presus dr. waisul

46
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama : Ny. P No. RM : 53 98 61 Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status : Menikah Alamat : Grogol VIII RT 3 Parangtritis Kretek Bantul. Tanggal Masuk : 18 September 2014 Tanggal Keluar : 2 Oktober 2014 Tanggal Pemeriksaan : 18 September 2014 – 2 Oktober 2014 B. ANAMNESA Keluhan Utama Stomatitis selama 3 minggu tidak sembuh. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan sariawan 3 minggu tak kunjung sembuh serta badan terasa sangat lemas, gemetaran sekuruh tubuh karena tidak bisa makan. Terkadang sesak 1

Upload: dwi-yuliannisa-amri

Post on 21-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

presus

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Dr. Waisul

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny. P

No. RM : 53 98 61

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Alamat : Grogol VIII RT 3 Parangtritis Kretek Bantul.

Tanggal Masuk : 18 September 2014

Tanggal Keluar : 2 Oktober 2014

Tanggal Pemeriksaan : 18 September 2014 – 2 Oktober 2014

B. ANAMNESA

Keluhan Utama

Stomatitis selama 3 minggu tidak sembuh.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sariawan 3 minggu tak kunjung sembuh serta badan

terasa sangat lemas, gemetaran sekuruh tubuh karena tidak bisa makan. Terkadang

sesak napas juga dirasakan yang memburuk dengan berbaring dan membaik jika

duduk. Pasien mengeluh mual, dan terkadang batuk tidak berdahak. Tidak ada nyeri

dada. Buang air besar dan kecil normal tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Diabetes mellitus (-)

Riwayat Hipertensi (-)

1

Page 2: Presus Dr. Waisul

Riwayat hemodialisa (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Tidak ada riwayat asma

Riwayat Keluarga

Tidk ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Lemah,

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign

Tekanan darah : 130/60 mmHg

Nadi : 118 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,9 ◦C

Kepala & Leher : CA -/- SI -/-

Rongga mulut dan lidah stomatitis

Trakea lurus di tengah

Tidak ada pembesaran KGB

Dada

Pulmo : Inspeksi : Simetris (+), retraksi otot-otot costa(-)

Palpasi : Ketinggalan gerak (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+|+)

Ronchi basah basal (-/-), wheezing (-/-)

Cor : S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Abdomen : Inspeksi :Supel (+) , ditensi (-) Auskultasi :Peristaltik ( + normal ) Perkusi : Timpani (+)Palpasi :Nyeri tekan(-) , Pembesaran hepar (-),

Pembesaran lien (-) Ekstremitas : akral hangat , CRT < 2 detik

Oedem pitting di kaki dan tangan (-)

Assesment

SLE (Systematic Lupus Erythematosus)

2

Page 3: Presus Dr. Waisul

Decompensation cordis grade III

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

18 September 201 4 , 0 7 .00 PM Hb : 8,5 [14.0-18.0] g/dlAL : 7,45 [4.00-10.00] 10^3/ulAE : 8,59 [4.50-5.50] 10^6/ulAT : 324 [150-450] 10^3/ulHMT : 26,6 [42.0-52.0] vol%Eosinofil : 1 [2-4] %Basofil : 0 [0-1] %Batang : 1 [2-5] %Segmen : 80 [51 - 67] %Limfosit : 15 [20 - 35] %Monosit : 3 [4 - 8] %Ureum darah : 17 [17-43] mg/dlKreatin darah : 0,68 [0,9-1,3] mg/dlSGOT : 68 [<37] U/lSGPT : 38 [<41] U/lGDS : 129 [<200] mg/dlHIV screening : Negatif [Non Reaktif]

ECGSinus Rythm Tachycardia

Pemeriksaan: Thorax PA dewasaCardiomegaliCorakan vasculer pulmo meningkat

Pemeriksaan : USG Upper Abdomen dengan alat 4 dimensiHasil : Hepar : densitas meningkat, permukaan licin, sudut tumpul, ascites

negatif. Vesica fellea : dinding tak menebal, tak tampak batu. Pancreas : densitas menurun, ukuran normal. Ren dex & sin : Echostruktur normal, calices tak melebar. Lien : Echostruktur dan ukuran normal

19 September 2014, 1 0 . 46 AM

Protein Total : 69 [6.20-8.40] g/dlAlbumin : 2.29 [3.50-5.50] g/dlGlobulin : 4.33 [2.80-3.20] g/dlHbsAg : Negatif [Negatif]

Morfologi Darah TepiEritrosit : Anisositosis, mikrositik sebagian, hipokromik sebagian, sel pencil, sel

sigar, fragremt, sel burr, sel target.Leukosit : Jumlah cukup, netrofilia relatif, sel batang mudah ditemukan, sedikit

granulasi toksik netrofil.Trombosit : Jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi dalam batas normal.

3

Page 4: Presus Dr. Waisul

Kesan :Morfologi darah tepi menunjukkan gambaran anemia disertai dengan kemumgkinan proses infeksi dan gangguan fungsi hati.

Kesimpulan : Obs. Anemia pada penyakit kronik disertai dengan defisiensi nutrisi dan proses infeksi.

D.D : -Saran : Pemantauan darah rutin dan fungsi hati.

20 September 201 4 , 11 .00

UrinalisaWarna : Kuning [Kuning]Kekeruhan : Jernih [Jernih]Reduksi : Negatif [Negatif]Bilirubin : Negatif [Negatif]Keton urin : Negatif [Negatif]BJ : 1.010 [1,015-1,025]Darah Samar : 2+ [Negatif]PH : 7.00 [5.00-8.50]Protein : 2+ [Negatif]Urobilinogen : 0,20 [0,20-1,00]Nitrit : Negatif [Negatif]Lekosit Estrase : Trace [Negatif]Sedimen urinEritrosit : 0-2 [0-2]Leukosit : 3-6 [0-3]Sel epitel : Positif [Positif]Kristal Ca oksalat : Negatif [Negatif]Asam urat : Negatif [Negatif]Amorf : Negatif [Negatif]SilinderEritrosit : Negatif [Negatif]Leukosit : Negatif [Negatif]Granular : Negatif [Negatif]Bakteri : Negatif [Negatif]Lain-lain : Negatif [Negatif]

Mikrobiologi

Pewarnaan gram Bahan : Swab Sariawan Epitel : PositifLekosit PMN : 75 Mononuclear : 25Bakteri Batang Gram (+) : Negatif Gram (-) : PositifCoccus

4

Page 5: Presus Dr. Waisul

Gram (+) : Negatif Gram (-) : NegatifJamur : NegatifTrichomonas : NegatifLain-lain : Negatif

Konsul Dokter Spesialis Kulit

Jawaban: SLE Lacak SLE ANA test MP16-8-8 Ranitidin 3x1

EKGP wave enlargementPossible left atrial hypertrophySr depression, consider lateral injuryAbnormal ecgToo many aberant complexes/unsureof diagnostic sinus rythm

23 September 201 4

HematologiANA : 106,6 [negatif<20, equivocal: 20-60]

25 September 201 4 , 10.00 AM

HematologiHemoglobin : 8,7 [12,0-16,0] g/dl

27 September 201 4

Pemeriksaan: Thorax PA dewasacardiomegali dengan udema pulmodibanding foto 1 tgl 18-9-2014, status quante

01 Oktober 2014, 10.18 AMKimia klinik Elektrolit Natrium : 135,2 [137,0-145,0]mmol/l Kalium : 2,83 [3,50-5.10] mmol/l Klorida : 101, 7 [98,0-107,0] mmol/l

Konsul Dokter JiwaJawaban : Ganguan Penyesuaian dengan reaksi depresi ringan

Saran : konsul psikolog

E. PENATALAKSANAAN

O2 4 lpm

Infus NaCl mikro lini

5

Page 6: Presus Dr. Waisul

Posisi setengah duduk

Diit TKTP

Inj Ranitidin 1A/12jam

Candistatin drop 4x2 tts

Ceftrizin 1x1

Inj furosemide 1A/24 jam

KSR 1x1

Inj ceftriaxone 1gr/12jam

Candesartan 8mg 2x1 (tergantung TD)

Mugogard 3x1 Cth

Metil prednisolon 10 mg/8jam

F. FOLLOW UP

Tanggal Follow up Terapi7 Desember 2013

OS mengeluh lemas, sesak nafas (+),

mengeluh tidak dapat tidur karena leher

terasa kencang.kencang. BAK hanya sedikit

dan BAB tidak ada keluhan. Edema pada

ekstemitas (-)

KU : Lemah, CM

TD : 170/80 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36,50C

GDS :114 mg/dl

Infus NaCl asal netes

Inj Furosemide 2A/24 jam

Novomix 8-0-4

CaCO3 3x1

Asam folat 3x1

Amlodipin 1x 10 mg

9 Desember 2013

OS mengeluh lemas, sesak nafas (+) sudah

berkurang, mengeluh tidak dapat tidur karena

leher terasa kencang.kencang. BAK hanya

sedikit dan BAB tidak ada keluhan.Edema

pada ekstremitas (-)

KU : Sedang, CM

TD : 180/70 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Infus NaCl asal netes

Inj Furosemide 2A/24 jam

Novomix 8-0-4

CaCO3 3x1

Asam folat 3x1

Amlodipin 1x 10 mg

6

Page 7: Presus Dr. Waisul

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36,50C

GDS :130 mg/dl

10 Desember 2013

OS mengeluh lemas, sesak nafas (+) sudah

berkurang, mengeluh tidak dapat tidur karena

leher terasa kencang.kencang. BAK hanya

sedikit dan BAB tidak ada keluhan.Edema

pada ekstremitas (-)

KU : Sedang, CM

TD : 180/80 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36,50C

GDS :184 mg/dl

Infus NaCl asal netes

Inj Furosemide 2A/24 jam

Novomix 8-0-4

CaCO3 3x1

Asam folat 3x1

Amlodipin 1x 10 mg

Clonidin 3x ½

11 desember 2013

OS mengeluh lemas, sesak nafas (+) sudah

berkurang, mengeluh sudah dapat tidur , leher

terasa kencang.kencang (-). BAK hanya

sedikit dan BAB tidak ada keluhan. Edema

pada ekstremitas (-)

KU : Sedang, CM

TD : 180/70 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36,50C

GDS :130 mg/dl

Infus NaCl asal netes

Inj Furosemide 2A/24 jam

Novomix 8-0-4

CaCO3 3x1

Asam folat 3x1

Amlodipin 1x 10 mg

Clonidin 3x ½

7

Page 8: Presus Dr. Waisul

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Chronic Kidney Disease

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan proses

patofisiologi dengan etiologi yang beragam yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dan

dapat berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan penurunan fungsi ginjal yang

ireversibel yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap seperti dialisis atau transplantasi

ginjal. Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3

bulan. Chronic Kidney Disease (CKD) dapat menimbulkan gejala berupa Glomerular Filtration

Rate (GFR) atau Laju Filtrasi Glomerular (LFG) di bawah 60 mL/menit/1.73 m2, atau di atas

nilai tersebut namun disertai dengan kelainan sedimen urin. Adanya batu ginjal juga dapat

menjadi indikasi gagal ginjal kronis pada penderita kelainan bawaan seperti hiperoksaluria dan

sistinuria.1

Kriteria Penyakit Ginjal Kronis :

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan (kelainan struktural maupun fungsional)

dengan atau tanpa penurunan GFR. Dengan manifestasi :

Kelainan patologis

Terdapat tanda kelainan ginjal : kelainan komposisi darah atau urin dan kelainan

radiologis

2. GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju

filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus

yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.

Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal. Stadium 2

merupakan kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan. Stadium 3 adalah

kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang dari fungsi ginjal. Stadium 4 yaitu kerusakan

ginjal dengan penurunan yang berat dari fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal.1,2

8

Page 9: Presus Dr. Waisul

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas derajat (stage)

penyakit dan atas dasar diagnosis etiologis.6

Klasifikasi berdasarkan derajat penyakit, dibuat atas dasar perhitungan GFR. Pedoman

K/DOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-Gault untuk orang

dewasa, yaitu: 6

LFG (ml/mnt/1,73m2) =

(140−umur ) x berat badan72 x kreatinin serum

x (0,85 jika wanita)

Tabel 1. Klasifikasi penyakit Ginjal kronik atas dasar derajat penyakit6

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

I Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

meningkat

> 90

II Kerusakan ginjal denan LFG ringan 60 - 89

III Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30 - 59

IV Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 - 29

V Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi6

9

Page 10: Presus Dr. Waisul

Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih

Gambar 1. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-

masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan

terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya

hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra

T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub

bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)

sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut

dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.2

10

Page 11: Presus Dr. Waisul

Masing-masing ginjal memiliki berat sekitar ¼ pon dan memiliki unit penyaringan yang

disebut nefron.1 Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal. Setiap ginjal manusia terdiri dari

0,6 x 106 sampai 1,4 x 106 nefron. Komponen esensial dari nefron terdiri dari renal atau

malpighian corpuscular (glomerulus dan kapsula Bowman), tubulus proksimal, loop of Henle,

tubulus distal, dan connecting tubule.3,4

Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis merupakan percabangan dari

aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki

ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi

segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior,

inferior serta posterior.1

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal

melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus minor dan

n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan

simpatis melalui n.vagus.1

Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk

homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur kesetimbangan cairan

dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri

dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain

itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-

buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.2

Fungsi utama ginjal adalah membuang produk sisa metabolisme dan cairan intravascular

yang berlebihan. Proses filtrasi ginjal sekitar 200 liter darah setiap hari dan menghasilkan sekitar

dua liter urin. Produk sisa metabolism dihasilkan dari metabolism normal di tubuh, termasuk

pemecaran jaringan aktif, hasil pencernaan makanan, dan zat sisa lainnya. Ginjal memeberi

kesempatan kita untuk mengkonsumsi berbagai makanan, obat, vitamin dan suplemen tambahan,

dan cairan yang berlebihan tanpa takut akan menjadi bahan toksik yang berbahaya untuk kita.

Ginjal juga memainkan peran penting dalam meregulasi kadar berbagai mineral seperti kalsium,

natrium, dan kalium dalam darah.5

Langkah pertama pada proses filtrasi, darah akan dikirim masuk ke dalam glomerulus

melalui kapiler. Disini produk sisa metabolism akan difiltrasi dari darah, sedangkan

11

Page 12: Presus Dr. Waisul

eritrosit, protein dan molekul yang berukuran besar akan diretensi di kaliper. Hasil filtrasi

akan terkumpul dalam sebuah kantung yang disebut kapsula Bowman.5

• Proses filtrasi berikutnya berada di tubulus. Tubulus dipenuhi dengan sel-sel yang sangat

fungsional yang proses filtrasi, reabsorbsi air dan bahan kimia yang berguna bagi tubuh

sambil mengeluarkan beberapa produk sisa metabolisme tambahan ke dalam tubula.5

Gambar 2. Diagram ilustrasi nephronum dan duktus ekskretoriusnya5

HORMON PADA GINJAL

Hormon yang bekerja pada ginjal1

o   Hormon antidiuretik ( ADH atau vasopressin )

Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior, hormon ini menngkatkan

reabsorbsi air pada duktus kolektifus.

o   Aldosteron

Merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal, hormon ini meningkatkan

reabsorbsi natrium pada duktus kolektivus.

o   Peptida Natriuretik ( NP )

Diproduksi oleh sel jantung dan meningatkan ekskresi natrium pada duktus kolektivus.

o   Hormon paratiroid

12

Page 13: Presus Dr. Waisul

Merupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid, hormon ini meningkatkan ekskresi

fosfat, reabsorbsi kalsium dan produksi vitamin D pada ginjal.

Hormon yang dihasilkan oleh ginjal1

o   Renin

Merupakan protein yang dihasilkan oleh apparatus jukstaglomerular, hormon ini menyebabkan

pembentukan angiotensin II. Angiotensin II berfungsi langsung pada tubulus proximal dan

bekerja melalui aldosteron ada tubulus distal. Hormon ini juga merupakan vasokonstriktor kuat.

o   Vitamin D

Merupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal, berperan meningkatkan absorbsi

kalsium dan fosfat dari usus.

o   Eritropoeitein

Merupakan protein yang diproduksi di ginjal, hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah

merah di sumsum tulang.

o   Prostaglandin

Diproduksi di ginjal, memiliki berbagai efek terutama pada tonus pembuluh darah ginjal.

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8 % tiap

tahunnya.6 26 juta penduduk dewasa Amerika menderita CKD dan jutaan lainya memiliki resiko

tinggi untuk terjadi CKD.7 Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800

kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Dinegara-negara berkembang lainnya, insiden ini

diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.6

Berdasarkan stadium penyakit ginjal kronik, prevalensinya adalah sebagai berikut:5

stage 1, 3.1%;

stage 2, 4.1%;

stage 3, 7.6%;

stage 4; and 5, 0.5%.

13

Page 14: Presus Dr. Waisul

Ada lebih dari 500.000 orang telah menjalani dialisis atau yang telah menerima

transplantasi ginjal. Prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat sebesar 16% dari dekade

sebelumnya. Meningkatnya insiden diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dan populasi yang

menua telah memberikan kontribusi untuk peningkatan penyakit ginjal. Penyakit ginjal kronis

yang lebih menonjol terjadi antara individu-individu di atas 60 tahun (39,4%).5

C. Etiologi

Etiologi penyakit ginjal kronis sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.8,9

Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronis :

1. Penyakit dari ginjal

a. penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis

b. infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis

c. batu ginjal : nefrolitiasis

d. kista di ginjal : polcystis kidney

e. trauma langsung pada ginjal

f. keganasan pada ginjal

g. sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur

2. Penyakit umum di luar ginjal

a. penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi

b. dyslipidemia

c. infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis

d. preeklampsia

e. obat-obatan

f. kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )

14

Page 15: Presus Dr. Waisul

D. Patofisisologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional

nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai

oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi ,

yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat , akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang

masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-

angiotensin-aldosteron sentrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,

sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis rennin-angiotensin-

aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor b(TGF-

b). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal

kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas

interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulus intestinal.11

Pada stadium paling dini penyakit gi njal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal

(renal reserve), pada keadaan dimana GFR masih normal atau malah meningkat. Kemudian

15

Page 16: Presus Dr. Waisul

secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien belum

merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Sampai pada GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturi, badan

lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,

pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, uremia, peningkatan tekanan

darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun

infeksi saluran cerna, juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo dan

hipervolemia, gangguan keseimbangan elektolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR di

bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah membutuhkan

terapi penganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.

Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6,10, 11

Gambar 3. Efek dari gagal ginjal pada keseimbangan mineral12

16

Page 17: Presus Dr. Waisul

Terdapat 3 patogenesis yang terjadi pada CKD diantaranya adalah:13

a) Toksik Azotemia (metabolit toksik)

Toksik Azotemia adalah substansi normal, pada penurunan LFG menyebabkan retensi zat

tersebut (Ureum, Metilguanidin, GSA). Retensi zat-zat tersebut menyebabkan beberapa

keluhan diantaranya : haus, poliuria, mual, anoreksia, stomatitis, kolitis ulserasi mukosa

duodenum dan gaster, perdarahan, kejang-kejang otot, parese saraf motorik,

hipertrigliseridemia.13

b) Patogenesis perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik6,13

c) Kelainan metabolism13

1) Metabolisme Karbohidrat

Terjadi pseudo diabetes melitus, menurut beberapa penelitian gangguan metabolisme ini

terjadi akibat adanya antagonis insulin perifer, kelainan insulin basal, dan sekresi insulin

yang lambat terhadap beban glukosa.

2) Metabolisme Lemak

Hiprertrigliserida terjadi diduga akibat dari kenaikan sintesis Triglyserida-rich

lipoprotein dalam hepar.

3) Metabolisme Protein

Pada orang normal pembatasan jumlah protein dalam waktu lama akan menyebabkan

keseimbangan negatif dari nitrogen. Sebaliknya pada pasien CKD pembatasan jumlah

protein tidak akan menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen.

4) Metabolisme Asam urat

Hiperurikemia pada pasien CKD tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan

faal ginjal, namun digunakan sebagai indikator penentuan diagnosis dini dari CKD.

5) Metabolisme Elektrolit

- Metabolisme Na

Peningkatan ekskresi Na yang diduga akibat adanya atrial natriuretic factor (ANF)

yang menghambat reabsorbsi ion Na pada tubulus ginjal. Normalnya Na diekskresikan

sebesar 20-40 mEq/hari, pada keadaan salt-wasting Na diekskresikan mencapai 100-

200 mEq/hari. Mekanisme salt-wasting, memiliki hubungan dengan beberapa faktor

diantaranya:

1. Beban urea

17

Page 18: Presus Dr. Waisul

2.     Redistribusi aliran darah intrarenal

3.     Hormon/faktor natriuresis

4.     Muntah-muntah

Bila kehilangan Na disertai penurunan volume cairan ekstraselular (VCES), akan

diikuti dengan penurunan filtrasi glomerulus, sehingga faal ginjal akan lebih buruk

lagi. Keadaan ini terjadi pada acute on chronic renal failure. Bila kehilangan Na ini

tidak disertai dengan kehilangan air (VCES normal), makan akan terjadi kondisi

hiponatremia. Pada sebagian pasien CKD, terutama yang berhubungan dengan

glomerulopati sering ekskresi Na menurun, terjadi retensi Na dan air yang akan

menyebakan terjadinya odema. Jadi memahami metabolisme Na pada pasien CKD

sangat penting terutama untuk pemberian garam Na dalam menu diet.

- Metabolism air

Gangguan kemampuan filtrasi pada pasien CKD tidak selalu berhubungan dengan

penyakit dari collecting duct atau loop of Henle, lebih sering akibat beban urea dari

nefron-nefron yang masih utuh. Pada beberapa pasien CKD dengan jumlah nefron

makin berkurang, fleksibilitas untuk ekskresi air juga akan berkurang sehingga dengan

mudah terjadi kelebihan cairan (water overload). Keadaan water overload baik renal

maupun ekstra renal dapat menyebabkan hiponatremia. Defisit air disertai natrium

(dehidrasi) lebih sering menyebabkan penurunan faal ginjal yang terbalikan pada

pasien-pasien gagal ginjal sehingga terjadi oliguria, keadaan demikian dinamakan

acute on chronic on failure. Penurunan kemampuan untuk keseimbangan cairan ini

akan mengakibatkan sering kencing pada malam hari (nokturia). Bila nokturia ini tidak

diimbangi dengan pemberian air dapat menyebabkan dehidrasi pada malam hari.

Keadaan dehidrasi ini akan memperburuk LFG. Keluhan mual dan muntah makin

berat pada pagi hari seperti muntah sedang hamil muda (morning sickness).

- Metabolism kalsium

Pada pasien CKD sering ditemukan hipokalsemia, disebabkan penurunan absorbsi Ca

melalui usus dan gangguan mobilisasi Ca serta hiperfosfatemia.

- Kesimbangan asam basa

18

Page 19: Presus Dr. Waisul

Pada CKD terjadi gangguan ekskresi ion H+ sehingga dapat menyebabkan asidosis

sistemik dengan penurunan pH plasma dan darah. Patogenesis asidosis metabolic pada

CKD:

a. Penurunan ekskresi ammonia karena kehilangan sejumlah nefron.

b. Penurunan ekskresi titrable acid terutama fosfat, karena asupan dan absorbsi

melalui usus berkurang.

c. Kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urine (bicarbonate wasting).

- Fosfat

Hiperfosfatemia yang terjadi pada CKD memegang peranan penting pada

hipokalsemia dan hiperparatiroidisme, dan akhirnya dapat menyebabkan penyebaran

klasifikasi pada organ-organ lain (metastatic calcification).

- Magnesium

Kenaikan serum Magnesium sangat jarang menimbulkan keluhan akan gejala, kecuali

magnesium yang mengandung laksantif dan antasida akan menekan SSP.

E. Gejala Klinis

19

Page 20: Presus Dr. Waisul

Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka

pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung

pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.5, 7

Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi

cairan dan natrium dari aktivasi sistem rennin-angiotenin-aldosteron), gagal jantung kongestif,

dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan

pericardial oleh toksin uremik).10

Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran

uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan dini dan

agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan

mencakup anoreksia, mual, muntah dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup

perubahan tingkat kesadaran, ketidak mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.

Keluhan gejala klinis yang timbul pada CKD hampir mengenai seluruh sistem, yaitu14 :

Sistem Organ Manifestasi Klinis

Umum Lemah, malaise, gangguan pertumbuhan dan debilitas,

edema

Kulit Pucat, rapuh, gatal, bruising

Kepala dan leher Fetor uremia

Mata Fundus hipertensi, mata merah

Jantung dan vaskuler Hipertensi, sindroma overload, paying jantung,

pericarditis uremik, tamponade

Respirasi Efusi pleura, nafas Kussmaul, pleuritis uremik

Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, gastritis, ulkus, colitis uremik,

perdarahan saluran cerna

Ginjal Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria

Ginjal Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria

20

Page 21: Presus Dr. Waisul

Reproduksi Penurunan libido, impotensi, amenorrhea, infertilitas,

genikomasti

Syaraf Letargi, malaise, anoreksia, drowsiness, tremor,

mioklonus, asteriksis, kejang, penurunan kesadaran,koma

Tulang ROD, kalsifikasi jaringan lunak

Sendi Gout, pseudogout, kalsifikasi

Darah Anemia, kecendrunganberdarah karena penurunan fungsi

tromosit, defisiansi imun akibat penurunan fungsi

imunologis dan fagositosis

Endokrin Intoleransi glukosa, resistensi insulin, hiperlipidemia,

penueunan kadar testosterone dan estrogen

Farmasi Penurunan ekskresi lewat ginjal

21

Page 22: Presus Dr. Waisul

F. Diagnosa

Pendekatan diagnosis Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit ginjal kronis (PGK)

mempunyai sasaran sebagai berikut :

a. memastikan adanya penurunan faal ginjal (GFR)

b. mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. mengidentifikasi pemburuk faal ginjal (reversible factors)

d. menentukan strategi terapi rasional

e. menentukan prognosis

22

Page 23: Presus Dr. Waisul

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan

yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan

penunjang rutin dan khusus.2

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan

dengan retensi atau akumulasi toksin azotermia, etiologi CKD, perjalanan penyakit termasuk

semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (GFR). Gambaran klinik (kelainan subyektif

dan obyektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinis luas dan melibatkan

banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.2,6

b. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan

faal ginjal, identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua factor

pemburuk faal ginjal.

1. Pemeriksaan faal ginjal (RFT)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai

uji saring untuk faal ginjal.

2. Etiologi Penyakit ginjal kronik

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.

3. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresifitas penurunan faal ginjal, hemopoesis, elektrolit, endokrin, dan pemeriksaan lain

berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal.

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu :

1. Diagnosis etiologi CKD

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos abdomen, ultrasonografi (USG),

nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography

(MCU).

2. Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).2

G. Stadium

23

Page 24: Presus Dr. Waisul

Klasifikasi stadium penyakit dibuat atas dasar GFR, yang dihitung dengan mempergunakan

rumus Kockcroft-Gault :2

Stadium penyakit ginjal kronis

H. Komplikasi

Pada CKD dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut6:

Derajat PenjelasanGFR

(ml/men/1,73m2)Komplikasi

1 Kerusakan ginjal dengan

GFR normal

≥ 90 -

2 Kerusakan ginjal dengan

penurunan GFR ringan

60-89 - TD mulai

3 Kerusakan ginjal dengan

penurunan GFR sedang

30-59 - Hiperfosfatemia

- Hipokalsemia

- Anemia

- Hiperparatiroid

- Hiperosmosisteinemia

4 Kerusakan ginjal dengan 15-29 - Manutrisi

- Asidosis metabolic

24

Page 25: Presus Dr. Waisul

penurunan GFR berat - Cenderung

hiperkalemia

- Dislipidemia

5 Gagal ginjal < 15 - Gagal jantung

- Uremia

I. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal

dan homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal

kronik dicari dan diatasi.

Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif, meliputi pengaturan

diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,

mengendalikan hipertensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi dan

mengatasi komplikasi. Penatalaksanaan pengganti diantaranya dialisis (hemodialisis, peritoneal

dialisis) dan transplantasi ginjal.2, 15

Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit

serta mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut :

1. Dialisis

Dialisis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti

hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,

menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan

kecenderungan pendarahan, dan membantu menyembuhkan luka.

2. Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan

kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia.

Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.

Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,

pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

3. Koreksi anemia

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah

hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya terdapat insufisiensi koroner.

25

Page 26: Presus Dr. Waisul

4. Koreksi asidosis.

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat

dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi

asidosis.

5. Pengendalian hipertensi

Semua obat antihipertensi mampu menurunkan tekanan kapiler intraglomerular bila

tekanan darah turun mencapai tekanan optimal yang dapat memberikan preservasi ginjal. Obat

golongan penghambat sistem renin angiotensin aldosteron (ACE-inhibitor, ARB) mempunyai

nilai lebih dalam mencegah progresi CKD karena mempunyai efek renoprotektor. Beberapa

penelitian memperlukan lebih dari 1 macam obat untuk mencapai tekanan darah optimal.

Tujuan terapi hipertensi pada CKD antara lain :

1. Mempertahankan/ atau preserve fungsi ginjal dengan cara mempertahankan GFR dan

mengurangi ekskresi protein.

2. Menurunkan tekanan darah secara agresif

3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada CKD.

Terapi hipertensi pada CKD non diabetik dan CKD diabetik, level turunnya tekanan

darah sistolik dan level proteinuria dipakai sebagai diagnosis dan prognosis progresifitas dan

komplikasi CVD pada CKD.

1. Hipertensi CKD non diabetik

a. Tekanan darah dianjurkan mencapai < 130/80 mmHg

b. CKD non diabetik dengan pemeriksaan urine dimana nilai rasio total protein/kreatinin >

200 mg/g dengan atau tanpa hipertensi dianjurkan diterapi dengan ACE-I atau ARB

2. Hipertensi CKD dengan diabetes

a. Target tekanan darah < 130/80 mmHg

b. CKD diabetes stage 1-4 : ARB atau ACE-I, bila diperlukan dikombinasi dengan

diuretika.2

Tabel 3. Target tekanan darah dan terapi farmakologi/non-farmakologi2

26

Page 27: Presus Dr. Waisul

6. Transplantasi ginjal

Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien CKD, maka seluruh faal ginjal diganti

oleh ginjal yang baru.

INDIKASI DIALISIS

Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisis tetap atau

transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila:

Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

Gangguan elektrolit (Hiperkalemia,hiponatremi) yang tidak dapat diatasi dengan obat-

obatan

Overload cairan (edema paru)

Anuria

Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran

Efusi perikardial

Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

J. Pencegahan

27

Page 28: Presus Dr. Waisul

1. Olah raga secara teratur

Olah raga selain baik bagi kesehatan ternyata dapat juga mengurangi resiko penyakit

pada ginjal, olah ragalah secara teratur, walaupun olah raga ringan asalkan teratur akan lebih

baik dari pada olah raga berat tetapi tidak teratur.

2. Hindari Obesitas

Obesitas atau kegemukan dapat berakibat pada penyakit ginjal, maka dari itu mulai sekarang

carilah berat badan yang ideal, agar terhindar dari penyakit ginjal.

3. Air putih yang cukup

Konsumsilah air putih yang cukup sesuai kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak terlalu

sedikit, hindari mengkonsumsi minuman beralkohol, Narkotika. Hindari juga mengkonsumsi

obat-obatan (Seperti obat sakit kepala, dll) terlalu sering kecuali atas resep dokter.

4. Kurangi mengkonsumsi makanan berlemak

Mengkonsumsi makanan berlemak berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol

dalam tubuh, dan ginjal harus bekerja ekstra keras.

5. Cek kesehatan ginjal secara berkala

Cek kesehatan ginjal dirumah sakit, sekaligus dapat mengecek kesehatan tubuh. Lakukan

secara berkala.15

K. Prognosis

Prognosis dari penyakit ginjal kronik, tergantung pada seberapa cepat upaya deteksi dan

penanganan dini, serta penyakit penyebab.

• Semakin dini upaya deteksi dan penanganannya, hasilnya akan lebih baik.

• Beberapa jenis kondisi/penyakit, akan tetap progresif. Misalnya: dampak diabetes pada

ginjal dapat dibuat berjalan lebih lambat dengan upaya kendali diabetes. Pada

kebanyakan kasus, penyakit ginjal kronik progresif bisa menjadi gagal ginjal kronik.

Kematian pada penyakit ginjal kronik tertinggi adalah karena komplikasi jantung, dapat

terjadi sebelum maupun sesudah gagal ginjal.2

28

Page 29: Presus Dr. Waisul

BAB III

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pada kasus CKD adalah dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis akan didapatkan, pasien mengeluhkan sesak nafas yang terus menerus,

mual dan leher terasa pegal, BAK yang dirasakan jumlahnya lebih sedikit, badan terasa lemas

dan lesu, dan akhir-akhir ini tangan dan kaki menalami sedikit pembengakan. Riwayat penyakit

dahulu didapatkan pasien menderita penyakit Diabetes Mellitus sejak 7 tahun yang lalu, Riwayat

penyakit Hipertensi (+), Riwayat Hemodialisa 1x pada awal November dan Riwayat menderita

anemia dan di tansfusi 3 kolf.

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami gejala – gejala akibat dari

penurunan fungsi ginjal atau Laju Filtrasi ginjal dibawah 30%, karena pada stadium paling dini

penyakit gi njal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan

dimana GFR masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi

penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan

kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan

(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada

GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturi, badan lemah, mual, nafsu

makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien

memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, uremia, peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien menderita penayi Diabetes

mellitus sejak 7 tahun yang lalu, dan berdasarkan etiologi dari CKD, penyakit diabetes mellitus

merupakan salah satu etilogi dari CKD dan berdasarkan epidemiologi penyakit ginjal kronis

mengalami peningkatan sebesar 16% dari dekade sebelumnya dan semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya insiden penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan obesitas. Manifestasi

kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium

29

Page 30: Presus Dr. Waisul

dari aktivasi sistem rennin-angiotenin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner

(akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin

uremik). Anemia yang dialami pasien pada riwayat penyakit dahulu juga merupakan akibat dari

gagal ginjal kronis. Pada penyakit gagal ginjal kronis terjadi penurunan dari produksi hormone

eritopoetin. Eritropoeitein merupakan protein yang diproduksi di ginjal, hormon ini

meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Sehingga ketika ginjal

mengalami kerusakan, pembentukkan dari hormone eritropoetien mengalami gangguan juga

sehingga terjadi lah anemia.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 160/60 yang menunjukkan hipertensi

grade II, pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva anemis (+/+) yang menandakan adanya

proses penurunan produksi eritosit yang didukung juga dengan pemeriksaan Hb 7.9 dan AE 2.77.

Hasil pemeriksaan paru didapatkan pada auskultasi Ronhi Basah Basal yang menandakan adanya

edema pulmo. Pemeriksaan ekstemitas didapatkan adanya edema pada kaki dan tangan yang

disebabkan karena adanya retensi cairan dan natrium.

Pada pemeriksaan laboratorim pasien ketika awal masuk Rumah sakit didapatkan Ureum

239, creatinin 15,93 dan asam urat 11.97. Ketiga pemeriksaan tersebut merupakan uji sarin faal

ginjal. Berdasarkan rumus Cockroft-Gault untuk mengetahui laju filtrasi ginjal didapatkan,

LFG (ml/mnt/1,73m2) =

(140−umur ) x berat badan72 x kreatinin serum

x (0,85 jika wanita) (140−56 ) x 70

72 x 15 , 93=5,12

Laju filtrasi Ginjal 5,12 yang merupakan derajat 5 (gagal ginjal dengan LFG < 15).

Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi

ginjal dan homeostasis selama mungkin meliputi pengaturan diet, cairan dan garam,

memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, mengendalikan hipertensi,

penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi.

Penatalaksanaan pengganti diantaranya dialisis (hemodialisis, peritoneal dialisis) dan

transplantasi ginjal. Pada pasien ini penatalaksanana yang diberikakan Infus Nacl asal netes,

Injeksi Furosemid 2A/24 jam, Novomix 8-0-4, CaCO3 3x1, Asam folat 3x1, amlodipine 1x10mg

dan Clonidin 3x ½ . Pemberian infus Nacl asal netes untuk mencegah terjadinya edema dan

komplikasi kardiovaskuler. Furosemid merupakan Obat diuretik kuat yang bekerja pada ansa

30

Page 31: Presus Dr. Waisul

henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+, K+ Cl- dan

menghambat reabsorbsi air dan elektrolit, kerja obat ini lebih cepat dan efek diuretikna lebih kuat

sehingga digunakan untuk antihipertensi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal

jantung. Novomix memiliki komponen insulin aspart 30%, protaminated insulin aspartate 70%

untuk terapi pada DM tipe 1 dan 2 yang diberikan segera sebelum atau setelah makan. CaCO3

digunakan untuk mengkoreksi hyperkalemia. Asam folat diberikan untuk melakukan pencegahan

dan pengobatan pada defisiensi folat, asam folat diperlukan untuk memproduksi sel darah merah

dan mencegah anemia. Amlodipin merupakan obat antihipertensi golongan antagonis kalsium

yang mengahambat infulks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard, dan dapat

menurunkan resistensi perifer tanpa penurunsn fungsi jantung yang berarti. Clonidin merupakan

obat anti hipertensi yang bekerja pada reseptor α-2 di susunan saraf pusat dengan efek penurunan

sympathetic outflow, efek hipotensi klonidin terjadi karena penurunan resistensi perifer dan

curah jantung.

Pada kasus ini pasien mengalami stadium 5 yang berarti harus mengalami terapi

penggantian ginjal atau dialysis.

31

Page 32: Presus Dr. Waisul

BAB IV

KESIMPULAN

1. Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir

dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yan ditandai denan

penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

2. Uremia adaalh suatu sindrom klinik dan laboratorik yan terjadi pada semua organ,

akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit.

3. Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat

penyakit dan atas dasar diagnosis penyakit

4. Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik dipengaruhi oleh kondisi uremia.

5. Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan

fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin, dan waktu yang tepat untuk terapi

penyakit dasarnya adalah sebelum terjadi penurunan LFG

32

Page 33: Presus Dr. Waisul

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2006. Textbook of Medical Physiology. Elsevier Inc.

2. Fauci, Braunwald, et a. 2007. Harrison's Principles Of Internal Medicine 17 th Edition. McGraw Hill Inc.

3. Kiersten M, Soren N, C.Craig T. Anatomy of the Kidney, In: Brenner & Rector’s The Kidney 8th Edition. Saunders Elsevier, Philadelphia. 2008. p. 25-31

4. M.Adji D, Petrus A, alih bahasa. Spalteholz-Spanner Atlas Anatomi Manusia Bagian II Edisi 16. Hipokrates, Jakarta. 1994. Hal 249

5. Melody H. Chronic Kidney Disease (serial online) Last update Mar/21/2010. [cited des/21/2013,20.30]. Available from: URL: http://www.emedicinehealth.com

6. Ketut. S. Penyakit Ginjal Kronik, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan IPD FKUI, Jakarta. 2009. Hal 1035-1040

7. National Kidney Foundation. Chronic Kidney Disease (CKD) (serial online) Last update Mar/21/2010. [cited Des/21/2013,21.00]. Available from: URL: http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm

8. Ketteler M et al. 2006. Calcification and cardiovascular health: New insights into an old phenomenon. Hypertension 47:1027 [PMID: 16618842]

9. Levey AS, et al. 2007 : CKD: Common, harmful and treatable—World Kidney Day 2007. Am J Kidney Dis 49(2).

10. Go A et al. 2004. Chronic kidney disease and the risks of death, cardiovascular events, and hospitalization. N Engl J Med 351:1296 [PMID: 15385656]

11. Silbernagl, Stefan et al. 2000. Color Atlas of Patophysiology. Thieme New York.

12. Stefan S, Florian L. Color Atlas of Pathophysiology. Thieme, New York. 2000. p.9213. Yoyo. Chronic Kidney Disease (CKD) (serial online) Last update Des/27/2008. [cited

Des/21/2013,21.30]. Available from: URL: http://3rr0rists.com/medical/chronic-kidney-disease.html

14. Pranawa, M.Yagiantoro, Chandra I. Djoko S. Nunuk M. M.Thatha, dkk. Penyakit Ginjal Kronis, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya. Airlangga University Press, Surabaya. 2007. Hal 221-229

15. Strong K., et al. 2005. Preventing chronic disease: How many lives can we save? Lancet

366:1578 [PMID: 16257345]

33