rangkuman buku
TRANSCRIPT
Nama : Tedy Tarudin
NIM : 1000684
Judul Buku : EVALUASI PENDIDIKAN Prinsip & Operasionalnya
Karangan : Prof. H.m. Sukardi, MS., Ph.D
BAB 11 ANALISI ITEM
A. ANALISIS ITEM PADA TES NORMATIF
Dalam menevaluasi item, minimal ada dua aspek utama yang perlu
dipertimbangkan oleh seornag evaluator. Kedua aspek tersebut, yaitu tingkat
kesulitan setiap ite dan nilai pembeda atau diskriminatif item.
1. Tingkat Kesulitan
Tingkat kesulitan item atau disebut juga indeks kesulitan item adalah
angka yang menunjukkan proporsi siswa yang menjawab betul dalam satu soal
yang dilakukan dengan menggunakan tes objektif. Tingkat kesulitan tes item pada
umumnya ditunjukkan dengan presentase siswa yang memperoleh jawaban item
benar. Kesulitan item mengikuti formula seperti berikut.
Pi = ij
Di mana :
Pi = Nilai kesulitan item
Nt = Jumlah peserta didik dalam sampel
Xij = skor item i untuk peserta didik j
Semakin tinggi nilai Pi berarti semaki mudah item atau soal tersebut bagi
para siswa yang dievaluasi. Sebaliknya, semakin rendah nilai Pi berarti semakin
sulit item tes bagi para siswa. Secara empiris, batasan tentang nilai kesulitan ini
1
siswa yang telah menjawab item. Perubahan ini suatu ketika bias menjadi
signifikan, apabila terjadi pada item-item tertentu yan gpada akhir tes banyak
yang mengosongkan atau tidak menjawab. Oleh karena itu para evaluator perlu
hati-hati dan mengantisipasi kemungkinan di atas, utamanya ketika para evaluator
sedang melakukan uji coba item-item tes yang dimaksud. Menurut Grounlund dan
Linn (1990), item kesulitan untuk tes normative, dapat menggunakan formula
berikut.
Item kesulitan = x 100%
Di mana :
R = Jumlah siswa yang menjawab item benar
T = Total siswa yang mengikuti evaluasi
2. Indeks Pembeda (IP)
Batasan tentang indeks pembeda muncul terutama pada item-item tes yang
disusun secara objektif. Apa yang dimaksud dengan indeks pembeda pada tes
pencapaian hasil belajar, khususnya indeks pembeda yang mengacu pada tes
normative? Indeks pembeda menurut Barnard (1999) adalah angka atau koefisien
yang memberikan informasi tentang pembeda secara individual, termasuk
membedakan antara siswa yang pencapaiannya tinggi dengan siswa yang
pencapaiannya rendah dalam suatu tes pencapaian hasil belajar.
Indeks pembeda item pada prinsipnya membedakan pada arah positif atau
arah negative. Indeks pembeda negative, apabila siswa pada grup atas lebih
banyak jumlahnya, jika dibandingkan siswa denga grup bawah. Indeks positif
menunjukkan bahwa item tes memiliki arah yang sama deng total skor yang
merefleksikan pencapaian tujuan yang diinginkan. Sebaliknya, indeks pembeda
negative berarti item menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan tujuan hasil
belajar yang sudah direncanakan oleh guru.
Indeks pembeda menurut Daryanto (2005) dan Slameto (2001) merupakan
kemampuan sesuatu soal atau item dalam membedakan antara siswa ynag pandai
2
atau berhasil dengan siswa yang kurang berhasil atau bodoh. Formula indeks
pembeda dapat ditampilkan seperti berikut.
IP =
Di mana :
IP = indeks pembeda item
Ru = jumlah siswa yang menjawab benar pada grup atas
R1 = Jumlah siswa yang menjawab benar pada grup bawah
T = Total siswa yang mengikuti tes
B. ANALISIS ITEM PADA TES KRITERION
Item analisis tes criterion yang juga sering disebut penilaian acuan
patokan, pada prinsipnya juga melihat setiap item atas dasar tingkat kesulitan dan
indeks pembeda yang dapat diuraikan seperti berikut.
1. Tingkat Kesulitan
Tingkat kesulitan untuk tes criterion, tidak terlalu mendasarkan pada
kemampuan item dalam membedakan antara tinggi dan rendahnya siswa dalam
menjawab soal pada suatu grup kelas. Kesulitan setiap item tes criterion pada
prinsipnya ditentukan oleh hasil belajar yang ingin diukur.
Dalam tes yang mengacu pada penilaian acuan patokan, tidak ada usaha
yang dibuat untuk mengubah tingkat kesulitan item tanpa meliahat tugas dalam
proses pembelajaran. Agar meningkatkan daya pembeda atau mencapai
penyebaran skor tes yang baik, formula baku untuk menentukan kesulitan item
dapat diaplikasikan pada tes dengan penilaian patokan.
2. Indeks Pembeda
Kemampuan item tes untuk membedakan antara siswa yang menjawab
benar dlaam kelompok tinggi dan siswa yang menjawab benar dalam kelompok
3
rendah pada umumnya tidak terlalu penting untuk tes yang disusun dengan
penilaian acuan patokan.
Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan oleh seorang evaluator dlaam
menganalisis item dengan penilaian acuan patokan adalah apakah item-item tes
telah benar-benar mengukur pengaruh intruksional atau pengajaran seorang guru?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, seorang guru perlu dianjurkan perlunya
menerapkan prinsip eksperimen semu (quasi experiment). Hasil yang dicapai
adlah dapat diperolehnya indeks sensitivitas pengaruh pengajaran (S) yang
mengikuti formula seperti berikut.
S =
Di mana :
S = Sensitivitas pengaruh pengajaran
Ra = jumlah siswa menjawab benar sesudah proses pengajaran
Rb = Jumlah siswa menjawab sebelum proses penajaran
T = Total siswa yang mengikuti kedua proses testing.
4
BAB 12 STATISTIKA TERAPAN DALAM EVALUASI
A. STATISTIK DESKRIPTIF
Statistika deskriptif memilki beberapa tujuan penting, diantaranya
a) Menggambarkan data atau fenomena yang diperoleh dari lapangan
dalam bentuk numeric
b) Meringkas data dlaam bentuk gambaran
c) Menampilkan data dalam bentuk table sehingga para evaluator dapat
dengan lebih mudah memahami fenomena yang muncul dari para
siswa. Kegiatan evaluasi yang termasuk analisis statisyka deskriptif
diantaranya menentukan frekuensi distribusi, mean, median, mode,
simpangan baku, variansi, dan mengambarkannya dlaam bentuk
diagram dan table.
Peran statistic deskriptif bagi para guru adalah sangat penting. Dengan
menganalisis secara deskriptif, guru dapat melihat gambaran distribusi para siswa
yang menjadi anak didiknya. Dari gambaran distribusi tersebut dapat dilihat
apakah materi yang diajarkan sudah dapat dikuasai oleh para siswanya atau
belum.
B. MENENTUKAN PENYEBARAN DATA EVALUASI
Data kasar yang telah dikelompokkan dalam satu distribusi frekuensi, di
samping dihitung lokasi skor dalam distribusi databya, juga perlu dihitung jarak
skor individual terhadap rerata skor. Perhitungan jarak skor terhadap nilai mean
atau rerata ini sering disebut sebagai mengukur simpangan atau mengukur
penyebaran skor. Beberapa elemen dalam menghitung ukuran penyebaran yang
perlu diperhatikan oleh seorang guru atau para pengambil keputusan adalah
menentukan beberapa unsur penyebaran, yaitu rentang, rerata simpangan,
simpangan baku, dan varians.
5
C. KOEFISIEN SKEWNESS PEARSON (KSP)
Koefisien Skewness Pearson (KSP) adalah ukuran jarak juling terhadap
distribusi normalnya. Pengukuran KSP ini dapat dilakukan dengan menghitung
perbedaaan antara mean dan median terhadap simpangan baku kelompok
pengukuran. Untuk distribusi normal atau yang memiliki bentuk simetris, nilai
KSP-nya adalah nol. Hal ini terjadi karena nilai mean dan mediannya sama.
Distribusi mempunyai skwness positif, apabila nilai mean>median. Sebaliknya,
distribusi mempunyai skewness negative, jika mean<median. Formulasi koefisien
Skewness Pearson secra aritmatik adalah seperti berikut.
Untuk populasi,
KSP =
Untuk sampel,
KSP =
Keterangan:
X,M = Mean sampel atau populasi
Med = Median dari distribusi
S, σ = Simpangan baku untuk sampel atau populasi
D. STATISTIKA INFERENSIAL
Pada evaluasi pendidikan guru perlu memahami permasalahan statistika
inferensial, terutama ketika ia harus mengevaluasi pada sebagian siswa. Padahal ia
menginginkan hasil keputusan dapat digeneralisasi untuk seluruh siswa yang
diajar. Untuk itu dia dapat menggunakan prinsip-prinsip statistika inferensial.
6
Pada umumnya, kegiatan pada statistic inferensial ini mencakup kegiatan
menginferensi, 77mengetimasi, dan memprediksi parameter populasi atas dasar
data yang diperoleh dari statistik sampel.
7
BAB 13 ALAT UKUR NONTES
A. ALAT UKUR EVALUASI DIRI
Beberapa alat ukur yang hendak diuraikan pada bab ini adalah termasuk
alat ukur nontes, seperti skala rating, bentuk laporan, dan sosiometri. Alat ukur
nontes ini sangat berguna, terutama pada evaluasi hasil pembelajaran yang
berkaitan erat dengan kualitas pribadi, dan keterampilan yang hanya tepat
dievaluasi melalui penampilan sebagai efek penguasaan dominan keterampilan.
Alat ukur nontes ini juga tepat untuk menilai, bukan saja kegiatan yang berkaitan
erat dengan proses belajar mengajar, tetapi juga banyak dipakai dalam kegiatan di
luar kelas, seperti kegiatan penelitian atau bentuk proyek lain yang dilakukan
dalam kaitannya dengan menajemen lembaga pendidikan.
1. Model Skoring
Alat ukur jenis skoring, pada umumnya digunakan oleh para guru atau
para evaluator untuk mengevaluasi siswa dengan model titik, tingkat, atau pada
skala dengan acuan langsung. Para siswa, dalam hal ini tanpa dibandingkan
dengan siswa lain dalam kelasnya, mendpatkan hasil penilaian mereka.
2. Model Ranking
Alat ukur nontes dengan model rating dikatakan menggunkan tipe ranking,
jika alat ukur rating tersebut mengukur karakteristik siswa yang diasosiasikan
dalam grup tunggal atau dirating dengan membandingkan satu siswa dengan siswa
lain dalam kelompoknya.
Pada alat ukur rating dengan jenis ranking, para guru sebagai evaluator
mengatur nama siswa secara berurutan, dengan mempertimbangkan status atau
posisi siswa dalam karakter spesifik yang diperlukan, misalnya tertinggi, rerata,
dan terendah.
B. ALAT UKUR RATING
8
Hampir semua alat evaluasi rating, pada umumnya digunakan untuk
melengkapi alat eksplorasi data dengan menggunakan pendekatan observasi,
dimana untuk mencapai tujuan tersebut, seorang guru atau evaluator perlu
melakukan pengamatan secara intensif. Alat evaluasi rating dengan menggunakan
model observasi dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang relevan, yang
dilakukan baik oleh guru maupun siswa.
1. Daftar List (Check list)
Daftar list adalah salah satu alat evaluasi yang termasuk alat ukt rating.
Alat ini banyak digunakan oleh para guru karena dua alas an, yaitu alat ini paling
sederhana cara pembuatannya, selain itu penggunaannya juga mudah sehingga
dengan sedikit mendapat training, guru sudah bisa menggunakannya.
2. Skala Rating (SR)
Skala rating merupakan alat ukur keterampilan yang masih juga tergolong
alat ukur nontes. Seperti alat ukur daftar list, alat ukur ini juga sudah lama
digunakan di bidang evaluasi pendidikan. Pad umumnya, alat ukur rating terdiri
natas dua bagian, yaitu:
a) Satu rangkaian karakteristik atau kualitas yang hendak dinilai, dan
b) Beberapa tipe skala ukur yang menunjukkan tingkat atau derajat
atribut subjek atau objek yang ada (Crounlund dan Linn, 1985; 383).
c)
3. Kartu-Kartu Skor (KKS)
Jenis alat ukur yang ketiga dan masih termasuk sebagai alat ukur nontes
adalah kartu-kartu skor. Kartu-kartu skor banyak digunakan dalam pendidikan
pada umumnya, dan juga pada pendidikan kejuruan. Alat ini sebenarnya sudah
lam digunakan oleh para pendidik maupun para evaluator program guna
mengevaluasi keterampilan yang mencakup proses dan hasil produksi atau kerja
proyek yang diselesaikan para siswa di bengkel maupun di laboratorium.
Kelebihan dan kelemahan kartu-kartu skor
9
Seperti alat ukur nontes lainnya, penggunaan kartu-kartu skor mempunyai
beberapa kelebihan, diantaranya dlaam cara pembuatannya. Para guru dengan
sedikit training tentang penyusunan karu-kartu skor, akan dengan mudah dan
cepat menyusun daftar-daftar karakteristik yang diinginkan dan menunjukkkan
skor standar.
Kelebihan yang lainnya adalah bahwa kartu-kartu skor dapat
menghasilkan skor atau nilai. Karena pada kartu-kartu skor diberi kolom yang
diisi dengan skor yang ditetapkan oleh para guru pengampu atau para penilai.
Sebenarnya, hamper semua aspek keterampilan, khususnya produksi dapat
dievaluasi dengan penggunaan kartu-kartu skor. Kelemahan kartu-kartu skor yang
paling menonjol adalah kartu-kartu skor kurang tepat untuk menilai kualitas
pribadi. Di samping itu, kartu-kartu skor kadang dipertanyakan objektivitas dan
realibilitasnya.
C. BENTUK-BENTUK LAPORAN
Para siswa sekolah menengah dan mahasiswa tidak jarang mendapat tugas
kegiatan lapangan dan kerja proyek. Kegiatan lapangan dan kerja proyek tersebut
mungkin pelaksnaannya sebagian besar di luar kampus dengan diawasi par
instruktur yang ditunjuk. Kerja praktik lapangan ini, pada umumnya memerlukan
laporan atas hasil kerja tersebut. Laporan kerja itu menjadi salah satu dasar
autentik yang merefleksikan apa yang telah siswa lakukan selama kegiatan
lapangan atau kerja proyek. Agar dapat mengevaluasi hasil laporan yang dibuat
oleh para siswa, seorang guru perlu memahami beberpara prinsip evaluasi yang
berkaitan erat dengan kegiatan ;lapangan dan kerja proyek tersebut.
Ada tiga macam teknik evaluasi yang sering digunakan untuk menilai
bentuk-bentuk laporan kerja poyek, yaitu laporan kerja proyek, log, dan laporan
kegiatan. Pada evaluasi bentuk-bentuk laporan, pada umumnya guru dihadapkan
pada informasi seorang siswa yang bersnagkutan disbanding dengan penilaian di
atas.
1. Laporan Proyek
10
Prktik industry, magang, dan kerja lapangan merupakan kegiatan penting
yang sering dilakuakan oleh para siswa di sekolah menegah, terutama mereka
yang menekuni bidang keahlian pendidikan kejuruan. Praktik kerja dan apa pun
nama yang sejenis tersebut di atas dapat dilakukan baik di dalam kampus, atau bis
adi luar kampus.
Mengevaluasi kerja proyek dan semacamnya, sebaiknya telah menjadi bagian
keahlian bagi para guru dan para pembimbing yang juga bersumber dari prisip-
prinsip evaluasi nontes. Hasil evaluasi dapat bervariasi, ada yang mendapat
skor, da nada yang tidak mendaptkan skor. Ada beberapa komponen penting
yang perlu diperhastikan ketika melakukan penilaian laporan proyek. Beberapa
komponen penting tersebut diantaranya ialah:
a) Sistematika laporan
b) Kelengkapan, dan
c) Tat tulis laporan.
Di samping itu, pada butir b) berisi
1) Keahlian yang diperoleh selama praktik industry atau kerja lapangan,
dan
2) Substansi laporan.
Semua komponen tersebut juga memerlukan perhatian bagi para guru
pembimbing.
2. Laporan Kegiatan dan Buku Harian atau Log
Bentuk lain alat ukur yang juga tergolong sebagai keluarga alat penilaian
laporan adalah alat ukur dalam bentuk laporan kegiatan dan buku harian atau log.
Secara garis besar, dua macam alat ukur ini dapat digunakan secara efektif dalam
tiga hal, yaitu
a) Memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan evaluasi diri sendiri
atau (self evaluation),
b) Mudah pembuatannya,
c) Mudah diadaptasi pada hamper semua kegiatan pendidikan, terutama pada
tingkat menengah k atas.
11
3. Evaluasi Menggunakan Wawancara
Kompetensi evaluasi lain yang juga perlu dimiliki oleh para guru sebagai
evaluator di bidang pendidiakn adalah penggunaan evaluasi nontes dengan
menggunakan teknik interview dan kuesioner secar aefektif. Dalam mengevaluasi
dengan kuesioner, guru menenyakan kepada siswa untuk memperoleh informs
pribadi yang diperlukan, hal itu memiliki peranan yang sangat penting.
Mengenai apa yang dimaksud dengan wawancara dalam evaluasi nontes,
Johnson dan Johnson (2001) menyatakan sebagai berikut. An interview is a
personal interaction between interviewer (teacher) and one or more interviewees
(students) in which verbal question are asked. Wawancara adalah interaksi pribadi
anatara pewawancara (guru) dengan yang diwawancarai (siswa) di mana
pertanyaan verbal diajukan kepada mereka.
Dalam wawancara ada beberapa persyaratan penting yang perlu
diperhatikan, yaitu
a) Adanya nteraksi atau tatap muka guru dengan siswa,
b) Ada percakapan verbal di antara mereka, dan
c) Memiliki tujuan tertentu.
Tujuan waancara dalam butir ketiga merupakan aspek yang penting.
Karena dari tujuan wawancara yang telah ditentukan, akan memberikan makna
wawancara menjadi bervariasi antara satu dengan yang lainnya. Sejak
perencanaan tujuan wawancara, sebaiknya perlu disadari oleh para guru, karena
secara umum wawancara bukan hanya digunakan dalam konteks evaluasi
pendidikan saja, secara luas wawancara juga digunakan dalam konteks kegiatan
penelitian, terutama sebagai alat untuk mengeksplorasi data dari para responden.
4. Evaluasi dengan Kuesioner
Wawancara dan kuesioner memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Keterkaitan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut. Untuk dapat melakukan
wawancara dengan baik, seorang guru atau evaluator memerlukan alat, yaitu
12
kuesioner, minimal dengan model pertanyaan fixed ended. Dalam evaluasi
pendidikan, kuesioner direncanakan untuk memperoleh informasidari para siswa.
Pada umumnya, kuesioner tidak direncanakan untuk memperoleh skor atau nilai.
Alat ini sangat membantu para guru dalam mendaptkan informasi pribadi tentang
siswa. Informs tersebut kemudian disimpan dalam map di kantor pusat informasi.
5. Evaluasi dengan Portofolio
Portofolio sudah banyak digunakan oleh para guru maupun para pengguna
lain, misalnya arsitek, artis, tim penilai akreditasi, dan sebagainya. Portofolio
dapat digunakan untuk menggambarkan mutu kinerja mereka atau siswa yang
ingin dievaluasi. Di bidnag pendidikan, portofolio juga bnayak digunakan untuk
tujuan pengumpulan data kinerja siswa. Secara definitive, portofolio menurut
Johnson dan Johnson (2002) dapat diartikan sebagai npengumpulan data secara
terorganisasi yang dilakukan dalam periode waktu tertentu ats siswa atau
perkembangan program mahasiswa, pencapaian, keterampilan, atau sikap.
13
BAB 14 TEKNIK SOSIOMETRI
A. SOSIOGRAM
Sosiogram merupakan alat atau media yang secara teknik menunjukkan
gambaran seorang siswa yang bekerja atau berhubungan dengan siapa saja, teman
dalam satu grup atau kelas. Teknik sosiogram digunakan oleh seorang guru untuk
mendaptkan beberapa informasi penting tentang keadaan seorang siswa dalam
kegiatannya yang berhubungan dengan siswa lain di kelas atau di sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut guru dapat melihat beberapa aspek
penting yang bermanfaat seperti berikut
1. Pilihan timbal balik antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
2. Sisw yang paling disenangi untuk diajak bekerja.
3. Kelompok kecil pilihan sesame siswa.
4. Siswa yang terisolasi (seorang atau lebih) tidak masuk pada kelompok
besar.
5. Pilihan tidak diharapkan maupun yang diharapkan.
6. Bintang atau pimpinan dalam kelompok.
7. Grup kecil yang tidak masuk kelompok besar (island).
8. Seorang yang memilih siswa lain, pada gilirannya orang tersebut
memilihnya.
B. SKALA JARAK SOSIAL
Teknik lain yang memiliki fungsi sama dengan sosiogram, yaitu skala
jarak social siswa. Tujuan pembuatan skala jarak social bagi para siswa minimal
memiliki informasi dua hal penting, yaitu
a) Untuk menemukan dinamika social dari siswa dalam kelompoknya, dan
b) Untuk menemukan derajat, di mana setiap individu diterima oleh siswa
lain di dalam kelasnya.
Skala jarak social mempunyai perbedaan, apabila disbanding dengan
sosiogram. Perbedaaan tersebut terutama dalam hal reaksi yang dicapai untuk
setiap individu dalam kelas.
14
Pada umumnya, skala jarak social terdiri atas dua bagian penting yang
dipadukan dalam bentuk table. Kedua bagian itu, yaitu daftar pernyataan yang di-
matching atau dipadukan dengan bagian kedua, yaitu nama-nama anggota kelas.
C. TEKNIK SENSITIVITAS SOSIAL (TSS)
Teknik lain juga sering digunakan guru untuk mengevaluasi adaptasi siswa
dalam kelompok siswa lainnya adalah teknik sensitivitas social (TSS). Tujuan
penggunaan teknik sensitivitas social adlaah untuk membantu siswa agar memiliki
perasaan lebih sensitive terhadap interaksi social maupun isu-isu penting yang
menjadi bagian utama di bidang pendidikan. Implikasi dari teknik sensitivitas
social ini penting, terutama dalam hal kemanfaatannya menjadi bagian integral
dari semua bidang ilmu, termasuk pendidikan kejuruan.
15
BAB 15 PENENTUAN NILAI ATAU GRADE
A. MAKNA GRADE HASIL BELAJAR
Nilai akhir atau grade, walaupun secara factual tidak mencerminkan
adanya peningkatan pembelajaran dan pengajaran seperti tersebut diatas,
keberadaaan dan penggunaannya masih relevan sampai sekarang. Grade atau skor
diberikan sebagai symbol yang mempresentsikan hasil belajar seorang siswa. Di
samping itu, grade juga merupakan symbol yang merefleksikan komunikasai
evaluasi sumatif yang diberikan guru sebagai media komunikasi dan laporan
kepada orang tua, kepada sekolah, dan apra stakeholder yang berkepentinan.
Penentuan grade dengan penilaian skor dari suatu hasil evaluasi pada
prinsipnya hamper sama. Jika penentuan grade biasanya dilakukan setelah
beberapa kali evaluasi, maka skor penilaian merupakan hasil yang dicapai siswa
hanya untuk satu kali evaluasi saja. Jika kemudian, skor penilaian
didokumentasikan dan digabungkan dengan skor evaluasi yang lain sehingga
dapat digunakan ntuk menentukan grade pada akhir semester atau kuartal.
Nilai grade mempunyai arti yang bervariasi sesuai dengan fungsi dan
perannya terhadap para pelaku yang berkepentingan. Bagi siswa, nilai
menunjukkkan pencpaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu, para siswa perlu
mengetahui system grade dengan baik agar mereka tetap termotivasi untuk belajar
secara kontinu. Sedangkan bagi para guru, grade mempunyai makna yang
bervariasi dengan melihat skor pencapaian hasil belajar, seorang guru akan dapat
menebak dan mengatakan kamu tidak belajar ya dalam ulangan yang lalu.
Sebaliknya, seorang guru akan tersenyum dan memuji siswa untuk belajar terus
karena melihat skor hasil belajar yang menunjukkan keberhasilan dalam ulangan.
B. MEMPERTIMBANGKAN PERBEDAAN INDIVIDUAL
Salah satu focus yang harus selalu diperhatikan dalam pnentuan grade
adalah bagaimana penilaian yang diberikan mampu memberikan peluang
diketahuinya perbedaan potensi di antara individual siswa. Untuk mencapai hal
16
itu, penilaian kertas dan pena saja belum cukup. Hal ini dikarenakan penilaian
menggunakan kertas dan pena lebih menekankan pada aspek kognitif daripada
aspek lainnya.
Siswa yang pandai secara akademik, memiliki kecenderungan dapat
mengerjakan dengan baik tes kertas dan npena, tes interpretif, pertanyaan problem
solving, maupun tes dalam bentuk pertanyaan esai. Pada sisi lain, siswa yang
lambat pada umumnya mengalami kesulitan dengan bentuk-bentuk tes tersebut.
Pada umumnya, para siswa yang lambat lebih berhasil dalam tes alternative. Oleh
karena itu, guru perlu memahami fenomena tersebut dengan cara bijak, bagi apra
siswa yang tergolong lambat mungkin memerlukan bentuk tes lain, selain kertas
dan pena.
Penentuan grade yang mampu mengungkap potnsi siswa pandai, rerata,
dan lambat, pada kenyataannya adalah sangat sulit dan menantang untuk
direalisasikan. Oleh karena itu, system penilaian yang lebih baik masih perlu
dikembangkan. Tujuan utama penentuan grade bukan saja menunjukkan
kemampuan kognitif atau aspek akademik saja, tetapi juga mampu mengungkap
pengetahuan yang berasal dari aspek keterampilan dan kulaitas personal secara
proporsional, yang semua spek itu memberikan kontribusi nyata bagi seorang
siswa dalam upaya menjadikannya sebagai warga masyarakat yang produktif dan
berhasil.
C. MACAM-MACAM SISTEM GRADE
Secara garis besar, system grading dalam evaluasi pendidikan dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu grade tunggal, grade ganda, dan grade
kategorik.
1. Grade Tunggal
Grade tunggal adalah system penentuan grade yang betuknya paling
sederhana dan paling banyak digunakan.
Grade tunggal ini memiliki kelebihan, antara lain
a) Memberikan pesan yang ringkas tentang pencapaian hasil belajar,
17
b) Lebih mudah dipahami,
c) Memberikan hasil prediksi keberhasilan siswa dalam belajar, dan
d) Memberikan motivasi untuk belajar lebih baik.
Di samping itu, grade tunggal juga memiliki kelemahan, antara lain
a) Tidak memberikan gambaran hasil yang jelas,
b) Acuan penilaian yang masih terbatas,
c) Bisa menimbulkan keraguan pada siswa yang bersangkutan,
dan
d) Bisa membuat benci, karena adanya perbedaan antara usaha
dengan hasil yang dicapai.
2. Grade Ganda
Grade ganda adalah system penentuan hasil belajar yang banyak
digunakan dalam konteks evaluasi pendidikan. Secara definitive, ganda dapat
diartikan sebagai penentuan skor yang terdiri atas ketentuan nilai hasil belajar
yang memiliki makna berbeda untuk system intruksional yang berbeda. Dalam
konteks evaluasi program misalnya, nilai hasil belajar untuk penilaian kriteria
produk, berbeda dengan nilai hasil belajar pada aspek proses. Kedua nilai tersebut
juga berbeda maknanya dengan nilai hasil belajar pada kriteria progress. Untuk
mendapatkan keputusan ketentuan nilai akhir, seorang guru dapat
mengombinasikan aspek-aspek pendidikan yang dimasksud sehingga memiliki
hasil akhir dari suatu hasil belajar.
Yang perlu diperhatikan oleh seornag guru yang hendak menetukan nilai
akhir atau grade dengan cara menombinasikan nilai adalah semakin kombinasi
aspek yang digunakan, semakin banyak unsur subjektif berpengaruh. Untuk
mengatasi hal tersebut, formulasi baku perlu digunkan sehingga dapat digunakan
dengan lebih objektif.
3. Grade Kategorik
System lain yang juga banyak digunakandi sekolah menengah atau
perguruan tinggi adalah system grade dengan dua kategori, yaitu lulus-tidak lulus.
18
System ini juga dapat dinyatakan dengan cara lain, di antaranya memuaskan-tidak
memuaskan atau lulus-gagal. System penilaian dengan dua kategori ini tidak
memiliki pilihan, misalnya rerata.
Pada umumnya, system grade kategorik digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada para siswa atau mahasiswa yang ingin mengeksplorasi
cakupan pengetahuan baru, dengan tetap di bawah bimbingan para dosen atau
para guru pengampu. Cara ini lebih baik daripada cara belajar dengan
menggunakan model otodidak, karena para siswa masih tetap mendapatkan
bimbingan, petunjuk, dan pemberian materi baru oleh guru pengampu.
D. MENENTUKAN SISTEM PENILAIAN AKHIR
Sering kali seorang guru hanya menerima ketentuan grade yang ada dari
pimpinan sekolah. Dalam hal ini, guru hanya melaksanakan atau mengisi sesuai
dengan ketentuan yang dianjurkan. Mengingat pentingnya grade hasil belajar
terhadap prospek siswa yang bersangkutan, maka agar tetap bijak dalam
menentukan grade hasil belajar, sebaiknya para guru juga memahami begaimana
mekanisme grade akhir dilakukan. Berikut ini uraian beberapa langkah penting
yang perlu diperhatikan.
1. Menentukan makna dari grade atau skor yang direncanakan, sejak awal
pertemuan denagn para siswa.\
2. Menentukan penampilan apa yang perlu dimasukkan dalam grade.
3. Memberitahukan kepada para siswa tentang bagaimana proses
penentuan grade dilakukan, agar mereka dapat meningkatkan motivasi
belajar dengan tetap memperhatikan proses penetuan grade hasil
belajar.
4. Penilaian akhir hasil belajar siswa, sebaiknya tetap memerhatikan
bahwa penentuan grade diberikan untuk mempresentasikan hasil belajar
secara individual bukan secra bersama.
5. Mengestimasi bagaimana persentase siswa menerima nilai dalam setiap
tingkatan grade.
19
6. Membuat kriteria atau bobot guna membuat pertimbangan kategori
tentang penampilan siswa.
7. Membakukan cara skoring atau penilaian dan juga tentukan jumlah total
yang dicapai untuk setiap siswa.
8. Sertakan catatan yang perlu pada setiap siswa, termasuk catatan sperti
berapa kali absen karenasakit, tidak ada berita, atau seizing gur kelas.
9. Hindari penetuan grade yang menghasilkan interpretasi yang keliru atau
meragukan.
E. MENYELENGGARAKAN EVALUASI HASIL BELAJAR DI KELAS
Pertanyaan empiris yang sering muncul dan ditanyakan kepada guru atau
dosen adalah bagaimana menyelenggarakan evaluasi hasil belajar di kelas yang
baik. Pertanyaan tersebut memang tidak terlalu sukar untuk dijawab, terutama
oleh para guru senior yang telah memiliki pengalaman luas, tetapi menjadi hal
yang mungkin menyulitkan jika pertanyaan tersebut ditujukan kepada guru yang
masih junior.
Bagi para guru yang mungkin memperoleh tugas untuk menyelenggarakan
evaluasi pembelajaran, pada umumnya mereka melakukan beberapa thapan yaitu:
1. Langkah Persiapan
2. Langkah Penyusunan Intrumen
3. Pelaksanaan Evaluasi
4. Pengolahan Hasil Evaluasi
5. Pemberitahuan Evaluasi
20
BAB 16 EVALUASI DIAGNOSTIK DAN REMEDI
A. ONTOLOGI KEGIATAN REMEDI
Batasan remedy khususnya remedy dalam kelas, menurut Good (1973)
merupakan pengelompokan siswa, khusus yang dipilih yang memerlukan
pengajaran lebih pada mata pelajaran tertentu daripada siswa dalam kelas biasa.
Remedy tidak lain adalah termasuk kegiatan pengajaran yang tepat
diterapkan, hanya ketika kesulitan dasar para siswa telah diketahui. Kegiatan
remesi merupakan tindakan korektif yang diberikan kepada siswa setelah evaluasi
diagnostic dilakukan.
Pertanyaan yang perlu diperhatikan oleh para guru setelah mengetahui dan
memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah
pertanyaan yang menyangkut factor penyebab apakah yang sering menjadikan
kegagalan dalam belajar? Beberapa factor penyebabnya, yaitu factor internal
pribadi siswa, lingkungan pribadi, dan mungkin gabungan dari keduanya, juga
factor eksternal yang berkaitan erat dengan siswa.
1. Faktor Penyebab Internal
Factor penyebab internal diantaranya sebagai berikut:
a. Kesehatan
b. Problem penyesuaian diri
2. Faktor Penyebab Eksternal
Factor penyebab eksternal siswa diantaranya sebagai berikut:
a. Lingkungan
b. Cara guru mengajar yang tidak baik
c. Orang tua siswa
d. Masyarakat sekitar
21
B. REMEDI SECARA INDIVIDUAL
Tidak ada teknik diagnostik dan remedial yang berhasil, jika dilakukan
tanpa sepengetahuan siswa yang bersangkutan, dlaam hubungan antara teknik
diagnostic dan remedial dengan kebutuhan mereka. Beberapa siswa yang
mengalami kegagalan belajar, pada kasus tertentu mempunyai perasaan tidak
pandai. Mereka merasa rendah diri ataun inferior bahwa mereka tidak dapat
berhasil.
Dalam hal ini yang penting adalah para guru harus peduli dan menyiapkan
setiap satuan pembelajaran dengan latihan soal dan buku kerja yang relevan
dengan subtansi pengajaran. Slain itu, pada situasi ini guru juga harus tetap
mampu mengenal kelebihan dan kelemahan siswa sehingga kesempatan untuk
menerapkan teknik remedy individual atau kelompok dapat dilakukan dengan
baik.
C. ORGANISASI KEGIATAN REMEDIAL
Program remedy yang baik pada prinsipnya perlu didasarkan pada
diagnostic awal dan disertai dengan tindak lanjut yang kontiny. Pertama, perlu
diadakan pencerahan kepada siswa bahwa tujuan khusus program remedy
diantaranya adalah mengatasi kesulitan belajar.
Kedua, guru perlu menilai keberhasilan program remedy yang telah
dilakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dimungkinkan pada saat yang
diperlukan, mengubah metode dan menggunakan materi yang bervariasi agar
siswa dapat mengatasi kesulitan belajarnya.
Ketiga, evaluasi remedy memiliki arti penting bagi orang-orang terdekat
siswa. Oleh karenaitu, perlu diberikan informasi kepada siswa dan orang tua
mengenai perkembangan belajarnya.
22
D. MEMBERIKAN PENGAJARAN REMEDI
Guru merupakan ujung tombak dalam mengubah sikap siswa dari menarik
diri atau antipasti belajar menjadi bergairah dalam mencapai tujuan belajar. Para
siswa yang mengalami permasalahan belajar harus diberi pemahaman dalam
bentuk program-program yang direncanakan dalam bentuk kegiatan remedy.
Tingkat awal remedy adalah membangun kembali keyakinan dalam diri
siswa. Remedy yang baik pad aumumnya mempunyai semua atribut mengajar
yang baik, ditambah dengan contoh soal yang bisa digunakan untuk lebih
memahami dan menguasai materi pembelajarn.
Hal itu semua akan mebantu siswa manakala perkembangan positif dan
nyata diberitahuakan dan keberhasilan yang dapat dicapai dihargai. Alat bantu
berupa grafik, bagan, dan gambar dapat digunakan untuk memotivasi para siswa
dalam menguatkan motivasi mereka.
Minat siswa mungkin akan menyusut dan berkurang jika ia didorong
terlalu keras dalam program remedy. Oleh karena itu, guru juga perlu, suatu ketika
memberikan izin untuk mengambil tes yang telah direncanakan, dan mambantu
mereka dalam menganalisis hasilnya. Seorang guru juga perlu memberikan
dorongan berupa pujian ketika siswa berhasil memperbaiki peringkat nilai setelah
mereka mengikuti program remedy. Untuk menghindari turunya minat siswa,
kegiatan remedy seyogianya tidak dijadwal secara fleksibel untuk mencegah
terjasinya konflik dengan kegiatan siswa lain dalam kelas yang diikutinya.
23