realising redd+: national strategy and policy options · amy duchelle, 11. meyrisia lidwina, 13....

26
Menganalisis REDD+ Sejumlah tantangan dan pilihan Disunting oleh Arild Angelsen Disunting bersama oleh Maria Brockhaus William D. Sunderlin Louis V. Verchot Asisten redaksi Therese Dokken

Upload: truongnhi

Post on 21-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Menganalisis REDD+Sejumlah tantangan dan pilihan

Disunting oleh Arild Angelsen

Disunting bersama oleh Maria Brockhaus William D. Sunderlin Louis V. Verchot

Asisten redaksi Therese Dokken

© 2013 Center for International Forestry Research.Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dicetak di IndonesiaISBN: 978-602-1504-01-7

Angelsen, A., Brockhaus, M., Sunderlin, W.D. dan Verchot, L.V. (ed.) 2013 Menganalisis REDD+: Sejumlah tantangan dan pilihan. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Terjemahan dari: Angelsen, A., Brockhaus, M., Sunderlin, W.D. and Verchot, L.V. (eds) 2012 Analysing REDD+: Challenges and choices. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Penyumbang foto:Sampul © Cyril Ruoso/Minden PicturesBagian: 1. Habtemariam Kassa, 2. Manuel Boissière, 3. Douglas SheilBab: 1 dan 10. Yayan Indriatmoko, 2. Neil Palmer/CIAT, 3. dan 12. Yves Laumonier, 4. Brian Belcher, 5. Tony Cunningham, 6. dan 16. Agung Prasetyo, 7. Michael Padmanaba, 8. Anne M. Larson, 9. Amy Duchelle, 11. Meyrisia Lidwina, 13. Jolien Schure, 14. César Sabogal, 15. Ryan Woo, 17. Edith Abilogo, 18. Ramadian Bachtiar

Desain oleh Tim Multimedia CIFORKelompok pelayanan informasi

CIFORJl. CIFOR, Situ GedeBogor Barat 16115Indonesia

T +62 (251) 8622-622F +62 (251) 8622-100E [email protected]

cifor.orgForestsClimateChange.org

Pandangan yang diungkapkan dalam buku ini berasal dari penulis dan bukan merupakan pandangan CIFOR, para penyunting, lembaga asal penulis atau penyandang dana maupun para peninjau buku.

Center for International Forestry ResearchCIFOR memajukan kesejahteraan manusia, konservasi lingkungan dan kesetaraan melalui penelitian yang berorientasi pada kebijakan dan praktik kehutanan di negara berkembang. CIFOR merupakan salah satu Pusat Penelitian Konsorsium CGIAR. CIFOR berkantor pusat di Bogor, Indonesia dengan kantor wilayah di Asia, Afrika dan Amerika Selatan.

6Bab

Berbagai tataran dan tantangan REDD+Kaisa Korhonen‑Kurki, Maria Brockhaus, Amy E. Duchelle,Stibniati Atmadja dan Pham Thu Thuy

• REDD+ adalah suatu upaya mengurangi emisi akibat deforestasi dandegradasihutanyangmelibatkanberbagaitataran,mulaidaritataranduniainternasional,nasionaldandaerah,dankebutuhandanaspirasimasyarakatsetempat.Semua tataran iniharus terkait. Jika salingketerkaitanantaraberbagaitatarantersebutdiabaikan,REDD+bisagagal.

• Arus informasi yang melintasi tataran lokal dan nasional sangatpentinguntukpengukuran,pelaporandanverifikasi emisi karbonyangbertanggunggugat, sertapengendaliankebocoranemisi.Arus informasiyang sehat lintas tataran juga dapat meningkatkan kekuatan negosiasikelompokyanglemahdanmemastikanREDD+yanglebihefektif,efisiendansetara.

• SistemtatakelolaREDD+yangmelibatkanberbagaitataranpemerintahdannonpemerintahdapatmengurangi risikokonflikbilamenggunakankelembagaan yang transparan, dan dapat memadukan insentif‑insentifbarudariREDD+dengankepentingan‑kepentinganberbagaipihak.

6.1 PengantarPenguranganemisiakibatdeforestasidandegradasi(REDD+)padadasarnyabagaikan suatu teka‑teki yang berlapis‑lapis.Masyarakat setempat dituntut

Melaksanakan REDD+106 |

duniauntukmeringankandampakperubahaniklimmelaluilembaga‑lembagadanstrukturnasionaldanlokalyangsudahadamaupunyangbarumuncul.REDD+ membutuhkan pendekatan terpadu yang melibatkan tata keloladari tataran lokal maupun internasional, dengan berbagai tantangan disetiap langkah. Berbagai struktur dan organisasi eksternal juga diperlukanuntukmemastikanpelaporandanverifikasiyangindependendanandalsertabertanggunggugat.

Awalnya, REDD+ menekankan pendekatan nasional karena pendekatanini dapat membantu mengelola kebocoran emisi, mendorong penurunanemisiyangpermanendanpengukuran,pelaporandanverifikasiyangdapatdiandalkan (Measurement Reporting and Verification/MRV) (Phelps dkk.2010b).Namunberbagai pemerintahnasionalmenghadapi tantangandariberbagai tataran dan selama puluhan tahun menghadapi kesulitan dalammenegakkanhukumdisektortatagunalahan(CorberadanSchroeder2011).

Adaberagamkajianteoritis tentangkeragamantatarantatakelolaREDD+(Armitage 2008; Skutsch dan Van Laake 2008; Forsyth 2009). Bab inibergerakkeluarranahteoridenganmembericontoh‑contohnyatatentangbagaimanamekanismekelembagaanlintastatarandapatmenjawabtantanganintiREDD+diberbagainegara,sertamengidentifikasikendaladanpeluangyangadadalamREDD+.

LarsondanPetkova(2011)mendefinisikantatakelolasebagaiberikut:“tatakelolamengacu pada siapa yang membuat keputusan dan bagaimana proses pembuatan keputusan, dari skala nasional sampai ke skala lokal,mencakuplembaga‑lembaga formal dan informal serta berbagai aturan, hubunganantarkekuasaandanpraktik‑praktikpengambilankeputusan.”Dalambabini,kamimenggunakandefinisiumumtentangTataKelolaLintasTataran(TLT)menurutForsyth(2009)yangmenyatakanbahwaTataKelolaLintasTataranadalahpelaksanaankebijakanpublikdiskalaspasialyangberagam(misalnya:nasional,propinsi,kabupaten,desa)dandilakukanolehberbagaipelakuyangmemilikipengaruhdanmenganutnilai‑nilaiyangberbeda.

Saat ini, kemajuanREDD+ terpecah antara tataran internasional, nasionaldan subnasional,dandidalammasing‑masing tataran tersebut.Mekanismetata kelola lintas tataran dapat membantu menyelaraskan tataran‑tatarantersebut secara lebih baik. Terdapat tiga proses yang memungkinkan halini (Pahl‑Wostl, 2009). Pertama, pelaku dari satu tataran dapat ikut sertadalam proses di tataran lain. Kedua, lembaga yang diciptakan pada satutatarandapatmemengaruhiprosesatau lembagaditataran lainnya.Ketiga,pengetahuan yang dihasilkan pada satu tataran dapatmemengaruhi prosespadatataranlainnya.

| 107Berbagai tataran dan tantangan REDD+

Selanjutnya,berdasarkankerangkakerja4I1yangtelahdisajikandalamBab2bukuini,sistemtatakelolaREDD+harus:i)memastikaninsentifREDD+pas dengan lembaga‑lembaga yang terkait dalam setiap tataran REDD+,ii)menjaminaliraninformasiyangdiperlukanuntukmelaksanakanREDD+(termasuk informasi lokal), dan iii)memungkinkannegosiasi antara pihakdengankepentinganmasing‑masingdariberbagaitataran.

Bab ini mengetengahkan pentingnya mengidentifikasi dan memahamimekanismetatakelolalintastataranyangadadalamREDD+,danmanfaatsertarisikopelaksanaanREDD+tanpatatakelolalintastataran.Babinijugamenunjukkanbahwaperumuskebijakan,paraperunding,lembaga‑lembaganegara,parapemrakarsaproyek,organisasilokaldanpihak‑pihaklainperlumemahami bagaimana tata kelola lintas tataran dapatmembantuREDD+menjadilebihefektif,efisiendansetaradanbagaimanamemperkuatmekanismetatakeloladalamkebijakandanprogramREDD+yangsedangberjalan.Adacontoh cukup positif yangmenunjukkan adanya langkah‑langkah ke arahpenyerasianlintastataransecaravertikal.Tatakelolalintastatarandanhal‑halterkait telah diperdebatkan dalam wacana konservasi dan pembangunan.Hasilawalpenelitiankamimenunjukkanmasihadatantangandalamproseskebijakan REDD+ dalam memadukan pemikiran dan tindakan untukmenghubungkanantaratataran‑tataranyangberbeda.

Analisis yang kami lakukan mempertimbangkan dimensi lintas tatarandalam elemen‑elemen inti REDD+. Untuk mendukung analisis ini, kamimemberikan bukti anekdot tentang sejumlah tantangan dan peluang yangmuncul,terutamayangberhubungandenganelemenpengukuran,pelaporandanverifikasi(MRV)dankebocoranemisiditiganegarayangterlibatdalamstudi banding global CIFOR mengenai REDD+ (lihat Lampiran): Brasil,VietnamdanIndonesia.Kajiankamiberfokusketatarandalamnegeriditiganegaraini,danbukanantaratatarannasionaldaninternasional.

6.2 Kerangka kerja: dimensi tata kelola lintas tataranAngelsendkk.(2009)danKanninendkk.(2010)mengidentifikasisejumlahtantangandalampelaksanaanREDD+,termasukimplementasisistemMRV,pengendalian kebocoran, penurunan emisi yang permanen, mekanismekeuangandanpembagianmanfaat,sertapartisipasidanhak‑hakmasyarakatadatdanmasyarakatlokal.Sebagianbesartantangantersebutsecaraeksplisitmemiliki dimensi lintas tataran yang jika diabaikan akan menimbulkanrisikobagiREDD+.DalamTabel6.1,kamimemberikancontohbagaimanaberagamtataranterlibatdalamREDD+,danfaktor‑faktorrisikoyangmunculjikamerekatidakturutdiperhitungkan.

1 KerangkaKerja4Imengacukepadakonsep“Ide‑ide”yangtidakdibahasdidalambabini.

Melaksanakan REDD+108 |

Di bagian berikut, kami membahas dua hal: MRV dan pengendaliankebocoran. Berbagai masalah lain yang tercantum dalam Tabel 6.1 akandibahas dalam bab‑bab yang lain dalam buku ini, misalnya pembagianmanfaat (Bab 8), kepemilikan (Bab 9), dan tingkat emisi acuan (Bab 16).Dalambab inikamiakanmenyajikancontohmekanisme tatakelola lintastataranyangada,tanggapandariREDD+,dancontoh‑contohdariberbagaistudikasusdiBrasil,VietnamdanIndonesia.Akhirnya,kamiakanmenyorotitantangan‑tantanganyangberkaitandengankerangkakerja4I.

6.3 Tata kelola lintas tataran and tanggapan dari REDD+: bukti awalREDD+menghadapibeberapatantanganlintastataran,sepertiyangterlihatpadaTabel6.1.Sebagianbesardari tantanganyangada terkaitkegiatanditingkatlokal,daerahdannasionaluntukmemastikaninformasimengalirsecarakonsisten dan kepentingan antara beragam tataran terkelola dengan baik.ContohdariBrasil,VietnamdanIndonesiamenunjukkanadanyatantangantentangmerancangmekanismelintastatarandankebutuhan‑kebutuhanlainyang harus dibenahi untukmencapai tujuan‑tujuan pokok REDD+ (lihatTabel6.2).

Pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV) adalah sistem perkiraankuantitatif gas rumah kaca (pengurangan dan penghapusan emisi). FokusutamaMRVadalahpemantauanperubahan cadangandan/atau aliran/aruskarbonhutan,melaporkanperubahan tersebut secara transparandan tepatwaktudanmengujiestimasinyamelaluipihakketigayangindependen(Herolddan Skutsch 2009).MRVmenghadapi tantangan dalammengintegrasikanberbagai jenis informasi di seluruh tataran (sistem pemantauan global,pembentukansistemMRVnasionaldanberbagaiteknikMRVyangdigunakanolehproyek‑proyekREDD+ditingkatdaerah/lokal).

Kebocoran emisi terjadiketikakegiatanpenguranganemisidisatukawasan(nasional atau daerah) menyebabkan kenaikan emisi di kawasan lain(lihat Wunder 2008). Jika kebocoran emisi tidak diperhitungkan, makapenguranganemisiyangdilaporkanakanlebihdariangkayangseharusnya2.Kebocoranemisiyangterjadididalambataswilayahnegaradapatdilaporkandibawahsistempenghitungankarbonnasional,tetapihalinimenunjukkanperlunya sistem kompensasi finansial antara sumber kebocoran emisi (dimanapengurangan emisi terjadi) danwilayah alihan emisi (dimana emisiyangbocordariwilayahlainteralihkan).

2 Istilah‘kebocoranemisi’mengacupada‘kebocoranemisinegatif ’,yaituketikapenguranganemisi yang terjadi di satu kawasan menyebabkan emisi di kawasan lainnya. Ini hanyapenyederhanaankarenakamimengakuibahwa‘kebocoranemisipositif ’(yaitupenguranganemisidisatukawasanjugamenyebabkanberkurangnyaemisidikawasanlain)jugabisaterjadi.

| 109Berbagai tataran dan tantangan REDD+

Tabe

l 6.1

Ele

men

‑ele

men

inti

dala

m R

EDD

+ da

n ta

ntan

gan

linta

s ta

tara

n

Elem

en in

ti da

lam

 RED

D+

Tant

anga

n lin

tas

tata

ran

Risi

ko ji

ka ta

ntan

gan

linta

s ta

tara

n di

abai

kan

Peng

ukur

an,

Pela

pora

n da

n Ve

rifika

si (M

RV)

•A

rus

info

rmas

i dan

ver

ifika

si li

ntas

tata

ran

•In

tegr

asi d

ata

spas

ial d

an d

ata

lapa

ngan

•Ka

pasi

tas

tekn

is u

ntuk

men

ggun

akan

info

rmas

i lin

tas

tata

ran

•Tu

mpa

ng ti

ndih

bat

as k

ekua

saan

lint

as b

adan

nas

iona

l dan

da

erah

ata

s da

ta p

engg

unaa

n la

han

•Ag

rega

si d

an s

tand

aris

asi d

ata

linta

s ta

tara

n

•Po

tens

i kon

flik

anta

ra b

adan

nas

iona

l dan

sub

nasi

onal

m

enge

nai t

angg

ung

jaw

ab a

tas

data

tutu

pan

laha

n •

Sulit

nya

mem

aduk

an d

ata

kare

na ju

mla

h da

n ku

alita

s da

ta

yang

ber

beda

ser

ta d

idas

ari m

etod

e ya

ng b

erbe

da.

Ting

kat e

mis

i ac

uan

•Be

rbag

ai s

ekto

r, pa

sar d

an k

ebija

kan

mem

icu

defo

rest

asi

deng

an c

ara

yang

ber

beda

dal

am n

egar

a ya

ng s

ama

•Ke

raga

man

met

ode

untu

k m

enet

apka

n tin

gkat

em

isi a

cuan

un

tuk

kaw

asan

yan

g sa

ma

•Ac

uan

emis

i nas

iona

l dan

dae

rah

yang

tida

k ko

nsis

ten

•Ku

rang

nya

rasa

mem

iliki

di k

alan

gan

para

pel

aku

daer

ah ji

ka k

onte

ks lo

kal d

an p

emic

u pe

nggu

naan

la

han

di m

asin

g‑m

asin

g da

erah

tida

k di

perh

itung

kan

di

tingk

at n

asio

nal

•Ti

ngka

t em

isi a

cuan

kur

ang

akur

at ji

ka p

erki

raan

acu

an

daer

ah ti

dak

mem

perh

itung

kan

kont

eks

loka

l.

Kebo

cora

n em

isi

•Pe

ngel

olaa

n ke

boco

ran

emis

i bis

a di

tuga

skan

ke

tingk

at

daer

ah; s

iste

m p

eman

taua

n ka

rbon

nas

iona

l har

us

men

etap

kan

pert

angg

ungj

awab

an u

ntuk

keb

ocor

an e

mis

i lin

tas

bata

s da

erah

. •

Pand

uan

bagi

pem

erin

tah

daer

ah u

ntuk

men

duku

ng d

an

mer

undi

ngka

n ke

sepa

kata

n at

as s

engk

eta

anta

ra p

emer

inta

h da

erah

yan

g be

rkai

tan

deng

an k

eboc

oran

em

isi l

inta

s ba

tas 

daer

ah.

•Ri

siko

jika

tida

k ad

a pe

nuga

san

sah

ke ta

ngan

pem

erin

tah

daer

ah u

ntuk

men

gata

si k

eboc

oran

em

isi

•Ri

siko

pin

dahn

ya p

engg

undu

lan

dan

keru

saka

n hu

tan

ke d

aera

h ya

ng k

uran

g m

ampu

mem

anta

u em

isi d

an

men

egak

kan

kebi

jaka

n RE

DD

+.

berla

njut

ke

hala

man

ber

ikut

nya

Melaksanakan REDD+110 |

Elem

en in

ti da

lam

 RED

D+

Tant

anga

n lin

tas

tata

ran

Risi

ko ji

ka ta

ntan

gan

linta

s ta

tara

n di

abai

kan

Penu

runa

n em

isi

perm

anen

•Ke

raga

man

kep

entin

gan

di b

erba

gai t

atar

an b

erop

eras

i da

lam

rent

ang

wak

tu y

ang

berb

eda,

seh

ingg

a m

empe

rsul

it pe

ncap

aian

pen

urun

an e

mis

i yan

g pe

rman

en.

•Pe

mbe

ntuk

an m

ekan

ism

e na

sion

al/in

tern

asio

nal

untu

k m

enan

gani

per

selis

ihan

tent

ang

beba

n pe

rtan

ggun

gjaw

aban

pen

urun

an e

mis

i di m

asa

depa

n. •

Pem

bent

ukan

sis

tem

asu

rans

i yan

g m

empe

rhitu

ngka

n be

raga

m k

ondi

si h

utan

unt

uk m

emba

ntu

mem

beri

kepa

stia

n bi

lam

ana

ada

risik

o em

isi.

•Re

ntan

g w

aktu

yan

g be

rbed

a (s

iklu

s pr

oyek

, sik

lus

polit

ik,

kebu

tuha

n ra

kyat

jang

ka p

anja

ng) b

isa

men

gaki

batk

an

kebi

jaka

n ya

ng ti

dak

kons

iste

n •

Risi

ko p

enye

lew

enga

n be

rbag

ai u

paya

pen

urun

an e

mis

i saa

t ko

ndis

i pol

itik

dan

pasa

r kom

odita

s be

ruba

h. •

Klai

m p

enur

unan

em

isi d

idas

ari f

akto

r‑fa

ktor

yan

g se

bena

rnya

tida

k te

rkai

t RED

D+.

Pem

bagi

an

Man

faat

dan

M

ekan

ism

e Fi

nans

ial

•Si

stem

pem

bagi

an m

anfa

at s

erin

g be

rada

di t

atar

an n

asio

nal

nam

un m

emen

garu

hi h

ak‑h

ak lo

kal (

hak

kepe

mili

kan

laha

n ja

man

pen

jaja

han/

pasc

a pe

njaj

ahan

, hak

‑hak

ada

t, ke

bias

aan‑

kebi

asaa

n lo

kal)

•Pe

nyal

uran

dan

a da

n ba

ntua

n te

knis

lint

as ta

tara

n un

tuk

men

duku

ng k

esia

pan

dan

aktiv

itas

yang

sed

ang

berla

ngsu

ng.

•Ke

putu

san

tent

ang

kine

rja p

enur

unan

em

isi d

an p

enca

iran

dana

RED

D+

anta

r tat

aran

.

•Ri

siko

per

aupa

n m

anfa

at o

leh

golo

ngan

elit

e ka

rena

hu

bung

an k

ekua

saan

yan

g tid

ak s

eim

bang

ant

ara

dono

r dan

pe

nerim

a ba

ntua

n lin

tas

tata

ran

dan

skal

a. •

Risi

ko k

orup

si (L

ihat

Kot

ak 6

.1)

Part

isip

asi

dan

hak‑

hak

mas

yara

kat

adat

dan

ko

mun

itas 

loka

l

•H

ak‑h

ak k

omun

itas

loka

l unt

uk b

erpa

rtis

ipas

i •

Alu

r kep

entin

gan

dan

info

rmas

i dar

i tin

gkat

loka

l ke

glob

al.

•In

dika

tor p

artis

ipas

i per

lu m

enga

kui a

dany

a ra

upan

elit

e di

se

mua

ting

kat

•Ke

putu

san‑

kepu

tusa

n di

ting

kat n

asio

nal m

empu

nyai

ko

nsek

uens

i lok

al.

•Ri

siko

per

aupa

n m

anfa

at o

leh

kala

ngan

elit

e lin

tas

tata

ran

•Ri

siko

hila

ngny

a ke

sem

pata

n be

laja

r dar

i keg

agal

an/

kebe

rhas

ilan

mas

a la

lu k

aren

a pe

rnya

taan

yan

g di

buat

di

tata

ran

atas

tent

ang

adan

ya m

anfa

at b

agi m

asya

raka

t dan

re

duks

i em

isi,

mes

kipu

n tid

ak a

da/b

erte

ntan

gan

deng

an

bukt

i di l

apan

gan.

Tabe

l 6.1

Lan

juta

n

| 111Berbagai tataran dan tantangan REDD+

Elem

en in

ti da

lam

 RED

D+

Tant

anga

n lin

tas

tata

ran

Risi

ko ji

ka ta

ntan

gan

linta

s ta

tara

n di

abai

kan

Keun

tung

an

tam

baha

n (m

enge

ntas

kan

kem

iski

nan,

ko

nser

vasi

ke

anek

arag

aman

ha

yati)

•Ke

tert

arik

an m

enge

nai m

anfa

at ta

mba

han

vs re

duks

i em

isi

berb

eda‑

beda

di s

etia

p tin

gkat

an: r

eduk

si e

mis

i ada

lah

foku

s ut

ama

di ti

ngka

t int

erna

sion

al te

tapi

pen

gent

asan

ke

mis

kina

n ad

alah

foku

s ut

ama

di ti

ngka

t sub

nasi

onal

/loka

l. Ti

ngka

t nas

iona

l mun

gkin

men

coba

unt

uk m

enye

imba

ngka

n ke

duan

ya.

•Ku

rang

nya

perh

atia

n te

rhad

ap b

erag

am k

epen

tinga

n ya

ng a

da d

apat

men

yeba

bkan

pel

aku

loka

l/dae

rah

mer

asa

terp

utus

hub

unga

n, p

adah

al m

erek

a sa

ngat

pen

ting

untu

k ke

berh

asila

n pe

laks

anaa

n.

Tenu

rial /

Kepe

mili

kan/

Hak

G

una

Laha

n

•Si

stem

kep

emili

kan

atau

hak

gun

a la

han

yang

tida

k je

las,

sem

akin

diru

mitk

an o

leh

RED

D+

yang

ber

oper

asi d

enga

n se

jum

lah

dim

ensi

tam

baha

n (h

ak‑h

ak k

arbo

n, y

ang

di b

anya

k ne

gara

mas

ih b

elum

did

efini

sika

n) •

Hak

‑hak

dan

tang

gung

jaw

ab a

tas

RED

D+

di a

ntar

a pa

ra

pem

angk

u ke

pent

inga

n (k

epem

ilika

n da

n ha

k gu

na la

han)

di

ting

kat y

ang

berb

eda

umum

nya

tidak

jela

s da

n ke

rang

ka

kerja

lega

l di b

awah

RED

D+

bisa

men

gara

h pa

da p

emak

saan

pe

ngal

ihan

hak

‑hak

ada

t.

•Ke

tidak

jela

san

men

gena

i hak

‑hak

ata

s ka

rbon

dan

laha

n m

enci

ptak

an k

etid

akad

ilan

linta

s ta

tara

n. •

Risi

ko k

etid

akam

anan

kla

im la

han

dan

pera

upan

man

faat

ol

eh g

olon

gan

elite

ole

h ka

rena

plu

ralis

me

huku

m •

Jika

mas

yara

kat t

idak

yak

in b

ahw

a m

erek

a m

empu

nyai

ha

k at

as m

anfa

at‑m

anfa

at R

EDD

+, in

sent

if m

erek

a un

tuk

men

gura

ngi e

mis

i aka

n be

rkur

ang.

Melaksanakan REDD+112 |

Kotak 6.1 Risiko korupsi dalam REDD+: Pengalaman dari IndonesiaAhmad Dermawan

Fase persiapan REDD+ di Indonesia telah melibatkan dana yang besar dan terus bertambah, serta investasi pihak swasta. Fase ini juga melibatkan interaksi yang rumit antara para pelaku global sampai lokal. Keberhasilan penggunaan dana untuk reformasi kebijakan dan mengurangi emisi karbon memerlukan kerja sama antarlembaga. Namun, keadaannya masih jauh dari ideal.

Salah satu tantangan yang dihadapi adalah ketidakjelasan batas wilayah kawasan hutan negara. Pengajuan hak pengusahaan hutan, termasuk untuk proyek REDD+, harus memenuhi kriteria tertentu dan memastikan bahwa wilayah yang akan dikerjakan bebas dari segala hak (guna/pakai/milik) yang ada sekarang. Namun untuk memenuhi kriteria tersebut ada beberapa tantangan. Sebagai contoh, hutan tanaman dan izin restorasi ekosistem seharusnya hanya dikeluarkan untuk hutan terdegradasi dan bebas dari klaim lahan tumpang tindih. Kenyataannya, masih ada berbagai pengajuan izin untuk lahan dengan kondisi hutan bagus atau telah diklaim pihak lain. Hal ini memungkinkan para pemegang izin konsensi REDD+ untuk melakukan deforestasi sebelum periode penghitungan penurunan emisi dimulai. Selain itu, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin perkebunan dan pertambangan. Ketidakjelasan batas‑batas hutan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengeluarkan izin di dalam kawasan hutan negara.

Tantangan lain adalah rekonsiliasi laporan produksi kayu dan pajak yang diterima untuk memastikan bahwa para pemegang konsesi hutan membayar kewajiban mereka. Para pelaku dari tingkat kabupaten sampai pemerintah pusat terlibat dalam mencocokkan laporan produksi kayu dan laporan pembayaran pajak dengan jadwal yang ketat. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa rekonsiliasi tersebut tidak selalu dilakukan secara berkala. BPK juga menemukan perbedaan antara jumlah pajak yang benar‑benar diterima oleh pemerintah dan jumlah yang seharusnya diterima. Jika terjadi lagi dengan REDD+, maka hal ini akan melemahkan penghitungan kredit penurunan emisi dan mendorong korupsi semakin merebak.

Korupsi dan penipuan juga dapat memengaruhi penyaluran pendapatan di berbagai tataran pemerintahan. Pengalaman masa lalu menunjukkan terjadinya keterlambatan dalam menyalurkan dan membelanjakan penerimaan dari sektor kehutanan di semua tataran pemerintahan. Peraturan perimbangan fiskal di Indonesia saat ini belum memungkinkan pembagian penerimaan negara dari sektor kehutanan secara langsung kepada masyarakat maupun lintas tataran pemerintahan. Bergantung pada

| 113Berbagai tataran dan tantangan REDD+

6.4 MRVSebagian besar negara masih belum punya kerangka kerja dan kebijakannasional REDD+, meskipun berbagai proyek percontohan REDD+ telahdilaksanakan dan berbagai keputusan subnasional/daerah telah diambilmengenaistrategiREDD+.Akibatnya,banyakpendukungproyeksubnasionalyangmenetapkantingkatacuanemisinyasendiridanmengembangkansistemMRVmereka sendiri.Tautan antara berbagai tataran sangat penting gunamenentukanbagaimanapengurangan emisidari kegiatan subnasional akandihitungditingkatnasional.Selanjutnya,diperlukanlembagaeksternaluntukmemastikanpelaporandanverifikasi yang independendan terpercaya,danuntukmenjaminpertanggunggugatannya.Berikut ini uraian kami tentangberbagaitantanganyangada.

6.4.1 Tantangan: tidak ada kerangka kerja MRVDiBrasil,interaksiantarabadan‑badanpemerintahdanmasyarakatmadanidi berbagai tataran telah memengaruhi perkembangan REDD+, termasukmelalui usulan‑usulan dalam penetapan sistem MRV dan tingkat acuanemisi nasional.LembagaPenelitianRuangAngkasaNasionalBrasil/Brazil’s National Institute for Space Research siapuntukmengukur,melaporkandanmelakukan verifikasi emisi yang berasal dari penggundulan dan kerusakanhutan di Amazon melalui penggunaan penginderaan jarak jauh dan GISyang tercanggih. Datanya telah digunakan beberapa pemrakarsa proyekREDD+ di Brasil untuk menetapkan tingkat emisi acuan lokasi proyekmereka berdasarkan riwayat deforestasi setempat. Para pemrakarsa ini

bagaimana pendapatan REDD+ diperlakukan dalam sistem fiskal negara, persetujuan tentang tingkat‑tingkat pendapatan masa depan dari REDD+ dan alokasinya dapat melibatkan banyak negosiasi antara kabupaten, provinsi dan instansi pusat. Hal ini meningkatkan biaya transaksi dan membuka pintu masuk untuk korupsi dan penyuapan.

Setelah setiap tataran pemerintahan menerima bagian pendapatan dari hutan, pengalaman menunjukkan bahwa kelemahan dalam pengelolaan keuangan, kalangan elite yang bertindak di luar hukum tanpa mendapat hukuman apapun, dan tidak adanya mekanisme pertanggunggugatan telah menyebabkan maraknya korupsi dan penyalahgunaan dana. Semuanya ini bisa menciptakan risiko tinggi munculnya korupsi dalam pendanaan iklim di Indonesia. Kegagalan mengantisipasi risiko ini dapat membahayakan kemampuan REDD+ dalam mencapai penurunan emisi dan target pendapatannya.

Sumber: Dermawan dkk. (2011)

Melaksanakan REDD+114 |

Tabe

l 6.2

Mek

anis

me

tata

kel

ola

linta

s ta

tara

n, ta

ngga

pan‑

tang

gapa

n RE

DD

+ da

n be

bera

pa c

onto

h st

udi k

asus

Mas

alah

In

ti RE

DD

+M

ekan

ism

e Ke

pem

erin

taha

n Li

ntas

Tat

aran

Resp

on R

EDD

+Bu

kti a

wal

dar

i GCS

Ops

i‑ops

i pot

ensi

al

MRV

•Le

mba

ga‑le

mba

ga

yang

mam

pu d

an s

alin

g te

rhub

ung

di s

emua

ta

tara

n, m

emili

ki m

anda

t, ke

kuas

aan

dan

dana

un

tuk

men

gum

pulk

an

dan

berb

agi i

nfor

mas

i da

ri be

rbag

ai s

ekto

r un

tuk

mem

perk

iraka

n em

isi k

arbo

n ya

ng

dise

babk

an o

leh

peru

baha

n pe

nggu

naan

laha

n

•Be

rbag

ai b

entu

k in

form

asi

(citr

a sa

telit

, GIS

, dat

a la

pang

an, p

enge

tahu

an

loka

l dll.

)

•Si

stem

Ner

aca

Karb

on

Nas

iona

l

•Pe

ning

kata

n ke

mam

puan

m

elak

ukan

MRV

di t

ingk

at

nasi

onal

dan

dae

rah

•M

RV s

ecar

a pa

rtis

ipat

if

•Pr

oyek

‑pro

yek

dan

lem

baga

‑le

mba

ga m

engg

unak

an ja

sa

alih

day

a (o

utso

urci

ng) u

ntuk

m

elak

ukan

MRV

•Pe

ncat

atan

pro

yek

RED

D

terp

usat

•Pe

ngem

bang

an p

edom

an

MRV

unt

uk p

roye

k RE

DD

+

Bras

il Pe

nggu

naan

tekn

ik M

RV

mut

akhi

r, be

bera

pa s

iste

m

MRV

pro

yek

RED

D+

seda

ng

men

jala

ni v

erifi

kasi

dar

i pi

hak

ke ti

ga; k

eran

gka

kerja

na

sion

al m

asih

dip

erlu

kan.

Viet

nam

D

ata

ters

ebar

dan

terp

ecah

; ke

rang

ka k

erja

MRV

nas

iona

l su

dah

dite

tapk

an te

tapi

mas

ih

belu

m d

ipad

ukan

den

gan

tata

ran

loka

l.

Indo

nesi

a Ad

a up

aya

men

yera

sika

n da

ta

spas

ial t

enta

ng tu

tupa

n la

han,

ba

tas‑

bata

s ko

nsen

si d

an

bata

s‑ba

tas

adm

inis

tras

i.

•Pe

nyed

erha

naan

sta

ndar

dan

ta

ta c

ara

verifi

kasi

inte

rnas

iona

l su

paya

lebi

h m

udah

unt

uk

pem

raka

rsa

kegi

atan

RE

DD

+ lo

kal.

•M

enet

apka

n pe

rund

ang‑

unda

ngan

m

enge

nai t

angg

ung

jaw

ab

pela

pora

n da

ta p

engg

unaa

n la

han

sehi

ngga

bis

a te

rpus

at d

i bad

an‑b

adan

pe

man

taua

n na

sion

al.

•M

enet

apka

n pe

ratu

ran

yang

se

raga

m m

enge

nai h

ak‑h

ak,

tang

gung

jaw

ab d

an p

rose

dur

MRV

di s

elur

uh la

pisa

n pe

mer

inta

han

daer

ah.

•M

enye

diak

an p

enda

naan

dan

m

ekan

ism

e ya

ng tr

ansp

aran

un

tuk

men

galo

kasi

kan

sum

berd

aya

pend

ukun

g M

RV

di d

aera

h.

| 115Berbagai tataran dan tantangan REDD+

Mas

alah

In

ti RE

DD

+M

ekan

ism

e Ke

pem

erin

taha

n Li

ntas

Tat

aran

Resp

on R

EDD

+Bu

kti a

wal

dar

i GCS

Ops

i‑ops

i pot

ensi

al

Kebo

cora

n •

Koor

dina

si v

ertik

al d

an

horis

onta

l lin

tas

tata

ran

loka

l/ pr

ovin

si/n

asio

nal

untu

k m

engh

inda

ri ke

boco

ran

emis

i, ya

ng b

isa

terja

di d

alam

jang

ka w

aktu

pe

ndek

ata

u pa

njan

g, d

an

bera

sal d

ari b

erba

gai s

ekto

r

•Ke

bija

kan‑

kebi

jaka

n un

tuk

men

anga

ni b

erba

gai

isu

spas

ial,

tem

pora

l da

n se

ktor

al

•Ca

kupa

n ya

ng le

bih

luas

un

tuk

RED

D+

•Si

stem

Ner

aca

Karb

on

Nas

iona

l

•D

isku

si d

alam

neg

ri m

enge

nai k

ebija

kan

perd

agan

gan/

wila

yah

perb

atas

an u

ntuk

m

engh

inda

ri ke

boco

ran

emis

i dar

i/ke

nega

ra la

in

•Pe

ngem

bang

an p

edom

an

pem

anta

uan

kebo

cora

n di

tin

gkat

pro

yek

•Pe

nelit

ian

men

gena

i pe

rger

akan

kar

bon

linta

s N

egar

a le

wat

jalu

r pe

rdag

anga

n

•M

empe

rbai

ki d

ialo

g re

gion

al s

oal p

erda

gang

an

dan

keam

anan

Bras

il Pe

ngal

aman

men

janj

ikan

di

tingk

at s

ubna

sion

al d

alam

m

enci

ptak

an a

rea

RED

D+

yang

lebi

h lu

as; p

enga

lam

an

men

anga

ni p

oten

si k

eboc

oran

em

isi l

inta

s ba

tas

nega

ra.

Viet

nam

Ko

ordi

nasi

yan

g le

mah

an

tar b

adan

‑bad

an y

ang

bers

angk

utan

, hub

unga

n po

litik

ant

ara

Laos

, Kam

boja

da

n Vi

etna

m.

Indo

nesi

a Pe

rmai

nan

polit

ik re

gion

al

mau

pun

loka

l mem

enga

ruhi

ke

boco

ran

emis

i lin

tas

daer

ah.

•M

embe

rikan

man

dat k

epad

a su

atu

bada

n pe

man

taua

n em

isi n

asio

nal.

•M

empe

rjela

s si

stem

unt

uk

pem

bagi

an m

anfa

at d

an

tang

gung

jaw

ab R

EDD

+ lin

tas 

tata

ran.

•M

embe

ntuk

pro

sedu

r huk

um

untu

k m

enan

gani

per

selis

ihan

m

enge

nai k

eboc

oran

em

isi

linta

s ba

tas

daer

ah.

•M

enci

ptak

an d

ialo

g da

n pe

rset

ujua

n re

gion

al d

enga

n ne

gara

‑neg

ara

teta

ngga

.

Melaksanakan REDD+116 |

berencanamenggunakanteknik‑teknikcanggihpenginderaanjauh,termasukdata LiDAR (Asner dkk. 2010) dan algoritma baru untuk mendeteksikebakaran hutan (Alencar dkk. 2011) gunamemantau penggundulan dankerusakanhutan.Meskipundemikian,masihbanyakketidakpastiandalammembangun sistem MRV di Brasil. Emisi karbon dari kerusakan hutanharusdiikutsertakandalampenentuandataacuanemisikarbon,pemantauanhutantahunan,danpenginderaanjauhyangdipadukandenganpengukuranlapanganyangmantap(SouzaJr.,kom.pri.,9Maret2012.LihatjugaBab15mengenaiketidakpastianfaktor‑faktoremisi).BrasilmempunyaisetidaknyaduacontohdimanasistemMRVproyekREDD+memadukanpemantauanberbasismasyarakatdengananalisisspasial.Meskipunadakemajuanini,danmengingatluasnyaBrasil,suatuproyekREDD+tidakbanyakpengaruhnyadalampenguranganemisijikatidakdikaitkandengankerangkakerjanasionalyanglebihluas.Selainitu,standardanmetodeverifikasiinternasionaluntukmengukur deforestasi bisa disederhanakan untuk mempermudah parapemrakarsa proyek REDD+, terutama sebelum ada petunjuk dari standarkarbon terverifikasi (Verified Carbon Standards/VCS) dan kerangka kerjanasionalMRVtentangpendekatanyurisdiksi.

6.4.2 Tantangan: konflik kepentingan dan kurangnya minatDi Vietnam, konflik kepentingan dan perbedaan klasifikasi lahan yangberbeda di berbagai kementerian, dan bahkan di dalam satu kementerian,meningkatkantantanganuntukmendapatkaninformasidandatayangakuratmengenai lahandansumberdayakehutanan.Data tersebardanterpecahdiberbagaidirektoratdandepartemen,dantidaktersediauntukumum.Telahbanyakpemangkudanayang telahmencobamembantupemerintahuntukmengembangkandanmeningkatkansistemMRVsaatini.Namunupayainigagalkarenaparapemangkukepentingandalamnegeriseringtidakberbagidatadansumberdayasatusamalain,sehinggabanyakterjaditumpang‑tindihdan tindakan ganda. Perlu dicatat bahwa inisiatif MRV saat ini kesulitanmenangani analisis dampak sosial sebab berbagai kementerian yang terkaitbidangsosialtidakterlibatdalamdiskusi.

DiVietnam,munculmasalahdalammengaturbadan‑badantambahandanbadan independen untuk MRV karena tingginya biaya transaksi, konflikdengankebijakanpemerintahyangada(misalnya,berkaitandengankeamanannasional), ketidaksepakatan antara pemerintah pusat, daerah dan antarapemangkudana,dankurangnyadukungandari lembaga lokal.Pemerintahdidaerahmempertanyakanapakahpembentukanbadan‑badanindependeninipraktisdanrealistis,sertamemintapendekatanyanglebihmembumidanefektif dari segi biaya. Jika potensi pendapatannya kecil,makapemerintahdaerah mungkin akan memilih untuk menggunakan mekanisme dan tatakelola kelembagaan yang sudah ada dengan menyertakan fungsi‑fungsitambahan.

| 117Berbagai tataran dan tantangan REDD+

WalaupunMRVpartisipatiftetapmerupakanisukontroversialdiVietnam,ada banyak proyek yang telah melakukan uji coba pemantauan karbonpartisipatif. Pusat Agroforestri Dunia (The World Agroforestry Center) telahmengujinya,bekerjasamadenganmitranasionaldiprovinsiBacKan,ThaiNguyendanThuaThienHue.Metodebaru,yangdikenalsebagaiRaCSA(rapid carbon stock appraisal) telah diuji karena berpotensimembantumasyarakatterlibat dalam pelaporan dan pemantauan sebagai bagian dari kesepakatanpembayaranjasaekosistem(PES)(Kurniatundkk.2001).Pengujianinijugauntukmenjajakipengetahuanlokaldanmenelitikegiatan‑kegiatanyangdapatmeningkatkanmatapencaharianlokal(VanNoordwijk2007).Berdasarkanpengalamantersebut,RaCSAmemangbisamembantumasyarakatsetempatuntukberpartisipasiaktifdalamMRV.Pelajaranyangdipetikdaripenelitianpercobaan ini dapatmenjadimasukandalamperancangan sistemMRVdiVietnam.Namun temuan‑temuan ini belumdisebarluaskandi antara parapemangkukepentinganataupundalamdialogkebijakansaatini.SekalilagihalinimenunjukkanbahwakegiatanREDD+ditataranlokaldannasionalbelumterhubungdenganbaik.

6.4.3 Peluang: kelompok kerja ad hocIndonesia memberikan contoh menarik dalam upaya meningkatkanhubungan kelembagaan. Kelompok kerja ad hoc REDD+ di KalimantanTengah,KalimantanTimurdanAceh,bersamadengansatuantugasnasionalREDD+,membantumeningkatkanpartisipasipemangkukepentingandandialog antarkementerian, sektor swasta,masyarakatmadanidan akademisi.Kelompok‑kelompok kerja inimerupakan alat sementara untukmengatasikurangnyahubungankelembagaanantarsektor,dansetidaknyadiIndonesia,kelompok kerja adalah mekanisme yang dikenal baik untuk menanganiisu‑isubaruyangmuncul.Tujuanlangsungnyaadalahmeningkatkandialog,membangun jejaring informal, membentuk visi terpadu REDD+ danmenciptakankebijakandanruangpelaksanaanREDD+dilembaga‑lembagayangrelevan(lihatKotak6.2).

6.4.4 Tantangan: tidak adanya kecocokan pemetaan dan pola pikirMasalahutamadalammembangunsistemnasionalMRVdiIndonesiadanVietnam adalah kurangnya data spasial yang dapat diandalkan, harmonis,dan terpusat mengenai tata guna lahan, seperti konsensi kehutanan/pertambangan/perkebunan, kawasan konservasi dan zona pengembanganekonomi. Di Indonesia, langkah‑langkah yang perlu telah diambil untukmeningkatkantransparansidatadanmenyelaraskanpetapenggunaanlahanlintas provinsi dan lintas sektor. Kelompok kerja REDD+ yang bernaungdi bawah unit pengendalian pembangunan dan pemantauan (UKP4) dibawahPresiden,telahmemaparkandataspasialdiinternetdanmengundangmasukan serta analisis publik. Hal ini dilakukan sebagai tanggapan atas

Melaksanakan REDD+118 |

Kotak 6.2 Jejaring dan kebijakan regional di IndonesiaCaleb Gallemore dan Rut Dini

CIFOR sedang melakukan penelitian di Kalimantan Tengah (Kalteng) untuk lebih memahami bagaimana organisasi lembaga‑lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat madani berinteraksi dalam proses membangun kebijakan REDD+ di tingkat provinsi. Dengan menggunakan pendekatan analisis jejaring kebijakan, CIFOR mempelajari pola pembagian informasi, kerja sama, pendanaan dan perselisihan yang terjadi di antara sekitar empat puluh organisasi kunci yang terlibat dalam kebijakan REDD+ di provinsi ini. Walau penelitian masih sedang berlangsung, sudah ada bukti jelas tentang pentingnya hubungan lintas tataran untuk memahami perkembangan kebijakan  –  atau ketiadaan perkembangan kebijakan  –  di Kalteng. Provinsi ini mendapatkan sorotan internasional ketika terpilih sebagai provinsi percontohan pertama untuk mendapatkan keuntungan dari kesepakatan dengan Norwegia yang bernilai AS $1 miliar. Kesepakatan ini yang mengharuskan Kalteng mengembangkan kebijakan REDD+ tingkat daerah dalam konteks strategi nasional Indonesia tentang REDD+, dan mengadaptasi kebijakan yang dikembangkan di Jakarta ke kondisi‑kondisi lokal. Organisasi‑organisasi yang terkait kebijakan REDD+ di Kalteng melaporkan adanya kebingungan tentang status hukum REDD+, baik di tingkat lokal maupun di Jakarta. Kurangnya dasar hukum yang tegas untuk REDD+ menyebabkan kegiatan‑kegiatan di provinsi, dan lembaga‑lembaga REDD+, bersifat ad hoc.

Organisasi yang aktif dalam kegiatan REDD+ di tingkat provinsi bekerja sama dengan kelompok‑kelompok lokal, dan dengan lembaga‑lembaga di Jakarta atau dengan lembaga yang mempunyai ruang lingkup lebih luas lagi. Namun secara historis kerja sama ini melangkahi pemerintah provinsi. Artinya, upaya mengelola hubungan lintas sektor/tataran menjadi tugas utama lembaga daerah seperti kantor gubernur. Pada tahun 2009, kantor gubernur Kalteng membentuk Komisi Daerah untuk REDD+, seksi administratifnya, yaitu Sekretariat Bersama REDD+, serta Kantor PBB untuk Koordinasi REDD+ di Indonesia/United Nations Office for REDD+ Coordination in Indonesia (UNORCID). Lembaga‑lembaga ini menjadi jembatan antara pemerintah provinsi dan pemerintah nasional, dan bersama‑sama berupaya menggabungkan prakarsa REDD+ lokal untuk menjadi strategi berskala provinsi. Tugas ini penuh tantangan, mengingat peran pemerintah kabupaten yang diperkuat di bawah kebijakan otonomi daerah.

Para responden penelitian kami melaporkan bahwa hubungan lintas skala menghadirkan berbagai tantangan dan menjadi sumber kebingungan. Pemangku kebijakan tingkat propinsi tidak yakin tentang dasar hukum mereka dalam peran pelaksanaan REDD+. Hal ini membuat mereka kadang‑kadang merasa seperti sedang menunggu sesuatu yang tidak akan pernah terjadi. Di dalam provinsi, banyak kegiatan tetap berfokus pada proyek REDD+ tertentu, karena pemerintah kabupaten memegang wewenang

| 119Berbagai tataran dan tantangan REDD+

cukup besar atas penggunaan lahan. Meskipun pembicaraan kebijakan di tataran nasional dan provinsi cukup sering berhubungan, hanya ada sedikit hubungan langsung atau tidak langsung antara tataran desa dan kabupaten dengan jaringan lembaga‑lembaga yang terlibat dalam pembahasan kebijakan di skala provinsi. Meskipun demikian, beberapa lembaga dalam jaringan kebijakan provinsi sedang bekerja untuk membangun hubungan ini. Inisiatif seperti www.borneoclimate.info, sebuah situs micro‑blogging SMS yang menyediakan tempat diskusi tentang REDD+ dan isu‑isu hutan lainnya, menyediakan satu cara untuk memanfaatkan jaringan luas telepon seluler di Indonesia. Ada juga diskusi tentang kemungkinan membangun satu atau lebih forum yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, sehingga tersedia latar kelembagaan untuk berdiskusi tentang REDD+, di antaranya bagi pemerintah, masyarakat madani, dan para pemimpin tradisional, serta pemangku kepentingan lainnya. Namun menyediakan lingkungan yang mendukung hubungan antara tataran yang berbeda juga akan memerlukan dasar hukum untuk REDD+ yang memperjelas peran di semua tataran.

moratorium deforestasi yang didorong oleh Surat Pernyataan Minat kerjasamaantarapemerintah IndonesiadanNorwegiamengenaiREDD+ (lihatKotak 2.1 dalam Bab 2). Dukungan presiden Indonesia sangat pentinguntukmengesahkanprosespemetaan.Prosesinimenarikperhatianditatarankabupaten. Contohnya di kabupaten Kapuas, yang menjadi kabupatenpercontohan REDD+, rekonsiliasi data spasial telah menjadi bagian daristrategi REDD+ (observasi lapangan oleh Atmadja 2011). Sistem neracakarbon nasional Indonesia (Indonesian National Carbon Accounting System (INCAS)adalahsebuahinisiatifmultilembagaditingkatnasionalyangsedangmenetapkanberbagaimetodeuntukmenghitungkarbonnasional.MetodemerekamengikutipersyaratanIPCC,danmembantumewujudkandatayangdapatdipercayadanterstandarisasi.Namunupayapemusatandatayangsaatinitersebardibawahwewenangberbagaiinstansimasihsangatterbatas.

Pihak‑pihak pelaksana proyek‑proyekREDD+ seringmencobamelibatkanperumuskebijakandaerahsupayamerekadapatmemahamitujuandansasarankegiatan proyek. Namun karena mekanisme pembayaran REDD+ masihtidak jelas,makaminat terhadap kegiatan REDD+masih sangat terbatas.Salah satu pengecualiannya adalah kemitraan karbon hutan Kalimantan(Kalimantan Forest Carbon Partnership/KFCP)antarapemerintahIndonesiadan pemerintah Australia (pemerintah Australia dan pemerintah RepublikIndonesia 2007). Kehadiran kelembagaan dan pendanaan jangka panjanguntukkemitraaninitelahmembantumelibatkanperumuslokaldalamdialogberkala dan pengambilan keputusan kolaboratif (Lihat Kotak 6.2 untukinformasitambahantentangtatakelolalintastatarandiKalimantanTengah).

Melaksanakan REDD+120 |

6.5 Kebocoran emisi karbonAda dua hal yang berkaitan dengan kebocoran karbon: i) pendekatanteknis untuk pemantauan dan pengukuran kebocoran karbon, dan ii) tatacara dan tindakan yang diperlukan untuk mengelola atau mengurangikebocorankarbon.

Intervensi REDD+ dapat menyebabkan kebocoran karbon lokal/lintasprovinsi/lintasnasional,dalamjenjangwaktujangkapanjangmaupunjangkapendek,danberasaldariberbagaisektor(misalnya,pertanian,pertambangan,kehutanandaninfrastruktur;Wunder2008).

Mekanisme tata kelola lintas tataran diperlukan untuk memastikanpengurangan emisi secara keseluruhan karena melibatkan hal‑hal lintasdaerah, lintas waktu dan lintas sektoral. Masih belum ada aturan tentangkebocorankarbonantarnegara,mungkinkarena strategiuntukmembatasikebocoranbisamencakupinstrumenperdaganganantarnegarayangmungkinmengungkit hukum internasional dan masalah kedaulatan (Lihat kajiandalamDroege2011).Untukmenyelesaikansengketaseperti inidiperlukanlembaga‑lembagayangbisamenentukanlegalitaskebijakankebocoranyangdipilihdanmengambilkeputusanseputartanggunggugat.

6.5.1 Peluang: belajar dari pengalaman subnasionalCara penting untuk mengendalikan kebocoran karbon adalah dengankonsolidasikerangkakerjaREDD+dalamskalaseluasmungkin.Contohnya,pemerintah negara‑negara bagian Brasil yang berada di wilayah AmazonbergabungdalamsatuantugasGovernors’ Climate and Forests Taskforce (GCF).Carainimerupakanstrategipentinguntukmengurangirisikokebocorandikawasanini.Berlandaskanforumini,sejak2008tujuhdarisembilannegarabagian Amazon telah memulai rencana untuk mengendalikan deforestasidalam kerangka rencana nasional untuk mencegah dan mengendalikandeforestasi di Amazon (May dkk. 2011b). Mereka didukung LSM‑LSMnasionaldandanaAmazon(Amazon Fund).Negara‑negarabagianAmazonasdan Acre telah mengesahkan peraturan untuk mengurangi emisi akibatdeforestasi dan degradasi, yaitu Undang‑undang Iklim dan KonservasiAmazonas/the Amazonas Climate and Conservation Law/(3135/2007) yangdisahkan tahun2007,danUndang‑undanguntukSistemJasaLingkunganNegara Bagian Acre/Acre’s State System for Environmental Services Law (PemerintahAcre2010;UU2308/2010),yangdisahkantahun2010.Keduaundang‑undanginimendukungtransformasilembaga‑lembaganegarabagiantersebut.DenganbantuanLSM‑LSMlingkungan,pemerintahAcrejugatelahmempertimbangkancarapengendaliankebocorankarbonantarnegaradenganpemerintahdaerahdiMadredeDios,Peru,melaluipertukaraninformasidanpeningkatankapasitas.

| 121Berbagai tataran dan tantangan REDD+

6.5.2 Tantangan: kebocoran emisi karbon lintas batas akibat ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan kayu dalam negeriKebocoran karbon merupakan masalah sulit di Vietnam, terutama dalamhal mengumpulkan data serta perdebatan politik dalam negeri. Meskipunpemerintah telah berkomitmen untuk menangani masalah ini, penelitianmenunjukkan adanya tantangan‑tantangan (Meyfroidt danLambin 2009),khususnya yang berkaitan dengan ketidaksesuaian antara pembangunanekonomi dan rendahnya produksi kayu nasional. Industri pengolahankayutelahmenjadiprioritaspemerintahkarenakontribusinyapentingbagiperekonomiannasional.Namun80%bahanmentah industrikayu saat iniberasaldarikayuimpor(Doandkk2005;.GSO2009;ForestTrends2010).Untukmengatasimasalah ini, Strategi Pembangunan KehutananVietnam2006‑2020menargetkansupayakebergantunganpadakayuimpormenurunsampai menjadi 20%. Namun sebagaimana yang dicatat oleh ProForest(2009), tujuan ini dipandang ambisius karena pengalihan lahan yang takdirencanakanuntuktujuanlaindanterbatasnyakerjasamaantarperusahaan.Akibatnya, Vietnam kemungkinan akan tetap mengandalkan impor darinegaralain,yangmelahirkanrisikopembeliankayudarisumberyangtidakdiketahuidanmungkinilegaldinegara‑negarasepertiLaoPDRdanKamboja(GSO 2009; ProForest 2009; Forest Trends 2010). Selain itu, meskipuntutupan hutan diVietnammeningkat selama beberapa tahun terakhir ini,terutamakarenameningkatnyakawasanhutan tanaman,kualitashutannyamenurunsehinggastokkarbonnyarendah.

Untuk menangani masalah ini, program UN‑REDD bertujuan untukmengukur probabilitas pengalihan emisi lintas batas negara denganmengumpulkan dan menganalisis data yang ada serta melakukan dialogregional. Vietnam juga merencanakan untuk membangun kemitraanantarpemerintahan negara‑negara di sepanjang Sungai Mekong untukmenghindari risiko pengalihan emisi di bawah REDD+. Konsep untukmembuat suatu badan pendukung teknis telah disiapkan dan diajukanke Pertemuan kedua Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan/Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)diPanama,Maret2009.Sejumlahdiskusitelahdilangsungkan, namun belum ada kesepakatan yang diraih oleh keempatnegarayangpotensialmenjadianggotanya:Kamboja,Vietnam,LaoPDRdanThailand(Scheyvens2010).

6.5.3 Tantangan: politik daerah sebagai faktor kebocoran karbon subnasionalDi Indonesia, desentralisasi telah memberikan hak dan tanggung jawabbaru kepada pemerintah kabupaten atas pengelolaan dan pengumpulanpendapatandarisumberdayalahandansumberdayaalam.Politikdaerahtelah

Melaksanakan REDD+122 |

memperkenalkanelementambahanuntukREDD+:pendanaanberbasiskanpartaipolitik,danpenggalangandanauntukkampanyepemilu.Dalamhalini,dampakpemindahanemisisubnasionaldalamimplementasiREDD+sangatpenting. Jika sebuah kabupaten sangat ketat dalam membatasi deforestasidan degradasi, kabupaten tersebut berisiko kehilangan potensi pendapatandan investasikarenamembuat industri‑industriyangmemerlukankonversilahan menjadi merasa tidak nyaman/takut. Industri‑industri seperti inimungkin kemudian memilih untuk menjalankan bisnisnya di kabupatentetangga,yangmenjalankankebijakanlebihlonggar.Selainitu,pemerintahkabupaten mengandalkan penerimaan pajak dan kesempatan kerja yangdihasilkan oleh industri; elite kabupaten mengandalkan uang informalyang terkait menjalankan bisnis untuk membiayai kampanye politik danmempertahankan posisi politis. Karena itu ada insentif yang kuat untukberusaha mencegah investor untuk tidak meninggalkan kabupatennya. Disatusisi,halinimengurangikebocorandaripenggunaanlahanskalabesaryangsangatmendatangkan keuntungan.Namun ini juga berartimengorbankantujuan‑tujuan pengurangan emisi dan menurunkan kemungkinankabupaten‑kabupatenuntukmelaksanakanREDD+.

Dalammengurangiemisigasrumahkacaditingkatglobal,kebocorankarbondipandangsebagaimasalahpenghitunganneracaemisikarbondanpenentuanpenyebabpenguranganemisi.Penghitunganneracaemisikarbondilakukanditingkatnasional,namunemisidapatberalihdarisatunegarakenegaralain.Sulituntukmemastikanbagaimanaemisikarbonberalihdarisatunegarakenegaralaindansejauhmanasatunegarabertanggungjawabatasberalihnyaemisi karbonmereka ke negara lain (Wunder 2008). Kebanyakan wacanaakademisberfokuspadakebocoraninternasional(AtmadjadanVerchot2012),yangsampaisekarangbelumadastrukturkelembagaanuntukmenanganinya.Sebagaimana kisah kebocoran emisi antardaerah yang dijelaskan di atas,upayamengurangikebocoranemisidapatmembatasipertumbuhanekonomidarisektor‑sektoralternatiflahanhutan,denganrisikokalahbersaingdengannegaralainyanglebihlonggardalammenerapkankebijakanREDD+.Isuinibergesekandengantopik‑topiksensitif,sepertikedaulatannegaradanhak‑hakuntukmencapaipertumbuhan ekonomi.Pendekatanbilateral adalah suatulangkahawalyangbisadiambil,namunlangkahinimungkinterlaluterbatassehinggakurangbisamenjaminemisi tidakberalihke tempat lain.KarenaitudalampelaksanaanREDD+ditingkatglobal,kebocoranemisimenjadimasalahekonomidanpolitikyangperlupenyeimbanganantarapenguranganemisi yang efektif melalui pengelolaan kebocoran emisi, dan kepentingangeopolitikmasing‑masingnegara.

6.6 Lembaga, kepentingan dan informasi: hambatan dan peluangBerdasarkan temuan di atas dan kerangka teoritis yang digunakan di babini (4IdalamBab2,Pahl‑Wostl2009),kamimengidentifikasi aspek‑aspek

| 123Berbagai tataran dan tantangan REDD+

pentingberikutiniyangperludiberiperhatiankhususolehparapengambilkeputusan REDD+: i) mendukung arus informasi dan insentif yangtransparandanbertanggunggugat;danii)menyesuaikankepentingandengankelembagaanlintastataran.

6.6.1 Arus informasi dan insentifKami menguraikan berbagai tantangan dalam tata kelola lintas tataranberdasarkan berbagai studi kasus yang ada, namun kami juga mengamatimunculnyapeluang‑peluangyangmenjanjikan.TidakadanyakerangkakerjanasionalREDD+merupakan tantanganpentingyangmemengaruhiupayapengembangansistemMRVnasionalyangbisadipertanggungjawabkandanpenyelarasan kegiatan‑kegiatanREDD+.Cara penting untukmenciptakansistemtatakelolalintastatarandalamREDDadalahdenganmeningkatkankomunikasi dan arus informasi antara proyek‑proyek subnasionalREDD+dengantatarannasional.

DalamduniaREDD+, informasi adalahkekuatan.Lembaga‑lembagayangmemegang wewenang dan kemampuan untuk menyampaikan informasi,baik di tingkat proyek maupun nasional, berperan penting dalam politiknasional REDD+. Selain itu, integrasi pengetahuan lokal ke dalam sistemMRV juga penting, sebagaimana telah dicoba baru‑baru ini di Brasil danVietnam. Pengetahuan adalah hasil dari kepentingan sosial dan hubunganantarkekuasaan.Karena itu, kita patut juga bertanya: pengetahuanmacamapayangtidakdihasilkandantidakdisebarluaskan?Dengandemikian,artisistemMRVdanpengetahuanyangmendasarisistemtersebutbukanhanyamerupakanisuteknistetapijugaisupolitis.

Arus informasi yang sehat diperlukan untukmerancang sistempembagianmanfaatdantanggungjawabREDD+.Mekanismetatakelolalintastataranmemungkinkan aliran insentif yang adil dari tingkat nasional sampai ketingkatsubnasionaldanlokal.Elemenkuncidalampembahasanpembagiankeuntungan adalah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, danpenerapan intervensi REDD+ yang lebih luas oleh pemerintah daerah(lihatBab8).

6.6.2 Menyesuaikan skala dengan pokok persoalan dan kelembagaanIntegrasi lembaga‑lembagadi tataranyangberbeda jugadapatmendukungpenyelarasan perencanaan spasial. Tatanan kelembagaan baru diperlukanuntukmembangunsistemMRVyangbertanggunggugat,khususnyasebagaisarana mengatasi hambatan arus informasi lintas tataran.Tatanan ini bisadibangun dengan lembaga‑lembaga baru atau yang sudah ada. Namundi negara‑negara yang telah kami teliti, masih ada tantangan politik danekonomi untuk menciptakan lembaga‑lembaga seperti ini. Tugas ini juga

Melaksanakan REDD+124 |

membutuhkan keterampilan dan kemampuan baru untuk menanganiberbagaijenisinformasi,misalnyadatalokaldandataspasialdengankualitasyangbervariasi.

Di banyak negara, pemerintah daerah dapat berperanan penting dalampelaksanaan REDD+. Di Indonesia dan Brasil, misalnya, desentralisasitelah menempatkan kekuatan pengelolaan lahan dan sumberdaya alam ditangan pemerintah daerah, sehinggamerekamenjadi pemain kunci dalampelaksanaanREDD+.Dikeduanegaraini,sangatpentinguntukmembangunperaturanyangkonsistenmengenaitanggungjawab,hak‑hakdanprosedurMRVolehpemerintahdaerah,danmenetapkanpendanaandanmekanismetransparanuntukmengalokasikansumberdayakepadaparapelakuREDD+ditingkatdaerah.DiIndonesia,kelompokkerjasukarelamembantuhubungankelembagaanlintassektordantataran,sertamemberikancontohpenyelarasankelembagaanlintastataran.

SeperticontohdiVietnamdanBrasil,meskipunsistemMRVyangkonsistendi tingkat nasional adalah penting, pengelolaan kebocoran harus bersifatlintasnegara.Masalahkebocoranemisikarenakesenjanganantarapasokandanpermintaanlintasbatasdapatdiatasimelaluiintegrasikelembagaanlintastatarandankoordinasi horizontal, seperti contoh yang cukupmenjanjikandariKomisiREDDMekonguntukKemitraanAntarnegara(Mekong REDD Commission for Intergovernmental Partnership) dan kerja sama pemerintahAcrediBrasildenganpemerintahregionalMadredeDiosdiPeru.

6.6.3 Perlunya partisipasiUmumnya REDD+ dikritik karena dilaksanakan melalui pendekatantop‑down.Namunpendekatantatakelola lintastataranyangberfokuspadamencocokkan kepentingan lintas tataran bisa menghasilkan partisipasiyang kuat dari para pemangku kepentingan. Bukti dari negara‑negaraREDD+ menunjukkan bahwa potensi untuk meningkatkan partisipasidalamREDD+sangatbesar(Indrartodkk.2012;Phamdkk.2012).Kunciuntukmeningkatkankoordinasivertikaladalahpartisipasiparapelakudarisatutatarandalamprosesdi tataran lain(Pahl‑Wostl2009).PartisipasidankonsultasidenganberbagaikelompokmasyarakatdibutuhkandalamkerangkahukumREDD+di semuanegara.Tapi dalamkenyataannyahal ini jarangdilakukan(LihatjugaKotak6.3ProsesREDD+diMadagaskar.)

Meskipun demikian, kelompok adat danmasyarakat berbasiskan hutan diBrasilbergerakuntukmeningkatkanpartisipasilokaldalamprosesREDD+,karenamenyadaribanyaktantanganterkaitdenganketerlibatanmasyarakatsecaraadildalamREDD+.Kelompok‑kelompokinimelihatadanyapotensimanfaatmaupunrisikoyangterkaitdenganREDD+,danbertindakuntukmenyertakan perlindungan lingkungan dan sosial dalam kegiatanREDD+

| 125Berbagai tataran dan tantangan REDD+

(Gomesdkk2010;. lihat jugaBab17 tentangPengamanan/Perlindungan).KebanyakanLSMdanbadanpemerintahyangmemprakarsaiproyekREDD+telah melakukan atau berencana untuk mengadakan konsultasi publik dilokasiproyekuntukmenyajikandanmendapatkanumpanbalik.

DiVietnam,prosespolitikdimanamekanismekonsultasitidakefektifdanrepresentasi yang lemaholehberbagaikelompokmenyebabkan terbatasnyapartisipasidalamREDD+.SebagaimanadisorotiolehPhamdkk.(2010),parapemangkudanabiasanyamembayar tenagaperantarauntukmelaksanakankonsultasi dengan masyarakat, namun karena banyak tekanan (waktu,prioritas donor dan biaya) konsultasi‑konsultasi yang dilakukan tidaklahmencukupi.ContohawaldiVietnammenunjukkanbahwapartisipasilokalbisadilakukandandapatmeningkatkansistemMRV.Namunbuktinyatidakdisebarluaskansecaraefisiendiberbagaitataran.

DiIndonesia,minatyangrendahuntukberpartisipasidalamdiskusiREDD+sebagian besar berasal dari kejenuhan partisipasi, kurangnya bukti bahwaREDD+memangdapatditerapkan,dankuatnyakepentinganpenggunaanlahan lain yangdapatmenyebabkan emisi.Bahkandi tempat‑tempat yangmemiliki kelompok kerja sukarela untuk meningkatkan partisipasi parapemangkukepentingan, kejenuhan terhadapREDD+ terjadi akibat terlalubanyak lokakarya, diskusi pemangku kepentingan, dan seminar‑seminartentangREDD+.

6.6.4 Negosiasi sejumlah kepentinganArus informasi yang mengalir lintas tataran dapat terhambat oleh konflikkepentingan atau kurangnya minat dalam berbagi informasi dengan parapelaku lain, seperti kasus‑kasus di Vietnam dan Indonesia. Kelembagaanyang alot dan struktur kekuasaan yang sudah mapan menghambat arusdanpenyesuaianberbagai jenis informasimelintas antartataran.Kitaharusmengakui bahwa hubungan dan jaringan informal sangat penting dalammenjembatani kesenjangan antarlembaga dalam berbagai tataran. DiVietnam, sebagian besar pemangku kepentingan berbagi informasimelaluijalur informal,misalnyamelalui hubunganpribadi atau jaringan informal.Namunjaringaninformalinijarangdiketahuiataudiakui,tidaktransparandanbenar‑benareksklusif.

Membangun kerangka kerja nasional REDD+ yang konsisten akanmembantu mengatasi banyak tantangan yang dihadapi dalam tata kelolalintastataran.Walaupunbegitu,sepertiyangterlihatdiBrasil,tatakelolayangkuat di tingkat daerah telah berperan penting untukmemajukanREDD+di tingkat lokal dan nasional. Pengalaman dari Brasilmemberikan contohlangkah‑langkahyangdiperlukanuntukkoordinasi vertikaldan tatakelolalintastatarandalamREDD+,meskipunmasihbanyakyangperludilakukan

Melaksanakan REDD+126 |

Kotak 6.3 Desentralisasi atau “LSM‑isasi” REDD+? Lemahnya kepemimpinan nasional dalam membangun strategi REDD+ di MadagaskarEmilia Runeberg

Madagaskar, negara pulau di Samudera Hindia yang terkenal sebagai tempat yang sangat kaya keanekaragaman hayatinya, ikut serta dalam Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) Bank Dunia pada tahun 2008 dalam suatu proses kesiapan REDD+ untuk menyiapkan strategi nasional REDD+. Secara paralel, LSM internasional yang memimpin proyek‑proyek percontohan REDD+ telah dibentuk di berbagai daerah di negara ini, dengan tujuan untuk memasok informasi untuk proses perumusan kebijakan nasional REDD+. Upaya untuk membangun strategi nasional REDD+ yang konsisten mengalami kesulitan karena kurangnya kepemimpinan nasional dalam menyelaraskan pengalaman‑pengalaman dari berbagai proyek percontohan REDD+ yang terpisah. Hal ini menghambat transisi dari kegiatan‑kegiatan terpisah yang dikendalikan LSM internasional menuju suatu sistem tata kelola REDD+ nasional.

Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (Community forest management ‑ CFM), yang diharapkan sebagai tulang punggung tata kelola REDD+ Malagasi, dapat digunakan untuk memetakan kegiatan‑kegiatan tata kelola yang sedang berlangsung di berbagai tataran. Di tingkat masyarakat umum, semua proyek percontohan REDD+ telah membentuk persatuan CFM, yang dikenal dengan sebutan COBA, dengan mengalihkan hak pengelolaan hutan dari negara kepada kelompok masyarakat dengan ikatan kontrak berjangka waktu tertentu. Di tingkat lokal, COBA melakukan kontrak dengan pemerintah daerah setempat dan dinas kehutanan. Pengalihan pengelolaan ini sering dipimpin oleh sebuah lembaga penengah, yang dalam kasus proyek‑proyek REDD+ besar dilakukan oleh LSM internasional. Peran lembaga penengah sangat penting dalam desain kontrak CFM dan kegiatan terkait, misalnya penciptaan mata pencaharian alternatif untuk COBA. Di tingkat regional, beberapa proyek REDD+ sedang menggalang beberapa COBA untuk membentuk perserikatan. Namun demikian tetap ada satu mata rantai yang hilang, yaitu sebuah struktur tata kelola tingkat regional, yang saat ini masih diisi oleh sejumlah LSM Internasional.

Koordinasi tingkat nasional untuk kegiatan‑kegiatan REDD+ disalurkan melalui sebuah komite ad hoc yang disebut CT‑REDD, tersusun dari para pelaku pemerintahan, nonpemerintah, dan semipemerintah. Sebelum kerja komite ini terganggu (sementara?) di awal tahun 2011, CT‑REDD berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan dengan tujuan merangkum pengalaman‑pengalaman dan mengatur konsultasi regional untuk menyiapkan Proposal Persiapan Kesiapan (R‑PP/Readiness Preparation Proposal) yang akan diajukan kepada FCPF. Terlepas dari dokumen R‑PP, setiap upaya di tingkat nasional untuk menentukan garis besar arah REDD+

| 127Berbagai tataran dan tantangan REDD+

sebelum bisa mendefinisikan kerangka kerja nasional yang konsisten baginegara ini. Meskipun kerangka kerja nasional penting untuk koordinasimenyeluruh, sebuah sistemtatakelola lintas tataranmerupakanpergeseranke arah menerima kenyataan bahwa semua aspek tata kelola di bidanglingkungandapatmelibatkanperdebatandanperbedaantujuanyangharusdidamaikanatauditerimasebagaiberbeda.Karenaitumekanismetatakelolalintas tataran dapat membantu menyesuaikan berbagai perbedaan antaratataranyangberbeda.

REDD+tidakbisaberoperasidalamruanghampapolitikdansosial;iaterjalindenganprosespolitikdanstruktursosialyangada.DiIndonesia,REDD+telahmemperketatpermainanpolitikregionaldan lokaldanhasilpermainan inipastiikutmemengaruhistruktursistemMRVsertakebocoranemisididalamnegeri.Tatakelola lintas tataran, termasukpembentukanprosedurhukum,diperlukan untuk menyelesaikan perselisihan dalam pelaksanaan REDD+.REDD+perludirancangsehinggamelengkapikebijakan‑kebijakanhutanyangadasekarangdanperludidasaripengalamanlokaldaninternasionalselamapuluhantahun.Halinikonsistendenganusulanuntukmengembangkantatakelolaiklimyangbertingkat.(Forsyth2009).

hanya berjalan di tempat dan tidak mendapatkan pendanaan. Di  tingkat supranasional, Madagaskar sulit mendapatkan pendanaan untuk visi R‑PP‑nya, sebagian karena krisis politik nasional yang bermula dengan kudeta tahun 2009. Sebagai gantinya, pemangku dana internasional terus mendukung LSM internasional agar terus mengembangkan berbagai metodologi REDD+ di area proyek yang terpisah.

Masing‑masing proyek menjadi suatu dunia kecil, sehingga arus informasi dan kapasitas sangat bergantung pada LSM Internasional, individu tertentu yang mempunyai kemampuan teknis MRV, dan para individu di tingkat kepemerintahan yang telah dijelaskan di atas. Pengaturan dan partisipasi oleh para pelaku pemerintah dalam REDD+ diduga akan tetap lemah. Kemungkinan adanya motivasi tersembunyi untuk menjaga agar REDD+ terus dikendalikan proyek‑proyek yang didominasi LSM internasional juga perlu mendapat perhatian khusus. Ketegangan antara sudut pandang dan kepentingan para pelaku pemerintah dan non‑pemerintah mengungkapkan masalah kedaulatan negara, legitimasi dan transparansi. Pengamatan awal menunjukkan bahwa REDD+ dapat meningkatkan kekuatan pihak eksternal nonpemerintah dan memperkuat proyek tata kelola transnasional yang telah membentuk pengelolaan sumberdaya alam di Madagaskar sejak tahun 1980‑an (Duffy 2006).

Melaksanakan REDD+128 |

6.7 KesimpulanSudahjelasREDD+adalahsuatuupayalintastataran.Karenaitu,REDD+memerlukansistemtatakelolalintastataranyangunikdalamsejarahkebijakanlingkungan(SkutschdanVanlaake2008).Dimensidanmekanismesistemsemacam ini sangat bervariasi antara berbagai elemen REDD+. Sejumlahstudikasusjugamenunjukkanbahwamekanismeyangcocoksangatbervariasisesuaikondisinegaramasing‑masing.

Tata kelola lintas tataran dalam REDD+, khususnya dalam menanganikebocoran emisi dan MRV, adalah persoalan harmonisasi informasi daninsentifdisemuatataran.Sebagiandariharmonisasiinimenyangkutmasalahpraktis dan teknis: informasi dan data untuk REDD+ terbentuk melaluiberbagaiprosesdanstandaryangberbeda,sehinggasulituntukmenyusunnyasebagai satu kesatuan di tingkat nasional. Selanjutnya, perbedaan kualitasdan kuantitas data dari berbagai sumber data ternyata memberikan celahterjadinyakebocoranemisiyangtakterdeteksidantakdihitung.

Namun demikian, aliran informasi dan insentif dalam REDD+ dapatmenimbulkan konflik antara pelaku daerah dan nasional yang bersumberpadakonflikkepentingandiberbagaitataran.InformasidaninsentifadalahduamatauangutamadalamduniaREDD+yangrumit,yangterkaitkembalidengan hubungan kekuasaan antara para pelaku yang mengendalikaninformasidaninsentiftersebut.SistemtatakelolalintastatarandiREDD+perlu dirancang untuk mencapai dua tujuan: mencari cara membantupara pelaku di berbagai tingkat yang berbeda untuk lebih menyelaraskankepentingan masing‑masing, dan pada saat yang sama juga menyesuaikandanmelakukandiversifikasisehinggaberbagaipelakubisabekerjasamadalamREDD+meskipunkepentingannyaberbeda.

Ringkasnya, kesuksesan implementasi REDD+ memerlukan reformasikebijakan dan kelembagaan untuk mendefinisikan kembali informasi,insentifdanstruktur‑strukturkekuasaanyangada.REDD+dapatmengubahpermainan untuk memicu perubahan transformatif yang lebih luas danmekanismetatakelolalintastatarandapatberperananpentingdalamprosesperubahanini.Arusinformasidaninsentifyangsehatlintastataran,disertailembaga‑lembagayangtransparan,akanmenjadikunciimplementasiREDD+yangefektif,efisiendansetara.