putusan bebas dalam tindak pidana penipuan (t...
TRANSCRIPT
i
PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN
(TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN NOMOR 6/PID.B/2013/PN.BREBES)
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelarSarjana Hukum paada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Disusun Oleh :
AYU GRAHITA MUKAROMAH
NIM. E1A010220
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUMPURWOKERTO
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN
(TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN NOMOR 6/PID.B/2013/PN.BREBES)
Disusun Oleh :
AYU GRAHITA MUKAROMAHE1A010220
Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelarSarjana Hukum paada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disetujui Pada Tanggal : Februari 2014
Pembimbing I/ Pembimbing II/ Penguji III
Penguji I Penguji II
Pranoto, S.H.,M.H. Handri W. S, S.H.,M.H. Dr. Hibnu Nugroho,S.H.,M.H.
NIP.195403051986011001 NIP.195810191987022001 NIP.196407241990021001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Dr. Angkasa,S.H.,M.Hum.
NIP. 19640923 198901 1 001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN (TINJAUAN
YURIDIS PUTUSAN NOMOR 6/PID.B/2013/PN.BREBES)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang
lain.
Dan apabila terbukti saya melakukan Pelanggaran sebagaimana tersebut di atas,
maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto, Februari 2014
AYU GRAHITA MUKAROMAH
NIM. E1A010220
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul : PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA
PENIPUAN (TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN NOMOR
6/PID.B/2013/PN.BREBES).
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menghadapi
tantangan dan hambatan. Akan tetapi dengan rahmat Allah SWT dan bantuan dari
berbagai pihak, maka tantangan dan hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih dan puji syukur kepada Allah SWT kepada
semua pihak khususnya kepada :
1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, serta selaku Pembina
Akademik dari penulis yang telah memberikan semangat dan doanya yang
tulus untuk penulis agar selesainya skripsi ini dan lulus dari Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto;
2. Bapak Pranoto, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing I/ dosen penguji I,
yang telah membimbing skripsi penulis dari awal sampai selesainya
skripsi penulis;
v
3. Ibu Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H., selaku dosen pembimbing II/
dosen penguji II, yang telah membimbing skripsi penulis dari awal sampai
selesainya skripsi penulis;
4. Bapak Dr. Hibnu Nugroho,S.H.,M.H., selaku dosen penguji III yang telah
memberikan saran-saran yang membantu penulis dalam menyempurnakan
skripsi penulis;
5. Nasihin dan Saroh, orang tua dari penulis yang telah memberikan
semangat dan doanya yang tulus untuk penulis agar selesainya skripsi ini
dan lulus dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto;
6. Ahmadi Wangsa Septiana, adik dari penulis yang juga memberikan
semangat untuk penulis;
7. Sahabat tercinta Desy Tri Wahyu Kusumo, Anggita Sabrina, Rina Susani
dan Rahma Hardika Putri yang selalu memberikan dukungan dan
semangat bagi penulis;
8. Semua teman-teman angkatan 2010 khususnya Kelas C tercinta yang
selalu memberikan dorongan dan semangat bagi penulis selama kuliah dan
pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini
masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, penulisan maupun materi di
dalamnya, namun dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf sekaligus
vi
sumbang saran maupun kritik konstruktif yang sifatnya membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk memacu semangat penulis dalam menulis.
Akhir kata semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Purwokerto, Februari 2014
Ayu Grahita Mukaromah
NIM. E1A010220
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................... iii
KATA PENGANTAR............................................................................... iv
DAFTAR ISI.............................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................. ix
ABSTRACT............................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
D. Kegunaan Penelitian .............................................................. 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5
A. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana........... 5
B. Asas-Asas Hukum Acara Pidana ........................................... 9
C. Putusan Dalam Tindak Pidana............................................... 21
1. Pengertian Putusan................................................................. 21
2. Macam-Macam Putusan Dalam KUHAP .............................. 23
viii
D. Putusan Bebas ........................................................................ 27
1. Pengertian Putusan Bebas...................................................... 27
2. Syarat Dijatuhkannya Putusan Bebas .................................... 29
3. Akibat Hukum Dijatuhkannya Putusan Bebas....................... 30
E. Tindak Pidana Penipuan ........................................................ 34
BAB III : METODE PENELITIAN........................................................ 37
A. Metode Pendekatan................................................................ 37
B. Spesifikasi Penelitian............................................................. 37
C. Sumber Data .......................................................................... 37
D. Metode Pengumpulan Data.................................................... 38
E. Metode Penyajian Data ......................................................... 39
F. Metode Analisa Data ............................................................. 39
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 40
A. Hasil Penelitian ...................................................................... 40
B. Pembahasan ........................................................................... 83
BAB V : PENUTUP .................................................................................. 101
A. Kesimpulan ............................................................................ 101
B. Saran ..................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA
ix
ABSTRAK
Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidanaterbagi menjadi dua bagian, hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.Hukum pidana materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), sedangkan hukum pidana formil diatur dalam Kitab Undang-UndangHukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut KUHAP putusan yang dijatuhkan olehmajelis hakim adalah putusan yang membebaskan terdakwa (Pasal 191 ayat (1)KUHAP), putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2)KUHAP), dan putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat (3) KUHAP). Salah satuputusan pengadilan, yaitu putusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim diPengadilan Negeri Brebes yakni putusan Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes, dimanaterdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu dakwaan kesatu Pasal 378KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP; atau dakwaan kedua Pasal 372 KUHP joPasal 55 (1) ke-1 KUHP. Terdakwa yang diputus bebas harus segera dibebaskandari tahanan, kecuali ada alasan lain. Perintah untuk membebaskan terdakwa daritahanan dilaksanakan oleh jaksa setelah putusan diucapkan dan laporan tertulismengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri surat pelepasandisampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnyadalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.
Kata kunci: Hukum Acara Pidana, Putusan Bebas.
x
ABSTRACT
Criminal law is part of public law and criminal law are divided into twopart, namely the substantive criminal law and criminal law formally. Subtantivecriminal law governing the determination of any criminal act, criminal andcriminal (sanction). In indonesia, subtantifve criminal law regulation set forth inthe Book Of Criminal Law (Penal Code). Formal criminal law regulating theimplementation of substantive criminal law. In Indonesia, setting formal criminallaw has been ratified by law number 8 of 1981 on Criminal Procedure Law ofcode (KUHAP).According to The Criminal Procedure Law of code a decision thatmay be imposed by the judge is ruling that frees the defendant (Article 191paragraph (1) Criminal Procedure Law of code), the ruling out of any lawsuit(Article 191 paragraph (2) Criminal Procedure Law of code), judgment ofpunishment (Article 193 paragraph (3) Criminal Procedure Law of code). Onecourt decision, the acquittal handed down by judges in Brebes district court is thedecision of the register number 6/Pid.B/2013/PN.Brebes case. In this case, thegeneral prosecutor accusated the defendant with alternative accusation those areagainst the rule of Article 378 act 1/1946 (KUHP) jo Article 55 (1) act 1/1946(KUHP) or Article 372 Act 1/1946 (KUHP) jo Article 55 (1) act 1/1946 (KUHP).Acquitted defendants should be released from custody, unless there are otherreasons. Command to release the defendant from custody immediatelyimplemented by prosecutors after the verdict was pronounced and written reportson the realise order was accompanied by a letter submitted to the chairman of htecourt no tater than theee times within twenty-four hours.
Keyword : The Criminal Procedure Law, Frees Ruling.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana
terbagi menjadi dua bagian, hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
Hukum pidana materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), sedangkan hukum pidana formil diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut salah satu pakar hukum Bambang Poernomo,1 Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur empat tahap proses perkara
pidana yang tradisional yaitu:
1. Tahap pengusutan yang meliputi penyelidikan dan penyidikan perkara;
2. Tahap penuntutan yang meliputi penyempurnaan berkas dan penerusanperkara;
3. Tahap pemeriksaan sidang untuk menyusun pembuktian dan keputusan;
4. Tahap eksekusi dari keputusan pengadilan yang didahului dengan upaya-upaya hukum perlawanan terhadap keputusan sebelum mempunyaikekuatan untuk dieksekusi.
Tahap proses hakim menjatuhkan putusan, maka bentuk putusan yang
dijatuhkan terhadap perkara pidana berdasarkan Pasal 1 angka (11) KUHAP
menyatakan bahwa:
1 Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana DanPenegakan Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm. 64.
2
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalamsidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebasatau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yangdiatur dalam undang-undang ini” .
Berdasarkan ketentuan diatas, putusan dapat berbentuk sebagai berikut:
1. Putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat 1 KUHAP)
2. Putusan bebas (Pasal 191 ayat 1 KUHAP)
3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat 2 KUHAP)
Salah satu putusan pengadilan, yaitu putusan bebas yang dijatuhkan oleh
hakim di Pengadilan Negeri Brebes yakni putusan Nomor
6/Pid.B/2013/PN.Brebes, dimana terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif
yaitu dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP; atau
dakwaan kedua Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang
merumuskan:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidakterbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa didakwa diputusbebas”.
Putusan dalam perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes, terdakwa
dengan perantaraan saksi EY dan saksi SW menjual tanah kepada pembeli saksi
ST dan saksi KS dengan membayar panjar harga tanah kepada terdakwa dengan
letaknya belum jelas keberadaannya. Kemudian tanpa alasan yang jelas saksi ST
dan saksi KS tidak melanjutkan transaksi jual beli tersebut dan tidak juga meminta
3
pengembalian uang panjar harga tanah tersebut selaku calon pembeli dan
kemudian saksi R tidak dapat menikmati tanah yang dibelinya karena telah
diserobot oleh orang lain yaitu saudara S.
Terdakwa dalam hal ini tidak dapat mempertanggungjawabkan atas
perbuatannya tersebut, terdakwa didakwa telah melakukan tindak pidana
penipuan.
Bedasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN
(Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diambil
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan
bebas pada perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes?
2. Bagaimanakah akibat hukum dengan dijatuhkannya putusan bebas bagi
terdakwa pada perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan
bebas pada perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes.
4
2. Untuk mengatahui akibat hukum dengan dijatuhkannya putusan bebas bagi
terdakwa pada perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis, serta menambah pengetahuan bagi para pembaca terutama
mengenai penjatuhan putusan bebas.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan terhadap aparat
penegak hukum, yaitu salah satunya jaksa, agar dalam membuat dakwaan dan
tuntutan sesuai apa yang dilakukan oleh terdakwa serta memperhatikan unsur
melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa sehingga hakim tidak
menjatuhkan putusan bebas.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana
1. Pengertian Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana merupakan salah satu lingkup dari hukum pidana.
Ruang lingkup hukum pidana luas, baik hukum pidana materill yang disebut
hukum pidana dan hukum pidana formil yang disebut hukum acara pidana.
Hukum pidana materill atau hukum pidana itu berisi petunjuk dan uraian tentang
delik peraturan tentang syarat-syarat dapatnya dipidana sesuatu perbuatan,
petunjuk tentang orang yang dapat dipidana dan aturan tentang pemidanaan
mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan, sedangkan
hukum pidana formal mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya
melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi berisi acara
pidana.2
Menurut Wiryono Prodjodikoro,3 sebagaimana dikutip oleh Andi
Hamzah mengatakan bahwa:
“Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana,maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yangmemuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitukepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapaitujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.”
2 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Ghalia Indonesia,Jakarta, 2001, hlm. 4.
3 Muhammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori DanPraktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 7.
6
Dikatakan bahwa hukum acara pidana adalah kumpulan peraturan-
peraturan yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur sebagai berikut:
1. Tindakan apa yang diambil apabila ada dugaan, bahwa telah terjadi suatutindak pidana yang dilakukan oleh seseorang.
2. Apabila benar telah terjadi suatu tindak pidana yang telah dilakukan olehseseorang, maka perlu diketahui siapa pelakunya, dan cara bagaimanamelakukan penyelidikan terhadap pelaku.
3. Apabila telah diketahui pelakunya maka penyidik perlu menangkap,menahan dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan permulaan ataudilakukan penyidikan.
4. Untuk membuktikan apakah tersangka benar-benar melakukan suatutindak pidana, maka perlu mengumpulkan barang-barang bukti,menggeledah badan atau tempat-tempat yang diduga ada hubungannyadengan perbuatan tersebut.
5. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan permulaan atau penyidikan olehpolisi, maka berkas perkara diserahkan pada kejaksaan negeri, yangselanjutnya pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap terdakwaoleh hakim sampai dapat dijatuhkan pidana.4
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak
memberikan pengertian resmi mengenai hukum acara pidana, yang ada adalah
berbagai pengertian mengenai bagian-bagian tertentu dari hukum acara pidana
misalnya penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan lain sebagainya. Pengertian
hukum acara pidana dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang ditemukan
oleh pakar, seperti:
4 Mochammad Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, MandarMaju, Bandung, 2001, hlm. 3.
7
1. Wiryono Prodjodikoro,5
Hukum acara pidana adalah merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan pemerintah yang berkuasa(Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan) harus bertindak guna mencapaitujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.
2. R. Achad Soemandipraja,6
Hukum acara pidana adalah hukum yang mempelajari peraturan yangdiadakan oleh negara dalam hal adanya persangkaan telah dilanggarnyaundang-undang pidana.
3. Van Bemmelen7
Hukum acara Pidana adalah kumpulan ketentuan-ketentuan hukum yangmengatur bagaimana cara negara, bila dihadapkan pada suatu kejadianyang menimbulkan prasangka telah terjadi pelanggaran hukum pidana,dengan perantara alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan dimukahakim suatu keputusan mengenai perbuatan yang didakwakan, bagaimanahakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti, dan bagaimanakeputusan itu harus dilaksanakan.
4. Bambang Poernomo,8 mengklasifikasikan hukum acara pidana menjadi
tiga arti:
a. Dalam arti sempit, yang meliputi peraturan hukum tentangpenyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang sampaidengan putusan pengadilan, dan peraturan tentang susunanpengadilan.
b. Dalam arti luas, yaitu selain mencakup pengertian sempit, jugameliputi peraturan-peraturan kehakiman lainnya sekedar peraturan ituada urusannya dengan perkara pidana.
5 Waluyadi, Pengetahuan Hukum Dasar Hukum Acara Pidana (Sebuah Catatan Khusus),Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 9.
6 Ibid.
7 Ibid., hlm. 11.
8 Ibid.
8
c. Pengertian sangat luas, yaitu apabila materi peraturan sudah sampaipada tahap eksekusi putusan hakim (pidana) kemudian dikembangkanmeliputi peraturan pelaksanaan hukuman (pidana) yang mengaturtentang alternatif jenis pidana, dan cara penyelenggaraan pidana sejakawal sampai selesai menjalani pidana sebagai pedoman pelaksanaanpemberian pidana.
2. Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana memiliki fungsi, (1) untuk mencari dan menentukan
fakta menurut kebenaran; (2) mengadakan penuntutan hukum dengan tepat; (3)
menerapkan hukum dengan keputusan berdasarkan keadilan; dan (4)
melaksanakan putusan secara adil.9
Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana yaitu
sebagai berikut:
1) Mencari dan menemukan kebenaran2) Pemberian keputusan oleh hakim3) Pelaksanaan keputusan10
Dalam rumusan lengkap Pendoman Pelaksanaan KUHAP tahun 1982
disebutkan sebagai berikut:
“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkanatau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yangselengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkanketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuanuntuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatupelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusandari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindakpidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapatdipersalahkan, demikian pula setelah putusan pengadilan dijatuhkan dansegala upaya hukum telah dilakukan dan akhirnya putusan telah
9 Hibnu Nugroho, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, MediaPrima Aksara, Jakarta, 2012, hlm. 31.
10 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 8.
9
mempunyai kekuatan hukum tetap, maka hukum acara pidana mengaturpula pokok-pokok acara pelaksanaan dan pengawasan dari putusantersebut”.11
Dari rumusan tersebut dapat dilihat bahwa hukum acara pidana
mempunyai tujuan atau fungsi sebagai berikut:12
1. Sebagai sarana untuk mencari suatu kebenaran materiil dari suatu tindakpidana yang terjadi;
2. Menemukan orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana;3. Meminta pengadilan untuk memutuskan bersalah atau tidaknya
tersangka; dan4. Melaksanakan dan kemudian mengawasi pelaksanaan dari putusan
tersebut.
Sependapat dengan rumusan lengkap Pedoman Pelaksanaan KUHAP,
Lobby Loqman13 mengemukakan pendapatnya bahwa:
Fungsi yang terkandung dalam tujuan hukum acara pidana, harusdiartikan bahwa dengan keberadaan hukum acara pidana maka yangbersalah harus dinyatakan bersalah dan mencegah orang yang tidakbersalah dijatuhi hukuman. Serta penjatuhan pidana tidak hanyamendasarkan pada kekuatan pembuktian formil belaka.14
B. Asas-asas Hukum Acara Pidana
Pengertian asas dalam hukum acara pidana adalah dasar patokan hukum
yang mendasari KUHAP dalam menjalankan hukum. Asas ini akan menjadi
pedoman bagi semua orang termasuk penegak hukum, serta orang-orang yang
berkepentingan dengan hukum acara pidana.
11 Bambang Poernomo, Op. Cit., hlm. 30-31.
12 Hibnu Nugroho, Op. Cit., hlm. 32.
13 Lobby Loqman, Hukum Acara Pidana Indonesia (Suatu Ikhtisar), Datacom, Jakarta,1996, hlm. 1.
14 Hibnu Nugroho, Op. Cit.
10
KUHAP dilandasi oleh asas atau prinsip hukum tersebut diartikan
sebagai dasar patokan hukum sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi
instansi jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.
Mengenai hal tersebut, bukan hanya kepada aparat hukum saja, asas atau prinsip
yang dimaksud menjadi patokan dan landasan, tetapi juga bagi setiap anggota
masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan tindakan yang
menyangkut KUHAP.15
Makna asas-asas hukum adalah merupakan ungkapan hukum yang
bersifat umum, pada sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan
kesusilaan atau etis kelompok manusia dan pada sebagian yang lain berasal dari
dasar pemikiran dibalik peraturan perundang-undang serta yurisprudensi.16
Asas-asas penting yang terdapat dalam hukum acara pidana yaitu :
1. Peradilan Cepat, Sederhana, Dan Biaya Ringan
Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menghendaki agar
pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia berpedoman kepada asas: cepat,
sederhana, dan biaya ringan. Tidak bertele-tele dan berbelit-belit. Apabila jika
keterlambatan penyelesaian kasus terhadap hukum dan martabat manusia.
15 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP PenyidikanDan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 35.
16 Bambang Poernomo, Op. Cit., hlm. 46
11
Asas ini mencerminkan adanya perlindungan hak asasi manusia
sekalipun orang tersebut berada dalam kedudukan sebagai tersangka atau
terdakwa. Walaupun dalam kondisi dibatasi kemerdekaannya karena ditangkap
kemudian ditahan, namun orang tersebut tetep memperoleh kepastian bahwa
tahapan-tahapan pemeriksaan yang dilaluinya memiliki batas waktu dan dijamin
undang-undang.
Asas ini menghendaki adanya peradilan yang efektif dan efesien,
sehingga tidak memberikan penderitaan yang berkepanjangan kepada tersangka
atau terdakwa disamping kepastian hukum terjamin. Asas ini juga terdapat dalam
Penjelasan Umum butir 3 huruf e KUHAP yang merumuskan:
“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biayaringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secarakonsekuen dalam seruluh tingkat peradilan”.
Beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang
cepat, sederhana, dan biaya ringan antara lain tersangka atau terdakwa berhak:
1). Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik;
2). Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik;
3). Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum;
4). Berhak segera diadili oleh pengadilan.
Menurut Andi Hamzah,17
17 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta,2004, hlm. 10-11.
12
Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang dianut didalamKUHAP sebenarnya merupakan penjabaran Undang-Undang KetentuanPokok Kekuasaan Kehakiman. Peradilan cepat (terutama untukmenghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim)merupakan bagian hak-hak manusia. Begitu pula peradilan bebas, jujur,dan tidak memihak yang ditonjolkan dalam undang-undang tersebut.
2. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumtion of innocence)
Asas ini disebut dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan dalam
Penjelasan Umum butir 3 c KUHAP, yang merumuskan:18
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan ataudihadapkan di muka sidang pengadilan, dianggap tidak bersalah sampaiadanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya danmemperoleh kekuatan hukum tetep”.
Asas praduga tak bersalah menjadi salah satu bukti penghargaan KUHAP
pada hak asasi manusia. Cara-cara pemeriksaan tersangka atau terdakwa yang
semula bersifat inquisitoir menjadi aqusatoir.
Menurut M. Yahya Harahap, sebagaimana dikutip oleh Taufik Makarao
dan Suhasril, mengemukakan:19
Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis penyidikan dinamakan“Prinsip Akusator”. Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangkaatau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah subyek bukansebagai objek pemeriksaan karena itu tersangka atau terdakwa harusdidudukan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyaiharkat dan martabat harga diri, yang menjadi objek pemeriksaan dalam
18 Ibid., hlm. 34.
19 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori danPraktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 3.
13
prinsip akusator adalah kesalahan (tindak pidana) yang dilakukan olehtersangka atau terdakwa, karena itulah pemeriksaan ditujukan.
3. Asas Oportunitas
Dalam hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi
wewenang untuk melakukan penuntutan pidana kepengadilan yang disebut
penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum disebut juga jaksa (Pasal 1 butir a
dan b serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP).
Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum. Asas oportunitas
adalah hak yang dimiliki oleh penuntut umum untuk menuntut atau tidak
menuntut seseorang kepengadilan. Di Indonesia wewenang ini hanya diberikan
kepada kejaksaan.
A.Z. Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai
berikut.20
“Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umumuntuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorangatau koperasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum”
Andi Hamzah21 menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak menuntut seseorang yangmelakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikankepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yangmelakukan delik tidak dituntut.
20 Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 17.
21 Ibid., hlm. 16.
14
Mengenai kriteria kepentingan umum dalam pedoman pelaksanaan
KUHAP dijelaskan adalah didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat
dan bukan kepentingan pribadi.
4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Pemeriksaan pengadilan yang terbuka untuk umum dapat dilihat dalam Pasal 153
ayat (3) dan ayat (4) KUHAP sebagai berikut:
“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang danmenyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenaikesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.
Pasal 153 ayat (4) KUHAP menyebutkan:
“Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”.
Mengenai asas pemeriksaan persidangan terbuka untuk umum, M. Yahya
Harahap22 berpendapat:
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menetapkan pemeriksaanperkara yang terdakwanya anak-anak dilakukan dengan pintu tertutup.Sebab jika dilakukan terbuka untuk umum akan membawa akibatpsikologis yang lebih parah kepada jiwa dan batin si anak.
Asas ini memberikan makna bahwa tindakan penegakan hukum di
Indonesia harus dilandasi oleh jiwa persamaan dan keterbukaan serta adanya
penerapan sistem musyawarah dan mufakat.
22 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 56.
15
I. Sumantri23 menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
Asas terbuka untuk umum ini memang tepat karena persidangan dapatdihadiri oleh umum, sehingga dapat menjamin obyektifitas peradilan dantujuannya memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi terdakwa. Dilain pihak juga ditentukan pengecualian apabila kesusilaan danterdakwanya anak-anak.
Hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya
atau sebagian tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di
belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada
hakim yang melakukan hal itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan
penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar
sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya.
5. Semua Orang Diperlakukan Sama Di Depan Hukum (Equality Before the Law)
Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini
tegas tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum butir 3 a KUHAP.
Penjelasan Umum butir 3 a KUHAP merumuskan:
“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidakmengadakan perbedaan perlakuan”.
Sedangkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman merumuskan:
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakanorang”.
23 I. Sumantri, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Nasional Tentang Hukum AcaraPidana, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1996, hlm. 18.
16
Ketentuan-ketentuan di dalam KUHAP mendasarkan pada asas ini,
sehingga tidak ada satu pasal pun yang mengarah pada pemberian hak-hak
istimewa pada suatu kelompok dan memberikan ketidakistimewaan kepada
kelompok lain.
Menurut Andi Hamzah,24
Asas ini menegaskan bahwa sebagai Negara Hukum maka dihadapanhukum semua orang sama dan sederajat. Bagaimanapun kedudukanmanusia itu sama di mata hukum yang dijunjung tinggi oleh negaraIndonesia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
6. Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
Asas tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum terdapat
pada Pasal 54 KUHAP yang menyatakan bahwa:
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhakmendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukumselama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menuruttatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.
Ketentuan asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut
dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi
pembelaannya maupun untuk mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang jalan
yang dapat ditempuhnya dalam menegakan hak-haknya sebagai tersangka atau
terdakwa. Bantuan hukum dalam KUHAP tidak terdapat penjelasan atau definisi
mengenai pengertian bantuan hukum.
24 Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 19.
17
M. Yahya Harahap,25 menjelaskan mengenai bantuan hukum diatur
dalam Pasal 74 KUHAP, dimana didalamnya diatur tentang kebebasan yang
sangat luas yang didapat oleh tersangka atau terdakwa. Kebebasan tersebut antara
lain:
a) Bantuan hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau ditahan;b) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan;c) Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada
tingkat pemeriksaan pada setiap waktu;d) Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka atau terdakwa
tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delikyang menyangkut keamanan Negara;
e) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasehathukum guna kepentingan pembelaan;
f) Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangkaatau terdakwa.
The Internasional Convenant on Civil and Political Rights article 14 sub
3d kepada tersangka atau terdakwa diberikan jaminan sebagai berikut:
“to be tried in his presence and to defend himself in person or throughlegal assistance of his own choosing, to be inform, if he does not havelegal assistance, of his right, and to have legal assistance assigned tohim, in any case where the interests justice so require, and withoutpayment by him in any such case if he does not have sufficient means topay for it.” (Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri sendirisecara pribadi atau dengan bantuan penasehat hukum menurut pilihannyasendiri, diberi tahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyaipenasehat hukum dan ditunjuk penasehat hukum untuk dia jika untukkepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampumembayar penasehat hukum ia dibebaskan dari pembayarannya).”26
25 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Jilid 1 danJilid II), Pustaka Kartini, Jakarta, 1998, hlm. 21.
26 Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 20.
18
7. Asas Akusatoir Dan Inkisitoir (Accusatoir Dan Inquisitoir)
Asas akusatoir dalam KUHAP tidak menjadikan pengakuan tersangka
sebagai salah satu dari jenis alat bukti. Pengakuan yang digariskan dalam KUHAP
yang demikian menunjukan bahwa KUHAP menganut asas akusatoir yaitu
menempatkan kedudukan tersangka sebagai subyek pemeriksaan.
Asas inkisitoir yaitu kedudukan tersangka atau terdakwa merupakan
obyek pemeriksaan sehingga pengakuan tersangka atau terdakwa menjadi hal
yang sangat penting untuk diperoleh penegak hukum. dalam hal ini kedudukan
tersangka sangat lemah dan tidak menguntungkan karena tersangka masih
dianggap sebagai barang atau objek yang harus diperiksa. Pada asas inkisitoir
pemeriksaan bersifat rahasia atau tertutup.
Asas akusatoir memperlakukan tersangka atau terdakwa yang manusiawi
bukan berarti menghilangkan ketegasan yang menyebabkan tersangka atau
terdakwa tidak menghormati proses penegakan hukum. Dengan menggunakan
ilmu bantu penyidikan seperti psikologis, kriminalistik, psikiatri dan kriminologi
maka penyidik tetap akan dapat memperoleh hasil penyidikan yang memadai.
Menurut Andi Hamzah,27
Asas inkisitoir berarti tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaanyang masih dianut oleh HIR untuk pemeriksaan pendahuluan. Samahalnya dengan Ned. Sv. yang lama yaitu tahun 1828 yang direvisi tahun1885. Sejak tahun 1926 yaitu berlakunya Ned. Sv. yang baru di negeriBelanda telah dianut asas gematigd accusatoir yang berarti asas bahwatersangka dipandang sebagai pihak pada pemeriksaan pendahuluan dalam
27 Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 22.
19
arti terbatas, yaitu pada pemeriksaan perkara-perkara politik berlaku asasinkisitoir.
8. Pemeriksaan Hakim Yang Langsung Dan Lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung,
artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Sidang pengadilan melakukan
pemeriksaan secara langsung kepada terdakwa atau orang lain yang terlibat,
dengan mengadakan pembicaraan secara lisan, berupa tanya jawab dengan majelis
hakim. Pemeriksaan perkara pidana antara para pihak yang terlibat dalam
persidangan harus dilakukan dengan berbicara satu sama lain secara lisan agar
dapat diperoleh keterangan yang benar dan yang bersangkutan tanpa tekanan dari
pihak manapun.
Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan diatur dalam Pasal 154
KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:
(1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masukdan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.
(2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidakhadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidangmeneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.
(3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menundapersidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagiuntuk hadir pada hari sidang berikutnya.
(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang disidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidakdapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agarterdakwa dipanggil sekali lagi.
(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidaksemua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadapterdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.
20
(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadirtanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk keduakalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya.
(7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaansebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) danmenyampaikannya kepada hakim ketua sidang.
Mengenai asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan, M. Yahya
Harahap28 berpendapat:
Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalammemimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan.Tidak boleh pemeriksaan dengan perantara tulisan baik terhadapterdakwa maupun saksi-saksi. Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli,pernyataan dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis. Prinsippemeriksaan dalam persidangan dilakukan secara langsung berhadap-hadapan dalam ruang sidang. Semua pernyataan dilakukan dengan lisandan jawaban atau keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lainuntuk memenuhi tujuan agar persidangan benar-benar menemukankebenaran yang hakiki. Sebab dari pemeriksaan secara langsung danlisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau saksi saja yang dapatdidengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka memberikanketerangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan.
Pengecualian dari asas langsung dan lisan adalah kemungkinan putusan
dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara pemeriksaan
perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 213 KUHAP,
yang merumuskan:
“Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya disidang”.
28 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 113.
21
C. Putusan Dalam Tindak Pidana
1. Pengertian Putusan
Muara dari seluruh proses persidangan perkara pidana adalah
pengambilan keputusan hakim atau sering disebut juga dengan istilah “Putusan
Pengadilan” atau “Putusan Akhir” atau lebih sering disebut juga dengan istilah
“Putusan” saja.29
Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah
dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk
tertulis maupun lisan.30
Berdasarkan ketentuan Pasal 182 ayat (1) KUHAP, apabila pemeriksaan
sidang dinyatakan selesai, tahap proses selanjutnya adalah penuntutan, pembelaan,
dan jawaban atas pembelaan. Ketika proses ini telah selesai, maka hakim ketua
menyatakan “pemeriksaan dinyatakan ditutup”.
Apabila pemeriksaan dinyatakan ditutup, hakim mengadakan
musyawarah terakhir untuk menjatuhkan putusan. Bentuk putusan yang akan
dijatuhkan tergantung dari hasil musyawarah berdasarkan surat dakwaan dengan
segala sesuatu yang terbukti dalam persidangan di sidang pengadilan.
Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan banwa :
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalamsidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas
29 Al. Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana: Proses Penanganan Perkara Pidana, GalaxyPuspa Mega, Jakarta, 2002, hlm. 119.
30 Laden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan PengadilanNegeri, Upaya Hukum dan Eksepsi), Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 129.
22
atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut carayang diatur dalam undang-undang ini”.
Proses atau cara pengambilan putusan diawali setelah hakim ketua sidang
dinyatakan pemeriksaan ditutup, dan seterusnya hakim akan mengadakan
musyawarah. Berdasarkan ketentuan Pasal 182 KUHAP untuk menentukan
putusan, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan mulai dari hakim yang
paling muda sampai hakim yang paling tua, sedangkan yang terakhir hakim ketua
akan menyatakan pendapatnya.
Hasil musyawarah majelis hakim merupakan permufakatan bulat, namun
jika telah benar-benar diupayakan tetapi tetap tidak dapat mencapai suatu
permufakatan bulat maka akan ditempuh dua cara yaitu:
1. Putusan diambil dengan suara terbanyak (Voting)
2. Putusan yang dipilih adalah hakim yang paling menguntungkan bagi
terdakwa.
Proses penyusunan materi muatan perlu mencermati ketentuan Pasal 182
ayat (4) KUHAP yang pada pokoknya menyatakan bahwa musyawarah majelis
hakim dalam menyusun putusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala
sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
Proses pengambilan keputusan tersebut dicatat dalam buku himpunan
putusan yang disediakan khusus untuk itu yang sifatnya rahasia. Putusan
Pengadilan Negeri dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau pada hari yang lain,
yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum dan terdakwa atau
penasehat hukum terdakwa. Berdasarkan ketentuan Pasal 195 KUHAP, semua
23
putusan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka
untuk umum.
2. Macam-Macam Putusan Dalam KUHAP
Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan banwa :
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalamsidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebasatau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut carayang diatur dalam undang-undang ini”.
Ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP diatas, Putusan Pengadilan
Negeri yang dijatuhkan terhadap suatu perkara pidana bisa terbentuk sebagai
berikut:
1) Putusan pemidanaan
Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP.
Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman
yang dikemukakan dalam pasal pidana yang didakwakan kepada terdakwa.31
Pasal 193 ayat (1) KUHAP:
Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukantindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilanmenjatuhkan pidana.
Berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, penjatuhan putusan
pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan. Jika
pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan
31 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP PemeriksaanSidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua, Sinar Grafika,Jakarta, 2002, hlm. 354.
24
perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman
pidana terhadap terdakwa. Atau dengan kata lain bahwa apabila menurut
pendapat dan penilaian pengadilan terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan kesalahan tindak pidana yang didakwakan kepadanya
sesuai dengan sistem pembuktian dan asas batas minimum pembuktian yang
telah ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.
Menurut M. Yahya Harahap,32 berpendapat:
“Putusan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seseorangterdakwa tidak lain daripada putusan yang berisi perintah untukmenghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang sisebutdalam pasal yang didakwakan”.
Hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana yang
dijatuhkan kepada teerdakwa adalah bebas, artinya memberikan kebebasan
kepada hakim untuk menjatuhkan pidana antara hukuman minimum dan
maksimum sesuai dengan pasal pidana yang didakwakan. Namun, titik tolak
hakim dalam menjatuhkan pidana harus didasarkan kepada ancaman pidana
yang disebutkan dalam pasal pidana yang didakwakan dan seberapa besar
kesalahan terdakwa dalam perbuatan tindak pidana yang dilakukannya.
Hakim dalam hal menjatuhkan putusan pemidanaan, dapat
menentukan salah satu dari macam-macam hukuman yang tercantum dalam
Pasal 10 KUHP yaitu salah satu dari hukuman pokok dalam Pasal 10 KUHP
yakni:
32 Ibid.
25
Pidana terdiri atas:a. Pidana pokok
1. Pidana mati;2. Pidana penjara;3. Pidana kurungan;4. Pidana denda;5. Pidana tutupan.
b. Pidana tambahan1. Pencabutan hak-hak tertentu;2. Perampasan barang-barang tertentu;3. Pengumuman putusan hakim.
Hakim dalam menjatuhkan putusan juga harus melihat status
terdakwa dalam tahanan atau tidak, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 193
ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa:
a. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidakditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan,apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP terdapat alasancukup untuk itu.
b. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkanputusannya, dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahananatau membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup untuk itu.
2) Putusan yang membebaskan terdakwa
Putusan pembebasan atau sering juga disebut putusan bebas diatur
dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakankepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwadiputus bebas”.
Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan
“perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar
26
pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara
pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan
kesalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya
dua alat buti yang sah.
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecualiapabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah iamemperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benarterjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Berdasarkan dengan Pasal 183 KUHAP diatas, pembentuk undang-
undang mencantumkan macam-macam alat bukti yang sah sebagaimana
tercantum pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa:
Alat bukti yang sah ialah:a. Keterangan saksi;b. Keterangan ahli;c. Surat;d. Petunjuk;e. Keterangan terdakwa;
3) Putusan lepas dari segala tuntutan
Putusan lepas dari segala tuntutan diatur dalam Pasal 191 ayat (2)
KUHAP yang menyatakan:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakanképada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatutindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutanhukum”.
27
M. Yahya Harahap,33 berpendapat banwa:
“Putusan lepas dari segala tuntutan, terdakwa bukan dibebaskan dariancaman pidana tetapi dilepaskan dari penuntutan”
Terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum harus
segera dibebaskan dari tahanan, sesuai dengan Pasal 191 ayat (3) KUHAP
yang menyatakan:
“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untukdibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sahterdakwa perlu ditahan”.
Terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum harus
segera dibebaskan dari tahanan, kecuali ada alasan lain. perintah untuk
membebaskan terdakwa dari tahanan dilakukan oleh jaksa setelah putusan
diucapkan dan laporan tertulis mengenai perintah tersebut dilampiri surat
penglepasan yang diserahkan kepada Ketua Pengadilan selambat-lambatnya
dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.34
D. Putusan Bebas
1. Pengertian Putusan Bebas
Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang
merumuskan bahwa:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidakterbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.
33 Ibid., hlm. 352.
34 Ibid., hlm. 353-354.
28
M. Yahya Harahap,35 berpendapat mengenai putusan bebas bahwa:
“Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan
bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak)”.
Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa putusan hakim yang berisi
pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, manakala perbuatan terdakwa
dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.36 Jadi putusan hakim yang
mengandung suatu pembebasan terdakwa karena peristiwa-peristika yang
disebutkan dalam surat dakwaan, setelah diadakan perubahan atau penambahan
selama persidanagan, bila ada sebagian atau seluruh dinyatakan oleh hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak terbukti.37
Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan “perbuatan
yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah
tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan
menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana. Berdasarkan
ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seseorang
terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
35 Ibid., hlm. 347.
36 Djoko Prakoso, Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP, Ghalia Indonesi, Jakarta, 1986,hlm. 270.
37 Ibid.
29
2. Syarat Dijatuhkannya Putusan Bebas
Putusan bebas ditinjau dari asas pembuktian Pasal 183 KUHAP
merumuskan sebagai berikut:38
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabiladengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperolehkeyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwaterdakwalah yang bersalah melakukannya”
Menurut Martiman Prodjohamidjojo,39 Pasal 183 KUHAP mengandung;
1. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah2. Dasar-dasar alat bukti yang sah itu keyakinan hakim, yakni bahwa :
a. Tidak terjadi;b. Terdakwa telah bersalah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP, terkandung dua asas
mengenai pembuktian yaitu:
1) Asas minimum pembuktian yaitu asas bahwa untuk membuktikan kesalahan
terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;
2) Asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif yang mengajarkan
suatu prinsip hukum pembuktian bahwa disamping kesalahan terdakwa cukup
terbukti harus pula diikuti keyakinan hakim akan kebenaran kesalahan
terdakwa;
Ditinjau dari asas pembuktian Pasal 183 KUHAP, pembentuk undang-
undang telah menentukan macam alat bukti secara limitatif sebagaimana
tercantum pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Jadi agar dapat menjadi alat bukti
38 Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 254.
39 Martiman Prodjohamidjojo, Sistem pembuktian dan Alat-Alat bukti, Ghalia Indonesia,Jakarta, 1983, hlm. 12.
30
yang sempurna yang dapat menjatuhkan suatu hukuman harus ada kesesuaian
antara alat bukti dengan alat bukti yang lain sehingga mampu menciptakan
keyakinan hakim terhadap kesalahan terdakwa atas tindak pidana yang
didakwakan kepadanya.
Penjelasan putusan bebas selain diatur dalam Pasal 191 KUHAP, juga
dapat diperluas dengan syarat-syarat putusan pembebasan atau pelepasan dari
segala tuntutan hukum yang diatur dalam KUHP. Didalam KUHP, Buku Kesatu
Bab III terdapat beberapa pasal yang menghapuskan pemidanaan terhadap seorang
terdakwa. Jika pada diri seseorang terdakwa terdapat hal-hal atau keadaan yang
ditentukan dalam pasal-pasal KUHP yang bersangkutan, hal-hal atau keadaan itu
merupakan alasan yang membebaskan terdakwa dari pemidanaan,40 antara lain:
Pasal 44 KUHP, Pasal 45 KUHP, Pasal 48 KUHP, Pasal 49 KUHP dan Pasal 50
KUHP.
3. Akibat Hukum Dijatuhkannya Putusan Bebas
Terdakwa yang diputus bebas harus segera dibebaskan dari tahanan
sesuai Pasal 191 ayat (3) yang menyatakan bahwa:
“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untukdibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sahterdakwa perlu ditahan”.
Majelis hakim dalam amar putusannya menyebutkan “memerintahkan
terdakwa dibebaskan dari tahanan”. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 191 ayat (3)
KUHAP.
40 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 348-349.
31
Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 191 ayat (3) KUHAP segera dilaksanakan oleh Jaksa setelah putusan
diucapkan. Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang
dilampiri surat pelepasan disampaikan kepada ketua pengadilan yang
bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam
(Pasal 192 ayat (1) dan (2) KUHAP).
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2001 tentang
Pembuatan Ringkasan Putusan Terhadap Perkara Pidana yang Terdakwannya
Diputus Bebas atau Dilepas Dari Segala Tuntutan, menyatakan bahwa:
“Terhadap perkara pidana yang terdakwanya ditahan dan diputus denganamar putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan dari segaladakwaan (vrijspraak) atau dilepas dari segala tuntutan (ontslag van allerechtsvervolging) dengan perintah agar terdakwa segera dikeluarkan daritahanan pada saat putusan diucapkan didepan sidang terbuka untukumum harus sudah ada setidak-tidaknya ringkasan putusan atau setidak-tidaknya segera setelah putusan tersebut diucapkan agar segera dibuatringkasan putusan guna dapat segera dieksekusi oleh Jaksa dalamkedudukannya selaku eksekutor dari putusan Hakim”.
Putusan hakim yang menjatuhkan putusan bebas tidak dapat dimintakan
upaya hukum biasa, dalam hal ini yaitu upaya hukum banding dan kasasi. Hal ini
sesuai dengan Pasal 67 KUHAP dan Pasal 244 KUHAP.
Pasal 67 KUHAP:
“Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadapputusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepasdari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnyapenerapan hakim dan putusan pengadilan dalam acara cepat”.
32
Pasal 244 KUHAP:
“Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhiroleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa ataupenuntut umum dapat mengajukan pemeriksaan kasasi kepadaMahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”.
Berdasarkan ketentuan kedua pasal diatas, dapat diketahui bahwa untuk
putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum banding maupun kasasi
sebagai upaya hukum biasa.
Djoko prakoso,41 berpendapat:
“Mengenai putusan bebas/Vrijspraak tidak dapat diajukan permohonankasasi, hal ini diatur secara tegas dalam undang-undang (Pasal 244KUHAP), tetapi pasal ini dapat diterobos dengan Keputusan MenteriKehakiman RI: M 14-P.W, 07, 03 Tahun 1983 tentang PedomanPelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdapatdalam Pasal 19 yang menyatakan: “Terhadap putusan bebas tidak dapatdimintakan banding tetapi demi situasi dan kondisi, demi hukum,keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakankasasi”.
Pendapat diatas sesuai dengan ketentuan Pasal 259 ayat (1) KUHAP
yang menyatkan bahwa:
“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripadaMahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi olehJaksa Agung”.
Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari
Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilan-
pengadilan terdahlu, dan ini merupakan peradilan terakhir. Tujuan dari kasasi
ialah untuk menciptakan kesatuan peneraan hukum dengan jalan membatalkan
41 Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 288.
33
putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam penerapan
hukum.
M. Yahya Harahap berpendapat,42 ada beberapa tujuan utama upaya
hukum kasasi yaitu:
1. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. Salah satutujuan kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapanhukum, agar hukum bener-benar diterapkan sebagaimana mestinya sertaapakan cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuanundang-undang.
2. Menciptakan dan membentuk hukum baru. Selain tindakan koreksi yangdilakukan oleh Mahamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanyatindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentukyurisprudensi.
3. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum, tujuan lain daripemeriksaan kasasi, adalah mewujudkan kesadaran “keseragaman”penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal opinion.Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, akanmengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum,serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar kesewenangandan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalammemanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya.
Kasasi demi kepentingan hukum adalah upaya hukum luar biasa.43 Hal
ini dikarenakan kasasi demi kepentingan hukum diajukan terhadap putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan hanya terbatas pada
putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi.
M. Yahya Harahap,44 berpendapat bahwa:
Pada hakikatnya kasasi demi kepentingan hukum tidak berbedatujuannya dengan permohonan kasasi biasa, sama-sama bertujuan untukmemperbaiki kesalahan penerapan hukum, keteledoran cara pelaksanaanperadilan menurut ketentuan undang-undang, serta mencegah terjadinyatindakan pengadilan yang melampaui batas wewenangnya. Bertitik tolak
42 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 539-542.
43 Ibid., hlm. 608.
44 Ibid., hlm. 612-613.
34
dari tujuan koreksi ini, alasan kasasi demi kepentingan hukum pun samadan sejajar dengan kasasi biasa seperti yang telah dirinci dalam Pasal 252ayat (1). Akan tetapi, kalau bertitik tolak dari perkataan demikepentingan hukum, berarti tidak hanya terbatas kepada kesalahan yangdisebut Pasal 253 ayat (1). Bahkan meliputi segala segi yang menyangkutkepentingan hukum. Baik yang menyangkut pemidanaan, barang bukti,biaya perkara, penilaian pembuktian, dan sebagainya.
Penjabat yang berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum
diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:
“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetep dari pengadilan lain selain daripadaMahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi olehJaksa Agung”
Berdasarkan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP, putusan kasasi demi
kepentingan hukum tidak boleh merugikan terdakwa. Selain itu kasasi demi
kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali saja.
E. Tindak Pidana Penipuan
Kejahatan Penipuan atau Bedrog itu diatur di dalam Buku ke II Bab ke
XXV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dari Pasal 378 sampai dengan Pasal
395.45 Titel XXV Buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang berarti penipuan dalam
arti luas, sedangkan pasal pertama dari title itu, yaitu Pasal 378 KUHP, mengenai
tindak pidana oplichting yang berarti juga penipuan tetapi dalam arti sempit,
45 P. A. F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Delik Delik Khusus, Kejahatan YangDitujukan Terhadap Hak Milik dan Lain Lain Hak Yang Timbul dari Hak Milik, Trasito, Bandung,1990, hlm. 174.
35
sedangkan pasal-pasal lain dari titel tersebut memuat tindak pidana lain yang
bersifat penipuan dalam arti luas.46
Menurut M. Sudradjat Bassar,47 penipuan adalah suatu bentuk dari
berkicau. Sifat umum dari perbuatan berkicau itu adalah bahwa orang dibuat
keliru dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barangnya atau uangnya.
Kejahatan penipuan ini di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam
Pasal 378 KUHP sebagai berikut :
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atauorang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu ataumartabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupunrangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkanbarang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupunmenghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidanapenjara paling lama empat tahun”.
Dari rumusan undang-undang Pasal 378 KUHP tersebut di peroleh
sejumlah unsur-unsur yang dapat kita bagi menjadi :48
1) Unsur-unsur Subjektif pada Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu :a. Dengan maksud atau met het oogmerk ;b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau om zich of
een ander wederrechtelijk te beroordelen ;c. Secara melawan hukum atau wederechtelijk ;
2) Unsur-unsur Objektif pada Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu;a. Menggerakkan atau bewegen ;b. Orang lain atau iemand ;c. Untuk menyerahkan suatu benda atau tot de afgifte van eenig goed;
46 Wiryono Prodjodikoro, Tindak Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT Rafika Aditama,Bandung, 2003,hlm. 36.
47 M. Sudradjat Bassar, Tindak Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-UndangHukum Pidana, Remadja Karya, 1984, hlm. 80.
48 P. A. F. Lamintang dan C. Djisman Samosir. Op. Cit. hlm. 174.
36
d. Untuk mengadakan perjanjian hutang atau tot het aangaan von eeneschuld ;
e. Untuk meniadakan suatu piutang atau het tenietdoen van eeneinschuld.
Tindak pidana penggelapan atau verduistering diatur dalam Pasal 372
KUHP dari title XXIV Buku II KUHP yang merumuskan bahwa:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagaimilik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atausebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalamkekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan,dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda palingbanyak enam puluh rupiah”.
Dari rumusan Pasal 372 KUHP tersebut kita peroleh sejumlah unsur-
unsur yang dapat di bagi menjadi.
1) Dengan sengaja dan melawan hukum;
2) Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain;
3) Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
Unsur pokok dari penggelapan yang membedakan dari tindak pidana
lainnya mengenai kekayaan orang adalah unsur ke-3 yaitu barang harus ada di
bawah kekuasaan si pelaku dengan cara lain daripada dengan melakukan
kejahatan. Dasar pokok dari tindak pidana penggelapan ialah bahwa si pelaku
mengecewakan kepercayaan yang diberikan atau dapat dianggap diberikan
kepadanya oleh pemilik barang.49
49 M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-UndangHukum Pidana, Remadja CV Bandung, Bandung, 1986, hlm. 78.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yuridis normatif dengan
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case
Approach). Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) digunakan
karena yang akan diteliti adalah aturan hukum yaitu Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Pendekatan kasus (Case Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah
kasus yang telah diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Brebes.50
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisa. Sebagai
ilmu yang bersifat deskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai
keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma
hukum.51. Analitis karena kemudian akan dilakukan analisa terhadap berbagai
aspek yang diteliti dengan asas hukum, kaidah hukum dan berbagai pengertian
hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.
C. Sumber Data
Peneliti dalam penelitian ini, akan mengumpulkan data sekunder untuk
mendapatkan hasil yang objektif dari penelitian.
50 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu mediaPublishing, Malang, 2011, hlm. 295 – 321.
51 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Media Group, Jakarta, 2011, hlm.22.
38
Dari data sekunder tersebut dibagi menjadi:
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer berupa peraturan
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer
yang digunakan yaitu:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
b. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hokum, yurisprudensi, dan hasil-hasil
simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.52
D. Metode Pengumpulan Data
Penulis melakukan pengumpulan data sekunder dari studi pustaka dan
studi dokumen. Studi pustaka ini akan menggali berbagai kemungkinan jawaban
permasalahan dalam penelitian ini. Studi dokumen suatu cara pengumpulan bahan
dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen pemerintah maupun
nonpemerintah berupa Surat Keputusan, Mess Media, Internet, Instruksi, Aturan
suatu instansi, Publikasi, Arsip-arsip ilmiah, putusan Pengadilan dan sebagainya.53
52 Johnny Ibrahim, op.cit, hlm. 295-296.
53 Ibid, hlm. 296.
39
E. Metode Penyajian Data
Peneliti setelah memperoleh bahan hukum (primer, sekunder, tersier)
akan dilakukan klasifikasi dan inventarisasi terhadap data tersebut. Nantinya data
yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan logis. Antara data yang satu
dengan yang lain memiliki hubungan yang dapat menjawab permasalahan hukum
yang ada pada penelitian ini.
F. Metode Analisa Data
Data yang diperoleh dalam studi kepustakaan, aturan perundang-
undangan, dan artikel dimaksud penulis uraikan dan hubungkan sedemikian rupa,
sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa analisa terhadap bahan hukum
dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan
yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.54
54 Ibid, hlm. 393.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Duduk Perkara
Permasalahan diawali adanya masalah antara pemilik tanah yang disewa
PT. Basmal dengan PT. Basmal yang kemudian timbul gugatan perdata kepada
Pengadilan Negeri Brebes yang kemudian dimenangkan oleh sebagian para
pemilik tanah sampai tingkat Mahkamah Agung, untuk menyelesaikan masalah
tersebut dibentuk adanya forum pemilik tanah bekas obyek sengketa perdata
No.3/Pdt.G/2000/PN.Brebes yang fungsinya untuk mengkoordinir pelaksanaan
kegiatan-kegiatan. Pengurus dan anggota-anggotanya adalah petani atau para
pemilik tanah-tanah sengketa tersebut, selama masa transisi ternyata tanah yang
akan dieksekusi telah dikuasai atau digarap oleh pihak lain yang bukan masuk
dalam pihak penggugat yang dimenangakan, begitu juga tanah sawah yang
dikuasai saksi ST dan saksi KS masuk dalam objek perkara atau yang di eksekusi.
Peran dari terdakwa dalam hal ini sebagai kuasa menjual tanah-tanah
sawah setelah dieksekusi, termasuk kuasa menjual tanah dari ahli waris J (T-6a)
dan kuasa menjual tanah dari N (T-6b) serta kuasa menjual tanah dari H.M (T-6c),
untuk menyelesaikan antara pemilik tanah yang dieksekusi dengan pihak
penggarap maka terdakwa menyarankan agar penjualan tanah eksekusi tersebut
ditawarkan terlebih dahulu kepada para penggarap yang menggarap tanah
tereksekusi tersebut.
41
Terdakwa dengan perantaraan saksi EY dan saksi SW menjual tanah
kepada pembeli saksi ST dan saksi KS dengan membayar panjar harga tanah
kepada terdakwa dengan letaknya belum jelas keberadaannya. Kemudian tanpa
alasan yang jelas saksi ST dan saksi KS tidak melanjutkan transaksi jual beli
tersebut dan tidak juga meminta pengembalian uang panjar harga tanah tersebut
selaku calon pembeli dan kemudian saksi R tidak dapat menikmati tanah yang
dibelinya karena telah diserobot oleh orang lain yaitu saudara S.
2. Dakwaan Penuntut Umum
Penuntut umum dalam persidangan ini mengajukan terdakwa dengan
dakwaan alternatif, yaitu sebagai berikut:
Kesatu
Terdakwa MRQ dengan temannya EY dan SW (berkas terpisah), pada
hari Rabu tanggal 13 Januari 2010, pada hari lupa tanggal 15 Januari 2010 dan
pada hari Sabtu tanggal 16 Januari 2010 atau setidak-tidaknya waktu lain dalam
bulan Januari 2010 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2010,
bertempat di desa Kaliwlingi Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes atau setidak-
tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan
Negeri Brebes, dengan maksud hendak menguntungkan dirinya atau orang lain
dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau peri keadaan
yang palsu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kebohongan,
membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau supaya membuat utang
atau menghapuskan piutang, sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh
42
melakukan atau yang turut melakukan perbuatan itu, yang terdakwa dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
Hari Rabu tanggal 13 Januari 2010 sekira pukul 10.00 WIB, teman
terdakwa EY dengan SW datang kerumah ST di desa Kaliwlingi RT/RW 04/04
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menawarkan tanah sawah kepada ST tanah
sawah seluas setengan bau dengan harga murah sebesar Rp 30.000.000,- (tiga
puluh juta rupiah) dan menyuruh ST untuk membeli namun tidak menyebutkan
tanah milik siapa dan dimana tempatnya akan tetapi ST mengatakan tidak punya
uang kemudian EY mengatakan kepada ST ada berapa dulu untuk uang muka
pembelian tanah sawah dengan kata-kata tersebut ST menyerahkan uang sebesar
Rp 2.000.000,-(dua juta rupiah) kepada EY lalu selang beberapa hari ST minta
bukti penyerahan uang muka pembelian tanah kepada EY dan diberi tanda terima
berupa kwintasi tertanggal 13 Januari 2010 dan tertera atas nama yang menerima
uang adalah MRQ.
Hari Selasa tanggal 19 Januari 2010 sekira pukul 10.00 WIB, teman
terdakwa EY dengan SW datang lagi kerumah ST meminta tambahan uang muka
pembelian tanah sawah sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan selang
berepa hari diberi tanda terima berupa kwintasi tertanggal 13 Januari 2013 tertera
nama EY. Setelah ST menyerahakan uang muka pembelian tanah sawah kepada
EY sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) ternyata tanah sawah yang
ditawarkan tidak tahu keberadaannya tanah tersebut sehingga ST menemui EY
meminta agar uang kembali namun dijawab oleh EY agar ST pergi menemui
MRQ dirumahnya kalau sudah tidak percaya sama saya (EY).
43
Hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB, teman
terdakwa EY dengan SW datang kerumah KS di desa Kaliwlingi RT/RW 03/03
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menawarkan tanah sawah seluas setengan
bau dengan harga murah sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan
menyuruh KS untuk membeli namun tidak menyebutkan tanah milik siapa dan
dimana tempatnya akan tetapi KS tidak mau membeli karena tidak punya uang
kemudian EY mengatakan kepada KS kalau belum punya uang bayar uang muka
berapa dulu tidak apa-apa sehingga KS mau membeli tanah tersebut.
Hari sabtu tanggal 16 januari 2010 sekira pukul 11.00 WIB EY dengan
SW datang lagi kerumah KS meminta uang muka pembelian tanah lalu KS
menyerahkan uang sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) diterima oleh SW
dan uang tersebut dihitung setelah lengkap uang berjumlah Rp 5.000.000,- (lima
juta rupiah) di serahkan kepada EY kemudian selang satu hari SW datang
kerumah KS memberikan selembar kwitansi sebagai tanda terima tertanggal 16
Januari 2010 dan dalam kwintasi tertera yang menerima uang tersebut MRQ.
Hari Senin tanggal 18 Pebruari 2010 sekira pukul 10.00 WIB SW datang
lagi kerumah KS mengatakan disuruh oleh EY untuk meminta tambahan uang
muka pembelian tanah sawah lalu KS memberikan uang muka tambahan
pembelian tanah sawah sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada SW dan
selang dua hari SW datang kerumah KS memberikan selembar kwitansi tertanggal
18 Pebruari 2010 tertera yang menerima uang dalam kwitansi EY sebagai tanda
terima uang muka pembelian tanah. Setelah KS menyerahkan uang muka
pembelian tanah sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) tidak dijelaskan
44
tanah milik siapa dan dimana tempatnya karena akan menayakan EY tidak berani
sehinga KS pergi menemui MRQ sesuai nama yang tertera di kwitansi dan ketika
KS bertemu dengan MRQ menanyakan apakah uang saya sebesar Rp 5.000.000,-
(lima juta rupiah) sebagai uang muka pembelian tanah sudah diterima atau belum
dan dijawab oleh MRQ sudah diterima nanti yang bertanggung jawab saya
(terdakwa) setelah ada jawaban lalu KS pulang.
Tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 17.00 WIB dirumah Rumah R
desa kaliwlingi RT/RW 02/02 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes terdakwa
dengan temannya EY datang menawarkan tanah sawah seluas 1 (satu) bahu milik
H.M dengan harga Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan saat itu juga
terdakwa menunjukan tanah tersebut kemudian R memberikan uang muka
pembayaran tanah kepada terdakwa sebesar Rp 27.500.000,- (dua puluh tujuh juta
lima ratus ribu rupiah) dengan bukti pembayaran uang muka berupa kwitansi
masing-masing tertanggal 15, 27 Januari 2010 dan 13 Maret 2010 yang ditanda
tangani oleh terdakwa dan EY. Setelah R membayar uang muka pembelian tanah
milik H.M dan mau menggarap tanah sawah ternyata tanah sawah tersebut sudah
dujual oleh Pemiliknya kepada orang lain sehingga R merasa dibohongi lalu R
meminta uang kembali kepada terdakwa namun terdakwa hanya berjanji-janji saja
akan mengusahakan tanah sawah sebagai penggantinya tetapi sampai sekarang
tidak ada kepastiannya.
Perbuatan terdakwa dengan temannya EY dan SW meraka KS, ST dan R
merasa keberatan karena tidak ada kenyataan dan uangnya tidak kembali dan
melaporkan/mengadu perbuatan terdakwa dengan temannya EY dan SW ke Polres
45
Brebes untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Namun terdakwa pada tanggal
12 Nopember 2012 memberikan uang sebesar Rp 25.000.000,- (dua lima juta
rupiah) kepada R serta membawa surat pernyataan lalu R disuruh untuk membaca
serta menanda tangani surat pernyataan tersebut akan tetapi masih sisa uang milik
R pada terdakwa sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) belum
dikembalikan namun terdakwa bertanggung jawab.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378
KUHP jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP; Atau;
Kedua
Terdakwa MRQ dengan temannya EY dan SW (berkas terpisah), pada
hari Rabu tanggal 13 Januari 2010, pada hari lupa tanggal 15 Januari 2010 dan
pada hari Sabtu tanggal 16 Januari 2010 atau setidak-tidaknya waktu lain dalam
bulan Januari 2010 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2010,
bertempat di desa Kaliwlingi Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes atau setidak-
tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Brebes, dengan maksud hendak menguntungkan dirinya atau
orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama paliasu atau peri
keadaan yang paliasu, baik dengan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian
kebohongan, membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau supaya
membuat utang atau menghapuskan piutang, sebagai orang yang melakukan, yang
menyuruh melakukan atau yang turut melakukan perbuatan itu, yang terdakwa
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
46
Hari Rabu tanggal 13 Januari 2010 sekira pukul 10.00 WIB, teman
terdakwa EY dengan SW datang kerumah ST di desa Kaliwlingi RT/RW 04/04
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menawarkan tanah sawah kepada ST tanah
sawah seluas setengan bau dengan harga murah sebesar Rp 30.000, 000,- (tiga
puluh juta rupiah) dan menyuruh ST untuk membeli namun tidak menyebutkan
tanah milik siapa dan dimana tempatnya akan tetapi ST mengatakan tidak punya
uang kemudian EY mengatakan kepada ST ada berapa dulu untuk uang muka
pembelian tanah sawah dengan kata-kata tersebut ST menyerahkan uang sebesar
Rp 2.000.000,-(dua juta rupiah) kepada EY lalu selang beberapa hari ST minta
bukti penyerahan uang muka pembelian tanah kepada EY dan beri tanda terima
berupa kwintasi tertanggal 13 Januari 2010 dan tertera atas nama yang menerima
uang adalah MRQ.
Hari Selasa tanggal 19 Januari 2010 sekira pukul 10.00 WIB, teman
terdakwa EY dengan SW datang lagi kerumah ST meminta tambahan uang muka
pembelian tanah sawah sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan selang
berepa hari diberi tanda terima berupa kwintasi tertanggal 13 Januari 2013 tertera
nama EY. Setelah ST menyerahakan uang muka pembelian tanah sawah kepada
EY sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) ternyata tanah sawah yang
ditawarkan tidak tahu keberadaannya tanah tersebut sehingga ST menemui EY
meminta agar uang kembali namun dijawab oleh EY agar ST pergi menemui
MRQ dirumahnya kalau sudah tidak percaya sama saya (EY).
Hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB, teman
terdakwa EY dengan SW datang kerumah KS di desa Kaliwlingi RT/RW 03/03
47
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menawarkan tanah sawah seluas setengan
bau dengan harga murah sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan
menyuruh KS untuk membeli namun tidak menyebutkan tanah milik siapa dan
dimana tempatnya akan tetapi KS tidak mau membeli karena tidak punya uang
kemudian EY mengatakan kepada KS kalau belum punya uang bayar uang muka
berapa dulu tidak apa-apa sehingga KS mau membeli tanah tersebut.
Hari sabtu tanggal 16 januari 2010 sekira pukul 11.00 WIB EY dengan
SW datang lagi kerumah KS meminta uang muka pembelian tanah lalu KS
menyerahkan uang sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) diterima oleh SW
dan uang tersebut dihitung setelah lengkap uang berjumlah Rp 5.000.000,- (lima
juta rupiah) di serahkan kepada EY kemudian selang satu hari SW datang
kerumah KS memberikan selembar kwitansi sebagai tanda terima tertanggal 16
Januari 2010 dan dalam kwintasi tertera yang menerima uang tersebut MRQ.
Hari Senin tanggal 18 Pebruari 2010 sekira pukul 10.00 WIB SW datang
lagi kerumah KS mengatakan disuruh oleh EY untuk meminta tambahan uang
muka pembelian tanah sawah lalu KS memberikan uang muka tambahan
pembelian tanah sawah sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada SW dan
selang dua hari SW datang kerumah KS memberikan selembar kwitansi tertanggal
18 Pebruari 2010 tertera yang menerima uang dalam kwitansi EY sebagai tanda
terima uang muka pembelian tanah. Setelah KS menyerahkan uang muka
pembelian tanah sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) tidak dijelaskan
tanah milik siapa dan dimana tempatnya karena akan menayakan EY tidak berani
sehinga KS pergi menemui MRQ sesuai nama yang tertera di kwitansi dan ketika
48
KS bertemu dengan MRQ menanyakan apakah uang saya sebesar Rp 5.000.000,-
(lima juta rupiah) sebagai uang muka pembelian tanah sudah diterima atau belum
dan dijawab oleh MRQ sudah diterima nanti yang bertanggung jawab saya
(terdakwa) setelah ada jawaban lalu KS pulang.
Tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 17.00 WIB dirumah Rumah R
desa kaliwlingi RT/RW 02/02 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes terdakwa
dengan temannya EY datang menawarkan tanah sawah seluas 1 (satu) bahu milik
H.M dengan harga Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan saat itu juga
terdakwa menunjukan tanah tersebut kemudian R memberikan uang muka
pembayaran tanah kepada terdakwa sebesar Rp 27.500.000,- (dua puluh tujuh juta
lima ratus ribu rupiah) dengan bukti pembayaran uang muka berupa kwitansi
masing-masing tertanggal 15, 27 Januari 2010 dan 13 Maret 2010 yang ditanda
tangani oleh terdakwa dan EY. Setelah R membayar uang muka pembelian tanah
milik H.M dan mau menggarap tanah sawah ternyata tanah sawah tersebut sudah
dujual oleh Pemiliknya kepada orang lain sehingga R merasa dibohongi lalu R
meminta uang kembali kepada terdakwa namun terdakwa hanya berjanji-janji saja
akan mengusahakan tanah sawah sebagai penggantinya tetapi sampai sekarang
tidak ada kepastiannya.
Perbuatan terdakwa dengan temannya EY dan SW meraka KS, ST dan R
merasa keberatan karena tidak ada kenyataan dan uangnya tidak kembali dan
melaporkan/mengadu perbuatan terdakwa dengan temannya EY dan SW ke Polres
Brebes untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Namun terdakwa pada tanggal
12 Nopember 2012 memberikan uang sebesar Rp 25.000.000,- (dua lima juta
49
rupiah) kepada R serta membawa surat pernyataan lalu R disuruh untuk membaca
serta menanda tangani surat pernyataan tersebut akan tetapi masih sisa uang milik
R pada terdakwa sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) belum
dikembalikan namun terdakwa bertanggung jawab.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP
jo Pasal 55 (1) ke 1 KUHP.
3. Pembuktian di Persidangan
Proses pembuktian di persidangan telah di dengarkan keterangan berupa:
a. Keterangan Saksi-Saksi
1. Saksi ST
Saksi pada pokoknya menerangkan bahwa pada hari Rabu tanggal 13
Januari 2010 sekirat pukul 10.00 WIB saksi sendiri membeli tanah sawah kepada
saudara EY dan saudara SW. Saudara EY pada waktu itu sebagai Kepala
Desa Kaliwlingi dan harga tanah sawah tersebut Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah) tetapi Saudara EY dan saudara SW meminta uang untuk pembayaran uang
panjar/uang muka pembelian tanah sawah kepada saksi, lalu saksi memberikan
panjar/uang muka sebanyak dua kali dan jumlahnya yang pertama Rp 2.000.000,-
(dua juta rupiah) yang kedua Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) yang di saksikan
oleh anak saksi yang bernama RT dan cucu-cucu saksi yang masih kecil. Pada
waktu pembayaran panjar/uang muka yang pertama sebesar Rp 2.000.000,- (dua
juta rupiah) ada kwitansinya dilakukan di rumah saksi dan yang kedua sebesar
Rp1.000.000 (satu juta rupiah) tidak ada kwitansinya tetapi setelah satu minggu
50
ada kwitansinya dilakukan di rumah saksi juga dan saksi tidak mengetahui
uangnya diserahkan kepada MRQ atau tidak.
Saksi tidak mengetahui siapa pemilik dan ada di mana sawah tersebut.
Saudara EY dan saudara SW tidak mengatakan/tidak memberitahukan letak tanah
sawah tersebut berada di mana, mereka mengatakan akan menunjukan letak tanah
sawah tersebut apabila pembayarannya sudah lunas. Saksi belum bayar lunas
pembelian tanah sawah tersebut, setelah itu saudara EY dan saudara SW tidak
datang lagi ke rumah saksi.
Saksi pada waktu jual beli tanah sawah tersebut saksi pernah bertemu
dengan saudara MRQ (terdakwa) dan saksi tidak mengetahui tanah sawah tersebut
milik saudara MRQ atau bukan, karena saksi tidak bisa baca tulis sehinga saksi
tidak mengerti tetapi menurut anak saksi yang tanda tangan di kwitansi tersebut
MRQ (terdakwa).
Saudara EY dan saudara SW pernah mengajukan upaya perdamaian
dengan surat pernyataan, saksi mengetahui ada surat pernyataan tersebut
setelah Saksi membayar uang panjar/uang muka sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta
rupiah) dan saksi membeli tanah sawah Ibu N bersama-sama dengan orang-orang
banyak.
Saksi tidak mengerti apa maksudnya kumpul orang banyak di Kantor
Desa untuk cap jempol, dan Saksi mempunyai garapan tanah di Desa
Kaliwlingi dan luasnya ½ (setengah) bahu berupa tanah sawah dan Saksi
menggarap tanah sawah tersebut sejak 25 (dua puluh lima) tahun yang lalu, asal
tanah sawah tersebut warisan dari orang tua suami Saksi namanya D yang dahulu
51
didapatnya dari membeli. Saksi kenal dengan saudari N yang mempunyai tanah
sawah terletak dekat dengan tanah sawah yang Saksi garap dan Ibu N dengan
suami Saksi masih ada hubungan saudara.
Saksi tidak mengetahui tanah sawah yang sudah Saksi garap tersebut
yang ditawarkan oleh saudara EY, dan tanah yang Saksi garap tersebut hasil
membeli sendiri sebelumnya. Saksi tidak mengetahui tanah sawah yang sudah
lama garap tersebut adalah tanah yang tereksekusi.
2. Saksi KS
Saksi pada pokoknya menerangkan bahwa pada tanggal 16 Januari 2010
sekirat pukul 10.00 WIB atau jam 11.00 WIB saksi sendiri membeli tanah sawah
yang di jual oleh saudara EY dan saudara SW di Desa Kaliwlingi seharga Rp
30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) seluas ½ bahu. Pada waktu membeli saksi
tidak melakukan penawaran terhadap harga tanah tersebut karena menurut saksi
harganya sudah murah biasanya harga pasaran sampai dengan Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk ½ bau dan saksi langsung setuju.
Saksi tidak langsung membayar karena saksi tidak mempunyai uang dan
setelah satu hari saudara EY dan saudara SW datang lagi menyuruh saksi untuk
membayar uang muka pertama sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan
setelah dua hari saudara EY dan saudara SW datang lagi menyuruh saksi untuk
membayar uang muka kedua sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah ). Saksi
tidak langsung diberikan kwitansi tetapi pada waktu itu setelah satu hari sejak
saksi membayar uang muka pertama saudara SW mengantarkan satu lembar
kwitansi begitu pula sejak saksi membayar uang muka yang kedua setelah satu
52
hari saudara SW datang sambil membawa satu lembar kwitansi. Pada kwitansi
pertama yang tanda tangan adalah MRQ dan yang kedua EY, saksi tidak
mengetahui kwitansi tersebut ada atas nama saudara W. Saksi tidak pernah
mendatangi saudara EY dan saudara SW, lalu setelah dua bulan sejak
pembayaran uang muka itu saksi datang ke rumahnya MRQ di Desa
Jatibarang lalu saksi bertemu dan menanyakan tentang pembayaran uang muka
itu dan MRQ menyatakan tanggung jawab.
Saksi tidak pernah menggarap tanah sawah atas nama saudara W dan
saudara WJ dan saksi tidak mengetahui yang namanya saudara WJ. Saudara EY
dan saudara SW tidak pernah menjelaskan tanah sawah tersebut di Desa
Kaliwlingi yang letaknya sebelah mana dan saksi tidak mengetahui keberadaan
PT. Basmal. MRQ sering ke Desa Kaliwlingi tetapi saksi tidak mengetahui dia
sebagai apa dan Saksi tidak pernah datang ke Kantor Desa Kaliwlingi karena ada
masalah pemasangan patok-patok.
Saksi sebelumnya mempunyai tanah sawah luasnya ¼ (seperempat) bahu
dan tanah sawah tersebut tidak masuk dalam sengketa dengan PT. Basmal. Saksi
membeli tanah sawah tersebut dari Ibu K tetapi belum dapat surat-surat jual beli.
Kerena masih ada pada Ibu K, saksi tidak mengetahui tanah sawah yang dibeli
dari Ibu K tersebut ada masalah atau tidak dan Saksi sudah membuat surat tanah
sawah tersebut tetapi belum jadi. Pada waktu itu Saksi membeli tanah sawah
tersebut seharga Rp 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah). Saksi tidak mengetahui
tanah tersebut atas nama pemiliknya J.
53
Saksi merasa dibodohi karena saudara EY tidak menjelaskan kepada
Saksi bahwa tanah sawah yang dijual kepada Saksi adalah tanah sawah yang
sudah dikuasai oleh Saksi sendiri dan MRQ (terdakwa) juga tidak menunjukan
tanah sawah tersebut dimana. Pada waktu itu saksi percaya dengan saudara EY
yang menawarkan tanah sawah tersebut karena dia punya jabatan Kepala
Desa sehingga tidak mungkin membohongi Saksi.
3. Saksi WS
Hubungan saksi dengan saudara KS adalah besanan. Saksi pada
pokoknya menerangkan bahwa pada tanggal 16 Januari 2010 di rumahnya saudara
KS, saudara KS membeli tanah sawah di Desa Kaliwlingi yang ditawarkan oleh
saudara EY dan saudara SW.
Saksi pada waktu itu datang lebih dahulu dari pada saudara EY dan
saudara SW. Saksi mengetahui masalah tersebut setelah saudara EY dan
saudara SW alias SW pulang lalu saudara KS menceritakan apa yang
dibicarakanya dengan saudara EY dan saudara SW. Saudara KS menceritakan
kepada Saksi dia telah membeli tanah sawah dengan memberikan uang
panjar/uang muka yang totalnya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) tetapi
tanah sawahnya tidak mengetahui di mana letaknya. Saudara KS menceritakan
kepada saksi pertama bayar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan kedua Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah). Saksi tidak mengetahui penyerahan uang oleh
saudara KS tetapi saksi hanya mengetahuinya dari cerita saudara KS. Pada waktu
itu saudara KS tidak mengatakan dia telah membeli sawah miliknya siapa. Pada
waktu saudara SW datang lagi ke rumah saudara KS Saksi melihat/mengetahui
54
tetapi saudara SW sendiri tidak mengetahuinya. Mengenai hubungan saudara
KS dengan MRQ (terdakwa) saksi tidak mengetahuinya. Saksi pernah datang
sendirian dan itu karena dipanggil oleh MRQ (terdakwa) yang maksudnya
bercerita masalah tanah.
Saudara KS pernah menggarap tanah sawah seluas ¼ bahu. Pada tanggal
18 Januari 2010 saudara KS memperlihatkan dua lembar kwitansi dan ada nama
MRQ dan EY. Saksi memang pernah pergi ke MRQ bukan untuk masalah saudara
KS melainkan untuk masalah tanah sawah saksi sendiri.
4. Saksi KD
Saksi kenal saudara KS sebagai teman dan rumah saksi tidak begitu jauh
dari rumahnya saudara KS. Saksi mengetahui saudara KS telah membeli tanah
sawah dan memperlihatkan dua lembar kwitansi, satu kwitansi ada materainya
dan yang satu tidak ada materainya. Saksi mengetahuinya berdasarkan cerita dari
saudara KS, menurut cerita saudara KS dia membeli tanah sawah dari saudara EY
di Desa Kaliwlingi, dan setahu saksi saudara KS membelinya belum lunas. Saksi
tidak mengetahui penyerahan uangnya dan Saksi hanya mendengar cerita dari
saudara KS saja penyerahan yang pertama Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan
yang kedua Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
5. Saksi KS
Saksi kenal saudara KS sebagai teman dan jarak rumah saksi tidak begitu
jauh dari rumahnya saudara KS kurang lebih setangah kilo meter. Hubungan saksi
dengan saudari ST masih ada kaitan saudara. Setahu saksi yang merugikan saudari
ST adalah saudara EY dan saudara SW. Pada waktu itu hari Rabu tanggal 13
55
Januari 2010 pukul 10.00 WIB, saksi sedang main ke rumahnya Bapak D dan
pada waktu itu ada Bu ST, lalu ibu ST menunjukan 2 lembar kwitansi. Menurut
cerita dari Ibu ST dua lembar kwitansi tersebut adalah dari hasil jual beli tanah
sawah dan yang satu tertulis Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) yang di tandatangan
MRQ (terdakwa). Pada waktu itu saksi menanyakan tanah sawah yang di mana
Ibu ST, lalu ibu ST menjawab tidak mengetahui tanah sawah yang di mana tetapi
ada tanahnya. Enam hari kemudian sekira pukul 19.30 WIB Ibu ST datang ke
rumah saksi dan Ibu ST mengatakan telah meminta kwitansi lagi dan yang tanda
tangan MRQ senilai Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Saksi tidak mengetahui
apakah tanah sawah tersebut miliknya MRQ apa bukan. Setahu saksi letak tanah
sawah milik Ibu ST tersebut di Desa Kaliwlingi.
Saksi pernah menanyakan mengapa yang tanda tangan MRQ dan
dijawab oleh Ibu ST karena MRQ sebagai forumnya, saksi kenal MRQ karena
sering ke Desa Kaliwlingi main ke saudara EY dan saudara SW, tetapi saksi tidak
mengetahui MRQ di Desa Kaliwlingi sebagai apa.
6. Saksi KK
Saksi mengenal Ibu N dan hubungannya dengan Saksi adalah Ibu N
mertua saksi. Setahu saksi tanah sawah Ibu N ada di persil 43 dan luasnya 7000
M²/setengah bahu. Setahu saksi batas-batas tanah sawah Ibu N tersebut yaitu
sebelah barat milik Bapak SD, sebelah timur milik Ibu ST, sebelah selatan milik
saudara SP dan sebelah utara milik saudara SN. Selama ini tanah sawah milik Ibu
N tersebut tidak ada masalah dan yang menggarap tanah sawah Ibu N tersebut
dari tahun 1999 sampai sekarang hanya Saksi sendiri dengan sistem bagi hasil.
56
Setahu Saksi asalnya tanah sawah Ibu N tersebut adalah dari orang tuanya Ibu N
sendiri. Setahu Saksi sebelum tahun 1999 yang menggarap Ibu N sendiri dan
setahu Saksi Ibu N tidak pernah menjual tanah sawahnya. Ibu N tidak pernah
menerima uang dari orang lain. Saksi tidak mengetahui saudara EY dan saudara
SW pernah menjual tanah Ibu N tersebut dan saksi tidak mengetahui MRQ
(terdakwa) pernah menjual tanah Ibu N tersebut. Saksi kenal dengan saudara KS
dan saksi tidak pernah mendengar saudara KS juga membeli tanah sawah kepada
saudara EY dan saudara SW. Setahu Saksi saudari ST mempunyai tanah sawah
tersebut kepunyaan sendiri bukan hasil membeli dari Ibu N. Saksi kenal dengan
saudara R dan Saksi tidak mengetahui saudara R mempunyai tanah sawah atau
tidak.
Saksi tidak mengetahui tanah sawah milik Ibu ST tersebut hasil
membeli dari siapa dan setahu Saksi Ibu ST menggarap tanah tersebut sebelum
tahun 1999. Saksi tidak mengetahui Ibu ST membeli tanah sawah kepada saudara
EY dan saudara SW dan setahu Saksi anak Ibu N tidak hanya istri Saksi ada yang
lain sudah kebagian sawah semua dan kebetulan Saksi yang kebagian di dekat
tanah sawah yang digarap oleh Ibu ST. Saksi mengetahui ada PT. Basmal dan
Saksi mengetahui ada budidaya di area tanah sawah sekitar itu. Setahu Saksi tanah
sawah Ibu N tidak di sewa oleh PT. Basmal dan saksi tidak mengetahui tanah
sawah tersebut.
7. Saksi R
Saksi pada pokoknya menerangkan bahwa bulan Januari 2010 saksi
membeli tanah sawah yang di jual oleh saudara EY dan saudara SW atas perintah
57
MRQ (terdakwa) atas nama pemilik H.M di Desa Kaliwlingi seharga Rp
60.000.000,- (enam puluh juta rupiah)/Rp 70.000.000,-(tujuh puluh juta rupiah)
seluas 7000 M²/½ bahu. Pada waktu itu Saksi sudah menyerahkan uang
panjar/uang muka sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) kepada
saudara EY, lalu Saksi menerima kwitansi dan yang tanda tangan saudara EY.
Pada tanggal 27 Januari 2010 Saksi membayar sebesar Rp 20.000.000,- (dua
puluh juta rupiah) kepada MRQ di rumahnya dan MRQ membuatkan kwitansinya.
Pada tanggal 13 Maret 2010 Saksi membayar lagi sebesar Rp 5.000.000,- (lima
juta rupiah) kepada MRQ dan MRQ membuatkan lagi kwitansinya. Sampai
dengan membayar panjar/uang muka tanah tersebut yang ke tiga kalinya Saksi
belum mendapatkan tanah sawah tersebut. Saksi mengetahui tanah sawah
tersebut ternyata sudah ada yang menggarap yaitu saudara S. Setelah beberapa
taun Saksi tidak bisa menggarap, Saksi meminta kepada MRQ untuk
mengembalikan tetapi akte tanah sawah tersebut sudah jadi.
Saksi MRQ menggantikan tanah sawah yang lain kepada Saksi berupa
tanah tambak seluas dua petak/ satu hektare pada tahun 2011, maksud MRQ
menggantikan tanah tambak tersebut yaitu untuk menggantikan uang Saksi yang
belum lunas dikembalikan oleh MRQ yang tinggal Rp 2.500.000,- (dua juta lima
ratus ribu rupiah). Saksi menggunakan tanah tambak tersebut untuk ditanami
bandeng dan per tahunnya Saksi mendapat Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
8. Saksi EY
Saksi pernah mengetahui jual beli tanah antara pemilik tanah sawah
dengan saudara KS yang luasnya setengah bahu atau 3.500 M² pada tahun 2010.
58
Pemilik tanah sawah tersebut di buku C Desa atas nama J yang sudah
meninggal dan ada ahli warisnya. Tanah sawah tersebut yang menawarkan adalah
forum/para pemilik tanah bersama saudara SW.
Saksi datang ke rumah saudara KS untuk menyaksikan pembayaran
panjar membeli tanah antara saudara SW sebagai forum dan saudara KS
sedangkan Saksi pada waktu itu sebagai saksi. Pada tahun 2010 saudara KS
menyerahkan uang kepada saudara SW dan yang membuatkan kwitansi
pembayaran uang panjar tersebut Saksi sendiri dan Saksi juga tanda tangani
sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan alasan karena pada waktu itu
Saksi akan pergi ke Jatibarang supaya sekalian uang tersebut Saksi sampaikan ke
MRQ (terdakwa). Saksi menerima uang panjar tersebut dari saudara SW (Saksi 2)
lalu Saksi serahkan kepada MRQ sebagai kuasa menjual dari para pemilik tanah.
Pada waktu di rumah saudara KS Saksi tidak menunjukan surat kuasa menjual
tersebut. Harga tanah sawah yang dibeli oleh saudara KS yaitu sebesar Rp
30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Saudara KS membayar uang panjar
tersebut dengan dua tahap, pertama melalui saudara SW lalu diserahkan kepada
Saksi dan dari Saksi diserahkan kepada MRQ sebesar Rp 5.000.000,- (lima
juta rupiah). Kemudian pembayaran yang kedua Saksi yang menerima lalu Saksi
serahkan ke MRQ sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) sehingga jumlahnya
Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Tanah yang saudara KS garap tersebut
tanah sawah milik J dan tanah sawah tersebut masuk dalam sengketa PT Basmal
melawan para petani/para pemilik tanah.
59
Saksi ikut berperan di dalam kelanjutan pelaksanaan eksekusi karena
Saksi sebagai Kepala Desa Kaliwlingi dan saudara SW sebagai anggota Forum/
pemilik tanah. Saudara SW lebih dahulu menerima uang panjar dari saudara KS
dari pada Saksi. Harga yang Saksi dan saudara SW tawarkan Rp 30.000.000,-
(tiga puluh juta rupiah) dari harga kesepakatan antara pembeli dengan Forum
dan tanah sawah tersebut luasnya setengah bahu sesuai dengan buku C
Desa/Letter C. Saksi pernah menunjukan tanah sawah yang sebelumnya saudara
KS garap. Saksi ikut berperan aktif dalam penjualan tanah-tanah tersebut
karena warga meminta untuk diukur ulang sehingga Saksi ikut andil dalam hal itu
dan Saksi mengetahui ada eksekusi hanya mendengar saja karena pada waktu itu
Saksi belum menjabat sebagai Kepala Desa Kaliwlingi. Saudara KS sudah
menguasai tanah sawah tersebut sudah delapan tahun dan Saksi mengetahui buku
C /letter C tanah sawah yang digarap saudara KS tersebut.
Peran aktif saksi dalam hal tersebut tidak atas perintah dari MRQ
(terdakwa) tetapi karena Saksi sebagai Kepala Desa yang mempunyai
kewenangan/melayani masyarakat untuk menyelesaikan masalah tanah-tanah
tersebut. Ada 93 (sembilan puluh tiga) orang yang tanah-tanahnya masuk
dalam eksekusi untuk seluas 63 hektar. Pada waktu itu Saksi kumpul bersama
dengan para pemilik tanah dan orang-orang yang berminat akan membeli
dan Saksi prioritaskan yang belum pernah membeli tanah sawah. Saudari ST
mempunyai tanah sawah di area tersebut dalam buku C Desa/Letter C atas nama
Ibu N. Ibu N memberikan kuasa kepada MRQ (terdakwa), lalu Saksi tawarkan
tanah sawah kepada saudari ST karena setahu Saksi dia sudah lama sekali
60
menguasai tanah sawah tersebut. Pada waktu menerima uang dari saudari ST
sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) Saksi tidak langsung memberikan
kwitansi tetapi seletah beberapa hari Saksi pergi ke MRQ untuk dibuatkan
kwitansi. Saksi datang lagi kurang lebih setengah bulan ke rumah ST untuk
menyerahkan kwitansi sambil mengatakan kapan akan dilunasi pembayarannya.
Saksi tawarkan harga tanah sawah tersebut kepada saudari ST Rp
30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) atas dasar harga kesepakatan dari Forum
sehingga Saksi menawarkannya juga segitu. Saudari ST menguasai tanah sawah
tersebut sudah kurang lebih 8 (delapan) tahun. Saksi datang lagi ke saudari ST
bersama saudara SW setelah kurang lebih dua minggu untuk menagih janjinya
yang akan melunasi pembayarannya, setelah sehingga belum bisa melunasi tetapi
dia memberikan tambahan untuk uang panjar sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah). Saksi tidak datang lagi ke saudari ST karena pada waktu itu ada
demontrasi dari warga terkait tanah-tanah tersebut.
Saudara R membeli tanah sawah melalui pemilik tanah sawahnya
langsung yang pada waktu itu tempatnya di lokasi/sawah tersebut Bahwa
Kaitannya dengan Saksi mengenai jual beli antara saudara R dengan pemilik
sawahnya pada waktu itu Saksi yang menandatangani kwitansi jual beli tersebut.
Pada waktu itu yang datang untuk tawarkan tanah sawah kepada saudara R
adalah Forum (saudara SW dan saudara F). Saudara R membayar untuk membeli
tanah sawah tersebut sebesar Rp 2.500.00 di rumah Saksi lalu Saksi berikan
kepada Forum dan Forum menyerahkan kepada MRQ (terdakwa). Saudara R
tidak bisa menguasai tanah sawah yang telah dia beli karena diserobot oleh orang
61
lain sampai sekarang sehingga saudara R tidak melunasi pembayarannya. Tanah
sawah tersebut milik H.M karena di buku C Desa/ Letter C dan juga putusan
pengadilan atas namanya itu. Total uang yang sudah saudara R bayarkan untuk
membeli tanah sawah tersebut sebesar Rp 27.000.000,- (dua puluh tujuh juta
rupiah). Saksi MRQ tidak mengembalikan uang saudara R seluruhnya dan
menggantinya dengan tanah yang lain seluas dua hektar. Saksi MRQ
mengembalikan uang kepada saudara R sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima
juta rupiah). Setahu Saksi, yang telah menyerobot tanah sawah yang
semestinya dikuasai oleh saudara R adalah saudara S dan dia bukan termasuk
pihak yang berperkara dalam eksekusi tersebut.
PT. Basmal menyewa tanah-tanah tersebut sejak tahun 1986 sampai
dengan 1991. Jumlah semua yang masuk dalam gugatan dan daftar sewa kurang
lebih ada 105 orang. PT. Basmal menjual seluas tujuh hektare dan ada kurang
lebih 21 orang yang membeli dan mendapatkannya masing-masing setengah
bahu/3.500 M². yang menguasai sebelumnya tanah-tanah sawah yang
sekarang dikuasai oleh saudara KS dan saudari ST sebelum di sewa oleh PT.
Basmal adalah dikuasai oleh J untuk yang saudara KS dan dikuasi oleh Ibu N
untuk yang saudari ST.
Tanah sawah yang dijual kepada saudara KS, saudari ST dan saudara R
masuk dalam eksekusi, setelah dieksekusi tanah-tanah tersebut dikosongkan
dan yang menguasai tanah-tanah tersebut adalah saudara KS, saudara ST dan
saudara S. Pada waktu itu setelah uang dari saudari ST Saksi serahkan ke
MRQ karena terjadi masalah ini lalu MRQ meminta Saksi untuk
62
mengembalikannya tetapi pada waktu itu saudari ST tidak mau/menolak lalu
Saksi memberitahukan ke MRQ bahwa saudari ST tidak mau lalu MRQ
meminta uang tersebut digunakan untuk operasional. Sepegetahuan Saksi yang
di maksud Forum yaitu bahwa Saksi sering mengetahui adanya pertemuan-
pertemuan antara para pemilik tanah-tanah sengketa pada waktu itu dan untuk
menyelesaikan masalah tersebut dibentuk adanya forum yang untuk
mengkoordinir pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Dan setahu Saksi pengurus dan
anggota-anggotanya adalah petani/para pemilik tanah-tanah sengketa tersebut.
Surat pernyataan bersama adalah bahwa tanah-tanah yang masuk eksekusi yang
sebelum eksekusi dikuasai oleh orang-orang akan dikembalikan kepada
pemiliknya masing-masing lalu akan dijual dengan surat kuasa menjual dan
juga tanah-tanah yang tidak masuk eksekusi tetapi ada di daftar sewa juga
akan dijual dengan surat kuasa menjual. Saksi MRQ akan menyerahkan uang
dari penjualan tanah sawah dari saudara KS, saudari ST kepada pemilik tanahnya
masing-masing apabila pembayarannya sudah lunas.
9. Saksi SW
Tanah yang dibeli saudara KS luasnya setengah bahu/3.500 M². Jual beli
tanah tersebut tahun 2010 di rumahnya saudara KS. Pada waktu itu Saksi datang
ke rumah saudara KS yang Saksi katakan yaitu sebelumnya saudara KS sudah
bertemu dengan saudara WJ pemilik sawah tetapi oleh saudara KS
digarapnya/dikuasai maka dari itu Saksi katakan apabila ingin menggarap terus
ya sudah bayar/beli saja tanah tersebut. Pada waktu itu Saksi diminta oleh Forum
untuk menawarkan tanah sawah tersebut. Pada waktu itu Saksi tawarkan harga
63
tanah sawah tersebut Rp 30.000.000,- untuk setengah bahu karena per bahunya
Rp 70.000.000,- dan itu sudah merupakan harga pasarannya. Saksi datang lagi
yang kedua saudara KS bayar uang panjar sebesar Rp 5.000.000,- pada bulan
Januari 2010, lalu Saksi dan saudara EY datang yang ketiga saudara KS
membayar lagi Rp 5.000.000.
Saksi pernah bertemu dengan saudara WJ tetapi Saksi tidak menyerahkan
uang kepadanya karena saudara WJ sudah mengetahui penjualan tanah sawah
tersebut sudah dikuasakan kepada MRQ (terdakwa). Saksi pernah datang ke
saudari ST sebanyak dua kali maksud kedatangan Saksi ke saudari ST karena
setahu Saksi dia sudah garap/kuasai tanahnya Ibu N karena hal itu Saksi
memberitahukan supaya bisa tetap menggarap/menguasai tanah sawah tersebut
maka beli saja dan Saksi memberitahukan harganya Rp 70.000.000,- per bahunya.
Saksi pernah datang ke rumah Ibu N untuk meminta KTP disuruh MRQ dan
saudara WJ. Saksi pada waktu itu datang kembali yang kedua kurang lebih
setelah dua minggu maksudnya untuk menagih janjinya yang sebelumnya akan
bayar uang panjar. Saksi pernah datang ke saudara R sebanyak empat kali guna
memanggil R atas perintah saudara EY dan saudara F karena sudah menawar
secara langsung ke H.M. Saudara R membayar uang panjar kepada saudara EY
sebesar Rp 2.500.000,- yang kemudian diserahkan kepada MRQ. Pada waktu
itu Saksi datang yang kedua sendiri maksudnya menanyakan sudah ada uang lagi
apa belum, dan saudara R mengatakan tidak ada uang, tapi beberapa waktu
kemudian R menyerahkan uang lagi langsung kepada MRQ sebesar Rp
20.000.000. Peran dari MRQ dalam hal ini sebagai kuasa menjual tanah-tanah
64
sawah setelah eksekusi. Saksi tidak termasuk dari 93 orang yang ada dalam
gugatan dan yang ada di daftar sewa.
Saksi yang mempunyai tanah sawah di area tersebut kebanyakan orang
dari Desa Tengki dan saudara WJ orang dari Desa Tengki. Saksi membeli juga
tanah sawah yang telah di eksekusi dari saudara KI di saksikan oleh MRQ
(terdakwa) yang tanah sawahnya masuk dalam 93 orang yang tanahnya di
eksekusi. Saksi membeli tanah sawah tersebut seharga Rp 30.000.000,-
seluas setengah bahu sebayak tiga kali sekitar tahun 2008. Saudara KS membeli
sawah sudah membayar Rp 5.000.000,- yang Saksi terima, setelah itu saudara
KS sudah membayar lagi kepada saudara EY sebesar Rp 5.000.000,- tanah
sawah tersebut sampai sekarang digarap oleh saudara KS, dan nama Ibu N,
saudara WJ dan H.M diketahui dari daftar eksekusi.
10. Saksi A De Charge WJ
Saksi menerangkan yang pada pokoknya menurut penjelasan dari saudara
KS kepada Saksi dia mendapatkan garapan tanah sawah tersebut dari Ibu K
seperempat bahu. Setelah Saksi bertemu dengan saudara KS dilapangan lalu Saksi
datang menemui Forum dan MRQ (terdakwa). Setelah bertemu dengan Forum
dan MRQ Saksi menceritakan apa yang seperti Saksi mengalami di sawah. Pada
waktu itu Saksi datang ke rumahnya saudara SW bertemu juga dengan MRQ
dan saudara KS.
Saksi pernah menerima uang dari saudara EY sebesar Rp
10.000.000,- katanya uang panjar pembelian tanah dari saudara KS. Saksi atas
nama keluarga Kakak Saksi W butuh dana dan mengajukan bon uang ke MRQ.
65
Pada waktu itu Saksi datang ke Kantor Desa Kaliwlingi untuk
menanyakan pelunasan dari saudara KS tetapi waktu itu tidak bertemu,
kemudian Saksi datang lagi dan bertemu dengan saudara KS dan saudara
EY lalu Saksi menanyakan pelunasan pembayaran kepada saudara KS. Saksi
menggarap tanah sawah tersebut sebelum disewa oleh PT. Basmal atau sejak
Saksi bisa bekerja. Tanah-tanah sawah tersebut disewa PT. Basmal selama
kurang lebih delapan tahun. Pada waktu itu yang disewa tanah sawah milik Saksi
dan orang tua Saksi besarnya sewa yang dibayarkan Rp 250.000. Saksi tidak
mengetahui Ibu KI dan saudara KS mempunyai garapan tanah sawah di area
tersebut.
Saksi mengetahui batas-batas tanah tersebut yaitu sebelah utara tanah
milik KN, sebelah selatan tanah milik SN, sebelah barat tanah milik TN dan
sebelah timur tanah milik KB. Tanah sawah atas nama orang tua Saksi J luasnya
5.200 M² secara tepat letaknya di blok apa Saksi tidak hafal tetapi di persil 22.
Saksi memberikan kuasa menjual kepada MRQ dengan perjanjian 50% : 50%.
Pada waktu itu para petani memberikan kuasa dari mulai proses dengan PT.
Basmal dan ternyata menang hasilnya sepakat dengan Forum, Saksi tidak
mengetahui perkaranya sampai ada putusan banding dan Peninjauan Kembali
yang penting Saksi tahunya tanah sawah Saksi kembali.
11. Saksi A De Charge S
Saksi pada pokoknya menerangkan luas tanah Ibu N 9.500 M² yang
dikuasai Ibu ST milik Ibu N, tanah Ibu N tersebut masuk eksekusi. Saksi melihat
66
tanahnya Ibu N 2 tahun yang lalu, dan setahu saksi Ibu N memiliki tanah tersebut
sudah lama. Ibu ST adalah orang dari Desa Kaliwlingi.
12. Saksi A De Charge SS
Saksi pada pokoknya menerangkan menurut sepengetahuan saksi forum
yang dimaksud yaitu Forum hak atas tanah yang didirikan oleh LSM Amar
Daya tahun 2000 untuk menyelesaikan/mengurus sengketa PT. Basmal melawan
masyarakat. Forum jumlahnya 17 orang yang angotanya termasuk para pemilik
tanah dan para pemilik tanah tersebut jumlahnya 105 orang dari Desa Kaliwlingi
semua. Sebelumnya ada yang menangani yaitu forum yang lama pada tahun 1999
tetapi belum ada kekuatan untuk dapat menyelesaikan maka dibentuk
kepengurusan Forum lagi yang termasuk Saksi ada di dalamnya. Pada tahun 2002
di menangkan oleh masyarakat. Pada tahun 2004 ada sita eksekusi lalu tidak
ada tindak lanjut dari Kuasanya atas nama KN. Kemudian dilanjutkan
oleh MRQ sebagai Kuasa untuk melanjutkan proses penyelesaiannya yang pada
waktu itu di Aaula Kecamatan Brebes pada tanggal 15 Desember 2010. Forum
jumlahnya ada 17 orang mewakili 142 orang dan para ahli waris, tanah seluruhnya
kurang lebih luasnya 93 hektare.
PT. Basmal menyewa tanah-tanah tersebut sejak tahun 1986 sampai
dengan tahun 1991 yang kemudian mengalami kebangkrutan. Pada tahun 1995
tanah-tanah tersebut dibayarkan sewanya kepada para pemilik tanah dan
tanah-tanah tersebut tidak kembali kepada para pemiliknya. Gugatan perkara
tersebut masuk trahun 2000, dan di eksekusi dari pengadilan tahun 2007. Setelah
eksekusi dilaksanakan PT. Basmal mengembalikan tanah-tanah tersebut tetapi
67
sebagian lagi ada yang tidak kembali, ada kurang lebih 57 hektare sisa eksekusi
tersebut sebagian tanah-tanah eksekusi tersebut dijual kepada warga Desa
Kaliwlingi. Ada 60% luas lahan tersebut yang dikuasai oleh pihak ke-3 dan yang
60% tersebut termasuk saudari ST, saudara KS dan saudara S.
b. Keterangan Terdakwa
PT. Basmal menyewa tanah dari 105 (seratus lima) orang yang luasnya
63 (enam puluh tiga) hektare letak tanah tersebut di Desa Kaliwlingi yang
sebagian berupa tanah tambak dan sebagian lagi tanah sawah. Pada tanggal 13
September 2006 terdakwa diberi kuasa secara tertulis dan menandatangani surat
kuasa tersebut dan surat kuasa tersebut ditanda tangani dihadapan orang banyak di
Desa tengki terdakwa yang melatar belakangi surat kuasa tersebut secara
bersama-sama yaitu karena adanya masalah antara pemilik dengan PT. Basmal.
Pada waktu itu belum dilaksanakan eksekusi tetapi hanya sita jaminan saja dan
setelah putus dimenangkan sebagian saja dan banding dimenangkan sebagian
juga. Pada waktu itu terdakwa menjadi kuasa yang sebagian dinyatakan
menang tersebut
Terdakwa kenal dengan saudara KS dia menguasai tanah sawah yang
luasnya 5.200 M² sebelum dilaksanakan eksekusi dan saudara KS bukan pihak
yang berperkara. Terdakwa diberi kuasa tersebut untuk menjual, menerima
dan menawarkan tanah-tanah tersebut berdasarkan hasil rapat dengan forum (para
pemilik tanah) harganya Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) sampai Rp
70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah). Terdakwa mengerti saudara EY dan
saudara SW. Setahu terdakwa saudara EY telah menerima uang panjar/uang
68
muka pembelian tanah dari saudara KS sejumlah Rp 5.000.000,- ( lima juta
rupiah) dan saudara SW telah menerima uang panjar/uang muka pembelian tanah
dari saudara KS sejumlah Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah). Saudara KS tidak
melunasi pembayaran untuk pembelian tanah tersebut karena dipengaruhi oleh
orang-orang. Uang muka dari saudara KS tidak pernah dikembalikan karena
saudara KS sendiri tidak pernah meminta dan juga yang ahli waris dari pemilik
tanah atas nama WJ meminta bon kepada terdakwa untuk keperluan.
Terdakwa sebelum tanah dijual kepada saudari ST dan saudara KS
dipanggil untuk musyawarah. Tanah sawah yang ditempati oleh saudara KS
milik J sebagai dasarnya adalah letter C/buku C Desa dan J tersebut ikut
sebagai penggugat. Secara formal terdakwa tidak memerintah saudara EY dan
saudara SW tetapi terdakwa hanya minta tolong kepada EY yang pada
waktu itu sebagai Kades Kaliwlingi dan saudara SW sebagai anggota Forum
menawarkan tanah sawah milik Ibu N. Saudara EY dan saudara SW
menawarkan tanah sawah tersebut seharga Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah. Uang yang sudah diterima saudara EY dan saudara SW dari saudari ST
sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) melalui dua tahap dan semua ada
kwitansinya.
Ibu N memberikan kuasa kepada terdakwa untuk menjual tanah sawah
miliknya, tanah sawah milok Ibu N tersebut tidak masuk dalam berita acara
eksekusi. Terdakwa pernah bertemu dengan ST di Kantor Desa Kaliwlingi.
Terdakwa pernah mengembalikan uang muka/panjar tersebut tetapi saudari ST
69
tidak mau akhirnya terdakwa putuskan bersama dengan Forum uang tersebut
untuk dana operasional Forum.
Terdakwa pernah menjual tanah sawah kepada saudara R tetapi dengan
prioritas. Tanah sawah yang terdakwa tawarkan untuk dijual tersebut milik
H.M, saudara R pertama sudah membayar uang muka/panjar sebesar Rp
2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) melalui saudara EY. Terdakwa
sendiri secara langsung dengan dua tahap yaitu sebesar Rp 20.000.000,-
(dua puluh juta rupiah) dan sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Saudara R tidak langsung menguasai/menggarap tanah sawah tersebut karena
sudah ada yang menggarap atas nama saudara S. Saudara R meminta agar uang
mukanya diganti dan telah terdakwa ganti dengan membayar sejumlah
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Uang sisa yang Rp 2.500.000,- (dua
juta lima ratus ribu rupiah) ada di bendahara forum dan uang muka/panjar dari
saudari ST ada pada forum. Uang muka/panjar dari saudara KS ada pada
pemiliknya dan sisanya sudah di bon oleh saudara WJ untuk keperluan
keluarganya. Dalam perjanjian dengan para pemilik tanah yang diketahui oleh
forum juga terdakwa akan mendapatkan bagian 40:60 bukan fee (bonus). Selain
tiga bidang tanah-tanah sawah tersebut ada 17 bidang lagi yang terdakwa jual
dengan surat kuasa menjual tetapi tidak bermasalah.
Barang bukti yang diajukan di persidangan berupa :
a. 2 lembar kwitansi kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik
saksi ST;
70
b. 2 lembar kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Februari 2010
pemilik saksi KS dan 3 lembar kwitansi tertanggal 15,27 Januari 2010
dan tanggal 13 Maret 2010 pemilik saksi R terlampir dalam berkas
perkara;
4. Tuntutan Penuntut Umum
Penuntut umum menuntut terdakwa pada intinya mohon kepada majelis
hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan yaitu:
1. Menyatakan terdakwa MRQ bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan
secara bersama-sama” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
pasal 378 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan kesatu;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama
1 tahun 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam
tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan;
3. Menyatakan barang bukti berupa :
a. 2 lembar kwitansi kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik
saksi ST;
b. 2 lembar kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Februari 2010
pemilik saksi KS 3 lembar kwitansi tertanggal 15,27 Januari 2010 dan
tanggal 13 Maret 2010 pemilik saksi R terlampir dalam berkas perkara;
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara masing-masing
sebesar Rp. 2000.- (seribu rupiah);
71
5. Putusan Hukum Hakim
a) Pertimbangan Hukum Hakim
Terhadap dakwaan alternatif penuntut umum, majelis hakim berpendapat
bahwa dakwaan alternatif tersebut harus dapat dibuktikan baik dakwaan kesatu
maupun dakwaan kedua. Dakwaan kesatu yaitu melanggar Pasal 378 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau dakwaan kedua Pasal 372 KUHP jo Pasal
55 (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan kesatu yaitu melanggar Pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut:
1. Barang Siapa;
2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat atau rangkaian kebohongan;
3. Membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang,
atau menghapuskan piutang;
4. Bersama-sama melakukan, menyuruh lakukan atau turut serta melakukan
Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subject
hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini
adalah terdakwa manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa fakta-
fakta yang terdapat dalam persidangan, yang dimaksud dengan barang siapa
dalam hal ini adalah terdakwa MRQ, demikian unsur ini telah terpenuhi.
72
Unsur “Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan”.
Unsur ini merupakan unsur subjektif yang melekat pada sikap batin
terdakwa dalam melakukan perbuatannya. Unsur dengan maksud tidak berbeda
artinya dengan tujuan (doel) atau kesalahan sebagai maksud (Opzet als oogmerk)
atau kesengajaan dalam arti sempit. Menurut penjelasan (Memorie van
Toelichting) yang dimaksud dengan kesengajaan adalah “menghendaki dan
menginsyafi” terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wettens
veroorzaken van een gevold), artinya seseorang yang melakukan suatu tindakan
dengan sengaja harus menghendaki dan menginsyafi tindakan tersebut dan/atau
akibatnya. Dalam doktrin dan praktek peradilan, dikenal 3 (tiga) bentuk
kesengajaan, yaitu :
1. Kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk).
2. Kesengajaan dengan kesadaran kepastian atau keharusan (opzet bij
zekerheids of noodzakelijkheids bewustzijn).
3. Kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan (dolus eventualis).
Apabila dihubungkan dengan unsur dengan maksud maka hal tersebut
relevan dengan kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk) artinya bahwa
terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah betul-betul sebagai
perwujudan dari kesadaran dan pengetahuan dari pelaku.
Unsur “secara melawan hukum” dalam unsur ini mencakup
perbuatan-perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti
73
materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela yang
menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana karena tidak
sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam
masyarakat.
Pengertian melawan hukum menurut doktrin / ilmu hukum pidana.
Pengertian umum istilah melawan hukum sebagai terjemahan wederrechtelijk
dalam kepustakaan hukum dikenal tiga pengertian yang berdiri sendiri yaitu :
1. Bertentangan dengan hukum (in strijd met het objectieve recht)
2. Bertentangan dengan hak orang lain (in strijd met het subjectieve recht van
een ander) ; atau
3. Tanpa hak sendiri (zonder eigen recht) (noyon – langenmeijer = het
wetboek van straafrecht 1954, halaman 12).
Kesimpulan majelis hakim bahwa permasalahan diawali adanya masalah
antara pemilik tanah yang disewa PT. Basmal dengan PT. Basmal yang kemudian
timbul gugatan perdata kepada Pengadilan Negeri Brebes yang kemudian
dimenangkan oleh sebagian para pemilik tanah sampai tingkat Mahkamah Agung,
untuk menyelesaikan masalah tersebut dibentuk adanya forum pemilik tanah
bekas obyek sengketa perdata No.3/Pdt.G/2000/PN.Brebes yang fungsinya untuk
mengkoordinir pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Pengurus dan anggota-anggotanya
adalah petani atau para pemilik tanah-tanah sengketa tersebut, selama masa
transisi ternyata tanah yang akan dieksekusi telah dikuasai atau digarap oleh pihak
lain yang bukan masuk dalam pihak penggugat yang dimenangakan, begitu juga
74
tanah sawah yang dikuasai saksi ST dan saksi KS masuk dalam objek perkar aatau
yang di eksekusi.
Peran dari terdakwa dalam hal ini sebagai kuasa menjual tanah-tanah
sawah setelah eksekusi, termasuk kuasa menjual tanah dari ahli waris J (T-6a) dan
kuasa menjual tanah dari N (T-6b) serta kuasa menjual tanah dari H.M (T-6c),
untuk menyelesaikan antara pemilik tanah yang dieksekusi dengan pihak
penggarap maka terdakwa menyarankan agar penjualan tanah eksekusi tersebut
ditawarkan terlebih dahulu kepada para penggarap yang menggarap tanah
tereksekusi tersebut.
Hari Jumat tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saat saksi
KS berada dirumah telah kedatangan saksi EY bersama saksi SW dengan tujuan
menawarkan tanah sawah dengan harga murah seluas ½ (setengah) bahu dengan
harga sebesar Rp 30.000.000.- (tiga puluh juta rupiah), saksi KS tertarik untuk
membeli tanah tersebut kemudiaan menyerahkan uang muka sebesar Rp
5.000.000.- (lima juta rupiah) dan uang diterima oleh saksi SW dan setelah
dihitung lalu uang tersebut diserahkan kepada saksi EY, kemudian pada hari senin
tanggal 18 Pebruari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saksi SW datang kembali
kerumah saksi untuk minta tambahan uang muka pembelian tanah sawah sebesar
Rp 5.000.000.- (lima juta rupiah) dan diterima oleh saksi SW, kemudian uang
tersebut oleh saksi EY dan saksi SW diserahkan kepada terdakwa dengan
dibuatkan kwitansi masing-masing tertanggal 16 Januari 2010 dan tertanggal 18
Pebruari 2010. Semua uang muka dari saksi KS telah diserahkan kepada saksi WJ
(ahli waris dari alm J).
75
Tanggal 13 Januari 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saksi EY dan saksi
SW datang kerumah saksi ST dengan tujuan menawarkan tanah sawah dengan
luas ½ (setengah) bahu dengan harga sebesar Rp 30.000.000.-(tiga puluh juta
rupiah) saksi ST bersedia membeli untuk menyerahkan uang muka pembelian
tanah sawah sebesar Rp 2.000.000.- kepada saksi EY dan selang 6 (enam) hari
kemudian saksi menyerahkan uang lagi sebesar Rp 1.000.000.-(satu juta rupiah)
dan saat itu diterima oleh saksi EY , kemudian uang tersebut oleh kedua saksi
tersebut diserahkan kepada terdakwa dengan dibuatkan kwitansi masing-masing
tertanggal 13 Januari 2010 dan tertanggal 19 Pebruari 2010.
Tanggal 15 Januari 2010 sekitar pukul 17.00 WIB dirumah R desa
kaliwlingi RT/RW 02/02 Kec.Brebes Kab.Brebes terdakwa dengan temannya EY
datang menawarkan tanah sawah seluas 1 (satu) bahu milik H.M dengan harga Rp
60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) dan saat itu juga terdakwa menunjukan
tanah tersebut kemudian R Bin H.M memberikan uang muka pembayaran tanah
kepada terdakwa dalam tiga tahap sebesar Rp 27.500.000,- (dua puluh tujuh juta
lima ratus ribu rupiah) dengan bukti pembayaran uang muka berupa kwitansi
masing-masing tertanggal 15, 27 Januari 2010 dan 13 Maret 2010 yang ditanda
tangani oleh terdakwa dan EY.
Tanah yang dibeli saksi R ternyata tidak bisa dikuasai karena sudah
digarap oleh saudara S yang merupakan pihak lain yang bukan termasuk dalam
penggugat perkara perdata melawan PT. Basmal. Saksi R pun tidak mau
bertengkar dengan saudara S karena R kenal dengan saudara S, karena saudara R
tidak bisa menguasai tanah tersebut dan minta pembatalan pembelian maka
76
terdakwa pada tanggal 12 November 2012 mengembalikan uang sebesar Rp
12.500.000, (dua belas juta lima ratus ribua rupiah) dan tanggal 19 November
sebesar Rp 12.500.000,- (dua belas juta lima ratus ribua rupiah) kepada R sebagai
pembatalan jual beli yang ditandatangani R. Sisa uang milik R pada terdakwa
sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) diganti terdakwa dengan
tanah tambak seluas 1 Ha kepada saksi R lebih dari setahun yang lalu.
Dipersidangan saksi ST dan KS mengaku tidak pernah diberitahu
oleh saksi EY dan saksi SW tanah sawah yang saksi beli tersebut berada dimana
dan milik siapa. Sebaliknya saksi EY dan saksi SW dan terdakwa membantah
pada pokoknya bahwa tanah-tanah sawah yang mereka tawarkan kepada saksi ST
dan saksi KS di beritahu dengan jelas letak dan luas serta pemiliknya yaitu yang
ditawarkan kepada saksi ST adalah tanah milik N yang di garap oleh saksi ST,
dan yang ditawarkan kepada saksi KS adalah tanah milik almarhum J yang di
garap oleh saksi KS, dan kedua bidang tanah tersebut masuk dalam bidang tanah
yang telah di eksekusi dalam perkara antara warga masyarakat dengan PT.
Basmal.
Pokok permasalahan perkara ini adalah terdakwa selaku penerima kuasa
dari warga masyarakat yang memenangkan perkara sengketa tanah dengan PT
basmal menyuruh teman-temannya yaitu saksi EY dan saksi SW menawarkan
tanah eksekusi perkara tersebut kepada warga masyarakat yang menguasai yang
dalam perkara ini antar lain kepada saksi ST, dan saksi KS.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang diajukan
dipersidangan bukti kwitansi tertanggal 13 Januari 2010 yang diajukan penuntut
77
umum maka tertulis dengan jelas bahwa telah terima dari ibu SI kaliwingi uang
sejumlah dua juta rupiah untuk pembayaran uang muka tanah kaliwlingi seluas
3.500 m2 atas nama asal pemilik N dengan harga jadi Rp 30.000.000,- dengan
perjanjian akan dilunasi 3 bulan yang ditandatangani oleh MRQ.
Berdasarkan surat pernyataan bersama tanggal 1 Januari 2010 (T.12)
yang berisi atas penyerahan tanah-tanah yang bekas disewa oleh PT. Basmal
akbar. Dimana menjelaskan bahwa para penggarap termasuk saksi ST telah
diberitahu mengenai tanah garapannya tersangkut tanah eksekusi, yang mana
saksi ST dalam surat pernyataan tersebut telah membubuhkan cap jarinya dan
juga diakui dipersidangan bahwa saksi ST benar telah datang ke balai desa dan
benar telah membubuhkan cap jari pada surat pernyataan itu. Saksi KS
menerangkan bahwa dia mendapatkan garapan tanah sawah tersebut dari ibu KS
namun saat ditanya dipersidangan mengenai surat-surat pembeliannya saksi KS
jawab belum ada suratnya.
Berdasarkan uraian-uraian diatas majelis hakim berpendapat bahwa
peristiwa kedatangan saksi EY dan saksi SW ke rumah saksi ST dan saksi KS
bukan merupakan suatu peristiwa hukum yang berdiri sendiri tetapi berkaitan erat
dengan peristiwa-pristiwa hukum sebelumnya yaitu adanya pertemuan warga
masyarakat dengan kelompok orang yang menamakan diri mereka sebagai forum
yang menjembatani penyelesaian tanah yang dikuasai oleh warga masyarakat
(termasuk didalamnya saksi ST dan saksi KS) denga warga masyarakat yang
merasa memiliki tanah atas dasar putusan pengadilan dalam perkara dengan PT.
Basmal.
78
Berdasarkan uraian-uraian diatas majelis hakim berkesimpulan bahwa
ketika saksi EY dan saksi SW mendatangi rumah saksi ST dan saksi KS tersebut
sebelumnya ada pembicaraan pendahuluan mengenai tanah sawah yang
ditawarkan, yaitu untuk tanah yang ditawarkan saksi ST adalah tanah seluas ½
bahu yang saat ini sedang digarap dan dikuasai oleh saksi ST sendiri, sedangkan
yang ditawarkan kepada saksi KS adalah tanah sawah yang saat ini dikuasai oleh
saksi KS sendiri seluas ½ bahu. Dengan demikian telah terbukti menurut
hukum bahwa ketika saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah sawah untuk
dibeli kepada saksi ST dan saksi KS maka yang disepakati dalam pembayaran
uang muka tersebut adalah untuk saksi ST adalah panjar pembayaran uang muka
untuk tanah yang saat ini dikuasainya, demikian pula untuk saksi KS adalah
panjar pembayaran uang muka untuk tanah sawah yang saat ini dikuasainya pula,
dan oleh karena itu keterangan saksi ST dan saksi KS yang menerangkan pada
pokoknya bahwa saksi EY dan saksi SW menawarkan tanah sawah yang tidak
diketahui dimana letaknya kepada saksi berdua sebagai suatu keterangan yang
tidak benar yang harus dikesampingkan.
Substansi melawan hukum surat dakwaan penuntut umum untuk
dakwaan kesatu yaitu saksi EY dan saksi SW selaku orang suruhan atau orang
kepercayaan dari terdakwa MRQ telah menawarkan tanah-tanah kepada saksi ST
dan saksi KS dan setelah saksi EY dan saksi SW menerima panjar pembayaran
harga tanah-tanah tersebut dari saksi ST dan saksi KS ternyata tanah yang
ditawarkan oleh saksi EY dan saksi SW tersebut tidak ada sama sekali. Hal
tersebut majelis hakim berpendapat bahwa sejak proses awal penawaran tanah-
79
tanah oleh saksi EY dan saksi SW kepada saksi ST dan saksi KS sampai dengan
pembayaran uang muka oleh saksi ST dan saksi KS kepada saksi EY dan saksi
SW, tidak ditemukan adanya suatu pemaksaan atau pembohongan yang dilakukan
oleh saksi EY dan saksi SW kepada kedua saksi tersbut, justru yang terjadi adalah
jual beli tanah-tanah tersebut berjalan normal, sehingga terlepas dari apa
penyebabnya sehingga saksi ST dan saksi KS tidak lagi melanjutkan transaksi
jual beli tersebut dengan cara melunasi sisa pembayarannya, dan juga tidak
menuntut pengembalian uang muka atau panjar pembayaran harga tanah adalah
karna sejak dalam tingkat penyidikan sampai dengan di persidangan ini kedua
saksi tersebut tetap menerangkan bahwa tanah yang mereka beli dari saksi
EY dan saksi SW tersebut tidak diketahui keberadaannya, namun faktanya
bahwa transaksi jual beli tanah antara saksi EY dan saksi SW dengan saksi ST dan
saksi KS objeknya jelas yaitu tanah-tanah sawah yang saat ini dikuasai oleh saksi
ST dan saksi KS.
Majelis hakim berpendapat bahwa ketika saksi EY dan saksi SW
menawarkan tanah-tanah kepada saksi ST dan saksi KS dan kemudian saksi EY
dan saksi SW menerima panjar pembayaran uang muka harga tanah dari kedua
saksi tersebut saat itu tidak terjadi suatu perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh saksi EY dan saksi SW sehingga menurut hukum tidak ada unsur
melawan hukum yang dilakukan terdakwa bersama-sama dengan saksi EY dan
saksi SW.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas yaitu ketika terdakwa
bersama saksi EY menawarkan tanah sawah seluas ½ (setengah) bahu kepada
80
saksi R disebutkan oleh terdakwa bahwa tanah tersebut milik H.M dan terdakwa
mendapat kuasa dari H.M untuk menjual tanah tersebut dan saksi R juga
menerangkan sebelum jual beli terjadi ia telah bertemu dengan H.M dan H.M
menunjukan letak tanahnya yang akan dijual tersebut sehingga dengan demikian
majelis hakim berpendapat bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa
dengan saksi R objeknya jelas yaitu tanah yang diakui miliknya H.M.
Faktanya dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R
tersebut terdakwa telah memperoleh uang muka dari saksi R yaitu sebesar Rp
27.500.000,- (dua puluh juta limaratus ribu rupiah) namun ternyata saksi R tidak
dapat menguasai tanah yang dibelinya itu karena telah diserobot orang lain
bernama S sehingga terdakwa mengembalikan uang muka tersebut kepada saksi
R sebesar Rp 25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah) dan 1 hektar tanah tambak
untuk dikelola oleh saksi R yang sudah berlangsung 1 (satu) tahun ini.
Berdasarkan uaraian diatas majelis hakim berpendapat bahwa dalam
transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R objek jual belinya jelas
dan penjualan tanah tersebut berlangsung normal tanpa ada paksaan atau
pembohongan sehingga kemudian tanah yang dijual tersebut tidak jadi dikuasai
oleh pembeli (saksi R) karena diserobot oleh orang yang bernam S hal tersebut
terjadi diluar kemampuan terdakwa karena terdakwa bukan pemilik tanah yang
dijual tetapi hanya penerima kuasa dari penjual dan lagi pula terdakwa tetap
mengembalikan uang panjar hingga sisa Rp 2.500.000,-(dua juta lima ratus ribu
rupiah) bahkan terdakwa telah menyerahkan tanah tambak seluas 1 (satu) hektar
untuk dikelola oleh saksi R kurang lebih 1(satu) tahun ini sehingga majelis hakim
81
menyimpulkan bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa sebagai
kuasa dari penjual dengan saksi R sebagai pembeli tidak ditemukan adanya unsur
melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan demikian unsur melawan
hukum dalam unsur ini tidak terbukti, maka unsur lain dari Pasal 378 KUHP
tidak perlu dibuktikan lagi.
Hakim menyatakan bahwa Terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan
Kesatu; bahwa karena dakwaan kesatu tidak terbukti maka Majelis Hakim akan
mempertimbangkan dakwaan kedua melanggar Pasal 372 KUHP jo pasal 55 (1)
ke 1 KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
1. Barang siapa
2. Dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang sama
sekali atau sebagian kepunyaan orang lain;
3. Barang itu ada padanya bukan karena kejahatan;
4. Bersama-sama melakukan, menyuruh lakukan atau turut serta melakukan;
Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subject hukum
yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini adalah terdakwa
manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa sehingga mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan sehingga
mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan fakta-
fakta yang terdapat dalam persidangan. Terdakwa dalam hal ini adalah MRQ.
Oleh karena itu unsur “barang siapa” telah terpenuhi.
Unsur “dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki
barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain”. Majelis hakim
82
berkesimpulan bahwa unsur melawan hukum dalam dakwaan ini mempunyai
pengertian yang sama dengan sub unsur melawan hukum dalam dakwaan
pertama, sebagaimana telah dipertimbangkan diatas, dengan mengambil alih
pertimbangan diatas maka unsur ini tidak perlu dipertimbangkan kembali. Maka
dengan demikian unsur melawan hukum dalam dakwaan ini juga tidak terpenuhi.
Seluruh dakwaan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana
yang didakwakan, maka terdakwa MRQ haruslah dibebaskan. Oleh karena
terdakwa MRQ dibebaskan dari tahanan maka terdakwa MRQ harus dipulihkan
dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya dalam keadaan semula
atau rehabilitasi.
Terhadap barang bukti berupa 2 lembar kwitansi tertanggal 13 dan 19
Januari 2010 pemilik saksi ST binti T, 2 lembar kwitansi tertanggal 16 Januari
2010 dan 18 Febuari 2010 pemilik saksi KS Bin S dan 3 lembar kwitansi
tertanggal 15, 27 januari 2010 dan tanggal 13 maret 2010 pemilik saksi R maka
sudah sepatutnya dikembalikan kepada pemiliknya. Oleh karena
terdakwa MRQ dibebaskan dari seluruh dakwaan maka biaya perkara
dibebankan kepada Negara.
Mengingat ketentuan Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal
372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Pasal 191 ayat (1 dan 2) dan Pasal
199 KUHAP serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara
ini.
83
b) Amar Putusan Pengadilan Negeri
MENGADILI
1. Menyatakan terdakwa MRQ tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam
dakwaan kesatu dan dakwaan kedua Surat Dakwaan Penuntut Umum;
2. Membebaskan terdakwa MRQ oleh karena itu dari seluruh dakwaan
Penuntut Umum;
3. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan;
4. Memulihkan harkat, martabat dan kemampuan Terdakwa dalam keadaan
semula;
5. Menyatakan barang bukti berupa :
a. 2 lembar kwitansi kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik
saksi ST;
b. 2 lembar kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Februari 2010
pemilik saksi KS dan 3 lembar kwitansi tertanggal 15, 27 Januari 2010
dan tanggal 13 maret 2010 pemilik saksi R terlampir dikembalikan
kepada masing-masing pemiliknya;
6. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
B. Pembahasan
1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas pada
Perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes
Putusan bebas atau disebut Vrijspraak juga diatur dalam Pasal 191 ayat
(1) KUHAP yang merumuskan bahwa:
84
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidakterbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputusbebas”.
M. Yahya Harahap,55 berpendapat mengenai putusan bebas bahwa:
“Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakanbebas dari tuntutan hukum (vrijspraak)”.
Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa putusan hakim yang berisi
pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, manakala perbuatan terdakwa
dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.56 Jadi putusan hakim yang
mengandung suatu pembebasan terdakwa karena peristiwa-peristika yang
disebutkan dalam surat dakwaan, setelah diadakan perubahan atau penambahan
selama persidanagan, bila ada sebagian atau seluruh dinyatakan oleh hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak terbukti.57
Inti dari putusan bebas adalah terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Putusan perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes, terdakwa didakwa dengan
dakwaan alternatif yaitu dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1
KUHP (penipuan); atau dakwaan kedua Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-
1 KUHP (penggelapan).
Kejahatan Penipuan atau Bedrog itu diatur di dalam Buku ke II Bab ke
XXV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dari Pasal 378 sampai dengan Pasal
55 M Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 347.
56 Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 270.
57 Ibid.
85
395.58 Titel XXV Buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang berarti penipuan dalam
arti luas, sedangkan pasal pertama dari title itu, yaitu Pasal 378 KUHP, mengenai
tindak pidana oplichting yang berarti juga penipuan tetapi dalam arti sempit,
sedangkan pasal-pasal lain dari titel tersebut memuat tindak pidana lain yang
bersifat penipuan dalam arti luas.59
Menurut M. Sudradjat Bassar,60 penipuan adalah suatu bentuk dari
berkicau. Sifat umum dari perbuatan berkicau itu adalah bahwa orang dibuat
keliru dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barangnya atau uangnya.
Kejahatan penipuan ini di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam
Pasal 378 KUHP sebagai berikut :
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atauorang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu ataumartabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupunrangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkanbarang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupunmenghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidanapenjara paling lama empat tahun”.
Dari rumusan undang-undang Pasal 378 KUHP tersebut di peroleh
sejumlah unsur-unsur yang dapat kita bagi menjadi :61
1) Unsur-unsur Subjektif pada Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu :a. Dengan maksud atau met het oogmerk ;b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau om zich of
een ander wederrechtelijk te beroordelen ;
58 P. A. F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, Op. Cit., hlm. 174.
59 Wiryono Prodjodikoro, Op. Cit., hlm. 36.
60 M. Sudradjat Bassar, Op. Cit., hlm. 80.
61 P. A. F. Lamintang dan C. Djisman Samosir. Op. Cit., hlm. 174.
86
c. Secara melawan hukum atau wederechtelijk ;2) Unsur-unsur Objektif pada Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu;
a. Menggerakkan atau bewegen ;b. Orang lain atau iemand ;c. Untuk menyerahkan suatu benda atau tot de afgifte van eenig goed;d. Untuk mengadakan perjanjian hutang atau tot het aangaan von eene
schuld ;e. Untuk meniadakan suatu piutang atau het tenietdoen van eene
inschuld.Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subject hukum
yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini adalah terdakwa
manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa sehingga mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan sehingga
mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan fakta-
fakta yang terdapat dalam persidangan. Terdakwa dalam hal ini adalah MRQ.
Oleh karena itu unsur “barang siapa” telah terpenuhi.
Unsur “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan”, unsur ini merupakan unsur
subjektif yang melekat pada sikap batin terdakwa dalam melakukan perbuatannya.
Unsur “dengan maksud” tidak berbeda artinya dengan tujuan (doel) atau
kesalahan sebagai maksud (opzet alias oogmerk)atau kesengajaan dalam arti
sempit. Menurut penjelasan (memorie van toelichting) yang dimaksud dengan
kesengajaan adalah “menghendaki dan menginsyafi” terjadinya suatu tindakan
beserta akibatnya (willens en wettens veroorzaken van een gevold), artinya
seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja harus menghendaki dan
87
menginsyafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Dalam doktrin dan praktek
peradilan, dikenal 3 (tiga) bentuk kesengajaan, yaitu:
1). Kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk);
2). Kesengajaan dengan kesadaran kepastian atau keharusan (opzet bij
zekerheids of noodzakelijkheids bewustzijn);
3). Kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan (dolus eventualis);
Apabila dihubungkan dengan unsur dengan maksud maka hal tersebut
relevan dengan kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk) artinya bahwa terjadinya
suatu tindakan atau akibat tertentu adalah betul-betul sebagai perwujudan dari
kesadaran dan pengetahuan dari pelaku.
Unsur “secara melawan hukum” dalam unsur ini mencakup perbuatan-
perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni
meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan
namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela yang menurut perasaan
keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana karena tidak sesuai dengan rasa
keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat. Pengertian umum
istilah melawan hukum sebagai terjemahan wederrechtelijk dalam kepustakaan
hukum dikenal tiga pengertian yang berdiri sendiri yaitu:
a) Bertentangan dengan hukum (in strijd met het objectieve recht);
b) Bertentangan dengan hak orang lain (in strijd met het subjectieve rechtvan een ander); atau
c) Tanpa hak sendiri (zonder eigen recht); (Noyon–Langenmeijer=HetWetboek van Straafrecht 1954, halaman 12).
88
Pokok permasalahan perkara ini adalah terdakwa selaku penerima kuasa
dari warga masyarakat yang memenangkan perkara sengketa tanah dengan PT
Basmal menyuruh teman-temannya yaitu saksi EY dan saksi SW menawarkan
tanah eksekusi perkara tersebut kepada warga masyarakat yang menguasai yang
dalam perkara ini antar lain kepada saksi ST, dan saksi KS.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang diajukan
dipersidangan bukti kwitansi tertanggal 13 Januari 2010 yang diajukan penuntut
umum maka tertulis dengan jelas bahwa telah terima dari ibu SI kaliwingi uang
sejumlah Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pembayaran uang muka tanah
kaliwlingi seluas 3.500 m2 atas nama asal pemilik N dengan harga jadi Rp
30.000.000,- dengan perjanjian akan dilunasi 3 bulan yang ditandatangani oleh
MRQ.
Berdasarkan surat pernyataan bersama tanggal 1 Januari 2010 (T.12)
yang berisi atas penyerahan tanah-tanah yang bekas disewa oleh PT. Basmal
akbar. Dimana menjelaskan bahwa para penggarap termasuk saksi ST telah
diberitahu mengenai tanah garapannya tersangkut tanah eksekusi, yang mana
saksi ST dalam surat pernyataan tersebut telah membubuhkan cap jarinya dan
juga diakui dipersidangan bahwa saksi ST benar telah datang ke balai desa dan
benar telah membubuhkan cap jari pada surat pernyataan itu. Saksi KS
menerangkan bahwa dia mendapatkan garapan tanah sawah tersebut dari ibu K
namun saat ditanya dipersidangan mengenai surat-surat pembeliannya saksi KS
jawab belum ada suratnya.
89
Berdasarkan uraian-uraian diatas majelis hakim berpendapat bahwa
peristiwa kedatangan saksi EY dan saksi SW ke rumah saksi ST dan saksi KS
bukan merupakan suatu peristiwa hukum yang berdiri sendiri tetapi berkaitan erat
dengan peristiwa-pristiwa hukum sebelumnya yaitu adanya pertemuan warga
masyarakat dengan kelompok orang yang menamakan diri mereka sebagai forum
yang menjembatani penyelesaian tanah yang dikuasai oleh warga masyarakat
(termasuk didalamnya saksi ST dan saksi KS) dengan warga masyarakat yang
merasa memiliki tanah atas dasar putusan pengadilan dalam perkara dengan PT.
Basmal.
Berdasarkan uraian-uraian diatas majelis hakim berkesimpulan bahwa
ketika saksi EY dan saksi SW mendatangi rumah saksi ST dan saksi KS tersebut
sebelumnya ada pembicaraan pendahuluan mengenai tanah sawah yang
ditawarkan, yaitu untuk tanah yang ditawarkan saksi ST adalah tanah seluas ½
bahu yang saat ini sedang digarap dan dikuasai oleh saksi ST sendiri, sedangkan
yang ditawarkan kepada saksi KS adalah tanah sawah yang saat ini dikuasai oleh
saksi KS sendiri seluas ½ bahu.
Dengan demikian telah terbukti menurut hukum bahwa ketika saksi
EY dan saksi SW menawarkan tanah sawah untuk dibeli kepada saksi ST dan
saksi KS maka yang disepakati dalam pembayaran uang muka tersebut adalah
untuk saksi ST adalah panjar pembayaran uang muka untuk tanah yang saat ini
dikuasainya, demikian pula untuk saksi KS adalah panjar pembayaran uang muka
untuk tanah sawah yang saat ini dikuasainya pula, dan oleh karena itu keterangan
saksi ST dan saksi KS yang menerangkan pada pokoknya bahwa saksi EY dan
90
saksi SW menawarkan tanah sawah yang tidak diketahui dimana letaknya kepada
saksi berdua sebagai suatu keterangan yang tidak benar yang harus
dikesampingkan.
Substansi melawan hukum surat dakwaan penuntut umum untuk
dakwaan kesatu yaitu saksi EY dan saksi SW selaku orang suruhan atau orang
kepercayaan dari terdakwa MRQ telah menawarkan tanah-tanah kepada saksi ST
dan saksi KS dan setelah saksi EY dan saksi SW menerima panjar pembayaran
harga tanah-tanah tersebut dari saksi ST dan saksi KS ternyata tanah yang
ditawarkan oleh saksi EY dan saksi SW tersebut tidak ada sama sekali. Hal
tersebut majelis hakim berpendapat bahwa sejak proses awal penawaran tanah-
tanah oleh saksi EY dan saksi SW kepada saksi ST dan saksi KS sampai dengan
pembayaran uang muka oleh saksi ST dan saksi KS kepada saksi EY dan saksi
SW, tidak ditemukan adanya suatu pemaksaan atau pembohongan yang dilakukan
oleh saksi EY dan saksi SW kepada kedua saksi tersbut, justru yang terjadi adalah
jual beli tanah-tanah tersebut berjalan normal, sehingga terlepas dari apa
penyebabnya sehingga saksi ST dan saksi KS tidak lagi melanjutkan transaksi
jual beli tersebut dengan cara melunasi sisa pembayarannya, dan juga tidak
menuntut pengembalian uang muka atau panjar pembayaran harga tanah adalah
karena sejak dalam tingkat penyidikan sampai dengan di persidangan ini kedua
saksi tersebut tetap menerangkan bahwa tanah yang mereka beli dari saksi
EY dan saksi SW tersebut tidak diketahui keberadaannya, namun faktanya
bahwa transaksi jual beli tanah antara saksi EY dan saksi SW dengan saksi ST dan
91
saksi KS objeknya jelas yaitu tanah-tanah sawah yang saat ini dikuasai oleh saksi
ST dan saksi KS.
Majelis hakim berpendapat bahwa ketika saksi EY dan saksi SW
menawarkan tanah-tanah kepada saksi ST dan saksi KS dan kemudian saksi EY
dan saksi SW menerima panjar pembayaran uang muka harga tanah dari kedua
saksi tersebut saat itu tidak terjadi suatu perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh saksi EY dan saksi SW sehingga menurut hukum tidak ada unsur
melawan hukum yang dilakukan terdakwa bersama-sama dengan saksi EY dan
saksi SW.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas yaitu ketika terdakwa
bersama saksi EY menawarkan tanah sawah seluas ½ (setengah) bahu kepada
saksi R disebutkan oleh terdakwa bahwa tanah tersebut milik H.M dan
terdakwa mendapat kuasa dari H.M untuk menjual tanah tersebutdan saksi R
juga menerangkan sebelum jual beli terjadi ia telah bertemu dengan H.M dan H.M
menunjukan letak tanahnya yang akan dijual tersebut sehingga dengan demikian
majelis hakim berpendapat bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara
terdakwa dengan saksi R objeknya jelas yaitu tanah yang diakui miliknya
H.M.
Faktanya dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R
tersebut terdakwa telah memperoleh uang muka dari saksi R yaitu sebesar Rp
27.500.000,- (dua puluh juta limaratus ribu rupiah) namun ternyata saksi R tidak
dapat menguasai tanah yang dibelinya itu karena telah diserobot orang lain
bernama S sehingga terdakwa mengembalikan uang muka tersebut kepada saksi
92
R sebesar Rp 25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah) dan 1 hektar tanah tambak
untuk dikelola oleh saksi R yang sudah berlangsung 1 (satu) tahun ini.
Berdasarkan uaraian diatas majelis hakim berpendapat bahwa dalam
transaksi jual beli tanah antara terdakwa dengan saksi R objek jual belinya jelas
dan penjualan tanah tersebut berlangsung normal tanpa ada paksaan atau
pembohongan sehingga kemudian tanah yang dijual tersebut tidak jadi dikuasai
oleh pembeli (saksi R) karena diserobot oleh orang yang bernam S hal tersebut
terjadi diluar kemampuan terdakwa karena terdakwa bukan pemilik tanah yang
dijual tetapi hanya penerima kuasa dari penjual dan lagi pula terdakwa tetap
mengembalikan uang panjar hingga sisa Rp 2.500.000,-(dua juta lima ratus ribu
rupiah) bahkan terdakwa telah menyerahkan tanah tambak seluas 1 (satu) hektar
untuk dikelola oleh saksi R kurang lebih 1(satu) tahun ini sehingga majelis
hakim menyimpulkan bahwa dalam transaksi jual beli tanah antara terdakwa
sebagi kuasa dari penjual dengan saksi R sebagai pembeli tidak ditemukan adanya
unsur melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan demikian unsur
melawan hukum dalam unsur ini tidak terbukti, maka unsur lain dari Pasal 378
KUHP tidak perlu dibuktikan lagi.
Tindak pidana penggelapan atau verduistering diatur dalam Pasal 372
KUHP dari title XXIV Buku II KUHP yang merumuskan bahwa:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagaimilik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atausebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalamkekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan,dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda palingbanyak enam puluh rupiah”.
93
Dari rumusan Pasal 372 KUHP tersebut kita peroleh sejumlah unsur-
unsur yang dapat di bagi menjadi.
1) Dengan sengaja dan melawan hukum;
2) Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain;
3) Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
Unsur pokok dari penggelapan yang membedakan dari tindak pidana
lainnya mengenai kekayaan orang adalah unsur ke-3 yaitu barang harus ada di
bawah kekuasaan si pelaku dengan cara lain daripada dengan melakukan
kejahatan. Dasar pokok dari tindak pidana penggelapan ialah bahwa si pelaku
mengecewakan kepercayakan yang diberikan atau dapat dianggap diberikan
kepadanya oleh pemilik barang.62
Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subject hukum
yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini adalah terdakwa
manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa sehingga mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan sehingga
mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan fakta-
fakta yang terdapat dalam persidangan. Terdakwa dalam hal ini adalah MRQ.
Oleh karena itu unsur “barang siapa” telah terpenuhi.
Unsur “dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki
barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain”. Majelis hakim
62 M. Sudrajat Bassar, Op.Cit., 1986, hlm. 78.
94
berkesimpulan bahwa unsur melawan hukum dalam dakwaan ini mempunyai
pengertian yang sama dengan sub unsur melawan hukum dalam dakwaan
pertama, sebagaimana telah dipertimbangkan diatas, dengan mengambil alih
pertimbangan diatas maka unsur ini tidak perlu dipertimbangkan kembali. Maka
dengan demikian unsur melawan hukum dalam dakwaan ini juga tidak terpenuhi.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum hakim tersebut,
terdakwa dijatuhkan putusan bebas sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP. hal
ini sesuai dengan pendapat M. Yahya Harahap,63 mengenai putusan bebas dapat
ditinjau dari beberapa segi yaitu:
1).Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sahdan meyakinkan. Semua alat bukti yang diajukan di persidangan baikberupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk, sertapengakuan terdakwa sendiri tidak dapat membuktikan kesalahan yangdidakwakan kepada terdakwa. Artinya perbuatan yang didakwakankepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karenamenurut penilaian hakim semua alat bukti yang diajukan tidak cukupatau tidak memadai, atau;
2).Pembuktikan kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi batasminimum pembuktian. Misalnya, alat bukti yang diajukan hanya satuorang saksi. Dalam hal ini, selain tidak memenuhi batas minimumpembuktian juga bertentanagan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yangmenegaskan unnus testis nullus testis atau satu orang saksi bukan saksi;
3).Putusan bebas disini bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yangterbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim jadi sekalipun secaraformal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilaipembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung olehkeyakinan hakim. Dalam keadaan penilaian seperti ini, putusan yangakan dijatuhkan pengadilan adalah membebaskan terdakwa dari tuntutanhukum.64
63 M. yahya Harahap, Loc. Cit.
64 Ibid., hlm. 348.
95
Majelis hakim dalam pembuktian perkara ini telah sesuai dengan sistem
pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara negatif (negative wettelijk) yang
merupakan sistem pembuktian dalam KUHAP.65 Maksud dari sistem pembuktian
ini adalah teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif
dengan sistem pembuktian menurut keyakinan hakim (Conviction-in time). Sistem
ini, terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan
kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan alat-alat bukti yang ditentukan oleh
undang-undang, serta dibarengi dengan keyakinan hakim.66
Pasal 183 KUHAP yang mengatur tentang sistem pembuktian
negative wettelijk menyatakan bahwa:
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecualiapabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah iamemperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benarterjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Menurut Martiman Prodjohamidjojo,67 Pasal 183 KUHAP mengandung;
1. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah2. Dasar-dasar alat bukti yang sah itu keyakinan hakim, yakni bahwa :
a. Tidak terjadi;b. Terdakwa telah bersalah.
Alat bukti dalam perkara ini yaitu keterangan beberapa saksi (10 orang)
dalam perkara ini, keterangan terdakwa, serta barang bukti berupa 2 lembar
kwitansi. Kwitansi tertanggal 13 dan 19 Januari 2010 pemilik saksi ST, 2 lembar
65 Ibid., hlm. 132.
66 Ibid., hlm. 278.
67 Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hlm. 12.
96
kwitansi tertanggal 16 Januari 2010 dan 18 Febuari 2010 pemilik saksi KS dan 3
lembar kwitansi tertanggal 15,27 Januari 2010 dan tanggal 13 Maret 2010
pemilik saksi R Bin H.M.
Hal ini telah sesuai dengan alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal
184 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa:
Alat bukti yang sah ialah:a. Keterangan saksi;b. Keterangan ahli;c. Surat;d. Petunjuk;e. Keterangan terdakwa;
Terdakwa dalam perkara ini diputus bebas, karena majelis hakim
menjatuhkan putusan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidanagan
dengan memeriksa beberapa alat bukti dan hakim berkeyakinan bahwa penjualan
tanah antara terdakwa selaku kuasa pemilik tanah (penjual) dengan saksi ST,
saksi KS dan saksi R tersebut berlangsung normal tanpa ada paksaan atau
pembohongan serta tidak mengalihkan hak kepemilikan atas tanah-tanah sawah
kepada terdakwa baik sebelum maupun sesudah transaksi jual beli tanah dan
objek tanah sudah jelas diketahui oleh pada korban.
2. Akibat Hukum Dijatuhkannya Putusan Bebas bagi Terdakwa pada
Perkara Nomor 6/Pid.B/2013/PN.Brebes
Majelis hakim dalam amar putusannya menyebutkan “memerintahkan
terdakwa dibebaskan dari tahanan”. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 191 ayat (3)
KUHAP yang menyatakan bahwa:
97
“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwayang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketikaitu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah terdakwa perlu ditahan”.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2001
tentang Pembuatan Ringkasan Putusan Terhadap Perkara Pidana yang
Terdakwannya Diputus Bebas atau Dilepas Dari Segala Tuntutan, menyatakan
bahwa:
“Terhadap perkara pidana yang terdakwanya ditahan dan diputus denganamar putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan dari segaladakwaan (vrijspraak) atau dilepas dari segala tuntutan (ontslag van allerechtsvervolging) dengan perintah agar terdakwa segera dikeluarkan daritahanan pada saat putusan diucapkan didepan sidang terbuka untukumum harus sudah ada setidak-tidaknya ringkasan putusan atau setidak-tidaknya segera setelah putusan tersebut diucapkan agar segera dibuatringkasan putusan guna dapat segera dieksekusi oleh Jaksa dalamkedudukannya selaku eksekutor dari putusan Hakim”.
Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 191 ayat (3) KUHAP segera dilaksanakan oleh Jaksa setelah putusan
diucapkan. Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang
dilampiri surat pelepasan disampaikan kepada ketua pengadilan yang
bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam
(Pasal 192 ayat (1) dan (2) KUHAP).
Putusan hakim yang menjatuhkan putusan bebas tidak dapat dimintakan
upaya hukum biasa, dalam hal ini yaitu upaya hukum banding dan kasasi. Hal ini
sesuai dengan Pasal 67 KUHAP dan Pasal 244 KUHAP.
Pasal 67 KUHAP:
“Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadapputusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas
98
dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnyapenerapan hakim dan putusan pengadilan dalam acara cepat”.
Pasal 244 KUHAP:
“Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhiroleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa ataupenuntut umum dapat mengajukan pemeriksaan kasasi kepadaMahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”.
Berdasarkan ketentuan kedua pasal diatas, dapat diketahui bahwa untuk
putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum banding maupun kasasi
sebagai upaya hukum biasa.
Djoko prakoso,68 berpendapat:
“Mengenai putusan bebas atau Vrijspraak tidak dapat diajukanpermohonan kasasi, hal ini diatur secara tegas dalam undang-undang(Pasal 244 KUHAP), tetapi pasal ini dapat diterobos dengan KeputusanMenteri Kehakiman RI: M 14-P.W, 07, 03 Tahun 1983 tentang PedomanPelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdapatdalam Pasal 19 yang menyatakan: “Terhadap putusan bebas tidak dapatdimintakan banding tetapi demi situasi dan kondisi, demi hukum,keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakankasasi”.
Pendapat diatas sesuai dengan ketentuan Pasal 259 ayat (1) KUHAP
yang menyatkan bahwa:
“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripadaMahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi olehJaksa Agung”.
Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari
Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilan-
pengadilan terdahlu, dan ini merupakan peradilan terakhir. Tujuan dari kasasi
68 Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 288.
99
ialah untuk menciptakan kesatuan peneraan hukum dengan jalan membatalkan
putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam penerapan
hukum.
M. Yahya Harahap berpendapat,69 ada beberapa tujuan utama upaya
hukum kasasi yaitu:
1. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. Salah satutujuan kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapanhukum, agar hukum bener-benar diterapkan sebagaimana mestinya sertaapakan cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuanundang-undang.
2. Menciptakan dan membentuk hukum baru. Selain tindakan koreksi yangdilakukan oleh Mahamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanyatindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentukyurisprudensi.
3. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum, tujuan lain daripemeriksaan kasasi, adalah mewujudkan kesadaran “keseragaman”penerapan hukum atau unified legal frame work dan unified legal opinion.Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, akanmengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum,serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar kesewenangandan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalammemanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya.
Penjabat yang berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum
diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:
“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetep dari pengadilan lain selain daripadaMahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi olehJaksa Agung”Berdasarkan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP, putusan kasasi demi
kepentingan hukum tidak boleh merugikan terdakwa. Selain itu kasasi demi
kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali saja.
69 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 539-542.
100
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh diajukan secara
lisan. Dengan kata lain, permohonan kasasi demi kepentingan hukum diajukan
secara tertulis dan disertai risalah yang memuat alasan kasasi. Risalah itu
merupakan syarat mutlak yang bersifat “memaksa”. Hal ini dikarenakan tanpa
risalah, permohonan dianggap tidak memenuhi syarat formal. Konsekuensinya
permohonan dinyatakan “tidak dapat diterima”. Jadi, agar permohonan memenuhi
syarat formal, Jaksa Agung mengajukan risalah atau memori.70
Salinan risalah disampaikan kepada pihak yang berkepentingan. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 260 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa panitera
Pengadilan Negeri segera menyampaikan risalah kepada pihak yang
berkepentingan. Penyampaian risalah mengandung maksud agar memberikan hak
kepada pihak yang menerima salinan risalah tersebut untuk menyusun dan
mengajukan kontra risalah. Putusan dan pemberitahuan putusan kasasi demi
kepentingan hukum mempunyai persamaan bentuk dan cara penyampaian dengan
putusan kasasi biasa. Namun ada sedikit perbedaan antara keduanya, yaitu untuk
salinan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung disampaikan
kepada Jaksa Agung dan Pengadilan Negeri yang bersangkutan, sedangkan untuk
kasasi biasa, salinan putusan kasasi hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri
yang bersangkutan.
70 Ibid., hlm. 612.
101
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
yaitu:
1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas pada
perkara Nomor 6/PID.B/2013/PN.Brebes adalah berdasarkan fakta-fakta
yang terungkap di persidanagan dengan memeriksa beberapa alat bukti dan
hakim berkeyakinan bahwa penjualan tanah antara terdakwa selaku kuasa
pemilik tanah (penjual) dengan saksi ST, saksi KS dan saksi R tersebut
berlangsung normal tanpa ada paksaan atau pembohongan serta tidak
mengalihkan hak kepemilikan atas tanah-tanah sawah kepada terdakwa
baik sebelum maupun sesudah transaksi jual beli tanah dan objek tanah
sudah jelas diketahui oleh pada korban. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 191 ayat (1) KUHAP.
2. Akibat hukum dengan dijatuhkannya putusan bebas bagi terdakwa pada
perkara Nomor 6/PID.B/2013/PN.Brebes, adalah terdakwa harus segera
dibebaskan dari tahanan, kecuali ada alasan lain. Perintah untuk
membebaskan terdakwa dari tahanan dilaksanakan oleh jaksa setelah
putusan diucapkan dan laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah
tersebut yang dilampiri surat pelepasan disampaikan kepada ketua
pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali
dua puluh empat jam (Pasal 192 ayat (1) dan (2) KUHAP).
B. Saran
Untuk mencegah majelis hakim menjatuhkan putusan bebas, melalui
penuntut umum dalam membuat dakwaan dan tuntutan lebih cermat dan teliti
sehingga terdakwa tidak dijatuhkan putusan bebas.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Bassar, M. Sudradjat. 1984. Tindak Tindak Pidana Tertentu di dalamKitab Undang-Undang Hukum Pidana. Remadja Karya.
__________________. 1986. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di DalamKitab Undang-Undang Hukum Pidana. Remadja CV Bandung,Bandung.
Hamzah, Andi. 2001. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia EdisiRevisi. Ghalia Indonesia, Jakarta.
___________. 2004. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. SinarGrafika, Jakarta.
____________. 2008. Hukum Acara Pidana. Sinar Grafika, Jakarta.
Harahap, M Yahya. 1998. Pembahasan Permasalahandan Dan PenerapanKUHAP (Jilid 1 dan Jilid II. Pustaka Kartini, Jakarta.
_______________. 2000. Pembahasan Permasalahan Dan PenerapanKUHAP Penyidikan Dan Penuntuta. Sinar Grafika, Jakarta.
_______________. 2002. Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAPPemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, kasasi, dan PeninjauanKembali Edisi Kedua. Sinar Grafika, Jakarta.
Ibrahim, Johnny. 2011. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.Bayu media Publishing, Malang.
Lamintang, P. A. F., Samosir, C. Djisman. 1990. Delik Delik Khusus,Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain Lain HakYang Timbul dari Hak Milik. Trasito, Bandung.
Loqman, Lobby. 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia (Suatu Ikhtisar).Datacom, Jakarta.
Makarao, Muhammad Taufik., Suhasril. 2004. Hukum Acara PidanaDalam Teori Dan Praktek. Ghalia Indonesia, Jakarta.
________________________________. 2010. Hukum Acara Pidanadalam Teori dan Prakte. Ghalia Indonesia, Bogor.
Marpaung, Laden. 2010. Proses Penanganan Perkara Pidana (DiKejaksaan dan Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksepsi.Sinar Grafika, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud. 2011. Penelitian Hukum. Kencana Media Group,Jakarta.
Nugroho, Hibnu. 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi diIndonesia. Media Prima Aksara, Jakarta.
Poernomo, Bambang. 1993. Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum AcaraPidana Dan Penegakan Hukum Pidana. Liberty, Yogyakarta.
Prakoso, Djoko. 1986. Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP. GhaliaIndonesia, Jakarta.
Prodjodikoro, Wiryono. 2003. Tindak Tindak Pidana Tertentu diIndonesia. PT Rafika Aditama, Bandung.
Prodjohamidjojo, Martiman. 1983. Sistem pembuktian dan Alat-Alat bukti.Ghalia Indonesia, Jakarta.
Salam, Mochammad Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori DanPrakte. Mandar Maju, Bandung.
Sumantri, I. 1996. Pembahasan Perkembangan Pembangunan NasionalTentang Hukum Acara Pidana. Badan Pembinaan Hukum Nasional,Jakarta.
Waluyadi. 2012. Pengetahuan Hukum Dasar Hukum Acara Pidana(Sebuah Catatan Khusus). Mandar Maju, Bandung.
Wisnubroto, Al. 2002. Praktek Peradila Pidana: Proses PenangananPerkara Pidana. Galaxy Puspa Mega, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).
________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).