preeklampsia
DESCRIPTION
MAHASISWA FKTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
IdentitasPasien
Nama : Ny. R
Usia : 30tahun
Pendidikan : D3 Keperawatan
Pekerjaan : Perawat
Agama : Kristen
Suku : Batak
Gol. Darah : O
Alamat : Cipayung Jakarta Timur
Anamnesis
Anamnesis dilakukansecaraautoanamnesis
KeluhanUtama : Keluarsepertirembesan air sejak jam 12.00
RiwayatPenyakitSekarang :
Pasien mengeluh keluar seperti rembesan air sejak jam 12.00 disertai mules sejak
jam 21.00, dan ada seperti flek darah. Pasien mengaku hamil 38minggu. Dengan HPHT
26 Juni 2014, sesuai kehamilan 38 minggu. Taksiran partus 26 Maret 2015. Pasien ANC
setiap bulan di RSPAD dan USG terakhir 2 minggu SMRS, janin dalam keadaan sehat.
Nyeri kepala disangkal, pandangan kabur disangkal, mual dan muntah disangkal. BAK
berwarna kuning dan jumlahnya seperti biasa.Pasien juga mengeluh keputihan yang gatal
beberapa hari terakhir.
RiwayatHaid:
Menarche : usia 13tahun
Siklusmenstruasi : 28-30 hari, teratur, lama: 5 hari, volume: ± 70 cc/24 jam
Keluhansaathaid : dismenore (-)
Haripertamahaidterakhirpasien (HPHT): 26 Juni 2014
Tafsiranpersalinan : 26 Maret2015
Riwayatpenggunaanalatkontrasepsi:
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 1
Pasien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
RiwayatPernikahan:
Status pernikahan: menikah, 1x
Umurwaktu, pertamakawin: usia28tahun
RiwayatPersalinan:
No
Tgl/
thnpar
tus
GAJenispersa
linanPenolong Penyulit
AnakNif
as
Keadaana
naksekara
ngJK BBP
B
2. Hamili
ni
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 2
Riwayatpenyakitdahulu:
Tidakadakeluhanserupa
RiwayatPenyakitKeluarga:
Tidakadariwayatpenyakitjantung, paru, liver, ginjal, asma,
alergi,hipertensi,riwayatkeganasanmaupun diabetes mellitus padakeluargapasien.
Riwayatkebiasaan:
Pasientidakmerokok, konsumsialkoholmaupunobat-obatanrutin
RiwayatAlergi:
Pasienmengakutidakmemilikiriwayatalergiterhadapmakananatauobat-obatantertentu
RiwayatHamilini:
Haripertamahaidterakhir: 26 Juni 2014, tafsiranpartus: 26 Maret2015
Pasienrutinmelakukankontrolkehamilan di RSPAD GS
dengandokterspesialiskandungan. Sampaisaatini ANC sudahlebihdari 3x,
pasientidakmendapatkanvaksinasi TT selamakehamilan. USG trimester
pertamapadaJuli 2014, usiakehamilan 12 minggu. USG trimester
duapada16Oktober 2014,usiakehamilan 22,
didapatijanintunggalhidupintrauterin. USG trimester tigapada14Januari
2015,dan USG dikamarbersalinpada7Februari 2015kehamilan
38minggudenganhasil TBJ 2900 gram, BPD 9.15cm, HC 30.2cm, AC 30.5
cm, FL 7.4 cm, ICA 4.72plasenta di fundus, SDAU 2.98.
PemeriksaanFisik
Pemeriksaanfisikdilakukanpada25 Maret 2015, di ruangtindakandanpersalinan
RSPAD GS
Kesadaran : compos mentis
Keadaanumum : Baik
Data antropometrik
BB : 72kg
TB : 165cm
IMT : 26.4kg/m2
Tanda-tanda vital
Tekanandarah : 170/114mmHg
Nadi : 92 x/menit
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 3
Lajunafas : 19 x/menit
Suhu : 36.7oC
VAS : 0
Status generalis
Mata : skleraikterik (-/-), konjungtivaanemis (-/-), perdarahansubkonjungtiva
(-/+)
Hidung : nafascupinghidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas (-)
Telinga : simetriskanandankiri, serumen (-/-)
Mulutdankerongkongan: faring tidakhiperemis, tonsil T1/T1, caries dentis (-)
Leher : KGB tidakteraba
Thoraks :
Paru-paru :suaranafasvesikuler, Wheezing (-)/(-), rhonki (-)/(-),
pergerakanekspansi dada simetriskanandankiri
Jantung : BJ I/II reguler, gallop tidakada, murmur tidakada
Abdomen : turgor baik, bisingusus (+) Ekstremitasatas : edema -/-, CRT < 2 detik, akralhangat/hangat
Ekstremitasbawah : edema -/-, CRT < 2 detik, akralhangat/hangat
Status obstetrikus
Pemeriksaanluar
Inspeksi : perut membuncit sesuai usia kehamilan, linea nigra (-),
vulva/uretra tenang, perdarahan aktif (-)
Palpasi :
LI : TFU 29 cm, pada fundus uteriterababagianlunak (bokong)
LII :pada perut bagian kanan teraba datar seperti papan (punggung)
pada bagian kiri teraba bagian kecil (ekstremitas)
LIII : bagianterendahjaninterabaterababesar, bulatdankeras (kepala)
LIV : kepala 4/5
His : 1x / 10 / 20’
Auskultasi : denyutjantungjanin 148kali per menit
Inspekulo: Portiolicin, OUE terbuka, fluor (-), fluxus (-), Valsava (-), ketuban (+)
Pemeriksaandalam: Porsiokenyal, posterior, tebal 2 cm, pembukaan 2 cm, kepala
di Hodge I-II
Pelvimetriklinis: tidakdilakukan
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 4
PemeriksaanPenunjang
Laboratorium (pemeriksaandarahpertamadilakukanataspermintaandokterjaga di
IGD RSPAD GS, pada25 Maret 2015)
JenisPemeriksaan Hasil NilaiRujukan
Hematologi
DarahRutin
Hemoglobin 13,4 12 – 16 g/dL
Hematokrit 39 37 – 47 %
Eritrosit 4,4 4,3 – 6,0 juta/uL
Leukosit 14520* 4.800 – 10.800 /uL
Trombosit 158.000 150.000 – 400.000/uL
MCV 89 80 – 96 fl
MCH 31 27 – 32 pg
MCHC 34 32 – 36 g/dL
Guladarah (Sewaktu) 77 < 140 mg/dL
JenisPemeriksaan Hasil NilaiRujukan
Urinalisis
Urine lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Keruh
pH 6,0 4,6 – 8,0
Beratjenis 1,025 1,010 – 1,030
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 5
Protein +/Positif 1* Negatif
Glukosa - / Negatif Negatif
Bilirubin - / Negatif Negatif
Nitrit - / Negatif Negatif
Keton - / Negatif Negatif
Urobilinogen - / Negatif Negatif – Positif 1
Eritrosit 2 – 1 – 2 < 2 /LPB
Leukosit 4 – 3 – 4 < 5 /LPB
Silinder - / Negatif Negatif /LPK
Kristal - / Negatif Negatif
Epitel + / Positif 1 Positif
Lain-lain - / Negatif Negatif
USG dikamarbersalinpada 25Maret 2015 kehamilan 38minggudenganhasil TBJ 2900
gram, BPD 9.15 cm, HC 30.2 cm, AC 30.5 cm, FL 7.4 cm, ICA(sp) 1 cm, AFI (4
kuadran) 4 cm plasenta di fundus, SDAU 1.75
CTG: Kategori II Baseline 148dpm,variabilitasmoderat,akselerasi (+), deselerasi (-),
gerakanjanin 4x/10 menit
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 6
Resume
Dari anamnesis didapatikeluhansepertikeluarrembesan air dari jam 12.00,
disertaimulessejak jam 21.00. Pasienhamil 38 minggu. ANC rutin di RSPAD
GatotSoebroto.
Padapemeriksaanfisikumumditemukankeadaanumumpasienbaikdengankesadaran
compos mentis. Padapemeriksaan status generalisdalambatas normal.
Padapemeriksaan status obstetrikusditemukanjaninpresentasikepalatunggalhidup,
punggung di kananPemeriksaanpenunjangdidapatkanProteinuria +1. Pemeriksaan lain
yang dilakukanadalah USG, USG dikamarbersalinpada25 Maret 2015 kehamilan 38
minggudenganhasil TBJ 2900 gram, BPD 9.15 cm, HC 30.2 cm, AC 30.5 cm, FL 7.4
cm, ICA(sp) 1 cm, AFI (4 kuadran) 4 cm plasenta di fundus, SDAU 1.75
Diagnosis
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 7
Diagnosis ibu : Preklampsi ringan padaG1P0Hamil 38 minggu,
Diagnosis janin: Janinpresentasikepalatunggalhidup
Prognosis
Ibu
Quo ad vitam : dubiaad bonam
Quo ad functionam : dubiaad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Janin
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Penatalaksanaan
Diagnosis kerja: Preklampsi ringan pada G1P0Hamil 38 minggu,
janinpresentasikepalatunggalhidup,
Rencanaterapi :Monitoring hemodinamik
Cek DPL, UL, OT/PT, ur/Cr, PT/APTT, GDS, AsamUrat
MgSO4 4 gram 40% bolus dalam 10 menit, maintainance 1 gram/jam
N-acetylcysteine 3 x 600 mg PO
Vitamin C 2 x 400 mg IV
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan terjadi pada 5 – 10 % kehamilan, dan menjadi salah satu
trias yang menyebabkan kematian pada ibu, selain pendarahan post partum dan infeksi.
Hipertensi dalam kehamilan ini ada yang disebut preeclampsia syndrome, atau yang berupa
super imposed pada hipertensi kronis, yang paling ditakutkan pada ibu hamil.
Hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan morbiditas/kesakitan pada ibu
(termasuk kejang eklampsiaa, perdarahan otak, edema paru (cairan di dalam paru), gagal
ginjal akut, dan penggumpalan/pengentalan darah di dalam pembuluh darah) serta morbiditas
pada janin (termasuk pertumbuhan janin terhambat di dalam rahim, kematian janin di dalam
rahim, solusio plasenta/plasenta terlepas dari tempat melekatnya di rahim, dan kelahiran
prematur).
Angka Kematian Ibu (AKI) berdasarkan data resmi Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, terus mengalami penurunan. Hingga 118 per 100.000 kelahiran
hidup dan ditargetkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 sebagai
pemenuhan Millennium Development Goals (MDGs)
DEFINISI
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat
dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia,
namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, kecuali edema anasarka
yang bisa ditandai dengan kenaikan berat badan >500 gr/minggu.
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan
tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat membantu ditegakkannya
diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu
4 jam pada keadaan istirahat.
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya
melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter
atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 9
2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus
dianggap sebagai tanda yang serius.
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun
adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh seperti pretibia,
dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat
menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan
berat badan sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama kehamilan.
Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC
(Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai
organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.
Dikatakan sebagai preeklampsia-eklampsia apabila memiliki salah satu atau lebih dari
gejala dan tanda-tanda yang ada dibawah ini :
1. Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai kenaikan tekanan
darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan diastolik 15 mm/Hg atau lebih, atau kenaikan
sistolik 30 mm/Hg atau setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal
dan adanya proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter
atau midstream.
2. Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila disertai kenaikan
tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya proteiunuria 5 gr atau lebih per liter dalam
24 jam atau kuantitatif 3+ atau kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500cc
per jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri di epigastrium, adanya
tanda sianosis, edema paru, trombositopeni, gangguan fungsi hati, serta yang terakhir adalah
pertumbuhan janin terhambat.
3. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul dengan koma.
Terdapat empat jenis penyakit hipertensi, antara lain :1
1. Hipertensi kronik, dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg sebelum hamil
atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu , atau bila terdapat hipertensi didiagnosa
setelah usia gestasi 20 minggu dan persisten 12 minggu setelah melahirkan.
2. Hipertensi gestasional dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg untuk
pertama kalinya ketika hamil, bila tidak terdapat proteinuria, dan tekanan darah kembali
normal kurang dari 12 minggu setelah melahirkan.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 10
3. Preeklampsia-eklampsia dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg setelah
usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang bormal
dan adanya proteinuria (0,3 gr protein dalam specimen urin dalam 24 jam), sedangkan
eklampsia didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan dengan kasus lain pada
wanita dengan preeklampsia.
4. Superimposed Preeclampsia (preeklampsia pada pengidap hipertensi kronis)
dengan gejala yaitu onset baru proteinuria dengan jumlah proteinuria > 300 mg/24 jam pada
ibu hamil dengan hipertensi, tetapi tidak ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.
FAKTOR RESIKO
Nullipara atau hamil pertama menjadi faktor risiko, usia saat hamil > 40 tahun, ras
kulit hitam lebih banyak yang terkena dibandingkan kulit putih, kelainan metabolik seperti
diabetes mellitus pada ibu, obesitas, kehamilan ganda juga menjadi salah satu faktor risiko,
hipertensi kronis sebelum kehamilan, family history atau riwayat kehamilan sebelumnya juga
meningkatkan insidensi terjadinya pre eklampsia.1
ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan
dengan terjadinya preeklampsia adalah :1
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya Preeklampsia.
Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan
adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga
timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada
kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respon
imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 11
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga
menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium,
sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor
genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-
anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak
essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
PATOFISIOLOGI
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyebab preeklamsia belum diketahui.
Sampai sekarang banyak teori yang telah dikemukakan, namun belum ada yang dapat
menjelaskan secara lengkap terjadinya gejala – gajala yang ada pada preeklamsia.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal berikut ini :
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, dan mola
hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 12
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4. Sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan berikutnya.
Hilangnya gejala preEklamsia setelah lahirnya plasenta, menunjukkan kemungkinan
bahwa plasenta memiliki peranan utama pada kondisi ini. Ditambah lagi, wanita yang
mengalami peningkatan jaringan plasenta saat hamil, seperti pada mola hidatidosa dan
kehamilan kembar, menunjukkan peningkatan prevalensi terjadinya preeklamsia. Bahkan,
adanya hipertensi dan proteinuri setelah usia kehamilan 20 minggu harus dicari kemungkinan
adanya kehamilan mola, karena ia meningkatan kemungkinan bertambahnya jaringan
plasenta yang dapat menyebabkan timbulnya gejala preeklamsia. Penyebab lainnya antara
lain penghentian obat atau kelainan kromosom pada janin ( misalnya : trisomi ).
Beberapa teori telah dikemukakan sebagai upaya untuk menerangkan terjadinya
preeklamsia. Sebuah teori menyatakan bahwa gejala pereeklamsia timbul akibat adanya
peningkatan jumlah sirkulasi mediator aktif pada kehamilan. Misalnya, peningkatan kadar
angiotensin II selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya spasme pembuluh darah.
Teori kedua menyatakan bahwa gangguan perkembangan plasenta menyebabkan disfungsi
endotel pembuluh darah plasenta dan insufisiensi uteroplasental. Disfungsi endotel pembuluh
darah menyebabkan peningkatan permeabilitas, hiperkoagulabilitas, vasospasme yang luas.
Teori lainnya menyatakan bahwa peningkatan cardiac output selama kehamilan dapat
menyebabkan terjadinya preeklamsia. Peningkatan tekanan dan aliran darah mengakibatkan
dilatasi kapiler, yang dapat merusak organ – organ, yang berakhir pada terjadinya hipertensi,
proteinuria, dan edema.
Teori lain yang diajukan berdasarkan penelitian epidemiologi, menunjukkan adanya
peranan penting dari faktor genetik dan imunologik. Peningkatan prevalensi juga ditemukan
pada pasien yang menggunakan kontrasepsi, wanita multipara dengan pasangan baru, dan
wanita nullipara menunjukkan peran imunologis. Selain itu, analisa pola genetik mendukung
hipotesa adanya penurunan preeklamsia dari ibu ke janin melalui gen resesif.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa primapaternitas memiliki peran yang lebih
penting daripada primagraviditas.
Patofisiologi terjadinya kejang pada eklamsi tidak diketahui. Namun hal ini diduga
terjadi karena adanya vasospasme serebral, edema , iskemia, dan perpindahan ion antar
kompatemen intraseluler dan ekstraseluler di otak.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 13
Hampir 10 % wanita dengan preeklamsia berat dan 30 – 50% wanita dengan eklamsia
mengalami hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan rendahnya jumlah trombosit. Semua ini
dikenal sebagai HELLP syndrome. Wanita dengan preeklamsia dan HELLP syndrome
menunjukkan nekrosis hepatoselular dan disfungsi hepar. Mereka juga peningkatan angka
kematian, dan sepertiga wanita dengan preeklamsi berkembang menjadi disseminated
intravascular coagulation.
Konsep sekarang mengenai patofisiologi pre-eklampsia adalah kelainan multisistem
yang ditandai dengan vasokonstriksi, perubahan metabolik, disfungsi endotelial, adanya
aktivasi kaskade koagulasi yang bersamaan dengan respon inflamasi. Sebaiknya gambaran
ini dibagi menjadi dua tahap yaitu perubahan perfusi plasenta dan sindrom maternal.
Pre-eklampsia hanya timbul bila ada plasenta, tidak membutuhkan janin, karena dapat
timbul pada kehamilan mola. Gejala dan tanda berkurang dramatis setalah plasenta
dilahirkan. Plasenta dari kehamilan pre-eklampsia memiliki banyak infark dan
memperlihatkan sklerosis arteriol. Biopsi plasenta dari wanita pre-eklampsia memperlihatkan
tidak adekuatnya invasi trofoblas dari desidua maternal, menghasilkan saluran sempit,
pembuluh darah yang konstriksi.
Selama perkembangan normal plasenta, sitotrofoblas menginvasi arteri spiralis. Baik
endotel maupun muskularis tunika media digantikan selama invasi tersebut. Arteri spiralis
diubah menjadi pembuluh darah yang lebih besar dengan resitensi yang rendah. Remodeling
arteri spiralis diduga mulai pada akhir trisemester pertama dan lengkap pada minggu ke 18
sampai 20 minggu. Pada pre-eklampsia, sitotrofoblas kurang menginvasi. Hal ini
menyebabkan berkurangnya perfusi plasenta dan hasilnya insufisiensi plasenta. Penyebab
gagalnya trofoblas menginvasi adalah faktor genetik, imunologi, dan lingkungan.
Diferensiasi trofoblas sepanjang jalur invasif diikuti dengan perubahan ekspresi
sejumlah kelas molekul yang berbeda termasuk sitokin, molekul adhesi, molekul matriks
ekstraseluler, metaloproteinase, dan kelas Ib mayor histokompatibilitas komplek, HLA-G.
Selama diferensiasi normal, trofoblas mengubah ekspresi molekul adhesi dari bentuk
karakteristik sel epitelial (integrin 6/4, v/5 dan E-cadharin) menjadi karakteristik se
endotelial (integrin 1/1, v/3, PECAM dan VE-cadherin), proses tersebut dikenal dengan
nama pseudovaskulogenesis. Baik invitro maupun invivo memperlihatkan trofoblas didapat
yang didapat dari pasien pre-eklampsia gagal membentuk pseudovaskulogenesis. Jalur
molekuler yang mengatur pseudovaskulogenesis melibatkan banyak faktor transkriptase,
growth factors, dan sitokin. Perhatian khusus saat ini pada angiogenesis-releted gene
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 14
productseperti VEGF, angiopoetin, dan ephrin family protein dalam pengaturan
pseudovaskulogenesis dan invasi trofoblas. Trofoblas invasif ditemukan mengekspresikan
VEGF, PIGF, VEGF-C dan reseptornya. Menghambat jalur tersebut akan menurunkan
integrin 1, sebuah marker pseudovaskulogenesis. Namun bukti invivo masih kurang untuk
memperlihatkan hubungan langsung sinyal abnormal dari VEGF terhadap gangguan
pseudovaskulogenesis.
Pada kasus yang berat, juga terjadi penumpukan makrofag dengan nekrosis fibrinoid,
perubahan membaran basal, deposisi trombosit, trombus mural dan proliferasi sel otot polos
yang akan memperkecil diameter. Aliran uretroplasenta berkurang mencapai 50-75%. Aliran
yang turun karena reduksi anatomis ini diperberat oleh vasospasme.
Gambar 1. Plasenta pada pre-eklampsia
Disfungsi endotel sistemik adalah kelainan yang paling penting yang terjadi pada pre-
eklampsia. Hipertensi melalui control endotelial yang terganggu, proteinuria melalui
peningkatan permeabilitas vaskular glomerulus, kagolopati sebagai hasil ekspresi endotel
yang abnormal pro dan antikoagulan, serta disfungsi hati hasil dari iskemia yang disebabkan
oleh endotel injury dan vasokonstriksi. Data dari banyak penelitian mendukung teori bahwa
pada pre-eklampsia, sindrom maternal disebabkan oleh disfungsi endotel generalisata. Selain
itu juga dilaporkan adanya peningkatan sirkulasi fibronektin, faktor VIII antigen dan
trombomodulin yang semuanya adalah marker injury endotel.
Pada wanita dengan pre-eklampsia, dapat terjadi aliran darah ke organ lain selain
plasenta berkurang, perdarahan, dan nekrosis. Hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi,
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 15
mikrotrombus, dan penurunan volume plasma karena hilangnya cairan dari intravaskular.
Vasokonstriksi terjadi karena peningkatan senstivitas terhadap agen pressor. Pre-eklampsia
juga ditandai dengan aktivasi kaskade koagulasi. Ukuran trombosit pada pre-eklampsia lebih
besar, hal ini menandakan peningkatan siklus trombosit. Wanita dengan pre-eklampsia
mengalami kehilangan protein lebih cepat dari intravaskular.
Gambaran utama pre-eklampsia hipertensi terjadi ketika vasodilatasi normal tidak
terjadi. Walaupun curah jantung meningkat 30-50%, penurunan resistensi vaskular perifer
berakibat penurunan tekanan darah. Pada pre-eklampsia terjadi peningkatan resistensi
vaskular perifer dan perubahan sensitivitas vaskular pada hormon endogen. Ekspansi volume
darah normal sekitar 50% pada kehamilan berkurang 15-20% pada pasien pre-eklampsia.
Abnormalitas volume darah termasuk redistribusi cairan ekstrasel. Hematrokit meningkat
seiring beratnya pre-eklampsia. Volume darah dipertahankan dengan tonus vaskular yang
meningkat. Aliran filtrasi glomelular menurun, dan pada biopsi ginjal menunjukkan
endoteliosis kapiler glomerular yang disertai deposit produk degenerasi fibrinogen.
Gambar 2. Patofisiologi Preeklampsia
DIAGNOSIS
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 16
Hipertensi dalam kehamilan didiagnosis dengan tekanan darah ≥ 140 / 90 mmHg,
tanpa riwayat hipertensi sebelum kehamilan dan tanpa proteinuria. Preeklampsia didiagnosis
dengan adanya hipertensi dalam kehamilan dan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam, protein :
kreatinin ≥ 0,3 atau dipstick + 1, sekarang ditambah dengan adakah trombositopenia <
100.000/ µL, kreatinin > 1,1 mg/dL atau double dari nilai normal, kenaikan serum
transaminase, gangguan otak : sakit kepala, gangguan penglihatan, dan kejang, sesak nafas
karena edema paru. Sedangkan eklampsia hanya didiagnosis dengan ibu pre eklampsia yang
didapatkan kejang tanpa penyebab kejang lain, kejang sebelum, saat, dan setelah melahirkan.1
Pre eklampsia dapat dibedakan antara ringan dan berat :1
Abnormalitas Ringan Berat
Diastolik < 110 mmHg ≥ 110 mmHg
Sistolik < 160 mmHg ≥ 160 mmHg
Proteinuria + +
Sakit kepala - +
Gangguan penglihatan - +
Nyeri epigastrium - +
Oliguri - +
Serum kreatinin Normal Meningkat
Trombositopenia (< 100.000 / µL) - +
Enzim hepar Normal Meningkat
Edema paru - +
UJI DIAGNOSTIK
1. Uji diagnostik dasar:
- Pengukuran tekanan darah
- Analisis protein urin dengan dipstick atau dalam urin 24 jam
- Pemeriksaan edema
- Pengukuran tinggi fundus uteri
- Pemeriksaan funduskopik
2. Uji laboratorium dasar:
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 17
- Evaluasi haematologik ( hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit
pada sediaan hapus darah tepi )
- Pemeriksaan fungsi hati ( bilirubin, protein asam, aspartat aminotransferase,
protombin time, dll)
- Pemeriksaan fungsi ginjal ( ureum dan kreatinin )
3. Uji untuk meramalkan hipertensi:
- Roll over test
- Pemberian infus angiotensin II
4. USG
Untuk melihat perkumbangan fetus. Selain itu, pada wanita yang menunjukkan gejala
dan tanda preeklamsia pada usia kehamilan > 20 minggu, sebaiknya dilakukan
pemeriksaaan dengan USG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan
mola.
5. Kardiotokografi
PENATALAKSANAAN
Persalinan tetap merupakan terapi utama untuk pre-eklampsia. Walaupun perlu
dipertimbangan resiko ibu dan janin untuk menentukan waktu persalinan. Jika mungkin
persalinan pervaginam lebih dipilih dibandingkan persalinan cesaer untuk mengurangi stress
fisiologis. Partus spontan dihindari karena tenaga mengedan dapat memicu perdarahan
pembuluh darah otak. Oleh karena itu, kelahiran perlu penggunaan bantuan ekstraktor cunam
atau vakum diperbolehkan apabila memenuhi syarat dan tekanan darah sudah terkontrol. Jika
harus dilakukan persalinan cesaer dipilih anastesi regional, namun jika terdapat koagulopati
anestesi regional merupakan kontraindikasi. Wanita dengan pre-eklampsia dan kehamilan
preterm persalinan dapat ditunda terlebih dahulu dan pasien dirawat jalan dengan
pengawasan ketat ibu dan janin. Pada ibu yang tidak patuh, sulit akses kesehatan, atau
dengan pre-eklampsia berat atau progresif harus dirawat.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 18
Gambar 3. Indikasi Terminasi Pada Pre-Eklampsia
Tatalaksana untuk pre-eklampsia berat berupa:
1. Pertimbangkan rawat inap jika tekanan darah sistolik≥ 160 mmHg, atau tekanan darah
diastolik ≥ 100 mmHg, atau hipertensi dan protinuria≥ +, atau jika terdapat gejala nyeri
perut dengan hipertensi +/- proteinuria.
2. Awasi tekanan darah, edema, gejala, fundus optik, refleks +/- klonus, urinalisis untuk
protein, volume urin, balans cairan.
3. Periksa hemoglobin, hematokrit, trombosit, fungsi hati, asam urat, fungsi koagulasi,
urinalisis untuk protein dan bersihan kreatinin, katekolamin.
4. Prinsip tatalaksana:
a. Obati hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 170 mmHg, atau tekanan darah diastolik
≥ 110 mmHg, atau tekanan arteri rata-rata ≥ 125 mm Hg dengan target tekanan darah
130-140/90-100 mmHg. Perhatikan CTG selama dan setelah pemberian obat dalam
30 menit. Obat yang dapat digunakan berupa hydralazin, labetolol dan nifedipine.
b. Berikan steroid jika gestasi ≤ 34 minggu
c. pertimbangkan pemberian antikonvulsan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang.
Sebagai pengobatan dapat diberikan:
i. Larutan magnesium sulfas 40% sebanyak 6 gram bolus IV dan dilanjutkan 2
gram/jam drip
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 19
ii. Klorpromazin 50 mg IM
iii. Diazepam 20 mg IM
d. Prinsip keseimbangan cairan
i. Cairan harus diberikan berupa kristaloid namun cairan tambahan berupa koloid
dapat diberikan untuk mencegah hipotensi ibu.
ii. Pemberian cairan dipertahankan 85 mL/jam atau produksi urin lebih 30 mL
iii. Diuretik hanya untuk wanita dengan edema pulmonal
e. Persalinan tergantung kondisi ibu dan janin.
Kategori obat: antikonvulsan digunakan agen yang menghambat otot polos.
Nama obat
Magnesium sulfat terapi lini pertama untuk profilaksis
kejang. Mengantagonis saluran kalsium dari otot polos.
Diindikasikan pada pre-eklampsia berat, eklampsia, dan pre-
eklampsia hampir term. Diberikan secara IV/IM untuk
profilaksis kejang pada pre-eklampsia. Gunakan IV untuk
onset aksi yang lebih cepat pada eklampsia.
Dosis 4-6 g IV selama 20 menit with maintenance of 1-2 g/h
KontraindikasiHipersensitivitas, blok jantung, penyakit Addison, kerusakan
miokardium, hepatitis berat
Interaksi
Penggunaan bersama dengan nifedipin dapat menyebabkan
hipotensi dan blok neuromuskular; dapat meningkatkan blok
neuromuskular akibat aminoglikosida dan mempotensiasi
blok neuromuskular oleh tubokurarin, vekuronium, dan
suksinilkolin; dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas
dari depresan SSP, betametason, dan kardiotoksisitas ritodrin.
Kehamilan Aman dalam kehamilan
Kategori obat: antihipertensif agen ini digunakan untuk menurunkan resistensi sistemik
dan membantu menurunkan insufisiensi uteroplasenta.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 20
Nama obat
Hydralazine terapi lini pertama terhadap hipertensi
preeklamptik. Menurunkan resistensi sistemik langsung
melalui vasodilasi arteriol, mengakibatkan takikardia refleks.
Takikardia refleks dan peningkatan curah jantung yang
diakibatkannya membantu membalikkan insufisiensi
uteroplasenta. Efek samping terhadap fetus jarang.
Dosis 5-10 mg IV; ulangi tiap 20 menit sampai maksimum 60 mg
Kontraindikasi Hipersensitivitas, penyakit jantung rheuma katup mitral
Interaksi
Inhibitor MAO dan penyekat beta dapat meningkatkan
toksisitas hydralazine, efek farmakologik hydralazine dapat
diturunkan oleh indomethacin
KehamilanKeamanan untuk penggunaan dalam kehamilan belum
ditetapkan.
Nama obat
Labetalol terapi lini kedua yang menyebabkan vasodilasi
dan menurunkan resistensi vaskular sistemik. Memiliki efek
antagonis alfa-1 dan beta, serta efek agonis beta-2. memiliki
onset yang lebih cepat daripada hydralazine dan hipotensi
lebih jarang. Dosis dan durasi labetalol lebih bervariasi. Efek
samping terhadap fetus jarang.
Dosis50-100 mg IV; ulangi tiap 30 menit sampai maksimum 300
mg
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, syok kardiogenik, edema pulmoner,
bradikardia, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif
tidak terkompensasi, penyakit jalan napas reaktif, bradikardia
berat
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis, karena etiologi preeklamsia dan
faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui.
Tujuan utama dalam pengelolaan ialah :
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 21
1. Mencegah timbulnya eklamsia
2. Melahirkan janin hidup, dengan trauma seminimal mungkin
3. Mencegah perdarahan intrakranial serta kerugian pada organ vital lainnya
4. Mencegah hipertensi yang menetap
Penatalaksanaan aktif :
Kehamilan harus segera diakhiri bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal.
Indikasinya ialah:
- Kehamilan >37 minggu
- Ada tanda eklamsia mengancam
- Kegagalan terapi pada perawatan konserfatif dalam waktu setelah 6 jam
pengobatan medicinal terjadi kenaikan tekanan darah atau setelah 24 jam
pengobatan gejala menetap atau meningkat
- Adanya tanda gawat janin
- Adanya tanda pertumbuhan janin terganggu
- Sindroma HELLP
Pengobatan medicinal:
- Segara masuk Rumah Sakit
- Tirah baring, miring ke satu sisi ( kiri )
- Obat anti kejang ( MgSO4 )
- Obat anti hipertensi ( nifedipine, pindolol, dan alfa metal dopa )
- Diuretikum
- Cairan: Dextrose 5 % yang tiap liternya diselingi RL 500cc ( 2:1 )
Cara pemberian MgSO4
Dosis awal : 4 gram MgSO4 intravena sebagai larutan 40 % selama 5 menit.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 22
Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gram larutan MgSO4 50 %
masing – masing 5 gram di bokong kanan dan kiri secara IM dalam,
ditambah 1 ml lignokain 2 % pada semprit yang sama.
Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4. Jika
kejang berulang setelah 25 menit, berikan MgSO4 2 gram (larutan
40% ) IV selama 5 menit
Dosis pemeliharaan : MgSO4 1-2 g/jam/infus, 15 tetes/menit atau 5 g MgSO4 IM tiap 4 jam.
Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau
kejang berakhir.
Syarat pemberian MgSO4:
- Harus tersedia kalsium glukonas 10 % ( 1 gram dalam 10cc ), bila perlu
dibarikan IV 3 menit ( dalam keadaaan siap pakai )
- Refleks patella + kuat
- Frekuensi pernafasan >16 X/menit
- Produksi urin >100cc dalam 4 jam sebelumnya
MgSO4 dihentikan bila ada tanda intoksikasi dan setelah 8 – 24 jam pasca persalinan, yaitu
berupa:
- Frekuensi pernafasan < 16 X/menit
- Refleks patella (-)
- Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Antihipertensi diberikan bila:
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
- Obat antihipertensi yang diberikan dalam bentuk nifedipine 10 mg sublingual
dibuat bubuk.
Dinilai ulang 30 menit, bila tekanan darah tidak turun maka pemberian nifedipine diulang.
Bila 1 jam tekanan darah tidak turun perlu diberikan pindolol 3 x 5 mg. Diuretikum
(furosemid) tidak diberikan kecuali pada : edema paru, PJK, edema anasarka, dan
postpartum.
Penatalaksanaan obstetrik:
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 23
Belum inpartu:
1. Induksi persalinan
2. SC, dilakukan bila induksi gagal dan ada kontraindikasi.
Pengelolaan konservatif:
Kehamilan dapat dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal:
- Indikasi: kehamilan preterm ( <37 minggu )
- Pengobatan medicinal sama dengan pengelolaan aktif. Bila dalam 3 hari
tekanan darah tidak terkontrol, obat antihipertensi dapat diganti dengan
golongan alfa metil dopa 3 X 250 mg
- Pemberian MgSO4 selama 24 jam
KOMPLIKASI PEB
Gagal Ginjal Akut (Acute Renal Failure)
Merupakan sindrom yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus secara
mendadak dan cepat yang menyebabkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum
dan kreatinin.
Terbagi atas 3 fase :
- Anuria apabila produksi urin < 100 ml/24 jam
- Oligouria apabila produksi urin <400 ml/24jam
- Poliuria apabila produksi urin > 3500ml/24 jam
Penyebab:
- Prerenal akibat hipoperfusi ginjal :
- Hipovolemia: perdarahan, dehidrasi
- Mikroangiopati : trombosis arteri renalis
- Renal : kerusakan parenkim ginjal akibat iskemia, hipoperfusi, thrombosis.
Pemeriksaan penunjang: DPL, Urinalisa, Ureum, Creatinin, CCT, elektrolit, AGD
Tatalaksana :
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 24
1. Cairan: tentukan status hidrasi pasien, ukur cairan yang masuk dan keluar tiap
hari, ukur tekanan vena sentral ( bila terdapat fasilitas)
- Hipovolemia: rehidrasi sesuai kebutuhan
- Normovolemia: ciran seimbang (input=output)
- Hipervolemia: restriksi cairan
- Anuria/oligouria : cairan seimbang (input=output)
Dapat diberikan dextran 40 500cc/24 jam
- Fase Poliuria : 2/3 cairan yang keluar
2. Nutrisi:
- Kebutuhan kalori basal 30 kal/kgBB ideal/hari
- Protein 0,6-0,8 gram/kg BB ideal/hari bila tanpa komplikasi
Bila terdapat komplikasi 1,2-1,5 gram/KgBB ideal/hari
3. Koreksi gangguan asam basa
4. Koreksi gangguan elektrolit
5. Atasi gangguan faktor pembekuan darah (trombosis)
6. Indikasi dialisa:
- anuria
- hiperkalemia (K>6,5 mEq/L)
- asidosis berat (pH<7,1)
- Azotemia (Ur>200mg/dl)
- Ensefalopati uremikum
7. Renjatan:
- Bebaskan jalan nafas
- Oksigenasi adekuat. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif
berat, hiperkapnia dan gagal nafas
- Resusitasi cairan : pemberian cairan kristaloid sesuai kebutuhan, jumlah cairan
yang diberikan mengacu pada respon klinis (peningkatan tekanan darah, HR
menurun, isi nadi cukup, produksi urin, perbaikan kesadaran), perhatikan
adanya tanda kelebihan cairan (JVP meningkat, ronkhi, penurunan saturasi
oksigen). Bila ada fasilitas, evaluasi dengan CVP (target 8-12mmHg)
- Koreksi gangguan metabolik: asidosis, gangguan elektrolit
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 25
- Apabial status hidrasi cukup namun pasien tetap hipotensi dapat diberikan
vasopressor seperti :
Dopamin dosis 8mcg/KgBB/mnt atau efinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/mnt.
Hipoksia serebri berat
- Penurunan kesadaran
- Kortikal blindness: Funduskopi
Konsul mata
Perdarahan otak
- Evaluasi dengan CT-Scan
- DNR
PROGNOSIS
Prognosis neonatus yang lahir dari ibu pre-eklampsia ditentukan dengan masalah yang
berhubungan seperti prematuritas, berat badan lahir rendah.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 26
BAB III
PEMBAHASAN
Ny. R, 30 tahun, G1P0A0 hamil 38 minggu, datang dengan keluhan utama keluar air
ketuban dengan tanda – tanda In Partu. Pada anamnesis didapatkan resiko preeclampsia yaitu
primigravida dan primipaternitas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 170 / 114
mmHg pada kehamilan > 20 minggu, namun tidak ditemukan resiko preeclampsia lainnya
seperti obesitas kehamilan gameli maupun infeksi saluran kencing saat kehamilan, maupun
tanda komplikasi preeclampsia seperti keluhan sakit kepala, nyeri epigastrium, pandangan
kabur, yang menandakan belum adanya gangguan pada otak dan lambung.Pada status
generalis di dapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan USG Doppler arus darah arteri uterine tidak
dilakukan meskipun memiliki sensitivitas 67%, namun pada pemeriksaan urinalisa
menggunakan dip stick ditemukan proteinuria +1 namun laboratorium darah menunjukkan
serum kreatinin dan trombosit dalam batas normal maupun tanpa tanda hemolisis, tetapi
belum di cek untuk enzim hati seperti SGOT, SGPT, serum kreatinin yang penting untuk
mendiagnosis pre eklampsia ringan atau berat. Pada pasien ini dapat didiagnosis pre
eklampsia ringan karena hanya didapatkan tekanan darah 170 / 114 mmHg dengan disertai
proteinuria namun hanya +1 tanpa riwayat hipertensi sebelumnya. Mengacu pada literatur,
pre eklampsia ringan juga membutuhkan terapi profilaksis untuk terjadinya eklampsia
(dengan kejang) dikarenakan lolosnya molekul protein dari membrana bowman yang
memiliki filtration slit yang bertugas menolak molekul bermuatan negatif seperti protein
terutama dan bermolekul besar akan menyebabkan keseimbangan antara tekanan onkotik dan
tekanan hidrostatik berubah karena penurunan tekanan onkotik akibat bocornya albumin akan
menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat akan menyebabkan plasma leakage ke jaringan
otak yang menyebabkan gangguan structural maupun fungsional yang menimbulkan
bangkitan kejang yang idiopatik akibat menurunnya kerja neuro inihibisi terutama
neurotransmitter gamma-amino-butyric-acid (GABA). Oleh karena itu terapi profilaksis
terjadinya eklampsia diberikan dengan MgSO4 4 gram MgSO4 intravena sebagai larutan 40
% selama 5 menit.Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gram larutan MgSO4 50 %
masing – masing 5 gram di bokong kanan dan kiri secara IM dalam, ditambah 1 ml lidokain 2
% pada semprit yang sama.Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4. Jika
kejang berulang setelah 25 menit, berikan MgSO4 2 gram (larutan 40%) IV selama 5 menit.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 27
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et
al.Williams Obstetrics. Ed 24th. New York : McGraw-Hill; 2014. h. 1486-569
2. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
WHO; 2013. 117 – 109.
KEPANITERAAN KLINIK | Case-Based Discussion 28