proposal pola konsumsi petani di jambi
DESCRIPTION
huTRANSCRIPT
1
I . PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkebunan karet rakyat adalah sumber mata pencaharian jutaan petani
dan buruh tani di berbagai wilayah Indonesia dengan rata-rata kepemilikan
lahannya mencapai 1,41 ha per kepala keluarga. Bagi negara, tak pelak lagi karet
merupakan sumber devisa utama setelah kelapa sawit dari sektor non-migas.
Menyadari betapa pentingnya sektor perkebunan karet rakyat bagi kepentingan
perekonomian nasional, pemerintah telah sejak lama berupaya memperbaiki dan
mengembangkan sektor ini (Achmad 2012).
Pembangunan di Provinsi Jambi sendiri masih diarahkan pada
pembangunan pertanian, khususnya perkebunan karet. Rata-rata penduduk di
Provinsi Jambi berkerja di sektor pertanian. Berdasarkan Data Statistik Dinas
Perkebunan Provinsi Jambi 2011 sebanyak 249.978 KK berkerja di perkebunan
karet dengan luas areal 650.634 Ha atau sekitar 46,50 % paling luas dari berbagai
komoditas perkebunan lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai luas lahan,
produksi, produktivitas dan jumlah petani yang mengusahakan tanaman karet
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Provinsi Jambi sebagai daerah otonomi memiliki kewajiban dalam
menyelenggarakan urusan ketahanan pangan. Tingkat konsumsi pangan penduduk
Jambi pada tahun 2011 masih berada dibawah standar pelayanan minimal bidang
katahanan pangan. Berdasarkan data data survey sosial ekonomi nasional tahun
2011 bahwa pola konsumsi masyarakat Jambi belum memenuhi Pola Pangan
Harapan (selanjutnya ditulis PPH).
1
2
Kondisi pangan masih di dominasi oleh padi-padian namun kekurangan
umbi-umbian dan pangan hewani, padahal sumber karbohidrat juga berasal dari
umbi-umbian (Lampiran 2). Pendapatan per kapita dapat digunakan sebagai tolak
ukur tingkat kemakmuran penduduk, dari pendapatan tadi oleh petani digunakan
untuk memenuhi konsumsi termasuk dalam konsumsi pangan rumah tangganya.
Untuk Provinsi Jambi pendapatan per kapita Rp.17.811.194 yang menunjukan
kenaikan sebesar 14,38 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk
Kabupaten Tebo pendapatan per kapita Rp.10.140.080 yang dimana perubahan
sebesar 56,61 persen dari tahun sebelumnya (Badan Statistik Provinsi Jambi,
2012). Yang artinya menurut kriteria tingkat pendapatan Soyogyo dalam Suandi
2003 pendapatan per kapita kabupaten tebo tersebut tergolong pendapatan tinggi
untuk setara beras (Lampiran 3).
Perkebunan di Kabupaten Tebo merupakan salah satu sektor andalan.
Hal ini terlihat dari besar kontribusi sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Tebo,
yakni mencapai 36,32 persen. Produksi komoditas karet tahun 2011 sebesar
49.122 ton, atau meningkat 0,31 persen dibandingkan tahun 2010 (Badan Pusat
Statistik 2012). Disamping itu Kabupaten Tebo mempunyai luas pengusahaan
tanaman karet yakni seluas 112.348 Ha dengan komposisi luas tanam belum
menghasilkan 30.847 Ha, tanaman menghasilkan 60.376 Ha, tanaman tua
menghasilkan atau rusak seluas 23.630 Ha dengan produksi sebesar 49.122 ton,
sedangkan produktivitas tanaman karet 814 kg/Ha dan jumlah petani yang
mengusahakannya sebanyak 53.641 KK (Lampiran 4).
Pengetahuan petani tentang berusahatani karet akan mempengaruhi petani
dalam berusahatani yang bisa mempengaruhi tingkat produksi nantinya. Usahatani
karet merupakan mata pencaharian dominan dan merupakan sumber pendapatan
3
rumah tangga utama, dimana rumah tangga petani karet adalah sebagai unit
produsen pada sisi lain. Hal ini berkaitan dengan analisis penggunaan sumber
pendapatan baik untuk investasi maupun untuk konsumsi pangan rumah tangga
petani karet itu sendiri.
Kabupaten Tebo yang memiliki 12 kecamatan, dimana salah satunya
Kecamatan Rimbo Bujang yang memiliki jumlah luas areal terluas dari
Kecamatan lainnya di Kabupaten Tebo yaitu seluas 19.480 Ha dengan jumlah
petani terbanyak yaitu 8.452 kepala keluarga (Lampiran 5). Pekerjaan sebagai
petani karet ini telah dijalani turun temurun oleh petani karet di Kecamatan Rimbo
Bujang. Perilaku dan kebiasaan hidup mereka mempunyai karakteristik sendiri.
Begitu juga dengan perilaku konsumsi pangan rumah tangga petani yang tentu
saja akan berbeda dari petani lainnya.
Tingkat konsumsi yang beragam ini dipengaruhis oleh tingkat pendapatan
yang pada dasarnya petani ini memiliki tingkat pendapatan yang tidak menentu
dan tetap, karena rata-rata rumah tangga petani karet ini melakukan penyadapan
karet itu tergantung pada cuaca sehingga waktu panen juga tidak bisa dipastikan.
Sehingga hal ini tentu akan sangat mempengaruhi apa dan bagaimana mereka
memperoleh konsumsi. Hal ini berkaitan dengan analisis penggunaan sumber
pendapatan baik untuk investasi maupun untuk konsumsi rumah tangga petani
karet baik untuk komsumsi pangan dan non pangan.
Dilihat dari aspek ekonomi, rata-rata pendapatan tiap rumah tangga petani
karet di Kecamatan Rimbo Bujang sangat menjanjikan, jika melihat produksi
yang mencapai 10.077 Ton tiap tahunnya ( Lampiran 6). Apalagi ketika harga
ekspor karet melonjak tajam (pada periode awal tahun 2000 sampai pertengahan
tahun 2008), kehidupan ekonomi rumah tangga petani karet sangat menjanjikan.
4
Meskipun sekarang setelah terjadi krisis global harga karet agak jatuh, namun
harganya masih mampu menopang kehidupan tiap rumah tangga petani karet.
Artinya pendapatan rumah tangga petani karet saat ini masih bisa diandalkan
untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga petani.
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia
untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan yang dikonsumsi
merupakan sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air)
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh demi mencapai kesehatan dan kesejahteraan
sepanjang hidupnya. Dalam siklus kehidupannya manusia mulai dari janin dalam
kandungan, bayi, balita, anak, remaja, dewasa maupun sampai lanjut usia selalu
membutuhkan makanan yang sesuai dengan syarat gizi untuk mempertahankan
hidup, tumbuh dan berkembang serta mencapai prestasi kerja. Untuk Kabupaten
Tebo total kontribusi konsumsi energi sebesar 1036 (kkl/Kapita/Hari), Angka
Kecukupan Gizi (selanjutnya ditulis AKG) sebesar 40,63 dan skor PPH sebesar
60,46 artinya komsumsi pangan untuk Kabupaten Tebo masih kurang dari standar
PPH (Lampiran 7).
Ketersediaan pangan rumah tangga kemampuan setiap rumah tangga
dalam memenuhi kebutuhan komsumsi pangan bagi anggota keluarganya serta
memiliki kemampuan untuk ketersediaan pangan yang berkaitan dengan
pendapatan keluarga. Tingkat pendapatan mempengaruhi konsumsi pangan rumah
tangga, bagi suatu rumah tangga pendapatan merupakan penjumlahan dari semua
penerimaan anggota rumah tangga. Peningkatan pendapatan akan meningkat pula
komsumsi pangan rumah tangga dan sebaliknya. Karena meningkatnya
pendapatan petani dapat membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih
baik.
5
Tingkat komsumsi pangan rumah tangga petani tergantung dengan
tingkat pendapatan petani karet, maka dapat dilihat pula seberapa besar tingkat
kesejahteraan petani karet tersebut. Perilaku kehidupan mereka ini secara tidak
langsung juga berpengaruh terhadap kebiasaan sehari-hari mereka termasuk
kebiasaan dan cara mereka dalam mengkonsumsi pangan rumah tangga. Banyak
petani yang mampu memenuhi kebutuhan ekonominya sampai kebutuhan
sekunder dan tersier, namun terkadang gizi dan kesehatan keluarga mereka masih
sangat buruk.
Peningkatan kualitas sumberdaya petani dapat dipahami dari berbagai
sudut pandang. Diantaranya dari aspek konsumsi petani terhadap pangan baik
dari kuantitas maupun dari kualitas pangan yang dimakan. Peningkatan kualitas
sumberdaya petani diharapkan mampu mengelola sumberdaya alam yang ada
dengan sebaik-baiknya yang nantinya akan bermuara pada peningkatan
kesejahteraan petani.
Dengan peningkatan potensi pada komoditi karet tersebut, seharusnya juga
dapat mensejahterakan masyarakat di Kecamatan Rimbo Bujang karena dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat setempat yang rata-rata mata pencariaannya
sebagai petani karet. Sehingga dengan pendapatan yang meningkat tersebut secara
langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Perubahan
pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan
keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli
pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan
pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas
pangan yang dibeli (Baliwati, dkk 2004).
6
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian ini dengan judul ” Analisis Pendapatan Usahatani Petani Karet dan
Konsumsi Pangan Rumah Tangganya Di kecamatan Rimbo Bujang
Kabupaten Tebo ”.
1.2 Perumusan Masalah
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas
makanan dalam konsumsi pangan rumah tangga untuk mencapai kesejahteraan.
Dengan pendapatannya setiap orang akan berusaha untuk mendapatkan makanan
yang memadai. Dengan demikian, sejalan dengan meningkatnya presentase
pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan oleh karena itu komposisi
pengeluaran rumah tangga akan mencerminkan tingkat kesejahteraan petani.
Peningkatan pendapatan berarti meningkat pula pola konsumsi pangan
rumah tangga dan sebaliknya penurunan pendapatan berarti penurunan konsumsi
pangan. Hal ini di karenakan meningkatnya pendapatan berarti memperbesar
peluang untuk membeli pangan dan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.
Konsumsi pangan maupun non pangan atau kebiasaan makan tehadap pangan
adalah yang meliputi : pangan yang dipilih, cara memperolehnya, cara
penyimpanan dan cara pemeliharaannya, cara mempersiapkannya, yang
mengonsumsinya : kapan, dengan siapa, bagaimana dan berapa jumlah yang
dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas.
Mayoritas masyarakat di Kecamatan Rimbo Bujang ini adalah masyarakat
yang memiliki identitas sebagai petani khususnya petani karet rakyat. Tanaman
karet rakyat sendiri merupakan tanaman berbudi tinggi yang memberikan
penghidupan bagi petani. Sejak dulu identitas sebagai petani telah melekat dalam
7
diri mereka yang kemudian mempengaruhi kehidupan mereka baik dalam
kehidupan ekonomi, maupun sosial budaya. Perilaku kehidupan mereka ini secara
tidak langsung juga berpengaruh terhadap kebiasaan sehari-hari mereka termasuk
kebiasaan dan cara mereka dalam komsumsi pangan rumah tangganya. Banyak
petani yang mampu memenuhi kebutuhan ekonominya sampai kebutuhan
sekunder dan tersier, namun terkadang komsumsi pangan dan kesehatan anak-
anak serta istri mereka mengkhawatirkan.
Hubungan antara pendapatan dan pola konsumsi rumah tangga adalah
salah satu indikator untuk mengetahui meningkatnya atau tidaknya kesejahteraan
masyarakat yakni dengan melihat seberapa besar rumah tangga atau konsumen
mengalokasikan pendapatan mereka dalam membelanjakan untuk konsumsi
pangan rumah tangganya, lazimnya disebut dengan pola konsumsi. Berdasarka
uraian diatas maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah berapa
pendapatan usahatani petani karet rakyat di Kecamatan Rimbo Bujang dan
bagaimana komsumsi pangan rumah tangganya untuk mencapai tingkat
kesejahteraan hidup.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani petani karet di
Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo.
2. Untuk mengetahui komsumsi pangan rumah tangga petani karet di
Kecamatan Rimbo Bujang dalam mencapai tingkat kesejahteraan
hidup.
8
3. Untuk mengetahui hubungan pendapatan dengan konsumsi pangan
rumah tangga petani karet di Kecamatan Rimbo Bujang.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai kaidah akademik dalam menyelesaikan studi tingkat sarjana
pada Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
2. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi semua pihak yang
mempunyai peranan dalam upaya peningkatan ketahanan pangan di
Provinsi Jambi.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendapatan
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah sumber
penghasilan utama rumah tangga. Sumber penghasilan utama umumnya terkait
erat dengan tingkat penghasilan atau pendapatan. Misalnya penghasilan/upah yang
bersumber dari pekerjaan di sektor formal cenderung lebih tinggi dibandingkan
upah yang bersumber dari pekerjaan di sektor informal. Dengan demikian rumah
tangga yang memiliki sumber penghasilan utama berasal dari sektor formal akan
cenderung lebih sejahtera (dalam arti memiliki penghasilan yang lebih tinggi)
dibandingkan dengan rumah tangga yang sumber penghasilan utamanya berasal
dari sektor informal. Dua karakteristik utama ketenagakerjaan yang diharapkan
mampu menggambarkan perbedaan antara rumah tangga miskin dan rumah tangga
tidak miskin berdasarkan ketersediaan data yang ada adalah lapangan usaha atau
sektor dan jumlah jam kerja seminggu.
Menurut Sukirno 2009 pendapatan adalah pendapatan yang diterima
semua rumah tangga dalam perekonomian (atau yang diterima satu keluarga) dari
penggunaan faktor – faktor produksi yang dimilikinya dan dari pembayaran
pindahan. Sedangkan menurut Winardi dalam Susilawati (2008), pendapatan
adalah hasil berupa uang atau hasil material lainnya yang dapat dicapai dan pada
penggunaan kekayaan/jasa-jasa manusia lainnya. Pendapatan didefenisikan
sebagai seluruh penerimaan yang diperoleh atau balas jasa faktor ekonomi.
9
10
Menurut Suratiyah (2011), untuk menghitung biaya dan pendapatan
dalam usahatani dapat digunakan 3 macam pendekatan yaitu pendekatan nominal,
pendekatan nilai yang akan datang, dan pendekatan nilai sekarang. Dalam
penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan dalam menghitung pendapatan
usahatani karet adalah dengan pendekatan nominal. Pendekatan nominal adalah
pendekatan tanpa memperhatikan nilai uang menurut waktu (time value of money)
tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung
jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi.
Formula untuk menghitung biaya dan pendapatan usahatani dengan pendekatan
nominal adalah sebagai berikut (Suratiyah, 2011):
TR - TC = pendapatan
TR = Py . Y
TC = VC (biaya variabel) + FC (biaya tetap)
Dimana : TR = total penerimaan
TC = total biaya
Py = harga produksi (Rp/kg)
Y = jumlah produksi
Dalam penelitian ini pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan
usahatani karet. Pendapatan usahatani adalah sebagai salah satu cara untuk
membandingkan biaya dan penerimaan dari proses produksi, secara umum
pendapatan usahatani terdiri dari dua hal yaitu penerimaan dan pengeluaran
(biaya) selama jangka waktu tertentu. Sedangkan pendapatan usahatani (Net Farm
Income) menurut Soekartawi dkk (1986) adalah selisih antara penerimaan total
dengan pengeluaran total.
11
Dalam rumah tangga, pendapatan merupakan alat untuk memenuhi
kebutuhan komsumsi keluarga. Dengan adanya pendapatan tersebut maka rumah
tangga akan dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tingkat pendapatan
yang diperolehnya. Sedangkan konsep pendapatan lainnya mengatakan bahwa
pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang dibelanjakan pada tingkat
pendapatan yang rendah maka pengeluaran rumah tangga lebih besar dari
pendapatannya. Ini berarti meningkatnya pendapatan memperbesar peluang untuk
membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya,
penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam kualitas dan kuantitas
pangaan yang di beli (Sukirno, 2010).
Untuk mengetahui apakah suatu rumah tangga masuk dalam golongan
pendapatan rendah (miskin), sedang (menengah), maupun tinggi (kaya) digunakan
criteria sayogyo yaitu klasifikasi menurut garis kemiskinan. menurut konsep garis
kemiskinan dikategorikan sangat miskin apabila pendapatan dibawah 240
kg/kapita/tahun setara beras,dikatakan miskin apabila pendapatan berkisar antara
240-320 kg/kapita/tahun setar beras, dikatakan hampir kecukupan apabila
pendapatan berkisar antara 320-480 kg/kapita/tahun setara beras, dan dikatakan
kecukupan apabila pendapatan lebih dari 480 kg/kapita/tahun setara beras
(Sayogyo dkk dalam Suandi, 2003).
2.2. Pangan dan Gizi
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia
untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi
(karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama
manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan.
12
Kondisi tersebut menunjukan bahwa panagn dan gizi merupakan indicator
masyarakat yang berkelanjutan. Sejalan dengan itu, tujuan dan arah pembangunan
pangan dan gizi adalah perbaikan komsumsi pangan menuju PPH Indosesia dan
status gizi untuk meningkatkan kualitas SDM.
Secara umum, pangan dikelompokan menjadi dua yaitu pangan hewani
dan pangan nabati. Pangan hewani meliputi daging, ikan, kerang, telur dan susu.
Sementara pangan nabati meliputi seleralia, kacang-kacangan, sayuran, biji-bijian,
buah-buahan serta pangan lainnya seperti gula. Penggolongan pangan yang
digunakan oleh FAO dikenal dengan desirable dietary pattern (Pola Pangan
Harapan/PPH). Kelompok pangan dalam PPH ada sembilan yaitu:
1. Padi-padian adalah pangan yang berasal dari tanaman serelia yang biasa
dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti padi, jagung, gandum. Sorgum
dan produk olahannya seperti tepung dan pasta.
2. Umbi-umbian adalah pangan yang berasal dari akar/umbi yang biasa
dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti singkong, ubi jalar, kentang, sagu,
talas, sera produk turunannya seperti tepung, pellet, kue maupun roti.
3. Pangan hewani adalah kelompok pangan yang terdiri dari daging, telur, susu
dan ikan serta hasil olahannya.
4. Minyak dan lemak adalah bahan makanan yang berasal dari nabati seperti
minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung, minyak kapas, margarine
serta minyak ikan. Lemak umumnya berasal dari hewani seperti lemak sapi,
lemak kerbau, lemak babi dan mentega.
5. Buah atau biji berminyak adlah yang relatif mengandung minyak baik dari
buah atau bijinya seperti kacang mete, kelapa, kemiri maupun wijen.
13
6. Kacang-kacangan adalah biji-bijian yyang mengandung tinggi lemak seperti
kacang tanah, kacang tunggak, kacang hijau, kacanga merah, kacang kedelai
termasuk hasil olahannya seperti tempe, susu kedelai, tahu dan oncom.
7. Gula terdiri atas gula pasir dan gula merah.
8. Sayuran dan buah-buahan adalah sumber vitamin dan mineral yang berasal
dari bagian tanaman yaitu daun, bunga, batang, umbi atau buah.
9. Lain-lainnya adalah bumbu yang berfungsi sebagai penyedap dan penambah
cita rasa pangan olahan, seperti ketumbar, merica, pala, asam jawa dan
cengkeh.
Menurut Suhardjo (1986), pangan adalah bahan – bahan yang dimakan
sehari – hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja
dan pengganti jaringan tubuh yang rusak. Pangan menyediakan unsur- unsur
kimia tubuh yang dikenal sebagai zat gizi. Pada giliranya zat gizi tersebut
menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan membuat
lancarnya pertumbuhan serta memperbaikin jaringan tubuh. Gizi mempunyai arti
hubungan pangan dengan kesehatan dan proses-proses dimana organisme
menggunakan pangan untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan, fungsi organ,
dan jaringan tubuh secara normal dan produksi energi.
Gizi berasal dari bahasa arab “Al Gizzai” yang artinya makanan dan
manfaat untuk kesehatan. Al Gizzai juga dapat diartikan sebagai seri makanan
yang bermanfaat untuk kesehatan, Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari cara
memberikan makanan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan
yang optimal. Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dalam pembangunan.
14
Komponen ini memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas sehinnga mampu berperan secara optimal dalam
pembangunan. Karena begitu penting perannya, pangan dan gizi dapat diaanggap
sebagai kebutuhan dan modal dasar didalam pembangunan serta dijadikan
indikator atas keberhasilan pembangunan (Baliwati, dkk 2004).
Kondisi tersebut menunjukan bahwa pangan dan gizi merupakan indikator
masyarakat yang berkelanjutan. Masyarakat berkelanjutan memungkinkan
anggotanya mencapai mutu kehidupan melalui cara yang secara ekologi
berkelanjutan. Dengan demikian, setiap pemerintah suatu Negara berkewajiban
untuk menghormati, melindungi dan memenuhi kebutuhan pangan dan gizi.
kegagalan pemerintah memenuhi kewajiban tersebut berarti melanggar hak asasi
(Baliwati, dkk 2004).
2.3. Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan
2.3.1. Teori Konsumsi
Konsumsi menurut Mankiw (2000), konsumsi adalah barang atau jasa yang
dibeli oleh rumah tangga konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non
Durable Goods) seperti makanan dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama
(Durable Goods) adalah barang yang memiliki usia panjang seperti mobil,
televisi, alat-alat elektronik, ketiga jasa (service) meliputi pekerjaan yang
dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan seperti potong rambut
dan berobat kedokter.
Keynes pada tahun 1930-an membuat tiga asumsi tentang teori konsumsi.
Pertama, dia berasumsi bahwa kecenderungan mengkonsumsi marjinal yaitu
jumlah yang dikonsumsi dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu.
15
Asumsi ini menjelaskan pada saat pendapatan seseorang semakin tinggi maka
semakin tinggi pula konsumsi dan tabungan. Teori Keynes kedua adalah rasio
konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-
rata turun ketika pendapatan naik. Menurut Keynes, proporsi tabungan orang kaya
lebih besar dari pada orang miskin. Jika diurutkan dari orang sangat miskin
sampai kaya akan terlihat proporsi tabungan terhadap pendapatan yang semakin
meningkat. Ketiga, pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting
dan tingkat bunga tidak memiliki peranan yang penting. Fungsi konsumsi dari
teori ini adalah
C = a + bY,
a < 0, 0 < b <1.
Keterangan :
C = Pengeluaran untuk konsumsi
a = Besarnya konsumsi pada tingkat pendapatan
b = Besarnya tambahan konsumsi karena tambahan pendapatan atau MPC
Y = Pendapatan untuk rumah tangga individu
Secara grafis, fungsi konsumsi keynes digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kurva fungsi konsumsi Keynes
C (konsumsi)
Co
0
Y = C
C
Y = Pendapatan
16
Menurut Sukirno 2010 hubungan di antara pendapatan dengan konsumsi
diterangkan dua konsep berikut :
1. Kecondongan mengkonsumsi marjinal
Atau secara ringkas selalu dinyatakan sebagai MPC (berasal dari
istilah Inggris: marginal propensity to consume), dapat didefenisikan
sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi (ΔC) yang
dilakukan dengan pertambahan pendapatan (ΔY) yang diperolah. Nilai
MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula:
(ΔC)MPC = (ΔY)
2. Kecondongan mengkonsumsi rata – rata
Atau secara ringkas selalu dinyatakan sebagai APC (berasal daripada
bahasa Inggris: average prponsity to consume), dapat didefenisikan
sebagai perbandingan di antara tingkat konsumsi (C) dengan tingkat
pendapatan disposebel ketetikan konsumsi tersebut dilakukan (Y). Nilai
APC dapat dihitung dengan menggunakan formula:
CAPC = Y
2.3.2. Pola Konsumsi Pangan
Menurut Baliwati dkk (2004), pola konsumsi adalah susunan jenis dan
jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang atau masyarakat
dalam memilih dan mengkonsumsi pangan sebagai tanggapan terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis, budaya dan sosial ekonomi. Pola konsumsi masyarakat ini
17
dapat menunjukkan tingkat keragaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat
diamati dari parameter PPH. PPH menggambarkan susunan beragam pangan yang
didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama. Secara
konseptual penganekaragaman dapat dilihat dari komponen-komponen sistem
pangan, serta komsumsi pangan.
Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan
frekuensi makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri
khas pada suatu kelompok tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama
untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Dengan demikian diharapkan
konsumsi pangan yang beraneka ragam dapat memperbaiki mutu gizi makanan
seseorang (Harper dalam Evinaria, 2004)
Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dimakan
atau diminum penduduk atau seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan
hayati. Penganekaragaman konsumsi pangan adalah beranekaragamnya jenis
pangan yang dikonsumsi penduduk mencakup pangan sumber energi, protein dan
zat gizi lainnya, dalam bentuk bahan mentah maupun pangan olahan sehingga
dapat memenuhi kebutuhan pangan yang baik kuantitas maupun kualitas.
Konsumsi pangan yang cukup disuatu wilayah diartikan sebagai kemampuan
masyarakat diwilayah tersebut mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang
beragam dan cukup untuk memenuhi jumlah zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk
melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi,
balita, anak dan remaja, atau aktifitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa
dan lanjut usia (BKP, 2012).
18
Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia
atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang
meliputi : pangan yang dipilih, cara memperolehnya, cara penyimpanan dan
pemeliharaannya, cara mempersiapkannya, yang mengkonsumsi kapan, siapa,
bagaimana, dan berapa jumlah yang dikonsumsi serta penggunaan pangannya.
Tiga faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah ketersediaan
pangan, pola sosial budaya, dan faktor-faktor pribadi. Hal yang perlu diperhatikan
dalam kebiasaan makan adalah konsumsi pangan baik dari segi kuantitas maupun
dari segi kualitas, kesukaan terhadap makanan tertentu, kepercayaan, pantangan
atau sikap terhadap makanan tertentu. Kebiasaan makanan dalam rumah tangga
penting untuk diperhatikan karena kebiasaan makan mempengaruhi pemilihan dan
penggunaan pangan dan selanjutnya akan mempengaruhi tinggi rendahnya mutu
makanan rumah tangga.
Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan
didalam rumah tangga atau keluarga. Pola konsumsi keluarga dibagi menjadi tiga,
yaitu pola konsumsi pangan dan gizi, pola konsumsi non pangan (sandang, energi,
komunikasi, sosial dan lainnya), dan pola konsumsi investasi (pendidikan dan
kesehatan) (Suandi, 2007). Pola konsumsi rumah tangga yang dimaksudkan dalam
penelitian ini hanya difokuskan pada pola konsumsi pangan dan gizi rumah
tangga.
2.4. Standar Kecukupan dan Pengukuran Pangan dan Gizi
Kecukupan konsumsi pangan mencangkup kecukupan konsumsi jumlah
dan gizi pangan yang digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah
dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup sehat. Penilaian konsumsi pangan
19
melalui sisi kuantitas dapat ditinjau dari jumlah pangan yang dikonsumsi dan
konsumsi zat gizi yang dikandung bahan pangan. Berdasarkan Pola Pangan
Harapan (PPH) 2020 direkomendasikan untuk konsumsi sembilan kelompok
pangan adalah seperti terlihat pada Lampiran 8.
Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi
pangannya, cara konsumsi pangan merupakan cara menilai keadaan atau status
gizi masyarakat secara langsung, yaitu melihat dari jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi (Supariasa dkk. 2002). Untuk pengukurannya dapat digunakan dengan
metode pengukuran sebagi berikut :
a. Metode recall 24 jam. Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah pangan
dan minuman yang dimakan oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau
sehari sebelum wawancara dilakukan. Dalam metode ini, responden diminta
menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu.
Apabila pengukurannya dilakukan sekali, maka data yang didapatkan
kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu.
Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi pangan berdasarkan
ukuran rumah tangga (URT) kemudian dikonversikan ke ukuran metric (gr).
b. Estimated food records (perkiraan makan ). Metode ini biasa disebut food
records atau dietary records yang digunakan untuk mencatat semua pangan
dan makanan yang dikonsumsi selama seminggu.
c. Food weighing (penimbangan makanan). Pada metode ini responden atau
petugas penimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi
responden selama sehari. Penimbangan dilakukan secara lansung pada saat
wawancara.
20
d. Food frequency questionnaire (metode frekuensi makanan). Metode
frekuensi pangan yang dimaksud untuk memperoleh informasi pada
konsumsi pangan seseorang/kelompok orang melalui kuesioner yang terdiri
dari daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan.
e. Dietary history (riwayat pangan). Metode ini dikenal dengan riwayat
pangan yang tujuannya adalah untuk menemukan pola inti pangan sehari-
hari pada jangka waktu lama serta untuk melihat kaitan antara inti pangan
dan kejadian penyakit tertentu. Metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
1. Wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data
tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam.
2. Frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan
memberikan daftar (check list) yang sudah dipersiapkan, untuk
mengecek kebenaran recall 24 jam.
3. Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang.
2.5. Kesejahteraan Keluarga
Menurut Lokhsin dan Ravallon (Strauss dalam Suandi 2007), pengertian
kesejahteraan dapat dilihat dari dua pendekatan, yakni : kesejahteraan objektif dan
kesejahteraan subjektif. Menurut Noll (Suandi, 2007) kesejahteraan objektif
adalah tingkat kesejahteraan individu atau kelompok masyarakat yang diukur
secara rata-rata dengan patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial maupun
ukuran lainnya. Dengan kata lain tingkat kesejahteraaan masyarakat semua
dianggap sama, sedangkan kesejahteraan subjektif individu atau keluarga adalah
wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui proses pengalaman hidup kelompok
manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (fisik dan sosial).
21
Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah diukur dari jumlah
pengeluaraan keluarga untuk kebutuhan pangan, non pangan, dan investasi yang
berkaitan dengan pendapatan keluarga. Ukuran lain kesejahteraan keluarga yaitu
berdasarkan konsep kebutuhan mininum (kalori) berdasarkan konversi beras yang
dikonsumsi oleh keluarga. Menurut Sajogyo (Suandi, 2012), keluarga yang
tergolong sejahtera dalam arti terpenuhi kebutuhan fisik mininum yaitu keluarga
yang sudah mampu mengkonsumsi beras minimal 320 kg beras/kapita/tahun
(perdesaan) dan 480 kg beras/orang/tahun (perkotaan).
2.6. Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian Citra Marliani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pola
Konsumsi Pangan dan Gizi Rumah Tangga di Berbagai Tingkat Pendapatan di
Kabupaten Sarolangun menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pola konsumsi
pangan dan gizi sumber energi dan protein dengan adanya perbedaan pendapatan
dimana semakin tinggi pendapatan maka persentase konsumsi jenis makanan
lauk-pauk semakin kecil. Sebaliknya persentase konsumsi jenis makanan lauk-
pauk semakin besar. Pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh secara
signifikan terhadap pola konsumsi pangan dan gizi rumah tangga di kabupaten
Sarolangun, dimana semakin meningkat pendapatan konsumsi energi dan protein
semakin terpenuhi. Sebaliknya, semakin banyak jumlah anggota keluarga,
konsumsi energi dan protein semakin berkurang. Kecukupan konsumsi energi dan
protein rumah tangga pada tingkat pendapatan sedang dan rendah belum mampu
untuk mencapai standar yang dianjurkan WNPG tahun 2004.
22
Penelitian Susanti (2013) mengenai analisis konsumsi pangan rumah
tangga petani karet di Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari
menyimpulkan bahwa berdasarkan bahan makanan pokok sumber energi yang
paling sering dikonsumsi adalah dari kelompok padi-padian beras dengan
frekuensi 3 kali perhari, pangan yang bersumber dari pangan nabati yang paling
sering dikonsumsi adalah dari jenis bahan makanan kedele dalam bentuk tahu dan
tempe dengan frekuensi makan 4-6 kali perminggu, pangan yang bersumber dari
pangan hewani adalah dari jenis makanan ikan asin/teri dengan frekuensi 4-6 kali
perminggu. Rata – rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani karet di
Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari adalah 2100,91 kkal/kapita/hari
dan 47,53 gram/kapita/hari. Jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan
mempengaruhi konsumsi energi dan protein rumah tangga petani karet.
Penelitian Dede (2012) mengenai analisis pendapatan usahatani karet
rakyat di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun menyimpulkan bahwa
pendapatan usahatani karet di daerah penelitian sebesar Rp.162.010.129/ha/tahun
dengan rata-rata luas lahan sadapan sebesar 1.67 Ha. Pendapatan usahatani karet
petani tranmigrasi (Rp.27.833.636Ha/tahun) jauh lebih besar dibandingkan
pendapatan usahatani petani lokal (non-transmigrasi) (Rp.18.487.794/Ha/tahun).
Untuk usahatani karet antara petani transmigrasi dan petani lokal ternyata
pendapatan usahatani dari petani trasmigrasi lebih besar dengan level yang
signifikan dibandingkan dengan pendapatan usahatani petani lokal (non-
trasmigrasi), karena penerimaan petani transmigrasi lebih besar dibandingkan
pendapatan petani lokal, disamping itu biaya usahatani petani trasmigrasi lebih
dibandingkan biaya usahatani petani lokal.
23
2.7. Kerangka Pemikiran
Pendapatan rumah tangga petani karet rakyat di Rimbo Bujang akan
mempengaruhi kualitas hidup mereka, karena pendapatan dari hasil berkebun
karet merupakan sumber pemasukan utama atau bahkan satu-satunya bagi mereka,
dengan demikian besar kecilnya pendapatan akan sangat memberi pengaruh
terhadap kehidupan mereka. Adanya peningkatan pendapatan berarti meningkat
pula konsumsi rumah tangganya dan berdampak pada pemenuhan kebutuhan
sehari-harinya yaitu pada pemenuhan konsumsi pangan rumah tangga petani.
Dengan adanya pendapatan tersebut maka rumah tangga akan dapat
memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tingkat pendapatan yang diperolehnya.
Selanjutnya komsumsi pangan rumah tangga merupakan salah satu indikator
kesejahteraan didalam rumah tangga atau keluarga dengan tercukupinya energi
dan protein yang sesuai dengan standar skor Pola Pangan Harapan (PPH). Pola
konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi
makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada
suatu kelompok tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
Hubungan antara pendapatan dan pola konsumsi rumah tangga adalah
salah satu indikator untuk mengetahui meningkatnya atau tidaknya kesejahteraan
masyarakat yakni dengan melihat seberapa besar rumah tangga atau konsumen
mengalokasikan pendapatan mereka dalam membelanjakan untuk konsumsi
pangan rumah tangganya.
24
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
2.8. Hipotesis
Berdasarkan pada kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah :
1. Semakin besar pendapatan maka kecukupan konsumsi pangan sumber
energi dan protein akan semakin terpenuhi.
2. Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap komsumsi pangan rumah
tangga petani karet di Kecamatan Rimbo Bujang.
Pendapatan Usahatani karet
Kesejahteraan Petani Karet
Konsumsi Pangan Rumah Tangga
Kecukupan Energi dan Protein
% Alokasi Pendapatan untuk Konsumsi (MPC)
25
III. METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang pendapatan dan konsumsi pangan rumah
tangga petani karet. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Rimbo Bujang
Kabupaten Tebo Provinsi Jambi, yang dilaksanakan pada tanggal ……. sampai
tanggal ….. . Objek penelitiannya adalah rumah tangga petani karet rakyat yang
bertempat tinggal dalam kecamatan tersebut. Ruang lingkup penelitian ini adalah
data jumlah konsumsi pangan rumah tangga petani karet, kandungan dan jumlah
zat gizi yang terkandung dalam pangan yang dikonsumsi, kecukupan akan pangan
dan gizi rumah tangga petani, dan pendapatan usahatani petani karet rakyat.
Responden dalam penelitian ini adalah petani karet rakyat yang mengelolah
sendiri usahataninya.
3.2. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Adapun sumber data dan pengumpulan data yang digunakan dalam
mendukung penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti
untuk menjawab masalah atau tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, data primer
diperoleh dari rumah tangga petani yang menjadi penelitian melalui wawancara
langsung yang dipandu dengan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan.
Metode pengumpulan data primer yaitu dihimpun dengan metode recall 24 jam
dan food frequency melalui pengajuan pertanyaan berdasarkan daftar pertanyaan
25
26
(kuisioner) yang terstruktur telah disiapkan kepada rumah tangga yang menjadi
sampel penelitian.
2. Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder yaitu dengan menggunakan cara
membaca dan mengutip dari berbagai literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti, laporan dan jurnal dari instansi pemerintahan
yang terkait dan hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan dalam
penelitian.
3.3 Metode Penarikan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani karet di Kecamatan Rimbo
Bujang dengan pertimbangan bahwa di Kecamatan Rimbo Bujang mata
pencaharian terbesarnya adalah bertani karet. Selanjutnya dipilih dua desa di
Kecamatan Rimbo Bujang yaitu Desa Rimbo Mulyo dan Sapta Mulia yang
memiliki rata-rata produksi yang tertinggi dan terendah (Lampiran 9).
Penarikan sampel dalam penelitian ini didekati dengan metode simple
random sampling (pengambilan sampel acak sederhana). Jumlah sampel dalam
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane atau
Slovin ( Riduwan dan Akdon, 2009) sebagai berikut :
Nn = Nd2+1
Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi petani karet di Kecematan Rimbo Bujang
27
d2 = Presisi (ditetapkan 10%)
berdasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :
N 8456n = = = 99,83 ≈ 100 responden Nd2+1 (8456) . 0,102 + 1
Dari perhitungan sampel dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh
ukuran sampel sebesar 100 responden. Maka masing-masing sampel menurut desa
adalah sebagai berikut:
Nini = N N
dimana :
ni = jumlah sampel menurut stratum
n = jumlah sampel seluruhnya
Ni = jumlah populasi menurut stratum
N = jumlah populasi Desa Rimbo Mulyo + Desa Sapta Mulia
Dari rumus diatas, maka diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :
1015Desa Rimbo Mulyo = 100 = 50,47 ≈ 50 responden 2011 996Desa Sapta Mulia = 100 = 49,52 ≈ 50s responden 2011
III.4. Metode Analisis data
Analisa data dilakukan dengan tahap-tahap yaitu tabulasi data,
pengelompokkan data, sortir data, dan seterusnya. Sedangkan pendapatan
usahatani dihitung dengan menggunakan rumus :
Y = TR - TC
28
dimana :
Y = pendapatan usahatani karet
TR = total penerimaan usahatani karet
TC = total biaya/pengeluaran usahatani karet
3.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang
rata-rata pangan rumah tangga petani karet terhadap kecukupan konsumsi
pangan rumah tangganya.
Untuk menghitung kecukupan dari setiap bahan pangan digunakan rumus :
Kgij = (Bj/Bs) x Kp
Kgij = kandungan gizi bahan pangan yang dikonsumsi (gram/kapita/hari)
Bj = berat bahan pangan yang dikonsumsi (gram)
Bs = berat satuan penukar (gram)
Kp = kandungan satuan penukar (Lampiran 11)
Setelah didapat hasilnya maka jumlah dari keseluruhan bahan pangan yang
dikonsumsi selama 24 jam dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah anggota rumah
tangga petani, yang akan di konversikan ke dalam satuan bahan penukar pada
Lampiran 10.
Selanjutnya untuk menjelaskan besarnya pengaruh variabel independen
(exogenous) terhadap variabel dependen (endogenous). Kemudian digunakan
matrik korelasi untuk mengetahui derajat hubungan variabel independen
(exogenous) dengan dependen (endogenous).
29
n( ∑XY) – (∑X) (∑Y)rxy =
√ { n . ∑X2 – (∑X)2}.{ n . ∑Y2 – (∑Y)2}
Dimana : Y = Pendapatan
X = Konsumsi Pangan
r = -1 maka korelasinya negatif sempurna
r = 0 maka tidak ada korelasi
r = 1 maka korelasinya sangat kuat
Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variable X
terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien diterminan sebagai berikut :
Dimana : KP = Nilai Koefisien Diterminan
r = Nilai Koefisien Korelasi
Pengujian lanjutan yaitu uji signifikannsi yang berfungsi mencari makna
hubungan variable X terhadap Y dengan rumus :
r √ n - 2t hitung = √ 1 – r2
Dimana : t hitung = Nilai t
r = Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 , maka terima Ho, artinya tidak berpengaruh.
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 , maka tolak Ho, artinya berpengaruh.
3.5 Konsepsi Pengukuran
KP = r2 x 100%
30
1. Pendapatan usahatani karet adalah pendapatan petani yang diperoleh dari
usahatani karet yang dihitung dalam rupiah per bulan.
2. Daya beli adalah kemampuan rumah tangga untuk membeli pangan yang
dibutuhkan diukur melalui tingkat pendapatan (Rp).
3. Total penerimaan usahatani diperoleh dari jumlah produksi dikalikan
dengan harga jual produksi, sedangkan total pengeluaran usahatani adalah
semua biaya yang dikeluarkan petani selama satu tahun yang dinilai dengan
uang.
4. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperutukkan sebagai makanan dan
minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan dari atau pembuatan makanan dan minuman (kg/kap/hari).
5. Gizi adalah zat makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi.
6. Konsumsi pangan adalah jumlah makanan dan minuman yang dimakan atau
diminum penduduk/seseorang dalam satuan gram per kapita per hari.
7. Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang pada waktu tertentu yang diukur dalam satuan gram
(gr).
8. Konsumsi pangan rumah tangga adalah besarnya konsumsi yang dilakukan
oleh rumah tangga dalam bentuk energi/kalori.
31
9. Konsumsi energi adalah jumlah energi total yang dikonsumsi perkapita
perharinya berdasarkan satuan kalori (Kkal/Kapita/hari).
10. Konsumsi protein adalah jumlah protein total yang dikonsumsi perkapita
perharinya berdasarkan satuan(Gram/kapita/hari).
11. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein sebagai berikut :
Baik : 80 – 110 % AKG
Kurang : < 80% AKG
Lebih : > 110% AKG
32
DAFTAR PUSTAKA
Achmad. 2012. Karet Alam Sebagai ATM Petani Dan Sumber Devisa Negara. Media Perkebunan. Jakarta.
Atmarita dan Fallah,YS. 2004. Analisis Situasi Gizi Dan Kesehatan. WNPG VIII. LIPI Jakarta.
Badan Ketahanan Pangan. 2007. Laporan Sistem Keamanan Pangan Dan Gizi Provinsi Jambi. Badan Dinas Ketahanan Pangan. Jambi.
--------. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)2011. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jambi . Jambi.
Badan Pusat Statistik. 2012. Jambi Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. Jambi.
-------. 2012. Tebo Dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. Jambi
-------. 2012. Rimbo Bujang Dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. Jambi
Baliwati, Y. F. Ali, K. Dan Meti, D. 2004. Pengantar Pangan Dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Buckle, K.A. Dkk. 2009. Ilmu Pangan. Penerbit UI – Press. Jakarta.
Citra, Marliani. 2010. Pola Konsumsi Pangan dan Gizi Rumah Tangga di Berbagai Tingkat Pendapatan di Kabupaten Sarolangun. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.
Dede, Akbar. 2012. Analisis Pendapatan Usahatani Karet Rakyat di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.
Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2012. Statistik Perkebunan Provinsi Jambi Tahun 2012 . Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. Jambi.
Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta
Evinaria. 2004. Pola Kunsumsi Pangan, Hubungan Dengan Status Gizi dan Prestasi Belajar Pada Pelajar SD di Daerah Endemic Gaki Desa Kuta Game Kecamatan Kerajaan Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
33
Mankiw, N Greegory. 2000. Teori Ekonomi Makro. Lalemba Empat. Jakarta.
Riduwan, dan Akdon. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Soekartawi, A. Soeharjo, SL Dillon dan Hadler. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Petani Kecil. UI Press. Jakarta.
Suandi. 2003. Kondisi Sosio – Demografi dan Kemiskinan Dipedesaan Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian UNJA Vol. No. 3. Universitas Jambi.
--------. 2007. Modal Sosial Dan Kesejahteraan Keluarga Di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Disertasi Program Studi Gizi Masyarakat Dan Kesejahteraan Keluarga. Institut Pertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
--------. 2012. Hubungan Kesejahteraan dengan Konsumsi Pangan dan Gizi Rumahtangga Di Provinsi Jambi. Proseding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan BKS- PTN Wilayah Barat Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan
Suhardjo. 1986. Gizi Keluarga. Penerbit Swadaya. Jakarta.
-----------. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta
Suhardjo, dkk. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. UI – Press. Jakarta
Sukirno, Sadono. 2010. Makroekonomi Teori Pengantar. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.
----------------. 2009. Mikroekonomi Teori Pengantar. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Supariasa, Nyoman. Bachyar, Bakri. Ibnu, Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Suratiyah, K. 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanti, Ling ling. 2013. Analisis Konsumsi Pangan Ruamah Tangga Petani Karet Di Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari. Jurnal Penelitian Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.
Susilawati, Reni. 2008. Pola konsumsi pangan dan gizi sumber protein rumah tangga berdasarkan tingkat pendapatan di Kota Jambi. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. (tidak dipublikasikan).
34
35
36
Lampiran 3. Kriteria Penentuan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga (Sayogyo dkk dalam Suandi, 2003)
Harga beras/kg = Rp 7.600/kg
Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga = 4 orang
1 tahun = 12 bulan
Pendapatan rendah = < 320 kg/kapita/tahun setara beras
=
= < Rp 810.666
Rumah tanggan yang berpendapatan rendah adalah rumah tangga yang
pendapatannya kurang dari Rp 810.666
Pendapatan sedang = < 320 kg/kapita/tahun s/d 480/kapita/tahun setara
beras
=
= < Rp 912.000
Rumah tangga yang berpendapatan sedang adalah rumah tangga yang
pendapatannya berkisar antara Rp 810.666 – Rp 912.000
Pendapatan tinggi = > 480 kg/kapita/tahun setara beras
=
= > Rp 912.000
Rumah tangga yang berpendapatan tinggi adalah rumah tangga yang
pendapatannya lebih dari Rp 912.000
37
38
39
40
41
42
43
Lampiran 10. Daftar Bahan Makanan Penukar
Bahan Makanan Berat (gr) URTGolongan I Bahan Makanan Sumber Hidrat Arang (serelia)
Satuan penukar mengandung:175 kalori 4 gram protein dan 40 gram hidrat arang
NasiNasi TimBubur BerasNasi JagungKentangSingkongBiskuit MejaRoti PutihKrakerMaizenaTepung BerasMie BasahMie KeringHavermoutBihun
1002004001002001005080504050100505050
3/4 gls1 sdm2 sdm3/4 sdm2 bj sdg1 prg sdg4 bh4 ins4 bh besar8 sdm8 sdm1½ gls1 gls6 sdm½ gls
Golongan II Bahan Makanan Sumber Protein HewaniUmumnya digunakan sebagai lauk pauk 1 Satuan penukar mengandung
95 kalori 10 gram protein dan 6 gram lemakDaging SapiDaging BabiDaging AyamHati SapiDadih SapiBabat SapiUsus SapiTelur Ayam KampungTelur Ayam NegeriTelur BebekIkan SegarIkan AsinIkan TeriUdang BasahKejuBakso Daging
502550505060757560605025255030100
1 ptg sdg1 ptg kcl 1 ptg sdg1 ptg sdg1 ptg sdg2 ptg sdg2 ptg sdg3 bulatan2 btr1 btr 1 btr bsr1 ptg sdg1 ptg sdg2 sdm¼ gls10 bj bsr
Golongan III Bahan Makanan Sumber Protein NabatiUmumnya digunakan juga sebagai lauk pauk. 1 Satuan penukar mengandung
80 kalori 6 gram protein dan 8 gram hidrat arangKacang Hijau 25 2½ sdm
44
Kacang KedelaiKacang MerahKacang Tanah TerkelupasKeju Kacang TanahKacang ToloOncomTahu Tempe
25252020255010050
2½ sdm2½ sdm2 sdm2 sdm2½ sdm2 ptg sdg1 bj bsr2 ptg sdg
Golongan IV Sayuran
Sayuran kelompok A, mengandung sedikit protein dan hidrat arang. Sayuran ini boleh digunakan sekehendak tanpa diperhitungkan banyaknya. Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah : Beligo Kembang Kol Daun Bawang Labu AirDaun Kacang Panjang LobakDaun Koro PepayaDaun Labu Siam PacayDaun Waluh RebungDaun Lobak SawiJamur Segar SeledriOyong (Gambas) SeladaKangkung TaugeTomat Tebu TerumbukKecipir Muda TerongKol Cabe Hijau BesarKetimun
Sayuran kelompok B, dalam 1 satuan penukar mengandung 50 kalori, 3 gram protein dan 10 gram hidrat arang.Bayam Jagung Muda Biet Jantung PisangBuncis GenjerDaun Bluntas Kacang PangjangDaun Ketela Rambat Kacang kapriDaun Kecipir KatukDaun Leunca KucaiDaun Lompong Labu siamDaun Mangkokan Labu WaluhDaun Melinjau Nangka mudaDaun Pakis PareDaun Singkong TekokakDaun Pepaya WortelGolongan V Buah – Buahan
Satu satuan penukar, mengadung 40 gram kalori dan 10 gram hidrat arang.Alpokat ApelAnggur
507575
½ bh bsr½ bh sdg10 bj
45
BelimbingJambu bijiJambu airJambu BolDukuDurian Jeruk ManisKecondongKemangManggaNanasNangka MasakPepayaPisang AmbonPisang Raja SerehSalakSawoSirsakSemangka
1251001007575501001001005075501005050755075100
1 bh bsr1 bh bsr2 bh sdg¾
bh sdg15 bh3 bj1 bh sdg1 bh bsr1 bh bsr½ bh bsr1/6 bh sdg3 bj1 ptg sdg1 bh sdg2 bh kcl1 bh bsr1 bh sdg½ gls1 ptg bsr
Golongan VI Susu Satu satuan penukar mengandung 110 kalori 7 gram proteinSusuSusu KambingSusu KerbauSusu Kental ManisYoghurtTepung Susu WholeTepung Susu SkimTepung Saridele
200150100100200252025
1 gls¾ gls½ gls½ gls1 gls5 sdm4 sdm4 sdm
Golangan VII MinyakBahan makanan ini hamper seluruhnya terdiri dari lemak. 1 satuan penukar mengandung 45 kalori dan 5 gram lemak.
Minyak gorengMinyak ikanMargarineKelapaKelapa parutSantanLemak sapiLamak babi
55530305055
½ sdm½ sdm½ sdm1 ptg kecil5 sdm½ gls1 ptg kcl1 ptg kcl
Golongan VIII Gula1 Satuan penukar mengandung 30 kalori 7,5 gram karbonhidrat
Gula pesirGula palm arenMadu JamuPermenSirup
8810121015
1 sdm½ sdm½ sdm1,5 sdm4 bks2 sdm
46
Sumber : Daftar Bahan Penukar, penilaian status gizi 1 Dewa Nyoman Supariasa, Ibnu Hajar, Bachyar Bakri. Jakarta Tahun 2011
Lampiran 11.
Kuesioner Analisis Pendapatan Usahatani Petani Karet dan Konsumsi
Pangan Rumah Tangganya Di Kecamatan Rimbo Bujang
Kabupaten Tebo
Kecamatan / Desa :
Nomor Contoh :
Identitas Petani
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Suku :
6. Pendidikan Terakhir :
7. Luas Lahan Karet :
8. Pengalaman Berusahatani Karet :
9. Produksi :
10. Susunan Anggota Keluarga
NoNama
Anggota Keluarga
Hubungan dengan
KK
Umur (Thn)
Jenis Kelamin
(L/P)
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan Ket
1
2
3
4
5
6
47
7
8
Kesejahteraan Keluarga
1. Berapa kali keluarga bapak/ibu makan setiap hari?1. Tidak tahu 2. Satu kali
3. Dua kali 4. Tiga kali
2. Setiap kali makan, apakah keluarga bapak/ibu selalu makan dengan nasi, lauk pauk dan sayur-mayur?
1. Ya2. Tidak
3. Berapa rata-rata jumlah pakaian yang dimiliki anggota keluarga (dewasa) bapak/ibu?
1. 2 setel 2. 3 setel 3. 4 setel 4. 4 setel lebih
4. Apakah bapak/ibu selalu memakai pakaian yang berbeda untuk acara yang berbeda?
1. Tidak pernah 2. Jarang3. Kadang-kadang 4. Selalu
5. Kalau ada keluarga yang sakit, bagaimana cara mengatasinya?a. Ditangani sendiri di rumahb. Membawa kedukun / pengobatan alternatifc. Membawa ke rumah sakit / puskesmas terdekatd. Membawa kedokter spesialis
6. Apakah alasan bapak / ibu mengatasi dengan cara demikian ?a. Tidak tahub. Status sosialc. Alasan kepercayaand. Alasan ekonomi
7. Berapa Luas Rumah dan Pekarangan
No Status Kepemilikan Luas / M2
Rumah Pekarangan1 Milik sendiri2 Sewa3 Numpang/ orang tua/ mertua/ orang
lain
8. Bagaimana Tipe Rumah yang Bapak / Ibu Miliki
48
No Dinding Atap Lantai1 Tembok Genteng Keramik2 Sebagian Tembok Seng Semen3 Kayu Sirap Teraso / Ubinan4 Bambu Nipah Kayu5 Lainnya Lainnya Lainnya
9. Fasilitas yang dimiliki
No Fasilitas Rumah Keterangan
1 Sumber air minum untuk keperluan rumah tangga
2 Jamban khusus keluarga a. Sendirib. Umum
Berapa jarak antara jamban dengan sumber air minum
3 Dimana tempat pembuangan sampah
4 Alat penerangan rumah
5 Bahan bakar utama untuk memasak
Pendapatan Keluarga Petani Karet1. Sumber Penghasilan dari Usahatani Karet
No Status Luas (Ha) Produksi Bokar
(Kg/Minggu)
Harga (Rp/Kg)
Penerimaan (Rp/Bulan)
1 Milik Sendiri
2 Bagi Hasil
Total
2. Biaya Produksi Usahatani Karet
I. Biaya Variabel (Variabel Cost)No Komponen Biaya Peneluaran
(Rp)Frekuensi (kali/bulan)
Total Pengeluaran
49
1234
5
PupukObat-obatanAsam semut (Asam Cuka)Upah Tenaga Kerja
a. Pembersihan Lahanb. Pembersihan
Tanamanc. Pemupukand. Pengendalian HPT
LainnyaTotal
II. Biaya Tetap (Fixed Cost)No Komponen Biaya Pengeluaran
(Rp)Frekuensi (kali/bulan)
Total Pengeluaran
1234
Pisau SadapBatu AsahParangLainnyaa.b.
Total
3. Sumber Penghasilan Diluar Usahatani Karet
Cabang Usaha Pendapatan Kotor (RP) Biaya (Rp) Pendapatan (Rp)Sebulan Setahun Sebulan Setahun
1. Nelayan2. Peternakan3. Dagang4. Buruh5. PNS/TNI6. Pensiunan7. Total
4. Pengeluaran Keluarga Petani Karet
Jenis Pengeluaran Mingguan Bulanan TahunanKg/Unit Rp Kg/Unit Rp Kg/Unit Rp
1. Pangana. Berasb. Daging (sapi/ayamc. Ikan (basah / kering)d. Telure. Susu
50
f. Tahu/tempeg. Kacang-kacanganh. Cabe, bawangi. Umbi-umbianj. Minyal sayurk. Gulal. Teh/kopim. Garam
Sub - Total2. Sandanga. Pakaian dewasab. Pakaian anakc. Seragam sekolahd. Kosmetik
Sub - Total3. Pendidikana. SPPb. ATKc. Tabungan sekolahd. Transportasie. Lainnya
Sub - Total4. Energia. Listrikb. Minyak tanah/gasc. Kayu bakar
Sub Total5. kesehatan dan Kebersihana. Obat-obatanb. Biaya pengobatanc. Aird. Perlengkapan mandi
Sub – Total6. Perumahana. Pembangunan rumahb. Renovasi rumahc. Perlengkapan rumah
Sub – Total7. Komunikasia. Biaya transportasib. Telpon/pulsa
Sub – Total8. Sumbangan Sosiala.Kenduri adatb.Ulang tahun RIc. Hari besar islamd. Zakat fitrah
51
e. Zakat mal/hartaSub - Total
9. Rekreasi10. Tabungan Bank11. Tabungan Haji12. Pengeluaran Laina. Rokokb. Uang sampah
Sub - TotalTotal
Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga
A. Metode recall 24 jam (Rata-rata Seminggu)
WaktuNama
Makanan
Bahan makanan
Kandungan
Protein
Kandungan Energi
JenisBanyaknya/
Hari
Banyaknya/
Minggu
URT GR URT GR
Pagi
Siang
Malamm
52
Jumlah
B. Metode Frekuensi Makanan
No Nama Bahan Makanan
Frekuensi Konsumsi ketSehari Seminggu 1 x
Sebulan1 x 2 x 3 x 1 x 2-3 x 4 – 6 x
1Padi-padian1. Beras2. Jagung3. Terigu
2
Umbi-umbian1. Singkong2. Ubi jalar3. Kentang4. Sagu
3
Pangan hewani1. Daging ruminansia2. Daging unggas3. Telur4. Susu5. Ikan
4
Minyak dan lemak1. Minyak sawit2. Lemak hewani3. Minyak kelapa
5Buah/biji berminyak1. Kelapa
6
Kacang-kacangan1. Kedelai2. Kacang tanah3. Kacang hijau
7Gula1. Gula pasir2. Gula merahSayur dan buah1. Sayur
53
8 2. Buah
9
Pangan lainnya1.Teh2. Kopi3. Bumbu- bumbuan