proposal ttg pneumonia

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Namun, pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia atau karena paparan fisik seperti suhu atau radiasi. Peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut sebagai pneumonitis .(1) Badan kesehatan dunia (WHO atau word health organization) tahun 2005 menyatakan, kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 - 2,2 juta dari seluruh kematian dan sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di afrika dan asia tenggara. (2)

Upload: norman-delvano

Post on 28-Dec-2015

133 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Akhir Blok Metlit

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal ttg Pneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Namun, pneumonia juga dapat

disebabkan oleh bahan kimia atau karena paparan fisik seperti suhu atau radiasi.

Peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh penyebab selain

mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut sebagai pneumonitis.(1)

Badan kesehatan dunia (WHO atau word health organization) tahun 2005

menyatakan, kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau

berkisar 1,6 - 2,2 juta dari seluruh kematian dan sekitar 70% terjadi di negara-

negara berkembang, terutama di afrika dan asia tenggara.(2)

Di Indonesia, laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) nasional

tahun 2013 menunjukan bahwa period prevalence tahun 2013 sebesar 1,8 % dan

4,5 %. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia

tertinggi untuk balita adalah Nusa Tenggara Timur (38,5‰), Aceh (35,6‰),

Bangka Belitung (34,8‰), Sulawesi Barat (34,8‰), dan Kalimantan Tengah

(32,7‰). Insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23

bulan (21,7‰). (3)

KONVERSI ANGKA KEMATIAN BALITA PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

Page 2: Proposal ttg Pneumonia

DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2008 – 2012

20082009

20102011

2012

02468

1012141618

Series 1

Series 1

Sumber : Profil Kabupaten/Kota tahun 2012 (4)

Sementara data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Belu Kota Atambua,

pada tahun 2013 untuk 33 puskesmas 174 untuk kasus pneumonia dan pneumonia

berat di daerah Kabupaten Belu dan Malakka tetapi untuk Kabupaten Belu itu

sendiri yang terbanyak terdapat pada Puskesmas Haekesak dengan golongan < 1

tahun dan 1 - 4 tahun jumlah kasusnya 22,46% dan Puskesmas kota Atambua

dengan golongan < 1 tahun dan 1 - 4 tahun jumlah kasusnya 11,69%. (5)

Anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka

kematian yang lebih tinggi dari pada mereka yang lahir dari ibu yang lebih

berpendidikan. Selama kurun waktu 1998-2007, angka kematian bayi pada anak-

anak dari ibu yang tidak berpendidikan adalah 73 per 1.000 kelahiran hidup,

sedangkan angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang berpendidikan

Page 3: Proposal ttg Pneumonia

menengah atau lebih tinggi adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini

disebabkan oleh perilaku dan pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik di

antara perempuan-perempuan yang berpendidikan.(6)

Tingginya angka kejadian penyakit pneumonia di Puskesmas Haekesak

bisa disebabkan antara lain karena tingkat pengetahuan yang rendah dari ibu-ibu

yang mempunyai balita dengan penyakit pneumonia di Puskesmas Haekesak

tersebut. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa tingginya angka kejadian

penyakit pneumonia dikarenakan kurangnya gambaran pengetahuan ibu tentang

penyakit pneumonia. Apabila seorang ibu mempunyai pengetahuan yang baik

maka jika balitanya mengalami penyakit pneumonia akan mudah untuk mengatasi

permasalahan dan menanganinya dan begitupun sebaliknya apabila ibu dengan

pengetahuannya yang rendah akan sulit mengatasi permasalahan dan

penanganannya apabila balitanya mengalami penyakit pneumonia.

Dan berdasarkan penelitian sebelumnya yang berjudul “Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Pneumonia

Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Tahun 2013”. dan hasil penelitiannya

menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang pencegahan

penyakit pneumonia dalam perilaku mencegah penyakit pneumonia dalam wilayah

kerja tersebut.(7)

Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti menggunakan kuesioner,

pada ibu yang membawa balitanya pada bulan Februari 2010 ke Puskesmas

Bangetayu Semarang. Dari 20 ibu yang membawa anaknya ke Puskesmas terdapat

3 orang ibu yaitu 15% yang mempunyai pengetahuan baik mengenai ISPA

pneumonia, 7 orang ibu yaitu 35% yang mempunyai pengetahuan cukup serta 10

Page 4: Proposal ttg Pneumonia

orang ibu yaitu 50% yang mempunyai pengetahuan yang kurang tentang ISPA

pneumonia. (8)

Sehubungan dengan beberapa uraian tersebut, penulis tertarik mengadakan

peneliti untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai hubungan antara

tingkat pengetahuan ibu dengan angka kejadian pneumonia pada balita di

Puskesmas Haekesak kota Atambua tahun 2014

1.2 Pertanyaan penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah “Adakah

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Angka Kejadian

Penyakit Pneumonia pada Balita di Puskesmas Haekesak Kota Atambua

Tahun 2014?”

1.3 Batasan masalah

Ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti adalah mencari Hubungan

antara tingkat pengetahuan ibu dengan Angka Kejadian Penyakit

Pneumonia pada Balita di Puskesmas Haekesak Kota Atambua Tahun

2014.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

tingkat pengetahuan ibu dengan angka kejadian penyakit pneumonia pada

balita di Puskesmas Haekesak Kota Atambua tahun 2014.

Page 5: Proposal ttg Pneumonia

1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit

pneumonia pada balita ( 1 - 4 tahun ) di Puskesmas Haekesak

Kabupeten Belu tahun 2014.

2. Mengetahui insiden dan prevalensi penyakit pneumonia pada balita

( 1 - 4 tahun ) di Puskesmas Haekesak Kabupeten Belu tahun 2014.

3. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan angka

kejadian penyakit pneumonia pada balita ( 1-4 tahun ) di Puskesmas

Haekesak Kabupeten Belu tahun 2014.

4. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA

pneumonia berdasarkan tingkat pendidikan, berdasarkan tingkat

umur dan berdasarkan tingkat sosial ekonomi

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Universitas Nusa Cendana khususnya Fakultas Kedokteran

Dapat memberikan sumbangan pikiran dan memberikan literature

tambahan bagi instansi pendidikan khususnya instansi kesehatan

terutama untuk materi perkuliahan dan memberikan gambaran serta

informasinya bagi penelitian selanjutnya.

1.5.2 Responden

Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengetahui pemahaman ibu

tentang penyakit ISPA pneumonia pada balita melalui kuisioner,

yang kita berikan kepada ibu yang membawa balitanya ke

Puskesmas-puskesmas terdekat khususnya puskesmas Haekesak.

Page 6: Proposal ttg Pneumonia

1.5.3 Puskesmas

Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas, mengenai tingkat

pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA pneumonia Puskesmas

Haekesak Kabupaten Belu. Diharapkan Puskesmas Haekesak dapat

memberikan promosi kesehatan pada ibu yang membawa balitanya

periksa.

1.5.4 Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Belu

dalam mengimplementasikan suatu kebijakan khususnya kebijakan

penanganan penyakit pneumonnia di puskesmas dalam upaya

pengendalian penyakit pneumonnia khususnya pada balita, dengan

harapan dapat menurunkan incidencerate kasus pneumonia di masa

mendatang.

Page 7: Proposal ttg Pneumonia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia

2.1.1 Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian

besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil

disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia sering kali dipercaya

diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.

Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dan pneumonia

viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan

perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia

bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan

perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.(9)

2.1.2 Etiologi Pneumonia

Sebagian besar penyebab utama Pneumonia adalah bakteri yang di dapat

dari masyarakat dan nasokomial Price. Kemudian timbul secara primer atau

sekunder setelah infeksi virus. Adapun penyebab terjadinya Pneumonia dari

masyarakat antara lain adalah: Streptococus pneumonia, mycoplasma pneumonia,

haemophilus influenza, legionella pneumophilia, clhamydia pneumonia, anaerob

oral (aspirasi), influenza tipe A dan B, dan sedangkan dari nasokomial antara lain

adalah: basil usus geram negatif (misal: escherichia coli, klobsiella pneumonia),

pseudomonas aeruginosa, staphylococus, dan anaerob oral (aspirasi).(10)

2.1.3 Klasifikasi Pneumonia

Page 8: Proposal ttg Pneumonia

Berdasarkan umur :

1) Kelompok umur < 2 bulan

a. Pneumonia : bila ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak

napas. Harus dirawat dan diberikan antibiotik.

b. Bukan pneumonia : tidak ada napas cepat atau sesak napas, tidak perlu

dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.(9)

2) Kelompok Umur 2 bulan sampai < 5 tahun

a. Pneumonia berat : bila ada sesak nafas, harus dirawat, dan diberikan

antibiotik.

b. Pneumoni : bila tidak ada sesak nafas, ada nafas cepat dengan

laju pernafasan > 50 kali per menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun atau

> 40 kali permenit untuk anak > 1 – 5 tahun. Tidak perlu dirawat,

diberikan antibiotik oral.

c. bukan pneumoni : bila tidak ada napas cepat dan sesak napas. Tidak

perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan

simptomatis seperti penurun panas.(9)

2.1.4 Penularan Pneumonia

2.1.4.1 Mekanisme Pertahanan Paru

Page 9: Proposal ttg Pneumonia

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer

melalui saluran respiratori. Mula – mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian

paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,

eritrosit, cairan edema dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut

stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,

terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadinya proses fagositosis yang

cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya makrofag

meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan

debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner

jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Infeksi Streptococcus

pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak – bercak konsolidasi merata

di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia) dan pada anak besar atau remaja

dapat berupa konsolidasi pada suatu lobus (pneumonia lobaris) (9)

Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit – unit

yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel

yang membatasi jalan napas bagian tengah merupakan sel epitel bersilia,

bertingkat, kolumner dengan jumlahnya yang semakin berkurang pada jalan napas

bagian perifer. Gerakan silia terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga

setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring. Silia terbungkus oleh sebuah

lapisan film cair yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar atau gel bersifat

lengket dan dapat menjerat partikel masuk, sedangkan lapisan dalam yang kurang

Page 10: Proposal ttg Pneumonia

lengket atau sol. Sel bersilia diselingi oleh sel pensekresi mukus di dalam trakea

dan bronkus tetapi tidak di dalam bronkiolus.(11)

Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun

bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring

dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup.

Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung

sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang

terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke

sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut akan ditelan

atau dibatukkan.(11)

2.1.4.2 Gejala klinis

2.1.4.2.1 Gejala umum

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas

akut selama beberapa hari, selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh

meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, nyeri dada, dan batuk dengan dahak

kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita

juga menemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, sakit kepala,

nyeri otot, kelelahan, muntah-muntah, tekanan atau stres, dan mengeluarkan bunyi

yang abnormal ketika bernafas.(10)

Page 11: Proposal ttg Pneumonia

2.1.4.2.2 Gejala khusus

a. Pneumonia Sedang

Tanda klinisnya adalah batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan

sianosis sentral, tidak dapat minum dan disertai penarikan dinding dada sebelah

bawah ke dalam.

b. Pneumonia Berat

Tanda klinisnya adalah berhenti menyusui, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit

bangun, batuk adanya stridor. Demam yang rendah penarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam pada waktu balita menarik nafas.

c. Pneumonia

Tanda klinisnya adalah batuk atau kesulitan benafas tanpa penarikan dinding dada

dan disertai pernafasan cepat. Batas nafas cepat adalah untuk usia kurang dari 1

tahun adalah 50 kali permenit atau lebih dan usia 1 - 4 tahun adalah 40 kali

permenit atau lebih.

d. Bukan Pneumonia (batuk atau filek biasa)

Tanda klinisnya adalah batuk atau kesulitan bernafas tanpa bernafas cepat atau

tanpa penarikan dinding dada dan tidak terdapat tanda-tanda Pneumonia.(10)

2.1.5 Manifestasi Klinik

Page 12: Proposal ttg Pneumonia

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-

ringannya infeksi, tetapi secara umum pneumonia memberikan gejala sebagai

berikut :

1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan nafsu makan, keluhan gastro intestinal, seperti mual, muntah

atau diare. Kadang-kandang ditemukan infeksi ekstra pulmoner

2. Gejala gangguan pernafasan yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,

takipnea, napas cuping hidung, air hanger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara

nafas melemah, dan ronki paru.(9)

2.1.6 Diagnosis

Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,

maka dalam upaya penanggulangan, WHO mengembangkan pedoman diagnosis

dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelayanan

kesehatan primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara

berkembang. Tujuannya adalah meyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan

gejala klinis yang dapat langsung dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan

menentukan dasar pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi

nafas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke

pelayanan kesehatan. Nafas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas

selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak nafas dinilai

dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika

menarik napas. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – di bawah 5 tahun

Page 13: Proposal ttg Pneumonia

adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk;

tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,

kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.(9)

2.1.7 Pemeriksaan penunjang

Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaan

foto polos dada perlu dibuat untuk menunjang diagnosis. Disamping untuk

melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat, foto polos anteroposterior

(AP ) dan lateral (L) diperlukan untuk menentukan luasnya lokasi anatomik dalam

paru, luasnya kelainan dan kemungkinan adanya komplikasi seperti

pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumatokel, abses paru dan efusi pleura.

Infiltrat paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar

hilus sering terjadi pada pneumonia karena Haemophillus influenza dan

Streptococcus pneumonia. Kecurigaan ke arah infeksi staphylococcus aureus

apabila paada foto polos dada dijumpai adanya gambaran pneumatokel, abses

paru, epiema dan piopneumotoraks serta usia pasien dibawah 1 tahun. Foto polos

dada umumnya akan normal kembali 3 – 4 minggu. Pemeriksaan radiologis tidak

perlu diulang secara rutin kecuali jika ada pneumotokel, abses paru dan efusi

pleura, empiema, pneumotoraks atau komplikasi lain. Sebagaimana manifestasi

klinis, pemeriksaan radiologis tidak dapat menunjukan perbedaan nyata antara

infeksi virus dan bakteri. Pneumonia virus umumnya menunjukan gambaran

infiltrat interstitial difus, hiperinflasi atau atelektasis. Pada sindrom aspirasi,

infiltrat akan tampak di lobus superior kanan pada bayi, tetapi pada anak yang

lebih besar akan tampak pada bagian posterior atau basal paru.(13)

Page 14: Proposal ttg Pneumonia

2.1.8 Pengobatan

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap keseimbangan asam

basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan

analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama

keberhasilan pengobatan dan harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia

yang diduga disebabkan oleh bakteri.(9)

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan

adalah antibiotik beta-laktam dengan/atau tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih

berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru

intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau

keadaan sudah stabil, antibiotik oral dan berobat jalan.(9)

2.1.8 Faktor – Faktor Risiko yang mempengaruhi Kejadian Pneumonia

2.1.8.1 Faktor Risiko Karakteristik

1. Usia

ISPA/Pneumonia dapat ditemukan pada 50% anak berumur di bawah 5

tahun dan 30% anak berusia 5 – 12 tahun. World Health Organization melaporkan

bahwa di negara berkembang, ISPA – termasuk infeksi saluran pernafasan bawah

(pneumonia, bronkiolitis, dll) – adalah penyebab utama dari empat penyebab

terbanyak kematian anak, dengan kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di

bawah 1 tahun.(9)

2. Jenis Kelamin

Page 15: Proposal ttg Pneumonia

Pada umumnya, tidak ada perbedaan insiden ISPA/pneumonia akibat virus

atau bakteri pada laki – laki dan perempuan. Akan tetapi, ada yang

mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu insiden lebih tinggi pada

anak laki – laki berusia di atas 6 tahun.(9)

3. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan

antara asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh

tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan,

aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainya), Status gizi adalah tanda - tanda

atau penampilan yang di akibatkan dari nutrisi yang dilihat melalui variabel

tertentu (indikator status gizi) seperti berat, tinggi badan dll. (14) Kekurangan nutrisi

pada anak mempunyai risiko tinggi terhadap kematian pada anak usia 0-4 tahun

dan salah satu faktor terjadinya penyakit pneumonia, hal ini disebabkan karena

lemahnya system kekebalan tubuh karena asupan protein dan energi berkurang,

dan kekurangan gizi dapat melemahkan otot pernafasan.(15)

4. Vitamin A

Vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya infeksi. Peneliti

sebelumnya melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang ringan

mengalami ISPA dua kavli lebih banyak dari pada anak yang tidak mengalami

defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan pemberian ASI,

harus dilakukan pula perbaikan terhadap defisiensi vitamin A untuk mencegah

ISPA.(9)

5. Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR)

Page 16: Proposal ttg Pneumonia

Berat badan bayi lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat

ISPA/pneumonia. Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia

berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 22% kematian pada pneumonia

diperkirakan terjadi pada BBLR.(9) Dari hasil penelitian sebelumnya memperoleh

ada hubungan antara ISPA cenderung terjadi pada balita BBLR dibandingkan

dengan balita tidak BBLR. Hal ini disebabkan bayi BBLR memiliki sistem

pertahanan tubuh yang belum sempurna yang mengakibatkan bayi BBLR

mempunyai daya tahan tubuh yang rendah. Bayi BBLR memiliki pusat

pengaturan pernapasan belum sempurna, surfaktan paru-paru masih kurang, otot

pernapasan dan tulang iga lemah.(16)

2.1.8.2 Faktor Risiko Perilaku

1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Terdapat banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara

pemberian ASI dengan terjadinya ISPA/pneumonia. Air susu ibu mempunyai nilai

proteksi terhadap pneumonia, terutama selama 1 bulan pertama. Peneliti

sebelumnya mendapatkan bahwa prevalensi ISPA berhubungan dengan lamanya

pemberian ASI. Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan mengalami ISPA

dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI paling sedikit selama 1 bulan.(9) Dari

hasil penelitian sebelumnya memperoleh ada hubungan yang bermakna pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian penyakit Pneumonia pada Balita. Dari hasil

analisis diperoleh nilai OR=5,184 yang artinya bahwa Balita yang tidak diberikan

ASI eksklusif memiliki risiko 5,2 kali untuk terkena penyakit Pneumonia

Page 17: Proposal ttg Pneumonia

dibandingan dengan Balita yang diberikan ASI eksklusif, dengan 95% CI (tingkat

kepercayaan) 2,084 – 12,892.(17)

2. Imunisasi

Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan risiko

terkena ISPA dan memperberat ISPA itu sendiri, tetapi sebetulnya hal ini dapat

dicegah. Di India, anak yang baru sembuh dari campak selama 6 bulan berikutnya

dapat mengelami ISPA enam kali lebih sering dari pada anak yang tidak terkena

campak. Campak, pertusis dan difteri bersama – sama dapat menyebabkan 15 – 25

% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan ISPA. Vaksin campak cukup

efektif dan dapat mencegah kematian hingga 25%. Usaha global dalam

meningkatkan cakupan imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka

kematian ISPA akibat kedua penyakit ini. Vaksin pneumokokus dan H.influenzae

tipe B saat ini sudah diberikan pada anak – anak dengan efektivitas yang cukup

baik.(9)

3. Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua menunjukkan adanya hubungan terbalik

antara angka kejadian dengan kematian ISPA/pneumonia. Tingkat pendidikan ini

berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi dan juga berkaitan dengan

pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus

ISPA/pneumonia tidak diketahui oleh orang tua dan tidak diobati.(9)

4. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor –

faktor lain seperti nutrisi, lingkungan dan penerimaan layanan kesehatan. Anak

Page 18: Proposal ttg Pneumonia

yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai risiko

lebih besar mengalami episode ISPA/pneumonia. Peneliti sebelumnya

menyatakan bahwa risiko mengalami ISPA adalah 3,3 kali lebih tinggi pada anak

dengan status sosial ekonomi rendah.(9)

2.1.8.3 Faktor Risiko Lingkungan

Studi epidemiologi di negara berkembang menunjukkan bahwa polusi

udara, baik dari dalam maupun dari luar rumah, berhubungan dengan beberapa

penyakit termasuk ISPA/pneumonia. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi

polutan lingkungan yang dapat mengiritasi mukos saluran pernafasan.(9)

1. Polusi udara dalam rumah

Merokok juga dapat menimbulkan kerusakan lokal saluran pernafasan,

antara lain hilangnya fungsi bulu getar untuk menghalangi benda asing, sehingga

debu atau bahan-bahan polutan lainnya akan mudah masuk kedalam paru-paru.

Selain itu harga rokok yang mahal akan sangat memberatkan orang yang

tergolong miskin, sehingga dana kesehjatraan dan kesehatan keluarganya sering

dialihkan untuk membeli rokok.(18)

Menurut penelitian sebelumnya bahwa bayi yang lahir dari ibu yang

perokok menunjukan pertumbuhan paru-paru yang buruk dan peningkatan risiko

asma dan infeksi saluran pernafasan. Hal ini terjadi karena struktur paru-paru dan

sistem kekebalan tubuh masih berkembang dan mekanisme pertahanan relatif

lemah. (18)

Selain itu juga sumber energi kayu dan minyak tanah sangat mencemari

udara dan mengganggu kesehatan manusia, karena hasil pembakarannya

Page 19: Proposal ttg Pneumonia

mengandung partikel (PM10 dan PM 2,5 ). Penggunaan bahan bakar kayu sama

dengan menghisap 20 batang rokok setiap hari sehingga berpotensi menyebabkan

risiko infeksi saluran pernafasan. Polutan asap dalam rumah, berpotensi sebagai

iritan yang dapat menimbulkan fibrosis ( kekakuan jaringan paru ), sesak nafas,

alergi sampai penyakit kanker. Dan apabila sarana ventilasi pada rumah tidak baik

dan dapurnya tidak dilengkapi dengan cerobong asap, maka asap dari dapur akan

memenuhi ruangan dan menyebabkan sirkulasi udara dalam ruangan kurang baik.

Dan berdasarkan penelitian di negara berkembang dilaporkan bahwa ada

hubungan antara keterpaparan polusi udara dalam rungan terhadap kejadian ISPA.

(18)

2. Iklim

Pajanan terhadap suhu dingin juga merupakan salah satu faktor risiko

pneumonia. Selain itu, musim juga dapat mempengaruhi ISPA, misalnya pada

bronkiolitis, karena pada musim dingin terlalu banyak orang berada di dalam satu

ruangan. (9)

3. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian sangat berpengaruh dengan jumlah koloni kuman

penyebab penyakit menular, seperti gangguan saluran pernafasan dan diare. Selain

itu kepadatan hunian juga dapat mempengaruhi kualitas di dalam rumah. Standar

minimal yang dibutuhkan dalam menentukan luas lantai bangunan, yaitu 14 m2

untuk orang pertama dan 9 m2 untuk setiap penambahan 1 orang. Dimana semakin

banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami

Page 20: Proposal ttg Pneumonia

pencemaran karena kadar Co2 dalam rumah akan cepat meningkat dan

menurunkan kadar O2 yang ada di udara. (19)

4. Ventilasi Rumah

Rumah harus menjamin kesehatan penghuninya, salah satu syarat rumah

sehat adalah memenuhi kebutuhan fisiologis. Secara fisik kebutuhan fisiologis

meliputi kebutuhan suhu yang optimal, perlindungan terhadap kebisingan,

ventilasi yang memadai, dan tersedianya ruang yang sesuai dengan keadaan dalam

rumahnya seperti ruang kamar tamu, kamar tidur, dapur, ruang bermain anak,

kamar mandi, dan kakus. (19)

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Definis

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

behavior).(10)

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas atau tingkat

yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu :

1. Tahu (know)

Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. atau diartikan sebagai

pengikat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat

Page 21: Proposal ttg Pneumonia

kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Untuk mengukur tingkat pengetahuan ini

digunakan kata seperti menyebutkan, menguraikan, menyatakan, dan

sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Merupakan kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan

secara benar tentang obyek yang diketahuinya, dalam hal ini mencakup

kemampuan menangkap makna dan arti bahan yang diajarjkan, yang

ditunjukan dalam bentuk kemampuan menguraikan inti pokok dari suatu

bacaan misalnya menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap materi atau substansi yang

dipelajari.

3. Aplikasi ( application )

Merupakan kemampuan menggunakan materi yang dipelajari berupa

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya ada kondisi nyata.

Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja

pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan,

memanfaatkan, menggunakan, dan mendemonstrasikan.

4. Analisis (analysis )

Page 22: Proposal ttg Pneumonia

Merupakan kemampuan menggabungkan komponen-komponen yang

terpisah-pisah sehingga membentuk suatu keseluruhan, misalnya

menggabungkan, menyusun, kembali, dan mendiskusikannya.

5. Sintesis ( synthesis )

Sintesis menunjukan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi ( evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.(10)

2.2.3 Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan menurut yaitu:

a. Cara tradisional atau non alamiah

Cara kuno ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum

diketemukan metode penemuan secara sistematis atau logis. Cara-cara

penemuan pengetahuan pada priode ini antara lain meliputi:

1) Cara coba-coba (trial)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin

sebelum adanya peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi

persoalan atau masalah upaya pemecahannya dilakukan dengann coba-

coba.

2) Cara kekuatan (otoriter)

Page 23: Proposal ttg Pneumonia

Dalam kehidupan menusian sehari-hari, banyak sekali kebiasaan kebiasaan

atau tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melakukan penalaran.

Apakah yang dilakukan oleh orang tersebut baik atau tidak. Kebiasan itu

biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya dalam memperoleh

pengetahuan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

pada masa lalu.

4) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan

jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun dedukasi.(10)

b. Cara modern atau ilmiah

Merupakan penggabungan antara proses berfikir deduktif dan induktif

yang dijadikan dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih

praktis.(10)

2.2.4 Pengetahuan kesehatan

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui

seseorang terhadap cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara

memelihara kesehatan ini meliputi:

1) Pengetahuan tentang penyakit (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau

gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara mencegahnya, cara

mengatasi atau menangani sementara).

Page 24: Proposal ttg Pneumonia

2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi

kesehatan, antara lain gizi makanan, pembuangan sampah, perumahan sehat,

dan lain-lain.

3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan.

4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan (20)

2.2.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan

yaitu:

1. Faktor Internal

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan tertentu sehingga sasaran

pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk

menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak

pula pengetahuan yang didapat. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan

pendidikan dimana diharapkan semakin tinggi pendidikan sesorang akan

semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang

yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

(20)

2. Pengalaman

Pengalaman ialah hasil persentuhan alam dengan panca indra

manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan

seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan.

Page 25: Proposal ttg Pneumonia

Dalam dunia kerja istilah pengalaman juga digunakan untuk merujuk pada

pengetahuan dan ketrampilan tentang sesuatu yang diperoleh lewat

keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu. Secara

umum, pengalaman menunjuk kepada mengetahui bagaimana atau

pengetahuan prosedural, dari pada pengetahuan proposisional.(21)

3. Umur

Umur dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup umur,

tingkat kemampuan dan kematangan seseorang akan lebih tinggi dalam

berpikir dan menerima informasi. Namun perlu ditekankan bahwa seorang

yang berumur lebih tua tidak mutlak memiliki pengetahuan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan seseorang yang lebih muda.(20)

4. Tempat tinggal

Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari.

Seseorang yang tinggal di daerah endemis demam berdarah lebih sering

menemukan kasus demam berdarah di sekitar lingkungan tempat

tinggalnya, sehingga masyarakat di daerah tersebut seharusnya memiliki

tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah non endemis.

Hal ini juga berhubungan dengan informasi yang didapat dari orang yang

tinggal di daerah endemis demam berdarah akan lebih sering mendapatkan

penyuluhan kesehatan bila dibandingkan dengan daerah non endemis.(20)

5. Pekerjaan

Page 26: Proposal ttg Pneumonia

Pekerjaan memiliki pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak

langsung. Contohnya, seseorang yang mempunyai pekerjaan di bidang

kesehatan lingkungan tentunya akan lebih memahami bagaimana cara

menjaga kesehatan di lingkungannya, termasuk cara memberantas sarang

nyamuk demam berdarah jika dibandingan dengan orang yang bekerja di

luar bidang kesehatan.(20)

6. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku

seseorang. Balita yang hidup dalam dalam keluarga dengan status sosial

dan ekonomi yang rendah cendrung kurang mendapatkan asupan makanan

yang cukup sehingga lebih rentan terkena penyakit.(20)

2. Faktor Eksternal

1. Faktor lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada

dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal

balik yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

Pemerintah memegang peranan penting dalam mempengaruhi

pengetahuan seseorang mengenai demam berdarah baik itu melalui

penyuluhan kesehatan maupun program- program yang diadakan untuk

Page 27: Proposal ttg Pneumonia

mencegah DBD, misalnya program PSN Plus, pembentukan unit Pokja

(kelompok kerja), Pokjanal (kelompok kerja fungsional) di tingkat desa/

kelurahan maupun jumantik.(20)

2. Informasi/media massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non

formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)

sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Sebagai

sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah, termasuk penyuluhan kesehatan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan pengetahuan seseorang. (20)

3. Sosial Budaya

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Sosial termasuk di

dalamnya pandangan agama, kelompok etnis dapat mempengaruhi proses

pengetahuan khususnya dalam penerapan nilai-nilai keagaman untuk

memperkuat kepribadiannya.(20)

2.2.6 Kategori pengetahuan

Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab pertanyan dengan

benar 76 - 100 % dari pertanyan yang diajukan.

Page 28: Proposal ttg Pneumonia

b. Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <55% dan

pertanyan yang diajukan.( 10)

2.3 Balita

Masa balita merupakan kehidupan yang sangat penting dan

diperlukan perhatian yang lebih dan khusus. Di masa ini proses tumbuh

kembang sangat pesat di antaranya pertumbuhan fisik, perkembangan

psikomotorik, mental, dan sosial. Pertumbuhan sangat dipengaruhi

beberapa hal di antaranya jumlah dan mutu makanan, kesehatan balita,

tingkat ekonomi, pendidikan, dan perilaku orang tua.

Kelompok balita merupakan salah satu kelompok yang rawan

terkena penyakit. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan balita rawan

terkena penyakit antara lain :

a. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi

ke makanan dewasa.

b. Anak balita mempunyai ibu yang bekerja sehingga perhatian

ibu sudah berkurang.

c. Anak balita sudah mulai main di tanah atau lingkungan yang

kotor sehingga mungkin untuk terjadi infeksi.

d. Anak balita belum bisa memilih makanannya, peran perilaku

orang tua yang didasari pengetahuan sangatlah penting.(22)

Page 29: Proposal ttg Pneumonia

2.4 Kerangka teori

Agent (bakteri,virus,jamur)

Lingkungan :

Ventilasi rumah

Kepadatan hunian

Iklim

Polusi udara dalam rumah atau pun luar lingkungan rumah

Page 30: Proposal ttg Pneumonia

kesehatan lingkungan

BAB III

3.1 kerangka konsep

Pengetahuan ibu Angka kejadian pneumonia pada balita

balita pneumonia

Host/Penjamu :

Pengetahuan orang tua

Usia

Jenis Kelamin

Status Gizi

Vitamin A

BBLR

ASI

Imunisasi

Pendidikan orang tua

Social ekonomi

Gejala klinis

diagnosis

penatalaksanaan

batuk

sputum

Nafas pendek

demam

Nyeri dada

tindakan suportif

pengobatan kausal

Foto rontgen

Page 31: Proposal ttg Pneumonia

Keterangan :

: variabel kontrol

: Variabel perancu

: Yang akan diteliti

: yang tidak diteliti

1.6 Identifikasi Masalah

Variabel terikat (dependen ) : Pneumonia balita

Variabel bebas ( independent ) : Pengetahuan ibu

1.7 Definisi operasional

Variabel Definisi Cara pengukan Kriteria Skala

a. Perilaku

b. Lingkungan

c. Status sosial ekonomi

d. Media massa

e. Sosial budaya

f. Gizi

g. Nutrisi

Page 32: Proposal ttg Pneumonia

Operasional

objektif

Pneumonia

balita

. Bila diagnosa dokter

terkena pneumonia

dan tercatat di

register

Format

pengumpulan

data (rekamedis

dari puskesmas)

0 = bukan

Pneumonia

1 = pneumonia

Ordinal

Pengetahuan

ibu

Pengetahuan adalah

merupakan hasil

“tahu” dari kejadian

pneumonia yang

meliputi pengetahaun

ibu tentang kejadian

pneumonia, gejala

pneumonia, dan

penyebab pneumonia

Observasi

dengan

pengumpulan

kuesioner

Format

pengumpulan

data (kuesioner

tertutup)

0 : Baik bila

pertanyaan

dijawab benar

76%-100%

1 : Kurang bila

pertanyaan

dijawab benar

<55%

Nominal

1.8 Jenis Penelitian dan rancangan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian analitik

observasional dengan desain kasus kontrol (case-control study) Penelitian

Page 33: Proposal ttg Pneumonia

case-control adalah suatu penelitian yang menyangkut bagaimana faktor

risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan rectrospective. Dengan

kata lain, efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini,

kemudian faktor risiko diidentifikasi ada atau terjadinya pada waktu yang

lalu. (23)

Rancangan penelitian case control ini dapat digambarkan sebagai berikut :

pengetahuan ibu +

Retrospektif (kasus) pneumonia +

Pengetahuan ibu -

Pengetahuan ibu+ Retrospektif (kontrol) pneumonia -

Pengetahuan ibu -

Skema 1.1Rancangan penelitian case control

1.9 Waktu dan lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 di Puskesmas

Haekesak Kabupaten Belu, Kota Atambua tahun 2014.

Page 34: Proposal ttg Pneumonia

1.10Populasi dan Sampel

1.10.1 Populasi kasus

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien/wali dari seluruh ibu balita di

wilayah kerja Puskesmas Haekesak bulan januari-desember tahun 2013

berjumlah 27 balita.

1.10.2 Populasi control

Populasi dalam penelitian ini adalah wali/ibu dari seluruh ibu balita yang

tidak terkena pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Haekesak bulan

januari-desember tahun 2013 berjumlah 27 balita

1.10.3 Sampel

Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total

sampling. Pengambilan sampel secara total sampling maksudnya adalah

semua balita yang menderita pneumoni dijadikan sampel dan semua balita

yang tidak menderita pneumonia dijadikan kontrol.

1.11 Adapun kriteria inklusi dan ekslusi pada penelitian ini adalah:

3.7.1 Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah

Page 35: Proposal ttg Pneumonia

1. Kelompok kasus :

- semua penderita yang terdiagnosis gejala pneumonia yang

mengunjungi puskesmas Haekesak pada bulan Januari-

Desember 2013

- Bersedia menjadi subjek penelitian dengan

menandatangani surat persetujuan setelah penjelasan.

- Bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Haekesak

minimal 1 tahun atau lebih

- Pendidikan akhir orang tua maksimal sekolah menengah

atas/sekolah menengah kejuruan

2. Kelompok kontrol :

- Bertempat tinggal di wilayah puskesmas yang sama dengan

kelompok kasus.

- Dinyatakan bebas menderita pneumonia

- Tidak tinggal serumah dengan kelompok kasus.

- Berusia setara atau selisih usia maksimal lima tahun

dengan kelompok kasus.

- Mempunyai kemungkinan terpajan terhadap faktor resiko

yang sama dengan kelompok kasus.

- Pendidikan akhir orang tua maksimal sekolah menengah

atas/sekolah menengah kejuruan.

1.7.2 kriteria eksklusi pada penelitian adalah

- menderita penyakit lain

Page 36: Proposal ttg Pneumonia

1.8 Alur penelitian dan cara kerja

3.8.1 alur penelitian

3.8.2 cara kerja

pra penelitian

Penentuan populasi Pemilihan sampel sesuai kriteria inklusi

Permintaan persetujuan menjadi responden

Pengisian data umum

Pengisian kuisoner pengetahuan ibu tentang pneumonia pada balita

Pencatatan hasil pengisian kuisoner

Analisis data Pengisian data dalam laporan hasil penelitian

Page 37: Proposal ttg Pneumonia

1. Permohonan izin pelaksanaan penelitian yang didapatkan dari

institusi pendidikan.

2. Mengajukan surat permohonan izin penelitian ke lokasi penelitian

Saat Penelitian

1. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang

tujuan penelitian, manfaat, dan prosedur pengumpulan data.

2. Peneliti meminta calon responden menandatangani informed

consent sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.

3. Peneliti melakukan pengumpulan data.

Setelah Penelitian

Setelah mendapatkan data mengenai tingkat pengetahuan ibu terhadap

pneumonia pada balita, peneliti kemudian melakukan analisis

hubungan dua variabel menggunakan program komputer (SPSS 16.0).

Agar analisis menghasilkan hasil yang benar, maka analisis ini melalui

empat tahapan, yaitu editing, coding, tabulasi, Entry data.

Tahapan pengolahan data yaitu:

a. Editing

Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan data yang terkumpul

apakah telah sesuai dengan yang diharapkan. Data yang sudah

dikumpulkan di periksa apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan

atau belum. Apakah semua pertanyan sudah dijawab atau belum, hal

Page 38: Proposal ttg Pneumonia

ini dapat dikerjakan dengan menilai lembaran kuesioner yang telah

disebarkan.

b. Coding

Pemberian kode dan skor terhadap jawaban responden, hal ini

dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data

c. Tabulasi

Melakukan tabulasi data yang dikelompokan dan menyusun data ke

dalam tabel.

d. Entry data

Memasukkan data-data ke dalam program komputer

3.9 Analisis Data

3.9.1 Identifikasi data

a. Data Primer

Data Primer diperoleh dengan melakukan wawancara terstruktur terhadap

responden dengan menggunakan kuisioner, data yang diambil meliputi

pengetahuan ibu terhadap kejadia pneumonia

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi yang berkaitan dengan penelitian

seperti Puskesmas Haekesak tahun 2013 Kota Atambua Kabupaten Belu.

3.10 Jenis pengelolahan data

Page 39: Proposal ttg Pneumonia

Data yang dikumpulkan akan diolah, dianalisis dan diinterpretasi untuk

menguji hipotesis menggunakan program analisis statistik dengan metode

sebagai berikut :

a) Analisis Univariat

Dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel

independen (pengetahuan ibu) dan variabel dependen

(Pneumonia), sehingga dapat diketahui variasi dari masing-

masing variabel.

b) Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan

asosiasi factor risiko utama dengan kejadian pneumonia pada

balita dengan menggunakan uji Chi-square dan untuk

menginterpretasikan hubungan risiko pada penelitian ini

digunakan Odds Ratio (OR).

Page 40: Proposal ttg Pneumonia

3.11 Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan 2014

Bulan

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Usulan

penelitian

Seminar

proposal

Persiapan

penelitian

Pengumpulan

data

Pengelolaan

data

Seminar hasil

penelitian

Persiapan

ujian skripsi

Ujian skripsi

Page 41: Proposal ttg Pneumonia

3.12 Rencana Anggaran

Perihal Satuan Jumlah Biaya satuan

(Rp)

Total (Rp)

transportasi 2 kali Rp. 120.000 Rp 240.000

Biaya makan

minum

2 kali Rp 100.000 Rp 200.000

kertas rem 2 Rem Rp 52.000 Rp 104.000

Tinta Print 2 Rp 36.000 Rp 72.000

Page 42: Proposal ttg Pneumonia