rangkuman bank indonesia ii
TRANSCRIPT
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 1/14
Rangkuman Bank Indonesia II
Perbankan
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan
untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan
taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR.
Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat
menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas.
Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat
melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara
prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah.
Bank-Bank Milik Negara
Bank Sentral
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian
ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank
yang di nasionalkan di tahun 1951.
Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor
Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank
tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor
impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 2/14
Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.
Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.
Bank Negara Indonesia (BNI '46)
Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara
Indonesia '46.
Bank Dagang Negara(BDN)
BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP
(Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank
Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yang berada diluar Bank Negara
Indonesia Unit.
Bank Bumi Daya (BBD)
BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles
Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun
1968 menjadi Bank Bumi Daya.
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.
Bank Tabungan Negara (BTN)
BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950.
Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara
dengan UU No 20 Tahun 1968.
Bank Mandiri
Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN),
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger
keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia
sebagai:
Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur
dana
Pelaksana kebijakan moneter;
Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar
tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual,
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 3/14
dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan
bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern
yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan
tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
:: Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan
tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi
pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan
pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank,
pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan
ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka
menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan
masyarakat.
3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan
bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung
(off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang
berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan
melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil
pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat
melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk,
perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak
lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.
4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk
menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila
suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur
pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 4/14
Jasa perbankan
Diberikan untuk mendukung kelancaran menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang
berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung.[4] Jasa
perbankan lainnya antara lain sebagai berikut:
1. Jasa setoran seperti setoran listrik, telepon, air, atau uang kuliah
2. Jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun, atau hadiah
3. Jasa pengiriman uang ( transfer )
4. Jasa penagihan ( inkaso )
5. Kliring
6. Penjualan mata uang asing
7. Penyimpanan dokumen
8. Jasa cek wisata
9. Kartu kredit
10. Jasa-jasa yang ada di pasar modal, seperti pinjaman emisi dan pedagang efek.
11. Jasa Letter of Credit (L/C)
12. Bank garansi dan referensi bank
13. Jasa bank lainnya.
Arah Kebijakan Moneter dan Perbankan Bank Indonesia Tahun 2012
(Pertemuan Tahunan Perbankan, 9 Desember 2011)
Masyarakat mendambakan perbankan yang tidak saja sehat dan kuat, tapi juga berperan secara
efektif dan efisien dalam pembiayaan perekonomian. Terciptanya perbankan yang sehat dan kuat di
satu sisi, dan perbankan yang dapat menjalankan fungsi intermediasinya secara efektif dan efisien di
sisi lainnya, bukanlah dua hal yang dapat dipisahkan. Selain itu, industri perbankan perlu terus
berbenah untuk meningkatkan daya saing terutama dalam menghadapi tantangan yang sudah
sangat nyata di depan, yaitu perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Dengan memandang bahwa pengelolaan ekonomi makro kedepan masih harus berhadapan dengan
risiko global dan kompleksitas permasalahan domestik yang begitu besar, arah kebijakan Bank
Indonesia pada tahun 2012 akan di arahkan dalam rangka:
a) Mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian
sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global.
b) Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam
perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan.
c) Meningkatkan efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem
pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
d) Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen
pencegahan dan penanganan krisis (PMK).
e) Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses
perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 5/14
Pada tahun 2012, kebijakan moneter akan diarahkan dalam rangka melanjutkan stabilisasi di sektor
keuangan serta menjangkar BI Rate yang konsisten dengan upaya mengoptimalkan stimulus pada
perekonomian, namun dengan tetap memperhatikan pencapaian sasaran inflasi.
Respon suku bunga akan diarahkan agar konsisten untuk pencapaian sasaran inflasi IHK sebesar 4,5
persen ± 1 persen pada tahun 2012 dan 2013, sekaligus untuk menjaga momentum penguatan
ekonomi dan memitigasi risiko dari perlambatan ekonomi global. Kebijakan suku bunga ini akan
dilengkapi dengan kebijakan makro prudensial, untuk memitigasi risiko kerentanan pada sektor-
sektor konsumtif yang pertumbuhannya tidak sustainable atau berpotensi mengalami
pengelembungan harga aset (asset bubble).
Strategi operasi kebijakan moneter akan tetap diarahkan untuk menjaga kestabilan suku bunga di
pasar uang rupiah, mendukung stabilitas nilai tukar, dan memelihara stabilitas pasar keuangan. Saya
memandang, bentuk stabilitas tersebut perlu memberikan ruang yang lebih luas bagi pendalaman
pasar keuangan nasional.
Oleh karena itu, operasi moneter akan bertumpu pada instrumen-instrumen yang secara langsung
dapat menghidupkan aktifitas transaksi di pasar uang seperti, transaksi pasar uang rupiah antar bank
(PUAB), Repurchase Agreement (Repo) dan swap. Dengan demikian, ini akan mendorong
pengelolaan likuiditas perbankan secara lebih sehat dan efisien. Bank Indonesia juga melihat
perlunya langkah-langkah untuk melanjutkan proses ‘re-alignment’ struktur suku bunga di pasar
keuangan melalui berbagai penyempurnaan dalam mekanisme operasi pasar terbuka (OPT).
Kebijakan Bank Indonesia di nilai tukar akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar
dengan memperhatikan pencapaian keseimbangan internal dan eksternal perekonomian, serta
memberikan kepastian bagi seluruh pelaku ekonomi. Sejak Januari 2012, kebijakan stabilisasi nilaitukar akan didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor (DHE)
dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank domestik. Bank Indonesia juga tengah me-review
ketentuan-ketentuan untuk memperkaya instrument di pasar valas dalam rangka menghidupkan
transaksi lindung nilai (hedging).
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, Bank Indonesia akan mengoptimalkan fungsi Kantor
Bank Indonesia (KBI) sebagai fasilitator dan katalisator percepatan pembangunan di daerah,
terutama di wilayah timur Indonesia dimana disparitas pertumbuhannya masih cukup lebar. KBI
akan didorong untuk menjalankan fungsinya secara efektif, dengan memperkuat jalinan hubungan
dengan Pemerintah Daerah. Pelaksanaa tugas TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) ke depan akanditopang dengan sistem informasi harga barang strategis terutama mencakup informasi mengenai
produksi dan stok secara nasional. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut memerlukan komitmen
yang kuat dan dukungan dari banyak pihak termasuk dari kementerian terkait seperti Kementerian
Pertanian dan Kementerian Perdagangan, termasuk dari Pemerintah Daerah
Di bidang perbankan, kebijakan akan diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara peningkatan
daya saing dan memperkuat ketahanan perbankan, dengan tetap mendorong intermediasi bank
termasuk memperluas akses masyarakat ke layanan jasa perbankan berbiaya rendah.
Dalam rangka meningkatkan daya saing perbankan, kebijakan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) akandilanjutkan untuk memastikan mekanisme pasar berjalan dengan baik sehingga sasaran kebijakan
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 6/14
dapat tercapai. Sebagai tindak lanjut dari sisi pengawasan bank, akan ditingkatkan enforcement
ketentuan dengan mewajibkan Rencana Bisnis Bank (RBB) mencantumkan target-target peningkatan
efisiensi dan penurunan suku bunga kredit pada level yang wajar. Bank Indonesia juga tengah
“mengkaji” praktek pemberian tingkat bunga dana pihak ketiga (DPK) di atas tingkat bunga yang
ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta mengkaji pembatasan pemberian hadiah
bagi nasabah.
Kebijakan penguatan ketahanan perbankan dilakukan melalui peningkatan permodalan dalam
rangka mendukung pertumbuhan ekonomi ke depan dan antisipasi perubahan siklus bisnis. Melalui
kebijakan ini perbankan Indonesia akan lebih siap dalam mengantisipasi berbagai risiko karena dapat
di-cover dengan permodalan yang mencukupi.
Aspek perlindungan nasabah dan tata kelola perbankan juga merupakan dua aspek yang perlu
memperoleh perhatian. Beberapa kasus fraud di perbankan yang menyita perhatian pada tahun
2011 memerlukan penataan kembali kebijakan terkait dengan kedua aspek di tersebut. Oleh karena
itu, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan untuk menyempurnakan aspek
perlindungan nasabah dan calon nasabah.
Lebih lanjut, untuk peningkatan kualitas tata kelola perbankan, Bank Indonesia akan
menyempurnakan ketentuan transparansi laporan keuangan, khususnya yang terkait laporan
keuangan publikasi, dan pengaturan terhadap akuntan publik yang digunakan oleh perbankan. Bank
Indonesia juga terus mengkaji kebijakan kepemilikan di perbankan dan kebijakan multi-license
seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha bank.
Di luar aspek penguatan daya saing dan ketahanan perbankan, Bank Indonesia akan mendorong
intermediasi perbankan melalui beberapa langkah sebagai berikut :
a) Melanjutkan upaya mendukung perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada
masyarakat khususnya layanan perbankan bagi masyarakat pedesaan berbiaya rendah,
termasuk peningkatan kualitas program Tabunganku, pengembangan edukasi keuangan,
pelaksanaan Financial Identity Number dan pelaksanaan survei literacy.
b) Memfasilitasi intermediasi untuk mendukung pembiayaan di berbagai sektor potensial
bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah. Disamping itu, akan pula dikaji mengenai
berbagai hambatan dalam pembiayaan untuk sektor-sektor yang tingkat pertumbuhan
kreditnya masih relatif rendah. Terkait dengan kebutuhan pembiayaan sektor-sektor yang
secara komersial tidak diminati oleh perbankan namun memiliki peran strategis dalamperekonomian, Bank Indonesia bersama-sama dengan pemerintah akan mengembangkan
berbagai skim pembiayaan.
Upaya peningkatan daya saing dan tata kelola juga akan menjadi arah kebijakan perbankan Syariah.
Selain itu akan didorong pengembangan produk dan aktivitas perbankan syariah. Strategi
pengembangan BPRS ke depan diarahkan sesuai dengan karakteristik BPRS sebagai community bank
yang sehat, kuat, produktif, serta fokus pada penyediaan pelayanan jasa keuangan kepada UMKM
dan masyarakat setempat di daerah.
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 7/14
Seperti juga dengan industri perbankan yang diharapkan dapat menurunkan biaya perekonomian,
area jasa pembayaran (financial services) juga memiliki tujuan serupa. Area jasa pembayaran ini
mencakup baik sistem pembayaran yang kita telah kenal, baik tunai dan non-tunai, serta setelmen
(penyelesaian transaksi).
Bank Indonesia berketetapan untuk mengambil posisi kepemimpinan dalam menentukan arah
kebijakan pengembangan jasa pembayaran ke depan. Koordinasi kebijakan antar instansi dan
otoritas akan terus dibutuhkan, terlebih karena terdapat pengembangan jasa pembayaran yang
melibatkan pihak di luar bank sentral. Pengembangan industri jasa pembayaran nasional ke depan
akan dilakukan melalui sejumlah upaya yaitu :
a) Pertama, peningkatan keamanan dan kehandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui
penerapan mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka
hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran nasional;
b) Kedua, peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk
mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara
jasa pembayaran.
c) Ketiga, peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku
jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen.
Berbagai program pengembangan jasa pembayaran nasional dituangkan dalam cetak biru, yang
secara terpadu menjadi pedoman dalam mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, aman dan
handal.
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah diterima secara internasional. Oleh karena itu,
muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem
keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan
menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari
berbagai sumber:
” Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock)
yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.”
” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai
gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan
pembayaran dan menyebar risiko secara baik.”
” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan
harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan
ekonomi.”
Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor
yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat
dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara
kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapatbersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 8/14
kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko
operasional.
Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan
teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas
wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas
yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber
pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat
mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward
looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul
serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut
selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin
membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.
Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan . Kelima
peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu
adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu
menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas
moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui
penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi.
Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telahmenerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang
sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui
mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan
memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah
terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah
ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan
serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwanegara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh.
Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi
perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan.
Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem
pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran
sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagionrisk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 9/14
mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung
semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time
atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan
keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank
Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem
pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara
macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi
potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset,
Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi
kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi
rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam
gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi
bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank
Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan
sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun
krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan
pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk
membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari
terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat
harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan
mengenai skim asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank
sentral (lender of last resort), serta kebijakan penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih
ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme
penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. Dengan
demikian, sasaran JPSK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor keuangan dapat
berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan.
Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sektor
Keuangan (JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang Undang tentang
Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka JPSK dimaksud dimuat secara jelas mengenai
tugas dan tanggung-jawab lembaga terkait yakni Departemen Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) sebagai pemain dalam jaring pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen
Keuangan bertanggung jawab untuk menyusun perundang-undangan untuk sektor keuangan dan
menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral bertanggung-jawab untuk
menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran sistem
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 10/14
pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawab untuk menjamin simpanan
nasabah bank serta resolusi bank bermasalah.
Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang pada saat ini
masih dalam tahap pembahasan Dengan demikian, UU JPSK kelak akan berfungsi sebagai landasan
yang kuat bagi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh otoritas terkait dalam rangka
memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam RUU JPSK semua komponen JPSK ditetapkan secara
rinci yakni meliputi: (1) pengaturan dan pengawasan bank yang efektif; (2) lender of the last resort;
(3) skim asuransi simpanan yang memadai dan (4) mekanisme penyelesaian krisis yang efektif.
1. Pengaturan dan Pengawasan Bank yang efektif
Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif merupakan jarring pengaman pertama dalam JPSK
(first line of defense). MEngingat pentingnya fungsi pengawasan dan pengaturan yang efektif, dalam
kerangka JPSK telah digariskan guiding principles bahwa pengawasan dan pengaturan terhadap
lembaga dan pasar keuangan oleh otoritas terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjagastabilitas system keuangan, serta harus berpedoman kepada best practices dan standard yang
berlaku.
2. Lender of last Resort
Kebijakan lender of last resort (LLR) yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif dalam
pencegahan dan penanganan krisis. Sejalan dengan itu, BI telah merumuskan secara lebih jelas
kebijakan the lender of last resort (LLR) dalam kerangka JPSK untuk dalam kondisi normal dan
darurat (krisis) mengacu pada best practices. Pada prinsipnya, LLR untuk dalam kondisi normal hanya
diberikan kepada bank yang illikuid tetapi solven yang memiliki agunan likuid dan bernilai tinggi.
Sedangkan dalam pemberian LLR untuk kondisi krisis, potensi dampak sistemik menjadi faktor
pertimbangan utama, dengan tetap mensyaratkan solvensi dan agunan.
Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of last
resort dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya
menjadi beban Pemerintah berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 3 Tahun 2004 yang telah disetujui DPR
tanggal 15 Januari 2004. Sebagai peraturan pelaksanaan fungsi lender of the last resort, telah
diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136/PMK.05/2005 tanggal 30 Desember
2005 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/1/2006 tanggal 3 Januari 2006. Pendanaan FPD
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3. Skim Penjaminan Simpanan (deposit insurance) yang memadai
Pengalaman menunjukkan bahwa LPS merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan. Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) yang diberlakukan
akibat krisis sejak tahun 1998 memang telah berhasil memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
sektor perbankan. Namun penelitian menunjukkan bahwa blanket guarantee tersebut dapat
mendorong moral hazard yang berpotensi menimbulkan krisis dalam jangka panjang.
Sejalan dengan itu, telah diberlakukan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Nomor24 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut tersebut, LPS nantinya memiliki dua tanggung jawab
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 11/14
pokok yakni: (i) untuk menjamin simpanan nasabah bank; dan (ii) untuk menangani (resolusi) bank
bermasalah. Untuk menghindari dampak negatif terhadap stabilitas keuangan, penerapan skim LPS
tersebut akan dilakukan secara bertahap. Selanjutnya, jaminan simpanan nasabah bank akan
dibatasi sampai dengan Rp100 juta per rekening mulai Maret 2007.
4. Kebijakan Resolusi Krisis yang efektif
Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dituangkan dalam kerangka kebijakan JPSK agar krisis
dapat ditangani secara cepat tanpa menimbulkan beban yang berat bagi perekonomian. Dalam JPSK
ditetapkan peran dan kewenangan masing-masing otoritas dalam penanganan dan penyelesaian
krisis, sehingga setiap lembaga memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas. Dengan
demikian, krisis dapat ditangani secara efektif, cepat, dan tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya
ekonomi yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait. Untuk itu
dibentuk Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan KetuaDewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebagai bagian dari kebijakan JPSK tersebut,
telah dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua
Dewan Komisioner LPS tentang Forum Stabilitas Sistem Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI,
Depkeu dan LPS dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.
Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
Sistem Pembayaran di Indonesia
Apa Itu Sistem Pembayaran (SP)?
Apa itu SP? SP adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang
dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari
suatu kegiatan ekonomi. Lantas, apa saja komponen dari SP? Sudah barang tentu harus ada alat
pembayaran, ada mekanisme kliring hingga penyelesaian akhir (settlement). Nah, selain itu juga ada
komponen lain seperti lembaga yang terlibat dalam menyelenggarakan sistem pembayaran.
Termasuk dalam hal ini adalah bank, lembaga keuangan selain bank, lembaga bukan bank
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 12/14
penyelenggara transfer dana, perusahaan switching bahkan hingga bank sentral (lihat
Perkembangan).
Evolusi Alat Pembayaran
Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Kalau kita menengokkebelakang yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter antarbarang yang
diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra moderen. Dalam perkembangannya, mulai dikenal
satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini
uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat
pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran
nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet
giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat
pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).
Alat Pembayaran Tunai
Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan logam). Uang kartal
masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat
moderen seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang
cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Pada tahun 2005, perbandingan uang kartal terhadap
jumlah uang beredar sebesar 43,3 persen.
Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal efisiensi. Hal itu
bisa terjadi karena biaya pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang mahal. Hal itu belum
lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu pembayaran. Misalnya, ketika Anda menunggu
melakukan pembayaran di loket pembayaran yang relatif memakan waktu cukup lama karena
antrian yang panjang. Sementara itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga mengundang
risiko seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang.
Menyadari ketidak-nyamanan dan inefisien memakai uang kartal, BI berinisiatif dan akan terus
mendorong untuk membangun masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau
Less Cash Society (LCS).
Alat Pembayaran Nontunai
Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Kenyataan inimemperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran nontunai yang dilakukan bank maupun
lembaga selain bank (LSB), baik dalam proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun
sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi
pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS
(Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS adalah muara
seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia.
Bisa dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat
mendesak (urgent) seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham,
transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement hasil kliring dilakukan melaluisistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, BI-RTGS melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari.
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 13/14
Sedangkan transaksi nontunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan uang
elektronik masing-masing nilai transaksinya hanya Rp8,8 triliun per hari yang dilakukan bank atau
LSB.
Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang tentu harus
dijaga kontinuitas dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini ngadat atau mengalami
gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di dalam negeri.
Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS
tadi. Untuk itulah BI sangat peduli menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai
Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi
pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent).Adalah wajar saja apabila Bank Indonesia
sangat peduli menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, kehandalan teknologi,
jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS. Selain SIPS dikenal pula System Wide Important
Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan
APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. BI juga peduli dengan SWIPS karena sifat sistem yang
digunakan secara luas oleh masyarakat. Apabila terjadi gangguan maka kepentingan masyarakat
untuk melakukan pembayaran akan terganggu pula, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan
alat-alat pembayaran yang diproses dalam sistem.
Perlu diketahui bahwa BI bukan semata peduli akan terciptanya efisiensi dalam sistem pembayaran,
tapi juga kesetaraan akses hingga ke urusan perlindungan konsumen. Yang dimaksud terciptanya
sistem pembayaran, itu artinya memberi kemudahan bagi pengguna untuk memilih metode
pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah dengan biaya serendah mungkin. Sementara
yang dimaksud dengan kesetaraan akses, BI akan memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran. Sedangkan aspek perlindungan konsumen dimaksudkan
penyelenggara wajib mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam
penyelenggaraan sistemnya.
SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI)
Pengertian Kliring
Kliring adalah suatu tata cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan surat-
surat berharga dari suatu bank terhadap bank lainnya, dengan maksud agar penyelesaiannya dapat
terselenggara dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar lalu lintas
pembayaran giral.
Lalu lintas pembayaran giral adalah, suatu proses kegiatan bayar membayar dengan waktat atau
nota kliring, yang dilakukan dengan cara saling memperhitungkan diantara bank-bank, baik atas
beban maupun untuk keuntungan nasabah yang bersangkutan
Giral adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan.
Jenis Transaksi Kliring
Transaksi kliring yang dapat dilakukan meliputi:
5/16/2018 Rangkuman Bank Indonesia II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/rangkuman-bank-indonesia-ii 14/14
1. Transfer debet (menggunakan cek, bilyet giro atau warkat debet lainnya); dan
2. Transfer kredit (mengisi formulir isian yang disediakan oleh bank) yang kemudian akan
dikirim oleh bank melalui data keuangan elektronik yang disediakan dalam SKNBI.
Jenis-Jenis Kliring
1. Kliring umum, adalah : sarana perhitungan warkat-warkat antar bank yang pelaksanaannya
diatur oleh B I.
2. Kliring lokal, adalah : sarana perhitungan warkat-warkat antar bank yang berada dalam suatu
wilayah kliring (wilayah yang ditentukan).
3. Kliring antar cabang, adalah : sarana perhitungan warkat antar kantor cabang suatu bank
peserta yang biasanya berada dalam satu wilayah kota. KLiring ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan seluruh perhitungan dari sauatu kantor cabang untuk kantor cabang lainnya
yang bersangkutan pada kantor induk yang bersangkutan.