presus wendy malaria vivax

60
Bab I Status Pasien I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. Z Tanggal lahir : 8 Juni 1974 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 38 tahun Alamat : Jln. Enim no 124/D Jakarta Utara Agama : Islam Suku bangsa : Jawa Pekerjaan : TNI AD Tanggal masuk : 06 November 2012 No. CM : 40-17-05 II. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal 09 November 2012) 2.1. Keluhan Utama Demam sejak 3 hari SMRS. Keluhan tambahan : mual dan muntah. 2.2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan sepanjang hari dan dirasakan dingin sampai mengigil terutama malam hari. Kemudian ketika panas turun ke suhu badan normal, pasien merasa berkeringat setelah menggigil dan panas hilang. Panas dirasakan membaik hanya bila minum obat penurun panas dan kemudian naik lagi. 1

Upload: jansen-ch

Post on 21-Oct-2015

73 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

wendt

TRANSCRIPT

Bab I

Status Pasien

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Z

Tanggal lahir : 8 Juni 1974

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 38 tahun

Alamat : Jln. Enim no 124/D Jakarta Utara

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Pekerjaan : TNI AD

Tanggal masuk : 06 November 2012

No. CM : 40-17-05

II. ANAMNESIS

(Autoanamnesis pada tanggal 09 November 2012)

2.1. Keluhan Utama

Demam sejak 3 hari SMRS.

Keluhan tambahan : mual dan muntah.

2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan

sepanjang hari dan dirasakan dingin sampai mengigil terutama malam hari.

Kemudian ketika panas turun ke suhu badan normal, pasien merasa berkeringat setelah

menggigil dan panas hilang. Panas dirasakan membaik hanya bila minum obat penurun

panas dan kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluhkan adanya sakit kepala seperti

ditusuk-tusuk, bersifat hilang timbul dan nyeri di belakang mata sejak 5 hari SMRS

Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya mual (+), muntah (+) 1 kali berisi

cairan, dan nyeri ulu hati (+) sejak 3 hari SMRS. Keluhan lainnya adalah batuk

kering sejak 5 hari SMRS. Nafsu makan pasien menurun. Pasien tidak ada keluhan

perdarahan seperti mimisan, buang air besar hitam, gusi berdarah.

1

Sebelumnya pasien pergi dinas mendapat tugas di Papua selama 7 bulan. Sewaktu

menetap disana, pasien pernah terkena malaria pada waktu 3 bulan yang lalu dan

telah menjalani pengobatan selama 5 hari. Saat ini pasien merasa keluhan yang sama

dan dirasakan demam menggigil. Setelah pulang dari Papua, pasien mulai merasakan

gejala demam tersebut. Pasien tidak pernah mendapat tranfusi darah.

Saat ini pasien mengeluh demam (+), sesak (-), batuk (+), pusing (+), nyeri perut

(+), mual (+), muntah (+). BAK tak ada keluhan. BAB mencret 2 kali/hari dan

konsistensi cair.

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama ± 3 bulan yang lalu dan

sudah menjalani pengobatan selama 5 hari di Puskesmas dan didiagnosis malaria

(+).

o Riwayat hipertensi : tidak ada

o Riwayat diabetes melitus : tidak ada

o Riwayat penyakit jantung : tidak ada

o Riwayat penyakit ginjal : tidak ada

o Riwayat alergi : tidak ada

o Riwayat asma : tidak ada

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga

o Riwayat hipertensi : tidak ada

o Riwayat diabetes melitus : tidak ada

o Riwayat penyakit jantung : tidak ada

o Riwayat penyakit ginjal : tidak ada

o Riwayat alergi : tidak ada

o Riwayat asma : tidak ada

2.5. Riwayat Kebiasaan

o Riwayat merokok : ± 3 bungkus / hari

o Riwayat alkohol : tidak ada

o Riwayat minum kopi : 1 cangkir / hari

2

2.6. Riwayat Sosio Ekonomi

o Cukup

2.7 Riwayat Pernikahan

o Sudah menikah dan mempunyai 1 orang anak

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Status gizi :

BB : 65 kg

TB : 170 cm

IMT : 22,49 kg/m2

Tanda-tanda Vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg (tensi pada tangan kanan, posisi pasien tiduran)

Nadi : 92 x/menit, reguler,

Pernapasan : 20 x/menit, reguler

Suhu : 39 oC

Aspek kejiwaan

Tingkah laku : wajar

Alam perasaan : biasa

Proses pikir : wajar

Status Regional-sistemik

Kulit : warna sawo matang, turgor cukup, ikterik (-).

Kepala : normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok, tidak

terdapat benjolan, fraktur.

Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor, diameter 3mm,

terletak di tengah, reflek cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung

3

+/+, gerak bola mata bebas ke segala arah

Telinga : normotia, simetris, serumen (+/+), liang lapang, membran timpani intak.

Hidung : septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-), konka hiperemi (-)

Mulut : mukosa bibir kering, oral hygiene cukup, tidak sianosis (-), lidah tremor (-),

kotor (-), gusi tidak berdarah, uvula di tengah.

Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil (T1-T1 tenang).

Pemeriksaan Leher

Leher : Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening leher

tidak membesar, JVP 5-2 cm H2O

Pemeriksaan Toraks

Pulmo

Inspeksi : simetris pada keadaan statis dan dinamis, retraksi intercostalis(-)

Palpasi : fremitus taktil simetris pada kedua hemithorax.

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea mid clavicula sinistra

Perkusi : batas kanan : ICS IV linea sternalis dekstra;

batas kiri ICS V linea midclavicula sinistra;

pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : datar, tidak tampak massa, sikatriks (-), venektasi (-), spider nevi (-).

Auskultasi : bising usus (+) normal, bising usus 6x/menit.

Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium dan hipochondrial kanan (+), hepar teraba ± 2-3

cm dari bawah arkus costa, lien tidak teraba adanya pembesaran

Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen secara sistematis.

Pemeriksaan Ekstremitas

4

Akral hangat (-), udem (-), sianosis (-), CRT <2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Jenis

Pemeriksaan Hasil

Nilai rujukan

Hematologi

Rutin

6/11/12

1

1:08:13

6/11/12

17:14:55

7/11/12

0

6:07:16

7/11/12

09:49:45

7/11/12

16:47:28

8/11/12

06:04:15

9/11/12

05:45:18

Hemoglobin 13.0 12.4 11.9 11.7 11.7 11.0 10.6 13-18g/dl

Hematokrit 37 37 35 35 34 32 31 40-52%

Eritrosit 4,6 4,1 3,9 3,8 3,9 3,6 3,5 4,3-6,0 juta/ul

Leukosit 7700 6700 6600 6650 6800 7100 6300 4800-10800/ul

Trombosit 31000 28000 42000 38000 38000 45000 60000 150rb-400rb/ul

MCV 90 90 89 91 88 88 88 80-96 fl

MCH 31 30 30 31 30 30 30 27-32 pg

MCHC 34 34 34 34 34 34 34 32-36 g/dl

Kimia Klinik

Bilirubin Total 0,89 <1,5 mg/dL

SGOT (AST) 19 <35 U/L

SGPT (ALT) 37 <40 U/L

Protein Total 6,2 5 – 8,5 g/dL

Albumin 3,3 3,5 – 5 g/dL

Globulin 2,90 2,5–3,5 g/dL

Kolesterol

Total

112 <200 mg/dL

Trigliserida 187 <160 mg/dL

Ureum 36 37 20-50 mg/dL

Kreatinin 0,9 1,0 0,5-1,5 mg/dL

Asam Urat 4,1 3,5-7,4 mg/dL

Glukosa Darah (Puasa)

84 70-100 mg/dL

Glukosa Darah (2 jam PP)

105 <140 mg/dL

Glukosa Darah 113

5

(Sewaktu)Natrium 137 141 135-145mEq/l

Kalium 3,7 3,1 3,5-5,3mEq/l

Klorida 100 103 97-107mEg/l

Urinalisis

pH 8,0 4,6 – 8,0

Berat Jenis 1,015 1,010 – 1,030

Protein -/Negatif Negatif

Glukosa -/Negatif Negatif

Bilirubin -/Negatif Negatif

Nitrit -/Negatif Negatif

Keton -/Negatif Negatif

Urobilinogen Positif 1 Negatif-Positif 1

Eritrosit 0-1-0 <2/LPB

Leukosit 2-1-2 <5/LPB

Torak -/Negatif Negatif/LPK

Kristal -/Negatif Negatif

Epitel +/Positif 1

Positif

Lain - lain -/Negatif Negatif

Jenis Pemeriksaan Hasil

Nilai RujukanHematologi 7/11/12 09:49:45 8/11/12 09:25:34

Malaria

P. Falciparum

Tropozoit Negatif Negatif Negatif

Schizon Negatif Negatif Negatif

Gametosit Negatif Negatif Negatif

P.Vivax Positif Positif Negatif

Tropozoit 120/200LK 67/200LK Negatif

Schizon 4/200LK Negatif Negatif

6

Gametosit 10/200LK 16/200LK Negatif

P. Malariae Negatif Negatif Negatif

Tropozoit Negatif Negatif Negatif

Schizon Negatif Negatif Negatif

Gametosit Negatif Negatif Negatif

P. Ovale Negatif Negatif Negatif

Tropozoit Negatif Negatif Negatif

Schizon Negatif Negatif Negatif

Gametosit Negatif Negatif Negatif

V. RESUME

Pasien Tn. Z berusia 38 tahun datang dengan keluhan demam menggigil sejak 3 hari

SRMS. Pasien merasakan berkeringat sekali setelah menggigil. Pasien juga mengeluh

adanya demam, pusing, sakit kepala, nyeri belakang mata. Nafsu makannya menurun,

lemas (+), mual (+), muntah (+) 1 kali berisi cairan, nyeri ulu hati (+) sejak 3 hari SMRS.

Keluhan perdarahan seperti mimisan, buang air besar hitam, gusi berdarah (-). Pasien

memiliki riwayat dinas di papua 1 bulan lalu. BAK tak ada keluhan. BAB mencret 2

kali/hari dan konsistensi cair.

Pada pemeriksaan fisik pasien compos mentis, tampak sakit sedang. Pada

pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD : 120/70 mmHg, RR : 20 x/menit, nadi : 92

x/menit, suhu : 39 oC. Konjungtiva pucat (+). Hepar teraba ± 2-3 cm dari bawah arcus

costa, lien tidak teraba adanya pembesaran, nyeri tekan (+) epigastrium dan

hipochondrial kanan.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin : 12.4, hematokrit : 37 %,

eritrosit : 4,1 dan trombosit : 28000.

VI. DAFTAR MASALAH

7

Imunoserologi Hasil Nilai Rujukan

Anti Dengue IgG/IgM 6/11/12

Anti Dengue IgM negatif negatif

Anti Dengue IgG negatif negatif

1. Malaria Vivax dd/ dengue fever

2. Anemia

3. Hipokalemia

4. Hipoalbuminemia

VII. PENGKAJIAN MASALAH

1. Malaria Vivax

Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan

sepanjang hari dan dirasakan sampai mengigil terutama malam hari. Pasien merasakan

berkeringat sekali setelah menggigil. 7 bulan yang lalu pasien pergi dinas di Papua.

Setelah pulang dari papua, pasien baru mulai merasakan gejala demam

menggigiltersebut.

Pemeriksaan fisik

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 92 x / menit

Frekuensi napas : 20 x/menit

Suhu : 39oC

Mata : Konjungtiva pucat (+/+)

Hepar teraba ± 2-3 cm dari BAC, lien tidak teraba adanya pembesaran

Nyeri tekan (+) epigastrium dan hipochondrial kanan.

Pemeriksaan laboratorium

Hematologi : - Hb : 12,4

- Ht : 37%

- Eritrosit : 4,1

- Trombosit : 28000

Pada pemeriksaan sediaan darah hapus menunjukkan hasil positif jenis malaria vivax.

Asessment : Malaria Vivax

Penatalaksanaan :

Rencana diagnostik:

- Cek DPL/24 jam

8

- Differential count

- Urine lengkap

- Ureum/ creatinin

- Tes fungsi hati : SGOT/SGPT

- Elektrolit

- Cek apusan darah tebal dan tipis

Rencana terapi:

- IVFD NaCl 0,9% 500 ml/6 jam

- Diet lunak 1700 kcal/hari

- Minum ad libitum

- Omeprazole 1 x 1 amp

- Paracetamol 3 x 500 mg

- Primakuin 1 x 15 mg

Dengue Fever

Anamnesis

Pasien mengalami demam (+), sakit kepala

Pemeriksaan laboratorium

Leukopenia, trombositopenia, hematokrit menurun

IgG dan IgM dengue (-)

2. Anemia

Anamnesis

Pasien mengeluh lemas (+), nafsu makan menurun (+)

Pemeriksaan fisik

Mata : konjungtiva pucat +/+ pada kedua mata dan telapak tangan pucat

Pemeriksaan laboratorium

Hematologi : - Hemoglobin : 10.6

- Hematokrit : 31

- Eritrosit : 3,5

Asessment : Anemia

9

Penatalaksanaan :

Rencana diagnostic :

- Cek DPL/24 jam

3. Hipokalemia

Anamnesis : muntah (+), BAB mencret, konsistensi cair

Pemeriksaan laboratorium :

Kalium : 3,1

Asessment : Hipokalemia ec gastrointestinal loss

Penatalaksanaan :

Rencana Terapi :

- IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam

4. Hipoalbuminemia

Anamnesis : (-)

Pemeriksaan laboratorium :

Albumin : 3,3

Asessment : Hipoalbuminemia

Penatalaksanaan :

FOLLOW UP

Tanggal 7 November 2012

S : Demam (+), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+)

O : Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : tampak sakita sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : TD : 110/70 mm Hg Nadi : 96 x/menit

RR : 20 x/menit Suhu : 380C

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi 7/11/12 pk 09:49:45 Nilai rujukan

Hemoglobin 11.7 13-18g/dl

10

Hematokrit 35 40-52%

Eritrosit 3,8 4,3-6,0 juta/ul

Leukosit 6650 4800-10800/ul

Trombosit 38000 150rb-400rb/ul

P.Vivax Positif Negatif

Tropozoit 120/200LK Negatif

Schizon 4/200LK Negatif

Gametosit 10/200LK Negatif

Anti Dengue IgG/IgM 6/11/12

Anti Dengue IgM negatif negatif

Anti Dengue IgG negatif negatif

A : Malaria Vivax

P : Rencana diagnostik :

Pemeriksaan darah lengkap / 24 jam

Pemeriksaan urinalisis

Rencana Terapi :

Diet lunak 1700 kcal/ 24 jam

IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam

Paracetamol tab 3 x 500 mg (bila demam atau nyeri kepala)

Coartem 3 x 4 tablet (H 1)

2 x 4 tablet (H 2)

Doksisiklin 2 x 100 mg

Ordansentron 3 x 4 mg

Tanggal 8 November 2012

S : Demam (+) menurun, sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+)

O : Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : tampak sakita sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : TD : 110/70 mm Hg Nadi : 88 x/menit

RR : 20 x/menit Suhu : 36,90C

11

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi 8/11/12 pk 06:04:15 Nilai rujukan

Hemoglobin 11.0 13-18g/dl

Hematokrit 32 40-52%

Eritrosit 3,6 4,3-6,0 juta/ul

Leukosit 7100 4800-10800/ul

Trombosit 45000 150rb-400rb/ul

P.Vivax Positif Negatif

Tropozoit 67/200LK Negatif

Schizon Negatif Negatif

Gametosit 16/200LK Negatif

A : Malaria Vivax

P : Rencana diagnostik :

Pemeriksaan darah lengkap / 24 jam

Pemeriksaan urinalisis

Rencana Terapi :

Diet lunak 1700 kcal/ 24 jam

IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam

Paracetamol tab 3 x 500 mg (bila demam atau nyeri kepala)

Coartem 3 x 4 tablet (H 1)

2 x 4 tablet (H 2)

2 x 4 tablet (H 3)

Doksisiklin 2 x 100 mg

Ordansentron 3 x 4 mg

Tanggal 9 November 2012

S : Demam (-), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+)

O : Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : tampak sakita sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : TD : 110/80 mm Hg Nadi : 80 x/menit

12

RR : 20 x/menit Suhu : 360C

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi 9/11/12 pk 05:45:18 Nilai rujukan

Hemoglobin 10.6 13-18g/dl

Hematokrit 31 40-52%

Eritrosit 3,5 4,3-6,0 juta/ul

Leukosit 6300 4800-10800/ul

Trombosit 60000 150rb-400rb/ul

A : Malaria Vivax

P : Rencana diagnostik :

Pemeriksaan darah lengkap / 24 jam

Pemeriksaan urinalisis

Rencana Terapi :

Diet lunak 1700 kcal/ 24 jam

IVFD NaCl 0,9% 500 cc/6 jam

Paracetamol tab 3 x 500 mg (bila demam atau nyeri kepala)

Omeprazole 2 x 20 mg

Arterakin 1 x 4 tablet

Primaquin 15 mg 1x 1 tablet selama 3 hari

VIII. PROGNOSIS :

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungtionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

13

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

MALARIA VIVAX

I. DEFINISI

Adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang

eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi

malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat

berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi

ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

II. ETIOLOGI

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga

menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus

plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit

(sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit.

Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara

keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis

burung dan reptil dan 22 pada binatang primata).

Parasit Malaria yang terdapat di Indonesia

Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang

menyebabkan malaria tertiana (Benign Malaria) dan plasmodium falciparum yang

menyebabkan malaria tropika (Malignan Malaria). Plasmodium malariae pemah juga

14

dijumpai pada kasus kami tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pariah dilaporkan

dijumpai di Man Jaya, pulau Timor, pulau Owi (utara Man Jaya).

III. EPIDEMIOLOGI

Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama,

karena memengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta

menimbulkan KLB. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15

juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 70% penduduk

Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota .

yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/Kota merupakan wilayah endemik malaria.

Jumlah kabupaten/ kota endemic tahun 2004 sebanyak 424 dari 579 kabupaten/ kota,

dengan perkiraan persentase penduduk yang berisiko penularan sebesar 42.42%.

Penduduk Jumlah Perkiraan Tahun Sumber Data

(i) Total penduduk (semua

umur)

226.063.000 2005 UN Population Division

(ii) Perkiraan menurut kelompok penduduk

Penduduk dengan resiko

malaria (semua umur)

107.000.000 2005 Depkes

Wanita hamil dengan resiko

malaria

3.210.000 2005 Depkes

Balita dengan resiko malaria 14.980.000 2005 Depkes

Perkiraan jumlah episode

malaria per tahun

15.000.000 2005 Depkes,WHO

Jumlah episode malaria yang

dilaporkan per tahun

2.200.000 2006 Depkes

Kematian malaria per tahun

(semua umur)

40.000 2003 Depkes

Mortalitas balita (per 1000) 38 2004 DHS

Jumlah kelambu di seluruh

negeri

3.100.000 2007 Depkes, UNICEF

Proporsi balita terlindung

kelambu

17 % 2005 Depkes

UN = United Nation; WHO= World Health Org; DHS (Sumber : R7-GFATM, 2007)

Malaria di Jawa-Bali

15

Seluruh malaria klinis pada tahun 2004 di Jawa-Bali dilakukan pemeriksaan

sediaan darah, sedangkan di luar Jawa-Bali baru mencapai 26.35%. Dijawa Bali semua

penderita klinis malaria sudah dilakukan konfirmasi dengan laboratorium, baik secara

mikroskopis atau dengan pemeriksaan rapid diagnostic test. Upaya penemuan penderita

juga dilakukan, baik secara pasif di fasilitas kesehatan yang ada maupun secara aktif

dengan pencarian penderita oleh juru malaria desa di desa-desa yang endemis malaria.

Di Jawa Bali, masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang diukur

dengan Annual Parasite Incidence (API) yaitu 0,95 ‰ pada tahun 2005, meningkat

menjadi 0,19 ‰ pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,16 ‰ pada tahun 2008.

Namun angka ini didapat dari laporan rutin, masih banyak kasus malaria yang belum

terdiagnosa. Hal ini tampak dari serina terjadinya kejadian luar biasa (KLB) malaria.

Malaria diluar Jawa dan Bali

Diluar Jawa dan Bali, penderita klinis malaria yang datang ke fasilitas kesehatan

hanya 20-50% yang dilakukan pemeriksaan laboratorium. Angka Klinis Malaria per

1000 penduduk yang dikenal dengan Annual Malaria Incidence (AMI) selama tahun

2006 sebesar 23.98% atau secara umum menunjukkan kecenderungan yang menurun

selama 2000-2006, namun meningkat jika dibandingkan 2002-2004 dan menurun lagi

jika dibandingkan tahun 2005. Jumlah penderita positif malaria di luar Jawa Bali diukur

dengan Annual Malaria. Incidence menurun dari 24,75 ‰ pada tahun 2005 menjadi

23.98 ‰ pada tahun 2006 menjadi 19,67 ‰ pada tahun 2007 dan 17,7 ‰ pada tahun

2008.

Angka kematian karena malaria berhasil ditekan dan 0,92 % pada tahun 2005

menjadi 0,42 % pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,2 % pada tahun 2007

Sedangkan tahun 2008 kasus kematian yang dilaporkan 19 orang.

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program

pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan

cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan un!uk

mernutus mata rantai penularan malaria.

Pada tahun 1973 ditemukan pertama kali adanya kasus resistensi Plasmodium

falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur. Sejak itu kasus resistensi terhadap

klorokuin yang dilaporkan semakin meluas. Sejak tahun 1990, dilaporkan telah terjadi

resistensi parasit P.falciparum terhadap klorokuin dari seluruh provinsi di Indonesia.

Selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium terhadap Sulfadoksin

Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia.

16

Penelitian - penelitian yang dilakukan oleh Litbangkes dan Lembaga penelitian

lainnya telah ditemukan adanya resistensi Plasmodium vivax terhadap klorokuin di be-

berapa wilayah di Indonesia (Bangka, Papua). Keadaan seperti ini dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria.

Oleh sebab itu, upaya untuk menanggulangi resistensi beberapa obat anti malaria

(multiple drugs resistance), pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti

klorokuin dan SP terhadap Plasmodium yaitu kombinasi artemisinin (artemisinin

combination therapy) yang biasa disebut dengan ACT.

Di Indonesia saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan oleh program

malaria :

1. Artesunate – Amodiaquin

2. Dihydroartemisinin - Piperaquin (pada saat ini khusus digunakan di Papua dan

wilayah khusus lainnya)

Kombinasi Dihydroartemisinin - Piperaquin pada saat ini telah dilakukan penelitian di

Timika (Papua). Dengan efikasi lebih dari 95 % dan efek samping yang lebih

rendah/sedikit dibanding Artesunat - Amodiaquin. Selanjutnya obat tersebut diharapkan

dapat digunakan di seluruh Indonesia terutama jika terjadi efek samping terhadap obat

Artesunate - Amodaquin. Dengan adanya perubahan tersebut, maka dianggap perlu

dibuat pedoman baru penatalaksanaan kasus malaria dengan menggunakan terapi

kombinasi artemisinin tersebut.

IV. SIKLUS HIDUP MALARIA

http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/

Frames/MR/Malaria/body_Malaria_page1.htm#LifeCycle

17

Siklus hidup Plasmodium malaria:

1. Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk.

2. Fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh hospes perantara/manusia

a. daur dalam darah (skozogoni eritrosit)

b. daur dalam sel parenkim hati/stadium jaringan (skizogoni ekso-eritrosit)

Dalam tubuh nyamuk:

Berkembang secara seksual (sporogoni).

Parasit tersebut bisa hidup dan berkembang biak di ludah nyamuk jenis anopheles

Dalam lambung nyamuk makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan

mikro-gamet yang akan membentuk zygote, disebut ookinet.

Ookinet menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk

banyak sporozoit.

Sporozoit dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk.

Siklus tersebut disebut masa tunas ektrinsik.

Cara infeksi dapat melalui gigitan nyamuk atau melalui transfusi darah.

Dalam tubuh manusia:

Parasit berkembang secara asexual (schizogoni).

Parasit tersebut bisa hidup dan berkembang biak di hati manusia.

Sporozoit yang dimasukan kedalam tubuh manusia oleh nyamuk, masuk kedalam

peredaran darah dan setelah ½ jam bersarang dihati dan membentuk siklus pre-

eritrosit : trofozoit→Schizont→merozoit. Siklus ini berlangsung beberapa hari dan

tidak menimbulkan gejala.

Merozoit sebagian masuk kembali kedalam hati meneruskan siklus ekso-eritrosit,

sebagian masuk kedalam aliran darah (eritrosit) untuk memulai siklus eritrosit :

merozoit→trofozoit muda (bentuk cincin)→trofozoit tua→schizont→schizont

pecah→merozoit memasuki eritrosit baru.

Sebagian merozoit memulai dengan gametogoni membentuk mikro dan

makrogametosit.

Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.

Plasmodium pada manusia adalah, Plasmodium falciparum, P vivax , P.ovale dan P.

malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum

18

dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain

Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. P. ovale pernah ditemukan di Nusa

Tenggara Timur dan Papua.

1. Parasit berkembang biak secara aseksual dalam tubuh manusia.

Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia. sporozoit yang

berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah selama lebih

kurang 1/2 jam. Setelah itu sporozoit akan masuk kedalam set hati dan menjadi

tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-

30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).

Siklus ini disebut.siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2

minggu Pada P vivax dan P ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang

menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.

Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam set hati selama berbutan-butan sampai

bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif

sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah

dan menginfeksi set darah merah. Di dalam set darah merah, parasit tersebut

berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung

spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya

eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi set

darah merah tainnya.

Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian

merozoit yang menginfeksi set darah merah dan membentuk stadium seksual

(gametosit jantan dan betina). Waktu antar masuknya sporozoit sampai timbulnya

gejala disebut masa tunas intrinsik yang lamanya antara 8-29 hari; tergantung dari

daya tahan tubuh dan spesies plasmodium (pada “plasmodium falciparum” sangat

pendek).

2. Parasit berkembang biak secara seksual dalam tubuh nyamuk.

Dalam lambung nyamuk, makrogametosit dan mikrogametosit berkembang

menjadi makrogamet dan mikrogamet, yang akan membentuk zigot (ookinet).

Ookinet kemudian menembus dinding nyamuk membentuk ookista yang membentuk

banyak. Sporozoit ini dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk. Waktu

antara nyamuk menghisap darah yang mengandung gematosit sampai mengandung

sporozoit dalam kelenjar liurnya disebut masa tunas ekstrinsik.

19

Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit,

di dalam tubuh nyamuk, garnet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi

zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus din-ding lambung

nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan

selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke

manusia.

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala

klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies

plasmodium.

Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat

dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik

Manusia merupakan hospes perantara sedangkan nyamuk adalah hospes definitif

untuk infeksi plasmodium ini. Siklus kehidupan aseksual (skizogoni) ditemukan pada

manusia, sedangkan siklus kehidupan parasit yang seksual (sporogoni) ditemukan pada

nyamuk. Dalam siklus aseksual 1 eritrosit yang terinfeksi akan menghasilkan 6-32 merozit

pada setiap kejadian sporulasi. Infeksi oleh plasmodium malaria merupakan infeksi yang

paling ringan, hanya eritrosit matang yang diserang, siklus aseksual berlangsung 72 jam, jadi

setelah 72 jam timbul generasi baru (merozoit) yang akan menyerang eritrosit yang lain.

Jumlah merozoit pun hanya 6-12 saja dari hasil sporulasi dalam 1 eritrosit. Hanya terjadi 1-

2% saja eritrosit yang terinfeksi (parasitemia).  Infeksi, oleh plasmodium falciparum

merupakan yang terberat, karena parasit ini menyerang baik retikulosit maupun eritrosit

matang, skizogoni berlangsung cepat dalam 36-48 jam.

Dari 1 eritrosit dihasilkan banyak merozoit (20-30 merozoit). Selain itu juga terjadi

perubahan fisik pada eritrosit yang tidak dijumpai pada infeksi plasmodium lainnya yaitu

eritrosit yang terinfeksi lebih mudah saling melekat pada endotel kapiler, membentuk

trombus (aglutinasi) eritrosit yang terinfeksi jadi lebih tipis, lebih besar diameternya dan

mudah pecah di dalam sistem retikuloendotelial.

Pada setiap adanya destruksi eritrosit timbul demam yang paroxismal periodik

mungkin timbul karena reaksi alergi terhadap zat pirogen yang memang bebas pada waktu

sporulasi perjalanan khas demam malaria.

Ketiga stadium pada gambar tersebut berlangsung 3-4 jam, kadang-kadang 6-12 jam,

lalu disusul periode tidak demam (apireksia). Juga terjadi vasokonstriksi disusul vasodilatasi

yang seirama dengan rasa menggigil dan demam. Pada infeksi oleh plasmodium falciparum,

20

vasodilatasi ini dapat disertai dengan hipotensi. Banyaknya eritrosit yang pecah menimbulkan

anemia. Pigmen malaria (hemozoria) akan diambil oleh leukosit sigmen dan monosit lalu

dideposit ke dalam trabekula dan pulpa merah limpa dan sistem retikulendotelial lainnya (hati

dan otak). Limpa akan membesar karena kongesti dan hiperplase sistem retikuloendotelial.

Pada infeksi plasmodium falciparum, terdapat gangguan sirkulasi yang berat dan

anemia berat. Gejala-gejalanya disebut komplikasi pernisiosa, yaitu hiperpirexia malaria

serebral, ikterus/hepatitis, black water fever (demam kencing hitam) dan anekrosis

tubuliakur.

Apabila seseorang telah terinfeksi Plasmodium gejalanya mulai timbul dalam waktu

10-35 hari setelah parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.Gejala

awalnya seringkali berupa demam ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan

menggigil, bersamaan dengan perasaan tidak enak badan (malaise). Kadang gejalanya

diawalidengan menggigil yang diikuti oleh demam. Gejala ini berlangsung selama 2-3 hari

dan sering diduga sebagai gejala flu. Pola penyakitnya pada keempat jenis malaria ini

berbeda. (Riyanto, PN.2000).

Pada malaria falciparum bisa terjadi kelainan fungsi otak, yaitu suatu komplikasi yang

disebut malaria serebral. Gejalanya adalah demam minimal 40oC, sakit kepala hebat,

mengantuk, delirium (mengigau). Malaria serebral bisa berakibat fatal. Paling sering terjadi

pada bayi, wanita hamil dan pelancong yang baru datang dari daerah malaria.

Pada malaria vivax, mengigau bisa terjadi jika demamnya tinggi, sedangkan gejala

otak lainnya tidak ada. Pada semua jenis malaria, jumlah sel darah putih total biasanya

normal tetapi jumlah limfosit dan monosit  meningkat. Jika tidak diobati, biasanya akan

timbul jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa. Kadar gula darah

bahkan bisa turun lebih rendah pada penderita yang diobati dengan kuinin. Jika sejumlah

kecil parasit menetap di dalam darah, kadang malariabersifat menetap.

Gejalanya adalah apati, sakit kepala yang timbul secara periodik, merasa tidak enak

badan, nafsu makan berkurang, lelah disertai serangan menggigil dan demam. Gejala tersebut

sifatnya lebih ringan dan serangannya berlangsung lebih pendek dari serangan pertama.

Blackwater  fever adalah suatu komplikasi malaria yang jarang terjadi. Demam ini timbul

akibat pecahnya sejumlah sel darah merah. Sel yang pecah melepaskan pigmen merah

(hemoglobin) ke dalam aliran darah. Hemoglobin ini dibuang melalui air kemih dan merubah

warna air kemih menjadi gelap. Blackwater fever hampir selalu terjadi pada penderita malaria

falciparum menahun, terutama yang mendapatkan pengobatan kuinin.(Riyanto, PN.2000).

21

Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh tim kesehatan,

maka akan segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk

memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita. Pemeriksaan

yang sering dilakukan adalah pemeriksaan dengan menggunakan sediaan darah.

Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa Inkubasi

P. falciparum 9-14 (12)

P. vivax 12-17 (15)

P. ovale 16-18 (17)

P. malariae 18-40 (28)

Perbedaan Morfologis Dari Keempat Jenis Malaria

  P. vivax P. Falciparum P. Malariae P. Ovale

1.   Siklus pra-eritrosit + 8 hari 6 hari 15-21 hari 15 hari

2.   Sikus Eritorit 48 jam 36-8 jam 72 jam 48 jam

3.     Dalam Eritrosit :

-        Titik schuffner

-        Titik Maurer

-       Bentuk

oval eritrosit

+

-

-

-

+

-

-

-

-

+

-

-

4.     Parasit

-    Semua bentuk pada

darah tepi

-     Bentuk akole

+

jarang

Jarang

+

+

+

+

-

22

-    Bentuk, cincin

dengan 2 inti

-   Bentuk pita

-   Gametosit berbentuk

pisang

jarang

-

-

+

-

+

+

-

+

-

+

5.    Jumlah Morozoit 14-24 20-32 6-12 8-12

V. PATOGENESIS

Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala

yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen,

yaitu TNF dan interleukin-1. Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon

darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-

se makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macan sitokin, antara

lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang

merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Akibat demam terjadi

vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh

parasit. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda

beda, P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/ovale 48 jam, dar P.

malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari P. vivax/ovale

selang waktu satu hari, dan P malariae demam timbul selang waktu 2 hari.

Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh

sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa

membesar. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit

yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah

trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan

resiko terjadinya ruptur limpa. Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan

difagositosis oleh sistem retikulo endotelial. Hebatnya hemolisis tergantung dari jenis

Plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis

autoimun, sekuestrasi oleh limpa padaeritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan

gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan

hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan. Anemia

terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.

Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis set darah merah, sehingga anemia

dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya

23

menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel

darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi set darah merah tua yang

jumlahnya hanya 1% dari jumlah se darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan

oleh P. vivax , P. ovale dar P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis

Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.

Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu

terkumpulnya eritrosit yang berparasit di dalam pembuluh darah kapiler. Selain itu pada

permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen

Plasmodium falciparum Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan

berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi

(penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.

Terjadinya sumbatan ini juga diperberat oleh proses terbentuknya "rosette" yaitu

bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan set darah merah lainnya. Pada

proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya

mediator-rned:ator antara lain sitokin (TNF, interleukin), di mana mediator tersebut

mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan

karenasel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya

dalamkapiler terganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya

penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel,

maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada

integritas kapiler dan dapatterjadi perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan

sekitarnya. Rangkaian kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis

sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus.

VI. PATOGENESIS MALARIA VIVAX

Apabila dibandingkan dengan P. falciparum, P. vivax memiliki waktu inkubasi yang

lebih panjang (12 hari sampai beberapa bulan), memiliki siklus eritrosit yang serupa (42-

48 jam) dan memproduksi merozoit yang lebih sedikit per skizon. Secara umum

diketahui bahwa P. vivax membutuhkan duffy antigen yaitu sebuah reseptor yang

diperlukan untuk menginvasi eritrosit pejamu. Pada manusia yang tidak mempnyai

antigen ini, akan menjadi resisten terhadap infeksi tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa

P.vivax tidak terdapat di Afrika Barat, daerah yang sangat tinggi malarianya namun tidak

24

memiliki antigen Duffy. Selain itu P. vivax lebih menyerang sel darah merah muda

apabila dibandingkan dengan P. falciparum yang menyerang eritrosit pada semua usia.

Kadar parasitemia yang rendah ditemukan pada pasien dengan gejala demam pada

malaria tertian benigna (P. vivax) dibandingkan dengan P. falciparum. P. vivax dapat

menginduksi demam dengan kadar parasitemia yang lebih rendah daripada P. falciparum.

Hal ini berkaitan dengan respon inflamasi dari pejamu yang teraktivasi lebih besar saat

terinfeksi dengan P. vivax, dengan kadar TNF-α yang lebih tinggi dibandingkan dengan

infeksi P. falciparum dengan kadar parasitemia yang sama. Selain itu, P. vivax juga

daapt lebih mudah ditemukan pada apusan darah tepi pada semua stadium. Perbedaan

dengan P. falciparum yaitu pada stadium lanjut sulit ditemukan pada darah perifer. Hal

ini menunjukkan terjadinya cytoadherence pada venule pos-kapiler. Proses tersebut

merupakan faktor fundamental terjadinya malaria berat dan malaria plasenta. P. vivax

pada stadium dewasa cenderung menjadi tidak berbentuk dan biasanya tidak akan terjadi

cytoadherence atau sekuester di mikrovaskular. Hal ini menunjukkan alasan bahwa P.

vivax lebih jarang menimbulkan malaria berat dari pada infeksi P. falsiparum. Hal-hal

yang beru ini ditemukan cukup menarik adalah sel darah merah yang terinfeksi P. vivax

akan menjadi sekuester di beberapa organ, salah satunya adalah paru.

Salah satu yang paling penting dalam membedakan spesies plasmodium yang

menginfeksi manusia adalah kemampuan untuk relaps pada P. vivax dan P. ovale setelah

diobati dari infeksi awalnya. Sebagian sporozoit tidak langsung berkembang secara cepat

untuk menginvasi hepatosit. Sporozoit tesebut cenderung dorman dalam hati dalam

bentuk hipnozoit, dalam waktu yang cukup lama dan menyebabkan infeksi yang rekuren.

Galur P. vivax yang berasal dari daerah geografis yang berbeda-beda cenderung

mempunyai pola relaps yang juga berbeda, menunjukkan kemampuan adaptasi dari

lingkungan pada daerah tersebut sehingga mengoptimalkan transmisi dari parasit. Galur

pada daerah tropis ditandai dengan infeksi primer yang diikuti dengan relaps dengan

jarak 3-6 minggu. Pada daerah yang dingin, infeksi primer cenderung terjai lebih lambat

dengan interval hingga 1 tahun dan jarak relaps yang lebih lama dan lebih sedikit

dikarenakan transmisi pada nyamuk sebagai vektor tidak dimungkinkan. Kemampuan P.

vivax untuk relaps membuat eradikasi menjadi lebih sulit. Am J Trop Med Hyg. Author

manuscript; available in PMC 2009 March 10.

Plasmodium vivax infeksi telah lama dianggap penyakit jinak dan sembuh dengan

sendirinya, terutama bila dibandingkan dengan Plasmodium falciparum infeksi di

negara-negara Afrika. Meskipun demikian, P. vivax bertanggung jawab hingga 400 juta

25

infeksi setiap tahun, mewakili spesies plasmodium paling luas. Plasmodium vivax

mewakili sebagian besar kasus malaria dalam Amazon Brazil, dan prevalensi infeksi

asimtomatik sangat tinggi. Secara historic, malaria berat akibat plasmodium vivax sangat

langka, dan didokumentasikan secara eksklusif oleh laporan kasus atau serangkaian

kasus kecil .

Bukti terbaru dari penelitian yang lebih besar dilakukan di Melanesia telah diperkuat

asosiasi antara malaria vivax yang ditemukan komplikasi parah, dan juga kematian.

komplikasi berat yang terkait dengan vivax malaria juga telah dilaporkan di wilayah

Amazon. Pada penelitian ditemukan kaitan yang kuat antara pengingkatan CRP plasma,

serum kreatinin, bilirubin, dengan tingkat keparahan penyakit. Pada pasien yang skor

HIP (Hepatic-Inflammatory Parasitic) tinggi ditemukan peningkatan rasio

IFN-gamma/IL-10. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat inflamasi secara general yang

terjadi secara sistemik pada beberapa kasus malaria vivax yang menjelaskan keparahan

dari gejala klinis tersebut. Hal ini menunjukkan pross inflamasi terjadi seimbang dengan

derajat keparahan dari gejala klinisnya. Pada observasi ditmeukan perbaikan klinis pada

pasien merupakan akibat dari penurunan inflamasi secara general. Andrade et al. Malaria

Journal 2010, 9:13 http://www.malariajournal.com/content/9/1/13.

VII. GEJALA KLINIS

Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya, transmisi

infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (P.

falciparum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap

pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi

genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaktis dan pengobatan sebelumnya.

Manifestasi Umum Malaria

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dm

splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan

prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit

kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam

ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan

prodromal sering terjadi pada P. vivax dan ovale, sedang pada P. falciparum dan

malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.

Gejala yang klasik yaitu terjadinya " Trias Malaria " secara berurutan: periode dingin

(15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau

26

sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling

terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas :

penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti

dengan keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat : penderita berkeringat

banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering

terjadi pada infeksi P. vivax, pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung berat

ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falciparum, 36 jam

pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada P. malariae.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa

mekanisme terjadinya anaemia ialah : pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan

eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune

complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.

Pembesaran impa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan

teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan

hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap

infeksi malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang

terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik dan theological dari eritrosit yang

terinfeksi.

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah:

Serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi

serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat.

Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan

parasit dan keadaan immunitas penderita.

Periode latent : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya

infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

Recrudescense: berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu

sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi berupa

berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer.

Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu

berakhirnya serangan primer.

Relapse atau Rechute: ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih

lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode

27

yang lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak

sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivaks atau ovale.

Manifestasi Klinik Malaria Tertiana/ M.Vivax/ M.Benigna.

Inkubasi 12-17 hari, ladang-kadang lebih panjang 12 - 20 hari. Pada hari-hari pertama

panas iregular, kadang-kadang remiten atau intemnten, pada saat tersebut perasaan

dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten

dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal

biasanya teejadi waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-

14 hari. Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14

hari, limpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu kelima

palms mulai turun secara. krisis. Pada malaria vivaks manifestasi klinik dapat

berlangsung secara berat tapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai

derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett). Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai

disebabkan karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivaks rendah tetapi morbiditas

tinggi karena seringnya terjadi relapse. Pada penderita yang semi-immune perlangsungan

malaria vivax tidak spesifik dan ringan saja; parasitemia hanya rendah; serangan demam

hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Resistensi terhadap kloroquin pada malaria

vivaks juga dilaporkan di Irian Jaya dan di daerah lainnya. Relaps sering terjadi karena

keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun.

VIII. DIAGNOSIS MALARIA

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria

harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes

diagnostik cepat (RDT — Rapid Diagnostik Test).

Anamnesis

1. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

a) Keluhan utama demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,

rnual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

b) Riwayat berkunjung dan bermalam 1 - 4 minggu yang lalu ke daerah endemik

malaria.

c) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria

28

d) Riwayat sakit malaria

e) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir

f) Riwayat mendapat transfusi darah

2. Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan

dibawah ini

a) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat

b) Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri)

c) Kejang-kejang

d) Panas sangat tinggi

e) Mata atau tubuh kuning

f) Perdarahan hidung, gusi atau saltiran pencernaan

g) Nafas cepat dan atau sesak nafas

h) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum

i) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman

j) Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)

k) Telapak tangan sangat pucat

Pemeriksaan fisik

1. Demam (pengukuran dengan termometer > 37,5 ° C)

2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat

3. Pembesaran limpa (splenomegali)

4. Pembesaran hati (hepatomegali)

Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium

I. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria

sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil

negatip tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan

hasil negatip maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya

dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit

malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan

kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi adrenalin 1:1000

tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan terutama penderita dengan

hipertensi. Pemeriksaan parasit malaria melalui aspirasi sumsum tulang hanya untuk

29

maksud akademis dan tidak sebagai cara diagnosa yang praktis. Adapun pemeriksaan

darah tepi dapat dilakukan melalui :

a. Tetesan preparat darah tebal

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah

cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya

untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk

memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit

(diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat

dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan

pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat

dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila

leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50

merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

b. Tetesan darah tipis

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium bila dengan preparat darah tebal

sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite

count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per

1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi

yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria,

walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal.

Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau Leishman’ atau Field’s dan juga

Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium

dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.

Kepadatan parasite

a. Semi kuantitatif

(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)

(+) = positif 1 (ditemukan 1 —10 parasit dalam 100 LPB)

(++) = positif 2 (ditemukan 11 —100 parasit dalam 100 LPB)

(+++) = positif 3 (ditemukan 1 —10 parasit dalam 1 LPB)

(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

b.Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit)

atau sediaan darah tipis (eritrosit).

30

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut

1.Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam

sampai 3 hari berturut-turut.

2.Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan

parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

II. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria. dengan

menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat bermanfaat

pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang

tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu.

1. Tes Antigen : P-F test

Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat

cepat hanya 3 - 5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak

memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar di pasaran yaitu

dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari

plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan

nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0 - 200 parasit/ul darah dan dapat

membedakan apakah infeksi P. falciparum atau P. vivax. Sensitivitas sampai 95% dan

hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai

tes cepat (Rapid Test).

Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung :

a. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan

gametosit muda P. falciparum.

b. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi

oleh parasit bentuk aseksual atau seksual plasmodium falciparum, P.vivax,

P.ovale dan P.malariae.

Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis yaitu

a.Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksi P. falciparum.

b.Combo yang mampu mendiagnosis infeksi infeksi P. falciparum dan non

falciparum.

2. Tes Serologi

31

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect

fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap

malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat

sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia.

Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor

darah. Titer > 1:2 dianggap sebagai infeksi baru; dan test > 1:20 dinyatakan positif.

Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test,

immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.

3. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu

dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini

walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru

dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

IX. DIAGNOSIS BANDING

Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat.

1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai

berikut

a. Demam tifoid

Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obstipasi),

lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji

Widal positif bermakna, biakan empedu positif.

b. Demam dengue

Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri

tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit

dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah dengue, tes serologi

inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.

c. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Batuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, manifestasi kesukaran bernafas antara

lain: nafas cepat / sesak nafas, tarikan dinding dada ke dalam dan adanya stridor

d. Leptospirosis ringan

32

Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mat, muntah, conjunctival injection

(kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang menyolok. Pemeriksaan

serologi Microscopic Agglutination Test (MAT) atau tes Lepto dipstik positif.

e. Infeksi virus akut lainnya.

2. Malaria berat atau malaria dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit infeksi lain

sebagai berikut

a. Radang otak (meningitis/ensefalitis)

Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya kesadaran, kaku

kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.

b. Stroke (gangguan serebrovaskuler)

Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologik lateralisasi (hemiparese

atau hemiplegia), tanpa panas, ada penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes

mellitus dan lain-lain).

c. Tifoid ensefalopati

Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda-tanda demam

tifoid lainnya.

d. Hepatitis :

Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak bisa makan diikuti

dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin seperti air teh.

Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5x.

e. Leptospirosis berat

Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri tulang, riwayat pekerjaan yang

menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih got, sampah dan lain lain),

leukositosis, gagal ginjal dan sembuh dengan pemberian antibiotika (penisilin).

f. Glomerulonefritis akut atau kronik

Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon terhadap pengobatan

malaria secara dini dan adekuat.

g. Sepsis

Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi,

leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi.

h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome

Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa syok dengan

keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan (epistaksis,

gusi, petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, uji

33

torniquet positif, penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan

hematokrit, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.

X. PENATALAKSANAAN

Lini pertama Malaria vivaks

Pengobatan malaria vivax saat ini menggunakan ACT (Artemisinin Combination

Therapy) yaitu artesunate + amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP).

Hari Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1

bulan

2-11

bulan

1-4

tahun

5-9

tahun

10-14

tahun

>15

tahun

1

Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Primakuin - - 3/4 1 1/2 2 2-3

2Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

3Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB dan artesunat = 4 mg/kgBB

Primakuin = 0.75 mg/kgBB

Catatan: sebaiknya obat diberikan sesuai berat badan, karena jika tidak sesuai dengan berat

badan akan menimbulkan efek samping yang lebih berat.

Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum, dimana

perbedaannya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB.

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat.

ditemukan keadaan sebagai berikut klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan

parasit stadium aseksual sejak hari ke-7.

Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:

a. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

b. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau

timbul kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten).

34

c. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbui kembali antara hari ke 15 sampai

hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Pengobatan lini kedua malaria vivaks

Kina + Primakuin

Kina tablet

Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina

fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB/kali selama

7 hari. Dosis kina adalah 30 mg/kgBB/hari. Pemberian kina pada anak usia di bawah 1 tahun

harus dihitung berdasarkan berat badan.

Primakuin

Dosis primakuin adalah 0.25 mg/kgBB per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti

pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi

< 1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan

malaria vivax yang tidak respon terhadap pengobatan ACT.

Pengobatan lini kedua malaria vivaks/ovale

Hari

.

Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur0-11 bulan 2-11 bulan 1 – 4 tahun 5 - 9 tahun 10 - 14 tahun ≥15 tahun

H1-7 Kina *) *) 3 x½ 3 x 1 3 x ½ 3 x 3H1-14 Primakuin ¼ ½ ¾ 1*) Dosis diberikan kg/BB

Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya

hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5

mg/kgbb/hari.

Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui

anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat

35

(golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara

mingguan.

Pengobatan malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD dapat dikonsultasikan

kepada Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

XI. PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN MALARIA

Yaitu penyakit atau keadaan klinik yang sering dijumpai pada daerah endemik

malaria yang ada hubungannya dengan infeksi parasit malaria yaitu Sindrom

Splenomegali Tropik (SST), Sindroma Nefrotik (NS), Burkit Limfoma (BL).

Sindrom Splenomegali Tropik (SST)

SST sering dijumpai dinegara tropik yang penyebabnya antara malaria, kala-azar,

schistosomiasis, disebut juga Hyper-reaction Malarial Splenomegaly (Big Spleen

Disease) SST berbeda dengan splenomegali karena malaria. Splenomegali karena

malaria sering dijumpai di daerah endemik malaria dengan parasitemia intermiten dan

ditemukan hemozoin (pigmen malaria) pada sistem retikulo-endotelial. Sering pada umur

dewasa dengan terbentuknya imunitas, parasitemia menghilang dan limpa mengecil.

Pada SST terjadi pada penduduk daerah endemik biasanya anak-anak, spleen tidak

mengecil, bahkan membesar, terjadi peningkatan serum IgM and antibodi terhadap

malaria. Etiologi diduga merupakan respon imunologik terhadap malaria dimana terjadi

peningkatan dari IgM.

Gejala klinik berupa bengkak pada perut karena splenomegali, merasa anoreksia,

berat badan turun dan anemia. Pembesaran limpa nmencapai umbilikus sampai fossa

iliaka (derajat 4-5 Hackett). Anemia biasanya normokromik-normositik dengan

peningkatan retikulosit. Anemia hemolitik dapat terjadi pada kehamilan dengan SST,

sedangkan trombositopenia jarang menyebabkan manifestasi perdarahan. Kriteria

diagnostik yang dipakai untuk menegakkan SST yaitu :

Splenomegali (limpa > 10 cm bawah arcus costarum) dan anemia.

Antibodi terhadap malaria meningkat

IgM meningkat > 2 SD dari normal setempat

Penurunan besarnya limpa, IgM dan antibodi setelah 3 bulan pengobatan

kemoprofilaktis

Limfositosis pada sinusoid hati

36

Respons imunitas seluler dan humoral normal terhadap antigen. Respons limfosit

normal terhadap Phytohaemagglutinin (PHA).

Hipersplenisme terjadi hanya pada beberapa kasus dan berhubungan dengan besarnya

splenomegali.

Limfositosis perifer dan pada sumsum tulang.

Volume plasma meningkat.

Pengobatan :

pemberian kemoprofilaktis dalam jangka waktu panjang akan menurunkan besarnya

limpa dan immunogolbulin.

splenektomi tidak dianjurkan karena mortalitas yang meningkat karena memudahkan

terjadinya infeksi.

tanpa pengobatan prognosis jelek, 50% meninggal dalam follow up.

Sindroma Nefrotik

Sindrom nefrotik (SN) dengan gambaran karakteristik berupa albuminuria,

hipoalbumin, edema dan hiperkolesterolemia, dapat terjadi pada penderita anak-anak

dengan infeksi plasmodium malariae. Gambaran patologi dapat bervariasi berupa

penebalan setempat dari kapiler glomerulus, sklerosis sebagian, dan peningkatan sel-sel

mesangial. Gambaran klinik penderita umumnya < 15 tahun, edema, proteinuria > 3

gr/24 jam, serum albumin < 3 g/dl, dan dijumpai asites. Hipertensi dan uremi dijumpai

pada penderita SN dewasa dan jarang pada anak-anak. Komplikasi berupa infeksi,

trombosis yang dapat menyebabkan kematian. Pengobatan secara konservatif dengan

pemberian diuretika, diet, mengkontrol hipertensi dan mencegah infeksi. Pemberian

steroid hanya bermanfaat pada lesi minimal dan biasanya mudah relaps. Apabila steroid

tidak berhasil dapat dicoba dengan siklofosfamid, azathioprin. Pemberian hanya obat

anti-malaria pada SN oleh karena malaria tidak menunjukkan manfaat, akan tetapi

penulis lain menyatakan perbaikan yang dramatik. Akan tetapi Giles dalam penelitian di

Nigeria mengobati SN dengan anti malaria selama 6 bulan ternyata tidak membawa

hasil.

Burkitt’s Limfoma (BL)

Pada daerah piper atau holo-endemik malaria sering dijumpai Burkitt's limfoma yaitu

merupakan tumor limfosit B. Terjadinya tumor ini belum diketahui, diduga gangguan

pada sel-sel penolong/supresi T dipengaruhi oleh P. falciparum sehingga sel limfosit

37

kurang menghambat pembiakan virus Epstein Barr. BL sering dijumpai pada usia 2 - 16

tahun dengan puncak pada usia 4 dan 9 tahun, dan pria lebih sering dari wanita. Tumor

dijumpai pada rahang atau massa pada perut, ovarium, ginjal dan kelenjar limfe

mesenterial. Tumor dapat berkembang dengan cepat, ukuran dapat menjadi dobbel dalam

3 hari dan pada gastro intestinal dapat memberikan tanda-tanda obstruksi. Pengobatan

dengan sitostatika memberikan survival yang panjang kira-kira 50%.

XII. PENCEGAHAN DAN VAKSIN MALARIA

Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun,

khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemoprofilaktis yang dianjurkan

ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat

dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari

gigitan nyamuk yaitu dengan cara : 1). Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu

impregnated (dicelup peptisida : pemethrin atau deltamethrin). 2). Menggunakan obat

pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents) : gosok, spray, asap, elektrik; 3). Mencegah

berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus memakai proteksi (baju

lengan panjang, kaus/ stocking). Nyamuk akan menggigit diantara jam 18.00 sampai jam

06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2000 m; 4). Memproteksi tempat

tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti-nyamuk.

Bila akan di gunakan kemoprofilaktis perlu di ketahui sensitivitas plasmodium di

tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif (seperti Minahasa) cukup profilaktis

dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin diphosphat) tiap minggu 1 minggu Sebelum

berangkat dan 4 minggu setelah tiba kembali. Profilaktis ini jugs dipakai pada wanita

hamil di daerah endemik atau pada individu yang terbukti imunitasnya rendah (sering

terinfeksi malaria). Pada daerah denganresisten klorokuin dianjurkan doksisiklin 100

mg/hari atau mefloquin 250 mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/ minggu ditambah

proguanil 200 mg/hari. Obat bans yang dipakai untuk pencegahan yaitu primakuin dosis

0,5 mg/kg BB/ hari; Etaquin, Atovaquone/Proguanil (Malarone) dan Azitromycin.

Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan

ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing

bentuk stadium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah P.falciparum

sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi tehadap P. falciparum.

Pada dasamya ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk

38

intra hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk

melawan bentuk gametosit. Vaksin bentuk aseksual yang pemah dicoba ialah SPF-66

atau yang dikenal sebagai vaksin Patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini tidak

dapat dibuktikan manfaatnya. Vaksin sporozoit bertujauan mencegah sporozoit

menginfeksi sel hati sehingga dtharapkan infeksi tidak terjadi. Vaksin ini dikembangkan

melalui ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada manusia tampahnya

memberikan perlindungan yang bermanfaat, walaupun demikian uji lapangan sedang

dalam persiapkan. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal ialah vaksin yang

multi-stage (sporozoit, aseksual), multivalen (terdiri beberapa antigen) sehingga

memberikan respon multi-imun. Vaksin ini dengan teknologi DNA akan diharapkan

memberikan respon terbaik dan harga yang kurang mahal.

XIII. PROGNOSIS

Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada

malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan

diagnosa dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian mortalitas penderita malaria

berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15%-60% tergantung fasilitas pemberi

pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas,

nisalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemi, peningkatan kreatinin,

dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral saja.

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI,

2006.h.1754-66

2. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Gebrak Malaria. Jakarta : , 2010

3. Malaria. Jakarta : EGC

4. http://www.malariajournal.com/content/9/1/13 .

5. http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Frames/MR/Malaria/

body_Malaria_page1.htm#LifeCycle

6. Harijanto, Pn. MALARIA: dari molekuler ke Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2008.h.1-8

40