presus husein itp
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
Immune Trombositopenik Purpura
DIPRESENTASIKAN OLEH :
MOCHAMAD ZULFAR AUFIN
110.2009.174
PEMBIMBING :
Dr. HAMI ZULKIFLI ABBAS, Sp.PD, MH.Kes. FINASIM
Dr. SIBLI, Sp.PD
Dr. SUNHADI
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD ARJAWINANGUN
PERIODE 1 APRIL- 9 JUNI 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat-Nya dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyusun tugas kasus yang berjudul “Imun Trombositopenik Purpura”.
Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya
sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak Pembaca agar
dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat karya tulis yang lebih baik
lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hami
Zulkifli Abbas, Sp.PD, MH.Kes FINASIM; Dr. Sibli Sp.PD dan Dr. Sunhadi serta
berbagai pihak Rumah Sakit Arjawinangun yang telah membantu menyelesaikan
tugas pretest ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Arjawinangun, 28 April 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...3
Identitas Pasien………………………………………………………………………4
Anamnesis……………………………………………………………………………4
Pemeriksaan Fisik……………………………………………………………………5
Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………………8
Resume………………………………………………………………………………16
Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………….21
Diskusi……………………………………………………………………………….41
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..44
3
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Nn.S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 17 tahun
Alamat : Plered
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Menikah
Tgl masuk : 28-03-2013
No.CM : 72-99-01
II. Anamnesis (autoanamnesis)
Keluhan Utama :
Gusi berdarah sejak 4 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan Gusi berdarah yang semakin
memberat sejak 4 hari SMRS, Pasien merasakan gusi berdarah tidak bisa berhenti dan
timbul mendadak terutama saat menyikat gigi, dirasakan sejak 1 minggu SMRS.
Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh demam yang dirasakan naik turun. Pasien
4
mengaku bila ada luka, darah susah berhenti. Pasien merasakan timbul bintik merah
hampir diseluruh tubuh terutama di tangan dan kaki , pasien juga merasakan timbul
lebam walaupun tidak terbentur sesuatu. Pasien mengeluhkan sakit kepala. Pasien
tidak merasa sesak. Pasien merasakan nyeri ulu hati dan tidak ada mual dan muntah.
BAK dan BAB dirasakan pasien tidak ada kelainan. Pasien mengaku bila sedang
haid, darah banyak dan tidak teratur .Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke
dokter dan diberitahu bahwa terkena demam berdarah, pasien sewaktu SMP pasien
sering memar dan dikira pasien hanya memar karena terlalu letih.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku waktu kecil belum pernah menderita kelainan seperti ini
Pasien tidak mempunyai riwayat meminum obat-obatan
Waktu SMP pasien sering memar tanpa sebab
Riwayat alergi tidak diakui pasien
Riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengaku di keluarga pasien tidak ada yang mengalami sama seperti pasien
III. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran: composmentis
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
5
- Tekanan darah : 120/80
- Nadi : 88x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 36 C
- BB : 50 kg
- TB : 165 cm
Kepala
Bentuk : Normal simetris
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/- , edema palpebral -,
hematom palpebra +/-, pupil isokor kanan dan kiri. Reflek cahaya +.
Konjungtiva hemoragik (+).
Telinga : Bentuk normal, simetris, membrane timpani intak.
Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi.tidak ada
sekret
Mulut :Mulut tidak ada kelainan, Tonsil T1/T1. Perdarahan gusi (+)
aktif.
Leher
Bentuk Normal, deviasi trakea (-), Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB,
JVP tidak meningkat.
Thoraks
6
Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama
dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.
Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vbs +/+, ronki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pulsasi tidak ada vibrasi
Perkusi Batas jantung :
o Batas atas : sela iga III garis sternalis kanan
o Batas kanan : sela iga IV garis sternalis kiri
o Batas kiri : Sela Iga V garis midclavicula kiri
Auskultasi :BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Perut datar lembut, simetris, ekimosis (+), sikatriks (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : suara timpani pada lapang abdomen. Shifting dulnes (-)
Palpasi : terdapat nyeri tekan epigastrium (+), tidak teraba massa,
Genitalia
Tidak dinilai
7
Ekstremitas
Superior : akral hangat CRT <2”, edema (-), purpura (+), petekieae (+), hematom (+)
Inferior : akral hangat CRT <2”, edema (-), purpura (+), petekieae (+), hematom (+)
IV. .Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (28 Maret 2013)
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 5,9 10^3/ 4.0-12.0
LYM 2,1 10^3/ 1.0-5.0
MON 0,6 10^3/ 0.1-1.0
GRANUL 3,3 10^3/ 2.0-8.0
LYM % 34,8 % 25.0-50.0
MON% 9,7 % 2.0-10.0
GRANUL% 55,4 % 50.0-80.0
RBC 3,4 L 10^6/ 4.0-6.20
HGB 6,9 L g/dl 11.0-17.0
HCT 32,9 L % 35.0-55.0
MCV 67,6 L 80.0-100.0
MCH 20,2 L pg 26.0-34.0
MCHC 30,1 L g/dl 31.0-35.0
8
RDW 15,5 % 10.0-16.0
PLT 74 L 10^3/ 150.0-400.0
MPV 12,1 7.0-11.0
PCT 0.090 L % 0.200-0.50
PDW 33,3 % 10.0-18.0
Tgl 28 Maret 2013
Widal Salmonella IgM Negative
Widal salmonella IgG Negative
IgG Dengue Blot Positive
IgM dengue Blot Negative
Tgl Pemeriksaan 29 Maret 2013
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 5,7 10^3/ 4.0-12.0
LYM 1,6 10^3/ 1.0-5.0
MON 0,5 10^3/ 0.1-1.0
GRANUL 3,6 10^3/ 2.0-8.0
LYM % 29 % 25.0-50.0
MON% 8,0 % 2.0-10.0
GRANUL% 64,0 % 50.0-80.0
9
RBC 2,98 L 10^6/ 4.0-6.20
HGB 5,8 L g/dl 11.0-17.0
HCT 20,1 L % 35.0-55.0
MCV 67,4 L 80.0-100.0
MCH 19,5 L pg 26.0-34.0
MCHC 28,9 L g/dl 31.0-35.0
RDW 15,0 % 10.0-16.0
PLT 67 L 10^3/ 150.0-400.0
MPV 11,9 7.0-11.0
PCT 0.874 L % 0.200-0.50
PDW 28,4 % 10.0-18.0
Gambaran Darah Tepi Tgl Pmeriksaan 29-3-2013
Eritrosit : Hipokrom Mikrositer (Acantosit, Burr cell, Tear drop cell)
Leukosit : Jumlah normal
Trombosit : Jumlah Menurun
Retikulosit :0,8 %
TGl pemeriksaan 29-03-2013 pkl.16.54
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 5,0 10^3/ 4.0-12.0
10
LYM 1,4 10^3/ 1.0-5.0
MON 0,4 10^3/ 0.1-1.0
GRANUL 3,2 10^3/ 2.0-8.0
LYM % 28,0 % 25.0-50.0
MON% 7,0 % 2.0-10.0
GRANUL% 64,2 % 50.0-80.0
RBC 2,75 L 10^6/ 4.0-6.20
HGB 5,4 L g/dl 11.0-17.0
HCT 18,6 L % 35.0-55.0
MCV 67,6 L 80.0-100.0
MCH 19,6 L pg 26.0-34.0
MCHC 28,9 L g/dl 31.0-35.0
RDW 15,8 % 10.0-16.0
PLT 58 L 10^3/ 150.0-400.0
MPV 12,6 7.0-11.0
PCT 0.873 L % 0.200-0.50
PDW 17,0 % 10.0-18.0
Golongan Darah : B
Ureum 21,0 Ureum UV
liquid
10-50 mg/dL
11
Kreatini 0,62 0,6-1,38 Mg/dL
Uric Acid 3,18 UA plus 3,34-7,0 Mg/dL
SGOT 20 0-38 U/l
SGPT 7 0-41 U/l
HBsAg 0,786 <1 Nreac
Natrium 140 136-145
Kalium 3,43 1,5-5,1
Clorid 103 97-111
Calcium 6,28 6,5 9,5
Tgl Pemeriksaan 30
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 6,6 10^3/ 4.0-12.0
LYM 1,6 10^3/ 1.0-5.0
MON 0,5 10^3/ 0.1-1.0
GRANUL 4,5 10^3/ 2.0-8.0
LYM % 24,0 L % 25.0-50.0
MON% 7,1 % 2.0-10.0
GRANUL% 68,9 % 50.0-80.0
RBC 2,98 L 10^6/ 4.0-6.20
HGB 6,2 L g/dl 11.0-17.0
12
HCT 28,2 L % 35.0-55.0
MCV 67,6 L 80.0-100.0
MCH 20,6 L pg 26.0-34.0
MCHC 30.7 L g/dl 31.0-35.0
RDW 16,3 % 10.0-16.0
PLT 75 L 10^3/ 150.0-400.0
MPV 11,8 7.0-11.0
PCT 0.086 L % 0.200-0.50
PDW 26,0 % 10.0-18.0
Tgl pemeriksaan 01
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 10,3 10^3/ 4.0-12.0
LYM 1,6 10^3/ 1.0-5.0
MON 0,7 10^3/ 0.1-1.0
GRANUL 8 10^3/ 2.0-8.0
LYM % 15,6 L % 25.0-50.0
MON% 7,0 % 2.0-10.0
GRANUL% 77,4 % 50.0-80.0
RBC 3,04 L 10^6/ 4.0-6.20
HGB 6,1 L g/dl 11.0-17.0
HCT 26,6 L % 35.0-55.0
13
MCV 68,7 L 80.0-100.0
MCH 20,3 L pg 26.0-34.0
MCHC 29,6 L g/dl 31.0-35.0
RDW 16,6 % 10.0-16.0
PLT 61 L 10^3/ 150.0-400.0
MPV 10,5 7.0-11.0
PCT 0.895 L % 0.200-0.50
PDW 26,4 % 10.0-18.0
Tgl Pemeriksaan 02-04-2013
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 11,7 10^3/ 4.0-12.0
LYM 1,1 10^3/ 1.0-5.0
MON 0,4 10^3/ 0.1-1.0
GRANUL 18,2 10^3/ 2.0-8.0
LYM % 9,1 L % 25.0-50.0
MON% 3,5 % 2.0-10.0
GRANUL% 67,4 % 50.0-80.0
RBC 2,92 L 10^6/ 4.0-6.20
HGB 6,1 L g/dl 11.0-17.0
HCT 19,9 L % 35.0-55.0
14
MCV 68,2 L 80.0-100.0
MCH 20,6 L pg 26.0-34.0
MCHC 30.7 L g/dl 31.0-35.0
RDW 16,6 % 10.0-16.0
PLT 53 L 10^3/ 150.0-400.0
MPV 10,9 7.0-11.0
PCT 0.086 L % 0.200-0.50
PDW 22,6 % 10.0-18.0
Tgl 04-04-2013
LAB RESULT FLAGS UNIT NORMAL
WBC 14,5 10^3/ 4.0-12.0
LYM 2,2 10^3/ 1.0-5.0
MON 1,0 10^3/ 0.1-1.0
GRANUL 11,3 10^3/ 2.0-8.0
LYM % 15,0 L % 25.0-50.0
MON% 7,1 % 2.0-10.0
GRANUL% 77,7 % 50.0-80.0
RBC 2,06 L 10^6/ 4.0-6.20
HGB 4,0 L g/dl 11.0-17.0
HCT 13,5 L % 35.0-55.0
15
MCV 65,5 L 80.0-100.0
MCH 19,4 L pg 26.0-34.0
MCHC 29,6 L g/dl 31.0-35.0
RDW 16,4 % 10.0-16.0
PLT 52 10^3/ 150.0-400.0
MPV 11,4 7.0-11.0
PCT 0.059 L % 0.200-0.50
PDW 30,2 % 10.0-18.0
PMI Arjawinangun
Golongan Darah : B, Rh (+)
Hasil Crossmatch : Incompatible mayor minor
V. Resume :
Pasien dengan keluhan demam, demam dirasakan naik turun, gusi berdarah tidak
bisa berhenti dan timbul mendadak terutama saat menyikat gigi, bila ada luka darah
susah berhenti, timbul bintik merah hampir diseluruh tubuh terutama di tangan dan
kaki , timbul lebam walaupun tidak terbentur sesuatu. sakit kepala. nyeri ulu hati,bila
sedang haid, darah banyak dan tidak teratur .dulu pasien sering memar. Dengan
pemeriksaan fisik terdapat petekia, ekimosis, dan hematom. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan trombositopenia, anemia mikrositik hipokrom.
16
VI. Diagnosa :
Susp. ITP
VII. Diagnosis Banding :
DHF
SLE
DIC
Sindrom mielodisplastik
VIII. Pemeriksaan Anjuran :
Tes Autoantibodi IgG antitrombosit
ANA test
Apus Darah Tepi
Radiologi Thorax AP
CT scan
IX. Terapi
Rencana Pengobatan dari IGD :
- Infus RL 30 gtt/menit
- Paracetamol 500 mg 3x1 tab
- Omeprazol tab 1x20mg
- Ketorolac 3x 30mg/ml inj.iv
17
- Kalnex 250mg 3x1 kap
- Vit K
Rencana pengobatan di ruangan :
Medikamentosa:
- IV RL 30gtt/menit
- Omeprazol tab 1x20mg
- Kalnex 250mg 3x1 kap
- Metthylprednisolone 16mg 3x 1 tab
- Paracetamol 500 mg 3x1 tab
- Vit K
- Inpepsa 500mg/5ml 3x 1 C
Non Farmakologi :
- Bed Rest
-
X. Follow Up
Tgl Pemeriksaan Terapi
28 maret 2013 T : 120/80 mmHg
P : 88x/menit
R : 20x/menit
- IV RL 30gtt/menit
- Omeprazol tab
1x20mg
18
S : 36 C
KU : Gusi berdarah,
pusing +, nyeri tekan ulu
hati, lemas.
Kepala : Ka +/+, SI -/-,
ekimosis, hematoma
palpebra.
Leher : KGB tak, JVP tdk
meningkat
Tho : B dan G simetris.
VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ
1 dan 2 sama murni
regular. Murmur -, gallop -
Abdomen : datar lembut .
H/L sulit dinilai
Eks : Akral hangat CRT
<2”, edema -/- ekimosis,
petekiae, hematom (+).
- Kalnex 250mg 3x1
Vit K
30 maret 2013 T : 100/80 mmHg
P : 86x/menit
R : 22x/menit
- IV RL 30gtt/menit
- Omeprazol tab
1x20mg
19
S : 36 C
KU: Sakit kepala, Nyeri
ulu hati +, gusi berdarah +,
- Kalnex 250mg 3x1
- Vit K
Tgl 3 april 2013 T : 110/70 mmHg
P : 88x/menit
R : 20x/menit
S : 37,8 C
Ku : sesak (-) Sakit kepala
+, nyeri tekan ulu hati +,
petekiae bertambah +
-Terapi lanjutkan
- Methylprednisolone 3x 16
mg
- Inpepsa 500mg/5ml 3x 1 C
Tgl 8 april 2013 T : 110/80 mmHg
P : 88x/menit
R : 28x/menit
S : 38,1C
KU : Sakit kepala (+),
Gusi berdarah berkurang,
petekiae (+)
-Terapi lanjutkan
- Rujuk Untuk dilakukan
Transfusi darah dengan
pemberian kortikosteroid
dosis tinggi.
XI. Prognosis :
Dubia ad bonam
20
TINJAUAN PUSTAKA
Purpura Trombositopenia Imun
2.1.1 Definisi
21
Purpura trombositopenia imun (PTI) adalah keadaan autoimun dengan
karakteristik utama penghancuran trombosit yang dimediasi oleh autoantibodi,
dengan jumlah trombosit kurang dari 100 x 109/L yang mengakibatkan
peningkatan resiko perdarahan (1) .
Pada penyakit ini sel-sel darah kecuali trombosit dalam batas normal.
Trombosit merupakan keping darah bergranula yang berfungsi membentuk
agregat di tempat luka. Sel ini tidak mempunyai inti sel, berjumlah sekitar
300.000/µL darah dan pada keadaan normal mempunyai waktu paruh 4 hari.
Trombosit dibentuk di sumsum tulang berasal dari sel megakariosit.
Megakariosit, yaitu sel besar yang berada di sumsum tulang yang membentuk
trombosit dengan cara memecah bagian sitoplasma yang selanjutnya dikeluarkan
ke pembuluh darah. Produksi megakariosit dikontrol oleh trombopoietin, yang
membantu pematangan dan perubahan megakariosit (5).
2.1.2 Klasifikasi
Purpura trombositopenia imun (PTI) dapat diklasifikasikan berdasarkan
pada etiologi dan onset trombositopenia. Terdapat 2 jenis PTI yaitu, PTI primer
yang disebabkan oleh karena adanya autoantibodi Imunoglobulin G (IgG) yang
berikatan dengan glikoprotein pada permukaan trombosit sehingga menyebabkan
trombositopenia. PTI sekunder merupakan akibat dari penyakit yang diderita,
seperti pada pasien dengan hepatitis C, virus imunodefisiensi manusia (HIV), dan
lupus eritematosa sistemik (LES) yang menyebabkan penurunan jumlah
22
trombosit. Berdasarkan onset trombositopenia dapat dibedakan tipe akut bila
kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan dan kronik bila lebih dari 6 bulan
(10).
2.1.3 Etiologi
Penyebab Purpura trombositopenia imun (PTI) tidak diketahui secara pasti,
antibodi normalnya berfungsi sebagai pertahanan tubuh lini pertama, tetapi pada
PTI terdapat antibodi yang menyerang trombosit yang disebut autoantibodi
imunoglobulin G yang berikatan dengan membran trombosit. Autoantibodi inilah
yang menyerang trombosit di sirkulasi darah maupun dalam sumsum tulang,
sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang (9).
2.1.4 Epidemiologi
PTI biasanya banyak ditemukan pada orang dewasa, yang merupakan
bentuk PTI kronik dengan 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun. Pada
PTI dewasa yang tidak sembuh dengan pengobatan kortikosteroid disebut dengan
PTI refrakter, dengan persentase 25-30 % dari jumlah penderita PTI. Pada
keadaan refrakter mempunyai respon pengobatan yang kurang baik dan
mortalitas sebesar 16 % (10).
Selain pada dewasa, terdapat pula kejadian PTI pada anak dengan insiden
4,0-5,3 per 100.000. Pada anak lebih sering dijumpai PTI akut yang umumnya
23
terjadi pada usia antara 2-6 tahun. Sebanyak 7-28 % PTI akut pada anak dapat
berkembang menjadi PTI kronik atau 0,46 per 100.000 anak per tahun (10).
2.1.5 Patofisiologi
Pada purpura trombositopenia imun (PTI), trombosit dihancurkan oleh
autoantibodi trombosit yang berikatan dengan reseptor Fcγ di sistem fagosit
mononuklear (10).
Autoantibodi Imunogobulin G (IgG) yang berikatan dengan trombosit,
akan membuat trombosit mengalami percepatan degradasi di limpa, hati, maupun
sirkulasi darah pada makrofag jaringan yang diperantarai oleh reseptor Fcγ.
Penghancuran trombosit oleh autoantibodi dapat berada di dalam sumsum tulang
atau pada fase pembentukan megakariosit. Jumlah trombopoietin yang tidak
meningkat menunjukan adanya masa megakariosit yang normal. Pada keadaan
ini megakariosit dapat mengkompensasi dengan meningkatkan produksi
trombosit dan yang diserang hanyalah trombosit saja. Keadaan inilah yang
disebut dengan PTI kronik dengan jumlah trombosit yang rendah pada tingkat
yang aman (10).
Mekanisme penghancuran trombosit oleh sensitasi autoantibodi ialah
sebagai berikut, reseptor antibodi pada trombosit yang disebut dengan
glikoprotein IIb/IIIa tersensitasi oleh adanya autoantibodi yang tidak diketahui
pemicunya, sementara autoantibodi pada reseptor glikoprotein Ib/IX belum
terbentuk. Trombosit yang terikat dengan autoantibodi akan berikatan dengan sel
24
makrofag melalui reseptor Fcγ yang kemudian terjadi proses penghancuran. Pada
makrofag tidak hanya trombosit yang terdegradasi tetapi juga memproduksi suatu
epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain. Sel penyaji antigen yang
teraktivasi mengekspresikan peptida baru dengan bantuan CD 154 dan CD 40
yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi sel T menjadi sel B. Reseptor sel
imunoglobulin sel B akan menginduksi proliferasi antiglikoprotein Ib/IX antibodi
dan juga meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa (3).
Gambar 1. Patofisiologi pengikatan autoantibodi pada trombosit
(3)
PTI yang disebabkan karena infeksi seperti hepatitis C dan virus
imunodefisiensi manusia (HIV), diduga akibat dari rantai asam amino yang
25
mempunyai struktur mirip dengan struktur antigen dari glikoprotein pada
permukaan trombosit yang menyebabkan trombositopenia (9).
Berdasarkan mekanisme destruksi trombosit tersebut, dapat digunakan untuk
terapi PTI dari berbagai aspek.
Gambar 2. Target terapi berdasarkan patofisologi penghancuran trombosit
(Sumber: Cines DB and Blanchette, 2002)
2.1.6 Manifestasi Klinik
Purpura trombositopenia imun (PTI) mempunyai gejala perdarahan sering
dari ringan sampai sedang dan memiliki perjalanan penyakit yang fluktuatif.
Episode perdarahan ini dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa
minggu. Petekiae merupakan salah satu gejala yang ada, yaitu pecahnya
pembuluh darah mikrovaskuler yang tidak hilang dengan penekanan dan
26
umumnya muncul pada tempat tertentu seperti tangan dan kaki. Berbentuk bulat
sempurna dan tidak menonjol, kumpulan dari petekiae dinamakan purpura. Berat
dan frekwensi perdarahan sesuai dengan jumlah trombosit, bila jumlah trombosit
lebih dari 50.000/mL biasanya asimptomatik, 30.000-50.000/mL terdapat
hematoma, 10.000-30.000/mL terjadinya perdarahan spontan (10).
Gejala lain yang sering terjadi ialah perdarahan mukosa. Munculnya
perdarahan mukosa merupakan tanda bahwa terjadinya perdarahan sistemik
akibat dari jumlah trombosit kurang dari 10.000/mL. Perdarahan mukosa dapat
ringan yaitu epistaksis hingga adanya perdarahan gastrointestinal sesuai dengan
jumlah penurunan trombosit. Gejala paling berat dari PTI yaitu terjadinya
perdarahan intrakranial dapat terjadi hampir 1% penderita PTI berat (9).
2.1.7 Diagnosis Klinik
Diagnosis pada purpura trombositopenia imun (ITP) dapat ditentukan dari
lamanya perdarahan untuk membedakan antara PTI akut dan kronis. Pada
anamnesis dapat diketahui bahwa pasien pernah menggunakan obat-obatan yang
menyebabkan trombositopenia atau tidak, dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya perdarahan seperti petekiae, perdarahan mukosa dan pada keadaan
khusus bisa terjadi pembesaran limpa yang diduga adanya kelainan keganasan
pada limfe. Tetapi secara umum penderita PTI pada pemeriksaan fisik terlihat
normal (9).
27
Pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan darah tepi, hitung darah
lengkap, dan tes antiglobulin direk (Coombs). Pada pemeriksaan darah tepi dan
hitung darah lengkap, jumlah dan morfologi darah putih (leukosit) dan sel darah
merah (eritrosit) menunjukan angka normal, selain itu dapat pula ditemukan
megatrombosit pada pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan sumsum tulang
dilakukan pada pasien lebih dari 40 tahun bila didapatkan gambaran klinis yang
tidak khas, sementara pada anak-anak dilakukannya pemeriksaan sumsum tulang
untuk menyingkirkan kasus leukemia akut. Pemantauan secara terus menerus
terhadap status klinis dan status darah lengkap sangatlah penting dalam
manajemen terapi PTI (10).
Pemeriksaan lainnya yaitu autoantibodi-anti trombosit, autoantibodi yang
berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada 75% pasien PTI.
Autoantibodi IgG antitrombosit ditemukan pada 50%-85% penderita.
Peningkatan jumlah IgG telah terlihat di permukaan trombosit dan kecepatan
destruksi trombosit pada PTI menunjukan kadar yang menyerupai trombosit yang
berhubungan dengan imunoglobulin. Adanya autoantibodi menyebabkan tes
antibodi-anti trombosit menjadi positif, sementara hasil tes negatif tidak
menyingkirkan diagnosa PTI. (10).
Selain dengan pemeriksaan autoantibodi-anti trombosit, terdapat
pemeriksaaan antibodi-trombosit dengan pemeriksaan monoclonal antibody
immobilization of platelet antigen (MAIPA) yang berfungsi untuk mendeteksi
autoantibodi spesifik pada glikoprotein trombosit. Sensitifitas dan spesifitas pada
28
MAIPA sebesar 39% hingga 52% dan 92% hingga 97%, pemeriksaan MAIPA
dapat membuktikan apakah PTI yang didapat merupakan PTI primer atau PTI
sekunder (3).
2.1.8 Diagnosis Banding
Menyingkirkan diagnosis banding Purpura trombositopenia imun (PTI)
primer harus dilakukan secara cermat untuk membedakan
pseudotrombositopenia, PTI sekunder dan PTI bawaan. Dengan mendapatkan
pemeriksaan darah tepi dan jumlah darah lengkap merupakan langkah terpenting.
Terjadinya trombositopenia dengan demam berkepanjangan, berat badan turun,
limfadenopati dan organomegali biasanya dikarenakan leukemia atau anemia
aplastik (10).
Pseudotrombositopenia adalah keadaan dimana terjadinya penggumpalan
trombosit akibat adanya ethylenediaminetetra acetic acid (EDTA) yang dapat
dilihat dari pemeriksaan darah tepi yang tidak cermat. Pada PTI sekunder
biasanya mudah dikenali akibat dari virus epstein-barr, hepatitis C, virus
imunodefisiensi manusia (HIV) atau lupus eritematosus, dengan melihat riwayat
pasien dan pemeriksaan fisik. Sindrom wiskott-aldrich yang biasanya
menyebabkan trombositopenia bawaan dan didasarkan pada ukuran trombosit
dan mutasi gen. Diagnosis banding lainnya seperti penyakit hati akibat alkohol,
koagulasi vaskular diseminata (DIC) dan sindrom mielodisplastik (11).
29
2.1.9 Komplikasi
Penyebab utama perdarahan fatal pada pasien PTI adalah terjadinya
perdarahan intrakranial. Resiko terbesar terjadi pada pasien usia lanjut dengan
riwayat perdarahan dan tidak ada respon terapi, inisden terjadi pada usia di
bawah 40 sebesar 2 % dan 47 % pada usia di atas 60 tahun (3).
2.1.10 Terapi Awal pada PTI
2.1.10.1 Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg/bb selama 2
minggu dan kemudian dilakukan penurunan dosis secara bertahap.
Mekanieme kortikosteroid adalah menghambat kerusakan trombosit di
sumsum tulang dan mengurangi jumlah autoantibodi di tubuh. Kriteria
respon awal adalah dengan meningkatnya jumlah trombosit lebih dari
30.000/µL, lebih dari 50.000/µL setelah 10 hari terapi awal, dan
berhentinya perdarahan. Respon menetap bila jumlah trombosit tetap lebih
dari 50.000/µL setelah 6 bulan pemantauan. Bila respon baik kortikosteroid
dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian dilakukan penurunan dosis secara
bertahap dengan mengurangi dosis sebesar 50% setiap minggunya (10).
Terapi menggunakan kortikosteroid cukup efektif dalam menjaga
rentang trombosit dalam keadaan aman, tetapi pada beberapa pasien respon
ini tidak didapatkan hingga 6-12 bulan yang berakibat menjadi purpura
trombositopenia imun (PTI) kronik dan terjadi efek samping pemakaian
30
kortikosteroid seperti moon face, buffalo hump, dan insufisiensi adrenal
(10).
2.1.10.2 Imunoglobulin Intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena (IgIV) digunakan dengan dosis 0,5-2
g/kg selama 2 sampai 5 hari. IgIV mempunyai respon lebih baik daripada
kortikosteroid dengan peningkatan jumlah trombosit diatas 100 x 109/L
pada 65 % pasien, dan 50 x 109/L pada 85% pasien. Mekanisme IgIV pada
PTI dengan menghambat ikatan fcγ reseptor yang berikatan dengan
trombosit. Tetapi respon pada IgIV hanya bersifat sementara dan
menimbulkan banyak efek samping (9).
Efek samping yang biasanya terjadi ialah trombosis, insufisiensi
ginjal, sakit kepala, dan reaksi anafilatik pada orang dengan defisiensi IgA.
Penggunaan IgIV tidak dapat dijadikan sebagai terapi jangka panjang, IgIV
meningkatkan jumlah trombosit secara cepat dengan indikasi PTI berat
dengan perdarahan (11).
2.1.10.3 Splenektomi
Splenektomi pada penderita purpura trombositopenia imun (PTI)
digunakan sebagai terapi lini kedua yang gagal berespon dengan terapi
kortikosteroid. Efek splenektomi dengan menghilangkan tempat-tempat
autoantibodi yang terikat dengan trombosit dan menghilangkan produksi
antibodi anti trombin. Indikasi dilakukan splenektomi adalah tidak respon
31
terhadap terapi medis selama 4 minggu dengan jumlah trombosit kurang
dari 50.000/µL, terjadinya relaps setelah pemberian kortikosteroid,
besarnya efek samping dari kortikosteroid dan jumlah trombosit tidak
menjadi normal dalam 6-8 minggu (6).
Splenektomi mempunyai efek samping cukup besar, seperti
perdarahan pasca operasi dan infeksi pneumococcal. Respon pasca
splenektomi disebut tidak ada respon bila gagal mempertahankan trombosit
kurang dari 50.000/µL dan relaps bila jumlah trombosit turun kurang dari
50.000/µL. Setelah adanya beberapa terapi terbaru dengan efek samping
yang lebih ringan dan tidak invasif, splenektomi tidak lagi diindikasikan
sebagai terapi PTI (3).
2.1.10.4 Antibodi Monoklonal Anti-CD20 (Rituximab)
Rituximab merupakan suatu antibodi monoklonal anti-CD20 yang
mendeplesi CD20 sel B. CD20 merupakan sebuah molekul protein yang
berfungsi sebagai inisiasi dan diferensiasi pada sel B dan berfungsi seperti
kanal kalsium pada permukaan sel b (1).
Rituximab digunakan sebagai terapi limfoma non hodgkin, namun
dapat juga diberikan pada PTI. Rituximab diberikan selama 1 minggu
sekali selama 4 minggu secara intravena, dengan dosis 375 mg/m2 atau
dengan menggunakan dosis rendah 100 mg per minggu selama 4 minggu
dapat menunjukan respon yang signifikan dan bertahan lama akibat dari
32
deplesi sel B. Namun adanya pertimbangan biaya dan besarnya angka
relaps menyebabkan rituximab jarang diberikan (1).
2.2 Terapi Trombopoietin (TPO)
2.2.1 Struktur Trombopoietin
Trombopoietin (TPO) adalah sebuah sel sitokin yang memproduksi
megakariosit, dengan reseptor Mpl, merupakan pilihan terapi terbaru pada PTI
yang tidak respon dengan kortikosteroid, imunoglobulin atau dengan
splenektomi. Berbeda dari mekanisme pengobatan sebelumnya yang
menghambat penghancuran trombosit, TPO berfungsi meningkatkan
pembentukan trombosit. Kegagalan sumsum tulang menyebabkan jumlah
trombosit rendah dan tingginya kadar tromobopoietin serum pada darah,
sementara pada purpura trombositopenia imun (PTI) kadar trombopoietin
mendekati normal atau tidak meningkat secara signifikan. Kemungkinan terbesar
terjadi akibat peningkatan eliminasi trombopoietin saat berikatan dengan
trombosit yang telah terikat autoantibodi (9).
Trombopoietin dalam tubuh berupa protein sebesar 95 kDa mengandung
332 asam amino dan 23 persen identik dengan eritropoietin. Meskipun identik
dengan eritropoietin, trombopoietin tidak berikatan dengan reseptor eritopoietin
begitu juga sebaliknya. Molekul TPO mempunyai 2 area reseptor penting yang
akan berikatan dengan reseptor TPO, sehingga memungkinkan satu TPO
berikatan dengan dua reseptor TPO (8)
33
2.2.2 Fisiologi Trombopoietin
TPO dalam tubuh diproduksi secara konstan dalam hati dan tidak ada
bentuk penyimpanan dan dilepaskan melalui sel hepatosit ke sirkulasi darah. Di
dalam sirkulasi darah TPO tidak berikatan dengan protein karier, tetapi
mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor TPO pada trombosit dan jaringan
sumsum tulang (megakariosit dan prekusor megakariosit). TPO dieliminasi oleh
trombosit dan megakariosit melalui ikatan dengan reseptor TPO. Mekanisme ini
menyebabkan kadar TPO dalam darah dipengaruhi oleh jumlah produksi
trombosit. Bila jumlah produksi trombosit rendah (trombositopenia), sedikit TPO
yang dieliminasi maka kadar TPO meningkat. Produksi trombosit meningkat,
lebih banyak TPO dieliminasi dan kadar TPO menjadi rendah (8).
Gambar 3. Regulasi TPO terhadap jumlah trombosit
34
(4)
TPO yang telah berikatan dengan TPO reseptor pada megakariosit dan
prekusor megakariosit meningkatkan pertumbuhan, endomitosis, maturasi
megakariosit dan mencegah proses apoptosis. Mekanisme diatas diperantarai
oleh fosforilasi dari JAK2, STAT5, MAP Kinase, dan PI-3 kinase (8).
35
Gambar 4. Mekanisme pengaktifan reseptor TPO pada sumsum tulang
(8)
Efek anti apoptosis dari TPO penting dalam pasien dengann purpura
trombositopenia imun (PTI), karena memungkinkan untuk mencegah
penghancuran megakariosit yang diperantarai autoantibodi dan meningkatkan
produksi trombosit (8).
2.2.3 Jenis Trombopoietin
2.2.3.1 Romiplostim
Romiplostim adalah sebuah badan peptida yang terdiri dari 14 asam
amino, dan telah identifikasi sebagai trombopoietin mimetik yang berikatan
dengan trombopoietin reseptor. Romiplostim berkompetisi dengan
36
trombopoietin endogen dalam berikatan dengan TPO reseptor. Setelah
romiplostim berikatan dengan TPO reseptor, romiplostim secara cepat
memproduksi fosforilasi dari TPO reseptor dan mengaktifkan JAK2 dan
STAT5 seperti pada TPO endogen (8) .
Gambar 5. Struktur romiplostim
(8)
Romiplostim mempunyai waktu paruh disirkulasi darah selama
120-160 jam dan akan dieliminasi oleh sistem retikuloendotelial.
Romiplostim dapat diberikan secara intravena maupun injeksi subkutan dan
tidak menyebabkan agregasi trombosit (8).
37
2.2.3.2 Eltrombopag
Suatu trombopoietin mimetik yang berfungsi mengaktifkan TPO
reseptor melalui mekanisme TPO-dependen lusiferase. Termasuk dalam
kelas bioarylhydrazone dengan rumus kimia C25H22N4O4, eltrombopag
menginduksi fosforilase dari TPO reseptor dengan mengaktifasi
JAK2,STAT5,PI-3 kinase dan MAP. Eltrombopag mempunyai waktu paruh
dalam darah selama 21-32 jam dan absorbsi dari eltrombopag dipengaruhi
oleh Fe, kalsium, magnesium dan zinc, dimana zat tersebut dapat
mengurangi absorbsi dari eltrombopag. Eltrombopag dieliminasi dalam
feses sebesar 59% dan urin 31% (8).
Gambar 6. Struktur eltrombopag
38
(8).
2.2.4 Penggunaan Trombopoietin
Purpura trombositopenia imun (PTI) telah diketahui sebagai penyakit yang
menyebabkan penghancuran trombosit atau mengurangi jumlah produksi
trombosit. Pengobatan lini terbaru dengan romiplostim atau eltrombopag
diketahui dapat meningkatkan jumlah trombosit. Pemberian romiplostim secara
injeksi subkutan atau intravena sebesar 0,1-10 mcg/kg. Trombosit tidak secara
langsung meningkat hingga hari ke lima, peningkatan jumlah trombosit terjadi
pada hari ke 12 hingga 16. Romiplostim tidak mempengaruhi jumlah sel darah
putih maupun sel darah merah. Romiplostim tersedia dalam dosis 250-500mcg
per ampul, untuk penderita PTI diberikan injeksi subkutaneus dengan dosis 1-
10mcg/kg setiap minggunya (8).
Eltrombopag merupakan trombopoietin mimetik oral pertama yang dapat
digunakan sebagai terapi terbaru pada PTI. Sama seperti romiplostim pemberian
dosis tunggal tidak menaikan jumlah produksi trombosit, jumlah trombosit
meningkat pada hari 8 dan 16. Eltrombopag tersedia dalam sediaan 25 dan 50
mg, diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan dan diberikan selama 30
hari pengobatan (8).
Romiplostim dan eltrombopag telah diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) sebagai trombopoietin mimetik yang berfungsi
meningkatkan jumlah trombosit pada purpura trombositopenia imun (PTI), bila
39
dibandingkan dengan terapi PTI kronik lainnya, romiplostim dan eltrombopag
mempunyai efek samping yang ringan (8).
2.2.5 Efek Samping Trombopoietin Mimetik
Trombopoietin diketahui mempunyai beberapa efek samping diantaranya
rebound trombositopenia, terjadi pada 10% pasien pada pengobatan romiplsotim
maupun eltrombopag. Kejadian ini didefinisikan sebagai jumlah trombosit yang
kembali turun setelah pengobatan selesai. Oleh karena itu kadar trombosit harus
dipantau secara ketat setelah mendapatkan terapi trombopoietin untuk
mengurangi insiden terjadinya trombositopenia kembali. Kelainan lainnya yaitu,
fibrosis sumsum tulang yang terjadi akibat peningkatan jumlah retikulin dalam
sumsum tulang. Pemeriksaan apus darah tepi menunjukan terdapatnya
abnormalitas dari morfologi sel darah seperti teardrop sel atau nucleated sel
darah merah dan mungkin fibrosis ini bersifat reversible. Trombosis dapat terjadi
pada pasien dengan pemberian trombopoietin yang tidak sesuai indikasi
pemberian. Trombopoietin hanya direkomendasikan untuk meningkatkan jumlah
trombosit pada rentang 50-200 x 109/L. Efek samping terakhir yang harus
dikontrol yaitu hepatotoksik terutama pada pemberian eltrombopag. Efek
samping ini hilang bila terapi dihentikan (9).
40
DISKUSI
Dilaporkan perempuan berumur 17tahun yang dirawat di ruang dalam RSUD
Arjawinangun, di diagnosa ITP (idiopatik trombositopenia purpura)
Diagnosis ITP didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini diagnosa ITP , ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Onsetnya kronik, sebelumnya telah ada hematom dan petekia yang terjadi pada
waktu pasien SMP dan keluhan disertai tanpa demam.dan terjadinya epistaksis serta
perdarahan gusi. Hal ini sesuai dengan anamnesis . Kelainan yang paling sering
ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang dapat tersebar di seluruh tubuh
(5).
Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung
diagnosis ITP, yaitu:
Terdapat petekie di seluruh tubuh tanpa disertai manifestasi perdarahan lain
yang dirasakan lebih dari 6 bulan
Pemeriksaan Fisik
Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius menoragi pada wanita,
pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat namun agak jarang terjadi ialah
perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis
41
umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan ekimosis. Pada
sebagian kasus terdapat splenomegali dan hepatomegali, pada kasus ini tidak
ditemukan splenomegali. Tetapi adanya hepatomegali. (5).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa :
- Darah tepi : trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm.(1)
- Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak
(multinuclearity) disertai lobulasi.
- Imunologi: adanya antiplatelet Ig G pada permukaan trombosit atau
dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gpHb/IIIa
atau gpIb (1)
- anemia normositik, bila lama dapat berjenis mikrositik hipokromik(7).
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada ITP ialah trombositopenia.. Pada
pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia
(52.000 ribu/ul) yang mendukung diagnosis. Hasil laboratorium juga menunjukkan
anemia hipokrom mikrositik menunjukan telah berlangsung lama sesuai teori.
Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk
membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik,
Leukemia Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (1). Tetapi pada
pasien ini tidak dilakukan BMP dan tidak ada indikasi untuk BMP. Dilakukan test
42
ANA dan DS DNA untuk menyingkirkan diagnosis SLE, dan untuk meyakinkan
diagnosis ITP dilakukan tes anti trombosit immunoglobulin G.
Diagnosis banding disingkirkan berdasarkan anamnesa. Dari anamnesa pasien
tidak ada demam dan gejala prodromal lain yang menyingkirkan DBD yang
berdasarkan kriteria WHO 1997 harus memenuhi kriteria dibawah ini (1):
- Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
- Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: uji bendung
positif, petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa (tersering
epistaksis atauperdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain,
hematemesis atau melena.
- Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)
- Terdapat minimal satu tanda-tansa plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut: peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar
sesuai dengan umur dan jenis kelamin, penurunanhematokrit > 20 %
setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit
sebelumnya, tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, ascites,
hipoproteinemia, atau hiponatremia.
Pada kasus, kriteria WHO hanya terpenuhi dua yaitu manifestasi
perdarahan berupa trombositopenia dan demam.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Brah, S et all, 2011, ‘Efficacy Of Rituximab In Immune Thrombocytopenic Purpura: A Restrospective Survey’, Ann Hematol, 91:279-285.
2. Bussel, JB., 2007, ‘Eltrombopag Fot Treatment Of Chronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura’, N Engl J Med, 357: 2237-2247.
3. Cines DB., and Blanchette VS., ‘Immune Thrombocytopenic Purpura’, N Engl J Med. 2002, 346: 995-1008.
4. De Graaf, AC., and Metcalf D., 2011, ‘Thrombopoietin And Hematopoietic Stem Cells’, Landes Bioscience, Volume 10, issue 10, p.1582-1589.
5. Ganong, W.F, 2005, The MacGraw-Hill Companies, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22, EGC, Jakarta
6. Han, J.J et all, , ‘Long-Term Outcomes Of A 5 Year Follow Up Of Patients With Immune Thrombocytopenic Purpura After Splenectomy’, The Korean Journal Of Hematology, volume 45, number 3, 2010. p.197-204.
7. Jawa, V., et all, 2010, ‘Assesment Of Immunogenicity Of Romiplostim In Clinical Studies With ITP Subjects’, Ann Hematol, 89:S75-S85.
8. Kuter, D.J., ‘Biology And Chemistry Of Thrombopoietic Agents’, Semin Hematol, 2011,47(3): 243-248
9. McCrae, K., ‘Immune Thrombocytopenia: No Longer Idiopathic’, Cleve Clin J Med, Volume 78, 2011, p.358-373.
10. Purwanto, I., Bab 184: Purpura Trombositopenia Imun, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk, 2009, p.1165-1173. Interna Publishing, Jakarta.
11. Warrier, R., and Chauhan, A., ‘Management Of Immune Thrombocytopenic Purpura: An Update’, The Ochsner Journal, 2012. 12: 221-227.
44