presus dani
DESCRIPTION
czxTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
I.1 Identitas Pasien
a. Nama/Umur : Tn. D/66th
b. Jenis Kelamin : laki-laki
c. Pekerjaan : Pensiun
d. Agama : Islam
e. Status Pernikahan : Sudah Menikah
f. Suku Bangsa : Jawa
g. Tanggal masuk : 29 Maret 2014
h. Dirawat yang ke : 1
i. Tgl Pemeriksaan : 31 Maret 2014
I.2 Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 31 Maret 2014
pukul 10:00 di Lantai 6 Perawatan Umum RSPAD Gatot Soebroto.
I.2.1. Keluhan Utama
Lemah pada tangan kanan dan kaki kanan secara tiba-tiba
I.2.2. Keluhan Tambahan
Sakit kepala (-), kaku bagian tengkuk (-), pandangan kabur atau berbayang
(-), demam (-), mual (-), muntah (-), sulit menelan (-), telinga berdenging (-),
kejang (-), gemetar (-).
I.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pada tanggal 29 Maret 2014 pasien datang ke IGD dengan keluhan lemah
pada tangan kanan dan kaki kanan secara tiba-tiba. Kelemahan terjadi saat pasien
sedang beristirahat. 6 jam SMRS pasien mengeluhkan nyeri kepala. Pasien pernah
operasi HNP 13 tahun yang lalu. Ada riwayat kecelakaan sebelumnya yang
menyebabkan jari kaki kanannya diamputasi.
Saat kejadian tidak didapatkan adanya kejang, muntah menyemprot, sakit
kepala, dan penurunan kesadaran. Pasien dapat mengingat dengan baik sebelum
dan sesudah kejadian, dapat mengingat dan mengenali semua anggota
keluarganya, serta dapat mengetahui tempat saat ini dimana pasien berada. Pasien
1
belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Dan pasien belum
mengobati keluhannya ini.
Pasien mennyatakan bahwa selama ini tidak pernah mengalami gangguan
dalam berkomunikasi, pasien dapat mengerti dan memahami percakapan serta
dapat menjawab dan merespon dengan baik. Pasien tidak pernah mengalami
kesulitan dalam berhitung. Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan
seperti lemah atau baal pada tangan kanan dan kaki kanannya selama ini. Dan
tidak pernah mengalami kesulitan dalam berjalan dan bergerak, tidak pernah
mengalami gemetar yang terjadi terus menerus.
I.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sebelumnya, Riwayat sakit
jantung disangkal, riwayat DM disangkal, riwayat kolesterol disangkal, riwayat
sakit kepala sebelumnya disangkal.
I.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama dengan
pasien.
I.2.6. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi minum beralkohol, pasien
jarang melakukan olah raga.
I.3 Status Internus
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Keadaan gizi : cukup
Tanda vital :
TD : 160/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 37oC
Limfonodi : tidak teraba pembesaran
Thoraks : Hemitoraks kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis
Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : SN dasar vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)
Hepar : tidak teraba membesar
2
Lien : tidak teraba membesar
Ektremitas : lihat status neurologis
I.4 Status Psikiatris
Tingkah laku : baik, wajar
Perasaan hati : euthym
Orientasi : baik
Jalan fikiran : koheren
Daya ingat : baik
I.5 Status Neurologis
Kesadaran : E4M6V5 compos mentis
Sikap tubuh : berbaring
Cara berjalan : belum dapat dinilai
Gerakan abnormal : tidak ada, tremor (-), khorea (-), atetose (-),
distonia (-)
Kepala
Bentuk : normocephal
Simetris : simetris, massa (-)
Pulsasi : regular, kuat angkat
Nyeri tekan : (-)
Leher
Sikap : normal
Gerakan : tidak terbatas
Vertebra : normal
Nyeri tekan : (-)
Tanda rangsang meningeal
Kanan Kiri
Kaku kuduk : (-) (-)
Kernig test : >135o >135o
Laseque test : >70o >70o
Brudzinsky I : (-) (-)
3
Brudzinsky II : (-) (-)
Nervi cranialis
Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Daya penghidu : normosomnia normosomnia
N II (Optikus)
Ketajaman penglihatan : baik baik
Pengenalan warna : baik baik
Lapang pandang : sama dengan pemeriksa
Fundus : normal normal
N III ( Okulomotorius ) / NIV ( Trochlearis ) / N VI ( Abdusen )
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Exoptalmus : (-) (-)
Enoptalmus : (-) (-)
Gerakan bola mata
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas medial : (+) (+)
Bawah medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Pupil
Ukuran : 2 mm 2 mm
Bentuk : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor
Posisi : Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung : (+) (+)
4
Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)
Refleks akomodasi : (+) (+)
N V (Trigeminus)
Motoris
Mengigit : kekuatan baik kekuatan baik
Membuka mulut : simetris
Sensoris
Sensibilitas atas : (+) (+)
Sensibilitas tengah : (+) (+)
Sensibilitas bawah : (+) (+)
N VII (Fascialis)
Aktif
Mengerutkan dahi : simetris
Mengerutkan alis : (+) (+) kekuatan baik
Menutup mata : (+) (+) kekuatan baik
Meringis : Simetris
Mengembungkan pipi : Simetris
Daya pengecapan 2/3 depan : tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : (-)
Lidah kering : (-)
N VIII (Akustik)
Mendengar suara gesekan jari tangan : (+) (+)
Mendengar detik arloji : (+) (+)
Test Weber : tidak dilakukan
Test Rinne : tidak dilakukan
Test Schwabach : tidak dilakukan
5
N IX (Glosofaringeus)
Arkus faring : simetris
Posisi uvula : ditengah
Daya pengecapan 1/3 belakang : tidak dilakukan
Reflek muntah : tidak dilakukan
N X ( vagus )
Denyut nadi : teraba reguler teraba reguler
Arkus faring : simetris kanan dan kiri
Bersuara : normal, disfonia (-)
Menelan : tidak terdapat gangguan, disfagia (-)
N XI ( Asesorius )
Memalingkan kepala : (+) / (+)
Sikap bahu : simetris
Mengangkat bahu : simetris
N XII ( Hipoglosus )
Menjulurkan lidah : tidak ada deviasi
Kekuatan lidah : tidak ada kelemahan
Atrofi lidah : tidak ada
Artikulasi : disarthria (-)
Sistem motorik
Gerakan : bebas terbatas
bebas terbatas
Kekuatan : 3333 5555
3333 5555
Tonus : Normotonus Normotonus
Trofi : Eutrofi Eutrofi
6
Reflek fisiologis
Reflek tendon
Biseps : (+) (+)
Triseps : (+) (+)
Patella : (+) (+)
Achilles : (+) (+)
Reflek permukaan
Dinding perut : (+)
Sfingter ani : tidak dilakukan
Reflek patologis
Reflek Hoffman Trommer : (-) (-)
Reflek Babinski : (-) (-)
Reflek Chaddock : (-) (-)
Reflek Oppenheim : (-) (-)
Reflek Gordon : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
Sistim sensibilitas
Eksteroseptif
Nyeri : (+) (+)
Suhu : tidak dilakukan
Propioseptif
Vibrasi : (+) (+)
Posisi : (+) (+)
Tekan dalam : (+) (+)
7
Koordinasi dan keseimbangan
Test Romberg : tidak dapat dinilai
Test Tandem : tidak dapat dinilai
Test Fukuda : tidak dapat dinilai
Disdiadokinesis : tidak dapat dinilai
Tes telunjuk hidung : (+) tidak dapat dinilai
Tes telunjuk telunjuk : tidak dapat dinilai
Tes tumit lutut : tidak dapat dinilai
Fungsi otonom
Miksi (tidak terpasang kateter)
Inkontinensi : (-)
Retensi : (-)
Anuria : (-)
Defekasi
Inkontinensi : (-)
Retensi : (-)
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik, memori baru dan lama baik
Fungsi emosi : baik, depresi (-), halusinasi (-)
Fungsi kognisi : baik
8
I.6 Pemeriksaan Penunjang
I.6.1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan laboratorium darah rutin tanggal 31 Maret 2014
Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 15,8 12-16 g/dL
Hematokrit 46 37-47%
Eritrosit 5,7 4,3 - 6,0 juta/μL
Leukosit 9800 4800 - 10800 /μL
Trombosit 284000 150000 - 400000 / μL
MCV 81 80 - 96 fl
MCH 28 27-32 pg
MCHC 34 32-36 pg
Kimia
Jenis Pemeriksaan Nilai rujukan
Ureum 45 20-50 mg/dL
Kreatinin 1,6* 0.5-1.5mg/dl
Glukosa Darah Sewaktu 193* <140 mg/dL
Natrium 136 135-147 mmol/L
Kalium 3,8 3,5-5,0 mmol/L
Klorida 99 95-105 mmol/L
Kimia Klinik
Pemeriksaan Nilai rujukan
SGOT (AST) 18 <35 U/L
SGPT (ALT) 10 <40 U/L
Kolesterol total 216* < 200 mg/dL
Trigliserida 82 < 160 mg/dL
Kolesterol HDL 29 > 35 mg/dL
Kolesterol LDL 171* < 100 mg/dL
Asam Urat 4,9 3,5-7,4 mg/dL
9
I.6.2. Pemeriksaan CT-scan Kepala
Dilakukan pemeriksaan CT kepala tanpa pemberian kontras pada tanggal
31 Maret 2014, dibuat potongan axial dengan hasil sebagai berikut :
Tampak lesi hipodens multipel berdensitas liquor di periventrikel lateralis
kanan-kiri dan lobus oksipital kanan dan kiri..
Sulci cerebri dan cerebelli melebar dengan gyri prominen.
Pons, mesenchepalon dan hemisphere cerebelli kanan dan kiri tak tampak
kelainan.
Tak tampak kelainan pada cerebello-pontine angle kanan dan kiri.
Ventrikel lateralis kanan dan kiri ventrikel III dan ventrikel IV dalam batas
normal.
Tak tampak distorsi midline.
Septum nasi ditengah.
Tampak perselubungan di sinus maksilari kanan.
Sinus-sinus paranasal lainnya dan kedua air cell mastoid cerah.
Bulbus oculi dan struktur retrobulbar tak tampak kelainan.
Kesan :
Infark multipel di periventrikel lateralis kanan dan kiri serta lobus oksipital
kanan dan kiri.
Brain atropi
Sinusitis maksilaris kanan
10
I.7 Resume
Anamnesa
Pasien laki-laki Tn. D usia 66 tahun, datang ke IGD RSPAD Gatot
Soebroto pada tanggal 31 Maret 2014 dengan keluhan tangan kanan dan kaki
kanan tiba-tiba menjadi lemah. Keluhan timbul mendadak saat pasien tidak
sedang istirahat. Sakit kepala (+), penurunan kesadaran (-), kaku pada tengkuk (-),
kejang (-), mual (-), muntah(-), demam (-), kesulitan menelan (-), riwayat trauma
40 tahun yang lalu disertai penurunan kesadaran. BAB dan BAK dalam batas
normal. Keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Pasien mempunyai
riwayat hipertensi.
PEMERIKSAAN
Status internus
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Gizi : Baik
Kesadaran : Compos Mentis E4 M6 V5
Tanda vital
TD : 160/100 mmHg
Nadi kanan : 80 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 37oC
Status Psikiatrik : wajar
Status neurologis
Nervus cranialis : tidak ada kelainan
Sistem motorik
Gerakan : Bebas bebas
Bebas bebas
Kekuatan : 3333 5555
3333 5555
11
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Rutin dan Darah Lengkap :
Tidak ada kelainan
CT-SCAN tanpa kontras
Kesan :
Infark multipel di periventrikel lateralis kanan dan kiri serta lobus oksipital
kanan dan kiri.
Brain atropi
Sinusitis maksilaris kanan
Penilaian Skor Stroke
Algoritma Gajah Mada
Penurunan kesadaran (-)
Nyeri Kepala (+)
Refleks Barbinsky (-)
Kesan : stroke infark atau stroke iskemik akut
Algoritma Siriraj
Kesadaran (0x2.5), Muntah (0x2), nyeri kepala (1x2), Tekanan darah (100x10%),
ateroma 0x-3) -12 = 0
Kesan : stroke non hemoragik
I.8. Diagnosis
Diagnosis klinis : Hemiparese dextra
Diagnosis topis : Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosis etiologis : Stoke Non Hemoragik
Diagnosis banding : Stroke Hemoragik
12
I.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum (5B)
- Breathing : Perhatikan kelancaran jalan nafas (airway), intubasi jika
GCS <8, alih baring miring kiri-kanan setiap 2 jam
- Blood : tekanan darah diturunkan jika pada stroke non hemoragik
>220/120mmHg, perhatikan Hb, albumin, kalium, natrium dan gula
darah, turunkan gula darah jika >200 mg/dL
- Brain : Hindari peningkatan TIK dengan manitol atau suhu tubuh
meningkat
- Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terpasang kateter dan
perhatikan keseimbangan cairan input dan output, perhatikan
kemungkinan adanya retensi urin atau inkontinensia urin
- Bowel : Perhatikan kebutuhan cairan, kalori, dan hindari obstipasi
Medikamentosa :
IVFD RL 1000ml/24 jam
Amlodipin 1x5mg
Clopidogrel 1x75mg
Citikolin 2x1gr
Non medikamentosa :
Konsul spesialis Rehab Medik untuk Fisiotherapi
Konsul ke gizi untuk nutrisi pasien
I.11 Pemeriksaan Anjuran
- Laboratorium darah ulang
- CT SCAN Kepala Ulang hari rawat ke 10-14
I.12 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad cosmeticum : dubia ad bonam
13
BAB II
ANALISA KASUS
Pada pasien ini didiagnosa Stroke non Haemoragik dan Hemiparese
dextra. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang.
II.1. S (Subjective)
Pasien perempuan Tn. D usia 66 tahun, datang ke IGD RSPAD
Gatot Soebroto pada tanggal 29 Maret 2014 dengan keluhan tangan kanan dan
kaki kanan tiba-tiba menjadi lemah. Keluhan timbul mendadak saat pasien tidak
sedang beraktifitas. Sakit kepala (+), penurunan kesadaran (-), kaku pada tengkuk
(-), kejang (-), mual (-), muntah(-), demam (-), kesulitan menelan (-), riwayat
trauma 40 tahun yang lalu disertai penurunan kesadaran. BAB dan BAK dalam
batas normal. Keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Pasien
mempunyai riwayat Hipertensi.
Keluhan ini menandakan adanya defisit neurologis motorik pada anggota
gerak. Keluhan pasien merupakan salah satu manifestasi klinis dari stroke.
Stroke adaah defisit neurologis fokal (parese, sulit bicara) atau global
(gangguan kesadaran) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih
dari 24 jam yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak akibat
berkurang suplai darah atau pecahnya pembuluh darah otak.
Berdasarkan etiologinya stroke dibagi menjadi dua yaitu, stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik dapat terjadi
akibat trombosis atau emboli. Sedangkan stroke hemoragik dapat berupa
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Berdasarkan
anamnesa keluhan pertama kali muncul saat pasien sedang beristirahat
yang disertai sakit kepala, tidak ada kejang, tidak ada penurunan kesadaran
tetapi pasien mempunyai riwayat hipertensi. Setelah dicocokkan dengan
Algoritma gajah mada dimana tidak didapatkan tanda- tanda penurunan
kesadaran, nyeri kepala dan refleks babinsky, maka merupakan stroke non
hemoragik atau stroke infark, pada kasus ini tidak ditemukan tanda-tanda
14
tersebut sehingga dapat diambil interpretasi stroke non hemoragik.
Kemudian dengan menggunakan Algoritma Gadjah Mada dan Algoritma
Siriraj didapatkan interpretasi interpretasi Stroke non Hemoragik.
Dengan adanya riwayat hipertensi dapat mengetahui bahwa pasien
memiliki faktor risiko terkena stroke.
II.2. O (Objective)
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran compos mentis, tekanan darah 160/100 mmHg dengan nadi 80x/menit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan status internus dalam batas normal.
Namun tekanan darah pada waktu masuk rumah sakit didapatkan 160/100
mmHg, menandakan adanya hipertensi pada pasien.
Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melihat apakah adanya gangguan
pada pusat pengatur kesadaran dan tanda-tanda dari peningkatan tekanan
intrakranial pada pasien.
Pada pemeriksaan motorik didapatkan gerakan terbatas serta kekuatan motorik
berskala 3 pada ekstremitas superior serta 3 pada inferior dextra. Pada
pemeriksaaan motorik terlihat bahwa pada ekstremitas superior dan inferior dextra
terdapat kelemahan (penurunan kekuatan motorik hemiparese dextra ).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
CT-scan didapatkan kesan infark multipel di periventrikel lateralis kanan dan kiri
serta lobus oksipital kanan dan kiri.
II.3. A (Assessment)
Stroke non Hemoragik
II.4. P (Planning)
- IVFD RL 1000ml/24 jam
- Ringer Laktat merupakan salah satu cairan kristaloid yang
bersifat isotonic yaitu cairan yang osmolaritas (tingkat
kepekatan) cairannya mendekati serum tubuh. Komposisi RL
terdiri dari Na+ (130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca2+ (3 mEq/L),
dan laktat (28 mEq/L). osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L.
Sediaannya adalah 500 ml dan 1000 ml.
15
- Citicolin 1000mg/12 jam
- Citicolin adalah psychostimulan yang meningkatkan zat kimia
otak (phosphatidylcholine) yang berfungsi untuk mengurangi
kerusakan jaringan otak ketika cedera.
- Clopidogrel 75mg/24 jam
- Clopidogrel adalah antikoagulan yang bekerja dengan cara
menginhibisi adenosine difosfat
- Amlodipin 1x5mg
- Amlodipin adalah antihipertensi golongan Ca channel bloker
yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi.
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Pendahuluan
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak. Stroke atau serangan otak (brain attack) dapat
ditandai dengan adanya defisit neurologis mendadak susunan saraf pusat di mana
berlakunya peristiwa iskemik atau hemoragik. Sesuai dengan hal tersebut, stroke
di bedakan menjadi dua macam yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Pada stroke non hemoragik suplai darah ke bagian otak terganggu akibat
aterosklerosis atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sedangkan
pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah
normal dan menyebabkan darah merembes pada area otak dan menimbulkan
kerusakan. Pada stroke non hemoragik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa
terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam
darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering
tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan
dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo,
pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak yang mana yang
terkena.
Dulu memang penyakit ini di derita oleh orang tua terutama yang berusia
60 tahun ke atas, karena usia juga merupakan salah satu faktor terkena stroke.
Akan tetapi, pada masa kini stroke dapat juga menyerang golongan usia di bawah
40 tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada
orang muda perkotaan modern.
Sekitar 28,5% penderita stroke di Indonesia meninggal dunia. Penelitian
menunjukkan, stroke menyerang pria 30% lebih tinggi ketimbang wanita dan
setiap tahun di Amerika Serikat ada sekitar 15 ribu pria di bawah usia 45 tahun
yang terkena stroke.
17
Pada stroke non hemoragik ini, memungkinkan sekali adanya masalah
kesehatan seperti gangguan perfusi jaringan serebral, kerusakan mobilitas fisik,
perubahan persepsi sensori, kurang perawatan diri dan gangguan pemenuhan
nutrisi
III.2 Definisi
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi
sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau
menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian. Manakala definisi stroke menurut World Health Organization (WHO)
pula adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskular.1,2
Mekanisme vaskular yang menyebabkan stroke dapat diklasifikasikan
sebagai infark (emboli atau trombosis) dan stroke hemoragik. Stroke hemoragik
terjadi bila ada pembuluh darah otak yang pecah sehingga menyebabkan
keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar
otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan
serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial
pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang
otak.1,2
Stroke nonhemoragik pula terjadi akibat iskemia jaringan otak yang timbul
akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan
otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala
dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya.
Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak
aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi
penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh
darah otak yang terkena.2
18
III.3 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.3
1) Emboli. Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis
akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Emboli
dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.3
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:3
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis.
Fibralisi atrium.
Infarksio kordis akut.
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis.
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik.
19
Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli
septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti
penyakit “caisson”).
2) Trombosis. Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).3
3) Iskemia. Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.3
III.4 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,
setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 1000
populasi. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Menurut taksiran Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke
pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan
darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.1,3
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit
utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung
20
dan kanker. Di Amerika, setiap tahun terdapat laporan 700 000 kasus stroke.
Sebanyak 500 000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200 000 kasus
lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh
dan kehilangan pekerjaan.3
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan.3
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar
kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur,
resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak mengenal jenis
kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki daripada perempuan.
Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna berpeluang terkena stroke
lebih besar daripada orang berkulit putih.3
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang
dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor
resiko stroke non hemoragik, yakni:1,3
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade).
2. Hipertensi.
3. Merokok.
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri).
5. Hiperkolesterolemia.
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler.
7. Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan
viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan
resiko tinggi megalami stroke non hemoragik.
Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable).
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi,
penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol,
hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor
21
risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan
faktor genetik.2
Menurut The seventh report of the joint national commite on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2. Selain itu, diabetes
mellitus juga merupakan faktor yang signifikan dan terjadi pada 10% pasien
stroke. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya atherosklerosis intrakranial.2
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 2
Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) Diastolik
(mmHg)
Normal
Prahipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2
<120
120-139
140-159
> 160
Dan
Atau
Atau
Atau
<80
80-89
90-99
> 100
Tabel 2. Klasifikasi TD Bagi Penderita Hipertensi Menurut American Heart Association 4
Derajat TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Optimal
Normal
1
2
3
<120
120-134
135-149
150-180
>180
<80
80-95
86-95
96-110
>110
III.5. Klasifikasi Stroke
Stroke diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:2
22
1. Berdasarkan kelainan patologis.
a) Stroke hemoragik:
- Perdarahan intra serebral
- Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b) Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan).
- Stroke akibat trombosis serebri
- Emboli serebri
- Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya.2,3
a) Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini gejala neurologik
yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang
dalam waktu 24 jam. Fungsi sistem saraf pusat fokal hilang secara
cepat dan berlangsung kurang dari 24 jam, dan diduga diakibatkan
oleh mekanisme vaskular emboli, trombosis, atau hemodinamik.
b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND). Gejala neurologik
yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu. Pasien akan mengalami pemulihan
sempurna.
c) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke. Gejala neurologik
makin lama makin berat.
d) Completed stroke. Gejala klinis sudah menetap.
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler.2
a) Sistem karotis
- Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
- Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
- Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis
fugaks
- Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b) Sistem vertebrobasiler
- Motorik : hemiparese alternans, disartria
- Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
- Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
23
III.6. Anamnesis
a) Keluhan utama
Pasien stroke umumnya datang dengan keluhan lemas tangan, kaki atau
separuh badan (mengalami defisti neurologis akut fokal maupun global). Atau
mereka bisa datang dengan keadaan penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Yang perlu ditanyakan adalah sudah sejak kapan lemas dirasakan, apakah
saat bangun tidur kaki/tangannya terasa berat terus beberapa jam kemudian tidak
bisa digerakkan? Atau apakah kaki/tangannya tiba-tiba tidak bisa digerakkan.
Kemudian ditanyakan adakah pasien sempat mengalami penurunan
kesadaran? Adakah pasien pernah mengeluh sakit kepala hebat? Setelah itu pasien
muntah proyektil (muntah tiba-tiba)? Apakah ada gangguan penglihatan.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala
dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese,
atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia,
disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun
gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:5
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.5
c) Riwayat penyakit dahulu
24
Tanyakan apakah pasien pernah sakit seperti ini sebelumnya? Apakah
punya riwayat darah tinggi, gula darah, masalah kegemukan, perokok hebat, kadar
kolesterol tinggi dalam darah atau lain-lain.
d) Riwayat keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang sakit seperti ini? Apakah ada
anggota kelurga yang punya darah tinggi, gula darah, masalah kegemukan,
perokok hebat, kadar kolesterol tinggi dalam darah atau lain-lain.
III.7. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk
mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi meningen. Pemeriksaan terhadap faktor
kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler
(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler
perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan
kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.5
ii. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi.
Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan
tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus
dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s
palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.5,6
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:
25
Arteri yang tersumbat Gejala-gejala neurologis yang bisa timbul
i. Arteri serebri media
(MCA)
Gejala-gejalanya antara lain hemiparese
kontralateral, hipestesi kontralateral,
hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan
disfagia. Karena MCA memperdarahi motorik
ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas
dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai
bawah.5,7
ii. Arteri serebri anterior Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga
menyebabkan gangguan bicara, timbulnya
refleks primitive (grasping dan sucking reflex),
penurunan tingkat kesadaran, kelemahan
kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari
pada tungkai atas), defisit sensorik kontralateral,
demensia, dan inkontinensia urin.5,7
iii. Arteri serebri posterior Menimbulkan gejala seperti hemianopsia
homonymous kontralateral, kebutaan kortikal,
agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran,
hemiparese kontralateral, gangguan memori.5,7
iv. Arteri vertebrobasiler
(sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan
deficit nervus kranialis, serebellar, batang otak
yang luas. Gejala yang timbul antara lain vertigo,
nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan
refleks tendon, tanda Babynski bilateral, tanda
serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada
wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah
temuan klinis yang saling berseberangan (defisit
nervus kranialis ipsilateral dan defisit motorik
kontralateral).5,7
v. Arteri karotis interna
(sirkulasi anterior)
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi
yang paling sering adalah bifurkasio arteri
karotis komunis menjadi arteri karotis interna
26
dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri
karotis interna adalah arteri oftalmika
(manifestasinya adalah buta satu mata yang
episodik biasa disebut amaurosis fugaks),
komunikans posterior, karoidea anterior, serebri
anterior dan media sehingga gejala pada oklusi
arteri serebri anterior dan media pun dapat
timbul.5,7
vi. Lakunar stroke Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada
arteri perforans kecil di daerah subkortikal
profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20
mm. Gejala yang timbul adalah hemiparese
motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke
jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes
dan hipertensi.5
III.8. Pemeriksaan Penunjang
a) Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik
dan antikoagulan.
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan
antara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.8
27
b) Gambaran Radiologi
Jenis pemeriksaan Keterangan
i. CT scan kepala
non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari
stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya
mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).5
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan
ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi
MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.5
ii. CT perfusion Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.5
iii. CT angiografi
(CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.5
iv. MR angiografi
(MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang.5
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR
T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti
Diffusion-Weighted Imaging (DWI) dan Perfussion-Weighted Imaging (PWI)
untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik
28
akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI.
Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat
mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan
CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu
ke waktu serta dibandingkan.5
v. USG, ECG,
EKG,
Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.
USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial,
dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan
pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami
emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi
diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna
untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.5
III.9 Gejala Klinis
Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena. Hal ini
dapat dijelaskan seperti berikut:1
1) Infark total sirkulasi anterior (karotis):
Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal).
Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus).
Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya
fungsi visuospasial (hemisfer nondominan).
2) Infark parsial sirkulasi anterior:
Hemiplegia dan hemianopia, atau hanya defisit kortikal saja.
3) Infark lakunar:
Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda
menyebabkan sindrom yang karakteristik, misalnya stroke motorik
murni atau stroke sensorik murni, atau hemiparesis ataksik. Infark
lakunar multipel dapat menyebabkan defisit neurologis multipel
termasuk gangguan kognitif (demensia multi-infark) dan gangguan
29
pola berjalan yang karakteristik seperti langkah-langkah kecil
(marchea petits pas) dan kesulitan untuk mulai berjalan yaitu
apraxia pola berjalan (gait aproxia).
4) Infark sirkulasi posterior (vertebra-basilar):
Tanda-tanda lesi batang otak (misalnya vertigo, diplopia,
perubahan kesadaran).
Hemianopia homonim.
5) Infark medulla spinalis.1
III.10. Patofisiologi
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena hilangnya suplai
darah ke salah satu bagian otak dan mengakibatkan terjadinya ischemic cascade.
Ischemic cascade adalah suatu rangkaian reaksi biokimia yang terjadi setelah sel
atau jaringan aerob mengalami iskemi. Iskemi sangat berbahaya bagi sel dan
jaringan, terutama sel saraf yang tidak memiliki cadangan energi yang banyak.
Jaringan otak akan berhenti berfungsi jika tidak mendapat oksigen lebih dari 60-
90 detik. Ketika pembuluh darah serebral terhambat, otak akan kekurangan energi,
sehingga harus melakukan respirasi anaerob di tempat terjadinya iskemi. Proses
ini menghasilkan sedikit energi dan asam laktat yang dapat mengiritasi sel.
Keseimbangan asam basa yang ada di otak akan terganggu dengan adanya asam
laktat. Area iskemi ini disebut "ischemic penumbra".10
ATP tidak dapat diproduksi pada sel otak yang kekurangan oksigen dan
glukosa sehingga sel tidak melaksanakan proses yang seharusnya dilakukan
seperti contohnya pompa ion yang penting untuk kehidupan sel. Hal tersebut
menyebabkan ketidakseimbangan jumlah neurotransmiter glutamat dan kalsium
yang merupakan salah satu penyebab kerusakan sistem saraf. Konsentrasi
glutamat di luar sel saraf seharusnya terjaga dalam jumlah yang kecil yang
dipengaruhi oleh pompa ion. Pompa ion yang tidak dapat bekerja mengakibatkan
reuptake glutamat tidak berjalan dengan lancar. Glutamat bekerja pada reseptor
(terutama NMDA reseptor) di sel saraf untuk menghasilkan influks kalsium ke
dalam sel. Kalsium di dalam sel dapat mengaktifasi enzim yang bisa
menghancurkan protein, lipid, dan materi nuklear sel. Influks kalsium juga akan
30
mengganggu mitokondria sehingga sel semakin kehilangan energi dan memicu
kematian sel melalui apoptosis. Iskemi juga menginduksi produksi radikal bebas
oksigen dan zat reaktif lain. Zat-zat tersebut dapat bereaksi dan merusak berbagai
sel dan jaringan, termasuk jaringan endotelium pembuluh darah.10
Proses tersebut sama pada berbagai iskemi jaringan. Namun, jaringan otak
sangat rentan terhadap proses tersebut karena sel otak tidak memiliki cadangan
nutrisi yang banyak dan sangat tergantung pada respirasi aerob. Selain
mengakibatkan kerusakan sel otak, iskemi dan infark dapat merusak struktur dari
jaringan otak, sawar darah otak, dan pembuluh darah melalui pelepasan matrix
metalloprotease yang merupakan enzim yang tergantung pada zink dan kalsium
yang dapat menghancurkan kolagen, asam hialuronat, dan berbagai elemen dari
jaringan konektif. Adanya zat-zat yang bisa menghancurkan jaringan sangat
berbahaya bagi sawar darah otak. Sawar darah otak yang rusak bisa mengalami
kebocoran sehingga molekul ukuran besar seperti albumin dapat masuk ke dalam
otak. Albumin dapat menarik air ke jaringan otak dari pembuluh darah melalui
osmosis yang disebut juga vasogenic edema. Edema ini akan menyebabkan
kerusakan otak lebih lanjut melalui tekanan pada jaringan otak. Zat lain yang
muncul saat terjadi iskemi adalah radikal bebas yang juga berbahaya bagi sel.
Sistem imun juga akan teraktifasi oleh infark serebral dan dapat memperparah
cedera yang disebabkan infark.10
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area
SSP yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral
yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang
tetap viable untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah
baik kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:1
i. Edema sitotoksik – akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang
rusak.
ii. Edema vasogenik – akumulasi cairan ekstraselular akibat
perombakan sawar darah otak.
Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa
hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi
struktur-struktur di sekitarnya.1
31
Trombosis arteri (atau vena) pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau
lebih dari trias Virchow:1
i. Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit
degeneratif, dapat juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma (diseksi).
ii. Abnormalitas darah, misalnya polisitemia.
iii. Gangguan aliran darah.
Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degeneratif arteri
SSP, atau dapat juga berasal dari jantung. Misalnya pada penyakit katup jantung,
fibrilasi atrium, dan infark miokard yang baru terjadi.1
Penyebab tersering stroke adalah penyakit degeneratif arterial, baik
arterosklerosis pada pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun
penyakit pembuluh darah kecil (lipohialinosis). Kemungkinan berkembangnya
penyakit degeneratif arteri yang signifikan meningkat pada beberapa faktor risiko
vaskular seperti umur, riwayat penyakit vaskular dalam keluarga, hipertensi,
diabetes mellitus, tabiat merokok, dan hiperkolesterolemia.1
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah. Terjadi oklusi mendadak pembuluh darah karena
terjadinya trombus atau peredaran darah ateri. Selain itu, berlaku pembentukan
trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli. Arterosklerosis juga
menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek. Transformasi infark menjadi suatu perdarahan dapat
berlaku dalam waktu 2-14 hari post serangan stroke biasanya dalam minggu
pertama. Perubahan ini sering terjadi pada stroke kardioembolik dan cenderung
melibatkan area infark yang cukup luas.2,10.
III. 11 Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah
pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya
32
intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan
dari pemberian terapi trombolitik.3
Penatalaksanaan Umum
i. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah
efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya
herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat
pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien
harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan
analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya
obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.3
ii. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena
dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi
mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung.
Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.3
iii. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.
Pasien dengan normoglikemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang
mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan
gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target
gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap
gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk
mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
iv. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam posisi supinasi. Sayangnya, berbaring
33
terlentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal
hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien
stroke diposisikan terlentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45
derajat.
v. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada mean arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak.
Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat
berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti
hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (TD
sistolik lebih dari 220 mmHg dan TD diastolik lebih dari 120 mmHg) atau
pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.3
Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik,
tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik
kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka
tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke
serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara
120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetalol (10-20 mg IV
selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi). Dosis dapat ditingkatkan
atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg.
Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan
menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal
15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5
mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah
nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih
185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
34
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetalol (10-20 mg IV
selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat
digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis
maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6
jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi
adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk
mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan.3
a) TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetalol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang
selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan
lewat infus hingga 2-8 mg/menit.
b) TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetalol dengan dosis di atas atau nicardipine infus 5
mg/jam hingga dosis maksimal 15 mg/jam. Penggunaan nifedipin
sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat menyebabkan
hipotensi ekstrim.
vi. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor.
vii. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik
dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi
tekanan intrakranial dengan cepat.
35
viii. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan.3
Penatalaksanaan Khusus
1. Terapi dengan trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-
PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA
pada tahun 1996.3
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke
Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal
100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah
onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara
keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan.
Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan
dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah
onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan
pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%.
Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropah.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala
36
besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi
pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara
objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study
Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam
waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan.3
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakunar atau infark masif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.3
a) Warfarin: Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan
protein plasma. Waktu paruh plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati,
ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48
jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
b) Heparin: Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.
Normal terdapat pada sel mast. Cepat bereaksi dengan protein plasma
yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir
di hati, ekskresi lewat urin. Waktu paruh plasma: 50-150 menit.
Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter
garam fisiologis atau glukosa. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood
Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapeutik heparin:
memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
37
alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan
antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu
diberi protamine sulphate dengan IV lambat untuk menetralisir. Dalam
setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit).
3. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan agregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat agregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma.
Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.
Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16 mg/kg/hari, maksimum 1200
mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.3
4. Antiplatelet (antiagregasi trombosit)
a) Aspirin: Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat
pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari sampai 1000 mg/hari. Obat
ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum.
Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolisis ke asam
salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80
persen. Waktu paruh (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urin,
tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang
lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
38
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga dapat
terjadi sindrom Reye.3
b) Tiklopidin dan clopidogrel
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke
dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13
persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan
penggunaan tiklopidin.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi
jarang, adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia
aplastik.3
5. Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi
sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade
iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah
penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada
binatang percobaan maupun pada manusia.
6. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark
serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.3
Endarterektomi karotis
39
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis
interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami
stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis
arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka kombinasi
endarterektomi karotis dan aspirin lebih baik daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat
digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi
karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur endarterektomi
berkisar 1-5 persen.
Angioplasti dan sten intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan
vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga
patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.3
III. 12 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.1,8
a) Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi
meskipun agak jarang (10-20%)
b) Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan.
Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat
40
dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam
pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui.
Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka.
Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit,
tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan
dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai
perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.
c) Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien
yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi Chronic Seizure
Disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan
cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat
neurologic injury.
d) Selain itu, bisa ditemukan pneumonia aspirasi, ulkus decubitus, kontraktur,
konstipasi, masalah dengan pasangan, depresi, jatuh berulang dan fraktur,
spastisitas, dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu (frozen
shoulder).
e) Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan
hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian lebih awal, yaitu:1
a) Pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran
kernih).
b) Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) dan emboli paru.
c) Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung.
d) Ketidakseimbangan cairan.
III. 13 PENCEGAHAN
Upaya pencegahan stroke dibagi menjadi tiga seperti berikut:12,13
i. Pencegahan primer (cegah sebelum terkena stroke)
Kontrol faktor resiko yang ada dalam diri kita. Misalnya kita
punya sakit darah tinggi, gula darah, lipid tinggi dan masalah
41
jantung, sebaiknya kita pergi berobat dan kontrol secara teratur
di puskesmas atau rumah sakit berdekatan.
Senaman atau olahraga 3-5 kali seminggu setiap sesi 20 menit
membantu meningkatkan HDL (yaitu lemak “baik”)
Berhenti merokok. Disarankan kepada semua perokok
terutamanya laki-laki usia produktif yang mempunyai tekanan
darah tinggi untuk coba berhenti merokok karena ini mampu
menurunkan resiko terkena stroke. Pada perokok berat agak
susah untuk menurunkan resiko terkena stroke.
Disarankan penderita jantung reumatik atau penderita katup
jantung prosthetic menggunakan antikoagulant.
Pengambilan supplement asam folat untuk menurunkan serum
hemosistein.
ii. Pencegahan sekunder
Kontrol faktor resiko.
Pemberian antikoagulant setelah stroke emboli misalnya
warfarin.
Pemberian antitrombotik untuk mencegah recurrent stroke
digunakan aspirin, clopidogrel atau ticlodipine.8
iii. Pencegahan tertier
Cara merawat pasien pasca stroke di rumah:12,13
o Posisi tangan dan kaki yang lemah dianjalkan dengan
bantal baik saat berbaring atau duduk untuk
memperlancar arus balik darah ke ajntung dan
mencegah terjadinya bengkak edema pada tangan dan
kaki.
o Anggota keluarga membantu pasien melakukan latihan
gerak sendi tangan dan kaki untuk mencegah terjadinya
kekakuan. Bilamana pasien sudah cukup kuat, tangan
pasien yang sehat boleh digunakan untuk melatih
tangan yang lemah dan bila tangan yang lemah sudah
42
cukup kuat, latihan boleh dilakukan dengan tangan yang
lemah itu sendiri.
o Latihan berjalan kembali tanpa alat bantu kecuali bila
sangat diperlukan sesuai anjuran fisioterapis.
o Saat berkomunikasi, anggota keluarga sebaiknya
menyentuh dan menggosok dengan lembut tangan yang
mengalami kelemahan dan memberikan motivasi
kepadanya untuk menggunakan tangan yang lemah saat
beraktifitas sehari-hari.
o Bila pasien mengalami afasia, menghadaplah dan
tataplah wajah pasien, gunakan kalimat yang pendek
dan berikan tekanan pada kata yang penting, gunakan
ekspresi wajah, gerakan tubuh, intonasi bicara yang
benar. Pasien stroke dengan afasia dianjurkan berlatih
dengan terapis wicara secara teratur minimal 2 kali
seminggu.
o Bila pasien mengalami gangguan menelan, pasien harus
didudukkan tegak 60-90 V . Gunakan sendok yang kecil
dan letakkan makanan pada sisi yang sehat. Saat
menelan, leher dan kepala agak ditekukkan untuk
mempermudahkan menutup jalan napas. Anjurkan
pasien untuk menoleh kea rah sisi yang lemah saat
menelan. Pastikan makanan sudah tertelan semua
sebelum memberikan suapan berikutnya. Pertahankan
posisi duduk tegak setengah jam setelah makan.
Pastikan mulut pasien kosong sehabis makan, kemudian
bersihkan mulut dan gigi pasien.
Cara mencegah serangan ulang stroke:13
Mengontrol faktor resiko, olahraga sebaiknya 3-5 kali seminggu minimal 20
menit, diit rendah lemak dan rendah garam, berhenti merokok dan mengelola
stress.
43
III. 14 PROGNOSIS
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat
dari periode akut, sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Lionel ginsberg. Alih bahasa oleh Indah Retno Wardhani. Stroke. Lecture
Notes: Neurology. Edisi 8. Penerbit Erlangga. 2007. Hal 89-92.
2. Yayan A. Israr. Stroke. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2008.
3. Stroke non hemoragik. 2011. Diunduh dari
http://www.artikelkedokteran.com/527/stroke-non-hemoragik.html.
44
4. A new classification scheme for hypertension based on relative and
absolute risk with implications of treatment reimbursement. 2012.
Diunduh dari
http://hyper.ahajournals.org/content/28/5/719/T1.expansion.html
5. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
6. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology
8th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
7. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical
Neurology editor Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999.
Hal: 10-3
8. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. 2010. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis.
9. Mahendra B, Rachmawati NH. Buku Atasi Stroke dengan Tanaman Obat
10. Salvador Cruz-Flores, Rick Kulkarni. Ischemic stroke. 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview.
11. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.
12. Mulyatsih NE, Ahmad A. Petunjuk perawatan pasien pasca stroke di
rumah. 2008: 30-67.
13. Longmore M, Wilkinson IB, Davidson EH, Foulkes A, Mafi AR. Stroke
investigation and prevention. Oxford Handbook of Clinical Medicine.
Edisi ke-8. 2010: 476-9.
45