qol abm full paper ichsan

20
Kualitas Hidup Pasien Dengan Alat Bantu Dengar Periode Januari 2015 - Agustus 2015 Ichsan Juliansyah Juanda, Sally Mahdiani, Arif Dermawan, M. Thaufiq Boesoirie Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung ABSTRAK Latar Belakang: Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Jenis gangguan dengar: tuli konduktif atau tuli sensorineural. Faktor penyebab gangguan pendengaran: bawaan atau didapat. Permasalahan yang timbul adalah perkembangan mental, kemampuan bicara, serta permasalahan di kehidupan sosial. Diperlukan penggunaan alat bantu mendengar (ABM) untuk memperbaiki kualitas pendengaran. Tujuan: memberikan informasi mengenai perubahan kualitas hidup pasien pengguna ABM dan mengetahui tingkat kepuasan pengguna ABM. Metode: penelitian deskriptif retrospektif dengan pendekatan potong lintang, di Poliklinik THT-KL RSHS Bandung periode Januari 2015-Agustus 2015. Hasil: Terdapat 200 pengguna ABM usia anak-anak 16 orang (8%), dewasa 114 orang (57%), lanjut usia 70 orang (35%). 70% mengalami peningkatan kemampuan komunikasi. ABM jenis Behind The Ear (BTE) terbanyak digunakan 131 (65.5%), Kesimpulan: Perbaikan kualitas hidup pada pasien pengguna ABM adalah sebesar 55%. Terdapat hubungan yang sangat erat antara perbaikan kualitas pendengaran dengan perbaikan kualitas hidup. Kata Kunci : Kualitas hidup, Alat bantu mendengar 1

Upload: ichsanjuliansyah

Post on 30-Jan-2016

275 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aha

TRANSCRIPT

Page 1: QoL ABM Full Paper Ichsan

Kualitas Hidup Pasien Dengan Alat Bantu DengarPeriode Januari 2015 - Agustus 2015

Ichsan Juliansyah Juanda, Sally Mahdiani, Arif Dermawan, M. Thaufiq BoesoirieDepartemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin

Bandung

ABSTRAKLatar Belakang: Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Jenis gangguan dengar: tuli konduktif atau tuli sensorineural. Faktor penyebab gangguan pendengaran: bawaan atau didapat. Permasalahan yang timbul adalah perkembangan mental, kemampuan bicara, serta permasalahan di kehidupan sosial. Diperlukan penggunaan alat bantu mendengar (ABM) untuk memperbaiki kualitas pendengaran. Tujuan: memberikan informasi mengenai perubahan kualitas hidup pasien pengguna ABM dan mengetahui tingkat kepuasan pengguna ABM. Metode: penelitian deskriptif retrospektif dengan pendekatan potong lintang, di Poliklinik THT-KL RSHS Bandung periode Januari 2015-Agustus 2015. Hasil: Terdapat 200 pengguna ABM usia anak-anak 16 orang (8%), dewasa 114 orang (57%), lanjut usia 70 orang (35%). 70% mengalami peningkatan kemampuan komunikasi. ABM jenis Behind The Ear (BTE) terbanyak digunakan 131 (65.5%), Kesimpulan: Perbaikan kualitas hidup pada pasien pengguna ABM adalah sebesar 55%. Terdapat hubungan yang sangat erat antara perbaikan kualitas pendengaran dengan perbaikan kualitas hidup. Kata Kunci : Kualitas hidup, Alat bantu mendengar

1

Page 2: QoL ABM Full Paper Ichsan

The Quality of Life of Patient With Hearing AidPeriod January 2015 - Agust 2015

Ichsan Juliansyah Juanda, Sally Mahdiani, Arif Dermawan, M. Thaufiq BoesoirieDepartement of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery

Faculty of Medicine Padjadjaran University/Dr. Hasan Sadikin HospitalBandung

ABSTRACTBackground: Hearing loss is partial or total inability to hear sound in one or both ears. Type of hearing disorder: conductive or sensorineural deafness. Factors causing hearing loss: congenital or acquired. The problem arises is the mental development, speech, and social life problems. Required the use of hearing aids to improve quality of hearing. Aim: provide information about changes in life quality of patients and determine the satisfaction level on hearing aid users. Methods: Retrospective descriptive study with cross sectional approach, in outpatient of Otorhinolaryngology Head-Neck Surgery, Hasan Sadikin Hospital, Padjadjaran University, period January 2015-August 2015. Results: There were 200 hearing aid users, 16 childrens (8%), 114 adults (57%), 70 geriatric (35%). 70% increased communication capabilities. Behind The Ear Types are the most used 131 (65.5%). Conclusion: Improved quality of life in patients on ABM is 55%. There is a close relationship between improvement of hearing quality with improved quality of life.Keywords: Quality of life, hearing aids

Alamat Korespondensi: Ichsan Juliansyah Juanda, Departemen THT-KL UNPAD-RSHS. Jl. Pasteur 38, Bandung. Email: [email protected]

2

Page 3: QoL ABM Full Paper Ichsan

PENDAHULUAN Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan (20-39 dB), gangguan pendengaran sedang (40-69 dB), dan gangguan pendengaran berat (70-89 dB).

Data World Health Organization (WHO) mengenai angka gangguan pendengaran dan ketulian menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) dari total penduduk dunia, tahun 2005 sekitar 278 juta (4,2%) dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi sekitar 360 juta (5,3%) penduduk dunia, 328 juta penduduk (91%) merupakan orang dewasa dan 32 juta (9%) adalah anak-anak. Dari hasil “WHO Multi Center Study” pada tahun 1998, Indonesia termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Langka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan india (6,3%). Serta diperkirakan 20% orang dengan gangguan pendengaran membutuhkan alat bantu dengar.

Berdasarkan data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2013 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, pada usia≥ 5 tahun didapatkan prevalensi gangguan pendengaran usia 5 – 14 tahun dan 15 – 24 tahun mengalami gangguan pendengaran masing – masing 0,8% serta prevalensi ketulian pada usia yang sama yaitu masing – masing 0,04%. Berdasarkan provinsi, prevalensi gangguan pendengaran tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (3,7%), Sulawesi utara (2,4%) dan terendah di Banten (1,6%), sedangkan prevalensi ketulian tertinggi ketulian ditemukan di Maluku (0,45%), Sulawesi Utara (0,12%), terendah di Kalimantan Timur (0,03%).

Pengaruh gangguan pendengaran dalam kehidupan dapat meliputi faktor psikososial frustasi, isolasi sosial, kesepian, kecelakaan meningkat. Gangguan dengar pada anak-anak dapat mengganggu proses perkembangan mental, kemampuan bicara dan tingkat intelegensi individu, pada usia remaja hingga dewasa masalah timbul biasanya berkaitan dengan sosial, kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut pengaruh gangguan dengar dapat menyebabkan rasa kesepian, frustasi, dan ketidakseimbangan emosi. Jenis gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai: 1. Tuli konduktif, disebabkan oleh kondisi patologis pada kanal telinga eksterna, membrane timpani, atau telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif tidak melebihi 60dB karena dihantarkan menuju koklea melalui tulang (hantaran melalui tulang) bila intensitasnya tinggi. Penyebab tersering gangguan pendengaran jenis ini pada anak adalah otitis media dan disfungsi tuba eustachius yang disebabkan oleh otitis media sekretori. Kedua kelainan tersebut jarang menyebabkan kelainan gangguan pendengaran melebihi 40dB, 2.Tuli Sensorineural disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf pendengaran dan batang otak sehinga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Bila kerusakan terbatas pada sel rambut di koklea, maka sel ganglion dapat bertahan atau mengalami degenerasi transneural. Bila sel ganglion rusak, maka nervus VIII akan mengalami degenerasi Wallerian. Penyebabnya antara lain adalah: kelainan bawaan, genetic, penyakit/kelainan pada saat anak dalam kandungan,

3

Page 4: QoL ABM Full Paper Ichsan

proses kelahiran, infeksi virus, pemakaian obat yang merusak koklea (kina, antibiotika seperti golongan makrolid), radang selaput otak, kadar bilirubin yang tinggi. Penyebab utama gangguan pendengaran ini disebabkan genetic atau infeksi, sedangkan penyebab yang lain lebih jarang, 3.Tuli campuran ada bila gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan. Berdasarkan penyebabnya gangguan pendengaran secara garis besar berasal dari genetik maupun didapat: 1. Faktor Genetik, pada umumnya berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromososm X (contoh Hunter’s syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease) kelainan mitokondria (contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa organ telinga (contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli konduktif). 2. Faktor didapat: a. Infeksi seperti Rubela kongenital, Cytomegalovirus, Toksoplasmosis, virus herpes simpleks, meningitis bakteri, otitis media kronik purulenta, mastoiditis, endolabirintitis, kongenital sifilis. Toksolasma, Rubela, Cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran pada 18% dari seluruh kasus gangguan pendengaran dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi Cytomegalovirus sebesar 50%, infeksi Rubela kengenital 50%, dan toksoplasma kongenital 10-15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang terjadi bersifat tuli sensorineural. Penelitian oleh Rivera menunjukan bahwa 70% anak yang mengalami infeksi sitomegalovirus kongenital mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa neonates. Pada meningitis bakteri melalui laporan post-mortem dan beberapa studi klinis menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau saraf pendengaran, sayangnya proses patologis yang terjadi sehingga menyebabkan gangguan pendengaran masih belum dapat dipastikan. b. Neonatal hyperbilirubinemia. c.Masalah perinatal seperti prematuritas, anoksia berat, hyperbilirubinemia, obat ototoksik. d.Obat ototoksik yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran adalah golongan antibiotika: eritromisin, gentamisin, streptomisin, netilmicin, amikasin, neomisin (pada penggunaan tetes telinga), kanamisin, vancomycin, golongan diuretika: furosemide. E. trauma seperti fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tenga atau koklea, dislokasi osikular, trauma suara. f.Neoplasma seperti bilateral neuroma akustik (neurofibromatosis-2), cerebellopontine tumor, tumor pada telinga tengah (contoh: rhabmomyosacoma, glomus tumor) Penatalaksanaan gangguan pendengaran dapat ditempuh dengan cara pengobatan medis tergantung pada masalah yang mendasarinya. Pengobatan dapat berupa observasi dan edukasi, pengobatan, dan diskusi mengenai kemungkinan tindakan bedah. Jika penyebab hilangnya pendengaran akibat serumen (kotoran) dan benda asing di dalam kanal telinga, ini dapat dilakukan ektraksi oleh seorang ahli THT. Pada kasus infeksi telinga luar, diperlukan antibiotik topikal. Apabila terdapat perforasi gendang telinga, infeksi yang mendasarinya harus diobati. Penting untuk melakukan perbaikan perforasi gendang telinga dengan pembedahan jika perforasi terus berlanjut selama lebih dari tiga bulan, atau terdapat masalah infeksi telinga yang berulang disertai keluarnya cairan telinga. Jika penyebab hilangnya pendengaran akibat pengobatan, pengobatan akan dihentikan atau diganti.

4

Page 5: QoL ABM Full Paper Ichsan

Untuk presbikusis (gangguan pendengaran akibat usia tua), tidak diperlukan pengobatan, meskipun orang yang mengalaminya akan disarankan untuk melindungi pendengarannya dan dievaluasi, apakah diperlukan alat bantu pendengaran. Alat bantu dengar konvensional adalah perangkat amplifikasi yang mendeteksi suara lingkungan dan menyampaikan serta memperkuat suara ke dalam kanal telinga bagian luar. Alat bantu dengar tersebut bermanfaat untuk gangguan pendengaran konduktif maupun sensorineural. Menurut Hasan (2012) komponen-komponen alat bantu dengar terdiri dari: resistor, kapasitor, IC (Integrated Circuit), Potensiometer (Alviansyah, 2010), baterai, mic kondensor berfungsi menerima sinyal suara yang kemudian akan menggetarkan membrane sehingga terbentuk sinyal listrik (Sumandari, 2008), Speaker, menurut Zaki (2011) speaker adala bagian dari sistem suara yang mempunyai spesifikasi paling sedikit namun paling menentukan kualitas dari bagian suara. Speaker bekerja dengan mengubah sinyal elektrik menjadi frekuensi radio (suara) dengan cara menggetarkan komponennya yang berbentuk selaput. Prinsip kerja alat bantu mendengar adalah ketika ada suara, frekuensi suara tersebut sebagai input yang diterima oleh mic, frekuensi suara itu diubah dari sinyal suara menjadi sinyal listrik lalu prosesnya dilanjutkan ke Amplifier. Di dalam Amplifier sinyal listrik diproses dengan menyaring suara percakapan dan suara bising, untuk selanjutnya membesarkan sinyal listrik tersebut dengan memfokuskan dan membesarkan sinyal suara pada suara percakapan dan mengecilkan suara bising. Sinyal listrik yang sudah diproses oleh amplifier selanjutnya diproses oleh receiver yang mengubah sinyal listrik menjadi suara yang sudah diperbesar. Receiver ini adalah speaker dalam hal ini earphone sebagi output nya. Suara yang didengar sama persis dengan sumber bunyi dan suara tersebut sudah diperbesar karena proses Amplifikasi alat bantu dengar. Dapat disimpulkan 4 komponen utama alat bantu dengar adala microphone, amplifier, receiver dan baterai. Efek samping dari pemakaian alat bantu dengar termasuk efek oklusi (telinga seakan tersumbat), umpan balik dan kemungkinan infeksi telinga. Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut: Kemampuan mendengar penderita, aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja, keterbatasan fisik, keadaan medis, penampilan, harga. Secara umum sistim kerja ABD dibedakan menjadi: a. Analog Prinsip sistem analog adalah memperkeras suara yang masuk telinga melalui komponen mekanik dasar yang sederhana. Sirkuit ABD ini telah diatur dari pabrik sehingga kemampuan pengaturan yang lebih individual sangat terbatas atau kurang fleksibel. Sistim ini mudah mengalami distorsi, terjadi noise (bising) pada rangkaian komponen dan rentan terhadap bising di sekitarnya. b. Digital Sistem analog merupakan ABD yang menggunakan chip komputer yang menganalisa suara yang masuk. Setelah suara diamplifikasi, teknologi digital akan memilih suara yang perlu diteruskan ke dalam telinga dan menyingkirkan suara yang

5

Page 6: QoL ABM Full Paper Ichsan

tidak diharapkan (noise). ABD Sistim digital bisa menerima program komputer tertentu yang dapat memilih frekuensi syang spesifik sesuai dengan kebutuhan. ABD Sistim digital menjadi sangat fleksibel karena secara otomatis dapat beradaptasi dengan suara yang keras atau halus, sehingga tidak terjadi perkerasan yang berlebihan. Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Berikut adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini:a. ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type) ABD jenis ini dapat dianggap sebagai ABD jenis terbesar. Mikrofon dan amplifier berada dalam satu unit berbentuk kotak; sedangkan receiver terpisah dan berada di liang telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier, dan baterai) dengan receiver dihubungkan melalui kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku baju atau kantung khusus yang digantungkan pada dada. Pada ABD jenis saku penempatan terpisah ini dimaksudkan agar pengguna dapat leluasa memperbesar output tanpa khawatir timbulnya bunyi feedback. Jadi ABD jenis saku ini diperlukan oleh penderita tuli berat atau sangat berat yang membutuhkan perkerasan bunyi atau output yang besar. Hal ini dianggap sebagai faktor yang menguntungkan untuk ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah dapat menggunakan baterai silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga mudah didapat. Selain itu, tombol pengatur juga mudah disesuaikan. Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku: Penampilan kosmetik kurang baik, Kemampuan mikrofon melokalisir bunyi dari belakang terhalang oleh tubuh, Tidak praktis karena ukuran relatif besar, Kabel dapat putus, Dapat timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain sakub. ABD jenis Belakang Telinga (BT) / Behind The Ear (BTE) ABD ini dipasang pada lekukan daun telinga bagian belakang, dengan mikrofon mengarah ke depan. Posisi ini cukup baik karena selain selalu mengikuti gerakan kepala juga menghadap lawan bicara. Suara yang telah diperkeras (output) disalurkan melalui pipa plastik (tubing) yang terhubung dengan ear mould di concha daun telinga, untuk selanjutnya diteruskan ke liang telinga. Kemampuan amplifikasinya cukup besar, juga tersedia jenis super power. Dalam hal mencegah bunyi feedback masih sedikit dibawah jenis saku. Sumber tenaga berupa batere yang bentuknya pipih dan tipis (disc). Penyetelan tombol pengatur juga relatif lebih mudah dibandingkan ABD jenis lain yang lebih kecil.c. Open-fit mini BTE ABD jenis ini merupakan abd yang paling baru dikembangkan. ABD jenis ini mengkombinasikan keelebihan akustik dari ABD berukuran besar dan kelebihan kosmetik dari ABD berukuran kecil. Open-fit mini BTE terdiri dari alat BTE yang kecil, tuba kurus tersembunyi yang berfungsi sebagai pengait daun telinga, dan receiver yang halus dan tidak sampai menutupi liang telinga. Hasilnya, efek oklusi yang dialami pasien berkurang, baterai dan amplifier yang lebih baik dibandingkan tipe yang lebih kecil, tampilan kosmetik yang lebih baik dibanding ABD tipe besar lainnya, dan pemakaian yang lebih singkat karena tidak memerlukan cetakan personal yang presisi sebagaimana ABD tipe BTE dan ITE butuhkan.d. ABD Jenis Dalam Telinga (DT) / In The Ear (ITE)ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE. Dipasang pada bagian concha daun telinga. Komponen ABD menyatu dengan ear mould. Karena ukurannya yang relatif kecil berarti jarak antara mikrofon dengan receiver

6

Page 7: QoL ABM Full Paper Ichsan

juga lebih pendek, akibatnya kemampuan amplifikasinya terbatas sehingga hanya cocok untuk ketulian derajat sedang.e. ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completely In Canal (CIC) ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC. ABD jenis ITC ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE. Pemasangan sampai setengah bagian luar liang telinga. Amplifikasi suara baik untuk frekuensi tinggi, karena dipasang cukup dalam pada liang telinga. Akan tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya bermanfaat untuk tuli derajat sedang. Selain itu juga terdapat jenis CIC yang merupakan ABD terkecil dan dipasang pada sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat dengan gendang telinga. Permukaan luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk mempermudah memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana halnya dengan jenis ITC, pengaturan secara manual lebih sulit. Namun hal ini dapat diatasi pada model terbaru yang telah dilengkapi dengan remote controlf. ABD jenis kacamata / Spectacle Aid ABD ditempatkan pada tangkai kaca mata bagian belakang. Umumnya jenis BTE, namun dapat juga jenis bone conduction, meskipun emanfaatan cara ini untuk ABD jenis hantaran tulang kurang efektif karena tekanan bone vibrator tidak stabil. Kandidat pemakai alat bantu dengar adalah setiap orang dengan kesulitan mendengar atau memahami pembicaraan harus mempertimbangkan penggunaan alat amplifikasi pendengaran. Hal ini terutama sangat dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran, dimana intervensi harus dianjurkan sedini mungkin. Gangguan pendengaran dapat secara umum dikelompokkan menjadi:1. Mild Hearing Loss (20-40 dB)Penggunaan alat bantu dengar dapat membantu kemampuan komunikasi pasien. Beberapa pasien dapat mempertimbangkan pemakaian alat bantu dengar paruh waktu / pada kondisi-kondisi tertentu saja2. Moderate Hearing Loss (45-65 dB) Penggunaan alat bantu dengar sudah menjadi kebutuhan bagi pasien dalam kategori ini. Pada umumnya alat bantu dengar memberikan hasil yang baik bila dipakai dengan strategi pemakaian yang sesuai3. Severe Hearing Loss (70-85 dB) Alat bantu dengar harus digunakan bila pasien masih ingin berkomunikasi dengan suara sebagai media penerimaan primernya. Pada beberapa kasus pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini membutuhkan implantasi koklea4. Profound Hearing Loss (>85 dB) Keberhasilan penggunaan alat bantu dengar pada pasien ini berbeda-beda tergantung umur dan berbagai faktor lainnya. Pada kasus yang baik, kemampuan komunikasi pasien dapat membaik, dan pada kasus terburuk pun, setidaknya alat bantu dengar masih dapat membantu sebagai warning device. Pasien dengan gangguan pendengaran jenis ini merupakan kandidat kuat untuk implantasi koklea. Selain tipe dan derajat ketulian, ada beberapa faktor lainnya yang perlu diperhitungkan mengenai apakah seorang pasien membutuhkan alat bantu dengar, antara lain:1. Umur dan kondisi kesehatan mental dan fisik pasien secara umum2. Motivasi pasien (Bukan keluarga atau pihak lain)3. Kondisi keuangan pasien

7

Page 8: QoL ABM Full Paper Ichsan

4. Pertimbangan kosmetis5. Kebutuhan pasien akan komunikasi, terutama dalam kehidupan dan pekerjaan Setelah ditentukan bahwa kandidat akan sangat tertolong dengan pemakaian alat bantu dengar, maka harus diseleksi spesifikasi alat tersebut. Untuk tujuan ini telah dikembangkan sejumlah metode dan rumusan. Umumnya tiap prosedur pemilihan membutuhkan informasi audiometrik berupa:1) Ambang pendengaran / Threshold (T)2) Tingkat Pendengaran paling nyaman / Most Comfortable Level (MCL)3) Tingkat kekerasan yang mengganggu / Loudness Discomfort Level (LDL)Setelah itu, klinisi harus menentukan apakah pasien membutuhkan alat bantu pendengaran pada satu atau kedua telinga. Bilamana mungkin sangat dianjurkan menggunakan alat bantu pada kedua telinga (binaural)Keuntungan amplifikasi binaural antara lain :1. Minimalisasi / Eliminasi efek bayangan kepala (Head Shadow)Efek bayangan kepala adalah berkurangnya intensitas sinyal dari sisi kepala yang berlawanan dari lokasi pemakaian alat bantu dengar. Dengan pemakaian binaural, hal ini dapat membaik atau bahkan hilang seluruhnya2. Peningkatan kemampuan lokalisasiDengan perbedaan intensitas dan waktu masuknya sinyal ke alat bantu dengar binaural, penderita dapat dengan lebih mudah menentukan lokasi sumber suara (lokalisasi)3. “Efek peredam” atau penekanan bising latar belakang (Binaural squelch)Binaural squelch adalah kemampuan otak untuk memisahkan suara dengan bising. Hal ini disebut juga sebagai central masking dan dapat bekerja dengan lebih baik dengan membandingkan suara dari dua telinga4. Sumasi binaural (Binaural loudness summation)Sumasi binaural adalah kemampuan otak untuk memproses suara dengan lebih baik melalui informasi yang repetitif, dalam hal ini melalui sinyal suara yang serupa dari kedua telinga. Paham yang dianut sekarang adalah bilamana mungkin sangat dianjurkan menggunakan pendengaran binaural. Akan tetapi, untuk alasan pribadi ataupun audiologik, pada beberapa pasien tidak dapat dilakukan amplifikasi binaural. Dengan demikian perlu dilakukan pemilihan salah satu telinga yang paling diuntungkan dengan teknik amplifikasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa telinga yang terpilih adalah telinga dengan diskriminasi bicara yang lebih baik dan dengan rentang dinamik yang lebih luas. Rentang dinamik adalah perbedaan antara tingkat ambang pendengaran dengan ambang ketidaknyamanan pendengaran.

8

Page 9: QoL ABM Full Paper Ichsan

Seorang pengguna ABD membutuhkan kemampuan pendengarannya dalam berbagai situasi, akan tetapi secara garis besar kebutuhan utama seorang pengguna ABD adalah:

9

Page 10: QoL ABM Full Paper Ichsan

1. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain secara langsung2. Kemampuan menggunakan media telekomunikasi3. Kemampuan mendengarkan sinyal tertentu seperti alarm kebakaran, bunyi bel. Tidak semua APD dapat mencakup ketiga kebutuhan tersebut, terutama kebutuhan nomor 2 dan 3. Karenanya, dibutuhkan Assistive Listening Device (ALD) Penelitian mengenai kualitas hidup pasien dengan alat bantu dengar berdasarkan jenis ABM belum banyak dilakukan. Atas dasar ini peneliti ingin melakukan penelitian. Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai perubahan kualitas hidup pasien pengguna ABD sehingga dapat diketahui tingkat kepuasan pengguna ABD. dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakter usia pengguna ABD, serta jenis ABD yang paling banyak digunakan.

METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di poliklinik THT-KL RSHS/FKUP, periode Januari 2015 - Agustus 2015 berdasarkan data rekam medis: Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Subjek adalah 200 orang pengguna alat bantu mendengar dari data di poliklinik gangguan dengar-bicara Departemen THT-KL FK UNPAD/RSHS, dan 2 perusahaan penyedia ABM

2. Subjek merupakan pengguna alat bantu dengar dan saat mengisi kuesioner masih menggunakan ABM.

Penelitian ini merupakan penelitian metode deskriptif retrospektif dengan pendekatan crossection (potong lintang) berdasarkan data rekam medis. Penilaian perubahan kualitas hidup pengguna ABM, menggunakan kuesioner yang terdiri dari 14 pertanyaan mengenai kualitas hidup pengguna alat bantu mendengar dengan nilai kepuasan mulai 1 hingga 5. Jumlah nilai yang didapatkan dari kuesioner tersebut kemudian di jumlahkan dan dinilai tingkat perbaikan kualitas hidupnya.

HASIL Selama periode Januari 2015 - Agustust 2015, dilakukan penelitian terhadap 200 pengguna alat bantu mendengar dengan respon rate sebesar 59%.Tabel 1. Konfigurasi Subjek Berdasarkan Usia

Variabel Kelompok Penelitian Periode Januari 2015 – Agustus 2015

n = 200Kriteria Usia

Anak-anak (12-14 th) 16 (8%)Dewasa (15 – 50 th) 114 (57%)Lanjut Usia (>51 th) 70 (35%)

Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh penggunakan alat bantu mendengar (ABM) sebanyak 200 orang, dengan sebaran usia anak-anak (12-14 th) sebanyak 16 orang (8%), dewasa (15-50 th) sebanyak 114 orang (57%), lanjut usia (>51 th) sebanyak 70 orang (35%).

10

Page 11: QoL ABM Full Paper Ichsan

Tabel 2. Konfigurasi Subjek Berdasarkan Jenis ABMVariabel Kelompok Penelitian Periode

Januari 2015 – Agustus 2015n = 200

Jenis ABMBody Worm Type (Poket kabel) 31 (15.5,%)Behind The Ear (BTE) 131 (65.5%)In The Canal Type (ITC) 18 (9%)In The Ear Type (ITE) 14 (7%)

Jenis ABM yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Body Worm Type (Poket kabel) sebanyak 31 orang (15.5%), Behind The Ear (BTE) sebanyak 131 orang (65.5%), In The Canal Type (ITC) sebanyak 18 orang (9%), In The Ear Type (ITE) sebanyak 14 orang (7%). Tabel 3. Konfigurasi Subjek Berdasarkan Lama Pemakaian ABM

Variabel Kelompok Penelitian Periode Januari 2015 – Agustus 2015

n = 200Lama Pemakaian<1 thn 25 (12.5%)1-5 th 134 (67%)>5 th 41 (20,5%)

Pada penelitian ini, didapatkan lama pemakaian ABM pada subjek <1 th sebanyak 25 orang (12.5%), 1-5 th sebanyak 134 orang (67%), >5 th sebanyak 41 orang (20.5%).

11

Page 12: QoL ABM Full Paper Ichsan

Tabel 4. Gambaran Perubahan Kualitas Hidup Setelah Menggunakan Alat Bantu Mendengar

Berdasarkan tabel.4 dokumentasi perbaikan kualitas hidup menggunakan kuesioner dengan 14 pertanyaan didapatkan 7 dari 10 orang mengatakan peningkatan kemampuan komunikasi dalam berbagai situasi. Lebih dari 50% pasien pengguna alat bantu mendengar memperbaiki kehidupan rumah tangga, kehidupan sosial, dan kemampuan berinteraksi di dalam kelompok. 4 dari 10 orang dilaporkan meningkat perasaan aman, kepercayaan diri, rasa bebas, hubungan dalam kerja (bagi mereka yang masih bekerja). 25% dari penggunan alat bantu mendengar meningkatkan rasa humor, kesehatan mental dan emosional, kemauan kognitif, kesehatan fisik. Apabila dilihat dari 14 pertanyaan mengenai perbaikan kualitas hidup, 75% pasien setidaknya memperoleh perbaikan setelah menggunakan alat bantu mendengar (tabel.5). Sebagai tambahan, 8 dari 10 merasakan perbaikan dalam kehidupan (tabel 6).

12

Page 13: QoL ABM Full Paper Ichsan

13

Page 14: QoL ABM Full Paper Ichsan

DISKUSI Pada penelitian ini didapatkan 200 orang pengguna alat bantu mendengar (ABM). dengan sebaran usia anak-anak (12-14 th) sebanyak 16 orang (8%), dewasa (15-50 th) sebanyak 114 orang (57%), lanjut usia (>51 th) sebanyak 70 orang (35%). Dimana jumlah terbanyak didapatkan pada usia dewasa yang sesuai dengan data World Health Organization (WHO) mengenai angka gangguan pendengaran pada tahun 2013 sekitar 360 juta (5,3%) penduduk dunia, 328 juta penduduk (91%) merupakan orang dewasa dan 32 juta (9%) adalah anak-anak. Jenis ABM yang digunakan terbanyak adalah Behind The Ear (BTE) sebanyak 131 orang (65.5%), kemudian diikuti Body Worm Type (Poket kabel) sebanyak 31 orang (15.5%), , In The Canal Type (ITC) sebnayak 18 orang (9%), dan In The Ear Type (ITE) sebanyak 14 orang (7%). Hal ini disebabkan karena keunggulan BTE dibandingkan jenis ABM lainnya. BTE memiliki amplifikasi yang kuat, feedback yang inimal serta pengaturannya dapat diatur sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan pada pasien gangguan pendengaran. Keunggulan lain BTE karena alat jenis ini relatif lebih nyaman saat digunakan. Menurut Kockhin lama penggunaan ABD dapat mempengaruhi peningkatan kualitas hidup penggunanya. Dari penelitian ini didapatkan lama pemakaian ABM pada subjek terbanyak adalah selama 1-5 th sebnayak 134 orang (67%) diikuti >5 th sebanyak 41 orang (20.5%).<1 th sebanyak 25 orang (12.5%). Dalam penelitian ini digunaka kuesioner dengan 14 pertanyaan mengenai perubahan yang dirasakan pengguna ABD. Dari seluruh pertanyaan hal yang paling signifikan dirasakan penggunaan ABD adalah perbaikan efektifitas dalam berkomunikasi sebanyak 75 orang (37.4%). Prinsip ABD adalah ampifikasi dimana suara yang diterima oleh mic akan dikeraskan dan dikeluarkan melalui receiver alat yang mengeluarkan suara dan pada akhirnya didengar oleh pengguna ABM. Sebanyak 41.2% mengatakan mengalami perubahan kualitas hidup yang sangat baik pada pengguna alat bantu mendengar, dan sebanyak 33.9% mengaku puas setelah menggunakan ABD. KESIMPULAN Perbaikan kualitas pendengaran pada pasien yang menggunakan alat bantu mendengar adalah sebesar 55%. 75% pasien dilaporkan setidaknya mengalami perbaikan kualitas hidup pada satu aspek dalam kuesioner. 8 dari 10 pengguna ABM merasa puas dengan perubahan dalam hidupnya setelah menggunakan ABM. 9 dari 10 pengguna ABM didapatkan mengalami perbaikan kemampuan pendengarannya sebanyak 70%. Terdapat hubungan yang sangat erat antara perbaikan kualitas pendengaran dengan perbaikan kualitas hidup.

14

Page 15: QoL ABM Full Paper Ichsan

DAFTAR PUSTAKA

1. Kochkin S, Beck D, Christensen L, Compton-Conley C, Fligor B, Kricos P, McSpaden J, Mueller HG, Nilsson M, Northern J, Powers T, Sweetow R, Taylor B, Turner R: MarkeTrak VIII: The impact of the hearing healthcare professional on hearing aid user success. Hear Rev 2010;17(4):12-34.

2. Kochkin S: MarkeTrak VIII: Mini-BTEs tap new market, users more satisfied. Hear J 2011;64(3):17-18,20,22,24

3. Kochkin S: MarkeTrak VI: On the issue of value: hearing aid benefit, price, satisfaction and brand repurchase rates. Hear Rev 2003;10(2):12-25.

4. Larson VD, et.al: Efficacy of 3 commonly used hearing aid circuits: a crossover trial. JAMA;284(14):1806-1813.

5. Kochkin S: MarkeTrak VIII: 25-Year trends in the hearing health market. Hear Rev 2009;16(10):12-31.

6. Ciorba A. et al., The Impact of Hearing Loss on The Quality of Life of Elderly Adults. Clinical Interventions in Aging. 2012:7 159-163

7. Li-Korotky, Age-Related Hearing Loss: Quality of Care for Quality of Life. The Gerontologist. 2012 Vol 52, no.2 2012

8. Suhartini R., Penduduk Usia Lanjut Usia. Tesis. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2006. h 1-2.

9. Binstock R. Hearing impairment and elderly people. Washington: BC Decker; 2008. P. 35-42

10. Monica Paskawita Haurissa, dkk. Pengaruh paparan bising terhadap ambang pendengaran siswa SMK Negeri 2 Manado Jurusan eknik Konstruksi Batu Beton. Universitas Sam Ratulangi: Manado; 2007

11. Indonesia. Kementrian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengambangan Republik Indonesia; 2013

12. Matehers, Colin; Smith, Andrew; Concha, Marisol. Global burden of hearing loss in the year 2000. Global burden of Disease, 2000, 18.

15