refarat insomnia

Upload: yulliza-kurniawaty-l

Post on 11-Oct-2015

34 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    1/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 1

    INSOMNIA

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur

    atau mempertahankan tidur.1 Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat

    bangun dan beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan

    memulai tidur dan atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% diantaranya

    mengakibatkan gangguan kualitas hidup.2Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan

    sebuah episode dari insomnia pada beberapa waktu selama hidup mereka.1 Di Indonesia,

    pada tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami insomnia.

    Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam

    beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan

    penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti

    pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau

    individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang

    ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.3

    Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya

    berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti

    kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis adalah

    setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan

    berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang

    mendasari untuk insomnia.3

    Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh

    mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan

    konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan fisiologis hyperarousal.

    Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur cukup, pasien dengan insomnia seringkali

    mengalami kesulitan tidur bahkan untuk tidur siang.3

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    2/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 2

    Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti berkurangnya

    kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien dengan kondisi seperti

    diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup meningkat dengan pengobatan

    tetapi masih tidak mencapai tingkat yang terlihat pada populasi umum. Selain itu,

    insomnia kronis dikaitkan dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.

    Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah

    gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya menjadi prediksi

    sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan, ketergantungan alkohol, ketergantungan

    obat, dan bunuh diri. 3

    Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi medis

    atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan resiko kekambuhan

    penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu

    kondisi tersendiri yang membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah

    morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.3,4

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    3/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 FISIOLOGI TIDUR

    Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya

    waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama

    sirkadian.1,4

    Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar tidak terjaga. Tingkat aktivitas otak

    secara keseluruhan tidak berkrang selama tidur . selama stadium-stadium tidur tertentu,

    penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat terjaga normal.5

    Tidur tidak dapat diartikan sebagai meanifestasi proses deaktivasi system Saraf Pusat.

    Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron - neuron di substansia retikularis

    ventral batang otak melakukan sinkronisasi.

    Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada

    substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep

    center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi

    terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center). 5

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    4/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 4

    Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

    1. Tipe Rapid Eye Movement(REM)

    2. Tipe Non Rapid Eye Movement(NREM)

    Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh

    fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara

    4-6 kali siklus semalam.1,4,5,6

    Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat

    stadium, antara lain:

    Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini

    dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur

    yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang

    disebut gelombang teta.

    Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG

    menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering

    dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal

    sebagai kompleks K. Pada stadium ini,orang dapat dibangunkan dengan mudah. Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan

    gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu

    gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

    Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG

    hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang

    delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau

    Slow Wave Sleep (SWS).

    Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-

    bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.1,4,5,6

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    5/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 5

    Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan

    tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap dan

    terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian

    di hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan

    neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur

    badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun

    tidur. NSC bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari

    cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi

    peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jika malam tiba,

    NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang mengantuk dan tidur.

    Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal. Saat hari mulai gelap,

    melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan mempengaruhi terjadinya relaksasi serta

    penurunan temperatur badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat

    pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi.7

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    6/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 6

    Perubahan tidur akibat proses menua

    Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur (berbaring lama

    di tempat tidur sebelum tidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur

    nyenyaknya. 7

    Pada penelitian di laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami waktu tidur yang

    dalam lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama. Hasil uji dengan alat

    polysomnographic didapatkan penurunan yang bermakna dalam slow wave sleep dan rapid

    eye movement (REM). Orang usia lanjut juga lebih sering terbangun di tengah malam akibat

    perubahan fisik karena usia dan penyakit yang dideritanya sehingga kualitas tidur secara nyata

    menurun. Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal

    yaitumenjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam iramasirkadian

    yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan

    selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan temperatur

    badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta

    perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin menurun dengan

    meningkatnya umur.7

    Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang sehat, juga tergantungpada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari,

    pada malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya,sebaliknya bila siang hari tidak ada

    kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur.7

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    7/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 7

    Hypnograms memerlihatkan perbedaan karakter tidur pada orang muda dan orang tua.

    Dibandingkan dengan orang muda, Orang tua cenderung memiliki onset tidur yang lama,tidur yang terfragmentasi, bangun terlalu dini di pagi hari dan menurunnya tidur tahap 3

    dan 4.5

    2.2 DEFINISI

    Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk

    memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya

    satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu.

    The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan

    memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal

    satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah

    kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah

    episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidurberupa kesulitan

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    8/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 8

    berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk

    melakukannya.

    Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai

    penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia

    dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja

    dan kualitas hidup. 1,6,8

    2.3 EPIDEMIOLOGI

    Keluhan berupa ketidakmampuan tidur jauh lebih sering daripada keluhan lain yang

    berhubungan dengan tidur. Perkiraan prevalensinya pada orang dewasa bervariasi dari 15 %

    samapai 40% dan meningkat pada lansia. 9

    Pada populasi umum, 1-tahun prevalensi tingkat keluhan insomnia adalah 30%

    sampai 40%, di klinik gangguan tidur, sekitar 15% sampai 25% dari pasien dengan

    keluhan insomniayang didiagnosis dengan insomnia primer. gangguan yang lebih sering

    terjadi pada wanita danangka prevalensi meningkat dengan usia, terutama usia lanjut. sulit

    tidur adalah keluhan yanglebih umum pada orang dewasa muda, sedangkan pagi hari atau

    malam hari kesulitan tidur lebihsering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. perjalanan

    insomnia primer adalah variabel, itusering berkembang tiba-tiba selama masa stres, tetapi

    dapat berlangsung setelah stressor akuttelah teratasi.9

    2.4 ETIOLOGI

    Penyebab umum dari insomnia antara lain:

    Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat

    membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa

    kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai,

    perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

    Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia

    dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    9/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 9

    Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk

    beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti

    Ritalin) dan kortikosteroid.

    Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein

    adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan

    insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh

    tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun

    di tengah malam.

    Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas

    dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih

    besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan

    dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru,

    gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit

    Alzheimer.

    Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau

    pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,

    sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur

    siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

    'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang

    tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.

    Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari

    lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur,

    seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,9,10

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    10/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 10

    2.5 FAKTOR RESIKO

    Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko

    insomnia meningkat jika terjadi pada:

    Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormone selama siklus

    menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering

    berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.

    Usia lebih dari 60tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat

    sejalan dengan usia.

    Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan,

    gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.

    Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti

    kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi

    miskin atau pengangguran juga meningkatkan risikoterjadinya insomnia.

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    11/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 11

    Perjalanan jauh(Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering

    meningkatkan resiko insomnia.1,4

    2.6 KLASIFIKASI

    Insomnia Primer

    Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur

    ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur,

    kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari

    jenis insomnia primer ini.

    Insomnia Sekunder

    Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis.

    Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan

    terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti

    penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia

    sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau

    susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan

    yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang

    ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang

    menderita insomnia.

    Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu

    International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of Mental

    Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders(ISD).

    Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:

    Organik

    Non organik

    - Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)

    - Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpu buruk,

    berjalan sambil tidur, dll)

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    12/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 12

    Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia disini

    adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan

    gangguan fungsi dan sosial.3

    Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

    1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain

    2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum

    3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu

    4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan

    kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan

    diderita minimal 1 bulan.

    Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia

    diklasifikasikan menjadi:

    a. Acute insomnia

    b. Psychophysiologic insomnia

    c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)

    d. Idiopathic insomnia

    e. Insomnia due to mental disorder

    f. Inadequate sleep hygiene

    g. Behavioral insomnia of childhood

    h. Insomnia due to drug or substance

    i. Insomnia due to medical condition

    j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified

    (nonorganic)

    k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)10

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    13/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 13

    Tipe-tipe insomnia

    Insomnia terdiri atas tiga tipe :

    a.

    Inisial insomnia

    Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia inisial dimana

    keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda. Berlangsung selama 1-3 jam dan

    kemudian karena kelelahan ia bisa tertidur juga. Tipe insomnia ini bisa diartikan

    ketidakmampuan seseorang untuk tidur. 3,8,10

    b. Intermitent insomnia.

    Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuk tidur dengan

    mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidur kembali, kejadian ini dapat terjadi

    berulang kali. Tipe insomnia ini disebut jaga intermitent insomnia. 3,8,10

    c. Terminal insomnia

    Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomnia terminal, dimana

    pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukup nyenyak, tetapi pada saat dini hari sudah

    terbangun dan tidak dapat tidur lagi. 3,8,10

    2.7PATOFISIOLOGI

    Etiologi dan patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan secara pasti tetapi insomnia

    dihubungkan dengan hipotesis peningkatan arousal.11,12

    Arousal dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaan di ARAS ( ascending

    reticular activating system), hipotalamus, basal forebrain yang berinteraksi dengan pusat-

    pusat pemicu tidur pada otak di anterior hipotalamus dan thalamus. Hyperarousal

    merupakan keadaan yang ditandai dengan tingginya tingkat kesiagaan yang merupakan

    respon terhadap situasi spesifik seperti lingkungan tidur.11

    Data psikofisiologi dan metabolic dari hyperarousal pada pasien insomnia meliputi

    peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan penurunan variasi periode

    jantung selama tidur. Kecepatan metabolik seluruh tubuh dihitung melalui penggunaan O2

    persatuan waktu ternyata lebih tinggi pada pasien insomnia dibandingkan pada orang

    normal.11,12

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    14/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 14

    Data elektrofisiologi hyperarousal menunjukkan peningkatan frekuensi gelombang

    beta pada EEG selama tidur NREM. Aktivitas gelombang beta dikaitkan dengan

    aktivitas gelombang otak selam terjaga. Penurunan dorongan tidur pada pasien insomnia

    dikaitkan dengan penurunan aktivitas gelombang delta.11,12

    Data neuroendokrin tentang hyperarousal menunjukan peningkatan level kortisol

    dan adrenokortikoid (ACTH) sebelum dan selama tidur, terutama pada setengah bagian

    pertama tidur pada pasien insomnia.4,9Penurunan level melatonin tidak konsisten

    ditemukan.11

    Data menurut functional neuroanatomi studies of arousal tentang hyperarousal

    menunjukan pola-pola aktivitas metabolisme regional otak selama tidur NREM melalui

    SPECT (single-photon emission computer tomography) dan PET ( positron emission

    tomography). Pada penelitian PET yang pertama pada insomnia p rimer terjadi

    peningkatan kecepatan metabolisme glukosa baik pada waktu tidur maupun terjaga.

    Selama terjaga, pada pasien insomnia primer ditemukan penurunan aktivitas

    dorselateral prefrontal cortical. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan

    hyperarousal pada tidur NREM dan hypoarousal frontal selama terjaga, hal inilah yang

    menyebabkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien baik pada saat terjagamaupun tidur.

    Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat terjadi peningkatan

    gelombang beta yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas metabolik di kortek orbita

    frontal dan mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal ini juga mendukung hipotesis

    mengenai hyperarousal. Pada pemeriksaan SPECT pada pasien insomnia primer, selama

    tidur NREM terjadi hipoperfusi diberbagai tempat yang paling jelas pada basal ganglia.

    Kesimpulan penelitian imaging mulai menunjukkan perubahan fungsi neuroanatomi

    selama tidur NREM yang berkaitan dengan insomnia primer maupun sekunder.11,12

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    15/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 15

    2.8GAMBARAN KLINIS

    Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

    Sering terbangun pada malam hari

    Bangun tidur terlalu awal

    Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

    Iritabilitas, depresi atau kecemasan

    Konsentrasi danperhatian berkurang

    Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

    Ketegangan dan sakit kepala

    Gejala gastrointestinal 1,3,7

    2.9DIAGNOSIS

    Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

    Pola tidur penderita.

    Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

    Tingkatan stres psikis.

    Riwayat medis.

    Aktivitas fisik

    Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

    Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan

    yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk

    menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia.

    Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan

    pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan mata,

    dan gerakan tubuh.10

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    16/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 16

    Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ13

    Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

    a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas

    tidur yang buruk

    b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1bulan

    c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihanterhadap

    akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

    d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkanpenderitaan

    yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan

    Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis

    insomnia diabaikan.

    Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan,

    oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas

    (seperti pada transient insomnia)tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi

    stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

    Kriteria diagnostic DSM-IV-TR insomnia primer

    a.

    Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, atau

    tidur yang tidak bersifat menyenangkan, selama sedikitnya 1 bulan.

    b. Gangguan tidur (atau kelelahan disiang hari yang terkait) menyebabkan penderitaan

    yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi social, pekerjaan atau area fungsi

    penting lain.

    c. Gangguan tidur tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan narkolepsi, gangguan

    tidur yang terkait dengan pernafasan, gangguan tidur irama sirkardian, atau

    parasomnia.

    d. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan gangguan jiwa lain(cth

    gangguan depresi berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium)

    e. Gangguan ini bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung suatu zat (cth

    penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.1,6

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    17/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 17

    2.10 PENATALAKSANAAN

    1. Non Farmakoterapi

    A. Terapi Tingkah Laku

    Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara

    untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan

    sebagai terapi tahap pertama untukpenderita insomnia.

    Terapi tingkah laku meliputi

    1) Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

    2)

    Teknik Relaksasi.

    Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan

    pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi

    ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

    3) Terapi kognitif.

    Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur denganpemikiran yang

    positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.

    4)

    Restriksi Tidur.Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan ditempat tidur yang

    dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

    5) Kontrol stimulus

    Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.

    Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:

    Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca, menonton

    televisi, makan atau bekerja.

    Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu 20

    menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan tempat

    tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan halhal yang membuat santai.

    Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa mengantuk kembali ke tempat

    tidur, namun bila alam 20 menit di tempat tidur tidak juga dapat tidur,

    kembali lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang dilakukan

    sampat seseorang dapat tidur.

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    18/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 18

    Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa

    lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal tidur-

    bangun (kontrol waktu). Tidur siang harus dihindari.1,2,3,10

    B. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

    Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

    Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

    Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

    Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

    Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

    Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau

    beribadah

    Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari.

    Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan

    Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar lima

    hingga enam jam sebelum tidur.

    Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

    Menghindari makan besar sebelum tidur

    Cek kesehatan secara rutin

    Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesic.1,2,3,10

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    19/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 19

    2. Farmakologis

    Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine

    dan non-benzodiazepine.

    a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

    b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    20/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 20

    Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

    Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

    Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep inducing anti-insomnia yaitu golongan

    benzodiazepine (Short Acting).

    Misalnya pada gangguan anxietas

    Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke

    proses tidur selanjutnya)

    Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Prolong latent phase AntiInsomnia, yaitu

    golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik danTetrasiklik)

    Misalnya pada gangguan depresi

    Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah

    menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

    Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining AntiInsomnia, yaitu

    golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    21/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 21

    Misalnya pada gangguan stres psikososial.

    Pengaturan Dosis

    Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergitidur.

    Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan

    sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya

    rebound dan toleransi obat)

    Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan,

    untuk menghindari oversedationdan intoksikasi

    Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu

    (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

    Lama Pemberian

    Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2

    minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaanlebih dari 2 minggu dapat

    menimbulkan perubahan Sleep EEG yangmenetap sekitar 6 bulan lamanya.

    Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena PsychologicalDependence

    (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat

    ditanggulangi.

    Efek Samping

    Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

    Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat antiinsomnia (waktu

    paruh) :

    Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) gejala rebound lebih

    berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panic

    Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan

    Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala hang over

    pada pagi harinya dan juga intensifying daytimesleepiness

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    22/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 22

    Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi disinhibiting

    effect yang menyebabkan rage reaction

    Interaksi obat

    Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek

    supresi SSP yang dapat menyebabkan oversedationand respiratory failure

    Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme atau

    produce protein binding displacement sehingga jarangmenimbulkan interaksi obat

    atau dengan kondisi medik tertentu.

    Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alcohol atau CNS

    Depressant lain, resiko kematian akan meningkat.

    Perhatian Khusus

    - Kontraindikasi :

    Sleep apneu syndrome

    Congestive Heart Failure

    Chronic Respiratory Disease

    - Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan

    teratogenic effect (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester pertama. Juga

    benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP).1,3,14,15,16

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    23/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 23

    2.11 KOMPLIKASI

    Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat

    mengganggu kesehatan mental dan fisik.

    Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain :

    1.

    Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress

    2. Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi,

    kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.

    3.

    Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan

    sebagainya.

    4. Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah

    mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati

    hubungan sosial dan keluarga.

    5. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka

    harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.

    Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang

    memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada

    insomnia. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih

    besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang yang

    normal.3,10

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    24/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 24

    2.12 PROGNOSIS

    Insomnia transient dapat menjadi kronik jika berbagai factor yang memperlama

    gangguan tersebut berada pada tempatnya, jika tindakan tidak diambil untuk menangani

    secara tepat atau penyebab mendasar merupakan suatu keadaan kronik. Insomnia kronik

    dapat terjadi seumur hidup. Keadaan tersebut biasanya merupakan konsekuensi usia tua,

    masalah medis, perilaku atau masalah psikiatrik.6

    Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada

    gangguan lain seperti depresi dan lain-lain. Lebih buruk jika gangguan ini disertai

    skizophrenia.6

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    25/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 25

    BAB III

    KESIMPULAN

    Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam

    mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan fisiologis yang

    cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi kinerja dan

    kehidupan sehari-hari.

    Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan berlebihan,

    pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia

    didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-

    obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan

    kebutuhan tidur secara individual.

    Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi,

    bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan untuk

    mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan

    Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia

    secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan

    pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    26/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 26

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, IMade. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

    2.

    American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of

    Sleep Disorders.American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding

    Manual. Diagnostik dan Coding Manual.2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy

    of Sleep Medicine; 2005:1-32.

    3. Zeidler, M.R. 2011.Insomnia.Editor: Selim R Benbadis.

    (http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview)

    4. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC

    5. Sheerwood, Lauralee. 2010. Fisiologi manusia dari sel ke system. Jakarta : Penerbit

    Buku Kedokteran EGC.

    6. Kaplan &Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis, Ed 2. Jakarta : Penerbit Buku

    Kedokteran EGC.

    7.

    Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan

    Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    8. Maramis, F. Willy.2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga

    University press.

    9. Puri, basant K. 2011. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

    EGC

    10.

    Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alter

    native-medicine).

    11.Buysse DJ. Chronic Insomnia. Am J Psychiatry. 2008; 165(6): 678-686

    12.

    Mai E, Buysse DJ. Insomnia: Prevalence, Impact, Pathogenesis, Differential

    Diagnosisi, and Evaluation. The Journal of Lifelong Learning In Psychiatry.

    2009; 7(4): 491-498

    13.

    Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas

    dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

    14.Hazzard. 2009. Hazzards Geriatric Medicine and Gerontology 6th ed. New York:

    McGraw-Hill.

    http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1187829-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/1187829-overviewhttp://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alterhttp://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alterhttp://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alterhttp://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alterhttp://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview
  • 5/20/2018 Refarat Insomnia

    27/27

    BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

    REFERAT INSOMNIA

    Page 27

    15.Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.

    Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

    16.

    Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London:

    Oxford University Press