refarat-multiplemyeloma

Upload: annisa-trie-anna

Post on 23-Jul-2015

924 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MULTIPLE MYELOMA I. PENDAHULUAN Keganasan sel plasma dikenal sebagai neoplasma monoklonal yang berkembang dari lini sel B, terdiri dari multiple myeloma (MM), makroglobulinemia Waldemstrom amiloidosis primer dan penyakit rantai berat. Neoplasma monoklonal dikenal dengan banyak nama antara lain adalah gamopatia monoklonal, paraproteinemia, diskrasia sel plasma dan disproteinemia. Penyakit ini biasanya disertai produksi imunoglobulin atau fragmen-fragmennya dengan satu penanda idiopatik, yang ditentukan oleh regio variabel identik dalam rantai ringan dan berat. Istilah paraprotein, protein monoklonal atau komponen M, meunjukkan adanya komponen yang eletrofoetik homogen ini dalam serum dan urin. Paraprotein dapat merupakan imunoglobulin lengkap, biasanya tipe IgG atau Costa, jarang juga tipe IgD atau IgE. Rantai ringan ini oleh ginjal dapat cepat dieksresi dan karena itu terutama dapat ditunjukkan dalam urin (protein Bence Jones).1 Multiple myeloma adalah keganasan sel B dari sel plasma yang memproduksi protein imunoglobulin monoklonal. Hal ini ditandai dengan adanya proliferasi clone dari sel plasma yang ganas pada sumsum tulang, protein monoklonal pada darah atau urin, dan berkaitan dengan disfungsi organ. Proliferasi berlebihan dalam sumsum tulang menyebabkan matriks tulang terdestruksi dan produksi imunoglobulin abnormal dalam jumlah besar, dan melalui berbagai mekanisme menimbulkan gejala dan tanda klinis. Setelah sumsum tulang dcostantikan oleh sel plasma ganas, sel normal sumsum tulang terdepresi, sel hemopoietik normal terdestruksi, akhirnya sumsum tulang mengalami kegagalan total, destruksi matriks tulang menimbulkan osteosklerosis, lesi osteolitik, fraktur patologis, dan nyeri tulang. Dalam serum muncul sejumlah besar protein monoklonal atau subunit rantai polipeptida produk dari proliferasi sel plasma monoklonal, sedangkan imunoglobulin normal berkurang. Walaupun masih kontroversial dikatakan bahwa semua kasus multiple myeloma berkembang dari gammopatia monoklonal esensial atau MGUS (Monoclonal Gammopathy of Undetermined Significance). 2,3 II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI1

Multiple myeloma merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari tumor hematologik. Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 3 sampai 4 kasus dari 100.000 populasi per tahun, dan diperkirakan terdapat 14.000 kasus baru tiap tahunnya. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro Amerika dan pada pria. Umur median pasien rata-rata 65 tahun, dan sekitar 3% pasien kurang dari 40 tahun.4 III. ETIOLOGI Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Faktor genetik juga mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk terjadinya perubahan yang menghasilkan proliferasi sel plasma yang memproduksi protein M seperti pada MGUS. Dalam sel mana terjadi transformasi maligna tepatnya terjadinya belum jelas. Dapat ditunjukkan sel limfosit B yang agak dewasa yang termasuk klon sel maligna di darah dan sumsum tulang, yang dapat menjadi dewasa menjadi sel plasma. Terjadinya onkogen yang paling penting diduga berlangsung dalam sel pendahulu yang mulai dewasa ini atau bahkan mungkin dalam sel plasma sendiri. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. 1,5IV.

ANATOMI DAN FISIOLOGI Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti

vertebra, costa, calvaria, pelvis, dan femur.6 Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang. Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder.7 Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut: 1. Diafisis Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang. 2. Metafisis

2

Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang (diafisis). 3. Lempeng epifisis Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa. 4. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.

Gambar 1. Perkembangan tulang panjang (dikutip dari kepustakaan 7)

V.

PATOFISIOLOGI Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya

sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.8 Perkembangan sel plasma maligna ini mungkin merupakan suatu proses multi langkah, diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan penumpukan sel plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan mikro sumsum tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol3

penyakit. Dalam proses multilangkah ini melibatkan di dalamnya aktivasi onkogen selular, hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor, dan gangguan regulasi gen sitokin. 1 Keluhan dan gejala pada pasien MM berhubungan dengan ukuran massa tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek fisikokimia imunologik dan humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini, seperti antara lain paraprotein dan faktor pengaktivasi osteoklastik (osteoclastic activating factor/OAF). 1 Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi, seperti hipervolemia, hiperviskositas, diatesis hemoragik dan krioglobulinemia. Karena pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi terutama gangguan fungsi ginjal dan jantung. Faktor pengaktif osteoklas (OAF) seperti IL1-, limfotoksin dan tumor necrosis factor (TNF) bertanggung jawab atas osteolisis dan osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini. Karena kelainan tersebut pada penyakit ini dapat terjadi fraktur (mikro) yang menyebabkan nyeri tulang, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria. Konsentrasi imunoglobulin normal dalam serum yang sering sangat menurun dan fungsi sumsum tulang yang menurun dan neutropenia yang kadang-kadang ada menyebabkan kenaikan kerentanan terhadap infeksi.1 Gagal ginjal pada MM disebabkan oleh karena hiperkalsemia, adanya deposit mieloid pada glomerulus, hiperurisemia, infeksi yang rekuren, infiltrasi sel plasma pada ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrasi rantai berat yang berlebihan. Sedangkan anemia disebabkan oleh karena tumor menyebabkan penggantian sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap proses hematopoeisis, perubahan megaloblastik akan menurunkan produksi vitamin B12 dan asam folat.1 VI. DIAGNOSIS Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi. a. Gejala klinis

4

Myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan simptomatik atau myeloma aktif, bergantung pada ada atau tidaknya organ yang berhubungan dengan myeloma atau disfungsi jaringan, termasuk hiperkalsemia, insufisiensi renal, anemia, dan penyakit tulang (Tabel 1). Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur ataupun infeksi. Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien yang terdiagnosis. Lesi tulang berkembang pada kebanyakan 80% pasien. Pada suatu penelitian, dilaporkan 58% pasien dengan nyeri tulang. Kerusakan ginjal terjadi pada 20 sampai 40% pasien.2,4 Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma seperti fraktur kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang (contoh: femur proksimal). Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi vertebra berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus) dan Haemophilus influenzae.9 Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen, nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus.10 Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :1,11 Pucat yang disebabkan oleh anemia Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau carpal tunnel syndrome. Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma seperti

makroglossia dan carpal tunnel syndrome. Gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak, limpa akibat

infiltrasi sel plasma (jarang).

5

Tabel 1 dan 2. Kriteria diagnostik multiple myeloma aktif dan kriteria staging internasional. (dikutip dari kepustakaan 12) b. Laboratorium Pasien dengan multiple myeloma, secara khas pada pemeriksaan urin rutin dapat ditemukan adanya proteinuria Bence Jones. Dan pada apusan darah tepi, didapatkan adanya formasi Rouleaux. Selain itu pada pemeriksaan darah rutin, anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 80% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal, namun dapat juga ditemukan pancytopenia, koagulasi yang abnormal dan peningkatan LED. 5,6,11,13 .

6

c. Gambaran radiologi 1) Foto polos x-ray Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik multiple, berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria, vertebra, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. 4,6,14,15 Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan : Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama

vertebra yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan myeloma. Hilangnya densitas vertebra mungkin merupakan tanda radiologis satusatunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai. Fraktur kompresi pada corpus vertebra , tidak dapat dibedakan dengan

osteoprosis senilis. Lesi-lesi litik punch out lesion yang menyebar dengan batas yang jelas,

lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak. Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, costa 44%, calvaria 41%, pelvis 28%, femur 24%, clavicula 10% dan scapula 10%.15

7

Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik punch out

lesion yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiplemyeloma. (dikutip dari kepustakaan 16)

e Gambar 3. Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak

sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma. (dikutip dari kepustakaan 9)

8

Gambar 4. Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex interna) pada pasien dengan multiple myeloma. (dikutip dari kepustakaan 9)

2) CT-Scan CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta menilai resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse osteopenia dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks. Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan kecuali jika adanya lesi fokal. 6,9,17,18

Gambar 5. CT Scan sagital T1 gambaran weighted pada vertebra lumbalis me-

9

nunjukkan adanya infiltrasi difus sumsum yang disebabkan oleh multiple myeloma.(dikutip dari kepustakaan 17)

Gambar 6. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5 menunjukkan adanya perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass) pada sepanjang sisi kanan Vertebra Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait. (dikutip darikepustakaan 4)

3) MRI MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. 6,15,17 Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.6,17

10

Gambar 7. Foto potongan sagital T1 weighted-MRI pada lumbar-sakral memperlihatkan adanya diffusely mottled marrow yang menunjukkan adanya diffuse involvement pada sumsum tulang dengan multiple myeloma. Juga didapatkan gambaran fraktur kompresi pada seluruh vertebra yang tervisualisasi. Pada V-T10 terdapat adanya focal mass-like lesion yang menunjukkan suatu plasmacytoma. (dikutip dari kepustakaan 19)

4) Radiologi Nuklir

Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin, pemeriksaan ini menggunakan radiofarmaka Tc-99m senyawa kompleks fosfat yang diinjeksikan secara intravena. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.6,20

11

Gambar 8. FDG PET scan pada pasien multiple myeloma dengan difuse yang berat disertai focal disease. (dikutip dari kepustakaan 21)5) Angiografi6

Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multiple myeloma.d. Patologi Anatomi6,15

Pada pasien multiple myeloma , sel plasma berproliferasi di dalam sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 3 kali dari limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.

12

Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple myeloma. Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo). (dikutip dari kepustakaan 6)

Gambar 10. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas pada multiple myeloma (dikutip dari kepustaan 6)

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif, metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu dari kriteria berikut :1 Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL) Protein monoclonal urine Lesi litik pada tulang

Sistem derajat multiple myeloma1,3,6,11 Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan diperkenalkan pada tahun 2005.13

Salmon Durie staging : a) Stadium I

Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL Level kalsium kurang dari 12 mg/dL Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, Costa < 3 g/dL, urine < 4g/24 jam)

b) Stadium II

Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL Level kalsium lebih dari 12 g/dL Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, Costa > 5 g/dL, urine > 12 g/24 jam)

c) Stadium III

d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl International Staging System untuk multiple myeloma a) Stadium I 2 mikroglobulin 3,5 g/dL dan albumin 3,5 g/dL CRP 4,0 mg/dL Plasma cell labeling index < 1% Tidak ditemukan delesi kromosom 13 Serum Il-6 reseptor rendah durasi yang panjang dari awal fase plateau

b) Stadium II

Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga