bidang-bidang tradisional saja seperti misalnya fonetik,
morfologi, dan fonemik. Sementara, istilah ilmu bahasa pragmatik, yang semula
disebut dengan pragmatika, sebenarnya sudah mulai dikenal sejak masa hidupnya
seorang filsuf sangat ternama, yakni Charles Morris. Berdasarkan gagasan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
pemikirannya, sosok pragmatik lalu dapat dikatakan mulai terlahir di dunia, dan
mulai bertengger di atas bumi linguistik dan hingga kini kian terbukti, bahwa
sosok ilmu bahasa pragmatik berkembang secara amat signifikan dan menjadi
bagian dari ilmu bahasa yang tidak dapat diabaikan (Rahardi, 2003:3−8).
Huang (2007:2) menuturkan bahwa “pragmatics is the systematic study of
meaning by virtue of, or dependent on, the use of language”. Huang
mendefinisikan pragmatik sebagai studi sistematis tentang makna yang
berdasarkan atau tergantung pada penggunaan bahasa. Kemudian, Cruse
(2000:16) dalam Cummings (2007:2) memaparkan bahwa pragmatik dapat
dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang disampaikan melalui
bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam
bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, tetapi yang juga muncul secara alamiah
dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvesional
dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut.
Seperti yang sudah dicantumkan pada bagian sebelumnya, pragmatik
merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk
struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan
sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual’ yang
dibicarakan (Verhaar, 1996:14). Rahardi (2003:16) mengatakan bahwa ilmu
bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks
situasi dan lingkungan sosial budaya tertentu.
Selanjutnya, Yule (2006:3−6) merangkum empat ruang lingkup yang
tercakup dalam pragmatik. Pertama, pragmatik adalah studi tentang maksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
penutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Ketiga,
pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan
daripada yang dituturkan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari
jarak hubungan. Pragmatik semakin menarik karena melibatkan bagaimana orang
saling memahami satu sama lain secara linguistik, tetapi pragmatik dapat juga
merupakan ruang lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini
mengharuskan orang untuk saling memahami apa yang ada dalam pikiran mereka.
Dari definisi beberapa ahli di atas, dapatlah dikatakan bahwa pragmatik
merupaka ilmu kebahasaan yang mengkaji maksud sebuah tuturan dengan
mengacu dari unsur luar bahasa, dalam hal ini adalah konteks situasi dan
lingkungan di mana tuturan itu lahir. Dengan demikian, jelaslah bahwa pragmatik
adalah ilmu yang terikat konteks. Sebagai cabang ilmu linguistik, pragmatik
sangatlah penting dalam kajian ilmu kebahasaan. Tidak mungkin tidak pragmatik
diluputkan dalam studi kebahasaan.
2.3 Fenomena Pragmatik
Pragmatik sebagai ilmu bahasa yang terikat konteks mengkaji enam
fenomena, yaitu praanggapan, tindak tutur, implikatur, deiksis, kesantunan, an
ketidaksantunan. Berikut pemaparan dari keenam fenomena tersebut.
2.3.1 Praanggapan
Praanggapan atau presupposisi merupakan unsur penting yang harus saling
dipahami oleh penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Penutur beranggapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
bahwa terdapat informasi tertentu yang sudah diketahui oleh mitra tuturnya
berkenaan dengan tuturan yang akan disampaikan oleh penutur. Oleh karena itu,
informasi tersebut tidak perlu dikatakan meskipun informasi tersebut merupakan
bagian yang harus dipahami oleh mitra tutur bersama dengan tuturan si penutur.
Yule (2006:43) memaparkan bahwa presupposisi adalah sesuatu yang
diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan.
Presupposisi ini dimiliki oleh penutur, bukan kalimat. Dalam analisis tentang
bagaimana asumsi-asumsi penutur diungkapkan secara khusus, presupposisi sudah
diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur.
Berdasarkan hal tersebut, Yule (2006:46) membagi presupposisi menjadi enam
jenis, yaitu presupposisi eksistensial, presupposisi faktif, presupposisi leksikal,
presupposisi nonfaktif, presupposisi struktural, presupposisi faktual tandingan
atau konterfaktual.
2.3.2 Tindak Tutur
Tindak tutur adalah fenomena pragmatik yang berkenaan dengan tindakan
penutur yang ditunjukkan melalui tuturan. Diperjelas oleh Yule (2006:82−84)
bahwa tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak
tutur. Tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan
mengandung tiga tindak yang saling berhubungan. Pertama, tindak lokusi, yang
merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang
bermakna. Kedua, tindak illokusi. Penutur membentuk tuturan dengan beberapa
fungsi di dalam pikiran. Tindak illokusi ditampilkan melalui penekanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
komunikatif suatu tuturan. Ketiga, tindak perlokusi. Tentu penutur tidak secara
sederhana menciptakan tuturan yang memiliki fungsi tanpa memaksudkan tuturan
itu memiliki akibat.
Tindak tutur diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum, yaitu deklaratif,
representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, 2006:92–94). Deklarasi
adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Contoh 1: Pastor
: Sekarang saya menyebut Anda berdua suami-istri. Seperti contoh tersebut
menggambarkan, penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam
konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu
menggunakan deklarasi penutur mengubah dunia dengan kata-kata.
Jenis tindak tutur selanjutnya adalah representatif. Representatif merupakan
jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan.
Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Contoh :
Bumi itu datar. Itu merupakan contoh dunia sebagai sesuatu yang diyakini oleh
penutur yang menggambarkannya. Pada waktu menggunakan sebuah
representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya).
Selanjutnya, tindak tutur ekspresif merupakan jenis tindak tutur yang
menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan
pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan,
kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh: Sungguh,
saya minta maaf. Tindak tutur itu mungkin disebabkan oleh sesuatu yang
dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman
penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh
orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi
keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan, permohonan,
pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Contoh
1: Berilah aku secangkir kopi. Buatkan kopi pahit. Contoh 2: Jangan menyentuh
itu! Pada waktu menggunakan direktif, penutur berusaha menyesuaikan dunia
dengan kata (lewat pendengar).
Jenis tindak tutur yang terakhir adalah komisif. Jenis tindak tutur ini adalah
jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengaitkan dirinya terhadap
tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa
saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa janji,
ancaman, penolakan, dan ikrar. Contoh : Saya akan kembali. Pada waktu
menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-
kata (lewat penutur).
2.3.3 Implikatur
Ketika terjadi sebuah tuturan, sesungguhnya penutur dan mitra tutur harus
memiliki pemahaman yang sama tentang latar belakang pengetahuan dari topik
yang dituturkan oleh penutur. Hal itulah yang akan memperlancar terjadinya
komunikasi. Grice (1975) via Rahardi (2005:43) menyatakan bahwa sebuah
tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari
tuturan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Yule (2006:61) juga memaparkan implikatur secara kompleks. Jika seorang
pendengar mendengar suatu tuturan, pertama-tama dia harus berasumsi bahwa
penutur sedang melaksanakan kerja sama dan bermaksud untuk menyampaikan
informasi. Informasi itu tentunya (memiliki makna) lebih banyak daripada sekedar
kata-kata itu. Makna ini merupakan makna tambahan yang disampaikan, yang
disebut dengan implikatur. Dengan mengatakan suatu tuturan, penutur berharap
pendengar akan mampu menentukan implikatur yang dimaksud dalam konteks
berdasarkan pada apa yang sudah diketahui.
2.3.4 Deiksis
Deiksis adalah fenomena pragmatik tentang apa yang ditunjuk oleh penutur
berkaitan dengan konteks tuturannya. Yule (2006:13−14) menjabarkan bahwa
deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar
yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa.
Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukan’ disebut
ungkapan deiksis. Ketika seseorang menunjuk suatu objek dan bertanya, “Apa
itu?”, maka ia telah menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjuk
sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-ungkapan deiksis kadang-
kala juga disebut indeksikal.
Masih oleh Yule, dijelaskan pula bahwa ungkapan-ungkapan itu berada di
antara bentuk-bentuk awal yang dituturkan oleh anak-anak yang masih kecil dan
dapat digunakan untuk menunjuk orang dengan deiksis pesona (‘ku’, ‘mu’), atau
untuk menunjuk tempat dengan deiksis spasial (‘di sini’, ‘di sana’), atau untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
menunjuk waktu dengan deiksis temporal (‘sekarang’, ‘kemudian’). Untuk
menafsirkan deiksis-deiksis itu, semua ungkapan bergantung pada penafsiran
penutur dan pendengar dalam konteks yang sama. Jelas sekali bahwa deiksis
mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur, yang dibedakan secara
mendasar antara ungkapan-ungkapan deiksis’dekat penutur’ dan ‘jauh dari
penutur’.
2.3.5 Kesantunan
Fenomena kelima yang dikaji oleh pragmatik adalah kesantunan. Bahasa
yang digunakan oleh seseorang merupakan cerminan dari dirinya sendiri. Melalui
bahasa pula, orang lain dapat menilai harkat dan martabat seseorang. Seseorang
yang mampu berbahasa secara santun menunjukkan kepribadiannya yang santun
pula. Inilah mengapa, memperhatikan kesantunan dalam berbahasa menjadi suatu
hal penting pula dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial.
Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh
penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca.
Ketika menggunakan bahasa dalam bersosialisasi, penutur harus memperhatikan
kaidah berbicara dengan baik dan benar. Bahasa yang benar adalah bahasa yang
dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Begitu juga ketika seseorang sedang
menulis cerpen, mereka menggunakan kaidah bahasa sesuai dengan peran tokoh
yang sedang diperankan. Namun, kedua hal tersebut tidaklah cukup. Masih ada
satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu kesantunan (Pranowo, 2009:4−5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Pranowo (2009:14−15) juga menyebutkan tiga alasan berbahasa secara
santun dalam interaksi penutur dan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan
dapat memahami maksud yang diampaikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra
tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang
lain. Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang
ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antara
penutur dengan mitra tutur.
2.3.6 Ketidaksantunan
Dalam perkembangan pragmatik, kelima fenomena yang telah dipaparkan di
atas ternyata kurang menjawab semua permasalahan bahasa yang terdapat dalam
kehidupan sosial masyarakat. Terdapat fenomena baru yang perlu dikaji secara
mendalam di dalam kajian pragmatik. Fenomena baru ini muncul berdasarkan
konteks dan lingkungan penutur yang selalu berkembang. Fenomena baru yang
muncul seiring perkembangan kajian pragmatik ini adalah ketidaksantunan
berbahasa. Tidak jauh berbeda dengan kelima fenomena yang telah dikaji secara
mendalam sebelumnya, ketidaksantunan tentulah tidak lepas dari konteks.
Ketidaksantunan berbahasa muncul dengan melihat realita di masyarakat
bahwa berbahasa secara santun masih jauh dari harapan. Penggunaan bahasa yang
santun tampaknya kurang mendapat perhatian. Banyak individu yang merupakan
bagian dari masyarakat tidak mengindahkan pentingnya berbahasa secara santun.
Padahal, untuk dapat berkomunikasi dengan lancar, seseorang tidak hanya dituntut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mampu menggunakan bahasa yang baik dan benar, tetapi juga harus mampu
berbahasa secara santun.
Pranowo (2009:72−73) menyebutkan empat faktor yang menyebabkan
adanya ketidaksantunan pemakaian bahasa. Pertama, ada orang yang memang
tidak tahu kaidah kesantunan yang harus dipakai ketika berbicara. Kedua, faktor
pemerolehan bahasa. Kebanyakan kesantunan berbahasa Indonesia masyarakat
Indonesia dikuasai secara alamiah. Mereka berbahasa secara santun, tetapi tidak
dapat menjelaskan kaidah kesantunan apa yang digunakan. Ketiga, ada orang
yang sulit meninggalkan kebiasaan lama dalam budaya bahasa pertama sehingga
masih terbawa dalam kebiasaan baru (berbahasa Indonesia) (interferensi).
Keempat, karena sifat bawaan “gawan bayi” yang memang suka berbicara tidak
santun di hadapan publik.
Pranowo (2009:68−71) menunjukkan beberapa fakta dalam berkomunikasi
yang tidak santun. Komunikasi menjadi tidak santun jika penutur ketika bertutur
menyampaikan kritik secara langsung kepada mitra tutur. Ketika bertutur, penutur
didorong rasa emosi yang berlebihan ketika bertutur sehingga terkesan marah
kepada mitra tutur. Selain itu, seorang penutur kadang-kadang protektif terhadap
pendapatnya ketika bertutur. Hal demikian dimaksudkan agar tuturan mitra tutur
tidak dipercaya oleh pihak lain. Fakta lain, dapat pula penutur sengaja ingin
memojokkan mitra tutur dalam bertutur. Dengan demikian, mitra tutur menjadi
tidak berdaya. Tuturan menjadi tidak santun dengan fakta jika penutur terkesan
menyampaikan kecurigaan terhadap mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.4 Teori-teori Ketidaksantunan
Dalam buku Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with Power
in Teory and Practice yang disusun oleh Bousfield dan Locher (2008) seperti
yang telah dikutip dan dibahasakan oleh Rahardi (2012) dalam presentasinya
“Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik dan Linguistik Berbahasa
dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”, tampak bahwa beberapa ahli telah
menelaah fenomena baru ini. Berikut pemaparan beberapa ahli mengenai
ketidaksantunan berbahasa.
2.4.1 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher
Miriam A Locher (2008) berpendapat bahwa ketidaksantunan dalam
berbahasa dapat dipahami sebagai berikut, ‘…behaviour that is face-aggravating
in a particular context.’ Intinya, ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk pada
perilaku ‘melecehkan’ muka (face-aggravate). Perilaku melecehkan muka itu
sesungguhnya lebih dari sekadar ‘mengancam’ muka (face-threaten), seperti yang
ditawarkan dalam banyak definisi kesantunan klasik Leech (1983), Brown and
Levinson (1987), atau sebelumnya pada tahun 1978, yang cenderung dipengaruhi
konsep muka Erving Goffman (cf. Rahardi, 2009).
Interpretasi lain yang berkaitan dengan definisi Locher terhadap
ketidaksantunan berbahasa ini adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya
bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan muka’, melainkan perilaku yang ‘memain-
mainkan muka’. Jadi, ketidaksantunan berbahasa dalam pemahaman Miriam A.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Locher adalah sebagai tindak berbahasa yang melecehkan dan memain-mainkan
muka, sebagaimana yang dilambangkan dengan kata ‘aggravate’ itu.
Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan
Locher ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.
Situasi:
Ketika liburan tiba, sang anak yang sedang kuliah di Jogja pulang ke kampung halamannya di Lampung dan bercakap-cakap dengan ibunya.
Wujud Tuturan:
Anak : “Bu, aku pulang ni. Hehe.” (berbasa-basi dengan ibu dengan nada riang).
Ibu : “Eh, anakku udah pulang. Lho, katanya kuliah di Jogja, tapi kok pulang-pulang kulitmu jadi kayak kulit orang utan, item kayak gak keurus gitu.”
Anak : “Ibu ni lho.” (langsung masuk kamar dengan wajah tertunduk).
Dari percakapan di atas, tuturan sang ibu menunjukkan bahwa ia mengejek
kulit anaknya yang hitam seperti tidak dirawat. Hal itu ditunjukkan pada tuturan
kulitmu jadi kayak kulit orang utan. Tuturan tersebut menunjukkan tuturan
seorang ibu yang tidak santun meskipun diucapkan dengan nada santai dan
berjanda. Namun, tuturan tersebut justru mengakibatkan sang anak tersinggung.
Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher ini
menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan berbahasa oleh penutur
yang memiliki maksud menyinggung perasaan mitra tutur dengan melecehkan
muka atau memain-mainkan muka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2.4.2 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Bousfield
Dalam pandangan Bousfield (2008), ketidaksantunan dalam berbahasa
dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionally gratuitous and conflictive face-
threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’ Bousfield memberikan
penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ (gratuitous), dan konfliktif (conflictive)
dalam praktik berbahasa yang tidak santun itu. Jadi apabila perilaku berbahasa
seseorang itu mengancam muka, dan ancaman terhadap muka itu dilakukan
secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan berkategori sembrono
demikian itu mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran, dan tindakan
tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), maka tindakan berbahasa itu
merupakan realitas ketidaksantunan.
Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan
Bousfiled ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.
Situasi:
Pada sebuah keluarga, seorang ayah sedang menerima dua orang tamu yang cukup penting. Mereka berbincang-bincang di ruang tamu. Namun, dalam sela-selan perbincangan itu, anak si pemilik rumah yang berusia 8 tahun berlari-lari dengan seorang temannya melintasi ruang tamu. Hal itu dilakukannya berulang kali, sehingga ayah dan dua orang tamunya terganggu dengan situasi itu.
Wujud Tuturan:
Ayah : “Nak, kamu tu apa ndak bisa mainnya di luar aja? Bapak tu lagi ada tamu ni lho. Kalau ada tamu tu mbok dihargai.”
Anak : “Ih, wong aku seneng mainnya di sini kok, Pak. Di luar panas.” (masih sambil berlari-lari di ruang tamu).
Ayah : “Kamu tu susah banget di omongin. Masih kecil udah ngelawan, gimana kalau besar nanti.” (sang ayah semakin bernada tinggi).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Berdasarkan percakapan di atas, sang ayah menegur anaknya agar
menghargai orang lain yang sedang bertamu. Namun, sang anak justru memjawab
secara sembrono dengan tuturan Ih, wong aku seneng mainnya di sini kok, Pak.
Jawaban sang anak tersebut merupakan tuturan yang tidak santun, karena ia
bukannya menuruti kata-kata ayahnya, justru membantah dengan menjawab
demikian. Tuturan tersebut justru semakin menimbulkan konflik dan membuat
sang ayah marah.
Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield lebih
menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur
yang memiliki maksud adanya sebuah kesembronoan yang akhirnya menimbulkan
adanya koflik antara penutur dan mitra tutur.
2.4.3 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Culpeper
Pemahaman Culpeper (2008) tentang ketidaksantunan berbahasa adalah,
‘ Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior intending to
cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’ Dia
memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau
dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’
(kehilangan muka). Jadi ketidaksantunan (impoliteness) dalam berbahasa itu
merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk
membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang
tersebut ‘merasa’ kehilangan muka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan
Culpeperr ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.
Situasi:
Pada suatu kesempatan, terdapat sebuah pertemuan keluarga besar. Mereka memperbincangkan suatu masalah keluarga yang cukup serius. Setelah perbincangan serius itu selesai, mereka berbasa-basi satu sama lain.
Wujud Tuturan:
Paman : “Gimana kuliahmu, Nduk? Lancar tow?” (seorang paman berkata dengan keponakannya yang masih kuliah).
Keponakan : “Lancar kok, Paman.” Bibi : “Loh, Nduk, kamu tu kan Cuma ngambil D3, kok udah 4 tahun
gak lulus-lulus. Nek gitu sih mending sana kamu bantuin ibumu mepe gabah. Kayak gitu kan malah lumayan bisa ngasih makan sekeluarga.”
Semua keluarga tertawa mendengar tuturan sang bibi. Keponakan : (diam saja, tertunduk malu dan tersinggung dengan tuturan
bibinya).
Dari percakapan di atas, jika dilihat dari konteks situasi tuturan,
sebenarnya sang bibi bertutur dengan nada bercanda. Namun, dengan tuturan Nek
gitu sih mending sana kamu bantuin ibumu mepe gabah yang dimaksud oleh sang
bibi bukan hanya candaan, melainkan juga sebuah sindiran. Candaan sang bibi
tersebut diikuti dengan tawa dari semua keluarga yang hadir dalam pertemuan
keluarga tersebut. Tuturan yang diungkapkan oleh sang bibi merupakan tuturan
yang tidak santun karena mengakibatkan keponakannya tersinggung dan
tertunduk malu.
Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur
yang memiliki maksud mempermalukan mitra tuturnya.
2.4.4 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Terkourafi
Terkourafi (2008) memandang ketidaksantunansebagai, ‘impoliteness
occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of
occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is
attributed to the speaker by the hearer.’ Jadi, perilaku berbahasa dalam
pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur (addressee)
merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur
(speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya.
Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan
Terkourafi ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.
Situasi:
Pada suatu kesempatan dalam sebuah kamar, tiba-tiba dari luar kamar seorang adik masuk dan menepuk pundak kakaknya yang sedang rebahan di tempat tidur.
Wujud Tuturan:
Adik : “Baaaaaaaa, kakak liat bajuku yang baru dibelikan ibu gak:” (sambil menepuk pundak kakaknya).
Kakak : “Ih, apaan si kamu. Dasar, kurang kerjaan.” (dengan nada tinggi dan membentak).
Dari ilustrasi di atas, tuturan adik menunjukkan bahwa ia ingin
mendapatkan respon dari kakaknya dengan nada tanya dan menepuk pundak
kakaknya tersebut. Namun, cara si adik meminta respon tersebut mengakibatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kakak merasa tidak nyaman dengan disentuh pundaknya. Adik berkata dengan
intonasi normal, tetapi si kakak menjawab dengan intonasi tinggi dan membentak.
Dari percakapan antara kakak dan adik di atas, dapat diketahui bahwa kakak
menanggapi adiknya dengan rasa kesal yang mengancam muka si adik secara
sepihak. Hal tersebut mengakibatkan si adik sebagai mitra tutur merasa terancam
dan malu dengan tanggapan kakaknya.
Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi lebih
menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur
yang memiliki maksud mengancam muka sepihak mitra tuturnya, tetapi di sisi lain
penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur.
2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and
Watts
Locher and Watts (2008) berpandangan bahwa perilaku tidak santun
adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negatively marked
behavior), lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Juga mereka menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti
untuk menegosiasikan hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning).
Selengkapnya pandangan mereka tentang ketidaksantunan tampak berikut ini,
‘…impolite behaviour and face-aggravating behaviour more generally is as much
as this negation as polite versions of behavior.’ (cf. Lohcer and Watts, 2008:5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan
Locher and Watts ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.
Situasi:
Pada suatu malam pukul 22.00 WIB, seorang ibu menegur anaknya yang pulang terlambat. Sebelum pergi, si anak sudah menyetujui akan pulang pukul 21.00 WIB sesuai dengan aturan dari ibunya. Namun, sang anak justru baru pulang pukul 22.00 WIB.
Wujud Tuturan:
Ibu : “Udah puas mainnya?” (ibu menyambut kepulangan anaknya dengan nada sinis).
Anak : “Apa to, bu? Wong baru jam segini kok.” (menjawab pertanyaan ibunya dengan nada santai)
Ibu : “Oalah, Nduk. Wong udah telat, kok masih ngomong baru jam segini.” (berlalu dengan nada semakin sinis).
Anak : “Ibu ki gak tau anak zaman sekarang.”
Dari ilustrasi tersebut, tuturan ibu menunjukkan bahwa ia menegur
anaknya yang pulang terlambat, tidak sesuai dengan kesepakatan sebelum pergi.
Namun, si anak justru tidak merasa bersalah telah melanggar aturan yang telah
disepakati. Hal itu mengakibatkan sang ibu semakin jengkel dan sinis menanggapi
tuturan anaknya. Tuturan sang ibu yang semakin sinis justru tetap tidak dihiraukan
oleh sang anak dengan tuturan ibu ki gak tau anak zaman sekarang. Tuturan sang
anak tersebut merupakan tuturan yang tidak sopan kepada ibunya karena telah
mengacuhkan dan melanggar kesepakatan yang telah disepakatinya sebelum
pergi.
Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts lebih
menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar norma-norma
sosial yang berlaku dalam masyarakat (tertentu).
Peneliti memahami sejumlah teori ketidaksantunan berbahasa menurut
pandangan beberapa tokoh di atas dengan megaskan bahwa (1) dalam pandangan
Miriam A. Locher ketidaksantunan berbahasa sebagai tindak berbahasa yang
menyinggung perasaan mitra tutur dengan melecehkan muka atau memain-
mainkan muka, (2) ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield adalah
perilaku berbahasa yang dilakukan dengan adanya sebuah kesembronoan yang
akhirnya menimbulkan adanya koflik antara penutur dan mitra tutur, (3)
ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper adalah perilaku berbahasa
untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya
orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka dengan maksud untuk mempermalukan
mitra tuturnya, (4) ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi adalah
perilaku berbahasa yang bilamana mitra tutur merasakan ancaman terhadap
kehilangan muka atau penutur mengancam muka mitra tuturnya tetapi di sisi lain
penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur, dan (5)
ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts adalah perilaku
berbahasa yang secara normatif dianggap negatif, lantaran melanggar norma-
norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Kelima teori ketidaksantunan
tersebut akan digunakan dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
2.5 Konteks
Pada prinsipnya, pragmatik adalah ilmu yang menonjolkan adanya konteks
situasi dalam tuturan. Konteks sangat mempengaruhi bentuk kebahasaan yang
digunakan oleh penutur. Konteks adalah bagian terpentig dalam pragmatik di
mana maksud penutur dalam tuturan dapat diketahui dengan mengetahui konteks
situasi yang mengelilingi terjadinya sebuah tuturan.
Sebelum para ahli linguistik dan pragmatik, pada tahun 1923 Malinowsky
telah terlebih dahulu berbicara tentang konteks itu, khususnya konteks yang
berdimensi situasi atau ‘context of situation’. Secara khusus Malinowsky
mengatakan, seperti yang dikutip di dalam Vershueren (1998:75) via Kunjana
(2003), ‘Exactly as in the reality of spoken or written languages, a word without
linguistics context is a mere figment and stands for nothing by itself, so in the
reality of a spoken living tongue, the utterance has no meaning except in the
context of situation.’ Jadi, di dalam pandangannya sesungguhnya dinyatakan
bahwa kehadiran konteks situasi menjadi mutlak untuk menjadikan sebuah tuturan
benar-benar bermakna.
Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan
sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang
diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra
tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan
oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Kemudian Levinson
(1983:22−23) via Nugroho (2009:119) menjelaskan bahwa untuk mengetahui
konteks, seseorang harus membedakan antara situasi aktual sebuah tuturan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
semua keserbaragaman ciri-ciri tuturan mereka, dan pemilihan ciri-ciri tuturan
tersebut secara budaya dan linguistis yang berhubungan dengan produksi dan
penafsiran tuturan.
Jika Malinosky menyebut ‘context of situation’, Leech (1983) menggunakan
istilah ‘speech situation’ dalam pemahamannya tentang konteks. Sehubungan
dengan bermacam-macamnya maksud yang dikomunikasikan oleh penuturan
sebuah tuturan, Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan
sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi
pragmatik. Aspek-aspek itu adalah sebagai berikut.
1) Penutur dan lawan tutur
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan
pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan.
Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia,
latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan
sebagainya.
2) Konteks tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek
fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang
bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial
disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah
semua latar belakang pengetahuan (back gorund knowledge) yang dipahami
bersama oleh penutur dan lawan tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
3) Tujuan penutur
Bentuk-bentk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi
oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan
yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang
sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan
tuturan yang sama. Di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang
berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Ada perbedaan yang
mendasar antara pandangan pragmatik yang bersifat fungsional dengan
pandangan gramatika yang bersifat formal. Di dalam pandangan yang bersifa
formal, setiap bentuk lingual yang berbeda tentu memiliki makna yang
berbeda.
4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang
abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik,
dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act)
yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini, pragmatik
menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan
tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan
tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
5) Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang
dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.
Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
verbal. Sebagai contoh, kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang?
Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini,
dapat ditegaskan ada perbedaan yang mendasar antara kalimat (sentence)
dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil
kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi
tertentu.
Selain kelima aspek tuturan yang telah dijelaskan oleh Leech (1983), lebih
lanjut dijelaskan perihal yang berkenaan dengan penutur dan lawan tutur di dalam
Verschueren (1998:76) via Kunjana (2012), bahwa bagi sebuah pesan (message),
untuk dapat sampai kepada ‘interpreter’ (I) dari seorang ‘utterer’ (U), selain akan
ditentukan oleh keberadaan konteks linguistiknya (linguistic context), juga oleh
konteks dalam pengertian yang sangat luas, yang mencakup latar belakang fisik
tuturan (physical world of the utterance), latar belakang sosial dari tuturan (social
world of the utterance), dan latar belakang mental penuturnya (mental world of
the utterance). Jadi setidaknya, Verschueren menyebut empat dimensi konteks
yang sangat mendasar dalam memahami makna sebuah tuturan.
1) ‘The utterer’ dan ‘The Interpteter’
Pembicara dan lawan bicara, penutur dan mitra tutur, atau ‘the utterer’
and ‘the interpreter’ adalah dimensi paling signifikan dalam pragmatik.
Dalam hal ini, ‘pembicara’ atau ‘penutur’ (utterer) itu memiliki banyak suara
(many voices), sedangkan mitra tutur atau mitra wicara atau interpreter,
lazimnya dikatakan memiliki banyak peran. Penutur atau pembicara, atau
yang lazim disebut ‘the speaker’ dan ‘the utterer’, memang memiliki banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
kemungkinan kata. Bahkan ada kalanya pula, seorang penutur atau ‘utterer’
dapat berperan sebagai ‘interpreter’. Jadi, dia sebagai penutur atau
pembicara, tetapi juga sekaligus dia sebagai pengintepretasi atas apa yang
sedang diucapkannya itu.
Hal lain lagi yang juga mutlak harus diperhatikan dan diperhitungkan
dalam kaitan dengan ‘utterer’ dan ‘interpreter’ atau ‘pembicara’ dan ‘mitra
wicara’ adalah jenis kelamin, adat-kebiasaan, dan semacamnya. Hal tersebut
adalah perihal ‘the influence of numbers’ alias ‘pengaruh dari jumlah’ orang
yang hadir dalam sebuah pertutursapaan. Jadi, memang akan menjadi sangat
berbeda makna kebahasaan yang muncul bilamana sebuah pertutursapaan
dihadiri orang dalam jumlah banyak, dan bilamana hanya dihadiri dua pihak
saja, yakni penutur (utterer) dan mitra tutur (interpreter).
Jika penutur berbicara di depan publik yang jumlahnya tidak sedikit,
dipastikan berbeda bentuk kebahasaannya jika dibandingkan dengan seorang
mitra tutur saja. Lazimnya, seorang penutur tunggal akan sedikit banyak
memiliki beban psikologis jika berhadapan dengan publik yang jumlahnya
tidak sedikit. Sebaliknya, jika ‘interpreter’ hanya berjumlah satu, sedangkan
‘utterer’ jumlahnya jauh lebih banyak, ‘interpreter’ itu akan cenderung
menginterpretasi dengan hasil yang berbeda daripada jika ‘utterer’ itu hanya
satu orang saja jumlahnya. Jadi, semuanya ini menegaskan, bahwa kehadiran
penutur yang banyak, cenderung akan memengaruhi proses interpretasi
makna oleh ‘interpreter’. Demikian pula jika jumlah ‘utterer’ itu banyak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
maka interpretasi kebahasaan yang akan dilakukan ‘interpreter’ pasti sedikit
banyak terpengaruhi.
2) Aspek-aspek Mental ‘Language Users’
Dimensi mental ‘langugae users’ sangat dekat dengan aspek-aspek
kepribadian penutur dan mitra tutur itu. Seseorang yang kepribadiannya tidak
cukup matang, sehingga terhadap segala sesuatu yang hadir baru cenderung
‘menentang’ dan ‘melawan’, sekalipun tidak selalu memiliki dasar alasan
yang jelas dan tegas, akan sangat mewarnai bentuk kebahasaan yang
digunakan di dalam setiap pertutursapaan. Demikian pula seseorang yang
sudah sangat matang dan dewasa, akan dengan serta-merta berbicara sopan
dan halus kepada setiap orang yang ditemuinya, karena dia mengerti bahwa
setiap orang itu memang harus selalu dihargai dan dijunjung tinggi harkat dan
martabatnya.
Dalam konteks pragmatik, aspek kepribadian atau ‘personality’ dari
penutur dan mitra tutur, ‘utterer’ dan ‘interpreter’, ternyata mengambil
peranan yang sangat dominan. Selain dimensi ‘personality’, aspek yang harus
diperhatikan dalam kaitan dengan komponen penutur dan mitra tutur ini
adalah aspek warna emosinya (emotions). Seseorang yang memiliki warna
emosi dan temperamen tinggi, cenderung akan berbicara dengan nada dan
nuansa makna yang tinggi pula. Akan tetapi, seseorang yang warna emosinya
tidak terlampau dominan, dia cenderung akan berbicara sabar. Selain dimensi
‘personality’ dan ‘emotions’, terdapat pula dimensi ‘desires’ atau ‘wishes’,
dimensi ‘motivations’ atau ‘intentions’, serta dimensi kepercayaan atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
‘beliefs’ yang juga harus diperhatikan dalam kerangka perbicangan konteks
pragmatik ini.
Dimensi-dimensi mental ‘language users’ berpengaruh besar terhadap
dimensi kognisi dan emosi penutur dan mitra tutur dalam pertuturan
sebenarnya. Dengan demikian harus dikatakan pula, bahwa dimensi mental
penutur dan mitra tutur tidak bisa tidak harus dilibatkan dalam analisis
pragmatik karena semuanya berpengaruh terhadap warna dan nuansa interaksi
dalam komunikasi.
3) Aspek-aspek Sosial ‘Language Users’
Penutur dan mitra tutur atau ‘utterer’ dan ‘interpreter’ merupakan
individu-individu yang menjadi bagian dari masyarakat tertentu. Dimensi-
dimensi yang berkaitan dengan keberadaannya sebagai warga masyarakat dan
kultur atau budaya tertentu tersebut harus dilibatkan di dalamnya. Aspek-
aspek sosial, atau dapat pula diistilahkan sebagai ‘social setting’ alias seting
sosial atau oleh Verschueren (1998) disebut ‘ingredient of the communicative
context’ harus diperhatikan dengan benar-benar baik dalam analisis
pragmatik. Aspek kultur juga merupakan satu hal yang sangat penting sebagai
penentu makna dalam pragmatik, khususnya yang berkaitan dengan aspek
‘norms and values of culture’ dari masyarakat bersangkutan.
Berkaitan dengan hal ini, Verschueren (1998:92) menyatakan sebagai
berikut, ‘Culture, with its invocation of norms and values has indeed been a
favourite social-world correlate to linguistic choices in the pragmatic
literatures.’ Artinya, kebudayaan, dengan invokasinya atas norma-norma dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
nilai-nilai memang telah menjadi dunia sosial favorit yang berkorelasi dengan
pilihan-pilihan linguistik dan literatur pragmatik. Lebih lanjut dia
menegaskan bahwa dimensi-dimensi kultur yang harus diperhatikan dalam
kerangka perbincangan konteks pragmatik ini adalah, ‘…the contrast between
oral and literate societies, rural versus urban patterns of life, or a
mainstream versus a subcultural environment.’ Dimensi kultur yang
dimaksud oleh Verschueren itu adalah kontras antara masyarakat lisan dengan
tulis, pola kehidupan pedesaan dengan perkotaan, atau lingkungan
mainstream dengan subkultur.
Dimensi-dimensi sosial lain yang harus diperhatikan dalam pragmatik,
khususnya dalam kaitan dengan konteks pragmatik, dalam pandangan
Verschueren (1998:92) adalah: ‘…social class, ethnicity and race, nationality,
linguistic group, religion, age, level of education, profession, kinship, gender,
sexual preference…’. Verschueren melibatkan tingkat sosial, etnisitas dan ras,
kebangsaan, kelompok linguistik, religi, usia, tingkat pendidikan, profesi,
kekerabatan, jenis kelamin, preferensi seksual. Begitu kompleks dimensi-
dimensi sosial yang harus dilibatkan dalam konteks pragmatik.
4) Aspek-aspek Fisik ‘Language Users’
Aspek fisik ‘referensi spasial’ harus diperhatikan di dalam analisis
pragmatik. Aspek fisik tersebut berkaitan dengan fenomena penggunaan
deiksis. Fenomena deiksis (deixis phenomenon), baik yang berciri persona
(personal deixis), deiksis perilaku (attitudinal deixis), deiksis waktu
(temporal deixis), maupun deiksis tempat (spatial deixis), semuanya telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
berpuluh-puluh tahun menjadi perhatian linguis, bahkan sejak nosi pragmatik
itu belum benar-benar terlahir ihwal deiksis dengan segala macam variasinya
itu telah diteliti dan menjadi bahan perbincangan. Dalam perbincangan
konteks pragmatik ini, semuanya harus diperhatikan dan diperhitungkan
dengan benar-benar baik dan cermat.
Deiksis persona, lazimnya menunjuk pada penggunaan kata ganti orang,
misalnya saja dalam bahasa Indonesia kurang ada kejelasan kapan harus
digunakan kata ‘kita’ dan ‘kami’. Kejanggalan lain juga ditemukan pada
pemakaian antara ‘saya’ dan ‘kami’. Adapun ‘attitudinal deixis’ berkaitan
sangat erat dengan bagaimana kita harus memperlakukan panggilan-
panggilan persona seperti yang disampaikan di depan itu dengan tepat sesuai
dengan referensi sosial dan sosietalnya. Deiksis-deiksis dalam jenis yang
disampaikan di depan itu semuanya merupakan aspek fisik ‘language users’,
yang secara sederhana dimaknai sebagai ‘penutur’ dan ‘mitra tutur’, sebagai
‘utterer’ dan ‘interpreter’.
Selanjutnya masih berkaitan dengan persoalan diksis pula, tetapi yang
sifatnya temporal, harus diperhatikan misalnya saja, kapan harus digunakan
ucapan ‘selamat pagi’ atau ‘pagi’ saja dalam bahasa Indonesia. Masalah
tersebut berkaitan dengan deiksis waktu (temporal deixis). Perhatian juga
harus diberikan tidak saja pada dimensi waktu atau ‘temporal reference’
seperti yang ditunjukkan di depan tadi, khususnya dalam kaitan dengan
deiksis-deiksis waktu, tetapi juga pada dimensi tempat atau dimensi lokasi,
atau yang oleh Verschueren (1998:98) disebut sebagai ‘spatial reference’.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Konsep ‘spatial reference’ menunjuk pada konsepsi gerakan atau ‘conception
of motion’, yakni gerakan dari titik tempat tertentu ke dalam titik tempat yang
lainnya.
Aspek-aspek fisik konteks lain di luar apa yang disebutkan di depan itu
adalah ihwal jarak spasial atau ‘space distance’. Pengaturan distansi atau
jarak dalam pengertian bertutur dilakukan bukan oleh ‘utterer’ saja, atau
‘interpreter’ saja, melainkan oleh kedua belah pihak secara bersama-sama.
Terdapat semacam pengaturan ‘motion’ untuk menentukan ‘jarak’ atau
‘distansi’ dalam bertutur.
Verschueren (1998) telah memaparkan panjang lebar empat dimensi konteks
yang mendasar untuk memahami sebuah tuturan. Selanjutnya, Hymes melibatkan
istilah ‘komponen tutur’ dalam menjelaskan tentang konteks. Seperti yang dikutip
oleh Sumarsono (2008:325−334), Hymes menyebutkan terdapat enam belas
komponen tutur, yaitu (1) bentuk pesan (message form), (2) isi pesan (message
content), (3) latar (setting), (4) suasana (scene), (5) penutur (speaker, sender), (6)
pengirim (addressor), (7) pendengar (hearer, receiver, audience), (8) penerima
(addressee), (9) maksud-hasil (purpose-outcome), (10) maksud-tujuan (purpose-
goal), (11) kunci (key), (12) saluran (channel), (13) bentuk tutur (forms of
speech), (14) norma interaksi (norm of interaction), (15) norma interpretasi (norm
of interpretation), dan (16) kategori wacana (genre). Dari keenam belas
komponen tersebut, Hymes (1974) via Nugroho (2009:119) memunculkan istilah
‘SPEAKING’ untuk menghubungkan konteks dengan situasi tutur. Dalam situasi
tutur tersebut, terdapat delapan komponen yang mempengaruhi tuturan seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Kedelapan komponen tutur tersebut meliputi latar fisik dan latar psikologis
(setting and scene), peserta tutur (participants), tujuan tutur (ends), urutan tindak
(acts), nada tutur (keys), saluran tutur (instruments), norma tutur (norms), dan
jenis tutur (genres).
Berdasarkan penjelasan di atas, konteks dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan situasi dan kondisi peserta tutur dengan latar
belakang pengetahuan yang sama atas apa yang dituturkan dan dimaksudkan oleh
penutur. Konteks tersebut disertai dengan komponen-komponen tuturan yang
sangat mempengaruhi tuturan seseorang. Kehadiran konteks berhubungan dengan
produksi dan penafsiran dari tuturan. Seseorang tidak bisa dikatakan berbicara
secara santun atau tidak tanpa dipahami terlebih dahulu konteks yang melingkupi
tuturan seseorang tersebut.
2.6 Unsur Segmental
Unsur segmental berkenaan dengan wujud tuturan. Unsur segmental ini
mencakup penggunaan diksi, gaya bahasa, kata fatis yang terdapat dalam tuturan.
Berikut pemaparan dari setiap unsur tersebut.
2.6.1 Diksi
Pemaparan tentang diksi dijelaskan panjang lebar oleh Keraf (1987) dalam
bukunya Diksi dan Gaya Bahasa. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian
kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana
membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu
situasi. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa-nuansa makna dari gagasan yang disampaikan, dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai
hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau
perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata
atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah
bahasa.
Keraf (1987:87−111) menegaskan bahwa pendayagunaan kata pada
dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketepatan pemilihan
kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan
diamanatkan, dan kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata
tadi. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk
menimbulkan gagasan yang tepat pada imanjinasi pembaca atau pendengar,
seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis dan pembicara. Beberapa
butir perhatian dan persoalan berikut hendaknya diperhatikan setiap orang agar
bisa mencapai ketepatan pilihan kata itu. Berikut persyaratan ketepatan diksi.
1) Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Kata yang tidak
mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan disebut denotasi,
sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu,
nilai rasa tertentu di samping arti yang umum, dinamakan konotasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Kata-kata
yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi.
Sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian
sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga
tidak timbul interpretasi yang berlainan.
3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Bila penulis atau
pembicara sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya
itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.
4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa
pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Namun, hal itu
tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya.
Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orang-
orang terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat lainnya
menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan menjadi milik
masyarakat. Neologisme atau kata baru atau penggunaan sebuah kata lama
dengan makna dan fungsi yang baru termasuk dalam kelompok ini.
5) Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing
yang mengandung akhiran asing tersebut.
6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis.
7) Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan
kata umum dan kata khusus. Bila sebuah kata mengacu kepada suatu hal atau
kelompok yang luas bidang lingkupnya maka itu disebut kata umum. Bila ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkret maka
kata-kata itu disebut kata khusus. Semakin khusus sebuah kata atau istilah,
semakin dekat titik persamaan atau pertemuan yang dapat dicapai antara
penulis dan pembaca; sebaliknya, semakin umum sebuah istilah, semakin
jauh pula titik pertemuan antara penulis dan pembaca.
8) Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.
Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah
penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang
dicerap oleh pancaindria, yaitu cerapan indria penglihatan, pendengaran,
peraba, perasa, dan penciuman. Karena kata-kata itu menggambarkan
pengalaman manusia melalui pencaindria yang khusus, maka terjamin pula
daya gunanya, terutama dalam membuat deskripsi.
9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah
dikenal. Kenyataan yang dihadapi oleh setiap pemakai bahasa adalah bahwa
makna kata tidak selalu bersifat statis. Dari waktu ke waktu, makna kata-kata
dapat mengalami perubahan sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan
baru pemakain yang terlalu bersifat konservatif. Sebab itu, untuk menjaga
agar pilihan kata selalu tepat, maka setiap penutur bahasa harus selalu
memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi. Perubahan-
perubahan makna yang penting diketahui oleh pemakai bahasa adalah
perluasan arti, penyempitan arti, ameliorasi, peyorasi, metafora, dan
metonimi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
10) Memperhatikan kelangsungan pilihan kata. yang dimaksud dengan
kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa,
sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan
ekonomis. Kelangsungan dapat terganggu bila seorang pembicara atau
pengarang mempergunakan terlalu banyak kata untuk suatu maksud yang
dapat diungkapkan secara singkat, atau mempergunakan kata-kata yang
kabur, yang bisa menimbulkan ambiguitas (makna ganda).
Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah kecocokan atau
kesesuaian. Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau
pembicara, agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu suasana,
dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara penulis atau pembicara dengan
para hadirin atau para pembaca. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut.
1) Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi
yang formal.
2) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi
yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata
populer. Kata-kata populer adalah kata-kata yang dikenal dan diketahui oleh
seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan kata-kata ilmiah adalah kata-kata yg
biasa dipakai oleh kaum terpelajar, dalam pertemuan-pertemuan resmi,
diskusi-diskusi khusus, teristimewa dalam diskusi ilmiah.
3) Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Jargon merupakan
bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
suatu sasaran yang umum. Sebab itu, hendaknya dihindari sejauh mungkin
unsur jargon dalam sebuah tulisan atau percakapan umum.
4) Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata
slang. Kata-kata slang adalah semacam kat percakapan yang tinggi atau
murni. Kata slang adalah kata-kata nonstandar yang informa, yang disusun
secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; atau kata-kata
kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan.
Kadangkala kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau
kadangkala berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu
bidang makna yang lain.
5) Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. Kata percakapan
adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-
orang yang terdidik.
6) Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati). Yang disebut idiom
adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang
umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan
secara logis tau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata
yang diterangkannya. Ungkapan atau idiom masih digunakan karena memiliki
tenaga, tetapi ada juga idiom yang sudah usang atau tidak bertenaga lagi,
karena terlalu sering dipergunakan. Ungkapan semacam in disebut klise atau
stereotip. Sebab itu, usahakanlah menghindari idiom-idiom yang sudah
usang, terutama dalam mengungkapkan hal-hal kontemporer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
7) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial. Yang dimaksud dengan bahasa
artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak
terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk
menyatakan suatu maksud.fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana
dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.
Penulis atau pembicara harus dapat membedakan penggunaan bahasa
standar dan bahasa nonstandar dalam pemilihan kata. Keraf (1987:104)
memaparkan pengertian bahasa standar dan bahasa nonstandar tersebut. Bahasa
standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka
yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup
dalam suatu masyarakat. Secara kasar kelas ini dianggap sebagai kelas terpelajar.
Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli-ahli bahasa, ahli-ahli hukum,
dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, serta semua ahli
lainnya, bersama keluarganya. Bahasa nonstandar adalah bahasa dari mereka yang
tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa
ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Kadang-
kadang unsur nonstandar dipergunakan juga oleh kaum terpelajar dalam bersenda-
gurau, berhumor, atau untuk menyatakan sarkasme atau menyatakan ciri-ciri
kedaerahan. Bahasa nonstandar dapat juga berlaku untuk suatu wilayah yang luas
dalam wilayah bahasa standar tadi. Pilihan kata seseorang harus sesuai dengan
lapisan pemakaian bahasa. Dalam suatu suasana formal, harus dipergunakan
unsur-unsur bahasa standar, harus dijaga agar unsur-unsur nonstandar tidak boleh
menyelinap masuk dalam tutur seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
2.6.2 Gaya Bahasa
Pranowo (2009:18−23) berpendapat bahwa kesanggupan menggunakan
gaya bahasa dapat tingkat kesantunannya dalam berkomunikasi. Gaya bahasa
bukan sekadar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa, melainkan juga
memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa penutur. beberapa
gaya bahasa untuk melihat santun tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur
dapat dilihat melalui gaya bahasa berikut ini.
1) Majas Hiperbola
Hiperbola adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang
memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain secara berlebihan.
2) Majas Perumpamaan
Perumpamaan adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang
membandingkan dua hal yang berlainan, tetapi dianggap sama. Penanda
majas perumpamaan biasanya menggunakan kata-kata sebagai berikut
“seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, bagai, bagaikan, serupa”,
dan lain-lain.
3) Majas Metafora
Majas metafora sebagai salah satu jenis gaya bahasa perbandingan
mampu menambah daya bahasa tuturan. Dengan metafora, seorang penutur
mampu melukiskan atau menggambarkan suatu objek melalui komparasi atau
kontras. Metafora adalah salah satu jenis gaya bahasa yang membuat
perbandingan secara langsung antara dua hal atau benda untuk menciptakan
suatu kesan mental yang hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
4) Majas Eufemisme
Eufemisme adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang
membandingkan dua hal dengan menggunakan pembanding yang lebih halus.
Hal ini dimaksudkan penutur tidak menyinggung perasaan mitra tutur, atau
ungkap-ungkapan yang halus untuk menggantikan ungkapan yang dapat
dipersepsi menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu
yang tidak menyenangkan bagi mitra tutur.
2.6.3 Kategori Fatis
Kridalaksana (1986: 113–116) memaparkan bahwa kategori fatis adalah
kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau megkukuhkan
pembicaraan antara pembicaa dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis
merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam
non-standar, maka kebanyakan kategori fatis terhadap dalam kalimat-kalimat non-
standar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.
Berikut adalah bentuk-bentuk dari kata fatis.
1) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh.
2) ayo menekankan ajakan.
3) deh menekankan pemksaan dengan membujuk, pemberian persetujuan,
pemberian garansi, sekedar penekanan.
4) dong digunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan kawan
bicara.
5) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
6) halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon,
serta menyalami kawan bicara yang dianggap akrab.
7) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan
merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah
menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di tengah kalimat maka kan
juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan.
8) kek mempunyai tugas menekankan pemerincian, menekankan perintah, dan
menggantikan kata saja.
9) kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai
pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat.
10) -lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan dalam kalimat.
11) lho bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang menyatakan
kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas
menekankan kepastian.
12) mari menekankan ajakan.
13) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan
bicara mengalihkan perhatian ke hal lain.
14) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas
menonjolkan bagian tersebut.
15) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami
sesuatu yang baik.
16) sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai makna
‘memang’ atau ‘sebenarnya’, dan menekankan alasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
17) toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama
dengan tetapi.
18) ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan
bicara, bila dipakai pada awal ujaran dan meminta persetujuan atau pendapat
kawan bicara bila dipakai pada akhir ujaran.
19) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah
pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian
terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam
kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau
ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila di tengah
ujaran.
2.7 Unsur Suprasegmental
Unsur suprasegmental dibedakan atas tekanan, intonasi, dan nada. Berikut
akan dipaparkan unsur-unsur suprasegmental tersebut.
2.7.1 Tekanan
Tekanan dalam bahasa Indonesia menyangkut masalah keras lunaknya
bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat
sehingga menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan
keras. Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara
yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan
tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadis, mungkin juga telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
berpola; mungkin juga bersifat distingtif, dapat membedakan makna,mungkin
juga tidak distingtif (Achmad & Alek, 2013:33−34).
2.7.2 Intonasi
Intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud
kalimat. Bahkan, dengan dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahasa
Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya
(interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita (deklaratif) ditandai
dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola
intonasi datar-turun. Kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola intonasi
datar-tinggi (Muslich, 2009:115−117). Keraf (1991:2008) menambahkan intonasi
seru dalam jajaran intonasi dalam bahasa Indonesia. Intonasi seru tersebut
membentuk pola kalimat seru. Kalimat seru adalah kalimat yang menyatakan
perasaan hati, kekaguman, atau keheranan terhadap suatu hal. Kalimat ini
biasanya ditandai oleh kata-kata atau ungkapan-ungkapan tertentu, yaitu sungguh,
alangkah, betapa, dan dapat juga dinyatakan dengan intonasi yang lebih tinggi
dari kalimat inversi.
2.7.3 Nada
Dalam penuturan bahasa Indonesia, tinggi-rendahnya (nada) suara tidak
fungsional atau tidak membedakan makna. Oleh karena itu, dalam kaitannya
dengan pembedaan makna, nada dalam bahasa Indonesia tidak fonemis.
Walaupun demikian, ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara,
arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Makin tegang pita
suara, yang disebabkan oleh arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada
bunyi tersebut. Begitu juga posisi pita suara. Pita suara yang bergetar lebih cepat
akan menentukan tinggi nada suara ketika berfonasi (Muslich, 2009:112).
Achmad & Alek (2013:33−34) menjelaskan bahwa nada berkenaan dengan
tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan
frekuens getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada tinggi. Sebaliknya,
kalau diucapkan dengan frekuensi getaran rendah, tentu akan disertai juga dengan
nada rendah. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya empat macam nada, yaitu:
1) Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4
2) Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3
3) Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2
4) Nada rendah, diberi tanda dengan angka 1.
2.8 Teori Maksud
Setiap penutur yang bertutur tentulah terdapat maksud yang ingin
disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan tuturan. Tuturan
adalah media bagi penutur untuk menyampaikan maksud tersebut. Berkaitan
dengan maksud tersebut, sangat perlu dipahami bagaimana maksud dan makna
dapat dibedakan, karena kedua hal tersebut adalah berbeda jika telah
bersinggungan dengan konteks situasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Rahardi (2003:16−17) dalam bukunya telah berbicara perihal maksud dan
makna ini. Rahardi mengawali dengan memaparkan bahwa ilmu bahasa pragmatik
sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan
sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud
penutur dalam menyampaikan tuturannya, maka dapat pula dikatakan bahwa
pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa
yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara internal. Jadi,
sesungguhnya perbedaan yang sangat mendasar antarkeduanya adalah bahwa
pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan
sosok semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal.
Masih dalam Rahardi, dipaparkan pula bahwa makna yang dikaji dalam
pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent), sedangkan makna yang
dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context independent). Makna yang
dikaji di dalam semantik bersifat diadik (diadic meaning), sedangkan dalam
pragmatik makna itu bersifat triadik (triadic meaning). Pragmatik mengkaji
bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk
memahami makna sebuah satuan linguan an sich, yang notabene tidak perlu
disangkutpautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu
yang menjadi wadahya.
Selanjutnya, Wijana dan Muhammad (2008:10–11) menguatkan
pemaparan Rahardi di atas. Dalam bukunya, kedua ahli tersebut membedakan
ketiga hal, yaitu makna, maksud, dan informasi dengan mengatakan dengan tegas
bahwa makna berbeda dengan maksud dan informasi karena maksud dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
informasi bersifat di luar bahasa. Maksud ialah elemen luar bahasa yang
bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah elemen luar bahasa yang
bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif, sedangkan informasi bersifat
objektif. Lebih jelasnya dapat dilihat pada kalimat (6), (7), (8), dan (9) berikut.
(6) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya 9.
(7) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya saja 4,5.
(8) Ayah membeli buku.
(9) Buku ini dibeli ayah.
Kata “pandai” dalam kalimat (6) bermakna “pintar” karena secara internal
memang kata “pandai” bermakna demikian. Kata “pandai” dalam kalimat (7) yang
bermakna internal “pintar” dimaksudkan secara subjektif oleh penuturnya untuk
mengungkapkan bahwa dia bodoh. Pengungkapannya yang bersifat subjektif
inilah yang disebut “maksud”. “Pandai” yang menyatakan “pintar” pada kalimat
(6) disebut makna linguistik (linguistic meaning), sedangkan “pandai” yang
menyatakan “bodoh” pada kalimat (7) disebut makna penutur (speaker meaning).
Makna linguistik (makna)menjadi bahan kajian semantik, sedangkan makna
penutur (maksud) menjadi bahan kajian pragmatik. Kalimat (8) jelas memiliki
perbedaan makna (gramatikal) dengan kalimat (9). Kalimat (8) adalah kalimat
aktif, sedangkan kalimat (9) adalah kalimat pasif. Akan tetapi, berdasarkan isi
tuturan secara objektif kedua kalimat di atas menyatakan informasi yang sama,
yakni “ayah yang membeli buku” dan “buku yang dibeli ayah” (Wijana &
Muhammad, 2008:10–11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
2.9 Kerangka Berpikir
Berdasarkan paparan dalam penelitian yang relevan dan landasan teori
yang digunakan dalam penelitian ini, tuturan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah berbagai tuturan yang terdapat dalam interaksi keluarga pedagang yang
berdagang di Pasar Beringharjo, Yogyakarta yang mengandung bentuk-bentuk
kebahasaan yang tidak santun. Tuturan tersebut akan dianalisis berdasarkan teori
ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Locher (2008), teori
ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Bousfield (2008), teori
ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Terkourafi (2008), teori
ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Locher and Watts (2008), dan
teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Culpeper (2008).
Berdasarkan teori tersebut, hasil penelitian ini berupa wujud, penanda, dan
maksud ketidaksantunan pragmatik dan linguistik dalam ranah keluarga pedagang
yang berdagang di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Kerangka berpikir ini dapat
digambarkan dalam skema berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
FENOMENA KETIDAKSANTUNAN
BERBAHASA DI RANAH KELUARGA
CULPEPER
(2008)
LOCHER AND
WATTS (2008)
TEORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA
TERKOURAFI
(2008)
BOUSFIELD
(2008)
LOCHER (2008)
HASIL PENELITIAN
MAKSUD
KETIDAKSANTUNAN
PENANDA
KETIDAKSANTUNAN
WUJUD
LINGUISTIK DAN
PRAGMATIK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, data dan sumber data, metode
dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik analisis
data, serta sajian hasil analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran
secara sistematis tentang situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program,
ataupun menyediakan informasi tentang, misalnya kondisi kehidupan suatu
masyarakat pada suatu daerah, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta
situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari
suatu fenomena, pengukuran cermat tentang fenomena dalam masyarakat (Widi,
2010:47−48). Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan secara
konkret dan terperinci fenomena kebahasaan yang berkaitan dengan seluk-beluk
ketidaksantunan berbahasa antar anggota keluarga dalam ranah keluarga.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ketidaksantunan berbahasa
ini adalah pendekatan kualitatif. Artinya, penelitian ini tidak memanfaatkan
metode-metode kuantifikasi tertentu, mengingat bahwa tujuan pokok penelitian ini
tidak menuntut pemerantian dari semuanya itu. Moleong (2007:6) mensintesiskan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Sejalan dengan
pendapat Moleong, Herdiansyah (2010:9) mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami fenomena dalam
konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi
komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.
3.2 Data dan Sumber Data
Soewandi (2007:16) memaparkan bahwa data merupakan hasil pencatatan
peneliti tentang objek penelitian. Hasil pencatatan peneliti tersebut dapat berupa
kata, dan dapat berupa angka. Data dalam penelitian ini berupa kata yang
merupakan tuturan langsung yang berwujud kalimat-kalimat tuturan yang direkam
dan dicatat oleh peneliti.
Menurut Suharsimi Arikunto (2010:172), sumber data dalam penelitian
adalah subjek darimana data diperoleh. Sumber data merupakan tempat asal
muasal data diperoleh. Sumber data dari penelitian ini adalah berbagai macam
cuplikan tuturan yang semuanya diambil secara natural dalam praktik-praktik
perbincangan dalam ranah keluarga. Sumber data penelitian ketidaksantunan
berbahasa ini juga dapat berupa rekaman hasil simakan tuturan para orangtua dan
anggota keluarga yang diperoleh baik secara terbuka maupun tersembunyi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
sehingga diharapkan data penelitian yang diperoleh dari sumber termaksud
bersifat natural, andal, dan terpercaya.
Cuplikan tuturan dan rekaman hasil simakan tersebut diperoleh dari
berbagai macam komunikasi lisan keluarga pedagang yang berdagang di Pasar
Besar Beringharjo, Yogyakarta. Peneliti akan mengacak beberapa keluarga
sebagai sumber untuk memperoleh data. Sumber tersebut dapat berasal dari
keluarga yang murni pedagang, artinya suami istri memang berdagang, dapat pula
dari keluarga yang hanya salah satu atau lebih dari anggotanya yang berprofesi
sebagai pedagang.
Wujud data dalam penelitian ini adalah bermacam-macam wujud tuturan
yang diperoleh secara natural dalam ranah keluarga yang di dalamnya terdapat
bentuk-bentuk kebahasaan yang secara linguistis maupun nonlinguistis
mengandung maksud yang tidak santun. Bentuk-bentuk kebahasaan yang
bermakna tidak santun baik secara linguistis maupun nonlinguistis tersebut
merupakan objek sasaran penelitiannya dan sisa bentuk kebahasaan yang ada
merupakan konteksnya. Data dari penelitian ini berupa gabungan keduanya, yakni
objek sasaran penelitian yang berupa bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun
bersama entitas kebahasaan yang mengikuti dan mengawalinya.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode simak dan metode cakap. Metode pertama yang digunakan oleh peneliti
adalah metode simak, yakni menyimak pertuturan langsung di dalam ranah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
keluarga yang dipresumsikan di dalamnya terdapat bentuk-bentuk kebahasaan
yang mengandung makna ketidaksantunan berbahasa itu baik secara linguistis
maupun nonlinguistis. Metode penyediaan data ini diberi nama metode simak
karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak
pernggunaan bahasa (Mahsun, 2007:92). Adapun teknik yang digunakan dalam
rangka melaksanakan metode simak itu adalah teknik catat dan teknik rekam. Dari
catatan dan/atau rekaman pertuturan itulah data diperoleh sebagai bahan jadi
penelitian ketidaksantunan berbahasa ini.
Metode kedua yang digunakan oleh peneliti adalah metode cakap.
Penamaan metode penyediaan data dengan metode cakap disebabkan cara yang
ditempuh dalam pengumpulan data itu adalah berupa percakapan antara peneliti
dengan informan (Mahsun, 2007:95). Selanjutnya Sudaryanto (1993:137)
menyebut metode cakap karena memang berupa percakapan dan terjadi kontak
antara peneliti selaku peneliti dengan penutur selaku nara sumber. Dari pengertian
tersebut, Rahardi mensejajarkan metode cakap dengan metode wawancara
(2009:34). Teknik yang digunakan dalam melaksanakan metode cakap adalah
teknik pancing. Teknik pancing merupakan teknik dasar dari metode cakap,
karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya
dimungkinkan muncul jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan
untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti (Mahsun,
2007:95).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
3.4 Instrumen Penelitian
Suharsimi Arikunto (2010:203) memaparkan bahwa instrumen penelitian
adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
agar pekerjaannya menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih
cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara (daftar pertanyaan,
pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan berbekal dari teori yang
telah dipelajari tentang ketidaksantunan berbahasa. Teori tersebut akan akan
digunakan untuk menganalisis penggunaan bahasa antar anggota keluarga. Data-
data yang didapat akan dicatat untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi,
mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan,
menyamakan data yang sama, dan membedakan data yang memang berbeda, serta
menyisihkan pada kelompok lain yang serupa, tetapi tidak sama (Mahsun,
2007:253). Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kontekstual, yakni
dengan memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam menginterpretasi data yang
telah berhasil diidentifikasi, diklasifikasi, dan ditipifikasikan. Adapun yang
dimaksud dengan metode analisis kontekstual adalah cara analisis yang diterapkan
pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan konteks (cf. Rahardi, 2004;
Rahardi, 2006 dalam Rahardi, 2009:36). Metode kontekstual ini dapat
disejajarkan dengan metode padan. Ada dua metode yang digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
menganalisis data dalam penelitian ini, yaitu metode padan intralingual dan
metode padan ekstralingual.
3.5.1 Metode dan Teknik Analisis Data secara Linguistik
Metode dalam analisis data secara linguistik menggunakan metode padan
intralingual. Metode padan intralingual adalah metode analisis dengan cara
menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat
dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun,
2007:118). Teknik yang digunakan dalam pelaksanaan metode ini adalah teknik
dasar teknik hubung banding yang bersifat lingual.
3.5.2 Metode dan Teknik Analisis Data secara Pragmatik
Metode dalam analisis data secara pragmatik menggunakan metode padan
ekstralingual. Metode padan ekstralingual adalah metode analisis yang digunakan
untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan
masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun, 2007:120).
Teknik yang digunakan dalam pelaksanaan metode ini adalah teknik dasar teknik
hubung banding yang bersifat ekstralingual.
Peneliti menggunakan langkah-langkah berikut untuk menganalisis data
dalam penelitian ini.
1) Peneliti mentranskripsi data yang telah dikumpulkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
2) Peneliti mengklasifikasikan data ke dalam teori-teori ketidaksantunan
berbahasa dengan mengacu dari penanda khas dari setiap jenis
ketidaksantunan berbahasa tersebut.
3) Peneliti memasukkan tuturan yang telah diklasifikasikan ke dalam tabulasi
data yang berisi tuturan, penanda ketidaksantunan secara lingual dan
nonlingual, persepsi ketidaksantunan, dan informasi indeksal.
4) Peneliti menyusun parameter penentu ketidaksantunan berbahasa berdasarkan
hasil tabulasi data.
5) Atas hasil tabulasi data, peneliti menganalisis data dengan mengacu dari
parameter penentu ketidaksantunan yang telah disusun. Data tersebut
dianalisis secara linguistik dan pragmatik. Analisi secara linguistis dilakukan
berdasarkan unsur-unsur intralingual, sedangkan analisis secara prakmatik
dilakukan berdasarkan unsur-unsur ekstralingual.
6) Hasil analisis data tersebut dideskripsikan dalam bentuk sajian analisis data.
3.6 Sajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data yang berupa temuan penelitian sebagai jawaban atas
masalah yang hendak dipecahkan, haruslah disajikan dalam bentuk teori. Hasil
analisis data dapat disajikan secara formal dan informal (Mahsun, 2007:279).
Pada penelitian ini, data yang telah diinterpretasi dalam tahapan analisis data itu
kemudian hasilnya disajikan secara tidak formal atau informal, dalam arti bahwa
hasil analisis data itu dirumuskan dengan kata-kata biasa, bukan dengan simbol-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
simbol tertentu karena memang hasil penelitian ini tidak menuntut model sajian
demikian itu.
3.7 Trianggulasi Data
Menurut Lexy J. Moleong (1989:195), trianggulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data
untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini,
peneliti membuat trianggulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan
terhadap validitas dan keterpercayaan hasil temuan.
Trianggulasi dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu trianggulasi teori
dan trianggulasi logis. Trianggulasi teori peneliti gunakan untuk membandingkan
beberapa teori ketidaksantunan berbahasa dari beberapa ahli bahasa dengan tujuan
untuk melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Peneliti juga melakukan
trianggulasi logis, yaitu dengan melakukan bimbingan bersama dosen
pembimbing yaitu Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian (1) deskripsi data dan (2) analisis data, dan (3)
pembahasan. Ketiga hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
4.1 Deskripsi Data
Data penelitian yang dianalisis berupa tuturan lisan antaranggota keluarga
pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta dengan jangka
waktu selama bulan April−Mei 2013. Data diambil berdasarkan peristiwa tutur
dan fenomena kebahasaan yang tidak santun. Data yang terkumpul berjumlah 68
tuturan. 68 tuturan tersebut diambil peneliti karena sudah mewakili sebagai data
kualitatif. Tuturan tersebut dengan rincian dan persentase sebagai berikut.
Tabel 1
Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan
No Kategori Ketidaksantunan Jumlah Data 1 Melanggar Norma 4 2 Mengancam Muka Sepihak 11 3 Melecehkan Muka 23 4 Menghilangkan Muka 20 5 Menimbulkan Konflik 10
JUMLAH 68
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah data tuturan terbanyak
adalah kategori ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka, yaitu
berjumlah 23 tuturan dari 68 tuturan. Selanjutnya, ketidaksantunan berbahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
yang menghilangkan muka berjumlah 20 tuturan. Ketidaksantunan berbahasa
yang mengancam muka sepihak menempati posisi ketiga dengan jumlah tuturan
sebanyak 11 tuturan. Kemudian, ketidaksantunan yang menimbulkan konflik
berjumlah 10 tuturan. Ketidaksantunan berbahasa yang melanggar norma
merupakan kategori ketidaksantunan yang paling sedikit dibandingkan kategori
ketidaksantunan yang lain, yaitu berjumlah 4 tuturan dari keseluruhan tuturan.
Selanjutnya, setiap kategori memiliki makna ketidaksantunan yang menjadi
subkategori ketidaksantunan. Berikut adalah persentase jumlah data tuturan
berdasarkan subkategori ketidaksantunan.
Tabel 2
Persentase Jumlah Data Tuturan berdasarkan Subkategori Ketidaksantunan
No. Kategori
Ketidasantunan
Subkategori Ketidaksantunan Jumlah
% Tuturan
Men
ola
k
Men
enta
ng
Kes
al
Mem
erin
tah
Men
yin
dir
Mem
per
ing
atka
n
Men
gej
ek
Men
gan
cam
Mer
emeh
kan
1 Melanggar Norma
1 3 0 0 0 0 0 0 0 4 5,88
2 Mengancam Muka Sepihak
0 0 2 1 5 2 0 1 0 11 16,18
3 Melecehkan Muka
1 1 6 0 9 4 2 0 0 23 33,82
4 Menghilangkan Muka
0 0 2 0 9 3 4 0 2 20 29,41
5 Menimbulkan Konflik
0 0 4 0 0 2 1 3 0 10 14,7
JUMLAH 2 4 14 1 23 11 7 4 2 68 -
Persentase Tuturan (%) 2,9
4
5,8
8
20
,58
1,4
7
33
,82
16
,17
10,
29
5,8
8
2,9
4 - 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari keseluruhan tuturan yang
berjumlah 68 tuturan, tuturan dalam subkategori menyindir menempati persentase
tertinggi, yaitu 33,82 % dari 100 %. Selanjutnya, dengan persentase yang cukup
jauh dari subkategori menyindir, tuturan dalam subkategori kesal menempati
urutan kedua dengan tingkat persentase 20,58 %. Kemudian, disusul oleh tuturan
yang termasuk dalam subkategori memperingatkan dengan tingkat persentase
16,17 % dan tuturan dalam subkategori mengejek dengan tingkat persentase 10,29
%. Sementara, tuturan dalam subkategori menentang dan mengancam memiliki
tingkat persentase yang sama, yaitu 5,88 %. Tuturan dalam subkategori menolak
dan meremehkan memiliki tingkat persentase yang sama, yaitu 2,94 %. Tuturan
dalam subkategori memerintah menempati tingkat persentase terendah, yaitu 1,47
% dari 100 %.
Berikut ini adalah deskripsi lebih lanjut mengenai tuturan tidak santun yang
telah diklasifikan ke dalam setiap kategori ketidaksantunan berbahasa menurut
para ahli. Tuturan tersebut disajikan beserta kode dan subkategori dari setiap
tuturan tersebut.
4.1.1 Melanggar Norma
Ketidaksantunan berbahasa yang melanggar norma mengarah pada
penggunaan ketidaksantunan berbahasa oleh penutur yang secara normatif
dianggap negatif karena melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat atau norma-norma yang telah disepakati dalam keluarga. Berikut
tuturan yang termasuk dalam kategori tuturan yang melanggar norma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Tabel 3
Melanggar Norma
No Tuturan Kode Subkategori 1. Halah, mbok mengko ah, Bu. A1 Menolak 2. Halah, ngopo lho, aturan opo ngono kuwi. A2
Menentang 3. Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini
kok! A3
4. Halah, ora sinau, aku yo iso kok. A4
4.1.2 Mengancam Muka Sepihak
Ketidaksantunan berbahasa yang mengancam muka sepihak mengarah pada
penggunaan ketidaksantunan berbahasa oleh penutur yang memiliki maksud
mengancam muka mitra tutur secara sepihak, sehingga mitra tutur merasa
tersingsung. Namun, penutur tidak menyadari bahwa tuturan menyinggung
perasaan mitra tutur. Berikut tuturan yang termasuk dalam kategori tuturan yang
mengancam muka sepihak.
Tabel 4
Mengancam Muka Sepihak
No Tuturan Kode Subkategori 1. Opo. Wong kowe ngentekke wedang e
kung kok. B1
Kesal 2. Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek
gak enek sayur e. B2
3. Wes, nek wes takon gek lungo! B3 Memerintah 4. Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih,
mbok sini lho! B4
Menyindir 5. Kae po karo Mbak e wae? B5 6. Waduh, silakan janjian lho, Masnya pasti
bisa kalo janjian kayak gini. B6
7. Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?
B9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
8. Endi jatahku be, gopek gopek? B11 9. Lho, itu kan tanggung jawabmu, itu
tugasmu. B7
Memperingatkan 10. Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek
maghrib ki kudu mandek! B8
11. Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!
B10 Mengancam
4.1.3 Melecehkan Muka
Ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka mengarah pada bentuk
ketidaksantunan oleh penutur yang memiliki maksud menyinggung perasaan mitra
tutur. Berikut adalah tuturan yang termasuk dalam kategori tuturan yang
melecehkan muka.
Tabel 5
Melecehkan Muka
No Tuturan Kode Subkategori 1. Heh, sepatu ne endi kuwi? C1
Kesal
2. Heh heh heh, kono neng sekolah wae! C2 3. Heh, kuping e endi, kene tak andani! C4 4. Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!! C9 5. Ah, kok aku terus sih Mbak sing mbok
takok i? C10
6. Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene.
C22
7. Wong ra sekolah kok njaluk susu. C3
Menyindir
8. Ben, mengko neng wetenge ben eneng gambare.
C5
9. Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?
C6
10. Wes tuwo neng cilik yo, Mbak. C12 11. Biasalah nek orang tua kayak gitu, Mbak,
biasalah ibu-ibu. C13
12. Kowe ki keentekan obat, kono ngombe obat sek ben ra edan!
C15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
13. Kuwi mbok dijamuni disek ben bapakmu rodo mari leh edan!
C16
14. Iyo kuwi, nek mikir ora mangan sego, tapi mangane rokok.
C17
15. Mlaku ki yo mlaku wae, ra sah meleng mripate!
C18
16. Opo, kowe ki arep ngopo? C7 Mengejek
17. Zaman koyo ngene kok ra ndwe HP. C19 18. Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus
kok! C8 Menentang
19. Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!! C11 Menolak 20. Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung
utah!!! C14
Memperingatkan
21. Gak ada liburan, kalo libur kamu mau bayar semesteran pake apa?
C20
22. Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!
C21
23. Heh, sana belajar! Nonton terus. C23
4.1.4 Menghilangkan Muka
Ketidaksantunan berbahasa yang menghilangkan muka mengarah pada
bentuk penggunaan ketidaksantunan berbahasa oleh penutur yang memiliki
maksud mempermalukan mitra tutur dengan membuat mitra tutur kehilangan
muka di depan orang banyak. Berikut tuturan yang termasuk dalam kategori
tuturan yang menghilangkan muka.
Tabel 6
Menghilangkan Muka
No Tuturan Kode Subkategori 1. La yo mboh, mbok umurmu dewe kok
tekok. D1
Mengejek 2. Halah, Mbok, kowe ki ra bener tenan. D4 3. Halah, mboh kowe ngomong opo. D7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
4. Wo la yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.
D12
5. Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin!
D3
Memperingatkan 6. Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen!
D6
7. Uwes, ayo balek, ngopo kowe neng kene? D20 8. Kuwi ki mbiyen kantoran lho mbak, saiki
malah mung bakul. D5
Menyindir
9. Ya kakaknya, Mbak. Nek kakaknya tu sabar Mbak, yang ini main terus.
D8
10. Lah, kok bingung-bingung lho Mbak! Disiapin ora e?
D9
11. Weh, kok koyo wong londo kowe panganane roti. Koyo londo ndeso!
D10
12. Mau dikasih apa kok tanya-tanya gitu? D11 13. Pacare Ari ki akeh banget. Koleksi kok.
Mbok golek seng jilbaban kono lho. D14
14. Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.
D15
15. Heh, udah nambah belum itu tinggimu? D16 16. Yo kwi, Mbak, wong lanang ki mripate ra
dienggu. D19
17. Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.
D13
Kesal 18. Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di
UNS. D18
19. Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek.
D2 Meremehkan
20. Lah, mboh mbiyen. D17
4.1.5 Menimbulkan Konflik
Ketidaksantunan berbahasa yang menimbulkan konflik mengarah pada
penggunaan ketidaksantunan berbahasa secara sembrono dan memiliki maksud
untuk menyinggung mitra tutur yang akhirnya menimbulkan adanya konflik
antara penutur dan mitra tutur. Berikut tuturan yang termasuk dalam kategori
tuturan yang menimbulkan konflik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Tabel 7
Menimbulkan Konflik
No Tuturan Kode Subkategori 1. Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci
kapok kowe! E1
Mengancam 2. Opo to kowe ki mas, tak andakke ibu kowe
nyenggol-nyenggol. E3
3. Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.
E9
4. Halah, ibu ki silit, silit!!! E2 Mengejek 5. Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono
kuwi marai tuman. E5
Memperingatkan 6. Aku juga butuh makan, cepetan!!! E7 7. Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak. E4
Kesal
8. Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!! E6 9. Kamu tu gak tau ya aku tu capek, banyak
tugas. E8
10. Enenge koyo ngene. La nek ra percoyo kono delok dewe! Wong kok ra percoyoan.
E10
4.2 Analisis Data
Analisis dari hasil penelitian ini disajikan berdasarkan (a) wujud
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, (b) penanda ketidaksantunan linguistik
dan pragmatik, dan (c) maksud ketidaksantunan. Berikut adalah pemaparan
analisis data dalam penelitian ini.
4.2.1 Melanggar Norma
Kategori ketidaksantunan yang melanggar norma memiliki dua
subkategori, yaitu subkategori menolak dan menentang. Kedua subkategori
tersebut dianalisis berdasarkan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan.
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun.
Wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur yang
mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun. Penanda ketidaksantunan linguistik
dianalisis berdasarkan intonasi, penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan
diksi dalam setiap tuturan. Penanda ketidaksantunan pragmatik berupa konteks
yang melingkupi setiap tuturan. Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan
tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan tidak santunnya kepada mitra
tutur. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam subkategori tersebut.
4.2.1.1 Subkategori Menolak
Cuplikan tuturan 1
MT : “Gek belajar ndisek, Le, wes wektune belajar ki lho!” P : “Halah, mbok mengko ah, Bu.” (A1) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur disuruh oleh MT untuk belajar karena sudah waktunya belajar. Penutur sedang menonton TV di ruang tengah. Aturan belajar di rumah adalah pukul 20.00 WIB.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan A1 : “Halah, mbok mengko ah, Bu.” (Halah, nanti ah, Bu.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan A1: Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara tanpa melihat
ke MT. Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. Penutur tidak menaati
peraturan di rumah.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan A1 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel halah dan ah,
nada tutur sedang, tekanan lunak pada kata mengko, dan diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan A1 : tuturan terjadi ketika penutur disuruh oleh MT untuk belajar
karena sudah waktunya belajar. Penutur sedang menonton TV di ruang tengah.
Aturan belajar di rumah adalah pukul 20.00 WIB. Suasana ketika tuturan
terjadi dalam keadaan santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari.
Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT perempuan berusia 56 tahun. MT
adalah ibu dari penutur. Tujuan penutur adalah menanggapi dengan kesal
tuturan MT yang menyuruh penutur belajar. Tindak verbal yang terjadi adalah
tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT hanya diam,
tidak merespons tuturan penutur lagi.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan A1 : penutur bermaksud menunda belajarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
4.2.1.2 Subkategori Menentang
Cuplikan tuturan 3
MT : “Waktunya belajar dulu, nontonnya udah!” P : “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok!” (A3) MT : “Gek belajar sana, nek gak tv-nya tak matiin ini!!!” (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur sedang menonton televisi. MT menyuruh penutur untuk belajar karena sudah pukul 20.00 WIB, waktu belajar keluarga.) Cuplikan tuturan 4
MT : “Kowe ki mbok belajar to!” P : “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.” (A4) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, waktu belajar yang sudah ditetapkan dalam keluarga. MT menyuruh penutur untuk belajar dulu. Penutur merasa dirinya sudah pandai, oleh karenanya ia tidak mau belajar. Penutur menjawab dengan kesal karena merasa dirinya diatur-atur.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan A3 : “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok!” Tuturan A4 : “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.” (Halah, gak belajar, aku bisa kok.)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan A3: Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara tanpa melihat
ke MT. Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. Penutur tidak menaati
peraturan di rumah. Penutur menanggapi MT dengan sinis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Tuturan A4: Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara tanpa melihat
ke MT. Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. Penutur tidak menaati
peraturan di rumah. Penutur bersikap sinis kepada MT.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan A3 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel ya, wong, dan
kok, nada tutur sedang, tekanan lunak pada kata bentar, serta diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan dengan kata tidak baku bentar, masih, dan
segini; penggunaan istilah bahasa Jawa wong.
Tuturan A4 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel yo, halah, dan
kok, nada tutur rendah, tekanan lunak pada kata iso, serta diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan A3 : tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang
keluarga. Penutur sedang menonton televisi. MT menyuruh penutur untuk
belajar karena sudah pukul 20.00 WIB (waktu belajar keluarga). Suasana
ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai.Tuturan terjadi di rumah pukul
20.10 WIB, tanggal 6 Mei 2013. Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT
perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur
adalah menanggapi MT yang menyuruhnya belajar. Tindak verbal yang terjadi
adalah tindak verbal komisif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT
langsung meninggalkan penutur dengan kesal.
Tuturan A4 : tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga
sedang menonton televisi. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, waktu belajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
yang sudah ditetapkan dalam keluarga. MT menyuruh penutur untuk belajar
dulu. Penutur merasa dirinya sudah pandai, oleh karenanya ia tidak mau
belajar. Penutur menjawab dengan kesal karena merasa dirinya diatur-atur.
Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai. Tuturan terjadi di rumah
pada malam hari. Penutur laki-laki berusia 13 tahun. MT perempuan berusia 40
tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi
MT yang menyuruhnya belajar, sementara penutur merasa dirinya bisa tanpa
belajar. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal representatif. Tindak
perlokusi yang terjadi adalah MT langsung diam dan pergi dengan jawaban
penutur yang tidak menuruti nasihatnya.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan A3 : penutur bermaksud menunda belajarnya.
Tuturan A4 : penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya akan
perintah mitra tutur.
4.2.2 Mengancam Muka Sepihak
Kategori ketidaksantunan yang mengancam muka sepihak terdapat lima
subkategori, yaitu kesal, memerintah, menyindir, memperingatkan, dan
mengancam. Kelima subkategori tersebut dianalisis berdasarkan wujud
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan
pragmatik, serta maksud ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik
berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik
berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
santun. Penanda ketidaksantunan linguistik dianalisis berdasarkan intonasi,
penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda
ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan.
Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika
mengutarakan tuturan tidak santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis
tuturan dari kelima subkategori tersebut.
4.2.2.1 Subkategori Kesal
Cuplikan Tuturan 5
MT : “Wedange endi, Kung?” P : “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok.” (B1) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur sedang membersihkan kandang burung peliharaannya. MT sedang bermain dengan temannya. MT meminta dibuatkan susu. Sebelumnya, MT sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur mengatakan tuturannya sambil asyik memandikan burung peliharaannya tanpa melihat MT. MT merasa penutur memarahi dirinya karena sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya membuat MT menangis.)
Cuplikan Tuturan 6
P : “Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur e.” (B2) MT: “Mbok sabar to le, kowe ki ra ndelok ibu sibuk po iki.” P : “La wong aku ngelih lho.” (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari sekolah. MT sedang menyapu lantai rumah. Penutur hendak makan, lalu ia membuka tudung saji, tetapi tidak menemukan sayur. Penutur tidak mau makan jika tidak ada sayur. Tanpa melihat pada MT, penutur pergi begitu saja tanpa mempedulikan MT yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk penutur. Tuturan terjadi dalam suasana serius.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan B1 : “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok.” (Apa. Kamu menghabiskan minum kung kok.)
Tuturan B2 : “Sayur e endi, Bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur e.” (Sayurnya mana, Bu? Tidak mau makan aku kalau tidak ada sayurnya.)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B1 : Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur tidak merasa
menyinggung MT. Penutur mempedulikan akibat dari tuturannya.
Tuturan B2 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur
berbicara dengan sinis. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur tidak
mempedulikan akibat dari tuturannya. Penutur tidak merasa membuat MT
tersinggung.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan B1 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel wong dan kok,
nada tutur sedang, tekanan lunak pada frasa kowe ngentekke, serta diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan B2 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, nada tutur tinggi,
tekanan keras pada frasa sayur e endi, diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B1 : tuturan terjadi ketika penutur sedang membersihkan kandang
burung peliharaannya. MT sedang bermain dengan temannya. MT meminta
dibuatkan susu. Sebelumnya, MT sudah menghabiskan minuman penutur.
Penutur mengatakan tuturannya sambil asyik memandikan burung
peliharaannya tanpa melihat MT. MT merasa penutur memarahi dirinya karena
sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur tidak menyadari bahwa
tuturannya membuat MT menangis. Tuturan terjadi dalam suasana santai.
Tuturan terjadi di halaman rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013.
Penutur laki-laki berusia 60 tahun. MT laki-laki berusia 3 tahun. MT adalah
cucu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi dengan kesal
permintaan MT yang minta dibuatkan susu. Tindak verbal yang terjadi adalah
tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung
menangis dan berlari ke pelukan ibunya.
Tuturan B2 : tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari sekolah. MT
sedang menyapu lantai rumah. Penutur hendak makan, lalu ia membuka tudung
saji, tetapi tidak menemukan sayur. Penutur tidak mau makan jika tidak ada
sayur. Tanpa melihat pada MT, penutur pergi begitu saja tanpa mempedulikan
MT yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk penutur. Tuturan terjadi
dalam suasana serius. Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. Penutur laki-
laki berusia11 tahun. MT perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari
penutur. Tujuan dari penutur bertanya dengan kesal sayur yang seharusnya
sudah tersedia di meja makan. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung buru-buru
memasak sayur untuk penutur.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan B1 : penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya terhadap
mitra tutur yang menghabiskan minumannya.
Tuturan B2 : penutur bermaksud memprotes mitra tutur yang tidak
menyediakan sayur.
4.2.2.2 Subkategori Memerintah
Cuplikan Tuturan 7
P : “Wes, nek wes takon gek lungo!” (B3) MT: (langsung pergi). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang lalu ikut bertanya-tanya kepada tamu penutur. Karena merasa MT tidak memiliki kepentingan terhadap tamunya, penutur menyuruh MT pergi. MT langsung meninggalkan penutur bersama tamunya karena tersinggung dengan tuturan penutur.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan B3 : “Wes, nek wes takon gek lungo!” (Sudah, kalau sudah tanya langsung pergi!)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B3 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur
berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur tidak mempedulikan MT yang
tersinggung karena tuturannya.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan B3 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, nada tutur sedang,
tekanan keras pada frasa gek lungo, diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B3 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang
tamu. MT datang lalu ikut bertanya-tanya kepada tamu penutur. Karena merasa
MT tidak memiliki kepentingan terhadap tamunya, penutur menyuruh MT
pergi. MT langsung meninggalkan penutur bersama tamunya karena
tersinggung dengan tuturan penutur. Tuturan terjadi dalam suasana santai.
Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 20 April 2013. Penutur
perempuan berusia 40 tahun. MT perempuan berusia 62 tahun. MT adalah ibu
dari penutur. Tujuan dari penutur menyuruh MT pergi setelah bertanya-tanya
pada tamu penutur. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif.
Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung pergi meninggalkan tamu
penutur.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan B3 : penutur bermaksud mengusir mitra tutur yang ikut berbincang
dengan tamu penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
4.2.2.3 Subkategori Menyindir
Cuplikan Tuturan 8
P : “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho!” (B4) MT: “Eh, iya, Mbak. Ini bentar lagi kok.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang membuat minum untuk penutur. MT berada di dapur, sementara penutur berada di ruang tamu. Jarak dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh, sehingga penutur dapat berbicara dengan nada sedang. Penutur mengatakan tuturan hanya dengan maksud bercanda. MT merasa dirinya disindir karena terlalu sibuk padahal sedang ada tamu.)
Cuplikan Tuturan 13
MT: “Mbak, aku nitip helm yo?” P : “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?” (B9) MT: “Yowes, Mbak, ra sido.”
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT baru saja datang, tetapi hendak pergi lagi. MT menitipkan helmnya kepada penutur karena ia merasa tidak perlu memakai helm. Penutur mengatakan tuturan dengan maksud bercanda. Penutur tidak tahu bahwa tuturan sudah menyinggung MT. MT merasa tidak boleh menitipkan helmnya kepada penutur.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan B4 : “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho!” Tuturan B9 : “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro
sebulan?” (Kamu nitip helm ada pajaknya lho. Berani bayar berapa sebulan?)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B4 : Penutur berbicara ketika MT tengah sibuk. Penutur tidak
menyadari bahwa MT tersinggung karena tuturannya.
Tuturan B9 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara tanpa
mempedulikan MT yang tersinggung akibat tuturannya. Penutur bersikap
santai saja.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan B4 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel sih dan lho,
nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa sibuk banget sih, serta diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku mbaknya dan banget;
penggunaan istilah bahasa Jawa mbok.
Tuturan B9 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, partikel lho, nada tutur
sedang, tekanan keras pada kata piro, serta diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B4 : Tuturan terjadi ketika MT sedang membuat minum untuk
penutur. MT berada di dapur, sementara penutur berada di ruang tamu. Jarak
dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh, sehingga penutur dapat berbicara
dengan nada sedang. Penutur mengatakan tuturan hanya dengan maksud
bercanda. MT merasa dirinya disindir karena terlalu sibuk padahal sedang ada
tamu. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah pukul
18.00 WIB, tanggal 22 April 2013. Penutur perempuan berusia 23 tahun. MT
perempuan berusia 19 tahun. Tujuan dari penutur adalah menyuruh MT untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
ikut berbincang-bincang bersama. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak
verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi MT langsung buru-buru
menyelesaika pekerjaannya.
Tuturan B9 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT
baru saja datang, tetapi hendak pergi lagi. MT menitipkan helmnya kepada
penutur karena ia merasa tidak perlu memakai helm. Penutur mengatakan
tuturan dengan maksud bercanda. Penutur tidak tahu bahwa tuturan sudah
menyinggung MT. MT merasa tidak boleh menitipkan helmnya kepada
penutur. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah pada
sore hari. Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT perempuan berusia 24
tahun. MT adalah adik sepupu penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi
permintaan MT yang hendak menitipkan helmnya. Tindak verbal yang terjadi
adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT
langsung pergi dengan memakai helmnya kembali.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan B4 : penutur hanya bermaksud basa-basi dengan mitra tutur.
Tuturan B9 : penutur hanya bermaksud bercanda dengan mitra tutur.
4.2.2.4 Subkategori Memperingatkan
Cuplikan Tuturan 11
MT : “Duh, Mbak. Tugasku tuh makin banyak banget nih. Ya ampun.” P : “Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.” (B7) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT baru pulang dari kampus dan penutur berada di dapur. MT mengeluhkan tentang tugas kuliahnya yang semakin banyak. Penutur menanggapi keluhan MT tanpa melihat ke MT. MT tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak menanggapi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
baik keluhannya. Penutur tidak merasa menyinggung karena menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab MT.) Cuplikan Tuturan 12
MT: “Aku ki wingi tibo mbak numpak motor pas maghrib-maghrib kae.” P : “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek maghrib ki kudu mandek!” (B8) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bercengkrama di halaman rumah penutur. MT menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib. Penutur menanggapi tuturan MT dengan maksud mengingatkan. MT justru tersindir dengan tuturan penutur.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan B7 : “Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.” Tuturan B8 : “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek Maghrib ki kudu
mandek!” (Lah, ya itu untuk pengingat kalau Maghrib harus berhenti!)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B7 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara tanpa merasa
menyinggung perasaan MT. Penutur berbicara tanpa melihat ke penutur.
Tuturan B8 : Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur tidak menyadari
bahwa tuturannya telah menyinggung MT. Penutur berbicara dengan santai.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan B7 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel lho, nada tutur
sedang, tekanan keras pada frasa tanggung jawabmu, dan diksi bahasa
nonstandar dengan penggunaan kata tidak baku kan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Tuturan B8 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel lah, nada tutur
sedang, tekanan keras pada kata mandek, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B7 : Tuturan terjadi ketika MT baru pulang dari kampus dan penutur
berada di dapur. MT mengeluhkan tentang tugas kuliahnya yang semakin
banyak. Penutur menanggapi keluhan MT tanpa melihat ke MT. MT
tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak menanggapi dengan baik
keluhannya. Penutur tidak merasa menyinggung karena menurutnya itu
memang sudah menjadi tanggung jawab MT. Tuturan terjadi dalam suasana
serius. Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. Penutur perempuan berusia 25
tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur. Tujuan dari
penutur adalah menangapi keluhan MT tentang tugas kuliahnya. Tindak verbal
yang terjadi adalah tindak verbal representatif. Tindak perlokusi yang terjadi
adalah MT langsung meninggalkan penutur yang tidak menanggapi dengan
baik keluhannya.
Tuturan B8 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bercengkrama di
halaman rumah penutur. MT menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari
motor sekitar waktu Maghrib. Penutur menanggapi tuturan MT dengan maksud
mengingatkan. MT justru tersindir dengan tuturan penutur. Tuturan terjadi
dalam suasana santai. Tuturan terjadi di halaman rumah pada sore hari. Penutur
perempuan berusia 45 tahun. MT perempuan berusia 40 tahun. Tujuan dari
penutur adalah mengingatkan MT untuk tidak melakukan aktivitas ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Maghrib. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal representatif. Tindak
perlokusi yang terjadi adalah MT lalu mengalihkan pembicaraan ke topik lain.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan B7 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur akan tugas
kuliahnya.
Tuturan B8 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur agar lebih
berhati-hati.
4.2.2.5 Subkategori Mengancam
Cuplikan Tuturan 14
P : “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!” (B10) MT: (berlari kepada ibunya). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT hendak pulang ke rumahnya bersama ibunya. MT berpamitan kepada penutur. Penutur mengatakan tuturannya dengan maksud bercanda, tetapi seperti mengancam. MT merasa diancam hendak dicubit jika datang lagi ke rumah penutur.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan B10 : “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!” (Awas kalau kamu ke sini lagi, aku jiwit kamu. Hutang lho kamu!)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B10 : Penutur berbicara dengan sedikit berteriak. Penutur berbicara
tanpa mempedulikan MT yang menangis akibat tuturannya. Penutur bersikap
santai setelah memberi ancaman kepada MT.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan B10 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, partikel lho, nada tutur
tinggi, tekanan keras pada frasa tak jiwit kowe, serta diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan B10 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah.
MT hendak pulang ke rumahnya bersama ibunya. MT berpamitan kepada
penutur. Penutur mengatakan tuturannya dengan maksud bercanda, tetapi
seperti mengancam. MT merasa diancam hendak dicubit jika datang lagi ke
rumah penutur. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah
pada sore hari. Penutur perempuan berusia 70 tahun. MT laki-laki berusia 7
tahun. MT adalah cucu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah mengancam
MT agar tidak datang lagi ke rumah penutur. Tindak verbal yang terjadi adalah
tindak verbal komisif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT lalu mengadu
kepada ibunya.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan B10 : penutur hanya bermaksud bercanda dengan mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
4.2.3 Melecehkan Muka
Kategori ketidaksantunan yang melecehkan muka memiliki enam
subkategori, yaitu kesal, menyindir, mengejek, menentang, menolak, dan
memperingatkan. Keenam subkategori tersebut dianalisis berdasarkan wujud
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan
pragmatik, serta maksud ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik
berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik
berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak
santun. Penanda ketidaksantunan linguistik dianalisis berdasarkan intonasi,
penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda
ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan.
Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika
mengutarakan tuturan tidak santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis
tuturan tidak santun dari keenam subkategori tersebut.
4.2.3.1 Subkategori Kesal
Cuplikan Tuturan 24
P : “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!” (C9) MT: (mengganti chanel TV). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. MT menonton acara pertandingan sepak bola. Penutur yang baru keluar dari kamar hendak menonton televisi pula. Penutur tidak menyukai acara pertandingan bola. Penutur kesal ketika mendapati MT justru menonton bola. Penutur menyuruh MT mengganti chanel TV ke acara yang lain. Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak MT dengan penutur hanya 2 meter.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Cuplikan Tuturan 37
P : “Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene.” (C22) MT: “La kowe ki ngopo mbak nggoleki aku ki? P : “Njukuk pesenan to.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sudah berkeliling mencari MT. MT sedang mengambil barang di tempat lain. Penutur hendak mengambil pesanannya. Penutur dan MT bertemu di dekat tanggayang cukup jauh jaraknya dengan lapak MT.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan C9 : “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!” (Ganti sih, Pak, aku tidak suka bola!!!)
Tuturan C22 : “Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene.” (Dasar penjual ikan, dicari kemana-mana tidak ketemu, ternyata di sini.)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C9 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan keras.
Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur menyinggung MT.
Tuturan C22 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan
ejekan. Penutur menyinggung MT dengan menyebutkan profesi.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan C9 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, nada tutur tinggi,
tekanan keras pada kata ganti, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Tuturan C22 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, nada tutur sedang,
tekanan: keras pada frasa dasar bakul iwak, dan diksi bahasa nonstandar dalam
bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C9 : Tuturan terjadi ketika MT berada di ruang keluarga sedang
menonton televisi. MT menonton acara pertandingan sepak bola. Penutur yang
baru keluar dari kamar hendak menonton televisi pula. Penutur tidak menyukai
acara pertandingan bola. Penutur kesal ketika mendapati MT justru menonton
bola. Penutur menyuruh MT mengganti chanel TV ke acara yang lain. Penutur
berbicara dengan keras, padahal jarak MT dengan penutur hanya 2 meter.
Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam
hari. Penutur laki-laki berusia 23 tahun. MT laki-laki berusia 50 tahun. MT
adalah bapak penutur. Tujua dari penutur adalah menyuruh mengganti chanel
TV, karena chanel yang sedang ditonton oleh MT tidak disukai oleh penutur.
Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang
terjadi adalah MT tidak langsung mengganti chanel TV yang dimaksud oleh
penutur, tetapi tidak lama kemudian MT mengganti chanel dan meninggalkan
penutur menonton sendirian.
Tuturan C22 : Tuturan terjadi ketika penutur sudah berkeliling mencari MT.
MT sedang mengambil barang di tempat lain. Penutur hendak mengambil
pesanannya. Penutur dan MT bertemu di dekat tanggayang cukup jauh
jaraknya dengan lapak MT. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan
terjadi di pasar pukul 14.00 WIB, tanggal 21Mei 2013. Penutur perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 35 tahun. Tujuan dari penutur adalah
mengungkapkan kekesalan karena sudah mencari MT kemana-mana. Tindak
verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang
terjadi adalah MT mengajak penutur ke lapaknya.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan C9 : penutur bermaksud memerintah mitra tutur untuk mengganti
chanel televisi.
Tuturan C22 : penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya kepada
mitra tutur yang sulit ditemui.
4.2.3.2 Subkategori Menyindir
Cuplikan Tuturan 18
MT: “Aku njaluk susu.” P : “Wong ra sekolah kok njaluk susu.” (C3) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di halaman rumah bersama seorang ibu, tetangga rumahnya. MT bersama dengan temannya bermain di halaman rumah. Penutur menanggapi permintaan MT. MT merengek minta susu. MT tidak mau berangkat ke sekolah jika belum dibuatkan susu. Penutur menyindir MT agar sekolah terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu.)
Cuplikan Tuturan 21
P : “Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?” (C6) MT: “Duh, ngece tenan kamu tu.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT berada di dalam kamarnya dalam keadaan pintu terbuka. Penutur juga berada di kamarnya. Kamar penutur dan MT bersebelahan. Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc MT untuk memindahan data kuliahnya yang hendak dikumpulkan kepada dosennya. Penutur meminjam flashdisc MT karena miliknya sedang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
dipinjam oleh temannya. Tanpa menyebutkan nama MT, penutur meneriaki MT dalam kamarnya. MT yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan C3 : “Wong ra sekolah kok njaluk susu.” (Tidak sekolah kok minta susu.)
Tuturan C6 : “Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?”
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C3 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara dengan santai.
Penutur menyinggung MT dengan sindiran. Penutur berbicara tanpa melihat
MT.
Tuturan C6 : Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan sinis.
Penutur tidak berterima kasih telah diberi pinjaman. Penutur menyinggung
MT.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan C3 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel wong, kok,
nada tutur sedang, tekanan lunak pada frasa njaluk susu, dan diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan C6 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, partikel heh, nada tutur
tinggi, tekanan keras pada frasa banyak banget, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, banget.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C3 : Tuturan terjadi ketika penutur berada di halaman rumah bersama
seorang ibu, tetangga rumahnya. MT bersama dengan temannya bermain di
halaman rumah. Penutur menanggapi permintaan MT. MT merengek minta
susu. MT tidak mau berangkat ke sekolah jika belum dibuatkan susu. Penutur
menyindir MT agar sekolah terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu.
Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. Penutur perempuan, nenek berusia 55
tahun. MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. Tujuan dari penutur adalah
menanggapi MT sebagai cucunya yang minta dibuatkan susu. Tindak verbal
yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi
adalah MT tetap meronta-ronta minta dibuatkan susu.
Tuturan C6 : Tuturan terjadi ketika MT berada di dalam kamarnya dalam
keadaan pintu terbuka. Penutur juga berada di kamarnya. Kamar penutur dan
MT bersebelahan. Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc MT untuk
memindahan data kuliahnya yang hendak dikumpulkan kepada dosennya.
Penutur meminjam flashdisc MT karena miliknya sedang dipinjam oleh
temannya. Tanpa menyebutkan nama MT, penutur meneriaki MT dalam
kamarnya. MT yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya
kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur. Suasana ketika tuturan
terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 09.00 WIB, tanggal 23 April
2013. Penutur dan MT perempuan berusia 22 tahun. Tujuan dari penutur
adalah memberi tahu MT bahwa flashdisc MT banyak virus. Tindak verbal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi
adalah MT langsung meminta flashdisc-nya untuk dikembalikan.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan C3 : penutur hanya bermaksud mengomentari permintaan mitra
tutur.
Tuturan C6 : penutur bermaksud mengejek mitra tutur akan banyaknya virus
di flashdisc-nya.
4.2.3.3 Subkategori Mengejek
Cuplikan Tuturan 22
MT: “Pak, eneng krupuk ra?” P : “Opo, kowe ki arep ngopo?” (C7) MT: (langsung pergi). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di tokonya sedang menyusun barang dagangannya. MT datang hendak membeli kerupuk. MT bertanya tentang harga kerupuk yang ia inginkan. Bukannya menjawab pertanyaan MT, penutur justru menanyakan hal yang lain. Penutur mengganggap MT tidak terlalu penting untuk dilayani.)
Cuplikan Tuturan 34
P : “Nomer HP-mu piro?” MT: “Kowe ki ngece tenan. Wong tuwo dijaluki nomer HP.” P : “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.” (C19) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru datang ke rumah MT. MT sedang duduk di kursi di teras rumahnya. Penutur meminta nomor HP MT agar mudah untuk dihubungi. Karena MT tidak terlalu bisa menggunakan HP dan merasa tidak terlalu membutuhkannya, MT tidak memiliki HP. Penutur yang usianya jauh lebih muda dari mengejek MT yang tidak memiliki HP di zaman serba teknologi.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan C7 : “Opo, kowe ki arep ngopo?” (Apa, kamu itu mau apa?) Tuturan C19 : “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.” (Zaman seperti ini kok
tidak punya HP.)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C7 : Penutur berbicara dengan santai. Penutur berbicara dengan sinis.
Penutur menyinggung MT. Penutur tidak menghargai MT sebagai pembeli.
Tuturan C19 : Penutur berbicara dengan santai. Penutur memberi ejekan
kepada MT. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur
menyinggung MT.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan C7 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, nada tutur sedang,
tekanan lunak pada kata opo, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan C19 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel kok, nada
tutur sedang, tekanan lunak pada frasa ra nduwe, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C7 : Tuturan terjadi ketika penutur berada di tokonya sedang
menyusun barang dagangannya. MT datang hendak membeli kerupuk. MT
bertanya tentang harga kerupuk yang ia inginkan. Bukannya menjawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
pertanyaan MT, penutur justru menanyakan hal yang lain. Penutur
mengganggap MT tidak terlalu penting untuk dilayani. Suasana ketika tuturan
terjadi santai. Tuturan terjadi di toko pukul 09.00 WIB, tanggal 25 April 2013.
Penutur laki-laki berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 28 tahun. MT
adalah tetangga penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi MT yang
datang hendak membeli kerupuk. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak
verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT yang hendak
membeli kerupuk langsung pergi tidak jadi membeli.
Tuturan C19 : Tuturan terjadi ketika penutur baru datang ke rumah MT. MT
sedang duduk di kursi di teras rumahnya. Penutur meminta nomor HP MT agar
mudah untuk dihubungi. Karena MT tidak terlalu bisa menggunakan HP dan
merasa tidak terlalu membutuhkannya, MT tidak memiliki HP. Penutur yang
usianya jauh lebih muda dari mengejek MT yang tidak memiliki HP di zaman
serba teknologi. Suasana ketika tuturan terjadi santa. Tuturan terjadi di depan
rumah pukul 16.00 WIB, tanggal 21 Mei 2013. Penutur laki-laki berusia 20
tahun. MT perempuan bersuai 55 tahun. MT adalah bibi penutur. Tujuan dari
penutur adalah menanggapi MT yang mengaku tidak memiliki HP. Tindak
verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang
terjadi adalah MT tidak menanggapi lagi tuturan penutur.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan C7 : penutur hanya bermaksud basa-basi dengan mitra tutur.
Tuturan C19 : penutur bermaksud mengejek mitra tutur yang tidak memiliki
HP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
4.2.3.4 Subkategori Menentang
Cuplikan Tuturan 23
MT: “Itu lho bukain pintunya!” P : “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!” (C8) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang berada di dapur. Penutur berada di ruang tamu sedang bermain HP ketika terdapat suara pintu yang diketuk. MT yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu untuk tamunya. Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur belum mandi. Penutur menyuruh MT yang sedang sibuk untuk membukakan pintu karena MT yang sudah tampak rapi.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan C8 : “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!” (Ya, sana kamu saja, aku belum mandi kok!)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C8 : Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan orang
yang lebih tua. Penutur menyinggung MT. Penutur menyuruh balik ke MT
yang tengah sibuk. Penutur berbicara dengan ketus.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan C8 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel yo, wong,
kok, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa kowe wae, dan diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C8 : Tuturan terjadi ketika MT sedang berada di dapur. Penutur
berada di ruang tamu sedang bermain HP ketika terdapat suara pintu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
diketuk. MT yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu
untuk tamunya. Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur belum
mandi. Penutur menyuruh MT yang sedang sibuk untuk membukakan pintu
karena MT yang sudah tampak rapi. Suasana ketika tuturan terjadi santai.
Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013. Penutur
anak laki-laki berusia 14 tahun. MT perempuan berusia 19 tahun. Tujuan dari
penutur adalah menanggapi dengan kesal tuturan MT yang menyuruhnya
membukakan pintu untuk tamu. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak
verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT yang akhirnya
membuka pintu untuk tamu mereka yang baru datang.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan C8 : penutur bermaksud mengelak dari perintah mitra tutur yang
menyuruhnya membuka pintu untuk tamu.
4.2.3.5 Subkategori Menolak
Cuplikan Tuturan 26
MT: “Mas, aku melu yo?” P : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!” (C11) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi. MT datang ke kamar penutur meminta izin untuk ikut bersama penutur karena jika penutur pergi, MT hanya tinggal sendirian di rumah. Penutur tidak memperbolehkan MT ikut karena penutur menganggap MT masih kecil dan belum pantas ikut dengannya. MT meinggalkan penutur dengan kesal karena tidak dizinkan ikut.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan C11 : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!” (Halah, jangan jangan, di rumah saja, masih kecil!!!)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C11 : Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan
sinis. Penutur menyinggung MT yang ingin ikut dengannya.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan C11 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel halah,
nada tutur tinggi, tekanan keras pada frasa ojo-ojo, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C14 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di toko penutur.
MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, MT
sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. MT salah
meletakkan barang yang hendak ia susun. Penutur mengingatkan MT untuk
tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi.
Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di toko pada siang hari
pukul 12.30 WIB, tanggal 6 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 46 tahun.
MT laki-laki berusia 18 tahun. MT adalah anak penutur. Tujuan dari penutur
adalah mengingatkan MT agar meletakkan barang pada tempatnya. Tindak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
verbal yang terjadi adalah direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT
meletakkan barang pada tempatnya dengan berhati-hati.
Tuturan C21 : Tuturan terjadi ketika MT1 sedang berada di ruang keluarga
bersama ibunya (MT2). MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya.
Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan
ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan
sinis. Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di rumah pada
malam hari. Penutur perempuan berusia 20 tahun. MT1 laki-laki berusia 15
tahun. MT2 perempuan berusia 47 tahun. MT1 adalah adik dari penutur. MT2
adalah ibu dari MT1 dan penutur. Tujuan dari penutur menanggapi permintaan
MT1 kepada ibunya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif.
Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT1 langsung diam dan pergi ke
kamarnya.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan C11 : penutur bermaksud melarang mitra tutur yang ingin ikut
bersamanya.
4.2.3.6 Subkategori Memperingatkan
Cuplikan Tuturan 29
P : “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!!” (C14) MT: (memindahkan barang ke tempat lain). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di toko penutur. MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, MT sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. MT salah meletakkan barang yang hendak ia susun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Penutur mengingatkan MT untuk tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi.)
Cuplikan Tuturan 36
MT1: “Bu, aku boleh minta ganti HP baru?” MT2: (belum sempat menjawab). P : “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!” (C21) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT1 sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (MT2). MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan sinis.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan C14 : “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!!” (Itu ya tidak di situ, apa-apa kok hanya tumpah!!!)
Tuturan C21 : “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!”
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C14 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur mengingatkan dengan
sinis. Penutur membuat MT tersinggung dengan tuturannya.
Tuturan C21 : Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan
ketus. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur menyinggung MT1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan C14 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel yo, kok,
nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa neng kono, dan diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan C21 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel wong, nada
tutur tinggi, tekanan keras pada kata jangan, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu pokoknya, dikasih, buat, macem-
macem, masih, gitu, dan udah; penggunaan istilah bahasa Jawa wong.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan C14 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di toko penutur.
MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, MT
sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. MT salah
meletakkan barang yang hendak ia susun. Penutur mengingatkan MT untuk
tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi.
Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di toko pada siang hari
pukul 12.30 WIB, tanggal 6 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 46 tahun.
MT laki-laki berusia 18 tahun. MT adalah anak penutur. Tujuan dari penutur
adalah mengingatkan MT agar meletakkan barang pada tempatnya. Tindak
verbal yang terjadi adalah direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT
meletakkan barang pada tempatnya dengan berhati-hati.
Tuturan C21 : Tuturan terjadi ketika MT1 sedang berada di ruang keluarga
bersama ibunya (MT2). MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya.
Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan
sinis. Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di rumah pada
malam hari. Penutur perempuan berusia 20 tahun. MT1 laki-laki berusia 15
tahun. MT2 perempuan berusia 47 tahun. MT1 adalah adik dari penutur. MT2
adalah ibu dari MT1 dan penutur. Tujuan dari penutur menanggapi permintaan
MT1 kepada ibunya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif.
Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT1 langsung diam dan pergi ke
kamarnya.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan C14 : penutur hanya bermaksud mengomentari pekerjaan mitra tutur.
Tuturan C21 : penutur bermaksud melarang mitra tutur yang meminta HP
baru.
4.2.4 Menghilangkan Muka
Kategori ketidaksantunan yang menghilangkan muka memiliki lima
subkategori, yaitu mengejek, memperingatkan, menyindir, kesal, dan
meremehkan. Kelima subkategori tersebut dianalisis berdasarkan wujud
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan
pragmatik, serta maksud ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik
berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik
berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak
santun. Penanda ketidaksantunan linguistik dianalisis berdasarkan intonasi,
penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan.
Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika
mengutarakan tuturan tidak santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis
tuturan tidak santun dari kelima subkategori tersebut.
4.2.4.1 Subkategori Mengejek
Cuplikan Tuturan 39
MT : “Umurku 35 tahun kan yo, Bu?” P : “La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.” (D1) MT : “Yo kan aku lali bu.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang menerima tamu di teras rumah. Penutur duduk tidak jauh dari MT. MT bertanya tentang usianya. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan seenaknya.)
Cuplikan Tuturan 50
P : “Mangane kok gembus meneh? neng omah gembus, neng kene yo gembus.” MT: “Iyo mbak, wong senenge gembus.” P : “Wo lah yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.” (D12) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di warung makan miliknya. Di warung makan tersebut, MT datang hendak membeli makanan. Selain penutur dan MT, terdapat pula pembeli yang lain. MT lalu bercerita bahwa tadi pagi memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli lauk tempe gembus juga. Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi justru mengejeknya.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Tuturan D1 : “La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.” (Ya tidak tahu, umurmu sendiri kok tanya.)
Tuturan D12 : “Wo la yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.” (Wah, la ya itu, lama-lama mukanya jadi muka gembus.)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D1 : Penutur berbicara di depan orang lain. Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur tidak merasa telah
mempermalukan MT di depan tamunya.
Tuturan D12 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur memberi ejekan
kepada MT. Penutur berbicara di depan orang lain. Penutur mempermalukan
MT di depan umum tanpa merasa bersalah.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan D1 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel la, yo, mbok,
kok, nada tutur sedang, tekanan keras pada kata mboh, dan diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan D12 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel lah, yo, nada
tutur sedang, tekanan keras pada kata gembus, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D1 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang menerima tamu di
teras rumah. Penutur duduk tidak jauh dari MT. MT bertanya tentang usianya.
Penutur menjawab pertanyaan MT dengan seenaknya. Suasana ketika tuturan
terjadi santai. Tuturan terjadi di teras rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April
2013. Penutur perempuan berusia 55 tahun. MT perempuan berusia 35 tahun.
MT adalah anak dari penutur. Tujuan dari penutur menanggapi pertanyaan MT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
yang menanyakan berapa usianya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak
verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung
menghitung sendiri usianya.
Tuturan D12 : Tuturan terjadi ketika penutur berada di warung makan
miliknya. Di warung makan tersebut, MT datang hendak membeli makanan.
Selain penutur dan MT, terdapat pula pembeli yang lain. MT lalu bercerita
bahwa tadi pagi memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli lauk
tempe gembus juga. Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi
justru mengejeknya. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di
warung makan pada siang hari pukul 14.30 WIB, tanggal 13 Mei 2013. Penutur
perempuan berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 45 tahun. MT adalah
tetangga penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi ceritaMT tentang
makanan yang ia masak tadi pagi. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak
verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah dikarenakan malu, MT
tidak jadi memilih lauk tempe gembus, ia lalu memilih lauk lain.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan D1 : penutur hanya bermaksud menanggapi pertanyaan mitra tutur.
Tuturan D12 : penutur hanya bermaksud bercanda dengan mitra tutur.
4.2.4.2 Subkategori Memperingatkan
Cuplikan Tuturan 41
P : “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu mal u-maluin!” (D3) MT: “Iya-iya, Mbak.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga bersama anggota lainnya. Penutur duduk di sebelah MT. Penutur dan anggota keluarga sedang membicarakan tentang prestasi keluarga.)
Cuplikan Tuturan 44
P : “Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen!” (D6) MT: (langsung pergi). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang untuk ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur. Penutur menegur MT yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur padahal malam semakin larut. Penutur menegur MT di depan tamu penutur.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan D3 : “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin!” Tuturan D6 : “Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen!” (Sudah,
jangan banyak bicara, nanti kemalaman.)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D3 : Penutur berbicara di depan anggota keluarga yang lain. Penutur
mengakibatkan MT merasa malu. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur
berbicara tanpa melihat ke MT.
Tuturan D6 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur
berbicara di depan tamu. Penutur mengakibatkan MT merasa malu. Penutur
berbicara dengan sinis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan D3 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, nada tutur sedang,
tekanan keras pada kata malu-maluin, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, harusnya, dan malu-maluin.
Tuturan D6 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, nada tutur sedang,
tekanan keras pada frasa ndak kewengen, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D3 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga
bersama anggota lainnya. Penutur duduk di sebelah MT. Penutur dan anggota
keluarga sedang membicarakan tentang prestasi keluarga. Suasana ketika
tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur
perempuan berusia 22 tahun. MT laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik
dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menyindir MT yang nilainya tidak
sebaik nilai kakak-kakaknya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal
direktif. Tindak perlokusi yang terjadi MT langsung masuk ke kamar dengan
raut muka malu.
Tuturan D6 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang
tamu. MT datang untuk ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur. Penutur
menegur MT yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur padahal
malam semakin larut. Penutur menegur MT di depan tamu penutur. Suasana
ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 19.00 WIB, tanggal
20 April 2013. Penutur perempuan berusia 40 tahun, MT perempuan berusia 62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur menegur MT yang
banyak bertanya kepada tamu penutur. Tindak verbal yang terjadi adalah
tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung pergi
meninggalkan penutur dan tamunya.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan D3 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur untuk lebih
rajin belajar.
Tuturan D6 : penutur bermaksud mengusir mitra tutur yang banyak bertanya
kepada tamu penutur.
4.2.4.3 Subkategori Menyindir
Cuplikan Tuturan 53
MT : “Mbak, nek aku nganggo iki pas ra yo?” P : “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.” (D15) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di kamar. Selain penutur dan MT, kakak MT juga berada di kamar tersebut. MT sedang mencoba baju yang baru dibelinya. MT bertanya kepada penutur apakah baju itu cocok dengannya. Penutur menjawab dengan sindirran karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan MT yang sedikit lebih gemuk dari sebelumnya.) Cuplikan Tuturan 54
P : “Heh, udah nambah belum itu tinggimu?” (D16) MT: “Ya segini aja kok.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk di teras rumah. MT baru saja datang bersama adiknya, lalu menyapa penutur. Selain penutur, terdapat 2 anggota keluarga lain yang duduk di teras itu. Penutur tidak membalas sapaan MT, tetapi malah menyindir MT yang tidak terlalu tinggi.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan D15 : “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.” (Kamu itu sekarang gemuk, kok pede sekali pakai baju ukuran S seperti itu.)
Tuturan D16 : “Heh, udah nambah belum itu tinggimu?”
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D15 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur membuat MT malu.
Penutur tidak merasa telah mengejek MT.
Tuturan D16 : Penutur berbicara dengan santai. Penutur berbicara di depan
anggota keluarga yang lain. Penutur berbicara hanya untuk bercanda, tetapi hal
itu justru mempermalukan MT.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan D15 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel kok, nada
tutur sedang, tekanan lunak pada kata lemu, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan D16 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, partikel heh, nada
tutur sedang, tekanan lunak pada kata nambah, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu udah, nambah.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D15 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di kamar. Selain
penutur dan MT, kakak MT juga berada di kamar tersebut. MT sedang
mencoba baju yang baru dibelinya. MT bertanya kepada penutur apakah baju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
itu cocok dengannya. Penutur menjawab dengan sindirran karena penutur
merasa baju itu tidak sesuai dengan badan MT yang sedikit lebih gemuk dari
sebelumnya. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah
pukul 13.30 WIB, tanggal 23 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 34 tahun.
MT perempuan berusia 18 tahun. MT adalah keponakan dari penutur. Tujuan
dari penutur adalah menanggapi pertanyaan MT tentang cocok tidaknya baju
yang sedang dicoba MT. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal
representatif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung melepas baju
itu dan tidak mencoba baju yang lain.
Tuturan D16 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk di teras rumah.
MT baru saja datang bersama adiknya, lalu menyapa penutur. Selain penutur,
terdapat 2 anggota keluarga lain yang duduk di teras itu. Penutur tidak
membalas sapaan MT, tetapi malah menyindir MT yang tidak terlalu tinggi.
Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di teras rumah pukul
13.15 WIB, tanggal 23 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 34 tahun. MT
perempuan berusia 21 tahun. MT adalah keponakan penutur. Tujuan dari
penutur adalah menyindir MT dengan menenyakan apakah tingginya sudah
bertambah. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak
perlokusi yang terjadi adalah MT diam saja karena malu, lalu langsung masuk
ke rumah.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan D15 : penutur bermaksud mengomentari mitra tutur yang
menggunakan baju tidak sesuai dengan badannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Tuturan D16 : penutur hanya bermaksud bercanda dengan mitra tutur.
4.2.4.4 Subkategori Kesal
Cuplikan Tuturan 51
P : “Le, tumbaske gulo sek neng warung kono!” MT: “Iyo, Bu, mengku disek.” P : “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.” (D13)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur hendak membuatkan minuman untuk tamunya. MT sedang menyiapkan buku pelajarannya besok. Penutur menyuruh MT untuk membeli gula di warung depan rumahnya. MT tidak langsung pergi karena ia ingin merapikan buku-bukunya terlebih dahulu. Penutur kesal, lalu memarahi MT dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu.) Cuplikan Tuturan 56
MT : “Gimana, Dek, maunya di mana?” P : “Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.” (D18) MT : “Ya udah, ibu nurut aja, yang penting sukanya di mana.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang membicarakan tentang kelanjutan kuliah penutur di ruang keluarga. MT memberi tawaran kepada penutur untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS. Penutur tidak tertarik melanjutkan kuliah di UNS. Penutur langsung menolak tawaran MT sambil beranjak meninggalkan MT.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan D13 : “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.” (Ah, kamu itu kalau diperintah membuat kecewa.)
Tuturan D18 : “Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D13 : Penutur berbicara di depan tamunya. Penutur tidak melihat
kondisi MT. Penutur membuat MT malu. Penutur berbicara dengan ketus.
Penutur berbicara dengan suara keras.
Tuturan D18 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur
berbicara di depan anggota keluarga yang lain. Penutur mempermalukan MT,
tetapi penutur tidak merasa telah mempermalukan MT. Penutur berbicara
dengan ketus.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan D13 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel ah, nada tutur
tinggi, tekanan keras pada kata gelo, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan D18 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, nada tutur sedang,
tekanan keras pada frasa gak mau, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, aja, gak.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D13 : Tuturan terjadi ketika penutur hendak membuatkan minuman
untuk tamunya. MT sedang menyiapkan buku pelajarannya besok. Penutur
menyuruh MT untuk membeli gula di warung depan rumahnya. MT tidak
langsung pergi karena ia ingin merapikan buku-bukunya terlebih dahulu.
Penutur kesal, lalu memarahi MT dengan nada tinggi, padahal sedang ada
tamu. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pukul
19.30 WIB, tanggal 20 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 41 tahun. MT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
laki-laki berusia 12 tahun. MT adalah anak penutur. Tujuan dari penutur adalah
memarahi MT yang tidak langsung melaksanakan perintahnya. Tindak verbal
yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi
adalah MT langsung pergi melaksanakan perintah penutur.
Tuturan D18 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang membicarakan
tentang kelanjutan kuliah penutur di ruang keluarga. MT memberi tawaran
kepada penutur untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS. Penutur tidak
tertarik melanjutkan kuliah di UNS. Penutur langsung menolak tawaran MT
sambil beranjak meninggalkan MT. Suasana ketika tuturan terjadi serius.
Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur perempuan berusia 22
tahun. MT perempuan berusia 47 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan
dari penutur adalah menolak melanjutkan kuliah di UNS. Tindak verbal yang
terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT
langsung menuruti kemauan penutur.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan D13 : penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya kepada
mitra tutur yang sulit diperintah.
Tuturan D18 : penutur bermaksud protes kepada mitra tutur.
4.2.4.5 Subkategori Meremehkan
Cuplikan Tuturan 40
P : “Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek.” (D2) MT: (hanya diam).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di ruang keluarga. MT baru keluar dari kamar hendak menonton televisi. Penutur menyuruh mitra tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak tadi menonton televisi. Penutur merasa lebih tua dibanding MT, sehingga ia bisa mengatur seenaknya. Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang lain.)
Cuplikan Tuturan 55
MT: “Ket kapan yo awak dewe neng kene, kae umur piro kowe? “ P : “Lah, mboh mbiyen.” (D17) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang tamu. Penutur duduk di samping MT. Selain penutur dan MT, ada pula 3 orang tamu. MT bertanya kepada penutur. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan sinis, padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur malas menghitung sudah berapa lama.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan D2 : “Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek.” (Kamu itu nanti saja kalau mau nonton, aku dulu.)
Tuturan D17 : “Lah, mboh mbiyen.” (Lah, tidak tahu dulu.)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D2 : Penutur berbicara di depan keluarga yang lain. Penutur berbicara
dengan ketus. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur memerintah MT dengan
seenaknya. Penutur bersikap senioritas.
Tuturan D17 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan
sinis. Penutur berbicara di depan tamu. Penutur berbicara tanpa melihat MT.
Penutur mempermalukan MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan D2 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel ki, nek, nada
tutur sedang, tekanan lunak pada frasa mengko wae, dan diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan D17 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel lah, nada
tutur sedang, tekanan lunak pada kata mbiyen, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan D2 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di ruang keluarga.
MT baru keluar dari kamar hendak menonton televisi. Penutur menyuruh mitra
tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak tadi menonton
televisi. Penutur merasa lebih tua dibanding MT, sehingga ia bisa mengatur
seenaknya. Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang lain. Suasana ketika
tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur laki-
laki berusia 26 tahun. MT laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik penutur.
Tujuan dari penutur adalah melarang MT yang hendak menonton televisi.
Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang
terjadi adalah MT tidak jadi menonton televisi karena merasa sudah
dipermalukan di depan anggota keluarga yang lain.
Tuturan D17 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang tamu.
Penutur duduk di samping MT. Selain penutur dan MT, ada pula 3 orang tamu.
MT bertanya kepada penutur. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan sinis,
padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
malas menghitung sudah berapa lama. Suasana ketika tuturan terjadi santai.
Tuturan terjadi di rumah, pukul 18.00 WIB, tanggal 16 April 2013. Penutur
perempuan berusia 30 tahun. MT perempuan berusia 56 tahun. MT adalah ibu
dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi pertanyaan MT tentang
berapa lama mereka tinggal di rumah itu. Tindak verbal yang terjadi adalah
tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT lalu
menghitung sendiri sudah berapa lama mereka tinggal di rumah itu.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan D2 : penutur bermaksud melarang mitra tutur menonton televisi.
Tuturan D17 : penutur hanya bermaksud menanggapi pertanyaan mitra tutur.
4.2.5 Menimbulkan Konflik
Kategori ketidaksantunan yang menimbulkan konflik memiliki empat
subkategori, yaitu mengancam, mengejek, menegur, dan kesal. Keempat
subkategori tersebut dianalisis berdasarkan wujud ketidaksantunan linguistik dan
pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud
ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan
tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur
yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun. Penanda ketidaksantunan
linguistik dianalisis berdasarkan intonasi, penggunaan partikel, nada tutur,
tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda ketidaksantunan pragmatik
berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan. Maksud ketidaksantunan
berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis tuturan dari keempat
subkategori tersebut.
4.2.5.1 Subkategori Mengancam
Cuplikan Tuturan 59
P : “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe!” (E1) MT: (memukul kepala penutur). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu dan berbincang-bincang. MT bermain-main dengan temannya di sekitar penutur dan tamunya. Penutur sudah menegur MT berkali-kali, tetapi MT tidak mengindahkan teguran penutur yang menyuruh MT bermain agak jauh dari penutur dan tamunya. Penutur merasa sangat terganggu dengan tingkah MT. Penutur menegur lagi dengan marah. MT merasa tidak mengganggu. Mendengar teguran penutur, MT langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari meninggalkan penutur.)
Cuplikan Tuturan 67
P : “Kamu gak kuliah?” MT: “Gak, Mbak.” P : “Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.” (E9) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari pasar. MT berada di dalam kamar sedang bermain gitar. Melihat MT, penutur langsung kesal karena seharusnya MT masih kuliah. Penutur merasa MT tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah membiayai kuliahnya. MT tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa diremehkan.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Tuturan E1 : “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe!” (Adek!!! Heh, aku masukkan kamar aku kunci kapok kamu.)
Tuturan E9 : “Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.”
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E1 : Penutur berbicara dengan berteriak. Penutur berbicara dengan
berkacak pinggang. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur memberi ancaman
kepada MT.
Tuturan E9 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur memberi ancaman
kepada MT. Ancaman penutur mengakibatkan MT emosi dan pergi dari rumah.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan E1 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, partikel heh, nada tutur
tinggi, tekanan keras pada kata adek, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan E9 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, nada tutur sedang,
tekanan keras pada frasa kuliah apa enggak, dan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, enggak, kalo, usah, cari;
penggunaan istilah bahasa Jawa manut.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E1 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu dan
berbincang-bincang. MT bermain-main dengan temannya di sekitar penutur
dan tamunya. Penutur sudah menegur MT berkali-kali, tetapi MT tidak
mengindahkan teguran penutur yang menyuruh MT bermain agak jauh dari
penutur dan tamunya. Penutur merasa sangat terganggu dengan tingkah MT.
Penutur menegur lagi dengan marah. MT merasa tidak mengganggu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Mendengar teguran penutur, MT langsung membalas dengan memukul kepala
penutur lalu berlari meninggalkan penutur. Tuturan terjadi dalam suasana
tegang. Tuturan terjadi di halaman rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April
2013. Penutur perempuan berusia 35 tahun. MT laki-laki berusia 3 tahun.
Penutur adalah ibu dari MT. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT tidak
mau sekolah. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal komisif. Tindak
perlokusi yang terjadi adalah setelah penutur memarahi MT, MT malah
memukul kepala penutur.
Tuturan E9 : Tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari pasar. MT
berada di dalam kamar sedang bermain gitar. Melihat MT, penutur langsung
kesal karena seharusnya MT masih kuliah. Penutur merasa MT tidak
memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah membiayai
kuliahnya. MT tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa
diremehkan. Tuturan terjadi dalam suasana tegang. Tuturan terjadi di rumah
pada siang hari. Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT laki-laki berusia 20
tahun. MT adalah adik dari penutur. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT
yang membolos kuliah. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal
komisif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung menghidupkan
motor dengan mengeraskan gas motor lalu pergi hingga larut malam.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan E1 : penutur bermaksud menakut-nakuti mitra tutur agar tidak nakal
lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Tuturan E9 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur agar
mengikuti aturan dari penutur.
4.2.5.2 Subkategori Mengejek
Cuplikan Tuturan 60
P : “Halah, ibu ki silit, silit!!!” (E2) MT: “Heh, gak boleh ngomong gitu.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang menerima tamu di ruang tamu bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya berada di ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki MT dengan tuturan yang mengejek MT. Tuturan penutur sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain. MT lalu menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya. MT menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan E2 : “Halah, ibu ki silit, silit!!!” (Halah, ibu itu ‘silit, silit’!!! )
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E2 : Penutur berbicara dengan sedikit berteriak. Penutur berbicara
dengan orang yang lebih tua. Penutur memberi ejekan kepada MT. Penutur
membuat MT marah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan E2 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, partikel halah, nada
tutur tinggi, tekanan keras pada kata silit, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E2 : Tuturan terjadi ketika MT sedang menerima tamu di ruang tamu
bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Tiba-tiba, penutur yang
sebelumnya berada di ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang
tamu dan meneriaki MT dengan tuturan yang mengejek MT. Tuturan penutur
sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain. MT lalu
menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya. MT menghukum
penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi. Tuturan
terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah, pukul 18.00 WIB,
tanggal 16 April 2013. Penutur laki-laki, anak berusia 5 tahun. MT perempuan,
ibu berusia 30 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah
ingin mencari perhatian MT. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal
ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi MT langsung memarahi dan
menghukum penutur karena tuturan tersebut sangat tidak sopan.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan E2 : penutur bermaksud mengejek mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
4.2.5.3 Subkategori Memperingatkan
Cuplikan Tuturan 63
P : “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.” (E5) MT: “Wong nggolek duit ki yo pancen ngge anak lho, Bu.” P : “Yo, tapi kwi kan marai tuman, Pak. Kwe ki manjakke anak tenan.” MT: “Halah, Bu. Kwe ki opo-opo mung nyalahke.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur menegur MT yang dengan mudahnya menuruti permintaan anaknya. MT merasa dipojokkan oleh tuturan penutur. MT lalu membela diri, tetapi penutur masih saja menyalahkan MT yang terlalu memanjakan anak. MT semakin kesal dan membalas tuturan penutur dengan ketus.)
Cuplikan Tuturan 65
P : “Aku juga butuh makan, cepetan!!!” (E7) MT: “Sabar kenapa sih!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bersiap mengerjakan tugas masing-masing. MT yang bertugas mengantar penutur ke pasar tidak cepat-cepat bersiap. Penutur mulai terpancing emosi dan meneriaki MT. MT yang tersinggung dengan tuturan penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil menutup pintu kamar dengan keras.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan E5 : “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.” (Pak, kamu apa-apa untuk anak dibelikan. Seperti itu membuat kebiasaan.)
Tuturan E7 : “Aku juga butuh makan, cepetan!!!”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E5 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara sambil
mengerjakan pekerjaan lain. Penutur berbicara tanpa melihat MT. Penutur
memancing emosi dan adu mulut dengan MT.
Tuturan E7 : Penutur berbicara dengan suara keras. Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. Penutur berbicara dengan ketus.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan E5 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, nada tutur sedang,
tekanan lunak pada frasa marai tuman, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan E7 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, nada tutur tinggi,
tekanan keras pada kata cepetan, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan kata tidak baku, yaitu butuh, cepetan.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E5 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang
keluarga. Penutur menegur MT yang dengan mudahnya menuruti permintaan
anaknya. MT merasa dipojokkan oleh tuturan penutur. MT lalu membela diri,
tetapi penutur masih saja menyalahkan MT yang terlalu memanjakan anak. MT
semakin kesal dan membalas tuturan penutur dengan ketus. Tuturan terjadi
dalam suasana serius. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur
perempuan berusia 37 tahun. MT laki-laki berusia 40 tahun. MT adalah suami
dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menegur MT yang selalu menuruti
permintaan anaknya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Tindak perlokusi yang terjadi MT balas marah kepada penutur karena ia
merasa dipojokkan.
Tuturan E7 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bersiap
mengerjakan tugas masing-masing. MT yang bertugas mengantar penutur ke
pasar tidak cepat-cepat bersiap. Penutur mulai terpancing emosi dan meneriaki
MT. MT yang tersinggung dengan tuturan penutur langsung menanggapi
dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil menutup pintu kamar dengan
keras. Tuturan terjadi dalam suasana tegang. Tuturan terjadi di rumah pada
pagi hari. Penutur perempuan berusia 25 tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun.
MT adalah adik penutur. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT yang
sangat lambat dalam mengerjakan sesuatu. Tindak verbal yang terjadi adalah
tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung
menutup pintu kamar dengan keras.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan E5 : penutur bermaksud melarang mitra tutur menuruti setiap
permintaan anaknya.
Tuturan E7 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur agar lebih
bertindak cepat.
4.2.5.4 Subkategori Kesal
Cuplikan Tuturan 62
P : “Bu, aku njaluk dolanan anyar yo!” MT: “Yo, tapi mengku yo, Le, ibu lagek ra ndwe duit.” P : “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.” (E4) MT: “Kamu tu masih kecil udah berani ngomong gitu sama ibu.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang memainkan mainannya. MT sedang membersihkan rumah. Penutur merasa mainannya kurang, ia meminta mainan baru kepada MT. MT menyuruh penutur untuk bersabar karena MT belum memiliki uang lebih untuk membelikan mainan baru untuk penutur. Penutur justru menanggapi nasihat MT dengan marah. Penutur membanding-bandingkan MT dengan ayahnya yang tidak pelit. Karena dibanding-bandingkan, MT langsung memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya.)
Cuplikan Tuturan 64
P : “Kowe ra sekolah?” MT: “Ora bu, loro weteng.” P : “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!” (E6)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru saja pulang dari pasar. Sesampai di rumah, penutur mendapat laporan dari nenek MT bahwa MT membolos dari sekolah. Penutur langsung menghampiri MT yang berada di meja makan hendak mengambil makan. Penutur langsung memarahi MT yang bandel tidak mau sekolah. Mendengar tuturan penutur, MT tidak jadi mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya. Tanpa membalas tuturan penutur, MT langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal. Sebenarnya MT izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah dahulu.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik
Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak
santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di
atas.
Tuturan E4 : “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.” (Halah, ibu itu pelit sekali, tidak seperti bapak.)
Tuturan E6 : “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E4 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur menyindir MT dengan
membandingkan MT dengan ayahnya. Penutur berbicara dengan orang tua.
Penutur tadinya masih bersabar menjadi marah.
Tuturan E6 : Penutur berbicara dengan suara keras Penutur berbicara dengan
berkacak pinggang. Penutur berbicara menggunakan kata-kata kasar.
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik
Tuturan E4 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel halah, nada
tutur sedang, tekanan keras pada kata pelit, dan diksi bahasa nonstandar dengan
menggunakan bahasa Jawa.
Tuturan E6 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, partikel kok, nada tutur
tinggi, tekanan keras pada kata bandel, nakal, kurangajar, dan diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan kata umpatan bandel, nakal, kurangajar.
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
Tuturan E4 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang memainkan mainannya.
MT sedang membersihkan rumah. Penutur merasa mainannya kurang, ia
meminta mainan baru kepada MT. MT menyuruh penutur untuk bersabar
karena MT belum memiliki uang lebih untuk membelikan mainan baru untuk
penutur. Penutur justru menanggapi nasihat MT dengan marah. Penutur
membanding-bandingkan MT dengan ayahnya yang tidak pelit. Karena
dibanding-bandingkan, MT langsung memarahi penutur yang tidak bisa
memahami keadaan orang tuanya. Tuturan terjadi dalam suasana santai.
Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. Penutur laki-laki berusia 11 tahun. MT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur
adalah marah kepada MT karena tidak dibelikan mainan. Tindak verbal yang
terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT
langsung memarahi penutur yang tidak mau mengerti keadaan orang tuanya.
Tuturan E6 : Tuturan terjadi ketika penutur baru saja pulang dari pasar.
Sesampai di rumah, penutur mendapat laporan dari nenek MT bahwa MT
membolos dari sekolah. Penutur langsung menghampiri MT yang berada di
meja makan hendak mengambil makan. Penutur langsung memarahi MT yang
bandel tidak mau sekolah. Mendengar tuturan penutur, MT tidak jadi
mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya.
Tanpa membalas tuturan penutur, MT langsung pergi meninggalkan penutur
dengan kesal. Sebenarnya MT izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia
belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah dahulu
Tuturan terjadi dalam suasana tegang. Tuturan terjadi di rumah pada sore hari.
Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT laki-laki berusia 13 tahun. MT
adalah anak dari penutur. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT yang bolos
sekolah. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak
perlokusi yang terjadi adalah MT tidak membalas perkataan itu, tetapi
membanting piring yang sedang dipegangnya lalu pergi sampai larut malam.
5) Maksud Ketidaksantunan
Tuturan E4 : penutur bermaksud protes kepada mitra tutur yang tidak
membelikannya mainan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Tuturan E6 : penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya kepada
mitra tutur yang tidak berangkat sekolah.
4.3 Pembahasan
Data yang telah dianalisis pada bagian sebelumnya akan dibahas secara
mendalam pada subbab ini. Secara berurutan, data akan dibahas berdasarkan
kategori ketidaksantunan berbahasa dan subkategaori ketidaksantunan berbahasa.
Berikut pembahasan dari penelitian ini.
4.3.1 Melanggar norma
Locher dan Watts (2008) berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah
perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negatively marked behavior),
lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Juga
mereka menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti untuk
menegosiasikan hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning). Locher
dan Watts lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan
oleh penutur yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar
norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau keluarga tertentu.
Tuturan lisan tidak santun yang melanggar norma sesuai dengan pandangan
Locher dan Watts dikategorikan dalam dua subkategori. Subkategori menolak dan
menentang dalam kategori ini hanya menimbulkan efek tersinggung pada si mitra
tutur yang biasanya membuat mitra tutur hanya terdiam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
4.3.1.1 Subkategori Menolak
Tuturan A1 : “Halah, mbok mengko ah, Bu.” (Halah, nanti ah, Bu.)
(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur disuruh oleh MT untuk belajar karena sudah waktunya belajar. Penutur sedang menonton TV di ruang tengah. Aturan belajar di rumah adalah pukul 20.00 WIB.)
Tuturan A1 yang secara linguistik berwujud “Halah, mbok mengko ah,
Bu.” dikatakan penutur dengan ketus dan tidak melihat ke penutur. Tuturan
tersebut dikatakan kepada mitra tutur yang lebih tua darinya. Tuturan tersebut
menunjukkan bahwa penutur tidak menaati peraturan di rumah. Dari cara-cara
tersebut dapat dilihat bahwa penutur bersikap tidak sopan kepada mitra tutur.
Tuturan tersebut menggunakan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan
bahasa Jawa dan kata fatis halah dan ah yang berfungsi untuk menegaskan
tuturan. Bahasa Jawa tersebut menjadi ciri kedaerahan masyarakat Jawa yang
dalam komunikasi kesehariannya menggunakan bahasa Jawa. Penutur berbicara
dengan nada sedang, bertekanan lunak pada kata mengko, dan berintonasi berita
yang ditunjukkan dengan pola intonasinya yang datar-turun.
Penutur mengatakan tuturan dalam konteks tuturan yang melibatkan situasi
yang melingkupi tuturan. Tuturan tersebut dikatakan oleh penutur laki-laki berusia
15 tahun yang masih duduk dibangku SMA kepada mitra tutur perempuan yang
berusai 56 tahun. Tuturan terjadi ketika penutur sedang menonton televisi. Mitra
tutur yang melihat jam telah menunjukkan pukul 20.00 WIB sebagai jam belajar
keluarga menyuruh penutur untuk belajar. Penutur pun sudah mengetahui adanya
aturan jam belajar tersebut. Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai.
Penutur yang masih ingin menonton televisi pun menolak suruhan mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Tuturan dikatakan penutur untuk menanggapi dengan kesal tuturan mitra
tutur yang menyuruh penutur belajar yang terjadi pada malam hari ketika mitra
tutur tengah asyik menonton televisi di ruang tengah. Tindak verbal dari tuturan
A1 ini adalah ekspresif. Penutur mengekspresikan penolakannya terhadap
perintah mitra tutur yang menyuruhnya untuk belajar. Karena tersinggung atas
tuturan penutur, tindak perlokusi yang ditunjukkan mitra tutur hanya diam, mitra
tutur tidak merespon tuturan penutur lagi. Konteks di atas memperjelas akan
situasi terjadinya tuturan yang tidak santun.
Dilihat dari konteks tuturan tersebutlah, tuturan A1 termasuk dalam
subkategori menolak. Penutur menolak untuk untuk belajar sesuai aturan yang
telah disepakati keluarga. Tetapi sebenarnya, penutur ketika mengutarakan tuturan
A1 bermaksud menunda belajar karena ia masih ingin menonton televisi,
meskipun ia tahu waktu telah menunjukkan pukul 20.00 WIB dan memasuki jam
belajar keluarga. Tuturannya menyiratkan suatu penundaan terhadap aktivitas
belajar yang telah menjadi jadwal rutin atau kesepakatan dalam keluarga.
4.3.1.2 Subkategori Menentang
Tuturan A3 : “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok!”
(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur sedang menonton televisi. MT menyuruh penutur untuk belajar karena sudah pukul 20.00 WIB, waktu belajar keluarga.)
Tuturan A4 : “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.” (Halah, gak belajar, aku bisa kok.)
(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, waktu belajar yang sudah ditetapkan dalam keluarga. MT menyuruh penutur untuk belajar dulu. Penutur merasa dirinya sudah pandai, oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
karenanya ia tidak mau belajar. Penutur menjawab dengan kesal karena merasa dirinya diatur-atur.)
Tuturan A3 yang secara berwujud “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam
segini kok!” dan tuturan A4 yang berwujud “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.”
dikatakan oleh penutur dengan ketus tanpa melihat ke arah mitra tutur. Kedua hal
tersebut menunjukkan ketidaksopanan penutur kepada mitra tutur. Apalagi
penutur sedang berbicara dengan mitra tutur yang lebih tua darinya yang tidak lain
adalah ibunya. Penutur telah melakukan kesalahan dengan tidak menaati peraturan
yang telah disepakati dalam keluarga, tetapi ketika mendapat teguran dari mitra
tutur, justru cara yang menyinggung mitra tuturlah yang digunakan penutur untuk
menjawab teguran mitra tutur. Tuturan tersbebut dikatakan dengan sinis, yaitu
tuturan A3 dan A4. Sikap sinis itu menambah kesan tidak santun dari penutur.
Diksi yang digunakan dalam kedua tuturan tersebut adalah bahasa
nonstandar. Tuturan A4 menggunakan bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa
sebagai dialek masyarakat Jawa dalam interaksi sehari-hari. Sedangkan, tuturan
A3 menggunakan bahasa Indonesia yang di dalamnya terdapat bahasa nonstandar
kata tidak baku bentar, masih, dan segini. Selain kata tidak baku, dalam tuturan
A3 juga terselip istilah bahasa Jawa wong yang dalam bahasa Indonesia berarti
‘orang’, tetapi ‘orang’ di sini tidak sesuai digunakan dalam kalimat bahasa
Indonesia. Kemudian, dalam tuturan A3 terdapat penggunaan kata fatis ya, kok,
wong yang semakin memberi penekanan dalam tuturan tersebut. Sedangkan,
dalam tutran A4 terdapat penggunaan kata fatis halah, yo, kok dalam bahasa jawa.
Tuturan A3 dikatakan dengan nada sedang, bertekanan lunak pada kata bentar,
dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan A4 dikatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
dengan nada rendah, bertekanan lunak pada kata iso, dan berintonasi berita
dengan pola yang sama dengan tuturan A3. Aspek nada, seperti yang dikatakan
oleh Pranowo (2009) menunjukkan suasanan hati penutur. Nada tutur ini menjadi
indikasi adanya ketidaksantunan penutur ketika menanggapi atau berbicara
dengan mitra tutur. Nada tutur rendah untuk menandai tuturan tidak santun
menunjukkan bahwa penutur tidak menghargai mitra tutur. Dengan nada tutur
rendah tersebut, sebenarnya mitra tutur tidak berniat menanggapi mitra tutur, atau
menanggapi mitra tutur hanya dengan kata-kata sekenanya. Kemudian, nada tutur
sedang digunakan oleh penutur untuk menangggapi secara santai tuturan penutur,
tetapi tetap ditekankan bahwa tanggapannya tersebut menyinggung mitra tutur.
Dalam membahas ketidaksantunan sebuah tuturan, sangat perlu dilibatkan
konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Tuturan A3 dituturkan penutur laki-laki
berusia 15 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 37 tahun. Mitra tutur yang
berprofesi sebagai pedagang adalah ibu dari penutur. Tuturan A4 dikatakan oleh
penutur laki-laki berusia 13 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 40 tahun.
Mitra tutur tersebut adalah ibu dari penutur. Dilihat dari usia dan jenis kelamin,
kedua tuturan tersebut dikatakan oleh penutur laki-laki yang masih berusia
belasan tahun kepada mitra tutur perempuan yang tidak lain adalah ibu penutur.
Ketidaksantunan sangat berpotensi dikatakan oleh seorang laki-laki dengan usia
belasan tahun. Hal itu karena psikis si penutur dalam tahap perkembangan di
mana si penutur sedang mencari jati diri dan sangat mudah terpengaruh. Sangat
terutama, penutur dalam usia demikian sangat ingin mendapatkan kebebasan yang
lepas dari aturan, sehingga mereka tidak menyukai adanya aturan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
mengekang mereka. Itulah mengapa penutur mengatakan tuturan tidak santunnya
untuk melawan aturan yang mengekangnya.
Tuturan A3 dan A4 terjadi dalam situasi dan topik yang sama. Kedua
tuturan tersebut terjadi ketika penutur sedang menonton televisi. Mitra tutur yang
melihat jam telah menunjukkan pukul 20.00 WIB sebagai jam belajar keluarga
menyuruh penutur untuk belajar. Penutur pun sudah mengetahui adanya aturan
jam belajar tersebut. Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai. Penutur
tuturan A3 yang masih ingin menonton televisi pun menolak suruhan mitra tutur.
Sedangkan, penutur tuturan A4 menentang suruhan mitra tutur karena merasa ia
sudah pandai, sehingga tanpa belajar pun ia bisa. Kedua tuturan tersebut memiliki
tujuan yang hampir sama. Tuturan A3 dikatakan penutur untuk menanggapi mitra
tutur yang menyuruhnya belajar. Tuturan A4 yang terjadi pada malam hari ketika
penutur tengah menonton televisi pula dikatakan penutur untuk menanggapi mitra
tutur yang menyuruhnya belajar, sementara penutur merasa dirinya bisa tanpa
belajar. Tuturan A3 terjadi pada pukul 20.10 WIB, tanggal 6 Mei 2013, ketika
penutur tengah menonton televisi di ruang keluarga. Tuturan A3 bertindak verbal
komisif. Penutur menjanjikan hendak belajar nanti karena ia masih ingin
menonton televisi. Menanggapi tuturan penutur, tindak perlokusi mitra tutur
dengan kesal pergi meninggalkan penutur. Tuturan A4 adalah bentuk tindak
verbal representatif. Penutur menentang perintah mitra tutur yang menyuruhnya
belajar. Hal itu ia lakukan karena penutur masih ingin menonton televisi.
Kemudian, mitra tutur menunjukkan tindak perlokusi yang hanya diam dan
meninggalkan penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Dilihat dari konteks tersebutlah, maka tuturan A3 dan A4 masuk dalam
subkategori menentang. Hal itu karena penutur menentang apa yang diperintahkan
oleh mitra tutur. Tetapi ada maksud tersendiri dari penutur ketika mengatakan
tuturannya. Penutur yang mengutarakan A3 pun melakukan penundaan terhadap
hal yang sama, yaitu penundaan aktivitas belajar dengan alasan yang sama pula.
Pada tuturan A4, penutur mengungkapkan kekesalannya terhadap mitra tutur yang
mengingatkannya untuk belajar. Penutur adalah orang yang merasa dirinya pandai
walau tanpa belajar.
4.3.2 Mengancam Muka Sepihak
Terkourafi (2008) memandang ketidaksantunansebagai, ‘impoliteness
occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of
occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is
attributed to the speaker by the hearer.’ Jadi, perilaku berbahasa dalam
pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur (addressee)
merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur
(speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya.
Terkourafi lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan
tuturan oleh penutur yang memiliki maksud mengancam muka sepihak mitra
tuturnya, tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya
menyinggung mitra tutur. Tuturan lisan yang tidak santun dalam kategori ini
terbagi dalam lima subkategori. Tuturan lisan tidak santun dalam subkategori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
kesal, memerintah, menyindir, memperingatkan, dan mengancam dalam kategori
ini menimbulkan efek tersinggung pada si mitra tutur tanpa disadari oleh penutur.
4.3.2.1 Subkategori Kesal
Tuturan B1 : “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok.” (Apa. Kamu menghabiskan minum kung kok.)
(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur sedang membersihkan kandang burung peliharaannya. MT sedang bermain dengan temannya. MT meminta dibuatkan susu. Sebelumnya, MT sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur mengatakan tuturannya sambil asyik memandikan burung peliharaannya tanpa melihat MT. MT merasa penutur memarahi dirinya karena sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya membuat MT menangis.) Tuturan B2 : “Sayur e endi, Bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur
e.” (Sayurnya mana, Bu? Tidak mau makan aku kalau tidak ada sayurnya.)
(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari sekolah. MT sedang menyapu lantai rumah. Penutur hendak makan, lalu ia membuka tudung saji, tetapi tidak menemukan sayur. Penutur tidak mau makan jika tidak ada sayur. Tanpa melihat pada MT, penutur pergi begitu saja tanpa mempedulikan MT yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk penutur. Tuturan terjadi dalam suasana serius.)
Tuturan B1 yang berwujud “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung
kok.” dikatakan oleh penutur tanpa melihat ke mitra tutur. Penutur justru tidak
merasa telah menyinggung mitra tutur dan membuat mitra tutur menangis.
Tuturan B2 yang berwujud “Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek gak enek
sayur e.” dikatakan penutur kepada orang yang lebih tua dengan sikap sinis tanpa
melihat ke mitra tutur. Penutur yang tidak merasa telah menyinggung mitra tutur
tidak mempedulikan akibat dari tuturannya. Dengan cara-cara demikian, penutur
telah menunjukkan sikap yang tidak menghargai mitra tutur. Aspek segmental
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
dalam tuturan menjadi penanda linguistik dalam sebuah tuturan yang tidak santun.
Diksi yang digunakan dalam kedua tuturan tersebut adalah bahasa nonstandar
dengan menggunakan bahasa Jawa. Kata fatis kok dalam tuturan B1 mendapat
tugas mempertegas tuturan tidak santun si penutur. Aspek suprasegmental pun
ikut berperan penting dalam tuturan lisan. Tuturan B1 dikatakan oleh penutur
dengan nada sedang, bertekanan lunak pada frasa kowe ngentekke, dan berintonasi
berita dengan pola intonasi datar-turun; tuturan B2 dikatakan oleh penutur dengan
nada tinggi, bertekanan keras pada frasa sayur e endi, dan berintonasi tanya
dengan pola intonasi datar-turun pula.
Jika aspek segmental dan suprasegmental berperan menjadi penanda
linguistik, aspek konteks menduduki perannya sebagai penanda pragmatik dalam
tuturan lisan tidak santun. Konteks tersebut melingkupi sebuah tuturan, hal itu
sejalan dengan teori konteks menurut Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13).
Pada tuturan B1, tuturan dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 60 tahun kepada
mitra tutur laki-laki yang berusia 3 tahun. Mitra tutur adalah cucu dari penutur.
tuturan B2 dikatakan oleh penutur laki-laki yang berusia berusia 11 tahun kepada
mitra tutur perempuan berusia 37 tahun. Mitra tutur adalah ibu dari penutur.
Dengan kedekatan ikatan kekeluargaan tersebut memungkinkan terjadinya kontak
tidak santun antara penutur dan mitra tutur. Hal itu karena dipengaruhi oleh
tingkat keakbaran penutur dan mitra tutur yang sangat dekat.
Dilihat dari situasinya, tuturan B1 terjadi dalam keadaan santai ketika
penutur sedang membersihkan kandang burung peliharaannya. Mitra tutur yang
bermain dengan temannya tiba-tiba merengek meminta dibuatkan susu. Penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
yang kesal karena minumannya telah dihabiskan mitra tutur pun menanggapi
mitra tutur dengan tuturannya yang membuat mitra tutur menangis. Namun,
penutur tidak menyadari tuturan yang terkesan memarahi mitra tutur tersebut telah
mengancam muka mitra tutur. Penutur masih saja asyik memandikan burung
peliharaannya tanpa mempedulikan mitra tuturnya. Sedangkan, tuturan B2 terjadi
dalam suasana serius karena penutur baru pulang dari sekolah dalam keadaan
lelah. Saat itu, mitra tutur sedang menyapu lantai rumah. Penutur yang hendak
makan membuka tudung saji, tetapi tidak menemukan sayur. Penutur yang sangat
menyukai sayur-sayuran tidak mau makan jika tidak ada sayur. Tanpa melihat
kepada mitra tutur, penutur pergi begitu saja sambil mengujarkan tuturannya
tanpa mempedulikan mitra tutur yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk
penutur.
Tuturan B1 terjadi di halaman rumah pada pukul 17.00 WIB, tanggal 10
April 2013, ketika penutur sedang membersihkan kadang burung peliharaannya.
Penutur untuk menanggapi dengan kesal permintaan mitra tutur yang minta
dibuatkan susu. Tuturan B2 yang terjadi di rumah pada siang hari bertujuan untuk
menanyakan sayur yang seharusnya sudah tersedia di meja makan. Kedua tuturan
tersebut merupakan bentuk tindak verbal ekspresif. Tuturan B1, penutur
mengekspresikan kekesalan kepada mitra tutur yang telah menghabiskan
minumannya. Tindak perlokusi dari mitra tutur langsung menangis dan berlari ke
pelukan ibunya. Penutur juga mengekspresikan kekesalannya kepada mitra tutur
dengan mengatakan tuturan B2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Tuturan yang merupakan bentuk uangkapan kekesalan penutur termasuk
dalam subkategori kesal, di mana penutur merasa kesal dengan suatu hal yang
berkaitan dengan mitra tutur. Penutur menyiratkan maksud kekesalannya dalam
tuturan B1 kepada mitra tutur yang telah menghabiskan minumannya, tetapi mitra
tutur justru menanyakan di mana minuman penutur yang diminumnya itu kepada
penutur sendiri. Sedangkan, penutur menyampaikan tuturan B2 sebenarnya
memiliki maksud untuk memberi protes kepada mitra tutur yang tidak lain adalah
ibunya. Protesnya adalah tentang tidak tersedianya sayur di meja makan ketika
penutur hendak makan. Protesnya tersebut menunjukkan ketidaksantunan seorang
anak kepada ibunya.
4.3.2.2 Subkategori Memerintah
Tuturan B3 : “Wes, nek wes takon gek lungo!” (Sudah, kalau sudah tanya langsung pergi!)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang lalu ikut bertanya-tanya kepada tamu penutur. Karena merasa MT tidak memiliki kepentingan terhadap tamunya, penutur menyuruh MT pergi. MT langsung meninggalkan penutur bersama tamunya karena tersinggung dengan tuturan penutur.)
Tuturan B3 yang berwujud “Wes, nek wes takon gek lungo!” dikatakan
penutur tanpa melihat kepada mitra tutur yang lebih tua darinya. Penutur tidak
mempedulikan MT yang tersinggung karena tuturannya. Tuturan dikatakan
dengan intonasi perintah yang berpola intonasi datar-tinggi, nada tutur sedang,
dan bertekanan keras pada frasa gek lungo. Diksi yang digunakan adalah bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa yang merupakan dialek khas
masyarakat jawa.
Tuturan B3 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 40 tahun kepada
mitra tutur perempuan yang berusia 62 tahun. Mitra tutur adalah ibu dari penutur.
Tuturan B3 terjadi dalam suasana santai ketika penutur sedang menerima tamu di
ruang tamu. Mitra datang lalu ikut bertanya-tanya kepada mitra tutur. Karena
merasa mitra tutur tidak memiliki kepentingan terhadap tamunya, penutur
menyuruh mitra tutur pergi. Dengan tuturan penutur yang telah mengancam
secara sepihak, mitra tutur langsung meninggalkan penutur bersama tamunya
karena tersinggung dengan tuturan penutur. Tuturan B3 dikatakan penutur untuk
menyuruh mitra tutur pergi setelah bertanya-tanya pada tamu penutur. Tuturan B3
terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 20 April 2013, ketika penutur sedang
menerima tamu. Tuturan B3 adalah bentuk tindak verbal direktif. Penutur
memberi perintah kepada mitra tutur untuk segera pergi setelah mengajukan
pertanyaan kepada tamu penutur. Tindak perlokusi dari mitra tutur pun langsung
pergi meninggalkan penutur dan tamunya.
Dilihat dari aspek konteks tuturan itulah, tuturan B3 termasuk dalam
subkategori memerintah. Penutur memerintah mitra tutur untuk segera pergi.
Diakui oleh penutur bahwa tuturannya tersebut sebenarnya memiliki maksud
untuk mengusir mitra tutur. Penutur mengutarakan tuturan B3 sebagai bentuk
pengusiran halus kepada mitra tutur. Tuturan B3 memberi isyarat ketidaksukaan
penutur akan kedatangan mitra tutur yang ikut bergabung dengan penutur yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
sedang berbincang-bincang dengan tamunya. Dengan maksud demikian, sangatah
jelas bahwa penutur bersikap tidak santun kepada mitra tutr.
4.3.2.3 Subkategori Menyindir
Tuturan B4 : “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang membuat minum untuk penutur. MT berada di dapur, sementara penutur berada di ruang tamu. Jarak dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh, sehingga penutur dapat berbicara dengan nada sedang. Penutur mengatakan tuturan hanya dengan maksud bercanda. MT merasa dirinya disindir karena terlalu sibuk padahal sedang ada tamu.) Tuturan B9 : “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro
sebulan?” (Kamu nitip helm ada pajaknya lho. Berani bayar berapa sebulan?)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT baru saja datang, tetapi hendak pergi lagi. MT menitipkan helmnya kepada penutur karena ia merasa tidak perlu memakai helm. Penutur mengatakan tuturan dengan maksud bercanda. Penutur tidak tahu bahwa tuturan sudah menyinggung MT. MT merasa tidak boleh menitipkan helmnya kepada penutur.)
Tuturan B4 yang berwujud “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok
sini lho!” dikatakan penutur ketika mitra tutur tengah sibuk. Penutur tidak
menyadari bahwa mitra tutur tersinggung karena tuturannya itu. Tuturan B9
berwujud “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?”
Dalam tuturan B9, penutur tidak merasa bersalah dengan tuturannya tentang
penitipan helm kepadanya ada pajaknya. Sebenarnya, penutur hanya bercanda,
tetapi tuturannya yang dikatakan dengan sinis itu telah membuat mitra tutur tidak
jadi menitipkan helm kepadanya. Mitra tutur merasa bahwa penutur tidak mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
disibukkan dengan adanya helm yang dititipkan kepadanya. Penutur pun bersikap
santai tanpa merasa bersalah dengan situasi tersebut.
Adanya pemilihan kata yang tepat diperuntukkan sebagai penegas
ketidaksantunan tuturan. Tuturan B4 dikatakan dengan diksi bahasa nonstandar
dengan menggunakan kata tidak baku mbaknya dan banget; terdapat pula
penggunaan istilah bahasa Jawa mbok. Penutur dalam tuturan B9 menggunakan
bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa untuk menegaskan tuturannya. Pemilihan
kata tersebut menunjukkan pula ragam dialek yang digunakan penutur. Kedua
tuturan tersebut terdapat kata fatis lho dan sih yang bertugas untuk menekankan
kepastian penutur terhadap suatu hal. Tuturan B4 dikatakan penutur dengan nada
tutur sedang, bertekanan keras pada frasa sibuk banget sih, dan berintonasi
perintah dengan pola intonasi datar-tinggi. Tuturan tersebut tercetus dengan nada
tutur sedang, bertekanan keras pada kata piro, dan berintonasi tanya dengan pola
intonasi datar-turun. Adanya nada, tekanan, dan intonasi tersebut mempengaruhi
pula tingkat ketidaksantunan tuturan seseorang.
Penutur dan mitra tutur adalah aspek pertama dalam suatu pertuturan.
Tuturan B4 dikatakan oleh penutur perempuan yang berusia 23 tahun kepada
mitra tutur perempuan berusia 19 tahun. Tuturan B9 dikatakan oleh penutur
perempuan berusia 28 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 24 tahun.
Mitra tutur tersebut adalah adik sepupu penutur. Tuturan B4 tejadi dalam suasana
santai ketika penutur datang bertamu ke rumah mitra tutur. Saat itu, mitra tutur
sedang membuat minum untuk penutur. Mitra tutur berada di dapur, sementara
penutur berada di ruang tamu. Jarak dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
sehingga penutur dapat berbicara dengan nada sedang. Penutur mengatakan
tuturan hanya dengan maksud bercanda. Mitra tutur merasa dirinya disindir
karena terlalu sibuk padahal sedang ada tamu. Kemudian, tuturan B9 terjadi
dalam suasana santai ketika penutur berada di teras rumahnya. Mitra tutur baru
saja datang, tetapi hendak pergi lagi. Kemudian, mitra tutur bermaksud
menitipkan helmnya kepada penutur karena ia merasa tidak perlu memakai helm.
Penutur mengatakan tuturan dengan maksud bercanda. Penutur justru tidak tahu
bahwa tuturannya telah menyinggung mitra tutur. Mitra tutur tersinggung dan
merasa tidak diperbolehkan menitipkan helmnya kepada penutur.
Tuturan B4 yang terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013
dikatakan penutur untuk menyuruh mitra tutur ikut berbincang-bincang bersama.
Tuturan B9 yang terjadi pada sore hari ketika penutur sedang duduk santai di teras
rumahnya dikatakan penutur untuk menanggapi permintaan mitra tutur yang
hendak menitipkan helmnya. Tuturan B4 adalah bentuk tindak verbal direktif, di
mana penutur memberi suruhan kepada mitra tutur. Mitra tutur yang tersinggung
dengan tuturan penutur buru-buru menyelesaikan pekerjaan dan bergabung
dengan penutur dan anggota keluarga yang lain. Bentuk tindak verbal ekspresif
dapat dilihat pada tuturan B9. Penutur mengekspresikan pendapatnya yang
terkesan mengejek mitra tuturnya. Penutur seolah-olah tidak mau menerima
titipan helm mitra tutur, walau hanya sebentar. Tindak perlokusi dari mitra tutur
adalah langsung pergi dengan memakai kembali helmnya.
Dari aspek konteks itulah dapat ditentukan bahwa tuturan B4 dan B9
termasuk dalam subkategori menyindir, karena mitra tutur merasa penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
menyindir dirinya, tetapi tidak disadari oleh penutur. Namun, dalam tuturan B4,
sebenarnya penutur hanya berbasa-basi kepada mitra tutur yang tengah
membuatkan minum untuk penutur. Sedangkan tuturan B9, maksud yang
sebenarnya dari penutur adalah bercanda. Penutur hanya bercanda dengan
ejekannya tentang pajak penitipan helm kepada mitra tutur yang hendak
menitipkan helmnya kepada penutur. Hanya bercanda memang, tetapi tuturan
seorang penutur yang bercanda sekalipun dapat menjadi tidak santun jika itu
hingga menyinggung mitra tutur.
4.3.2.4 Subkategori Memperingatkan
Tuturan B7 : “Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT baru pulang dari kampus dan penutur berada di dapur. MT mengeluhkan tentang tugas kuliahnya yang semakin banyak. Penutur menanggapi keluhan MT tanpa melihat ke MT. MT tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak menanggapi dengan baik keluhannya. Penutur tidak merasa menyinggung karena menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab MT.) Tuturan B8 : “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek Maghrib ki kudu
mandek!” (Lah, ya itu untuk pengingat kalau Maghrib harus berhenti!)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bercengkrama di halaman rumah penutur. MT menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib. Penutur menanggapi tuturan MT dengan maksud mengingatkan. MT justru tersindir dengan tuturan penutur.)
Tuturan B7 yang berwujud “Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.”
dikatakan oleh penutur dengan sinis tanpa melihat kepada mitra tutur. Bahkan,
penutur tidak merasa telah menyinggung perasaan mitra tuturnya. Tuturan B8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
yang berwujud “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek maghrib ki kudu
mandek!” dikatakan penutur dengan santai tanpa melihat kepada mitra tutur.
Penutur juga tidak menyadari bahwa tuturan tersebut telah menyinggung mitra
tutur. Dengan cara-cara tersebut, tuturan penutur dinilai tidak santun karena
dikatakan dengan sikap yang dianggap tidak sopan.
Kesan tidak santun tersebut diperkuat dengan adanya keterlibatan unsur
segmental dan suprasegmental yang menjadi penanda linguistik dalam sebuah
tuturan lisan. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh
penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Pilihan
kata merupakan salah satu penentu kesantunan dalam bahasa lisan maupun dalam
bahasa tulis, seperti yang dikatakan oleh Pranowo (2009:77). Tuturan B7
menggunakan diksi bahasa nonstandar dalam bahasa Indonesia, sedangkan tuturan
B8 menggunakan diksi bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa. Kata fatis lho dan
lah dalam tuturan tersebut memegang tugas sebagai penegas sebuah tuturan.
Unsur suprasegmental mencakup aspek nada, tekanan, dan intonasi pengutaraan
sebuah tuturan. Tuturan B7 dan B8 dikatakan oleh penutur dengan nada tutur
sedang. Tekanan keras dalam tuturan B7 terletak pada frasa tanggung jawabmu,
sedangkan pada tuturan B8 terletak pada kata mandek. Kedua tuturan tersebut
berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Intonasi dalam sebuah tuturan
dapat mencirikan latar belakang budayanya.
Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) memaparkan adanya konteks
yang mengikuti setiap tuturan. Penutur tuturan B7 adalah seorang perempuan
berusia 25 tahun. Mitra tuturnya adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun. Mitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
tutur adalah adik penutur. Tuturan B8 dikatakan oleh penutur perempuan berusia
45 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 40 tahun. Tuturan B7 terjadi
dalam suasana serius ketika mitra tutur baru pulang dari kampus dan menemui
penutur yang berada di dapur. Mitra tutur lalu mengeluhkan tentang tugas
kuliahnya yang semakin banyak. Penutur menanggapi keluhan mitra tutur tanpa
melihat ke mitra tutur. Mitra tutur tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak
menanggapi dengan baik keluhannya. Penutur tidak merasa menyinggung karena
menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab mitra tutur. Sedangkan
tuturan B8 terjadi dalam suasana santai. Penutur dan mitra tutur sedang
bercengkrama di halaman rumah penutur. Mitra tutur menceritakan bahwa
kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib. Penutur menanggapi
tuturan mitra tutur dengan maksud mengingatkan. Mitra tutur justru tersindir
dengan tuturan penutur.
Tuturan B7 yang terjadi pada siang hari ketika penutur sedang mengerjakan
sesuatu di dapur rumahnya dikatakan penutur untuk menangapi keluhan mitra
tutur tentang tugas kuliahnya. Tuturan B8 yang terjadi di halaman rumah pada
sore hari dikatakan penutur untuk mengingatkan MT agar tidak melakukan
aktivitas ketika Maghrib. Tuturan B7 dan B8 adalah bentuk tindak verbal
representatif. Dalam tuturan B7, penutur menegaskan kepada penutur akan tugas
kuliah yang memang sudah menjadi tanggung jawab mitra tutur. Tindak perlokusi
dari penutur adalah pergi meninggalkan penutur yang menurutnya tidak
menanggapi dengan baik keluhannya tentang tugas kuliah yang semakin berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
Penutur tuturan B8 juga menegaskan akan hal-hal yang tidak baik dilakukan
ketika Maghrib. Mitra tutur lalu mengalihkan pembicaraan ke topik lain.
Kedua tuturan tersebut memanglah sangat cocok digolongkan dalam
subkategori memperingatkan, karena maksud yang dimiliki penutur pun untuk
memperingatkan. Penutur yang menyatakan tuturan B7 bermaksud
memperingatkan mitra tutur untuk tidak mengeluh akan tugas-tugasnya. Hal itu
dikarenakan tugas-tugas kuliahnya adalah tanggung jawab yang harus
diselesaikan. Kemudian, penutur memberi peringatan pula kepada mitra tutur
yang tersirat dalam tuturan B8. Kali ini, penutur mengingatkan mitra tutur untuk
berhenti berkendara jika Maghrib tiba. Hal itu dikatakan oleh penutur karena
mitra tutur bercerita bahwa dirinya jatuh dari motor ketika waktu Maghrib.
4.3.2.5 Subkategori Mengancam
Tuturan B10 : “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!” (Awas kalau kamu ke sini lagi, aku jiwit kamu. Hutang lho kamu!)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT hendak pulang ke rumahnya bersama ibunya. MT berpamitan kepada penutur. Penutur mengatakan tuturannya dengan maksud bercanda, tetapi seperti mengancam. MT merasa diancam hendak dicubit jika datang lagi ke rumah penutur.)
Tuturan yang berwujud “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe.
Utang lho kowe!” memberi ancaman hendak mencubit mitra tutur jika datang lagi
kepada penutur. Tuturan itu dikatakan dengan suara keras. Ancaman tersebut
sebenarnya hanya bercanda. Tetapi, mendapat ancaman demikian, mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
langsung menangis dan berlari ke pelukan ibunya. Penutur pun tidak merasa
bersalah telah membuat mitra tutur menangis. Penutur masih saja bersikap santai
setelah memberi ancaman demikian.
Ciri-ciri kedaerahan dalam bahasa nonstandar cenderung memberi ciri
tersendiri dalam tuturan tidak santun keluarga yang profesinya erat dengan pasar
dan bagian dari masyarakat pengguna bahasa Jawa. Bahasa nonstandar itulah
yang dipilih oleh penutur dalam tuturan B10. Kemudian, kata fatis lho pun terlibat
dalam tuturan tersebut, dimana kata fatis tersebut bertugas untuk menekankan
kepastian penutur yang hendak mencubit mitra tutur. Kemudian nada, tekanan,
intonasi pun terlibat dalam ciri tuturan tidak santun. Tuturan B10 dikatakan
dengan nada tutur tinggi, bertekanan keras pada frasa tak jiwit kowe, dan
berintonasi seru dengan pola intonasi tinggi-datar.
Dalam teori Leech, tersebutlah aspek konteks yang melingkupi sebuah
tuturan mempengaruhi santun dan tidak santunnya sebuah tuturan. Penutur tuturan
B10 adalah perempuan berusia 70 tahun. Mitra tuturnya laki-laki berusia 7 tahun.
Mitra tutur adalah cucu dari penutur. Dilihat dari hubungan keakraban penutur
dan mitra tutur yang memiliki hubungan kekeluargaan yang sangat dekat, suatu
tuturan tidak santun berkemungkinan besar dapat terjadi. Tuturan B10 terjadi
dalam suasana santai ketika penutur berada di teras rumahnya. Mitra tutur yang
hendak pulang ke rumahnya bersama ibunya berpamitan kepada penutur. Penutur
mengatakan tuturan hendak mencubit mitra tutur jika kembali ke rumahnya lagi
dengan maksud bercanda, tetapi seperti mengancam. Tuturan B10 yang pada sore
hari ketika penutur sedang berada di teras rumahnya dikatakan penutur untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
mengancam mitra tutur agar tidak datang lagi ke rumah penutur. Tuturan B10
adalah bentuk tindak verbal komisif. Penutur mengancam mitra tutur hendak
mencubitnya jika datang ke rumah penutur lagi. Tindak perlokusi dari mitra tutur
adalah langsung mengadukan ancaman penutur kepada ibunya.
Dari segi konteks tersebut, dapat dilihat bahwa tuturan B10 termasuk dalam
subkategori mengancam. Tetapi, penutur hanya bercanda dengan tuturannya yang
terkesan mengancam mitra tuturnya. Penutur mengancam hendak mencubit mitra
tutur jika datang lagi kepadanya. Diakui oleh penutur, sebenarnya ancaman
tersebut hanyalah bercanda, tidak benar-benar hendak mencubit mitra tutur.
4.3.3 Melecehkan Muka
Miriam A Locher (2008) menunjukkan ciri lain dari ketidaksantunan.
Locher berpendapat bahwa ketidaksantunan dalam berbahasa dapat dipahami
sebagai berikut, ‘…behaviour that is face-aggravating in a particular context.’
Intinya, ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk pada perilaku ‘melecehkan’
muka (face-aggravate). Perilaku melecehkan muka itu sesungguhnya lebih dari
sekadar ‘mengancam’ muka (face-threaten), seperti yang ditawarkan dalam
banyak definisi kesantunan klasik Leech (1983), Brown and Levinson (1987),
atau sebelumnya pada tahun 1978, yang cenderung dipengaruhi konsep muka
Erving Goffman (cf. Rahardi, 2009). Dalam kategori ini, penutur memiliki
maksud menyinggung perasaan mitra tutur dengan melecehkan muka atau
memain-mainkan muka. Tuturan lisan tidak santun yang melecehkan muka
tersebut terbagi dalam enam subkategori, yaitu subkategori kesal, menyindir,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
mengejek, menentang, menolak, dan memperingatkan. Yang membedakan
keenam subkategori dalam kategori melecehkan muka dengan kategori lain adalah
efek ditimbulkan dari tuturan tidak santun itu sendiri.
4.3.3.1 Subkategori Kesal
Tuturan C9 : “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!” (Ganti sih, Pak, aku tidak suka bola!!!)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. MT menonton acara pertandingan sepak bola. Penutur yang baru keluar dari kamar hendak menonton televisi pula. Penutur tidak menyukai acara pertandingan bola. Penutur kesal ketika mendapati MT justru menonton bola. Penutur menyuruh MT mengganti chanel TV ke acara yang lain. Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak MT dengan penutur hanya 2 meter.) Tuturan C22 : “Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu,
jedule neng kene.” (Dasar penjual ikan, dicari kemana-mana tidak ketemu, ternyata di sini.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sudah berkeliling mencari MT. MT sedang mengambil barang di tempat lain. Penutur hendak mengambil pesanannya. Penutur dan MT bertemu di dekat tanggayang cukup jauh jaraknya dengan lapak MT.)
Tuturan C9 yang berwujud “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!”
dikatakan penutur ketus dan bersuara keras, padahal itu dikatakannya kepada
orang yang lebih tua. Tuturan C22 yang berwujud “Dasar bakul iwak, digoleki
nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene.” dikatakan penutur dengan ketus
pula. Tuturan tersebut memberi suatu ejekan yang membawa-bawa profesi mitra
tutur sebagai pedagang ikan. Kedua tuturan tersebut membuat mitra tutur
tersinggung. Apalagi kedua tuturan tersebut dikatakan dengan diksi bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Hal itu memang sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
masyarakat Jawa, interaksi sosial dengan menggunakan bahasa Jawa
menunjukkan identitas kedaerahannya yang sangat kental. Tuturan C9 dikatakan
dengan nada tutur tinggi, bertekanan keras pada kata ganti, dan berintonasi
perintah dengan pola intonasi datar-tinggi. Tuturan C21 dikatakan dengan nada
tutur sedang, bertekanan keras pada frasa dasar bakul iwak, dan berintonasi berita
yang ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Nada, tekanan, dan intonasi dalam
sebuah tuturan menjadi penentu pula dalam ketidaksantunan sebuah tuturan. Hal
itu karena, ketiga aspek tersebut mengikuti suasana hati penutur.
Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) memaparkan adanya konteks
yang mengikuti setiap tuturan. Konteks tersebut menjadi penanda pragmatik
dalam menentukan tuturan yang tidak santun. Tuturan C9 dikatakan oleh penutur
laki-laki yang berusia 23 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 50 tahun.
Mitra tutur tersebut adalah bapak penutur. Tuturan C21 dikatakan oleh penutur
perempuan berusia 48 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 35 tahun.
Tuturan C9 terjadi dalam suasana santai, ketika mitra tutur berada di ruang
keluarga sedang menonton televisi. Saat itu, mitra tutur menonton acara
pertandingan sepak bola. Penutur yang baru keluar dari kamar hendak menonton
televisi pula. Penutur tidak menyukai acara pertandingan bola. Penutur yang ingin
menonton televisi kesal ketika mendapati mitra tutur justru menonton bola.
Penutur menyuruh mitra tutur mengganti chanel televisi ke acara yang lain.
Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak mitra tutur dengan penutur hanya 2
meter. Tuturan C22 terjadi dalam suasana santai pula. Penutur yang ingin
menemui mitra tutur sudah berkeliling mencari mitra tutur. Ternyata, mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
sedang mengambil barang di tempat lain. Penutur hendak mengambil pesanannya.
Akhirnya, penutur dan mitra tutur bertemu di dekat tanggayang cukup jauh
jaraknya dengan lapak mitra tutur.
Tuturan C9 yang terjadi rumah pada malam hari dikatakan oleh penutur
menyuruh mitra tutur mengganti chanel televisi, karena chanel yang sedang
ditonton oleh mitra tutur tidak disukai oleh penutur. Tuturan C22 yang terjadi di
pasar pukul 14.00 WIB, tanggal 21Mei 2013 dikatakan penutur untuk
mengungkapkan kekesalan karena sudah mencari mitra tutur kemana-mana.
Sebuah tuturan adalah bentuk dari aktivitas tindak verbal. Tuturan C9 adalah
bentuk tindak verbal direktif, di mana penutur memberi perintah kepada mitra
tutur. Mendapat perintah demikian, mitra tutur tidak langsung mengganti chanel
televisi yang dimaksud oleh penutur, tetapi tidak lama kemudian mitra tutur
mengganti chanel dan meninggalkan penutur menonton sendirian. Sedangkan
tuturan C22 adalah bentuk tindak verbal ekspresif, penutur mengekspresikan
kekesalannya kepada mitra tutur yang sulit untuk ditemuinya. Ketika bertemu
penutur, mitra tutur langsung saja mengajak penutur ke lapak dagangannya.
Kedua tuturan tersebut termasuk dalam subkategori kesal karena dilihat dari
aspek wujud dan konteksnya, tuturan tersebut merupakan sebuah ungkapan
kekesalan penutur terhadap mitra tutur. Perlu pula diperhatikan, dalam sebuah
tuturan terdapat maksud dalam hanya dimiliki oleh penutur. Maksud yang tersirat
dalam tuturan C9 memanglah sebuah maksud memerintah. Sangat jelas bahwa
penutur memberi perintah kepada mitra tuturnya untuk mengganti chanel TV
karena penutur tidak menyukai acara TV yang sedang ditonton oleh mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Sementara tuturan C22 adalah bentuk kekesalan penutur terhadap mitra tutur yang
sulit untuk ditemuinya padahal telah mencarinya kemana-mana.
4.3.3.2 Subkategori Menyindir
Tuturan C3 : “Wong ra sekolah kok njaluk susu.” (Tidak sekolah kok minta susu.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di halaman rumah bersama seorang ibu, tetangga rumahnya. MT bersama dengan temannya bermain di halaman rumah. Penutur menanggapi permintaan MT. MT merengek minta susu. MT tidak mau berangkat ke sekolah jika belum dibuatkan susu. Penutur menyindir MT agar sekolah terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu.) Tuturan C6 : “Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang
virus ya?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT berada di dalam kamarnya dalam keadaan pintu terbuka. Penutur juga berada di kamarnya. Kamar penutur dan MT bersebelahan. Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc MT untuk memindahan data kuliahnya yang hendak dikumpulkan kepada dosennya. Penutur meminjam flashdisc MT karena miliknya sedang dipinjam oleh temannya. Tanpa menyebutkan nama MT, penutur meneriaki MT dalam kamarnya. MT yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur.)
Tuturan C3 yang berwujud “Wong ra sekolah kok njaluk susu.” dikatakan
dengan sinis tanpa melihat kepada mitra tutur, tetapi penutur bersikap santai.
Penutur menyinggung mitra tutur dengan sindirannya. Tuturan C6 yang berwujud
“Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?”dikatakan
penutur sinis pula, bahkan dengan suara yang bervolume keras. Bukannya
berterima kasih telah diberi pinjaman flashdisc, penutur justru menyinggung mitra
tutur. Kedua tuturan tersebut menggunakan diksi bahasa nonstandar. Bedanya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
tuturan C3 menggunakan bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa, sedangkan C6
dengan bahasa Indonesia yang melibatkan kata tidak baku yaitu tu dan banget
yang semestinya itu dan sekali. Kata fatis kok, wong, dan heh dalam tuturan
tersebut bertugas untuk memberi penegasan akan kesan tidak santun pada tuturan
tersebut. Kemudian, aspek suprasegmental, yaitu nada, tekanan, dan intonasi pun
ikut andil sebagai penanda linguistik dalam tuturan lisan. Tuturan C3 dikatakan
dengan nada tutura rendah, bertekanan lunak pada frasa njaluk susu, dan
berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Sedangkan, tuturan C6
dikatakan dengan nada tutur tinggi, bertekanan keras pada frasa banyak banget,
dan berintonasi tanya dengan pola intonasi datar-turun.
Aspek konteks yang melingkupi sebuah tuturan memegang peran penting
pula dalam penentuan santun tidaknya sebuah tuturan. Bahkan, dapat dikatakan
santun tidaknya sebuah tuturan tergantung pada konteksnya. Tuturan C3
dikatakan oleh penutur perempuan, seorang nenek berusia 55 tahun kepada
cucunya laki-laki berusia 3 tahun sebagai mitra tuturnya. Tuturan C6 dikatakan
oleh penutur perempuan berusia 22 tahun kepada mitra tutur perempuan yang
seusia dengannya. Mitra tutur tersebut adalah kembaran penutur. Tuturan C3
terjadi dalam suasana santai ketika penutur berada di halaman rumah bersama
seorang ibu, tetangga rumahnya. Mitra tutur bersama dengan temannya bermain di
halaman rumah. Mitra tutur kemudian merengek minta susu. Mitra tutur yang
semestinya ikut ke sekolah sore tidak mau berangkat ke sekolah jika belum
dibuatkan susu. Penutur menyindir mitra tutur agar sekolah terlebih dahulu,
setelah itu baru meminta susu. Tuturan C6 terjadi dalam suasana santai. Mitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
tutur berada di dalam kamarnya dalam keadaan pintu terbuka. Penutur juga berada
di kamarnya yang bersebelahan dengan kamar mitra tutur. Sebelumnya, penutur
meminjam flashdisc mitra tutur untuk memindahkan data kuliahnya yang hendak
dikumpulkan kepada dosennya. Penutur meminjam flashdisc mitra tutur karena
miliknya sedang dipinjam oleh temannya. Tanpa menyebutkan nama mitra tutur,
penutur meneriaki mitra tutur dalam kamarnya dengan mengatakan bahwa
flashdisc mitra tutur seperti gudang virus. Mitra tutur yang merasa sudah berbaik
hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan
penutur.
Tuturan C3 yang terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10
April 2013 dikatakan penutur untuk menanggapi mitra tutur sebagai cucunya yang
minta dibuatkan susu. Tuturan C6 yang terjadi di rumah pukul 09.00 WIB,
tanggal 23 April 2013, ketika penutur hendak mengembalikan flashdisc mitra
tutur dikatakan oleh penutur untuk memberi tahu mitra tutur bahwa flashdisc
mitra tutur banyak virus. Kedua tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal
ekspresif. Penutur C3 mengekspresikan tanggapannya akan permintaan mitra
tutur. Meski telah disindir oleh penutur, mitra tutur tetap meronta-ronta meminta
dibuatkan susu. Sedangkan dalam tuturan C6, penutur mengekspresikan
kekesalannya memlaui sindiran kepada mitra tutur dengan mengatakan bahwa
flashdisc yang ia pinjam dari mitra tutur seperti gudang virus. Mitra tutur pun
menunjukkan tindak perlokusinya dengan langsung meminta flashdisc untuk
dikembalikan kepadanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Dengan adanya kesan sindiran, tuturan tersebut termasuk dalam subkategori
menyindir. Meskipun berupa sindiran, tuturan C3 diakui oleh penutur hanya
bermaksud untuk mengomentari permintaan mitra tutur. Dengan komentar itu, ia
berharap mitra tutur mau berangkat ke sekolah sore yang tidak jauh dari
rumahnya, bukan merengek meminta susu. Tuturan C6 berisi tentang ejekan
penutur akan flashdisc mitra tutur yang terdapat banyak virus di dalamnya, seperti
gudang virus. Penutur mengatakan tuturan yang berupa sindiran tersebut agar
mitra tutur membersihkan flashdisc-nya dari virus.
4.3.3.3 Subkategori Mengejek
Tuturan C7 : “Opo, kowe ki arep ngopo?” (Apa, kamu itu mau apa?) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di tokonya sedang menyusun barang dagangannya. MT datang hendak membeli kerupuk. MT bertanya tentang harga kerupuk yang ia inginkan. Bukannya menjawab pertanyaan MT, penutur justru menanyakan hal yang lain. Penutur mengganggap MT tidak terlalu penting untuk dilayani.) Tuturan C19 : “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.” (Zaman seperti ini
kok tidak punya HP.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru datang ke rumah MT. MT sedang duduk di kursi di teras rumahnya. Penutur meminta nomor HP MT agar mudah untuk dihubungi. Karena MT tidak terlalu bisa menggunakan HP dan merasa tidak terlalu membutuhkannya, MT tidak memiliki HP. Penutur yang usianya jauh lebih muda dari mengejek MT yang tidak memiliki HP di zaman serba teknologi.)
Tuturan C7 yang berwujud “Opo, kowe ki arep ngopo?” dikatakan penutur
dengan sinis, tetapi penutur tetap bersikap santai. Penutur tidak menghargai mitra
tutur sebagai pembeli. Hal itu membuat mitra tutur tersinggung. Tuturan C19
yang berwujud “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.” dikatakan penutur
dengan santai kepada orang yang lebih tua. Mitra tutur tersinggung dengan tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
penutur yang mengejek dirinya. Ketersinggungan mitra tutur ditambah pula
dengan keterlibatan aspek segmental dan suprasegmental tuturan tersebut. Kedua
tuturan tersebut dikatakan dengan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan
bahasa Jawa yang merupakan dialek keseharian dalam masyarakat Jawa. Kata
fatis kok dalam tuturan C19 mempertegas penekanan ejekan penutur. Nada tutur
seseorang berkenaan dengan suasana hatinya, seperti yang dikatakan Pranowo
(2009). Nada tutur kedua tuturan tersebut adalah sedang, di mana hati penutur
sebenarnya dalam situasi tenang, tetapi tuturannya justru menyinggung mitra
tuturnya. Tuturan C7 dikatakan dengan tekanan lunak pada kata opo dan
berintonasi tanya yang ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan C19
dikatakan dengan tekanan lunak pada frasa ra nduwe dan berintonasi berita
dengan pola intonasi datar-turun.
Berkaitan dengan konteks, Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13)
memaparkan adanya lima aspek yang mengikuti sebuah tuturan, yaitu penutur
dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tutur, tuturan sebagai bentuk tindakan,
dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan C7 dikatakan oleh penutur
laki-laki berusia yang 48 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 28 tahun.
Mitra tutur adalah tetangga penutur. Tuturan C19 dituturkan oleh penutur laki-laki
berusia 20 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 55 tahun. Mitra tutur
tersebut adalah bibi penutur. Dari kedua tuturan tersebut, antara penutur dan mitra
tutur terdapat kedekatan yang cukup baik. Hal itu memungkinkan bentuk
kebahasaan penutur mampu melecehkan mitra tuturnya karena kedekatan itu,
penutur tidak terbebani untuk menanggapi mitra tutur secara tidak santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
Tuturan C7 terjadi dalam suasana santai ketika penutur berada di tokonya
sedang menyusun barang dagangannya. Kemudian, mitra tutur datang hendak
membeli kerupuk. Mitra tutur bertanya tentang harga kerupuk yang ia inginkan.
Bukannya menjawab pertanyaan mitra tutur, penutur justru menanyakan hal yang
lain. Penutur mengganggap mitra tutur tidak terlalu penting untuk dilayani.
Tuturan C19 terjadi dalam suasana santai ketika penutur datang ke rumah mitra
tutur. Mitra tutur sedang duduk di kursi di teras rumahnya. Penutur menghampiri
mitra tutur dan meminta nomor HP mitra tutur agar mudah untuk dihubungi.
Karena mitra tutur tidak terlalu bisa menggunakan HP dan merasa tidak terlalu
membutuhkannya, mitra tutur tidak memiliki HP. Penutur yang usianya jauh lebih
muda dari mitra tutur mengejek mitra tutur yang tidak memiliki HP di zaman
serba teknologi.
Tuturan C7 yang terjadi di toko pukul 09.00 WIB, tanggal 25 April 2013
dikatakan penutur untuk menanggapi menanggapi yang datang hendak membeli
kerupuk. Tuturan C19 yang terjadi di depan rumah pukul 16.00 WIB, tanggal 21
Mei 2013, ketika penutur baru datang ke rumah mitra tutur dikatakan oleh penutur
untuk menanggapi mitra tutur yang mengaku tidak memiliki HP. Kedua tuturan
tersebut menunjukkan tindak verbal ekspresif. Di mana pada tuturan C7, penutur
mengekspresikan tanggapannya kepada mitra tutur yang memberi kesan ejekan.
Sebagai tindak perlokusi, mitra tutur yang hendak membeli kerupuk langsung
pergi dan tidak jadi membeli kerupuk. Pada tuturan C19, penutur
mengekspresikan keheranannya terhadap mitra tutur yang tidak memiliki HP di
zaman sekarang. Tuturan penutur justru terkesan seperti ejekan kepada mitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
tutur. Tindak perlokusi dari mitra tutur hanya diam dengan tanggapan penutur
yang mengejeknya.
Ditinjau dari wujud dan konteks dalam tuturan tersebut, makna mengejek
melekat pada kedua tuturan tersebut. Itulah mengapa kedua tuturan tersebut
digolongkan dalam subkategori mengejek. Dibalik makna yang dipersepsi melalu
tuturan, etrdapat maksud tersendiri yang dimiliki oleh penutur. Tuturan C7 yang
berupa ejekan juga hanya memiliki maksud untuk berbasa-basi. Penutur bertanya
kepada mitra tutur, tetapi pertanyaan tersebut terkesan ejekan yang melecehkan
mitra tutur. Tuturan yang bernar-benar mengejek terdapat pada tuturan C19.
Penutur mengejek mitra tutur yang tidak memiliki HP, padahal zaman sudah
sangat modern. Ejekan tersebut ditujukan penutur kepada mitra tutur yang sudah
cukup tua usianya, yang notabene tidak terlalu membutuhkan barang berteknologi
tinggi tersebut. Kedua tuturan yang memiliki maksud berbeda itu membuat mitra
tutur merasa dilecehkan.
4.3.3.4 Subkategori Menentang
Tuturan C8 : “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!” (Ya, sana kamu saja, aku belum mandi kok!)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang berada di dapur. Penutur berada di ruang tamu sedang bermain HP ketika terdapat suara pintu yang diketuk. MT yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu untuk tamunya. Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur belum mandi. Penutur menyuruh MT yang sedang sibuk untuk membukakan pintu karena MT yang sudah tampak rapi.)
Tuturan yang berwujud “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!”
dikatakan oleh penutur dengan ketus. Penutur yang berbicara dengan orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
lebih tua justru menyuruh balik ke mitra tutur yang jelas-jelas tengah sibuk.
Tuturan tersebut membuat mitra tutur tersinggung. Pemilihan kata dengan bahasa
nonstandar dalam bahasa Jawa pun memberi kesan tersendiri dalam tuturan
tersebut. Penggunaan kata fatis yo, wong, dan kok menempati tugas sebagai
penegas tuturan. Tuturan tersebut dikatakan oleh penutur dengan nada tutur
rendah, bertekanan keras pada frasa kowe wae,dan berintonasi perintah yang
ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi.
Konteks tuturan perlu pula diperhatikan untuk dapat menentukan santun
tidaknya sebuah tuturan. Tuturan C8 dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 14
tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 19 tahun. Mitra tutur tersebut adalah
saudara sepupu penutur. Dengan kedekatan demikian, sangat mungkin terjadi
interaksi yang tidak santun antara penutur dan mitra tutur. Tuturan tersebut terjadi
dalam keadaan santai, ketika mitra tutur sedang berada di dapur. Penutur yang
berada di ruang tamu sedang bermain HP ketika terdapat suara pintu yang
diketuk. Mitra tutur yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan
pintu untuk tamunya. Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur
belum mandi. Penutur menyuruh mitra tutur yang sedang sibuk untuk
membukakan pintu karena mitra tutur yang sudah tampak rapi.
Tuturan yang terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013
dikatakan penutur untuk menanggapi dengan kesal tuturan mitra tutur yang
menyuruhnya membukakan pintu untuk tamu. Dilihat dari tujuannya, tuturan
tersebut adalah bentuk tindak verbal direktif, di mana penutur memberi suruhan
pula kepada mitra tutur. Tindak perlokusi yang terjadi adalah mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
sendirilah yang akhirnya membuka pintu untuk tamu mereka yang baru datang.
Tuturan tersebut dapat digolongkan sebagai tuturan yang menentang karena
penutur memberi tentangan terhadap apa yang diperintahkan oleh mitra tutur.
Namun, sebenarnya penutur yang menyampaikan C8 berkeinginan untuk tidak
melakukan apa yang diperintahkan oleh mitra tutur. Hal itu dilakukan penutur
dengan mengelak bahwa ia belum mandi. Mengelak dengan beralasan belum
mandi itu ternyata menjadi senjata ampuh untuk memberi perintah balik ke mitra
tutur, karena akhirnya mitra tutur sendirilah yang membuka pintu.
4.3.3.5 Subkategori Menolak
Tuturan C11 : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!” (Halah, jangan jangan, di rumah saja, masih kecil!!!)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi. MT datang ke kamar penutur meminta izin untuk ikut bersama penutur karena jika penutur pergi, MT hanya tinggal sendirian di rumah. Penutur tidak memperbolehkan MT ikut karena penutur menganggap MT masih kecil dan belum pantas ikut dengannya. MT meinggalkan penutur dengan kesal karena tidak dizinkan ikut.)
Tuturan yang berwujud “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!”
dikatakan penutur dengan sinis dan bersuara keras. Penutur menyinggung mitra
tutur yang ingin ikut dengannya. Tuturan yang menyinggung tersebut tentulah
tidak santun. Diksi yang digunakan penutur adalah bahasa nonstandar dalam
bahasa Jawa. Dengan adanya kata fatis halah semakin menekankan kesan tidak
santun dalam tuturan tersebut. Tuturan tersebut dikatakan oleh penutur dengan
nada tutur tinggi, bertekanan keras pada frasa ojo-ojo, dan berintonasi perintah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
dengan pola intonasi datar-tinggi. Unsur nada, tekanan, dan intonasi tersebut
menandakan emosional si penutur dalam tuturan lisan.
Konteks sebuah tuturan yang mengikutinya pun ikut andil dalam penentuan
tingkat ketidaksantunan sebuah tuturan. Tuturan C11 dikatakan oleh penutur laki-
laki berusia 20 tahun kepada mitra tutur laki-laki yang merupakan adiknya berusia
14 tahun. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana santai ketika penutur berada di
kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi. Mitra tutur datang ke kamar penutur
meminta izin untuk ikut bersama penutur karena jika penutur pergi, mitra tutur
hanya tinggal sendirian di rumah. Penutur justru tidak memperbolehkan mitra
tutur ikut karena penutur menganggap mitra tutur masih kecil dan belum pantas
ikut dengannya. Mitra tutur meninggalkan penutur dengan kesal karena tidak
dizinkan ikut.
Tuturan C11 yang terjadi pada malam hari ketika penutur berada di
kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi dikatakan oleh penutur untuk
menanggapi mitra tutur dengan sinis permintaan mitra tutur yang ingin ikut
dengannya. Tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal direktif. Tuturan penutur
adalah bentuk penolakan penutur yang tidak mau mengajak mitra tutur ikut
bersamanya. Mitra tutur pun hanya diam dan tinggal di rumah sendirian, tidak jadi
ikut dengan penutur. Meskipun berupa penolakan, penutur yang menuturan
tuturan C11 mengaku tuturan tersebut memiliki maksud untuk melarang mitra
tutur agar tidak ikut pergi dengannya ada malam hari karena masih kecil. Keluar
pada malam hari bagi anak seusia mitra tutur adalah hal yang tidak baik menurut
penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
4.3.3.6 Subkategori Memperingatkan
Tuturan C14 : “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!!” (Itu ya tidak di situ, apa-apa kok hanya tumpah!!!)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di toko penutur. MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, MT sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. MT salah meletakkan barang yang hendak ia susun. Penutur mengingatkan MT untuk tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi.) Tuturan C21 : “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem,
wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT1 sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (MT2). MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan sinis.)
Tuturan C14 yang berwujud “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung
utah!!!” dan tuturan C21 yang berwujud “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat
macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!”
dikatakan oleh penutur dengan ketus dan sinis. Bahkan, pada tuturan C21
dikatakan dengan suara yang bervolume keras. Dengan cara demikian tentutalah
tuturan tersebut membuat mitra tutur tersinggung. dikatakan penutur. Unsur
segmental dan suprasegmental dalam sebuah tuturan memjadi penanda linguistik
dalam tuturan tidak santun. Diksi dalam kedua tuturan tersebut adalah bahasa
nonstandar. Tuturan C14 menggunakan bahasa Jawa sebagai identitas
kedaerahannya. Tuturan C21 menggunakan bahasa nonstandar dengan bahasa
Indonesia dan melibatkan kata tidak baku yaitu pokoknya, dikasih, buat, macem-
macem, masih, gitu, dan udah; penggunaan istilah bahasa Jawa wong. Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
tuturan C14 terdapat penggunaan kata fatis yo dan kok yang bertugas sebagai
penegas. Kedua tuturan tersebut dikatakan dengan intonasi perintah yang ditandai
dengan pola intonasi datar-tinggi. Nada tutur yang digunakan dalam tuturan C14
adalah nada sedang, tuturan C21 dengan nada tinggi. Tuturan C14 bertekanan
keras pada frasa neng kono, di mana penutur ingin menekankan akan bahwa
barang tersebut tidak untuk diletakkan di tempat tersebut. Tuturan C21
menggunakan tekanan pada kata jangan, hal itu menunjukkan bahasa penutur
memberi peringatan yang cukup keras kepada mitra tutur.
Konteks dalam sebuah tuturan akan berdampak pula pada penentuan santun
tidaknya sebuah tuturan. Tuturan C14 dikatakan oleh penutur perempuan berusia
46 tahun kepada laki-laki berusia 18 tahun. Mitra tutur adalah anak dari penutur.
Tuturan C21 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 20 tahun kepada mitra
tutur 1laki-laki berusia 15 tahun. Dalam tuturan tersebut terlibat pula mitra tutur 2,
yaitu perempuan berusia 47 tahun. Mitra tutur 1 adalah adik dari penutur,
sedangkan mitra tutur 2 adalah ibu dari mitra tutur 1 dan penutur. Tuturan C14
terjadi dalam situasi serius ketika penutur dan mitra tutur berada di toko penutur.
Mitra tutur membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya,
mitra tutur sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. Mitra
tutur salah meletakkan barang yang hendak ia susun. Karena kecerobohan mitra
tutur itulah, penutur mengingatkan mitra tutur untuk tidak meletakkan barang di
tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi. Tuturan C21terjadi juga dalam
situasi serius. Mitra tutur 1sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (mitra
tutur 2). Mitra tutur 1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. Penutur yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
berada di dalam kamar mendengar perbincangan mitra tutur 1 dengan ibu. Penutur
langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan mitra tutur 1 dengan sinis.
Tuturan C14 yang terjadi di toko pada siang hari pukul 12.30 WIB, tanggal
6 Mei 2013 dikatakan penutur untuk mitra tutur agar meletakkan barang pada
tempatnya. Tuturan C21 yang terjadi di rumah pada malam hari dikatakan penutur
untuk menanggapi permintaan mitra tutur 1 kepada mitra tutur 2. Kedua tuturan
tersebut merupakan bentuk tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang
ditimbulkan pada tuturan C14 adalah mitra tutur lalu meletakkan barang pada
tempatnya yang semestinya dengan berhati-hati. Sedangkan pada tuturan C21,
mitra tutur 1 langsung diam dan pergi ke kamarnya.
Dari konteks dan wujudnya, tampaklah bahwa tuturan tersebut mengandung
makna yang memberi peringatan kepada mitra tutur. Dari penentuan makna
tersebut, kedua tuturan tersebut dapat digolongkan dalam subkategori
memperingatkan. Perlu diperhatikan, bahwa setiap tuturan memiliki maksud yang
dalam hal ini hanya dimiliki oleh penutur. Maksud tidak dapat diinterpretasi
semata-mata melalui tuturannya. Tuturan C14 memang berupa tuturan yang
memperingatkan mitra tutur, tetapi sebenarnya diakui penutur tuturan tersebut
hanya semata-mata untuk mengomentari pekerjaan mitra tutur. Sedangkan dalam
tuturan C21, penutur memberi larangan kepada mitra tutur 2 untuk tidak
membelikan HP baru untuk mitra tutur 1. Hal itu ia katakan dengan alasan bahwa
anak sesuai mitra tutur 1 yang masih duduk di bangku SMP tidak membutuhkan
HP baru dengan teknologi tinggi. HP dengan teknologi tinggi hanya memberi
pengaruh buruk bagi mitra tutur 1 yang adalah adiknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
4.3.4 Menghilangkan Muka
Culpeper (2008) menerangkan pemahamannya tentang ketidaksantunan.
Pemahaman Culpeper tentang ketidaksantunan berbahasa adalah, ‘Impoliteness,
as I would define it, involves communicative behavior intending to cause the
“face loss” of a target or perceived by the target to be so.’ Dia memberikan
penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau dalam bahasa
Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’ (kehilangan muka).
Jadi ketidaksantunan (impoliteness) dalam berbahasa itu merupakan perilaku
komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-
benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’
kehilangan muka. Kehilangan muka dapatlah dicirikan dengan si mitra tutur
merasa dipermalukan oleh penutur. Tuturan lisan tidak santun yang terkategori
menghilangkan muka terklasifikasi dalam lima subkategori, yaitu subkategori
mengejek, memperingatkan, menyindir, kesal, dan meremehkan. Kelima
subkategori ini memiliki efek tersinggung dan malu pada si mitra tutur yang
ditimbulkan dari tuturan tidak santun si penutur.
4.3.4.1 Subkategori Mengejek
Tuturan D1 : “La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.” (Ya tidak tahu, umurmu sendiri kok tanya.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang menerima tamu di teras rumah. Penutur duduk tidak jauh dari MT. MT bertanya tentang usianya. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan seenaknya.) Tuturan D12 : “Wo la yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.” (Wah,
la ya itu, lama-lama mukanya jadi muka gembus.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di warung makan miliknya. Di warung makan tersebut, MT datang hendak membeli makanan. Selain penutur dan MT, terdapat pula pembeli yang lain. MT lalu bercerita bahwa tadi pagi memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli lauk tempe gembus juga. Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi justru mengejeknya.)
Tuturan D1 yang berwujud “La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.”
dikatakan dengan sinis tanpa melihat kepada mitra tutur. Penutur mengatakannya
di depan orang banyak sehingga membuat mitra tutur malu. Sedangkan, tuturan
D12 yang berwujud “Wo lah yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.”
dikatakan dengan ketus di depan orang lain. Penutur telah mempermalukan mitra
tutur dengan ejekannya itu. Kedua tuturan tersebut menggunakan diksi bahasa
nonstandar dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa sebagai identitas kedaerahan
masyarakat Jawa tentulah sangat dekat dengan penutur dan mitra tutur sebagai
bagian dari masyarakat Jawa. Dalam tuturan D1 terdapat kata fatis dalam istilah
Jawa, yaitu lah, yo, mbok, dan kok yang berfungsi sebagai penegasan. Kata fatis
lah dan yo juga terdapat dalam tuturan D12 yang menduduki tugas yang sama
dengan tuturan sebelumnya.
Aspek suprasegmental ikut andil dalam penuturan tidak santun seseorang.
Dalam tuturan lisan, nada, intonasi, dan tekanan sangat menentukan santun
tidaknya pemakaian bahasa seseorang. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan latar
belakang budaya si penutur. Dalam hal ini, tuturan D1 bernada rendah, bertekanan
keras pada kata mboh, dan berintonasi berita dengan pola intonasi yang datar-
turun. Sedangkan, tuturan D12 bernada sedang, bertekanan keras pada kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
gembus, dan berintonasi berita dengan pola intonasi yang sama dengan tuturan
D1.
Sejalan dengan yang disampaika Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13),
di mana terdapat lima aspek yang mengikuti sebuah tuturan, yaitu penutur dan
lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tutur, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan
tuturan sebagai produk tindak verbal. Dalam tuturan D1, penutur adalah
perempuan berusia 55 tahun kepada mitra tuur perempuan berusia 35 tahun. Mitra
tutur adalah anak dari penutur. Sedangkan, tuturan D12 dikatakan oleh oleh
penutur perempuan berusia 48 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 45
tahun. Mitra tutur adalah tetangga yang sangat dekat dengan penutur. dilihat dari
tingkat keakraban yang sangat dekat, tentulah sebuah tuturan tidak santun sangat
mungkin terjadi dalam interaksi kedua belah pihak. Tuturan D1 terjadi dalam
suasana santai. Penutur dan mitra tutur sedang menerima tamu di teras rumah.
Penutur duduk tidak jauh dari mitra tutur. Mitra tutur bertanya tentang usianya
kepada penutur. Penutur justru menjawab pertanyaan mitra tutur dengan
seenaknya. Tuturan D12 terjadi dalam suasana santai. Penutur memiliki warung
makan. Di warung makan tersebut, mitra tutur datang hendak membeli makanan.
Selain penutur dan mitra tutur, terdapat pula pembeli yang lain. Mitra tutur lalu
bercerita bahwa tadi pagi memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli
lauk tempe gembus juga. Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi
justru mengejeknya.
Tuturan D1 yang terjadi di teras rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April
2013, ketika penutur sedang menerima tamu itu dikatakan penutur untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
menanggapi pertanyaan mitra tutur yang menanyakan berapa usianya. Tuturan
D12 yang terjadi di warung makan pada siang hari pukul 14.30 WIB, tanggal 13
Mei 2013, ketika penutur sedang melayani pembeli di warungnya itu dikatakan
oleh penutur untuk menanggapi cerita mitra tutur tentang makanan yang ia masak.
Kedua tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur
mengekspresikan ketidakinginannya menjawab pertanyaan mitra tutur akan usia
mitra tutur sendiri. Mitra tutur pun langsung menghitung sendiri usianya sebagai
tindak perlokusi atas tuturan penutur. Sedangkan, penutur dalam tuturan D12
mengekspresikan ejekannya kepada mitra tutur tentang ‘wajah gembus’. Tindak
perlokusi dari mitra tutur pun tidak jadi memilih lauk tempe gembus karena malu
telah diejek oleh penutur.
Kedua tuturan tersebut termasuk dalam subkategori mengejek tampak dalam
tuturannya. Tidak hanya itu, berdasarkan konteks situasi pun dapat dikondisikan
penutur yang mengejek mitra tuturnya. Namun, ada maksud lain yang dimiliki
oleh penutur dalam tuturannya. Dalam tuturan D1, penutur hanya menanggapi
mitra tutur yang menanyakan berapa umurnya mitra tutur sekarang. Menurut
penutur, umur sendiri mengapa harus ditanyakan kepadanya. Tanggapan penutur
justru seperti sebuah ejekan yang meremehkan mitra tutur. Sedangkan pada
tuturan D12, ejekannya kepada mitra tutur yang memiliki wajah seperti tempe
gembus karena selalu makan tempe gembus itu hanyalah bercanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
4.3.4.2 Subkategori Memperingatkan
Tuturan D3 : “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga bersama anggota lainnya. Penutur duduk di sebelah MT. Penutur dan anggota keluarga sedang membicarakan tentang prestasi keluarga.) Tuturan D6 : “Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen!” (Sudah,
jangan banyak bicara, nanti kemalaman.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang untuk ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur. Penutur menegur MT yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur padahal malam semakin larut. Penutur menegur MT di depan tamu penutur.)
Tuturan D3 yang berwujud “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-
maluin!” dikatakan dengan ketus di depan anggota keluarga yang lain tanpa
melihat ke mitra tutur. Tuturan D6 yang berwujud “Wes, ojo kakean leh
ngomong, ndak kewengen!” yang dikatakan dengan sinis kepada mitra tutur yang
lebih tua dari penutur membuat mitra tutur malu, karena dikatakan di depan tamu
penutur. Kedua tuturan tersebut dikatakan dengan menggunakan pilihan kata
bahasa nonstandar. Pilihan kata dalam tuturan D3 adalah bahasa nonstandar
dengan melibatkan kata tidak baku tu, harusnya, dan malu-maluin; tuturan D6
mengunakan bahasa Jawa yang sudah menjadi bahasa keseharian masyarakat
Jawa. Kemudian, nada, tekanan, dan intonasi juga ambil peran dalam penentuan
santun tidaknya sebuah tuturan. Tuturan D3 dikatakan penutur dengan nada
sedang, bertekanan keras pada malu-maluin, dan berintonasi seru dengan pola
intonasi yang lebih tinggi dari intonasi pada kalimat inversi. Sedangkan tuturan
D6 dikatakan penutur dengan nada sedang pula, bertekanan keras pada frasa ndak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
kewengen, dan berintonasi perintah dengan pola intonasi datar-tinggi. Intonasi
tersebut memiliki peran sebagai pembedaan maksud kalimat, seperti yang
dikatakan oleh Muslich, 2009:115−117.
Selanjutnya, teori konteks yang disampaikan oleh Leech (1983) dalam
Wijana (1996:10−13) mencakup lima aspek penting dalam tuturan. Kelima aspek
tersebut adalah penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tutur, tuturan
sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan D3
dikatakan oleh penutur perempuan berusia 22 tahun kepada mitra tutur laki-laki
berusia 15 tahun. Mitra tutur adalah adik dari penutur. Tuturan tersebut terjadi
dalam suasana santai. Penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga bersama
anggota lainnya. Penutur duduk di sebelah mitra tutur. Penutur dan anggota
keluarga sedang membicarakan tentang prestasi keluarga. Sedangkan, tuturan D6
yang terjadi di rumah pukul 19.00 WIB, tanggal 20 April 2013 dikatakan oleh
penutur perempuan berusia yang berusia 40 tahun kepada mitra tutur perempuan
berusia 62 tahun. Mitra tutur tersebut adalah ibu dari penutur. Tuturan tersebut
terjadi dalam suasana santai ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu.
Tiba-tiba, mitra tutur datang dan ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur.
Penutur menegur mitra tutur yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur di
depan tamu penutur, padahal malam semakin larut.
Tuturan D3 yang terjadi pada malam hari ketika penutur dan anggota
keluarga lain sedang bercengkerama di ruang keluarga itu dikatakan oleh penutur
untuk menyindir mitra tutur yang nilainya tidak sebaik nilai kakak-kakaknya.
Sedangkan, tuturan D6 dikatakan penutur untuk menegur mitra tutur yang banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
bertanya kepada tamu penutur. Dengan tujuan demikian, kedua tuturan tersebut
bentuk tindak verbal direktif. Penutur dalam tuturan D3 menunjukka tindak verbal
direktif dengan memberi peringatan kepada mitra tutur agar lebih rajin belajar
karena nilai mitra tutur dinilai memalukan keluarga. Mitra tutur pun langsung
masuk kamar dengan raut muka malu sebagai tindak perlokusinya. Tuturan D6
adalah tuturan peringatan kepada mitra tutur yang tidak memahami waktu yang
semakin larut. Mendapat peringatan demikian, mitra tutur langsung meninggalkan
penutur dan tamunya.
Aspek nonlingual tersebut menguatkan kedua tuturan tersebut tergolong
dalam subkategori mengingatkan, di mana penutur memberi peringatan kepada
mitra tutur. Maksud memperingatkan jugalah yang disiratkan penutur dalam
tuturan D3. Penutur ini memperingatkan mitra tutur yang adalah adiknya untuk
belajar. Hal itu dikarenakan nilai-nilai mitra tutur mengecewakan, bahkan
mempermalukan keluarga. Lain halnya dengan tuturan D6. Sebenarnya, penutur
tidak menyukai kehadiran mitra tutur dan dalam tuturannya, penutur bermaksud
mengusir mitra tutur agar segera pulang ke rumahnya. Semua aspek tersebut
menekankan bahwa kedua tuturan tersebut benarlah tidak santun.
4.3.4.3 Subkategori Menyindir
Tuturan D15 : “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.” (Kamu itu sekarang gemuk, kok pede sekali pakai baju ukuran S seperti itu.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di kamar. Selain penutur dan MT, kakak MT juga berada di kamar tersebut. MT sedang mencoba baju yang baru dibelinya. MT bertanya kepada penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
apakah baju itu cocok dengannya. Penutur menjawab dengan sindirran karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan MT yang sedikit lebih gemuk dari sebelumnya.) Tuturan D16 : “Heh, udah nambah belum itu tinggimu?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk di teras rumah. MT baru saja datang bersama adiknya, lalu menyapa penutur. Selain penutur, terdapat 2 anggota keluarga lain yang duduk di teras itu. Penutur tidak membalas sapaan MT, tetapi malah menyindir MT yang tidak terlalu tinggi.)
Tuturan D15 yang berwujud “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge
klambi ukuran S koyo ngono.” dikatakan penutur dengan ketus. Penutur telah
mengejek dan membuat mitra tutur malu. Sementara tuturan D16 yang berwujud
“Heh, udah nambah belum itu tinggimu?” dikatakan penutur dengan santai di
depan anggota keluarga lain. Penutur sebenarnya hanya bercanda, tetapi hal itu
justru membuat mitra tutur yang memang secara fisik tidak terlalu tinggi malu.
Diksi yang dipilih penutur dalam kedua tuturan adalah bahasa nonstandar.
Tuturan D15 menggunakan bahasa Jawa guna menunjukkan identitas
kedaerahannya. Sedangkan tuturan D16 melibatkan kata tidak baku udah dan
nambah yang dalam seharusnya sudah dan bertambah dalam pembakuannya.
Kata fatis kok dan heh juga terdapat dalam kedua tuturan tersebut. Kata fatis
tersebut semakin menegaskan kesan tidak santun yang ditimbulkan dari kedua
tuturan tersebut. Selanjutnya, aspek suprasegmental yang menyertai tuturan
tersebut juga menjadi penentu santun tidaknya tuturan. Tuturan D15 dikatakan
dengan nada tutur sedang, bertekanan lunak pada kata lemu,dan berintonasi berita
dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan D16 dikatakan oleh penutur dengan
nada tutur yang sama dengan tuturan D15, bertekanan lunak pada kata nambah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
dan berintonasi tanya dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan yang bertekanan
lunak, kata yang ingin ditekankan oleh penutur dikatakan dengan arus udara yang
tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit. Hal itu agar tidak terkesan terlalu
ekstrim, tetapi tidak juga mengurangi kesan tidak santun yang ditimbulkannya,
seperti dalam kedua tuturan tersebut.
Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan adanya konteks
yang mengikuti sebuah tuturan. Konteks tersebut sangat berperan dalam
penentuan santun tidaknya sebuah tuturan. Tuturan D15 dikatakan oleh penutur
perempuan berusia 34 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 18 tahun.
Mitra tutur adalah keponakan dari penutur. Tuturan terakhir, yaitu tuturan D16
dikatakan oleh penutur perempuan berusia 34 tahun. MT perempuan berusia 21
tahun. MT adalah keponakan penutur. Kedua tuturan tersebut dikatakan oleh
seorang perempuan kepada mitra tuturnya yang usianya relatif lebih muda dari
penutur, ditambah dengan adanya kedekatan kekeluargaan. Penutur yang merasa
usianya lebih tua dibandingkan mitra tuturnya lebih memiliki kemungkinan besar
untuk berkata tidak santun. Terutama pula karena antara penutur dan mitra tutur
terdapat kedekatan yang cukup baik. Penutur dapat saja dengan mudahnya
mempermalukan mitra tutur, apalagi jika tuturannya dikatakan di depan orang
lain.
Tuturan D15 terjadi dalam suasana santai. Penutur dan mitra tutur berada di
kamar. Selain penutur dan mitra tutur, kakak mitra tutur juga berada di kamar
tersebut. Mitra tutur sedang mencoba baju yang baru dibelinya. Mitra tutur
bertanya kepada penutur apakah baju itu cocok dengannya. Penutur menjawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
dengan sindiran karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan mitra
tutur yang sedikit lebih gemuk dari sebelumnya. Tuturan D16 terjadi dalam
suasana santai ketika penutur sedang duduk di teras rumahnya. Mitra tutur baru
saja datang bersama adiknya, lalu menyapa penutur. Selain penutur, terdapat 2
anggota keluarga lain yang duduk di teras itu. Penutur tidak membalas sapaan
mitra tutur, tetapi malah menyindir mitra tutur yang tidak terlalu tinggi.
Tuturan D15 yang terjadi di rumah pukul 13.30 WIB, tanggal 23 Mei 2013,
ketika penutur dan mitra tutur berada di kamar hendak mencoba baju baru
dikatakan penutur untuk menanggapi pertanyaan mitra tutur tentang cocok
tidaknya baju yang sedang dicoba mitra tutur. Tuturan D16 yang terjadi di teras
rumah pukul 13.15 WIB, tanggal 23 Mei 2013, ketika penutur tengah duduk
santai di teras rumahnya dikatakan oleh penutur untuk menyindir mitra tutur
dengan menanyakan apakah tingginya sudah bertambah.
Tuturan D15 adalah bentuk tindak verbal representatif dengan menegaskan
bahwa badan mitra tutur telah mulai gemuk, sehingga tidak sesuai lagi
menggunakan pakaian ukuran S. Mitra tutur pun langsung melepas baju yang
dicobanya sebagai bentuk tindak perlokusinya. Sedangkan, tuturan D16 adalah
bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur mengekspresikan sindirannya kepada
mitra tutur yang tidak bertambah tinggi badannya. Mitra tutur pun hanya diam dan
berlalu masuk ke dalam rumah.
Ditinjau dari aspek lingual dan nonlingual, dapat ditentukan bahwa kedua
tuturan tersebut adalah tuturan yang memberi sindiran kepada mitra tutur. Namun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
maksud yang sebenarnya bukan menyindir. Dalam tuturan D15, penutur hanya
mengomentari kondisi fisik mitra tutur saat ini tanpa bermaksud menyindir, hanya
saja tuturannya dikatakan dengan sindiran. Lain pula dalam tuturan D16. Penutur
menanyakan kepada mitra tutur tentang pertambahan tinggi badannya. Tuturan
yang terkesan menyindir tersebut dimaksud penutur hanyalah sebagai candaan,
karena penutur tahu bahwa mitra tutur memang memiliki fisik yang kurang tinggi.
4.3.4.4 Subkategori Kesal
Tuturan D13 : “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.” (Ah, kamu itu kalau diperintah membuat kecewa.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur hendak membuatkan minuman untuk tamunya. MT sedang menyiapkan buku pelajarannya besok. Penutur menyuruh MT untuk membeli gula di warung depan rumahnya. MT tidak langsung pergi karena ia ingin merapikan buku-bukunya terlebih dahulu. Penutur kesal, lalu memarahi MT dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu.) Tuturan D18 : “Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang membicarakan tentang kelanjutan kuliah penutur di ruang keluarga. MT memberi tawaran kepada penutur untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS. Penutur tidak tertarik melanjutkan kuliah di UNS. Penutur langsung menolak tawaran MT sambil beranjak meninggalkan MT.)
Tuturan D13 yang berwujud “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe
gelo.” dikatakan penutur dengan ketus dan bersuara keras. Penutur membuat
mitra tutur malu karena tuturannya dikatakan di depan tamu penutur. Penutur juga
tidak mempedulikan kesibukan mitra tutur. Tuturan D18 yang berwujud
“Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.” dikatakan penutur ketus
kepada orang yang lebih tua. Tuturan tersebut membuat mitra tutur cukup malu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
karena dikatakan di depan anggota keluarga yang lain. Pengunaan bahasa
nonstandar dipilih oleh penutur untuk menyatakan tuturannya. Tuturan D13
menggunakan bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa, sedangkan tuturan D18
menggunakan bahasa nonstandar dalam bahasa Indonesia dengan melibatkan kata
tidak baku mau, aja, dan gak. Dalam tuturan D13 terdapat kata fatis ah yang
berfungsi sebagai penegas sebuah tuturan. Nada tutur yang terlibat dalam kedua
tuturan tersebut adalah nada tinggi dan sedang. Tuturan D13 dikatakan penutur
dengan tekanan keras pada kata gelo dan berintonasi berita yang ditandai dengan
pola intonasi datar-turun. Tuturan D18 dikatakan penutur dengan tekanan keras
pada frasa gak mau dan berintonasi berita juga, sama dengan tuturan D13.
Kemudian, dalam menentukan santun tidaknya sebuah tuturan, aspek
konteks perlu juga terlibat di dalamnya. Tuturan D13 dikatakan oleh penutur
perempuan yang berusia 41 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 12 tahun.
Mitra tutur tersebut adalah anak penutur. Tuturan D18 dikatakan penutur
perempuan berusia 22 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 47 tahun.
Mitra tutur tersebut adalah ibu dari penutur. Kedua tuturan tersebut menunjukkan
adanya hubungan ibu dan anak. Sayangnya kedekatan tersebut justru memberi
peluang adanya interaksi yang kurang santun di antaranya. Tuturan D13 terjadi
dalam suasana santai ketika penutur hendak membuatkan minuman untuk
tamunya, tetapi penutur kehabisan gula. Kemudian, penutur menyuruh mitra tutur
untuk membeli gula di warung depan rumahnya. Mitra tutur yang sedang
menyiapkan buku pelajarannya besok tidak langsung pergi karena ia ingin
merapikan buku-bukunya terlebih dahulu. Penutur kesal, lalu memarahi mitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
tutur dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu. Tuturan D18 terjadi dalam
suasana serius. Penutur dan mitra tutur sedang membicarakan tentang kelanjutan
kuliah penutur di ruang keluarga. Mitra tutur memberi tawaran kepada penutur
untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS. Namun, penutur tidak tertarik
melanjutkan kuliah di UNS. Penutur langsung menolak tawaran mitra tutur sambil
beranjak meninggalkan mitra tutur.
Tuturan D13 yang terjadi di rumah pukul 19.30 WIB, tanggal 20 Mei 2013
dikatakan penutur untuk memarahi mitra tutur yang tidak langsung melaksanakan
perintahnya. Tuturan D18 yang terjadi di rumah pada malam hari dikatakan
penutur memberi penolakan akan tawaran mitra tutur untuk melanjutkan kuliah di
UNS. Kedua tuturan tersebut tergolong dalam bentuk tindak verbal yang berbeda.
Tuturan D13 adalah bentuk tindak verbal ekspresif, sedangkan tuturan D18 tindak
verbal representatif. Tuturan D13 adalah ekspresi kekesalan penutur terhadap
mitra tutur, sedangkan tuturan D18 adalah penegasan penolakan penutur tawaran
mitra tutur. Tindak perlokusi yang terjadi setelah tuturan D13 adalah mitra tutur
yang langsung pergi melaksanakan perintah penutur. Mitra tutur dalam tuturan
D18 hanya menuruti kemauan mitra tutur.
Kedua tuturan tersebut jelas merupakan bentuk kekesalan penutur terhadap
mitra tutur. Hal itu dapat dilihatdari konteks dalam tuturan tersebut. Maksud
kesal memang diakui oleh penutur dalam tuturan D13. Dalam tuturan tersebut,
penutur kesal terhadap mitra tutur yang tidak langsung melaksanakan perintahnya.
Penutur merasa bahwa jika memberi perintah kepada mitra tutur itu sama halnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
membuat diri sendiri kesal. Namun, maksud penutur dalam tuturan D18
sebenarnya ingin memprotes tawaran yang diusulkan oleh mitra tutur.
4.3.4.5 Subkategori Meremehkan
Tuturan D2 : “Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek.” (Kamu itu nanti saja kalau mau nonton, aku dulu.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di ruang keluarga. MT baru keluar dari kamar hendak menonton televisi. Penutur menyuruh mitra tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak tadi menonton televisi. Penutur merasa lebih tua dibanding MT, sehingga ia bisa mengatur seenaknya. Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang lain.) Tuturan D17 : “Lah, mboh mbiyen.” (Lah, tidak tahu dulu.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang tamu. Penutur duduk di samping MT. Selain penutur dan MT, ada pula 3 orang tamu. MT bertanya kepada penutur. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan sinis, padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur malas menghitung sudah berapa lama.)
Tuturan D2 yang berwujud “Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton,
aku disek.” dikatakan penutur dengan ketus dan sinis. Penutur memerintah mitra
tutur dengan seenaknya. Sikapnya yang senioritas tentu menyinggung mitra tutur,
apalagi tuturan tersebut dikatakan di depan anggota keluarga yang lain. Tuturan
D17 yang berwujud “Lah, mboh mbiyen.” dikatakan penutur dengan ketus dan
sinis pula. Tuturan yang dikatakan tanpa melihat ke mitra tutur dan di depan tamu
tentulah membuat mitra tutur malu. Kedua tuturan tersebut dikatakan dengan
penggunaan diksi yang sama, yaitu bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa. Kata
fatis lah dalam tuturan D17 menekankan kesan tidak santun dalam tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
tersebut. Tuturan D2 dikatakan oleh penutur dengan nada tutur sedang, bertekanan
lunak pada mengko wae, dan berintonasi perintah dengan pola intonasi datar-
tinggi. Sedangkan, tuturan D17 dikatakan penutur dengan nada rendah,
bertekanan lunak pada kata mbiyen, dan berintonasi berita dengan pola intonasi
datar-turun.
Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) menyinggung soal konteks yang
melingkupi sebuah tuturan. Tuturan D2 dikatakan oleh penutur laki-laki berusia
26 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 15 tahun. Mitra tutur adalah adik
penutur. Tuturan D17 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 30 tahun kepada
mitra tutur perempuan berusia 56 tahun. Mitra tutur adalah ibu dari penutur.
Tuturan D2 terjadi dalam suasana santai di mana penutur sedang berada di ruang
keluarga. Mitra tutur baru keluar dari kamar hendak menonton televisi. Penutur
menyuruh mitra tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak
tadi menonton televisi. Penutur merasa lebih tua dibanding mitra tutur, sehingga
ia bisa mengatur seenaknya. Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang lain.
Hal tersebut membuat mitra tutur malu. Tuturan D17 terjadi dalam suasana santai
pula ketika penutur dan mitratutur berada di ruang tamu. Penutur duduk di
samping mitra tutur. Selain penutur dan mitra tutur, ada pula 3 orang tamu. Mitra
tutur bertanya kepada penutur. Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur dengan
sinis, padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi
penutur malas menghitung sudah berapa lama.
Tuturan D2 yang terjadi di rumah pada malam hari dikatakan penutur untuk
melarang MT yang hendak menonton televisi. Sedangkan tuturan D17 yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
terjadi di rumah, pukul 18.00 WIB, tanggal 16 April 2013 dikatakan penutur
untuk menanggapi pertanyaan MT tentang berapa lama mereka tinggal di rumah
itu. Tuturan D2 adalah bentuk tindak verbal direktif yang memberi perintah
kepada mitra tutur untuk tidak menonton televisi. Mitra tutur pun tidak jadi
menonton televisi karena merasa sudah dipermalukan di depan anggota keluarga
yang lain. Tuturan D17 adalah bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur hanya
mengekpresikan tanggapannya kepada mitra tutur. Mitra tutur yang tidak
mendapat jawaban atas pertanyaannya, lalu menghitung sendiri sudah berapa lama
mereka tinggal di rumah itu.
Dari konteks yang ada, dapatlah tuturan D2 dan D17 digolongkan dalam
subkategori meremehkan, karena dari tuturan penutur sangat jelas bahwa penutur
kurang menghargai mitra tutur. Tidak hanya terkesan meremehkan, uturan D2
diakui penutur memiliki maksud untuk melarang mitra tutur agar tidak menonton
televisi terlebih dahulu. Penutur memberi kesempatan bagi mitra tutur menonton
televisi setelah penutur selesai menonton. Penutur hanya menanggapi tuturan
mitra tutur yang kurang jelas dengan mengatakan bahwa ia tidak mengerti apa
yang dibicarakan oleh mitra tutur, tetapi dalam tuturan D7 ini penutur memberi
tuturan yang terkesan meremehkan.
4.3.5 Menimbulkan konflik
Dalam pandangan Bousfield (2008), ketidaksantunan dalam berbahasa
dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionally gratuitous and conflictive face-
threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’ Bousfield memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ (gratuitous), dan konfliktif (conflictive)
dalam praktik berbahasa yang tidak santun itu. Jadi apabila perilaku berbahasa
seseorang itu mengancam muka, dan ancaman terhadap muka itu dilakukan
secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan berkategori sembrono
demikian itu mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran, dan tindakan
tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), maka tindakan berbahasa itu
merupakan realitas ketidaksantunan. Tuturan lisan tidak santun yang
menimbulkan konflik terbagi dalam empat subkategori, yaitu subkategori
mengancam, mengejek, memperingatkan, dan kesal. Pada kategori ini, terjadinya
konflik antara penutur dan mitra tutur menjadi efek yang parah pada keempat
subkategori tersebut.
4.3.5.1 Subkategori Mengancam
Tuturan E1 : “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe!” (Adek!!! Heh, aku masukkan kamar aku kunci kapok kamu.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu dan berbincang-bincang. MT bermain-main dengan temannya di sekitar penutur dan tamunya. Penutur sudah menegur MT berkali-kali, tetapi MT tidak mengindahkan teguran penutur yang menyuruh MT bermain agak jauh dari penutur dan tamunya. Penutur merasa sangat terganggu dengan tingkah MT. Penutur menegur lagi dengan marah. MT merasa tidak mengganggu. Mendengar teguran penutur, MT langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari meninggalkan penutur.) Tuturan E9 : “Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak
usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari pasar. MT berada di dalam kamar sedang bermain gitar. Melihat MT, penutur langsung kesal karena seharusnya MT masih kuliah. Penutur merasa MT tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
membiayai kuliahnya. MT tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa diremehkan.)
Tuturan E1 yang berwujud “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci
kapok kowe!” dikatakan dengan sinis dan berteriak. Sambil berkacak pinggang,
penutur mengancam mitra tutur yang sulit diberi tahu. Sementara itu, tuturan E9
yang berwujud “Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah
kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.” juga dikatakan dengan sinis.
Penutur mengancam mitra tutur untuk hidup sendiri. Cara-cara demikian dinilai
tidak santun karena tidak mengindahkan mitra tutur. Ditambah pula dengan
pemilihan kata atau diksi dalam setiap tuturan yang juga mempengaruhi santun
tidaknya sebuah tuturan. Kedua tuturan tersebut menggunakan diksi bahasa
nonstandar. Kesan tidak santun semakin melekat pada tuturan insan penutur
ketika bahasa nonstandar yang berkembang dalam masyarakat menjadi diksi
andalan dalam setiap tuturan. Tuturan E1 yang menggunakan bahasa Jawa
menjadikan bahasa tersebut dialek khas dalam interaksi sehari-harinya.
Sedangkan, tuturan E9 menggunakan bahasa nonstandar dalam bahasa Indonesia,
karena kata tidak baku ikut serta di dalamnya. Kata tidak baku mau, enggak, kalo,
usah, dan cari, serta kata manut yang diadopsi dari bahasa Jawa menandai
penggunaan bahasa nonstandar dalam tuturan ini. Dengan adanya penggunaan
kata fatis heh, tuturan E1 menjadi semakin tidak santun karena kata fatis tersebut
bertugas mempertegas kesan tidak santun. Kemudian aspek suprasegmental, yaitu
nada, tekanan, dan intonasi pun ikut menjadi penentu santun tidaknya sebuah
tuturan. Tuturan E1 dikatakan dengan nada tinggi, bertekanan keras pada kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
adek, dan berintonasi seru dengan pola intonasi tinggi. Sedangkan, tuturan E9
dikatakan dengan nada sedang, bertekanan keras pada frasa kuliah apa enggak,
dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Ketiga aspek tersebut
mencirikan adanya kesan tidak santun pada kedua tuturan tersebut.
Dengan teori Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13), ketidaksantunan
sebuah tuturan dapat ditinjau pula dari aspek konteks yang mengikutinya. Tuturan
E1 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 35 tahun kepada mitra tutur laki-
laki berusia 3 tahun yang adalah anak dari penutur sendiri. Sedangkan, tuturan E9
dikatakan oleh penutur perempuan berusia 28 tahun kepada mitra tutur laki-laki
berusia 20 tahun. Mitra tutur adalah adik dari penutur. Kedua tuturan tersebut
dikatakan oleh perempuan yang usianya sudah cukup matang. Tuturan tidak
santun yang tercetus dari kedua penutur tersebut dipengaruhi oleh efek emosional
penutur saat itu. Tuturan E1 yang timbul dalam suasana tegang tersebut terjadi di
halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. Ketika itu, penutur
sedang menerima tamu dan berbincang-bincang. Mitra tutur bermain-main dengan
temannya di sekitar penutur dan tamunya. Penutur sudah menegur mitra tutur
berkali-kali, tetapi mitra tutur tidak mengindahkan teguran penutur yang
menyuruh mitra tutur bermain agak jauh dari penutur dan tamunya. Penutur
merasa sangat terganggu dengan tingkah mitra tutur. Penutur menegur lagi dengan
marah. Mitra tutur merasa tidak mengganggu. Mendengar teguran penutur, mitra
tutur langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari
meninggalkan penutur. Tuturan E9 terjadi di rumah pada siang hari ketika penutur
baru pulang dari pasar. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana tegang ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
penutur baru pulang dari pasar dan mendapati mitra tutur berada di dalam kamar
sedang bermain gitar. Melihat mitra tutur, penutur langsung kesal karena
seharusnya mitra tutur masih kuliah. Penutur merasa mitra tutur tidak
memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah membiayai
kuliahnya. Penutur lalu mengancam mitra tutur untuk membiayai kuliahnya
sendiri jika tidak mengikuti aturan darinya. Mitra tutur tidak terima dengan
tuturan penutur karena ia merasa diremehkan. Mitra tutur langsung menghidupkan
motor dengan mengeraskan gas motor lalu pergi hingga larut malam.
Setiap tuturan memiliki tujuan tertentu dari si penutur. Tuturan E1 dikatakan
penutur untuk memarahi mitra tutur yang tidak mau sekolah, justru bermain-main.
Sedangkan, tuturan E9 dikatakan penutur untuk memarahi mitra tutur yang
membolos kuliah. Kedua tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal komisif.
Tuturan E1 merujuk pada sebuah kekesalan penutur kepada mitra tutur sehingga
mengancamnya hendak mengunci mitra tutur dalam kamar. Mitra tutur bukannya
mengindahkan penutur, justru memukul kepala mitra tutur sebagai tindak
perlokusinya. Sedangkan tuturan E9, penutur yang kesal dengan mitra tutur yang
tidak masuk kuliah mengancam mitra tutur agar hidup sendiri tanpa meminta
bantuan penutur jika tidak menuruti aturan dari penutur. Mitra tutur yang kesal
dengan ancaman penutur langsung menghidupkan motor dengan mengeraskan gas
motornya lalu pergi hingga larut malam.
Dilihat dari segi konteks itulah, kedua tuturan tersebut tergolong dalam
subkategori mengancam, karena tuturan mengandung makna ancaman. Tetapi
dibalik makna tersebut, terdapat maksud yang dimiliki oleh penutur sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
Dalam tuturan E1, penutur menakut-nakuti akan mengunci mitra tutur dalam
kamar. Sayangnya, penutur menakut-nakutinya dengan ancaman, sehingga
bukannya membuat mitra tutur nakut, melainkan justru memukul kepala penutur.
Tuturan E9 dimaksudkan penutur untuk mengingatkan mitra tutur yang tidak lain
adalah adiknya yang tidak berangkat kuliah untuk rajin kuliah. Kedua tuturan
tersebut sangatlah tampak tidak santun, diikuti dengan konteks dan maksud
tersebut.
4.3.5.2 Subkategori Mengejek
Tuturan E2 : “Halah, ibu ki silit, silit!!!” (Halah, ibu itu ‘silit, silit’!!! ) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang menerima tamu di ruang tamu bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya berada di ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki MT dengan tuturan yang mengejek MT. Tuturan penutur sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain. MT lalu menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya. MT menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi.)
Tuturan E2 yang berwujud “Halah, ibu ki silit, silit!!!” adalah tuturan
ejekan kepada mitra tutur yang diucapkan dengan sedikit berteriak. Parahnya,
tuturan tersebut dikatakan kepada orang yang lebih tua. Ketidaksantunan penutur
didukung dengan pemilihan diksi bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa yang
dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang tidak sopan. Kata fatis halah
ditambahkan pula dalam tuturan guna mempertegas efek tidak santun dalam
tuturan tersebut. Dengan nada tinggi, bertekanan keras pada kata silit, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
berintonasi seru dengan pola intonasi yang tinggi semakin menekankan adanya
kesengajaan penutur mengejek mitra tutur.
Sesuai dengan pendapat Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13), tuturan
memiliki sejumlah aspek yang mengikutinya. Tuturan yang merupakan ejekan
tersebut dikatakan oleh penutur laki-laki, seorang anak yang masih berusia 5
tahun kepada mitra tutur perempuan, ibu penutur sendiri yang berusia 30 tahun.
Seorang anak dengan usia demikian tentulah sangat rentan dalam perkembangan
kebahasaannya. Ia akan dengan gampangnya meniru penggunaan bahasa di
lingkungan sekitarnya dan menerapkannya dalam interaksi di rumah. Sebenarnya,
tuturan tersebut terjadi dalam suasana santai yang terjadi di rumah, pukul 18.00
WIB, tanggal 16 April 2013, ketika penutur keluar dari ruang keluarga ke ruang
tamu. Saat itu, mitra tutur sedang menerima tamu di ruang tamu bersama dengan
anggota keluarga yang lainnya. Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya berada di
ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki
mitra tutur dengan tuturan yang mengejek mitra tutur dengan ejekan silit. Tuturan
penutur tersebut sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain.
Mitra tutur lalu menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya.
Mitra tutur menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton
televisi lagi. Tujuan penutur mengatakan tuturan demikian sebenarnya untuk
mencari perhatian mitra tutur. Dengan demikian, tuturan E2 adalah bentuk tindak
verbal ekspresif di mana penutur mengekspresikan ejekannya kepada mitra tutur
yang tengah bercengkerama dengan tamunya. Ekspresi penutur tersebut
menimbulkan konflik karena mitra tutur langsung memarahi dan menghukum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
penutur dengan tidak memperbolehkannya menonton televisi lagi. Hukuman
tersebut sebagai tindak perlokusi dari mitra tutur.
Berdasarkan aspek konteks tersebut, tuturan E2 dapatlah diklasifikasikan
dalam subkategori mengejek yang mengandung makna mengejek. Maksud
mengejek pula yang diakui penutur. Semakin jelas tuturan tersebut adalah tuturan
yang tidak santun. Tuturan ini terkesan begitu kasar karena menggunakan kata-
kata tabu dan memberikan kesan ‘jorok’. Penutur mengejek mitra tutur yang
adalah ibunya dengan kata silit. Karena kata-kata itulah, mitra tutur menjadi
marah dan berujung konflik antara penutur dan mitra tutur.
4.3.5.3 Subkategori Memperingatkan
Tuturan E5 : “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.” (Pak, kamu apa-apa untuk anak dibelikan. Seperti itu membuat kebiasaan.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur menegur MT yang dengan mudahnya menuruti permintaan anaknya. MT merasa dipojokkan oleh tuturan penutur. MT lalu membela diri, tetapi penutur masih saja menyalahkan MT yang terlalu memanjakan anak. MT semakin kesal dan membalas tuturan penutur dengan ketus.) Tuturan E7 : “Aku juga butuh makan, cepetan!!!”
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bersiap mengerjakan tugas masing-masing. MT yang bertugas mengantar penutur ke pasar tidak cepat-cepat bersiap. Penutur mulai terpancing emosi dan meneriaki MT. MT yang tersinggung dengan tuturan penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil menutup pintu kamar dengan keras.)
Tuturan E5 yang berwujud “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono
kuwi marai tuman.” dikatakan dengan sinis dan tanpa melihat ke arah mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
karena penutur sambil mengerjakan pekerjaan lain. Sementara, tuturan E7
dikatakan oleh penutur dengan sinis sambil berkacak pinggang. Sikap-sikap
seperti itu dinilai tidak sopan dalam berinteraksi. Ditambah pula diksi nonstandar
yang dipilih penutur. Tuturan E5 menggunakan diksi bahasa nonstandar dalam
bahasa Jawa, di mana bahasa tersebut adalah identitas kedaerahan masyarakat
Jawa dalam interaksi sosialnya. Bahasa Indonesia digunakan dalam tuturan E7,
tetapi dengan diksi bahasa nonstandar. Di dalamnya terdapat kata tidak baku
butuh dan cepetan, yang dalam bahasa baku semestinya membutuhkan dan cepat.
Unsur suprasegmental, seperti nada, tekanan, dan intonasi juga
mempengaruhi kesan tidak santun yang ditimbulkan dalam sebuah tuturan. Seperti
pendapat Pranowo bahwa aspek nada dalam bertutur mempengaruhi kesantunan
berbahasa seseorang. Tuturan E5 bernada tutur sedang, sedangkan tuturan E7
bernada tinggi. Nada tutur tersebut mengikuti suasana hati penutur, ketika penutur
tidak dalam keadaan emosi, penutur dapat berbicara dengan nada sedang.
Sebaliknya, penutur yang mulai emosi berbicara dengan nada tinggi. Tekanan dari
kedua tuturan tersebut juga berbeda. Tuturan E5 bertekanan lunak pada frasa
marai tuman, sedangkan tuturan E7 bertekanan keras pada kata cepetan. Intonasi
berita dengan pola datar-turun dapat dilihat pada tuturan E5, sedangkan tuturan
E7 berintonasi perintah dengan pola datar-tinggi. Intonasi menunjukkan latar
belakang budaya dari penuturnya.
Sesuai dengan pendapat Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13), setiap
tuturan terdapat konteks yang mengikuti setiap tuturan tersebut. Tuturan E5
dikatakan oleh penutur perempuan berusia 37 tahun kepada mitra tutur laki-laki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
berusia 40 tahun yang merupakan suami dari penutur. Dengan kedekatan
emosional seperti itu, tentulah sangat mungkin munculnya suatu interaksi
kebahasaan yang kurang santun di antara suami istri. Tuturan yang terjadi di
rumah pada malam hari itu tercetus dalam suasana serius, ketika penutur dan
mitra tutur sedang membicarakan tentang anak mereka. Penutur yang berada di
ruang keluarga bersama mitra tutur menegur mitra tutur yang dengan mudahnya
menuruti permintaan anaknya. Karena merasa dipojokkan oleh penutru, mitra
tutur pun membela diri. Namun, penutur masih saja menyalahkan mitra tutur
terlalu memanjakan anaknya. Mitra tutur pun semakin kesal dan membalas
tuturan penutur dengan ketus. Terjadilah adu mulut yang cukup panjang
antarkeduanya. Sedangkan, tuturan E7 dikatakan oleh penutur perempuan berusia
25 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 20 tahun. Mitra tutur adalah adik
penutur. Hal itu menunjukkan adanya kesewenang-wenangan penutur kepada
mitra tutur yang lebih muda darinya. Tuturan tersebut terjadi di rumah pada pagi
hari ketika penutur dan mitra tutur sedang bersiap mengerjakan tugas masing-
masing. Bahkan, dalam suasana tegang ketika penutur dan mitra tutur sedang
bersiap mengerjakan tugas masing-masing. Mitra tutur yang bertugas mengantar
penutur ke pasar tidak cepat-cepat bersiap. Penutur mulai terpancing emosi dan
meneriaki mitra tutur untuk lebih cekatan. Mitra tutur yang tersinggung dengan
tuturan penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar
sambil menutup pintu kamar dengan keras.
Tujuan penutur dalam tuturan E5 memang ingin menegur mitra tuturnya
yang selalu menuruti permintaan anaknya. Tuturan E7 dikatakan penutur untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
memarahi mitra tutur yang sangat lambat dalam mengerjakan sesuatu. Tuturan E5
adalah bentuk tindak verbal ekspresif, di mana penutur mengekspresikan
kekesalannya terhadap mitra tutur melalui teguran tersebut. Dengan teguran
tersebut, mitra tutur justru balas marah kepada penutur karena ia merasa
dipojokkan. Balasan tersebut sebagai tindak perlokusi dari tuturan penutru.
Tuturan E7 adalah bentuk tindak verbal direktif, penutur memberi menyuruh
mitra tutur untuk bertindak secara cepat dalam mengerjakan sesuatu. Mitra tutur
yang tidak menyukai tuturan penutur langsung masuk ke kamar dengan menutup
pintu kamar dengan keras sebagai tindak perlokusinya.
Dari konteks tersebut, dapat dilihat bahwa kedua tuturan tersebut
merupakan peringatan penutur kepada mitra tuturnya. Dibalik makna dalam
subkategori, ada maksud yang hanya dimiliki oleh penutur itu sendiri. Tuturan E5
tersirat maksud penutur yang melarang mitra tutur agar tidak dengan mudahnya
menuruti permintaan anaknya. Menurut penutur, hal itu akan menjadikan
kebiasaan buruk bagi sang anak. Sedangkan dalam tuturan E7, penutur memang
bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa yang membutuhkan makan bukan
hanya mitra tutur, tetapi penutur pula. Oleh sebab itu, penutur mengharapkan
pengertian mitra tutur untuk bersiap-siap dengan cepat dan menyelesaikan
tugasnya saat itu dengan cepat agar waktu yang ada dapat dibagi dengan baik.
4.3.5.4 Subkategori Kesal
Tuturan E4 : “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.” (Halah, ibu itu pelit sekali, tidak seperti bapak.)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang memainkan mainannya. MT sedang membersihkan rumah. Penutur merasa mainannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
kurang, ia meminta mainan baru kepada MT. MT menyuruh penutur untuk bersabar karena MT belum memiliki uang lebih untuk membelikan mainan baru untuk penutur. Penutur justru menanggapi nasihat MT dengan marah. Penutur membanding-bandingkan MT dengan ayahnya yang tidak pelit. Karena dibanding-bandingkan, MT langsung memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya.) Tuturan E6 : “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru saja pulang dari pasar. Sesampai di rumah, penutur mendapat laporan dari nenek MT bahwa MT membolos dari sekolah. Penutur langsung menghampiri MT yang berada di meja makan hendak mengambil makan. Penutur langsung memarahi MT yang bandel tidak mau sekolah. Mendengar tuturan penutur, MT tidak jadi mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya. Tanpa membalas tuturan penutur, MT langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal. Sebenarnya MT izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah dahulu.)
Tuturan E4 yang berwujud “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.”
dituturkan oleh penutur dengan sinis kepada orang yang lebih tua. Penutur
dengan sengaja membandingkan mitra tutur dengan ayahnya. Tuturan E6 yang
berwujud “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!” dikatakan oleh penutur
dengan suara keras sambil berkacak pinggang. Kedua tuturan tersebut
menggunakan diksi yang sama, yaitu bahasa nonstandar, tetapi dalam bahasa yang
berbeda. Tuturan E4 menggunakan bahasa Jawa yang dalam masyarakat Jawa
menjadi ciri kedaerahannya yang selalu digunakan dalam interaksi sehari-hari.
Sedangkan, dalam tuturan E6 terdapat kata umpatan, yaitu bandel, nakal, dan
kurangajar. Umpatan tersebut tentulah telah menunjukkan adanya kesan tidak
santun yang tersirat dalam tuturan tersebut. Kedua tuturan tersebut didukung pula
dengan penggunaan kata fatis halah dan kok yang memberi penegasan pada kesan
tidak santun. Tuturan E4 dikatakan dengan nada sedang, bertekanan keras pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
kata pelit, dan berintonasi berita berita dengan pola datar-turun. Sedangkan
tuturan E6 dikatakan dengan nada tinggi, bertekanan keras pada kata bandel,
nakal, kurangajar, dan berintonasi seru dengan pola intonasi yang tinggi. Nada,
tekanan, dan intonasi dalam sebuah tuturan adalah aspek yang memperngaruhi
ketidaksantunan berbahasa seseorang.
Selanjutnya, dari aspek konteks situasi yang melingkupi sebuah tuturan juga
sangat berpengaruhi kadar santun dan tidak santunnya sebuah tuturan. Leech
(1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan sejumlah aspek yang
mengikuti sebuah tuturan, yaitu (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tuturan,
(3) tujuan tutur, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan, dan (5) tuturan sebagai
produk tindak verbal. Tuturan E4 yang dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 11
tahun ditujukan kepada mitra tutur perempuan berusia 37 tahun. Mitra tutur
tersebut adalah ibu dari penutur. kemudian, tuturan E6 dikatakan oleh penutur
perempuan berusia 40 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 13 tahun. Mitra
tutur adalah anak dari penutur. Tuturan E4 yang dikatakan oleh anak usia belasan
tahun tentulah dilandasi oleh perkembangan psikis remaja yang belum matang.
Tidak hanya dalam usia belum matang, tetapi dalam usia yang sudah cukup
matang pun, tuturan tidak santun pun dapat terucap dari penutur. Hal itu
dipengaruhi oleh keadaan emosi penutur saat itu.
Tuturan E4 terjadi dalam suasana santai ketika penutur sedang memainkan
mainannya dan mitra tutur sedang membersihkan rumah. Penutur merasa
mainannya kurang, ia meminta mainan baru kepada mitra tutur. Mitra tutur
menyuruh penutur untuk bersabar karena mitra tutur belum memiliki uang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
untuk membelikan mainan baru untuk penutur. Penutur justru menanggapi nasihat
mitra tutur dengan marah. Penutur membanding-bandingkan mitra tutur dengan
ayahnya yang tidak pelit. Karena dibanding-bandingkan, mitra tutur langsung
memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya. Masih pada
subkategori yang sama, tuturan E6 terjadi dalam suasana tegang ketika penutur
baru saja pulang dari pasar dalam kondisi lelah. Sesampai di rumah, penutur
mendapat laporan dari nenek mitra tutur bahwa mitra tutur membolos dari
sekolah. Penutur langsung menghampiri mitra tutur yang berada di meja makan
hendak mengambil makan. Penutur langsung memarahi mitra tutur yang bandel
tidak mau sekolah. Mendengar tuturan penutur, mitra tutur tidak jadi mengambil
makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya. Tanpa membalas
tuturan penutur, mitra tutur langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal.
Sebenarnya mitra tutur izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum
sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah terlebih dahulu.
Tuturan E4 yang terjadi pada sore hari ketika penutur sedang memainkan
koleksi mainannya di ruang keluarga itu dikatakan penutur dengan tujuan untuk
menunjukkan amarahnya kepada mitra tutur karena tidak dibelikan mainan.
Tuturan E6 yang terjadi di rumah pada sore hari ketika penutur baru pulang dari
pasar dikatakan penutur untuk memarahi mitra tutur yang bolos sekolah. Kedua
tuturan adalah bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur dalam tuturan E4
mengekspresikan kemarahannya kepada mitra tutur yang tidak segera membelikan
mainan baru untuknya. Penutur yang tersulut emosi langsung memarahi penutur
yang tidak bisa mengerti keadaan orang tuanya. Sedangkan, penutur dalam tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
E6 mengekspresikan kekesalannya terhadap mitra tutur yang tidak masuk sekolah
dengan alasan sakit perut. Mitra tutur tidak membalas tuturan penutur, tetapi
justru membanting piring yang sedang dipegangnya lalu pergi hingga larut
malam.
Kedua tuturan tergolong dalam subkategori kesal tentulah karena tuturan
tersebut mengandung makna kesal. Lain halnya dengan maksud yang dimiliki
oleh penutur itu sendiri. Dibalik kekesalannya, penutur memiliki maksud
tersendiri dalam tuturannya. Penutur dalam tuturan E4 memprotes mitra tutur
yang tidak segera menuruti kemauannya, yaitu ingin mendapatkan mainan baru.
Sedangkan dalam tuturan E6, penutur merasa sangat kesal terhadap mitra tutur
yang adalah anaknya. Kekesalannya tersebut dikarenakan oleh mitra tutur yang
tidak masuk sekolah dengan alasan sakit perut. Penutur merasa mitra tutur bandel
dan tidak menghargai mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
BAB V
PENUTUP
Bab ini terdiri dari dua hal pokok, yiatu (1) simpulan dan (2) saran.
Simpulan berisi rangkuman keseluruhan isi dari penelitian ini. Sedangkan, saran
berisi hal-hal relevan yang perlu diperhatikan untuk peneliti lanjutan, baik
mahasiwa jurusan Bahasa Indonesia, maupun peneliti lain. Berikut adalah
pemaparan dari kedua hal tersebut.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, peneliti menemukan adanya tuturan lisan
tidak santun dalam komunikasi lisan antaranggota keluarga pedagang yang
berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. Temuan dalam hasil analisis
data disimpulkan sebagai berikut.
5.1.1 Wujud Ketidaksantunan
Wujud ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga pedagang
disimpulkan dalam dua bagian, yaitu secara linguistik dan pragmatik. Wujud
ketidaksantunan linguistik yang ditemukan peneliti berupa tuturan lisan tidak
santun antaranggota keluarga yang telah ditranskripsi. Tuturan lisan tersebut
teridentifikasi dalam lima kategori dan sebelas subkategori ketidaksantunan.
Kategori ketidaksantunan berbahasa kategori ketidaksantunan melanggar norma,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
kategori ketidaksantunan mengancam muka sepihak, kategori ketidaksantunan
melecehkan muka, kategori ketidaksantunan menghilangkan muka, dan kategori
ketidaksantunan menimbulkan konflik. Dalam kategori melanggar norma,
terdapat subkategori menolak dan menentang. Subkategori dalam mengancam
muka sepihak adalah kesal, memerintah, menyindir, memperingatkan, dan
mengancam. Subkategori dari melecehkan muka adalah kesal, menyindir,
mengejek, menentang, menolak, dan memperingatkan. Kemudian, subkategori
dalam menghilangkan muka adalah mengejek, memperingatkan, menyindir, kesal,
dan meremehkan. Kategori terakhir, yaitu menimbulkan konflik memiliki
subkategori mengancam, mengejek, memperingatkan, dan kesal. Adanya
subkategori tersebut berasal dari makna tuturan yang dipersepsi berdasarkan
wujud dan konteks yang melingkupinya. Sementara, wujud ketidaksantunan
pragmatik ditemukan oleh peneliti berupa cara penyampaian penutur yang
mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun. Secara umum, cara-cara penutur
menyampaikan tuturannya dengan sinis, ketus, tanpa melihat ke mitra tutur.
5.1.2 Penanda Ketidaksantunan
Penanda ketidaksantunan ditinjau dari aspek linguistik dan pragmatik pula.
Penanda ketidaksantunan linguistik ditandai dengan diksi, penggunaan kata fatis,
nada tutur, tekanan, dan intonasi dalam setiap tuturan. Sedangkan, penanda
ketidaksantunan pragmatik tuturan lisan tidak santun berupa paparan konteks
yang menyertai setiap tuturan. Pemaparan dari konteks setiap tuturan tersebut
meliputi aspek penutur dan mitra tutur, aspek konteks yang dalam hal ini berupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
situasi dan suasana terjadinya tuturan, aspek tujuan penutur, aspek tuturan sebagai
bentuk tindak atau aktivitas, serta aspek tuturan sebagai produk tindak verbal.
5.1.2.1 Melanggar Norma
Tuturan lisan tidak santun yang melanggar norma banyak ditandai dengan
penggunaan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa; kata fatis
ah, lho, ya, kok, wong, dan halah; nada tutur rendah dan sedang; tekanan lunak;
intonasi berita dan tanya.
Tuturan lisan tidak santun yang melanggar norma cenderung dikatakan oleh
seorang anak dalam keluarga pedagang; dalam suasana santai; tindak verbal
ekspresif, komisif, dan representatif; tindak perlokusi mitra tutur yang kesal hanya
diam, tidak menanggapi tuturan penutur lagi.
5.1.2.2 Mengancam Muka Sepihak
Tuturan lisan tidak santun yang mengancam muka sepihak ditandai dengan
penggunaan diksi bahasa nonstandar; kata fatis kok, sih, lho,dan lah; nada tutur
sedang dan tinggi; tekanan lunak dan keras; intonasi berita, tanya, perintah, dan
seru.
Tuturan lisan tidak santun yang mengancam muka dapat dilakukan oleh
siapa saja dalam keluarga; dalam suasana santai dan beberapa serius; tindak verbal
ekspresif, direktif, representatif, dan komisif; tindak perlokusi mitra tutur merasa
tersinggung, tetapi tidak disadari oleh penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
5.1.2.3 Melecehkan Muka
Tuturan lisan tidak santun yang melecehkan muka ditandai dengan
penggunaan diksi bahasa nonstandar; kata fatis heh, kok, yo, wong, ah, sih, halah,
dan mbok; nada tutur rendah, sedang, dan tinggi; tekanan lunak dan keras;
intonasi berita, tanya, dan perintah.
Tuturan lisan tidak santun yang melecehkan muka dapat dituturkan oleh
siapa saja dalam keluarga; dalam suasana santai, serius; tindak verbal ekspresif,
direktif, dan representatif; tindak perlokusi mitra tutur tersinggung, tetapi tetap
melakukan apa yang diinginkan penutur.
5.1.2.4 Menghilangkan Muka
Tuturan lisan tidak santun yang menghilangkan muka ditandai dengan
penggunaan diksi bahasa nonstandar; kata fatis lah, yo, mbok, kok, halah, lho,
weh, ah, dan heh; nada tutur rendah, sedang, dan tinggi pada satu tuturan; tekanan
lunak dan keras; intonasi berita, tanya, perintah, dan seru.
Tuturan lisan tidak santun yang menghilangkan muka dapat dikatakan oleh
siapa saja dalam keluarga; dalam suasana santai dan serius; tindak verbal
ekspresif, representatif, dan direktif; tindak perlokusi mitra tutur merasa malu
karena tuturan penutur tersebut dikatakan di depan orang lain.
5.1.2.5 Menimbulkan Konflik
Tuturan lisan tidak santun yang menimbulkan konflik ditandai dengan
penggunaan diksi bahasa nonstandar; kata fatis heh, halah, dan kok; nada tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
sedang dan tinggi; tekanan lunak pada satu tuturan dan keras untuk tuturan
lainnya; intonasi berita, perintah, dan seru.
Tuturan lisan tidak santun yang menimbulkan konflik dapat dikatakan oleh
siapa saja dalam keluarga; dalam suasana tegang, serius dan dapat pula dalam
suasana santai; tindak verbal direktif, komisif, repersentatif, ekspresif; tindak
perlokusi mitra tutur menjadi emosi dan munculah konflik antara penutur dan
mitra tutur.
5.1.3 Maksud Ketidaksantunan
Maksud sebuah tuturan hanya dimiliki oleh penutur. Hal itu karena maksud
dalam sebuah tuturan melekat pada si pemilik tuturan atau penutur. Dalam
kategori melanggar norma, penutur mengatakan tuturan tidak santunnya dengan
maksud untuk menunda, protes, dan kesal kepada mitra tutur. Kategori
mengancam muka sepihak memiliki maksud ketidaksantunan penutur untuk
mengungungkapkan kekesalan, protes, mengusir, basa-basi, memperingatkan, dan
bercanda kepada mitra tutur. Kemudian pada melecehkan muka, terdapat maksud
memerintah, mengelak, kesal, mengomentari, menakut-nakuti, mengejek, basa-
basi, menyindir, memperingatkan, dan melarang mitra tutur akan suatu hal. Pada
kategori menghilangkan muka, maksud menanggapi, bercanda, melarang,
memperingatkan, menyindir, basa-basi, mengomentari, mengusir, kesal, dan
protes diakui penutur merupakan maksud dari tuturan tidak santunnya. Kategori
terakhir, yaitu menimbulkan konflik, penutur memiliki maksud untuk menakut-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
nakuti, mengejek, protes, melarang, memperingatkan, dan kesal dalam tuturan
tidak santunnya.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang telah ditemukan, peneliti memberi beberapa saran
bagi peneliti lanjutan yang ingin meneliti topik yang serupa dengan penelitian ini.
Berikut adalah saran-saran dari peneliti.
5.2.1 Bagi Peneliti Lanjutan
1) Penelitian ini hanya meneliti ketidaksantunan berbahasa linguistik dan
pragmatik dalam lingkup keluarga saja. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan subjek dan ranah yang berbeda seperti
ketidaksantunan dalam novel, ketidaksantunan berbahasa elit politik, suku,
budaya, dan lain-lain.
2) Penelitian ini menemukan lima kategori dan sembilan subkategori.
Diharapkan peneliti lanjutan dapat menemukan kategori dan subkategori
ketidaksantunan lain untuk melengkapi teori dalam fenomena
ketidaksantunan ini.
3) Selain bidang ilmu pragmatik, data tuturan yang dianalisis dari segi wujud,
penanda, dan maksud ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik
dapat dianalisis pula dari beberapa bidang ilmu lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
5.2.2 Bagi Keluarga
Fenomena ketidaksantunan berbahasa merupakan fenomena baru dalam
kajian ilmu pragmatik. Dengan hasil penelitian yang telah diuraikan, dengan
adanya ikatan kekeluargaan yang sangat dekat, sebagai keluarga yang
berkecimpung dalam profesi pedagang seharusnya dapat menghindari penggunaan
bahasa yang tidak santun baik antaranggota keluarga. Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai acuan atau gambaran umum mengenai bentuk ketidaksantunan
berbahasa itu sehingga dengan adanya acuan ketidaksantunan berbahasa anggota
keluarga dapat mengurangi bahkan menghindari bertutur yang tidak santun,
sebaliknya dapat bersikap dan berperilaku yang santun dengan orang tua, saudara,
atau orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
DAFTAR PUSTAKA
Achmad dan Alek Abdullah. 2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Bousfield, Derek dan Miriam A. Locher.2008. Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with Power in Teory and Practice. New York: Mouton de Gruyter.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Huang, Yan. 2007. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
Keraf, Gorys. 1987. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
__________. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London: Longman.
_____________.1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terj. Jakarta: UI Press.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
Muslich, Masnur. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Noviyanti, Agustina Galuh Eka. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
Nugroho, Miftah. 2009. “Konteks dalam Kajian Pragmatik” dalam Peneroka Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Puspitarini, Olivia Melissa. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program Studi PBSID, FKIP, USD, Angkatan 2009—2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma
_______________. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
______________. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.
_______________. 2012. “Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik dan Linguistik Berbahasa dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”. Presentasi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
______________. ____. “Re-interpretasi Konteks Pragmatik”. Jurnal.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguitis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sumarsono. 2004. Filsafat Bahasa. Jakarta: Grasindo.
_________. 2008. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Verhaar, J. W. M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
Widyawari, Caecilia Petra Gading May. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID Angkatan 2009—2011 Universitas Sanata Dharma. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.
Wijana, I Dewa Putu & Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Terj. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yuliastuti, Elizabeth Rita. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MELANGGAR NORMA
NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN
PRESEPSI KETIDAKSANTUNAN LINGUAL
NONLINGUAL (Topik dan Situasi)
1. A1 Cuplikan Tuturan 1 MT : “Gek belajar ndisek, Le,
wes wektune belajar ki lho!”
P : “Halah, mbok mengko ah, Bu.”
• Intonasi berita. • Partikel: halah,
ah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata mengko.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur disuruh oleh MT untuk belajar karena sudah waktunya belajar.
• Penutur sedang menonton TV di ruang tengah.
• Aturan belajar di rumah adalah pukul 20.00 WIB.
• Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai.
• Tuturan terjadi di rumah pada malam hari.
• Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT perempuan berusia 56 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi dengan kesal tuturan MT yang menyuruh penutur belajar.
• Tindak verbal: ekspresif • Tindak perlokusi: MT hanya diam, tidak
merespons tuturan penutur lagi.
Kategori: melanggar norma. Subkategori: menolak Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur berbicara kepada
orang yang lebih tua. • Penutur tidak menaati
peraturan di rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. A2 Cuplikan Tuturan 2 MT : “Le, leh bali ojo bengi-
bengi yo!” P : “Halah, ngopo lho,
aturan opo ngono kuwi.”
• Intonasi tanya. • Partikel: halah,
lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada aturan opo.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT bertemu di ruang makan. • Penutur berpamitan kepada MT hendak
pergi keluar rumah pada malam hari. • MT memberi pesan kepada penutur agar
tidak pulang larut malam. • Penutur sudah mengetahui batas jam
malam dalam keluarganya yaitu pukul 22.00 WIB.
• Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai.
• Tuturan terjadi di rumah. • Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT
perempuan berusia 56 tahun. MT adalah ibu dai penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang memberi pesan kepada penutur.
• Tindak verbal: ekspresif • Tindak perlokusi: MT langsung diam,
tidak menanggapi tuturan penutur.
Kategori: melanggar norma. Subkategori: menentang. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur berbicara kepada
orang yang lebih tua. • Penutur tidak menaati
peraturan di rumah.
3. A3 Cuplikan Tuturan 3 MT : “Waktunya belajar dulu,
nontonnya udah!” P : “Bentar lagi ya, Bu,
wong masih jam segini kok!”
MT : “Gek belajar sana, nek
• Intonasi berita. • Partikel: ya, kok,
wong. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga.
• Penutur sedang menonton televisi. • MT menyuruh penutur untuk belajar
karena sudah pukul 20.00 WIB (waktu belajar keluarga).
• Suasana ketika tuturan terjadi dalam
Kategori : Melanggar norma. Subkategori: menentang. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gak tv-nya tak matiin ini!!!”
• Tekanan: lunak pada kata bentar.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan dengan kata tidak baku bentar, masih, dan segini; penggunaan istilah bahasa Jawa wong.
keadaan santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 20.10
WIB, tanggal 6 Mei 2013. • Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT
perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang menyuruhnya belajar.
• Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: MT langsung
meninggalkan penutur dengan kesal.
• Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua.
• Penutur tidak menaati peraturan di rumah.
• Penutur menanggapi MT dengan sinis.
4. A4 Cuplikan Tuturan 4 MT : “Kowe ki mbok belajar
to!” P : “Halah, ora sinau, aku
yo iso kok.”
• Intonasi berita. • Partikel: halah,
yo, kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada rendah.
• Tekanan: lunak pada kata iso.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi.
• Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, waktu belajar yang sudah ditetapkan dalam keluarga.
• MT menyuruh penutur untuk belajar dulu. • Penutur merasa dirinya sudah pandai,
oleh karenanya ia tidak mau belajar. • Penutur menjawab dengan kesal karena
merasa dirinya diatur-atur. • Suasana ketika tuturan terjadi dalam
keadaan santai. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
hari. • Penutur laki-laki berusia 13 tahun. MT
Kategori : melanggar norma. Subkategori: menentang. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur berbicara kepada
orang yang lebih tua. • Penutur tidak menaati
peraturan di rumah. • Penutur bersikap sinis
kepada MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perempuan berusia 40 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang menyuruhnya belajar, sementara penutur merasa dirinya bisa tanpa belajar.
• Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT langsung diam dan
pergi dengan jawaban penutur yang tidak menuruti nasihatnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MENGANCAM MUKA SEPIHAK
NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN
PRESEPSI KETIDAKSANTUNAN LINGUAL
NONLINGUAL (Topik dan Situasi)
1. B1 Cuplikan Tuturan 5 MT : “Wedange endi, Kung?” P : “Opo. Wong kowe
ngentekke wedang e kung kok.”
• Intonasi berita. • Partikel: wong,
kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada frasa kowe ngentekke.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang membersihkan kandang burung peliharaannya.
• MT sedang bermain dengan temannya. • MT meminta dibuatkan susu. • Sebelumnya, MT sudah menghabiskan
minuman penutur. • Penutur mengatakan tuturannya sambil
asyik memandikan burung peliharaannya tanpa melihat MT.
• MT merasa penutur memarahi dirinya karena sudah menghabiskan minuman penutur.
• Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya membuat MT menangis.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 60 tahun. MT
laki-laki berusia 3 tahun. MT adalah cucu dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi dengan
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur tidak merasa
menyinggung MT. • Penutur mempedulikan
akibat dari tuturannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesal permintaan MT yang minta dibuatkan susu.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung menangis
dan berlari ke pelukan ibunya.
2. B2 Cuplikan Tuturan 6 P : “Sayur e endi bu?
Emoh mangan aku nek gak enek sayur e.”
MT: “Mbok sabar to le, kowe ki ra ndelok ibu sibuk po iki.”
P : “La wong aku ngelih lho.”
• Intonasi tanya • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada frasa sayur e endi.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur baru pulang dari sekolah. • MT sedang menyapu lantai rumah. • Penutur hendak makan, lalu ia membuka
tudung saji, tetapi tidak menemukan sayur.
• Penutur tidak mau makan jika tidak ada sayur.
• Tanpa melihat pada MT, penutur pergi begitu saja tanpa mempedulikan MT yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk penutur.
• Tuturan terjadi dalam suasana serius. • Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. • Penutur laki-laki berusia11 tahun. MT
perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur bertanya dengan kesal sayur yang seharusnya sudah tersedia di meja makan.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung buru-
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur tidak
mempedulikan akibat dari tuturannya.
• Penutur tidak merasa membuat MT tersinggung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
buru memasak sayur untuk penutur.
3. B3 Cuplikan Tuturan 7 P : “Wes, nek wes takon
gek lungo!” MT: (langsung pergi).
• Intonasi perintah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa gek lungo.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu di ruang tamu.
• MT datang lalu ikut bertanya-tanya kepada tamu penutur.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00
WIB, tanggal 20 April 2013. • Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT
perempuan berusia 62 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menyuruh MT pergi setelah bertanya-tanya pada tamu penutur.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi
meninggalkan tamu penutur.
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : memerintah. Wujud: • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur tidak
mempedulikan MT yang tersinggung karena tuturannya.
4. B4 Cuplikan Tuturan 8 P : “Haduh, Mbaknya nih
sibuk banget sih, mbok sini lho!”
MT: “Eh, iya, Mbak. Ini bentar lagi kok.”
• Intonasi perintah. • Partikel: sih, lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa sibuk
• MT sedang membuat minum untuk penutur.
• MT berada di dapur, sementara penutur berada di ruang tamu.
• Jarak dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh, sehingga penutur dapat berbicara dengan nada sedang.
• Penutur mengatakan tuturan hanya
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara ketika
MT tengah sibuk. • Penutur tidak menyadari
bahwa MT tersinggung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
banget sih. • Diksi: bahasa
nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku mbaknya, banget; penggunaan istilah bahasa Jawa mbok.
dengan maksud bercanda. • MT merasa dirinya disindir karena terlalu
sibuk padahal sedang ada tamu. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00
WIB, tanggal 22 April 2013. • Penutur perempuan berusia 23 tahun. MT
perempuan berusia 19 tahun. • Tujuan: penutur menyuruh MT untuk ikut
berbincang-bincang bersama. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung buru-
buru menyelesaika pekerjaannya.
karena tuturannya.
5. B5 Cuplikan Tuturan 9 MT1 : “Saya masih single.” MT 2: “Wah masih single to
mas.” P : “Kae po karo Mbak e
wae?” MT1: “Wah, ya ndaklah. Ini
mbaknya mau tanya apa lagi?”
MT2: “Oh, bentar, Mas.”
• Intonasi tanya. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada frasa kae po.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT1 sedang menerima MT2 sebagai tamunya di ruang tamu.
• Penutur, MT1, dan MT2 sedang membicarakan tentang MT1 yang belum memiliki pacar.
• Penutur menuturkan tuturannya dengan maksud bercanda.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30
WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur perempuan berusia 53 tahun.
MT1 laki-laki berusia 25 tahun. MT2 perempuan berusia 21 tahun. MT1 adalah
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT1 dan MT2. • Penutur tidak merasa telah
membuat MT1 tersindir karena tuturannya.
• Penutur berbicara dengan santai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anak dari penutur. MT2 adalah mahasiswa yang sedang mewawancarai penutur dan MT1.
• Tujuan: penutur menawarkan kepada MT1 untuk mendekati MT2.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT1 langsung menolak
tawaran penutur dan mengalihkan topik pembicaraan.
6. B6 Cuplikan Tuturan 10 MT1 : “Boleh mampir lho
Mas!” MT 2: “Iya mbak, nanti
kapan-kapan.” P : “Waduh, silakan
janjian lho, Masnya pasti bisa kalo janjian kayak gini.”
MT2: “Wah, Mbaknya ini lho.”
• Intonasi perintah. • Partikel: lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata waduh.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku waduh, masnya, kalo, janjian, kayak, gini.
• Penutur, MT1, dan MT2 berada di ruang tamu.
• Penutur, MT1, dan MT2 sedang membicarakan alamat rumah MT1 yang tidak jauh dari rumah MT2.
• Dalam tuturannya, penutur hanya bermaksud bercanda.
• MT2 menjadi gugupdan menanggapi tuturan penutur dengan serba salah.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30
WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur perempuan berusia 21 tahun.
MT1 perempuan berusia 22 tahun. MT2 laki-laki berusia 25 tahun.
• Tujuan: penutur menyuruh MT2 membuat janji dengan MT1.
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT2. • Penutur tidak merasa telah
membuat MT2 tersindir karena tuturannya.
• Penutur berbicara dengan santai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT menanggapi
tuturan penutur dengan sikap serba salah.
7. B7 Cuplikan Tuturan 11 MT: “Duh, Mbak. Tugasku
tuh makin banyak banget nih. Ya ampun.”
P : “Lho, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.”
• Intonasi berita. • Partikel: lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa tanggung jawabmu.
• Diksi: bahasa nonstandar dan penggunaan kata tidak baku kan.
• MT baru pulang dari kampus dan penutur berada di dapur.
• MT mengeluhkan tentang tugas kuliahnya yang semakin banyak.
• Penutur menanggapi keluhan MT tanpa melihat ke MT.
• MT tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak menanggapi dengan baik keluhannya.
• Penutur tidak merasa menyinggung karena menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab MT.
• Tuturan terjadi dalam suasana serius. • Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. • Penutur perempuan berusia 25 tahun. MT
laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur.
• Tujuan: penutur menangapi keluhan MT tentang tugas kuliahnya.
• Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT langsung
meninggalkan penutur yang tidak menanggapi dengan baik keluhannya.
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur berbicara tanpa
merasa menyinggung perasaan MT.
• Penutur berbicara tanpa melihat ke penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8. B8 Cuplikan Tuturan 12 MT: “Aku ki wingi tibo mbak
numpak motor pas maghrib-maghrib kae.”
P : “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek maghrib ki kudu mandek!”
• Intonasi berita. • Partikel: lah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata mandek.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT sedang bercengkrama di halaman rumah penutur.
• MT menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib.
• Penutur menanggapi tuturan MT dengan maksud mengingatkan.
• MT justru tersindir dengan tuturan penutur.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah pada
sore hari. • Penutur perempuan berusia 45 tahun. MT
perempuan berusia 40 tahun. • Tujuan: penutur mengingatkan MT untuk
tidak melakukan aktivitas ketika Maghrib.
• Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT lalu mengalihkan
pembicaraan ke topik lain.
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur tidak menyadari
bahwa tuturannya telah menyinggung MT.
• Penutur berbicara dengan santai.
9. B9 Cuplikan Tuturan 13 MT: “Mbak, aku nitip helm
yo?” P : “Kowe nitip helm
eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?”
• Intonasi tanya. • Partikel: lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras
• Penutur sedang berada di teras rumah. • MT baru saja datang, tetapi hendak pergi
lagi. • MT menitipkan helmnya kepada penutur
karena ia merasa tidak perlu memakai helm.
• Penutur mengatakan tuturan dengan
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur berbicara tanpa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MT: “Yowes, Mbak, ra sido.”
pada kata piro. • Diksi: bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
maksud bercanda. • Penutur tidak tahu bahwa tuturan sudah
menyinggung MT. • MT merasa tidak boleh menitipkan
helmnya kepada penutur. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT
perempuan berusia 24 tahun. MT adalah adik sepupu penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi permintaan MT yang hendak menitipkan helmnya.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi
dengan memakai helmnya kembali.
mempedulikan MT yang tersinggung akibat tuturannya.
• Penutur bersikap santai saja.
10. B10 Cuplikan Tuturan 14 P : “Awas nek kowe reneh
meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!”
MT: (berlari kepada ibunya).
• Intonasi seru. • Partikel: lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada frasa tak jiwit kowe.
• Diksi: bahasa nonstandar
• Penutur sedang berada di teras rumah. • MT hendak pulang ke rumahnya bersama
ibunya. • MT berpamitan kepada penutur. • Penutur mengatakan tuturannya dengan
maksud bercanda, tetapi seperti mengancam.
• MT merasa diancam hendak dicubit jika datang lagi ke rumah penutur.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : mengancam. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sedikit berteriak. • Penutur berbicara tanpa
mempedulikan MT yang menangis akibat tuturannya.
• Penutur bersikap santai setelah memberi ancaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur perempuan berusia 70 tahun. MT laki-laki berusia 7 tahun. MT adalah cucu dari penutur.
• Tujuan: penutur mengancam MT agar tidak datang lagi ke rumah penutur.
• Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: MT lalu mengadu
kepada ibunya.
kepada MT.
11. B11 Cuplikan Tuturan 15 P : “Endi jatahku be,
gopek gopek?” MT: “La kok njaluk karo
aku?” P : “Yo ben.”
• Intonasi tanya. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata jatahku.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• MT sedang membersihkan kadang burung peliharaannya.
• Penutur yang baru dari dapur menghapiri MT.
• Penutur menagih jatah uang jajan kepada MT (kebiasaan penutur ketika kecil yang selalu meminta uang jajan kepada MT pada sore hari setelah MT pulang kerja).
• Maksud dari tuturan penutur adalah bercanda, tetapi MT merasa penutur benar-benar menagih uang jajan kepadanya, padahal penutur sudah menjadi seorang ibu.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan berusia 35 tahun. MT
laki-laki berusia 60 tahun.
Kategori : mengancam muka sepihak.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur berbicara dengan
santai. • Penutur tidak
mempedulikan MT yang tersinggung dengan tuturannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tujuan: penutur meminta uang kepada MT.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT menolak memberi
uang kepada penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MELECEHKAN MUKA
NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN
PRESEPSI KETIDAKSANTUNAN LINGUAL
NONLINGUAL (Topik dan Situasi)
1. C1 Cuplikan Tuturan 16 P : “Heh, sepatu ne endi
kuwi?” MT: (mengambil sepatunya).
• Intonasi tanya. • Partikel: heh. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata endi.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Saat MT hendak berangkat ke sekolah sore.
• Penutur sedang berbincang-bincang dengan tamunya.
• MT melepas sepatunya dan meninggalkannya begitu saja.
• MT berlari-lari tanpa menggunakan sepatu.
• Penutur berkata dengan kesal kepada MT karena sebelumnya MT sudah memakai sepatu, tetapi sepatunya dilepas lagi.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan, ibu berusia 35 tahun.
MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. MT adalah anak dari penutur.
• Tujuan: penutur memarahi MT sebagai anak penutur yang tidak mau memakai sepatunya.
• Tindak verbal: ekspresif.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
keras. • Penutur mengungkakpkan
kekesalahan dengan ketus. • Penutur berbicara dengan
menyentak. • Penutur membuat MT takut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tindak perlokusi: MT mengambil sepatunya, lalu dipakai.
2. C2 Cuplikan Tuturan 17
P: “Heh heh heh, kono neng
sekolah wae!”
• Intonasi perintah. • Partikel: heh. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata heh.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang berada di teras rumah bersama tamunya.
• Penutur memarahi MT yang tidak mau berangkat sekolah sore.
• MT mengganggu penutur yang sedang berbincang-bincang dengan tamu.
• MT merengek-rengek tidak jelas. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan, ibu berusia 35 tahun.
MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. MT adalah anak dari penutur.
• Tujuan: penutur memarahi MT sebagai anak penutur yang tidak mau ke sekolah sore.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung berlari
menuju sekolah.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur menyentak MT. • Penutur membuat MT
ketakutan dan meninggalkan penutur.
• Penutur berbicara dengan keras.
• Penutur berbicara dengan ketus.
3. C3 Cuplikan Tuturan 18 P : “Aku njaluk susu.” MT: “Wong ra sekolah kok
• Intonasi berita. • Partikel: wong,
kok. • Nada tutur:
• Penutur berada di halaman rumah bersama seorang ibu, tetangga rumahnya
• MT bersama dengan temannya bermain di halaman rumah.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
njaluk susu.”
penutur berbicara dengan nada rendah.
• Tekanan: lunak pada frasa njaluk susu.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur menanggapi permintaan MT. • MT merengek minta susu. • MT tidak mau berangkat ke sekolah jika
belum dibuatkan susu. • Penutur menyindir MT agar sekolah
terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan, nenek berusia 55
tahun. MT laki-laki, anak berusia 3 tahun.
• Tujuan: penutur menanggapi MT sebagai cucunya yang minta dibuatkan susu.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT tetap meronta-
ronta minta dibuatkan susu.
sinis. • Penutur berbicara dengan
santai. • Penutur menyinggung MT
dengan sindiran. • Penutur berbicara tanpa
melihat MT.
4. C4 Cuplikan Tuturan 19 P: “Heh, kuping e endi,
kene tak andani!”
• Intonasi perintah. • Partikel: heh. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada frasa kuping
• Penutur berada di teras rumah bersama tamunya.
• MT sedang asyik berlari-lari sendirian. • Penutur menyuruh MT untuk ke sekolah. • MT masih saja asyik bermain dengan
temannya tanpa mempedulikan perintah penutur.
• Penutur mulai kesal karena sejak tadi
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
keras. • Penutur menyinggung MT. • Penutur berbicara dengan
menyentak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e endi. • Diksi: bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
tidak mau mendengaran nasihat atau perintah penutur.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan, ibu berusia 35 tahun.
MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. • Tujuan: penutur memarahi MT sebagai
anaknya yang sulit diberi tahu. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung datang
kepada penutur.
5. C5 Cuplikan Tuturan 20 MT1: “Dek, cuci tangan
dulu!” MT2: (masih berlari-lari). P : “Ben, mengko neng
wetenge ben eneng gambare.”
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata ben.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur berada di halaman rumah bersama seorang ibu, tetangga penutur.
• MT2 baru saja pulang dari sekolah sore. • Di sekolah, MT2 belajar menggambar. • Sepulang sekolah, MT1 menyuruh MT2
untuk mencuci tangannya terlebih dahulu. • MT2 tidak mau mencuci tangan terlebih
dahulu. • Penutur menyindir MT2 agar mau
mencuci tangannya. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan, nenek berusia 55
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara tanpa
meihat ke MT. • Penutur menyindir MT. • Penutur menyinggung MT. • Penutur bericara dengan
ketus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tahun. MT1 perempuan berusia 35 tahun. MT2 laki-laki, anak berusia 3 tahun. MT2 adalah anak dari MT1 dan cucu dari penutur.
• Tujuan: penutur menyindir MT2 yang tidak mau mencuci tangannya setelah menggambar.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT2 mencari kran air
untuk mencuci tangannya.
6. C6 Cuplikan Tuturan 21 P : “Heh, flashdisc-mu tu
banyak banget virusnya, gudang virus ya?”
MT: “Duh, ngece tenan kamu tu.”
• Intonasi tanya. • Partikel: heh. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada frasa banyak banget.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, banget.
• MT berada di dalam kamarnya dalam keadaan pintu terbuka.
• Penutur juga berada di kamarnya. • Kamar penutur dan MT bersebelahan. • Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc
MT untuk memindahan data kuliahnya yang hendak dikumpulkan kepada dosennya.
• Penutur meminjam flashdisc MT karena miliknya sedang dipinjam oleh temannya.
• Tanpa menyebutkan nama MT, penutur meneriaki MT dalam kamarnya.
• MT yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
keras. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur tidak berterima
kasih telah diberi pinjaman. • Penutur menyinggung MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 09.00
WIB, tanggal 23 April 2013. • Penutur dan MT perempuan berusia 22
tahun. • Tujuan: penutur memberi tahu MT
bahwa flashdisc MT banyak virus. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung meminta
flashdisc-nya untuk dikembalikan.
7. C7 Cuplikan Tuturan 22 MT: “Pak, eneng krupuk ra?” P : “Opo, kowe ki arep
ngopo?” MT: (langsung pergi).
• Intonasi tanya. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata opo.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur berada di tokonya sedang menyusun barang dagangannya.
• MT datang hendak membeli kerupuk. • MT bertanya tentang harga kerupuk yang
ia inginkan. • Bukannya menjawab pertanyaan MT,
penutur justru menanyakan hal yang lain. • Penutur mengganggap MT tidak terlalu
penting untuk dilayani. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di toko pukul 09.00 WIB,
tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 48 tahun. MT
perempuan berusia 28 tahun. MT adalah tetangga penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : mengejek. Wujud: • Penutur berbicara dengan
santai. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur menyinggung MT. • Penutur tidak menghargai
MT sebagai pembeli.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
datang hendak membeli kerupuk. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT yang hendak
membeli kerupuk langsung pergi tidak jadi membeli.
8. C8 Cuplikan Tuturan 23 MT: “Itu lho bukain
pintunya!” P : “Yo, kono kowe wae,
wong aku rung adus kok!”
• Intonasi perintah. • Partikel: yo,
wong, kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada rendah.
• Tekanan: keras pada frasa kowe wae.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• MT sedang berada di dapur. • Penutur berada di ruang tamu sedang
bermain HP ketika terdapat suara pintu yang diketuk.
• MT yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu untuk tamunya.
• Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur belum mandi.
• Penutur menyuruh MT yang sedang sibuk untuk membukakan pintu karena MT yang sudah tampak rapi.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00
WIB, tanggal 22 April 2013. • Penutur anak laki-laki berusia 14 tahun.
MT perempuan berusia 19 tahun. • Tujuan: penutur menanggapi dengan
kesal tuturan MT yang menyuruhnya membukakan pintu untuk tamu.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT yang akhirnya
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menentang. Wujud: • Penutur berbicara dengan
keras. • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur menyinggung MT. • Penutur menyuruh balik ke
MT yang tengah sibuk. • Penutur berbicara dengan
ketus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membuka pintu untuk tamu mereka yang baru datang.
9. C9 Cuplikan Tuturan 24
P : “Ganti to pak, aku ki
ra seneng bal!!!” MT: (mengganti chanel TV).
• Intonasi perintah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata ganti.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi
• MT menonton acara pertandingan sepak bola.
• Penutur yang baru keluar dari kamar hendak menonton televisi pula.
• Penutur tidak menyukai acara pertandingan bola.
• Penutur kesal ketika mendapati MT justru menonton bola.
• Penutur menyuruh MT mengganti chanel TV ke acara yang lain.
• Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak MT dengan penutur hanya 2 meter.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
hari. • Penutur laki-laki berusia 23 tahun. MT
laki-laki berusia 50 tahun. MT adalah bapak penutur.
• Tujuan: penutur menyuruh mengganti chanel TV, karena chanel yang sedang ditonton oleh MT tidak disukai oleh penutur.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara dengan
keras. • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur menyinggung MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT tidak langsung
mengganti chanel TV yang dimaksud oleh penutur, tetapi tidak lama kemudian MT mengganti chanel dan meninggalkan penutur menonton sendirian.
10. C10 Cuplikan Tuturan 25 MT: “Kenapa gak lanjut
sekolah?” P : “Ah, kok aku terus sih
Mbak sing mbok takok i?”
MT: “Lah, ya udah gantian aja.”
• Intonasi tanya. • Partikel: ah, kok,
sih. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada rendah.
• Tekanan: lunak pada kata takok i.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang berbincang-bincang dengan MT di ruang tamu.
• Bersama penutur terdapat kedua saudaranya yang juga ikut berbincang-bincang dengan MT.
• MT bertanya banyak hal tentang penutur. • Penutur tidak ingin ia ditanyai terus. • Penutur menginginkan MT bertanya
dengan yang lain. • Suasana ketika tuturan terjadi serius. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00
WIB, tanggal 22 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 14 tahun. MT
perempuan berusia 21 tahun. MT adalah tamu penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang bertanya kepada penutur, tetapi penutur tidak ingin ditanyai terus.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: setelah penutur
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur menyinggung MT. • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengatakan demikian, MT tidak bertanya lagi kepada penutur.
11. C11 Cuplikan Tuturan 26
MT: “Mas, aku melu yo?” P : “Halah, ojo ojo, nang
omah wae, jeh cilik!!!”
• Intonasi perintah. • Partikel: halah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada frasa ojo-ojo.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur berada di kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi.
• MT datang ke kamar penutur meminta izin untuk ikut bersama penutur karena jika penutur pergi, MT hanya tinggal sendirian di rumah.
• Penutur tidak memperbolehkan MT ikut karena penutur menganggap MT masih kecil dan belum pantas ikut dengannya.
• MT meninggalkan penutur dengan kesal karena tidak dizinkan ikut.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
hari. • Penutur laki-laki berusia 20 tahun. MT
laki-laki berusia 14 tahun. MT adalah adik dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT dengan sinis permintaan MT yang ingin ikut dengannya.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT lalu hanya tinggal
di rumah sendirian, tidak jadi ikut penutur.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menolak. Wujud: • Penutur berbicara dengan
keras. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur menyinggung MT
yang ingin ikut dengannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12. C12 Cuplikan Tuturan 27 MT1 : “Mas, usianya
berapa?” MT2: “25 Mbak, wes tuwo
to?” P : “Wes tuwo neng cilik
yo, Mbak.”
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata cilik.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT2 berada di ruang tamu bersama MT1.
• Penutur duduk di samping MT2. • MT1 duduk di hadapan MT2 dan penutur. • MT1 menanyakan tentang usia MT2.
MT1 mengaku bahwa dirinya sudah tua. • Setelah MT2 menjawab berapa usianya,
penutur langsung menanggapi dengan sindiran kepada MT2.
• Tubuh MT2 tidak terlalu tinggi dan kurus.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30
WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur perempuan berusia 53 tahun.
MT1 perempuan berusia 21 tahun. MT2 laki-laki berusia 25 tahun. MT adalah anak dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT2 yang mengaku dirinya sudah tua.
• Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT2 hanya diam saja.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
santai. • Penutur tidak mengatakan
hal yang sebenarnya. • Penutur mempermalukan
MT sebagai anaknya.
13. C13 Cuplikan Tuturan 28 MT2: (menceritakan
keluarganya).
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada
• Penutur dan MT2 berada di ruang tamu bersama MT1.
• Penutur duduk di samping MT2. • MT1 duduk di hadapan MT2 dan penutur.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P : “Biasalah nek orang tua kayak gitu, Mbak, biasalah ibu-ibu.”
MT1: “Iya, Mas. Gak papa.”
rendah. • Tekanan: lunak
pada kata biasalah.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu biasalah, kayak, gitu; penggunaan istilah bahasa Jawa nek.
• MT2 banyak bercerita tentang keluarganya.
• Penutur menambahi bahwa dirinya sering dimarah oleh MT2.
• Penutur mangganggap bahwa hal itu wajar dan perlu dimaklumi karena memang sudah menjadi kebiasaan ibu-ibu, tetapi tuturan penutur sebenarnya bermaksud untuk menyindir MT2 yang menurutnya cerewet.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30
WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 25 tahun. MT1
perempuan berusia 21 tahun. MT2 perempuan berusia 53 tahun. MT2 adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menyindir MT2 yang menurutnya cerewet.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT2 lalu diam setelah
mendengar tuturan penutur.
santai. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur menyindir orang
yang lebih tua. • Penutur membuat MT
tersinggung.
14. C14 Cuplikan Tuturan 29 P : “Kuwi yo ra neng
kono, opo-opo kok mung utah!!!”
• Intonasi perintah. • Partikel: yo, kok. • Nada tutur:
penutur berbicara
• Penutur dan MT berada di toko penutur. • MT membantu penutur menyusun barang
dagangan penutur. • Sebelumnya, MT sudah menumpahkan
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MT: (memindahkan barang ke tempat lain).
dengan nada sedang.
• Tekanan : keras pada frasa neng kono.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
barang yang tidak sengaja disenggolnya. • MT salah meletakkan barang yang
hendak ia susun. • Penutur mengingatkan MT untuk tidak
meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi.
• Suasana ketika tuturan terjadi serius. • Tuturan terjadi di toko pada siang hari
pukul 12.30 WIB, tanggal 6 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 46 tahun. MT
laki-laki berusia 18 tahun. MT adalah anak penutur.
• Tujuan: penutur mengingatkan MT agar meletakkan barang pada tempatnya.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT meletakkan barang
pada tempatnya dengan berhati-hati.
ketus. • Penutur mengingatkan
dengan sinis. • Penutur membuat MT
tersinggung dengan tuturannya.
15. C15 Cuplikan Tuturan 30 P : “Kowe ki keentekan
obat, kono ngombe obat sek ben ra edan!”
MT: “Opo to, Bu. Wong aku rapopo kok.”
• Intonasi perintah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa keentekan obat.
• Diksi: bahasa
• Penutur sedang memasak di dapur. • MT datang ke dapur dan menggoda
penutur. • Penutur menganggap MT aneh tiba-tiba
menggoda penutur karena biasanya penutur tidak suka menggodanya.
• Penutur menyindir MT dengan mengumpamakan MT kehabisan obat sehingga aneh demikian.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara dena
sinis. • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 12.30
WIB, tanggal 15 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 42 tahun. MT
laki-laki berusia 45 tahun. MT adalah suami penutur.
• Tujuan: penutur menyindir MT yang menggoda penutur.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT membela diri.
yang seharusnya lebih dihormati.
• Penutur menggunakan kata-kata ejekan.
16. C16 Cuplikan Tuturan 31 P : “Kuwi mbok
dijamuni disek ben bapakmu rodo mari leh edan!”
MT1: (hanya diam). MT2: (meninggalkan
penutur).
• Intonasi perintah. • Partikel: mbok • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata edan.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang memasak di dapur. • MT1 menonton televisi di ruang keluarga. • Jarak dapur dengan ruang keluarga tidak
terlalu jauh. • MT2 datang ke dapur dan menggoda
penutur. • Penutur menganggap MT2 aneh tiba-tiba
menggoda penutur karena biasanya penutur tidak suka menggodanya.
• Penutur menyindir MT2 dengan mengumpamakan MT2 kehabisan obat sehingga aneh demikian.
• Penutur melibatkan MT1 yang tidak tahu apa-apa untuk menyindir MT2 yang masih saja menggodanya.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur menyindir orang
yang lebih tua. • Penutur menggunakan kata-
kata ejekan. • Penutur tidak menghargai
MT yang sebenarnya sedang mengajak penutur bercanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tuturan terjadi di rumah pukul 12.30 WIB, tanggal 15 Mei 2013.
• Penutur perempuan berusia 42 tahun. MT1 laki-laki berusia 12 tahun. MT2 laki-laki berusia 45 tahun. MT1 adalah anak dari penutur dan MT2 adalah suami dari penutur.
• Tujuan: penutur menyindir MT2 yang masih saja menggoda penutur.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: karena sudah berkali-
kali disindir, MT2 tidak menggoda penutur lagi lalu pergi meninggalkan penutur dan MT1.
17. C17 Cuplikan Tuturan 32 MT2: (merokok sambil
melamun). MT1: “Nek mikir ki kudu
karo ngerokok po”? P : “Iyo kuwi, nek mikir
ora mangan sego, tapi mangane rokok.”
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa mangane rokok.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunaan bahasa Jawa.
• MT2 sedang duduk di teras rumah seorang diri sambil merokok.
• MT2 tampak sedang melamun dan memikirkan sesuatu.
• MT1 datang ke rumah MT2. • MT1 menegur MT2 dengan menanyakan
apa yang sedang dilakukan MT2. • Belum sempat menjawab pertanyaan
MT1, penutur yang tiba-tiba keluar dari rumah langsung menanggapi pertanyaan MT1.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur memberi sindiran
kepada MT2. • Penutur membuat MT
tersinggung, padahal MT tidak mengganggu penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tuturan terjadi di rumah pada siang hari pukul 13.00 WIB, tanggal 13 Mei 2013.
• Penutur perempuan 40 tahun. MT1 perempuan berusia 48 tahun. MT2 laki-laki berusia 35 tahun. MT2 adalah saudara sepupu penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT1 yang bertanya kepada MT2 tentang apa yang sedang dipikirkan oleh MT2.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT2 hanya diam saja.
18. C18 Cuplikan Tuturan 33
P: “Mlaku ki yo mlaku wae,
ra sah meleng mripate!”
• Intonasi perintah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata meleng.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang duduk di teras rumah. • MT yang baru datang berjalan hendak
masuk ke rumah. • MT berjalan tanpa melihat arah jalannya,
tetapi melihat ke arah jalan. • MT melihat gadis yang sedang berjalan di
depan rumahnya. • Karena mengalihkan padangannya
tersebut, MT hampir saja terjatuh ketika menaiki anak tangga.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di depan rumah pukul
16.00 WIB, tanggal 21 Mei 013. • Penutur perempuan berusia 20 tahun. MT
laki-laki berusia 55 tahun. MT adalah
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur menyinggung MT. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur memberi sindiran
kepada MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keponakan penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT yang
tidak berkonsentrasi dan melihat ke arah lain ketika berjalan masuk ke rumah.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung
memperhatikan ke depan sesuai arah berjalannya.
19. C19 Cuplikan Tuturan 34
P : “Nomer HP-mu piro?” MT: “Kowe ki ngece tenan.
Wong tuwo dijaluki nomer HP.”
P: “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.”
• Intonasi berita. • Partikel: kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada frasa ra nduwe.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur baru datang ke rumah MT. • MT sedang duduk di kursi di teras
rumahnya. • Penutur meminta nomor HP MT agar
mudah untuk dihubungi. • Karena MT tidak terlalu bisa
menggunakan HP dan merasa tidak terlalu membutuhkannya, MT tidak memiliki HP.
• Penutur yang usianya jauh lebih muda dari mengejek MT yang tidak memiliki HP di zaman serba teknologi.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di depan rumah pukul
16.00 WIB, tanggal 21 Mei 2013. • Penutur laki-laki berusia 20 tahun. MT
perempuan bersuai 55 tahun. MT adalah bibi penutur.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : mengejek. Wujud: • Penutur berbicara dengan
santai. • Penutur memberi ejekan
kepada MT. • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur menyinggung MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang mengaku tidak memiliki HP.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT tidak menanggapi
lagi tuturan penutur.
20. C20 Cuplikan Tuturan 35 MT: “Mbak, aku boleh izin
pergi liburan sama temen-temen gak?”
P : “Gak ada liburan, kalo libur kamu mau bayar semesteran pake apa?”
• Intonasi tanya. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa gak ada.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu gak, kalo, mau, dan pake.
• Penutur sedang menggoreng onde-onde dagangannya.
• Suasana ketika tuturan terjadi serius. • MT yang baru saja pulang dari kampus
menghapiri penutur. • MT meminta izin hendak pergi berlibur
dengan teman-teman sekampusnya. • Penutur langsung melarang MT berlibur
karena ia harus membantu penutur bekerja agar dapat membayar uang kuliah MT.
• Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. • Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT
laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang meminta izin pergi berlibur bersama teman-temannya.
• Tindak verbal: eksprsif. • Tindak perlokusi: MT langsung diam dan
menuruti penutur.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori: memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur melarang MT
dengan ancaman. • Penutur menyinggung MT. • Penutur berbicara dengan
sedikit menyentak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21. C21 Cuplikan Tuturan 36 MT1: “Bu, aku boleh minta
ganti HP baru?” MT2: (belum sempat
menjawab). P : “Pokoknya jangan
dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!”
• Intonasi perintah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata jangan.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu pokoknya, dikasih, buat, macem-macem, masih, gitu, dan udah; penggunaan istilah bahasa Jawa wong.
• MT1 sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (MT2).
• MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya.
• Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan ibu.
• Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan sinis.
• Suasana ketika tuturan terjadi serius. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
hari. • Penutur perempuan berusia 20 tahun.
MT1 laki-laki berusia 15 tahun. MT2 perempuan berusia 47 tahun. MT1 adalah adik dari penutur. MT2 adalah ibu dari MT1 dan penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi permintaan MT1 kepada ibunya.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT1 langsung diam
dan pergi ke kamarnya.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
keras. • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur menyinggung MT1.
22. C22 Cuplikan Tuturan 37 P : “Dasar bakul iwak,
digoleki nengdi-nengdi
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara
• Penutur sudah berkeliling mencari MT. • MT sedang mengambil barang di tempat
lain.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. Wujud:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ra ketemu, jedule neng kene.”
MT: “La kowe ki ngopo mbak nggoleki aku ki?
P : “Njukuk pesenan to.”
dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa dasar bakul iwak.
• Diksi: bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa.
• Penutur hendak mengambil pesanannya. • Penutur dan MT bertemu di dekat
tanggayang cukup jauh jaraknya dengan lapak MT.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di pasar pukul 14.00 WIB,
tanggal 21Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 48 tahun. MT
perempuan berusia 35 tahun. • Tujuan: penutur mengungkapkan
kekesalan karena sudah mencari MT kemana-mana.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT mengajak penutur
ke lapaknya.
• Penutur berbicara dengan ketus.
• Penutur berbicara dengan ejekan.
• Penutur menyinggung MT dengan menyebutkan profesi.
23. C23 Cuplikan Tuturan 38 P : “Heh, sana belajar!
Nonton terus.” MT: hanya diam.
• Intonasi perintah. • Partikel: heh. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada frasa sana belajar.
• Diksi: bahasa nonstandar
• MT sedang menonton televisi di ruang keluarga.
• Selain MT, terdapat pula anggota lain di ruangan tersebut.
• Penutur keluar dari kamar hendak mengambil minum di dapur.
• Penutur melihat MT masih menonto televisi padahal sudah waktunya belajar.
• Penutur menegur MT dengan keras. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
keras. • Penutur memberi teguran. • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara sambil
berlalu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan menggunakan kata tidak baku sana, terus.
hari. • Penutur perempuan berusia 22 tahun. MT
laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik dari penutur.
• Tujuan: penutur menyuruh MT belajar. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung masuk ke
kamar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MENGHILANGKAN MU KA
NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN
PRESEPSI KETIDAKSANTUNAN LINGUAL
NONLINGUAL (Topik dan Situasi)
1. D1 Cuplikan Tuturan 39 MT : “Umurku 35 tahun kan
yo, Bu?” P : “Lah yo mboh, mbok
umurmu dewe kok tekok.”
MT : “Yo kan aku lali bu.”
• Intonasi berita. • Partikel: la, yo,
mbok, kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada rendah.
• Tekanan: keras pada kata mboh.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT sedang menerima tamu di teras rumah.
• Penutur duduk tidak jauh dari MT. • MT bertanya tentang usianya. • Penutur menjawab pertanyaan MT
dengan seenaknya. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di teras rumah pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan berusia 55 tahun. MT
perempuan berusia 35 tahun. MT adalah anak dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT yang menanyakan berapa usianya.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung
menghitung sendiri usianya.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : mengejek. Wujud: • Penutur berbicara di depan
orang lain. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur tidak merasa telah
mempermalukan MT di depan tamunya.
2. D2 Cuplikan Tuturan 40 P : “Kowe ki mbok
• Intonasi perintah. • Nada tutur:
penutur berbicara
• Penutur sedang berada di ruang keluarga. • MT baru keluar dari kamar hendak
menonton televisi.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : meremehkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengko wae nek arep nonton, aku disek.”
MT: (hanya diam).
dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada frasa mengko wae.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur menyuruh mitra tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak tadi menonton televisi.
• Penutur merasa lebih tua dibanding MT, sehingga ia bisa mengatur seenaknya.
• Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang laen.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
hari. • Penutur laki-laki berusia 26 tahun. MT
laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik penutur.
• Tujuan: penutur melarang MT yang hendak menonton televisi.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT tidak jadi
menonton televisi karena merasa sudah dipermalukan di depan anggota keluarga yang lain.
Wujud: • Penutur berbicara di depan
keluarga yang lain. • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur memerintah MT
dengan seenaknya. • Penutur bersikap senioritas.
3. D3 Cuplikan Tuturan 41 P : “Kamu tu harusnya
lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin!”
MT: “Iya-iya, Mbak.”
• Intonasi seru. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras
• Penutur dan MT berada di ruang keluarga bersama anggota lainnya.
• Penutur duduk di sebelah MT. • Penutur dan anggota keluarga sedang
membicarakan tentang prestasi keluarga. • Suasana ketika tuturan terjadi santai.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara di depan
anggota keluarga yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada kata malu-maluin.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, harusnya, dan malu-maluin.
• Tuturan terjadi di rumah pada malam hari.
• Penutur perempuan berusia 22 tahun. MT laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik dari penutur.
• Tujuan: penutur menyindir MT yang nilainya tidak sebaik nilai kakak-kakaknya.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung masuk ke
kamar dengan raut muka malu.
• Penutur mengakibatkan MT merasa malu.
• Penutur berbicara dengan ketus.
• Penutur berbicara tanpa melihat ke MT.
4. D4 Cuplikan Tuturan 42 MT : “Ngopo e neng kene?” P : “Halah, Mbok, kowe
ki ra bener tenan.”
• Intonasi berita. • Partikel: halah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata bener.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu di ruang tamu.
• MT datang menghampiri penutur dan bertanya kepada penutur apa yang sedang penutur lakukan.
• Penutur menjawab pertanyaan MT dengan sembrono.
• Penutur sudah membuat MT malu di depan tamu penutur.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 09.00
WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 45 tahun, MT
perampuan berusia 68 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : mengejek. Wujud: • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara di depan
tamu. • Penutur membuat MT malu
tanpa merasa bersalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang bertanya tentang kesibukan penutur.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi
meninggalkan penutur.
5. D5 Cuplikan Tuturan 43 P : “Kuwi ki mbiyen
kantoran lho mbak, saiki malah mung bakul.”
MT1: “Oh, iya ya, Pak.” MT2: “duh, Pak. Malah
dibeberke lho.”
• Intonasi berita. • Partikel: lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata bakul.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu (MT1) di ruang tamu.
• MT2 datang ke rumah penutur lalu menyalami tamu penutur.
• Penutur lalu memperkenalkan MT2 yang juga pedagang kepada tamunya dengan sindiran.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 09.00
WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusai 45 tahun. MT1
perempuan berusia 21 tahun. MT2 perempuan berusia 38 tahun. MT2 adalah adik dari penutur.
• Tujuan: penutur memperkenalkan MT2 yang baru datang ke rumah penutur.
• Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT2 hanya sedikit
menanggapi penutur dengan malu sambil berlalu meninggalkan penutur dan tamunya.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara di depan
tamu. • Penutur mempermalukan
MT2. • Penutur berbicara dengan
santai. • Penutur tidak peduli bahwa
tuturannya telah menyinggung MT2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. D6 Cuplikan Tuturan 44 P : “Wes, ojo kakean leh
ngomong, ndak kewengen!”
MT: (langsung pergi).
• Intonasi perintah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa ndak kewengen.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu di ruang tamu.
• MT datang untuk ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur.
• Penutur menegur MT yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur padahal malam semakin larut.
• Penutur menegur MT di depan tamu penutur.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 19.00
WIB, tanggal 20 April 2013. • Penutur perempuan berusia 40 tahun, MT
perempuan berusia 62 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menegur MT yang banyak bertanya kepada tamu penutur.
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi
meninggalkan penutur dan tamunya.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur berbicara di depan
tamu. • Penutur mengakibatkan MT
merasa malu. • Penutur berbicara dengan
sinis.
7. D7 Cuplikan Tuturan 45 MT : “Iki podo ko ngendi?” P : “Halah, mboh kowe
ngomong opo.”
• Intonasi berita. • Partikel: halah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Penutur sedang menerima tamu di ruang tamu.
• MT yang sebelumnya berada di rumahnya yang bersebelahan dengan rumah penutur datang dan ikut berbincang-bincang bersama tamu
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : mengejek. Wujud: • Penutur berbicara di depan
tamunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tekanan: lunak pada kata mboh.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
penutur. • MT berbicara dengan suara rendah dan
kurang jelas, sehingga tidak dapat dipahami oleh penutur.
• Penutur menyindir MT di depan tamu penutur.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 19.00
WIB, tanggal 20 April 2013. • Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT
perempuan berusia 62 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT yang kurang dipahami oleh penutur.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT diam saja, tidak
melanjutkan pertanyaannya.
• Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua.
• Penutur mempermalukan MT.
• Penutur berbicara dengan ketus.
8. D8 Cuplikan Tuturan 46 MT1: “Yang biasanya ngajari
ibu pake HP siapa, Bu?”
P : “Ya kakaknya, Mbak. Nek kakaknya tu sabar Mbak, yang ini main terus.”
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata kakaknya.
• Diksi: bahasa
• Penutur dan MT2 sedang berbincang-bincang dengan MT1 di teras rumah.
• MT2 duduk di samping penutur. • MT1 bertanya tentang anak-anak penutur. • Penutur membanding-bandingkan anak-
anaknya kepada MT1. • MT2 merasa dipermalukan oleh penutur
di depan MT1 karena dibanding-bandingkan dengan kakaknya.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur mengakibatkan MT
malu karena tuturannya. • Penutur tetap bersikap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu; penggunaan istilah bahasa Jawa nek.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30
WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur perempuan berusia 53 tahun,
MT1 perempuan berusia 21 tahun. MT2 laki-laki berusia 25 tahun. MT2 adalah anak dari penutur.
• Tujuan: penutur membandingkan MT2 dengan kakaknya.
• Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT2 langsung diam
sejenak karena merasa malu.
santai.
9. D9 Cuplikan Tuturan 47 P : “Opo, opo maning?” MT: “Opo maning yo.” P : “Lah, kok bingung-
bingung lho Mbak! Disiapin ora e?”
• Intonasi tanya. • Partikel: lah, kok,
lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata bingung-bingung.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan
• Penutur dan MT berada di ruang tamu bersama anggota keluarga penutur yang lain.
• Sebelumnya, MT banyak menanyakan tentang keluarga penutur.
• MT sudah kehabisan pertanyaan dan bingung hendak bertanya apalagi.
• Penutur menangkap kebingungan MT. • Karena malu, MT berusaha membela diri
di depan anggota keluarga penutur. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30
WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 25 tahun. MT
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
santai. • Penutur berbicara kepada
MT di depan anggota keluarga yang lain.
• Penutur membuat MT merasa malu.
• Penutur tetap bersikap santai tanpa peduli telah menyinggung MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kata tidak baku, yaitu kok, bingung-bingung, disiapin; penggunaan isitilah bahasa Jawa ora e;.
perempuan berusia 21 tahun. MT adalah tamu penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang tampak bingung hendak menanyakan tentang apalagi kepada penutur.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT tersenyum malu
dan membela diri.
10. D10 Cuplikan Tuturan 48 P : “Ngopo kowe ra
mangan?” MT: “Rapopo, aku lagi ra
nafsu mangan ki. Mangane mung roti ket wingi, mangan sego ra mlebu.”
P : “Weh, kok koyo wong londo kowe panganane roti. Koyo londo ndeso!”
• Intonasi seru. • Partikel: weh,
kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa londo ndeso.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur berada di tokonya dan hendak makan.
• MT datang hendak belanja. • Penutur menawarkan makan kepada MT. • MT menolak dengan halus sambil
bercerita. • Penutur menanggapi cerita MT sambil
tertawa. • Semua yang ada di toko tersebut pun ikut
tertawa. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di toko penutur pukul
12.00 WIB, tanggal 11 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 52 tahun. MT
perempuan berusia 47 tahun. Penutur adalah tetangga MT.
• Tujuan: penutur menanggapi cerita MT yang tidak makan nasi beberapa ini.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara di depan
orang lain. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Tuturan penutur
mengakibatkan semua orang tertawa dan mempermalukan MT.
• Penutur ikut tertawa pula.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT tersenyum malu
karena semua orang yang ada di toko tersebut tertawa karena tuturan penutur.
11. D11 Cuplikan Tuturan 49 P : “Mau dikasih apa kok
tanya-tanya gitu?” MT: “Gak kok, Bu, cuma
mau tanya-tanya aja.”
• Intonasi tanya. • Partikel: kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada frasa dikasih apa.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, dikasih, gitu.
• Penutur sedang berada di warung makannya.
• MT datang dan meminta izin kepada penutur untuk bertanya-tanya tentang keluarga penutur.
• Penutur mengatakan tuturannya di depan pembeli yang hendak membeli makanan di warung penutur.
• Karena malu, MT tidak banyak bertanya, ia hanya menyimak percakapan penutur dengan para pembeli yang datang.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di warung makan pada
siang hari pukul 14.20 WIB, 13 Mei 2013.
• Penutur perempuan berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 21 tahun. MT adalah tamu penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT tentang keluarga penutur.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT hanya sedikit
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara di depan
orang lain. • Penutur menyebabkan MT
merasa malu. • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur berlalu begitu saja
setelah berbicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersenyum dan menjawab pertanyaan penutur dengan malu.
12. D12 Cuplikan Tuturan 50 P : “Mangane kok gembus
meneh? neng omah gembus, neng kene yo gembus.”
MT: “Iyo mbak, wong senenge gembus.”
P : “Wo lah yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.”
• Intonasi berita. • Partikel: lah, yo. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata gembus.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur memiliki warung makan. • Di warung makan tersebut, MT datang
hendak membeli makanan. • Selain penutur dan MT, terdapat pula
pembeli yang lain. • MT lalu bercerita bahwa tadi pagi
memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli lauk tempe gembus juga.
• Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi justru mengejeknya.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di warung makan pada
siang hari pukul 14.30 WIB, tanggal 13 Mei 2013.
• Penutur perempuan berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 45 tahun. MT adalah tetangga penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi ceritaMT tentang makanan yang ia masak.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: karena malu, MT tidak
jadi memilih lauk tempe gembus, ia lalu memilih lauk lain.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : mengejek. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur memberi ejekan
kepada MT. • Penutur berbicara di depan
orang lain. • Penutur mempermalukan
MT di depan umum tanpa merasa bersalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. D13 Cuplikan Tuturan 51 P : “Le, tumbaske gulo sek
neng warung kono!” MT: “Iyo, Bu, mengku
disek.” P : “Ah, kowe ki nek
diperintah mung nggawe gelo.”
• Intonasi berita. • Partikel: ah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata gelo.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur hendak membuatkan minuman untuk tamunya.
• MT sedang menyiapkan buku pelajarannya besok.
• Penutur menyuruh MT untuk membeli gula di warung depan rumahnya.
• MT tidak langsung pergi karena ia ingin merapikan buku-bukunya terlebih dahulu.
• Penutur kesal, lalu memarahi MT dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 19.30
WIB, tanggal 20 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 41 tahun. MT
laki-laki berusia 12 tahun. MT adalah anak penutur.
• Tujuan: penutur memarahi MT yang tidak langsung melaksanakan perintahnya.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi
melaksanakan perintah penutur.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara di depan
tamunya. • Penutur tidak melihat
kondisi MT. • Penutur membuat MT malu. • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara dengan
suara keras.
14. D14 Cuplikan Tuturan 52 MT1: “Itu kemarin pacar
yang mana lagi lho Ri?”
• Intonasi perintah. • Partikel: lho. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada
• Penutur dan MT1 sedang bercengkrama di teras rumah penutur.
• MT2 menghampiri penutur dan MT1. • MT1 lalu bertanya kepada MT2. • MT2 belum sempat menjawab, penutur
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara di depan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P : “Pacare Ari ki akeh banget. Koleksi kok. Mbok golek seng jilbaban kono lho.”
sedang. • Tekanan: keras
pada kata koleksi. • Diksi: bahasa
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
langsung menanggapi pertanyaan MT1, padahal itu untuk menyindir MT2.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur perempuan berusia 35 tahun.
MT1 perempuan berusia 37 tahun. MT2 lak-laki berusia 23 tahun. MT2 adalah keponakan penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT1 yang bertanya kepada MT2 tentang siapa perempuan yang bersama MT2 kemarin.
• Tinda verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT2 langsung terdiam
malu karena dianggap memiliki banyak pacar oleh penutur.
orang lain. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur tidak memotong
pembicaraan. • Penutur tidak memberi
kesempatan MT2 untuk menjawab pertanyaan MT1.
• Penutur mempermalukan MT2 di depan MT1.
15. D15 Cuplikan Tuturan 53 P : “Mbak, nek aku
ngganggo iki pas ra yo?” MT: “Kowe ki saiki lemu,
kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.”
• Intonasi berita. • Partikel: kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata lemu.
• Diksi: bahasa nonstandar
• Penutur dan MT berada di kamar. • Selain penutur dan MT, kakak MT juga
berada di kamar tersebut. • MT sedang mencoba baju yang baru
dibelinya. • MT bertanya kepada penutur apakah baju
itu cocok dengannya. • Penutur menjawab dengan sindirran
karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan MT yang sedikit
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur membuat MT malu. • Penutur tidak merasa telah
mengejek MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan menggunakan bahasa Jawa.
lebih gemuk dari sebelumnya. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 13.30
WIB, tanggal 23 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 34 tahun. MT
perempuan berusia 18 tahun. MT adalah keponakan dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT tentang cocok tidaknya baju yang sedang dicoba MT.
• Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT langsung melepas
baju itu dan tidak mencoba baju yang lain.
16. D16 Cuplikan Tuturan 54 P : “Heh, udah nambah
belum itu tinggimu?” MT: “Ya segini aja kok.”
• Intonasi tanya. • Partikel: heh. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada kata nambah.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan
• Penutur sedang duduk di teras rumah. • MT baru saja datang bersama adiknya,
lalu menyapa penutur. • Selain penutur, terdapat 2 anggota
keluarga lain yang duduk di teras itu. • Penutur tidak membalas sapaan MT,
tetapi malah menyindir MT yang tidak terlalu tinggi.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di teras rumah pukul
13.15 WIB, tanggal 23 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 34 tahun. MT
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
santai. • Penutur berbicara di depan
anggota keluarga yang lain. • Penutur berbicara hanya
untuk bercanda, tetapi hal itu justru mempermalukan MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menggunakan kata tidak baku, yaitu udah, nambah.
perempuan berusia 21 tahun. MT adalah keponakan penutur.
• Tujuan: penutur menyindir MT dengan menenyakan apakah tingginya sudah bertambah.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT diam saja karena
malu, lalu langsung masuk ke rumah.
17. D17 Cuplikan Tuturan 55 MT : “Ket kapan yo awak
dewe neng kene, kae umur piro kowe? “
P : “Lah, mboh mbiyen.”
• Intonasi berita. • Partikel: lah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada rendah.
• Tekanan: lunak pada kata mbiyen.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT berada di ruang tamu. • Penutur duduk di samping MT. • Selain penutur dan MT, ada pula 3 orang
tamu. • MT bertanya kepada penutur. • Penutur menjawab pertanyaan MT
dengan sinis, padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur malas menghitung sudah berapa lama.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah, pukul 18.00
WIB, tanggal 16 April 2013. • Penutur perempuan berusia 30 tahun. MT
perempuan berusia 56 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT tentang berapa lama mereka tinggal
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : meremehkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur berbicara di depan
tamu. • Penutur berbicara tanpa
melihat MT. • Penutur mempermalukan
MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
di rumah itu. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT lalu menghitung
sendiri sudah berapa lama mereka tinggal di rumah itu.
18. D18 Cuplikan Tuturan 56 MT : “Gimana, Dek, maunya
di mana?” P : “Pokoknya aku mau di
UIN aja, gak mau di UNS.”
MT : “Ya udah, ibu nurut aja, yang penting sukanya di mana.”
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa gak mau.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, aja, gak.
• Penutur dan MT sedang membicarakan tentang kelanjutan kuliah penutur di ruang keluarga.
• MT memberi tawaran kepada penutur untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS.
• Penutur tidak tertarik melanjutkan kuliah di UNS.
• Penutur langsung menolak tawaran MT sambil beranjak meninggalkan MT.
• Suasana ketika tuturan terjadi serius. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
hari. • Penutur perempuan berusia 22 tahun. MT
perempuan berusia 47 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur menolak melanjutkan kuliah di UNS.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung menuruti
kemauan penutur.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur berbicara di depan
anggota keluarga yang lain. • Penutur mempermalukan
MT, tetapi penutur tidak merasa telah mempermalukan MT.
• Penutur berbicara dengan ketus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19. D19 Cuplikan Tuturan 57
MT1: “Kowe ki nyawang opo
to mas?” P : “Yo kwi, Mbak, wong
lanang ki mripate ra dienggu.”
• Intonasi berita. • Partikel: yo. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa ra dienggu.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT1 sedang bercengkrama di ruang keluarga.
• MT2 hendak naik tangga dari dapur. • Lantai dapur rumah penutur berada lebih
rendah dari lantai utama, sehingga terdapat tiga anak tangga yang menyatukannya.
• Ketika baru menaiki satu anak tangga, MT2 terpeleset dan hampir saja terjatuh.
• MT1 bersimpati lalu menanyakan ada apa dengan MT2 hingga hampir terjatuh begitu.
• Penutur bukan menjawab pertanyaan MT1 sesuai dengan pertanyaannya, tetapi malah menyindir MT2.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 12.30
WIB, tanggal 15 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 42 tahun.
MT1 perempuan berusia 44 tahun. MT2 laki-laki berusia 45 tahun. MT1 adalah tetangga penutur. MT2 adalah suami penutur.
• Tujuan: penutur menyindir MT2 yang hampir terjatuh dari tangga.
• Tindak verbal: representatif.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : menyindir. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara di depan
orang lain. • Penutur memberi sindiran
yang mempermalukan MT. • Penutur tidak merasa telah
menyinggung perasaan MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tindak perlokusi: MT2 yang malu hanya menoleh dengan senyum dipaksakan lalu pergi.
20. D20 Cuplikan Tuturan 58 P : “Uwes, ayo balek,
ngopo kowe neng kene?”
MT: “Lah, mbok ko sek.”
• Intonasi tanya. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan ada sedang.
• Tekanan: keras pada frasa ayo balek.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• MT tinggal bersama penutur yang rumahnya bersebelahan dengan anaknya.
• Penutur mendatangi rumah anaknya untuk ikut berbincang-bincang dengan tamu anaknya.
• Karena ingin tahu, MT pun datang hendak ikut mengobrol dengan tamu anaknya.
• Penutur merasa MT tidak berkepentingan terhadap tamu anaknya.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00
WIB, tanggal 20 April 2013. • Penutur perempuan berusia 65 tahun. MT
laki-laki berusia 70 tahun. MT adalah suami dari penutur.
• Tujuan: penutur mengajak MT pulang. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung pulang
dengan sedikit mengumpat karena dipermalukan di depan tamu anaknya.
Kategori : menghilangkan muka.
Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
ketus. • Penutur berbicara di depan
tamu anaknya. • Penutur membuat MT
merasa malu. • Penutur tidak merasa telah
mempermalukan MT di depan tamu anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MENIMBULKAN KONF LIK
NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN
PRESEPSI KETIDAKSANTUNAN LINGUAL
NONLINGUAL (Topik dan Situasi)
1. E1 Cuplikan Tuturan 59 P : “Adek!!! Heh, tak
masukke kamar tak kunci kapok kowe!”
MT: (memukul kepala penutur).
• Intonasi seru. • Partikel: heh. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata adek.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu dan berbincang-bincang.
• MT bermain-main dengan temannya di sekitar penutur dan tamunya.
• Penutur sudah menegur MT berkali-kali, tetapi MT tidak mengindahkan teguran penutur yang menyuruh MT bermain agak jauh dari penutur dan tamunya.
• Penutur merasa sangat terganggu dengan tingkah MT.
• Penutur menegur lagi dengan marah. • MT merasa tidak mengganggu.
Mendengar teguran penutur, MT langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari meninggalkan penutur.
• Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di halaman rumah pukul
17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan berusia 35 tahun. MT
laki-laki berusia 3 tahun. Penutur adalah
Kategori : Menimbulkan konflik.
Subkategori : mengancam. Wujud: • Penutur berbicara dengan
berteriak. • Penutur berbicara dengan
berkacak pinggang. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur memberi ancaman
kepada MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ibu dari MT. • Tujuan: penutur memarahi MT tidak mau
sekolah. • Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: setelah tuturan penutur
tersebut, MT malah memukul kepala penutur.
2. E2 Cuplikan Tuturan 60
P : “Halah, ibu ki silit,
silit!!!” MT: “Heh, gak boleh
ngomong gitu.”
• Intonasi seru. • Partikel: halah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata silit.
• Diksi: bahasa nonstandardengan menggunakan bahasa Jawa.
• MT sedang menerima tamu di ruang tamu bersama dengan anggota keluarga yang lainnya.
• Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya berada di ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki MT dengan tuturan yang mengejek MT.
• Tuturan penutur sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain.
• MT lalu menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya.
• MT menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah, pukul 18.00
WIB, tanggal 16 April 2013. • Penutur laki-laki, anak berusia 5 tahun.
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : mengejek. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sedikit berteriak. • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur memberi ejekan
kepada MT. • Penutur membuat MT
marah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MT perempuan, ibu berusia 30 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur ingin mencari perhatian MT.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung
memarahi dan menghukum penutur karena tuturan tersebut sangat tidak sopan.
3. E3 Cuplikan Tuturan 61 P : (tiba-tiba menyenggol
adiknya). MT: “Opo to kowe ki mas,
tak andakke ibu kowe nyenggol-nyenggol.”
P : “Apa sih kamu tuh, gitu aja ngaduan.”
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada pada frasa tak andakke.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menonton televisi di ruang keluarga.
• Tiba-tiba, MT yang sebelumnya berada di kamar, keluar dan menjaili penutur.
• Karena merasa terganggu, penutur ingin mengadukan MT kepada ibunya.
• MT menimpali tuturan penutur dengan marah pula karena maksud MT hanya bercanda.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur laki-laki berusia 11 tahun. MT
laki-laki berusia 15 tahun. Penutur adalah adik MT.
• Tujuan: penutur memarahi MT karena menepuk pundaknya secara tiba-tiba.
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : mengancam. Wujud: • Penutur berbicara dengan
suara keras. • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur memberi ancaman
kepada MT. • Penutur membuat MT yang
tadinya hanya bercanda menjadi marah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: MT tidak terima
dengan perkataan penutur yang akan mengadukannya kepada ibunya, lalu MT balas marah kepada penutur.
4. E4 Cuplikan Tuturan 62
P : “Bu, aku njaluk dolanan
anyar yo!” MT: “Yo, tapi mengku yo,
Le, ibu lagek ra ndwe duit.”
P : “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.”
MT: “Kamu tu masih kecil udah berani ngomong gitu sama ibu.”
• Intonasi berita. • Partikel: halah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata pelit.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang memainkan mainannya. • MT sedang membersihkan rumah. • Penutur merasa mainannya kurang, ia
meminta mainan baru kepada MT. • MT menyuruh penutur untuk bersabar
karena MT belum memiliki uang lebih untuk membelikan mainan baru untuk penutur.
• Penutur justru menanggapi nasihat MT dengan marah.
• Penutur membanding-bandingkan MT dengan ayahnya yang tidak pelit.
• Karena dibanding-bandingkan, MT langsung memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya.
• Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur laki-laki berusia 11 tahun. MT
perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
• Tujuan: penutur marah kepada MT
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur menyindir MT
dengan membandingkan MT dengan ayahnya.
• Penutur berbicara dengan orang tua.
• Penutur tadinya masih bersabar menjadi marah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena tidak dibelikan mainan. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung
memarahi penutur yang tidak mau mengerti keadaan orang tuanya.
5. E5 Cuplikan Tuturan 63 P : “Pak, kowe opo-opo
anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.”
MT: “Wong nggolek duit ki yo pancen ngge anak lho, Bu.”
P : “Yo, tapi kwi kan marai tuman, Pak. Kwe ki manjakke anak tenan.”
MT: “Halah, Bu. Kwe ki opo-opo mung nyalahke.”
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: lunak pada frasa marai tuman.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga.
• Penutur menegur MT yang dengan mudahnya menuruti permintaan anaknya.
• MT merasa dipojokkan oleh tuturan penutur.
• MT lalu membela diri, tetapi penutur masih saja menyalahkan MT yang terlalu memanjakan anak.
• MT semakin kesal dan membalas tuturan penutur dengan ketus.
• Tuturan terjadi dalam suasana serius. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
hari. • Penutur perempuan berusia 37 tahun. MT
laki-laki berusia 40 tahun. MT adalah suami dari penutur.
• Tujuan: penutur menegur MT yang selalu menuruti permintaan anaknya.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT balas marah
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur berbicara sambil
mengerjakan pekerjaan lain. • Penutur berbicara tanpa
melihat MT. • Penutur memancing emosi
dan adu mulut dengan MT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kepada penutur karena ia merasa dipojokkan.
6. E6 Cuplikan Tuturan 64 P : “Kowe ra sekolah?” MT: “Ora bu, loro weteng.” P : “Anak kok bandel,
nakal, kurangajar!!!”
• Intonasi seru. • Partikel: kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata bandel, nakal, kurangajar.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata umpatan bandel, nakal, kurangajar.
• Penutur baru saja pulang dari pasar. • Sesampai di rumah, penutur mendapat
laporan dari nenek MT bahwa MT membolos dari sekolah.
• Penutur langsung menghampiri MT yang berada di meja makan hendak mengambil makan.
• Penutur langsung memarahi MT yang bandel tidak mau sekolah.
• Mendengar tuturan penutur, MT tidak jadi mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya.
• Tanpa membalas tuturan penutur, MT langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal.
• Sebenarnya MT izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah dahulu.
• Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT
laki-laki berusia 13 tahun. MT adalah anak dari penutur.
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
suara keras. • Penutur berbicara dengan
berkacak pinggang. • Penutur berbicara
menggunakan kata-kata kasar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tujuan: penutur memarahi MT yang bolos sekolah.
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: Mitra tutur tidak
membalas perkataan itu, tetapi membanting piring yang sedang dipegangnya lalu pergi sampai larut malam.
7. E7 Cuplikan Tuturan 65 P : “Aku juga butuh
makan, cepetan!!!” MT: “Sabar kenapa sih!”
• Intonasi perintah. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada tinggi.
• Tekanan: keras pada kata cepetan.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu butuh, cepetan.
• Penutur dan MT sedang bersiap mengerjakan tugas masing-masing.
• MT yang bertugas mengantar penutur ke pasar tidak cepat-cepat bersiap.
• Penutur mulai terpancing emosi dan meneriaki MT.
• MT yang tersinggung dengan tuturan penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil menutup pintu kamar dengan keras.
• Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di rumah pada pagi hari. • Penutur perempuan berusia 25 tahun. MT
laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur.
• Tujuan: penutur memarahi MT yang sangat lambat dalam mengerjakan sesuatu.
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
suara keras. • Penutur berbicara tanpa
melihat ke MT. • Penutur berbicara dengan
ketus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung menutup
pintu kamar dengan keras.
8. E8 Cuplikan Tuturan 66 MT: “Eh, ni tugasmu antar
dagangan!” P : “Kamu tu gak tau ya
aku tu capek, banyak tugas.”
MT: “Semua tuh juga capek, tapi gak banyak alasan kayak kamu.”
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata capek.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, gak, tau.
• Penutur baru pulang dari kampus. • MT menyuruh penutur mengantarkan
dagangan kepada langganan. • Karena masih lelah, penutur menolak
perintah MT. • Penolakan penutur justru membuat MT
marah. • Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur laki-laki berusia 20 tahun. MT
perempuan berusia 25 tahun. MT adalah kakak penutur.
• Tujuan: penutur menangapi dengan kesal perintah dari MT.
• Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT membalas tututan
penutur dengan marah pula.
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur menolak perintah
MT dengan ketus. • Penutur bersikap lancang
kepada MT dengan menyebut ‘kamu’ kepada MT sebagai kakak penutur.
9. E9 Cuplikan Tuturan 67 P : “Kamu gak kuliah?” MT: “Gak, Mbak.” P : “Kamu mau kuliah
• Intonasi berita. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Penutur baru pulang dari pasar. • MT berada di dalam kamar sedang
bermain gitar. • Melihat MT, penutur langsung kesal
karena seharusnya MT masih kuliah.
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : mengancam. Wujud: • Penutur berbicara dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.”
• Tekanan: keras pada frasa kuliah apa enggak.
• Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, enggak, kalo, usah, cari; penggunaan istilah bahasa Jawa manut.
• Penutur merasa MT tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah membiayai kuliahnya.
• MT tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa diremehkan.
• Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. • Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT
laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik dari penutur.
• Tujuan: penutur memarahi MT yang membolos kuliah.
• Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: MT langsung
menghidupkan motor dengan mengeraskan gas motor lalu pergi hingga larut malam.
sinis. • Penutur memberi ancaman
kepada MT. • Ancaman penutur
mengakibatkan MT emosi dan pergi dari rumah.
10. E10 Cuplikan Tuturan 68 P : “Mbak, sing koyo ngene
ki yo?” MT: “Ora sing koyo ngono,
nek koyo ngono akeh neng kene.”
P : “Enenge koyo ngene. Nek ra percoyo kono delok dewe! Wong kok
• Intonasi seru. • Partikel: kok. • Nada tutur:
penutur berbicara dengan nada sedang.
• Tekanan: keras pada kata ngene.
• Diksi: bahasa
• Penutur dan MT sedang membantu ibunya menjaga toko.
• MT menyuruh penutur untuk mengambil barang digudang.
• Barang yang diambil penutur tidak sesuai dengan yang dimaksud oleh MT.
• MT menyuruh penutur untuk mengambil barang sesuai yang dimaksud MT.
• Penutur menolaknya karena ia merasa
Kategori : menimbulkan konflik.
Subkategori : kesal. Wujud: • Penutur berbicara dengan
sinis. • Penutur berbicara dengan
orang yang lebih tua. • Penutur berbicara tanpa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PARAMETER PENENTU KETIDAKSANTUNAN
No.
Jenis Ketidaksantunan
Lingual Nonlingual Contoh
Cuplikan Tuturan Nada Tekanan Intonasi Diksi
Penutur dan Lawan Tutur
Situasi Tutur
Tujuan Tuturan
Waktu dan Tempat
Tindak Verbal dan Tindak Perlokusi
1. Melanggar norma Tuturan dikatakan dengan nada rendah dan sedang
Tuturan dikatakan dengan tekanan lunak
Intonasi berita (datar-turun) dan tanya (datar-turun)
Bahasa nonstandar
Orang yang terlibat dalam tuturan: siapa saja yang berkomunikasi dengan anggota keluarga
Keadaan ketika terjadi suatu tuturan: santai.
Penutur menanggapi tuturan mitra tutur yang menyuruhnya melakukan suatu hal sesuai norma atau kesepakatan
• Tempat suatu tuturan terjadi: di mana saja
• Waktu suatu tuturan terjadi: kapan saja
• Tindak verbal ekspresif, komisif, dan representatif.
• Tindak perlokusi umumnya membuat mitra tutur kesal hanya diam, tidak menanggapi tuturan penutur lagi.
MT : “Le, leh bali ojo bengi-bengi yo!”
P : “Halah, ngopo loh, aturan opo ngono kuwi.”
2. Mengancam muka sepihak
Tuturan dikatakan dengan nada sedang
Tuturan dikatakan dengan tekanan lunak
Intonasi berita (datar-turun), tanya
Bahasa nonstandar.
Orang yang terlibat dalam tuturan: siapa saja
Keadaan ketika terjadi suatu tuturan:
Penutur menanggapi mitra tutur atau menyuruh
• Tempat suatu tuturan terjadi: di mana
• Tindak verbal ekspresif, direktif, komisif, dan representatif.
• Tindak perlokusi
P : “Sayur e endi bu? Emoh mangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan tinggi.
dan keras.
(datar-turun), perintah (datar-tinggi), dan seru (tinggi-datar)
yang berkomunikasi dengan anggota keluarga
santai dan serius
mitra tutur melakukan sesuatu.
saja • Waktu
suatu tuturan terjadi: kapan saja
umumnya mitra tutur merasa tersinggung, tetapi tidak disadari oleh penutur.
aku nek gak enek sayur e.”
MT: “Mbok sabar to le, kowe ki ra ndelok ibu sibuk po iki.”
P : “La wong aku ngelih lho.”
3. Melecehkan Muka
Tuturan dikatakan dengan nada rendah, sedang, dan tinggi.
Tuturan dikatakan dengan tekanan lunak dan keras.
Intonasi berita (datar-turun), tanya (datar-turun), dan perintah (datar-
Bahasa nonstandar
Orang yang terlibat dalam tuturan: siapa saja yang berkomunikasi dengan anggota keluarga
Keadaan ketika terjadi suatu tuturan: santai, serius
Penutur menanggapi mitra tutur, menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu, menyindir mitra tutur, atau memperinga
• Tempat suatu tuturan terjadi: di mana saja
• Waktu suatu tuturan terjadi:
• Tindak verbal ekspresif, representatif, dan direktif.
• Tindak perlokusi pada umumnya mitra tutur tersinggung, tetapi tetap melakukan apa
MT: “Mas, aku melu yo?”
P : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tinggi).
tkan mitra tutur.
kapan saja
yang diinginkan penutur.
4. Menghilangkan muka
Tuturan dikatakan dengan nada rendah, sedang, dan tinggi.
Tuturan `dikatakan dengan tekanan lunak dan keras.
Intonasi berita (datar-turun), intonasi tanya (datar-turun), intonasi perintah (datar-tinggi), dan seru (tinggi-datar)
Bahasa nonstandar
Orang yang terlibat dalam tuturan: siapa saja yang berkomunikasi dengan anggota keluarga
Keadaan ketika terjadi suatu tuturan: santai, serius
Penutur menanggapi mitra tutur, menyindir mitra tutur, menyuruh mitra tutur, atau memperingatkan mitra tutur.
• Tempat suatu tuturan terjadi: di mana saja
• Waktu suatu tuturan terjadi: kapan saja
• Tindak verbal ekspresif, direktif, dan representatif.
• Tindak perlokusi pada umumnya mitra tutur merasa malu karena tuturan penutur tersebut dikatakan di depan orang lain.
MT: “Mbak, nek aku nganggo iki pas ra yo?”
P: “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.”
5. Menimbulkan konflik
Tuturan dikatakan dengan nada
Tuturan dikatakan dengan tekanan
Intonasi berita (datar-turun),
Bahasa nonstandar
Orang yang terlibat dalam tuturan:
Keadaan ketika terjadi suatu
Penutur memarahi mitra tutur atau
• Tempat suatu tuturan terjadi:
• Tindak verbal ekspresif, direktif, representatif, dan
P : “Halah, ibu ki silit,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sedang dan tinggi
keras intonasi seru (tinggi-datar), intonasi perintah (datar-tinggi)
siapa saja yang berkomunikasi dengan anggota keluarga
tuturan: tegang, serius
memperingatkan mitra tutur.
di mana saja
• Waktu suatu tuturan terjadi: kapan saja
komisif. • Tindak perlokusi
umumnya mitra tutur menanggapi tuturan penutur dengan emosi dan munculah konflik.
silit!!!”
MT: “Heh, gak boleh ngomong gitu.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Maksud Ketidaksantunan Penutur
No. Kategori Subkategori Kode Tuturan Maksud
1. Melanggar norma Menolak A1 Halah, mbok mengko ah, Bu. Menunda
Menentang A2 Halah, ngopo lho, aturan opo ngono kuwi. Protes
A3 Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini
kok!
Menunda
A4 Halah, ora sinau, aku yo iso kok. Kesal
2. Mengancam muka sepihak Kesal B1 Opo. Wong kowe ngentekke wedang e
kung kok.
Kesal
B2 Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek
gak enek sayur e.
Protes
Memerintah B3 Wes, nek wes takon gek lungo! Mengusir
Menyindir B4 Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih,
mbok sini lho!
Basa-basi
B5 Kae po karo Mbak e wae? Basa-basi
B6 Waduh, silakan janjian lho, Masnya pasti
bisa kalo janjian kayak gini.
Basa-basi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B9 Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani
bayar piro sebulan?
Bercanda
B11 Endi jatahku be, gopek gopek? Bercanda
Memperingatkan B7 Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu
tugasmu.
Memperingatkan
B8 Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek
maghrib ki kudu mandek!
Memperingatkan
Mengancam B10 Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit
kowe. Utang lho kowe!
Bercanda
3. Melecehkan muka Kesal C1 Heh, sepatu ne endi kuwi? Memerintah
C2 Heh heh heh, kono neng sekolah wae! Memerintah
C4 Heh, kuping e endi, kene tak andani! Memerintah
C9 Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!! Memerintah
C10 Ah, kok aku terus sih Mbak sing mbok
takok i?
Mengelak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C22 Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi
ra ketemu, jedule neng kene.
Kesal
Menyindir C3 Wong ra sekolah kok njaluk susu. Mengomentari
C5 Ben, mengko neng wetenge ben eneng
gambare.
Menakut-nakuti
C6 Heh, flashdisc-mu tu banyak banget
virusnya, gudang virus ya?
Mengejek
C12 Wes tuwo neng cilik yo, Mbak. Basa-basi
C13 Biasalah nek orang tua kayak gitu, Mbak,
biasalah ibu-ibu.
Basa-basi
C15 Kowe ki keentekan obat, kono ngombe
obat sek ben ra edan!
Kesal
C16 Kuwi mbok dijamuni disek ben bapakmu
rodo mari leh edan!
Kesal
C17 Iyo kuwi, nek mikir ora mangan sego, tapi Menyindir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mangane rokok.
C18 Mlaku ki yo mlaku wae, ra sah meleng
mripate!
Memperingatkan
Mengejek C7 Opo, kowe ki arep ngopo? Basa-basi
C19 Zaman koyo ngene kok ra ndwe HP. Mengejek
Menentang C8 Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus
kok!
Mengelak
Menolak C11 Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!! Melarang
Memperingatkan C14 Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung
utah!!!
Mengomentari
C20 Gak ada liburan, kalo libur kamu mau
bayar semesteran pake apa?
Melarang
C21 Pokoknya jangan dikasih, nanti buat Melarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
macem-macem, wong masih SMP gitu
udah minta yang macem-macem!
C23 Heh, sana belajar! Nonton terus. Memperingatkan
4. Menghilangkan muka Mengejek D1 La yo mboh, mbok umurmu dewe kok
tekok.
Menanggapi
D4 Halah, Mbok, kowe ki ra bener tenan. Mengejek
D7 Halah, mboh kowe ngomong opo. Menanggapi
D12 Wo la yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai
gembus.
Bercanda
Memperingatkan D3 Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu
malu-maluin!
Memperingatkan
D6 Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak
kewengen!
Mengusir
D20 Uwes, ayo balek, ngopo kowe neng kene? Mengusir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menyindir D5 Kuwi ki mbiyen kantoran lho mbak, saiki
malah mung bakul.
Bercanda
D8 Ya kakaknya, Mbak. Nek kakaknya tu
sabar Mbak, yang ini main terus.
Menyindir
D9 Lah, kok bingung-bingung lho Mbak!
Disiapin ora e?
Basa-basi
D10 Weh, kok koyo wong londo kowe
panganane roti. Koyo londo ndeso!
Bercanda
D11 Mau dikasih apa kok tanya-tanya gitu? Basa-basi
D14 Pacare Ari ki akeh banget. Koleksi kok.
Mbok golek seng jilbaban kono lho.
Menanggapi
D15 Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan
ngengge klambi ukuran S koyo ngono.
Mengomentari
D16 Heh, udah nambah belum itu tinggimu? Bercanda
D19 Yo kwi, Mbak, wong lanang ki mripate ra Menyindir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dienggu.
Kesal D13 Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe
gelo.
Kesal
D18 Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di
UNS.
Protes
Meremehkan D2 Kowe ki mbok mengko wae nek arep
nonton, aku disek.
Melarang
D17 Lah, mboh mbiyen. Menanggapi
5. Menimbulkan konflik Mengancam E1 Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci
kapok kowe!
Menakut-nakuti
E3 Opo to kowe ki mas, tak andakke ibu kowe
nyenggol-nyenggol.
Menakut-nakuti
E9 Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak
manut aturan gak usah kuliah terserah,
hidup sendiri, cari uang sendiri.
Memperingatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mengejek E2 Halah, ibu ki silit, silit!!! Mengejek
Memperingatkan E5 Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono
kuwi marai tuman.
Melarang
E7 Aku juga butuh makan, cepetan!!! Memperingatkan
Kesal E4 Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak. Protes
E6 Anak kok bandel, nakal, kurang ajar!!! Kesal
E8 Kamu tu gak tau ya aku tu capek, banyak
tugas.
Protes
E10 Enenge koyo ngene. La nek ra percoyo
kono delok dewe! Wong kok ra percoyoan.
Protes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Instrumen Penelitian Panduan Wawancara
A. Daftar Pertanyaan untuk Orang Tua dalam Relasi dengan Anggota Keluarga
PETUNJUK: Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian tulislah atau rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan (pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)!
1. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak
perempuan Anda yang sudah cukup dewasa belum bisa memasak atau anak lelaki Anda yang sudah cukup dewasa hanya bermalas-malasan di rumah? (melecehkan muka) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
2. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda ketika
anak Anda menjawab sekenanya dan terkesan acuh saat Anda memberikan nasihat? (menimbulkan konflik) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
3. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak
Anda yang sudah kuliah semester 12 belum lulus atau anak Anda yang masih bersekolah tidak naik kelas jika situasinya sedang ada pertemuan keluarga? (menghilangkan muka) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
4. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak
Anda yang sedang membersikan rumah tanpa sengaja mengganggu aktivitas Anda (misalnya menulis, membaca, atau menonton televisi)? (mengancam muka sepihak) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Instrumen Penelitian Panduan Wawancara
------------------------------------------------------------------------------------------
5. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak
Anda terlambat pulang ke rumah tanpa alasan yang jelas, padahal sudah disepakati bersama dalam keluarga bahwa batasan jam pulang malam tidak boleh dilanggar? (melanggar aturan) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
B. Daftar Pertanyaan untuk Anggota Keluarga dalam Relasi dengan Orang Tua
PETUNJUK: Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian tulislah atau rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan (pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)!
1. Bagaimana respon Anda ketika mengetahui bahwa orang tua Anda tidak
dapat mengoperasikan komputer? (melecehkan muka) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
2. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda menegur Anda karena
mendengarkan musik dengan volume yang keras? (menimbulkan konflik) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
3. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda berusaha membanding-
bandingkan nilai Anda dengan kakak/adik yang memiliki nilai lebih baik dari Anda? (menghilangkan muka) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Instrumen Penelitian Panduan Wawancara
4. Bagimana respon Anda bila saat Anda belajar, orang tua Anda meminta bantuan Anda, tetapi hanya dengan meneriakkan nama Anda tanpa memberikan penjelasan mengenai bantuan apa yang diperlukan? (mengancam muka sepihak) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
5. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda mengotak-atik handphone
Anda dan membaca pesan singkat antara Anda dengan teman dekat Anda? (melanggar aturan) Penjelasan Informan:
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Instrumen Penelitian Kasus/Situasi
KUESIONER PENELITIAN KETIDAKSANTUNAN DALAM
BERBAHASA A. Pertanyaan Kasus/Situasi untuk Orang Tua dalam Relasi dengan
Anggota Keluarga
PETUNJUK: Tulislah bentuk kebahasaan yang akan Anda gunakan sebagai respons Anda terhadap situasi-situasi berikut dengan sejujurnya (pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)!
Situasi 1: Keluarga Anda memiliki jam belajar pukul 20.00 WIB. Ketika waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB, anak Anda belum juga belajar, tetapi justru masih menonton televisi. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Situasi 2: Saat Anda menasihati anak Anda ketika terlibat perkelahian di sekolah, anak Anda justru memainkan handphone dan tidak memperdulikan nasihat Anda. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Situasi 3: Ketika Anda sedang menerima telepon dari teman, anak Anda menghidupkan musik dengan volume yang keras dan tidak menyadari bahwa hal itu mengganggu percakapan Anda. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Instrumen Penelitian Kasus/Situasi
Situasi 4: Ketika sedang menonton sebuah acara televisi favorit Anda, tiba-tiba anak Anda mengganti saluran televesi tersebut tanpa meminta izin dari Anda. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Situasi 5: Keluarga Anda membuat kesepakatan jam malam untuk anak Anda sampai pukul 22.00 WIB. Suatu malam, anak Anda pulang melampaui jam yang telah disepakati. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
B. Pertanyaan Kasus/Situasi untuk Anggota Keluarga dalam Relasi dengan Orang Tua
PETUNJUK: Tulislah bentuk kebahasaan yang akan Anda gunakan sebagai respons Anda terhadap situasi-situasi berikut dengan sejujurnya (pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)!
Situasi 1: Anda meminta supaya dibelikan handphone baru karena handphone lama Anda sudah ketinggalan zaman. Anda sudah meminta berulang kali, tetapi belum juga dibelikan. Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Situasi 2: Anda dipaksa oleh ibu Anda untuk membeli sayur di pasar, padahal Anda tidak suka berbelanja di pasar. Apa yang akan Anda katakan dalam situasi seperti ini?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Instrumen Penelitian Kasus/Situasi
Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Situasi 3: Anda diajak teman-teman keluar rumah pada malam hari. Namun, orang tua tidak mengizikinkan Anda untuk pergi. Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda di depan teman-teman Anda? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Situasi 4: Ketika Anda pulang sekolah dan merasa lapar, tidak ada makanan di rumah. Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Situasi 5: Ketika Anda sedang dimarahi oleh orang tua karena Anda dianggap pergi tanpa seizin mereka, padahal Anda merasa sudah meminta izin kepada orang tua Anda. Apa yang akan Anda katakan dalam situasi seperti ini? Respons Anda:
---------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
InstrumenPenelitian Maksud Penutur
Kode Tuturan:
1. Lokasi :
2. Suasana :
3. Keadaanemosi :
4. Identitaspenutur :
a. Gender :
b. Umur :
c. Pekerjaan :
d. Domisili :
e. Daerah Asal :
f. Bahasa yang dipakaisehari-hari :
5. Identitaslawantutur :
a. Gender :
b. Umur :
c. Pekerjaan :
d. Domisili :
e. Daerah Asal :
f. Bahasa yang dipakaisehari-hari :
6. Tanggalpercakapan :
7. Waktupercakapan :
Tuturan:----------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------
Maksud:----------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Katarina Yulita Simanulang lahir di Jawa Tengah,
tanggal 1 April 1992. Ia menyelesaikan pendidikan tingkat
sekolah dasar di SD Negeri No 204/VII Singkut 7,
Sarolangun, Jambi pada tahun 2003. Kemudian, ia
melanjutnya studinya di SMP Xaverius Tugumulyo, Musi
Rawas, Sumatera Selatan dan tamat pada tahun 2006.
Pendidikan tingkat menengah atas ditempuhnya di SMA Xaverius Lubuk
Linggau, Sumatera Selatan dan lulus pada tahun 2009. Setelah menyelesaikan
sekolah tingkat menengah atas, ia melanjutnya studi S1 Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir pada tahun 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI