proposal pola konsumsi petani di jambi

76
1 I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan karet rakyat adalah sumber mata pencaharian jutaan petani dan buruh tani di berbagai wilayah Indonesia dengan rata-rata kepemilikan lahannya mencapai 1,41 ha per kepala keluarga. Bagi negara, tak pelak lagi karet merupakan sumber devisa utama setelah kelapa sawit dari sektor non-migas. Menyadari betapa pentingnya sektor perkebunan karet rakyat bagi kepentingan perekonomian nasional, pemerintah telah sejak lama berupaya memperbaiki dan mengembangkan sektor ini (Achmad 2012). Pembangunan di Provinsi Jambi sendiri masih diarahkan pada pembangunan pertanian, khususnya perkebunan karet. Rata-rata penduduk di Provinsi Jambi berkerja di sektor pertanian. Berdasarkan Data Statistik Dinas Perkebunan Provinsi Jambi 2011 sebanyak 249.978 KK berkerja di perkebunan karet dengan luas areal 650.634 Ha atau sekitar 46,50 % paling luas dari berbagai komoditas perkebunan lainnya. Untuk lebih

Upload: ramdanil06

Post on 27-Oct-2015

339 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hu

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal pola konsumsi petani di jambi

1

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan karet rakyat adalah sumber mata pencaharian jutaan petani

dan buruh tani di berbagai wilayah Indonesia dengan rata-rata kepemilikan

lahannya mencapai 1,41 ha per kepala keluarga. Bagi negara, tak pelak lagi karet

merupakan sumber devisa utama setelah kelapa sawit dari sektor non-migas.

Menyadari betapa pentingnya sektor perkebunan karet rakyat bagi kepentingan

perekonomian nasional, pemerintah telah sejak lama berupaya memperbaiki dan

mengembangkan sektor ini (Achmad 2012).

Pembangunan di Provinsi Jambi sendiri masih diarahkan pada

pembangunan pertanian, khususnya perkebunan karet. Rata-rata penduduk di

Provinsi Jambi berkerja di sektor pertanian. Berdasarkan Data Statistik Dinas

Perkebunan Provinsi Jambi 2011 sebanyak 249.978 KK berkerja di perkebunan

karet dengan luas areal 650.634 Ha atau sekitar 46,50 % paling luas dari berbagai

komoditas perkebunan lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai luas lahan,

produksi, produktivitas dan jumlah petani yang mengusahakan tanaman karet

dapat dilihat pada Lampiran 1.

Provinsi Jambi sebagai daerah otonomi memiliki kewajiban dalam

menyelenggarakan urusan ketahanan pangan. Tingkat konsumsi pangan penduduk

Jambi pada tahun 2011 masih berada dibawah standar pelayanan minimal bidang

katahanan pangan. Berdasarkan data data survey sosial ekonomi nasional tahun

2011 bahwa pola konsumsi masyarakat Jambi belum memenuhi Pola Pangan

Harapan (selanjutnya ditulis PPH).

1

Page 2: Proposal pola konsumsi petani di jambi

2

Kondisi pangan masih di dominasi oleh padi-padian namun kekurangan

umbi-umbian dan pangan hewani, padahal sumber karbohidrat juga berasal dari

umbi-umbian (Lampiran 2). Pendapatan per kapita dapat digunakan sebagai tolak

ukur tingkat kemakmuran penduduk, dari pendapatan tadi oleh petani digunakan

untuk memenuhi konsumsi termasuk dalam konsumsi pangan rumah tangganya.

Untuk Provinsi Jambi pendapatan per kapita Rp.17.811.194 yang menunjukan

kenaikan sebesar 14,38 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk

Kabupaten Tebo pendapatan per kapita Rp.10.140.080 yang dimana perubahan

sebesar 56,61 persen dari tahun sebelumnya (Badan Statistik Provinsi Jambi,

2012). Yang artinya menurut kriteria tingkat pendapatan Soyogyo dalam Suandi

2003 pendapatan per kapita kabupaten tebo tersebut tergolong pendapatan tinggi

untuk setara beras (Lampiran 3).

Perkebunan di Kabupaten Tebo merupakan salah satu sektor andalan.

Hal ini terlihat dari besar kontribusi sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Tebo,

yakni mencapai 36,32 persen. Produksi komoditas karet tahun 2011 sebesar

49.122 ton, atau meningkat 0,31 persen dibandingkan tahun 2010 (Badan Pusat

Statistik 2012). Disamping itu Kabupaten Tebo mempunyai luas pengusahaan

tanaman karet yakni seluas 112.348 Ha dengan komposisi luas tanam belum

menghasilkan 30.847 Ha, tanaman menghasilkan 60.376 Ha, tanaman tua

menghasilkan atau rusak seluas 23.630 Ha dengan produksi sebesar 49.122 ton,

sedangkan produktivitas tanaman karet 814 kg/Ha dan jumlah petani yang

mengusahakannya sebanyak 53.641 KK (Lampiran 4).

Pengetahuan petani tentang berusahatani karet akan mempengaruhi petani

dalam berusahatani yang bisa mempengaruhi tingkat produksi nantinya. Usahatani

karet merupakan mata pencaharian dominan dan merupakan sumber pendapatan

Page 3: Proposal pola konsumsi petani di jambi

3

rumah tangga utama, dimana rumah tangga petani karet adalah sebagai unit

produsen pada sisi lain. Hal ini berkaitan dengan analisis penggunaan sumber

pendapatan baik untuk investasi maupun untuk konsumsi pangan rumah tangga

petani karet itu sendiri.

Kabupaten Tebo yang memiliki 12 kecamatan, dimana salah satunya

Kecamatan Rimbo Bujang yang memiliki jumlah luas areal terluas dari

Kecamatan lainnya di Kabupaten Tebo yaitu seluas 19.480 Ha dengan jumlah

petani terbanyak yaitu 8.452 kepala keluarga (Lampiran 5). Pekerjaan sebagai

petani karet ini telah dijalani turun temurun oleh petani karet di Kecamatan Rimbo

Bujang. Perilaku dan kebiasaan hidup mereka mempunyai karakteristik sendiri.

Begitu juga dengan perilaku konsumsi pangan rumah tangga petani yang tentu

saja akan berbeda dari petani lainnya.

Tingkat konsumsi yang beragam ini dipengaruhis oleh tingkat pendapatan

yang pada dasarnya petani ini memiliki tingkat pendapatan yang tidak menentu

dan tetap, karena rata-rata rumah tangga petani karet ini melakukan penyadapan

karet itu tergantung pada cuaca sehingga waktu panen juga tidak bisa dipastikan.

Sehingga hal ini tentu akan sangat mempengaruhi apa dan bagaimana mereka

memperoleh konsumsi. Hal ini berkaitan dengan analisis penggunaan sumber

pendapatan baik untuk investasi maupun untuk konsumsi rumah tangga petani

karet baik untuk komsumsi pangan dan non pangan.

Dilihat dari aspek ekonomi, rata-rata pendapatan tiap rumah tangga petani

karet di Kecamatan Rimbo Bujang sangat menjanjikan, jika melihat produksi

yang mencapai 10.077 Ton tiap tahunnya ( Lampiran 6). Apalagi ketika harga

ekspor karet melonjak tajam (pada periode awal tahun 2000 sampai pertengahan

tahun 2008), kehidupan ekonomi rumah tangga petani karet sangat menjanjikan.

Page 4: Proposal pola konsumsi petani di jambi

4

Meskipun sekarang setelah terjadi krisis global harga karet agak jatuh, namun

harganya masih mampu menopang kehidupan tiap rumah tangga petani karet.

Artinya pendapatan rumah tangga petani karet saat ini masih bisa diandalkan

untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga petani.

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia

untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan yang dikonsumsi

merupakan sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air)

yang sangat dibutuhkan oleh tubuh demi mencapai kesehatan dan kesejahteraan

sepanjang hidupnya. Dalam siklus kehidupannya manusia mulai dari janin dalam

kandungan, bayi, balita, anak, remaja, dewasa maupun sampai lanjut usia selalu

membutuhkan makanan yang sesuai dengan syarat gizi untuk mempertahankan

hidup, tumbuh dan berkembang serta mencapai prestasi kerja. Untuk Kabupaten

Tebo total kontribusi konsumsi energi sebesar 1036 (kkl/Kapita/Hari), Angka

Kecukupan Gizi (selanjutnya ditulis AKG) sebesar 40,63 dan skor PPH sebesar

60,46 artinya komsumsi pangan untuk Kabupaten Tebo masih kurang dari standar

PPH (Lampiran 7).

Ketersediaan pangan rumah tangga kemampuan setiap rumah tangga

dalam memenuhi kebutuhan komsumsi pangan bagi anggota keluarganya serta

memiliki kemampuan untuk ketersediaan pangan yang berkaitan dengan

pendapatan keluarga. Tingkat pendapatan mempengaruhi konsumsi pangan rumah

tangga, bagi suatu rumah tangga pendapatan merupakan penjumlahan dari semua

penerimaan anggota rumah tangga. Peningkatan pendapatan akan meningkat pula

komsumsi pangan rumah tangga dan sebaliknya. Karena meningkatnya

pendapatan petani dapat membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih

baik.

Page 5: Proposal pola konsumsi petani di jambi

5

Tingkat komsumsi pangan rumah tangga petani tergantung dengan

tingkat pendapatan petani karet, maka dapat dilihat pula seberapa besar tingkat

kesejahteraan petani karet tersebut. Perilaku kehidupan mereka ini secara tidak

langsung juga berpengaruh terhadap kebiasaan sehari-hari mereka termasuk

kebiasaan dan cara mereka dalam mengkonsumsi pangan rumah tangga. Banyak

petani yang mampu memenuhi kebutuhan ekonominya sampai kebutuhan

sekunder dan tersier, namun terkadang gizi dan kesehatan keluarga mereka masih

sangat buruk.

Peningkatan kualitas sumberdaya petani dapat dipahami dari berbagai

sudut pandang. Diantaranya dari aspek konsumsi petani terhadap pangan baik

dari kuantitas maupun dari kualitas pangan yang dimakan. Peningkatan kualitas

sumberdaya petani diharapkan mampu mengelola sumberdaya alam yang ada

dengan sebaik-baiknya yang nantinya akan bermuara pada peningkatan

kesejahteraan petani.

Dengan peningkatan potensi pada komoditi karet tersebut, seharusnya juga

dapat mensejahterakan masyarakat di Kecamatan Rimbo Bujang karena dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat setempat yang rata-rata mata pencariaannya

sebagai petani karet. Sehingga dengan pendapatan yang meningkat tersebut secara

langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Perubahan

pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan

keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli

pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan

pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas

pangan yang dibeli (Baliwati, dkk 2004).

Page 6: Proposal pola konsumsi petani di jambi

6

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian ini dengan judul ” Analisis Pendapatan Usahatani Petani Karet dan

Konsumsi Pangan Rumah Tangganya Di kecamatan Rimbo Bujang

Kabupaten Tebo ”.

1.2 Perumusan Masalah

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas

makanan dalam konsumsi pangan rumah tangga untuk mencapai kesejahteraan.

Dengan pendapatannya setiap orang akan berusaha untuk mendapatkan makanan

yang memadai. Dengan demikian, sejalan dengan meningkatnya presentase

pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan oleh karena itu komposisi

pengeluaran rumah tangga akan mencerminkan tingkat kesejahteraan petani.

Peningkatan pendapatan berarti meningkat pula pola konsumsi pangan

rumah tangga dan sebaliknya penurunan pendapatan berarti penurunan konsumsi

pangan. Hal ini di karenakan meningkatnya pendapatan berarti memperbesar

peluang untuk membeli pangan dan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.

Konsumsi pangan maupun non pangan atau kebiasaan makan tehadap pangan

adalah yang meliputi : pangan yang dipilih, cara memperolehnya, cara

penyimpanan dan cara pemeliharaannya, cara mempersiapkannya, yang

mengonsumsinya : kapan, dengan siapa, bagaimana dan berapa jumlah yang

dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas.

Mayoritas masyarakat di Kecamatan Rimbo Bujang ini adalah masyarakat

yang memiliki identitas sebagai petani khususnya petani karet rakyat. Tanaman

karet rakyat sendiri merupakan tanaman berbudi tinggi yang memberikan

penghidupan bagi petani. Sejak dulu identitas sebagai petani telah melekat dalam

Page 7: Proposal pola konsumsi petani di jambi

7

diri mereka yang kemudian mempengaruhi kehidupan mereka baik dalam

kehidupan ekonomi, maupun sosial budaya. Perilaku kehidupan mereka ini secara

tidak langsung juga berpengaruh terhadap kebiasaan sehari-hari mereka termasuk

kebiasaan dan cara mereka dalam komsumsi pangan rumah tangganya. Banyak

petani yang mampu memenuhi kebutuhan ekonominya sampai kebutuhan

sekunder dan tersier, namun terkadang komsumsi pangan dan kesehatan anak-

anak serta istri mereka mengkhawatirkan.

Hubungan antara pendapatan dan pola konsumsi rumah tangga adalah

salah satu indikator untuk mengetahui meningkatnya atau tidaknya kesejahteraan

masyarakat yakni dengan melihat seberapa besar rumah tangga atau konsumen

mengalokasikan pendapatan mereka dalam membelanjakan untuk konsumsi

pangan rumah tangganya, lazimnya disebut dengan pola konsumsi. Berdasarka

uraian diatas maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah berapa

pendapatan usahatani petani karet rakyat di Kecamatan Rimbo Bujang dan

bagaimana komsumsi pangan rumah tangganya untuk mencapai tingkat

kesejahteraan hidup.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani petani karet di

Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo.

2. Untuk mengetahui komsumsi pangan rumah tangga petani karet di

Kecamatan Rimbo Bujang dalam mencapai tingkat kesejahteraan

hidup.

Page 8: Proposal pola konsumsi petani di jambi

8

3. Untuk mengetahui hubungan pendapatan dengan konsumsi pangan

rumah tangga petani karet di Kecamatan Rimbo Bujang.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai kaidah akademik dalam menyelesaikan studi tingkat sarjana

pada Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

2. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi semua pihak yang

mempunyai peranan dalam upaya peningkatan ketahanan pangan di

Provinsi Jambi.

Page 9: Proposal pola konsumsi petani di jambi

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendapatan

Salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah sumber

penghasilan utama rumah tangga. Sumber penghasilan utama umumnya terkait

erat dengan tingkat penghasilan atau pendapatan. Misalnya penghasilan/upah yang

bersumber dari pekerjaan di sektor formal cenderung lebih tinggi dibandingkan

upah yang bersumber dari pekerjaan di sektor informal. Dengan demikian rumah

tangga yang memiliki sumber penghasilan utama berasal dari sektor formal akan

cenderung lebih sejahtera (dalam arti memiliki penghasilan yang lebih tinggi)

dibandingkan dengan rumah tangga yang sumber penghasilan utamanya berasal

dari sektor informal. Dua karakteristik utama ketenagakerjaan yang diharapkan

mampu menggambarkan perbedaan antara rumah tangga miskin dan rumah tangga

tidak miskin berdasarkan ketersediaan data yang ada adalah lapangan usaha atau

sektor dan jumlah jam kerja seminggu.

Menurut Sukirno 2009 pendapatan adalah pendapatan yang diterima

semua rumah tangga dalam perekonomian (atau yang diterima satu keluarga) dari

penggunaan faktor – faktor produksi yang dimilikinya dan dari pembayaran

pindahan. Sedangkan menurut Winardi dalam Susilawati (2008), pendapatan

adalah hasil berupa uang atau hasil material lainnya yang dapat dicapai dan pada

penggunaan kekayaan/jasa-jasa manusia lainnya. Pendapatan didefenisikan

sebagai seluruh penerimaan yang diperoleh atau balas jasa faktor ekonomi.

9

Page 10: Proposal pola konsumsi petani di jambi

10

Menurut Suratiyah (2011), untuk menghitung biaya dan pendapatan

dalam usahatani dapat digunakan 3 macam pendekatan yaitu pendekatan nominal,

pendekatan nilai yang akan datang, dan pendekatan nilai sekarang. Dalam

penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan dalam menghitung pendapatan

usahatani karet adalah dengan pendekatan nominal. Pendekatan nominal adalah

pendekatan tanpa memperhatikan nilai uang menurut waktu (time value of money)

tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung

jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi.

Formula untuk menghitung biaya dan pendapatan usahatani dengan pendekatan

nominal adalah sebagai berikut (Suratiyah, 2011):

TR - TC = pendapatan

TR = Py . Y

TC = VC (biaya variabel) + FC (biaya tetap)

Dimana : TR = total penerimaan

TC = total biaya

Py = harga produksi (Rp/kg)

Y = jumlah produksi

Dalam penelitian ini pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan

usahatani karet. Pendapatan usahatani adalah sebagai salah satu cara untuk

membandingkan biaya dan penerimaan dari proses produksi, secara umum

pendapatan usahatani terdiri dari dua hal yaitu penerimaan dan pengeluaran

(biaya) selama jangka waktu tertentu. Sedangkan pendapatan usahatani (Net Farm

Income) menurut Soekartawi dkk (1986) adalah selisih antara penerimaan total

dengan pengeluaran total.

Page 11: Proposal pola konsumsi petani di jambi

11

Dalam rumah tangga, pendapatan merupakan alat untuk memenuhi

kebutuhan komsumsi keluarga. Dengan adanya pendapatan tersebut maka rumah

tangga akan dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tingkat pendapatan

yang diperolehnya. Sedangkan konsep pendapatan lainnya mengatakan bahwa

pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang dibelanjakan pada tingkat

pendapatan yang rendah maka pengeluaran rumah tangga lebih besar dari

pendapatannya. Ini berarti meningkatnya pendapatan memperbesar peluang untuk

membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya,

penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam kualitas dan kuantitas

pangaan yang di beli (Sukirno, 2010).

Untuk mengetahui apakah suatu rumah tangga masuk dalam golongan

pendapatan rendah (miskin), sedang (menengah), maupun tinggi (kaya) digunakan

criteria sayogyo yaitu klasifikasi menurut garis kemiskinan. menurut konsep garis

kemiskinan dikategorikan sangat miskin apabila pendapatan dibawah 240

kg/kapita/tahun setara beras,dikatakan miskin apabila pendapatan berkisar antara

240-320 kg/kapita/tahun setar beras, dikatakan hampir kecukupan apabila

pendapatan berkisar antara 320-480 kg/kapita/tahun setara beras, dan dikatakan

kecukupan apabila pendapatan lebih dari 480 kg/kapita/tahun setara beras

(Sayogyo dkk dalam Suandi, 2003).

2.2. Pangan dan Gizi

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia

untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi

(karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama

manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan.

Page 12: Proposal pola konsumsi petani di jambi

12

Kondisi tersebut menunjukan bahwa panagn dan gizi merupakan indicator

masyarakat yang berkelanjutan. Sejalan dengan itu, tujuan dan arah pembangunan

pangan dan gizi adalah perbaikan komsumsi pangan menuju PPH Indosesia dan

status gizi untuk meningkatkan kualitas SDM.

Secara umum, pangan dikelompokan menjadi dua yaitu pangan hewani

dan pangan nabati. Pangan hewani meliputi daging, ikan, kerang, telur dan susu.

Sementara pangan nabati meliputi seleralia, kacang-kacangan, sayuran, biji-bijian,

buah-buahan serta pangan lainnya seperti gula. Penggolongan pangan yang

digunakan oleh FAO dikenal dengan desirable dietary pattern (Pola Pangan

Harapan/PPH). Kelompok pangan dalam PPH ada sembilan yaitu:

1. Padi-padian adalah pangan yang berasal dari tanaman serelia yang biasa

dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti padi, jagung, gandum. Sorgum

dan produk olahannya seperti tepung dan pasta.

2. Umbi-umbian adalah pangan yang berasal dari akar/umbi yang biasa

dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti singkong, ubi jalar, kentang, sagu,

talas, sera produk turunannya seperti tepung, pellet, kue maupun roti.

3. Pangan hewani adalah kelompok pangan yang terdiri dari daging, telur, susu

dan ikan serta hasil olahannya.

4. Minyak dan lemak adalah bahan makanan yang berasal dari nabati seperti

minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung, minyak kapas, margarine

serta minyak ikan. Lemak umumnya berasal dari hewani seperti lemak sapi,

lemak kerbau, lemak babi dan mentega.

5. Buah atau biji berminyak adlah yang relatif mengandung minyak baik dari

buah atau bijinya seperti kacang mete, kelapa, kemiri maupun wijen.

Page 13: Proposal pola konsumsi petani di jambi

13

6. Kacang-kacangan adalah biji-bijian yyang mengandung tinggi lemak seperti

kacang tanah, kacang tunggak, kacang hijau, kacanga merah, kacang kedelai

termasuk hasil olahannya seperti tempe, susu kedelai, tahu dan oncom.

7. Gula terdiri atas gula pasir dan gula merah.

8. Sayuran dan buah-buahan adalah sumber vitamin dan mineral yang berasal

dari bagian tanaman yaitu daun, bunga, batang, umbi atau buah.

9. Lain-lainnya adalah bumbu yang berfungsi sebagai penyedap dan penambah

cita rasa pangan olahan, seperti ketumbar, merica, pala, asam jawa dan

cengkeh.

Menurut Suhardjo (1986), pangan adalah bahan – bahan yang dimakan

sehari – hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja

dan pengganti jaringan tubuh yang rusak. Pangan menyediakan unsur- unsur

kimia tubuh yang dikenal sebagai zat gizi. Pada giliranya zat gizi tersebut

menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan membuat

lancarnya pertumbuhan serta memperbaikin jaringan tubuh. Gizi mempunyai arti

hubungan pangan dengan kesehatan dan proses-proses dimana organisme

menggunakan pangan untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan, fungsi organ,

dan jaringan tubuh secara normal dan produksi energi.

Gizi berasal dari bahasa arab “Al Gizzai” yang artinya makanan dan

manfaat untuk kesehatan. Al Gizzai juga dapat diartikan sebagai seri makanan

yang bermanfaat untuk kesehatan, Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari cara

memberikan makanan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan

yang optimal. Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat

penting dalam pembangunan.

Page 14: Proposal pola konsumsi petani di jambi

14

Komponen ini memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumber daya

manusia yang berkualitas sehinnga mampu berperan secara optimal dalam

pembangunan. Karena begitu penting perannya, pangan dan gizi dapat diaanggap

sebagai kebutuhan dan modal dasar didalam pembangunan serta dijadikan

indikator atas keberhasilan pembangunan (Baliwati, dkk 2004).

Kondisi tersebut menunjukan bahwa pangan dan gizi merupakan indikator

masyarakat yang berkelanjutan. Masyarakat berkelanjutan memungkinkan

anggotanya mencapai mutu kehidupan melalui cara yang secara ekologi

berkelanjutan. Dengan demikian, setiap pemerintah suatu Negara berkewajiban

untuk menghormati, melindungi dan memenuhi kebutuhan pangan dan gizi.

kegagalan pemerintah memenuhi kewajiban tersebut berarti melanggar hak asasi

(Baliwati, dkk 2004).

2.3. Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan

2.3.1. Teori Konsumsi

Konsumsi menurut Mankiw (2000), konsumsi adalah barang atau jasa yang

dibeli oleh rumah tangga konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non

Durable Goods) seperti makanan dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama

(Durable Goods) adalah barang yang memiliki usia panjang seperti mobil,

televisi, alat-alat elektronik, ketiga jasa (service) meliputi pekerjaan yang

dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan seperti potong rambut

dan berobat kedokter.

Keynes pada tahun 1930-an membuat tiga asumsi tentang teori konsumsi.

Pertama, dia berasumsi bahwa kecenderungan mengkonsumsi marjinal yaitu

jumlah yang dikonsumsi dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu.

Page 15: Proposal pola konsumsi petani di jambi

15

Asumsi ini menjelaskan pada saat pendapatan seseorang semakin tinggi maka

semakin tinggi pula konsumsi dan tabungan. Teori Keynes kedua adalah rasio

konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-

rata turun ketika pendapatan naik. Menurut Keynes, proporsi tabungan orang kaya

lebih besar dari pada orang miskin. Jika diurutkan dari orang sangat miskin

sampai kaya akan terlihat proporsi tabungan terhadap pendapatan yang semakin

meningkat. Ketiga, pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting

dan tingkat bunga tidak memiliki peranan yang penting. Fungsi konsumsi dari

teori ini adalah

C = a + bY,

a < 0, 0 < b <1.

Keterangan :

C = Pengeluaran untuk konsumsi

a = Besarnya konsumsi pada tingkat pendapatan

b = Besarnya tambahan konsumsi karena tambahan pendapatan atau MPC

Y = Pendapatan untuk rumah tangga individu

Secara grafis, fungsi konsumsi keynes digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kurva fungsi konsumsi Keynes

C (konsumsi)

Co

0

Y = C

C

Y = Pendapatan

Page 16: Proposal pola konsumsi petani di jambi

16

Menurut Sukirno 2010 hubungan di antara pendapatan dengan konsumsi

diterangkan dua konsep berikut :

1. Kecondongan mengkonsumsi marjinal

Atau secara ringkas selalu dinyatakan sebagai MPC (berasal dari

istilah Inggris: marginal propensity to consume), dapat didefenisikan

sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi (ΔC) yang

dilakukan dengan pertambahan pendapatan (ΔY) yang diperolah. Nilai

MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula:

(ΔC)MPC = (ΔY)

2. Kecondongan mengkonsumsi rata – rata

Atau secara ringkas selalu dinyatakan sebagai APC (berasal daripada

bahasa Inggris: average prponsity to consume), dapat didefenisikan

sebagai perbandingan di antara tingkat konsumsi (C) dengan tingkat

pendapatan disposebel ketetikan konsumsi tersebut dilakukan (Y). Nilai

APC dapat dihitung dengan menggunakan formula:

CAPC = Y

2.3.2. Pola Konsumsi Pangan

Menurut Baliwati dkk (2004), pola konsumsi adalah susunan jenis dan

jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang atau masyarakat

dalam memilih dan mengkonsumsi pangan sebagai tanggapan terhadap pengaruh

fisiologis, psikologis, budaya dan sosial ekonomi. Pola konsumsi masyarakat ini

Page 17: Proposal pola konsumsi petani di jambi

17

dapat menunjukkan tingkat keragaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat

diamati dari parameter PPH. PPH menggambarkan susunan beragam pangan yang

didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama. Secara

konseptual penganekaragaman dapat dilihat dari komponen-komponen sistem

pangan, serta komsumsi pangan.

Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan

frekuensi makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri

khas pada suatu kelompok tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama

untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Dengan demikian diharapkan

konsumsi pangan yang beraneka ragam dapat memperbaiki mutu gizi makanan

seseorang (Harper dalam Evinaria, 2004)

Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dimakan

atau diminum penduduk atau seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan

hayati. Penganekaragaman konsumsi pangan adalah beranekaragamnya jenis

pangan yang dikonsumsi penduduk mencakup pangan sumber energi, protein dan

zat gizi lainnya, dalam bentuk bahan mentah maupun pangan olahan sehingga

dapat memenuhi kebutuhan pangan yang baik kuantitas maupun kualitas.

Konsumsi pangan yang cukup disuatu wilayah diartikan sebagai kemampuan

masyarakat diwilayah tersebut mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang

beragam dan cukup untuk memenuhi jumlah zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk

melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi,

balita, anak dan remaja, atau aktifitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa

dan lanjut usia (BKP, 2012).

Page 18: Proposal pola konsumsi petani di jambi

18

Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia

atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang

meliputi : pangan yang dipilih, cara memperolehnya, cara penyimpanan dan

pemeliharaannya, cara mempersiapkannya, yang mengkonsumsi kapan, siapa,

bagaimana, dan berapa jumlah yang dikonsumsi serta penggunaan pangannya.

Tiga faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah ketersediaan

pangan, pola sosial budaya, dan faktor-faktor pribadi. Hal yang perlu diperhatikan

dalam kebiasaan makan adalah konsumsi pangan baik dari segi kuantitas maupun

dari segi kualitas, kesukaan terhadap makanan tertentu, kepercayaan, pantangan

atau sikap terhadap makanan tertentu. Kebiasaan makanan dalam rumah tangga

penting untuk diperhatikan karena kebiasaan makan mempengaruhi pemilihan dan

penggunaan pangan dan selanjutnya akan mempengaruhi tinggi rendahnya mutu

makanan rumah tangga.

Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan

didalam rumah tangga atau keluarga. Pola konsumsi keluarga dibagi menjadi tiga,

yaitu pola konsumsi pangan dan gizi, pola konsumsi non pangan (sandang, energi,

komunikasi, sosial dan lainnya), dan pola konsumsi investasi (pendidikan dan

kesehatan) (Suandi, 2007). Pola konsumsi rumah tangga yang dimaksudkan dalam

penelitian ini hanya difokuskan pada pola konsumsi pangan dan gizi rumah

tangga.

2.4. Standar Kecukupan dan Pengukuran Pangan dan Gizi

Kecukupan konsumsi pangan mencangkup kecukupan konsumsi jumlah

dan gizi pangan yang digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah

dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup sehat. Penilaian konsumsi pangan

Page 19: Proposal pola konsumsi petani di jambi

19

melalui sisi kuantitas dapat ditinjau dari jumlah pangan yang dikonsumsi dan

konsumsi zat gizi yang dikandung bahan pangan. Berdasarkan Pola Pangan

Harapan (PPH) 2020 direkomendasikan untuk konsumsi sembilan kelompok

pangan adalah seperti terlihat pada Lampiran 8.

Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi

pangannya, cara konsumsi pangan merupakan cara menilai keadaan atau status

gizi masyarakat secara langsung, yaitu melihat dari jumlah dan jenis pangan yang

dikonsumsi (Supariasa dkk. 2002). Untuk pengukurannya dapat digunakan dengan

metode pengukuran sebagi berikut :

a. Metode recall 24 jam. Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah pangan

dan minuman yang dimakan oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau

sehari sebelum wawancara dilakukan. Dalam metode ini, responden diminta

menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu.

Apabila pengukurannya dilakukan sekali, maka data yang didapatkan

kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu.

Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi pangan berdasarkan

ukuran rumah tangga (URT) kemudian dikonversikan ke ukuran metric (gr).

b. Estimated food records (perkiraan makan ). Metode ini biasa disebut food

records atau dietary records yang digunakan untuk mencatat semua pangan

dan makanan yang dikonsumsi selama seminggu.

c. Food weighing (penimbangan makanan). Pada metode ini responden atau

petugas penimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi

responden selama sehari. Penimbangan dilakukan secara lansung pada saat

wawancara.

Page 20: Proposal pola konsumsi petani di jambi

20

d. Food frequency questionnaire (metode frekuensi makanan). Metode

frekuensi pangan yang dimaksud untuk memperoleh informasi pada

konsumsi pangan seseorang/kelompok orang melalui kuesioner yang terdiri

dari daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan.

e. Dietary history (riwayat pangan). Metode ini dikenal dengan riwayat

pangan yang tujuannya adalah untuk menemukan pola inti pangan sehari-

hari pada jangka waktu lama serta untuk melihat kaitan antara inti pangan

dan kejadian penyakit tertentu. Metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu :

1. Wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data

tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam.

2. Frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan

memberikan daftar (check list) yang sudah dipersiapkan, untuk

mengecek kebenaran recall 24 jam.

3. Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang.

2.5. Kesejahteraan Keluarga

Menurut Lokhsin dan Ravallon (Strauss dalam Suandi 2007), pengertian

kesejahteraan dapat dilihat dari dua pendekatan, yakni : kesejahteraan objektif dan

kesejahteraan subjektif. Menurut Noll (Suandi, 2007) kesejahteraan objektif

adalah tingkat kesejahteraan individu atau kelompok masyarakat yang diukur

secara rata-rata dengan patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial maupun

ukuran lainnya. Dengan kata lain tingkat kesejahteraaan masyarakat semua

dianggap sama, sedangkan kesejahteraan subjektif individu atau keluarga adalah

wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui proses pengalaman hidup kelompok

manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (fisik dan sosial).

Page 21: Proposal pola konsumsi petani di jambi

21

Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah diukur dari jumlah

pengeluaraan keluarga untuk kebutuhan pangan, non pangan, dan investasi yang

berkaitan dengan pendapatan keluarga. Ukuran lain kesejahteraan keluarga yaitu

berdasarkan konsep kebutuhan mininum (kalori) berdasarkan konversi beras yang

dikonsumsi oleh keluarga. Menurut Sajogyo (Suandi, 2012), keluarga yang

tergolong sejahtera dalam arti terpenuhi kebutuhan fisik mininum yaitu keluarga

yang sudah mampu mengkonsumsi beras minimal 320 kg beras/kapita/tahun

(perdesaan) dan 480 kg beras/orang/tahun (perkotaan).

2.6. Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian Citra Marliani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pola

Konsumsi Pangan dan Gizi Rumah Tangga di Berbagai Tingkat Pendapatan di

Kabupaten Sarolangun menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pola konsumsi

pangan dan gizi sumber energi dan protein dengan adanya perbedaan pendapatan

dimana semakin tinggi pendapatan maka persentase konsumsi jenis makanan

lauk-pauk semakin kecil. Sebaliknya persentase konsumsi jenis makanan lauk-

pauk semakin besar. Pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh secara

signifikan terhadap pola konsumsi pangan dan gizi rumah tangga di kabupaten

Sarolangun, dimana semakin meningkat pendapatan konsumsi energi dan protein

semakin terpenuhi. Sebaliknya, semakin banyak jumlah anggota keluarga,

konsumsi energi dan protein semakin berkurang. Kecukupan konsumsi energi dan

protein rumah tangga pada tingkat pendapatan sedang dan rendah belum mampu

untuk mencapai standar yang dianjurkan WNPG tahun 2004.

Page 22: Proposal pola konsumsi petani di jambi

22

Penelitian Susanti (2013) mengenai analisis konsumsi pangan rumah

tangga petani karet di Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari

menyimpulkan bahwa berdasarkan bahan makanan pokok sumber energi yang

paling sering dikonsumsi adalah dari kelompok padi-padian beras dengan

frekuensi 3 kali perhari, pangan yang bersumber dari pangan nabati yang paling

sering dikonsumsi adalah dari jenis bahan makanan kedele dalam bentuk tahu dan

tempe dengan frekuensi makan 4-6 kali perminggu, pangan yang bersumber dari

pangan hewani adalah dari jenis makanan ikan asin/teri dengan frekuensi 4-6 kali

perminggu. Rata – rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani karet di

Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari adalah 2100,91 kkal/kapita/hari

dan 47,53 gram/kapita/hari. Jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan

mempengaruhi konsumsi energi dan protein rumah tangga petani karet.

Penelitian Dede (2012) mengenai analisis pendapatan usahatani karet

rakyat di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun menyimpulkan bahwa

pendapatan usahatani karet di daerah penelitian sebesar Rp.162.010.129/ha/tahun

dengan rata-rata luas lahan sadapan sebesar 1.67 Ha. Pendapatan usahatani karet

petani tranmigrasi (Rp.27.833.636Ha/tahun) jauh lebih besar dibandingkan

pendapatan usahatani petani lokal (non-transmigrasi) (Rp.18.487.794/Ha/tahun).

Untuk usahatani karet antara petani transmigrasi dan petani lokal ternyata

pendapatan usahatani dari petani trasmigrasi lebih besar dengan level yang

signifikan dibandingkan dengan pendapatan usahatani petani lokal (non-

trasmigrasi), karena penerimaan petani transmigrasi lebih besar dibandingkan

pendapatan petani lokal, disamping itu biaya usahatani petani trasmigrasi lebih

dibandingkan biaya usahatani petani lokal.

Page 23: Proposal pola konsumsi petani di jambi

23

2.7. Kerangka Pemikiran

Pendapatan rumah tangga petani karet rakyat di Rimbo Bujang akan

mempengaruhi kualitas hidup mereka, karena pendapatan dari hasil berkebun

karet merupakan sumber pemasukan utama atau bahkan satu-satunya bagi mereka,

dengan demikian besar kecilnya pendapatan akan sangat memberi pengaruh

terhadap kehidupan mereka. Adanya peningkatan pendapatan berarti meningkat

pula konsumsi rumah tangganya dan berdampak pada pemenuhan kebutuhan

sehari-harinya yaitu pada pemenuhan konsumsi pangan rumah tangga petani.

Dengan adanya pendapatan tersebut maka rumah tangga akan dapat

memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tingkat pendapatan yang diperolehnya.

Selanjutnya komsumsi pangan rumah tangga merupakan salah satu indikator

kesejahteraan didalam rumah tangga atau keluarga dengan tercukupinya energi

dan protein yang sesuai dengan standar skor Pola Pangan Harapan (PPH). Pola

konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi

makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada

suatu kelompok tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk

memenuhi kebutuhan gizi.

Hubungan antara pendapatan dan pola konsumsi rumah tangga adalah

salah satu indikator untuk mengetahui meningkatnya atau tidaknya kesejahteraan

masyarakat yakni dengan melihat seberapa besar rumah tangga atau konsumen

mengalokasikan pendapatan mereka dalam membelanjakan untuk konsumsi

pangan rumah tangganya.

Page 24: Proposal pola konsumsi petani di jambi

24

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

2.8. Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

1. Semakin besar pendapatan maka kecukupan konsumsi pangan sumber

energi dan protein akan semakin terpenuhi.

2. Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap komsumsi pangan rumah

tangga petani karet di Kecamatan Rimbo Bujang.

Pendapatan Usahatani karet

Kesejahteraan Petani Karet

Konsumsi Pangan Rumah Tangga

Kecukupan Energi dan Protein

% Alokasi Pendapatan untuk Konsumsi (MPC)

Page 25: Proposal pola konsumsi petani di jambi

25

III. METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang pendapatan dan konsumsi pangan rumah

tangga petani karet. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Rimbo Bujang

Kabupaten Tebo Provinsi Jambi, yang dilaksanakan pada tanggal ……. sampai

tanggal ….. . Objek penelitiannya adalah rumah tangga petani karet rakyat yang

bertempat tinggal dalam kecamatan tersebut. Ruang lingkup penelitian ini adalah

data jumlah konsumsi pangan rumah tangga petani karet, kandungan dan jumlah

zat gizi yang terkandung dalam pangan yang dikonsumsi, kecukupan akan pangan

dan gizi rumah tangga petani, dan pendapatan usahatani petani karet rakyat.

Responden dalam penelitian ini adalah petani karet rakyat yang mengelolah

sendiri usahataninya.

3.2. Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Adapun sumber data dan pengumpulan data yang digunakan dalam

mendukung penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti

untuk menjawab masalah atau tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, data primer

diperoleh dari rumah tangga petani yang menjadi penelitian melalui wawancara

langsung yang dipandu dengan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan.

Metode pengumpulan data primer yaitu dihimpun dengan metode recall 24 jam

dan food frequency melalui pengajuan pertanyaan berdasarkan daftar pertanyaan

25

Page 26: Proposal pola konsumsi petani di jambi

26

(kuisioner) yang terstruktur telah disiapkan kepada rumah tangga yang menjadi

sampel penelitian.

2. Data Sekunder

Metode pengumpulan data sekunder yaitu dengan menggunakan cara

membaca dan mengutip dari berbagai literatur yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti, laporan dan jurnal dari instansi pemerintahan

yang terkait dan hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan dalam

penelitian.

3.3 Metode Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani karet di Kecamatan Rimbo

Bujang dengan pertimbangan bahwa di Kecamatan Rimbo Bujang mata

pencaharian terbesarnya adalah bertani karet. Selanjutnya dipilih dua desa di

Kecamatan Rimbo Bujang yaitu Desa Rimbo Mulyo dan Sapta Mulia yang

memiliki rata-rata produksi yang tertinggi dan terendah (Lampiran 9).

Penarikan sampel dalam penelitian ini didekati dengan metode simple

random sampling (pengambilan sampel acak sederhana). Jumlah sampel dalam

penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane atau

Slovin ( Riduwan dan Akdon, 2009) sebagai berikut :

Nn = Nd2+1

Dimana:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi petani karet di Kecematan Rimbo Bujang

Page 27: Proposal pola konsumsi petani di jambi

27

d2 = Presisi (ditetapkan 10%)

berdasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :

N 8456n = = = 99,83 ≈ 100 responden Nd2+1 (8456) . 0,102 + 1

Dari perhitungan sampel dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh

ukuran sampel sebesar 100 responden. Maka masing-masing sampel menurut desa

adalah sebagai berikut:

Nini = N N

dimana :

ni = jumlah sampel menurut stratum

n = jumlah sampel seluruhnya

Ni = jumlah populasi menurut stratum

N = jumlah populasi Desa Rimbo Mulyo + Desa Sapta Mulia

Dari rumus diatas, maka diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :

1015Desa Rimbo Mulyo = 100 = 50,47 ≈ 50 responden 2011 996Desa Sapta Mulia = 100 = 49,52 ≈ 50s responden 2011

III.4. Metode Analisis data

Analisa data dilakukan dengan tahap-tahap yaitu tabulasi data,

pengelompokkan data, sortir data, dan seterusnya. Sedangkan pendapatan

usahatani dihitung dengan menggunakan rumus :

Y = TR - TC

Page 28: Proposal pola konsumsi petani di jambi

28

dimana :

Y = pendapatan usahatani karet

TR = total penerimaan usahatani karet

TC = total biaya/pengeluaran usahatani karet

3.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang

rata-rata pangan rumah tangga petani karet terhadap kecukupan konsumsi

pangan rumah tangganya.

Untuk menghitung kecukupan dari setiap bahan pangan digunakan rumus :

Kgij = (Bj/Bs) x Kp

Kgij = kandungan gizi bahan pangan yang dikonsumsi (gram/kapita/hari)

Bj = berat bahan pangan yang dikonsumsi (gram)

Bs = berat satuan penukar (gram)

Kp = kandungan satuan penukar (Lampiran 11)

Setelah didapat hasilnya maka jumlah dari keseluruhan bahan pangan yang

dikonsumsi selama 24 jam dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah anggota rumah

tangga petani, yang akan di konversikan ke dalam satuan bahan penukar pada

Lampiran 10.

Selanjutnya untuk menjelaskan besarnya pengaruh variabel independen

(exogenous) terhadap variabel dependen (endogenous). Kemudian digunakan

matrik korelasi untuk mengetahui derajat hubungan variabel independen

(exogenous) dengan dependen (endogenous).

Page 29: Proposal pola konsumsi petani di jambi

29

n( ∑XY) – (∑X) (∑Y)rxy =

√ { n . ∑X2 – (∑X)2}.{ n . ∑Y2 – (∑Y)2}

Dimana : Y = Pendapatan

X = Konsumsi Pangan

r = -1 maka korelasinya negatif sempurna

r = 0 maka tidak ada korelasi

r = 1 maka korelasinya sangat kuat

Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variable X

terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien diterminan sebagai berikut :

Dimana : KP = Nilai Koefisien Diterminan

r = Nilai Koefisien Korelasi

Pengujian lanjutan yaitu uji signifikannsi yang berfungsi mencari makna

hubungan variable X terhadap Y dengan rumus :

r √ n - 2t hitung = √ 1 – r2

Dimana : t hitung = Nilai t

r = Nilai Koefisien Korelasi

n = Jumlah Sampel

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 , maka terima Ho, artinya tidak berpengaruh.

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 , maka tolak Ho, artinya berpengaruh.

3.5 Konsepsi Pengukuran

KP = r2 x 100%

Page 30: Proposal pola konsumsi petani di jambi

30

1. Pendapatan usahatani karet adalah pendapatan petani yang diperoleh dari

usahatani karet yang dihitung dalam rupiah per bulan.

2. Daya beli adalah kemampuan rumah tangga untuk membeli pangan yang

dibutuhkan diukur melalui tingkat pendapatan (Rp).

3. Total penerimaan usahatani diperoleh dari jumlah produksi dikalikan

dengan harga jual produksi, sedangkan total pengeluaran usahatani adalah

semua biaya yang dikeluarkan petani selama satu tahun yang dinilai dengan

uang.

4. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah, yang diperutukkan sebagai makanan dan

minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan

baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,

pengolahan dari atau pembuatan makanan dan minuman (kg/kap/hari).

5. Gizi adalah zat makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses

absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat

yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan

fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi.

6. Konsumsi pangan adalah jumlah makanan dan minuman yang dimakan atau

diminum penduduk/seseorang dalam satuan gram per kapita per hari.

7. Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang

dikonsumsi seseorang pada waktu tertentu yang diukur dalam satuan gram

(gr).

8. Konsumsi pangan rumah tangga adalah besarnya konsumsi yang dilakukan

oleh rumah tangga dalam bentuk energi/kalori.

Page 31: Proposal pola konsumsi petani di jambi

31

9. Konsumsi energi adalah jumlah energi total yang dikonsumsi perkapita

perharinya berdasarkan satuan kalori (Kkal/Kapita/hari).

10. Konsumsi protein adalah jumlah protein total yang dikonsumsi perkapita

perharinya berdasarkan satuan(Gram/kapita/hari).

11. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein sebagai berikut :

Baik : 80 – 110 % AKG

Kurang : < 80% AKG

Lebih : > 110% AKG

Page 32: Proposal pola konsumsi petani di jambi

32

DAFTAR PUSTAKA

Achmad. 2012. Karet Alam Sebagai ATM Petani Dan Sumber Devisa Negara. Media Perkebunan. Jakarta.

Atmarita dan Fallah,YS. 2004. Analisis Situasi Gizi Dan Kesehatan. WNPG VIII. LIPI Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan. 2007. Laporan Sistem Keamanan Pangan Dan Gizi Provinsi Jambi. Badan Dinas Ketahanan Pangan. Jambi.

--------. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)2011. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jambi . Jambi.

Badan Pusat Statistik. 2012. Jambi Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. Jambi.

-------. 2012. Tebo Dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. Jambi

-------. 2012. Rimbo Bujang Dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. Jambi

Baliwati, Y. F. Ali, K. Dan Meti, D. 2004. Pengantar Pangan Dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Buckle, K.A. Dkk. 2009. Ilmu Pangan. Penerbit UI – Press. Jakarta.

Citra, Marliani. 2010. Pola Konsumsi Pangan dan Gizi Rumah Tangga di Berbagai Tingkat Pendapatan di Kabupaten Sarolangun. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.

Dede, Akbar. 2012. Analisis Pendapatan Usahatani Karet Rakyat di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.

Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2012. Statistik Perkebunan Provinsi Jambi Tahun 2012 . Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. Jambi.

Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta

Evinaria. 2004. Pola Kunsumsi Pangan, Hubungan Dengan Status Gizi dan Prestasi Belajar Pada Pelajar SD di Daerah Endemic Gaki Desa Kuta Game Kecamatan Kerajaan Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Page 33: Proposal pola konsumsi petani di jambi

33

Mankiw, N Greegory. 2000. Teori Ekonomi Makro. Lalemba Empat. Jakarta.

Riduwan, dan Akdon. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Soekartawi, A. Soeharjo, SL Dillon dan Hadler. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Petani Kecil. UI Press. Jakarta.

Suandi. 2003. Kondisi Sosio – Demografi dan Kemiskinan Dipedesaan Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian UNJA Vol. No. 3. Universitas Jambi.

--------. 2007. Modal Sosial Dan Kesejahteraan Keluarga Di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi. Disertasi Program Studi Gizi Masyarakat Dan Kesejahteraan Keluarga. Institut Pertanian Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

--------. 2012. Hubungan Kesejahteraan dengan Konsumsi Pangan dan Gizi Rumahtangga Di Provinsi Jambi. Proseding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan BKS- PTN Wilayah Barat Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Suhardjo. 1986. Gizi Keluarga. Penerbit Swadaya. Jakarta.

-----------. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta

Suhardjo, dkk. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. UI – Press. Jakarta

Sukirno, Sadono. 2010. Makroekonomi Teori Pengantar. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

----------------. 2009. Mikroekonomi Teori Pengantar. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Supariasa, Nyoman. Bachyar, Bakri. Ibnu, Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.

Suratiyah, K. 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susanti, Ling ling. 2013. Analisis Konsumsi Pangan Ruamah Tangga Petani Karet Di Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari. Jurnal Penelitian Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Jambi.

Susilawati, Reni. 2008. Pola konsumsi pangan dan gizi sumber protein rumah tangga berdasarkan tingkat pendapatan di Kota Jambi. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. (tidak dipublikasikan).

Page 34: Proposal pola konsumsi petani di jambi

34

Page 35: Proposal pola konsumsi petani di jambi

35

Page 36: Proposal pola konsumsi petani di jambi

36

Lampiran 3. Kriteria Penentuan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga (Sayogyo dkk dalam Suandi, 2003)

Harga beras/kg = Rp 7.600/kg

Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga = 4 orang

1 tahun = 12 bulan

Pendapatan rendah = < 320 kg/kapita/tahun setara beras

=

= < Rp 810.666

Rumah tanggan yang berpendapatan rendah adalah rumah tangga yang

pendapatannya kurang dari Rp 810.666

Pendapatan sedang = < 320 kg/kapita/tahun s/d 480/kapita/tahun setara

beras

=

= < Rp 912.000

Rumah tangga yang berpendapatan sedang adalah rumah tangga yang

pendapatannya berkisar antara Rp 810.666 – Rp 912.000

Pendapatan tinggi = > 480 kg/kapita/tahun setara beras

=

= > Rp 912.000

Rumah tangga yang berpendapatan tinggi adalah rumah tangga yang

pendapatannya lebih dari Rp 912.000

Page 37: Proposal pola konsumsi petani di jambi

37

Page 38: Proposal pola konsumsi petani di jambi

38

Page 39: Proposal pola konsumsi petani di jambi

39

Page 40: Proposal pola konsumsi petani di jambi

40

Page 41: Proposal pola konsumsi petani di jambi

41

Page 42: Proposal pola konsumsi petani di jambi

42

Page 43: Proposal pola konsumsi petani di jambi

43

Lampiran 10. Daftar Bahan Makanan Penukar

Bahan Makanan Berat (gr) URTGolongan I Bahan Makanan Sumber Hidrat Arang (serelia)

Satuan penukar mengandung:175 kalori 4 gram protein dan 40 gram hidrat arang

NasiNasi TimBubur BerasNasi JagungKentangSingkongBiskuit MejaRoti PutihKrakerMaizenaTepung BerasMie BasahMie KeringHavermoutBihun

1002004001002001005080504050100505050

3/4 gls1 sdm2 sdm3/4 sdm2 bj sdg1 prg sdg4 bh4 ins4 bh besar8 sdm8 sdm1½ gls1 gls6 sdm½ gls

Golongan II Bahan Makanan Sumber Protein HewaniUmumnya digunakan sebagai lauk pauk 1 Satuan penukar mengandung

95 kalori 10 gram protein dan 6 gram lemakDaging SapiDaging BabiDaging AyamHati SapiDadih SapiBabat SapiUsus SapiTelur Ayam KampungTelur Ayam NegeriTelur BebekIkan SegarIkan AsinIkan TeriUdang BasahKejuBakso Daging

502550505060757560605025255030100

1 ptg sdg1 ptg kcl 1 ptg sdg1 ptg sdg1 ptg sdg2 ptg sdg2 ptg sdg3 bulatan2 btr1 btr 1 btr bsr1 ptg sdg1 ptg sdg2 sdm¼ gls10 bj bsr

Golongan III Bahan Makanan Sumber Protein NabatiUmumnya digunakan juga sebagai lauk pauk. 1 Satuan penukar mengandung

80 kalori 6 gram protein dan 8 gram hidrat arangKacang Hijau 25 2½ sdm

Page 44: Proposal pola konsumsi petani di jambi

44

Kacang KedelaiKacang MerahKacang Tanah TerkelupasKeju Kacang TanahKacang ToloOncomTahu Tempe

25252020255010050

2½ sdm2½ sdm2 sdm2 sdm2½ sdm2 ptg sdg1 bj bsr2 ptg sdg

Golongan IV Sayuran

Sayuran kelompok A, mengandung sedikit protein dan hidrat arang. Sayuran ini boleh digunakan sekehendak tanpa diperhitungkan banyaknya. Sayuran yang termasuk kelompok ini adalah : Beligo Kembang Kol Daun Bawang Labu AirDaun Kacang Panjang LobakDaun Koro PepayaDaun Labu Siam PacayDaun Waluh RebungDaun Lobak SawiJamur Segar SeledriOyong (Gambas) SeladaKangkung TaugeTomat Tebu TerumbukKecipir Muda TerongKol Cabe Hijau BesarKetimun

Sayuran kelompok B, dalam 1 satuan penukar mengandung 50 kalori, 3 gram protein dan 10 gram hidrat arang.Bayam Jagung Muda Biet Jantung PisangBuncis GenjerDaun Bluntas Kacang PangjangDaun Ketela Rambat Kacang kapriDaun Kecipir KatukDaun Leunca KucaiDaun Lompong Labu siamDaun Mangkokan Labu WaluhDaun Melinjau Nangka mudaDaun Pakis PareDaun Singkong TekokakDaun Pepaya WortelGolongan V Buah – Buahan

Satu satuan penukar, mengadung 40 gram kalori dan 10 gram hidrat arang.Alpokat ApelAnggur

507575

½ bh bsr½ bh sdg10 bj

Page 45: Proposal pola konsumsi petani di jambi

45

BelimbingJambu bijiJambu airJambu BolDukuDurian Jeruk ManisKecondongKemangManggaNanasNangka MasakPepayaPisang AmbonPisang Raja SerehSalakSawoSirsakSemangka

1251001007575501001001005075501005050755075100

1 bh bsr1 bh bsr2 bh sdg¾

bh sdg15 bh3 bj1 bh sdg1 bh bsr1 bh bsr½ bh bsr1/6 bh sdg3 bj1 ptg sdg1 bh sdg2 bh kcl1 bh bsr1 bh sdg½ gls1 ptg bsr

Golongan VI Susu Satu satuan penukar mengandung 110 kalori 7 gram proteinSusuSusu KambingSusu KerbauSusu Kental ManisYoghurtTepung Susu WholeTepung Susu SkimTepung Saridele

200150100100200252025

1 gls¾ gls½ gls½ gls1 gls5 sdm4 sdm4 sdm

Golangan VII MinyakBahan makanan ini hamper seluruhnya terdiri dari lemak. 1 satuan penukar mengandung 45 kalori dan 5 gram lemak.

Minyak gorengMinyak ikanMargarineKelapaKelapa parutSantanLemak sapiLamak babi

55530305055

½ sdm½ sdm½ sdm1 ptg kecil5 sdm½ gls1 ptg kcl1 ptg kcl

Golongan VIII Gula1 Satuan penukar mengandung 30 kalori 7,5 gram karbonhidrat

Gula pesirGula palm arenMadu JamuPermenSirup

8810121015

1 sdm½ sdm½ sdm1,5 sdm4 bks2 sdm

Page 46: Proposal pola konsumsi petani di jambi

46

Sumber : Daftar Bahan Penukar, penilaian status gizi 1 Dewa Nyoman Supariasa, Ibnu Hajar, Bachyar Bakri. Jakarta Tahun 2011

Lampiran 11.

Kuesioner Analisis Pendapatan Usahatani Petani Karet dan Konsumsi

Pangan Rumah Tangganya Di Kecamatan Rimbo Bujang

Kabupaten Tebo

Kecamatan / Desa :

Nomor Contoh :

Identitas Petani

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Agama :

5. Suku :

6. Pendidikan Terakhir :

7. Luas Lahan Karet :

8. Pengalaman Berusahatani Karet :

9. Produksi :

10. Susunan Anggota Keluarga

NoNama

Anggota Keluarga

Hubungan dengan

KK

Umur (Thn)

Jenis Kelamin

(L/P)

Pendidikan Terakhir

Pekerjaan Ket

1

2

3

4

5

6

Page 47: Proposal pola konsumsi petani di jambi

47

7

8

Kesejahteraan Keluarga

1. Berapa kali keluarga bapak/ibu makan setiap hari?1. Tidak tahu 2. Satu kali

3. Dua kali 4. Tiga kali

2. Setiap kali makan, apakah keluarga bapak/ibu selalu makan dengan nasi, lauk pauk dan sayur-mayur?

1. Ya2. Tidak

3. Berapa rata-rata jumlah pakaian yang dimiliki anggota keluarga (dewasa) bapak/ibu?

1. 2 setel 2. 3 setel 3. 4 setel 4. 4 setel lebih

4. Apakah bapak/ibu selalu memakai pakaian yang berbeda untuk acara yang berbeda?

1. Tidak pernah 2. Jarang3. Kadang-kadang 4. Selalu

5. Kalau ada keluarga yang sakit, bagaimana cara mengatasinya?a. Ditangani sendiri di rumahb. Membawa kedukun / pengobatan alternatifc. Membawa ke rumah sakit / puskesmas terdekatd. Membawa kedokter spesialis

6. Apakah alasan bapak / ibu mengatasi dengan cara demikian ?a. Tidak tahub. Status sosialc. Alasan kepercayaand. Alasan ekonomi

7. Berapa Luas Rumah dan Pekarangan

No Status Kepemilikan Luas / M2

Rumah Pekarangan1 Milik sendiri2 Sewa3 Numpang/ orang tua/ mertua/ orang

lain

8. Bagaimana Tipe Rumah yang Bapak / Ibu Miliki

Page 48: Proposal pola konsumsi petani di jambi

48

No Dinding Atap Lantai1 Tembok Genteng Keramik2 Sebagian Tembok Seng Semen3 Kayu Sirap Teraso / Ubinan4 Bambu Nipah Kayu5 Lainnya Lainnya Lainnya

9. Fasilitas yang dimiliki

No Fasilitas Rumah Keterangan

1 Sumber air minum untuk keperluan rumah tangga

2 Jamban khusus keluarga a. Sendirib. Umum

Berapa jarak antara jamban dengan sumber air minum

3 Dimana tempat pembuangan sampah

4 Alat penerangan rumah

5 Bahan bakar utama untuk memasak

Pendapatan Keluarga Petani Karet1. Sumber Penghasilan dari Usahatani Karet

No Status Luas (Ha) Produksi Bokar

(Kg/Minggu)

Harga (Rp/Kg)

Penerimaan (Rp/Bulan)

1 Milik Sendiri

2 Bagi Hasil

Total

2. Biaya Produksi Usahatani Karet

I. Biaya Variabel (Variabel Cost)No Komponen Biaya Peneluaran

(Rp)Frekuensi (kali/bulan)

Total Pengeluaran

Page 49: Proposal pola konsumsi petani di jambi

49

1234

5

PupukObat-obatanAsam semut (Asam Cuka)Upah Tenaga Kerja

a. Pembersihan Lahanb. Pembersihan

Tanamanc. Pemupukand. Pengendalian HPT

LainnyaTotal

II. Biaya Tetap (Fixed Cost)No Komponen Biaya Pengeluaran

(Rp)Frekuensi (kali/bulan)

Total Pengeluaran

1234

Pisau SadapBatu AsahParangLainnyaa.b.

Total

3. Sumber Penghasilan Diluar Usahatani Karet

Cabang Usaha Pendapatan Kotor (RP) Biaya (Rp) Pendapatan (Rp)Sebulan Setahun Sebulan Setahun

1. Nelayan2. Peternakan3. Dagang4. Buruh5. PNS/TNI6. Pensiunan7. Total

4. Pengeluaran Keluarga Petani Karet

Jenis Pengeluaran Mingguan Bulanan TahunanKg/Unit Rp Kg/Unit Rp Kg/Unit Rp

1. Pangana. Berasb. Daging (sapi/ayamc. Ikan (basah / kering)d. Telure. Susu

Page 50: Proposal pola konsumsi petani di jambi

50

f. Tahu/tempeg. Kacang-kacanganh. Cabe, bawangi. Umbi-umbianj. Minyal sayurk. Gulal. Teh/kopim. Garam

Sub - Total2. Sandanga. Pakaian dewasab. Pakaian anakc. Seragam sekolahd. Kosmetik

Sub - Total3. Pendidikana. SPPb. ATKc. Tabungan sekolahd. Transportasie. Lainnya

Sub - Total4. Energia. Listrikb. Minyak tanah/gasc. Kayu bakar

Sub Total5. kesehatan dan Kebersihana. Obat-obatanb. Biaya pengobatanc. Aird. Perlengkapan mandi

Sub – Total6. Perumahana. Pembangunan rumahb. Renovasi rumahc. Perlengkapan rumah

Sub – Total7. Komunikasia. Biaya transportasib. Telpon/pulsa

Sub – Total8. Sumbangan Sosiala.Kenduri adatb.Ulang tahun RIc. Hari besar islamd. Zakat fitrah

Page 51: Proposal pola konsumsi petani di jambi

51

e. Zakat mal/hartaSub - Total

9. Rekreasi10. Tabungan Bank11. Tabungan Haji12. Pengeluaran Laina. Rokokb. Uang sampah

Sub - TotalTotal

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga

A. Metode recall 24 jam (Rata-rata Seminggu)

WaktuNama

Makanan

Bahan makanan

Kandungan

Protein

Kandungan Energi

JenisBanyaknya/

Hari

Banyaknya/

Minggu

URT GR URT GR

Pagi

Siang

Malamm

Page 52: Proposal pola konsumsi petani di jambi

52

Jumlah

B. Metode Frekuensi Makanan

No Nama Bahan Makanan

Frekuensi Konsumsi ketSehari Seminggu 1 x

Sebulan1 x 2 x 3 x 1 x 2-3 x 4 – 6 x

1Padi-padian1. Beras2. Jagung3. Terigu

2

Umbi-umbian1. Singkong2. Ubi jalar3. Kentang4. Sagu

3

Pangan hewani1. Daging ruminansia2. Daging unggas3. Telur4. Susu5. Ikan

4

Minyak dan lemak1. Minyak sawit2. Lemak hewani3. Minyak kelapa

5Buah/biji berminyak1. Kelapa

6

Kacang-kacangan1. Kedelai2. Kacang tanah3. Kacang hijau

7Gula1. Gula pasir2. Gula merahSayur dan buah1. Sayur

Page 53: Proposal pola konsumsi petani di jambi

53

8 2. Buah

9

Pangan lainnya1.Teh2. Kopi3. Bumbu- bumbuan