pola komunikasi kyai dan santri dalam pengajaran...
TRANSCRIPT
POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI
DALAM PENGAJARAN SENI BACA AL-QUR’AN
DI PONDOK PESANTREN AL-QUR’ANIYYAH
PONDOK AREN
Oleh :
Mutmainnah
104051001796
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI
DALAM PENGAJARAN SENI BACA AL-QUR’AN
DI PONDOK PESANTREN AL-QUR’ANIYYAH
PONDOK AREN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Mutmainnah
104051001796
Di bawah Bimbingan
Drs. M. Luthfi, MA
NIP: 150 268 782
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 02 April 2008
Mutmainnah
ABSTRAK
MUTMAINNAH
Pola Komunikasi Kyai dan Santri dalam Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah Pondok Aren
Komunikasi sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia dalam bersosialisasi, manusia dituntut agar pandai dalam berkomunikasi, bahkan pada
proses belajar mengajar. Karena Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah
proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan (guru)
melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan (murid). Pondok pesantren
Al-Qur’aniyyah merupakan sebuah yayasan pendidikan Islam yang berbadan
hukum yang bertujuan mencetak santri agar dapat membaca al-Qur’an secara
fasih, baik dan benar sesuai dengan ilmu tajwid, serta mampu melantunkannya
sesuai dengan ilmu lagu-lagu dalam al-Qur’an (ilmu nagham) dan ilmu qira’at
yang berlaku.
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah mempunyai ciri khas, yaitu keal-
Qur’anan, sehingga pondok pesantren tersebut berbeda dari pesantren-pesantren
lainnya yang ada di Desa Jurang Mangu Pondok Aren Tangerang. Sebagai
yayasan pendidikan Islam yang bercirikan keal-Qur’anan, para santri yang belajar
di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah tidak hanya mendalami ilmu-ilmu agama Islam atau pendidikan kepesantrenan, tetapi juga dianjurkan untuk bisa mengenal
dan memahami al-Qur’an dengan baik dan benar, juga indah karena membaca al-Qur’an sama dengan berdialog langsung dengan Allah SWT.
Dalam pengajaran seni baca al-Qur’an pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, santri lebih ditekankan pada keterampilan seni membaca al-Qur’an oleh kyai,
yaitu bagaimana al-Qur’an dibaca dengan fasih, dipelajari dan dipahami baik dan benar sesuai dengan ilmu tajwid, serta mampu melantunkannya sesuai dengan
ilmu lagu-lagu dalam al-Qur’an (ilmu nagham) dan ilmu Qira’at.
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah menetapkan program-program
pengajaran seni baca al-Qur’an untuk menerapkan kedisiplinan ilmu yang harus
ditempuh oleh para santri. Program pengajaran seni baca al-Qur’an yang
diterapkan di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah ini terbagi menjadi tiga
jenjang/kategori, antara lain: tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat mahir.
Materi dan metode yang digunakan oleh kyai adalah materi tentang isi dan makna
kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan ditambahkan lagu dan tangga nada yang
sesuai dengan kaidah seni baca al-Qur’an, dan metode pengajarannya adalah
dengan penugasan, tanya jawab, hafalan, membaca, menyimak, demonstrasi, dan
motivasi. Dengan begitu, santri dapat menguasai dan memahami materi yang
disampaikan, sehingga kemampuan santri dapat tersalurkan.
KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, sebagai seorang kyai di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah dalam penyampaikan materi pelajaran seni baca al-
Qur’an, menggunakan berbagai macam bentuk atau pola komunikasi, seperti komunikasi verbal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok kecil dan
komunikasi instruksional, semua komunikasi yang digunakan oleh kyai dilakukan dengan tatap muka melalui lisan dan komunikasi seperti ini sangat efektif dalam
pengajaran seni baca al-Qur’an.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur hanya milik Moral Realitas Tertinggi. Tuhan Maha Mutlak
yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu yaitu kepada Allah SWT dengan
karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta
salam semoga tetap selalu tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa umatnya dari zaman kedzaliman menuju zaman kebenaran Tuhan
yang sesungguhnya.
Alhamdulillah penulisan skripsi ini berjalan dengan baik dan lancar.
Semua ini takkan tercapai tanpa adanya usaha, perjuangan, dorongan, dari semua
pihak dan do’a serta tawakkal kepada Sang Pencipta. Maka pada kesempatan kali
ini, penulis merasa sangat perlu untuk menghaturkan dan mengucapkan rasa
terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang terkait, yang telah
membantu dan mendukung penulisan skripsi ini. Rasa terima kasih yang sangat
penulis haturkan kepada :
1. Bpk. Dr. Murodi, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya.
2. Bpk. Drs. Wahidin Saputra, M.A, selaku Ketua Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak
ternilai harganya.
3. Ibu Dra. Umi Musyarofah, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam, yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
4. Bpk. Drs. M. Luthfi, M.A, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, selaku pimpinan pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
mengadakan penelitian di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah.
6. Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, selaku pengurus pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk
wawancara. Dan Ust. Abdul Latif, S.Ag, yang selalu siap membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Rahmatullah dan Sifa Nafiga, selaku santri pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Para staff perpustakan utama dan perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan dan meminjam buku-
buku yang berhubungan dengan skripsi ini.
9. Ayahanda dan Ibunda terhormat (Bpk. Asmad dan Ibu Jennah), yang telah
mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh rasa kasih
sayang yang tercurah baik dengan moril, maupun materil, sehingga
kesulitan yang penulis hadapi dapat teratasi dan terasa ringan.
10. Kakanda tersayang Ust. Fadillah. S.Th.I, Maspuroh, Thoyyibah, Fauzi dan
adik penulis Rizal Abdul Fahmi, yang selalu memberikan kasih sayang
yang tak terhingga, motivasi, didikan, bimbingan, dan semangat untuk
terus maju pantang mundur dalam penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat penulis seperjuangan, khususnya anak-anak KPI B
angkatan 2004/2005 seperti: Siti Aminah, Ida Suryani, Yusriani Pulungan,
Sukasih Nur, Al-Mukarromah, Siti Sarah, Choirunnisa, Listiani Wirafsya,
Hikmatinnisa, Yayu Rulia Syarof, Haiza Roni, Mika Aprianti, Ika Puspita
Sari, Restifa Anbiya Yuneni, dan lain-lain, yang selalu memberikan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Seluruh teman-teman penulis yang ada di pondok pesantren Nurul Iman di
antaranya: Muhammad Irvan, Suratno, Miftahul Huda, Siti Marwah,
Rahmawati, dan lain-lain yang selalu mendoakan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis hanya bisa mengucapkan jazakumullah khairan katsir
semoga amal ibadah Bapak/Ibu sekalian dibalas oleh Allah SWT, Amiien ya
Rabbal A’lamin.
Tangerang, 02 April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………....i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….…..ii
ABSTRAK……………………………………………………………...………..iii
KATA PENGANTAR………………...…………………………………………vi
DAFTAR ISI………………...…………………………………………………..vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………….1
B. Batasan dan Rumusan Masalah………………………………..6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………..7
D. Tinjauan Pustaka………………………………………………7
E. Metodologi Penelitian…………………………………………8
F. Sistematika Penulisan………………………………………...12
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pola Komunikasi……………………………………………..14
1. Pengertian Pola Komunikasi……………………………..14
2. Macam-macam Pola Komunikasi………………………..19
3. Penerapan Pola Komunikasi……………………………..22
B. Kyai dan Santri……………………………………………….24
1. Pengertian Kyai dan Santri……………………………….24
2. Komunikasi Kyai dan Santri……………………………..28
C. Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an…………………………….30
1. Pengertian Pengajaran……………………………………30
2. Pengertian Seni Baca Al-Qur’an…………………………32
3. Komunikasi Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an…………...33
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-
QUR’ANIYYAH
A. Letak Geografis dan Sejarah Berdiri…………………………35
B. Struktur Organisasi dan
Kepengurusan………………………………………………...40
C. Santri dan Pengasuh………………………………………….45
D. Program Kerja………………………………………………..48
E. Sarana dan Prasarana…………………………………………48
BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI
DALAM PENGAJARAN SENI BACA AL-QUR’AN
A. Kyai dan Santri……………………...………………………..51
B. Program Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an…………………..63
C. Pola Komunikasi Kyai dan Santri Dalam Pengajaran Seni
Baca Al-Qur’an………………………………………………67
D. Analisis Pola Komunikasi Kyai dan Santri Dalam Pengajaran
Seni Baca Al-Qur’an…………………………………………77
E. Hasil Yang Dicapai dari Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an….80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………..82
B. Saran………………………………………………………….83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkomunikasi adalah kebutuhan manusia dalam mempertahankan
kelangsungan hidup, hampir tidak mungkin seseorang dapat menjalani hidupnya
tanpa berkomunikasi dengan orang lain. Artinya, manusia memang tidak bisa
hidup tanpa komunikasi, karena komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat
penting, tanpa komunikasi manusia tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai
pembawa amanah dari Tuhan di muka bumi (kholifah).
Dalam perspektif agama, bahwa komunikasi sangat penting peranannya
bagi kehidupan manusia dalam bersosialisasi, manusia dituntut agar pandai dalam
berkomunikasi. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an surat ar-rahmaan ayat 1-4,
yang berbunyi:
��������� � � ������
����������� ��� ���� !
���"#$%&� �'� () ☺���
���,�-�� �.�
Artinya: “(Tuhan) yang maha pemurah, yang telah mengajarkan al-
Qur’an. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara”.
Perlu disadari bahwa peran komunikasi sangat diperlukan dalam
kehidupan bersosialisasi, bahkan pada proses belajar mengajar. Karena proses
belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan (guru) melalui saluran atau media tertentu
ke penerima pesan (murid). Pesan yang akan dikomunikasikan adalah bahan atau
materi pelajaran yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, murid,
dan lain sebagainya. Salurannya berupa media pendidikan, dan penerimanya
adalah murid.1
Komunikasi dalam pendidikan dan pengajaran berfungsi sebagai
pengalihan ilmu pengetahuan yang mendorong perkembangan intelektual,
pembentukan watak dan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada
semua bidang kehidupan.2 Fungsi komunikasi tidak hanya sebagai pertukaran
informasi dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai
tukar menukar data, fakta dan ide. Agar komunikasi berlangsung efektif dan
informasi yang disampaikan oleh seorang pendidik dapat diterima dan dipahami
oleh peserta didik dengan baik, maka seorang pendidik perlu menerapkan pola
komunikasi yang baik pula.3
Komunikasi dalam istilah pendidikan dikenal sebagai komunikasi
instruksional, dan komunikasi ini merupakan salah satu aspek fungsi komunikasi
untuk meningkatkan kualitas berfikir pada pelajar sebagai komunikan dalam
situasi instruksional yang terkondisi. Misalnya guru disamping sanggup mengajar
untuk memberikan instruksi kepada pelajar, juga memiliki metode dalam
penyampaian pesan atau materi kepada pelajar. Komunikasi instruksional ini lebih
mengarah kepada pendidikan dan pengajaran, bagaimana seorang pengajar
memiliki kerja sama dengan muridnya, sehingga pesan atau materi yang
1 H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta, 2005), Cet. Ke-1, h.
11.
2 H. A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),
Cet. Ke-3, h. 11.
3 Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 7.
disampaikan dapat diterima dengan baik. Komunikasi instruksional merupakan
salah satu bentuk atau pola komunikasi dalam dunia pendidikan dan pengajaran,
dan dapat terjadi di mana saja. Misalnya di sekolah, universitas, bahkan di pondok
pesantren.
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional, tempat
untuk mempelajari, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama
Islam yang menerapkan pentingnya moral keagamaan.4 Di mana seorang kyai
sebagai pemimpin pondok pesantren dituntut untuk memiliki keahlian dan
kepercayaan dalam penyampaian pesan kepada santrinya, khususnya dalam proses
belajar mengajar/pengajaran.
Kyai dalam suatu pondok pesantren merupakan elemen yang paling
esensial. Ia merupakan pendiri pondok pesantren, sudah sewajarnya bahwa
pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi
kyainya. Di sebuah pesantren kyai atau ustadz merupakan salah satu pemicu minat
santri untuk menuntut ilmu, sehingga santri dari berbagai daerah berdatangan
untuk menuntut ilmu. Dalam hal pembelajaran, kyai atau ustadz mempunyai
peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian para santri baik
dalam tata cara bergaul dan bermasyarakat dengan sesama santri lainnya. Untuk
terciptanya hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah sistem komunikasi yang baik
dengan menggunakan metode-metode pengajaran didalamnya.
Metode pengajaran dan materi pelajaran yang diajarkan seorang kyai
kepada santri ditentukan oleh seberapa jauh kedalaman ilmu pengetahuan sang
kyai dan yang dipraktekkan sehari-hari dalam kehidupan. Sedangkan tujuan dari
4 Mastuhu, Prinsip Pendidikan Pesantren, (Jakarta: Inis, 1994), h. 55.
metode pengajaran di pondok pesantren lebih mengutamakan niat untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, agar mereka disebut sebagai
ahli ilmu semata. Sebuah pondok pesantren tidak terlepas dari konsep komunikasi
yang efektif dalam kehidupan masyarakat.
Telah disepakati bahwa fungsi komunikasi adalah menyampaikan
informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi. Dalam komunikasi istilah
pendidikan dan pengajaran adalah dua komponen yang saling melibatkan antara
pengajar (kyai) sebagai komunikator dan pelajar (santri) sebagai komunikan.
Dalam proses belajar mengajar, keakraban dan kedekatan antara seorang guru
dengan murid sangat diharapkan, agar pesan yang disampaikan oleh seorang guru
akan mudah diterima oleh murid dengan pemahaman mereka masing-masing.
Pesan atau materi pelajaran yang disampaikan sangat beragam, dan tidak mudah
untuk mendapatkan efek positif, semua itu butuh kesamaan dan pemahaman
makna antara pengajar dan pelajar. Seperti halnya dalam pengajaran seni baca al-
Qur’an.
Dalam pengajaran seni baca al-Qur’an, santri lebih ditekankan pada
keterampilan seni membaca al-Qur’an, yaitu bagaimana al-Qur’an dibaca secara
fasih dengan suara yang indah dan merdu menggunakan lagu-lagu dalam al-
Qur’an, seperti lagu bayyati, rost, hijaz dan lain sebagainya, kemudian al-Qur’an
juga dipelajari dan dipahami dengan baik dan benar sesuai dengan ilmu tajwid.
Berdasarkan ajaran agama bahwa al-Qur’an dengan seni baca, penuh
keindahan suara adalah dalam rangka ibadah dan dakwah. Karena lagu yang indah
sesuai dengan kaidah-kaidah seni baca al-Qur’an dapat mengantarkan suatu
bacaan lebih meresap ke dalam hati sanubari pembacanya maupun pendengarnya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-anfal ayat 2 sebagai berikut:
☺�/0� �1�234�5☺��
�7839:;� �5<0� ��3=>< ?;�
@%��AB�C ��E�F�>�>9 �5<0��C
@%�,0�>G ��.E�H���
I()(J��K��� ��E� M� N
�2� ☺K0� OP�G��C R0S0�T�U
���>�:=���J�K ���
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang
apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.
Membaca al-Qur’an dengan seni baca adalah termasuk program agama
yang kita cintai. Keindahan merupakan kebutuhan hidup dan kehidupan manusia,
termasuk memperindah suara dalam membaca al-Qur’an. Kesenian adalah
penjelmaan rasa keindahan untuk kesejahteraan hidup.5 Membaca al-Qur’an
dengan seni baca sering diajarkan di dalam suatu lembaga pendidikan Islam,
seperti pondok pesantren. Dan salah satu pondok pesantren yang mempunyai
perhatian khusus dengan seni baca al-Qur’an adalah pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah.
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah merupakan sebuah yayasan
pendidikan Islam yang berbadan hukum yang bertujuan mencetak santri agar
dapat membaca al-Qur’an secara fasih, baik dan benar sesuai dengan ilmu tajwid,
serta mampu melantunkannya sesuai dengan ilmu lagu-lagu dalam al-Qur’an
(ilmu nagham) dan ilmu qira’at yang berlaku.
5 KH. Muhsin Salim, Ilmu Nagham Al-Qur’an, (Jakarta: Kebayoran Widya Ripta, 2000), h. 3.
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah mempunyai ciri khas, yaitu keal-
Qur’anan, sehingga pondok pesantren tersebut berbeda dari pesantren-pesantren
lainnya yang ada di Desa Jurang Mangu Pondok Aren Tangerang. Sebagai
yayasan pendidikan Islam yang bercirikan keal-Qur’anan, para santri yang belajar
di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah tidak hanya mendalami ilmu-ilmu agama
Islam atau pendidikan kepesantrenan, tetapi juga dianjurkan untuk bisa mengenal
dan memahami al-Qur’an dengan baik dan benar, juga indah karena membaca al-
Qur’an sama dengan berdialog langsung dengan Allah SWT.
Melihat peran yang sangat besar bagi pondok pesantren Al-Qur’aniyyah,
dalam menyampaikan pesan atau materi dalam pengajaran seni baca al-Qur’an,
melalui pengenalan dan pemahaman al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai
dengan ilmu tajwid serta dapat melantunkannya sesuai dengan ilmu lagu-lagu
dalam al-Qur’an (ilmu nagham) dengan menggunakan berbagai macam bentuk
komunikasi, maka penulis tertarik untuk meneliti permasalahan-permasalahan
tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul, “Pola Komunikasi Kyai dan Santri
Dalam Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah
Pondok Aren”. Dengan alasan bahwa di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
mempunyai ciri khas, yaitu keal-Qur’anan, sehingga pondok pesantren tersebut
berbeda dari pesantren-pesantren lainnya yang ada di Pondok Aren.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan kegiatan pondok pesantren Al-Qur’aniyyah,
maka penulis membatasi penelitian skripsi ini hanya pada Pola Komunikasi
Kyai dan Santri Dalam Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an Pada Tingkatan
Mahir di Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah Pondok Aren Tangerang.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang dibahas, maka penulis merumuskan
masalah tersebut yaitu bagaimana pola komunikasi kyai dan santri dalam
pengajaran seni baca al-Qur’an di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
yang hendak dicapai adalah: Untuk mengetahui pola komunikasi kyai dan santri
dalam pengajaran seni baca al-Qur’an di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah.
Sebagaimana tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini
adalah:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
berarti bagi pembaca, tokoh masyarakat, dan lembaga-lembaga yang
berkepentingan sebagai bahan pemikiran dan perbandingan, serta untuk
menambah wawasan keilmuan dalam bidang dakwah dan komunikasi.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian dapat memberikan sumbangan dan masukan
bagi praktisi dakwah tentang strategi yang praktis dalam
menstransformasikan nilai-nilai agama pada masyarakat Pondok Aren
Tangerang melalui seni baca al-Qur’an, dan sebagai masukan bagi
lembaga pendidikan seperti pondok pesantren.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam menyusun skripsi ini, telah dilakukan tinjauan pustaka oleh penulis
dan ternyata secara khusus skripsi yang membahas pola komunikasi kyai dan
santri dalam pengajaran seni baca al-Qur’an belum ada, maka penulis akan
membahas permasalahan ini ke dalam bentuk skripsi.
Kemudian penulis menggunakan referensi dari Drs. Onong Uchjana
Effendy, M.A, dengan judul buku: “Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek”, dalam
buku tersebut terdapat bentuk-bentuk komunikasi, seperti komunikasi persona
(intrapersona dan interpersonal), komunikasi kelompok (kelompok kecil dan
kelompok besar), komunikasi massa, dan komunikasi medio.
KH. Amin Haedar, dengan judul: “Masa Depan Pesantren; Dalam
Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global”, di dalam buku
tersebut membahas mengenai elemen-elemen pondok pesantren seperti kyai dan
santri, pola komunikasi atau hubungan antara kyai dan santri di pondok pesantren,
hubungan kyai dan santri dalam menyampaikan pesan atau materi.
KH. Muhsin Salim, SQ dengan judul: “Ilmu Nagham Al-Qur’an; Belajar
Membaca Al-Qur’an Dengan Lagu”, di dalam buku tersebut membahas kaidah-
kaidah seni baca al-Qur’an, seperti ilmu lagu-lagu dalam al-Qur’an (ilmu
nagham), dan macam-macam lagu dengan tangga nada (maqom).
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Riset Lapangan (field
reseach), yaitu mencari dan mengumpulkan informasi tentang masalah
yang dibahas dari lapangan (tempat melakukan penelitian tersebut).
2. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan representatif dalam
penelitian ini, maka penulis menggunakan metode Deskriptif Analisis
melalui pendekatan kualitatif. Di mana pendekatan kualitatif ini bertujuan
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai faktor-faktor, sifat, serta hubungan antara fenomena yang
diteliti.
Adapun secara deskriptif adalah bahwa data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh
adanya penerapan metode kualitatif.6
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah
terletak di Jalan Panti Asuhan. No. 06, Kp. Ceger, Rt. 003 Rw. 012
Kelurahan Jurang Mangu Timur, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten
Tangerang Banten.
Dalam mendapatkan hasil penelitian yang akurat, maka penulis
membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk melakukan penelitian
langsung ke lapangan (lokasi). Adapun lamanya penelitian ini, dari bulan
Februari-Maret 2008.
4. Sumber Data
6 Lexy. J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007),
Cet. Ke-23, h. 9-10.
Sumber data yaitu dari mana data diperoleh.7 Untuk memerlukan data,
penulis memperolehnya dari pimpinan pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
yaitu KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Ust. Muhammad Halimi, S.Ag,
dan Ust. Abdul Latif, S.Ag, sebagai pengasuh atau pengurus dan santri.
5. Populasi dan Sampel
“Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian, sedangkan sampel
adalah wakil populasi yang akan diteliti.”8 Dalam penelitian ini, yang
menjadi populasi adalah santri yang mengikuti pengajaran seni baca al-
Qur’an di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah yang berjumlah 300 orang,
dengan perincian sebagai berikut: tingkat dasar berjumlah 137 orang,
tingkat menengah berjumlah 83 orang dan tingkat mahir berjumlah 80
orang.
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah tingkatan
mahir dan penulis pilih secara acak (random sampling) dengan sistem
undi, yaitu menuliskan nama-nama seluruh responden dalam potongan-
potongan kertas, kemudian dikocok seperti arisan, maka nama yang keluar
tersebutlah yang kemudian penulis jadikan sebagai sampel yaitu berjumlah
10 orang.
6. Teknik Pengumpulan Data
7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), Cet. Ke-10, Edisi Revisi, h. 115. 8 Ibid,. h. 117.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Interview (wawancara)
Yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
kedua belah pihak, yaitu penulis sebagai pewawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada individu yang bersangkutan,9
yaitu KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, sebagai pimpinan pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah, Ust. Muhammad Halimi, S.Ag, dan Ust.
Abdul Latif, S.Ag sebagai pengasuh atau pengurus dan santri. Untuk
memperoleh informasi mengenai pola komunikasi antara kyai dan
santri dalam pengajaran seni baca al-Qur’an pada tingkatan mahir yang
digunakan di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah.
b. Observasi (pengamatan)
Yaitu di mana penulis melakukan pengamatan secara langsung
untuk memperoleh data yang diperlukan.10 Pengamatan
memungkinkan penulis membentuk pengetahuan yang diketahui
bersama. Dalam hal ini, penulis mengamati secara langsung mengenai
kegiatan belajar mengajar dalam pengajaran seni baca al-Qur’an di
pondok pesantren Al-Qur’aniyyah sehingga penelitian dapat
terfokuskan.
c. Documentation (dokumentasi)
9 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 186.
10 Winayno Suyakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsiti, 1986), Cet, Ke-7,
h. 162.
Yaitu teknik pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen-
dokumen untuk memperkuat informasi. Dokumentasi dapat dilakukan
untuk mencari data mengenai permasalahan yang diteliti dari berbagai
macam dokumen seperti arsip, brosur, dan buku-buku yang berkaitan
dengan permasalahan yang penulis teliti.
7. Teknik Analisa Data
Untuk mendapatkan data-data dan informasi yang sesuai dengan pokok
permasalahan yang dirumuskan, peneliti menggunakan metode Deskriptif
Analisis Kualitatif, yaitu peneliti menganalisis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan dari lapangan dan buku-buku dengan cara
menggambarkan dan menjelaskan ke dalam bentuk kalimat yang disertai
kutipan-kutipan data.11
Alasan penulis memilih teknik analisis data secara kualitatif adalah
demi memudahkan proses penelitian. Data-data yang bisa diperoleh dari
pelaksanaan penelitian adalah data tulisan dan lisan (data verbal) bukan
data nominal atau yang menunjukkan angka-angka.
8. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penyusunan skripsi ini, penulis
berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi
yang diterbitkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Press Tahun 2007”.
F. Sistematika Penulisan
11
Lexy. J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2004),
Cet. Ke-18, h. 6.
Untuk memudahkan susunan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika
penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab tersebut memiliki sub-
bab, yaitu:
Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Teoritis yang terdiri dari Pola Komunikasi,
Pengertian Pola Komunikasi, Macam-macam Pola
Komunikasi, Penerapan Pola Komunikasi, Kyai dan Santri,
Pengertian Kyai dan Santri, Komunikasi Kyai dan Santri,
Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an, Pengertian Pengajaran,
Pengertian Seni Baca Al-Qur’an, dan Komunikasi
Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an.
Bab III Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah yang
terdiri dari Letak Geografis dan Sejarah Berdiri, Struktur
Organisasi, Santri dan Pengasuh, Program Kerja, Sarana
dan Prasarana.
Bab IV Analisis Pola Komunikasi Kyai dan Santri Dalam
Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an yang terdiri dari Kyai dan
Santri, Program Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an, Pola
Komunikasi Kyai dan Santri Dalam Pengajaran Seni Baca
Al-Qur’an, Pola Komunikasi Kyai dan Santri Dalam
Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an, dan Analisis Pola
Komunikasi Kyai dan Santri Dalam Pengajaran Seni Baca
Al-Qur’an.
Bab V Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
Bagian terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-
lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pola Komunikasi
1. Pengertian Pola Komunikasi
Pola komunikasi merupakan serangkaian dari dua kata, yaitu pola dan
komunikasi. Dan dari keduanya mempunyai keterkaitan makna, sehingga
makna tersebut saling mendukung satu sama lainnya. Untuk lebih jelasnya,
dari dua kata tersebut akan diuraikan dengan penjelasan masing-masing.
Kata “pola” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya bentuk
atau sistem. Cara atau bentuk (struktur) yang tetap.12 Sedangkan kata “pola”
dalam Kamus Ilmiah Populer artinya model, contoh atau pedoman
(rancangan).13
Tapi dalam bahasan ini pola lebih tepat diartikan bentuk
sebagaimana keterkaitannya dengan kata yang digandengnya yaitu
komunikasi.
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1996), h. 778.
13
Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
1994), h. 605.
Sedangkan kata komunikasi dalam bahasa Inggris yaitu
communication, secara etimologi komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu
communicare yang berarti “partisipasi atau memberitahukan”.14
Menurut Onong Uchjana Effendi istilah “komunikasi” berasal dari
perkataan Inggris yaitu communication yang bersumber dari bahasa Latin
communicatio yang berarti “pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”.
Makna hakiki dari communicatio ini ialah communis yang berarti “sama” atau
“kesamaan arti”.15
Pendapat hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Astrid S.
Susanto yaitu perkataan komunikasi berasal dari kata communicare yang di
dalam bahasa Latin memiliki arti ‘berpartisipasi’ atau ‘memberitahukan’. Kata
communis berarti ‘milik bersama’ atau ‘berlaku di mana-mana’.16
Sedangkan secara terminologi, para ahli mendefinisikan komunikasi.
Menurut Onong Uchjana Effendi: “komunikasi berarti proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan
atau merubah sikap, pendapat dan perilaku, baik secara langsung melalui lisan
maupun secara tidak langsung melalui media.”17
Menurut Wilbur Schram dalam uraiannya seperti yang dikutip oleh T. A.
Lathief Rosyidi mengatakan bahwa sebenarnya definisi komunikasi
berasal dari bahasa Latin ‘communis’, bilamana kita mengadakan
komunikasi, itu artinya kita mencoba untuk berbagi informasi, ide atau
14
Astrid. S. Susanto, Komunikasi dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Bina Cipta, 1947),
h. 67. 15 Onong Uchjana Effendi, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bandar Maju, 1992), Cet. Ke-
1, h. 4.
16
Astrid. S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek 1, (Bandung: Bina Cipta,
1998), h. 1.
17
Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000), Cet. Ke-4, h. 3-4.
sikap. Jadi, esensi dari komunikasi itu adalah menjadikan si pengirim
dapat berhubungan bersama dengan si penerima guna menyampaikan isi pesan.18
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang
berkomunikasi berarti mengharapkan agar orang lain ikut berpartisipasi atau
bertindak sesuai dengan tujuan, harapan dari isi pesan yang disampaikan. Jadi,
diantara orang yang terlibat dalam kegiatan komunikasi harus memiliki
kesamaan makna atau arti pada lambang-lambang yang digunakan untuk
berkomunikasi, dan harus bersama-sama mengetahui hal yang
dikomunikasikan.
Dari beberapa pendapat di atas, bisa dipahami bahwa arti dari pola
komunikasi adalah gabungan dari dua kata antara pola dan komunikasi,
sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk penyampaian suatu pesan
atau bentuk-bentuk komunikasi yang disampaikan oleh seorang komunikator
kepada komunikan.
a. Unsur-Unsur Komunikasi
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain
(komunikan). Pikiran berupa gagasan, ide, informasi, opini dan lain-lain yang
muncul dari benak atau perasaan yang berupa keyakinan, kepastian,
kekhawatiran dan sebagainya yang muncul dari lubuk hati.
18
T. A. Lathief Rosyidi, Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: 1985),
h. 48.
T. A. Lathief Rosyidi mengutip pendapat Wilbur Schram mengenai definisi komunikasi.
Dari berbagai pengertian di atas, tampak akan adanya komponen atau
unsur-unsur yang mencakup didalamnya yang merupakan syarat terjadinya
komunikasi. Unsur-unsur komunikasi tersebut adalah:
1. Komunikator
Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan. Komunikator
memiliki fungsi sebagai encoding, yaitu orang yang memformulasikan
pesan atau informasi yang kemudian akan disampaikan kepada orang
lain. Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator
memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam mengendalikan
jalannya komunikasi. Untuk itu, komunikator harus terampil dalam
berkomunikasi, dan juga harus kaya akan ide-ide serta harus penuh
dengan daya kreativitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Syarat-syarat yang diperlukan oleh komunikator, diantaranya:
a. Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikannya,
b. Memiliki kemampuan komunikasi,
c. Mempunyai pengetahuan yang luas,
d. Memiliki daya tarik,
e. Mengenal diri sendiri,
f. Memiliki kekuatan (power).19
Dari beberapa syarat dan pengertian komunikator di atas, tentunya
seorang komunikator harus dapat memposisikan dirinya sesuai dengan
karakter yang dimilikinya.
2. Pesan
19
Onong Uchjana Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Yogyakarta: Al-Amin Press,
1996). Cet. Ke-1, h. 59.
Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh
kominikator. Pesan harus mempunyai inti pesan sebagai pengarah di
dalam usaha mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan yaitu
pernyataan yang disampaikan oleh komunikator yang didukung oleh
lambang. Penyampaian pesan dapat dilakukan secara langsung melalui
lisan maupun secara tidak langsung melalui media.
Ada beberapa bentuk pesan di antaranya:
a. Informatif, yaitu memberikan keterangan-keterangan dan kemudian
komunikan mengambil kesimpulan sendiri.
b. Persuasif, yaitu dengan bujukan untuk membangkitkan pengertian
dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan
memberikan berupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan,
namun perubahan ini adalah kehendak sendiri.
c. Koersif, yaitu dengan menggunakan sanksi-sanksi. Bentuknya
terkenal dengan agitasi, yakni dengan penekanan-penekanan yang
menimbulkan tekanan batin di antara sesamanya dan pada kalangan
publik.20
3. Media
Media merupakan sarana atau saluran yang digunakan oleh
komunikator untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada
komunikan.
4. Komunikan
20
H. A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara,
1997), Cet. Ke-3, h. 14.
Komunikan adalah orang yang menerima pesan dari komunikator.
Fungsinya sebagai decoding, yaitu orang yang menginterpretasikan,
menerjemahkan dan menganalisa isi pesan yang diterimanya.
5. Efek
Efek merupakan dampak atau hasil sebagai pengaruh pesan.
Komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila sikap dan tingkah laku
komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Hal yang penting dalam komunikasi adalah bagaimana caranya agar
suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan efek atau
dampak tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat
diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu:
a. Dampak Kognitif, yaitu dampak yang timbul pada komunikan
yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat
intelektualitasnya.
b. Dampak Afektif, yaitu dampak yang menimbulkan perasaan
tertentu dan bergerak hati seorang komunikan, misalnya perasaan
iba, sedih, gembira dan lain sebagainya.
c. Dampak Behavior, dampak yang paling tinggi kadarnya, yaitu
dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku,
tindakan atau kegiatan.21
2. Macam-macam Pola Komunikasi
21
Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), Cet. Ke-6, h. 7.
Menurut Onong Uchjana Effendi dalam bukunya yang berjudul: “Ilmu
Komunikasi; Teori dan Praktek”. Pola atau bentuk komunikasi terdapat empat
macam, yaitu komunikasi persona (intrapersona dan interpersona), komunikasi
kelompok (besar dan kecil), komunikasi massa, dan komunikasi medio.22
Adapun dalam proses pendidikan dan pengajaran, komunikasi yang
berlangsung melibatkan antara kyai atau guru sebagai komunikator santri atau
murid sebagai komunikan, dan penyampaian pesannya pun berlangsung secara
lisan dan melalui tatap muka. Maka dalam tatap muka ini dibagi ke dalam tiga
bentuk komunikasi yaitu komunikasi kelompok kecil, komunikasi
interpersonal dan komunikasi instruksional.
a). Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil adalah kelompok komunikan yang
dalam situasi komunikasi terdapat kesempatan untuk memberikan
tanggapan secara verbal. Dengan lain perkataan dalam komunikasi
kelompok kecil komunikator dapat melakukan komunikasi interpersonal
dengan salah satu anggota kecil.23
Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai
komunikasi kelompok kecil (small group communication), apabila situasi
komunikasi seperti itu diubah menjadi komunikasi interpersonal dengan
setiap komunikan.
Komunikasi kelompok kecil kurang efektif dalam mengubah sikap,
pendapat dan perilaku komunikan, karena dari tiap komunikan tidak
mungkin dikuasai oleh komunikator seperti halnya pada komunikan
22
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-6, h. 7.
23
Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 88.
komunikasi interpersonal. Komunikasi kelompok kecil lebih bersifat
rasional dalam menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator,
komunikan menanggapinya dengan lebih banyak menggunakan pikiran
dari pada perasaan. Mereka sempat bertanya pada dirinya mengenai benar-
tidaknya apa yang diucapkan oleh komunikator kepadanya itu.
Dalam situasi komunikasi seperti itu, pesan yang disampaikan
oleh komunikator harus mengarahkan kepada rasio komunikan bukan pada
emosi.24
b). Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang dengan
orang lain yang sendiri juga secara pribadi. Komunikasi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.25
Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi
antara komunikator dengan seorang komunikan.26 Komunikasi
interpersonal, dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap,
pendapat dan perilaku seseorang. Karena sifat dialogis, berupa percakapan
dan umpan balik bersifat berlangsung secara tatap muka sehingga
tanggapan komunikan dapat langsung diketahui.27
24 Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 31.
25 Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, (Bandung: PT. Citra Aditya bakti, 1991), Cet..
Ke-1, h. 72.
26
Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 77.
27 Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 8.
Untuk memahami komunikasi interpersonal lebih jauh, akan lebih
baik jika seorang komunikator mengetahui ciri-ciri dan faktor-faktor
penting dalam komunikasi interpersonal yaitu:
1. Komunikasi berlangsung secara dialogis, berbentuk percakapan dan
tanya jawab sehingga komunikator dapat mengetahui segalanya
mengenai diri komunikan.
2. Komunikasi berlangsung secara tatap muka, saling berhadapan dan
saling menatap, sehingga komunikator dapat menyaksikan ekspresi
wajah, sikap dan tingkah laku yang merupakan umpan balik non
verbal.28
Dengan ciri tersebut komunikasi interpersonal dinilai ampuh untuk
mengubah sikap, opini dan prilaku komunikan, biasanya hubungan seperti
ini menggunakan teknik persuasif, yang dipergunakan untuk
mempersuasikan orang-orang tertentu saja, yang mempunyai pengaruh dan
pengikutnya banyak. Sehingga seorang komunikator berhasil mengubah
sikap, opini dan prilaku, maka jajarannya akan berubah pula.
c) Komunikasi Instruksional
Komunikasi instruksional berarti komunikasi dalam bidang
pendidikan dan pengajaran. Istilah instruksional berasal dari kata
instruction yang berarti penyajian, pelajaran atau perintah juga bisa
diartikan instruksi.
Dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak diartikan perintah
tetapi lebih mendekati kedua arti yang pertama yakni pengajaran atau
28
Ibid., 78.
pelajaran, bahkan akhir-akhir ini kata tersebut diartikan sebagai
pembelajaran. Memang ketiga kata tersebut bisa berlainan makna karena
masing-masing menitikberatkan faktor-faktor tertentu yang menjadi
perhatiannya.29
3. Penerapan Pola Komunikasi
Keberhasilan seorang komunikator dalam menyampaikan isi pesan
kepada komunikan dengan efektif, merupakan salah satu di antaranya
bergantung pada bentuk atau pola komunikasi yang dibangun oleh seorang
komunikator pada saat berinteraksi dengan komunikan.
Ada tiga pola komunikasi dalam proses interaksi sosial yakni
komunikasi sebagai aksi, interaksi, dan transaksi. Pertama, komunikasi
sebagai aksi atau komunikasi satu arah, yaitu menempatkan komunikator
sebagai pemberi aksi dan komunikan hanya sebagai penerima aksi saja.
Komunikator aktif sedangkan komunikan pasif. Demikian halnya dalam
proses pengajaran seorang guru (kyai) lebih aktif dalam menyampaikan bahan
pengajaran, sedangkan peserta didik (santri) hanya bisa menerima apa yang
disampaikan oleh kyai tanpa berkomentar apapun.
Kedua, komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah, yaitu
komunikator bisa berperan sebagai pemberi aksi dan penerima aksi. Demikian
pula halnya komunikan, bisa berperan sebagai penerima aksi dan bisa pula
sebagai pemberi aksi.
29 Mudhofir, Teknologi Instruksional, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2001 ), h. 9.
Dalam proses pengajaran baik guru (kyai) maupun siswa (santri) bisa
berperan ganda sebagai pemberi dan penerima aksi atau komunikasi ini bisa
dikatakan sebagai komunikasi interpersonal, yaitu proses pertukaran informasi
antara komunikator dengan komunikan yang feedbecknya secara langsung
dapat diketahui, serta komunikator dan komunikan memiliki dua fungsi
sekaligus.
Ketiga, komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah,
yaitu komunikasi tidak hanya terjadi antara perorangan melainkan kepada
banyak orang. Di sini komunikan dituntut lebih aktif dari pada komunikator.
Situasi pengajaran atau proses belajar mengajar bisa terjadi dalam tiga
pola atau bentuk komunikasi di atas. Akan tetapi, dalam komunikasi yang
ketiga (komunikasi sebagai transaksi atau banyak arah), pengajaran
berlangsung dalam kondisi yang sesuai dengan hakekat belajar dan mengajar
yang sebenarnya.30
B. Kyai dan Santri
1. Pengertian Kyai dan Santri
a. Pengertian Kyai
Kyai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebutan bagi
alim ulama (cerdik dan pandai dalam agama Islam).31
Sedangkan dalam
sebuah pesantren, kyai adalah pembimbing, pengajar, atau pemimpin
sebuah pesantren. Kyai menurut definisi Manfred Ziemek adalah:
30
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Sinar baru, 1989), h. 9-10.
31 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 437.
“Pendiri dan pemimpin sebuah pesantren, yang sebagai muslim terpelajar
telah memberikan hidupnya demi Allah serta menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan kyai berfungsi sebagai seorang
ulama, artinya ia mengetahui pengetahuan dalam tata masyarakat Islam dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam hukum Islam, dengan
demikian ia mampu memberikan nasehat”.32
Istilah kyai adalah sebutan yang diperuntukkan bagi para ulama
tradisional di pulau Jawa, walaupun sekarang kyai banyak tersebar di
pulau Jawa dan juga di luar pulau Jawa.33
Kyai atau pengasuh pondok
pesantren merupakan elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren.
Rata-rata pesantren yang berkembang di Jawa dan Madura sosok kyai
begitu sangat berpengaruh, kharismatik dan berwibawa, sehingga amat
disegani oleh masyarakat di lingkungan pesantren.
Menurut asal muasalnya, sebagaimana dirinci Zamakhsyari Dhofier,
perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang
berbeda. Pertama, sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang
dianggap sakti dan kramat. Kedua, sebagai gelar kehormatan bagi orang-
orang tua pada umumnya. Ketiga, sebagai gelar yang diberikan oleh
masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi
pemimpin pesantren.34
Kyai dalam hal ini mengacu kepada pengertian ketiga, yakni gelar
yang diberikan kepada para pemimpin agama Islam atau pondok pesantren
dan mengajarkan berbagai jenis kitab-kitab klasik (kuning) kepada para
32 Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M. 1986), H. 131.
33 Pradjata Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kyai Pesantren-Kyai Langgar Jawa,
(Yogyakarta: LKIS, 1999), Cet. Ke-1, h. 13.
Pradjata Dirdjosanjoto mengutip pendapat Zamakhsyari Dhofier mengenai definisi kyai di
suatu pondok pesantren. 34
HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren, Dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Komplesitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), h. 28.
santrinya. Istilah kyai ini biasanya lazim digunakan di Jawa Tengah dan
Jawa Timur saja. Sementara di Jawa Barat digunakan istilah “ajengan,” di
Aceh dengan Teuku, sedangkan di Sumatera Barat dinamakan Buya.35
H. Aboebakar Atjeh menyebutkan beberapa faktor yang
menyebabkan seseorang menjadi kyai besar yaitu:
1. Pengetahuannya
2. Keshalehannya
3. Keturunannya
4. Jumlah Muridnya.36
Vrenden Bregt memberikan skema yang hamper sama dengan H.
Aboebakar Atjeh yaitu:
1. Keturunan (seorang kyai besar mempunyai silsilah yang cukup
panjang)
2. Pengetahuan agamanya
3. Jumlah muridnya
4. Cara dengan mengabdian dirinya pada masyarakat.37
Dalam perkembangannya, gelar kyai tidak lagi menjadi monopoli
bagi para pemimpin atau pengasuh pesantren. Gelar kyai dewasa ini juga
dianugerahkan sebagai bentuk penghormatan kepada seorang ulama yang
mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan, walaupun yang
bersangkutan tidak memiliki pesantren. Gelar kyai ini juga sering dipakai
35
Ibid., h. 29.
36
Dirdjosanjoto, Memelihara Umat Kyai Pesantren-Kyai Langgar Jawa, h. 13
37 Ibid., h. 14
oleh para da’i atau mubaligh yang biasa memberikan ceramah agama
Islam.38
b. Pengertian Santri
Kata “santri“ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah orang
yang mendalami agama Islam atau orang yang beribadah dengan sungguh-
sungguh.39
Mengenai asal usul kata “santri” itu ada dua pendapat, yaitu:
1. Kata santri berasal dari perkataan “shastri” yang berasal dari India,
yang berarti orang yang tahu kitab-kitab suci. Di sini dapat
diasumsikan bahwa santri berarti orang yang mempelajari kitab suci.
2. Kata santri berasal dari bahasa Jawa, yaitu “cantrik” yang artinya
seseorang yang selalu mengikuti seorang guru, menetap dengan tujuan
dapat belajar darinya mengenai suatu keahlian.40
Santri adalah siswa atau murid yang belajar di pesantren. Seorang
ulama bisa disebut sebagai kyai kalau memiliki pesantren dan santri yang
tinggal dalam pesantren tersebut mempelajari ilmu-ilmu agama Islam
melalui kitab-kitab kuning. Oleh karena itu, aksistensi kyai biasanya juga
berkaitan dengan adanya santri di pesantrennya.
Santri juga merupakan salah satu komponen yang penting dalam
proses belajar mengajar. Santri merupakan objek yang akan dibimbing dan
diarahkan oleh kyai di pesantren. Oleh karena itu, keberadaan santri
38
Haedari, h. 28-29.
39
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, h. 783. 40
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina,
1997), h. 20.
termasuk yang sangat penting dalam mengukur keberhasilan proses belajar
mengajar.
Santri terbagi dalam dua katagori. Pertama, santri mukim, yaitu
murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren.
Santri mukim yang paling lama tinggal (santri senior) di pesantren tersebut
biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang
tanggungjawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari. Kedua,
santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar
pesantren. Mereka bolak-balik (nglajo) dari rumahnya sendiri. Para santri
kalong pergi ke pesantren ketika ada tugas belajar dan aktivitas pesantren
lainnya.41
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa santri adalah murid yang
belajar di pesantren untuk lebih memahami, mendalami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam di sebuah pondok pesantren.
2. Komunikasi Kyai dan Santri
Kyai dan santri merupakan elemen yang paling penting dalam proses
belajar mengajar atau pengajaran dalam suatu lembaga pendidikan yaitu
pondok pesantren. Hubungan antara kyai sebagai pemimpin dan pengajar atau
guru di pesantren dengan santri sebagai peserta didik sangat erat sekali. Di
mana seorang kyai yang bertindak sebagai komunikator dapat merubah sikap
dan tingkah laku para santrinya, agar penyampaian pesan berhasil dengan baik
dan berjalan secara efektif. Seorang kyai harus menciptakan keadaan yang
41
Haedari, Masa Depan Pesantren, Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
Komplesitas Global, h. 35.
baik pula, artinya seorang kyai harus menjadi suri tauladan dan kepercayaan
sehingga santri mulai menghargai seorang kyai dan hubungan yang serasi
tetap terpelihara dengan baik.
Tujuan dari komunikasi yang dilakukan oleh kyai terhadap santrinya
adalah untuk menciptakan adanya hubungan timbal balik antara santri dan
kyai, di mana para santri mengganggap kyainya seolah-olah seperti bapaknya
sendiri, sedangkan kyai memperlakukan santri seperti anaknya sendiri juga.
Sikap dan hubungan timbal balik ini menimbulkan suasana keakraban dan
kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus.42
Mastuhu menemukan dua pola komunikasi yang unik antara kyai dan
santri. Sebagaimana gaya kepemimpinan sang kyai, dua pola komunikasi ini
juga terdapat di semua pesantren yang dijadikan objek penelitiannya. Dua pola
komunikasi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, pola komunikasi otoriter-paternalistik. Yaitu pola
komunikasi antara pimpinan dan bawahan atau, meminjam istilah James C.
Scott, patron-client relationship, dan tentunya sang kyailah yang menjadi
pimpinannya. Sebagai bawahan, sudah barang tentu peran partisipatif santri
dan masyarakat tradisional pada umumnya, sangat kecil, untuk mengatakan
tidak ada, dan hal ini tidak bisa dipisahkan dari kadar kekharismatikan sang
kyai.
Kedua, pola komunikasi laissez faire. Yaitu pola komunikasi kyai dan
santri yang tidak didasarkan pada tatanan organisasi yang jelas. Semuanya
didasarkan pada konsep ikhlas, barakah, dan ibadah sehingga pembagian
42
Ibid., h. 31-32.
kerja antar unit tidak dipisahkan secara tajam. Seiring dengan itu, selama
memperoleh restu sang kyai sebuah pekerjaan bisa dilaksanakan.43
C. Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an
1. Pengertian Pengajaran
Kata “pengajaran” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah
proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan.44
Pengajaran juga diambil
dari istilah instruksional yang berarti: “memberikan pengetahuan atau
informasi khusus dengan maksud melatih dari berbagai bidang khusus,
memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang seni atau
spesialisasi tertentu” atau dapat berarti pula “mendidik dalam subjek atau
bidang pengetahuan tertentu.” Di sini juga dicantumkan makna lain yang
berkaitan dengan komando atau perintah.45
KH. Dewantara juga menjelaskan pengajaran adalah bagian dari
pendidikan dan pengajaran onder wijs, itu tidak lain dan tidak bukan ialah
salah satu bagian dari pendidikan dengan cara memberi ilmu atau
pengetahuan. Para ahli pendidikan telah mencoba merumuskan batasan
43
Ibid, h. 61-62.
HM. Amin Haedari, dkk, mengutip pendapat Mastuhu mengenai pola komunikasi di
pondok pesantren.
44
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-7, h. 7.
45
Pawit M. Yusuf, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional, (Jakarta: Jakarta
Press, 2002), Cet. Ke-1, h. 6.
pengertian tentang pengajaran, diantaranya seperti yang dikatakan oleh Prof.
Dr. Hasan Langgulung bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan
dari seseorang yang mempunyai pengetahuan, kepada orang lain yang belum
mengetahui.46
Dari terminologi di atas, terdapat unsur-unsur subtansial kegiatan
pelajaran yang meliputi: pertama, pengajaran adalah upaya pemindahan
pengetahuan, kedua, pengajaran adalah pemindahan pengetahuan (pengajar)
kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses
belajar mengajar.
Bertitik tolak pada pengertian metode pengajaran, yaitu suatu cara
penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka
fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan, karena metode mengajar
tersebut turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan
merupakan bagian yang integral dalam suatu sistem pengajaran. Oleh karena
itu pemakaian metode harus sesuai dan selaras dengan karakteristik siswa
(santri), materi, kondisi lingkungan di mana pengajaran berlangsung.47
Dengan demikian, pengajaran adalah pemberian pelajaran atau
informasi dari berbagai mata pelajaran yang diajarkan pendidik kepada peserta
didik, dengan tujuan agar peserta didik memperoleh pengetahuan, nilai-nilai,
sikap dan keterampilan.
46
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983),
Cet. Ke-3, h. 3.
47
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), h. 22.
Melalui pengajaran inilah peserta didik mengetahui dan memahami
mana yang boleh dan harus dikerjakan dalam hidup ini, agar dapat
melaksanakan atau terampil dalam mengerjakannya, serta bersikap
menghargai dan mau melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Semakin
efektif pengajaran yang diberikan akan semakin berfaedah bagi peserta didik
untuk membentuk pribadinya dan kesejahteraan hidupnya.48
2. Pengertian Seni Baca Al-Qur’an
Kata “seni” berasal dari bahasa Latin “ars” yang berarti “keahlian”,
merupakan keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika,
termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi penciptaan benda, suasana
atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah.49
Sedangkan kata “seni” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
keahlian membuat karya yang bermutu (kehalusan dan keindahan), atau karya
yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa.50
Seni menurut H. Endang Saipuddin Anshari, MA, adalah “manifestasi
budaya priksa (pikiran), rasa (perasaan), karsa (kemauan), intuisi (keyakinan
tentang suatu kebenaran yakni keyakinan yang tidak didapatkan dengan jalan
48
Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, h. 55.
49
Endang Saifuddin Anshari, M.A, Wawasan Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1986), h. 3.
50
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), Cet. Ke-3, h. 1037.
berfikir diskursif, tetapi timbul sebagai faham, dan karya (perbuatan) manusia
yang memenuhi syarat-syarat estetika.51
Kesenian sebagai penjelmaan rasa keindahan pada umumnya adalah
untuk kesejahteraan hidup. Rasa itu disusun dan dinyatakan oleh pikiran dan
perasaan sehingga ia menjadi bentuk yang dapat disalurkan dan dimiliki.
Intisari kesenian adalah menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan.52
Sedangkan kata “baca” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis.53
Dan al-Qur’an dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah firman-firman Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan perantara malaikat Jibril untuk
dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi
umat manusia, atau al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam.54
Al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan (qira’ah). Sedangkan al-
Qur’an menurut istilah firman Allah SWT bukan sabda Nabi Muhammad
SAW atau perkataan Malaikat, Jin dan lain-lain.55
Al-Qur’an kitab suci umat Islam dianjurkan supaya dibaca dan dihiasi
dengan suara yang merdu sehingga dapat memberikan kesan kepada pembaca
51
Anshari, Wawasan Islam, h. 4.
52
KH. Muhsin Salim, Ilmu Nagham Al-Qur’an, (Jakarta: Kebayoran Widya Ripta, 2000), h.
8.
53
Departemen Pendidikan Nasional, h. 83. 54
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 24.
55
Salim, Ilmu Nagham Al-Qur’an, h. 4-5.
dan pendengarnya. Melagukan bacaan al-Qur’an dengan suara yang indah
merupakan seni baca yang paling tinggi nilainya dalam ajaran agama. 56
Kemudian dari definisi-definisi di atas dapat dipahami, bila seni
dihubungkan dengan membaca al-Qur’an berarti keahlian, kemahiran yang
ada pada diri seseorang diwujudkan dalam bentuk suara yang indah dengan
berbagai macam metode-metode yang digunakan.
3. Komunikasi Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an
Melihat definisi komunikasi, pengajaran dan seni baca al-Qur’an di atas,
maka komunikasi pengajaran seni baca al-Qur’an adalah komunikasi yang
dibangun oleh kyai atau guru dalam suatu proses belajar mengajar yaitu
kemampuan seorang kyai atau guru yang profesional dalam menggambarkan,
menerangkan, dan memberikan sebuah metode dalam menyampaikan materi
kepada peserta didik (santri), sehingga proses pengajaran yang disampaikan
oleh kyai atau guru dapat berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan
program yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga pendidikan yaitu pondok
pesantren.
Komunikasi dalam pengajaran seni baca al-Qur’an di pondok pesantren,
dapat diartikan sebagai suatu rencana yang digunakan oleh seorang kyai atau
ustadz dalam menyampaikan materi atau pesan pelajaran seni baca al-Qur’an
kepada para santri selaku komunikan dengan berbagai macam bentuk. Untuk
itu, komunikasi yang digunakan oleh kyai atau ustadz dalam proses
pengajaran seni baca al-Qur’an, yaitu secara langsung melalui tatap muka
56 Ibid., h. 9.
dengan lisan, dan menggunakan pola komunikasi kelompok kecil antara
seorang kyai atau ustadz dengan para santri.
Dalam proses pengajaran tersebut kyai atau ustadz menggunakan
komunikasi instruksional, di mana pelaksanaannya komunikasi instruksional
yang terjadi dalam mencapai tujuan tersebut lebih banyak menginstruksikan
kepada santri untuk lebih banyak meningkatkan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan pemahaman tentang materi pengajaran seni baca al-Qur’an.
BAB III
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN
AL-QUR’ANIYYAH
A. Letak Geografis dan Sejarah Berdiri
1. Letak Geografis
Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah terletak di Jalan Panti Asuhan. No.
06, Kp. Ceger, RT. 003 RW. 012, Kelurahan Jurang Mangu Timur,
Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang Banten.
Pondok Pesantren ini memiliki lokasi yang mudah dijangkau, mudah
ditemukan dan sangat strategis, serta jauh dari keramaian kendaraan umum
sehingga tidak bising dan menunjang kelancaran kegiatan belajar mengajar.
Dibangun di atas areal tanah seluas 500 M2 menjadikan Pondok Pesantren ini
cukup memadai untuk kegiatan belajar mengajar.
2. Sejarah Berdiri
Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah tidak terlepas dari
keberadaan Pemberantasan Buta Huruf Arab (PBHA), yang merupakan cikal
bakal berdirinya pesantren salafiyah/tradisional yang bercirikan keal-Qur’anan
yang belum ada di desa Jurang Mangu.
Sebelum lahir nama Al-Qur’aniyyah, diperkirakan jauh sebelumnya
pada tahun 1973 sudah dimulai pengajian ibu-ibu yang dipimpin oleh Alm.
Ibu Hj. Pilus (Ibunda KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A). Pada tahun 1980
keinginan yang kuat terdorong oleh Ibu Hj. Pilus untuk punya sebuah Majlis
Taklim, maka dibentuklah pengajian biasa tersebut dengan sebutan Majlis
Taklim Hari Minggu Kaum Ibu.57
Pada tahun 1986 dibentuklah pengajian remaja yang dikoordinir oleh
HM. Sobron Zayyan, M.A, dengan materi keal-qur’anan dan kegiatan tersebut
hanya dilakukan setiap satu minggu sekali pada malam jum’at.
Perintisan Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah
dimulai pada tahun 1987. Sobron, yang biasa disapa, seorang putra Ceger,
Jurang Mangu Timur Pondok Aren Tangerang, tepatnya kelahiran Tangerang,
1964. Pada tahun 1985 mencapai puncak impiannya di dunia seni baca Al-
Qur’an. Beliau dapat memperoleh Juara I Lomba Cerdas Cermat Isi
Kandungan al-Qur’an atau Musabaqah Fahmil Qur’an tingkat Nasional.58
Sebuah perjalanan panjang telah dilaluinya, semenjak usia kanak-
kanak hingga remaja. Berbagai perlombaan dan kejuaraan MTQ pun sudah
diikutinya, dari mulai tingkat RT hingga Nasional, meskipun bukan pada
cabang Tilawatil Qur’an.
Beliau adalah seorang pemuda yang hidup hanya didampingi oleh
seorang Ibu yang sudah tua, karena ayahnya meninggal jauh hari, ketika beliau
masih kecil. Tetapi itu tak pernah menjadi penghalang bagi dirinya untuk
menggeluti dunia al-Qur’an yang memang menjadi kegemarannya semenjak
kecil.
Keberhasilannya di dunia MTQ, membuat namanya mencuat
kepermukaan terutama di wilayah Pondok Aren dan Tangerang. Lalu beliau,
57
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 15 Februari 2008.
58
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag. Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
melanjutkan studinya di PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an), tentunya
dengan kondisi yang serba pas-pasan. Tetapi dorongan dari orangtuannya
serta kemauan dan kegigihan akhirnya beliau berhasil menyelesaikan studinya
dengan hasil yang cukup memuaskan, pada tahun 1990.59
Di saat kuliah, beliau dipercaya untuk mengajar di MTs
Ishlauddiniyyah serta santripun mulai berdatangan untuk belajar mengaji ke
tempatnya. Untuk mengajar mengaji di rumahnya sudah dilakukannya
semenjak ia duduk di kelas 1 PGA, semua ia jalani dengan penuh keikhlasan
dan ketabahan. Memperdalam Seni tarik suara ia tak pernah ketinggalan untuk
terus belajar kepada KH. Husin (Alm), H. Muhammad Ali dan H. Muhammad
Nasir serta Ust. Abdullah (Alm). Kegiatan memperdalam al-Qur’an, terus ia
lakukan hingga saat ini.60
Pada tahun 1987, jumlah santri yang belajar mengaji di rumahnya kian
hari kian bertambah. Kemudian dengan dukungan Tokoh Masyarakat setempat
dan aparat Pemerintah, maka didirikanlah sebuah Lembaga Pendidikan Islam
dengan nama “Al-Qur’aniyyah”. Saat itu, Al-Qur’aniyyah barulah sebuah
Majlis Taklim anak-anak dan remaja. Pada tahun, didirikanlah TPA (Taman
Pendidikan Al-Qur’an) sebagai fondasi awal berdirinya lembaga pendidikan
semi formal.61
Lambat laun, nama Al-Qur’aniyyah semakin melambung, seiring
dengan cemerlangnya prestasi para santri Al-Qur’aniyyah baik TPA maupun
59
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
60 Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
61
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
remaja. Beriringan dengan itu, tuntutan masyarakat untuk memondokkan
anaknya di Al-Qur’aniyyah semakin besar. Dengan kondisi aula yang
seadanya mulailah diterima santri untuk mukim yang pada saat itu baru
berjumlah 4 orang.
Pada tanggal 15 Maret 1989, dimulailah pembangunan gedung tahap
pertama di atas pimpinan LPI Al-Qur’aniyyah dengan luas bangunan 100 M2
dengan rancangan dua lantai, namun pada tanggal 17 Februari 1990 Al-
Qur’aniyyah hanya dapat menyelesaikan lantai dasar saja. Pada tahun 1991
pembangunan tahap II dimulai dan selesai pada tahun 1992.62
Sejalan dengan itu, di sekitar Pondok Aren khususnya, banyak sekali
anak-anak yatim-piatu yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya, karena
terbentur biaya pendidikan. Hal ini membuat hati pimpinan tergerak untuk
menolong mereka, dengan cara menampung mereka untuk tinggal di lembaga
pendidikan Islam Al-Qur’aniyyah sambil belajar di sekolah yang dibiayai oleh
pimpinan. Sejak saat itu, pimpinan terus berupaya menolong anak-anak yatim-
piatu dan dhuafa yang membutuhkan pertolongan. Pada tanggal 21 Oktober
tahun 1992 diresmikan Panti Asuhan Yatim Piatu Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah yang di dalamnya menampung anak-anak yatim-piatu dan
dhuafa.63
Pada tahun 1994, pimpinan berfikir bagaimana menyiapkan generasi-
generasi penerus sebagai insan yang berilmu pengetahuan dan berakhlak
mulia, yang dapat mengabdikan diri mereka kepada agama bangsa dan
62
Wawancara Pribadi dengan Ust.Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
63
Wawancara Pribadi dengan Ust.Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
Negara, khususnya kepada masyarakat di mana mereka tinggal. Oleh karena
itu, didirikanlah Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah dengan pengajaran selama
6 tahun dengan kurikulum yang dibuat dengan nuansa kealqur’anan yaitu
dengan mengajarkan ilmu-ilmu al-Qur’an, tajwid, tartil, tahfidz dan ditambah
dengan pengajian kitab kuning, serta dengan mengarahkan bakat masing-
masing anak kearah pengkaderan generasi muda menjadi seorang da’i-da’iyah,
hafidz-hafidzah, yang memiliki dasar keagamaan yang berkualitas.64
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah semakin percaya diri dengan
prestasi yang dicapainya. Maka pada tahun 1995, mulailah genderang Al-
Qur’aniyyah ditabuh. Yakni dengan pengurusan Legalisasi Akta Notaris serta
menerima santri mukimin. Dan pada tanggal 6 September 1995 Pimpinan
mendapatkan pengesahan berbadan hukum untuk Yayasan Pendidikan Islam
Al-Qur’aniyyah dengan akta notaris Ruwin Diara, SH. No. HT. 04 : 910 :
2001/PN/TNG. Kemudian dirayakanlah Hari Lahir Al-Qur’aniyyah ke-VIII
secara akbar pada tahun 2001.65
Pimpinan selalu berupaya mengembangkan Yayasan Pendidikan Islam
Al-Qur’aniyyah dengan misinya di bidang sosial dan pendidikan bagi generasi
Islam khususnya bagi para anak-anak yatim-piatu dan kaum dhuafa. Serta
pembenahan sistem organisasi, administrasi dan manajemen terus
ditingkatkan, seiring dengan orientasi Al-Qur’aniyyah untuk Go-Public pada
64
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
65
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
tahun 1997/1998, sampai sekarang Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah ini
selalu mengalami perkembangan yang sangat pesat.66
B. Struktur Organisasi dan Kepengurusan
1. Struktur Organisasi
Dalam menjalankan organisasi, pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
membentuk bagian-bagian/bidang-bidang yang disesuaikan dengan kebutuhan
yang ada, adapun bidang-bidang tersebut adalah:
1. Bidang Urusan Rumah Tangga
2. Bidang Keuangan
3. Bidang Keamanan
4. Bidang Kesehatan
5. Bidang Pendidikan dan Pengajaran.
6. Bidang Dakwah dan Humas
7. Bidang Sarana dan Prasarana.67
Setiap bidang membawahi 1 sub bagian, yaitu diketuai 1-2 orang yang
diangkat berdasarkan musyawarah dan mufakat, juga mendapatkan restu dari
yayasan. Adapun tugas masing-masing sebagai berikut:
1. Bidang Urusan Rumah Tangga
a. Merencanakan menu dan gizi para santri
b. Mengatur suplay makanan
c. Penerimaan tamu
66
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
67
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
d. Mengadakan dapur umum
e. Mengadakan kebersihan
2. Bidang Keuangan
a. Mengkoordinir keuangan para santri
3. Bidang Keamanan
a. Mengadakan persidangan
b. Membuat hukuman dan sangsi
c. Memberikan surat perizinan
4. Bidang Kesehatan
a. Mengadakan poliklinik
b. Menyediakan obat-obatan gratis bagi para santri
5. Bidang Pendidikan dan Pengajaran
a. Membentuk pendidikan formal
b. Membina pendidikan non formal
c. Membina latihan dan pendidikan.
6. Bidang Dakwah dan Humas
a. Mempublikasikan kemajuan dan perkembangan Pesantren
b. Menjalin silaturrahmi kepada wali santri
c. Sosialisasi dan Pengenalan
7. Bidang Sarana dan Prasarana
a. Menyediakan perlengkapan yang dibutuhkan
b. Menyediakan fasilitas belajar mengajar.68
68
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
STRUKTUR ORGANISASI
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM
PONDOK PESANTREN AL-QUR’ANIYYAH (1)
Sumber: (1) Dokumentasi pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
Pelindung
Pimpinan Yayasan
Wakil Yayasan
Penasehat
Sekretaris Bendahara
Sek. Bid.
Keamanan
Sek. Bid. Kesehatan
Sek. Bid. Pendidikan dan
Pengajaran
Sek. Bid. Sarana
dan Prasarana
Sek. Bid. Keuangan
Ustadz dan Ustadzah
Sek. Bid. Humas
Sek. Bid. Urusan
Rumah Tangga
2. Kepengurusan
Di dalam mengembangkan dan memajukan pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah, baik di bidang pendidikan maupun bidang sarana dan prasarana.
KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A tidak berjalan sendirian, melainkan dibantu
oleh beberapa pengurus, atas bantuan mereka dari tahun ke tahun kemajuan
pondok pesantren Al-Qur’aniyyah semakin berkembang pesat. Adapun
susunan pengurus pondok pesantren Al-Qur’aniyyah sebagaimana tertera di
bawah ini:
SUSUNAN PENGURUS
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM
PONDOK PESANTREN AL-QUR’ANIYYAH (2)
Pelindung : 1. Camat Pondok Aren
2. Kepala K.U.A Pondok Aren
3. Kepala Desa Jurang Mangu Timur
Penasehat : 1. H. Amin Kiswardono
2. H.M. Nasir
3. H. Syamsu Kammar
4. H. Winarso Taru Pranoto
5. Hj. Nunie Rudi
6. Hj. Ninin Syafruddin Jalil
Ketua Umum : KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A
Wakil Ketua : Mahmur Syahid
Sekretaris : Sahlan H.A
Bendahara : Mochammad Halimi
Seksi-seksi :
A. Seksi Pendidikan dan Pengajaran
1. Drs. H. Hilman M.A
2. M. Yunus S.Ag
B. Seksi Dakwah dan Humas
1. Drs. Sahlan HD
2. Hamdani S.Pd
C. Seksi Sarana dan Prasarana
1. H. Syafi’i
2. Muhasyar
D. Seksi Keuangan
1. Mahfudz
2. Muslih HD
E. Seksi Kesehatan
1. Maulana Yusuf
2. Abidin
F. Seksi Keamanan dan Urusan Rumah Tangga
1. Abdillah
2. Abdul Latief, S.Ag.69
Sumber: (2) Dokumentasi pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
69
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
C. Santri dan Pengasuh
1. Santri
Santri merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses
belajar mengajar. Santri merupakan objek yang akan dibimbing dan diarahkan
oleh kyai di pondok pesantren. Oleh karena itu, keberadaan santri termasuk
yang sangat penting dalam mengukur keberhasilan proses belajar mengajar.
Kata “santri“ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah orang
yang mendalami agama Islam atau orang yang beribadah dengan sungguh-
sungguh.70
Santri yang belajar di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah selain
mendapatkan materi pendidikan kepesantrenan termasuk pengajaran seni baca
al-Qur’an, juga mendapatkan pendidikan formal melalui Madrasah
Ibtidaiyyah, Madrasah Tsanawiyyah, dan Madrasah Aliyah dengan status
disamakan melalui akreditasi.
Santri yang belajar di Madrasah Ibtidaiyyah, Madrasah Tsanawiyyah,
dan Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah tidak semuanya
tergolong santri mukim, ada juga santri luar. Santri mukim hanya Madrasah
Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyah. Itupun hanya sebagian besar saja, tidak
seluruhnya, hanya santri-santri yang berasal dari daerah yang jauh kemudian
menetap dalam kelompok pesantren dan mengikuti pembelajaran yang
sepenuhnya diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah, yaitu
pengajian-pengajian kitab kuning, tahfidz, naghom, murottal, nahwu, shorof,
70
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, h. 783.
ilmu qira’at dan lain sebagainya. Mukimnya santri ini, maka mereka mendapat
materi pendidikan formal dan juga mendapat pendidikan kepesantrenan.71
Sedangkan santri luar adalah santri yang tidak menetap di pesantren,
mereka mengikuti pembelajaran pesantren dan pada waktu yang sama juga
mengikuti pendidikan di luar pesantren. Adapun jumlah santri yang belajar di
pondok pesantren Al-Qur’aniyyah sebanyak 300 orang.72
2. Pengasuh
Kyai merupakan gelar kehormatan yang diberikan kepada orang yang
ahli agama Islam, yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan
mengajarkan kitab-kitab klasik kepada santrinya. Kyai dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sebutan bagi alim ulama (cerdik dan pandai dalam
agama Islam).73 Sedangkan dalam sebuah pesantren, kyai adalah pembimbing,
pengajar, atau pemimpin sebuah pesantren.
Pendapat di atas mendapat pembenaran dari masyarakat Desa Jurang
Mangu Timur Pondok Aren Tangerang terhadap kyai pengasuh pesantren. Hal
ini dapat dilihat dari prilaku masyarakat sekitar yang berusaha menyesuaikan
diri dengan kehidupan pesantren. Begitu pula dengan pemerintah setempat
dari tingkat kekelurahan, kecamatan, sampai tingkat kabupaten yang sering
berkunjung dan berkonsultasi dengan pihak pesantren. Sehingga yang terlihat
dari kehidupan masyarakat Desa Jurang Mangu Timur Pondok Aren
71
Wawancara Pribadi dengan KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 15 Februari 2008. 72
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 15 Februari 2008.
73
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 437.
Tangerang mencerminkan kehidupan pesantren, baik dari ucapan, perbuatan,
walaupun tidak semua. Hal ini tercipta karena ketokohan sang kyai.74
Aktivitas sehari-hari pengasuh pondok pesantren Al-Qur’aniyyah,
selain mengkonsentrasikan pendidikan kepada santri yang mukim berupa
kitab-kitab kuning, tajwid, tahfidz, tartil, murottal, ilmu qira’at dan yang
termasuk ke dalam pengajaran seni baca al-Qur’an, beliau juga mengajar di
Perguruan Tinggi Al-Aqidah. Selain itu juga beliau sebagai mubaligh atau
juru dakwah, beliau juga sering diundang ke daerah-daerah untuk ceramah
agama.75
Beliau dibantu oleh pamannya, kaka kandung dan kaka ipar,
keponakan dan para ustadz-ustadzah yang bukan keluarga. Latar belakang
pendidikan mereka umumnya sarjana strata satu dan ada juga dari alumni
pesantren sendiri. Sesuai dengan latar belakang pendidikan para ustadz-
ustadzah yang mengajar di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, maka pengasuh
mengambil kebijakan umum untuk tugas mengajar secara formal yaitu
dipercayakan untuk mengajar di Madrasah Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyah
sesuai dengan skill dan jurusannya masing-masing. Sedangkan ustadz-
ustadzah yang berlatar belakang pendidikan pesantren di percayakan untuk
mengajar di sekolah diniyyah. Adapun jumlah pengajar ada 23 orang.76
74
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008 75
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008
76
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008
D. Program Kerja
Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah merupakan sebuah yayasan yang
bergerak di bidang Pendidikan, Dakwah dan Sosial Kemasyarakatan. Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah telah menginjak usia remaja yakni genap 21 Tahun.
Proses pembangunan sarana fisik dan sistem pengorganisasian terus menerus
mengalami evolusi secara gradual dan berkesinambungan. Dalam menghadapi
tantangan ke depan, Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah haruslah mengadakan
sebuah evaluasi, reformasi, reorientasi, restrukturisasi serta rescedulling
terhadap segala kegiatan baik yang sudah berjalan maupun yang akan
dilaksanakan di masa mendatang.
Pola perencanaan program pendidikan dan pembangunan secara
global, telah dipaparkan dan dijelaskan dalam Ketetapan Rapat Kerja Yayasan
I pada tahun 1997. Sedangkan Petunjuk Pelaksanaan serta Kerangka Peraturan
Peraturan Perundang-undangan yang mengatur secara detail dan mendalam
akan dituangkan pada RAKER II Tahun 1998 kali ini, termasuk Pola
Perencanaan Al-Qur’aniyyah Terpadu.77
E. Sarana dan Prasarana
Dalam upaya meningkatkan mutudan kualitas pendidikan dan
pengajaran, maka pondok pesantren Al-Qur’aniyyah perlu menyiapkan sarana
dan prasarana yang memadai, sehingga mampu menunjang dan meningkatkan
mutu dan kualitas pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah.
77
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 15 Februari 2008.
Sarana dan prasarana terbagi dalam dua jenis, jenis fisik dan non fisik.
Sarana dan prasarana fisik adalah sifatnya menempati dan mendukung
keberhasilan pesantren. Sedangkan sarana dan prasarana non fisik yang
sifatnya tetap dan mendukung administrasi serta kegiatan belajar mengajar.
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan didukung oleh sarana dan prasarana sebagai berikut:
1. Sarana dan prasarana fisik
a. Asrama santri 2 gedung, 1 gedung untuk snatri putra dan 1 gedung
untuk santri putri. Semua gedung berlantai 2, dan terdiri dari 8 kamar
berukuran besar untuk santri putra, dan 6 kamar untuk santri putri.
b. 4 buah gedung sekolah; gedung 1 untuk MA berlantai 3 terdiri dari 15
lokal gedung 2 untuk MTs berlantai 2 juga terdiri dari 12 lokal.
Gedung 3 untuk MI 1 lantai terdiri dari 6 lokal dan gedung 4 untuk TK
1 lantai terdiri dari 2 lokal.
c. 1 buah Masjid
d. 1 buah Aula serba guna/majlis taklim
e. 1 buah Perpustakaan
f. 1 buah Lab komputer
g. 1 buah Wartel
h. 1 buah Klinik pesantren
i. 1 buah Koperasi
j. 1 buah Kantor sekretariat
k. 1 buah Kantin
l. Perlengkapan sound sistem dan penerangan
m. 1 buah Lapangan olah raga
2. Sarana dan prasarana non fisik
a. Tenaga pengajar yang profesional
b. Materi-materi pelajaran.78
78
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Februari 2008.
BAB IV
ANALISIS POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI
DALAM PENGAJARAN SENI BACA AL-QUR’AN
A. Kyai dan Santri
1. KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A
KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, yang biasa disapa dengan kyai
Sobron, seorang putra Ceger, Jurang Mangu Timur Pondok Aren Tangerang,
tepatnya kelahiran Tangerang, 10 Januari 1964. Ayahnya bernama H.
Muhammad Zayyan (Alm) dan Ibunya bernama Hj. Pilus (Almh). Anak
terakhir dari lima bersaudara, beliau tumbuh dalam lingkungan agamis.
Maklum, di kampungnya banyak berdiri pesantren dan tempat-tempat yang
berkecimpung dengan syiar Islam. Tak salah apabila rutinitas generasi
mudanya kental beraroma religius.
Kyai Sobron mengenyam pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah (MI),
Madrasah Tsanawiyyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), sampai perguruan
tinggi di PTIQ. Memperdalam Seni tarik suara ia tak pernah ketinggalan
untuk terus belajar kepada KH. Husin (Alm), H. Muhammad Ali dan H.
Muhammad Nasir serta Ust. Abdullah (Alm). Kegiatan memperdalam al-
Qur’an, terus ia lakukan hingga saat ini.79
Kyai Sobron, semenjak kecil memang sudah kelihatan tanda-tanda
memiliki bakat atau potensi dengan seni baca al-Qur’an. Dengan bakat dan
potensi yang beliau punya, maka orang tuanya mendidik dan mengembangkan
bakat tersebut, sehingga dengan didikan dan asuhan ibunya beliau seperti
sekarang ini, dan tidak lupa dengan bantuan atau didikan dari beberapa ustadz
lainnya.
Sebuah perjalanan panjang telah dilaluinya, semenjak usia kanak-kanak
hingga remaja. Berbagai perlombaan dan kejuaraan MTQ pun sudah
diikutinya, dari mulai tingkat RT hingga Nasional, meskipun bukan pada
cabang Tilawatil Qur’an. Pada tahun 1985 mencapai puncak impiannya di
dunia seni baca al-Qur’an. Beliau dapat memperoleh Juara I Lomba Cerdas
Cermat Isi Kandungan al-Qur’an atau Musabaqah Fahmil Qur’an tingkat
Nasional.80
Beliau adalah seorang pemuda yang hidup hanya didampingi oleh
seorang Ibu yang sudah tua, karena ayahnya meninggal jauh hari, ketika beliau
masih kecil. Tetapi itu tak pernah menjadi penghalang bagi dirinya untuk
menggeluti dunia al-Qur’an yang memang menjadi kegemarannya semenjak
kecil. Keberhasilannya di dunia MTQ, membuat namanya mencuat
kepermukaan terutama di wilayah Pondok Aren dan Tangerang. Lalu beliau,
79
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag. Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
80
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag. Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
melanjutkan studinya S1 di PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an) dan S2 di
IIQ tentunya dengan kondisi yang serba pas-pasan. Tetapi dorongan dari
orangtuannya serta kemauan dan kegigihan akhirnya beliau berhasil
menyelesaikan studinya dengan hasil yang cukup memuaskan.81
Di saat kuliah, beliau dipercaya untuk mengajar di MTs
Ishlauddiniyyah serta santripun mulai berdatangan untuk belajar mengaji ke
tempatnya, semua ia jalani dengan penuh keikhlasan dan ketabahan. Berawal
dari kegigihan, ketabahan, kesemangatan, keikhlasan, dan kerja keraslah kyai
Sobron mampu meraih kesuksesan demi cita-cita yang luhur yaitu mendirikan
pondok pesantren yang bercirikan keal-qur’anan, dan pondok pesantren
tersebut dinamakan dengan Al-Qur’aniyyah.82
KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, sebagai pemimpin atau kyai pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah, sangat demokratis dalam mengambil suatu
keputusan, bersifat sosial, sayang dengan orang lain terutama anak-anak
yatim, kaum dhuafa, dan khususnya santri yang belajar di pondok pesantren
tersebut. Kyai Sobron sangat pekerja keras, penolong kaum yang lemah,
seperti anak-anak yang sudah putus sekolah beliau angkat sebagai anak
kemudian disekolahkan sampai berhasil. Karena beliau sangat memikirkan
masalah pendidikan. Beliau hadir sebagai orang tua untuk anak-anak yang
dibimbingnya, beliau siap 24 jam untuk melayani mereka, hal sekecil apapun
itu harus diungkapkan dengan beliau. Sehinggga santri, anak-anak yatim dan
kaum dhuafa sangat mengagumi kekharismaan dan ketawadhuan beliau.
81
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
82
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
Figur seorang kyai seperti KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, adalah
panutan bagi semua santri maupun masyarakat yang ada di sekeliling pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah. Kyai Sobron sangat berwibawa, kharismatik dan
sikap keramah tamahan serta kekeluargaannya yang menyebabkan beliau
disegani oleh banyak orang. Hubungan kyai Sobron dengan para santri sangat
harmonis, baik dengan santri mukim maupun dengan santri luar, terbukti
dengan kasih sayang yang beliau berikan kepada santri mukim, yaitu setiap
pagi sebelum para santri berangkat ke sekolah beliau sudah menunggu di
depan rumah untuk memberikan uang jajan dan pamitan. Sedangkan dengan
santri luar, beliau selalu memberikan pengarahan dan motivasi dalam setiap
pelajaran dan beliau juga tidak pernah membedakan dengan santri mukim.83
Jika santri mempunyai masalah, baik masalah terhadap teman ataupun
masalah dengan keluarga. Santri yang mempunyai masalah biasanya langsung
menceritakan masalahnya kepada kyai Sobron, setelah proses pengajaran seni
baca al-Qur’an selesai, dan tidak hanya pada kyai Sobron saja tapi pada setiap
ustadz yang mengajar. Ketika kyai Sobron mengetahui permasalahan yang
dihadapi santri, maka beliau berusaha menasehati dan memberikan solusi
dengan penuh keikhlasan, sehingga masalah tersebut dapat terselesaikan
dengan baik. Beliau selalu melakukan pemantauan dalam perkembangan para
santri setiap hari, dan beliau tidak pernah absen dalam melakukan hal tersebut,
karena beliau merasa semua santri yang belajar di pondok pesantren dianggap
83
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
seperti anak sendiri dan tidak pernah membedakan satu sama lain. Santripun
demikian, mereka menganggap beliau seperti bapak kandung sendiri. 84
Terlebih dalam hal pendidikan, kyai Sobron selalu menegaskan kepada
semua santri bahwa:
“Pendidikan adalah sumber mata air ilmu yang mutlak diperlukan untuk
menjadikan manusia lebih beradab. Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan manusia, karena untuk menjadi manusia yang mempunyai harkat
dan martabat terutama disisi Allah, haruslah dengan ilmu.”85
Di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah kyai Sobron lebih menekankan
pembelajaran yang beliau anggap sesuai dengan ciri khas pondok pesantren
tersebut, yaitu keal-qur’anan. Dengan mengajarkan ilmu-ilmu al-Qur’an,
tajwid, nagham, ilmu qira’at, tartil, dan tahfidz, serta dengan mengarahkan
bakat masing-masing santri kearah pengkaderan generasi muda menjadi
seorang qori-qoriah, da’i-da’iyah, hafidz-hafidzah, yang memiliki dasar
keagamaan yang berkualitas.86
Kyai Sobron lebih memfokuskan mengajar
ilmu-ilmu al-Qur’an dengan pengajaran seni baca al-Qur’an kepada para
santri. Setiap malam jum’at ba’da Isya beliau mengajarkan qira’at secara
klasikal/bersama-sama di Aula, baik santri luar maupun santri mukim. Di
dalam pengajaran seni baca al-Qur’an ini, beliau tidak pernah membedakan
satu sama lain santri yang mengikuti pengajaran tersebut, walaupun banyak
santri luar yang mengikuti tetapi beliau selalu menunjukkan sikap
kekharismatikannya di depan para santri, sehingga semakin banyak santri luar
84 Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008.
85
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
86
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
yang mengikuti pengajaran seni baca al-Qur’an yang diadakan di pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah.87
Dalam proses pengajaran seni baca al-Qur’an, beliau selalu
menyampaikan materi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, mulai dari
pelajaran ilmu tajwid, ilmu lagu-lagu dalam al-Qur’an (ilmu nagham), tangga
nada (maqom), qira’at sab’ah, maupun maqro-maqro (bacaan). Dalam
penyampaian materi beliau selalu melakukan komunikasi kepada santri baik
dengan menggunakan pola atau bentuk komunikasi kelompok kecil, yaitu kyai
Sobron sebagai seorang komunikator menyampaikan pesan atau materi
pelajaran seni baca al-Qur’an kepada santri sebagai komunikan atau yang
disebut anggota kelompok kecil. Beliau juga menggunakan pendekatan secara
personal dengan komunikasi antarpribadi antara kyai dengan santri, ketika
santri mendemonstrasikan materi pelajaran, semua komunikasi yang
digunakan oleh kyai Sobron bertujuan agar materi yang disampaikan mudah
diserap dan diterima oleh santri yang mengikuti pelajaran tersebut.
Kyai Sobron, dalam menyampaikan materi dengan menjelaskan secara
berulang-ulang dengan penuh kesabaran dan apabila ada materi yang kurang
dipahami oleh santri, maka beliau mempersilahkan santri untuk melakukan
tanya jawab. Dengan metode pengulangan dan tanya jawab membuat santri
semakin memahami pelajaran tersebut dengan baik dan menimbulkan
kedekatan antara kyai dan santri, sehingga hubungan antara kyai dan santri
semakin harmonis.88
87
Wawancara Pribadi dengan Sifa Nafiga, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008. 88
Wawancara Pribadi dengan Sifa Nafiga, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008.
Selain metode pengulangan dan tanya jawab, masih banyak lagi metode-
metode yang lain yang beliau gunakan dalam pengajaran seni baca al-Qur’an.
Dalam pengajaran seni baca al-Qur’an beliau selalu menginstruksikan kepada
santri untuk mempraktekkan materi yang telah diajarkan dan disampaikan
dengan maju dihadapan beliau. Metode tersebut bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan santri dalam memahami pelajaran seni baca al-
Qur’an. Instruksi yang digunakan oleh kyai Sobron disebut dengan
komunikasi instruksional, yaitu komunikasi antara guru atau kyai dengan
murid atau santri dalam menginstruksikan materi pelajaran.
Beliau mengajar seni baca al-Qur’an tidak hanya malam jum’at saja,
tetapi ada hari-hari lain, yaitu hari Sabtu dan Minggu ba’da Ashar. Pada hari
Sabtu dan Minggu beliau hanya mengajar khusus santri mukim untuk kelas
paling tinggi tingkatannya, yaitu kelas 5 dan 6 atau yang disebut juga tingkat
mahir. Pada kelas 5 dan 6 beliau mengajarkan pelajaran seni baca al-Qur’an di
dalam kelas. Selain kelas 5 dan 6 masih ada kelas atau tingkatan yang lainnya
dan dalam tiap kelas atau tingkatan ada yang mengajarnya, yaitu ustadz-ustadz
atau pengajar yang profesional yang sudah berpengalaman dan mendapat
kepercayaan dalam pengajaran seni baca al-Qur’an. Setiap pengajar memiliki
metode pengajaran yang berbeda-beda dan tidak sedikit yang sama, sedangkan
materi yang disampaikan hampir sama semua.89
2. Profil Ustadz Muhammad Halimi, S.Ag
89
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah. Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008.
Ustadz Muhammad Halimi, S.Ag adalah pengasuh atau guru di pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah. Selain pengasuh dan guru di pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah, beliau juga sebagai bendahara. Beliau lahir di Tangerang 6 april
1977, beliau mulai sekolah dari SD merangkap MI, MTs, MA di MAN 4, dan
kuliah di PTIQ.90 Beliau sangat dekat sekali dengan kyai Sobron karena beliau
adalah keponakannya, sejak kecil beliau sudah mempunyai bakat dalam seni
suara, beliau mempunyai suara yang indah dan merdu kemudian belajar
dengan kyai Sobron dari tilawah, tartil, murottal dan al-Qur’an untuk
mengasah kemampuannya. Selain dengan kyai Sobron beliau belajar dengan
ustadz Abdullah, KH. Muhsin Salim, H. Muhammad Ali, ustadz Suparli,
ustadz Zainuddin pimpinan al-Gontori.91
Masa hidup ustadz Halimi dibaktikan di Al-Qur’aniyyah, karena sejak
kecil beliau dididik oleh kyai Sobron, untuk menjadi generasi penerus Al-
Qur’aniyyah. Di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah beliau mengajar seni baca
al-Qur’an kelas I’dad, kelas 1 dan kelas 2, pada malam senin ba’da sholat
Isya.
“Di kelas saya mengajarkan materi pelajaran tentang lagu-lagu dalam al-
Qur’an (ilmu nagham), ilmu tajwid, tangga nada (maqom), dan ilmu
qira’at sab’ah, tetapi masih dalam pola-pola dasar sesuai dengan tingkatan
kelas.”92
Beliau mengajar seni baca al-Qur’an menggunakan metode pengulangan,
secara interaktif antara guru atau ustadz dengan santri. Beliau mengajarkan
90 Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
91
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
92
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
satu lagu dengan tangga nada diulang-ulang secara terus menerus kemudian
santri menirukan, dan selanjutnya santri memperaktekkan satu per satu
dihadapan beliau. Kalau santri sudah memahami secara keseluruhan maqro-
maqro (bacaan) yang telah diajarkan, maka beliau melanjutkan maqro-maqro
(bacaan) lain dengan lagu dan tangga nada yang berbeda.93
3. Profil Ustadz Abdul Latif, S.Ag
Ustadz Abdul Latif, S.Ag adalah pengasuh atau guru di pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah. Beliau lahir di Tangerang 10 Aguatus 1973, beliau
mulai sekolah dari MI, MTs, MA di Jamiyyah Isamiyyah, dan kuliah di PTIQ.
Beliau mengabdi di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah semenjak berdirinya
pondok pesantren tersebut, selain mengajar seni baca al-Qur’an beliau juga
pandai dalam seni kaligrafi. Hasil karya beliau disukai oleh banyak orang.
Dalam pengajaran seni baca al-Qur’an juga beliau banyak disegani oleh santri
dengan kepandaiannya berlantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an. Di pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah beliau mengajar seni baca al-Qur’an pada kelas 3
dan 4 atau yang dikenal dengan tingkat menengah.94
Penyampaian materi dan metode yang digunakan dalam pengajaran seni
baca al-Qur’an tidak ada bedanya dengan ustadz-ustadz yang lain, selain
metode pengulangan, tanya jawab, demonstrasi, beliau juga menggunakan
metode motivasi, yaitu metode perlombaan kecil-kecilan setiap santri yang
mengikuti pelajaran seni baca al-Qur’an, tujuan adalah untuk memotivasi
santri untuk belajar dan berlatih secara terus-menerus. Kyai maupun ustadz
93
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008. 94
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
yang mengajar di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah selalu menerapkan pola
atau bentuk-bentuk komunikasi yang berbeda-beda, dan bentuk komunikasi
yang digunakan sangat efektif dalam proses pengajaran seni baca al-Qur’an,
dengan bentuk-bentuk komunikasi yang berbeda-beda membuat santri tidak
mengalami kejenuhan dan kebosanan, sehingga pelajaran mudah diserap dan
dipahami dengan baik.95
Pola atau bentuk komunikasi yang selalu digunakan oleh kyai maupun
ustadz-ustadz yang lain dalam pengajaran seni baca al-Qur’an adalah dengan
komunikasi secara verbal, yaitu dengan tatap muka seminggu bisa 2 sampai 3
kali pertemuan. Dan secara klasikal/bersama-sama semua santri dilakukan di
Aula dan pengajarnya adalah pimpinan langsung, yaitu kyai Sobron.
4. Profil Santri
Rahmatullah adalah salah satu santri dari sekian banyak santri yang
mempunyai prestasi yang sangat gemilang dalam pengajaran seni baca al-
Qur’an di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah. Rahmet biasa di sapa, ia lahir di
Kronjo Tangerang Banten, 09 Februari 1985. Ia belajar di pondok pesantren
Al-Qur’aniyyah sudah 4 tahun mulai dari tahun 2004.96
Dalam waktu
sesingkat itu ia sudah mempunyai banyak pengalaman dalam bidang seni baca
al-Qur’an. Pertama datang ke pondok pesantren tersebut dari kosong tidak
mengetahui apa-apa yang berkaitan dengan keal-Qur’anan sampai mempunyai
pengetahuan di bidang keal-Qur’anan.
95
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
96
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008.
Rahmet adalah santri yang sudah putus sekolah, kemudian beliau asuh
seperti anak sendiri dan seperti santri-santri lainnya. Ia disekolahkan dan
dikuliahkan oleh kyai Sobron, kyai Sobron juga melihat kemampuan yang
Rahmet miliki dalam seni tarik suara, dan mempunyai daya hafalan yang
cukup baik, sehingga kemampuan tersebut diasah dan dikembangkan oleh
kyai Sobron. Dengan pengasahan dan penggemlengan yang dilakukan oleh
kyai Sobron, maka bakat dan kemampuan Rahmet semakin meningkat,
kemudian ia diikutkan perlombaan diberbagai tingkat. Ia diikutkan
perlombaan MHQ dan MTQ di tingkat Kabupaten di Riau mewakili kota
Batam, dan usaha tersebut tidak sia-sia, ia mendapatkan kemenangan yang
luar biasa, yaitu mendapat juara pertama.97
“Saya memang sangat senang dengan bidang keal-Qu’ranan, terkadang saat
belajar saya banyak mengalami kesulitan, tetapi kesulitan itu dibawa santai, ketika saya ingin pandai dalam seni baca al-Qur’an, saya selalu
mendengarkan rekaman-rekaman, kemudian saya juga sering berkonsultasi dengan kyai Sobron agar kesulitan itu dapat teratasi, dan saran yang
diberikan oleh kyai Sobron adalah harus banyak-banyak belajar, berlatih secara terus menerus, dan berdoa. Dengan pengajaran seni baca al-Qur’an
alhamdulillah menimbulkan pemahaman di dalam diri saya, dahulu saya
tidak mengetahui makna yang terkandung di dalam al-Qur’an, sekarang saya
mengetahuinya dengan baik, walaupun tidak semua, ilmu-ilmu al-Qur’an,
qira’at sab’ah, dan masih banyak lagi. Dengan penyampaian materi yang
baik dan dengan pendekatan yang digunakan oleh kyai Sobron, membuat
saya semakin memahami semua itu.”98
Sifa Nafiga, adalah santri putri yang belajar di pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah, ia biasa dipanggil mega, dan tinggal di Ulujami. Ia belajar di
pondok pesantren Al-Qur’aniyyah kurang lebih sudah 4 tahun.
97
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
98
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008.
“Di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah mayoritas diajarkan adalah bidang
keal-Qur’anan tapi disini juga diajarkan kitab kuning, pengalaman keal-Qur’anan bagi saya, hampir sama dengan Rahmet, yaitu dulu saya tidak
mengetahui ada qira’attussab’ah, dan imam-imam riwayat lain sekarang saya mengetahui semua itu. Ternyata membaca al-Qur’an harus dengan
suara indah dan merdu itu juga saya baru mengetahuinya. Walaupun suara saya kurang bagus tetapi saya sangat menyukai seni baca al-Qur’an di
pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, karena proses pengajarannya sangat asyik dan menyenangkan, tidak monoton dan hubungan antara kyai dengan
santri cukup baik, sehingga santri banyak yang menyenangi pelajaran seni
baca al-Qur’an ini walaupun susah.”99
Mega adalah santri yang belum mempunyai prestasi dalam bidang seni
baca al-Qur’an, tetapi semua itu bukan jadi kendala dalam mempelajari seni
baca al-Qur’an, walaupun ia mempunyai kekurangan dalam hal suara, ia
mempunyai kemauan yang cukup besar untuk bisa dan belajar seni baca Al-
Qur’an di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah.100
Ia mempunyai prinsip bahwa:
“Sesulit apapun pelajarannya, kalau kita menyenangi pelajaran dan ustadz
atau gurunya maka akan terasa mudah dirasakan. Apalagi dengan penyampaian materi yang menyenangkan dengan menggunakan komunikasi
yang baik, maka semakin mudah diterima dan dipahami pelajaran tersebut.”101
Dalam pengajaran seni baca al-Qur’an diajarkan oleh guru atau ustadz
yang berpengalaman, terutama seorang kyai Sobron yang sangat rendah hati,
tawwadhu, sayang dengan santri walapun banyak santri luar yang mengikuti
pelajaran seni baca al-Qur’an, maka semuanya dirasakan sangat
menyenangkan.102
99
Wawancara Pribadi dengan Sifa Nafiga, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008.
100
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008. 101
Wawancara Pribadi dengan Sifa Nafiga, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008.
102
Wawancara Pribadi dengan Sifa Nafiga, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah,
Tangerang, 21 Maret 2008.
Dari 10 orang santri hanya Rahmatullah dan Sifa Nafiga yang penulis
jelaskan profilnya, mereka sebagai perwakilan dari tingkat mahir yang
dijadikan sampel.
B. Program Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah dengan ciri khas keal-Qur’anan,
mendidik dan mengajarkan para santri agar dapat membaca al-Qur’an dengan baik
dan benar sesuai dengan ilmu tajwid, serta dapat melantunkan ayat-ayat al-Qur’an
dengan indah sesuai dengan ilmu lagu-lagu dalam al-Qur’an (ilmu nagham) dan
ilmu qira’at.
Untuk itu, pondok pesantren Al-Qur’aniyyah menetapkan program-
program pengajaran seni baca al-Qur’an untuk menerapkan kedisiplinan ilmu
yang harus ditempuh oleh para santri. Program pengajaran seni baca al-Qur’an
yang diterapkan di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah ini terbagi menjadi tiga
jenjang/kategori, antara lain:
1. Tingkat Dasar
Tingkat dasar adalah tingkatan pada tahap awal dalam proses
pengajaran seni baca al-Qur’an, di mana santri yang belajar seni baca al-
Qur’an berasal dari tingkat pemula, dan kelas persiapan (i’dad). Dalam
tingkatan ini, seorang kyai hanya baru memperkenalkan pola-pola dasar
kepada santri, yaitu berupa pengenalan tentang lagu-lagu dalam seni baca
al-Qur’an secara garis besar, seperti lagu bayyati, lagu shaba, lagu
nahawand, lagu hijaz, lagu rost, lagu sika, dan lagu jiharka. Pada tingkatan
ini santri belum diperkenalkan kepada tangga nada lagu dalam seni baca
al-Qur’an.
2. Tingkat Menengah
Tingkat menengah adalah tingkatan di mana santri sudah mulai
memasuki tahap pengembangan dalam proses pengajaran seni baca al-
Qur’an. Pada tahap ini, para santri mulai diadakan praktek untuk lagu-lagu
yang sudah diperkenalkan pada tingkat dasar, dan lagu-lagu ini biasanya
diungkapkan oleh seorang kyai dalam tausyih, yakni melagukan sejumlah
kalimat syair sebatas patokan alunan suara tentang nada dalam suatu
lagu.103
Kemudian dari lagu tersebut seorang kyai mempraktekkannya ke
dalam ayat-ayat al-Qur’an, dan setelah itu santri mulai diperkenalkan
dengan tangga nada lagu dalam seni baca al-Qur’an. Tangga nada dalam
pengajaran seni baca al-Qur’an disebut dengan maqom, yaitu tangga nada
yang terdapat dalam lagu-lagu seni baca al-Qur’an. Dalam satu lagu
biasanya terdapat beberapa tangga nada di dalamnya, tujuan dari
pengenalan tangga nada adalah agar santri mampu menerapkan tangga
nada tersebut ke dalam lagu-lagu yang sudah diajarkan pada tingkat
sebelumnya.
Lagu-lagu dalam seni baca al-Qur’an disebut dengan ilmu nagham.
Lagu-lagu al-Qur’an adalah lagu-lagu khusus yang disuarakan secara
indah dalam membaca al-Qur’an. Lagu-lagu yang dilantunkan adalah lagu-
lagu yang sesuai dengan kaidah-kaidah membaca al-Qur’an yang
103
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
senantiasa mengekspresikan secara indah. Lagu-lagu dengan tangga nada,
seperti lagu bayyati dengan nada koror, bayyati dengan nada nawa, bayyati
dengan nada jawab, dan bayyati dengan nada jawabul jawab. Kemudian
lagu shaba dengan nada asyiroan (nawa), shaba dengan nada ajami
(jawab), dan shaba dengan nada quflah bustanjar, dan lain sebagainya.
3. Tingkat Mahir
Tingkat mahir adalah tingkatan paling tinggi dalam proses pengajaran
seni baca al-Qur’an, yaitu santri sudah mulai diperkenalkan dari tingkat
dasar sampai tingkat menengah. Dalam tingkatan ini, santri sudah menuju
pada pola pengembangan bakat secara menyeluruh. Di mana bakat yang
dimiliki oleh santri sudah mulai dikembangkan, dikemas, dan dilatih
secara terus-menerus, agar bakat atau kemampuan tersebut bisa
diaplikasikan dengan baik ke dalam surat yang sudah ditentukan. Setelah
bakat santri sudah terlihat oleh seorang kyai, maka seorang kyai mulai
mengukur dan menilai sejauh mana kemampuan atau bakat yang mereka
miliki, setelah mendapatkan hasil yang baik, maka santri bisa
mengaplikasikan kemampuan mereka ke dalam surat-surat yang lain dari
maqro yang sudah diajarkan.
Dengan begitu, santri sudah bisa berjalan sendiri sesuai dengan
kemampuan dan bakat yang mereka miliki, serta sudah bisa dimanfaatkan
oleh masyarakat sekitar.104
Menurut penulis adanya tingkatan-tingkatan yang dilakukan oleh
seorang kyai adalah sebagai langkah awal untuk menentukan bagaimana
metode penyampaian pesan atau materi pengajaran seni baca al-Qur’an, serta
104
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
bentuk komunikasi apa yang harus dilakukan oleh seorang kyai. Dalam hal
penyampaian materi kepada santri dalam tingkatan-tingkatan ini, kyai
berusaha memberikan pendekatan-pendekatan komunikasi kepada santri
dengan pendekatan yang bervariasi yang disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing santri.
Tujuan dari program pengajaran seni baca al-Qur’an yang diterapkan di
pondok pesantren Al-Qur’aniyyah selain untuk mendidik dan mengajarkan
para santri agar dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai
dengan ilmu tajwid, serta dapat melantunkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
indah sesuai dengan ilmu lagu-lagu al-Qur’an (ilmu nagham) dan ilmu qira’at,
terdapat tujuan-tujuan lain di dalam program pengajaran seni baca al-Qur’an
tersebut, yaitu tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah dan tujuan
jangka panjang, di antaranya adalah:
I. Jangka Pendek
1. Mengklasifikasikan bakat dan minat santri putra dan putri.
2. Mempersiapkan para santri secara intensif untuk dapat tampil di depan
umum.
3. Menampilkan santri putra dan putri untuk dapat tampil pada setiap
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan baik secara internal maupun
eksternal.
II. Jangka Menengah
1. Mengikutsertakan santri putra dan putri pada setiap kegiatan
perlombaan yang bersifat eksternal.
2. Mengukur kemampuan santri putra dan putri dengan santri dan
organisasi lain pada perlombaan yang bersifat eksternal.
3. Melatih dan membina santri putra dan putri untuk dapat menjadi
seorang pemimpin baik, untuk dirinya maupun untuk orang lain
dengan cara menjadikannya sebagai pengurus pondok.
III. Jangka Panjang
1. Mempersiapkan santri putra dan putri untuk dapat mengisi pada setiap
kegiatan, baik yang bersifat internal maupun eksternal, termasuk
menggantikan Asatidzah yang berhalangan hadir.
2. Menerjunkan santri putra dan putri ke masyarakat pada setiap kegiatan
baik bila dibutuhkan.
3. Mencetak santri putra dan putri untuk menjadi manusia yang berguna
bagi agama, nusa dan bangsa.105
C. Pola Komunikasi Kyai dan Santri Dalam Pengajaran Seni Baca Al-
Qur’an
1. Proses Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an
Pengajaran seni baca al-Qur’an diajarkan oleh kyai Sobron pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah satu kali dalam seminggu, yaitu pada malam
jum’at. Kegiatan belajar mengajar tersebut diadakan di Aula secara
klasikal/bersama-sama dan waktu belajarnya ba’da sholat Isya. Adapun KH.
Drs. M. Sobron Zayyan, M.A memberikan pengajaran tersebut, pada tahap
105
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
awal, adalah seorang kyai Sobron melafadzkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
cara melagukan kata demi kata dan kalimat demi kalimat yang sesuai dengan
aturan ilmu tajwid dan ilmu qira’at terlebih dahulu, kemudian para santri
mengikutinya secara bersama-sama. Sebelum para santri menguasai satu bait
secara baik dan benar, maka seorang kyai tidak melanjutkan bait berikutnya
secara terburu-buru melainkan mengulanginya berulang kali sampai para
santri dapat menguasainya.
Bait al-Qur’an tersebut disimak dan dipahami oleh santri yang mengikuti
seni baca al-Qur’an. Kemudian berlanjut kepada tahap berikutnya, yaitu kyai
memerintahkan kepada para santri yang telah menguasai bait al-Qur’an yang
diajarkan, untuk mendemonstrasikannya dengan maju secara individual
maupun kelompok, mulai dari lagu bayyati dengan tangga nadanya sampai
lagu jiharka dengan tangga nadanya.
Setelah individu maupun kelompok santri selesai membaca di depan.
Untuk selanjutnya para santri lainnya secara bersama-sama mengikutinya
sampai selesai. Seiring para santri mendemonstrasikan bait al-Qur’an, kyai
Sobron hanya mendengar dan menyimak serta mengamati kemampuan
mereka. Dengan demikian, kyai Sobron bisa menilai dan mengukur
sejauhmana bakat atau kemampuan yang mereka miliki.106
Menurut informan pola/bentuk komunikasi yang digunakan oleh kyai
Sobron dalam pengajaran seni baca al-Qur’an di pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah, dapat diartikan sebagai suatu rencana yang digunakan oleh
seorang kyai Sobron dalam menyampaikan materi atau pesan pelajaran seni
106
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
baca al-Qur’an kepada para santri selaku komunikan dengan berbagai macam
bentuk. Untuk itu, pola komunikasi yang digunakan oleh kyai Sobron dalam
proses pengajaran seni baca al-Qur’an, yaitu secara langsung melalui tatap
muka dengan lisan, dan menggunakan pola komunikasi kelompok kecil antara
seorang kyai Sobron dengan para santri.
Dalam proses pengajaran tersebut kyai Sobron menggunakan
komunikasi instruksional, di mana pelaksanaannya komunikasi instruksional
yang terjadi dalam mencapai tujuan tersebut lebih banyak menginstruksikan
kepada santri untuk lebih banyak meningkatkan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan pemahaman tentang materi pengajaran seni baca al-Qur’an.
2. Materi, Lagu dan Metode dalam Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an
a. Materi
Materi dalam pengajaran seni baca al-Qur’an merupakan ayat-ayat
al-Qur’an yang mengandung makna dan isi pesan-pesan baik dalam bentuk
perintah (amr), larangan (nahy), harapan dan himbauan dan lain-lain.
Agar para santri dapat lebih mengenal dan memahami isi dan makna
kandungan al-Qur’an, ada beberapa materi yang terdapat dalam ayat-ayat
al-Qur’an yang diberikan oleh kyai dalam pengajaran seni baca al-Qur’an
di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, diantaranya:
1. Materi Keimanan
2. Materi Akhlak
3. Materi Ibadah
4. Materi Halal Bihalal 5. Materi Tasyakuran
6. Materi Peringatan Hari-hari Besar Islam 7. Materi Peringatan Hari-hari Besar Kenegaraan
8. Materi Upacara Pernikahan
9. Materi Santunan Anak-anak Yatim.107
Selain materi yang berupa makna dan isi kandungan ayat-ayat al-
Qur’an yang diajarkan oleh kyai Sobron kepada santri, namun kyai juga
mengajarkan materi ilmu tajwid, qira’at sab’ah dan lain sebagainya.
Karena ilmu tajwid merupakan pokok hukum dalam bacaan al-Qur’an.
Bila santri belum memahami ilmu tajwid, maka santri akan terus menerus
menghafalnya. Ini adalah tingkat awal yang dilaksanakan oleh kyai Sobron
kepada santri, untuk mengenal ilmu tajwid dan dapat menerapkannya
dalam proses pengajaran seni baca al-Qur’an.
Santri harus dapat menguasai ilmu tajwid, bukan hanya sekedar
mengetahui tetapi harus mempraktekkannya dengan baik dan benar ketika
berlangsungnya proses pengajaran seni baca al-Qur’an.108
b. Lagu dan Tangga Nada (Ilmu Nagham Al-Qur’an)
Membaca al-Qur’an selain wajib menggunakan ilmu tajwid, para
santri juga dianjurkan agar membaca al-Qur’an dengan suara yang indah
dan merdu. Dalam membaca al-Qur’an, para santri hendaknya
mengalunkan lagu-lagu yang sejalan dengan keagungan kitab suci al-
Qur’an, yaitu dengan lagu-lagu Arabi, diantaranya:
1. Bayyati
Bayyati memiliki 4 (empat) tingkatan tangga nada, yaitu:
a. Qorror (dasar)
b. Nawa (menengah)
c. Jawab (tinggi)
d. Jawabul Jawab (paling tinggi)
107
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008. 108
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
2. Shobaa
Shobaa memiliki 3 (tiga) tingkatan tangga nada, yaitu: c. Asyiron (nawa)
d. Ajami (jawab) e. Quflah Bustanjar
3. Hijaz
Hijaz memiliki 3 (tiga) tingkatan tangga nada, yaitu:
a. Hijaz Kar
b. Hijaz Kar Kur
c. Alwan Hijaz
4. Nahawand
Nahawand memiliki 3 (tiga) tingkatan tangga nada, yaitu:
a. Nawa (menengah)
b. Jawab (tinggi)
c. Quflah Mahur
5. Rost
Rost memiliki 5 (lima) tingkatan tangga nada, yaitu: a. Nawa (menengah)
b. Jawab (tinggi) c. Quflah Zinjiron
d. Syabir Alarrost e. Alwan Rost
6. Sika
Sika memiliki 3 (tiga) tingkatan tangga nada, yaitu:
a. Iraqi (nawa)
b. Turki (jawab)
c. Variasi Raml
7. Jiharka
Jiharka memiliki 2 (dua) tingkatan tangga nada, yaitu:
a. Nawa (menengah)
b. Jawab (tinggi).109
c. Metode
Metode pembelajaran di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
merupakan hal setiap kali mengalami perkembangan dan perubahan,
109
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
sesuai dengan penemuan metode yang lebih efektif dan efisien untuk
mengajarkan materi palajaran. Metode pengajaran yang digunakan oleh
kyai Sobron dan para ustadz berkaitan fungsi dalam pendidikan, yakni
sebagai pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan
intelektual, pembentukan watak santri dalam keterampilan dan kemahiran
yang diperlukan pada semua bidang yang digunakan.
Berkaitan dengan penggunaan metode pengajaran, yaitu suatu cara
penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan,
maka fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan oleh seorang kyai
pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, karena metode mengajar tersebut turut
menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan
merupakan bagian yang integral dalam suatu sistem pengajaran, tentunya
didukung juga oleh bentuk atau pola komunikasi yang baik.110
Kyai Sobron dalam mencetak para santri agar dapat membaca al-
Qur’an secara fasih, benar sesuai dengan ilmu tajwid, serta melantunkan
ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan ilmu tentang lagu-lagu dalam al-Qur’an
(ilmu nagham) dan ilmu qira’at yang berlaku, maka diterapkan metode-
metode pengajaran dalam menyampaikan materi atau pesan kepada santri
untuk mempermudah memahami materi atau pesan tersebut. Adapun
metode-metode yang digunakan oleh kyai, adalah sebagai berikut:
1. Metode Penugasan
Metode penugasan merupakan salah satu cara di dalam penyajian
bahan pelajaran kepada santri dimana kyai memberikan sejumlah tugas
110
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
kepada santri untuk mempelajari bahan atau materi, kemudian santri
diperintahkan untuk mempertanggungjawabkannya.
Menurut informan dalam metode ini seorang kyai atau ustadz
menggunakan komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok
kecil, yaitu kyai menugaskan santri untuk mengucapkan kalimat atau
bait lagu, dan santri melanjutkan kalimat atau bait lagu yang telah
diucapkan oleh kyai atau ustadz.
2. Metode Hafalan
Sebagai sebuah metode pengajaran, hafalan pada umumnya
diterapkan pada pelajaran yang bersifat nagham (syair). Dalam metode
ini santri diberikan tugas untuk menghafal beberapa bait atau baris
kalimat dari sebuah al-Qur’an dengan lagu dan tangga nadanya, untuk
kemudian membacakannya di depan seorang kyai.
Menurut informan metode ini, biasanya dilakukan dengan cara
tatap muka melalui komunikasi interpersonal, di mana setiap santri
diharuskan membacakan tugas hafalannya dihadapan kyai atau ustadz,
jika santri hafal dengan baik, maka santri diperbolehkan untuk
melanjutkan tugas hafalan berikutnya.
3. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pelajaran dengan cara
guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawabnya, atau
sebaliknya.
Seorang kyai menyampaikan materi pembelajaran lagu dan nada
yang terdapat dalam seni baca al-Qur’an kepada para santri secara
langsung melalui tatap muka dengan lisan dan menggunakan
komunikasi kelompok kecil, setelah santri mendengarkan materi
tersebut dengan baik, maka kyai mempersilahkan kepada santri yang
hendak bertanya apabila materi lagu dan nada yang diajarkan dirasa
belum dimengerti dan dipahami, kemudian kyai akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh santri dengan baik.
Menurut informan metode ini dimaksudkan untuk merangsang
santri untuk meningkatkan kembali materi yang telah disampaikan
dahulu, serta untuk mengetahui pemahaman santri terhadap materi
yang disampaikan oleh seorang kyai. Dalam metode tanya jawab ini,
seorang kyai melayani para santri yang belum mengerti mengenai
materi yang telah disampaikan atau juga ingin mendapat pengetahuan
yang lebih mendalam dari pengajaran seni baca al-Qur’an yang telah
disampaikan. 111
4. Metode Membaca
Metode membaca dilakukan dengan cara membaca bersama-sama
atau tadarus. Dalam proses pengajaran seni baca al-Qur’an, seorang
kyai menggunakan metode membaca, yaitu membacakan ayat-ayat al-
Qur’an dengan seninya, lalu santri mengulangi kata demi kata sama
secara bersama-sama seperti yang dilakukan oleh seorang kyai atau
ustadz. Menurut informan dalam metode ini kyai menggunakan
komunikasi kelompok kecil karena bentuk komunikasi seperti ini
sangat membantu kyai dalam mengetahui kemampuan santri dalam
111
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
mengubah sikap dan tindakan santri dalam sehingga memahami materi
yang disampaikan dengan baik.
5. Metode Menyimak
Ketika kyai melafadzkan ayat-ayat al-Qur’an dengan seninya,
santri di harapkan menyimak, menghayati dan mendengarkan ayat-ayat
al-Qur’an yang dilafadzkan oleh kyai. Menurut informan bentuk
komunikasi yang digunakan oleh kyai dalam metode ini adalah
komunikasi interpersonal, karena dengan bentuk komunikasi seperti ini
santri dapat lebih fokus terhadap materi yang disampaikan oleh kyai
atau ustadz.
6. Metode Demonstrasi
Demostrasi merupakan bentuk penyampaian pesan atau materi
dengan cara mempraktekkan, memperagakan barang, kejadian, aturan
dan urutan melakukan sesuatu kegiatan baik secara langsung maupun
melalui penggunaan media komunikasi yang relevan dengan materi
yang sedang disajikan. Demonstrasi dalam hubungannya dengan
penyajian informasi dapat diartikan sebagai upaya peragaan atau
praktek tentang cara melakukan sesuatu atau mengerjakan sesuatu.
Menurut informan komunikasi yang digunakan oleh kyai kepada
santri dalam metode demonstrasi adalah komunikasi interpersonal dan
komunikasi kelompok kecil, di mana santri yang sudah menguasai
materi yang telah disampaikan oleh kyai, kemudian santri
mendemonstrasikan kemampuan mereka dihadapan kyai dan santri-
santri lainnya.
Metode ini sangat merangsang santri untuk lebih aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran seni baca al-Qur’an, dapat membantu
santri untuk mengingat lebih lama materi pelajaran yang telah
disampaikan, karena santri tidak hanya mendengar tetapi juga melihat
bahkan mempraktekkannya secara langsung.
Metode ini akan dapat berjalan lebih efektf dan efisien, apabila
materi yang didemonstrasikan ditindaklanjuti oleh santri dalam
kehidupan sehari-hari maupun dengan latihan secara kontinyu
sehingga santri tidak lupa dengan materi tersebut. Dengan penggunaan
metode ini, kyai dengan mudah mengukur dan manilai kemampuan
santri dalam proses pengajaran seni baca al-Qur’an.
7. Metode Motivasi
Metode motivasi merupakan suatu pendorong atau penyemangat
bagi para santri yang mengikuti pelajaran. Bagi santri yang
mempunyai kepandaian atau kemampuan dalam penguasaan materi.
Santri yang sudah terlihat kemampuan dan kemahirannya dalam
menguasai materi yang disampaikan oleh kyai, maka seorang kyai
memprediksikan bahwa santri tersebut sudah bisa dikatakan santri
yang bagus dan baik dalam penilaian. Dengan begitu, santri yang
sudah mahir dalam seni baca al-Qur’an akan diikuti perlombaan dalam
berbagai tingkatan, kemudian seorang kyai akan menerjunkan santri
untuk memanfaatkan ilmu yang sudah didapat ke masyarakat.112
112
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
Menurut informan metode-metode yang digunakan oleh KH. Drs. M.
Sobron Zayyan, M.A, pimpinan pondok pesantren Al-Qur’aniyyah dalam
pengajaran seni baca al-Qur’an mencetak santri agar dapat membaca al-
Qur’an secara fasih, baik dan benar sesuai dengan ilmu tajwid, serta mampu
melantunkannya sesuai dengan ilmu lagu-lagu dalam al-Qur’an (ilmu nagham)
dan ilmu qiro’at yang berlaku ternyata tidak sia-sia, terbukti kebanyakan santri
yang mempunyai kemampuan dan bakat yang mereka miliki dari pengajaran
seni baca al-Qur’an.
D. Analisis Pola Komunikasi Kyai dan Santri Dalam Pengajaran Seni Baca
Al-Qur’an
Pola komunikasi yang sering digunakan oleh KH. Drs. M. Sobron
Zayyan, M.A, dan para ustadz dalam pengajaran seni baca al-Qur’an, adalah
sebagai berikut :
1. Pendekatan Komunikasi Antar Pribadi
Pendekatan komunikasi antar pribadi (komunikasi interpersonal)
dilakukan oleh kyai Sobron dan santri secara tatap muka melalui lisan,
komunikasi ini berlangsung dalam proses pengajaran seni baca al-Qur’an di
dalam kelas, santri yang telah menguasai materi yang diajarkan oleh kyai
Sobron, kemudian mendemonstrasikannya dihadapan beliau. Apabila santri
yang mempunyai kekurangan dalam penguasaan materi, maka santri
berkonsultasi langsung secara pribadi kepada beliau, santri mengungkapkan
permasalahan yang dihadapinya kemudian beliau memberikan solusinya.
Komunikasi antar pribadi ini terjadi di dalam maupun di luar proses
pengajaran seni baca al-Qur’an. Dengan bentuk komunikasi ini, hubungan
antara kyai Sobron dan santri sangat baik, sehingga materi yang diajarkan
cepat dikuasainya. Bentuk komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh
beliau, sangat membantu santri yang mempunyai kesulitan dalam pelajaran
dapat dihadapi. Pentingnya situasi komunikasi antar pribadi (interpersonal),
bagi beliau ialah karena ia dapat mengetahui secara langsung diri santri
selengkap-lengkapnya, artinya untuk mengubah sikap, pendapat dan
perilakunya. Dengan demikian beliau dapat mengarahkannya kepada santri
suatu tujuan sebagaimana yang ia inginkan, yaitu proses pengajaran yang
efektif.113
2. Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil dalam pengajaran seni baca al-Qur’an,
terjadi antara kyai Sobron atau ustadz dengan santri dapat terjadi dialog atau
tanya jawab, dibandingkan dengan komunikasi antar pribadi (interpersonal).
Di pondok pesanteren Al-Qur’aniyyah, santri yang berada di dalam kelas
dikatakan sebagai kelompok yang relatif kecil, berbeda dengan kelompok
besar. Individu-individu dalam kelompok kecil bersifat rasional sehingga
setiap materi seni baca al-Qur’an yang disampaikan kepada santri akan
ditanggapi secara kritis. Dalam situasi kelompok kecil ini, seorang kyai bisa
mengubahnya menjadi komunikasi secara pribadi.
Dalam situasi kelompok kecil, kyai Sobron sebagai seorang komunikator
memperhatikan umpan balik santri, sehingga beliau dapat segera mengubah
113
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren
Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
gaya komunikasi, dikala kyai Sobron mengetahui bahwa umpan balik dari
santri bersifat negatif, situasi kelompok kecil berlangsung secara tatap muka,
maka tanggapan santri dapat segera diketahui. Umpan balik yang diperlukan
seorang kyai Sobron atau ustadz adalah yang bersifat verbal, karena
komunikasinya ditunjukkan kepada kognisi santri. Jadi, permasalahannya
mengerti atau tidak semuanya itu harus dinyatakan dengan kata-kata.
Keuntungan bagi seorang kyai menggunakan komunikasi kelompok
kecil dalam penyampaian materi terdapat kontak langsung secara pribadi,
umpan balik secara langsung, suasana lingkungan komunikasi dapat diketahui,
sehingga kyai dapat mengetahui tanggapan dan reaksi santri pada saat
menyampaikan materi pelajaran seni baca al-Qur’an. Sehingga bila
komunikasinya tidak berhasil, saat itu juga seorang kyai Sobron atau ustadz
akan mengubah taktiknya.114
3. Komunikasi Instruksional
Komunikasi instruksional yang digunakan oleh kyai Sobron dalam
pengajaran seni baca al-Qur’an melalui komunikasi secara verbal, yaitu
komunikasi secara langsung dengan lisan. Setiap harinya seorang kyai selalu
menggunakan komunikasi tersebut dalam penyampaian materi pelajaran. Hal
ini bisa terlihat dari adanya instruksi dari kyai kepada santri, dan instruksional
tersebut berupa:
a. Santri diwajibkan untuk membaca dan mendemonstrasikan materi
pelajaran yang sudah disampaikan oleh seorang kyai.
114
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
b. Santri diwajibkan untuk mengikuti pelajaran seni baca al-Qur’an setiap
hari kamis, jam 19.30 wib. Dan hari-hari lain yang sudah ditentukan.
c. Mengingat waktu belajar yang sangat terbatas, maka untuk
meningkatkan wawasan santri mengenai pengajaran seni baca al-
Qur’an, maka ada komunikasi instruksional yang mewajibkan santri
untuk mengikuti pengajaran tersebut, kehadiran, keaktifan, dan
diperhitungkan sebagai faktor penilaian akhir masa belajar
mengajar.115
E. Hasil Yang Dicapai dari Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah medapatkan mendapatkan
keberhasilan yang sangat gemilang atas sebuah prestasi yang diraihnya, dan
selama ini dapat dimungkinkan karena didukung oleh bentuk atau pola
komunikasi pengajaran yang baik, metode pengajaran yang baik, tenaga pengajar
yang profesional dan kurikulum yang baik pula. Ada beberapa hasil yang dicapai
oleh pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, diantaranya:
1. Pemahaman
Dengan pola-pola komunikasi yang digunakan dan penerapan metode-
metode pengajaran dalam pengajaran seni baca al-Qur’an banyak sekali santri
yang benar-benar memahami pelajaran yang disampaikan oleh KH. Drs. M.
Sobron Zayyan, M.A. Dengan pelajaran tersebut santri dapat mengetahui
makna dan isi kandungan ayat-ayat al-Qur’an, ilmu tajwidnya, mengetahui
115
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
lagu-lagu dan tangga nada yang sesuai dengan kaidah-kaidah seni baca al-
Qur’an.
Dengan begitu, ilmu yang didapat dengan pemahaman santri dalam
pengajaran seni baca al-Qur’an bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Misalnya, ketika santri sedang tadarus, menjadi imam sholat, mereka
menggunakan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an secara tartil, murotal dengan
ilmu tajwid dan lagu yang terdapat di dalamnya.
2. Mencetak Qori dan Qori’ah
Tujuan dari pondok pesantren Al-Qur’aniyyah adalah mencetak santri
agar dapat membaca al-Qur’an secara fasih, baik dan benar sesuai dengan
ilmu tajwid, serta mampu melantunkannya sesuai dengan ilmu nagham dan
ilmu qira’at yang berlaku sehingga santri bisa menjadi qori dan qori’ah yang
profesional. Pengasahan kemampuan bakat santri dalam seni baca al-Qur’an
dilakukan dengan cara mengikuti perlombaan dengan berbagai tingkatan,
setelah santri mengikuti perlombaan tersebut kemudian mendapatkan hasil
yang gemilang, dengan bernagai macam hadiah terutama pergi haji dan
umroh, maka santri dikatakan sukses dalam pelajaran seni baca Al-Qur’an,
sehingga santri tersebut dikatakan sebagai qori dan qori’ah yang profesional .
Adapun keberhasilan dalam mencetak qori dan qori’ah, pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah juga melahirkan beberapa qori internasional dan
qori nasional, di mana qori internasional yang belum lama mengikuti
perlombaan di Libia perwakilan DKI Jakarta, yaitu H. Agus Burhannudin.
Pada tingkat nasional, yaitu H. Romelih, ia mewakili Palangkaraya,
Rahmatullah mewakili Lampung, Muttamimah dan Munfarrih mewakili
Propinsi Banten.116
116
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-
Qur’aniyyah, Tangerang, 20 Maret 2008.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, mendapatkan keberhasilan yang
sangat gemilang atas sebuah prestasi yang diraih dalam pengajaran seni baca al-
Qur’an, dan selama ini dapat dimungkinkan karena didukung oleh bentuk atau
pola komunikasi pengajaran yang baik, metode pengajaran yang bagus, tenaga
pengajar yang profesional dan kurikulum yang baik pula. Sehingga dapat
memungkinkan bagi pengurus dan pengelolah pondok pesantren mampu
menjadikannya sebagai lembaga pendidikan yang kaya akan disiplin, baik ilmu
agama maupun ilmu umum.
Berdasarkan uraian tentang kondisi objektif kegiatan pondok pesantren Al-
Qur-aniyyah dalam mengarahkan bakat masing-masing santri kearah pengkaderan
generasi muda menjadi seorang qori-qoriah, da’i-da’iyah, hafidz-hafidzah, yang
memiliki dasar keagamaan yang berkualitas, yaitu dengan penggunaan pola-pola
komunikasi dan metode pengajaran dilakukan oleh seorang kyai pondok pesantren
Al-Qur’aniyyah dapat menentukan hasil akhir yang memuaskan. Akhirnya dari
uraian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Pola komunikasi yang digunakan oleh kyai pondok pesantren Al-
Qur’aniyyah terhadap santri dalam pengajaran seni baca Al-Qur’an dari
berbagai tingkatan, terutama pada tingkatan mahir ialah pola komunikasi
verbal yaitu komunikasi secara tatap muka dengan menggunakan lisan
dalam penyampaian materi pelajaran. Selain itu, kyai juga menggunakan
komunikasi instruksional, komunikasi antar pribadi (interpersonal), dan
komunikasi kelompok kecil. Pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
menetapkan program-program pengajaran seni baca al-Qur’an untuk
menerapkan kedisiplinan ilmu yang harus ditempuh oleh para santri.
Program pengajaran seni baca al-Qur’an yang diterapkan di pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah selain untuk mendidik dan mengajarkan para
santri agar dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan
ilmu tajwid, serta dapat melantunkan ayat-ayat al-Qur’an dengan indah
sesuai dengan ilmu lagu-lagu al-Qur’an (ilmu nagham) dan ilmu qira’at,
terdapat tujuan-tujuan lain di dalam program pengajaran seni baca al-
Qur’an tersebut, yaitu tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah dan
tujuan jangka panjang. Dan keberhasilan yang dicapai oleh pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah dalam pengajaran seni baca al-Qur’an adalah
pemahaman bagi para santri terhadap isi dan makna al-Qur’an serta ilmu
dan kaidah yang terkandung dalam al-Qur’an, mengenal lagu-lagu maupun
nada-nada dalam al-Qur’an, sehingga tercetak qori dan qoriah dari
berbagai tingkatan, mulai dari tingkat biasa sampai tingkat internasional.
B. Saran
Dari hasil penelitian dan pengamatan penulis terhadap kegiatan pengajaran
seni baca Al-Qur’an yang dilaksanakan di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah.
Penulis ingin memberikan sedikit saran kepada pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
sekaligus kepada pengurus-pengurus dan kepada para santri yang sekiranya dapat
bermanfaat, guna dijadikan bahan pertimbangan untuk melangkah selanjutnya
dalam melaksanakan kegiatan pengajaran tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Bagi pengurus, perlu adanya peningkatan kualitas para guru, agar kegiatan
belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik. Serta diharapkan adanya
peningkatan dan lebih mengoptimalkan hasil-hasil pembinaan terhadap
santri. Semua itu, dapat dilakukan dengan cara merekrut tenaga-tenaga
profesional yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam seni
baca al-Qur’an.
2. Agar santri menjadi generasi yang kreatif dan maju, perlu kiranya usaha
untuk membekali mereka dengan pengalaman-pengalaman.
3. Perlu adanya kelas khusus bagi santri dalam rangka pengembangan bakat
dan kemampuan dalam seni baca al-Qur’an.
4. Bagi pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, agar kegiatan pengajaran seni
baca al-Qur’an yang dilaksanakan di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah
berjalan dengan baik perlu kiranya menjalin kerja sama dengan berbagai
pondok pesantren lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang Saipuddin, Wawasan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1986.
Basyiruddin Usman, Asnawir, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet. Ke-1.
……………………………………………, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1998, Cet. Ke-1.
……………………………………………, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1995, Cet, Ke-7.
……………………………………………, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet, Ke-3.
Dirdjosanjoto, Pradjata, Memelihara Umat Kyai Pesantren-Kyai Langgar Jawa,
Yogyakarta: LKIS, 1999, Cet, Ke-1.
Effendi, Onong Uchjana, Spektrum Komunikasi, Bandung: Bandar Maju, 1992,
Cet, Ke-1.
…………………………., Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000, Cet, Ke-4.
………………………., Kepemimpinan dan Komunikasi, Yogyakarta: Al-Amin
Press, 1996. Cet. Ke-1.
……………………….., Dinamika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004, Cet-Ke-6.
………………………., Kepemimpinan dan Komunikasi, Yogyakarta: PT. Al-
Amin Press, 1992, Cet, Ke-1.
Haedari, Amin dkk, Masa Depan Pesantren, Dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Komplesitas Global, Jakarta: IRD Press, 2004.
Liliweri, Alo, Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: PT. Citra Aditya bakti,
1991,Cet. Ke-1.
Langgulung, Hasan, Prndidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983, Cet, Ke-3.
Moleong, Lexy. J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya,
2007, Cet, Ke-23.
Madjid, Nurcholis, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta:
Paramadina, 1997.
Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:
Arkola, 1994.
Rosyidi, T. A. Lathief, Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi, Medan:
1985.
Salim, Muhsin, Ilmu Nagham Al-Qur’an, Jakarta: Kebayoran Widya Ripta, 2000.
Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta, 2005, Cet. Ke-1.
Sudjana, Nana, Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Sinar baru, 1989.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000,
Cet. Ke-13.
Suyakhmad, Winayno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsiti, 1986, Cet,
Ke-7.
Susanto, Astrid. S, Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Bandung: Bina Cipta,
1947.
………………….., Komunikasi Dalam Teori dan Praktek 1, Bandung: Bina
Cipta, 1998.
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat
Press, 2002.
Widjaja, H. A. W, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara,
1997, Cet. Ke-3.
…………………, Ilmu KomunikasiPengantar Studi, Jakarta: Rine Cipta, 2000,
Cet, Ke-2.
Yusuf, Pawit M, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional, Jakarta: Jakarta Press, 2002, Cet, Ke-1.
Ziemek, Manfred, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Jakarta: P3M. 1986.